Post on 04-Feb-2023
i
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MASYARAKAT PLURALISTIK
(STUDI PADA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM PAPUA)
Diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang
Pengkajian Islam
Oleh:
Hasruddin Dute
NIM: 31181200000034
Promotor:
1. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA
2. Prof. Dr. Armai Arief, MA
KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/ 2021 M
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas hikmah yang diberikan Allah swt.
kepada penulis sehingga penyusunan, pengembangan serta perbaikan disertasi ini
dapat diselesaikan. Sholawat dan salam dihaturkan kepada kanjeng Nabi
Muhammad saw. yang telah membimbing dan menjadi teladan bagi manusia (dan
khususnya penulis) agar senantiasa belajar untuk menjadi cerdas dalam ibadah dan
berhubungan dengan sesama manusia dan Allah yang lainnya. Disertasi ini
membahas tentang Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik Studi pada
Yayasan Pendidikan Islam Papua.
Disertasi ini tidak akan selesai dengan sempurna tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amani Lubis, MA sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA dan Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag sebagai Promotor
yang telah membimbing, mengayomi, dan memberikan ide kreatif-imajinatif dan
gagasan yang konstruktif dalam penyelesaian disertasi ini.
4. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Prof. Dr. Husni Rahim. Prof. Dr. Sutjipto selaku
penguji dalam ujian promosi.
5. Prof. Dr. Didin Saepudin, MA sebagai Ketua Program Studi Doktor Pengkajian
Islam SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seluruh dosen, karyawan, dan
pustakawan SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan pendidikan.
6. Kementrian agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa 5000
Doktor tahun 2018 kepada penulis sehingga bekal tersebut menjadikan penulis
dapat melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Dr. Muhdi B.Hi. Ibrahim, M.Si. Rektor Universitas Yapis Papua yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi pada SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh dosen, pegawai, staff dan civitas akademika Universitas Yapis Papua
Jayapura yang turut membantu selama proses pendidikan di SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Pengurus Yapis Pusat Papua dan Yapis Cabang Kota Jayapura yang membantu di
dalam memperoleh data penelitian di dalam penyelesaian disertasi penelitian ini.
10. Ayahanda La Rakedu dan Ibunda Wa Hante dan ibunda Wa Ara yang selalu,
terus, dan selamanya mendukung dan mendoakan kepada penulis untuk
senantiasa belajar sepanjang waktu hingga akhir hayat. Demikian dengan saudara
kandung Huluddin Iskandar, Harni, Hermansyah, Hasan Malik, Holil
Muhammad Arham, serta saudara seayah Fitri, Hasriani, Hilman Jaya, Haris,
Mu‟ar, Halimah, Mulimah, Abdul, Wahyu, Azizah, Farhani, Sakinah, dan Safia
yang punya cita-cita untuk senantiasa belajar, agar dapat melihat luasnya rahmat
Allah.
11. Ibu mertua Hj. Nurana dan ayah mertua Andi Munir (Almarhum) yang tidak
henti-hentinya berdoa dan mendukung untuk senantiasa menyemangati penulis
agar terus menuntut ilmu. Berikut Fitrika Andi Munir, Firdha Andi Munir yang
iii
turut menemani anak-anak penulis, selama penulis menyelesaikan studi di SPs
UIN Jakarta dan juga Andi Firman, Kak Nita, Kak Ivan yang menjadi bagian
penyemangat menuntut ilmu. Serta seluruh keluarga besar yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik riil dan materiil.
12. Teman-teman Program Doktor (S3) SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
umumnya dan angkatan 2018 pada khususnya yang telah memberikan motivasi
dan bantual moril dan materiil kepada penulis sehingga disertasi ini dapat
diselesaikan.
13. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Fitria Sari, SE (istri),
Muhamad Abdul Kadir Rahman (13), Attaqi Billah Putri Hastri (11), Ainun
Salsabila Putri Hastri (10), Azka Avicenna Putra Hafid (8), Annisa Zahratul
Haya Putri Hastri (1) (anak-anak) all my beloved family yang telah ikhlas, sabar
dan percaya serta memberikan dukungan selama pendidikan. Juga semoga dapat
bersekolah di tempat terbaik di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini memiliki kekurangan, oleh karena itu
kritik saran dan masukan demi kesempurnaannya sangat diharapkan dari semua
pihak. Semoga setiap bantuan yang telah diberikan dibalas Allah dengan kebaikan
yang melimpah, amin.
viii
ABSTRAK
Disertasi ini mengkaji tentang pembelajaran PAI dalam masyarakat
pluralistik: Studi pada Yayasan Pendidikan Islam Papua. Penelitian ini menunjukkan
Yapis Papua memberikan pembelajaran agama Islam pada masyarakat pluralistik
dimana aktivitas pembelajaran ini tetap berjalan dengan tidak adanya resistensi dari
peserta didik non muslim dan masyarakat sekitar. Hal ini dapat berjalan karena PAI
yang diajarkan hanya bertumpu pada aspek pengetahuan agama, tidak sampai pada
aspek penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Cara yang dipakai oleh guru di
dalam pembelajaran PAI menggunakan strategi pembelajaran ekspositori dan
pendidik PAI memasukkan unsur-unsur nilai yang sama dengan nilai yang ada pada
agama lain di dalam pembelajaran tersebut. Solusi Yapis Papua menjadikan
pembelajaran PAI bukanlah misi ideologi bagi peserta didik pluralistik sedangkan
peserta didik muslim, mewajibkan mereka mengamalkan ajaran agama Islam sesuai
dengan tujuan dalam pembelajaran tersebut. Penelitian ini sejalan dengan Einar
Thomassen (2004) yang mengatakan pendidikan agama diberikan kepada peserta
didik plural. Juga pendapatnya Kemp (1995), Dick and Carey (1985), Abuddin Nata
(2009), Hamzah B. Uno (2011) yang mengatakan bahwa pembelajaran akan efektif
diterima peserta didik bila dilakukan dengan strategi pembelajaran yang tepat.
Metode penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologi pendididikan.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, studi
pustaka, dan dokumentasi. Kemudian data tersebut dijelaskan secara komprehensif,
sistematis, dan holistik. Analisa dilakukan dengan cara display, reduksi dan
verifikasi data kemudian diambil kesimpulan.
Kata Kunci: Pembelajaran, PAI Pluralistik, Yapis Papua.
ix
ABSTRACT
This dissertation examines PAI learning in a pluralistic society: Studies at the
Papuan Islamic Education Foundation. This study shows that Yapis Papua provides
Islamic religious learning in a pluralistic society where this learning activity
continues without resistance from non-Muslim students and the surrounding
community. This is possible because the PAI that is taught only relies on aspects of
religious knowledge, not on aspects of appreciation and practice of religious
teachings. The method used by teachers in PAI learning uses expository learning
strategies and PAI educators include elements of values that are the same as values
in other religions in the learning. Yapis Papua's solution makes PAI learning not an
ideological mission for pluralistic students while Muslim students require them to
practice Islamic teachings in accordance with the objectives of the learning. This
research is in line with Einar Thomassen (2004) who said that religious education is
given to plural students. There are also opinions from Kemp (1995), Dick and Carey
(1985), Abuddin Nata (2009), Hamzah B. Uno (2011) who say that learning will be
effectively accepted by students if it is carried out with the right learning strategies.
This research method is qualitative with a sociological approach to education. Data
was collected by means of observation, in-depth interviews, literature study, and
documentation. Then the data is explained comprehensively, systematically, and
holistically. The analysis was carried out by displaying, reducing and verifying the
data and then drawing conclusions.
Keywords: Learning, PAI Pluralistic, Yapis Papua.
x
الملخص
ف جتغ تؼذد: دساسبد ف ؤسسخ PAIتجحث ز األطشحخ ف تؼي
Papuan Islamic Education Foundation تظش ز اىذساسخ أ بثس ثبثا .
ب دب إسالب ف جتغ تؼذد حث ستش زا اىشبط اىتؼي د قبخ تقذ تؼي
اىز ت تذسس PAIاىحظ. زا ن أل اىطالة غش اىسي اىجتغ
ؼتذ فقظ ػي جات اىؼشفخ اىذخ ، ىس ػي جات تقذش بسسخ اىتؼبى
استشاتجبد اىتؼي PAIاىذخ. تستخذ اىطشقخ اىت ستخذب اىؼي ف اىتؼي
د األخش ف ػبصش ق بثيخ ىيق ف اىذبب PAIاىتضح تض ؼي
ىس خ أذىجخ ىيطالة PAIجؼو تؼي Yapis Papuaاىتؼي. إ حو
اىتؼذد ثب طيت اىطالة اىسي بسسخ اىتؼبى اإلسالخ فقب ألذاف
( اىز قبه أ اىتؼي 2004) Einar Thomassenاىتؼي. تتبش ز اىذساسخ غ
Kemp (1995 )Dickتؼذد. بك أضب آساء اىذ ت تقذ ىطالة
and Carey (1985 )Abuddin Nata (2009 )Hamzah B. Uno
( اىز قى إ اىتؼي ست قجى ثشنو فؼبه قجو اىطالة إرا ت تفز 2011)
ثبستخذا استشاتجبد اىتؼي اىصححخ . طشقخ اىجحث ز ػخ غ ج اجتبػ
ىيتؼي. ت جغ اىجببد ػ طشق اىالحظخ اىقبثالد اىتؼقخ دساسخ األدثبد
اىتثق. ث ت ششح اىجببد ثشنو شبو ج شبو. ت إجشاء اىتحيو
خاله ػشض اىجببد تقييب اىتحقق ب ث استخالص اىتبئج.
يابيس بابوا.التعذدي ، PAIالكلمات المفتاحية: التعلم ،
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi yang penulis gunakan dalam disertasi ini adalah:
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif DIHILANGKAN ا
Ba‟ B ب
Ta‟ T ت
Sa‟ TH ث
Jim J ج
}Ha‟ H ح
Kha‟ KH خ
Dal D د
Zal DH ذ
Ra‟ R ر
Za‟ Z ز
Sin S س
Shin SH ش
}Sad S ص
}Dad D ض
}Ta‟ T ط
}Za‟ Z ظ
Ain „ AYN„ ع
Gain GH غ
Fa‟ F ف
Qaf Q ق
Kaf K ك
Lam L ل
Mim M م
Nun N ن
xii
Wawu W و
Ha‟ H ه
Hamzah ‟ Tanda Koma ء
Ya‟ Y ي
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap yang disebabkan oleh shaddah ditulis rangkap juga.
Seperti: زمش ditulis muzakkar
C. Ta’ Marbut}ah di Akhir Kata
Adapun ta‟ marbut}ah baik yang hidup ataupun yang mati di akhir kata
dilambangkan dengan huruf h, seperti lafaz:
ؼخشش _ ditulis: shari>‟ah
ditulis: ha>wiyah بخ _Tetapi jika kata-kata itu sudah terserap menjadi bahasa Indonesia
dilambangkan dengan huruf t seperti kata: salat, zakat, dan sebagainya.
