- CR - Abses Mastoid Ec OMSK
-
Upload
ihsanur-ridha -
Category
Documents
-
view
242 -
download
4
Transcript of - CR - Abses Mastoid Ec OMSK
CASE REPORT
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE MALIGNA + ABSES
MASTOID
Oleh :
Ihsanur Ridha (0818011067)
PEMBIMBING :dr. Hadjiman Yotosoedarmo, Sp.THT
dr. Rully Satriawan
SMF ILMU PENYAKIT THTRSU JENDERAL AHMAD YANI
METROSeptember 2012
STATUS PENDERITA
Masuk RSAY : 30 Agustus 2012
Pukul : 14.15 WIB
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama penderita : An. R
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Umur : 10 Tahun
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Alamat : Negara Nabung, Lampung Timur
II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Keluar cairan dari liang telinga kanan sejak ± 5
bulan SMRS.
Keluhan tambahan : Demam, bengkak dan nyeri pada belakang telinga
kanan, penurunan pendengaran telinga kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAY dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan
sejak ± 5 bln SMRS. Cairan yang keluar berwarna kekuningan, berbau dan
agak kental. Sebelum muncul keluhan, OS mengaku sering mengalami batuk
pilek. Keluhan disertai dengan penurunan pendengaran pada telinga kanan.
Keluhan tidak disertai dengan demam, mual ataupun muntah. OS juga
mengeluh terdapat benjolan nyeri dan kemerahan sebesar telur puyuh di
belakang telinga kanan sejak ± 5 hari SMRS. Bejolan dirasakan semakin
membesar dan dirasakan sangat sakit. OS belum pernah memeriksakan dirinya
ke dokter atau mantri setempat.
Untuk orang yang aku cintai SHT 1
Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat darah
tinggi dan kencing manis tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga OS yang pernah memiliki keluhan yang sama
dengan OS.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
- HR : 84 x/menit
- Respirasi : 32 x/menit
- Suhu : 36,1 ºC
- Tekanan Darah : 110/70
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedem umum : (-)
- Turgor : Cukup
- Pembesaran KGB generalisata : (-)
-
KEPALA
- Bentuk : Normocephalik
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Untuk orang yang aku cintai SHT 2
- Mata : Tak cekung,edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 2
mm, refleks cahaya +/+
- Hidung : Lihat status THT
- Mulut : Sianosis (-), pucat (-)
- Telinga : Lihat status THT
LEHER
- Inspeksi : Simetris, trachea ditengah, JVP tidak meningkat
- Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), KGB tidak terdapat pembesaran
PARU-PARU
- Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri
- Palpasi : Fremitus taktil simetris, ekspansi dada simetris, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kanan dan kiri
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler kanan = kiri, ronkhi -/-,wheezing -/-
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terlihat adanya massa
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba,
tegang (-), massa (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Untuk orang yang aku cintai SHT 3
GENITALIA
- Tidak dilakukan pemeriksaan
SISTEM UROGENITAL
- Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), kekuatan otot 5/5
- Inferior : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), kekuatan otot 5/5
Status Generalis
TELINGA
Telinga Kanan Telinga KiriAuricula Trauma (-), Tanda
radang (-), Nyeri tekan tragus (+), Auricula terdorong ke arah lateral (+)
Trauma (-), Tanda radang (-), Nyeri tekan tragus (-), Posisi auricula normal
Pre Auricula Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Fistula (-), Abses (-)
Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Fistula (-), Abses (-)
Retro Auricula Tanda radang (+), Fistula (+), Abses (+), Nyeri tekan (+)
Tanda radang (-), Fistula (-), Abses (-), Nyeri tekan (-)
Canalis Akusticus Eksternus
Serumen (+), Sekret (+), Canal oedem (+), Hiperemis (+)
Serumen (+), Sekret (-), Canal oedem (-), Hiperemis (-)
