martinyunianto.files.wordpress.com · Web viewTINJAUAN PUSTAKA Pada lokasi Padangan-Ngawi sudah...

71
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada lokasi Padangan-Ngawi sudah pernah dilakukan penelitian yaitu pada Tugas Akhir yang berjudul Perencanaan Ulang Geometrik Ruas Jalan Padangan-Ngawi II (Suryono,2002). Studi tersebut membahas mengenai perencanaan ulang geometrik dan perkerasan jalan. Pada penelitian tersebut dianalisa tentang alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, dan perencanaan tebal perkerasan lentur dengan Metode yang dipakai Bina Marga. Hasil akhir studi tersebut adalah mendapatkan bentuk geometrik jalan dan tebal perkerasan lentur yang baru. Sedangkan untuk TA yang sejenis, tempat dan metode yang dipakai berbeda, otomatis perhitungannya pun berbeda. TA tersebut yang berjudul Perbandingan konstruksi Perkerasan Lentur dan Konstruksi Perekerasan Kaku dengan Metode AASHTO Jalan Tol Palimanan- Kanci Ruas Palimanan-Ciperna Ditinjau dari Segi Ekonomi ( Indra Tri, 2002). Oleh karena itu, untuk membedakan dengan TA lainnya, maka TA kali ini tidak merencanakan geometrik jalan dan perkerasannya akan tetapi melakukan analisa perbandingan antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku 7

Transcript of martinyunianto.files.wordpress.com · Web viewTINJAUAN PUSTAKA Pada lokasi Padangan-Ngawi sudah...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada lokasi Padangan-Ngawi sudah pernah dilakukan penelitian yaitu pada Tugas Akhir yang berjudul Perencanaan Ulang Geometrik Ruas Jalan Padangan-Ngawi II (Suryono,2002). Studi tersebut membahas mengenai perencanaan ulang geometrik dan perkerasan jalan. Pada penelitian tersebut dianalisa tentang alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, dan perencanaan tebal perkerasan lentur dengan Metode yang dipakai Bina Marga. Hasil akhir studi tersebut adalah mendapatkan bentuk geometrik jalan dan tebal perkerasan lentur yang baru. Sedangkan untuk TA yang sejenis, tempat dan metode yang dipakai berbeda, otomatis perhitungannya pun berbeda. TA tersebut yang berjudul Perbandingan konstruksi Perkerasan Lentur dan Konstruksi Perekerasan Kaku dengan Metode AASHTO Jalan Tol Palimanan-Kanci Ruas Palimanan-Ciperna Ditinjau dari Segi Ekonomi ( Indra Tri, 2002). Oleh karena itu, untuk membedakan dengan TA lainnya, maka TA kali ini tidak merencanakan geometrik jalan dan perkerasannya akan tetapi melakukan analisa perbandingan antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku yang ditinjau dari segi ekonomi jalan raya untuk mengetahui keoptimalan biaya yang akan dikeluarkan selama umur rencana.

2.1. Jalan.

Jalan adalah suatu bentuk infrastruktur yang mempunyai peranan yang vital dalam perkembangan suatu wilayah. Infrastruktur ini mempunyai fungsi sebagai pendukung aksesibilitas jalannya roda distribusi barang/jasa dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Dan menurut UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No.34 Tahun 2006, jalan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

7

8

1. Sistem jaringan jalan.2. Fungsi jalan.3. Status jalan.4. Kelas jalan.

2.1.1. Sistem Jaringan Jalan.

a) Sistem jaringan jalan primer.Menurut UU No.38 tahun 2004 tentang jaringan jalan,

disebutkan bahwa : Suatu bentuk jaringan jalan dengan layanan jasa distribusi

untuk pengembangan wilayah disekitar pusat-pusat kegiatan.

Jaringan jalan memegang peranan vital menjadi tanggung jawab pemerintah pusat untuk mengelola dan membangunnya. Pembangunan sistem jalan untuk pembangunan daerah yang berfungsi menghubungkan pusat-pusat pelayanan masyarakat yang akan menjadi kota.

b) Sistem jaringan jalan sekunder.Sistem jaringan jalan yang disusun berdasarkan

mengikuti tata ruang wilayah kota/kabupaten yang menghubungkan secara menerus dikawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya hingga ke persil.

2.1.2. Fungsi Jalan.Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan

jalan, fungsi jalan dibedakan menjadi 4, yaitu:a) Arteri.b) Kolektor.c) Lokal. d) Lingkungan.

Untuk keempat fungsi jalan tersebut diatas terdapat semuanya di sistem jaringan jalan primer maupun sistem jaringan jalan sekunder.

9

2.1.3. Status Jalan.

Untuk menurut status jalannya dikelompokkan menjadi 5 golongan, yaitu:

a) Jalan Nasional. Adalah Jalan yang dikelola dan kewenangnya berada di tingkat nasional

b) Jalan Propinsi. Adalah Jalan yang dikelola dan kewenangnya berada di tingkat propinsi.

c) Jalan Kabupaten. Adalah Jalan yang dikelola dan kewenangnya berada di tingkat kabupaten.

d) Jalan Kota. Adalah Jalan yang dikelola dan kewenangnya berada di tingkat kota.

e) Jalan Desa. Adalah Jalan yang dikelola dan kewenangnya berada di tingkat desa.

2.1.4. Kelas Jalan.

Dalam penentuan kelas jalan dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan, kelancaran lalu lintas dan spesifikasi penyedia prasarana yang semuanya sudah diatur dalam ketentuan peraturan perudang-udangan dibidang lalu lintas dan angkutan jalan. Untuk pengelompokkan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan terdiri :

a) Jalan bebas Hambatan.

Untuk spesifikasinya meliputi pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dan dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 lajur setiap arah, lebar lajur minimum 3,5 meter.

10

b) Jalan raya.

Untuk spesifikasinya meliputi adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 lajur setiap arah, lebar lajur minimum 3,5 meter.

c) Jalan sedang.