D. Vokal Panjang
1. Bunyi panjang a dilambangkan dengan a>, seperti شحقب (qa>hirah).
2. Bunyi panjang i dilambangkan dengan i> seperti ذخ (madi>nah).
3. Bunyi panjang u dilambangkan dengan u> seperti طية (mat}lu>b).
E. Kata Sandang alif dan lam
Kata sandang yang diakui oleh huruf qamariyah dan shamsiyah ditulis
menurut tulisannya, seperti:
ditulis al-qamar اىقش .1
ditulis al-shams اىشس .2
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Tabel Agama kota Jayapura tahun 2010 dan 2020
Tabel 2 : Agama Provinsi Papua tahun 2020
Tabel 3 : Sekolah dan Perguruan Tinggi Yapis Papua 2020
Tabel 4 : Kepemimpinan Yapis Pusat Papua dari Masa ke Masa
Tabel 5 : Staff Pengajar dan Sumber Daya Manusia Yapis Papua
Tabel 6 : Periodisasi Perubahan Nama Perguruan Tinggi Yapis Papua
Tabel 7 : Program Studi Universitas Yapis Papua
Tabel 8 : Jumlah Pendidik dan Peserta Didik Universitas Yapis Papua
Tabel 9 : Dosen PAI pada Universitas Yapis Papua
Tabel 10 : Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura dari Masa ke Masa
Tabel 11 : Jumlah Siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Agama
Tabel 12 : Periodisasi Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura
Tabel 13 : Jumlah Siswa SMK berdasarkan Jenis Kelamin dan Agama
Tabel 14 : Guru PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura
Tabel 15 : Mata Kuliah Institusi Universitas Yapis Papua
Tabel 16 : Mata Kuliah Pada Program “Studi Pendidikan Agama Islam”
Tabel 17 : Tema PAI pada Seluruh Program Studi pada Uniyap Jayapura
Tabel 18 : Topik Bahasan dan Cakupan
Tabel 19 : Jumlah Kelas Pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura
Tabel 20 : Mata Kuliah Pencirian Khas Yapis di UNIYAP Jayapura
xiv
DAFTAR SINGKATAN
YAPIS : Yayasan Pendidikan Islam
PAI : Pendidikan Agama Islam
PNG : Papua New Guinea
MI Nurul Huda : Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda
NU : Nahdlatul Ulama
YPK : Yayasan Pendidikan Kristen
YPPK : Yayasan Pendidikan Persekolahan Katholik
YPPGI : Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Indonesia
LP2M : Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
GKI : Gereja Kristen Indonesia
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
ASM : Akademi Sekretaris dan Manajemen
SETIMA : Sekolah Tinggi Manajemen
STIE : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
UNIYAP : Universitas Yapis Papua
SAP : Satuan Acara Pembelajaran
KI-KD : Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar
B2-RW : Babi dan Anjing
DAPODIK : Data Pokok Pendidikan
MTQ : Musabaqah Tilawatil Qur‟an
TK : Taman Kanak Kanak
MUI : Majelis Ulama Indonesia
xv
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
PERNYATAAN BEBAS PRAGIARISME .................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ........................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiv
DAFTAR ISI ................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Permasalahan .............................................................................................. 12
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 14
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian .......................................................... 14
E. Kajian Penelitian Terdahulu ....................................................................... 14
F. Metode Penelitian ....................................................................................... 21
G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 29
BAB II KONSEP PEMBELAJARAN PAI DAN MASYARAKAT
PLURALISTIK ............................................................................................... 33
A. Kebijakan Pembelajaran Mata Pelajaran PAI ............................................ 33
1. Posisi PAI sebagai Mata Pelajaran di Madrasah ................................... 43
2. PAI di Pesantren .................................................................................... 44
3. PAI di Sekolah Umum .......................................................................... 44
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ..................................................... 52
1. Prinsip Pembelajaran PAI ..................................................................... 55
2. Komponen Pembelajaran PAI ............................................................... 58
3. Penilaian Pembelajaran PAI .................................................................. 64
C. Strategi Pembelajaran PAI ......................................................................... 67
1. Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE) .............................................. 68
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri ................................................................ 70
3. Strategi Pembelajaran Kooperatif ......................................................... 73
D. Masyarakat Pluralistik ................................................................................ 75
E. Relasi Pembelajaran PAI dengan Masyarakat Pluralistik .......................... 88
1. Pendidikan Agama sebagai Sarana Sosialisasi Kebudayaan ................. 88
2. Pembelajaran PAI Menanamkan Nilai Pluralis ..................................... 89
3. Pembelajaran PAI yang Terintegrasi Pengetahuan dan Nilai ............... 93
4. Pembelajaran PAI Mengupayakan Kerukunan dalam Kemajemukan .. 93
5. Pembelajaran sebagai Agen Perubahan Sosial ...................................... 95
BAB III POTRET PENDIDIKAN ISLAM DAN YAPIS PAPUA ................ 99
A. Pendidikan Islam Pluralistik ....................................................................... 99
B. Yayasan Pendidikan Islam Papua .............................................................. 101
1. Sejarah Yayasa Pendidikan Islam Papua .............................................. 101
xvi
2. Badan Hukum, Lambang, Prinsip, Motto, dan Logo ............................ 107
3. Perguruan Tinggi Yapis Papua .............................................................. 117
4. Sekolah Yayasan Pendidikan Islama Papua .......................................... 121
BAB IV PEMBELAJARAN PAI DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK 127
A. Kebijakan Pembelajaran PAI pada Yapis Papua ........................................ 127
1. Kebijakan Pembelajaran Yapis dari Sudut Visi Misi Tujuan Yapis ..... 132
2. Dampak Kebijakan Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik .. 135
3. Kebijakan Yapis Papua pada Tenaga Pendidik ..................................... 138
4. Kebijakan Yapis Papua pada Peserta Didik .......................................... 140
5. Kebijakan Yapis Papua pada Kurikulum Pembelajaran ....................... 142
B. Implementasi Pembelajaran PAI pada Yapis Papua .................................. 154
1. Pembelajaran PAI pada Universitas Yapis Papua ................................. 158
2. Pembelajaran PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura ........................ 189
3. Pembelajaran PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura ........................ 212
BAB V MASALAH-MASALAH DAN SOLUSI PEMBELAJARAN PAI
DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK
A. Masalah-Masalah Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik .......... 232
1. Guru PAI yang Kaku dalam Pembelajaran ........................................... 232
2. Peserta Didik yang Kurang Memahami Agamanya .............................. 234
3. Materi Pembelajaran Tidak Sesuai dengan Kemampuan Awal Siswa .. 234
4. Pembelajaran PAI pada Non Muslim .................................................... 235
B. Solusi Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik ............................ 237
1. Materi PAI yang Mengakomodir Nilai Agama Lain ............................ 238
2. Waktu Tambahan ................................................................................... 241
3. Mengikuti MTQ .................................................................................... 241
4. Pesantren Kilat ...................................................................................... 242
5. Kegiatan Bersama ................................................................................. 242
6. Penilaian Guru pada Sistem Akademik ................................................. 243
7. Komponen Guru/Dosen yang Profesional ............................................ 244
8. Pluralisme Peserta Didik pada Lembaga Pendidikan Yapis Papua ....... 249
9. Satu Tungku Tiga Batu ......................................................................... 252
10. Semangat Kerja Sama Melalui Pembiasaan .......................................... 254
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 258
A. Kesimpulan ................................................................................................ 258
B. Saran ........................................................................................................... 259
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 260
BIODATA PENULIS ...................................................................................... 275
INDEKS .......................................................................................................... 277
LAMPIRAN .................................................................................................... 279
1. Surat Telah Melakukan Penelitian ........................................................ 279
2. Foto Dokumentasi ................................................................................. 281
3. Nama Terwawancara ............................................................................. 285
4. Berkas-Berkas Pendukung Daftar Disertasi .......................................... 286
xvii
5. Berita Hasil Ujian .................................................................................. 286
6. Cek Turnitin .......................................................................................... 292
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini berkaitan dengan penerapan pembelajaran mata pelajaran dan
atau mata kuliah pendidikan agama Islam (PAI) pada masyarakat pluralistik di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam
atau disingkat (YAPIS) yang ada di tanah Papua, sebagai lembaga pendidikan yang
menyediakan layanan pendidikan dengan bercirikan Islam.1
Pendidikan memegang peranan penting dalam kemajuan bangsa, karena
pendidikan menjadikan warganya berkualitas, meningkatkan sumber daya manusia
ke posisi optimal sesuai dengan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 yang berbunyi:
Pendidikan Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.2
Pengembangan pendidikan melalui peningkatan sumber daya manusia
dilakukan salah satunya pada lembaga pendidikan yaitu di sekolah dan perguruan
tinggi. Hal ini karena sekolah adalah tempat yang sangat efektif di dalam
membentuk perilaku peserta didik.
Ketercapaian di dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan mutu
pendidikan dimana suasana ini terkait dengan proses yang dilakukan di dalam
pembelajaran. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajaran terdapat hubungan
yang interaktif antara guru dan siswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran
adalah inti dari aktivitas peserta didik di lingkungan sekolah secara keseluruhan.
Peserta didik berinteraksi dengan pendidik dan juga saling berinteraksi dengan
sesama peserta didik sehingga dapat menciptakan perubahan tingkah laku ke arah
lebih baik, juga tercapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Pembelajaran sama artinya dengan kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh
pendidik untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Pembelajaran
merupakan sebuah sistem yang saling terkait antar satu komponen dengan
komponen lain yang saling berhubungan. Komponen di dalam pembelajaran ada 8
(delapan) aspek yang saling berkait. Yaitu komponen tujuan, kurikulum, pendidik,
1Menurut Sofanudin ada 3 bentuk layanan PAI di Semarang, 1. Layanan full
pendidikan agama. 2. Layanan hanya satu pendidikan agama. 3. Layanan sebagian
pendidikan agama. Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan
Pendidikan Agama Kelompok minoritas” Penamas: Jurnal Penelitian Agama dan
Masyarakat, Vol. 32 No. 1 Januari-Juni 2019. h. 503-518. 2UU Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003.
2
peserta didik, metode, materi, alat atau media dan evaluasi setelah proses belajar
mengajar selesai.3
Keberhasilan pembelajaran ini didukung dengan strategi pembelajaran yang
baik pula sehingga keberhasilan dari proses dapat sampai pada tujuan dan juga
mendapatkan hasil yang maksimal. Strategi pembelajaran itu dengan
mempertimbangkan tujuan pembelajaran, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan
lingkungan, keadaan sarana dan prasarana sebagai bagian strategi untuk sampai
kepada hasil pembelajaran yang baik.
Pemilihan strategi pembelajaran merupakan suatu hal yang penting. Salah satu
dasar pemilihan itu terletak pada kemampuan strategi dalam pengembangan
kompetensi peserta didik agar dapat berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir
logis.4 Pemilihan strategi akan dapat menghantarkan peserta didik pada peningkatan
keaktifan di dalam proses belajar mengajar sehingga ia dapat berinteraksi dengan
kawannya, mampu menyampaikan pendapat, dan bahkan mampu memberikan
respon terhadap sekitarnya.5
Bahwa pembelajaran yang baik itu dengan mampu memilih strategi
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan keadaan di sekolah atau perguruan
tinggi, karena dengan pemilihan ini bukan saja menguntungkan untuk peserta didik
di dalam memahami apa yang disampaikan oleh pendidik namun juga bagi pendidik
yang mendapatkan kemudahan dan rasa nyaman di dalam menyampaikan konsep
materi pembelajaran.6
Pembelajaran yang berjalan di lembaga pendidikan Yapis Papua sebagaimana
juga yang terjadi di lembaga pendidikan lainnya yang juga menerapkan strategi
pembelajaran agar apa yang disampaikan oleh pendidik dapat tersampaikan dengan
baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Lembaga pendidikan Yapis Papua
menjadikan pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai materi bahan ajar dan
pelajaran yang diajarkan pada semua sekolah yang berada di bawah naungan Yapis
Papua dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.7 Kehadiran lembaga pendidikan
ini memberikan warna tersendiri bagi pendidikan di tanah Papua dimana
3Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Cet. 3; Jakarta: Kencana Media Group,
2010), h. 195. 4Muhammad Shaleh Assingkily & Mikyal Hardiyati, “Analisis Perkembangan Sosial-
Emosional Tercapai dan Tidak Tercapai Siswa Usia Dasar”, Al-Aulad: Journal of Islamic
Primary School, Vol.2 No. 2, 2019, h. 19-31. 5Muhammad Shaleh Assingkily & Miswar, “Urgensitas Pendidikan Akhlak Bagi
Anak Usia Dini Dasar (Studi Era Darurat Covid 19), Jurnal Bunayya, Vol.1 No. 1, 2020. H.
53-68. 6Anita Lie, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta:
Grasindo, 2008), h. 7Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan
Pendidikan Agama wajib dilaksanakan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan negeri
dan swasta.
3
kehadirannya sebagai lembaga pendidikan yang mewakili umat Islam di dalam
memberikan kontribusinya dalam pengembangan sumber daya manusia di tanah
Papua. Lembaga pendidikan ini hadir sebagai usaha dan upaya di dalam
meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan Papua.8 Lembaga pendidikan
Yapis9 Papua telah hadir di Provinsi Papua atau Irian Jaya, pada tahun 1968 sebagai
lembaga pendidikan yang bercirikan agama sesuai dengan tuntutan undang-
undang.10
Ada 3 bentuk layanan PAI sebagaimana yang dikatakan oleh Aji Sofanuddin
bahwa layanan pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan itu ada tiga
bentuknya, yaitu: 1). Layanan hanya satu pendidikan agama saja di sekolah yaitu
bila mayoritas beragama tertentu maka peserta didik lainnya akan mengikuti
pembelajaran pendidikan agama yang dianut oleh mayoritas atau ciri khas dari
yayasan pengelola lembaga pendidikan. 2). Layanan full pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianut peserta didik. Pelayanan pembelajaran ini mengakomodir
hak-hak yang dimiliki oleh peserta didik untuk belajar pendidikan agama bahkan
dari golongan minoritas. Sedangkan yang ke-3) Layanan sebagian pendidikan
agama. Pada layanan ini sekolah dan lembaga pendidikan hanya memberikan
pendidikan agama kepada agama mayoritas peserta didik, sedangkan pada siswa
yang minoritas tidak diberikan jam pelajaran agama namun sekolah dapat bekerja
sama dengan sekolah lain atau lembaga keagamaan di luar jam sekolah untuk
memberikan layanan pendidikan agama kepada peserta didik.11
Lembaga pendidikan yang berada di bawah yayasan pendidikan Islam Papua
bila dilihat dari bentuk layanan pembelajaran PAI termasuk dalam kategori bentuk
yang pertama. Dimana pembelajaran agama yang diberikan kepada peserta didik
diwajibkan mengikuti pembelajaran PAI sebagaimana platform dari Yapis Papua
yang berciri khas agama. Pada beberapa sekolah yang dimiliki oleh Yapis Papua
terdapat peserta didik yang mayoritas beragama Non Islam. tentunya hal ini tidak
sesuai dengan semangat undang-undang sistem pendidikan nasional yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan layanan
pendidikan agamanya.
Keadaan ini dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan Yapis mewajibkan
kepada para peserta didik yang pluralistik untuk belajar agama Islam. Padahal
8Agus Zaenul Fitri, “Masa Depan Perguruan Tinggi Islam”, Jurnal Episteme: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8, No. 2 November 2013, ISSN 1907-7491, h. 215. 9Yapis atau Yayasan Pendidikan Islam sebuah yayasan yang bergerak di bidang
pendidikan, berdiri resmi sejak tanggal 15 Desember tahun 1968 di Dok V atas Jayapura.
Lembaga pendidikan Islam pertama di tanah Papua. 10
Lembaga pendidikan Islam ada 5 macam, 1. Pesantren, 2. Madrasah, 3. Lembaga
Pendidikan bercirikan Islam, 4. Sekolah Umum mengajarkan PAI, dan 5. Majelis Taklim.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012. 11
Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan Agama
Kelompok minoritas” .... h. 503-518.
4
agama yang dianut oleh peserta didik tidaklah satu agama melainkan plural agama.
