Post on 11-Jan-2023
PENENTUAN MAHAR MENURUT HUKUM ADAT
MUHAJIRIN (STUDI KOMPERATIF IMAM SYAFI’I)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Syariah
Oleh:
JULIANTO SAPUTRA
NIM.SPM141891
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2019
PERSEMBAHAN
Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin….
Alhamdulllahirabbil alamin….
Akhirnya aku sampai ke titik ini, sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan
padaku ya Rabb Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada_Mu ya Rabb
Serta shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang
mulia. Semoga sebuah karya mungil ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi
kebanggaan bagi keluargaku tercinta
Ku persembahkan karya ini…
untuk belahan jiwa ku bidadari surgaku yang tanpamu aku bukanlah siapa-siapa
di dunia fana ini Ibundaku tersayang dan Bapak ku (Muhammad Zuhdi dan Siti
Baiyah )
serta orang yang menginjeksikan segala idealisme, prinsip, edukasi dan kasih
sayang berlimpah dengan wajah datar menyimpan kegelisahan ataukah
perjuangan yang tidak pernah ku ketahui,
Kepada Adikku : Reza Surya Wardana terimakasih tiada tara atas segala support
yang telah diberikan selama ini dan semoga Adik tercinta dapat menggapai
keberhasilan juga di kemudian hari.
Kepada teman-teman seperjuangan yang tak bisa tersebutkan namanya satu
persatu terimakasih yang tiada tara ku ucapakan
Terakhir, untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Illahi
yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana.
Akhir kata, semoga skripsi ini membawa manfaat.
MOTTO
فإن افكلوههنيئ امريئ اوآتواالنساءصدقاتهننحلة طبنلكمعنشيءمنهنفس
”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kalian
nikahi sebagai pemberian yang penuh dengan kerelaan. Kemudian
jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai
makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”(An-Nisa’: 4)1
1 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah, ( Jakarta Timur:CV .Pustaka
Al- Kautsar,2011).
ABSTRAK
Julianto Saputra. SPM.141891. Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat
Muhajirin Studi Komperatif Imam Syafi’i.
Peminangan merupakan awal dari proses perkawinan, dalam peminangan
dibicarakan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan perkawinan. Salah satunya
adalah tentang mahar. Mahar merupakan pemberian dari calon suami kepada
calon isteri sebagai bentuk dari aplikasi syar’i. Penetapan pemberian mahar dalam
islam dan Imam Mazhab tidak ditentukan jumlah dan bentuknya. Hal ini
dipengaruhi adanya perbedaan kemampuan masing-masing orang, sehingga hal
ini tidak menjadikan penghalang dan pemberat bagi salah satu pihak yang akan
menikah.
Namun hal ini berbeda dalam penetapan mahar Adat Melayu di Desa
Muhajirin Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi, dengan
memberikan mahar sebagai pra syarat dalam melakukan perkawinan. uang
pemberian yang sudah ditetapkan oleh keluarga calon isteri kepada calon suami
sebagai syarat pra pernikahan, yang mempunyai dampak signifikan terhadap
kelangsungan pernikahan seperti : tertundanya pelaksanaan akad nikah , maupun
pembatalan pernikahan.
Maka untuk mengetahui penentuan mahar dalam Adat Melayu terhadap
kelangsungan pernikahan di Desa Muhajirin Studi Komperatif Imam Syafi’i.
Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
penentuan mahar pada masyarakat Melayu di Desa Muhajirin, untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan dalam Studi Komperatif Imam Syafi’i tentang
penentuan mahar pada Adat Masyarakat Desa Muhajirin.
Adapun metode dalam penelitian ini dengan wawancara, yaitu
mengadakan tanya jawab secara langsung kepada responden tentang masalah yang
di teliti. Observasi, yaitu mengamati baik secara langsung dan maupun tidak
langsung mengenai penentuan mahar dalam Adat Desa Muhajirin. Dan melakukan
dokumentasi. Setelah data terkumpul, maka data tersebut dikelompokkan menjadi
data kualitatif yang diperoleh dari wawancara dan obsevasi.
Kata kunci : Penentuan Mahar Hukum Adat, dan Pendapat Imam Syafii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua.
Sholawat dan salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan risalah dan syariat islam kepada seluruh umat manusia. Atas
rahmat Allah SWT, akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat Muhajirin (Studi Komperatif
Imam Syafi’i)”..
Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata satu
Jurusan Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah UIN STS Jambi. Syukur
dengan keyakinan serta bantuan dari beberapa pihak yang bersifat moril maupun
material, akhirnya kesulitan dan hambatan yang dihadapi dapat teratasi dengan
baik, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang mana atas
bantuan, bimbingan, serta dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
2. Bapak Dr. H. Su’aidi Asyari, MA., Ph.D, selaku Wakil Rektor I Bidang
Akademik dan Pengembangan Lembaga UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
3. Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd., selaku Wakil Rektor II Bidang Administrasi
Umum, Perencanaan dan KeuanganUIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Hj. Fadhillah, M.Pd, selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Hermanto Harun, Lc, M.HI., Ph.D, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI,selaku Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan.
8. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama di Lingkungan UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
9. Bapak Alhusni, S.Ag,M. HI., selaku Ketua Jurusan dan Bapak Yudi
Armansyah,M.Hum. selaku Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab.
10. Ibu Dr. Rahmi Hidayanti. S.Ag. M.HI, selaku Pembimbing I dan Bapak Drs.
M.Hasbi Ash.Shiddiqi, MA selaku Pembimbing II.
11. Bapak dan Ibu dosen, Asisten dosen dan Seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi.
12. Semua pihak yang terlibat dalam Penyusunan skripsi ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Disamping itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan layaknya sebuah karya tulis ilmiah, oleh karena itu diharapkan
pada semua pihak untuk dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat
membangun dan positif guna kesempurnaan skripsi ini. Kepada Allah SWT
penulis memohon ampunan atas semua kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini.
Meskipun masih memerlukan penyempurnaan mudah-mudahan skripsi ini
dapat bermanfaat serta memberikan petunjuk kepada para mahasiswa/i yang akan
melaksanakan skripsi serta ke berbagai pihak yang memerlukan.
Sehubungan dengan hal itu kiranya tidak ada kata yang pantas diucapkan
kecuali ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, dengan iringan do’a semoga
bantuan mereka menjadi amal sholeh dan mendapat ridho dari Allah SWT. Amin
Jambi, 25 Mei 2019
Julianto Saputra
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii
NOTA DINAS .................................................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
MOTTO ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
E. Batasan Masalah ............................................................................ 8
F. Kerangka Teori…………………………………………………. .. 8
G. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 15
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian .................................................................... 19
B. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 20
C. Unit Analisis ..................................................................................... 21
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 21
E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 23
F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 25
G. Jadwal Penelitian ............................................................................ 27
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Desa Muhajirin ................................................... 28
B. Batas Wilayah Desa Muhajirin ...................................................... 29
C. Visi dan Misi Desa Muhajirin……………..................................... 29
D. Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Muhajirin ... 30
E. Kondisi Sosial Keagamaan ............................................................. 31
F. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................................. 32
G. Kondisi Adat Istiadat ...................................................................... 33
H. Struktur Organisasi Lembaga Adat .............................................. 34
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Penentuan Mahar Menurut Adat Muhajirin Dan Pendapat Imam
Syafi’i .................................................................................................35
B. Persamaan dan Perbedaan Mahar Menurut Perkawinan Adat
Desa Muhajirin Dan Pendapat Imam Syafi’i ............................... 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 52
B. Saran ................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk menghalalkan
hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara laki-laki
dan perempuan di mana antara keduanya bukan mukrim.
Istilah nikah berasal dari dari bahasa arab, sedangkan menurut istilah
Bahasa indonesia adalah “Perkawinan”. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara
“Nikah” dengan “Kawin”, akan tetapi pada prinsipnya antara “pernikahan” dan
“perkawinan” hanya berbeda di dalam menarik akal kita saja. Apabila ditinjau
dari segi hukum nampak jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur
antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami
isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga
sakinan, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni.
Salah satu Nash- Al-Qur’an yang berkaitan dengan nikah, yaitu :
Surah An-Nisa’ ayat : 3,
وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلث
لك أدنى ألا تعولواورباع فإن خفتم ألا تعدلوا فواح دة أو ما ملكت أيمانكم ذ
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.2
2 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
2011). Hlm.61
Didalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan , BAB 1
Pasal disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (
Rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha
Esa. 3
Allah SWT berfirman dalam surah an-Nuur ayat 32 yaitu sebagai berikut:
ن إ م ك ائ م إ و م ك اد ب ع ن م ين ح ال الص و م ك ن م ى ام ي واال ح ك ن أ و
يم ل ع ع اس و للا و ه ل فض ن م للا م ه ن غ ي اء ر ق واف ون ك ي
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu,
dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui4.
Dari ayat tersebut di atas, bahwa perkwinan amat penting dalam
kehidupan manusia perorangan maupun kelompok . Dengan jalan perkawinan
yang sah.5
Umumnya pelaksanaan upacara pernikahan Indonesia dipengaruhi oleh
bentuk dan sistem perkawinan adat setempat dalam kaitannya dengan susunan
masyarakat atau kekeluargaan yang di pertahankan masyarakat tertentu. Banyak
hal yang menjadikan kendala mewujudkan sebuah pernikahan yang ideal menurut
syar’i. Hal ini diketahui bahwa masyarakat telah terpengaruh oleh tradisi yang
sudah mengakar dan seakan-akan menjadi ideologi Yang justru memberatkan
3 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Pt Rineka Cipta: Jakarta.1992 Hlm.598
4 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
2011). Hlm.282 5 Muhammad Daud Ali, Hukum Perkawinan Islam, Pt Raja Grafindo Persada: Jakarta,
2004 Hlm.207
pelaksanaan nikah, sehingga tidak jarang pernikahan tersebut menyimpang dari
tujuan agung sebagai mana tuntutan Allah dan Rasul-Nya.
Hal ini disebabkan , pengaruh adat istiadat nenek moyang yang diwarisi
secara turun temurun, dan menurut anggapan mereka lebih dominan dengan ajaran
islam, seperti hal-Nya Mahar yang ada di Desa Muhajirin.
Desa Muhajirin adalah Desa yang terletak di Daerah ness Kecamatan
Jambi Luar Kota yang mayoritas Masyarakat bersuku Melayu. beragama islam,
dalam Hukum Adat Masyarakat Muhajirin berlandaskan Hukum Adat (“Adat
bersendi Syarak, Syarak bersendi kitabullah, syarak mengato adat memakai”),
Desa Muhajirin merupakan desa yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat
Penentuan Mahar.
Salah satu kebiasaan di tengah masyarakat sebagaimana yang terjadi di
Desa Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi dalam melakukakan pernikahan adalah
dengan memberikan mahar berupa uang 20 – 30 juta pada umumnya diberikan pada saat
akad nikah, dan membawa Selemak Manis sebelum Akad nikah di langsungkan sebagai
persyaratan dalam melakukan perkawinan.
Akan tetapi Jumlah uang yang sudah ditetapkan oleh keluarga calon
isteri kepada calon suami sebagai syarat pernikahan, dan dimana calon suami
tidak mampu memenuhi jumlah mahar tersebut pada waktu yang telah di tentukan
saat hari H , maka pernikahannya bisa di tunda atau menjadi batal . Lain hal-Nya
jika kedua belah pihak tersebut melakukan jalan belakang atau perdamaian untuk
meringankan calon mempelai pria agar terciptanya pernikahan.