Membran Timpani
Tidak bisa dinilai Intak, Warna putih, Cone of light (+), Retraksi (-), Bulging (-)
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Untuk orang yang aku cintai SHT 4
HIDUNG
Lubang Hidung Kanan Lubang Hidung KiriPemeriksaan Luar
Bentuk dbn, deviasi (-), deformitas (-), nyeri tekan (-)
Bentuk dbn, deviasi (-), deformitas (-), nyeri tekan (-)
Rhinoskopi AnteriorMukosa Hidung Hiperemis (-), Sekret (-),
Massa (-), Atrofi (-)Hiperemis (-), Sekret (-), Massa (-), Atrofi (-)
Septum Deviasi (-), Perdarahan(-) Deviasi (-), Perdarahan(-)Konka Inferior dan Media
Edema (-), Atrofi (-) Edema (-), Atrofi (-)
Meatus Inferior dan Media
Sekret (-), Massa (-) Sekret (-), Massa (-)
Rhinoskopi Posterior (Tidak Dilakukan)
TENGGOROKAN
KeteranganArkus Faring Simetris, Hiperemis (-)Mukosa Faring Hiperemis (-)Dinding Posterior Faring Hiperemis (-)Uvula Letak tengah, Simetris, Hiperemis (-)Tonsila Palatina T1/T1, Hiperemis (-), Kripte (-), Detritus (-)Laringoskopi Indirect Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (30 Agustus 2012)
1. Hematologi
WBC : 8600 (5.000-10.000/ uL)
HGB : 13,4 (14,8-18 g/dL)
HCT : 40,4 (41-54 %)
MCV : 73,7 (80-92 Fl)
MCH : 24,5 (27-31 pg)
MCHC : 33,2 (32-36 g/dL)
PLT : 367000 (150-450 rb/uL)
Untuk orang yang aku cintai SHT 5
2. Foto Rontgen Mastoid
Kanan : Air celulae mastoidea dekstra tertutup perselubungan
Kiri : Dalam batas normal
V. DIAGNOSIS KERJA
OMSK Tipe Maligna AD + Abses Mastoid Dekstra
VI. DIAGNOSIS BANDING
- OMSK Tipe Benigna
- OMA + Abses retroaurikuler
VII. PENGOBATAN
Non medikamentosa :
Rawat inap
Irigasi cairan yang keluar dari liang telinga untuk membersihkan liang
telinga dan melihat kondisi membran timpani
Insisi abses dan pengeluaran cairan abses
Medikamentosa :
Antibiotik
Pro mastoidektomi
Pro timpanoplasty
Terapi simptomatik
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Untuk orang yang aku cintai SHT 6
DISKUSI KASUS
Pada kasus ini diperoleh informasi yang dapat mendukung diagnosis baik dari
anamnesa maupun pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari hasil anamnesa
didapatkan : Pasien datang ke IGD RSAY dengan keluhan keluar cairan dari liang
telinga kanannya. Cairan yang keluar berwarna kekuningan, berbau dan agak
kental. Pasien mengatakan kalau sebelumnya sering batuk dan pilek. Pasien
mengeluh pendengarannya juga sedikit berkurang. Pasien juga mengeluh terdapat
terdapat benjolan nyeri dan kemerahan sebesar telur puyuh di belakang telinga kanan
sejak ± 5 hari SMRS. Bejolan dirasakan semakin membesar dan dirasakan sangat
sakit. OS belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter atau mantri setempat.
Dari pemeriksaan klinis pada telinga didapatkan adanya otore pada telinga kanan
yang bersifat mukopurulen. Otore ini menyebabkan membran timpani telinga kanan
tidak dapat dinilai dengan baik. Ditemukan juga benjolan pada belakang telinga
berwarna keunguan dan nyeri bila ditekan. Selain itu didapatkan juga telinga kanan
yang terdorong ke arah lateral akibat pembengkakan di belakan telinga tersebut.
Sedangkan pemeriksaan telinga kanan dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung
tidak ditemukan adanya kelainan seperti peradangan atau kelainan lainnya. Begitu
pula dengan pemeriksaan tenggorokan, tidak tampak adanya peradangan pada
mukosa dinding faring serta tonsil.
Berdasarkan data pasien diatas dapat mengarahkan diagnosis yaitu Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) AD Tipe Maligna. Diagnosis kronis dapat dilihat dari
hasil anamnesis dimana pasien telah menderita penyakit ini sejak ±5 bulan yang
lalu. Meskipun membran timpani tidak dapat dinilai dengan baik, pasien ini bisa
didiagnosis dengan OMSK Tipe Maligna karena memenuhi beberapa gejala yaitu
terdapat abses pada retroaurikuler, sekret berbentuk nana dan berbau khas
kolesteatoma dan terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid.