Bagi Arhanuddin Salim bahwa keadaan ini dapat bernilai positif dimana informasi
agama Islam yang diberikan kepada peserta didik plural agama untuk mengetahui
ajaran agama lain. Ia menyebutkan bahwa konsep pluralisme agama di dalam
pendidikan agama sangat diperlukan. Pendidikan agama yang diajarkan di lembaga
pendidikan sudah seharusnya direvisi ulang. Peserta didik seharusnya bisa belajar
agama, tidak hanya sebatas mengetahui agamanya saja tetapi pengetahuan terhadap
agama-agama lain sangat dibutuhkan saat ini. Adanya pengetahuan terhadap agama
lain setidaknya menunda kecurigaan atau bahkan hilang sama sekali. Konsep
pluralisme agama seharusnya bisa dilihat secara objektif, bukan malah memandang
hal ini sebagai bagian dari ilfiltrasi pemikiran-pemikiran Barat-Kristen untuk
menghancurkan ajaran Islam.12
Materi dan isi pelajaran agama tersebut harus memuat ajaran tentang konsepsi
nilai kemanusiaan yang terkandung dalam semua ajaran agama yang tidak terbatas
pada satu ajaran agama saja.13
Semua agama terkhusus pada agama samawi
mempunyai kesamaan dalam arah dan tujuan yaitu kemasalahan bagi kehidupan di
dunia dan akhirat. Warna bagi kehidupan begitu penting untuk disadari, maka
idealnya bagi manusia yang beragama mempelajari menghargai perbedaan yang ada.
Jalan seperti inilah akan tercipta harmoni kehidupan masyarakat yang diisi dengan
kedamaian.14
Pembelajaran pendidikan agama yang dilakukan oleh sekolah-sekolah Yapis
yang hanya mengajarkan mata pelajaran/mata kuliah pendidikan agama Islam dan
tidak mengajarkan mata pelajaran agama lain ini, tidak sejalan dengan apa yang
diamanahkan oleh pemerintah di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional.
Dimana undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut mengakomodir
pembelajaran pendidikan agama pada peserta didik yang pluralistik. Sebagaimana
undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 12 ayat 1 butir A menyebutkan
bahwa peserta didik diajarkan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan agama
yang dianut, serta guru yang mengajarkan ajaran agama tersebut haruslah seagama
dengan peserta didik.15
(Syafi‟i 2020).
Hal ini telah terjadi pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI dengan peserta
didik pluralistik belajar pendidikan agama Islam di Yapis Papua. Padahal kehadiran
lembaga ini sebagai lembaga pendidikan di dalam mengembangkan sumber daya
manusia Papua seutuhnya. Lembaga yang bergerak di bidang pendidikan ini telah
12
Arhanuddin Salim, “Pendidikan Agama Lintas Iman” Disertasi, (Cet.1; Cinta Buku
Media: Ciputat, 2017), h. 253. 13
Azakin Barzani, “Tatwiru Mazahi al-Tarbiyah al-Diniyah Sayusaidu ala Ta‟zil
Makanatu al-Kulliyat fil-Bilad (PNA-Peyamner News Agency, Irak Kurdi, 2014),
www.peyamner.com/arabic/PNAnews.aspx?ID. (diakses ... Januari 2021). 14
Lihat Imam Tholkhah, Manusia Agama, dan Perdamaian (Ciputat: Al-Ghazali
Center, 2007), h. 10. 15
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
12 ayat 1.
5
menerapkan dan memasukkan pembelajaran PAI di lingkungan lembaganya dari
tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi, sebagaimana amanat dari kurikulum
sistem pendidikan nasional yang mewajibkan pemuatan pembelajaran pendidikan
agama pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan.16
Undang Undang Nomor 2
tahun 1989 bahwa isi dari kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan
kewarganegaraan.17
Aktivitas pembelajaran secara umum ini dilakukan demi mengejar
ketertinggalan kuantitas dan kualitas pendidikan di Provinsi Papua. Suhariyanto
Kepala pusat Statistik RI mengatakan data statistik menunjukkan bahwa kualitas
indeks pembangunan manusia di provinsi Papua pada tahun 2019 masih rendah.18
Laporan indeks pembangunan manusia provinsi Papua pada tahun 2020 mencapai
60,84, kabupaten Nduga menjadi kabupaten IPM terendah dan kota Jayapura
menjadi daerah dengan IPM tertinggi.19
Pengembangan sumber daya manusia di Provinsi Papua, provinsi yang
menjadi salah satu pulau terbesar di Indonesia20
harus didukung pengembangannya
sehingga SDA yang dimiliki ini dapat mengelola secara baik sumber daya alamnya
secara optimal. Untuk merealisasikan pembangunan di dalam bidang pendidikan
dengan tujuan membangun dan menyiapkan orang asli Papua21
serta penduduk
Papua yang berkualitas dalam ilmu dan iman, serta cakap, mandiri, kreatif,
demokratis, berbudi pekerti luhur dan bertanggung jawab.
Perhatian pemerataan dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan
oleh pemerintah Indonesia melalui pemerataan pendidikan di semua jenjang dan
semua daerah termasuk di Papua. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Dasar
tahun 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan.22
Pada Bab IV Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang
16
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
37 ayat 1 dan 2. 17
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
39 ayat 2. 18
Badan Pusat Statistik, https://ekonomi.kompas.com/read /2018/04/16/143300326/
bps--selama-8-tahun-pembangunan -manusia -di-papua -masih -rendah . disadur 29 April
2019. 19
Badan Pusat Statistik, Provinsi Papua in Figure 2020: Seri Publikasi Indeks
Pembangunan Manusia , H. 223. 20
Andrew J. Marshall, Ekologi Papua, (Cet. IV; Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2007), h. 3. 21
Sesuai dengan konsesus bersama, orang asli Papua adalah orang yang berasal dari
rumpun Melanesia terdiri dari suku-suku asli Papua dan atau diakui sebagai orang asli Papua
oleh masyarakat adat. Deda dan Mofu, “Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat di Provinsi
Papua Barat sebagai Orang Asli Papua ditinjau dari sisi adat dan budaya”, Jurnal
Adminstrasi Publik, No. 11 Vol. 2 2014, h. 11-22. 22
Emmanuel Sujadmoko, “Hak Warga Negara Memperoleh Pendidikan”, Jurnal
Konstitusi, Vol. 7 No. 1. Februari 2010, h. 185.
6
Tua, Masyarakat dan Pemerintah disebutkan pasal 5 ayat 1 undang-undang nomor
20 tahun 2003 ialah setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. Kemudian pada ayat 5 disebutkan bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat.23
Armai Arief mengatakan pendidikan ialah proses pengembangan
siswa menjadi yang cerdas, terampil, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki tenaga ekstra untuk bekerja keras berakhlak mulia, mandiri, dan
bertanggung jawab untuk bangsa dan agama.24
Pendidikan yang diselenggarakan
adalah rekayasa sosial di dalam melanggengkan ketahanan suatu Negara. Pendidikan
juga sebagai alat transmisi dan pewarisan budaya dalam sebuah masyarakat.25
Peningkatan sumber daya manusia telah menjadi perhatian dan concern
masyarakat dunia demi mempromosikan pengembangan personal, memperkuat
penghargaan terhadap kebebasan, beradaptasi secara cepat,26
berpartisipasi aktif
dalam pergaulan yang luas, serta mempromosikan tenggang rasa, pengertian, toleran
dan persahabatan.
Pendidikan dalam Islam ditempatkan pada posisi yang tinggi. Hal ini dapat
dilihat pada ayat al-Qur‟an surat al-alaq ayat 1-5.
اقشا ثبس سثل اىز خيق , خيق االسب ػيق , اقشأ سثل األمش , اىز ػي ثبىقي ,
ػي االسب بى ؼي Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu (1) yang menciptakan manusia dari
segumpal daging (2) bacalah dan Tuhanmu yang memuliakan (3) yang
mengajarkan dengan pena (4) mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahui.27
Agama Islam menjadikan dan memilih pendidikan sebagai alat dan sarana
yang paling strategis untuk memanusiakan manusia. Melalui ayat ini, Islam telah
meletakkan pokok-pokok fundamental pendidikan, yaitu ideologi pendidikan yang
basisnya pada humanisme teosentris (bismirobbika), modelnya yang
konstruktivisme dengan pendekatan saintifik-teologi (iqra), peserta didik (al insan)
sebagai makhluk fisikal (jasmaniah), intelektual (daya nalar) dan spiritual (hati
nurani), materi ajar berupa sesuatu yang belum diketahui (maa lam ya‟lam) dan
media dan teknologinya (bil qalam).28
Begitupun penuntut ilmu diberikan posisi tinggi oleh Allah sebagaimana
dituangkan pada ayat 11 di dalam al-Qur‟an surat al Mujadilah/58 yang berbunyi.
23
Undang-undang nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 ayat 1 dan 5. 24
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), h. 3. 25
Mahmud Arief, Pendidikan Islam Tranformatif (Yogyakarta: LKiS, 2008), h. 18. 26
Muawanah, “Pentingnya Pendidikan Untuk Tanamkan Sikap Toleran di
Masyarakat”, Jurnal Vijjacariya, Vol. 5, No. 1, 2018, h. 57. 27
Al-Qur‟an Surat al-Alaq/96 ayat 1-5. 28
Abuddin Nata, “Penguatan Materi dan Metodologi Pendidikan Agama Islam”
Ta‟dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9 No. 2, 2020. h. 251.
7
... شفغ هللا اىز اا ن اىز اتاىؼي دسجبد...
… Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan ber ilmu
beberapa derajat..29
Abul Fida menjelaskan tentang ayat di atas, bahwa Allah swt. akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Ayat
tersebut menyemangati siapa saja untuk menuntut ilmu, memberikan tempat untuk
orang belajar, menyiapkan kesempatan untuk menghadiri majelis ilmu, bersemangat
untuk belajar, menyiapkan segala sumber daya untuk meningkatkan keilmuan dan
pengetahuan.30
Perintah untuk belajar yang ditujukan kepada seluruh umat manusia.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, perintah membaca dapat mendekatkan diri ciptaan
kepada Penciptanya, menjadikan manusia mengenal siapa dirinya.31
Identitas bangsa harus dijaga dengan pengetahuan yang diperoleh melalui
belajar dan proses pembelajaran, karena dengan pendidikan manusia dapat
menghormati sesamanya, dapat menghargai perbedaan, dan dapat menjaga
indentitas kebangsaannya. Ancaman terhadap keutuhan bangsa juga datang dari
sikap penolakan terhadap keberagaman dan perbedaan yang bermuara pada agama
dan kepercayaan dari kelompok lain yang sebenarnya perbedaan-perbedaan itu
adalah sunnatullah dan juga perbedaan tersebut adalah identitas kebhinekaan bangsa
Indonesia.32
Berkembangnya prasangka terhadap agama dan kelompok lain disebabkan
pemahaman agama yang bersifat konservatif.33
Sementara konservatif menjadi
bagian dari bounded system. Istilah ini adalah sebuah proses teritorialisasi
sekelompok orang atau masyarakat berdasar pada karakter sifat tertentu.34
Tentang
29
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surat Al-Mujadilah/58: 11. 30
Imaduddin Abul Fida Ismail Khatib Abu Hafs Umar Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir. 31
Abdul Matin bin Salman, “Tuhan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”,
Jurnal el-Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 10. No.1, 2017, h. 2. Lihat juga
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, (Bandung: PR Remaja Rosdakarya, 2012). h. 37. 32
Sugiyarto, “Tantangan Terhadap Eksistensi Negara Bangsa dan Pemaknaan
Kembali Nasionalisme”, Jurnal Humanika, Vol. 16, No. 9, tahun 2012, h. 1-8. 33
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi
Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 173. 34
Contoh sederhananya dari bounded system adalah munculnya penamaan Kampung
Makassar, Kampung Buton, Pecinan. Perkampungan yang semula berdasarkan atas
persamaan etnis dan budaya berubah menjadi model identifikasi sosial berdasarkan kekuatan
ekonomi, adalah munculnya perumahan-perumahan baru yang didasarkan atas kemampuan
ekonomi pembeli. Walaupun pada akhirnya terjadi integrasi sosial dan kelompok sosial baru
dalam perubahan tersebut. Irwan Abdullah, “Dari Bounded System ke Borderless Society:
Krisis Metode Antropologi dalam Memahami Masyarakat Masa Kini”, Jurnal Antropologi
Indonesia, Vol. 30, No. 2, 2006, h. 186-188.
8
hal ini masyarakat memiliki kencenderungan mempertahankan batas-batas wilayah
dan nilai-nilai budaya termasuk dalam soal pemahaman agama di Tanah Papua.
Masyarakat di Papua memiliki keragaman suku, budaya dan agama yang
sangat unik dan menarik. Keberagaman sejatinya dapat bernilai positif, dengan
berbeda-beda kita jadi saling kenal dan memperkuat keutuhan dan ketahanan
bangsa. Istilah yang dipakai oleh Wanggai satu tungku tiga batu, satu tungku untuk
menunjuk pada masyarakat asli yang ada di Papua, sedangkan tiga batu untuk
menggambarkan agama yang dianut oleh masyarakat Papua yaitu Kristen Protestan,
Kristen Katholik, dan Islam.35
Keragaman masyarakat di Papua sepertinya menjadi beban dari pada
keunggulan Papua, hal ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai persoalan yang
sering dikaitkan dengan keragaman dan multikultural, terutama pluralis dalam
bidang agama. Gambaran mengenai kerukunan dan toleransi antar umat beragama
itu seolah-olah buyar karena peristiwa-peristiwa beberapa tahun terakhir yang dikait
kaitkan dengan persoalan keberagamaan. Misalnya saja penolakan kehadiran ustad
Ja‟far Umar Thalib dari Jayapura oleh masyarakat setempat pada bulan desember
2015 yang tidak menginginkan kasus kekerasan atas nama agama yang pernah
terjadi di Ambon akan terjadi di Papua.36
Saiful Islam al-Payage yang juga ketua
MUI Papua mengatakan cara mengajak dan dakwah Ja‟far Umar Thalib itu tidak
cocok dengan suasana hati dan keadaan di Papua, karena beberapa masyarakat yang
hidup di Papua terdapat satu keluarga namun berbeda keyakinan penganut agama,
ada Islam, ada Kristen.37
Kasus pembakar kitab suci agama Kristen pada tanggal 25
Mei 2017 yang dilakukan oleh oknum TNI di Korem 172 Prajawirayapti Waena
Jayapura yang melakukan korve barak karena pergantian personil petugas
pengamanan batas wilayah.38
Pelarangan pembangunan menara masjid agung al-
Aqso Sentani pada tahun 2018, karena mengganggu perasaan umat Nasrani yang
berada sekitar masjid.39
Kejadian-kejadian itu tentunya merusak citra pluralisme
antar umat beragama di Papua yang selama ini dikenal rukun dan damai.
