Post on 20-Mar-2023
ZAKAT dan PERMASALAHANNYA
MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Lembaga-lembaga Perekonomian Umat
Dosen Pengampu: Sahlan, S.Ag, MSI.
Disusun Oleh:
Abdul Aziz
Lulu’ul Ma’rifah
Robith Jamali
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI
PURWOREJO
2015
A. PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah
SWT. setelah manusia dikaruniai keberhasilan dalam
bekerja atas melimpahnya harta benda. Karena memang
membayar zakat merupakan kewajiban yang telah
disyari’atkan oleh agama (al-Qur’an dan al-Sunnah).
Di samping itu, pelunasan zakat adalah semata-mata
sebagai cermin kualitas keimanannya kepada Allah
SWT.
Islam memandang bahwa harta kekayaan adalah
mutlak milik Allah SWT, sedangkan manusia hanya
sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja. Karena
harta kekayaan yang diperoleh adalah amanah yang
harus dipertanggung-jawabkan setiap pembelanjaannya
di akhirat nanti. Dengan demikian, setiap muslim
yang harta kekayaannya telah mencapai nishab dan haul
berkewajiban untuk mengeluarkan zakat, baik zakat
fitrah maupun zakat maal.
Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
telah ditetapkan pokok-pokoknya, baik dalam al-Qur’an
maupun as-Sunnah, yaitu berupa hasil bumi, hasil peternakan,
barang yang diperdagangkan, emas, perak, dan uang.
Klasifikasi ini tampaknya kurang memadai lagi dengan
keadaan sekarang. Fiqh zakat yang sudah ada dan
1
diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam,
hampir seluruhnya hasil perumusan para ahli beberapa
abad yang lalu yang banyak dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi setempat masa itu.
Perumusan zakat tersebut, sudah tidak memadai
lagi untuk mengatur pengelolaan zakat pada
masyarakat saat ini yang memiliki berbagai usaha
yang tidak ada pada masa lalu. Oleh karenanya,
permasalahan zakat sekarang ini memerlukan hukum-hukum
baru yang mampu menjawab ketidakpastian dan keragu-
raguan masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian zakat ?
2. Permasalahan apa yang ada pada zakat ?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Zakat
Kata zakat berasal dari istiah bahasa Arab
اة� ك� ا – kata ini bersumber dari fi’il (kata kerja)ال�ز ك� زو ك����������� ز� menjadi ي�� اء ك����������� atau ز اة� ك����������� yang ز berarti tunbuh,
berkembang, suci atau bersih.1 Lalu dirumuskan
oleh beberapa ahli, antara lain:1 Mahjuddin, Masa’il Al-Fiqh, ( Jakarta: Radar Jaya Offset, 2012),
hal. 187.
2
a. Imam Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini
mengatakan:
Zakat menurut pengertian syaraa’ adalah
suatu nama khusus untuk untuk menentuan kadar
harta-benda yang akan diberikan kepada golongan
tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula.
Dinamakan zakat karena harta-benda itu tumbuh
dan mengandung barakah ketika dikeluarkan dan
ketika dido’akan oleh orang-orang yang
menerimanya.
b. Ibnub Qudamah mengemukakan pendapat Ibnu
Qutaibah yang mengatakan:
Zakat menurut pengertian syarara’ adalah
suatu yang wajib dalam harta-benda. Kata ini
dimaksudkan sesuai dengan maksud agama yang
menetapknnya. Maka zakat merupakan salah satu
rukun-rukun Islam yang lima; yaitu suatu
kewajiban menurut Kitab Allah, Sunnah Rasul-Nya
beserta Ijma’.
c. Sayyid Sabiq mengatakan:
Zakat merupakan suatu nama yang
ditetapkan kepada sesuatu benda yang
dikeluarkan oleh manusia dan hak Allah kepada
fakir-miskin. Dinamakan zakat, karena
keberadaannya mengandung harapan barakah,
kebersihan jiwa dan pertumbuhan kebaikan. Maka
3
hal tersebut dinamakan zakat, karena mengandung
pengertian tumbuh, bersih dan barakah.
