Potensi Dan Problematika Penerimaan Zakat Di Indonesia

21
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Potensi Dan Problematika Penerimaan Zakat Di Indonesia A.Pendahuluan Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta kekayaan sampai dengan jumlah tertentu yang telah mencapai nisab. Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zakayang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih, dan baik. Sedangkan secara terminologi, zakat berarti aktivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan dan syarat-syarat tertentu yang sudah ditetapkan untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (8 asnaf) menurut ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat- zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus- pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60) Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah, seperti dalam QS Al-Baqarah:43 "Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku" dan QS At-Taubah:103 "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka..." serta dalam Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Transcript of Potensi Dan Problematika Penerimaan Zakat Di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Potensi Dan Problematika Penerimaan Zakat Di

Indonesia

A.Pendahuluan

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya

wajib bagi setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta

kekayaan sampai dengan jumlah tertentu yang telah mencapai

nisab. Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka”

yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih, dan baik.

Sedangkan secara terminologi, zakat berarti aktivitas

memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam

jumlah dan perhitungan dan syarat-syarat tertentu yang sudah

ditetapkan untuk diberikan kepada golongan yang berhak

menerimanya (8 asnaf) menurut ketentuan dan syarat-syarat

yang telah ditetapkan. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-

zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-

pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)

budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan orang-orang

yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan

Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60)

Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat,

haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan

Alquran dan Sunah, seperti dalam QS Al-Baqarah:43 "Dan

dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku"

dan QS At-Taubah:103 "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan

zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka..." serta dalam

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

HR.Bukhari “Zakat itu dipungut dari orang-orang kaya di antara mereka, dan

diserahkan kepada orang-orang miskin.”

Zakat atas diri dikenal dengan zakat fitrah yang harus

ditunaikan setiap tahun di akhir bulan Ramadhan, sedangkan

zakat atas harta dikenal dengan zakat mal dan dikeluarkan

bila telah memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Zakat mal

yang telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW antara lain,

zakat binatang ternak, zakat pertanian, zakat emas dan

perak, zakat barang hasil tambang, laut dan rikaz, serta

zakat perdagangan. Seiring dengan perkembangan zaman, para

ulama berdasarkan prinsip keadilan menyetujui dan sepakat

pengenaan zakat atas harta lainnya, seperti zakat investasi,

zakat profesi dan penghasilan, zakat atas uang, dan zakat

perusahaan/institusi.

Zakat berbeda dengan infak atau shadaqah dan sumbangan

yang bersifat tidak wajib, namun berbeda pula dengan pajak.

Aturan mengenai mengenai zakat ditetapkan Allah SWT dan

diatur melalui syariah Islam. Hal ini yang membedakan dengan

pajak yang merupakan kewajiban yang timbul dan ditetapkan

oleh pemerintah negara.

Zakat memiliki peran yang besar bagi umat muslim,

selain bisa membersihkan harta dan jiwa bagi pemberi zakat,

zakat terutama berfungsi dalam bidang moral, sosial, dan

ekonomi. Zakat merupakan sarana kegiatan sosial

kemasyarakatan dan kemanusiaan untuk menghindari kesenjangan

sosial dan ekonomi antara si kaya dan si miskin dalam

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan

kemiskinan.

Zakat menjadi unsur penting mewujudkan keseimbangan

dalam distribusi harta dan tanggung jawab individu dalam

masyarakat dan merupakan salah satu unsur pokok tegaknya

syariat Islam. Aplikasi utama dalam ajaran Islam adalah

tentang ta’awun (gotong-royong), ukhuwah (persaudaraan), dan

keadilan. Zakat walaupun secara lahiriah merupakan aturan

materi saja, tetapi tidak bisa dilepaskan dari akidah,

ibadah, nilai, akhlak, politik, sosial, dan ekonomi, dari

problematika pribadi dan masyarakat serta dari kehidupan

secara material dan spiritual.

B.Pengelolaan Zakat di Indonesia

Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam Undang-

Undang No.38 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Undang-undang

tentang pengelolaan zakat ini dimaksudkan agar dilakukan

pengelolaan dan penerimaan zakat secara terorganisasi dan

profesional agar zakat memberi manfaat optimal dalam

pembinaan umat.

Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat dan Sumbangan

Keagamaan yang Sifatnya Wajib Dapat Dikurangkan dari

Penghasilan Bruto. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

2010 telah diatur bahwa Zakat atau sumbangan keagamaan yang

sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

meliputi, zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib

Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/ atau oleh Wajib

Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama

Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang

dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Pengelolaan zakat di Indonesia diberdayakan melalui

BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) pusat yang bertugas

sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara

nasional dan mengoordinasi seluruh lembaga zakat yang sudah

terdaftar. Selain itu, terdapat Lembaga Amil Zakat (LAZ)

yang merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat yang

memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat. Sementara, Unit Pengumpul Zakat yang

selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang

dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.

Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan 20

Badan/Lembaga sebagai penerima zakat atau sumbangan

Keagamaan yang sifatnya wajib. Nantinya, zakat atau

sumbangan keagamaan ini dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto. Badan/Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat

atau sumbangan meliputi satu Badan Amil Zakat Nasional, 15

Lembaga Amil Zakat (LAZ), 3 Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan

Shaaqah (LAZIS) dan 1 Lembaga Sumbangan Agama Kristen

Indonesia.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Sementara untuk pelaksanaan akuntansi, DSAK IAI (Dewan

Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia) telah

mengeluarkan ED PSAK 109 tentang akuntansi untuk lembaga

amil zakat, infak, dan shadaqah. Dengan telah diterbitkannya

ED PSAK 109 tersebut diharapkan pengelolaan zakat, infak,

dan shadaqah akan lebih transparan dan mencapai sasaran,

sesuai dengan tuntunan syariah Islam.

Penerimaan zakat, infak dan shadaqah di Indonesia

hingga saat ini yang dikumpulkan oleh BAZNAS dari para

mustahik di seluruh penjuru Indonesia tahun 2013 mencapai

Rp3 triliun atau baru sekitar 1 persen lebih dari potensi

ZIS yaitu sebesar Rp217 triliun yang bisa dikumpulkan BAZ

daerah. Permasalahan zakat di Indonesia ini tidak lepas dari

kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar zakat yang

masih rendah, khususnya dalam membayar zakat mal. Selain

itu, budaya masyarakat Indonesia yang cenderung lebih suka

membayar zakat secara langsung tanpa melalui lembaga zakat.

Pengelolaan zakat secara profesional masih lebih

terfokus di perkotaan, sementara di perdesaan,

pelaksanaannya lebih banyak diserahkan kepada partisipasi

pribadi masing-masing. Para muzaki (wajib zakat) cukup

menyerahkan kepada mustahik (berhak penerima zakat)-nya di

tempat tinggal masing-masing, tanpa menghiraukan pengelolaan

yang lebih baik melalui badan amil zakat.

C.Potensi Penerimaan Zakat di Indonesia

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Potensi zakat tidak lepas dari pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan pendapatan dan

taraf hidup sebagian besar masyarakat Islam Indonesia

membuat potensi pembayar zakat semakin besar pula. Pemasukan

zakat yang tinggi dapat membantu mengatasi berbagai masalah

sosial, terutama kemiskinan dan keterbelakangan di kalangan

masyarakat Muslim di Indonesia.

Menurut Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional, Didin

Hafidhuddin menyebutkan potensi zakat nasional mencapai

Rp217 triliun setiap tahunnya atau sebesar 3,4 persen dari

PDB Indonesia jika dihitung dari jumlah penduduk Indonesia

yang mencapai 250 juta jiwa dengan populasi muslim

diperkirakan mencapai 87 persen. Akan tetapi, hasil zakat,

infak dan shadaqah yang dikumpulkan oleh BAZNAS dari para

mustahik di seluruh Indonesia hingga tahun 2013 masih

sangat jauh dari optimal, yaitu baru mencapai Rp3 triliun

atau baru sekitar 1% lebih dari potensi ZIS yang bisa

dikumpulkan BAZ daerah. Sementara itu, total penerima dana

manfaat zakat mencapai 1,7 juta orang atau sekitar 6,07

persen dari total penduduk miskin di Indonesia.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Sumber: Laporan BAZNAS, 2013

Walaupun demikian, terlihat dalam grafik, selalu ada

kenaikan jumlah pemberi zakat setiap tahunnya. Seperti pada

2011 penerimaan ZIS mencapai Rp1,7 triliun, kemudian di 2012

meningkat kembali menjadi Rp2,2 triliun dan untuk tahun 2013

penerimaan ZIS mencapai Rp3 triliun. Meningkatkan penerimaan

zakat setiap tahunnya ini dikarenakan semakin peduli dan

sadarnya para mustahik atau warga yang mampu untuk

memberikan sumbangan zakatnya melalui BAZNAS baik yang ada

di daerah maupun pusat yang nantinya dialokasikan kembali

untuk kepentingan kesejahteraan umat.