Untuk spesifikasinya meliputi jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 meter.

d) Jalan kecil.

Untuk spesifikasinya meliputi jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 meter.

b.1.5. Type Jalan

Ada beberapa type jalan yang digunakan untuk menganalisis kapasitas jalan, yaitu :

a) Jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2 UD).Tipe jalan yang meliputi semua jalan dua arah dengan lebar jalan maksimal 11 meter. Kondisi standart penampang melintang jalannnya sebagai berikut : Lebar lajur efektif 7 meter. Lebar efektif bahu jalan adalah 1,5 meter ditiap sisi

jalan. Tida ada median jalan. Persentase pembagian arus lalu lintasnya 50% -

50%. Tipe alinyemen datar.

11

Tidak ada pengembangan kesamping untuk guna lahannya.

Kelas hambatan samping rendah. Kelas fungsi jalan adalah jalan arteri.

c) Jalan empat lajur dua arah tak terbagi (4/2 UD).Tipe jalan yang meliputi semua jalan dua arah tidak dibagi dengan lebar lajur 12-15 meter. Kondisi standart penampang melintang jalannnya sebagai berikut: Lebar lajur efektif 13 meter. Lebar efektif bahu jalan adalah 1,5 meter ditiap sisi

jalan. Tida ada median jalan. Persentase pembagian arus lalu lintasnya 50% -

50%. Tipe alinyemen datar. Ada pengembangan kesamping untuk guna

lahannya. Kelas hambatan samping rendah.

d) Jalan empat lajur dua arah terbagi (4/2 D).Tipe jalan yang meliputi semua jalan dua arah dibagi dengan median jalan sebagai pembatas lajurnya. Mempunyai lebar lajur bermarka dengan lebar 3-3,75meter. Kondisi standart penampang melintang jalannnya sebagai berikut : Lebar lajur efektif 2 x 7 meter belum termasuk

median. Tipe alinyemen datar. Tidak ada pengembangan kesamping untuk guna

lahannya. Kelas hambatan samping rendah.

e) Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D).Tipe jalan yang meliputi semua jalan dua arah dibagi dengan median jalan sebagai pembatas lajurnya. Dengan tiga lajur dimasing-masing arah.Mempunyai lebar lajur

12

bermarka dengan lebar 3-3,75meter. Kondisi geometri jalannya sebagai berikut : Lebar lajur efektif 2 x 7 meter belum termasuk

median. Tipe alinyemen datar. Tidak ada pengembangan kesamping untuk guna

lahannya. Kelas hambatan samping rendah.

2.2. Perencanaan Perkerasan.

2.2.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.

Dalam perecanaan tebal perkerasan lentur ini, metode yang dipakai adalah yang biasanya dipakai Bina Marga. Karena metode ini umumnya digunakan di Indonesia. Parameter-parameter yang digunakan adalah:

a) Lalu lintas harian rata-rata.

Adalah lalu lintas harian yang dilalui dalam suatu jaringan jalan yang didapat dari survey dilapangan. Data ini adalah data yang berupa jumlah banyaknya kendaraan yang lewat dalam satuan hari yang sudah diekivalenkan.

b) Angka ekivalen beban sumbu (EAL).

Angka ekivalen beban sumbu adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (beban standart) yang menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan lewat sekali. Berikut gambar beban standart.

Jumlah Sumbu Konfigurasi Sumbu Rumus

Tunggal

Tandem/Ganda

Tridem

P P

PP

P P

4

16.8

P

4

16.8086.0

Px

352.4

16.80148.0

P

ton ton

ton ton

ton ton

13

Gambar 2.1 Beban Standar 8.16 ton

Rumusan untuk beban sumbu standart dapat dilihat tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Konfigurasi Beban Sumbu

(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

8.16 t = 18000 pon33 cm

11 cm

Tekanan roda 0.55 Mpa (=5.5kg/cm2)

8.16 t = 18000 pon33 cm

11 cm

Tekanan roda 0.55 Mpa (=5.5kg/cm2)

14

Berikut tabel 2.2 nilai EAL masing-masing kendaraan

Tabel 2.2 Nilai EAL Tiap Kendaraan.

(Sumber : EAL Bina Marga,1987).

15

c) Lintas ekivalen permulaan, lintas ekivalen akhir, lintas ekivalen tengah, lintas ekivalen rencana.

Lintas Ekivalen permulaan (LEP) adalah jumlah lintas harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton pada jalur rencana diawal umur rencana. Rumusnya sebagai berikut:

LEP = Σ LHR (1+i)n . C . E

Lintas ekivalen akhir (LEA) adalah jumlah lintas harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton pada jalur rencana diakhir umur rencana. Rumusnya sebagai berikut:

LEA = Σ LHR (1+i)UR . C . E

Lintas ekivalen tengah (LET) adalah adalah jumlah lintas harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton pada jalur rencana ditengah umur rencana. Rumusnya sebagai berikut:

LET =

Lintas ekivalen rencana (LER) adalah besaran yang dalam penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana. Rumusnya sebagai berikut:

LER = LET x FP

FP( Faktor Penyesuaian) =

16

Tabel 2.3. Harga Koef. Lajur Rencana C

Lebar Lajur (M).Jumlah

Kendaraan Ringan < 5

Ton

Kendaraan Berat > 5

Ton

Lajur 1 Arah

2 Arah

1 Arah

2 Arah

L < 5,50 1 1,000 - 1,000 -5,50 < L < 8,25 2 0,600 0,500 0,700 0,5008,25 < L < 11,26 3 0,400 0,400 0,500 0,475

11,25 < L < 15,00 4 - 0,300 - 0,45015,00 < L < 18,75 5 - 0,250 - 0,42518,75 < L < 22,00 6 - 0,200 - 0,400

(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

d) Daya Dukung Tanah Dasar.

Adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram untuk menentukan tebal perkerasan. DDT tanah dasar (subgrade) dinyatakan dengan harga CBR. Harga CBR dapt dicari dari korelasi seperti nomogram dibawah ini di gambar 2.2 :

17

Gambar 2.2 Korelasi DDT dan CBR.

