- CR - Abses Mastoid Ec OMSK

43
CASE REPORT OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE MALIGNA + ABSES MASTOID Oleh : Ihsanur Ridha (0818011067) PEMBIMBING : dr. Hadjiman Yotosoedarmo, Sp.THT dr. Rully Satriawan

Transcript of - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Page 1: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

CASE REPORT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE MALIGNA + ABSES

MASTOID

Oleh :

Ihsanur Ridha (0818011067)

PEMBIMBING :dr. Hadjiman Yotosoedarmo, Sp.THT

dr. Rully Satriawan

SMF ILMU PENYAKIT THTRSU JENDERAL AHMAD YANI

METROSeptember 2012

Page 2: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

STATUS PENDERITA

Masuk RSAY : 30 Agustus 2012

Pukul : 14.15 WIB

I. IDENTITAS PASIEN

- Nama penderita : An. R

- Jenis kelamin : Laki-laki

- Umur : 10 Tahun

- Agama : Islam

- Suku : Jawa

- Alamat : Negara Nabung, Lampung Timur

II. ANAMNESIS

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Keluar cairan dari liang telinga kanan sejak ± 5

bulan SMRS.

Keluhan tambahan : Demam, bengkak dan nyeri pada belakang telinga

kanan, penurunan pendengaran telinga kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSAY dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan

sejak ± 5 bln SMRS. Cairan yang keluar berwarna kekuningan, berbau dan

agak kental. Sebelum muncul keluhan, OS mengaku sering mengalami batuk

pilek. Keluhan disertai dengan penurunan pendengaran pada telinga kanan.

Keluhan tidak disertai dengan demam, mual ataupun muntah. OS juga

mengeluh terdapat benjolan nyeri dan kemerahan sebesar telur puyuh di

belakang telinga kanan sejak ± 5 hari SMRS. Bejolan dirasakan semakin

membesar dan dirasakan sangat sakit. OS belum pernah memeriksakan dirinya

ke dokter atau mantri setempat.

Untuk orang yang aku cintai SHT 1

Page 3: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Riwayat Penyakit Dahulu

OS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat darah

tinggi dan kencing manis tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga OS yang pernah memiliki keluhan yang sama

dengan OS.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6

- HR : 84 x/menit

- Respirasi : 32 x/menit

- Suhu : 36,1 ºC

- Tekanan Darah : 110/70

Status Generalis

Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh

- Pucat : (-)

- Sianosis : (-)

- Ikterus : (-)

- Perdarahan : (-)

- Oedem umum : (-)

- Turgor : Cukup

- Pembesaran KGB generalisata : (-)

-

KEPALA

- Bentuk : Normocephalik

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Untuk orang yang aku cintai SHT 2

Page 4: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

- Mata : Tak cekung,edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis

(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 2

mm, refleks cahaya +/+

- Hidung : Lihat status THT

- Mulut : Sianosis (-), pucat (-)

- Telinga : Lihat status THT

LEHER

- Inspeksi : Simetris, trachea ditengah, JVP tidak meningkat

- Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), KGB tidak terdapat pembesaran

PARU-PARU

- Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri

- Palpasi : Fremitus taktil simetris, ekspansi dada simetris, massa (-),

nyeri tekan (-)

- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan dan kiri

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler kanan = kiri, ronkhi -/-,wheezing -/-

JANTUNG

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra

Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terlihat adanya massa

- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba,

tegang (-), massa (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Untuk orang yang aku cintai SHT 3

Page 5: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

GENITALIA

- Tidak dilakukan pemeriksaan

SISTEM UROGENITAL

- Tidak dilakukan pemeriksaan

EKSTREMITAS

- Superior : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), kekuatan otot 5/5

- Inferior : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), kekuatan otot 5/5

Status Generalis

TELINGA

Telinga Kanan Telinga KiriAuricula Trauma (-), Tanda

radang (-), Nyeri tekan tragus (+), Auricula terdorong ke arah lateral (+)

Trauma (-), Tanda radang (-), Nyeri tekan tragus (-), Posisi auricula normal

Pre Auricula Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Fistula (-), Abses (-)

Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Fistula (-), Abses (-)

Retro Auricula Tanda radang (+), Fistula (+), Abses (+), Nyeri tekan (+)