Pada setiap upacara perkawinan , hukum islam mewajibkan laki- untuk
memberikan mas kawin atau mahar. Mahar adalah salah satu hak istri yang di dasarkan
atas kitabullah, Sunnah Rasul dan Ijma’ Kaum Muslimin. Sebagian Ahli Fiqh
berpendapat Mahar merupakan Rukun Akad nikah, karena itu tidak boleh ada perstejuan
untuk meniadakannya.
Mahar diatur di dalam KHI. Pasal 30 menyatakan : “calon mempelai pria wajib
membayar mahar kepada calon memperlai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak”. Sedangkan Pasal 31 menjelaskan, bahwa penentuan
mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang di anjurkan oleh islam.
Mahar sebagai suatu pemberian yang mempunyai kedudukan penting,
kehadirannya tentu memiliki landasan hukum yang sangat kuat. Sehingga para Ulama
sepakat bahwa Mahar hukumnya wajib dibayarkan oleh mempelai pria kepada mempelai
wanita baik pembayarannya secara tunai maupun cicilan yang berupa uang atau barang
boleh juga berbentuk jasa, seperti mengajar, membaca ayat al-Qur’an. Jadi mahar itu
sesuatu yang bermanfaat, bukan sesuatu yang haram untuk dimiliki atau dimakan.
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk memberikan mahar yang
sewajarnya agar tidak terjadi rasa permusuhan dalam dirinya sendiri dan Rasulullah
memberikan mahar kepada isterinya tidak lebih dari 12 uqiyah ( 40 Dirham ) . Mengenai
besarnya mahar Para Ulama Mazhab juga sepakat bahwa tidak ada jumlah maksimal
dalam mahar, Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar itu tidak ada batasan rendahnya.
Yang menjadi prinsip bagi Imam Syafi’i yaitu asal sesuatu yang dijadikan mahar itu
bernilai dan berharga, maka boleh digunakan sebagai mahar.6
Allah SWT berfirman dalam Surah (An-Nisa ayat:4)
افكلوههنيئ امريئ ا فإنطبنلكمعنشيءمنهنفس نحلة وآتواالنساءصدقاتهن
6 Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, CV . Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,
1998 Hlm 412.
Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya.7
Pemberian mahar dalam syariat islam dimaksudkan untuk mengangkat
harkat dan derajat kaum perempuan yang sejak zaman Jahiliyah telah diinjak-
injak harga dirinya. Wanita di angkat derajatnya dengan diwajibkannya kaum
laki-laki membayar mahar jika menikahinya.
Maskawin atau mahar bukan sebagai harga jual beli seorang wanita,
maskawin adalah suatu tanda kerelaan hati seorang wanita yang dikawin dan
lambang penyerahan diri secara mutlak untuk digauli oleh pemberi maskawin.
Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib
diberikan oleh laki-laki kepada perempuan untuk menguasai seluruh anggota
badannya.8
Dalam sebuah riwayat pula Abdullah bin Amr bin Rubai’ah, dari
ayahnya, ia berkata : Ada seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan
mahar sepasang sandal. Lalu Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Apakah engkau rela menyerahkan diri dan hartamu dengan sepasang sandal ?
Ya, Jawabnya , Maka beliau pun membolehkan Pernikahan tersebut”. (Hadis
Riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi) Imam Tirmidzi mangatakan, bahwa hadist
ini berstatus Hasan Shahih.9
7 Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
2011). Hlm.61 8 Baharuddin Ahmad, Yuliatin “Hukum Perkawinan Umat Islam di Indonesia
Persefektif Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, ( Jakarta ; Lamping
Publishing, 2015) Hlm.34 9 Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kautsar :
Oleh karna itu Rasullullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
(التمسىولوخاتمامنحديد.)رواهالبخاوأحمدوبنماجهوالترمز
Artinya : “ Langsungkanlah pernikahan meski hanya dengan ( Mahar )
cincin yang terbuat dari besi”. ( HR. Al- Bukhari, Ahmad, Ibn Majah. Tirmidzi
dan ia men-shahihkannya”)10
Dengan hadist dan Firman Allah SWT di atas menjelaskan bahwa islam
maupun Imam Mazhab tidak menetapkan kadar serta batas yang ditetapkan
dalam menentukan mahar bagi seorang wanita. Mahar tersebut tergantung pada
keadaan dan lingkungan masyarakat tertentu.
Walaupun demikian, islam menganjurkan agar mengambil jalan tengah
yaitu tidak meletakkan mahar terlalu tinggi, maka dapatlah dimengerti tidak
ada batasan daripada menentukan mahar ketika akan melaksanakan suatu
pernikahan.
Dari perbedaan masalah tersebut dan atas fenomena yang terjadi Desa
Muhajirin penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji lebih khusus
pendapat Imam Syafi’i mengenai batasan Mahar dan Penentuan mahar Adat di
Desa muhajirin, Penulis memilih Imam Syafi’i mengingat beliau adalah
termasuk pendiri mazhab hukum islam yang sangat terkenal di samping
keahlian beliau sebagai ahli hadist dan sekaligus ahli fiqh yang kapasitasnya
tidak di ragukan lagi.
Jakarta 1998 Hlm.411 10
Ibid Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, Hlm 412
Berbagai keterangan tersebut di atas, penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penentuan Mahar
Menurut Hukum Adat Muhajirin (Studi Komperatif Pendapat Imam
Syafi’i)”.
B. Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam penelitian skripsi sehingga mendapatkan
hasil yang diterapkan , maka penulis membatasi permasalahan yang akan
dibahas, sehingga tidak keluar dari topik permasalahan yaitu mengkaji
penelitian tentang Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat muhajirin Studi
komperatif Imam Syafi’i
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, batasan masalah yang telah penulis
uraikan diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat di Desa Muhajirin dan
Pendapat Imam Syafi’i ?
2. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Penentuan Mahar dalam Adat
Perkawinan Masyarakat Muhajirin dan Pendapat Imam Syafii. ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Penentuan Mahar dalam adat Muhajirin di Desa
Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi dan Pendapat Imam Syafi’i.
2. Untuk mengetahui Persamaan Dan perbedaan Penentuan Mahar dalam
Adat Perkawinan Masyarakat Muhajirin dan Pendapat Imam Syafii.
E. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Merupakan Syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Hukum Islam Fakultas
Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Saifuddin Jambi.
2. Menerapkan dan mengembangkan disiplin ilmu yang didapat di perguruan
tinggi, sekaligus mengaplikasikannya kedalam penelitian. Serta menambah
pengetahuan sebagai bahan rujukan dalam menambah khazanah kepustakaan.
3. Memberikan informasi kepada khalayak tentang penentuan Mahar perkawinan
di Desa Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi Studi Komperatif Imam Syafi’i.
F. Kerangka Teori
Indonesia adalah wilayah yang di huni oleh berbagai kelompok etnik,
sosial agama, dan kultur budaya, adat masing-masing yang mempunyai tanggung
jawab ,pral untuk mempertahankan norma dan pandangan hidup mereka.
Hukum adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga
tatatertib sosial dan tatatertib hukum di antara manusia, yang bergaul di dalam
suatu masyarakat, supaya dengan demikian dapat dihindarkan segala bencana dan
bahaya yang mungkin atau telah mengancam ketertiban yang dipertahankan oleh
hukum adat itu baik yang bersifat bathiniah maupun jasmaniah. Keliatan dan tak
keliatan,tetapi diyakini dan dipercaya sejak kecil sampai ke tanah. Dimana ada
masyarakat, disitu ada Hukum adat.
Menurut Hukum adat, perkawinan merupakan suatu persoalan masyarakat,
clan, keluarga dan menyangkut orang banyak dalam masyarakat hukum adat. Bisa
juga merupakan urusan pribadi, tergantung kepada tata cara susunan masyarakat
yang bersangkutan.11
Di dalam Hukum Adat “jujur” merupakan salah satu istilah tentang
menyimpul pembayaran uang dan barang dari kelompok kerabat si pria kepada
kelompok kerabat wanita dengan tujuan memasukan si wanita kedalam bagian
gens suaminya.
Jumlah jujuran ( Mahar ) itu dimana-mana berbeda menurut daerah suku
dan adat istiadat, seperti halnya penentuan Mahar yang ada di desa muhajirin yang
di haruskan mengikuti adat istiadat yang mereka pakai sejak lama, sebagaimana
diketahui masyarakat adat begitu kuat dalam memegang tradisi dalam
pelaksanaannya. mahar yang tadinya normatif harus merujuk kepada masyarakat
yang masih mengikuti pola lembaga adat yang kental.
Para ulama sepakat bahwa hukum-hukum dalam syari’at Islam
mempunyai maksud dan latar belakang. Maksud dan latar belakang tesebut dapat
dipahami dan diterima oleh rasio secara rinci kecuali sebagian hukum yang
bersifat ta’abudi dan hikmahnya tidak dipahami akal.
Islam diyakini sebagai agama yang universal, tidak terbatas oleh waktu
dan tempat tertentu. Al-Qur’an menyatakan bahwa lingkungan berlakunya ajaran
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah untuk seluruh umat manusia
dimanapun mereka berada.
Secara sosiologis diakui bahwa masyarakat senantiasa mengalami
perubahan. Perubahan suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh pola pikir dan tata
11
Ranidar Muchlis, Zaenudin Harun, Hukum Adat, Departemen pendidikan dan
kebudayaan : Jakarta 1986 Hlm.4.13
nilai yang ada pada mereka. Semakin maju cara berpikir suatu masyarakat akan
semakin terbuka untuk menerima kemajuan ilmu pengetahuan.
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang
wanita dengan memberi hak kepadanya di antaranya adalah hak untuk menerima
mahar (maskawin) mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon isteri,
bukan wanita lain atau siapa pun walaupun sangat dekat dengannya. Bahwa
teori-teori tentang mahar termasuk dalam hukum perkawinan Islam kecuali
Maliki, tidak menjadikan mahar sebagai syarat sah perkawinan tetapi pemberian
wajib.
Mahar adalah satu di antara hak istri yang di dasarkan atas kitabullah,
sunnah Rasul dan ijma’ kaum Muslimin`
1. Mahar Musamma
Mahar musamma adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-laki
dan perempuan yang disebutkan dalam redaksi akad. Para Ulama Mazhab Sepakat
bahwa tidak ada jumlah maksimal dalam mahar karena adanya firman Allah yang
berbunyi :
Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang
dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. (Qs.An-Nisa Ayat 20).12
12
Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
Akan tetatapi para Ulama Mazhab berbeda pendapat tentang batas
minimalnya. Syafi’I , Hambalidan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada batas
minimal mahar. Segala sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli boleh
dijadikan mahar sekalipun hanya satu qirsy.
Sementara itu Hanafi mengatakan bahwa jumlah mahar adalah 10 dirham.
Maliki mengatakan, jumlah mahar adalah tiga dirham.13
2. Mahar Mitsil
Mahar mitsil atau mahar sebanding adalah mahar yang besarnya tidak
ditentukan, tetapi dibayar secara pantas sesuai dengan kedudukan isteri dan
kemampuan serta kedudukan suami.14
Mahar yang dipakai dalam penelitian di Desa muhajirin Studi Komperatif
imam Syafii, merupakan barang pemberian yang dilakukan seorang laki-laki
kepada isterinya di saat dilakukan akad nikah dan merupakan syarat sahnya
pernikahan. Dari segi adat memang merupakan tradisi kebiasaan masyarakat,
sementara dalam hukum islam sendiri meskipun aturannya ada dalam Nas Al-
Qur’an hadis tapi tidak lepas juga dari tradisi atau Urf.