18

e) Indeks Permukaan.

Adalah angka yang menyatakan kerataan/kehalusan dan kekokohan jalan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks Permukaan didapat dari pengamatan kondisi jalan.

IP = 1.0 ≈ jalan rusak berat.

IP = 1.5 ≈ jalan dengan tingkat pelayanan rendah (jalan tidak terputus).

IP = 2.0 ≈ jalan dengan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang lumayan.

IP = 2.5 ≈ jalan dengan kondisi permukaan masih cukup baik

Indeks Permukaan dibagi 2 macam, yaitu IPo dan IPt. IPo ialah indeks permukaan pada awal usia rencana. Tergantung jenis lapis permukaan yang direncanakan atau nilai roughness. Sedangkan IPt ialah indeks permukaan pada akhir umur rencana . Tergantung lintas ekivalen rencana dan klasifikasi jalan. Nilai IPo dan IPt masing-masing dapat di lihat di tabel 2.4 dan tabel 2.5:

19

Tabel 2.4 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt).

LERKlasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol< 10 1 1,5 1,5 – 2,0 -

10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2 -100 – 1000 1,5 – 2,0 2 2,0 – 2,5 -

> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

Tabel 2.5 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo).

Lapisan Perkerasan Ipo

Roughness(Mm/Km)

Laston³ 4 £ 0001

3,9 – 3,5 > 1000

Lasbutag3,9 – 3,5 £ 0002

3,4 – 3,0 > 2000

Hra3,9 – 3,5 £ 0002

3,4 – 3,0 > 2000

Burda 3,9 – 3,5 < 2000

Burtu 3,4 – 3,0 < 2000

Lapen3,4 – 3,0 £ 0003

2,9 – 2,5 > 3000

Latasbum 2,9 – 2,5 –

Buras 2,9 – 2,5 –

Latasir 2,9 – 2,5 –

Jalan Tanah £ 4,2 –

Jalan Kerikil £ 4,2 –(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

f) Faktor Regional (FR).

20

Adalah faktor dari kondisi eksisting yang dilapangan, mencakup keadaan lapangan, iklim, yang bisa berpengaruh pada pembebanan, daya dukung tanah dan perkerasan yang didapat. Nilai FR ini dapat dilihat di tabel 2.6:

Tabel 2.6 Tabel Faktor Regional

Kelandaian I(< 6%)

% Berat Kendaraan≤ 30% >30%

Iklim I0,5 1,0 - 1,5

<900 mm/thIklim II

1,5 2,0 - 2,5>900mm/th

(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

Pada kondisi jalan yang beruba persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (R = 30m) FR ditambah 0,5 sedangkan pada daerah rawa-rawa ditambah 1,0.

g) Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

Adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan yang dinilai didapat dengan nomogram 1 hingga nomogram 9. Yang membedakan dari nomogram tesebut adalah harga P = 8,16 ton dan IPt yang berbeda-beda.

Sedangkan untuk nilai LER > 10.000 nilai ITP dapat diperoleh dari rumusan:

21

Gt = Log

Wt18 = LER x Umur Rencana x 365

Keterangan :

Wt 18 = Beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar sumbu tunggal 18000 pon yang telah diperhitungkan terhadap faktor regional.

Gt = Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari IPo sampai IPt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari Ipo sampai Ipt=1,5.

ITP = Indeks Tebal Perkerasan

DDT = Daya Dukung Tanah

FR = Faktor Regional

Perumusan yang dipakai untuk desain tebal perkerasan adalah sebagai berikut dan untuk lebih jelasnya dapat di lihat di gambar 2.3:

22

ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 ,

Dimana:

a1, a2, a3 = kekuatan relatif .

D1, D2, D3 = tebal lapis perkerasan.

Gambar 2.3 Susunan Lapisan Perkerasan Lentur.

Sedangkan untuk mendapatkan harga koefisien relatif (a), dapat di lihat di tabel 2.7. Nilai a ini adalah suatu koefisien yang menggambarkan kekuatan dalam menerima beban dari tiap jenis material yang digunakan di tiap lapisan perkerasan. Jadi setiap material mempunyai kekuatan yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat di tabel 2.7 :

Tabel 2.7 Koefisien Kekuatan Relatif (a)Koefisien Kekuatan

Kekuatan Bahan Jenis BahanRelatif

23

A1 A2 A3MS Kt

(Kg/cm)CBR

(kg) (%)0.40 - - 744 - - Laston0.35 - - 590 - -  0.32 - - 454 - -  0.30 - - 340 - -  0.35 - - 744 - - Lasbutag0.31 - - 590 - -  0.28 - - 454 - -  0.26 - - 340 - -  0.30 - - 340 - - HRA0.26 - - 340 - - Aspal Macadam0.25 - - - - - Lapen(Mekanis)0.20 - - - - - Lapen(Manual)- 0.28 - 590 - - Laston Atas- 0.26 - 454 - -  - 0.24 - 340 - -  - 0.23 - - - - Lapen (Mekanis)- 0.19 - - - - Lapen(Manual)- 0.15 - - 22 - Stab. Tanah Dengan

Semen- 0.13 - - 18 -- 0.15 - - 22 - Stab. Tanah Dengan

Kapur- 0.13 - - 18 -  0.14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)  0.13 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)- 0.12   - - 60 Batu Pecah (Kelas C)- - 0.13 - - 70 Sirtu/ Pitrum (Kelas A)- - 0.12     50 Sirtu/ Pitrum (Kelas B)-   0.11 - - 30 Sirtu/ Pitrum (Keas C)

    0.10     20 Tanah/ Lempung Kepasiran

(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

Batasan-batasan minimum Tebal Lapisan Perkerasan :

24

1. Tebal minimum dari lapis permukaan jalan tergantung dari nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) yang ada.

Tabel 2.8 Tebal Minimum Lapis Permukaan

ITPTebal

Minimum (cm)

Bahan

< 3,00 5 Lapis Pelindung: (Buras, Burtu,Burda)

3,00 – 6,70 5 Lapen/ Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,Laston

6,71 – 7,49 7,5 Lapen/ Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,Aston7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston

≥ 10 10 Laston(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

2. Tebal minimum dari lapis pondasi jalan tergantung dari nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

Tabel tebal 2.9 Tebal Minimum Lapisan Pondasi.

ITPTebal Min. (cm)

Bahan

<3.00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

3.00 – 7.49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

  10 Laston atas

7.50 – 9.99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam

 10-12.4

15 Laston atas

20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur , pondasi macadam, lapen, laston atas.

≥ 12.25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas.

(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga,1987).

25

3. Lapis Pondasi Bawah; untuk setiap nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bila digunakan untuk pondasi bawah, tebal minimum 10 cm.

2.2.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku.Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah perkerasan yang

menggunakan semen sebagai pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Karena perkerasannya menggunakan beton maka kekuatannya hanya bergantung pada kekuatan beton dalam menahan beban lintasan dan juga daya dukung tanah subgradenya. Asal kan lapis pondasi bawahnya kekuatannya cukup, bisa menjamin duduknya pelat beton pada bidang rata, dan mampu mengatasi pumping, infiltrasi air dari bawah pondasi dan ekses dari tanah-tanah potensial. Jika tanah asalnya tidak mendukung maka digunakan lapisan pondasi bawah. Faktor -faktor untuk menentukan tebal perkerasannya adalah :

a) Kekuatan lapisan tanah dasar (subgrade).

b) Kekuatan beton.

c) Beban Lalu lintas rencana.

d) Kekuatan Lapisan Tanah Dasar.

Untuk kekuatan lapisan tanah dasar digunakan korelasi antara modulus reaksi tanah dasar (k) caranya dengan test Plate Bearing dengan harga CBR. Berikut korelasinya:

26

Gambar 2.4 Grafik Penentuaan Harga Modulus Reaksi Tanah Dasar (k).

Untuk nilai segmennya berikut :

ko = k – 2*S untuk jalan tol.

ko = k – 1,64*S untuk jalan arteri.

ko = k – 2*S untuk jalan kolektor / lokal.

dimana :

ko = modulus reaksi tanah dasar yang mewakili segmen.

k = modulus reaksi tanah dasar rata – rata .

S = standart deviasi =

n = jumlah data / sampel

C B R

( % )M o d ul u s R e a k si

T a n a h D a s ar

k (k P a/ m m )

27

a) Kekuatan Beton Rencana.

Sedangkan dari segi kekuatan betonnya sendiri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu Modulus Keruntuhan Lentur (fr). Secara umum dirumuskan sebagai berikut :

fct = 0,556 √ (f’c)

fr = 1,115 √ (fct)

fr = 0,62 √ (f’c) rumus yang umum dipakai.

Yang tergantung pada:

f’c = (kuat tekan beton selama 28 hari) (MPa).

fct = kuat tarik beton (MPa).

Kuat tekan minimal yang disarankan sebesar f’c min > 30 MPa dan fr (faktor keruntuhan) minimum yang disarankan fr min > 3,5 MPa.

b) Beban Lali Lintas Rencana.

Untuk beban lalu lintas rencana didapatkan dengan mengakumulasikan jumlah beban sumbu untuk masing-masing jenis kelompok dalam lajur rencana selama umur rencana yang telah ditetapkan. Prosedur yang dapat dilakukan, yaitu :

Penentuan Sumbu Roda.

Yang diambil adalah kendaraan sumbu niaga dengan berat ≥ 5 ton. Dengan konfigurasi sumbu :

1) STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal ).

2) STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda ).

28

3) SGRG (Sumbu Ganda/tandem Roda Ganda ).

Untuk mengetahui besarnya sumbu roda tersebut diatas dapat dilihat dari nomogram dari masing – masing konfigurasi sumbu. Nomogram tersebut menggambarkan hubungan antara sumbu beban, CBR, dan ketebalan pelat beton yang akan dipakai (NAASRA, 1987). Berikut grafik nomogram dari masing-masing konfigurasi sumbu yang dapat dilihat di gambar 2.5, gambar 2.6, dan gambar 2.7 :

29

Gambar 2.5 Grafik Nomogram STRT

30

Gambar 2.6 Grafik Nomogram STRG

31

Gambar 2.7 Grafik Nomogram SGRG

32

Perhitungan estimasi lalu lintas rencana.

Perhitungan didasarkan pada LHR pada akhir usia rencana. Akan tetapi estimasi awal yang digunakan adalah perhitungan LHR awal pada masing – masing jenis sumbu roda. Kemudian penentuan JKSN (Jumlah Kendaraan Sumbu Niaga) selama umur rencana.

,

dimana :

JKSN = jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.

JKSNH = jumlah sumbu kendaraan niaga pada saat awal umur rencana.

R= faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.

n = umur rencana.

Harga R didapat dari :

Untuk i ≠ 0 (terjadi pertumbuhan lalu lintas).

Faktor pertumbuhannya dapat dilihat pada tabel 2.10 :

33

Tabel 2.10 Faktor Pertumbuhan (R).

UmurLaju Pertumbuhan ( i ) per Tahun (%)

Rencana(tahun) 0 2 4 6 8 10

5 5 5,2 5,4 5,8 5,9 6,110 10 10,9 12 13,2 14,5 15,915 15 17,3 20 23,3 27,2 31,820 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,325 25 32 41,6 54,9 73,1 98,330 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,535 35 50 73,7 111,4 172,3 27140 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6(sumber : konsrtuksi jalan raya oleh Saodang , H. 2005 )

Untuk i ≠ 0, jika setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi

Untuk i ≠ 0, jika setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya (i’/ tahun).

Setelah mengetahui perhitungan JKSN selama umur rencana, maka perhitungan JKSN selanjutnya didasarkan pada lajur rencana yang akan dibuat. Lajur rencana adalah dimana lajur yang didesain untuk menerima repetisi beban yang lewat diatasnya. Rumusnya sebagai berikut :

34

Dimana :

Cd = koef.distribusi (lihat tabel 2.11)

(Sumber : NAASRA,1987).

Sedangkan untuk faktor keamanan beban dimasukkan sebagai indikator untuk menampung tingkat pelayanan terhadap keselamatan pengendara. Dapat dilihat di tabel 2.12 berikut :

(Sumber : NAASRA,1987).

Untuk perhitungan penentuan ketebalan pelat beton, dari perhitungan awal hingga didapat persentase fatigue untuk tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah repetisi beban rencana dengan jumlah repetisi beban ijin. Kemudian total untuk

35

semua persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi. Terus diulang untuk mendapatkan tebal pelat terkecil dengan total fatigue ≤ 100 %. Berikut tabel perbandingan tegangan & jumlah repetisi baban yang diijinkan.

(Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku NAASRA,1987).

Perkerasan kaku berbeda halnya dalam pelaksanaannya dengan metode lentur, perkerasan kaku memakai sistem blok atau per segmen dalam pemasangannya. Oleh karena itu, ada beberapa tipe sambungan dalam perkerasan ini. Diantaranya adalah :

1. Sambungan melintang (transverse joint), antara lain :

36

a. Sambungan susut. Sambungan yang dipakai untuk mencegah menyusutnya beton akibat suhu selama beton mengeras.

b. Sambungan kontruksi. Adalah sambungan yang terletak dibatas paling akhir setiap penghentian pekerjaan pengecoran dengan sistem menerus (metode slip-forming) untuk disambungkan dengan beton selanjutnya pada pengecoran baru.

c. Sambungan muai. Sambungan yang dipasang ditempat-tempat tertentu, misalnya pada oprit jembatan, persilangan jalan dan lainnya.

2. Sambungan membujur (longitudinal joint), antara lain :

a. Sambungan antar lajur.

b. Sambungan pengikat bahu.

Pada umumnya, sambungan yang dipakai untuk arah melintang jalan dipakai dowel bars dan sambungan pada arah memanjang jalan / membujur memakai tie bars. Berikut detail gambar dari dowel bars dan tie bars.

Gambar 2.8 Dowel Bar

Batang polos diminyaki/dicatBahan penutup

Bahan pengisi/filter

37

Gambar 2.9 Tie Bar

Dowel berupa tulangan baja halus yang tidak berulir. Berfungsi sebagai tulangan yang mentransfer beban roda diatasnya dari satu segmen pelat ke segmen pelat yang lain atau seperti sendi gerber. khusus untuk beton yang dicor dengan sistem slip – forming sambungannya berupa retak yang terjadi akibat susut beton selama mengeras. Cara pemasangannya dengan satu sisi dari dowel bar melekat pada betonnya dan sisi yang lainnya tidak. Yang melekat pada betonnya ditutupi dengan plastik sebelum dicor atau dilapisi bahan pelumas cair dengan tujuan agar pergerakan akibat susut beton tidak terhalang oleh gesekan pada dinding dowel.

Sedangkan tie bar sendiri berupa tulangan baja ulir (deform bar) yang berfungsi sebagai pengikat pelat / segmen yang satu dengan yang lain dan juga untuk mentransfer beban roda kendaraan. Dan ukuran dowel bar dan tie bar yang disarankan dapat dilihat di tabel 2.14 dan 2.15 :

Tabel 2.14 Ukuran Dowel Bar

38

Tebal Diameter Panjang Jarak SpacingPelat Dowel Bar Dowel Bar Antar Dowel Bar(cm) (mm) (mm) (cm) 12,5 16 300 3015 19 350 30

17,5 22 350 3020 25 350 30

22,5 29 400 3025 32 450 30

(sumber : PCA 1975)

Tabel 2.15 Ukuran Tie Bar

Tebal Diameter Panjang Jarak Spacing Pelat Tie Bar Tie Bar Antar Tie Bar (cm) (mm) (mm) (cm)

12,5 12 600 7515 12 600 75

17,5 12 600 7520 12 600 75

22,5 12 750 9025 16 750 90

(sumber : PCA 1975)

Mutu beton yang disarankan pada perkerasan kaku dapat dilihat ditabel 2.16:

39

Tabel 2.16 Mutu Beton Yang Disarankan

Jenis Jalan Raya

Mutu Beton Kokoh Tekan 28 Hari,

fC’Kg/Cm2 Mpa

Jalan raya dengan lalu-lintas berat dan truk berat dengan muatan berlebihan seperti di Indonesia.

400 40

Jalan raya dengan truk ringan sampai sedang, truk berat relatif sedikit.

350 35

Jalan kota untuk kendaraan ringan saja. 300 30

Lapangan parkir mobil, bukan truk. 250 - 300 25 - 30

(sumber : NAASRA,1987)

Sedangkan untuk ketebalan pelatnya sendiri lebih banyak ditentukan oleh berat kendaraan yang melintas dan juga volume lalu lintasnya tetapi relatif tidak banyak dipengaruhi oleh subgrade.

2.3. Analisa Ekonomi Jalan Raya.

2.3.1 Dasar Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan.

40

Dalam menentukan harga BOK (Biaya Operasional Kendaraan) ada beberapa model perhitungan yang dapat dikelompokkan berdasarkan :

a) Pada kecepatan kendaraan (PCI, Jasa Marga).

b) Pada aspek geometrik (AASHTO).

c) Pada aspek perkerasan jalan (ND Lea Consultant).

d) Pada kombinasi beberapa stressing point (TRRL/Simplified).

Dan model yang dipakai dalam penulisan kali ini adalah yang berdasarkan dari aspek perkerasan jalannya, yaitu ND Lea Consultant . Metode cocok dengan apa yang akan dikerjakan karena didasarkan pada perbandingan 2 macam metode perkerasan yang akan dipakai yaitu flexible pavement & rigid pavement. Pada metode ND Lea Consultant pembagian kelas kendaraan dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti tabel 2.17:

Tabel 2.17 Pembagian Jenis Kendaraan.

No. Kendaraan Kelompok

41

YangMewakiliMajor Class Minor Class

1 Sepeda Motor Sepeda Motor2 Vespa Vespa

3 Mobil Penumpang

Mobil Penumpang,

Auto

Opelets, Sedan,Suburban,Landrover,

Jeep

4

Pick-Up, Microbus, Pick-Up, Microbus,

Kendaraan Pengirim Truk 2 As 4 Roda

5 Truk 2 As 2 As 6 Roda

Truk6 Truk 3 As 3 As 10 Ban

7Truk Triler Dan Truk Triler Dan

Semi Trailer Semi Trailer

8 BusBus Besar 2 As

Bus6 Roda

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Sedangkan untuk karakteristik kelompok yang mewakili tersebut diatas mempunyai ciri-ciri atau karakteristik kendaraan yang membedakannya. Dapat dilihat di tabel 2.18 berikut :

Tabel 2.18 Karakteristik Kelompok Kendaraan

Karakteristik Auto Truk Bus

42

Berat Kendaraan (Ton) 1,2 4 2,9Berat Kotor Normal 1,7 7,5 5,5Jumlah As 2 2-3 2Jumlah Silinder 2-4 6 6Jumlah Ban 4 7 6Daya (Hp) 80 170 165Rata-Rata Jarak Km (Tahunan) 20000 42000 90000

Umur Rata-Rata (Tahun) 10 7 9 (Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Dalam metode ini perhitungan harga Biaya Operasional Kendaraan (BOK) didasarkan pada operasi kendaraan dasarnya yang merupakan biaya berjalan pada jalan yang berkondisi baik, datar dan lurus. Biaya operasi kendaraan dasarnya terbagi sebagai berikut :

Bahan Bakar.

Bahan bakar dibedakan 2 jenis, yaitu untuk auto asumsinya memakai bensin dan solar, sedangkan untuk truk dan bus memakai solar. Besarnya konsumsi bahan bakar per jenis kendaraan pada Tabel 2.19 :

Tabel 2.19 Konsumsi Bahan Bakar

No. Kelompok Kendaraan

Konsumsi Bahan Bakar (Liter)

1 Auto 0,06102 Truk 0,08343 Bus 0,0612

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Ban.

43

Untuk konsumsi roda atau ban, perhitungannya dengan asumsi pada nilai kekerasan / roughness jalan sebesar 2500 mm / km. Besarnya dapat dilihat di tabel 2.20 :

Tabel 2.20 Konsumsi Roda

No. Kelompok Kendaraan Konsumsi Ban

1 Auto 0,06102 Truk 0,08343 Bus 0,0612

(sumber :N.D. Lea Cons.1975)

Upah Pekerja.

Upah pekerja dihitung menggunakan rumus :

Dimana:

TIM = upah kru / 1000km.

VALT = upah kru / jam.

AVESPD = rata-rata kecepatan (km/jam).

V = kecepatan (km/jam).

PROINC = proporsi kendaraan yang melaju lebih tinggi dibanding dengan kecepatan rata – rata (0,2 untuk auto dan 0,5 untuk truk dan bus)

Oli.

44

Besarnya konsumsi oli untuk tiap jenis kelompok kendaraan dibawah ini :

Tabel 2.21 Konsumsi Oli

No. Kelompok Kendaraan

Konsumsi Oli (Ltr / 1000km)

1 Auto 1,32 Truk 43 Bus 4

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Pemeliharaan.

Waktu yang dibutuhkan dalam pemeliharaan kendaraan ini dihitung per 1000km tiap jenis kendaraan. Tabel 2.22 sebagai berikut :

Tabel 2.22 Waktu Pemeliharaan

No. Kelompok Kendaraan

Waktu (Jam)

1 Auto 1,692 Truk 5,593 Bus 1,12

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Depresiasi.

45

Depresiasi adalah penurunan nilai dari suatu benda seiring dengan berjalannya waktu. Nilai depresiasi untuk semua jenis kendaraan dapat dihitung dengan rumus :

Dimana :

D = Depresiasi.

VP = harga kendaraan(Rp.).

AVESPD = rata-rata kecepatan (km/jam).

V = kecepatan (km/jam).

PROINC = proporsi kendaraan yang melaju lebih tinggi dibanding dengan kecepatan rata-rata (0,2 untuk auto dan 0,5 untuk truk dan bus).

Bunga.

Bunga kendaraan dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

IC = nilai bunga per 1000km.

AnKM = rata-rata perjalanan km tahunan(km).

Int = suku bunga tahunan (%).

AVESPD = rata-rata kecepatan (km/jam).

V = kecepatan (km/jam).

46

PROINC = proporsi kendaraan yang melaju lebih tinggi dibanding dengan kecepatan rata – rata (0,2 untuk auto dan 0,5 untuk truk dan bus) .

Fixed Cost.

Besarnya Fixed Cost dihitung dengan rumus :

Dimana :

FIX = fixed cost per 1000km.

Ins = asuransi tahunan.

Man = harga manajemen tahunan (Rp.).

AnKM = rata-rata perjalanan km tahunan (km).

AVESPD = rata-rata kecepatan (km/jam).

V = kecepatan (km/jam).

Int = suku bunga tahunan (%).

PROINC = proporsi kendaraan yang melaju lebih tinggi dibanding dengan kecepatan rata-rata (0,2 untuk auto dan 0,5 untuk truk dan bus).

Untuk biaya operasional kendaraan untuk sepeda motor di metode ND Lea ini tidak dibahas secara khusus. BOK untuk sepeda motor dijadikan sebagai biaya tambahan terhadap jenis kendaraan auto. Dengan asumsi sebagai berikut :

Jumlah motor yang beredar berkisar 50-180 kendaraan per 100 auto.

47

Biaya operasi 1 unit sepeda motor berkisar 18% dari biaya auto.

Dengan kata lain biaya auto akan bertambah dengan banyaknya kendaraan yang beredar.

Besarnya harga biaya operasional dasar dengan kondisi baik jalan, datar dan lurus (Flat – Tangent – Paved Road and Good condition) bisa dilihat pada tabel 2.23:

Tabel 2.23 Harga BOK Dasar Tahun 1975.

Komponen Biaya Auto Truk BusFuel 3.944 5.481 5.278Oil 350 1.080 1.080

Tyres 738 2.193 1.591Maintenance 3.714 8.331 3.612Depreciation 4.995 8.324 6.305

Interest 3.746 4.371 4.256Fixed Price 9.654 10.542 6.381

Operator Time 1.441 5.000 5.804Total(Rp./1000km) 28.552 45.322 34.307(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

2.3.2 Pengaruh Tipe Lapisan Permukaan & Kondisi Jalan Terhadap BOK.

Karakteristik dari berbagai kondisi type lapisan permukaan jalan dibagi menjadi 5 lapisan permukaan, yaitu:

48

Lapisan permukaan berkualitas tinggi (High standard paved).

Lapisan permukaan berkualitas menengah (Intermediate standard paved).

Lapisan permukaan berkualitas rendah (Low standard paved).

Lapisan permukaan batu kerikil (Gravel).

Lapisan permukaan tanah asli (Earth).

Untuk menentukan besarnya pengaruh kondisi lapisan perkerasan jalan terhadap BOK masing-masing kelompok kendaraan dapat di lihat di tabel 2.24, 2.25 dan 2.26 :

Tabel 2.24. Angka Indeks Jenis Permukaan Untuk Kendaraan

Auto, Interurban Road, %

Type Permukaan

Bahan Bakar

Oli Ban Pemeliharaan Depresiasi TotalInterset

49

Dan KondisiFixed

Upah KruPaved High

- Good 90 100 100 100 105 102- Fair 84 100 300 230 110 127- Poor 76 192 575 404 122 165- Bad 73 192 575 404 137 175

Paved Int- Good 77 100 128 119 117 112- Fair 77 100 556 392 117 158- Poor 74 192 575 404 124 166- Bad 74 192 575 404 138 176

Paved Low- Good 79 100 167 144 117 116- Fair 79 100 575 404 117 161- Poor 86 192 575 404 126 167- Bad 91 192 575 404 139 177

Gravel- Good 91 192 311 163 117 125- Fair 91 192 575 404 118 164- Poor 86 192 575 404 128 170- Bad 91 192 575 404 141 180Earth- Good 87 192 433 311 127 154- Fair 87 192 433 404 127 170- Poor 85 192 433 404 130 172- Bad 93 192 433 404 141 180

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Tabel 2.25. Angka Indeks Jenis Permukaan Untuk Kendaraan Truk, Interurban Road, %

Type permukaa

n dan kondisi

Bahan Bakar Oli Ban Pemeliharaan

Depresiasi

TotalIntersetFixed

Upah KruPaved High

- Good 100 100 100 100 100 100

50

- Fair 94 100 121 156 119 122- Poor 94 200 151 234 146 157- Bad 102 200 151 234 189 185

Paved Int- Good 97 100 103 108 100 106- Fair 95 100 149 229 121 139- Poor 94 200 151 234 148 159- Bad 102 200 151 234 189 185

Paved Low- Good 95 100 107 119 108 108- Fair 97 100 149 234 123 141- Poor 94 200 151 234 150 160- Bad 103 200 151 234 193 188

Gravel- Good 115 200 110 127 108 114- Fair 124 200 151 234 126 149- Poor 122 200 151 234 152 165- Bad 132 200 151 234 193 191Earth- Good 125 200 136 193 135 145- Fair 125 200 151 234 135 154- Poor 122 200 151 234 161 170- Bad 136 200 151 234 200 196

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Tabel 2.26. Angka Indeks Jenis Permukaan Untuk Kendaraan Bus, Interurban Road, %

Type permukaan dan kondisi

Bahan Bakar Oli Ban Pemeliharaan

Depresiasi

TotalIntersetFixed

Upah KruPaved High            - Good 100 100 100 100 100 100- Fair 92 100 121 273 119 131

51

- Poor 90 200 151 511 147 178- Bad 95 200 151 511 193 210Paved Int            - Good 95 100 103 125 112 110- Fair 93 100 149 494 122 157- Poor 89 200 151 511 149 179- Bad 95 200 151 511 193 210Paved Low            - Good 94 100 107 158 112 113- Fair 95 100 151 511 123 160- Poor 89 200 151 511 151 181- Bad 97 200 151 511 196 212Gravel            - Good 119 200 110 183 112 123- Fair 125 200 151 511 124 160- Poor 119 200 151 511 153 187- Bad 128 200 151 511 196 217Earth            - Good 123 200 136 387 140 165- Fair 123 200 151 511 140 179- Poor 119 200 151 511 158 190- Bad 130 200 151 511 200 220

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

2.3.3 Evaluasi Ekonomi.

Analisa ekonomi yang dilakukan ini dengan menghitung semua konstruksi dari 2 macam metode perkerasan baik lentur ataupun kaku. Dan mengetahui harga satuan bahan dari masing- masing material yang akan dipakai. Dari situlah baru akan didapat total biaya konstruksi yang akan dikeluarkan dari tiap-tap jenis perkerasan. Dari data kendaraan yang ada, kita juga akan memperkirakan harga biaya operasional kendaraannya dengan perumusan yang akan dipakai. Setelah total masing – masing

52

biaya konstruksi dan total harga BOK kendaraan, kita dapat menghitung nilai awal pada umur rencana (present value) dengan data-data tersebut tadi dan juga meramalkan nilai akhir (future value) pada saat akhir umur rencana jalan. Present value dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Sedangkan untuk mendapatkan nilai akhir (future value) dipakai rumus :

Sedangkan perhitungan yang dipakai untuk memprediksi biaya pemeliharaan pada lapisan perkerasan lentur, memakai rumus :

Dimana :

P = present value.

F = future value.

i = tingkat suku bunga per periode.

n = umur rencana.

Untuk mengetahui jenis perkerasan manakah yang lebih layak/profitable, maka perlu dilakukan analisa perbandingan manfaat biaya (Benefit Cost Ratio). Benefit Cost Ratio (BCR) adalah suatu parameter kelayakan yang dipakai dengan membandingkan semua benefit/ keuntungan yang didapat dari semua biaya (biaya yang relevan) yang dikeluarkan sepanjang umur rencana yang telah dikonversi dalam nilai mata uang yang sama. Perumusannya srbagai berikut :

tInitialCos

MOdisbenefitbenefitCB )(

Costdisbenefitbenefit

CB

53

Atau

Dimana:

B-C = Net benefit-Cost.

Dalam suatu pekerjaan apapun, nilai keekonomisan sangat diperhitungkan. Keekonomisan suatu proyek dapat dilihat dari :

Maka proyek tersebut ekonomis, atau

B-C ≥ 0 Maka proyek tersebut ekonomis

Perhitungan benefit, cost, maupun disbenefit dihitung pada waktu yang bersamaan (selama umur rencana). Besarnya nilai BCR yang didapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

a) B/C > 1 maka manfaat yang diterima lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan.

b) B/C = 1 maka manfaat yang diterima sama besar dari pada biaya yang dikeluarkan.

c) B/C < 1 maka biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diterima.

Semakin besar nilai BCR yang didapat semakin baik. Dengan kata lain proyek yang dikerjakan mendatangkan keuntungan. sebaliknya semakin kecil nilai BCR nya maka semakin orang tidak mengharapkannya karena akan merugi.

Ada dua situasi yang berbeda yang harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan analisis manfaat-biaya pada alternatif yang tersedia. Pertama, bila alternatif-alternatif tersebut adalah alternatif-alternatif yang bersifat ‘mutually exclusive’ maka disamping harus dievaluasi secara individual,

54

masing-masing alternatif juga dibandingkan antara yang satu dengan yang lainnya untuk menentukan yang terbaik. Kedua, apabila tidak ada batasan sumber daya untuk melaksanakan alternatif-alternatif tersebut maka kita tidak perlu harus memilih yang terbaik, namun kita harus mengevaluasinya secara individual. Artinya, semua alternatif yang memiliki rasio B/C ≥ 1 bisa dilaksanakan.

2.4. Karakteristik Lalu Lintas.

2.4.1 Volume Lalu Lintas.

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui titik tertentu pada suatu jalur jalan per satuan waktu (kend./ hari). Volume lalu lintas ini dihitung berdasarkan data yang didapat dari survey traffic counting dilapangan. Satuan volume lalu lintas yang didapat kemudian akan dipakai untuk perhitungan :

a) Lalu lintas harian rata-rata (LHR).

b) Kapasitas jalan.

Lalu lintas harian rata-rata adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melintas di lajur rencana selama pengamatan dengan lamanya pengamatan.

Untuk data LHR yang dipakai kali ini adalah data sekunder yang didapat dari dinas PU propinsi Jawa Timur.

2.4.2 Dasar Perhitungan Pertumbuhan Lalu Lintas.

55

Angka pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut:

Tabel 2.27 Dasar Penetapan Pertumbuhan Lalu Lintas.

Jenis Kendaraan Angka Pertumbuhan Lalu Lintas

Sepeda Motor PDRB perkapitaMobil Penumpang PDRB perkapitaBus Angka Pertumbuhan PendudukTruk dan Angkutan Barang PDRB

(Sumber: ND Lea & Associates 1975)

Untuk mendapatkan angka pertumbuhan lalu lintas dapat dilihat dari tabel 2.27 . Untuk jenis kendaraan sepeda motor dan mobil penumpang dapat dilihat dari PDRB perkapita penduduk disektarnya. Dengan asumsi bahwa peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan mobil penumpang akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat perekonomian suatu daerah. Karena hampir tiap orang akan berpikir bahwa akan mempercepat mobilisasinya jika menggunakan kendaraan pribadi ketimbang memakai angkutan umum. Sedangkan untuk bus dan angkutan umum barang/jasa didasarkan pada pada jumlah pertumbuhan penduduk, dengan asumsi semakin meningkatnya jumlah penduduk maka perlu suatu alat transportasi massal yang akan dibutuhkan untuk memobilisasi bagi mereka yang tidak memiliki alat transportasi pribadi atau lebih condong memakai transportasi umum. Dapat disimpulkan bahwa, PDRB menggambarkan suatu pendapatan rata-rata perorangan, sehingga semakin tinggi pendapatan orang tersebut ekivalen dengan semakin besar pula tingkat konsumsinya.

Untuk mendapatkan faktor pertumbuhan lalu lintas ini, maka terlebih dahulu harus meramalkan faktor pertumbuhan penduduk, PDRB dan PDRB per kapita. Peramalan yang

56

dilakukan adalah dengan memakai metode regresi linear atau metode selisih minimum kuadrat, dengan tujuan untuk memperkecil penyimpangan yang sekecilnya dan mendekati kenyataan. Dari peramalan regresi linear tersebut akan didapatkan persamaan garis linear sebagai fungsi hubungan antara variabel-variabelnya. Jumlah penduduk, PDRB, dan PDRB perkapita dinyatakan sebagai variabel tidak bebas yang dinotasikan Y. Dan tahun dinyatakan sebagai variabel bebas yang dinotasikan X. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

Y = aX + b

Dimana harga a dan b didapat dari :

Keterangan :

a dan b : koefisien regresi.

X : Variabel tidak bebas.

Y : variabel bebas.

n : jumlah data.

: koefisien korelasi (harga ini berkisar antara -1 sampai 1, bila harga r = 1 atau r = -1, berarti hubungan antara X dan Y sangat

57

kuat antar persamaan diatas dapat dipakai sedangkan bila harga r = 0, berarti persamaan tidak layak)

58

(halaman ini sengaja dikosongkan)