Potensi penerimaan zakat di Indonesia saat ini apabila

hanya zakat fitrah yang dihitung, maka jumlahnya tidak

terlalu besar. Dengan memperhitungkan jumlah penduduk

Indonesia mencapai 250 juta jiwa dan populasi Muslim

diperkirakan mencapai 87 persen, populasi Muslim kurang

lebih ada sekitar 217 juta jiwa. Jika jumlah penduduk miskin

Indonesia ada sekitar 30 persen dan penduduk hampir miskin

sekitar 20 persen, maka wajib zakat ada sekitar 108 juta

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

2009 2010 2011 2012 20130

0.51

1.52

2.53

3.5

Penerimaan Zakat di Indonesia (dalam triliun rupiah)

Penerimaan Zakat

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

jiwa. Jika setiap jiwa mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 kg

atau setara dengan Rp 25.000, maka potensi zakat fitrah

mencapai Rp 2,7 triliun.

Potensi terbesar adalah zakat mal. Berdasarkan analisis

perhitungan Litbang Kompas (Kompas, 3 Agustus 2013), potensi

zakat dari penghasilan profesi tak kurang dari Rp 6,7

triliun per bulan atau Rp 80,3 triliun per tahun. Jumlah

tersebut dihitung dengan asumsi nilai penghasilan minimal

kena zakat (nisab) saja. Jadi, potensi zakat sesungguhnya

bisa lebih tinggi lagi. Karena jumlah tersebut hanya potensi

dari zakat profesi (penghasilan). Padahal potensi zakat lain

nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain zakat dari

kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang

simpanan atau deposito, investasi, hadiah atau bonus

perusahaan, hibah dan peternakan. Nilai zakat nasional akan

terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah

masyarakat kelas menengah di tanah air.

Data Bank Indonesia menyebutkan jumlah simpanan dalam

bentuk giro, tabungan dan simpanan berjangka, baik dalam

mata uang rupiah maupun asing pada akhir tahun 2012, sebesar

Rp 3.225 triliun. Jika diasumsikan separuhnya dari simpanan

dana itu milik umat Islam, estimasi zakat mal setelah

setahun jumlahnya sekitar Rp 40 triliun.

Potensi pertumbuhan kelas menengah Muslim juga terus

meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas pendidikan

dan kualitas kesejahteraannya. Kualitas kesejahteraan

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang terus

membaik, sehingga banyak muncul kelas menengah baru.

Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan kelas

menengah paling pesat. Survei yang dilakukan McKinsey Global

Institute (2012) menyebutkan Indonesia berpotensi menjadi

negara maju, setidaknya akan tercapai pada tahun 2030.

McKinsey Global Institute juga memperkirakan ekonomi Indonesia

menjadi terbesar ke-7 dunia pada 2030 mendatang.

Menurut The Boston Consulting Group, golongan kelas menengah

Indonesia membelanjakan uang per bulan minimal Rp 2 juta

hingga lebih dari Rp 7,5 juta per rumah tangga. Pada tahun

2012, golongan ini jumlahnya mencapai 73,9 juta jiwa.

Sementara berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia dan Bank

Dunia, jumlah kelas menengah di Indonesia periode 1999-2010

naik sekitar 7,85 persen per tahun. Jumlah kelas menengah

tahun 2010 mencapai 56,5 persen dari total populasi atau

sekitar 134 juta jiwa. Kelompok ini membelanjakan uang 2

dolar AS hingga lebih dari 20 dolar AS per kapita per hari.

McKinsey Global Institute juga memperkirakan pada tahun 2030

pertumbuhan kelas konsumen Indonesia bisa menjadi 135 juta

dari 45 juta penduduk yang saat ini berpendapatan US$ 3.600

per kapita per tahun.