Tanda radang (-), Fistula (-), Abses (-), Nyeri tekan (-)

Canalis Akusticus Eksternus

Serumen (+), Sekret (+), Canal oedem (+), Hiperemis (+)

Serumen (+), Sekret (-), Canal oedem (-), Hiperemis (-)

Membran Timpani

Tidak bisa dinilai Intak, Warna putih, Cone of light (+), Retraksi (-), Bulging (-)

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Untuk orang yang aku cintai SHT 4

Page 6: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

HIDUNG

Lubang Hidung Kanan Lubang Hidung KiriPemeriksaan Luar

Bentuk dbn, deviasi (-), deformitas (-), nyeri tekan (-)

Bentuk dbn, deviasi (-), deformitas (-), nyeri tekan (-)

Rhinoskopi AnteriorMukosa Hidung Hiperemis (-), Sekret (-),

Massa (-), Atrofi (-)Hiperemis (-), Sekret (-), Massa (-), Atrofi (-)

Septum Deviasi (-), Perdarahan(-) Deviasi (-), Perdarahan(-)Konka Inferior dan Media

Edema (-), Atrofi (-) Edema (-), Atrofi (-)

Meatus Inferior dan Media

Sekret (-), Massa (-) Sekret (-), Massa (-)

Rhinoskopi Posterior (Tidak Dilakukan)

TENGGOROKAN

KeteranganArkus Faring Simetris, Hiperemis (-)Mukosa Faring Hiperemis (-)Dinding Posterior Faring Hiperemis (-)Uvula Letak tengah, Simetris, Hiperemis (-)Tonsila Palatina T1/T1, Hiperemis (-), Kripte (-), Detritus (-)Laringoskopi Indirect Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (30 Agustus 2012)

1. Hematologi

WBC : 8600 (5.000-10.000/ uL)

HGB : 13,4 (14,8-18 g/dL)

HCT : 40,4 (41-54 %)

MCV : 73,7 (80-92 Fl)

MCH : 24,5 (27-31 pg)

MCHC : 33,2 (32-36 g/dL)

PLT : 367000 (150-450 rb/uL)

Untuk orang yang aku cintai SHT 5

Page 7: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

2. Foto Rontgen Mastoid

Kanan : Air celulae mastoidea dekstra tertutup perselubungan

Kiri : Dalam batas normal

V. DIAGNOSIS KERJA

OMSK Tipe Maligna AD + Abses Mastoid Dekstra

VI. DIAGNOSIS BANDING

- OMSK Tipe Benigna

- OMA + Abses retroaurikuler

VII. PENGOBATAN

Non medikamentosa :

Rawat inap

Irigasi cairan yang keluar dari liang telinga untuk membersihkan liang

telinga dan melihat kondisi membran timpani

Insisi abses dan pengeluaran cairan abses

Medikamentosa :

Antibiotik

Pro mastoidektomi

Pro timpanoplasty

Terapi simptomatik

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad fungtionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Untuk orang yang aku cintai SHT 6

Page 8: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini diperoleh informasi yang dapat mendukung diagnosis baik dari

anamnesa maupun pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari hasil anamnesa

didapatkan : Pasien datang ke IGD RSAY dengan keluhan keluar cairan dari liang

telinga kanannya. Cairan yang keluar berwarna kekuningan, berbau dan agak

kental. Pasien mengatakan kalau sebelumnya sering batuk dan pilek. Pasien

mengeluh pendengarannya juga sedikit berkurang. Pasien juga mengeluh terdapat

terdapat benjolan nyeri dan kemerahan sebesar telur puyuh di belakang telinga kanan

sejak ± 5 hari SMRS. Bejolan dirasakan semakin membesar dan dirasakan sangat

sakit. OS belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter atau mantri setempat.

Dari pemeriksaan klinis pada telinga didapatkan adanya otore pada telinga kanan

yang bersifat mukopurulen. Otore ini menyebabkan membran timpani telinga kanan

tidak dapat dinilai dengan baik. Ditemukan juga benjolan pada belakang telinga

berwarna keunguan dan nyeri bila ditekan. Selain itu didapatkan juga telinga kanan

yang terdorong ke arah lateral akibat pembengkakan di belakan telinga tersebut.