Untuk orang yang aku cintai SHT 7
Prinsip pengobatan OMSK Tipe Maligna adalah pembedahan. Pembedahan yang
dilakukan adalah mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasty. Selain itu
karena terdapat abses retroaurikular, maka sebaiknya dilakukan insisi abses
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan yaitu dengan pemberian antibiotik. Agar pemilihan antibotiknya
tepat maka dianjurkan untuk dilakukan tes resistensi antibiotik dulu sebelunya.
Pada pasien ini telah diberikan antibiotik dengan prinsip empiris. Pada pasien ini
juga telah dilakukan insisi abses dan pengeluaran sekret sehingga abses sudah
terlihat mengecil dan tidak mengeluarkan sekret lagi. Pasien kemudian dianjurkan
untuk segera dilakukan mastoidektomi unuk mencegah penyebaran penyakit yang
lebih luas.
Untuk orang yang aku cintai SHT 8
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba auditiva
dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira
8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra, 2007). Secara
Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan
pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani
suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang
menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada
tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell,
letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan
plika maleolaris posterior (lipatan belakang) (Dhingra, 2007).
Gambar 1. Membran timpani (Probst dan Grevers, 2006)
Untuk orang yang aku cintai SHT 9
2. Cavum Timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh
membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah
superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n.
Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut
aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid
melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral,
terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial
dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia
piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani (Helmi, 2005).
Gambar 2. Kavum timpani (Probst dan Grevers, 2006)
Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke
nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior
dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih
Untuk orang yang aku cintai SHT 10
tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang
merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran
timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak
lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani
terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus,
inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor
timpani dan ligamentum muskulus stapedius (Helmi, 2005; Dhingra,
2007).
3. Tuba Auditiva
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani,
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang
menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba
Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada
bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang
terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Gambar 3. Tuba Eustachius (Probst dan Grevers, 2006)
Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan
Untuk orang yang aku cintai SHT 11
udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke
nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke
kavum timpani (Dhilon, 2000; Helmi, 2005).
4. Prosessus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah
dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah
duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum (Dhingra, 2007).
B. Otitis Media Supuratif Kronis
1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret
dari telinga (otorea) lebih dari tiga bulan baik terus menerus ataupun
hilang timbul (Acuin, 2002; Telian dan Schmalbach, 2002). Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit infeksi kronis bidang THT di Indunesia
yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian (Djaafar, 2001).
2. Epidemiologi
Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang
berkembang dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal
misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah,
kepadatan penduduk serta masih ada pengertian masyarakat yang salah
terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas (Mills,
1997; Djaafar, 2003).
Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di
Indonesia tahun 1994-1996, didapati bahwa prevalensi OMSK secara
Untuk orang yang aku cintai SHT 12
umum adalah 3,8%. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Angka
kejadian OMSK yang rendah, di negara maju ditemukan pada
pemeriksaan berkala, pada anak sekolah yang dilakukan oleh School
Health Service di Inggris Raya sebesar 0,9%, tetapi prevalensi OMSK
yang tinggi juga masih ditemukan pada ras tertentu di negara maju,
seperti Native American Apache 8,2%, Indian Kanada 6%, dan Aborigin
Australia 25% (Djaafar, 2005). Data poliklinik THT RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26%
dari seluruh kunjungan pasien (Aboet, 2007), sedangkan pada tahun 2007
dan 2008 adalah 28 dan 29%.
Survei prevalensi diseluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam
hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang
dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang
pendengaran yang signifikan (Aboet, 2007).
3. Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis OMSK masih belum diketahui dengan jelas.
Goodhill dan Paparella menyatakan bahwa OMSK merupakan penyakit
yang sebagian besar sebagai komplikasi infeksi saluran pernapasan bagian
atas, kelanjutan dari otitis media akut yang tidak sembuh. Kemungkinan
besar proses primer terjadi pada sistem tuba eustachius, telinga tengah dan
selulae mastoidea. Proses ini khas, berjalan perlahan-lahan secara kontinu
dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian mambran timpani sehingga
memudahkan proses menjadi kronik (Ballenger, 1997; Sheahan, Donnelly
& Kane, 2001). Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi
kronik sangat bervariasi, antara lain :
a. Gangguan fungsi sistem tuba eustachius yang kronik akibat infeksi
hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang, atau adanya
obstruksi tuba eustachius parsial atau total.
Untuk orang yang aku cintai SHT 13
b. Perforasi membran timpani yang menetap.
c. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang
menetap pada telinga tengah.
d. Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya
menetap. Hal ini disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa,
polip, jaringan granulasi atau timpanoslerosis.
e. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh (Ballenger, 1997; Antonelli,
2006).