Dari ketiga pengertian di atas, maka dapat
ditarik pengertian lain bahwa zakat merupakan hak-
hak orang yang telah ditentukan dalam agama,
sehingga orang yang memiliki harta-benda yang
cukup nisabnya berkewajiban agar mengeluarkannya,
karena hal itu termasuk rukun islam yang lima.2
Zakat merupakan salah satu perintah agama
yang memiliki dua garis hubungan, hubungan antara
hamba dengan Tuhannya (vertikal) dan hubungan
antara hamba dengan sesamanya (horizontal). Oleh
karenanya, selain dinilai sebagai ibadah, zakat
juga merupakan kegiatan yang bernilai
kemanusiaan,3 yang memiliki peran cukup besar
dalam mengatur ekonomi umat Islam, agar keberadaan
harta tidak hanya terkonsentrasi pada orang-orang
kaya. Dengan zakat, kekurangan fakir-miskin yang
dialami dalam kehidupan sehari-harinya dapat
tertutupi.
Begitu urgennya zakat dalam agam Islam
diilustrasikan oleh Al-Qur’an dengan penyebutan
peritah zakat bersamaan dengan perintah shalat
diberbagai tempat. Allah swt berfirman:
2 Ibid, hal. 189.3 M. Asnawi Ridlwan, Pencerahan Kitb Kuning, (Kediri: Lirboyo
Press, 2011), hal.39.
4
Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”. (QS Al-Baqarah:
43)
Salah satu pilar utama dalam rukun islam
adalah perintah zakat. Disebut demikian karena
perintah zakat bukan sekedar praktik ibadah yang
memiliki dimensi spiritual, tetapi juga social.
Zakat merupakan ibadah dan kewajiban social bagi
kaum muslim yang kaya (aghniya’) ketika memenuhi
nishab (baas minimal) dan haul (waktu satu tahun).
Secara sosiologis zakat bertujuan untuk
memeratakan kesejahteraan dari orang kaya kepada
orang miskin secara adil dan mengubah penerima
zakat menjadi pembayar zakat. Oleh karena itu,
jika zakat diterapkan dalam format yang benar,
selain dapat meningkatkan keimanan, juga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas.4
Perintah zakat yang diturunkan pada priode
Makah baru sebatas anjuran untuk berbuat baik
kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan
bantuan. Sedangkan yang diturunkan pada priode
Madinah, adalah perintah wajib secara mutlak4 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010), hal. 1.
5
untuuk dilakukan oleh umat Islam. Syari’ah zakat
sesungguhnya telah diditurunkan kepada Nabi-nabi
terdahulu seperti, Nabi Ibrahim as., Nabi Isma’il
as., Nabi Musa as., Nabi Isa as. dan Nabi Muhammad
saw.5
2. Permasalahan Zakat
a. Berusaha melepaskan diri dari zakat
Dalam penjelesan di atas telah
dijelaskan, bahwa zakat merupakan hak-hak orang
yang telah ditentukan dalam agama, sehingga
orang yang memiliki harta-benda yang cukup
nishabnya berkewajiban agar mengeluarkannya,
karena hal itu termasuk rukun islam yang lima.
Akan tetapi manusia masih saja mencari
jalan untuk melepaskan diri agar tehindar dari
kewajiban zakat. Yang mana orang tersebut
menjual hartanya sebelum mencapai batas nishab.
Karena kewajiban mengeluarkan zakat adalah
setelah harta tersebut mencapai nishab.
Mengenai hal tersebut di atas, Imam
Malik, Imam Ahmad, Al-Auza’i, Ishaq, Abu Ubaid
berpendapat, bahwa seseorang yang memiliki
suatu nishab dari suatu harta, lalu dijual
sebelum sempurna tahun, atau dihibahkannya,5 Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, vol. 2 (Damaskus:
Dar al-Fikr, 1989), hal.730.
6
atau dinisabkan supaya terlepas dari zakat,
tidaklah gugur zakat daripadanya dan harus
diambil pada akhir tahun apabila keadaan
tersebut dilakuka pada waktu hampir tahun.