Para ulama dan fuqaha mencari suatu hukum yang berpegang teguh pada
sumber hukum Islam dan Maqasid asy-Syari’ah dimana salah satu sumber hukum
yang digunakan adalah Urf, yang dalam hal ini Akan digunakan dalam penelitan
ini.
2011). Hlm.64
13 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, PT Lentera Basritama :
Jakarta.2005.Hlm.164 14
Ibid, Fiqih Lima Mazhab .Hlm 164
Urf merupakan istilah islam dimaknai sebagai adat kebiasaan yang sudah
banyak dikenal oleh orang banyak dan menjadi tradisi mereka, baik yang berupa
perkataan atau perbuatan yang dilakukan atau ditinggalkan. Urf juga disebut adat.
Urf ada dua macam, yaitu Urf Shahih dan Urf fasid. Urf Fasid adalah Urf
yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’,seperti
mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan pertungangan sebelum akad
nikah. Sedangkan Urf Fasid adalah urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima,
karena bertentangan dengan syara’ seperti kebiasaan mengadakan sesajian dan
segala hal yang berhubungan dengan mistis yang dipandang keramat. 15
Hukum adat dapat dijadikan sebagai hukum, akan tetapi hukum yang
didasarkan pada Urf dapat berubah, dengan adanya perubahan suatu nas atau
tempat, Mayoritas Ulama menerima Urf sebagai metode penetapan hukum Islam,
sehingga dapat menjadi hujjah, mereka menyusun kaidah-kaidah usuliyah maupun
fiqhiyah yang berhubungan dengan keabsahan Urf.
Namun Dalam Kitab Al- Risalah yang merupakan kitab berisi metodologi
penetapan hukum Mazhab syafi’I tidak dijumpai Urf sebagai salah satu dalil
penetapan hukum. Namun adanya Qawl qadim dan Jadid merupakan fenomena
yang menunjukan adanya pengaruh ‘Urf. Dalam hal ini Ali Hasb Allah
menyatakan bahwa tidak dapat diingkari lagi Urf dan adat mesir sangat signifikan
pengaruhnya dalam Qawl Al-Syafi’i. Eksistensi Qawl qadim dan Jadid al-Syafi’I
15
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Sinar Grafika Offset : Jakarta
2009.Hlm 284
berimpikasi pada pemanfaatan ‘Urf dalam mengambil keputusan oleh para
Fuqaha’ al-Syafi’iyah. 16
Ketika Islam datang dahulu, masyarakat telah mempunyai Urf- urf yang
berbeda-beda, lalu Islam mengakui yang baik diantaranya serta sesuai dengan
tujuan syara dan prinsip-prinsipnya maka islam tidak menolak yang demikian. Di
samping itu ada pula sebagian yang diperbaiki dan diluruskan sehingga Urf
menjadi sejalan dengan arah dan sasarannya.
Menurut Imam Syafi’I rukun pernikahan secara lengkap adalah calon
Suami, Calon Isteri, 2 Saksi, Wali dan Sighat.
Imam Syafi’I berpendapat bahwa mahar yang harus ada dalam setiap
perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena mahar tersebut tidak mesti
disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan waktu akad berlangsung.
Dengan demikian mahar itu termasuk dalam syarat sah perkawinan
Sesuai dengan yang dikatakan Mazhab Syafi’i disunnahkan untuk
menyebutkan mahar di dalam akad nikah. Sekalipun dalam perkawinan budak.
Mazhab Syafi’i berpendapat dalam kitab Fath al-Qarib.17
يستحببجواراحآلءالنكاحعنالمهروهوكزلكواشعرقوله
Artinya :‘’Yang dimaksud bahwa perkawinan mushanif telah memberikan
pengertian bahwa lafad di sunnahkan adalahh memberikan pengertian dengan
bolehnya meniadakan suatu perkawinan dari adanya mahar’.18
Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa menurut Imam Syafi’i mahar
yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena
16
Hasbullah , Ali, Ushul al- Tasyri’, Dar al-Ma’rif, Mesir 1971Hlm.312 17
Imam Syafi’I , Al-Umm juz 5,Victory Agency: Kuala lumpur, Hlm.52 18
Ibid, Al-Umm .Hlm 53
mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan
waktu akad berlangsung.
Besaran mahar menurut Imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan
rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat
dijadikan mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih disukai. Lebih
baik jika seseorang tidak memberikan mahar kepada istrinnya melebihi mahar
Rasulullah SAW kepada isteri-isterinya, dan yang dibayarkan untuk putri-putri
beliau yaitu lima ratus dirham sebagai upaya mencari berkah dengan meneladani
setiap perkara yang dikerjakan Rasulullah Saw.19
Sedangkan firman Allah yang dijadikan Imam Syafi’i menentukan tidak
ada batas minimal mahar adalah
Dalam firman Allah Swt didalam surat an-Nisa’ ayat 20
Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang
dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. (Qs.An-Nisa Ayat 20).20
Menunjukan bahwa tidak ada batasan minimal mahar, baik sedikit atau
banyak karena Allah tidak menyebutkan larangan terhadap mahar yang berarti
harta yang banyak serta tidak adanya batasan minimal.
19
Tihami , Fiqih Munakahat , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010) Hlm.331 20
Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
2011). Hlm.64
G. Tinjauan Pustaka
Kajian terhadap adat sudah banyak dibahas para peneliti, tetapi kajiannya
lebih fokus pada aspek seluk beluk adat, baik ditinjau dari aspek hukum,
sosiologi, maupun antropologi di samping ditinjau dari segi kebudayaan. Namun
yang mengkaji tentang Penentuan adat dalam perkawinan dalam hukum Islam
Studi Komperatif Imam Syafii belum banyak dibicarakan, terutama pada
masyarakat yang berada yang berada di Kabupaten yang baru dimekarkan seperti
Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi . Kalaupun ada kajian yang
berkaitan dengan masalah tersebut, yang membedakan adalah pada aspek objek
penelitian yang tentunya mempengaruhi kajian-kajian dalam penelitian ini, di
antaranya adalah :
Pertama “Transformasi Pemahaman Masyarakat Tentang Pinang Dalam
Adat Jambi”. yang disusun oleh Al faroby secara subtansial Pengertian Hantaran
serta kedudukan dalam adat jambi sama dengan apa yang telah disyariatkan oleh
islam apa yang disebut menurut adat sama dengan demikian, karena adat itu
Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi pada kitabullah, adat yang
mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat dikarenakan adat dan agama
itu tidak dapat bisa dipisahkan.sejarah adanya Hantaran adat Jambi.21
Kedua “ Persefsi pengantin terhadap Mahar berupa seperangkat Alat
Sholat” yang di susun oleh Aqadatul Ihsan. Menyimpulkan bahwa mahar
seperangkat alat shalat yang diberikan kepada calon isteri tersebut berfungsi
untuk lebih mmeningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kedua mempelai
21
Alfaroby, Transformasi Pemahaman Masyarakat tentang Hantaran dalam Adat Jambi
Studi Kasus Desa Penegah Kecamatan pelawan Kabupaten Sarolangun, (UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta,2010)
dalam menjalankan ibadah shalat dan memberikan dorongan yang kuat pada
kedua mempelai dengan harapan kedepan bisa dapat menjadi manusia taat
beribadah kepada Allah dengan wujud seperangkat alat shalat.22
Ketiga ” Hukum Mahar Dalam Tajdidun Nikah ( Studi Komperatif Ibnu
Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf ar-Dabili) di susun oleh Muhammad Miftah
Karto Aji. Menyimpulkan bahwa tajdidun nikah atau pengulangan nikah
merupakan fenemona yang sering terjadi sekarang ini, mengenai hukum tajdidun
nikah terjadi perbedaan ada yang menganggap nikah yang pertama itu batal ada
pula yang menganggap tidak batal karena nikah yang kedua hanya untuk
memperindah dan menguatkan nikah.23
Keempat “ Status Barang Pemberian Tunangan setelah Putus” (Studi
Komperatif pendapat Imam Nawawi dan Imam Ibnu Abidin) Di susun Oleh
Ahmad Bagus Setiaji. Menyimpulkan bahwa menurut Imam Nawawi tentang
status pemberian tunangan yang telah putus termasuk pe,berian yang disebut
sebagai hadiah, karena barang-barang tersebut diberikan dengan adanya maksud
dan tujuan ialah wanita tersebut menikah dengannya. Menurut Imam Ibnu Abidin
dan Mazhab Hanafiyah tidak boleh menarik kembali pemberian hadiah tunangan
yang telah rusak, seperti perhiasan dan cincin itu hilang, kain menjadi baju maka
tidak berhak bagi pelamar untuk meminta gantinya.24
22
Aqadatul Ihsan, Persepsi Pengantin terhadap Mahar berupa Seperangkat Alat Shalat (
Studi Kasus di KUA Kotagede Tahun 2008) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2009 23
Muhammad Miftah Karto Aji, Hukum Mahar Dalam Tajdidun Nikah ( Studi
Komperatif Ibnu Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf ar-Dabili), UIN Walisongo , Semarang 2017 24
Ahamad Bagus Setiaaji, Status Barang Pemberian Tunangan setelah Putus” (Studi
Komperatif pendapat Imam Nawawi dan Imam Ibnu Abidin) UIN Walisongo , Semarang 2017
Kelima “ Studi Komparatif Kedudukan Mahar Pernikahanan Di Negara
Indonesia dan Pakistan”. Di susun oleh Atiqoh Fatiyah. Menyimpukan bahwa
Hukum keluarga yang berlaku di Indonesia dan Pakistan mengenai mahar sesuai
dengan hukum islam. Dimana mahar tidak diberatkan bagi calon mempelai laki-
laki yang ingin melangsungkan pernikahan. Faktor budaya dan aliran mazhab
mempengaruhi tradisi mahar di Indonesia dan Pakistan. Paskistan merupakan
Negara islam yang sangat kental dengan mazhab yang dianutnya. Seperti halnya
mahar dalam pernikahan.25
Keenam dengan tesis berjudul“ Studi Komparasi Penerapan Mahar Di
Indonesia dan Malaysia” Di susun oleh Muhammad Shobirin . Menyimpulkan
bahwa ketentuan mahar di Indonesia hanya di atur dalam kompilasi hukum islam
mengatur secara panjang lebar dalam pasal 30, 31,32,33,34,35,36,37,38 yang
mengatur segala proses mahar, cara pemberian gugurnya dan kewajiban mahar
tanpa ada penetapan kadar nominalnya sedangkan di Malaysia juga ada di atur
dalam sekyen 21 (1) dan (2) dalam Akta Undang-undang Keluarga Islam (
Wilayah persekutuan) 1984 ( Akta 303) yang menyebutkan kewajiban mencatat
Maskawin dana barang bawaan.
