Post on 01-Apr-2023
27
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN DAN MINAT
BERWIRAUSAHA GENERASI MUDA MELALUI PENDIDIKAN
VOKASI
Sanatang
1
1Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar
Email: Ana.sanatang@yahoo.com
ABSTRAK
Banyak generasi muda yang lulus sekolah lanjutan tingkat atas ragu untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena khawatir setelah lulus perguruan tinggi akan
menjadi pengangguran dan menjadi beban keluarga. Hal tersebut selalu menjadi beban
pemikiran baik para orang tua maupun bagi calon peserta didik. Mencermati kondisi tersebut
dibutuhkan sebuah solusi yang bisa memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa
pendidikan yang ditempuh bisa membantu mereka untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang
diinginkan. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang mengarahkan peserta didik untuk
mengembangkan keahlian terapan dan keterampilan yang mampu beradaptasi pada bidang
pekerjaan tertentu dan dapat menciptakan lapangan kerja. Pendidikan vokasi dari berbagai jenis
dan jenjang, bertujuan untuk mempersiapkn tenaga kerja yang diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan lapangan kerja. Untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang mandiri dan memiliki daya saing global, maka dukungan pemerintah
diwujudkan dalam pengembangan pendidikan vokasi secara berkesinambungan. sehingga
memungkinkan para alumni pendidikan vokasi terserap lebih cepat pada lembaga atau instansi
yang membutuhkannya. Bagi mereka yang tidak berminat menjadi karyawan atau pegawai dapat
berwirausaha dengan keterampilan dan keahlian yang dimiliki.
Kata Kunci: Pendidikan Vokasi, Mandiri, Wirausaha
A. Pendahuluan
Mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945 untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mensejahterakan rakyat Indonesia
adalah tugas yang tidak pernah terputus
bagi pemerintah yang bekerjasama
dengan insan akademisi. Namun, yang
menjadi masalah saat ini adalah tidak
semua keinginan masyarakat yang ingin
mengenyam pendidikan di perguruan
tinggi negeri bisa terwujud seluruhnya.
Berdasarkan data dari dikti agustus
2014, Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN)
2014 yang berlangsung serentak pada
tanggal 17 Juni 2014 lalu memiliki
jumlah pendaftar sebanyak 664.509
orang, yang diterima hanya 104.862
orang untuk 63 perguruan tinggi negeri
atau hanya sekitar 15% dari jumlah
pendaftar.
28
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
Hal tersebut di atas merupakan
tantangan besar bagi pemerintah yang
harus memenuhi amanat undang-
undang dasar untuk terus berupaya
membangun manusia Indonesia
seutuhnya. Jumlah 85% yang tidak
terserap di Perguruan Tinggi negeri
adalah angka yang kedengarannya
sangat besar apabila masyarakat hanya
berharap bisa mengenyam pendidikan
di level Sarjana Strata Satu (S1)
maupun Diploma (D3). Harus diakui
bahwa sebagian besar orang tua atau
masyarakat Indonesia lebih tertarik
pada jenjang pendidikan ini karena
harapan titel atau gelar kesarjanaan
yang bisa menjadi kebanggaan keluarga
kelak (status sosial). Kompetensi dan
kemampuan keterampilan yang
diperoleh setelah sarjana terkadang
tidak menjadi prioritas utama. Keadaan
seperti ini tidak jarang terjadi di
masyarakat karena mungkin
ketidaktahuan mereka tentang
pentingnya pendidikan yang
memberikan pengetahuan, keterampilan
dan keahlian khusus yang sesuai
dengan kebutuhan lapangan kerja atau
era modern saat ini.
Jumlah pengangguran dewasa ini
masih relative naik turun dari tahun ke
tahun, yang menjadi pekerjaan rumah
(PR) yang tidak pernah selesai.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik
(BPS), angka pengangguran pada
Februari 2013 mencapai 5,92 persen
atau 7,17 juta orang. Jumlah ini
berpotensi terus meningkat seiring
bertambahnya jumlah penduduk usia
produktif dari tahun ke tahun. Yang
dimaksud dengan penduduk usia
produktif adalah orang yang berusia
antara 15-64 tahun, kemudian pada
pada bulan Agustus 2013 mengalami
kenaikan yaitu menjadi 6,17%,
meskipun pada Februari 2014
mengalami sedikit penurunan yaitu
5,7% tetapi nilainya tidak terlalu
mengalami penurunan yang significant.