35
Toni V.M. Wanggai, Rekonstruksi Sejarah Agama Islam di Papua, (Disertasi, Cet.
1; Bandung: 2008), h. 50. Lihat juga Ridha H.R. Salamah, mui.or.id /berita/24260/ moderasi
agama menjadi dasar kerukunan di tanah Papua. 36
Republika.co.id /berita nasional/ daerah 19.0304/ pntk7e414 mantan ketua majelis
muslim, desak jafar diusir dari Papua. di unduh 22 Oktober 2019. 37
liputan6.com regional / read/ 3908474 / tokoh muslim papua tanggapi aksi onar
kelompok jafar umar thalib. thalib, di unduh 5 November 2019. 38
Kompasiana.com 5928cddd07a61b04f485fbd. Kronologis kericuhan terkait dugaan
pembakaran alkitab di Jayapura. Lihat juga, papuanews.id. 2017.09.29 oknum tni pembakar
kitab suci di Jayapura akhirnya dipecat. Di unduh 22 Oktober 2019. 39
Republika.co.id. berita. Dunia Islam. Islam Nusantara/ 18.03.18. p5roix396 Geraja
Jayapura protes pembangunan masjid dan suara azan. Lihat Juga, www.hidayatullah.com.
Berita/nasional. Read. 2018.03.19/ 138271/ mui Papua tolak tuntutan PPGJ soal masjid al-
aqsha. Di unduh 22 Oktober 2019.
9
Padahal aktifitas sosial harmonis yang menghubungkan kedua agama besar
tersebut cukup terjalin dengan apik dan baik di sosial masyarakat. Misalnya pada
tahun 2018 pelaksanaan MTQ tingkat provinsi Papua yang diselenggarakan di
kabupaten Nabire Papua. Yuvenia Mote Douw yang Nasrani didapuk sebagai ketua
panitia pelaksana kegiatan musabaqoh tilawatil qur‟an tersebut, bahkan yang
menyanyikan mars MTQ adalah pemuda pemudi Gereja.40
Pelaksanaan sholat
tarawih dan sholat idul fitri tahun 2019 yang dilakukan oleh umat Islam di beberapa
tempat di kota Jayapura dijaga oleh pemuda gereja, begitupun sebaliknya ketika
perayaan Natal 2019 dan tahun baru 2020, pemuda masjid di kota Jayapura ikut
ambil bagian di dalam penjagaan Gereja dan objek vital di beberapa tempat di kota
Jayapura. Pesparani atau pesta paduan suara gerejani (pesparani) I Katholik tingkat
provinsi Papua pada tahun 2019 melibatkan unsur-unsur dari agama lain di dalam
mensukseskan kegiatan tersebut. Wanggai menyebut bahwa kegiatan perparani yang
melibatkan unsur dari agama lain di dalam kepanitian adalah pluralisme dan hal
tersebut sebagai bentuk keterlibatan aktif di dalam menjaga kedamaian dan
kerukunan antar umat beragama di provinsi Papua.41
Hal ini perlu dipertahankan di dalam membangun keberagamaan di Papua,
karena sisi sosial agama perlu dipertahankan dan lebih menekankan sikap toleran
dan diberikan dalam bentuk pembelajaran secara terus dan kontinu. Simuh
mengatakan pemicu konflik agama adalah kurangnya pemahaman ajaran agama
pada tataran pemahaman dan praktek hidup beragama (interpretation and
understanding living religion) dan bukan pada ajaran kewahyuan (revelation), hal
ini memang dapat memantik terjadinya konflik baik yang bersifat latent
(tersembunyi) maupun manifest (nyata).42
Pendidikan agama yang ada di dunia ini pada dasarnya menawarkan konsep-
konsep bernilai luhur seperti keselamatan, kedamaian, dan cinta kasih. Akan tetapi
sudah merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen dan simbol
agama sangat kental dalam banyak kekerasan dan kerusuhan yang terjadi, seperti
yang terlihat terutama dalam kasus Maluku dan Ambon.43
Penguatan identitas bangsa dan rasa kebangsaan diberikan melalui pendidikan
dan lembaga pendidikan adalah sebagai kunci penguatan tersebut, Abuddin Nata
mengatakan bahwa keberhasilan pendidikan agama Islam tidak lepas dari peran
juang seorang pendidik, dan pendidik tersebut harus pendidik yang profesional.44
40
rri.co.id pos berita/ 525480/ ruang public/ mtq ke 27 papau resmi ditutup.upload 5
mei 2018. di sadur 14 November 2019. Lihat juga www.nabire.net /gubernur papua
kukuhkan pengurusw lptq. Diupload 10 Februari 2018, disadur 14 November 2019. 41
www.jubi.co.id/ ketua nu papua pesparani katholik se papua contoh toleransi
antarumat beragama, diupload 10 November 2019, disadur 14 November 2019. 42
Simuh dkk., Islam dan Hegemoni Sosial (Cet. 2; Jakarta: Mediacita, 2002), h. 44. 43
Simuh dkk., Islam dan Hegemoni Sosial …. h. 45. 44
Guru yang professional adalah guru yang memiliki ruh sebagai guru yaitu sebuah
tanggung jawab yang tidak terbatas terhadap pendidikan peserta didik, terhadap peningkatan
kualitas pemahaman dan akhlak anak didiknya. Dalam istilah yang disampaikan oleh
10
Pendidik yang profesional memiliki strategi di dalam pembelajaran yang dapat
mengelola pembelajaran khususnya pembelajaran PAI yang diajarkan pada peserta
didik pluralistik pada yayasan pendidikan Islam Papua di Jayapura.
Cara yang efektif serta efisien dalam mempertahankan tradisi keilmuan dan
indentitas keagamaan seseorang menurut Amin Abdullah melalui jalur pendidikan.
Hal ini disebabkan karena proses di dalam pendidikan memberikan informasi-
informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik yang akan digunakan pada masa
datang. Oleh karenanya mempertahankan identitas agama melalui pendidikan
senantiasa diapresiasi secara terus menerus.45
Sebagaimana lembaga pendidikan
Yapis sebagai lembaga pendidikan swasta yang mempertahankan identitas
masyarakat Papua melalui jalur pendidikan. Pembelajaran pendidikan agama di
lembaga pendidikan jika hendak merespon keberagaman, pluralitas dalam
mekanisme pendidikannya, maka harus ada upaya merekonstruksi dan mendesain
tujuan, proses, model, program serta proses evaluasi yang akan disediakan.
Pembelajaran dalam pengembangannya dituntut memiliki wawasan terhadap
keragaman, baik kelompok, etnis, agama dan budaya.46
Kurikulum pendidikan agama pada lembaga pendidikan, relatif belum
merespon keragaman di dalam pembelajaran. Padahal pendidikan agama masih
menjadi andalan sebagai bekal bagi peserta didik ketika terjun di masyarakat.
Pendidikan di sekolah dapat berperan di dalam menyelesaikan konflik yang terjadi
di masyarakat. Selain menyelesaikan masalah, juga sebagai penyadar kepada
segenap masyarakat bahwa konflik itu bukanlah sesuatu yang baik untuk
dipertahankan. Sudah waktunya pendidikan agama memberikan jalan keluar yang
mencerdaskan melalui model, desain dan materi pelajaran, dan kurikulum yang
dapat menyadarkan akan pentingnya empati, egaliter, simpati, hidup harmonis,
saling menghargai, dan mengakui keberagaman yang ada di masyarakat.47
Amin Abdullah mengatakan pendidikan berbasis pluralisme merupakan
perwujudan pendidikan modern, karena model pendidikan pluralisme ternyata
mampu menciptakan perdamaian dan hubungan sosial yang baik, dan juga dapat
menjadi solusi dari problematika kontemporer masyarakat dunia saat ini.48
Abuddin Nata dalam pertemuan terakhir di kelas A Juni 2019, Manajemen Pendidikan Islam,
al-tariqoh ahhammu min al-maddah (kurikulum), wa al-mudarris ahhammu min al-tariqoh
(metodologi), war uh al-mudarris ahhammu min mafsil mudarris (ruh guru atau spirit
pendidik). Ruh guru adalah menanamkan nilai, daya, semai guru, inspirasi untuk siswa. Ruh
guru lebih utama dari metode dan kurikulum. 45
M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural-Multireligius, (Cet.
Jakarta: PSAP, 2005), h. 2. 46
Baidhawy, Religion Education Multicultural Perspektive (Surakarta: Pusat Studi
Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005), h. 86-90. 47
H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta,
2000), h. 20. 48
M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural, Multireligius, h. 76-82.
11
SMK Yapis Wamena termasuk salah satu lembaga pendidikan di bawah Yapis
Papua berperan mendidik peserta didik yang mayoritasnya adalah orang asli Papua
(OAP) dan beragama non-muslim yang berasal dari warga yang mendiami daerah
sekitar gunung. Jumlah peserta didik seluruhnya adalah 419 siswa pada tahun 2017.
Siswa beragama Islam sebanyak 7% atau 28 orang, sedangkan non muslim 93% atau
391 orang.49
Hal ini kontras pada pembelajaran di lembaga pendidikan Yapis yang berada
di Kota Jayapura, di mana peserta didiknya didominasi oleh Muslim seperti di SMA
Hikmah Yapis Jayapura dan SMK Hikmah Yapis berada 80%, sedangkan non
muslimnya sekitar + 20%. Sekalipun demikian berbeda dengan keadaaan agama
peserta didik di Wamena, namun jumlah peserta didik non muslim yang diajarkan
pendidikan agama Islam.
Ada perbedaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan oleh Aji
Sofanuddin, letak perbedaannya pada jumlah peserta didik non muslim yang belajar
di lembaga pendidikan Yapis Papua.50
Dimana sebagian sekolah yang berada di
bawah yayasan pendidikan Islam Papua justru didominasi oleh peserta non muslim
yang mayoritas seperti di Universitas Yapis Papua.
Pemberian materi pendidikan agama Islam pada siswa yang plural tersebut
terkesan mau tidak mau siswa tersebut untuk dapat mengikuti pembelajaran agama
Islam walaupun berbeda agama dan keyakinan dengan agama yang dianut oleh
siswa tersebut.51
Asumsinya mungkin saja terdapat kekhawatiran tersendiri yang
dirasakan oleh peserta didik yang beragama selain Islam, bila tidak ikut maka nilai
mata pelajaran PAI yang didapatkan akan rendah bahkan lebih buruk dari itu yaitu
tidak mendapatkan nilai apa-apa, tentunya akan mempengaruhi nilai secara
keseluruhan.
Pelaksanaan pembelajaran agama Islam pada peserta didik pluralistik52
,
terkesan memaksakan peserta didik non muslim untuk mengikuti kurikulum
pembelajaran PAI. Namun menurut Muhamad Thoif, guru SMA Yapis mengajar di
tahun 2004-2008 dan Novitasari Guru PAI SMA Yapis mengajar dari tahun 2010-
2019 mengatakan walaupun pembelajaran PAI diajarkan kepada non Muslim namun
isi materi yang diberikan oleh guru adalah materi yang sifatnya ilmu pengetahuan,
49
Helmawati dan Rudihartono Ismail, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia:
Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2018),
h. 101. 50
Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan
Agama Kelompok minoritas”…, h. 503-518. 51
Pengamatan awal yang dilakukan pada bulan September 2018 sampai dengan Mei
2019, pada SMA Hikmah Yapis, SMK Hikmah Yapis dan Universitas Yapis Papua Jayapura. 52
Model layanan pendidikan agama pada SMA/SMK beragam. Setidaknya ditemukan
lima model pembelajaran pendidikan agama: model biasa, model pararel, model model
gabungan, model individual, dan model nunutan.s Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian
Agama Dalam Pelayanan Pendidikan Agama Kelompok Minoritas”, Penamas: Jurnal
Penelitian Agama dan Masyarakat, Vol.32 No.1 Januari 2019, h. 503-518.
12
sebagai informasi pengetahuan kepada siswa non muslim mengenai ibadah dan
kegiatan keagamaan Islam. Tidak sepenuhnya agama Islam namun juga
menyelipkan nilai dari ajaran agama lain sebagai sebuah kesamaan nilai dari ajaran
agama.53
Misalnya saja tentang panggilan untuk sembahyang. Mengapa orang Islam
dipanggil ibadah dengan suara adzan, sebagaimana non muslim juga membunyikan
lonceng sebagai tanda panggilan ibadah. Hal ini ada kesamaan di dalam memanggil
dan mengajak umatnya untuk beribadah. Ada sisi positif lainnya dari adzan subuh.
Bagi masyarakat Papua yang berprofesi sebagai nelayan disekitar pantai dok IX
Jayapura yang mana merasa terbantu dengan suara yang didengungkan pada jam 4
subuh sebagai waktu mereka ke laut untuk memancing ikan.54
Strategi pembelajaran inilah yang akan diungkapkan dalam penelitian di
lembaga pendidikan Yapis Papua Jayapura. Menguraikan strategi yang dipakai oleh
guru PAI dalam pembelajaran tentang isi dari materi dan metode yang digunakan
oleh tenaga pendidik dalam proses pembelajaran, sehingga tidak atau belum
dijumpai penolakan akan pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik. Meskipun
Yapis Papua tetap melaksanakan pembelajaran PAI pada peserta didik yang
agamanya beragam, namun sejauh ini tidak mendapatkan penolakan dari masyarakat
non muslim akan aktifitas tersebut, bahkan menjadi lembaga pendidikan yang
diminati oleh masyarakat di kota Jayapura. Inilah ketertarikan peneliti di dalam
mengungkapkan pembelajaran PAI pada peserta didik non muslim.