Dalam Undang-undang Indonesia dan Malaysia memiliki persamaan dan
perbedaan, persamaannya terletak pada , sudah di amandemennya tentang masalah
mahar, sama- sama dipengaruhi oleh mazhab syafi’i. penjajah memberikan warna
dalam pembuatannya dan menjadikan agama islam sebagai dasar pembuatannya,
namun perbedaannya terletak pada, nilai nominal dalam pemberian mahar dan
25
Atiqoh Fathiyah , Studi Komparatif Kedudukan Mahar Pernikahanan Di Negara
Indonesia dan Pakistan” UIN Syarif Hidayatulah , Jakarta 2016
kewenangan Negara-negara bagian dalam mengatur mahar disamping juga
Malaysia memberikan klarifikasi yang jelas ( Nominal Mahar) dari strukstur
sosial.26
Literatur-literatur Yang disebutkan tadi merupakan bahan perbandingan
yang menjadi acuan dengan mempelajari secara seksama pendapat para pakar
hukum Islam Imam Mazhab tentang penentuan adat dalam perkawinan sebagai
fenomena sosial, khususnya yang terjadi di Desa Muhajirin Kecamatan Jaluko
Kabupaten Muaro Jambi. Khusus menyangkut judul skripsi ini, peneliti belum
menemukan tulisan secara ekspisit membahas persoalan ini, karenanya penelitian
ini adalah suatu hal baru yang bersentuhan langsung dengan masyarakat yang
berada di Desa Muhajirin Kabupaten Muaro Jambi.
26
Muhammad Shobirin , Studi Komparasi Penerapan Mahar Di Indonesia dan
Malaysia” UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang 2013
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian lapangan yang bertempat di Desa Muhajirin
Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupate Muaro Jambi.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a) Subyek penelitian ini adalah calon suami, calon isteri, keluarga suami dan
keluarga isteri di Desa Muhajirin Kecamatan Jambi Luar Kota.
b) Obyek penelitian ini adalah Penentuan Mahar Adat Muhajirin Studi
Komperatif Pendapat Imam Syafi’i
3. Instrumen Penelitian
` Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif lapangan prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan prilaku yang dapat diamati.27
` Penenlitian kualitatif sebagai hument instrument, berfungsi menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya.28
27
Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:PT Remaja Rodakarya,
2005. Hlm.4 28
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung:Alfabeta,
2004 hlm. 222
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
Menurut sumber pengambilannya, data dapat di bedakan atas dua jenis,
yaitui data primer dan data sekunder.
a) Data primer adalah data yang diperoleh melalui serangkaian kegiatan
seperti, dokumentasi dan wawancara. 29 Data primer data yang langsung
diambil peneliti kepada sumbernya tanpa adanya perantara. Data Primer
yaitu data yang diperoleh dari Kepala Desa, Ketua Lembaga Adat dan Pihak
keluarga suami dan keluarga isteri di desa Muhajirin.
b) Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara
tidak langsung atau melalui sumber perantara. Ini diperoleh dengan cara
mengutip narasumber perantara. Data ini diperoleh dengan cara mengutip
dari sumber lain seperti jurnal, internet, sehingga tidak bersifat autuentik,
karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya
2. Sumber data.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber subjek darimana data
diperoleh. Sumber data dalam kualitatif ini adalah orang atau narasumber.
Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah orang yang bersangkutan
dalam masalah Penentuan Mahar Hukum adat Desa Muhajirin Studi Komperatif
Imam Syafi’i.
29
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan Kuantitatif,
Jakarta:Gaung Persada Perss, 2009 hlm. 76-77
C. Unit Analisis
Unit analisis adalah suatu tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek
penelitian.30
Dengan smpling kita memilih subjek (individu) atau (benda) yang
diambil dari satu kesatuan atau keseluruhan untuk mendapatkan gambar mengenai
kesatuan atau keseluruhan tersebut.31
Dalam penelitian ini yang merupakan
keseluruhan subjek penelitiannya adalah Kepala Desa Muhajirin Perangkat Desa
Ketua Lembaga Adat dilingkungan Desa Muhajirin serta masyarakat Pasangan
Suami Istri Desa Muhajirin.
Untuk menentukan unit analisis data peneliti menggunakan sistem
purposive sampling yaitu subjek dari penelitiannya sudah ditentukan dan hanya
diambil pada orang-orang tertentu atau orang-orang yang mendalami dalam
penelitian ini, maka yang menjadi informan adalah: Kepala Desa, Seketaris Desa,
Ketua Lembaga Adat, , Kasi Wilayah,Kaur Perencanaan ,Pasangan Suami Istri
(2) orang. Jadi keseluruhan informannya berjumlah (7) orang..
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data
yang peneliti gunakan yaitu:32
30
Suhaimi Arikunto, “Metode Penelitian”, Hlm. 143 31
Rianto Adi, “Metode Penelitian Sosial Dan Hukum”, Jakarta , Ganit 2004. Hlm. 101 32
Sugiyono,2004 Op.cithlm 224
1. Observasi
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan.
Sementara itu menurut Prof.Dr.H.M. Burhan Bungin,S.Sos., M.Si. observasi
atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan
pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainya seperti
telinga, penciuman, mulut dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan
seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja panca indra mata
serta dibantu dengan panca indra lainnya.33
Observasi yang penulis gunakan ini adalah observasi tersetruktur.
Dimana,menurut Sugiyono bahwa,“observasi tersetruktur adalah observasi yang
telah di rancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan
dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur di lakukan apabila peneliti telah tahu
dengan pasti tentang variable apa yang akan diamati.34
Pada penggunaan teknik observasi terstruktur ini peneliti mengandalkan
pengamatan langsung dan ingatan peneliti ,melalui pedoman wawancara yang
juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi. Jadi,
penelitian langsung mengamati dan mencatat segala sesuatu yang terjadi pada saat
pengamatan yang di dapat dilapangan, dalam hal ini di Desa Muhajirin.
33
Burhan Bungin.Penelitian Kualitatif (Komunikasi,Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu 34
Sugiyono 2012, Op.Cit, Hlm 146
2. Wawancara
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat di kontruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.35
Adapun yang menjadi objek wawancara penelitian ini adalah Kepala Desa,
Perangkat Desa ,Ketua Lembaga Adat dan Pasangan Suami Isteri serta Penduduk
Desa Muhajirin.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.Dalam
penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik dokumentasi atau kepustakaan
untuk memperkuat kebenaran data yang akan dianalisis. Penggunaan metode
dokumentasi ini sangat berguna dalam pengamatan dan wawancara.
Adapun yang menjadi objek dokumentasi penelitian ini adalah segala
kegiatan di Desa Muhajirin Kota Jambi.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, data di peroleh dari berbagai sumber, dengan
mengunakan tehnik pengumpulan data yang bermcam-macam (triangulasi), dan
dilakukan secara terus-menerus tersebut mengakibatkan versi data tinggi
sekali.Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan.Selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan.
35
Ibid, hlm.231
1. Analisis Data Sebelum di Lapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti
memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan, atau
data sekunder, yang akan di gunakan untuk menentukan focus penelitian. Namun
demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang
setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.
2. Analisis Data Selama di Lapangan
Analisis yang dikerjakan selama dilapangan dilaksanakan secara terus-
menerus, sementara data dikumpulkan, merupakan upaya menetapkan data
sebagai analisis data akhir sebelum peneliti meninggalkan lapangan.Terkait
dengan hal tersebut Bogdan & Biklen menyarankan agar peneliti melakukan
penelitiannya dengan baik, mengupayakan segera memutuskan untuk
mempersempit bidang kajian. Pada mulanya peneliti berupaya melacak data
sebanyak muingkin dan seluas mungkin dengan mencari berbagai objek fisik di
medan penelitiannya untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang luas
terhadap parameter latar, subjek, dan berbagai isu yang diminati. Akan tetapi,
peneliti harus segera menyadarinya untuk segera pula mengembangkan fokus
penelitian yang didasarkan atas dua hal, (1) apa yang mungkin dan mudah
dikerjakan, dan (2) apa yang sebenarnya diminati. kedua hal tersebut diperlukan
untuk membatasi jangkauaan pengumpulan data. Hal itu dapat diputuskan setelah
tiga atau empat kali kunjungan atau setelah beberapa kali wawancara
pendahuluan.36
Peneliti dalam analisis dilapangan, harus menetapkan bentuk kajian yang
ingin dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan rancangan yang akan dipilih, seperti
studi kasus organisasi, studi observasi, sejarah kehidupan, dan kajian budaya.
Kegiatan pengumpulan data sangat tergantung pada rancangan yang di pilih,
disamping pengalaman dibidang penelitian.Apakah yang dikehendaki peneliti?
Misalnya, apakah peneliti ingin mendiskripsikan secara lengkap data penelitinya,
ataukah peneliti hanya tertarik untuk mengangkat teori mengenai aspek tertentu.37
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan penulis dan penyusunan serta pemahaman
tentang skripsi ini agar penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan setting yang
telah penulis tentukan sebelumnya, maka terlebih dahulu ditentukan susunan dan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan dan
Manfaat penelitian, Batasan masalah, Kerangka teori, dan Tinjauan pustaka.
BAB 11 : METODE PENELITIAN
Tentang metodologi penelitian , Yakni berisi mengenai tempat dan waktu
penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, dan instrument
pengumpulan data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.
36
Imam Gunawan, “Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek”, Jakarta: Bumi
Aksara 2014, Hlm. 223. 37
Ibid, Hlm. 224
BAB III : GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
Tentang Kondisi Obyektif Penelitian yakni Mengenai Sejarah Desa
Muhajirin , Geografis, Visi dan Misi, dan Struktur desa Muhajirin.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tentang pembahasan dan hasil penelitian mengenai Penentuan Mahar
Menurut Hukum Adat Muhajirin Studi Komperatif Pendapat Imam Syaf’i.
BAB V : PENUTUP
Bab ini bagian Akhir dari skripsi berisi tentang kesimpulan dan saran.
G. Jadwal Penelitian
NO JENIS
KEGIATA
N
TAHUN 2018/2019
November Desember Januari Februari Maret April Mai
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan
Proposal
2 Pengajuan
Proposal
Dan
Penunjukan
Dosen
Pembimbin
g
3 Konsultasi
Dan
Perbaikan
Proposal
4 Seminanr
Proposal
Dan
Perbaikan
Hasil
Seminar
5 Pengesahan
Judul Dan
Izin Riset
6 Pengumpula
n Dan
Penyusunan
Data
7 Analisis
Dan
Penulisan
Draf
8 Penyempurn
aan Dan
Pengandaan
BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Desa Muhajirin
Desa Muhajirin merupakan sebuah desa yang terletak dalam Daerah
Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Indonesia.
Menurut keterangan Sekretaris desa Muhajirin dengan kesempatan
wawancara dengan penulis, menyatakan bahwa:
”Pada awalnya, Desa Muhajirin dulunya adalah PIR Proyek Ness 2
Bajubang dari perusahaan Ptp Perkebunan 40 Pamela. Yang dimana
masyarakatnya merupakan penduduk asli Jambi yang ada di tepian
Batanghari. Setelah tahun 1985 Masyarakat tersebut pindah ke Ness
Bajubang , maka terbentuklah sebuah desa yang di namakan desa
Muhajirin dengan luas 3400 Ha, dan jumlah penduduk 3.449 Jiwa serta
KK yang sudah mencapai 1000 . Desa ini memiliki 21 RT dan terdiri dari
3 dusun , yakni Dusun Sinar Harapan, Suka Makmur, dan Suka Rame.
Berlokasi sekitar 30 KM dari Kota Jambi.”38
Berdasarkan dari hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa desa ini
berasal dari adanya sebuah PIR Proyek Ness 2 Bajubang dari Perushaan
Perkebunan yang di beri nama dengan sebutan Muhajirin dan pada daerah
tersebut juga di kelilingi oleh pepohonan rimbun hutan , sehingga sebagian
masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dan perkebunan. Letaknya yang berada
di tengah hutan dan banyaknya lahan yang kosong membuat desa ini memiliki
sawah dan kebun yang cukup luas. Oleh karenanya hasil dari pekerjaan penduduk
desa berupa tanaman pangan, sayur, buah-buahan dan hasil kebun seperti Sawit,
38
Wawancara Dengan Sutrisno, Sekretaris Desa Muhajirin, 10 Oktober 2018
Kopi dan Getah karet.