4. Patologi
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok
dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga rongga
timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat
mengeluarkan sekret terus-menerus atau hilang timbul (Adhikari, 2007).
Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti
vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah
nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat
penumpukan sekret dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya
perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan
rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman
dari kanalis auditorius eksternus dan dari luar dapat dengan bebas masuk
ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau
bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan
waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang
bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan, serta
pembentukan jaringan parut (Lasisi, 2008; Lin, Lin, Lee et al, 2009).
Selama fase aktif, epitel mukosa mukosa mengalami perubahan menjadi
mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid
Untuk orang yang aku cintai SHT 14
atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang
berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami pross pembentukan
jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase, menyebabkan
penyakit menjadi persisten (Kenna dan Latz, 2006).
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke
telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan
mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk
kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini
mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaiain tulang
pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolegenase yang
dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada
proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan
membran atrofi dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran
bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif (Kenna dan Latz,
2006; Bhat dan Manjunath, 2007).
5. Etiologi
OMSK dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki
insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet dan tempat tinggal
yang padat.
Untuk orang yang aku cintai SHT 15
b. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih
kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
c. Otitis Media Sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya
berkembang menjadi keadaan kronis.
d. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik
aerob ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel.
Organisme yang terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type
flora dan beberapa organisme lainnya.
e. Infeksi Saluran Nafas Atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah dan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
f. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap otitis media kronis.
Untuk orang yang aku cintai SHT 16
g. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.
h. Gangguan Fungsi Tuba Auditiva
Pada otitis media supuratif kronis aktif, tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena
primer atau sekunder masih belum diketahui (Ballenger, 1997; Kenna
dan Latz, 2006; Akinpelu, Amusa, Komolafe et al, 2007).
6. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas dua tipe yaitu:
a. Tipe Tubotimpanal (tipe mukosa = tipe benigna)
Disebut juga tipe aman/benigna, karena jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Biasanya tipe ini didahului oleh
gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani.
Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses
peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah. Perforasi
pada tipe ini biasanya letaknya sentral.
Penyakit tubotimpanal ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars
tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas serta tingkat
keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas
atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta
migrasi sekunder dari epitel skuamous (Dhingra, 2007).
Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif
dan tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli.
Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui
Untuk orang yang aku cintai SHT 17
tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang
telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi
subtotal pada pars tensa. Jarang di temukan polip yang besar pada
liang telinga luar. Sedangkan yang tidak aktif, pada pemeriksaan
telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga (Dhingra, 2007).
b. Tipe Atikoantral (tipe tulang = tipe maligna)
Disebut juga tipe maligna/berbahaya karena dapat menimbulkan
komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita. Biasanya
dapat juga terjadi proses erosi tulang atau kolesteatoma, granulasi atau
osteitis. Perforasi letaknya marginal atau atik (Ballenger, 1997, Lasisi,
Olaniyan, Mulbi et al, 2007).
Pada tipe atikoantral ditemukan adanya kolesteatom yang berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya
dengan terbentuknya kantong retraksi yang terdapatnya tumpukan
keratin yang sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah
suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega dan berwarna putih.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : kolesteatom kongenital
dan kolesteatom didapat. Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom
kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah: Berkembang
dibelakang dari membran timpani yang masih utuh, tidak ada riwayat
otitis media sebelumnya, dan pada mulanya dari jaringan embrional
dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah
menjadi epitel skuamous selama perkembangan (Mills, 1997).
Kolesteatom didapat terbagi atas primary acquired cholesteatoma
dimana kolesteatom terjadi pada daerah atik atau pars flaksida, dan
Untuk orang yang aku cintai SHT 18
secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu
kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya bagian
posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada
bagian posterosuperior (Meyer, 2006).
7. Gejala Klinis
a. Telinga berair (otorhea)
Otore (aural discharge) merupakan manifestasi otitis media kronis
yang paling sering dijumpai (Mills, 1997). Pada OMSK tipe benigna,
cairan yang keluar biasanya bersifat mukopurulen yang tidak berbau
busuk. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Sedangkan pada
OMSK tipe maligna, sekret yang keluar bersifat purulen dan berbau
busuk, berwarna abu-abu kotor kekuning-kuningan oleh karena
adanya kolesteatoma yang menyebabkan proses degenerasi epitel dan
tulang (Mills, 1997; Djaafar, 2004).