Sekiranya dilakukan yang demikian dipermulaan
tahun, niscaya tidak wajib zakat. Karena tidak
dapat disangka bahwa yang dilakukan itu untuk
melepaskan zakat.6
Akan tetapi Imam Abu Hanifah dan Asy-
Syafi’i mengatakan; zakat gugur karena hartanya
telah kurang sebelum sempurna tahun, walaupun
ia dipandang orang yang durhaka kepada Allah.7
Golongan yang pertama berdalil dengan
firman Allah SWT. Dalam surat Al-Qalam Ayat 17-
20:
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mencobai mereka
(musyrikin Mekah) sebagaimana kami Telah mencobai pemilik-
pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka
sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari. Dan
6 M. Hasbi Ash-shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hal. 197.
7 Ibid
7
mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin). Lalu kebun itu
diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka
sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang
gelap gulita”.
Allah menyiksa mereka karena mereka ingin
melepaskan diri dari zakat dan karena mereka
bermaksud menghilangkan bagian orang yang
berhak menerimanya. Hal ini sama dengan mereka
menceraikan istrinya dalam keadaan sakit mati.
Oleh karena dia bermaksud buruk, pantaslah
mereka disiksa, sama dengan orang yang membunuh
seorang warisnya supaya ia cepat menerima harta
pusaka. Pembunuh itu diharamkan menerima pusaka
tersebut.
b. Zakat hasil peternakan ayam
Secara umum, kewajiban zakat hanya
diterapkan atas hewan ternak, mas, perak,
tanaman, buah-buahan dan harta dgangan.
Kewajiban tesebut tidak berlaku pada kesemua
jenis. Dalam zakat hewan ternak, yang wajib
dizakati meliputi unta, sapi dan kambig. Untuk
zakat tanaman hanya tertentu pada biji-bijian
yang menjadi makanan pokok seperti padi,
gandum, jagung. Sedangkan pada buah-buahan
meliputi kurma dan anggur saja.
8
Para Ulama’ sepakat bahwa hewan ternak
selain unta, sapi dan kambing (seperti ayam,
kuda dan lain-lain) tidak wajib zakat mawasyi
(zakat atas hewan ternak). Ketentuan ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari yang mengisahkan tentang surat Nabi
saw. yang diberikan kepada Abu Bakar untuk
disampaikan kepada masyarakat Bahrain. Dalam
surat tersebut, Nabi saw. hanya menyebutkan
tiga jenis hewan ternak saja yang wajib
dizakati, yaitu unta, sapi dan kambing.8
Akan tetapi, Jika memang demikian bahwa
hewan ternak selain unta, sapi dan kambing
tidak wajib dizakati. Maka akan timbul
permasalah ataupun pertayaan baru. Bagaimaa
jikalau seseorang merintis usaha peternakan
ayam yang usaha tersebut mendapatkan hasil yang
cukup mengenaskan, belum genap satu tahun saja
sudah men dapatkan laba bersih 50 juta. Apakah
ayam dalam jumlah besar tersebut tidak wajib di
zakati?
Dari pertanyaan tersebut peternak tetap
terkena kuajiban zakat, akan tetapi atas nama
zakat tijarah (perdagangan) bukan zakat mawasyi
(zakat atas harta ternak), apabila dalam8 M. Asnawi Ridlwan, Pencerahan Kitab Kuning,......................................., hal.
39.
9
pembelian pertama disertai niat berdagang.9
Adapun perhitungan zakatnya sebagai berikut:
1) Pada akhir d, semua dagangan(ayam yang
diperdagangkan) ditaksir nilainya dengan
harga tertinggi (uang).
2) Mengetahui harga emas sebesar 77,58 gram
(batas minimal nishab zakat dagang).
3) Memperbandingkan nilai hasil dari kalkulasi
ayam (uang) dengan harga nishab emas.
4) Jika nilai kalkulasi ayam (uang) telah setara
atau lebih besar dari nilai harga emas atau
nishab maka wajib zakat, dan apabila masih di
bawah nilai harga emas maka tidak wajib
mengeluarkan zakat.