Mayoritas penduduk dari desa ini memang bekerja sebagai petani dan
perkebunan, akan tetapi seiring berkembangnya pengetahuan dan Pendidikan
membuat generasi muda sudah tidak lagi meneruskan pekerjaan orang tuanya
sebagai petani namun mereka pergi dari desa untuk bekerja sebagai pegawai
pabrik serta pekerjaan lainnya diluar pertanian
B. Batas-batas Wilayah Desa Muhajirin
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Awin, desa Ma.Sebo, Kel.Pijoan
2. Sebelah timur berbatasan dengan Kel.Pijoan, Desa Sungai Bertam
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Petajen dan Desa Baru
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Batin.39
C. Visi dan Misi Desa Muhajirin
1. VISI
Terwujudnya desa Muhajirin yang aman, sehat, cerdas, berdaya saing,
berbudaya dan berakhlaq mulia.
2. MISI
a) Mewujudkan keamanan dan ketertiban di lingkungan desa Muhajirin
b) Meningkatkan kesehatan, kebersihan desa serta mengusahakan Jaminan
Kesehatan Masyarakat melalui program pemerintah.
c) Mewujudkan dan meningkatkan serta meneruskan tata kelola pemerintahan
Desa yang baik.
39
Profil Pemerintah Desa Muhajirin 2015
d) Meningkatkan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat desa dan daya
saing desa.
e) Meningkatkan sarana dan prasarana dari segi fisik, ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan kebudayaan di desa.
f) Meningkatkan kehidupan yang harmonis, toleran, saling menghormati
dalam kehidupan berbudaya dan beragama di desa Muhajirin.
g) Mengedepankan kejujuran, keadilan, transparansi dalam kehidupan sehari–
hari baik dalam pemerintahan maupun dengan masyarakat desa Muhajirin.40
D. Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Muhajirin
Setiap pemerintahan memiliki struktur organisasi yang berbeda-beda. Agar
struktur pemerintrahan tersebut dapat berjalan dengan baik, maka harus diatur
suar suatu struktur organisasi yang merupakan kerangka kerja organisasi. Struktur
organisasi akan mempermudah pimpinan mengawasi bawahannya dan meminta
pertangung jawaban atas pelaksanaan tugas-tugasnya, serta untuk memberi
batasan yang jelas mengenai tingkat otoritas yang dimiliki oleh setiap tingkat
devis. Berikut struktur organisasi kepemerintahan Desa Muhajirin Kecamatan
Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi.41
40
Profil Visi Misi pemenrintah Desa Muhajirin 2015 41
Dokumentasi Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Muhajirin
Bagan 1.1 Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa
Muhajirin42
E. Kondisi Sosial Keagamaan
Agama bagi manusia merupakan kebutuhan fitrah yang sangat penting,
dengan agama manusia dapat merasakan nikmatnya kehidupan, karena tanpa
agama manusia terombang ambing oleh kehidupan dan kebahagiaan manusia baik
di dunia maupun diakhirat. Dalam masyarakat Desa Muhajirin penduduknya
hampir 80 % menganut agama Islam, sebagai agama yang telah diajarkan dan
diwariskan oleh nenek moyang mereka secara turun temurun. Sehingga
masyarakat Desa Muhajirin dengan hidup beragama mereka menjadi rukun dan
patuh dengan ketentuan-ketentuan agama, walau disamping itu ada agama selain
agama Islam, namun mereka hidup saling hormat menghormati satu dengan yang
lainnya.
Adapun sarana untuk menunjang peribadatan Desa Muhajirin cukup
SEKRETARIS
SUTRISNO
KEPALA DESA
AHMAD TARMIZI,MD
KAUR TATA USAHA
EKA ARYANI
KAUR KEUANGAN
HASYIM KAUR PERENCANAAN
RAHMAT
KASI PEMERINTAHAN
M.KAMAL KASI KESEJAHTERAAN ANDI WIJAYA
KASI PELAYANAN
INDAH PERMATA SARI
memadai, hal ini terbukti dengan adanya bangunan-bangunan rumah ibadah,
seperti Masjid dan tempat ibadah lainnya, yang di pergunakan untuk tempat
ibadah, disamping itu dipergunakan juga sebagai tempat bermusyawarah.
Keberadaan Masjid dan Mushalla di Desa Muhajirin cukup memadai
sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas beragama. Masyarakat juga merasa
satu sama lainnya ada keterikatan, sehingga apabila ada sesuatu masalah dapat
dimusyawarahkan bersama-sama, selain Masjid dan Mushalla sebagai wadah
berkumpulnya jamaah, juga sebagai tempat melaksanakan kegiatan pendidikan
keagamaan, seperti:
1. Pendidikan anak-anak dalam belajar membaca Al-Qur’an
2. Mengadakan wirid yasin bagi kaum Ibu dan kaum Bapak
3. Majlis taklim/pengajian masalah agama.43
Dari hasil obsevasi penulis menyatakan bahwa dari segi keyakinan
(agama), maka Islam adalah agama mayoritas di Desa Muhajirin.
F. Kondisi Sosial Ekonomi
Sumber Ekonomi masyarakat Desa Muhajirin adalah bertani. Namun, ada
juga yang berdagang, Pegawai Negeri Sipil ( PNS ), TNI dan lain sebagainya.
Bertani adalah mata pencaharian yang umum bagi masyarakat Desa
Muhajirin Melalui pencaharian yang demikian, masyarakat Desa Muhajirin telah
dapat dikategorikan kepada suatu tingkat kehidupan masyarakat yang baik.
Jumlah pengangguran yang di kategorikan di Desa Muhajirin tidak ada. Karena
43
Profil Desa Muhajirin 2015
pada umumnya masyarakat mempunyai kebun Sawit/Karet untuk di garap.44
G. Kondisi Adat Istiadat
Penduduk Desa Muhajirin adalah masyarakat yang heterogen, yang
mayoritas penduduknya adalah suku Melayu, sebagai suku asli masyarakat Desa
Muhajirin. Adapun suku yang lain, seperti : Jawa, Minang dan lain sebagainya.
Dari tempat asal, mereka membawa adat dan tradisi yang berbeda dengan
penduduk asli tempatan. Namun, hal itu tidak menjadi perpecahan bagi
masyarakat Desa Muhajirin, karena pada umumnya adat yang dibawa oleh
masyarakat pendatang tidak jauh berbeda, sehingga mereka tidak membedakan
antara satu suku dengan suku yang lain. Mereka hidup rukun dan damai. Namun,
dalam pelaksanaan pernikahan selalu dilaksanakan sesuai dengan adat asli
tempatan ( Melayu).
Adat masyarakat Desa Muhajirin terlihat apabila syukuran kelahiran anak,
khitanan, resepsi pernikahan. dalam rangka menyambut hari-hari nasional dan
hari besar Islam, masyarakat lebih suka mengadakan acara-acara kesenian, seperti
: rebana dan lain sebagainya. Untuk acara perkawinan, adat istiadat sangat
dirasakan oleh masyarakat Desa Muhajirin..45
44 Wawancara Dengan Rahmat, Kaur Perencanaan Muhajirin, 5 November 2018
45 Wawancara Dengan Kemas M Nur, Kepala Lembaga Adat Muhajirin, 6 November
2018
H. Struktur Organisasi Lembaga Adat
Bagan 1.2 Struktur Organisasi Lembaga Adat Desa Muhajirin
Berdasarkan bagan diatas dan observasi penulis bahwa, Lembaga Adat
yang ada Di Desa Muhajirin merupakan Lembaga Adat yang memiliki visi dan
misi untuk mencapai tujuan, serta tugas dari masing – masing personil yang telah
dilaksanakan sesuai dengan bidangnya dangan penuh tanggung jawab.
Dalam menjalankan organisasi sesuai dengan ketentuan serta
melaksanakan program kerja, maka perlu ditetapkan pengurus lembaga adat
Melayu Jambi Bumi Sailun Salimbai Desa Muhajirin Kec.Jambi Luar Kota,
Kab.Muaro Jambi 2015-2020.46
46
Dokumentasi Lembaga Adat Desa Muhajirin Tanggal 6 November 2018
SEKRETARIS
SARIJAN
KETUA
KMS. M.NUR
WAKIL KETUA 1
M.SUKRI
BENDAHARA
DEDEK SAIFUL BAHRI,
S.Pd.i
WAKIL KETUA II
RD.MUHAMMAD
WAKIL KETUA III
HAJAR SALEH
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Mahar Menurut Adat Desa Muhajirin Dan Pendapat Imam
Syafi’i
1. Penentuan Mahar menurut Adat Desa Muhajirin
Pada proses penentuan mahar di Desa Muhajirin ini terbilang unik dan
berbeda dengan desa-desa yang lain. Desa yang dikenal dengan perantauan ini
memiliki adat atau tradisi yang dari dulu dipegang teguh oleh masyarakat.
Sebelum adanya suatu pernikahan biasanya diawali oleh proses tunangan.
Umumnya tunangan di Desa Muhajirin ini selama 1 tahun, dan jika dari pasangan
calon suami istri sudah siap secara lahir, batin dan materi barulah akan ditentukan
tanggal pernikahannya. Hal ini diungkapkan oleh Bapak ketua adat desa
Muhajirin:
‘’Dalam penentuan tanggal pernikahan tersebut biasanya tidak luput dari
peran sesepuh yang sudah dipercayai untuk mewakili kedua belah pihak.
Biasanya tanggal pernikahan itu ditentukan dua bulan sebelum hari H.
Dalam penentuan tanggal pernikahan tersebut umumnya dikemas dalam
bentuk musyawarah dirumah calon istri. Dan yang dibahas dalam
musyawarah tersebut tidak luput dari : tanggal pernikahan, biaya
pernikahan, tempat tinggal setelah menikah, ditentukan adalah ketua adat
dengan mengikuti kebiasaan yang sudah ada di desa sejak turun temurun.
Biaya pernikahan kebanyakan ditanggung oleh pihak laki-laki , terkait
tempat tinggal biasanya istri ikut suami, disamping itu pihak laki-laki juga
menyerahkan isi rumah seperti kasur, kursi, lemari pakaian dan lain-
lain’’ujarnya.47
47
Wawancara Dengan Kemas M Nur, Ketua lembaga Adat, 5 Desember 2018.
Di Desa Muhajirin, wanita masih terkungkung dalam adat lama yang
menomer duakan wanita. Seperti halnya pendidikan, mencari nafkah, dan
sebagian masyarakat dalam menentukan mahar pun wanita juga tidak menentukan
secara mandiri tapi masih mengikuti ketentuan adat. Karena jika tidak mengikuti
adat maka terkadang pernikahannya menjadi perbincangan orang sekitar. Seperti
yang diungkapkan salah satu warga desa muhajirin :
‘’hukum adat muhajirin ini sudah ada sejak lama , memang di haruskan
untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam tata cara serta
penentuan nya jika ingin melakukan pernikahan dengan penduduk asli
Muhajirin’’ujarnya.48
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa penentuan mahar
yang dilakukan desa Muhajirin sudah tentu harus mengikuti hukum adat yang
berlaku di desa itu. Dari segi adat memang merupakan tradisi dari kebiasaan
masyarakat.