Berdasarkan hasil penelitian oleh IPB bekerjasama

dengan BAZNAS mengenai potensi Zakat di Indonesia tahun

2012, terdapat sekitar 217 triliun potensi besaran nominal

dari Zakat yang dapat terkumpul setiap tahunnya. Adapun

potensi tersebut didapat dari 3 pengelompokan potensi sumber

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Zakat; potensi Zakat rumah tangga, potensi Zakat industri

menengah dan besar, serta Zakat BUMN dan potensi Zakat dari

tabungan secara nasional. Besaran Zakat yang dikeluarkan

untuk rumah tangga secara nasional mencapai angka 82.7

triliun, sedangkan industri menyumbang sekitar 114.89

triliun (industri pengolahan, BUMN dan industri lainnya).

Untuk potensi Zakat dari tabungan, dihitung dari jumlah

tabungan yang telah mencapai nishab-nya yaitu mencapai angka

17 triliun. Khusus untuk potensi Zakat industri, besaran

penerimaan Zakat dihitung dari laba bersih, belum termasuk

piutang usaha dan utang jatuh tempo perusahaan yang

dikelompokkan sebagai pengurang Zakat, sehingga besaran

Zakat industri adalah Zakat minimal yang dapat dihasilkan.

Tingginya potensi Zakat terhadap PDB merupakan bukti bahwa

Zakat dapat dijadikan sebagai instruman dalam menggerakan

perekonomian nasional, khususnya dalam hal pengurangan angka

kemiskinan.

Salah satu indikator perekonomian sebuah negara adalah

besaran Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah nilai

keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam

suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Dengan definisi

tersebut, dapat diasumsikan jika Indonesia dengan mayoritas

beragama Islam dapat menyumbang minimal 2.5% dari PDB, maka

besaran nominal yang dapat dikumpulkan untuk dapat

disalurkan kepada mereka yang berhak menerima Zakat menjadi

sangat besar. Namun demikian fakta dilapangan menunjukan hal

yang berbeda, belum ada satupun negara dengan mayoritas

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

penduduknya beragama Islam yang mampu mengumpulkan Zakat

hingga 2.5% dari total PDB negara-negara tersebut.

Peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menyatakan, dari semua

provinsi yang ada di Indonesia, DKI Jakarta menjadi provinsi

dengan potensi zakat terbesar. Di DKI Jakarta dari 100 orang

yang wajib membayar zakat, hanya 11 orang yang berhak

menerima zakat. Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta memang

memiliki tingkat perekonomian lebih baik dibandingkan

provinsi lain. Sehingga tidak heran jika jumlah muzaki lebih

besar dibanding mustahik dengan rasio 0,11. Rasio terendah,

selain Jakarta, terjadi juga di beberapa wilayah lain

seperti, Bali (0,16), Kepulauan Riau (0,26), Kepulauan

Bangka Belitung (0,35), dan Kalimantan Selatan (0,38).

Menurut Abdillah, metode yang digunakan untuk

menentukan muzakki (orang yang wajib membayar zakat) adalah

nishab (perhitungan menurut ketentuan Islam) zakat profesi

disetarakan dengan zakat pertanian sebesar 653 kg gabah

kering giling atau setara dengan 522 kg beras. Dengan asumsi

1 kg beras harganya Rp 5.000, maka nilai nishab dalam bentuk

uang adalah 522 kg x Rp 5000 = 2.610.000 per bulan. Asumsi

per bulan dipakai karena umumnya pekerja memperoleh upah

setiap bulan. Sedangkan untuk mustahik (penerima zakat)

hanya difokuskan pada fakir miskin yang beragama Islam.

Golongan lain yang sebenarnya berhak juga menerima zakat

seperti mualaf (orang yang baru masuk Islam) tidak

dimasukkan.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

D.Permasalahan Penerimaan Zakat di Indonesia

Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia dari

sisi jumlah penduduk, namun penerimaan zakatnya masih belum

optimal. Hingga saat ini baru sebesar 1% lebih dari potensi

zakat yang dapat diterima dan dikelola pemerintah melalui

BAZNAS. Belum optimalnya penerimaan zakat di Indonesia ini

disebabkan beberapa hal, diantaranya:

Pertama, rendahnya tingkat kesadaran umat dalam

menunaikan kewajiban zakat. Banyak orang kaya yang mempunyai

tabungan ratusan juta rupiah. bahkan miliaran rupiah, belum

semuanya sadar untuk membayar zakat. Kesadaran membayar

zakat masyarakat Indonesia masih sebatas membayar zakat

fitrah yang dikeluarkan saat puasa Ramadhan. Padahal potensi

zakat lain nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain

zakat dari penghasilan/profesi, kepemilikan emas dan perak,

pertanian, perdagangan, uang simpanan atau deposito,

investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah, dan

peternakan.