Jadi, hewan-hewan ternak selain unta,
sapi, dan kambing tetap terkena beban zakat
apabila hewan-hewan tersebut dijadikan komoditi
dagang, akan tetapi atas nama zakat dagang
bukan zakat hewan ternak.10 Hal ini pun dengan
syarat pemiliknya telah memenuhi beberapa
persyaratan pokok kewajiban mengeluarkan zakat,
yakni :
1) Islam
2) Merdeka
3) Hak milik secara sempurna9 Ibid, hal. 38.10 Ibid, hal. 39.
10
Selain syarat-syarat dasar di atas, juga
terdapat syarat-syarat yang wajib untuk
mengeluarkan zakat dari hewan yang diperjual-
belikan.11 Syarat-syarat tersebut adalah:
1) Ternak yang dimiliki dihasilan dari
pertukaran harta (mu’awadah) murni, seperti
jual beli. Apabila tidak melalui mu’awadah,
seperti harta (hewan) yang didapat dari
wariskan, pemberian (hibah) atau yang
lainnya. Maka hewan tersebut tidak wajib
dizakati.
2) Niat berdagang atau memperdagangkan hartanya
(hewan ternak) pada awal kepemilikannya.
3) Tidak ada tujuan untuk disimpan (qiyah) atau
digunakan untuk selain niaga sejak pertama
mulai perdaganga sampai genap satu tahun.
4) Telah melewati masa haul (satu tahun).
5) Dipertengahan tahun, keselurhan harta
dagangan tidak diuangkan untuk memberi harta
yang lain.
6) Paa akhir tahun harta dangangan te;ah
mencapai nilai satu nishab (77,58 gram emas).
Lebih spesifik, bisnis jual-beli hewan
ternak ayam dapat dikenai kewajiban zakat
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
11 Ibid
11
1) Apabila yang dibeli pertama kali telur, maka
letak nitnya (niat dagang) adalah pada saat
membeli telur. Ketika komoditi tersebut telah
mencapai satu nishab, maka baik tellur yang
menetas ataupun yang belum menetas wajib
dihitung bersamaan ayam yang ada untuk
dikeluarkan zakatnya.
2) Apabila saat pertama kali pembelian telur
tidak iniati untuk diperjualbelikan (seperti
niat untuk diternak) dan kemudian baru
setelah menetas diniati untuk diperjual-
belikan, maka status ayam dari telur ini
tidak wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Hal
ini dikarenakan pembelian telur tidak
dibarengi dengan niat dagang. Sedangkan ayam
yang menetas setelahnya juga tidak wajib
zakat karena ayam tersebut dimiliki tidak
melalui pertukaran harta, tapi dari
penetasan.
3) Apabila uang yag digunakan untuk membeli ayam
berasal dari hasil penjualan telur yang sudah
diniati dagang pada saat pembeliannya, maka
ayam tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.
Barang-barang komoditi niaga yang terkena
beban wajib zakat meliputi semua barang-barang
yang diperjual-belikan. Penghitungan zakat
12
dimuai pada kalender Hijriah.12 Untuk nishabnya
dismakan dengan zakat mas, yaitu setara dengan
harga mas 77,58 gram. Cara mengetahui apakah
nilai barang dagangan tersebut sudah mencapai
nishab adalah dengan menghitung semua barang
dagangan (dikalkulasi dan ditaksi dengan nilai
mata uang). Apabila hasilya telah setara dengan
harga satu nishab emas (77,58 gram) maka barang
dangangan tersebut sudah wajib dizakati.
Kisaran besaran zakat yang dikeluarkan adalah
2,5% dari nilai barang dagangan.