Dalam hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ketua Lembaga
Adat Kemas M.nur tatkala penulis menanyakan tentang mahar yang berlaku di
Desa Muhajirin, sebagai berikut:
‘’ketika orangtua mau menikahkan anak wanitanya maka kumpulah
kedua belah pihak beserta pihak lembaga adat dalam permusyawarahan
dalam penentuan mahar, dari pihak laki-laki yang harus memenuhi
mahar sebesar 20-30 juta serta membawa Selemak Manis dan pakain
Pengantin sebelum Akad nikah di langsungkan sebagai persyaratan dalam
melakukan perkawinan, diharuskan untuk memenuhi semua syarat, dan
dimana calon suami tidak mampu memenuhi mahar tersebut maka
pernikahannya di tunda maupun bisa menjadi batal jika lewat dari batas
kesepekatan”ujarnya.49
48
Wawancara Dengan Dwi Purwanto, Penduduk Desa Muhajirin Tanggal 6 Desember
2018 49
Wawancara Dengan Kemas M Nur, Ketua lembaga Adat, 6 Desember 2018.
Dalam hal lain ada juga pasangan suami istri yang memilih jalan belakang
pada mahar yang di berikan pada saat pernikahannya, dan dijelaskan oleh
pasangan suami istri Amin dan Hasnah sebagai berikut :
“Masyarakat Muhajirin memang sangat kental dengan hukum adat nya
akan tetapi Pada saat itu sebagai kedua belah pihak yang saling kenal
dan sangat ingin menjodohkan kami berdua, karena keterbatasannya
penghasilan untuk memenuhi mahar adat istiadat yang ada di desa
Muhajirin dan tidak ingin kedua Orang tua mempelai pria maupun
wanita menanggung malu jika sampai terjadinya pernikahan di tangguh
maupun batal, Maka diringankan jumlah mahar disebut sebagai jalan
belakang atau jalan kesepakatan bersama. Pihak Calon Isteri
Menyesuaikan kesanggupan pihak mempelai laki-laki agar mampu
memenuhi mahar dan terciptanya pernikahan”.Ujarnya50
Adapun Proses Pernikahan yang ada di desa Muhajirin yaitu :
a. Masa Perkenalan
Pada umumnya antara kedua insan yang akan kawin ( bujang dengan
gadis), sudah saling mengenal sebelum menikah.
b. Masa Persiapan
Dinasehatkan dengan seloko adat, haruslah mempersiapkan dirinya lebih
dulu secara lahir batin, Bersiap sebelum Tibo, Beringat sebelum Keno, sebelum
hujan sediakan paying, Hujan tibo paying berkembang.
c. Sisik Siang
Mendatangi keluarga perempuan untuk mengetahui apakah si gadis sudah
menjadi kundangan (Tunangan) orang. Jika sudah maka tahapan tersebut berhenti
sampai disitu, dan jika belum akan di lanjutkan.
50
Wawancara Dengan Amin dan Hasnah, Pasangan Suami Isteri Desa Muhajirin, 7
Desember 2018.
d. Sirih tanyo pinang tanyo
Ninik mamak pihak laki-laki mengantarkan seperangkat barang sebagai
tanda bahwa si gadis dan bujang resmi bertunangan.kelengkapan yang di antarkan
terdiri dari senampan sirih, dan pakaian laki-laki ( baju, kopiah, kain sarung ).
e. Mengembang Tando , Mengisi adat Lembago
Pada hari yang telah ditetapkan berkumpullah keluarga dan ninik mamak
dari kedua belah pihak yang di saksikan oleh batin (kepala dusun).setelah
semuanya berkumpul.maka tando diserahkan kepada batin oleh keluarga
perempuan. Dalam tahapan ini ditetapkan tingkatan mengisi adat menuang
lembaga (jenis hantaran/serahan laki-laki kepada keluarga perempuan) yang harus
ditanggung pihak laki-laki. Berdasarkan adat Masyarakat Muhajirin adat
ketentuan mengisi adat menuang lumbago itu terbagi atas 3 (tiga) tingkatan,
yakni:
1. Yang diatas, yaitu : Kerbau sikuk, beras seratus gantang, kelapo seratus tali(
satu tali dua buah ), lengkap dengan segaram, selemak semanis.
2. Yang ditengah, yaitu : Kambing sikuk, beras dua puluh gantang, kelapo dua
puluh tali, lengkap dengan segaram, selemak semanis.
3. Yang dibawah, yaitu : Ayam sikuk, beras dua gantang, kelapo dua tali,
lengkap dengan segaram, selemak semanis. Disamping itu pihak laki-laki
juga menyerahkan lemari tempat tidur, kursi atau barang lain, yang
sesungguhnya tidak diminta oleh pihak yang perempuan. Barang yang
dibawa itu disebut harto pembawok.
f. Mengantar serah Adat Lembago
Setalah tando diterima pihak perempuan dan tingkatan mengisi lumbago
telah ditetapkan, tahap selanjutnya adalah mengantar serah yang dilakukan oleh
keluarga laki-laki.Serah yang diantarkan harus sesuai dengan serah yang di
sepakati sewaktu mengembang tando.
g. Nikah Kawin
Pernikahan dilangsungkan di masjid yang ada di dekat rumah mempelai
perempuan, dalam seloko adat di sebutkan : ‘Nikah di Mesjid, Kawin dirumah
Tanggo’.
h. Mengumpul Tuo, Memulak lek pado penangga (panitia pesta)
Meminta kepada tuo kampong, tuo-tuo tengganai, tuo bujang dan gadis
beserta anak buahnya berkumpul, agar nang berat samo dipikul,nang ringan samo
dijinjing, nang mata minta dimasakkan, nan masak dimakan
i. Berelek berkenduri
Yaitu duduk bersanding yang tata caranya harus disesuaikan dengan adat.
Adapun urutannya sebagai berikut : Sebelum duduk bersanding, dari pihak
perempuan menjemput mempelai laki-laki ke depan halaman rumah. Sesampainya
mempelai laki-laki dimuka rumah nan betino, dilangsungkan upacara beulu
bejawat (penyampaian kata pengantar dari pihak laki-laki dan dijawab oleh pihak
perempuan) dengan seloko adat.
j. Mengumpul tuo, Menutup lek
Menandakan selesainya acara Pesta dilaksanakan.Acara ini di tutup
dengan acara betunjuk beaja yaitu penyampaian nasehat kepada penganten baru.
Tingginya mahar serta proses adat yang sudah ada sejak dulu diterapkan di
desa tanpa di kurangkan kadarnya membuat pemuda didesa itu enggan menikah
dan membatalkan pernikahan mereka karna permintaan mahar yang mahal, dan
banyak dari mereka yang memilih pasangan dari desa lain sesuai dengan kadar
mahar yang mampu di berikan.
Dari hasil wawancara tersebut, penentuan mahar di Desa Muhajirin Sudah
Menjadi tradisi dan kewajiban sebelum melaksanakan acara pernikahanan,
sehingga tradisi ini tidak boleh di lupakan dan ditinggalkan sebagai bentuk
penghormatan kepada tradisi yang telah melestarikan dan mempertahankan adat.
1. Mahar Menurut Imam Syafi’i
a. Biografi Imam syafi’i
Imam Syafi’I dilahirkan di Guzzah (Gaza) pada bulan Rajab tahun 150
Hijriah / 767 Masehi. Menurut suatu riwayat pada hari itu bertepatan dengan
wafatnya Imam Abu Hanifah. Nama lengkap Imam Syafi’I adalah Abu Abdillaah
Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’I bin Saib bin Yazid bin
Hasyim bin Abdul Muthalib bin ‘Abdi Manaf Qushay al-Quraisyiy. Dengan ini
jelas bahwa beliau itu adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Pada Abdul
Manaf ( Datuk Nabi yang ke III ). Lantaran itu Syafi’I dikatakan “ Anak bapak
saudara Rasul” dan Hasyim yang tersebut dalam silsilah beliau bukan hasyim
datuk Nabi. Sedang Hasyim Datuk Nabi ialah Hasyim bin Abdul Manaf dan
Hasyim ini anaknya Ukhai.
Adapun nasab Imam Syafi’i dari ibunya adalah Abu Abdilallah
Muhammad bin Fatimah binti Abdullah binAl-Hasan bin Husain bin Ali bin Abi
Talib, (Paman Nabi SAW). Dengan demikian ibu Imam Syafi’i adalah cucu dari
Ali bin Abi Talib, Menantu Nabi dilahirkan ibunya dalam keadaan yatim, karena
ketika ia masih dalam kandungan ibunya, ayahnya meninggal dunia. Kemudian
setelah berusia kurang lebih dua tahun, barulah beliau dibawa pulang oleh ibunya
ke kota Makkah.
Dengan pertalian tersebut di atas Imam Syafi’i menganggap dirinya dari
orang yang dekat kepada Rasulullah, bahkan beliau dari keturunan “Zawil Kurba”
yang berjuangdengan Rasulullah di zaman jahiliyah dan islam. Mereka bersama
dengan Rasulullah juga semasa orang Quraisy mengasingkan Rasulullah. Mereka
bersama turut menanggung penderitaan bersama-sama Rasulullah.
Oleh karena itu tidak benar apa yang dianggap oleh setengah dari orang
yang mengatakan bahwa beliau bukan dari keturunan Quraisy bahkan dengan
ketuaan saja. Keluarga imam Syafi’i adalah dari keluarga palestina yang miskin
dan yang dihalau dari negerinya. Mereka hidup di dalam perkampungan orang
yaman, tetapi kemuliaan keturunan beliau adalah menjadi tebusan kepada
kemiskinan.51
Imam Syafi’i dapat menghapal Al-Quran dengan mudah, yaitu ketika
beliau masih kecil dan beliau menghapal serta menulis hadits-hadits. Beliau
sangat tekun mempelajari kaidah-kaidah dan nahwu bahasa Arab. Untuk tujuan
itu beliau mengembara ke kampong-kampung dan tinggal bersama puak (Kabilah)
“Huzail” lebih kurang 10 tahun, lantaran hendak mempelajari bahasa mereka dan
juga adat istiadat mereka.
51
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya
: Jakarta,13320. Hlm 141-142
Kabilah Huzail adalah suatu kabilah yang terkenal sebagai suatu kabilah
yang paling baik bahasa Arabnya. Imam Syafi’i banyak menghapal syair-syair
dan qasidah dari kabilah Huzail. Sebagai bukti Al-Asmai’ pernah berkata : bahwa
beliau pernah membetulakn atau memperbaiki syair-syair Huzail dengan seorang
muda dari keturunan bangsa Quraisy yang disebut dengan namanya Muhammad
bin Idris, maksudnya ialah Imam Syafi’i.
Disamping mempelajari ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan
pula mempelajari memanah, sehingga beliau dapat memanah sepuluh batang
panah tanpa melakukan satu kesilapan. Beliau pernah berkata : Cita-citaku adaah
dua perkara : panah dan ilmu, aku berdaya mengenakan target sepuluh dari
sepuluh, mendengar percakapan itu orang yang bersamanya berkata : Demi Allah
bahwa ilmumu lebih baik dari memanah.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Imam Syafi’I pada masa mudanya
banyak menumpu tenanganya untuk mempelajari syairi, sastra dan sejarah, tetapi
Allah menyediakan baginya beberapa sebab yang mendorong beliau untuk
mempelajari ilmu fiqih dan ilmu-ilmu yang lain.52
Imam Syafi’i banyak menyusun dan mengarang kitab-kitab. Menurut
setengah ahli sejarah bahwa beliau menyusun 13 kitab dalam beberapa bidang
ilmu pengetahuan yaitu seperti ilmu fiqih, tafsir, ilmu usul, dan sastra (Al-Adab)
dan lain-lain.