Kedua, rendahnya tingkat kepercayaan para muzaki

terhadap pengelola zakat, baik yang berasal dari masyarakat

maupun dari aparat pemerintah. Hal itu terkait dengan

kondisi tingkat integritas dan kejujuran aparat pemerintah

yang masih rendah. Para muzaki masih meragukan mental dan

perilaku aparat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus

korupsi di negeri ini. Akibatnya berimbas pada rendahnya

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran aparat

pemerintah yang ditugasi mengelola zakat.

Ketiga, masih terdapat silang pendapat di antara ulama

dalam zakat profesi. Sebagian ulama berpendapat wajib, dan

sebagian lainnya mengatakan tidak wajib. Bagi ulama yang

menyatakan wajibnya zakat profesi adalah di-qiyas-kan dengan

zakat pertanian. Begitu pertanian panen dan telah memenuhi

nishab-nya, wajib berzakat, tanpa harus menunggu haul.

Sementara ulama yang menyatakan zakat profesi tidak wajib

berargumentasi tidak ada dalilnya. Padahal potensi hasil

dari zakat profesi ini cukup besar.

Keempat, belum optimalnya penerimaan zakat karena budaya

masyarakat Indonesia yang cenderung lebih suka membayar

zakat secara langsung, tidak melalui lembaga penyalur zakat

khususnya BAZNAS sehingga datanya tidak terhimpun. Kebiasaan

masyarakat Indonesia ini berlangsung sejak dahulu dan untuk

mengubah kebiasaan itu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang

singkat. Selain itu, lembaga-lembaga zakat yang berdiri

cenderung independen dan mencanangkan program masing-masing

yang lemah membangun koordinasi dan sinergi antar lembaga.

Kelima, Kehadiran PP Nomor 14 tahun 2014 justru semakin

menguatkan dugaan adanya upaya sistematis pelemahan kekuatan

civil society yang dilakukan oleh negara melalui pembatasan

eksistensi LAZ yang dilahirkan masyarakat. Hal ini berkaitan

dengan pembatasan pembentukan perwakilan LAZ jelas

bertentangan dengan Pasal 26 UU Zakat yang menyatakan bahwa

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas

dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan

kewilayahan. Upaya pelemahan ini sudah terasa sejak

diterbitkannya UU 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat

yang juga mengundang kontroversi luas di berbagai kalangan

hingga berujung pada gugatan judicial review di Mahkamah

Konstitusi (MK).

E.Alternatif Solusi Permasalahan Penerimaan Zakat Di

Indonesia

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa hingga

saat ini masih terjadi kesenjangan antara realisasi

penerimaan zakat dan potensi yang ada, padahal potensinya

sangat tinggi. Pemerintah dalam hal ini harus segera

bertindak cepat untuk melakukan langkah-langkah strategis

guna mengoptimalkan potensi besar zakat yang kerap kali

terabaikan. Posisi zakat harus diperkuat eksistensinya dari

aspek regulasi, SDM, sarana dan prasarana termasuk

sosialisasi zakat yang terus menerus. Zakat juga harus

memiliki posisi yang kuat secara hukum dan politik serta

mendapat dukungan penuh dari pemerintah dalam hal alokasi

anggaran, penerapan kebijakan zakat sebagai faktor pengurang

pajak dan kemudahan dalam hal membayar zakat serta

pemutakhiran data penerima zakat.

Selain itu, kebijakan perekonomian pemerintah juga

harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zakat sebagai

potensi ekonomi yang belum tergali secara optimal. Kebijakan

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

zakat sebagai faktor pengurang pajak menjadi penting

peranannya sebagai stimulus fiskal bagi pemerintah.

Kebijakan stimulus fiskal ini sudah lazim berlaku dinegara-

negara lain seperti di Eropa dan Amerika yang menerapkan

donasi sosial sebagai faktor pengurang pajak, di Malaysia

dan Brunei yang menggunakan zakat sebagai faktor pengurang

pajak. Dampak yang dihasilkan pun cukup signifikan dari sisi

penerimaan pajak dan zakat.

