Post on 20-Jan-2023
TUGAS MATA KULIAH: PRILAKU ORGANISASI
( Dr. Aris Budiman, M.Si )
PERAN KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM MEMBANGUN CITRAPOSITIF dan MENGEMBALIKAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
TERHADAP POLRI
Oleh :
M. Fadris Sangun Ratu Lana, S.IkNPM : 1006749365
Program MagisterProgram Pascasarjana Universitas Indonesia Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian –
Jakarta, 23 Desember 2011
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KAJIAN ILMU KEPOLISIANPROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM MEMBANGUN CITRA POSITIF dan MENGEMBALIKAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP POLRI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Polri merupakan institusi pemerintahan yang mengemban
fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat. Dari fungsi tersebut sebagaimana yang
tertuang dalam UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, maka sudah seharusnya Polri
senantiasa memperbaiki diri dalam hal penampilan
organisasinya yang meliputi aspek kultural, struktural dan
instrumental.
1 | K I K - X V
Tuntutan akan terus adanya perubahan ini tentunya
mengacu dari keadaan pada perubahan dinamika masyarakat
yang cenderung akan semakin kompleks dan kritis dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Selain itu dengan
adanya perubahan tersebut secara otomatis akan membentuk
corak perilaku organisasi Polri atau karakteristik
organisasi Polri yang dapat seiring dan sejalan dengan
keinginan yang diharapkan oleh masyarakat yang dilayaninya.
Dalam proses membangun dirinya tersebut, juga harus selalu
selaras dengan agenda pembangunan nasional yang memuat
Visi, Misi, Strategi Pokok Pembangunan, Kebijakan dan
Sasaran serta Program dan Kegiatan.
Namun pada kenyataannya perilaku personil Polri sendiri
masih banyak yang tidak menggambarkan dirinya selaku
pelindung dan pengayom masyarakat. Berbicara kasar dan
membentak-bentak serta sikap tak sopan dalam melayani
masyarakat masih sering ditemukan baik itu diluar ataupun
di dalam kantor kepolisian. Sikap semacam ini dan segala
bentuk illegal activities lainnya sulit dihilangkan, manakala
polisi dalam melaksanakan tugasnya tidak memiliki
integritas moral yang tangguh.
Polri merupakan institusi atau organisasi pemerintahan
yang bergerak di bidang pelayanan publik, dengan demikian
setiap harinya personil polri akan berinteraksi dengan
masyarakat. Dalam berinteraksi terjadi komunikasi dua arah
dengan tujuan pencapaian apa yang diinginkan dari kedua
belah pihak tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh
Katherine Miller “Organizational communication, broadly speaking is :
people working together to achieve individual or collective goal.” Dalam2 | K I K - X V
dunia kerja, komunikasi merupakan satu hal yang paling
penting dan menjadi bagian dari tuntutan profesi
(keahlian).
Kadang-kadang penyebab rusaknya hubungan antar individu
dalam suatu organisasi, adalah adanya miskomunikasi.
Miskomunikasi tersebut dapat terjadi antara Kapolres atau
Kasat dengan anggotanya atau antara anggota polisi itu
sendiri. Apabila hal tersebut dibiarkan akan membuat
proses penyampaian program kepolisian atau kebijakan
pimpinan yang berisi pesan dari pimpinan kesatuan kepada
anggotanya selaku pelaksana terdepan tidak dapat terlaksana
dengan baik dan benar, sehingga pencapaian tujuan
organisasi tidak akan tercapai.
Selain berfungsi memperlancar dan mengarahkan pekerjaan
menuju tujuan yang ditetapkan organisasi. Komunikasi juga
merupakan sarana mengevaluasi dan memperoleh informasi
keluhan bawahan dalam melaksanakan tugasnya sehingga
pimpinan dapat memiliki keputusan yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam organisasi.
Untuk bisa berkomunikasi dengan baik dibutuhkan tidak
hanya bakat, tapi terutama kemampuan untuk melakukan proses
belajar yang kontinyu. Keterampilan berkomunikasi yang baik
meliputi kemampuan dasar untuk mengirim dan menguraikan
pesan secara akurat dan efektif untuk memperlancar
pertemuan, untuk memahami cara terbaik dalam penyebaran
informasi dalam sebuah organisasi, serta untuk memahami
makna simbolis tindakan-tindakan seseorang sebagai
pimpinan.