Penelitian ini berusaha menemukan dan ingin mengungkapkan pendidikan
agama Islam pada peserta didik pluralistik. Peneliti dalam observasi dan wawancara
melihat sikap yang diperlihatkan peserta didik di Yayasan Pendidikan Islam di
Tanah Papua adalah baik. Artinya dalam pengamatan awal Yayasan Pendidikan
Islam Tidak ada tindak kekerasan atau penghinaan karena perbedaan agama antara
mahasiswa Muslim dan mahasiswa Muslim, maupun terhadap non-Muslim, atau
sebaliknya. Justru dengan sikap positif ini menjadi daya tarik utamanya untuk
peneliti mengungkapkan sikap pluralis peserta didik setelah mengenyam pendidikan
Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua adalah murni memahami pelajaran
pendidikan agama yang diajarkan di lembaga tersebut atau apakah ada faktor lain.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Pendidikan nasional yang menyeimbangkan antara sisi emosional, spiritual
dan intelektual merupakan kebutuhan dalam rangka mempertahankan identitas
bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam pada masyarakat pluralistik dengan tetap mempertahankan
keyakinan masing-masing agama menjadi unik yang tidak mudah diterima karena
terhadap aturan pemerintah yang memberikan acuan dalam kegiatan pembelajaran
53
Wawancara Guru PAI SMA Yapis 2004-2008. November 2019. 54
Wawancara Guru PAI SMA Yapis 2010-2020, 6 Januari 2020.
13
tersebut, maka permasalahan yang ada diidentifikasi yang berkaitan dengan
pembelajaran PAI pada Yayasan Pendidikan Islam Papua sebagai berikut:
a. Peserta didik yang plural agama hanya diajarkan mata pelajaran/mata kuliah PAI
(Pendidikan Agama Islam).
b. Peserta didik plural agama tidak diberikan pilihan untuk memilih mengikuti
pembelajaran PAI atau berada di luar kelas sampai jam pelajaran agama selesai.
c. Mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di suatu sekolah itu bagian dari
ilmu pengetahuan atau keyakinan.
d. Pembelajaran agama bagi peserta didik plural agama berada dalam satu
rombongan belajar diajarkan oleh guru yang beragama Islam.
e. Kebijakan pelaksanaan pendidikan pada Yapis Papua.
f. Strategi yang dipakai oleh pendidik dalam mengajarkan pelajaran Pendidikan
Agama Islam pada masyarakat pluralistik.
Identifikasi masalah ini, untuk dapat terfokus pada salah satu masalah yang
dapat diteliti dalam penelitian ini. Maka peneliti kemudian merumuskan masalah
dari identifikasi masalah tersebut.
2. Rumusan Masalah
Uraian latar belakang permasalahan dan identifikasi masalah maka yang
menjadi permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah
pembelajaran PAI dalam masyarakat yang pluralistik. Fokus dalam penelitian ini
adalah cara yang dilakukan oleh pendidik dalam mengimplementasikan
pembelajaran PAI yang diajarkan pada siswa yang agamanya beragam yang
diuraikan di dalam rumusan masalah berikut ini:
a. Bagaimana kebijakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Yayasan
Pendidikan Islam Papua?
b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan Agama Islam dalam
masyarakat pluralistik pada Yayasan Pendidikan Islam Papua?
c. Masalah-masalah apa yang timbul dari pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam yang agamanya beragam dan solusinya?
3. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada tiga hal yaitu:
pertama yaitu pada kebijakan Yapis dalam penerapan pembelajaran pendidikan
agama dan strategi yang dipakai oleh pendidik dalam pembelajaran PAI pada
masyarakat pluralistik. Peneliti membatasinya pada pengimplementasian
pembelajaran PAI. Peneliti tidak menjelaskan proses politik PAI di sekolah umum,
tetapi implementasinya pada peserta didik yang plural agama untuk melihat strategi
pendidik dalam menjalankan aktivitas pembelajaran yang dapat diterima oleh semua
murid.
Kedua, Tempat penelitian ini dilakukan pada 2 sekolah menengah (SMK
Hikmah Yapis Jayapura dan SMA Hikmah Yapis Jayapura) dan 1 perguruan tinggi
(Universitas Yapis Papua). Sejatinya ada 198 lembaga pendidikan di bawah naungan
14
Yapis Papua yang terdiri dari 193 sekolah dan 5 perguruan tinggi yang dinaungi
oleh Yapis Papua. Namun jangkauan yang dapat dilakukan oleh peneliti dalam
penelitian ini ada pada 3 lembaga pendidikan dan dapat memenuhi kriteria yang
dapat menggambarkan keadaaan lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua. Yapis
Pusat Papua beralamat di Jl. Sam Ratulangi No. 11 Jayapura Papua. Pemilihan 3
lokasi ini yang dinilai oleh peneliti representatif dengan siswa yang plural agama.
Alasan penentuan tempat ini tidak lain karena sekolah-sekolah Yapis di Papua
menjadikan sekolah Yapis Jayapura sebagai model dalam pelaksanaan kegiatan
Yapis. Di samping itu, sekolah-sekolah tersebut di atas yang dapat dijangkau oleh
peneliti juga mempertimbangkan alasan keamanan.
Ketiga waktu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibatasi pada data
tahun 2010 s.d 2020.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan dan menganalisis kebijakan pembelajaran pendidikan agama
di Yayasan Pendidikan Islam Papua.
2. Menjelaskan dan menganalisis pelaksanaan pembelajaran PAI bagi
siswa/mahasiswa yang agamanya beragam di Lembaga Pendidikan Yapis Papua.
3. Mengungkapkan masalah-masalah yang muncul pada pembelajaran peserta didik
yang agamanya beragam dan solusi yang dilakukan oleh pendidik dalam
implementasi pembelajaran sehingga kegiatan tersebut tetap dapat tetap
berlangsung hingga saat ini.
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Arti penting dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain: Memberikan kontribusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada
peserta didik yang agamanya beragam, tanpa meninggalkan iman yang dianut.
1. Bentuk muatan materi dan strategi pembelajaran yang pada masyarakat
pluralistik.
2. Sebagai acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam merumuskan konsep
pembelajaran PAI pada siswa yang agamanya beragam yang dapat menguatkan
nilai-nilai satu tungku tiga batu di yayasan pendidikan Islam Papua.
3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengelolaan lembaga pendidikan
umum bercirikan agama seperti Yapis Papua yang dapat eksis di komunitas
masyarakat mayoritas non Muslim.
4. Sebagai bahan masukan kepada sekolah-sekolah bercirikan agama yang dikelola
oleh organisasi apapun, bahwa pendidikan Islam dalam konteks Indonesia selalu
bersinergi dengan nilai-nilai plural.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pengamatan dan penulusuran yang dilakukan oleh peneliti
terhadap hasil penelitian yang dihasilkan oleh peneliti lainnya. Peneliti memiliki
pandangan bahwa topik tentang pembelajaran PAI pada lembaga pendidikan akan
15
selalu menarik untuk diungkap terutama di Papua secara kultur baik dan menghargai
terhadap sesama, namun akan mudah terprovokasi bila dikaitkan dengan masalah
agama. Oleh karena itu, peneliti mengangkat tentang pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam masyarakat pluralistik pada yayasan pendidikan Islam Papua.
Di antara penelitian yang telah dilakukan yang pernah ada dan memiliki keterkaitan,
yaitu:
a. Abuddin Nata, dalam bukunya Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan
Multikultural, Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika,
pada tahun 2005, mengatakan untuk mengatasi permasalahan di era global ada
tiga langkah, pertama meningkatkan kemampuan intelektual manusia. Kedua,
menghormati hak asasi manusia. Ketiga, berpedoman kepada ajaran agama.
Kemampuan intelektual tidak mengarah pada timbulnya rasionalisme, karena
rasionalisme telah membidani lahirnya malapetaka dan peperangan.
Menghormati HAM tidak mengarah pada timbulnya liberalisme yang mengarah
pada kebebasan yang kebablasan. Berpedoman kepada agama bukan mengarah
pada sikap ekslusif yang menghilangkan asas sikap bertoleransi dan hilangnya
tujuan hidup bersama. Alternatif yang diajukan adalah masyarakat madani, yaitu
masyarakat menghargai dan menghormati kebersamaan, menghormati perbedaan,
serta menghormati kepentingan bersama dalam mengatasi berbagai perbedaan.55
Persamaannya pada berpedoman pada ajaran agama, apa yang diteliti
berkaitan dengan memedomani pada ajaran agama, namun bila dilihat dari sisi
perbedaannya, penelitian dalam disertasi ini lebih spesifik pada pemberian
pembelajaran agama Islam pada siswa pluralistik di lembaga pendidikan Yapis
Papua, ada siswa Islam ada juga siswa non Islam, namun kedua agama yang
dianut oleh siswa tersebut diajarkan pendidikan agama Islam saja yang
seharusnya Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan menyediakan kebutuhan
siswa akan pendidikan agama, bukan dengan menyeragamkan pendidikan agama
hanya dari agama Islam saja dengan menafikan kepercayaan yang dianut oleh
peserta didik non Islam. Sisi lain dari itu bahwa peserta didik non muslim
menjadi mayoritas tidak menolak belajar agama Islam sehingga perlu
diungkapkan pendekatan, model, strategi, metode, teknik dan taktik materi yang
diajarkan dalam pembelajaran.
b. Dede Rosyada dalam buku Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model
Pelibatan Masyarakat Penyelenggaraan Pendidikan tahun 2007, mengatakan
melalui pengembangan kurikulum, baik yang tertulis (written curriculum)
maupun yang tidak tertulis (hidden curriculum) serta pelaksanaan proses
pembelajaran yang demokratis dan memberdayakan potensi siswa dapat
55
Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural,
Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), h. 257.
16
mendukung penanaman nilai-nilai kehidupan siswa.56
Karenanya penanaman
nilai-nilai nasionalisme, pluralisme dalam lembaga pendidikan akan efektif jika
diberikan secara komprehensif melalui komponen kurikulum dan proses
pembelajaran.
c. Wina Sanjaya dalam bukunya Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2008. Yang mengatakan
bahwa strategi di dalam pendidikan sebagai a plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal. Strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.57
Persamaan dengan yang disampaikan oleh Wina Sanjaya secara
umumnya bahwa strategi pembelajaran dilakukan untuk menyusun cara agar
dapat mencapai tujuan. Sedangkan perbedaaan secara khusus pada implementasi
strategi pembelajaran pada peserta didik yang pluralistik yang tidak hanya
melihat pada strategi pembelajaran namun melihat kesesuaian yang dipakai
dalam strategi tersebut. Bahkan dalam menerapkan strategi pembelajaran dapat
menggunakan strategi pembelajaran dengan konvergensi secara bersamaan.
d. Alwi shihab dalam bukunya Islam Inklusif, tahun 1998 menyatakan inklusif
pluralis adalah paham keagamaan yang meyakini bahwa agama yang dianut
mengandung kebenaran dan harus dipegang teguh dan diamalkan, namun dalam
waktu yang bersamaan ia meyakini bahwa agama lain mengandung kebenaran
tanpa harus berpindah agama atau mencampur adukkan satu dengan lainnya.58
Persamaan dengan penelitian saya bahwa penelitian yang diteliti itu harus
berpegang teguh kepada keyakinan agama masing masing, tidak ada jalan untuk
penggabungan agama atau sinkritisme sedangkan perbedaan penelitian ini
dengan yang ditulis oleh Alwi Shihab adalah spesifik pemberian pembelajaran
pendidikan agama di lembaga pendidikan Yapis Papua.
e. Yusef Waghid dalam buku Conceptions of Islamic Education: Pedagogical
Framings tahun 2011 mengatakan bahwa primary goal atau inti dari nilai
pendidikan Islam adalah untuk mencapai perdamaian dunia yang tertanam dalam
nilai-nilai Islam tentang toleransi terhadap perbedaan dan keragaman, keadilan,
kasih sayang, dan martabat manusia.59
f. Choirul Mahfud dalam bukunya Pendidikan Multikultural tahun 2010,
mengatakan acuan utama dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang
multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah paham atau ideologi yang
56
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat Penyelenggaraan Pendidikan, (Cet. 3; Jakarta: Kencana Media Group, 2007), h. 57
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 294. 58
Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Cet. 3; Bandung: Mizan, 1998) 59
Yusef Waghid, Conceptions Of Islamic Education: Pedagogical Framings, (Vol.3;
New York: Peter Lang Publising, 2011), H. 86.
17
mengakui bahkan mengagungkan perbedaan adalah sama derajatnya, baik itu
secara individu maupun kelompok.60
Persamaan dengan buku yang ditulis oleh Choirul Mahfud adanya
pengakuan dan pengagungan akan keberagaman yang dimiliki setiap individu.
