PikiranRakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/07/...PikiranRakyat o Selasa o Rabu o Kamis...
Transcript of PikiranRakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/07/...PikiranRakyat o Selasa o Rabu o Kamis...
Pikiran Rakyato Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu r: Minggu'-'
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11@ 12 13 14 1518 19 20 21 22 23 24 25 6 27 28 29 30
OPeb oMar C)Apr OMei OJun .Jul OAgs OSep OOkt ONov ODes
Jalan "Teh Ciciren" Budaya BangsaOleh SOEGANDA PRIYATNA
DAHULU sering kitabaea spanduk yang-berbunyi "jalan raya
eerminan budaya bangsa". Ka-lau itu benar, betapa karut-marutnya budaya bangsa kitaini. Mari kita periksa satu persatu dengan mengambil con-toh Kota Bandung. Jalan yangmerupakan prasarana, landas-an semua lalu lintas, dari bu-lan ke bulan penuh dengan lu-bang-lubang besar keeil, salur-an air berpindah ke jalan danmenggerus aspal. Kata PemkotBandung menunggu projeknyaditenderkan. Setelah tender .dilakukanjalan liein mulus ha-nya dalam semalam, tetapi bu-lan depannya sudah mulai bo-peng kembali. Pertanyaanorang awam, "mengapa kon-trak perbaikan jalan itu tidakdisertai dengan kontrak peme-liharaan ruas jalan tersebut se-lama satu tahun sampai de-ngan tender yang akan da-tang?" Dengan eara itu perba-ikan tidak mungkin dilakukanhanya sekadar kosmetik.
Kemudian, kita akan meli-
hat bagaimana pengguna ja-lan. Mobil untuk Bandung dansekitarnya tiap bulan bertam-bah dengan kurang lebihlimaratus unit dan motor kuranglebih dua kalinya setiap bulan,sementarajalan tidak bertam-bah. Betapa pengapnya ling-kungan kita ini dipenuhi olehasap. Car Free Day sangat ba-gus mengurangi polusi di dae-rah Dago, tetapi tidak di Ban-dung karena mobil yang tidak
lewat daerah Dago tetap jalanke tempat yang lain.
Motor sudah jadi alat ang-kut apa saja, penumpangumum (ojek), dagangan (sa-yuran, tahu, dan lain-lain),angkutan sampah sampai ang-kutan keluarga sabondoroyot.Motor seakan sudah sama de-ngan otopet yang tidak terke-na aturan lalu lintas. Anak ke-cil io tahun, 12 tahun berseli-weran ngebut dan menunjuk-kan keberaniaimya (yang ne-kat tentu orang tuanya).
Aturan lalu lintas bahkanorang tua pun tidak perlu me-matuhinya. Lihatlah jalanyang mula-mula dipasangitanda dilarang masuk, lalu di-pasangi di kiri kanannya, lalujalannya direnjulkan sebelahkanannya, tetapi motor masih 'tetap juga masuk. Berjalanmelawan arah sudah jadi tin-dakan yang sah-sah saja. Ka-lau ditegur malah dia yangmelotot.
Beberapa waktu yang lalu se:orang perwira polisi juga me-ngeluh karena pengendara mo-tor tidak mau menyalakan lam-punya, padahal untuk kesela-matan mereka sendiri. Keluar
gang tanpa ba tanpa bu lang-sung nyelonong bikin kaget ken-daraan lain yang sedang lewat dijalan raya. Masalahnya adalahkalau terjadi tabrakan, makayang lebih besar selalu yang di-salahkan. Ini bisa berbahaya ka-lau kemudian berkembangjadisindrom yang lebih miskin sela-lu benar atau dibenarkan.
Pengendara mobil melaju me-nurut keinginan sendiri tidakpeduli itu akan merugikanorang lain. Berebut jalan salingmenyusul, beruntung kalaulampu lalu lintas masih dipatuhiitu pun untuk kepentingannyabukan karena ketaatan, kalau ja-lan kosong dan tak ada polisimereka berlarijuga. Lebih parahini terjadi pada mobil-mobilangkot, yang ngetem justru dibawah papan dilarang berhenti.Cobalah Anda klakson pasti diamelotot juga.
Kalau semua itu adalah gam-baran budaya kita, kita sudahsampai di titik nadir. Perlu pe-mikiran yang lebih terfokus,mulailah dari yang kecil-kecil,Surat izin mengemudi (SIM)misalnya hanya diberikan kepa-da orang-orang yang lulus ujiandengan segala pengetahuan ten-
tang bagaimana berkendaraandi jalan raya. Tindaka yang te-
, gas bagi orang yang tidak mem-bawa SIM-STNK atau melang-gar aturan lalu lintas sebagaima-na diamanatkan UU Lalu Lin-tas.
Mulailah berpikir untukmembangun angkutan umumyang cepat, bersih, dan aman se-perti monorail, jangan bus khu-sus yang masih mengambil jalanumum. Busway di Jakarta ada-lah bukti kegagalan penangananlalu lintas. Monorail di Bangkokdan Kuala Lumpur telah terbuk-ti membetikan kontribusi besarbagi penanganan masalah lalulintas. Kenapa kita tidak tiru, ka-rena kita punya uang. Buktinyauntuk membeli mobil baru diBandung saja per bulan keluarRp 50 miliar, belum lagi kegiat-an lain seperti kegiatan politikmisalnya yang mengharnburkanratusan miliar rupiah untukmendapatkan pemimpin yangmungkin demokratis, tetapi ti-dak memihak rakyat.***
Penulis, Guru Besar Ko-munikasi Fakultas Ilmu Ko-munikasi Universitas Padjad-jaran.
Kliping Humas Unpad 2010
II