Dari aspek operasional zakat, harus dicermati dalam hal

mekanisme penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Dengan

dukungan perencanaan serta program dan kegiatana yang jelas

diharapkan zakat akan memiliki peran strategis dan vital

terhadap perkembangan perekonomian negara dan umat. zakat

diharapkan bukan hanya sekedar transfer kekayaan, sehingga

kurang manfaatnya bagi para penerima zakat, lebih dari itu,

potensi zakat sebagai pendorong PDB sebagai komponen

konsumsi rumah tangga yang akan berpengaruh pada

perekonomian.

Regulasi penguatan kelembagaan juga menjadi isu yang

tidak kalah penting dalam rangka optimalisasi zakat dalam

perekonomian. Kelembagaan zakat seperti BAZNAS sudah

seharusnya menjadi bidang prioritas, misalnya dengan

memberikan peran strategis sebagai koordinator lembaga zakat

lainnya dan penguatan sinergi antara lembaga zakat dan

otoritas fiskal. Dengan adanya sinergi antara kedua lembaga

tersebut akan berdampak luas dalam penyusunan anggaran

dimana zakat sudah terintegrasi kedalam tatanan kelembagaan

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

dan kegiatan masing-masing kementerian, sehingga pemanfaatan

dana yang tersedia untuk program pengentasan kemiskinan

menjadi lebih terarah.

Saat ini BAZNAS sebagai lembaga yang melakukan

pengelolaan zakat secara nasional melakukan lima langkah

untuk mengatasi persoalan tersebut. Langkah pertama,

sosialisasi. Kedua, penguatan lembaga amil zakat yang dapat

dipercaya. Ketiga, pemberdayaan zakat untuk berbagai program

kerja. Keempat, penguatan regulasi, dan kelima, kerjasama.

BAZNAS bertindak sebagai operator dan juga koordinator,

semua badan harus di bawah koordinasi BAZNAS sehingga tidak

terjadi tumpang tindih.

Fokus BAZNAS adalah sebagai regulator dan bukan

operator yang bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem yang

terkoordinasi, rapi, serta bersinergi. Untuk mewujudkan hal

itu, pemerintah harus turut mendorong posisi BAZNAS sebagai

unit lembaga publik yang operasionalnya hanya sebatas pada

pengawasan, pembuatan peraturan, dan perlindungan. Ini

berarti bahwa dalam pelaksanaan pembayaran zakat memerlukan

sebuah dorongan dan arahan supaya tujuan zakat dapat

tercapai sesuai dengan ketentuan dan hukum Islam.

Lembaga amil zakat (LAZ) dapat menjalankan peran

semaksimal mungkin sebagai mitra pemerintah dalam mengelola

potensi zakat yang ada di masyarakat untuk menyejahterakan

masyarakat. Sebagai institusi yang memiliki wewenang

menghimpun dana masyarakat secara legal formal, LAZ memiliki

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

akses dalam mengambil pos-pos keuangan di masyarakat yang

tidak terjangkau oleh pajak pemerintah.

Saat ini Indonesia sudah memiliki landasan yang kuat

untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat melalui Undang-Undang

No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, namun harus

diakui hingga saat ini implementasinya belum optimal. Meski

sudah berjalan, namun undang undang tersebut belum optimal

sebagai landasan operasional dalam upaya mensukseskan

gerakan zakat nasional. Melalui undang-undang tersebut

diharapkan pengumpulan zakat dapat dikelola secara

profesional dengan kemanfaatan secara berkelanjutan untuk

umat.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014

tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat

seharusnya menjadi langkah awal menuju perubahan struktur

organisasi BAZNAS di semua tingkatannya. Jika selama ini,

organisasi BAZNAS di berbagai daerah digerakkan oleh para

pengurus dari unsur pemerintah (pegawai negeri), di samping

unsur ulama dan tokoh masyarakat, maka ke depan dalam

organisasi BAZNAS di daerah yang lebih dominan adalah unsur

masyarakat.