Mengatasi permasalahan tersebut
di atas, masyarakat, pemerintah dan
lembaga pendidikan harus bersinergi
untuk mewujudkan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya. Salah
satu unsur yang harus menjadi
perhatian utama adalah sumber daya
manusia yang berkualitas yang
memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi, keterampilan, dan keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam dunia
kerja. Sumber daya manusia yang
diharapkan adalah yang bisa
beradaptasi dengan kebutuhan pasar
bagi mereka yang ingin bekerja pada
lembaga, perusahaan, dan instansi
pemerintah maupun swasta, dan sumber
29
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
daya manusia yang memiliki keinginan
berwirausaha atau membuka lapangan
kerja sendiri bahkan orang lain.
Pendidikan Vokasi bagi masyarakat
yang telah tamat Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) adalah sebuah
alternative untuk menyiapkan tenaga
kerja yang siap pakai dan mempunyai
daya saing yang tinggi atau mampu
berwirausaha.
B. Prinsip Dasar Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi adalah
pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan keahlian terapan tertentu,
yang mencakup program pendidikan
diploma sampai setara dengan program
pendidikan akademik strata satu (S1).
Lulusan pendidikan vokasi akan
mendapatkan gelar vokasi dan keahlian
pada masing-masing kompetensinya.
Jenjang pendidikan vokasi sesuai dengan
pasal 16 Undang Undang Pendidikan
Tinggi No.12 tahun 2012 yaitu
menempatkan jenjang pendidikan di
mulai dari D-I, D-II, D-III, Sarjana
Terapan, Magister Terapan dan Doktor
Terapan. Standar nasional pendidikan
vokasi dikembangkan berdasarkan
standar kompetensi nasional dan/atau
internasional.
Prinsip-prinsip dasar pendidikan
vokasi oleh Miller (1985) menyatakan
bahwa kurikulum dalam pendidikan
vokasi harus berdasar pada kebutuhan
pasar (industri) dan dunia kerja, inovasi
adalah bagian dari vokasi, serta
pendidikan vokasi harus menghasilkan
lulusan yang kompeten (ahli di
bidangnya). Pendidikan vokasi pada
umumnya memiliki komposisi
kurikulum berbasis 60-70% praktek dan
30-40% teori.Praktek bisa dilakukan
pada ruang simulator (laboratorium)
maupun langsung pada tempat kerja
(terapan). Jika dikaitkan dengan
tantangan realitas perubahan pada era
globalisasi sekarang ini terhadap dunia
pendidikan, menurut Wagner (2008;
dalam hermanto, dkk.) akan terjadi tiga
transformasi mendasar yang
memerlukan perhatian, yaitu: (1) evolusi
yang cepat dalam era ekonomi kreatif
yang sangat berpengaruh terhadap dunia
kerja, (2) terjadinya perubahan yang
mendadak terhadap ketersediaan
informasi yang terbatas menjadi
informasi yang kontinyu dan melimpah,
dan (3) terjadinya kenaikan dampak
penggunakan media dan teknologi
terhadap anak muda, terutama peserta
didik. Pendapat senada dinyatakan
Power (1999; dalam hermanto, dkk.)
bahwa pendidikan vokasi merupakan
jenjang pendidikan berkaitan secara
langsung dengan kemajuan pengetahuan
30
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
dan keterampilan yang diperlukan bagi
pekerja di bidang rekayasa maupun
industri jasa. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pendidikan vokasi harus mampu
memenuhi permintaan masyarakat
pengetahuan (knowledge society) pada
era ekonomi kreatif.
Tenaga pendidik pada
pendidikan vokasi juga idealnya adalah
seorang praktisi yang telah ahli dalam
suatu terapan ilmu pada bidang
pengajarannya. Smith (2009; dalam
hermanto, dkk.) menyatakan guru
pendidikan vokasi harus memiliki
kemandirian, memiliki dorongan
motivasi yang kuat dalam bekerja,
termasuk penguasaan terhadap kaidah-
kaidah profesionalisme pendidikan
vokasi dalam memperbaiki kompetensi
pengajarannya. Guru pendidikan vokasi
menurut Beven (2009; dalam hermanto,
dkk.) harus kompeten dalam merancang
pembelajaran yang sarat dengan
pemberian pengalaman kepada anak
didik melalui penguasaan kaidah-kaidah
pedagogik dan kurikulum pendidikan
kejuruan.