Sedangkan pemeriksaan telinga kanan dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung

tidak ditemukan adanya kelainan seperti peradangan atau kelainan lainnya. Begitu

pula dengan pemeriksaan tenggorokan, tidak tampak adanya peradangan pada

mukosa dinding faring serta tonsil.

Berdasarkan data pasien diatas dapat mengarahkan diagnosis yaitu Otitis Media

Supuratif Kronik (OMSK) AD Tipe Maligna. Diagnosis kronis dapat dilihat dari

hasil anamnesis dimana pasien telah menderita penyakit ini sejak ±5 bulan yang

lalu. Meskipun membran timpani tidak dapat dinilai dengan baik, pasien ini bisa

didiagnosis dengan OMSK Tipe Maligna karena memenuhi beberapa gejala yaitu

terdapat abses pada retroaurikuler, sekret berbentuk nana dan berbau khas

kolesteatoma dan terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid.

Untuk orang yang aku cintai SHT 7

Page 9: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Prinsip pengobatan OMSK Tipe Maligna adalah pembedahan. Pembedahan yang

dilakukan adalah mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasty. Selain itu

karena terdapat abses retroaurikular, maka sebaiknya dilakukan insisi abses

sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Terapi konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan yaitu dengan pemberian antibiotik. Agar pemilihan antibotiknya

tepat maka dianjurkan untuk dilakukan tes resistensi antibiotik dulu sebelunya.

Pada pasien ini telah diberikan antibiotik dengan prinsip empiris. Pada pasien ini

juga telah dilakukan insisi abses dan pengeluaran sekret sehingga abses sudah

terlihat mengecil dan tidak mengeluarkan sekret lagi. Pasien kemudian dianjurkan

untuk segera dilakukan mastoidektomi unuk mencegah penyebaran penyakit yang

lebih luas.

Untuk orang yang aku cintai SHT 8

Page 10: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba auditiva

dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang

memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki

panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira

8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra, 2007). Secara

Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan

pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani

suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang

menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada

tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell,

letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida

dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan

plika maleolaris posterior (lipatan belakang) (Dhingra, 2007).

Gambar 1. Membran timpani (Probst dan Grevers, 2006)

Untuk orang yang aku cintai SHT 9

Page 11: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

2. Cavum Timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh

membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah

superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n.

Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut

aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid

melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral,

terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial

dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia

piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani (Helmi, 2005).

Gambar 2. Kavum timpani (Probst dan Grevers, 2006)

Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke

nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior

dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih

Untuk orang yang aku cintai SHT 10

Page 12: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang

merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran

timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak

lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani

terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus,

inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor

timpani dan ligamentum muskulus stapedius (Helmi, 2005; Dhingra,

2007).

3. Tuba Auditiva

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani,

bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang

menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba

Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada

bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang

terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Gambar 3. Tuba Eustachius (Probst dan Grevers, 2006)

Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan

keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan

Untuk orang yang aku cintai SHT 11

Page 13: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke

nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke

kavum timpani (Dhilon, 2000; Helmi, 2005).

4. Prosessus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah

dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah

duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid

terdapat aditus ad antrum (Dhingra, 2007).

B. Otitis Media Supuratif Kronis

1. Definisi

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret

dari telinga (otorea) lebih dari tiga bulan baik terus menerus ataupun

hilang timbul (Acuin, 2002; Telian dan Schmalbach, 2002). Penyakit ini

merupakan salah satu penyakit infeksi kronis bidang THT di Indunesia

yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian (Djaafar, 2001).

2. Epidemiologi

Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang

berkembang dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal

misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah,

kepadatan penduduk serta masih ada pengertian masyarakat yang salah

terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas (Mills,

1997; Djaafar, 2003).

Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di

Indonesia tahun 1994-1996, didapati bahwa prevalensi OMSK secara

Untuk orang yang aku cintai SHT 12

Page 14: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

umum adalah 3,8%. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25% dari

pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Angka

kejadian OMSK yang rendah, di negara maju ditemukan pada

pemeriksaan berkala, pada anak sekolah yang dilakukan oleh School

Health Service di Inggris Raya sebesar 0,9%, tetapi prevalensi OMSK

yang tinggi juga masih ditemukan pada ras tertentu di negara maju,

seperti Native American Apache 8,2%, Indian Kanada 6%, dan Aborigin

Australia 25% (Djaafar, 2005). Data poliklinik THT RSUP H. Adam

Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26%

dari seluruh kunjungan pasien (Aboet, 2007), sedangkan pada tahun 2007

dan 2008 adalah 28 dan 29%.

Survei prevalensi diseluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam

hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,

menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang

dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang

pendengaran yang signifikan (Aboet, 2007).

3. Patogenesis

Hingga saat ini patogenesis OMSK masih belum diketahui dengan jelas.

Goodhill dan Paparella menyatakan bahwa OMSK merupakan penyakit

yang sebagian besar sebagai komplikasi infeksi saluran pernapasan bagian

atas, kelanjutan dari otitis media akut yang tidak sembuh. Kemungkinan

besar proses primer terjadi pada sistem tuba eustachius, telinga tengah dan

selulae mastoidea. Proses ini khas, berjalan perlahan-lahan secara kontinu

dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian mambran timpani sehingga

memudahkan proses menjadi kronik (Ballenger, 1997; Sheahan, Donnelly

& Kane, 2001). Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi

kronik sangat bervariasi, antara lain :

a. Gangguan fungsi sistem tuba eustachius yang kronik akibat infeksi

hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang, atau adanya

obstruksi tuba eustachius parsial atau total.

Untuk orang yang aku cintai SHT 13

Page 15: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

b. Perforasi membran timpani yang menetap.

c. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang

menetap pada telinga tengah.

d. Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya

menetap. Hal ini disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa,

polip, jaringan granulasi atau timpanoslerosis.

e. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum atau

perubahan mekanisme pertahanan tubuh (Ballenger, 1997; Antonelli,

2006).

4. Patologi

Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok

dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga rongga

timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat

mengeluarkan sekret terus-menerus atau hilang timbul (Adhikari, 2007).

Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti

vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah

nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat

penumpukan sekret dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya

perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan

rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman

dari kanalis auditorius eksternus dan dari luar dapat dengan bebas masuk

ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau

bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan

waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi.

Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang

bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan, serta

pembentukan jaringan parut (Lasisi, 2008; Lin, Lin, Lee et al, 2009).

Selama fase aktif, epitel mukosa mukosa mengalami perubahan menjadi

mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid

Untuk orang yang aku cintai SHT 14

Page 16: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang

berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami pross pembentukan

jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup

membran timpani, sehingga menghalangi drainase, menyebabkan

penyakit menjadi persisten (Kenna dan Latz, 2006).

Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses

penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke

telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan

mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk

kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi

pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini

mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaiain tulang

pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolegenase yang

dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada

proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan

membran atrofi dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran

bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif (Kenna dan Latz,

2006; Bhat dan Manjunath, 2007).

5. Etiologi

OMSK dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

a. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,

tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan

sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki

insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini

berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet dan tempat tinggal

yang padat.

Untuk orang yang aku cintai SHT 15

Page 17: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

b. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah

insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang

dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih

kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini

primer atau sekunder.

c. Otitis Media Sebelumnya

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari

otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui

faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya

berkembang menjadi keadaan kronis.

d. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik

aerob ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel.

Organisme yang terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type

flora dan beberapa organisme lainnya.

e. Infeksi Saluran Nafas Atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi

saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga

tengah dan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap

organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga

memudahkan pertumbuhan bakteri.

f. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih

besar terhadap otitis media kronis.

Untuk orang yang aku cintai SHT 16

Page 18: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

g. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih

tinggi dibanding yang bukan alergi.

h. Gangguan Fungsi Tuba Auditiva

Pada otitis media supuratif kronis aktif, tuba eustachius sering

tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena

primer atau sekunder masih belum diketahui (Ballenger, 1997; Kenna

dan Latz, 2006; Akinpelu, Amusa, Komolafe et al, 2007).