Keluarnya sekret dapat didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang (Mills,
1997). Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatoma yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer tanpa
disertai rasa nyeri mengarahkan kemungkinan suatu tuberkulosis
(Paparella, Adams & Levine, 1997).
b. Gangguan Pendengaran
Pada umumnya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses
patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma
dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale
(Paparella, Adams & Levine, 1997).
Untuk orang yang aku cintai SHT 19
c. Nyeri
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
duramater atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan
abses otak (Paparella, Adams & Levine, 1997).
d. Vertigo
Hal ini merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan
adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang dan sering
terjadi pada kanalis semisirkularis horizontal (Paparella, Adams &
Levine, 1997; Helmi, 2005).
e. Perforasi Membran Timpani
Perforasi membran timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik
ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai
adanya kolesteatoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga
ditemukan. (Helmi, 2005).
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
Terdapat abses atau fistel retroaurikuler.
Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah.
Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpani.
Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma).
Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid (Djaafar,
2004).
Untuk orang yang aku cintai SHT 20
8. Diagnosis
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap sangat membantu menegakkan diagnosis
OMSK. Biasanya penderita datang dengan riwayat otore menetap atau
berulang lebih dari tiga bulan. Penurunan pendengaran juga
merupakan keluhan yang paling sering. Terkadang penderita juga
mengeluh adanya vertigo dan nyeri bila terjadi komplikasi.
b. Pemeriksaan Otoskopi
Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan
perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral,
marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi pada
perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada
pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati.
Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran
timpani (annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa
kavum timpani bewarna pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna
mukosa menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip.
Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi
yang letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar,
atau pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan
hanya pada mukosa kavum timpani dan tulang-tulang pendengaran
ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus
tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang. Sedangkan
gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars
flaksida (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
c. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
Untuk orang yang aku cintai SHT 21
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz , 2006).
d. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi
dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan
mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih
sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom (Mills,
1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
e. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan bakteriologi sekret telinga penting untuk menentukan
bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat (Mills, 1997;
Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
9. Penatalaksanaan
Ada dua hal yang penting diperhatikan apabila kita merawat penderita
OMSK yaitu kelainan patologi yang berperan sebagai sumber infeksi di
dalam telinga tengah serta seberapa jauh kelainan patologi tersebut sudah
mengganggu fungsi pendengaran (Wang, Nadol, Austin et al, 2000;
Yuen, Ho, Wei et al, 2000).
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau
medikamentosa. Bila sekret keluar terus-menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama tiga sampai lima hari.
Setelah sekret berkurang maka terapi dilanjutkan dengan memberikan
obat tetes telinga yang mengandung antibiotika. Secara oral diberikan
antibiotika sesuai kultur dan tes sensitivitas (Alper, Dohar, Gulhan et al,
2000; Djaafar, 2004).
Untuk orang yang aku cintai SHT 22
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara
permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah
terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran (Djaafar, 2004).
Prinsip pengobatan pada OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang
tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa
timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Veldman,
Braunius, 1998; Djaafar, 2004).
Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan
pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi.
Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan,
sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan
operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial.
Untuk orang yang aku cintai SHT 23
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah
berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe tubatimpani dengan
perforasi yang menetap.
Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe
tubatimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di
Untuk orang yang aku cintai SHT 24
sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum
timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK
tipe atikoantral belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul
kembali kolesteatoma (Soepardi EA, 2007).
10. Komplikasi
Adams (1989) mengemukakan klasifikasi komplikasi sebagai berikut :
a. Komplikasi di telinga tengah
- Perforasi membran timpani persisten
- Erosi tulang pendengaran
- Paralisis nervus fasialis
b. Komplikasi di telinga dalam
- Fistula labirin
- Labirinitis supuratif
- Tuli saraf (SNHL)
c. Komplikasi di ekstradural
- Abses Ekstradural
- Trombosis sinus lateralis
- Petrositis
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
- Meningitis
- Abses otak
- Hidrosefalus otitis (Kenna dan Latz, 2006).