Agar sukses dalam menjalankan
profesi guru pendidikan vokasi
diperlukan pemahaman karakteristik
pendidikan kejuruan yaitu: (1)
Mempersiapkan peserta didik memasuki
lapangan kerja; (2) Didasarkan
kebutuhan dunia kerja “Demand-
Market-Driven” ; (3) Penguasaan
kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia
kerja; (4) Kesuksesan siswa pada
“Hands-On” atau performa dunia kerja;
(4) Hubungan erat dengan dunia kerja
merupakan kunci sukses Pendidikan
vokasi; (5) Responsif dan antisipatif
terhadap kemajuan teknologi; (6)
learning by doing dan hands on
experience; (7) membutuhkan pasilitas
mutakhir untuk praktek; (8) Memerlukan
biaya investasi dan operasional yang
lebih besar dari pendidikan umum
Berdasarkan pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan
vokasi memiliki prinsip link and match
yaitu pendidikan yang diterapkan harus
senantiasa mengikuti perkembangan
kebutuhan pasar kerja dan kebutuhan
perkembangan teknologi, sehingga
luaran yang dihasilkan memiliki
keahlian, keterampilan, kemampuan,
karakter, dan pemahaman yang
dibutuhkan pasar kerja. Pendidikan
vokasi juga diharapkan mampu
memberikan motivasi kepada
masyarakat agar mau berwirausaha
dengan keahlian dan keterampilan yang
dimiliki. Pelaksanaan pendidikan
vokasional yang lebih mengutamakan
pada keahlian (skill) dan praktik harus
selaras dengan kebutuhan dunia kerja
31
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
dan industri untuk menghasilkan tenaga
ahli profesional yang berstandar
internasional. Mengkaji dan
mengembangkan bidang-bidang
vokasional dalam upaya untuk
meningkatkan taraf kehidupan dan
kualitas masyarakat Indonesia.
Mengembangkan kerjasama antar
lembaga/instansi di dalam maupun di
luar negeri untuk kepentingan
pendidikan, praktek kerja dan adaptasi
kurikulum.
C. Upaya Pemerintah untuk
Mengembangkan Pendidikan
Vokasi
Pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya adalah hal mutlak yang harus
diupayakan dan terus diprogramkan oleh
pemerintah. Menyadari pentingnya
sumber daya manasia yang memilki
kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja
saat ini, pemerintah terus berupaya
mengevaluasi sistem pendidikan
nasional dengan berbagai cara. Beberapa
upaya peningkatan mutu pendidikan
merupakan tantangan terbesar yang
harus segera dilakukan oleh pemerintah
(kemendiknas). Upaya-upaya yang
sedang dilakukan pada saat ini adalah
dengan melalui : (1) Sertifikasi guru dan
dosen, adalah sertifikat pendidik
diberikan kepada guru dan dosen yang
telah memenuhi standar profesional
pendidik. Guru dan dosen profesional
merupakan syarat mutlak untuk
menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Dasar
utama pelaksanaan sertifikasi adalah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang
disahkan tanggal 30 Desember 2005.
Tujuan Sertifikasi diharapkan dapat;
Menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, meningkatkan
proses dan mutu hasil pendidikan.
meningkatkan martabat guru dan dosen,
meningkatkan profesionalitas guru dan
dosen. (2) Akreditasi sekolah atau
lembaga pendidikan adalah penilaian
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
lembaga mandiri yang berwenang untuk
menentukan kelayakan program dan atau
satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan non-formal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan.,
berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas
publik yang dilakukan dilakukan secara
obyektif, adil, transparan, dan
komprehensif dengan menggunakan
instrumen dan kriteria yang mengacu
kepada Standar Nasional Pendidikan. (3)
Standarisasi adalah Standar Nasional
32
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
Pendidikan yang berdasarkan PP no 19
tahun 2005 berisi tentang kriteria
minimal sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Standar Nasional
Pendidikan terdiri atas 8 kriteria;
standar kompetensi kulusan, standar isi,
standar proses, standar pendidikan dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan pendidikan, dan standar
penilaian pendidikan.
Sebuah upaya yang sedang
gencar dilakukan oleh pemerintah untuk
membangun sumber daya manusia saat
ini adalah pengembangan pendidikan
vokasi. Berdasarkan Undang Undang
Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012
pasal 16, yaitu menempatkan jenjang
pendidikan di mulai dari Diploma 1,
Diploma 2, Diploma 3, Sarjana Terapan,
Magister Terapan dan Doktor Terapan.
Standar nasional pendidikan vokasi
dikembangkan berdasarkan standar
kompetensi nasional dan/atau
internasional. Implementasi undang-
undang tersebut terus diupayakan oleh
pemerintah dengan Peningkatan sarana
dan prasarana pendidikan termasuk
membuka sejumlah lembaga pendidikan
dan memperluas cakupannya sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, misalnya
pembukaan Politeknik baru, Akademi
Komunitas dan Sekolah Tinggi di
berbagai daerah, begitu pula pada
jenjang SLTA sekolah SMK terus
dibangun dan berkembang sampai ke
pelosok-pelosok wilayah Indonesia.
Perbaikan kurikulum dan sistem
pendidikan nasional misalnya
mengevaluasi kurikulum secara
periodik. Kurikulum pendidikan vokasi
harus selalu mengikuti kompetensi
keahlian yang di perlukan oleh pasar
kerja, materi pendidikan terus menerus
dikembangkan sesuai dengan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK).
Pengembangan kurikulum ini dilakukan
dengan supervisi penuh dari bidang
akademik yang berkompeten serta selalu
mendapatkan masukan-masukan dari
stakeholder (pemerintah, dunia
usaha/industri, praktisi pendidikan,
pemakai lulusan, alumni, dan lain-lain).
KBK program studi juga dikembangkan
berdasarkan pada perkembangan ilmu
dan teknologi serta trend pendidikan
vokasi di dunia. Berdasarkan perpres
Nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),
pasal 2 disebutkan bahwa KKNI terdiri
atas 9 (sembilan) jenjang kualifikasi,
dimulai dari jenjang 1 (satu) sebagai
jenjang terendah sampai dengan jenjang
9 (sembilan) sebagai jenjang tertinggi.
Pada pasal 5 (lima) Perpres ini
33
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
disebutkan bahwa lulusan Diploma III
paling rendah setara dengan jenjang 5,
dan lulusan Diploma IV atau Sarjana
Terapan dan Sarjana paling rendah
setara dengan jenjang 6. Dengan adanya
UU PT, pendidikan vokasi atau
politeknik di Indonesia diberi peluang
untuk membuka layanan pendidikan
pada jenjang master dan doktor terapan.
Selama ini, politeknik menawarkan
pendidikan vokasi hingga jenjang
diploma empat (D.IV) atau
SarjanaTerapan yang sama dengan S-1
pendidikan tinggi akademik. Melalui UU
PT, saat ini bisa menjadi payung hukum
pengembangan pendidikan vokasi ke
depannya.
D. Memasyarakatkan Pendidikan
Vokasi
Dewasa ini, berbagai upaya
yang telah dilakukan pemerintah untuk
mengembangkan pendidikan Vokasi,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa
ternyata dalam proses yang berlangsung
masih terdapat beberapa tantangan yang
dihadapi. Masih banyak masyarakat
Indonesia yang memiliki kesalahan
berpikir dalam melihat bentuk layanan
pendidikan dan luaran di perguruan
tinggi. Mereka berpikiran bahwa kuliah
haruslah berakhir dengan gelar sarjana.
Padahal perguruan tinggi mengemban
tugas menyelenggarakan pendidikan
akademisi (sarjana), vokasi (diploma),
dan juga profesi (spesialis).
Gambar. Kerangka KKNI (sumber ; Litbang Kemendikbud, 2013)
34
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
Hingga saat ini pendidikan
vokasional masih belum dipahami
sebagai kebutuhan bangsa Indonesia.
Masyarakat belum begitu menyadari
akan peluang yang disediakan oleh
pendidikan diploma. Hal ini bisa dilihat
dari masih banyaknya lulusan sekolah
menengah kejuruan (SMK) yang
memilih untuk melanjutkan studi ke
jenjang sarjana. Sebagian besar
masyarakat kita sampai saat ini masih
asing dengan istilah pendidikan vokasi.
Hal tersebut wajar karena kata vokasi
belum dikenal secara luas di masyarakat,
Istilah vokasi juga tidak ditemukan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang ditulis oleh Munir, yang saat ini
lebih sering digunakan sebagai referensi
perbendaharaan kata dan istilah oleh
sebagian besar masyarakat. Kata vokasi
dewasa ini sering dikaitkan dengan kata
pendidikan, sehingga muncul istilah
pendidikan vokasi, meskipun masih
sebahagian besar masyarakat lebih
cenderung menggunakan istilah kejuruan
untuk pendidikan dengan keahlian
khusus.
Sosialisasi dan ajakan kepada
masyarakat untuk lebih memilih
pendidikan vokasi terus diprogramkan
oleh pemerintah melalui perguruan
tinggi dan sekolah SMK. Bahkan sejak
2009, pemerintah menargetkan rasio
SMK dibanding SMA 2:1. Artinya,
jumlah ideal SMK dua kali lipat dari
jumlah SMA. Upaya mendorong
pengembangan pendidikan di SMK ini
membawa konsekuensi pada
pengembangan pendidikan vokasional
atau ilmu terapan di tingkat pendidikan
tinggi.
Sejak tahun 2012 pemerintah
membuka lembaga pendidikan
vokasional yang baru melalui Akademi
Komunitas. Berdasarkan UU RI no. 12
tahun 2012 tentang pendidikan tinggi,
pada pasal 59 ayat 7 secara khusus
ditegaskan bahwa “Akademi Komunitas
adalah Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan vokasi
setingkat diploma satu dan/atau diploma
dua dalam satu atau beberapa cabang
ilmu pengetahuan dan/atau teknologi
tertentu yang berbasis keunggulan lokal
atau untuk memenuhi kebutuhan
khusus”. Pada tahun 2012 telah berdiri
20 perguruan tinggi Akademi
Komunitas, jumlah tersebut meningkat
sangat tinggi hingga pada Februari 2014
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) telah
mengeluarkan izin pendirian 62
Akademi Komunitas (AK) Negeri di
seluruh Indonesia. Ditargetkan hingga
2015 jumlah AK di seluruh Indonesia
bisa mencapai sekitar 260 lembaga.
35
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
Bahkan hingga saat ini peluang untuk
mendirikan lembaga pendidikan yang
baru dimoratorium untuk sementara
waktu kecuali Akademi Komunitas.
Program-program tersebut di
atas adalah upaya untuk
memasyarakatkan pendidikan vokasi
kepada seluruh bangsa Indonesia
sehingga masyarakat Indonesia memiliki
daya saing global dalam hal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi,
keterampilan dan keahlian terapan yang
dibutuhkan oleh dunia kerja. Di sisi lain
dengan keahlian dan keterampilan yang
mereka miliki dapat dengan mudah
menciptakan lapangan kerja melalui
wirausaha secara mandiri sehingga
secara umum akan meningkatkan
kesejahteraan bangsa Indonesia.
E. Generasi Muda yang Mandiri dan
Mampu Berwirausaha
Memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi, keterampilan, keahlian, serta
kemampuan khusus dalam bidang ilmu
tertentu adalah tujuan utama setelah
mengikuti pendidikan vokasi. Menjadi
orang sukses tidak harus menjadi pejabat
atau karyawan di persahaan terkenal.
Kesuksesan bahkan lebih berpeluang
diraih dengan usaha mandiri yang
dikembangkan secara maksimal.
Peluang generasi muda untuk menjadi
wirausahawan saat ini semakin terbuka
lebar. Pemerintah telah memberikan
ruang yang luas untuk generasi muda
berkarya dan berkreasi untuk menjadi
wirausahawan muda. Apabila banyak
generasi muda yang terjun ke sektor
kewirausahaan, niscaya perekonomian
dalam negeri berangsur-angsur pulih.
Menjadi wirausaha merupakan jalan
keluar yang elegan mengurangi
pengangguran dan kemiskinan di negeri
ini dengan permasalahan lapangan kerja
yang semakin sempit atau berkurang.
Dengan menjadi wirausaha, berarti
generasi muda membuka lapangan
pekerjaan bagi orang lain. Pemuda
sebagai tulang punggung negara dan
perekonomian sebagai soko guru
ekonomi bangsa adalah dua sisi yang
tidak bisa di pisahkan. Upaya merubah
pola pikir dan karakter pemuda
Indonesia dari pola pikir pencari kerja
yang telah membudaya dan mengakar di
negara ini, menjadi pola pikir membuka
dan menciptakan lapangan pekerjaan
menjadi sangat penting. Ini adalah suatu
hal yang sangat mulia dan perlu
didukung oleh pemerintah dan segenap
komponen masyarakat. Seseorang
memang tidak perlu berpredikat sarjana
untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan
latar belakang pendidikan vokasi, berarti
akan banyak kesempatan terbuka karena
36
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
lebih luas wawasan dan keahliannya
dalam melihat berbagai peluang bisnis
yang ada. Problem utama dalam
membangun jiwa kewirausahaan adalah
kurangnya kesadaran akan arti penting
dan urgensinya menjadi pemuda yang
mandiri dan berwirausaha.
Kekuatan dan potensi generasi
muda untuk menjadi wirausaha apabila
dikemas dan dimanajemen dengan baik
maka akan menjadi kekuatan ekonomi
negara yang menciptakan para
wirausaha muda Indonesia sebagaimana
tercantum dalam undang-undang
maupun kebijakan presiden serta
kebijakan pemerintah daerah. Oleh
karena itu semua pihak harus
menjadikan generasi muda sebagai
wirausaha yang mandiri dan tangguh,
menciptakan lapangan kerja, penggerak
perekonomian dan industri negara yang
mampu membuka lapangan pekerjaan
seluas-luasnya dan menempatkan
generasi muda sebagai ujung tombak
perekonomian negara.
F. Penutup
Program pendidikan vokasi adalah
sebuah upaya yang dilakukan
pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan pembangunan sumber daya
manusia yang memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi,
keterampilan, ilmu terapan, dan keahlian
khusus yang diharapkan mampu
menjawab tantangan dunia kerja di era
globalisasi. Berbagai upaya yang
dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan kesuksesan program
pendidikan vokasi yaitu; Sertifikasi
(sumber daya manusia/tenaga pendidik),
Standarisasi (sistim pelaksanaan/proses
pembelajaran), Akreditasi
(instansi/lembaga pendidikan). Evaluasi
dan kajian kurikulum secara periodic
adalah salah satu upaya untuk bisa
menjawab tantangan permintaan pasar
kerja dan kebutuhan SDM lembaga
swasta, pemerintah, dan industri.
Kesuksesan pendidikan vokasi
tergantung kerjasama yang baik dari
para stakeholder (masyarakat,
pemerintah, lembaga pendidikan).
Luaran pendidikan vokasi tidak hanya
diharapkan menjadi tenaga kerja atau
karyawan pada sebuah lembaga atau
perusahaan, tetapi juga diharapkan
mampu menciptakan lapangan kerja
melalui wirausaha secara mandiri. Ilmu
pengetahuan, keterampilan dan keahlian
yang dimiliki adalah modal utama yang
bisa digunakan untuk membuka
lapangan kerja sendiri bahkan
mempekerjakan orang lain sehingga
mengurangi angka pengangguran.
37
Seminar Nasional Pendidikan Vokasi Optimalisasi Sumber Daya Pendidikan Vokasi dalam Meningkatkan Daya Saing Global Hotel Singgasana, 30 Agustus 2014
Daftar Pustaka
Christian F. Lettmayr, Tarja Riihimäki
(2011), The benefits of vocational
education and training, Research
Paper, Luxembourg: Publications
Office of the European Union
Hermanto Sofyan dkk. (2012),
Paradigma Baru Pendidikan
Vokasi, Artikel, diakses tanggal 21
Agustus 2014
Republik Indonesia. 2012. Undang-
Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, diakses tanggal
22 Agustus 2014.
www.kemdikbud.go.id
Republik Indonesia. 2012. Peraturan
Presiden Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia. diakses tanggal 22
Agustus 2014.
www.kemdikbud.go.id
------------, Litbang Kemdikbud (2013),
KKNI jadi Acuan Pendidikan,
http://litbang.kemdikbud.go.id,
diakses tanggal 22 Agustus 2014
------------,Tempo.Com (2014), Hanya
15% Peserta SBMPTN Diterima di
PTN, edisi 16 Juli 2014, diakses
tanggal 22 Agustus 2014
-------------,Kominfo.go.id. Pendidikan
Vokasi Solusi Menekan Angka
Pengangguran,
http://infopublik.kominfo.go.id,
diakses tanggal 21 Agustus 2014
-------------, Kompas.com (2012),
Akademi Komunitas Berdiri, edisi
27 Agustus 2012, diakses tanggal
21 Agustus 2014