Contoh penghitungan zakat dagangan dari
komoditi ayam adalah sebagai berikut:
“stelah genap satu tahun dari mulai
berdagangan, terkumpul barang dangangan berupa
ayam yang senilai Rp. 30.000.000,- dan laba
berupa uang sebesar Rp 10.000.000,-. Total
kesemuanya adalah Rp. 40.000.000,-. Apabila
satu nilai nishab emas (77,58 gram) sama dengan
uang sebesar Rp. 7.758.000,-, maka harta
dagangan ini (ayam) sudah mencapai lebih dari
satu nishab. Zakatnya yang wajib dikeluakan
adalah sebesar 2,5% dari keseluruhan harta
dagangan dan labanya Rp. 40.000.000,-. Berarti
12 Ibid, hal. 40.
13
yag wajib dikeluarkan sebagai zakat dagangan
adalah Rp 1.000.00,-
Untuk standar nominal pasaran (qimah)
barang dagangan adalah harga tertiggi yang
masih diminati oleh para pembeli (konsumen) di
daerah tersebut menurut pakar ekonomi pada saat
itu.
14
c. Zakat Profesi
Imam Malik bin Anas dalam karyanya al-
muwatta’ menyatakan bahwa Mu’awiyah bin Abi
Sufyan adalah khalifah pertama yang
memberlakukan pemungutan zakat dan gaji, upah
dan bonus insentif tetap terhadap prajurit
Islam. Namun sebelumnya praktik zakat yang
serupa juga dilakukan dikalangan para sahabat,
seperti ‘Umar bin Khattab memungut kharaj (sewa
tanah) dan zakat kuda, padahal keduanya tidak
dilakukan oleh Rasulullah SAW., Ibnu Abbas dan
Ibnu Mas’ud memungut zakat penghasilan,
pemberian dan bonus.13
Imam Ahmad berpedapat bahwa harta
kekayaan al-mustaghallat (pabrik, kapal, pesawat,
penyewaan rumah) jika dikembangkan dan hasil
produksi mencapai nishab, maka wajib dikenai
zakat. Dalam hal zakat profesi, Umar bin Abdul
Aziz adalah orang pertama yang mewajibkan zakat
atas gaji, jasa honorarium, penghasilan dan
berbagai jenis profesi.14
Fakta ketiadaan literature hokum klasik
(kitab fiqh) yang mengupas secara detail
perihal “zakat penghasilan dan jasa” kecuali13 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya,…………………,
hal. 51-51.14 Abdurrachman Qadir, Zakat dalam dimensi Mahdah dan social,
(Jakarta: raja Grafindo Persada, 1998), hal. 96.
15
literature muta’akhir seperti Yusuf al-Qardawi,
Wahbah al-Zuhayli dan lain-lain menunjukan
bukti bahwa status hukum zakat profesi masih
dalam tataran wacana ijtihadiah kontemporer.
Proses penyerapan terhadap hukum produk ijtihad
memerlukan waktu yang relative lama dan tidak
mungkin dipaksakan.
Profesi dalam Islam dikenal dengan isilah
al-kasb, yaitu harta yang diperoleh elalui
berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik,
akal pikiran maupun jasa.definisi lain profesi
dipopulerkan dengan term mihnah (profesi) dan
hirfah (wiraswasta).
Dikalangan ulama’ terdapat dua pendapat
mengenai zakat profesi. Pertama, ulama’ yang
mengatakan tidak wajib zakat profesi dengan
alasan bahwa hal itu belum pernah terjadi pada
masa Rasulullah saw. Yag disebutnya sebagai
pendapat kebanyakan ulama’ terdahulu (Ibnu
Qayyim, Ibnu Hasim, Ibnu Saibah dan Malik).