Untuk orang yang aku cintai SHT 25
DAFTAR PUSTAKA
Aboet A, 2007. ‘Radang Telinga Tengah Menahun’ dalam Pidato pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar pada FK USU. Medan. hal:1-11
Acuin J, 2002. ‘Chronic Suppurative Otitis Media’ in British Medical Journal. 325(7373). pp : 1159-60
Adhikari P, 2007. ‘Chronic Suppurative Otitis Media in School Children of Kathmandu Valley in International Archives of Otorhinolaryngology. Vol7. No 2. pp : 421-5
Akinpelu OV, Amusa YB, Komolafe et al, 2007. ‘Challenges in Management of Chronic Suppurative Otitis Media in Developing Country in the Journal of Laryngology and Otology. 122. pp : 16-20
Antonelli PJ, 2006. ‘Update on the Medical and Surgical Treatment of Chronic Suppurative Otitis Media without Cholesteatoma in Ear, Nose & Throat Journal. 85(10). pp: 12-5
Ballenger JJ, 1997. ‘Penyakit Telinga Kronis’ dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid dua. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. hal: 392-403.
Bhat V, Manjunath D, 2007. ‘Cerebrospinal Fluid Otorrhea Presenting in Complicated Chronic Suppurative Otitis Media in Ear, Nose & Throat Journal. 86(4). pp : 223-5
Dhingra PL, 2007. Anatomy of ear, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 3-13.
Dhingra PL, 2007. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 66-73.
Djaafar ZA, 2001. ‘Panduan Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di Indonesia’ Disampaikan pada Seminar II Penyusunan Konsep Panduan (Guideline) Penatalaksanaan Penyakit THT di Indonesia. Jakarta. hal: 1-13.
Djaafar ZA, 2001. ‘Konsep Penatalaksanaan Pasien OMSK di Bagian THT/FK UI RS. Cipto Mangunkusumo’ Disampaikan pada Simposium dan Demo Operasi Rinosinusitis-Onkologi-Otologi. Jakarta.
Untuk orang yang aku cintai SHT 26
Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronis, dalam Otitis Media Supuratif Kronis Pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal 55-72.
Kenna MA dan Latz AD, 2006. Otitis Media and Middle Ear Effusion, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4thed . vol 1. Philadelphia, USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 1265-75.
Lasisi AO, 2008. ‘The Chronic Discharging Ear in the Subsaharan Africa Need for Improved Management in the Internet Journal of Otorhinolaryngology. Vol 7. No 2
Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA et al, 2007. ‘Clinical and Demographic Risk Factors Associated with Chronic Suppurative Otitis Media in Int Journal Pediatric Otorhinolaryngology. 71(10). pp : 1549-54
Lin YS, Lin LC, Lee FP et al, 2009. ‘The Prevalence of Chronic Otitis Media and its Complication Rates in Teenagers and Adults Patients in American Academy of Otolaryngology- Head & Neck Surgery. 140. pp : 165-70
Meyer TA, 2006. Cholesteatoma, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4thed . vol 2. Philadelphia, USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 2081-91.
Mills RP, 1997. Management of Chronic Suppurative Otitis Media, in Kerr AG (Ed) Scott-Brown’s Otolaryngology. Vol 3. 6th ed. Butterworth-Heinemann. p 3/10/1-19.
Paparella MM, Adams GL, Levine SC, 1997. ‘Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid’ dalam Adams GL, Boies LR, Higler PA (Ed). Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. EGC. Jakarta. hal: 88-118.
Probst R, Grevers G, 2006. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-A step-by-step Learning Guide. Thieme. New York. p 241-9
Sheahan P, Donnelly M, Kane R, 2001. ‘Clinical Features of Newly Presenting Cases of Chronic Otitis Media’ in The Journal of Laryngology & Otology. Vol 115. pp: 962-6.
Telian SA, Schmalbach CE, 2002. Chronic Otitis Media. In Snow JB. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery. London: BC Decker Inc. p 46-57.
Wang PC, Nadol JB, Austin E et al, 2000. ‘Validation of Outcomes Survey for Adults with Chronic Suppurative Otitis Media’ in Journal of Otology, Rhinology & Laryngology. 109(3). pp: 249-54
Untuk orang yang aku cintai SHT 27
Yuen APW, Ho WK, Wei WI et al, 2000. ‘Correlation of Pure Tone Audiogram Results and Hearing Benefit of Tympanoplasty for Chronic Suppurative Otitis Media in Journal of Otology, Rhinology and Laryngology. 109(4). pp : 381-4
Untuk orang yang aku cintai SHT 28