Keberagaman terebut menjadi sebuah kekuatan yang dimiliki, tidak bisa
dihilangkan hanya dengan perbedaan yang dimiliki individu. Justru dengan
multikultural sebagai wahana untuk menjadikannya sebagai kekuatan. Perbedaan
dengan penelitian yang saya teliti adalah adanya penyeragaman pada multi
agama pada pelajaran pendidikan agama, yang seharusnya setiap siswa
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan keyakinan agamanya.
g. Azyumardi Azra, dalam bukunya Dari Harvard Hingga Makkah, tahun 2005,
mengatakan secara faktual memang kita beragam. Menghormati keberagaman
tidak muncul dengan sendirinya, namun diberikan dalam bentuk pendidikan yang
terus menurus yang berbasis pada pluralisme dan multikulturalisme. Persamaan
dengan buku ini adalah upaya pemberian informasi keagamaan melalui
pendidikan. Perbedaannya pada pemberian pendidikan Islam pada siswa yang
multi agama.
h. Simuh dalam buku Islam dan Hegemoni Sosial tahun 2001 mengatakan konsep
toleransi ada dua yaitu pertama, toleransi hanya menuntut pihak lain beradaptasi
atau penyesuaian. Kedua, menghargai dan menghormati orang lain yang
berbeda.61
Konsep toleransi terhadap hidup beragama masyarakat di Yapis Papua
mengacu pada toleransi yang aktif yaitu toleransi yang bukan saja menuntut
penghargaan kepada orang lain namun juga terlibat aktif di dalam membangun
toleransi tersebut.
i. Abuddin Nata dalam buku Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner: Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi,
Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum tahun 2010,
mengatakan bahwa pendidikan Islam dengan seluruh komponennya seperti visi,
misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar dan lainnya didasarkan pada
nilai-nilai ajaran agama Islam sebagaimana dalam al-Qur‟an dan Sunnah yang
menawarkan hubungan yang erat, harmonis dan seimbang dengan Tuhan,
manusia, dan alam yang saling terhubung. Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang mengajarkan nilai-nilai demokratis, egaliter, keadilan, humanisme dan
sesuai dengan fitrah manusia.62
Berbagai corak dan pandangan keagamaan harusnya tidak
dipertentangkan, melainkan harus disinergikan secara harmonis. Pendekatan
60
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Cet. 4; Jogjakarta: Pustaka Pelajar,
2010), H. 261. 61
Simuh dkk., Islam dan Hegemoni Sosial (Cet. 1; Jakarta: Mediacita, 2001), h. 74-75. 62
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif
Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi,
Kebudayaan, Politik, Hukum (Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), h. iv.
18
fundamentalis misalnya diperlukan untuk menunjukkan identitas masing-masing
agama, teologis normatif untuk menunjukkan adanya kemauan yang kuat untuk
meyakini dan mempertahankan kemurnian agama, esklusif untuk menjaga
keutuhan internal agama masing-masing, rasional untuk menangkap pesan ajaran
yang terdapat di balik teks ajaran agama, transformatif memungkinkan agama
terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan, aktual untuk melihat agama
terimplementasi dalam dataran empirik, kontekstual untuk membantu agama
memahami agama agar sesuai dengan situasi yang dihadapi, esoteric untuk
membantu menangkap pesan moral dan spiritual yang terdapat dalam ajaran
agama, tradisionalis untuk memelihara kelangsungan hidup keagamaan,
modernis untuk menghubungan agama dengan permasalahan modern yang
dihadapi umat manusia, kultural untuk membantu memahami agama secara
integrated dengan kehidupan, dan inklusif pluralis untuk memahami agama
dalam hubungannya dengan agama lain.
j. Helmawati dan Rudi Hartono Ismail dalam buku Pendidikan Meningkatkan
Kualitas Manusia: Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua tahun
2018, mengatakan lembaga pendidikan Yapis adalah lembaga pendidikan Islam
pertama di provinsi Papua.63
Persamaan dengan buku yang ditulis oleh Helmawati bahwa keduanya
mengungkapkan tentang Yapis dalam perannya sebagai lembaga pendidikan
yang memberikan sarana pendidikan bagi upaya dalam meningkatkan kualitas
SDM Papua melalui pendidikan. Namun perbedaan dengan penelitian lebih
mendalam dan spesifik pada pembelajaran, bila dalam buku yang ditulis oleh
Helmawati Yapis sebagai lembaganya yang mengangkat harkat dan martabat
manusia melalui pendidikan, maka penelitian disertasi ini mengungkapkan lebih
dalam sisi materi ajar pendidikan agama Islam yang diajarkan oleh pendidik
khususnya kepada siswa yang multi agama. Masing masing memiliki agama
namun ketika masuk di Yapis Papua justru yang dikembangkan ajaran agama
Islam bahkan non Muslim diajarkan agama Islam.
k. Penelitian LIPI pada tahun 2009, menghasilkan bahwa sebagian besar pelaku
tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama, adalah mereka yang
mengenyam pendidikan umum Barat bukan pendidikan agama.64
Tindakan
kekerasan bukan disebabkan oleh teks ajaran agama atau kurikulum pendidikan
agama, melainkan lebih karena kondisi sosial politik, dan pemahaman agama
yang eksklusif dan parsial.
l. Muhammad Yahya, mengatakan pluralisme menunjukkan penerimaan atas
perbedaan dalam komunitas. Kemajemukan dalam hal keberagaman berarti
bahwa manusia dari latar belakang yang berbeda hidup bersama di bawah
63
Helmawati dan Rudihartono Ismail, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia:
Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2018). 64
Lihat Tim Peneliti Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Badan Intelijen Negara,
Deradikalisasi (Jakarta: BIN RI, 2009), h. 48.
19
keadaan apapun. Ada berbagai alasan mengapa keanekaragaman muncul,
mungkin karena cara berpikir dan sikap terhadap suatu objek yang disebabkan
oleh gaya hidup yang berbeda. Konsep jamak dan multikultural dalam
pendidikan Islam setara dengan konsep "sillaturrahim", yang berarti saling
menghargai, menghormati dan cinta di antara makhluk tanpa memandang latar
belakang etnis dan agama. Pendidikan Islam tidak hanya menyangkut kehidupan
ukhrowi, tetapi kehidupan duniawi juga melalui pendidikan terintegrasi.65
m. Halili, mengatakan bahwa kota Jayapura adalah kota dengan tingkat toleransinya
sedang.66
Persamaan dengan penelitian ini adalah lokasi tempat penelitian di kota
Jayapura yaitu ada lembaga pendidikan penyedia kebutuhan pendidikan bagi
masyarakat di kota Jayapura.
Secara lebih spesifik bahwa lembaga pendidikan Yapis Papua sebagai
lembaga yang mengajarkan pendidikan untuk saling bersikap toleran, hal ini
dilakukan melalui sarana pendidikan agama Islam. Ajaran Islam mengajarkan
untuk bersikap toleran kepada sesama.
n. M. Islahuddin Misbah dkk mengatakan pendidikan pluralisme dan toleransi
beragama merupakan solusi terbaik untuk menyelamatkan konflik yang terjadi
karena perbedaan pandangan, perbedaan keyakinan, perbedaan perilaku dan
praktik keagamaan dengan orang lain atau anggota keluarga.67
o. Richard H Hersh mengatakan bahwa karakter seseorang menjadi kunci dalam
menghadapi dinamika kehidupan modern. Maka penting memberikan pendidikan
karakter pada siswa di perguruan tinggi, sehingga nilai moral menjadi kokoh
menyatu dengan bersosialisasi dengan sekitarnya.68
p. Arhanuddin Salim dalam “Pendidikan Lintas Iman” pada tahun 2014, dalam hasil
penelitiannya menekankan perlu adanya pembelajaran pendidikan lintas iman
yang diajarkan di sekolah-sekolah sebagai solusi menciptakan sikap tenggang
rasa serta bertoleransi terhadap yang berlainan agama dengan agama yang
dimiliki oleh siswa tersebut.
Peneliti melihat saran yang ditulis oleh Arhanuddin Salim ada keterkaitan
dengan penelitian ini, juga sebagai keberlanjutan pemberian pendidikan agama
yang dilembagakan pada siswa Islam dan non Islam bersama-sama diajarkan
pelajaran pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua.
Sekalipun belum menyeluruh seluruh peserta didik diajarkan pendidikan multi
65
Muhammad Yahya, “Pendidikan Islam Pluralisme”, Jurnal :Lentera Pendidikan
Vol. 13 No. 2 Desember 2010, ISSN: doi: https://doi.org/10.24252/lp.2010v13n2a5 66
Halili, Indeks Kota Toleran (IKT) Tahun 2018, (Cet. 1; Jakarta Selatan: Pustaka
Masyarakat Setara, 2018), h. 67
M. Islahuddin Misbah dkk., “Pendidikan Toleransi dalam Keluarga Beda Agama”
Jurnal Mu‟allim Vol. 1 No. 1 2019, E-ISSN: 2655-8912, jurnal.judharta .ac.id/v2/index. php/
muallim. 68
Ricard H. Hersh, “Moral and Character Education: A Ground Truth Perspective”,
Journal of Character Education Volume 11, 2015: 67-69.
20
agama namun dengan adanya lembaga Yapis ini dapat mengarah pendidikan
iman lintas agama.
q. Saihu dalam “Pendidikan Pluralisme Agama di Bali” tahun 2018, menyatakan
bahwa budaya dan agama yang terintegrasi melalui pendidikan dapat mengurangi
ketegangan dan konflik masyarakat yang beragam ras, agama, suku dan budaya.
Pengintegrasian agama dan budaya adalah melalui model pendidikan pluralisme
beragama yang diimplementasikan pada tiga jalur pendidikan di Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.69
r. Aneu Taufan Muhammad Ramdan dalam “Pendidikan Toleransi Beragama:
Kajian Atas Pembelajaran Agama di Binus School Jakarta” yang mengatakan
bahwa proses pembelajaran agama di Binus School terbukti mampu membangun
budaya toleransi beragama di kalangan siswa melalui pendidikan agama dari
masing-masing agama serta kegiatan intra maupun ekstra kurikuler yang diikuti
oleh segenap siswa yang tetap berpedoman pada tujuan pembelajaran. Guru
menggunakan berbagai macam metode seperti tanya jawab, ceramah, diskusi
serta demonstrasi di dalam kelas dengan menggunakan alat evaluasi yang berupa
portofolio, tes tertulis, dan tes peforma. Guru menjadi pelopor dan penggerak
utama dalam proses pendidikan tersebut.70
s. Yayah Nurmaliah dalam “Pendidikan Agama Islam Pluralis” tahun 2009.
Menyatakan bahwa konflik yang ditimbulkan dari perbedaan keyakinan agama
peserta didik, perbedaan suku, ras dapat diminimalkan melalui pendidikan
agama. Dalam pembelajaran pendidikan agama yang dilakukan dengan
mengintegrasikan nilai-nilai pluralis seperti: kebebasan beragama, mengakui hak
hak keagamaan orang lain, egaliter, empati, toleransi ke dalam ruang lingkup PAI
yaitu: akidah, al-Qur‟an, akhlak, fikih, dan sejarah kebudayaan Islam.71
Nilai-
nilai pluralis yang ditampilkan dalam pembelajaran PAI merupakan respon PAI
terhadap isu-isu global yang merupakan bagian integral dari nilai-nilai PAI itu
sendiri. Hasil penelitiannya menilai, pentingnya pengakuan keragaman budaya
dan etnis dalam bentuk sosialisasi sehari-hari di lembaga pendidikan sekolah.
Oleh karena itu lembaga pendidikan Yapis Papua menekankan nilai persamaan di
dalam pembelajaran yang diajarkan pada materi-materi PAI.
Secara umum, beberapa studi di atas memang relevan dengan penelitian ini,
yaitu memiliki persamaan dalam pembahasannya, yaitu sama-sama mengkaji
pluralisme, dialog antar agama, toleransi, dan hak beragama. Berdasarkan kajian
terdahulu tersebut, maka posisi penelitian ini merupakan kelanjutan dari beberapa
69
Saihu, “Pendidikan Pluralisme Agama di Bali,” (Disertasi SPS UIN Jakarta,
Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2018), h. 70
Aneu Taufan, “Pendidikan Toleransi Beragama: Kajian Atas Pembelajaran Agama
di Binus School Jakarta,” (Disertasi SPS UIN Jakarta, Jakarta: Cinta Buku Media, 2016), h.
243. 71
Yayah Nurmaliah, “Pendidikan Agama Islam Pluralis”, (Disertasi SPs UIN Jakarta;
2009).
21
penelitian yang telah ada baik yang termuat dalam bentuk disertasi, jurnal maupun
dalam bentuk buku.
Penelitian ini merupakan penelitian yang memfokuskan pada strategi
pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun dosen Pendidikan Agama Islam di
dalam penerapan pembelajarannya yang komposisi peserta didiknya yang
pluralistik. Penelitian ini menggambarkan adanya pemberian pendidikan agama
pada siswa yang beda agama di lembaga pendidikan Yapis Papua. Penelitian
disertasi ini akan mengungkap materi apa saja yang diajarkan oleh pendidik pada
implementasi materi ajar Pendidikan Agama Islam. Di samping itu juga metode dan
strategi yang digunakan oleh pendidik dalam pembelajaran PAI sehingga dapat
diterima oleh peserta didik pluralistik.
Disertasi ini ditulis untuk membuktikan bahwa pembelajaran dengan strategi
yang dipakai oleh pendidik dapat menjadikan pembelajaran dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Selain itu pula penelitian membuktikan dan memperkuat bahwa
proses pembelajaran agama Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua terbukti PAI
pada masyarakat pluralistik tidak menjadikan pesertanya keluar dari agamanya.
Disertasi ini menguatkan posisi satu tungku tiga batu atau satu Papua dengan tiga
agama besar yaitu Islam, Protestan dan Katholik yang mampu menjalin hubungan
walau berbeda keyakinan agama. Pembelajaran pendidikan agama Islam dengan
berbagai kegiatan yang mengajarkan nilai-nilai universal di sekolah dengan
mengintegrasikan nilai-nilai seperti: tolong menolong, mencari persamaan, toleransi
tanpa harus meninggalkan agama yang dianut.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut metode penelitian ini
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya dari
eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci.72
Penelitian ini menganalisis
tentang perilaku keseharian atau kebiasaan hidup warga sekolah ketika berada di
lembaga pendidikan Yapis Papua maupun setelah kembali ke masyarakat. Analisis
data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna.
Memahami makna dari fenomema73
sosial yang ada dan apa yang dialami.74
Penelitian kualitatif ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sharan B. Merriam,
utamanya pada empat karakteristik, yaitu: 1) menekankan pada pemahaman, proses,
72
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, (Cet. Bandung:
Penerbit Alfabeta, 2008), h. 11. 73
Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindera dan dapat
dijelaskan secara ilmiah. 74
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1995),
h. 25. Lihat juga Bruce Lawrence Berg & Howard Lune, Qualitative Research Methods for
the Sosial Sciences, (Boston: Pearson, 2004). Hadari Nawawi, Penelitian
Terapan,,(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 216.