6. Klasifikasi

Secara klinis OMSK dapat dibagi atas dua tipe yaitu:

a. Tipe Tubotimpanal (tipe mukosa = tipe benigna)

Disebut juga tipe aman/benigna, karena jarang menimbulkan

komplikasi yang berbahaya. Biasanya tipe ini didahului oleh

gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani.

Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses

peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah. Perforasi

pada tipe ini biasanya letaknya sentral.

Penyakit tubotimpanal ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars

tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas serta tingkat

keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi

keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas

atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien

dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran

bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta

migrasi sekunder dari epitel skuamous (Dhingra, 2007).

Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif

dan tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli.

Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui

Untuk orang yang aku cintai SHT 17

Page 19: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang

telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.

Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi

subtotal pada pars tensa. Jarang di temukan polip yang besar pada

liang telinga luar. Sedangkan yang tidak aktif, pada pemeriksaan

telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga

tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.

Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh

dalam telinga (Dhingra, 2007).

b. Tipe Atikoantral (tipe tulang = tipe maligna)

Disebut juga tipe maligna/berbahaya karena dapat menimbulkan

komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita. Biasanya

dapat juga terjadi proses erosi tulang atau kolesteatoma, granulasi atau

osteitis. Perforasi letaknya marginal atau atik (Ballenger, 1997, Lasisi,

Olaniyan, Mulbi et al, 2007).

Pada tipe atikoantral ditemukan adanya kolesteatom yang berbahaya.

Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya

dengan terbentuknya kantong retraksi yang terdapatnya tumpukan

keratin yang sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah

suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega dan berwarna putih.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : kolesteatom kongenital

dan kolesteatom didapat. Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom

kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah: Berkembang

dibelakang dari membran timpani yang masih utuh, tidak ada riwayat

otitis media sebelumnya, dan pada mulanya dari jaringan embrional

dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah

menjadi epitel skuamous selama perkembangan (Mills, 1997).

Kolesteatom didapat terbagi atas primary acquired cholesteatoma

dimana kolesteatom terjadi pada daerah atik atau pars flaksida, dan

Untuk orang yang aku cintai SHT 18

Page 20: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu

kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya bagian

posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada

bagian posterosuperior (Meyer, 2006).

7. Gejala Klinis

a. Telinga berair (otorhea)

Otore (aural discharge) merupakan manifestasi otitis media kronis

yang paling sering dijumpai (Mills, 1997). Pada OMSK tipe benigna,

cairan yang keluar biasanya bersifat mukopurulen yang tidak berbau

busuk. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Sedangkan pada

OMSK tipe maligna, sekret yang keluar bersifat purulen dan berbau

busuk, berwarna abu-abu kotor kekuning-kuningan oleh karena

adanya kolesteatoma yang menyebabkan proses degenerasi epitel dan

tulang (Mills, 1997; Djaafar, 2004).

Keluarnya sekret dapat didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau

kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang (Mills,

1997). Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya

jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya

kolesteatoma yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer tanpa

disertai rasa nyeri mengarahkan kemungkinan suatu tuberkulosis

(Paparella, Adams & Levine, 1997).

b. Gangguan Pendengaran

Pada umumnya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat

campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses

patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma

dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale

(Paparella, Adams & Levine, 1997).

Untuk orang yang aku cintai SHT 19

Page 21: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

c. Nyeri

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada

merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya

ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

duramater atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan

abses otak (Paparella, Adams & Levine, 1997).

d. Vertigo

Hal ini merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan

adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang dan sering

terjadi pada kanalis semisirkularis horizontal (Paparella, Adams &

Levine, 1997; Helmi, 2005).

e. Perforasi Membran Timpani

Perforasi membran timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik

ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai

adanya kolesteatoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga

ditemukan. (Helmi, 2005).

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:

Terdapat abses atau fistel retroaurikuler.

Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang

berasal dari dalam telinga tengah.

Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpani.

Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma).

Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid (Djaafar,

2004).