Dalam jilid keempat belas dari kitab :Mujam al Udaba” Yakut
menerangkan berpuluhan nama kitab yang dikarang oleh imam Syafi’i, jika kita
52
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya
: Jakarta,13320. Hlm 143-144
perhatikan dengan baik bahwa nama kitab yang disebutkan itu bukanlah
sebagaimana kitab yang kita maksudkan pada hari ini, tetapi hanya beberapa bab
hukum fiqih, kebanyakan bab ini telah di masukkan ke dalam kitabnya “Al-Um”.
Diantara kitab Imam Syafi’i juga ialah “Ar-Risalah” yang mana
membicarakan tentang ilmu usul fiqih. Beliau menyusun kitab Ar-Risalah sebagai
penerimaan atas permintaan Abdur Rahman bin Al-Mahdi, beliau adalah sebagai
imam dalam ahli hadits pada masa itu.
Diantara kitab karangan imam Syafi’i juga ialah kitab “Al-Um”, Al-Um
adalah sebuah kitab yang luas dan tinggi dalam ilmu fiqih. Dan semasa di Irak
Imam Syafi’i menyusun kitabnya yang lama diberi nama “Al-Hujjah”.
Pengesahan atau penetapan tentang ini telah diceritakan oleh empat dari para
ulama yang terbesar, mereka itu ialah , Ahmad bin Hambal ,Ibnu Ath-tsaur , Az-
Za’faran dan Ath Karabisi
Diantara kitab imam Syafi’i yang lain juga ialah Al-Wasaya Al-Kabirah,
Ikthilaf Ahlil Irak, Wasiyatus Syafi’i. Jami’ Al-Ilm, Ibtal Al-Istihsan, dan lain-
lain. Imam Syafi’i menyusun sebagian dari kitab-kitabnya atau pun beliau
menulisnya sendiri dan direncanakan sebagian yang lain.53
2. Dasar Hukum Mahar dan Batas Mahar Imam Syafi’i
Beliau berpendapat bahwa mahar sebagai sesuatu yang diwajibkan sebab
adanya pernikahan. Mahar dalam pernikahan tidak termasuk ke dalam rukun,
karena mahar tersebut tidak mesti disebut dan diserahkan pada waktu akad nikah
53
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya
: Jakarta,13320. Hlm 160-162
berlangsung. Dengan demikian mahar termasuk dalam syarat perkawinan.54
Mahar sebagai suatu pemberian yang mempunyai kedudukan penting.
Kehadirannya tentu memiliki landasan hukum yang sangat kuat. Sehingga para
Ulama sepakat bahwa Mahar hukumnya wajib dibayarkan oleh mempelai pria
kepada mempelai wanita baik pembayarannya secara tunai maupun cicilan
yang berupa uang atau barang boleh juga berbentuk jasa, seperti mengajar,
membaca ayat al-Qur’an. Jadi mahar itu sesuatu yang bermanfaat, bukan
sesuatu yang haram untuk dimiliki atau dimakan.
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk memberikan mahar
yang sewajarnya agar tidak terjadi rasa permusuhan dalam dirinya sendiri dan
Rasulullah memberikan mahar kepada isterinya tidak lebih dari 12 uqiyah ( 40
Dirham ) . Mengenai besarnya mahar Para Ulama Mazhab juga sepakat bahwa
tidak ada jumlah maksimal dalam mahar, Imam Syafi’i mengatakan bahwa
mahar itu tidak ada batasan rendahnya. Yang menjadi prinsip bagi Imam
Syafi’i yaitu asal sesuatu yang dijadikan mahar itu bernilai dan berharga, maka
boleh digunakan sebagai mahar.55
Allah SWT berfirman dalam Surah (An-Nisa ayat:4)
فإنطبنلكمعنش نحلة افكلوههنيئ امريئ اوآتواالنساءصدقاتهن يءمنهنفس
Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya.56
54
Amir Syafiruddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009) 55
Syaikh Kamil Muhammad “Uwaidah, Fiqih Wanita, CV . Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,
1998 Hlm 412. 56
Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
2011). Hlm.61
Pemberian mahar dalam syariat islam dimaksudkan untuk mengangkat
harkat dan derajat kaum perempuan yang sejak zaman Jahiliyah telah diinjak-
injak harga dirinya wanita di angkat derajatnya dengan diwajibkannya kaum
laki-laki membayar mahar jika menikahinya. Maskawin atau mahar bukan
sebagai harga jual beli seorang wanita , maskawin adalah suatu tanda kerelaan
hati seorang wanita yang dikawin dan lambang penyerahan diri secara mutlak
untuk digauli oleh pemberi maskawin.
Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib
diberikan oleh laki-laki kepada perempuan untuk menguasai seluruh anggota
badannya. 57
Teori-teori tentang mahar termasuk dalam hukum perkawinan Islam
kecuali Maliki, tidak menjadikan mahar sebagai syarat sah perkawinan tetapi
pemberian wajib. Mahar adalah satu di antara hak istri yang di dasarkan atas
kitabullah, sunnah Rasul dan ijma’ kaum Muslimin.
Imam Syafi’I berpendapat bahwa mahar yang harus ada dalam setiap
perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena mahar tersebut tidak mesti
disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan waktu akad berlangsung.
Dengan demikian mahar itu termasuk dalam syarat sah perkawinan
57
Baharuddin Ahmad, Yuliatin “Hukum Perkawinan Umat Islam di Indonesia
Persefektif Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, ( Jakarta ; Lamping
Publishing, 2015) Hlm.34
Sesuai dengan yang dikatakan Mazhab Syafi’i disunnahkan untuk
menyebutkan mahar di dalam akad nikah. Sekalipun dalam perkawinan budak.
Mazhab Syafi’i berpendapat dalam kitab Fath al-Qarib.58
و ا شعر قوله يستحب بجوا را حآل ء النكاح عن ا لمهر وهو كز لك
Artinya : ‘ Yang dimaksud bahwa perkawinan mushanif telah memberikan
pengertian bahwa lafad di sunnahkan adalahh memberikan pengertian dengan
bolehnya meniadakan suatu perkawinan dari adanya mahar’.59
Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa menurut Imam Syafi’i mahar
yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun. Karena
mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad nikah dan tidak mesti diserahkan
waktu akad berlangsung.
Besaran mahar menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan
rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat
dijadikan mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih disukai. Lebih
baik jika seseorang tidak memberikan mahar kepada istrinnya melebihi mahar
Rasulullah Saw kepada isteri-isterinya, dan yang dibayarkan untuk putri-putri
beliau yaitu lima ratus dirham sebagai upaya mencari berkah dengan meneladani
setiap perkara yang dikerjakan Rasulullah Saw.60
Dari definisi diatas Menunjukan bahwa tidak ada batasan minimal mahar,
baik sedikit atau banyak karena Allah tidak menyebutkan larangan terhadap
mahar yang berarti harta yang banyak serta tidak adanya batasan minimal.hal ini
ditunjukkan oleh Nabi dan Qiyas terhadap Ijma’ dalam masalah ini , jadi batasan
58
Imam Syafi’I , Al-Umm juz 5,Victory Agency: Kuala lumpur, Hlm.52 59
Ibid, Al-Umm .Hlm 53 60
Tihami , Fiqih Munakahat , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010) Hlm.331
minimal boleh dibayarkan seabagai mahar sama dengan batasan minimal sesuatu
yang dijadikan manusia sebagai harta benda. Apa yang dianggap rusak oleh
seseorang milik orang lain itu memiliki nilai dan apa yang bisa di perjualbelikan
diantara manusia.
Dapat dipahami dengan jelas dalam Al-Qur’an bahwa laki-laki yang
menikahi dan telah menggauli itu wajib membayar mahar sesuai dengan
kesepakatan. Allah Swt juga menetapkan ketentuan mahar bagi hambasahaya
yang akan menikah dengan seizing tuannya.
Allah befirman dalam Qur’an surat al-Ahzab ayat 50
و وال د و ي اب ز ح ال أت ي ن إ و وا ب ه ذ ي م ل اب ز ح ال ون ب س ح ي
ا م م يك واف ان ك و ل و م ك ائ ب ن أ ن ع ون ل أ س ي اب ر ع فيال ون اد ب م ه ن أ
ليل ق ل واإ ل ات ق
Artinya : “dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada
Nabi kalau Nabi mau mengawininya sebagai pengkhususan bagimu untuk semua
orang mukmin”61
Maksud dari ayat di atas adalah ketentuan tersebut khusus bagi Nabi Saw
dengan jalan hibah tanpa mahar dan ketentuan tersebut bukan untuk umat muslim
yang lainnya. Jadi perkawinan yang terjadi tanpa mahar adalah sah. Apabila
perempuan menuntut maharnya maka suami harus memberikan mahar Mitsil.
Demikian pula jika suami menggaulinya sedangkan suami belum menetapkan
mahar baginya maka dia berhak atas mahar Mitsil.
61
Depag Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah. ( Jakarta Timur : CV . Pustaka Al-Kautsar,
2011). Hlm.
Allah Swt menyerahkan hak menetapkan mahar kepada suami, hal tersebut
menunjukan bahwa penetapan mahar itu dengan kerelaan istri karena penetapan
mahar itu keharusan suami terhadap istri. Mahar tidak berlaku bagi suami dan
isteri kecuali dengan kesepakatan keduanya. Allah tidak membuat batasan dalam
ukuran mahar. Allah Swt menunjukan bahwa ukuran mahar adalah sesuai yang di
sepakati diantara kedua mempelai, sebagaimana harga jual beli adalah yang
disepakati pelaku jual beli.
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa menurut
Imam Syafi’i kedudukan mahar bukan merupakan syarat sah pernikahan
melainkan hanya pemberian pihak mempelai laki-laki kepada pihak wanita berupa
harta karena adanya ikatan perkawinan. Bentuk dan jenis mahar tidak ditetapkan
dalam hukum perkawinan Islam, akan tetapi kedua mempelai dianjurkan untuk
bermusyawarah dalam menyepakati mahar yang akan diberikan.62
B. Persamaan dan Perbedaan Mahar Perkawinan Adat Desa Muhajirin dan
Pendapat Imam Syafi’i
Berdasarkan dari berbagai uraian diatas mengenai Penentuan Mahar
Menurut Hukum Adat Muhajirin Studi Komperatif pendapat Imam Syafi’i.
Persamaan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan penentuan mahar
menurut Imam Syafi’i dalam praktiknya.
1. mempunyai kedudukan yang sama yaitu mahar yang wajib dipenuhi oleh
mempelai laki-laki untuk calon mempelai perempuan sesuai dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak.
62
Ibid Tihami , Fiqih Munakahat.Hlm 332
2. Begitu juga dengan mahar yang berlaku mempunyai kesamaan yakni
barang yang diberikan kepada mempelai perempuan merupakan barang
yang berharga dan bukan barang curian.