22
dan makna. 2) peneliti berfungsi sebagai instrumen utama di dalam pengumpulan
dan analisis data; 3) proses bersifat induktif; dan 4) hasilnya bersifat deskripsi yang
kaya.75
Salah satu varian dari penelitian kualitatif adalah metode studi kasus, dimana
studi kasus memberikan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai suatu setting
tertentu, dokumen atau kejadian tertentu.76
Kelebihan dari studi kasus sebagaimana
yang diungkapkan oleh Lincoln dan Guba adalah sebagai berikut:
a. Bagi peneliti, studi kasus merupakan sarana utama untuk menyajikan pandangan
subjek yang diteliti.
b. Menyajikan uraian menyeluruh pada apa yang terjadi dan dialami pada
kehidupan sehari-hari.
c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara
peneliti dan informan.
d. Studi kasus memungkinkan untuk menemukan konsistensi internal yang bukan
merupakan konsistensi faktual dan konsistensi gaya, namun juga kepercayaan.
e. Pada studi kasus, keterlibatan langsung peneliti maka terbuka penilaian bagi
pemaknaan terhadap konteks tersebut.
Dengan cara yang dilakukan ini diharapkan dapat diperoleh gambaran utuh
dan mendalam mengenai pembelajaran pendidikan agama Islam pada masyarakat
pluralistik di Yapis Papua.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan sosiologi
pendidikan yaitu ilmu yang berusaha mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
Mempelajari proses pendidikan sebagai interaksi sosial, sekolah sebagai kelompok
sosial, serta sebagai lembaga sosial. Adiwikarta mengatakan bahwa sosiologi
pendidikan adalah analisis terhadap pelaksanaan dan praktek pendidikan, atau
penerapan teori sosiologi dalam menganalisis praktek pendidikan.77
Menggunakan
pendekatan untuk melihat proses interaksi sosial yang terjadi di lingkungan Yapis
Papua dari awal hingga akhir proses interaksi sosial tersebut, dimana peneliti
melihat aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di lembaga Yapis
yaitu di Universitas Yapis, SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis Jayapura.
Kegiatan interaksi tersebut pula yang terjadi di dalam kelas selama proses
pembelajaran terjadi dan juga menanyakan kegiatan interaksi masyarakat setelah
mereka berada di rumah.
Walaupun peneliti pernah mengajar di salah satu lokasi penelitian selama tiga
tahun yaitu di SMA Yapis tahun 2008-2010, akan tetapi objektif di dalam
menganalisis menjadi dasar utama dalam penelitian. Oleh karena itu peneliti tunduk
75
Sharan B. Merriam, Qualitative Research: A Guide to Design and Implementation
(USA: The Jossey-Bass, 2009), h. 13. 76
Robert Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, 1998), h. 54. 77
Sudardja Adiwikarta, Sosiologi Pendidikan: Analisis Sosiologi Tentang Praktis
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2016), h.
23
pada ada yang disebut dengan epoche dan eidetic yakni suatu prinsip netral dalam
penelitian guna memperoleh hasil penelitian yang objektif dengan tingkat akurasi
yang tinggi sesuai dengan mendengar, menggambar dan melihat objek yang diteliti
oleh peneliti.78
Penelitian ini sejalan dengan Mahmud Yunus (1965), Abuddin Nata (2009),
Hamzah B. Uno (2011) yang mengatakan bahwa materi pelajaran akan efektif
diterima peserta didik bila dilakukan dengan strategi pembelajaran yang tepat. Kemp
(1995) mengatakan strategi pembelajaran harus dikerjakan guru agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dan efisien. Sejalan juga dengan Dick and Carey (1985)
mengatakan strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
2. Sumber Data
Sumber Data dalam riset ini ada dua jenis sumber data yaitu: data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
informan yang erat kaitannya dengan masalah dan lokasi yang akan diteliti. Sumber
data di dalam penelitian ini adalah sumber data primer: observasi atau pengamatan
langsung di tempat penelitian di Yayasan Pendidikan Islam Papua Jayapura.
Kegiatan pengamatan ini ada dua cara yaitu dengan observasi partisipatoris dan non
partisan. Kemudian pula mewawancarai beberapa narasumber yang ada di tempat
penelitian yaitu 1) Ketua Yayasan lembaga pendidikan Yapis Papua atau wakil
ketua Yayasan dipilihnya karena lembaga-lembaga pendidikan Islam dari TK s.d.
PT Yapis berada di bawah naungannya. 2) Rektor Universitas Yapis Papua Jayapura
atau wakil rektor sebagai pelaksana di tingkat perguruan tinggi. 3) Tenaga pengajar
mata kuliah PAI yang mengajar di Uniyap Jayapura. 4) Kepala-kepala Sekolah di
bawah lembaga pendidikan Islam Yapis Papua dibatasi pada 2 sekolah (SMA
Hikmah Yapis, SMK Hikmah Yapis). 5) Guru-guru PAI 3 sekolah (SMA Hikmah
Yapis, SMK Hikmah Yapis). Peneliti memilih narasumber di atas atas pertimbangan
dianggap dapat mengetahui dan dapat memberikan informasi sesuai dengan data
yang dibutuhkan.
Sumber data sekunder di dalam penelitian ini adalah wawancara dengan
alumni Yapis, tokoh agama. Di samping wawancara, peneliti juga memakai
publikasi jurnal, disertasi, buku, peraturan-peraturan dan undang-undang sistem
pendidikan nasional, artikel, naskah dan lainnya yang telah dipublikasikan. Data
tersebut dijadikan sebagai data penunjang dari penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian diawali dengan
studi dokumen Yapis Papua yang dapat membantu peneliti, kemudian peneliti
78
Clive Erricker, Phenomenological Approaches, dalam Peter Connolly (ed)
Approaches to the Study of Religion, (London and London: Cassel, 1997), h. 77.
24
melakukan observasi tempat penelitian, kemudian didalami data melalui wawancara
terhadap orang-orang yang terkait, dan studi pustaka.
a. Studi Dokumen
Studi dokumen ini untuk memperolah data dalam bentuk dokumen-dokumen
yang diperoleh di Yapis Papua kemudian dipelajari dan dianalisa. Studi ini
dilakukan untuk mengawali pencarian data penelitian. Pada dokumen ini diketahui
sejarah pendirian Yapis yang belum dibukukan, termuat di dalamnya ada visi misi,
dan program-program serta data pendidik dan peserta didik yang ada hingga
sekarang. Penerimaan data dari dokumen pula sebagai sumber primer karena
dokumen-dokumen ini menjadi saksi tertulis tentang kehadiran lembaga pendidikan
Yapis Papua di masa lalu.
b. Observasi
Mengumpulkan dengan Observasi79
ini digunakan untuk mendatangi dan
melihat secara langsung keadaan tempat penelitian dan melihat aktivitas
pembelajaran di dalam kelas secara langsung, seperti pembelajaran PAI yang ada di
perguruan tinggi Yapis pada kelas Ilmu Hukum, pada kelas PGSD, pada kelas
manajemen. Observasi pembelajaran PAI yang ada di SMK Hikmah Yapis Jayapura
dan pembelajaran PAI yang ada di SMA Hikmah Yapis Jayapura dimana
pelaksanaan pembelajaran ini menggabungkan peserta didik yang plural agama
dalam satu mata pelajaran pendidikan agama Islam. Strategi pembelajaran yang
dipakai oleh guru dan dosen serta metode yang digunakan oleh tenaga pendidikan di
dalam pembelajaran, hubungan antar siswa di sekolah maupun di luar sekolah.
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi yang bersifat
partisipatif (terlibat) dan terstruktur. Peralatan yang digunakan dalam observasi
adalah (kamera handphone) dan buku catatan. Di dalam penelitian ini peneliti lebih
kepada observasi non partisipan dimana peneliti memposisikan diri sebagai orang
luar dari kelompok yang diteliti. Peneliti mengamati langsung proses pembelajaran
yang terjadi lembaga pendidikan Yapis Papua. namun pengamatan ini tidak
79
Observasi dilakukan secara langsung (direct observation) yang dilakukan dengan
cara door to door ke dalam kelas untuk mengetahui gambaran riil melalui pengamatan
langsung dengan memperhatikan situasi dan kondisi serta mencatat hasil pengamatan yang
berkaitan dengan proses pembelajaran serta sarana pendukung bagi kelancaran pembelajaran
agama Islam di lingkungan Yapis Papua. Observasi dilakukan terhadap guru, siswa, sarana
dan prasarana, administrasi dan aktifitas belajar mengajar serta perilaku siswa di luar kelas.
Observasi dilakukan dalam rangka memahami konteks dalam keseluruhan situasi sosial, juga
memberikan pengalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan
pendekatan induktif, dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain,
menemukan hal-hal yang semula tidak diungkapkan oleh informan di dalam wawancara,
menemukan hal-hal yang berada di luar persepsi informan, mengumpukan data yang kaya,
kesan-kesan pribadi serta merasakan suasana situasi sosial yang diteliti. Lihat; Abuddin Nata,
Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif Parenalis, Sejarah,
Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, politik,
hukum, (Cet; Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 367.
25
berlangsung dengan waktu yang cukup lama karena pelaksanaan pembelajaran
dilakukan dari rumah dari bulan Maret 2020 sampai sekarang atau sampai Januari
2021. Sekalipun pelaksanaan observasi non partisan dilakukan oleh peneliti tidak
mendapat waktu yang lama didalam observasi ini, peneliti telah melakukan
observasi non partisan pada bulan Juli tahun 2019 sebagai observasi awal sebelum
pandemi covid 19.
c. Wawancara
Pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara.
Wawancara ini dilakukan dengan mendatangi berbagai pihak yang dianggap
mengetahui permasalahan yang hendak diungkap berkaitan dengan data tentang
kebijakan pembelajaran PAI muslim dan non muslim. Kondisi umum lembaga
pendidikan Yapis di Tanah Papua, keadaan riil di lapangan yang terkait dengan visi
misi pembelajaran di lembaga Pendidikan Yapis Papua, ketertarikan masyarakat
Papua untuk menimba ilmu di lembaga pendidikan Yapis Papua. Masyarakat yang
hadir dan tinggal di sekitar lembaga pendidikan tersebut, masyarakat yang juga
menyekolahkan anaknya di lembaga tersebut, serta peserta didik yang menjadi
subjek di dalam penelitian ini.
Wawancara dilakukan dengan informan 1) Dr. H Azis Bauw, SH. MM ia
adalah wakil ketua Yapis Papua yang ikut andil dalam pengembangan lembaga ini.
Disamping sebagai wakil ketua Yapis, bapak Azis yang juga muslim Papua
dipercaya sebagai wakil Rektor Uniyap Jayapura bidang kemahasiswaan dan juga
menjadi warga masyarakat yang telah berada di Papua pada masa transisi tahun
1963-1969. Ketokohannya dan pelaku sejarah menjadikan disertasi ini kaya akan
informasi penelitian. Informan utama dalam studi ini, karena ia dan orang tuanya
merupakan saksi hidup tentang lembaga pendidikan Yapis dan Papua; Kedua, Dr.
Abdul Rasyid, S.Pd. SE. M.Si. adalah wakil Rektor 1 Uniyap Jayapura, yang juga
menjadi saksi dan bagian dari perubahan sekolah tinggi Yapis menjadi Universitas
Yapis. Di samping itu pula pemilihan informan ini dikarenakan pengetahuan akan
perubahan kurikulum yang ada di Universitas Yapis Papua. Ketiga, Heri Wibowo
adalah wakil sekretaris Yapis Papua yang juga mengetahui perkembangan sekolah
Yapis di daerah-daerah di seluruh Papua. Keempat, Gunanto, SE. M.Si. adalah
Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura. Kelima, Drs. Joko Sriyanto, M.Si. adalah
kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura. Keenam Siti Zuhriyeh, S.Pd.I. Guru PAI pada
SMK Hikmah Yapis Jayapura. Ketujuh, Menik Kushendrastati, A.Md.T adalah tata
usaha PNS pada SMK Hikmah Yapis Jayapura. Kedelapan, Saiful, S.Pd. adalah tata
usaha pada SMA Hikmah Yapis Jayapura. Kesembilan, Muhammad Ali Rumatiga,
S.Pd.I sebagai guru PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura. Kesepuluh, Siswi SMK
non Muslim (Alexia Tuo, Afila Tuo, Alfina). Kesebelas, Siswa SMA (Alfina).
Keduabelas, Mahasiswa Uniyap Jayapura, (Hari – Semester 7). Ketigabelas, (Dosen
PAI pada Universitas Yapis Papua) Dr. Neti S, M.Pd. adalah dosen PAI pada
fakultas Ekonomi dan Bisnis, FKIP, di samping mengajar yang bersangkutan adalah
tokoh Muhammadiyah Papua, Muhamad Thoif adalah dosen PAI pada FISIP, FPIK
di samping mengajar yang bersangkutan juga adalah Sekretaris PWNU Papua, Muh.
26
Abdul Mukti, MA. Mengajar di Fakultas Hukum dan juga sebagai tokoh muslim
yang membina masyarakat di Jayapura Utara khususnya masyarakat muslim
Wamena. Keempatbelas, Dr. Toni Victor Mandawiri Wanggai, MA adalah tokoh
NU Papua yang juga sebagai anggota Majelis Rakyat Papua. Kelimabelas,
selanjutnya informan dari kalangan luar Yapis Papua terdiri dari: Ketua FKUB
Papua, Kemenag Kota Jayapura, MUI Papua, ketua Masjid Raya Baiturrahim
Jayapura yang juga sebagai muslim Papua H. Abdul Qahar Yelipele, M.Pd.I.