Untuk orang yang aku cintai SHT 20

Page 22: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

8. Diagnosis

Diagnosis OMSK dapat ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap sangat membantu menegakkan diagnosis

OMSK. Biasanya penderita datang dengan riwayat otore menetap atau

berulang lebih dari tiga bulan. Penurunan pendengaran juga

merupakan keluhan yang paling sering. Terkadang penderita juga

mengeluh adanya vertigo dan nyeri bila terjadi komplikasi.

b. Pemeriksaan Otoskopi

Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan

perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral,

marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi pada

perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada

pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati.

Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran

timpani (annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa

kavum timpani bewarna pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna

mukosa menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip.

Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi

yang letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar,

atau pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan

hanya pada mukosa kavum timpani dan tulang-tulang pendengaran

ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus

tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang. Sedangkan

gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars

flaksida (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).

c. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli

konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural,

beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran

Untuk orang yang aku cintai SHT 21

Page 23: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara

ditelinga tengah (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz , 2006).

d. Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis

nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi

dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan

mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih

sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi

tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom (Mills,

1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).

e. Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan bakteriologi sekret telinga penting untuk menentukan

bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat (Mills, 1997;

Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).

9. Penatalaksanaan

Ada dua hal yang penting diperhatikan apabila kita merawat penderita

OMSK yaitu kelainan patologi yang berperan sebagai sumber infeksi di

dalam telinga tengah serta seberapa jauh kelainan patologi tersebut sudah

mengganggu fungsi pendengaran (Wang, Nadol, Austin et al, 2000;

Yuen, Ho, Wei et al, 2000).

Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau

medikamentosa. Bila sekret keluar terus-menerus, maka diberikan obat

pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama tiga sampai lima hari.

Setelah sekret berkurang maka terapi dilanjutkan dengan memberikan

obat tetes telinga yang mengandung antibiotika. Secara oral diberikan

antibiotika sesuai kultur dan tes sensitivitas (Alper, Dohar, Gulhan et al,

2000; Djaafar, 2004).

Untuk orang yang aku cintai SHT 22

Page 24: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi

selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau

timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara

permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah

terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta

memperbaiki pendengaran (Djaafar, 2004).

Prinsip pengobatan pada OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu

mastoidektomi. Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang

tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa

timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah

merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila

terdapat abses retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan

tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Veldman,

Braunius, 1998; Djaafar, 2004).

Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan

pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang

mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan

telinga tidak berair lagi.

Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom

yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani

dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang

telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan,

sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan

operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan

mencegah komplikasi ke intrakranial.

Untuk orang yang aku cintai SHT 23

Page 25: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum

merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding

posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk

membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan

mempertahankan pendengaran yang masih ada.

Miringoplasti

Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah tenang dengan

ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal

juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan

pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah

berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe tubatimpani dengan

perforasi yang menetap.

Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih

berat atau OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan

pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan

penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain

rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga

rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang

yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.

Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach

Tympanoplasty)

Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe

tubatimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa

melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding

posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di

Untuk orang yang aku cintai SHT 24

Page 26: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum

timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan

melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK

tipe atikoantral belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul

kembali kolesteatoma (Soepardi EA, 2007).

10. Komplikasi

Adams (1989) mengemukakan klasifikasi komplikasi sebagai berikut :

a. Komplikasi di telinga tengah

- Perforasi membran timpani persisten

- Erosi tulang pendengaran

- Paralisis nervus fasialis

b. Komplikasi di telinga dalam

- Fistula labirin

- Labirinitis supuratif

- Tuli saraf (SNHL)

c. Komplikasi di ekstradural

- Abses Ekstradural

- Trombosis sinus lateralis

- Petrositis

d. Komplikasi ke susunan saraf pusat

- Meningitis

- Abses otak

- Hidrosefalus otitis (Kenna dan Latz, 2006).