F.Kesimpulan

Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus

ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga kita tidak

dapat memilih untuk membayar zakat atau tidak. Zakat

memiliki aturan yang jelas, mengenai harta apa yang harus

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

dizakatkan, batasan harta yang terkena zakat, demikian juga

cara perhitungannya, bahkan siapa saja yang boleh menerima

harta zakat juga telah diatur oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Perkembangan zakat di Indonesia saat ini memang cukup

menggembirakan dengan lahirnya UU No 38 tahun 1999 tentang

Zakat, disusul dengan lahirnya UU No 23 Tahun 2011 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat, akan tetapi

pelaksanaan dan pencapain apa yang menjadi tujuan UU

tersebut belum optimal. Hal ini disebabkan karena zakat

sampai saat ini masih dipahami hanya sebatas kegiatan

mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Padahal inti dari

kewajiban zakat lebih dari itu ada aspek pendidikn moral dan

pemberdayaan ekonomi yang selama ini kurang dipahami oleh

masyarakat.

Permasalahan dalam pembagian zakat di Indonesia

menunjukkan belum seriusnya perhatian pemerintah akan hal

ini. Pemerintah secara rutin hanya meningkatkan perhatian

pada pungutan dan pendistribusian pajak. Padahal dengan

jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia

merupakan negara yang sebenarnya bisa menjadi contoh negara

lain bagaimana zakat dikelola dan di distribusikan. Zakat

bisa menjadi pemasukan yang luar biasa dan mungkin akan

melebihi dana yang terkumpul lewat pajak jika dikelola

dengan baik. Zakat dapat dijadikan solusi bagi pemerintah

dalam pengentasan kemiskinan dan juga meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Potensi ZIS (Zakat, Infaq dan Shodaqoh) dimasyarakat

sangar besar apabila dilihat dari jumlah penduduk muslim di

Indonesia, hal ini jika tidak dikelola dengan baik akan

menjadi sebuah hal yang merugikan. Keberadaan lembaga amil

zakat, baik pemerintah atau independen, seharusnya bisa

menjadi garda terdepan dalam inisiator pemberdayaan

masyarakat dengan berbekal dana yang telah dikumpulkan.

Potensi ZIS ini setidaknya merupakan sebuah aset penting

yang belum banyak dimaksimalkan.

Revitalisasi dan optimalisasi zakat dapat ditempuh

melalui penguatan tata kelola zakat, penguatan kelembagaan

organisasi zakat, penguatan regulasi dan penegakkan

hukumnya, termasuk perlunya dukungan politik dan penguatan

pengawasan zakat. Pemerintah membawahi semua lembaga amil

zakat, mengontrol, mengevaluasi. Dengan masuknya pemerintah

sebagai agen utama penggerak zakat, maka zakat nantinya bisa

diharapkan membawa manfaat sebagai pilar redistribusi

kesejahteraan nasional. Dalam pelaksanaannya, idealnya

memang zakat dikelola oleh negara, yang ditujukan bagi

kesejahteraan masyarakat.

Keterlibatan negara harus ditempatkan pada semangat

menjaga akuntabilitas pengelolaan zakat untuk meminimalisir

penyimpangan yang terjadi sehingga zakat betul-betul dapat

membantu negara dalam upaya pengentasan kemiskinan,

perbaikan sosial, pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan

pertumbuhan ekonomi nasional.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

Referensi:

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia.

Edisi 2 Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat dan

Sumbangan Keagamaan

Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika danBisnisUniversitas Gadjah

http://beritasatu.com/blog/ekonomi/2764-optimalisasi-

pengelolaan-dan-regulasi-zakat.html (diakses 30 Mei

2014 pukul 15.50 wib)

http://www.fimadani.com/jakarta-memiliki-potensi-zakat-

terbesar-di-indonesia/(diakses 30 Mei 2014 pukul 15.30

wib)

https://id.berita.yahoo.com/ketua-BAZNAS-potensi-zakat-

nasional-rp213-7-triliun-082216224.html (diakses 29

Mei 2014 pukul 20.17 wib)

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?

Itemid=57&catid=2:islam-kontemporer&id= 1192:menanti-

kiprah-pemerintah-terhadap zakat (diakses 29 Mei 2014

pukul 20.17 wib)

http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/pp-no-14-tahun-2014-

dan-perubahan-organisasi-baznas/ (diakses 29 Mei 2014

pukul 19.25 wib)

http://pusat.baznas.go.id/laporan-bulanan/ (diakses 29 Mei

2014 pukul 19.30 wib)

http://zakat.or.id/ (diakses 30 Mei 2014 pukul 18.50 wib)

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia