sarafambarawa.files.wordpress.com€¦  · Web viewpasien merasa padangan kabur (+). Setelah...

55
LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT SARAF “Penurunan Kesadaran et causa Meningoencephalitis” Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc Disusun Oleh : Agal Bima Santoso H2A014048P KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF 1

Transcript of sarafambarawa.files.wordpress.com€¦  · Web viewpasien merasa padangan kabur (+). Setelah...

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT SARAF“Penurunan Kesadaran et causa Meningoencephalitis”

Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

Disusun Oleh :

Agal Bima Santoso H2A014048P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2019

1

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Agal Bima Santoso

NIM : H2A014048P

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang

Stase : Ilmu Penyakit Saraf

Judul Kasus : Penurunan Kesadaran et causa Meningoencephalitis

Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan ,Sp.S, M.Sc

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Juli 2019

Pembimbing

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan ,Sp.S, M.Sc

2

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. P

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Katolik

Alamat : Banyubiru, Ambarawa

Pekerjaan : karyawan

Pendidikan : SMA

Status : Sudah menikah

No. RM : 1746xx

Masuk RS : 23 Juli 2019

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis tanggal 27 Juli 2019 di

bangsal Asoka RSUD Ambarawa

Keluhan utama : Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing, dan nyeri

kepala terasa cekot-cekot, mual (-) muntah (-) kejang (-), merasa tidak enak

badan dan Sesak nafas (+) batuk (+) pilek (+) BAB dan BAB tidak ada

keluhan. Pasien kemudian minum obat yang di beli dari apotik, dan untuk

beristirahat membaik.

1 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh badan greges, dan pasien

kembali minum obat yang di beli di apotik, lalu untuk beristirahat keluhan

berkurang.

1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh dari tangga kurang

lebih 1,5 meter karena hendak memeperbaiki plavon. Sebelum terjatuh dari

3

tangga pasien merasa padangan kabur (+). Setelah terjatuh menurut pihak

yang mengetahui pasien memegangi kepala dan mengeluh nyeri kepala,

kejang (-) demam (-), sesak nafas (+) kemudian beberapa saat pasien

mengalami penurunan kesadaran BAB(+), BAK(+) Kelemahan anggota gerak

(-).

Saat perjalanan ke RS, pasien diangkut oleh keluarga dengan

menggunakan mobil pribadi, pasien dalam keadaan penurunan kesadaran dan

Kejang (-), muntah (+) sebanyak 2x, mual (+). tidak keluar darah atau carian

dari telinga, tidak memar pada bagian mata maupun belakang telinga

Di UGD, pasien dapat membuka mata bila di bangunkan namun kemudian

terpejam lagi, pasien memberikan respon gerakan, pasien di tanya mengenai

keluhannya tidak mau menjawab, dan diminta menggerakkan anggota gerak

tidak bisa. muntah (+) sebanyak 1x. di RS. Di IGD tidak ada cairan keluar dari

kubang hidung dan teling. Oleh IGD di diagnosa dengan Kemudian pasien

dirawat inapkan , dengan penurunan kesadaran.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Satu bulan yang lalu pasien pmengalami keluhan berupa, sesak nafas,

pusing dan kepala cekot-cekot dan badan terasa greges, selama kurang lebih 2

hari, keluhan tersebut dirasakan beberapa hari, pada saat keluhan muncul

pasien hanya mengkonsumsi obat anti nyeri dari apotik, setelah minum obat

tersebut kemudian membaik dan bias beristirahat beristirahat, pasien

mengabaikan keluhan tersebut, sehingga tidak diperiksakan ke dokter.

Riwayat \asma (-) Riwayat alergi (-) Riwayat trauma (-) Riwayat pandangan

kabur (-) Riwayat batuk lama (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat sakit serupa : disangkal

- Riwayat hipertensi : diakui, ayah pasien 1 tahun yang lalu

- Riwayat kencing manis : diakui, Ayah Pasien, 1 tahun yang lalu

- Riwayat batuk lama : disangkal

4

- Riwayat asma : disangkal

Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi :

Pasien merupakan seorang perokok, pengobatan menggunakan BPJS

PBI, kesan ekonimi pasien kurang, riawat mengkonsumsi alcohol disangkal.