Kedua, ulama’ yang berpendapat bahwa zakat
profesi itu wajib dikeluarkan, degan merujuk
pendapat sejumlah ulama’ Mesir, semisal Abu
Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdul al-Rahman
16
Hasan, dengan landasan normatif surat al-
Ma’arij ayat 24 dan al-Taubah ayat 103.15
Muhammad al-Ghazali dalam karya al-Islam wa
al-Awda’ al-Iqtishadiyah sebagaimana dikutip Syahrin
Harahap menyatakan bahwa penghasilan berupa
jasa profesi wajib dikeluarkan zakatnya dan
nishab 653 kilogram gandum. Abu Hanifah dan Imam
Maliki menyatakan bahwa harta penghasilan itu
dikeluarkkan zakatnya bila mencapai masa
setahun penuh. Sedangkan Imam Syafi’I
berpendapat bahwa harta penghasilan gaji dan
profesi tida wajib dizakati. Ibnu Hazm juga
menyatakan bahwa terapat kekacauan pendapat dan
salah. Menurutnya, semua pendapat itu hanya
dugaan belaka, tidak memiliki landasan, baik
dari al-Qur’an, Hadits, Ijma’, maupun Qiyas,
dan yang patut dipertimbangkan adalah pendapat
Daud Zahiri yang keluar dari pertentangan
pendapat di atas. Ia berpendapat bahwa seluruh
harta penghasilan wajib dikeluarkan zakat tanpa
persyaratan satu tahun.16
Dalam kaitannya nishab zakat profesi,
terdapat perbedaan pendapat. Muhammad al-
Ghazali menyatakan nishab zakat profesi
15 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya,…………………., hal. 54-55.
16 Ibid, hal. 55.
17
diqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu 653
atau 750 kg atau 10% (dengan air hujan) atau 5%
(degan kincir atau mesin) dari hasil tanaman.
Seperti hadits Nabi saw. yang diriwayatkan dari
Salim bin Abdillah, dari ayahnya, dari Nabi
saw. bersabda: “Tanaman yang disirami dengan air hujan
atau mata air, zakatnya seper sepuluh, dan pada tanaman
yang diairi dengan alat atau mesin air zakatnya sebesar lima
persen”.
Sedangkan menurut Yusuf al-Qardawi zakat
profesi harus memenuhi syarat haul (harta cukup
satu tahun) dan diqiyaskan dengan emas atau
zakat perdagangan 2’5% senilai 85 gram emas
murni. Perbedaan pendapat tentang nishab ini
karena pertimbangan konsi social yang berbeda
dari suatu wilayah.17
Suatu definisi yang juga dipertimbagkan
sebbagai landasan zakat profesi adalah Surat
Al-Baqarah ayat 267:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil uasahamu
17 Ibid, hal. 58
18
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan
dari bumi untuk kamu”.
selain teks itu, zakat profesi juga
didasarkan pada Hadits Nabi saw.:
ه ح��ول ع�لي��� ى ي�� ت� اة� ح��� ك��� ادل ز ف ى ال�م��ال ال�مس��ت� س ف ال: ل�ي� ه ق���� ى� ال�ل��ه ع�ي�� ع�ن7 ع�لى زض��
ى( هق� ي� ح�مد و ال�ب= Bو داود و ا Cب� Bال�حول )زواة اArtinya: “Dari Ali ra. berkata: tidak ada zakat pada
harta (mal mustafad), sehingga sampai berlaku waktu satu
tahun” HR. Abu Dawud, Ahmad dan Baihaqy.
19
D. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dibahas di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa zakat merupakan suatu
kewajiban yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim
yang memiliki suatu harta ataupun usaha, yangmana
hal tersebut telah mencapai suatu nisab yang telah
ditentukan oleh para pakar zakat (ulama’).
Walaupun harta ataupun usaha yang dilakoninya
tidak termasuk barang-barang yang wajib dizakati
menurut ulama-ulama dahulu, tetap saja orang
tersebut dikenakan zakat. Seperti zakat usaha
peternakan ayam diqiyaskan dengan zakat peragangan
yang mana nisabnya diqiyaskan dengan zakat tijarah,
bukan zakat mawasyi. Lain daripada itu, zakat atas
profesipun dikenakan zakat yang rujukanya adalah
pendapat para ulama’ Mesir.
20
DAFTAR PUSTAKA
al-Zuhayli, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. vol. 2. Damaskus: Dar al-Fikr.
Ash-shiddieqy, M. Hasbi. 2009. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Hadi, Muhammad. 2010. Problematika Zakat Profesi & Solusinya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Mahjuddin. 2012. Masa’il Al-Fiqh. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Ridlwan, M. Asnawi. 2011. Pencerahan Kitb Kuning. Kediri: Lirboyo Press.
Qadir, Abdurrachman. 1998. Zakat dalam dimensi Mahdah dan social. Jakarta: raja Grafindo Persada.
21