Zakat dan permaslahannya

22
ZAKAT dan PERMASALAHANNYA MAKALAH Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Dosen Pengampu: Sahlan, S.Ag, MSI. Disusun Oleh: Abdul Aziz Lulu’ul Ma’rifah Robith Jamali JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI

Transcript of Zakat dan permaslahannya

ZAKAT dan PERMASALAHANNYA

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Lembaga-lembaga Perekonomian Umat

Dosen Pengampu: Sahlan, S.Ag, MSI.

Disusun Oleh:

Abdul Aziz

Lulu’ul Ma’rifah

Robith Jamali

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI

PURWOREJO

2015

A. PENDAHULUAN

Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah

SWT. setelah manusia dikaruniai keberhasilan dalam

bekerja atas melimpahnya harta benda. Karena memang

membayar zakat merupakan kewajiban yang telah

disyari’atkan oleh agama (al-Qur’an dan al-Sunnah).

Di samping itu, pelunasan zakat adalah semata-mata

sebagai cermin kualitas keimanannya kepada Allah

SWT.

Islam memandang bahwa harta kekayaan adalah

mutlak milik Allah SWT, sedangkan manusia hanya

sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja. Karena

harta kekayaan yang diperoleh adalah amanah yang

harus dipertanggung-jawabkan setiap pembelanjaannya

di akhirat nanti. Dengan demikian, setiap muslim

yang harta kekayaannya telah mencapai nishab dan haul

berkewajiban untuk mengeluarkan zakat, baik zakat

fitrah maupun zakat maal.

Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya

telah ditetapkan pokok-pokoknya, baik dalam al-Qur’an

maupun as-Sunnah, yaitu berupa hasil bumi, hasil peternakan,

barang yang diperdagangkan, emas, perak, dan uang.

Klasifikasi ini tampaknya kurang memadai lagi dengan

keadaan sekarang. Fiqh zakat yang sudah ada dan

1

diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam,

hampir seluruhnya hasil perumusan para ahli beberapa

abad yang lalu yang banyak dipengaruhi oleh situasi

dan kondisi setempat masa itu.

Perumusan zakat tersebut, sudah tidak memadai

lagi untuk mengatur pengelolaan zakat pada

masyarakat saat ini yang memiliki berbagai usaha

yang tidak ada pada masa lalu. Oleh karenanya,

permasalahan zakat sekarang ini memerlukan hukum-hukum

baru yang mampu menjawab ketidakpastian dan keragu-

raguan masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian zakat ?

2. Permasalahan apa yang ada pada zakat ?

C. PEMBAHASAN

1. Pengertian Zakat

Kata zakat berasal dari istiah bahasa Arab

اة� ك� ا – kata ini bersumber dari fi’il (kata kerja)ال�ز ك� زو ك����������� ز� menjadi ي�� اء ك����������� atau ز اة� ك����������� yang ز berarti tunbuh,

berkembang, suci atau bersih.1 Lalu dirumuskan

oleh beberapa ahli, antara lain:1 Mahjuddin, Masa’il Al-Fiqh, ( Jakarta: Radar Jaya Offset, 2012),

hal. 187.

2

a. Imam Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini

mengatakan:

Zakat menurut pengertian syaraa’ adalah

suatu nama khusus untuk untuk menentuan kadar

harta-benda yang akan diberikan kepada golongan

tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula.

Dinamakan zakat karena harta-benda itu tumbuh

dan mengandung barakah ketika dikeluarkan dan

ketika dido’akan oleh orang-orang yang

menerimanya.

b. Ibnub Qudamah mengemukakan pendapat Ibnu

Qutaibah yang mengatakan:

Zakat menurut pengertian syarara’ adalah

suatu yang wajib dalam harta-benda. Kata ini

dimaksudkan sesuai dengan maksud agama yang

menetapknnya. Maka zakat merupakan salah satu

rukun-rukun Islam yang lima; yaitu suatu

kewajiban menurut Kitab Allah, Sunnah Rasul-Nya

beserta Ijma’.

c. Sayyid Sabiq mengatakan:

Zakat merupakan suatu nama yang

ditetapkan kepada sesuatu benda yang

dikeluarkan oleh manusia dan hak Allah kepada

fakir-miskin. Dinamakan zakat, karena

keberadaannya mengandung harapan barakah,

kebersihan jiwa dan pertumbuhan kebaikan. Maka

3

hal tersebut dinamakan zakat, karena mengandung

pengertian tumbuh, bersih dan barakah.

Dari ketiga pengertian di atas, maka dapat

ditarik pengertian lain bahwa zakat merupakan hak-

hak orang yang telah ditentukan dalam agama,

sehingga orang yang memiliki harta-benda yang

cukup nisabnya berkewajiban agar mengeluarkannya,

karena hal itu termasuk rukun islam yang lima.2

Zakat merupakan salah satu perintah agama

yang memiliki dua garis hubungan, hubungan antara

hamba dengan Tuhannya (vertikal) dan hubungan

antara hamba dengan sesamanya (horizontal). Oleh

karenanya, selain dinilai sebagai ibadah, zakat

juga merupakan kegiatan yang bernilai

kemanusiaan,3 yang memiliki peran cukup besar

dalam mengatur ekonomi umat Islam, agar keberadaan

harta tidak hanya terkonsentrasi pada orang-orang

kaya. Dengan zakat, kekurangan fakir-miskin yang

dialami dalam kehidupan sehari-harinya dapat

tertutupi.

Begitu urgennya zakat dalam agam Islam

diilustrasikan oleh Al-Qur’an dengan penyebutan

peritah zakat bersamaan dengan perintah shalat

diberbagai tempat. Allah swt berfirman:

2 Ibid, hal. 189.3 M. Asnawi Ridlwan, Pencerahan Kitb Kuning, (Kediri: Lirboyo

Press, 2011), hal.39.

4

Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan

ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”. (QS Al-Baqarah:

43)

Salah satu pilar utama dalam rukun islam

adalah perintah zakat. Disebut demikian karena

perintah zakat bukan sekedar praktik ibadah yang

memiliki dimensi spiritual, tetapi juga social.

Zakat merupakan ibadah dan kewajiban social bagi

kaum muslim yang kaya (aghniya’) ketika memenuhi

nishab (baas minimal) dan haul (waktu satu tahun).

Secara sosiologis zakat bertujuan untuk

memeratakan kesejahteraan dari orang kaya kepada

orang miskin secara adil dan mengubah penerima

zakat menjadi pembayar zakat. Oleh karena itu,

jika zakat diterapkan dalam format yang benar,

selain dapat meningkatkan keimanan, juga dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas.4

Perintah zakat yang diturunkan pada priode

Makah baru sebatas anjuran untuk berbuat baik

kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan

bantuan. Sedangkan yang diturunkan pada priode

Madinah, adalah perintah wajib secara mutlak4 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya, (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2010), hal. 1.

5

untuuk dilakukan oleh umat Islam. Syari’ah zakat

sesungguhnya telah diditurunkan kepada Nabi-nabi

terdahulu seperti, Nabi Ibrahim as., Nabi Isma’il

as., Nabi Musa as., Nabi Isa as. dan Nabi Muhammad

saw.5

2. Permasalahan Zakat

a. Berusaha melepaskan diri dari zakat

Dalam penjelesan di atas telah

dijelaskan, bahwa zakat merupakan hak-hak orang

yang telah ditentukan dalam agama, sehingga

orang yang memiliki harta-benda yang cukup

nishabnya berkewajiban agar mengeluarkannya,

karena hal itu termasuk rukun islam yang lima.

Akan tetapi manusia masih saja mencari

jalan untuk melepaskan diri agar tehindar dari

kewajiban zakat. Yang mana orang tersebut

menjual hartanya sebelum mencapai batas nishab.

Karena kewajiban mengeluarkan zakat adalah

setelah harta tersebut mencapai nishab.

Mengenai hal tersebut di atas, Imam

Malik, Imam Ahmad, Al-Auza’i, Ishaq, Abu Ubaid

berpendapat, bahwa seseorang yang memiliki

suatu nishab dari suatu harta, lalu dijual

sebelum sempurna tahun, atau dihibahkannya,5 Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, vol. 2 (Damaskus:

Dar al-Fikr, 1989), hal.730.

6

atau dinisabkan supaya terlepas dari zakat,

tidaklah gugur zakat daripadanya dan harus

diambil pada akhir tahun apabila keadaan

tersebut dilakuka pada waktu hampir tahun.

Sekiranya dilakukan yang demikian dipermulaan

tahun, niscaya tidak wajib zakat. Karena tidak

dapat disangka bahwa yang dilakukan itu untuk

melepaskan zakat.6

Akan tetapi Imam Abu Hanifah dan Asy-

Syafi’i mengatakan; zakat gugur karena hartanya

telah kurang sebelum sempurna tahun, walaupun

ia dipandang orang yang durhaka kepada Allah.7

Golongan yang pertama berdalil dengan

firman Allah SWT. Dalam surat Al-Qalam Ayat 17-

20:

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mencobai mereka

(musyrikin Mekah) sebagaimana kami Telah mencobai pemilik-

pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka

sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari. Dan

6 M. Hasbi Ash-shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hal. 197.

7 Ibid

7

mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin). Lalu kebun itu

diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka

sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang

gelap gulita”.

Allah menyiksa mereka karena mereka ingin

melepaskan diri dari zakat dan karena mereka

bermaksud menghilangkan bagian orang yang

berhak menerimanya. Hal ini sama dengan mereka

menceraikan istrinya dalam keadaan sakit mati.

Oleh karena dia bermaksud buruk, pantaslah

mereka disiksa, sama dengan orang yang membunuh

seorang warisnya supaya ia cepat menerima harta

pusaka. Pembunuh itu diharamkan menerima pusaka

tersebut.

b. Zakat hasil peternakan ayam

Secara umum, kewajiban zakat hanya

diterapkan atas hewan ternak, mas, perak,

tanaman, buah-buahan dan harta dgangan.

Kewajiban tesebut tidak berlaku pada kesemua

jenis. Dalam zakat hewan ternak, yang wajib

dizakati meliputi unta, sapi dan kambig. Untuk

zakat tanaman hanya tertentu pada biji-bijian

yang menjadi makanan pokok seperti padi,

gandum, jagung. Sedangkan pada buah-buahan

meliputi kurma dan anggur saja.

8

Para Ulama’ sepakat bahwa hewan ternak

selain unta, sapi dan kambing (seperti ayam,

kuda dan lain-lain) tidak wajib zakat mawasyi

(zakat atas hewan ternak). Ketentuan ini

berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam

al-Bukhari yang mengisahkan tentang surat Nabi

saw. yang diberikan kepada Abu Bakar untuk

disampaikan kepada masyarakat Bahrain. Dalam

surat tersebut, Nabi saw. hanya menyebutkan

tiga jenis hewan ternak saja yang wajib

dizakati, yaitu unta, sapi dan kambing.8

Akan tetapi, Jika memang demikian bahwa

hewan ternak selain unta, sapi dan kambing

tidak wajib dizakati. Maka akan timbul

permasalah ataupun pertayaan baru. Bagaimaa

jikalau seseorang merintis usaha peternakan

ayam yang usaha tersebut mendapatkan hasil yang

cukup mengenaskan, belum genap satu tahun saja

sudah men dapatkan laba bersih 50 juta. Apakah

ayam dalam jumlah besar tersebut tidak wajib di

zakati?

Dari pertanyaan tersebut peternak tetap

terkena kuajiban zakat, akan tetapi atas nama

zakat tijarah (perdagangan) bukan zakat mawasyi

(zakat atas harta ternak), apabila dalam8 M. Asnawi Ridlwan, Pencerahan Kitab Kuning,......................................., hal.

39.

9

pembelian pertama disertai niat berdagang.9

Adapun perhitungan zakatnya sebagai berikut:

1) Pada akhir d, semua dagangan(ayam yang

diperdagangkan) ditaksir nilainya dengan

harga tertinggi (uang).

2) Mengetahui harga emas sebesar 77,58 gram

(batas minimal nishab zakat dagang).

3) Memperbandingkan nilai hasil dari kalkulasi

ayam (uang) dengan harga nishab emas.

4) Jika nilai kalkulasi ayam (uang) telah setara

atau lebih besar dari nilai harga emas atau

nishab maka wajib zakat, dan apabila masih di

bawah nilai harga emas maka tidak wajib

mengeluarkan zakat.

Jadi, hewan-hewan ternak selain unta,

sapi, dan kambing tetap terkena beban zakat

apabila hewan-hewan tersebut dijadikan komoditi

dagang, akan tetapi atas nama zakat dagang

bukan zakat hewan ternak.10 Hal ini pun dengan

syarat pemiliknya telah memenuhi beberapa

persyaratan pokok kewajiban mengeluarkan zakat,

yakni :

1) Islam

2) Merdeka

3) Hak milik secara sempurna9 Ibid, hal. 38.10 Ibid, hal. 39.

10

Selain syarat-syarat dasar di atas, juga

terdapat syarat-syarat yang wajib untuk

mengeluarkan zakat dari hewan yang diperjual-

belikan.11 Syarat-syarat tersebut adalah:

1) Ternak yang dimiliki dihasilan dari

pertukaran harta (mu’awadah) murni, seperti

jual beli. Apabila tidak melalui mu’awadah,

seperti harta (hewan) yang didapat dari

wariskan, pemberian (hibah) atau yang

lainnya. Maka hewan tersebut tidak wajib

dizakati.

2) Niat berdagang atau memperdagangkan hartanya

(hewan ternak) pada awal kepemilikannya.

3) Tidak ada tujuan untuk disimpan (qiyah) atau

digunakan untuk selain niaga sejak pertama

mulai perdaganga sampai genap satu tahun.

4) Telah melewati masa haul (satu tahun).

5) Dipertengahan tahun, keselurhan harta

dagangan tidak diuangkan untuk memberi harta

yang lain.

6) Paa akhir tahun harta dangangan te;ah

mencapai nilai satu nishab (77,58 gram emas).

Lebih spesifik, bisnis jual-beli hewan

ternak ayam dapat dikenai kewajiban zakat

dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

11 Ibid

11

1) Apabila yang dibeli pertama kali telur, maka

letak nitnya (niat dagang) adalah pada saat

membeli telur. Ketika komoditi tersebut telah

mencapai satu nishab, maka baik tellur yang

menetas ataupun yang belum menetas wajib

dihitung bersamaan ayam yang ada untuk

dikeluarkan zakatnya.

2) Apabila saat pertama kali pembelian telur

tidak iniati untuk diperjualbelikan (seperti

niat untuk diternak) dan kemudian baru

setelah menetas diniati untuk diperjual-

belikan, maka status ayam dari telur ini

tidak wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Hal

ini dikarenakan pembelian telur tidak

dibarengi dengan niat dagang. Sedangkan ayam

yang menetas setelahnya juga tidak wajib

zakat karena ayam tersebut dimiliki tidak

melalui pertukaran harta, tapi dari

penetasan.

3) Apabila uang yag digunakan untuk membeli ayam

berasal dari hasil penjualan telur yang sudah

diniati dagang pada saat pembeliannya, maka

ayam tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.

Barang-barang komoditi niaga yang terkena

beban wajib zakat meliputi semua barang-barang

yang diperjual-belikan. Penghitungan zakat

12

dimuai pada kalender Hijriah.12 Untuk nishabnya

dismakan dengan zakat mas, yaitu setara dengan

harga mas 77,58 gram. Cara mengetahui apakah

nilai barang dagangan tersebut sudah mencapai

nishab adalah dengan menghitung semua barang

dagangan (dikalkulasi dan ditaksi dengan nilai

mata uang). Apabila hasilya telah setara dengan

harga satu nishab emas (77,58 gram) maka barang

dangangan tersebut sudah wajib dizakati.

Kisaran besaran zakat yang dikeluarkan adalah

2,5% dari nilai barang dagangan.

Contoh penghitungan zakat dagangan dari

komoditi ayam adalah sebagai berikut:

“stelah genap satu tahun dari mulai

berdagangan, terkumpul barang dangangan berupa

ayam yang senilai Rp. 30.000.000,- dan laba

berupa uang sebesar Rp 10.000.000,-. Total

kesemuanya adalah Rp. 40.000.000,-. Apabila

satu nilai nishab emas (77,58 gram) sama dengan

uang sebesar Rp. 7.758.000,-, maka harta

dagangan ini (ayam) sudah mencapai lebih dari

satu nishab. Zakatnya yang wajib dikeluakan

adalah sebesar 2,5% dari keseluruhan harta

dagangan dan labanya Rp. 40.000.000,-. Berarti

12 Ibid, hal. 40.

13

yag wajib dikeluarkan sebagai zakat dagangan

adalah Rp 1.000.00,-

Untuk standar nominal pasaran (qimah)

barang dagangan adalah harga tertiggi yang

masih diminati oleh para pembeli (konsumen) di

daerah tersebut menurut pakar ekonomi pada saat

itu.

14

c. Zakat Profesi

Imam Malik bin Anas dalam karyanya al-

muwatta’ menyatakan bahwa Mu’awiyah bin Abi

Sufyan adalah khalifah pertama yang

memberlakukan pemungutan zakat dan gaji, upah

dan bonus insentif tetap terhadap prajurit

Islam. Namun sebelumnya praktik zakat yang

serupa juga dilakukan dikalangan para sahabat,

seperti ‘Umar bin Khattab memungut kharaj (sewa

tanah) dan zakat kuda, padahal keduanya tidak

dilakukan oleh Rasulullah SAW., Ibnu Abbas dan

Ibnu Mas’ud memungut zakat penghasilan,

pemberian dan bonus.13

Imam Ahmad berpedapat bahwa harta

kekayaan al-mustaghallat (pabrik, kapal, pesawat,

penyewaan rumah) jika dikembangkan dan hasil

produksi mencapai nishab, maka wajib dikenai

zakat. Dalam hal zakat profesi, Umar bin Abdul

Aziz adalah orang pertama yang mewajibkan zakat

atas gaji, jasa honorarium, penghasilan dan

berbagai jenis profesi.14

Fakta ketiadaan literature hokum klasik

(kitab fiqh) yang mengupas secara detail

perihal “zakat penghasilan dan jasa” kecuali13 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya,…………………,

hal. 51-51.14 Abdurrachman Qadir, Zakat dalam dimensi Mahdah dan social,

(Jakarta: raja Grafindo Persada, 1998), hal. 96.

15

literature muta’akhir seperti Yusuf al-Qardawi,

Wahbah al-Zuhayli dan lain-lain menunjukan

bukti bahwa status hukum zakat profesi masih

dalam tataran wacana ijtihadiah kontemporer.

Proses penyerapan terhadap hukum produk ijtihad

memerlukan waktu yang relative lama dan tidak

mungkin dipaksakan.

Profesi dalam Islam dikenal dengan isilah

al-kasb, yaitu harta yang diperoleh elalui

berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik,

akal pikiran maupun jasa.definisi lain profesi

dipopulerkan dengan term mihnah (profesi) dan

hirfah (wiraswasta).

Dikalangan ulama’ terdapat dua pendapat

mengenai zakat profesi. Pertama, ulama’ yang

mengatakan tidak wajib zakat profesi dengan

alasan bahwa hal itu belum pernah terjadi pada

masa Rasulullah saw. Yag disebutnya sebagai

pendapat kebanyakan ulama’ terdahulu (Ibnu

Qayyim, Ibnu Hasim, Ibnu Saibah dan Malik).

Kedua, ulama’ yang berpendapat bahwa zakat

profesi itu wajib dikeluarkan, degan merujuk

pendapat sejumlah ulama’ Mesir, semisal Abu

Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdul al-Rahman

16

Hasan, dengan landasan normatif surat al-

Ma’arij ayat 24 dan al-Taubah ayat 103.15

Muhammad al-Ghazali dalam karya al-Islam wa

al-Awda’ al-Iqtishadiyah sebagaimana dikutip Syahrin

Harahap menyatakan bahwa penghasilan berupa

jasa profesi wajib dikeluarkan zakatnya dan

nishab 653 kilogram gandum. Abu Hanifah dan Imam

Maliki menyatakan bahwa harta penghasilan itu

dikeluarkkan zakatnya bila mencapai masa

setahun penuh. Sedangkan Imam Syafi’I

berpendapat bahwa harta penghasilan gaji dan

profesi tida wajib dizakati. Ibnu Hazm juga

menyatakan bahwa terapat kekacauan pendapat dan

salah. Menurutnya, semua pendapat itu hanya

dugaan belaka, tidak memiliki landasan, baik

dari al-Qur’an, Hadits, Ijma’, maupun Qiyas,

dan yang patut dipertimbangkan adalah pendapat

Daud Zahiri yang keluar dari pertentangan

pendapat di atas. Ia berpendapat bahwa seluruh

harta penghasilan wajib dikeluarkan zakat tanpa

persyaratan satu tahun.16

Dalam kaitannya nishab zakat profesi,

terdapat perbedaan pendapat. Muhammad al-

Ghazali menyatakan nishab zakat profesi

15 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya,…………………., hal. 54-55.

16 Ibid, hal. 55.

17

diqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu 653

atau 750 kg atau 10% (dengan air hujan) atau 5%

(degan kincir atau mesin) dari hasil tanaman.

Seperti hadits Nabi saw. yang diriwayatkan dari

Salim bin Abdillah, dari ayahnya, dari Nabi

saw. bersabda: “Tanaman yang disirami dengan air hujan

atau mata air, zakatnya seper sepuluh, dan pada tanaman

yang diairi dengan alat atau mesin air zakatnya sebesar lima

persen”.

Sedangkan menurut Yusuf al-Qardawi zakat

profesi harus memenuhi syarat haul (harta cukup

satu tahun) dan diqiyaskan dengan emas atau

zakat perdagangan 2’5% senilai 85 gram emas

murni. Perbedaan pendapat tentang nishab ini

karena pertimbangan konsi social yang berbeda

dari suatu wilayah.17

Suatu definisi yang juga dipertimbagkan

sebbagai landasan zakat profesi adalah Surat

Al-Baqarah ayat 267:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,

nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil uasahamu

17 Ibid, hal. 58

18

yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan

dari bumi untuk kamu”.

selain teks itu, zakat profesi juga

didasarkan pada Hadits Nabi saw.:

ه ح��ول ع�لي��� ى ي�� ت� اة� ح��� ك��� ادل ز ف ى ال�م��ال ال�مس��ت� س ف ال: ل�ي� ه ق���� ى� ال�ل��ه ع�ي�� ع�ن7 ع�لى زض��

ى( هق� ي� ح�مد و ال�ب= Bو داود و ا Cب� Bال�حول )زواة اArtinya: “Dari Ali ra. berkata: tidak ada zakat pada

harta (mal mustafad), sehingga sampai berlaku waktu satu

tahun” HR. Abu Dawud, Ahmad dan Baihaqy.

19

D. KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dibahas di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa zakat merupakan suatu

kewajiban yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim

yang memiliki suatu harta ataupun usaha, yangmana

hal tersebut telah mencapai suatu nisab yang telah

ditentukan oleh para pakar zakat (ulama’).

Walaupun harta ataupun usaha yang dilakoninya

tidak termasuk barang-barang yang wajib dizakati

menurut ulama-ulama dahulu, tetap saja orang

tersebut dikenakan zakat. Seperti zakat usaha

peternakan ayam diqiyaskan dengan zakat peragangan

yang mana nisabnya diqiyaskan dengan zakat tijarah,

bukan zakat mawasyi. Lain daripada itu, zakat atas

profesipun dikenakan zakat yang rujukanya adalah

pendapat para ulama’ Mesir.

20

DAFTAR PUSTAKA

al-Zuhayli, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. vol. 2. Damaskus: Dar al-Fikr.

Ash-shiddieqy, M. Hasbi. 2009. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

Hadi, Muhammad. 2010. Problematika Zakat Profesi & Solusinya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Mahjuddin. 2012. Masa’il Al-Fiqh. Jakarta: Radar Jaya Offset.

Ridlwan, M. Asnawi. 2011. Pencerahan Kitb Kuning. Kediri: Lirboyo Press.

Qadir, Abdurrachman. 1998. Zakat dalam dimensi Mahdah dan social. Jakarta: raja Grafindo Persada.

21