Untuk orang yang aku cintai SHT 25

Page 27: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

DAFTAR PUSTAKA

Aboet A, 2007. ‘Radang Telinga Tengah Menahun’ dalam Pidato pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar pada FK USU. Medan. hal:1-11

Acuin J, 2002. ‘Chronic Suppurative Otitis Media’ in British Medical Journal. 325(7373). pp : 1159-60

Adhikari P, 2007. ‘Chronic Suppurative Otitis Media in School Children of Kathmandu Valley in International Archives of Otorhinolaryngology. Vol7. No 2. pp : 421-5

Akinpelu OV, Amusa YB, Komolafe et al, 2007. ‘Challenges in Management of Chronic Suppurative Otitis Media in Developing Country in the Journal of Laryngology and Otology. 122. pp : 16-20

Antonelli PJ, 2006. ‘Update on the Medical and Surgical Treatment of Chronic Suppurative Otitis Media without Cholesteatoma in Ear, Nose & Throat Journal. 85(10). pp: 12-5

Ballenger JJ, 1997. ‘Penyakit Telinga Kronis’ dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid dua. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. hal: 392-403.

Bhat V, Manjunath D, 2007. ‘Cerebrospinal Fluid Otorrhea Presenting in Complicated Chronic Suppurative Otitis Media in Ear, Nose & Throat Journal. 86(4). pp : 223-5

Dhingra PL, 2007. Anatomy of ear, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 3-13.

Dhingra PL, 2007. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 66-73.

Djaafar ZA, 2001. ‘Panduan Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di Indonesia’ Disampaikan pada Seminar II Penyusunan Konsep Panduan (Guideline) Penatalaksanaan Penyakit THT di Indonesia. Jakarta. hal: 1-13.

Djaafar ZA, 2001. ‘Konsep Penatalaksanaan Pasien OMSK di Bagian THT/FK UI RS. Cipto Mangunkusumo’ Disampaikan pada Simposium dan Demo Operasi Rinosinusitis-Onkologi-Otologi. Jakarta.

Untuk orang yang aku cintai SHT 26

Page 28: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronis, dalam Otitis Media Supuratif Kronis Pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal 55-72.

Kenna MA dan Latz AD, 2006. Otitis Media and Middle Ear Effusion, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4thed . vol 1. Philadelphia, USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 1265-75.

Lasisi AO, 2008. ‘The Chronic Discharging Ear in the Subsaharan Africa Need for Improved Management in the Internet Journal of Otorhinolaryngology. Vol 7. No 2

Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA et al, 2007. ‘Clinical and Demographic Risk Factors Associated with Chronic Suppurative Otitis Media in Int Journal Pediatric Otorhinolaryngology. 71(10). pp : 1549-54

Lin YS, Lin LC, Lee FP et al, 2009. ‘The Prevalence of Chronic Otitis Media and its Complication Rates in Teenagers and Adults Patients in American Academy of Otolaryngology- Head & Neck Surgery. 140. pp : 165-70

Meyer TA, 2006. Cholesteatoma, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4thed . vol 2. Philadelphia, USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 2081-91.

Mills RP, 1997. Management of Chronic Suppurative Otitis Media, in Kerr AG (Ed) Scott-Brown’s Otolaryngology. Vol 3. 6th ed. Butterworth-Heinemann. p 3/10/1-19.

Paparella MM, Adams GL, Levine SC, 1997. ‘Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid’ dalam Adams GL, Boies LR, Higler PA (Ed). Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. EGC. Jakarta. hal: 88-118.

Probst R, Grevers G, 2006. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-A step-by-step Learning Guide. Thieme. New York. p 241-9

Sheahan P, Donnelly M, Kane R, 2001. ‘Clinical Features of Newly Presenting Cases of Chronic Otitis Media’ in The Journal of Laryngology & Otology. Vol 115. pp: 962-6.

Telian SA, Schmalbach CE, 2002. Chronic Otitis Media. In Snow JB. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery. London: BC Decker Inc. p 46-57.

Wang PC, Nadol JB, Austin E et al, 2000. ‘Validation of Outcomes Survey for Adults with Chronic Suppurative Otitis Media’ in Journal of Otology, Rhinology & Laryngology. 109(3). pp: 249-54

Untuk orang yang aku cintai SHT 27

Page 29: - CR - Abses Mastoid Ec OMSK

Yuen APW, Ho WK, Wei WI et al, 2000. ‘Correlation of Pure Tone Audiogram Results and Hearing Benefit of Tympanoplasty for Chronic Suppurative Otitis Media in Journal of Otology, Rhinology and Laryngology. 109(4). pp : 381-4

Untuk orang yang aku cintai SHT 28