Sedangkan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan pendapat Imam
Syafi’i juga memiliki perbedaan
1. Besaran jumlah mahar dari pihak laki-laki yang harus memenuhi mahar
serta membawa Selemak Manis dan pakain Pengantin sebelum Akad nikah di
langsungkan sebagai persyaratan dalam melakukan perkawinan, diharuskan
untuk memenuhi syarat dan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak pada tanggal yang telah ditentukan, dan dimana calon suami
tidak mampu memenuhi mahar tersebut maka pernikahannya di tunda
maupun bisa menjadi batal jika lewat dari batas kesepekatan yang ada di
desa muhajirin, di tentukan berdasarkan pihak keluarga mempelai pria dan
di setujui oleh lembaga adat
2. Besaran mahar menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan
rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain
dapat dijadikan mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih
disukai. Lebih baik jika seseorang tidak memberikan mahar kepada
istrinnya melebihi mahar Rasulullah Saw kepada isteri-isterinya, dan yang
dibayarkan untuk putri-putri beliau yaitu lima ratus dirham sebagai upaya
mencari berkah dengan meneladani setiap perkara yang dikerjakan
Rasulullah Saw.
selain memenuhi mahar yang telah diwajibkan oleh hukum Islam,
masyarakat Muhajirin yang dimana mempelai laki-laki harus memenuhi jumlah
Mahar yang telah di tentukan kedua belah pihak . Mahar adat merupakan suatu
kewajiban yang harus dipenuhi oleh mempelai laki-laki begitu juga dengan
pendapat Imam Syafi’i. Akan tetapi penentuan mahar tersebut memiliki perbedaan
dan sumber hukumnya, bahwa secara hukum islam sebagaimana yang dijelaskan
didalam Al-qur’an mahar yang diberikan kepada mempelai perempuan dilandasin
oleh keikhlasan dan kerelaan sebagai bentuk rasa cinta kasih dua insan, akan
tetapi dalam Hukum adat Muhajirin sendiri sifatnya memaksa apabila tidak
dipenuhi bisa berimplikasi kepada batalnya suatu pernikahan.
Islam sangat memberikan kemudahan kepada umatnya yang ingin
melaksanakan suatu pernikahan yaitu salah satunya dengan menghendaki mahar
yang mudah atau tidak memberatkan pihak mempelai laki-laki, tetapi mahar adat
Muhajirin sendiri memiliki perbedaan dalam penentuan jumlah mahar adat. Mahar
adat ditentukan berdasarkan hukum adat yang sudah ada sejak nenek moyang
mereka. Mahar adat Muhajirin sangat bertolak belakang dengan hukum Islam,
karena dalam Islam sendiri mahar merupakan apa yang di inginkan mempelai
perempuan bukan apa yang di inginkan pihak keluarga mempelai perempuan.
Para ulama dan fuqaha mencari suatu hukum yang berpegang teguh pada
sumber hukum Islam dan Maqasid asy-Syari’ah dimana salah satu sumber hukum
yang digunakan adalah Urf, Urf ada dua macam, yaitu Urf Shahih dan Urf fasid. Urf
Fasid adalah Urf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan
syara’,seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan pertungangan sebelum
akad nikah. Sedangkan Urf Fasid adalah urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima,
karena bertentangan dengan syara’ seperti kebiasaan mengadakan sesajian dan segala hal
yang berhubungan dengan mistis yang dipandang keramat. 63
Hukum adat dapat dijadikan sebagai hukum, akan tetapi hukum yang didasarkan
pada Urf dapat berubah, dengan adanya perubahan suatu nas atau tempat, Mayoritas
Ulama menerima Urf sebagai metode penetapan hukum Islam, sehingga dapat menjadi
hujjah, mereka menyusun kaidah-kaidah usuliyah maupun fiqhiyah yang berhubungan
dengan keabsahan Urf.
Namun Dalam Kitab Al- Risalah yang merupakan kitab berisi metodologi
penetapan hukum Mazhab syafi’I tidak dijumpai Urf sebagai salah satu dalil penetapan
hukum. Namun adanya Qawl qadim dan Jadid merupakan fenomena yang menunjukan
adanya pengaruh ‘Urf. Dalam hal ini Ali Hasb Allah menyatakan bahwa tidak dapat
diingkari lagi Urf dan adat mesir sangat signifikan pengaruhnya dalam Qawl Al-Syafi’i.
Eksistensi Qawl qadim dan Jadid al-Syafi’I berimpikasi pada pemanfaatan ‘Urf dalam
mengambil keputusan oleh para Fuqaha’ al-Syafi’iyah. 64
Ketika Islam datang dahulu, masyarakat telah mepunyai kebiasaan yang
berbeda-beda, lalu islam mengakui yang baik diantaranya serta sesuai dengan
tujuan syara dan prinsip-prinsipnya maka islam tidak menolak yang demikian. Di
samping itu ada pula sebagian yang di perbaiki dan diluruskan sehingga urf
menjadi sejalan dengan arah sasarannya.
63
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Sinar Grafika Offset : Jakarta
2009.Hlm 284 64
Hasbullah , Ali, Ushul al- Tasyri’, Dar al-Ma’rif, Mesir 1971Hlm.312
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian dan pembahasan skripsi tersebut maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1.Penentuan Mahar menurut Hukum Adat Muhajirin
ialah pihak mempelai laki-laki yang harus memenuhi mahar sebesar 20-30
juta serta membawa Selemak Manis dan pakain Pengantin sebelum Akad nikah di
langsungkan sebagai persyaratan dalam melakukan perkawinan, diharuskan untuk
memenuhi semua syarat, dan dimana calon suami tidak mampu memenuhi mahar
tersebut pada waktu yang telah di sepakati maka pernikahannya di tunda maupun
bisa menjadi batal jika lewat dari batas kesepakatan. Selemak manis dan pakaian
pengantin tujuannya untuk membantu pesta pernikahan maupun acara pernikahan
setelah di lakukan akad nikah
2. Penentuan Mahar menurut Pendapat Imam Syafi’i
Beliau berpendapat bahwa mahar sebagai sesuatu yang diwajibkan sebab
adanya pernikahan. Mahar dalam pernikahan tidak termasuk ke dalam rukun,
karena mahar tersebut tidak mesti disebut dan diserahkan pada waktu akad nikah
berlangsung. Dengan demikian mahar termasuk dalam syarat perkawinan.
Besaran mahar menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan rendahnya.
Segala sesuatu yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat dijadikan
mahar. Pemberian mahar dalam ukuran sedang lebih disukai.
3. Persamaan dan Perbedaan Penentuan Mahar Menurut Hukum Adat
Muhajirin dan pendapat Imam Syafi’i
Persamaan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan penentuan mahar
dalam hukum Islam adalah dalam praktiknya, mahar yang berlaku secara adat dan
hukum Islam di masyarakat Muhajirin mempunyai kedudukan yang sama yaitu
mahar yang wajib dipenuhi oleh mempelai laki-laki untuk calon mempelai
perempuan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Begitu juga
dengan mahar yang berlaku mempunyai kesamaan yakni barang yang diberikan
kepada mempelai perempuan merupakan barang yang berharga dan bukan barang
curian.
Sedangkan dalam penentuan mahar adat Muhajirin dan Hukum Islam juga
memiliki perbedaan, Masyarakat Muhajirin atau mempelai laki-laki harus
memenuhi jumlah mahar yang telah di tentukan. Sedangkan besaran mahar
menurut imam Syafi’i tidak mengenal batas tinggi dan rendahnya. Segala sesuatu
yang dapat menjadikan berharga bagi yang lain dapat dijadikan mahar.
B. Saran-Saran
Setelah memperhatikan uraian-uraian yang terkandung di dalam skripsi
ini, penulis mengemukakan beberapa saran antara lain:
1. Sebaiknya Mahar Adat Muhajirin yang terdapat di Kecamatan Jambi
Luar Kota sedikit diperbaharui karena zaman semakin berkembang dan pola
pikir masyarakat semakin maju.
2. Memperbaiki sarana dan prasarana yang terdapat di desa Muhajirin,
agar masyarakat disana mudah dalam melakukan segala aktivitasnya dan
memiliki semangat yang tinggi untuk menimba ilmu dalam mencapai
kesuksesannya dan cita-citanya. Hal ini dilakukan supaya SDM disana
menjadi maju dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2009. Fiqh Munakahat, Sinar Grafika Offset :
Jakarta.
Amir Syafiruddin, 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana)
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab ,Remaja Rosdakarya :
Jakarta,13320.
Ahmad Bagus Setiaaji, 2017. Status Barang Pemberian Tunangan setelah Putus”
(Studi Komperatif pendapat Imam Nawawi dan Imam Ibnu Abidin) UIN
Walisongo , Semarang.
Alfaroby, 2010. Transformasi Pemahaman Masyarakat tentang Hantaran dalam
Adat Jambi Studi Kasus Desa Penegah Kecamatan pelawan Kabupaten
Sarolangun, (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Atiqoh Fathiyah , 2016. Studi Komparatif Kedudukan Mahar Pernikahanan Di
Negara Indonesia dan Pakistan” UIN Syarif Hidayatulah , Jakarta.
Aqadatul Ihsan, 2009. Persepsi Pengantin terhadap Mahar berupa Seperangkat
Alat Shalat ( Studi Kasus di KUA Kotagede Tahun 2008) UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Baharuddin Ahmad, Yuliatin, 2015. “Hukum Perkawinan Umat Islam di
Indonesia Persefektif Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (
Jakarta ; Lamping Publishing).
Depag Agama RI, 2011. Al-Qur’an & Terjemah, Jakarta Timur: CV. Pustaka
AlKautsar
Imam Gunawan, 2014. “Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek”, Jakarta:
Bumi Aksara.
Imam Syafi’I , Al-Umm juz 5,Victory Agency: Kuala lumpur,
Iskandar, 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kualitatif dan
Kuantitatif, Jakarta:Gaung Persada Perss
Lexy J Moleong, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja
Rodakarya)
Muhammad Daud Ali, 2004. Hukum Perkawinan Islam, Pt Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Muhammad Miftah Karto Aji, 2017. Hukum Mahar Dalam Tajdidun Nikah (
Studi Komperatif Ibnu Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf ar-Dabili), UIN
Walisongo , Semarang.
Muhammad Jawad Mughniyah, 2005. Fiqih Lima Mazhab, PT Lentera Basritama
: Jakarta.
Muhammad Shobirin , 2013. Studi Komparasi Penerapan Mahar Di Indonesia
dan Malaysia” UIN Maulana Malik Ibrahim , Malang.
Ranidar Muchlis, Zaenudin Harun, 1986. Hukum Adat, Departemen pendidikan
dan kebudayaan : Jakarta.
Rianto Adi, 2004. “Metode Penelitian Sosial Dan Hukum”, Jakarta , Ganit .
Sudarsono, 1992. Pokok-pokok Hukum Islam, Pt Rineka Cipta: Jakarta.
Sugiyono, 2004. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,
(Bandung:Alfabeta)
Syaikh Kamil Muhammad, 1998. “Uwaidah, Fiqih Wanita, CV . Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta.
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Julianto Saputra
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/Tgl.Lahir : Kuala Tungkal, 07 Juli 1995
NIM : SPM. 141891
Alamat
1. Alamat Asal : Parit.II,RT002 Kelurahan Patunas, Kec. K.Tungkal
2. Alamat Sekarang : Desa Rejo Mulyo Mendalo Darat Kec. Jaluko
No.Telp/HP : 0853 5272 7922
Nama Ayah : Muhammad Zuhdi
Nama Ibu : Siti Baiyah
B. Riwayat Pendidikan
1. SD/MI, Tahun Lulus : SDN 153 , Tahun 2001–2007
2. SMP/MTS, Tahun Lulus : MTS.Al Baqiyat, Tahun 2007-2011
3. SMA/MA, Tahun Lulus : MA.Pkp Al Hidayah, Tahun 2011-2014
Foto Bersama Bapak Kemas M.Nur setelah wawancara
ss
Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Muhajirin