3 | K I K - X V
2. Rumusan Permasalahan
Polri juga merupakan instansi pemerintahan yang
bergerak di bidang pelayanan publik, yang keseharian dari
pelaksanaan tugasnya berhadapan langsung dengan masyarakat.
Dengan demikian personil Polri harus memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik untuk menunjang pelaksanaan tugas
tersebut.
Pada saat berkomunikasi sangat penting terbentuknya
komunikasi dua arah antara pengirim dan penerima pesan.
Dengan terbentuknya komunikasi dua arah tersebut akan lebih
mudah dan efektif bagi personil Polri menyampaikan
informasi-informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat
atau sebaliknya polisi dapat menggali informasi dan
mengetahui keinginan dari masyarakat, sehingga polisi dapat
mengambil tindakan secepat mungkin.
Dengan membangun komunikasi sehingga terjadi komunikasi
dua arah, dengan demikian terjalin suatu relasi yang
memuaskan bagi kedua belah pihak serta terjalin hubungan
kerjasama yang efektif. Hal ini tidak dapat terjalin bila
personil polri itu sendiri tidak memiliki kemampuan
komunikasi, oleh karena itu perlu diterapkan suatu
pelatihan khusus tentang kepribadian yang didalamnya sudah
mencakup pengetahuan cara berkomunikasi yang baik dan
benar.
Dari penjabaran secara singkat mengenai membangun
komunikasi atau menjalin komunikasi dengan masyarakat yang
4 | K I K - X V
mana kedudukan masyarakat tersebut merupakan mitra kerja
polri yang harus selalu dijaga hubungan baiknya. Timbul
suatu pertannyaan, bagaimana proses komunikasi dalam
organisasi/institusi Polri dapat menjadi kekuatan yang
sangat signifikan dalam mencapai tujuan dari visi dan misi
Polri yang telah ditentukan sebelumya ?
BAB II
PEMBAHASAN
3. Analisis dan Pemecahan Masalah
3.1 Komunikasi Organisasi
Sebelum menjawab pertanyaan yang tertulis pada
pokok permasalahan ada baiknya kita mengetahui terlebih
dahulu apa dan bagaimana Komunikasi Organisasi itu.
Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah
laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang
ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup
pengertian yang lebih luas dari sekadar wawancara.
5 | K I K - X V
Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan
tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi
(Johnson, dalam Supratiknya, 1995 : 30).
Sementara secara sempit komunikasi diartikan
sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu
atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk
mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap
bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling
mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna
tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat
verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal
berupa ekspresi ataupun ungkapan tertentu dan gerak
tubuh.
Dari berbagai definisi atau pun pengertian tentang
komunikasi, menurut Robby Chandra (1992: 46-47) dapat
dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu :
a. Definisi berdasarkan perspektif yang bersifat
behavioristik. Prespektif ini datang dari cabang
psikologi behavioristik yang menekankan hubungan
antara stimulus/rangsangan dan respons dari
penerima stimulus. Dengan demikian teori yang
menggunakan perspektif ini akan menekankan
komunikasi sebagai pengaruh perasaan sebagai
setimulus terhadap seseorang.
b. Definisi berdasarkan teori transmisi. Menurut
teori ini komunikasi adalah transfer informasi
dari pengirirm berita kepada penerima. Di dalam
definisi yang bersifat transmisional tekanan
6 | K I K - X V
diletakkan pada peranan media, waktu, dan sekuens
dari berita.
c. Definisi berdasarkan prespektif yang menekankan
interaksi. Perspektif ini meyadari bahwa
komunikator dan penerima saling berespons. Kata
kunci di dalam definisi yang memperhatikan
interaksi ialah umpan balik (feed-back) dan efek
timbal balik.
d. Definisi yang menekankan transaksi. Perspektif
definisi serupa ini komunikasi dilihat sebagi
penglaman di mana pesertanya ambil bagian
dengan aktif. Karena tekanan perhatiannya
diletakkan atas pemahaman tentang konteks, proses,
dan fungsi komunikasi yang terjadi.
Dalam pelaksanaan suatu komunikasi, atau untuk
dapat tersampaikannya suatu pesan dari seseorang
(pengirim) kepada orang lain (penerima), perlu adanya
proses, yakni proses komunikasi. Didalam proses ini,
paling tidak terdapat tujuh unsur dasar, yaitu:
a. Maksud-maksud, gagasan dan perasaan yang ada
dalam diri pengirim serta bentuk tingkah laku yang
dipilihnya.
b. Proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim
mengubah gagasan, perasaan dan maksud-maksudnya
kedalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan.
c. Proses pengiriman pesan kepada penerima.
d. Adanya saluran (channel) atau media, melalui mana
pesan dikirimkan.
e. Proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima7 | K I K - X V
menafsirkan makna pesan.
f. Tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil
interpretasinya tentang makna pesan yang
ditangkap.
g. Kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu.
Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi
kebahagian hidup kita. Johnson (1981) sebagaimana
dikutip Supratiknya (1995) menunjukan beberapa peranan
yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam
rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia.
Pertama, komunikasi antarpribadi membantu
perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan
kita sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola
semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain.
Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang
intensif dengan ibu pada masa bayi, lingkaran
ketergantungan atau komunikasi itu semakin luas dengan
bertambahnya usia kita. Bersama proses itu,
perkembangan intelektual dan sosial kita sangat
ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang
lain itu.
Kedua, identitas atau jati diri kita terbentuk dalam
dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama
berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun
tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat
dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang
lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana
8 | K I K - X V
pandangan orang lain itu terhadap diri kita. Berkat
pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat
menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita
sebenarnya.
Ketiga, dalam rangka memahami realitas di
sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-
kesan dan pengertian yang kita miliki tentang
dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkanya
dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang
realitas yang sama. Tentu saja, perbandingan sosial
(social comparison) semacam itu hanya dapat kita
lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.
Keempat, kesehatan mental kita sebagian besar juga
ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan
kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang
yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures)
dalam hidup kita. Bila hubungan kita dengan orang lain
diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan
menderita merasa sedih, cemas, frustasi. Bila kemudian
kita menarik diri dan menghindari orang lain, maka
rasa sepi dan terasing yang mungkin kita alami pun
tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya
penderitaan emosional atau batin, bahkan mungkin juga
penderitaan fisik.
Apabila dalam proses tersebut terjadi suatu
komunikasi yang tidak lancar dan tidak efektif, akan
terjadi apa yang disebut kegagalan komunikasi
(communication failure). Atau dengan kata lain,
9 | K I K - X V
kegagalan dalam komunikasi timbul karena adanya
kesenjangan antara apa yang sebenarnya dimaksud
pengirim dengan apa yang oleh penerima diduga dimaksud
oleh pengirim. Kegagalan tersebut dapat di karenakan
oleh beberapa faktor, antara lain adalah:
a. Sumber-sumber hambatan yang bersifat emosional dan
sosial atau kultural. Misalnya, karena kita tidak
suka pada seseorang maka semua kata-katanya kita
tafsikan negatif. Atau, kita tersinggung ketika
seorang teman Barat membelai kepala kita, ternyata
baginya merupakan ungkapan keakraban.
b. Sering kita mendengarkan dengan maksud sadar
maupun tidak sadar untuk memberikan penilaian dan
menghakimi si pembicara. Akibatnya, ia menjadi
bersifat defensif. Artinya, bersikap menutup diri
dan sangat berhati-hati dalam berkata-kata.
c. Sering, kita gagal dalam menangkap maksud konotatif
di balik ucapannya kendati kita sepenuhnya tahu
arti denotatif kata-kata yang digunakan oleh
seorang pembicara.
d. Kesalahfahaman atau distorsi dalam komunikasi
sering terjadi karena tidak saling mempercayai.
3.2 Polri Saat Ini
Polisi merupakan salah satu pilar dari bangunan
kekuasaan negara. Hal ini mengandung makna bahwa
kehidupan dalam suatu negara tidak dapat berjalan
normal tanpa keberadaan polisi. Eksistensi lembaga
10 | K I K - X V
kepolisian dalam suatu negara memiliki tanggung jawab
untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
keamanan dan ketertiban masyarakat.
Tantangan utama bagi Polri dalam pembenahan
institusinya adalah reformasi kultur Polri. Fakta
sejarah menunjukkan bahwa institusi Polri pernah
melekat budaya militeristik dan terpatri dalam doktrin,
sehingga proses perubahan itu akan terus berjalan.
Proses reformasi budaya Polri belum sepenuhnya berjalan
lancar, karena masih menyisakan warisan-warisan budaya
militeristik yang seharusnya sudah ditinggalkan, hal
ini dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain :
a. Aspek Perilaku
1). Perilaku Organisasi Polri
Pasang surut upaya mewujudkan dan mengembangkan
perilaku organisasi Polri yang efektif
dipengaruhi faktor–faktor :
(a).Sarana mem–filter atau menyaring kadar
kepemimpinan semestinya diletakkan dalam
kriteria dan ukuran yang pasti serta
ditegakkan secara konsisten dan konsekuen
dalam Sistem Pembinaan Personel. Hal ini
dapat meminimalisasi aplikasi sistem
manajemen jendela atau atas dasar selera
yang belum tentu menjamin kualitas
kepemimpinan yang akurat dan memadai. Jika
dibiarkan dapat berakibat sulit
berkembangnya perilaku organisasi Polri
11 | K I K - X V
yang berpengaruh terhadap kualitas pemimpin
Polri di semua jenjang kepemimpinan.
(b).Perekrutan anggota Polri sangat bergantung
pada Sistem Pembinaan Personel. Jika input
sudah baik, didukung pendidikan dan
pelatihan yang baik, diharapkan akan
dihasilkan insan Polri yang baik pula. Oleh
karena itu, diperlukan ketangguhan moral
dari para pelaksana untuk menjalankannya
secara baik dengan hati nurani dan tanggung
jawab. Pola perekrutan yang masih
memberikan celah atau jalan pintas akan
berpengaruh pada mentalitas insan Polri,
yang pada gilirannya berpengaruh pada
kualitas insan Polri tersebut.
(c). Perekrutan dan pembentukan perwira-
perwira Polri sebagai calon pimpinan Polri
masa depan, baik yang bersumber pada Akpol,
PPSS, dan Secapa idealnya harus benar-benar
mempertimbangkan aspek moral sebagai
landasan utama. Karena pola perekrutan
dengan cara-cara kolusi dan nepotisme hanya
akan membentuk perwira-perwira Polri yang
tidak profesional.
(d).Pengawasan internal hendaknya tepat
sasaran dan tepat obyek untuk menghindari
pengawasan yang kurang efektif meskipun
dilaksanakan berulang kali, baik melalui
operasi bersih, wasrik, supervisi, maupun
12 | K I K - X V
bentuk-bentuk pencerahan lainnya.
Pengawasan seharusnya dilakukan dengan
berpedoman pada mekanisme pengukuran
kinerja (performance measurement) untuk
menghindari kekurang pahaman hakekat
pengawasan oleh para pelaksana.
2). Perilaku Personel Polri
(a).Kesan yang timbul dari perilaku ”oknum”
anggota Polri yang masih arogan dan
terlibat berbagai kejahatan dengan serta
merta menurunkan kepercayaan masyarakat
terhadap Polri. Hal ini berdampak pada
citra negatif pada institusi Polri,
meskipun kinerja positif dan prestasi sudah
banyak ditorehkan oleh insan Polri. Karena
masyarakat menaruh harapan yang besar
kepada Polri sebagai figur yang selalu
melindungi, mengayomi dan melayani
masyarakat, sehingga ketika terjadi
tindakan tidak terpuji oleh segelintir
”oknum” Polri akan menimbulkan kekecewaan
dan luka yang mendalam di hati masyarakat.
(b).Dalam lembaga pendidikan Polri, khususnya
pada pendidikan pengembangan dan kejuruan,
masih terdapat ’oknum’ Polri yang masih
mengembangkan budaya plagiat (dalam arti
luas : membeli nilai, mencari hasil akhir,
dll) demi mencari peringkat dengan sasaran
13 | K I K - X V
penempatan dinas, sehingga keluhuran dan
kejujuran civitas akademisi menjadi
diragukan eksistensinya. Pemeo ”Polisi
tidak butuh orang pintar, tapi pintar-
pintar” harus dihilangkan dari mindset
setiap anggota Polri. Seharusnya
dikembangkan pemikiran bahwa ”Polri
membutuhkan figur yang berwawasan luas,
menguasai pengetahuan dan teknologi,
memiliki moral yang baik, dan loyalitas
pada hukum”. Dengan demikian, diharapkan
akan terbentuk figur Polri yang mampu
menampilkan diri sebagai penegak hukum
serta pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat yang selalu waspada, senantiasa
tahu akan tugas dan wewenangnya, tetapi
tidak sewenang-wenang. Figur Polri yang
berkepribadian lengkap, sebagai pemburu
kejahatan yang tangguh, namun tetap etis
dalam perilakunya, selalu peka terhadap
masalah yang dihadapi dan tidak pernah
bersifat arogan.
b. Aspek Kinerja
Kinerja anggota Polri yang belum sepenuhnya
meletakkan ”Hukum sebagai Panglima” dan masih
berorientasi perintah atasan, bukan karena
kebutuhan masyarakat, justru berpotensi menjauhkan
Polri dari masyarakat. Akibatnya kinerja Polri
dianggap tidak optimal, karena terbentur adanya14 | K I K - X V
beberapa kepentingan yang justru mendiskreditkan
norma, aturan atau hukum yang seharusnya
ditegakkan.
Masih lemahnya deteksi dini anggota Polri
terhadap berbagai gangguan kamtibmas. Kepekaan
terhadap lingkungan dan kemampuan deteksi dini
polisi cenderung ditinggalkan, karena disibukkan
dengan persoalan internal yang sebenarnya tidak
terlalu urgen.
c. Aspek Pengetahuan
Keterbatasan pengetahuan di bidang kepolisian
dan bidang-bidang lain yang erat kaitannya dengan
tugas-tugas kepolisian serta kurang perhatian yang
intensif dari beberapa unsur Pimpinan, menjadikan
pengetahuan anggota Polri terbatas dan stagnan,
tetapi dihadapkan dengan masyarakat yang semakin
kritis dan madani.
Peraturan perundang-undangan yang
ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis dan taktis
kepolisian masih ada yang belum diketahui dan
dipahami oleh anggota Polri sampai lini terendah,
sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaan tugas di lapangan.
3.3 Pencitraan Polri
15 | K I K - X V
Pencitraan merupakan usaha atau upaya yang
dilakukan untuk merubah penilaian orang banyak terhadap
pribadi suatu organisasi (citra), dari penilaian
negatif menjadi penilaian positif.
Definisi dari citra itu sendiri adalah merupakan
kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap
organisasi, yang tercipta dari prilaku individu-
individu yang ada di dalam organisasi tersebut. Citra
terbangun oleh sebanyak jumlah khalayak yang
memandangnya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi makna kata
“citra” sebagai, “gambaran yang dimiliki orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk”.
dikaitkan dengan “politik”, maka “citra politik”
diartikan sebagai gambaran diri yang ingin diciptakan
oleh seorang tokoh masyarakat. Psikolog Sarlito Wirawan
Sarwono mengemukakan, bahwa dalam teori psikologi;
citra yang merupakan bagian dari persepsi (hasil
pengamatan), mengandung banyak unsur subjektif. Unsur
subjektif merupakan unsur lain di samping unsur sarana
dan prasarana yang mempengaruhi kualitas citra Polri.
Gambaran diri seorang tokoh masyarakat sebagai
essensi dari citra, dapat berwujud; kinerja,
keteladanan, kedisiplinan, kejujuran, ketegasan dan
bahkan tersangkut kualitas ketaqwaannya. Essensi inilah
yang menjadi pijakan membangun Citra Polri dari
kondisinya saat ini.
16 | K I K - X V
Tugas Polri menyatu dengan masyarakat. Adalah hal
yang wajar bila kinerja Polri dievaluasi oleh
masyarakat. Secara ilmu pengetahuan, menilai sesuatu
memiliki ukuran penilaian atau standar penilaian.
Ukuran penilaian inilah yang belum tentu dimiliki oleh
masyarakat dalam kuantitas dan kualitas majemuk.Padahal
ketetapan evaluasi ini amat mempengaruhi kualitas Citra
Polri. Oleh karena itu sikap keteladanan, disiplin,
jujur, tegas dilandasi kualitas ketaqwaan menjadi
syarat utama bagi Polri dalam membangun Citranya.
BAB III
PENUTUP
4. Saran Pendapat
Dari penjabaran tentang persoalan diatas penulis
mencoba mengantarkan suatu pemikiran yang mungkin dapat
berguna bagi Polri dalam upayanya mengembalikan citra dan
kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Selama 13 (tiga belas) tahun penulis berdinas di Polri,
masih banyak ditemukan prilaku personil Polri yang arogan,
angkuh dan sok kuasa. Sedangkan sikap sopan dan santun saat
berhadapan dengan masyarakat sangat jarang ditemui. Seperti
penjelasan penulis sebelumnya bahwa polisi merupakan
instansi pemerintahan di bidang pelayanan publik, dan
17 | K I K - X V
pelaksanaan tugasnya berhadapan langsung dengan masyarakat
maka sudah semestinya Polri dapat membangun suatu hubungan
yang harmonis dengan masyarakat. Untuk membangun hubungan
harmonis tersebut perlu pendekatan kepada masyarakat dengan
cara berkomunikasi. Sudah tentu berkomunikasi dengan baik
yang memperhatikan norma-norma yang berlaku dan sikap yang
sopan dan santun.
Dengan membangun komunikasi dengan masyarakat secara
kontinyu banyak hal positif yang diperoleh selain
informasi-informasi yang ingin disampaikan ke pada
masyarakat cepat tersebar, dan polri juga akan cepat
mengambil langkah bila mendapat informasi yang mungkin
dapat membahayakan atau mengganggu kamtibmas. Dengan polri
dekat kepada masyarakat dan banyak hal-hal positif yang
diberikan kepada masyarakat dengan sendirinya akan
terbentuk penilaian positf kepada Polri.
Kultur Polisi Masa Depan adalah mengedepankan
pendekatan humanis dalam menangani setiap persoalan
Kamtibmas. Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
Kamtibmas dengan pedoman menghargai hak asasi manusia (HAM)
perlu dikedepankan. Melalui cara demikian dan membuka diri
dengan cara komunikasi langsung kepada masyarakat, otomatis
kedekatan Polri dan masyarakat dapat tercipta.
Selanjutnya, citra Polri di mata publik pun akan dapat
terwujud dengan sendirinya.
Sebagai sebuah institusi yang berperan dalam pengamanan
dan keamanan masyarakat, Polisi Republik Indonesia (Polri)
masih perlu terus dibenahi untuk menjadi polisi yang
18 | K I K - X V
profesional. Penulis berpendapat sudah semestinya personil
Polri diberikan pendidikan atau latihan kepribadian. Serta
memasukkan pelajaran kepribadian dalam kurikulum pendidikan
sekolah kepolisian mulai dari bintara sampai perwira.
Dengan tujuan agar terbentuk polisi-polisi yang profesional
dan memiliki perilaku yang terpuji.
Hal lain yang perlu dibenahi adalah optimalisasi peran
masyarakat dalam mendukung tugas-tugas kepolisian.
Bagaimana polisi dapat mengoptimalkan masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, mengingat musuh polisi
sebenarnya merupakan musuh masyarakat. Untuk itu, kerja
sama antara polisi dengan masyarakat untuk menumpas “musuh”
bersama tersebut diharapkan dapat lebih optimal. Konsep
perpolisian masyarakat sudah terbukti mampu meningkatkan
citra polisi sekaligus menekan angka kejahatan, sejatinya
harus terus dikembangkan.
Membiarkan institusi Polri dihuni oleh polisi-polisi
yang tidak memiliki karakter, sikap dan prilaku yang
terpuji jelas sangat berbahaya, karena dapat merusak citra
institusi kepolisian, menurunkan tingkat kepercayaan
masyarakat, dan mengoyak akuntabilitas kinerja aparat
kepolisian itu sendiri. Oleh karena itu, pembenahan harus
segera diwujudkan agar Polisi memperoleh citra positif
dimata masyarakat sekaligus sahabat masyarakat. Bukankah
ibu kandung polisi adalah masyarakat itu sendiri?
19 | K I K - X V
DAFTAR REFERENSI
Bailey, David H. (1994), Police for the Future. New York : Oxford University Press.
Chandra, Robby I. (1992). Konflik Dalam Hidup Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius.
Davis, Keith., and Newstrom, Jhon W. (1985). HUMAN BEHAVIOR AT WORK: Organizational Behavior. (7th ed.). (Terj. Agus Dharma). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Reksodiputro, Mardjono. (1997). Citra Polisi dan Kekerasan. makalah,September 1997.
Robbins, Stephan. P. (2006). Organizational behavior. (10th ed.). (Terj. Benyamin Molan). Jakarta: PT Indeks – Gramedia.
Roberg, Roy.R., & Kuykendall, Jack. (1997). Police management. (2nd ed.). American: Roxbury Publishing Company.
Sarwono, Sarlito Wirawan,Citra Polisi dalam teori Psikologi Sosial,Artikel Harian KOMPAS, 1 Juli 1995.
Supratiknya, A.(1995). Komunikasi Antarpribadi (Tinjauan Psikologis), Yogyakarta: Kanisius.
20 | K I K - X V
Thoha, Miftah. (1996). Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali.
Umar, Bambang W. (2011). Prilaku Organisasi Polri. KIK-UI, materi perkuliahan Pasca Sarjana.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
21 | K I K - X V