Anamnesis Sistem :

Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (+), muntah (+), penurunan kesadaran

(+), kelemahan anggota gerak (-), perubahan tingkah

laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-),

kesemutan/baal (-), BAB, BAK (+)

Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),

nyeri dada (-)

Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), makan-minum (+), BAB (+)

Sistem Muskuloskeletal: Kelemahan anggota gerak (-)

Sistem Integumen : Ruam merah (-)

Sistem Urogenital : BAK (+)

RESUME ANAMNESIS

1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri kepala, pusing dan greges,

pasien minum obat Pereda nyeri membaik. 2 hari SMRS pasien mengeluhkan

pusing dan nyeri kepala cekot-cekot. Kurang lebih 1 jam sebelum MRS Pasien

datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah terjatuh dari tangga kurang

lebih 1,5 meter. Pasien muntah 2x setelah jatuh. Pasien lalu di bawa ke IGD

merasa sesak nafas, pusing, dan nyeri kepala.. Waktu di IGD muntah sebanyak

1x. . Kelemahan anggota gerak (-), sesak (+) kejang (-), wajah merot (-), bicara

pelo (-), kesemutan/baal (-), BAB (+), BAK (+).

Keluhan serupa dahulu dan di keluarga tidak ada. Di keluarga terddapat

riwayat hipertensi dan diabetes melitus yaitu Ayah pasien. Di UGD, pasien dapat

membuka mata bila di bangunkan namun kemudian terpejam lagi, pasien

5

memberikan raespon gerakan, pasien di tanya mengenai keluhannya tidak mau

menjawab, dan diminta menggerakkan anggota gerak tidak bisa

III. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, chepalgia akut

Diagnosis Topis : Meningens dan parenkim otak

Diagnosis Etiologi : Infeksi, vaskular

DISKUSI 1

Berdasarkan alloanamnesa, keluarga pasien mengeluhkan pasien dengan

penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran adalah kegawatan neurologi yang

menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common

pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan

mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran

menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan

kegagalan seluruh fungsi tubuh.

Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua

hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang

terdapat dibatang otak. ARAS merupakan suatu rangkaian atau network system

yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon

melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut

akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.

Secara garis besar penyebab penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi

3, yaitu :

1. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk

Contoh : gangguan iskemik, gangguan metabolik, intoksikasi, infeksi

sistemis, hipertermia, dan epilepsi

2. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk

Contoh : perdarahan subarakhnoid, radang selaput otak dan jaringan otak

(meningoencephalitis)

3. Penurunan kesadaran dengan kelainan fokal

Contoh : tumor otak, perdarahan otak, infark otak, dan abses otak

6

Berdasarkan gejala kemungkinan penurunan kesadaran yang dialami oleh

pasien saat ini disebabkan karena meningoensefalitis ditemukan adanya

penurunan kesadaran, sesak nafas, nyeri kepala, dan demam sebelum jatuh,

diagnose banding pasien tersebut yaitu cedera kepala, karena trauma tersebut

juga dapat menimbulkan penurunan kesadaran.

MENINGOENCEPHALITIS

A. Definisi

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang

menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan

otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.

Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan

otak.

B. Epidemiologi

Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di

banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis

bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-

negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis

virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering

terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi,

yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah

mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari

satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”. Epidemik biasanya terjadi

dalam musim kering (Desember sampai Juni), dan gelombang epidemik bisa

berlangsung dua atau tiga tahun, mereda selama musim hujan. Angka

serangan dari 100–800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini yang

kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini sebagian besar

disebabkan oleh meningokokus. Epidemik terbesar yang pernah tercatat

dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 1996–1997, yang

menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.

7

Epidemik penyakit meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana

orang tinggal bersama untuk pertama kalinya, seperti barak tentara selama

mobilisasi, kampus perguruan tinggi[1] dan ziarah Haji tahunan. Walaupun

pola siklus epidemik di Afrika tidak dipahami dengan baik, beberapa faktor

sudah dikaitkan dengan perkembangan epidemik di daerah sabuk meningits.

Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis (kerentanan kekebalan tubuh

penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan perpindahan penduduk dalam

jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk yang terlalu padat dan

kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan dan badai debu),

dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).

Ada perbedaan signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus

meningitis bakterial. Contohnya, N. meningitides grup B dan C menyebabkan

kebanyakan penyakit di Eropa, sedangkan grup A ditemukan di Asia dan

selalu menonjol di Afrika, di mana bakteri ini menyebabkan kebanyakan

epidemik besar di daerah sabuk meningitis, yaitu sekitar 80% hingga 85%

kasus meningitis meningokokus yang didokumentasikan.

C. Etiologi

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus

yang jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada

meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan

gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain

(lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak,

abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID,

immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.

Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum

ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang

menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang

menyebabkan sepsis neonatus.

8

Tabel 1.1. Bakteri penyebab meningitis

Golongan

usia

Bakteri yang paling

sering menyebabkan

meningitis

Bakteri yang jarang

menyebabkan meningitis

Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureus

Escherichia coli Coagulase-negative staphylococci

Klebsiella Enterococcus faecalis

Enterobacter Citrobacter diversus

Salmonella

Listeria monocytogenes

Pseudomonas aeruginosa

Haemophilus influenzae types a, b,

c, d, e, f, dan nontypable

>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type b

Neisseria meningitides Group A streptococci

Gram-negatif bacilli

L. monocytogenes

Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus

golongan enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses,

echovirus dan pada pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan

enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California vencephalitis

viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan

meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis

yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus

9

mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang

tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan

meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch

virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan

coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri,

Acanthamoeba).

Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang

biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi

encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection.

Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat

menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau

terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu

dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak

atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent

immune-mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula

pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.

Tabel 1.2. Virus penyebab meningitis

Akut Subakut

Adenoviruses HIV

1. Amerika utara

Eastern equine

encephalitis

Western equine

encephalitis

St. Louis encephalitis

California encephalitis

West Nile encephalitis

Colorado tick fever

2. Di luar amerika utara

JC virus

Prion-associated encephalopathies

(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

10

Venezuelan equine

encephalitis

Japanese encephalitis

Tick-borne

encephalitis

Murray Valley

encephalitis

Enteroviruses

Herpesviruses

Herpes simplex

viruses

Epstein-Barr virus

Varicella-zoster virus

Human herpesvirus-6

Human herpesvirus-7

HIV

Influenza viruses

Lymphocytic choriomeningitis virus

Measles virus (native atau vaccine)

Mumps virus (native atau vaccine)

Virus rabies

Virus rubella

Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut.

Encephalitis juga dapat merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan

metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab yang paling sering

menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan arbovirus (St. Louis,

11

LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses), enterovirus, dan

herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan dewasa

dan dapat berupa acute febrile illness.

D. Patofisiologi

Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh

bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini

berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam

lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran

dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti

(sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.

Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti

N.Meningitidis, S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida

yang memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa

reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat

penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh

darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses

opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.

Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase

bakterial dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan

serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik

dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya

antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.

Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang

dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat

patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram

negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut

dibebaskan pada cairan serebrospinal.

Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari

mediator dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin

(tumor necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor,

12

nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini

menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi,

neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi

leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis

bacterial mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya

agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya

mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan

neuronal injury.

Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap

infeksi, agen anti-inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas meningitis bakteri. Hanya

deksametason yang telah terbukti efektif.

Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada

sebagian besar infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1

tahun. Enterovirus adalah agen penyebab paling umum dan merupakan

penyebab penyakit demam tersering pada anak. Patogen virus lainnya

termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus.

Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3

bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat

selama tahun tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur.

Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih

rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis viral

mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial meningkat.

Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat.

Penyakit ini adalah suatu peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat

agen virus yang bertanggung jawab sebagai promotor. Masuknya virus terjadi

melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis yang sering terjadi adalah

ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang terinfeksi

virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus.

Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La

Crosse virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali,

13

penyebab ensefalitis ini menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama.

Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium. Namun,

manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.

Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan

rabies adalah dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui

kontak langsung dan gigitan mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes,

terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi intraneuronal sehingga

menyebabkan ensefalitis.

E. Gejala Klinis

Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan

tekanan intrakranial :

1. Nyeri kepala

2. Muntah

3. Fotofobi

4. Kaku kuduk

5. Demam

6. Kesadaran menurun

7. Kejang

F. Pemeriksaan Fisik

Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien

dengan meningoencephalitis antaralain:

1. Kesadaran menurun

2. Panas

3. Tanda-tanda kaku kuduk dengan tanda kernig dan Brudzinsky positif

4. Pada anak : adanya fontanella mencembung

5. Bisa dengan parese nervi kranialis

6. Hemiparesis

7. Adanya rash, kemungkinan karena bakteri atau virus

8. Fotofobia

14

9. Dapat disertai defisit neurologis

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada meningoencephalitis

antaralain:

1. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas LCS

Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa

gangguan sistem saraf pusat dipaparkan pada tabel 1.3.

Tabel 1.3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

pada beberapa gangguan sistem saraf pusat

15

16

Kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein

(mg/dL)

Glukosa

(mg/dL)

ketera

ngan

Normal 50-180

mm H2O

<4; 60-70%

limfosit,

30-40%

monosit,

1-3% neutrofil

20-45 >50 atau 75%

glukosa darah

 

Meningitis

bakterial akut

Biasanya

meningkat

100-60,000 +;

biasanya

beberapa ribu;

PMNs

mendominasi

100-500 Terdepresi

apabila

dibandingkan

dengan

glukosa

darah;

biasanya <40

Organi

sme

dapat

dilihat

pada

Gram

stain

dan

kultur

Meningitis

bakterial yang

sedang

menjalani

pengobatan

Normal

atau

meningkat

1-10,000;

didominasi

PMNs tetapi

mononuklear

sel biasa

mungkin

mendominasi

Apabila

pengobatan

sebelumnya

telah lama

dilakukan

>100 Terdepresi

atau normal

Organi

sme

normal

dapat

dilihat;

pretreat

ment

dapat

menye

babkan

CSF

steril

Tuberculous

meningitis

Biasanya

meningkat

: dapat

sedikit

meningkat

karena

bendunga

n cairan

serebrospi

nal pada

10-500; PMNs

mendominasi

pada awalnya

namun

kemudian

limfosit dan

monosit

mendominasi

pada akhirnya

100-500;

lebih

tinggi

khususnya

saat

terjadi

blok

cairan

serebrospi

nal

<50 usual;

menurun

khususnya

apabila

pengobatan

tidak adekuat

Bakteri

tahan

asam

mungk

in

dapat

terlihat

pada

pemeri

ksaan

2. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas darah

3. Head CT-Scan

4. Pemeriksaan CRP

H. Penatalaksanaan

1. Perawatan umum

2. Kausal: Lama Pemberian 10–14 hari

Usia Bakteri Penyebab Antibiotika< 50 tahun S. Pneumoniae

N. Meningitidis

L. Monocytogenes

Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari

atau Ceftriaxone 2 g/12 jam +

Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg

BB/IV/hari)

Chloramphenicol 1 g/6 jam +

Trimetoprim/sulfametoxazole 20

mg/kg BB/hari.

Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan :

Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin

1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari)

> 50 tahun S. Pneumoniae

H. Influenzae

Species Listeria

Pseudomonas aeroginosa

N. Meningitidis

Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari atau ceftriaxone 2 g/12 jam + ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari)

Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan :

17

Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1 g/12 jam/IV (max. 3 g/hari)

Ceftadizime 2 g/8 jam/IV

Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris

sesuai dengan kelompok umur, harus segera dimulai

3. Terapi tambahan :

Steroid

Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4

minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan

dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3

minggu.. Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan

status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan

Deksametason 0,15 mg/kgBB/6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit

sebelum pemberian antibiotik.

4. Penanganan peningkatan TIK:

- Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur

- Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol

- Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27–30 mmHg

I. Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :

1. Umur : Anak : Makin muda makin bagus prognosisnya

Dewasa : Makin tua makin jelek prognosisnya

2. Kuman penyebab

3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika

4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan

5. Penyakit yang menjadi faktor predisposisi.

Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh

sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.

18

Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf

secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 Juli 2019 di bangsal Asoka

Keadaan Umum: Sedang

Kesadaran : Stupor

GCS :E1M4V1

Vital sign

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 60 x /menit, irama regular, isi dan tegangan cukup

RR : 20 x/menit

Suhu : 37,8 0 C secara aksiler

Status Gizi : kesan baik

Status Internus

Kepala : Mesocephal

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor (2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek

(+/+)

Telinga : Sekret (-/-)

Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (+)

Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)

Thorax :

Pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, tampak ictus

cordis.

Cor :

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

19

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea

midklavikula sinistra

Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis

sinistra, batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra,

batas kiri ICS V 1 cm medial linea midklavikularis

sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

Depan Dextra Sinistra

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Simetris statis & dinamis,

retraksi (-)

Stem fremitus normal

kanan = kiri

Sonor seluruh lapang paru

SD paru vesikuler (+),

suara tambahan paru:

wheezing (-), ronki (+)

Simetris statis & dinamis,

retraksi (-)

Stem fremitus normal

kanan = kiri

Sonor seluruh lapang

paru

SD paru vesikuler (+),

suara tambahan paru:

wheezing (-), ronki (+)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama

dengan warna kulit sekitar

Auskultasi : Bising usus (+) normal (14x/menit)

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)

Palpasi : Hepar & lien tak teraba

Ekstremitas :

Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)

Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)

20

Status Neurologis

Sikap Tubuh : Simetris

Gerakan Abnormal : -

Cara berjalan : Tidak bisa dinilai

Pemeriksaan Saraf Kranial

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tidak dapat

dilakukan

(TDL)

Tidak dapat

dilakukan

(TDL)

N. II. Optikus Daya penglihatan TDL TDL

Pengenalan warna TDL TDL

Lapang pandang TDL TDL

N. III.

Okulomotor

Ptosis TDL TDL

Gerakan mata ke medial TDL TDL

Gerakan mata ke atas TDL TDL

Gerakan mata ke bawah TDL TDL

Ukuran pupil 2 mm 2mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya konsensual + +

N. IV. Troklearis Strabismus divergen TDL TDL

Gerakan mata ke lat-bwh TDL TDL

Strabismus konvergen TDL TDL

N. V. Trigeminus Menggigit TDL TDL

Membuka mulut TDL TDL

Sensibilitas muka TDL TDL

21

Refleks kornea SDN (Sulit

dinilai)

SDN (Sulit

dinilai)

Trismus TDL TDL

N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral TDL TDL

Strabismus konvergen TDL TDL

N. VII. Fasialis Kedipan mata TDL TDL

Lipatan nasolabial Simetris

Sudut mulut Simetris

Mengerutkan dahi TDL TDL

Menutup mata TDL TDL

Meringis TDL TDL

Menggembungkan pipi TDL TDL

Daya kecap lidah 2/3 ant TDL

N. VIII.

Vestibulokokleari

s

Mendengar suara bisik TDL TDL

Mendengar bunyi arloji TDL TDL

Tes Rinne TDL TDL

Tes Schwabach TDL TDL

Tes Weber TDL TDL

N. IX.

Glosofaringeus

Arkus faring TDL TDL

Daya kecap lidah 1/3 post TDL

Refleks muntah TDL

Sengau TDL

Tersedak TDL

N. X. Vagus Denyut nadi 104 x/menit

Arkus faring TDL TDL

Bersuara TDL

Menelan TDL

N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala TDL TDL

Sikap bahu TDL TDL

Mengangkat bahu TDL TDL

Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi

22

N. XII.

Hipoglossus

Sikap lidah TDL

Artikulasi TDL

Tremor lidah TDL

Menjulurkan lidah TDL TDL

Trofi otot lidah TDL

Fasikulasi lidah TDL

Pemeriksaan Motorik

G K Tn Tr

RF RP Cl

Pemeriksaan Sensibilitas : tidak dilakukan

Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :

- Vasomotorik : baik

- Sudomotorik : baik

- Miksi : inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)

- Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)

Pemeriksaan Koordinasi Langkah Dan Keseimbangan : tidak dilakukan

Pemeriksaan Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : (+)

Kernig sign : (-)

Brudzinsky I : (+)

Brudzinsky II : (-)

Brudzinsky III : (-)

Brudzinsky IV : (-)

Pemeriksaan Rangsang Radikuler : tidak dilakukan

23

SDN SDN

SDN SDN

SDN SDN

SDN SDN

SDN SDN

SDN SDN

Eu Eu

Eu Eu

+ +

+ +

-

-

- -

- -

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Darah Rutin dan kimia klinik Tanggal 23 Juli 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hemoglobin 15,8 13,2 - 17,3 g/dl

Leukosit 30,1 3,8-10,5 ribu

Eritrosit 5,24 4,5-5,8 juta

Hematokrit 46,1 37-47 %

Trombosit 329 150-400 ribu

MCV 87,8 82-95 fL

MCH 30,1 >27 pg

MCHC 34,3 32-37 g/dl

RDW 11,7 10-15 %

MPV 4,7 7-11 mikro m3

Limfosit 0,5 1,0-4,5 103/mikro m3

Monosit 0,8 0,2-1,0 103/mikro m3

Eusinofil 0,006 0,04-0,8 103/mikro m3

Basofil 0,082 0,02 103/mikro m3

Neutrofil 28,6 1,8-7,5 103/mikro m3

Limfosit% 2 25 - 40 %

Monosit% 2,71 2 - 8 %

Eusinofil% 0,02 2 - 4 %

Basofil% 0,271 0 - 1 %

Neutrofil% 94,9 50- 70 %

PCT 0,136 0,2 - 0,5 %

PDW 18,1 10 - 18 %

GDS 194 74 - 106 mg/dL

SGOT 34 0 - 50 U/L

SGPT 23 0 - 50 IU/L

Ureum 20 10 - 50 mg/dL

Kreatinin 1,07 0,62 - 1,1 mg/dL

24

Asam Urat 5,22 2 - 7 mg/dL

Cholesterol 248 < 200

dianjurkan,

200 - 239

res sedang,

> 240 resti

mg/dL

HDL 40 28 - 63 mg/dL

LDL 181,8 < 150 mg/dL

Trigliserida 86 70 - 140 mg/dL

b. Pemeriksaan Urin Rutin 23 Juli 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Warna Kuning 13,2 - 17,3

Kekeruhan Jernih 3,8-10,5

Protein Urin +0,15 Negatif g/dl

Glukosa Negatif Negatif Mmol/mL

pH 7 5-8 Ribu

Bilirubin Negatif Negatif Umol/L

Urobilinogen +1 Negatif Umol/L

Berat Jenis 0,15 10,00-10,30

Keton Urin +5 Negatif mmol/L

Leukosit Negative Negatif Sel/mL

Eritrosit +10 Negatif Sel/mL

Nitrit Negativ

e

Negatif 103/mikro m3

Sedimen -

Eritrosit 83,5 <6,4 uL

Lekosit 41,8 <5,8 uL

Epitel 20,5 <3,5 uL

Silinder 0,11 <0,47 uL

Bakteri 29,2 <23 uL

25

Kristal 0,5 Negatif uL

Yeast 0 Negatif uL

Epitel Tubulus 18,1 Negatif uL

Hasil Laboratorium ini kemudian dikonsulkan ke Spesialis Penyakit

Dalam, dan jawaban dari konsul tersebut disebutkan bahwa terdapat infeksi

saluran kemih pada pasien.

2. X foto cranium AP/Lat (23 Juli 2019)

Gambar 1.1. X foto Cranium AP/Lat

Hasil :

- Tak Tampak fraktur os. Calvaria

- Tak tampak kesuraman Sinus

3. X-foto thorax AP (25 Juli 2019)

26

Hasil

- Cor tak membesar

- Infiltrat paru kanan dan kiri

- Tak tampak fraktur Os. Costae

Hasil dari pemeriksaan penunjang X-foto thorax dikonsulkan

kepada spesialis penyakit dalam, dan dengan jawaban bahwa terdapat

bronkopneumoni.

4. Tes HIV menunjukkan hasil non reaktif

VI. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Meningoensefalitis

Diagnosis Topis : Meningens dan parenkim otak

Diagnosis Etiologi : Infeksi Virus, dd infeksi bakteri, dd infeksi jamur

Diagnosa Tambahan : Bronkopneumoni, ISK

DISKUSI 2

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E2M5V1 (stupor)

yang menunjukkan penurunan kesadaran. Tanda vital pasien, tekanan darah

120/80. RR 20 x/menit. Suhu 37oC menunjukkan keadaan tidak demam

Pada pemeriksaan jantung, didapatkan hasil dalam batas normal. Pada

pemeriksaan paru, suara kedua paru vesikuler, terdapat suara paru tambahan

ronki. Hal ini menandakan terdapat inflamasi pada parenkim paru, yang

sebelumnya ditandai dengan sesak napas. Hal ini dikonfirmasi pada pemeriksaan

foto thorax bahwa terdapat gambaran infiltrate paru kanan dan kiri.

Pemeriksaan status neurologis pada pasien ditemukan penurunan

kesadaran pasien hingga somnolen (E2M5V1). Pada pemeriksaan saraf kranial,

yang beberapa poin tidak dapat diperiksa karena kesadaran pasien yang

menurun, tidak dijumpai kelainan. Hal ini menunjukkan kemungkinan tidak

adanya lesi pada jaras Nervi kranialis I hingga XII. Pemeriksaan fungsi motorik

27

ditemukan reflek fisiologis positif di 4 ekstremitas dan refleks patologis serta

klonus tidak ditemukan. Ini menandakan jaras motorik UMN maupun LMN

bebas dari lesi (kelumpuhan). Pemeriksaan fungsi vegetatif normal,

menunjukkan fungsi otonom simpatis parasimpatis yang diatur nervus

kraniosacral dan thoracolumbal berfungsi dengan baik. Pemeriksaan rangsang

meningeal berupa pemeriksaan kaku kuduk positif, Kernig sign (-) Brudzinsky I

positif yang menunjukkan adanya iritasi pada meningens.

Pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan penurunan kesadaran tanpa lateralisasi lainnya. Ditemukan

leukosit meningkat (30,1), dan shift-to-the-left yang menunjukkan infeksi,

terutama mengarah ke infeksi bakteri.

Pemeriksaan Ro Thorax mengkonfirmasi dugaan adanya infeksi paru,

yaitu ditemukan infiltrar paru kanan dan kiri.

Pada kasus ini diusulkan pemeriksaan Head CT Scan dan Analisis,

kultur, serta tes sensitifitas LCS. Analisis LCS digunakan untuk mengetahui

karakteristik mikroorganisme penyebab infeksi. Kultur digunakan untuk

mengetahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi. Tes sensitifitas

dilakukan untuk mengetahui terapi antibiotik spesifik pada mikroorganisme

penyebab infeksi.

Semua hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut

mendukung diagnosis meningoensefalitis. Namun untuk kepentingan diagnosis

etiologis pasti dan terapi yang sesuai, diperlukan pemeriksaan penunjang analisis

LCS, kultur, dan tes sensitivitas yang diperoleh dari punksi lumbal.

PLANNING :

Usulan Pemeriksaan penunjang :

1. Head CT-Scan

2. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas LCS Lumbal punksi

VI. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Farmakologis:

28

a. IVFD RL 20 tpm

b. Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr

c. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

d. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

e. Inj. Piracetam 2 x 3 gr

f. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg

g. Inj. Meticobalamin 1x1

2. Terapi Non-farmakologis:

a. Rawat di bangsal

b. O2 3 L/menit

c. NGT

d. Bed rest

e. Alih baring

f. Diet cair

g. Konsul ke Sp.PD : didapatkan informasi bahwa pasien ada diagnose

tambahan yaitu, ISK dan Bronkopneumoni

h. Konsul kepada tim VCT didapatkan hasil infeksi HIV non reaktif

3. Monitoring

- Keadaan umum

- Tanda vital

- GCS

- Defisit neurologis

- Monitoring hasil pemeriksaan penunjang

4. Edukasi

- Menjelaskan penyakit kepada keluarga pasien, meliputi definisi,

etiologi, gejala, dan terapi

- Motivasi keluarga tentang prognosis pasien

VII. PROGNOSIS

1. Death : dubia

2. Disease : dubia

29

3. Disability : dubia

4. Discomfort : dubia

5. Dissatisfaction : dubia

6. Distitution : dubia

DISKUSI 3

Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini antaralain terapi

farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi pada kasus ini adalah :

1. O2 3 L/menit

2. Infus RL 20 tpm

3. Injeksi Ceftriaxone 2x2gr

Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai

spektrum luas dengan waktu paruh eliminiasi 8 jam. Efektif terhadap

mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga stabil

terhadap enzim betalaktamase yang dihasilkan oleh bakteri.

4. Injeksi Ranitidin 2×1 ampul

Ranitidin adalah anatagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi

asam lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan

untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94

mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8jam . Ranitidine diabsorpsi 50%

setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah

pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh

makanan dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral,

Ranitidine diekskresi melalui urin.

5. Injeksi Citicolin 2x 500mg

Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak

pada pengobatan gangguan serebrovaskuler sehingga dapat memperbaiki

gangguan kesadaran. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari

batang otak, terutama sistem pengaktifanformatio reticularis ascendens yang

berhubungan dengan kesadaran.Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan

memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.Citicoline menaikkan konsumsi O2

dari otak dan memperbaiki metabolisme otak.

30

6. Injeksi Piracetam 2x3 gr

Meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat

kinase(AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah

ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran

cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport

elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria. Piracetam juga

digunakan untuk perbaikan defisit neurologi khususnya kelemahan motorik

dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat

mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik/concussion sindrom.

Piracetam mempengaruhi aktifitas otak melalui berbagai mekanisme antara

lain : Merangsang transmisi neuron di otak, Merangsang metabolimse otak,

Memperbaiki mikrovaskular tanpa efek vasodilatasi.

7. Injeksi Methyl Prednisolon

Dasar penggunaan obat ini adalah feel antiinflamasi dan kemampuan

menekan reaksi imun. Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat

kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi

reaksi peradangan serta gejalanya, seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam.

Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan (inflamasi) dalam

berbagai penyakit, misalnya penyakit Crohn, kolitis ulseratif, alergi, arthritis

rheumatoid, asma, multiple sclerosis, serta jenis-jenis kanker tertentu5.

Penggunaan dewasa dosisnya yaitu 4-48 mg/hari dalam dosis terbagi

disesuaikan dengan jenis penyakit dan respon pasien, pada anak dosisnya per

oral, IV, IM 0,5-1,7 mg/kgBB/dosis. Sediaan berupa tablet 4, 8, 16 mg, Vial :

125 mg

8. Inj Meticobalamin 1 x 1

Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan

sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein.

Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi

saraf. Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya

terhadap reseptor NMDA dengan 32 perantaraan S-adenosilmethione (SAM)

dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini

31

menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi

stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat

dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan

status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).

Prognosis pasien ini dubia. Karena telah dilaksanakan terapi yang

sesuai dan tergantung pada keadaan pasien serta perkembangan pasien dari

hari ke hari. Namun terapi antibiotik belum teruji sensitifitas LCS sehingga

hanya sebatas antibiotik spektrum luas, tidak spesifik.

VIII. FOLLOW UP

1. 24 Juli 2019

S : -

O : KU/Kesadaran : Stupor/Tampak sakit berat/ E2M5V1

TD : 120/80 mmHg RR : 21 x/menit

N : 78 x/menit S : 36,7oC

A : CKS

P :

a. O2 3 L/menit

b. Pasang NGT

c. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

d. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

e. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

b. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg

a. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

2. 25 Juli 2019

S : -

O : KU/Kesadaran : Stupor/Tampak sakit berat/ E2M5V1

TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit

N : 78 x/menit S : 37,6oC

A : Meningoensefalitis

32

P :

b. O2 3 L/menit

c. Pasang NGT

d. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

e. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

f. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

a. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

b.

a. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

b. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

c. Inj. Meticobalamin 1x1

3. 26 Juli 2019

S : -

O : KU/Kesadaran : Stupor /Tampak sakit berat/ E2M5V1

TD : 130/80 mmHg RR : 21 x/menit

N : 76 x/menit S : 36,7oC

A : Meningoensefalitis

P :

d. O2 3 L/menit

e. Pasang NGT

f. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

g. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

h. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

c. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

i. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

j. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

k. Inj. Meticobalamin 1x1

4. 27 Juli 2019

S : -

O : KU/Kesadaran : Somnolen/Tampak sakit berat/ E3M5V2

33

TD : 130/80 mmHg RR : 21 x/menit

N : 76 x/menit S : 36,7oC

A : Meningoensefalitis

P :

l. O2 3 L/menit

m. Pasang NGT

n. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

o. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

p. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

d. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

q. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

r. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

s. Inj. Meticobalamin 1x1

5. 28 Juli 2019

S : -

O : KU/Kesadaran : Somnolen/Tampak sakit/ E2M5V2

TD : 120/80 mmHg RR : 21 x/menit

N : 76 x/menit S : 36,7oC

A : Meningoensefalitis

P :

t. O2 3 L/menit

u. Pasang NGT

v. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

w. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

x. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

c. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

a. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

b. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

c. Inj. Meticobalamin 1x1

6. 29 Juli 2019

34

S : -

O : KU/Kesadaran : Somnolen/Tampak sakit berat/ E3M5V2

TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit

N : 75 x/menit S : 36,6oC

A : Meningoensefalitis

P :

d. O2 3 L/menit

e. NGT aff

f. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

g. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

h. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

e. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

i. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

j. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

k. Inj. Meticobalamin 1x1

7. 30 Juli 2019

S : Pusing

O : KU/Kesadaran : CM/Tampak sakit / E3M5V5

TD : 120/80 mmHg RR : 21 x/menit

N : 78 x/menit S : 36oC

A : Meningoensefalitis

P :

l. O2 3 L/menit

m. NGT aff

n. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

o. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

p. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

f. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

q. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

r. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

s. Inj. Meticobalamin 1x1

35

8. 31 Juli 2019

S : Pusing

O : KU/Kesadaran : CM/baik E3M6V5

TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit

N : 73 x/menit S : 36,6oC

A : Meningoensefalitis

P :

t. O2 3 L/menit

u. NGT aff

v. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

w. Inj. Citicolin 2 x 500 mg

x. Inj. Piracetam 3 x 3 gr

g. Inj. Methyl Prednisolon 4x125 mg tap off

y. Inj Ondansetron 2x 1 ampul

z. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr

aa. Inj. Meticobalamin 1x1

36

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala.

Dalam :Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah

Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.

2. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta

Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.

3. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat,

Jakarta, 2004.

4. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam

Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. h.1-7. 2005.

5. UGM Press. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

6. Lindsay, KW dan Bone I. Coma and Impaired Conscious Level dalam

Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone, UK. h-81.

1997.

7. Greenberg, MS. Coma dalam Handbook of Neurosurgery. 5th Thieme.

NY. Hal 119-123. 2001.

8. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta;

2009.

9. Sustrani, Lanny, Syamsir Alam, Iwan hadibroto. Stroke. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama; 2003

10. Lazoff M, Hemphill RR, Pritz T. Encephalitis. (Online).

http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview, diakses 5 mei

2015.

11. Tunkel AR et al. The Management of Encephalitis: Clinical Practice

Guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Clinical

Infectious Diseases. 47:303–27. 2008

12. Price S.A., Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta; 1995.

37