Untuk ketua Yayasan, kepala sekolah dan rektor lebih diarahkan untuk
menjelaskan kebijakan-kebijakan secara umum atau program-program strategis
khususnya terkait kebijakan pembelajaran pendidikan agama di lembaga tersebut.
Sedangkan wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum berkaitan
dengan pedoman kurikulum yang digunakan. Wawancara dengan pendidik mata
pelajaran berkaitan dengan pelaksanaan dan tahapan menggunakan bentuk
pembelajaran serta faktor-faktor pendukung dan kendala-kendala yang dihadapi
dalam merealisasikannya. Wawancara kepada siswa muslim dan non muslim
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang agama Islam termasuk kendala-
kendala yang dihadapi oleh siswa. Wawancara dengan alumni berkaitan dengan
atmosfir pelajaran dalam kebermaknaan yang menghasilkan lulusan yang terbaik
dan masuk seleksi nasional perguruan tinggi.
Adapun wawancara dengan warga lainnya yang difokuskan pada diskusi
makna dari lulusan lembaga pendidikan Yapis Papua di masyarakat, hubungan
lulusan dengan masyarakat sekitar. Wawancara kepada tokoh agama dan tokoh adat
yang ada di kota Jayapura untuk melihat pandangan para tokoh-tokoh tersebut pada
keberlangsungan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan
Yapis Papua Jayapura.
d. Studi Kepustakaan
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data pendukung penelitian adalah
studi kepustakaan. Kajian-kajian yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan
dan teori-teori yang berhubungan dengan tema penelitian, studi pustaka (library
research). Dilakukan dengan cara studi buku, jurnal, artikel atau hasil penelitian.
Studi pustaka juga dilakukan melalui penelusuran media seperti internet dan media
lainnya. Teknik pengumpulan data dengan mempelajari literatur dan tulisan-tulisan
ini dimaksudkan agar dapat memperoleh teori dan pengetahuan yang dapat
menunjang penulisan penelitian.
Studi pustaka di dalam penelitian ini juga yang disebut sebagai sumber
sekunder menggunakan beberapa buku, jurnal, dan majalah serta berita-berita yang
ada di surat kabar yang terkait dengan isu yang diteliti. M. Amin Abdullah,
Pendidikan Agama Multireligius (2005). Wina Sanjaya Kurikulum dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. 2008. Alwi shihab Islam Inklusif, (1998), Helmawati dan Rudi Hartono
Ismail Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia: Peran Yapis Membentuk SDM
Terdidik di Tanah Papua (2018), Afif Syaiful Mahmudin, “Pendidikan Islam dan
Kesadaran Pluralisme”, Jurnal Ta‟limuna: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1
27
Maret 2018, Muhammad Harfin Zuhdi, “Pluralisme dalam Perspektif Islam” 2012,
Casram, “Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural”, 2016,
M. Islahuddin Misbah dkk., “Pendidikan Toleransi dalam Keluarga Beda Agama”
2019, Ricard H. Hersh, “Moral and Character Education: A Ground Truth
Perspective”, 2015.
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini, langkah yang dilakukan, yaitu:
1) Editing merupakan kegiatan untuk meneliti kembali rekaman catatan data yang
telah dikumpulkan dalam suatu penelitian. Kegiatan pemeriksaan rekaman atau
catatan merupakan kegiatan yang penting dalam pengolahan data; 2) Verifikasi
peninjauan kembali mengenai kegiatan yang telah dijalankan sebelumnya sehingga
hasilnya benar dan dapat dipercaya.80
Tahap ini merupakan tahap yang dilalui dalam
proses penelitian sebelum dijalankan.
Analisis data sebagaimana yang dikatakan oleh Miles dan Huberman, seperti
dikutip dari Sugiyono yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data.81
Analisis
data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah menguraikan teknik analisis
data yang ditawarkan oleh Miles dan Huberman dengan pertimbangan prosesnya
yang lebih sederhana, namun menggambarkan seluruh proses analisa data secara
objektif yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Data kualitatif yang diperoleh
melalui wawancara, studi dokumen, studi kepustakaan dan observasi kemudian data
tersebut diolah dengan cara reduksi data melalui proses inklusi dan eksklusi. Proses
inklusi yakni mengambil data yang relevan dengan penelitian, sedangkan proses
eksklusi yaitu data yang telah terkumpul namun tidak cocok dengan yang
dibutuhkan maka dibuang. Kemudian setelah proses inklusi data dilanjutkan dengan
mencari makna. Pemberian makna yang merupakan upaya yang lebih jauh dari
penafsiran. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis kualitatif. Metode analisis
kualitatif ini adalah menggambarkan dan memaparkan data hasil penelitian, baik
yang bersumber dari studi pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan
berupa kalimat-kalimat atau paragrap.
4. Teknik Analisis Data
Analisis kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis proses
sosial yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak dipermukaan.
Digunakan untuk memahami sebuah proses, tahapan, makna dan fakta bukan
sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Analisis data Bogdan, Susan Stainback,
dan Spradley mengatakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh, mengkaji hubungan-hubungan, mengorganisasikan data ke dalam unit,
80
Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi (Ed. I.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 137-185. 81
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2010), h.
183. Lihat Matthew B. Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 15.
28
memilih data penting serta dibuatkan sebuah kesimpulan. Analisis kualitatif ini
dapat dilakukan dalam tiga siklus kegiatan yang terdiri atas:
a. Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan,
mengabstraksi dan mengubah data dasar. Sajian data merupakan suatu cara
merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan
kesimpulan dan/atau diusulkan. Verifikasi data adalah penjelasan tentang makna
data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur kausal,
sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya.82
Selama kegiatan pengumpulan data berlangsung dilakukan analisis data,
proses analisis data meliputi:
1) Menetapkan fokus penelitian.
2) Menyusun temuan-temuan data yang diperoleh.
3) Membuat rencana pengumpulan data berikutnya sesuai temuan-temuan dari
data yang dikumpulkan sebelumnya.
4) Mengembangkan pertanyaan untuk pengumpulan data berikutnya.
5) Menggali sumber-sumber kepustakaan yang berhubungan dengan
pemanfaatan media para professional.83
b. Display atau penyajian data
Setelah data terkumpul melalui penelitian lapangan, penulis menyajikan data
tersebut dalam jenis penelitian kualitatif. Data yang diteliti adalah data verbal yang
tidak berbentuk angka-angka, tetapi dalam bentuk deskripsi kata, kalimat, dan
ungkapan-ungkapan yang tertuang dalam naskah atau teks.
Peneliti setelah turun di lapangan mulai mengumpukan data hasil penelitian
yang telah didapatkan selama penelitian melalui observasi, wawancara, dokumen
dan studi pustaka. Semua data yang dikumpulkan mulai disajikan dalam bentuk
deskripsi kata. Deskripsi kata yang didapatkan melalui wawancara dari kepala
sekolah, pengurus Yapis dan Wakil Rektor Uniyap akan diuraikan menurut
kebijakan pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan. Wawancara yang
didapatkan dari pendidik yaitu guru/dosen pengajar pendidikan agama Islam
diuraikan apa adanya sesuai dengan yang disampaikan pada saat wawancara dengan
peneliti. Begitupun dengan data yang didapatkan dari siswa di sekolah dalam
pengalaman mereka belajar pendidikan agama.
Setelah disajikan data yang didapatkan di lapangan maka di cross data satu
dengan data lainnya yang sesuai dengan penelitian. Bila sesuai dengan yang ingin
dicari maka akan dikumpulkan pada data yang cocok. Dan bila tidak sesuai dengan
data yang ingin diambil maka akan disisihkan dulu dan bila memang tidak lagi
dibutuhkan maka akan dihilangkan. Data yang didapatkan pada saat wawancara,
observasi, dan dokumentasi bila berkaitan sejarah, visi, misi, tujuan, kurikulum,
82
Mohammad Ali, Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi, (Bandung:
Angkasa, 1992), h. 167. 83
Riyadi Sarojo, Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Cet. 1; Malang: PPs IKIP Malang,
1992), h. 9.
29
sekolah-sekolah yang berada di bawah Yapis Papua, keadaan provinsi Papua,
kepercayaan, adat, sosial dan penamaan provinsi Papua, akan ditempatkan pada bab
III, bila berkaitan dengan rumusan masalah pertama dan kedua maka akan
ditempatkan pada bab IV, bila berkaitan dengan rumusan masalah ketiga maka akan
ditempatkan pada bab V.
c. Pengambilan Kesimpulan
Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan pencarian dengan
mencari makna setiap aktivitas yang diperoleh dari lapangan, mencatat keteraturan
dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.
Pengambilan kesimpulan berjalan dengan proses analisis data yang dilakukan
atas pernyataan (statement) atau pernyataan yang dikemukakan oleh para informan.
Hal ini dilakukan dengan cara, peneliti membaca dan mendengar seluruh transkrip
wawancara yang ada dan mendeskripsikan seluruh pengalaman yang ditemukan di
lapangan. Berdasarkan upaya pada tahap yang dikemukakan tersebut akan diketahui
makna konotatif-denotatif atau makna implisit dan eksplisit dari pernyataan atas
topik atau objek.
Langkah berikutnya yaitu penjelasan makna itu sendiri akan menjelaskan
tema makna (artinya tema) yang menunjukkan arah atau pengertian yang dijelaskan
oleh para informan. Serta aspek penting lain yang dianalisis dalam fenomenologi
adalah penjelasan holistik dan umum tentang sebuah pembicaraan dengan subjek
penelitian. Dari penjelasan umum tersebut harus ditarik keterkaitan antar makna
yang dikembangkan pada setiap topik yang berlangsung selama proses wawancara
berlangsung (deskripsi umum dari pengalaman).
d. Keabsahan Data Penelitian
Penelitian ini perlu diuji datanya dengan uji keabsahan data. Pada penelitian
kualitatif menurut Sugiyono (2012:121) meliputi perpanjangan pengamatan,
triangulasi dan member chek. Pada triangulasi terdapat 3 hal yang saling
disingkronkan yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian terdiri dari enam bab, Bab I berisi
pendahuluan penelitian yang terdiri dari; latar belakang masalah yang akan diteliti,
permasalahan yang termuat identifikasi masalah, perumusan masalah dan
30
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, kajian
penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian yang dipakai sebagai proses
pengumpulan data dan analisis data juga sekaligus pengambilan kesimpulan.
Terakhir sistematika pembahasan.
Bab II berisi perdebatan akademik terkait pandangan kalangan sarjana tentang
strategi di dalam pembelajaran PAI, kebijakan pembelajaran PAI dilihat dari sisi
implementasinya, prinsip, komponen, penilaian dan evaluasi dalam pembelajaran
PAI. Lembaga pendidikan sebagai wadah implementasi sistem pendidikan nasional
agar terwujud masyarakat yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.
Konsep Pendidikan Agama Islam dan hubungannya dengan masyarakat
pluralistik, dan kurikulumnya. Lembaga pendidikan Islam yang menyelenggarakan
pembelajaran pendidikan Islam, sosial-kultur masyarakat pluralistik yang bersekolah
di lembaga pendidikan Islam. Tujuan lembaga pendidikan dalam menciptakan
lulusan yang sukses dan berjiwa bertoleransi. Pembelajaran PAI yang diterapkan di
lembaga pendidikan formal ditinjau dari sisi undang-undang yang mewajibkannya.
Bab III mendeskripsikan tentang objek penelitian yaitu profil lembaga
pendidikan Yapis Papua yang berada di Kota Jayapura, sejarah berdirinya, badan
hukum, sikap prinsip, motto, dan logo, keadaan awal lembaga pendidikan Yapis dan
dinamika perkembangannya serta gambaran umum masyarakat Papua. Kepercayaan
agama dan adat istiadat, keadaan sosial masyarakat pendatang dan kebutuhan umat
Islam terhadap pendidikan agama Islam.
Bab IV menyajikan kebijakan Yapis Papua pada pembelajaran PAI dalam
masyarakat pluralistik, sistem pembelajarannya, kebijakan dari sudut pandang visi,
misi, tujuan, serta dampak kebijakan tersebut bagi pendidik dan peserta didik.
Implementasi pelaksanaan pembelajaran PAI dengan melihat pada strategi
pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI dan dosen PAI, menggunakan
pendekatan pembelajaran apa, model pembelajaran, metode, teknik dan taktik
pembelajaran sehingga pembelajaran itu dapat diterima oleh peserta didik hingga
sekarang.
Bab V menyajikan problematika masalah-masalah yang muncul di dalam
pembelajaran PAI pada masyarakat yang agamanya beragam, hubungan antara hasil
pembelajaran PAI dan masyarakat pluralistik pada Yapis Papua. model pendidikan
agama Islam yang sifatnya akomodatif terhadap siswa plural agama, keberhasilan
pluralisme dalam pendidikan agama Islam yang terlaksana di lembaga pendidikan
Yapis Papua dengan tidak adanya konflik agama, menciptakan kerukunan,
pertemuan tokoh agama di dalam menyelesaikan konflik. Pelestarian budaya. Corak
pembaruan pendidikan Yapis Papua Jayapura.
Bab VI merupakan bab yang terakhir dari penelitian ini yang berisi pada
kesimpulan, menjawab rumusan masalah utama, persamaan dan perbedaan, dan
temuan. Selanjutnya dirumuskan saran-saran dan implikasinya bagi pengembangan
penelitian lebih lanjut.
32
BAB II
KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DAN
MASYARAKAT PLURALISTIK
Pada bab ini menguraikan tentang konsep pembelajaran PAI (Pendidikan
Agama Islam) dalam masyarakat khususnya di provinsi Papua yang terkenal dengan
kemajemukan masyarakatnya. Pendidikan agama pada masyarakat pluralistik yang
ada di Indonesia dan masyarakat yang terkenal sangat plural tentu membutuhkan
pendekatan yang sedikit berbeda dengan daerah lain. Masalah pendidikan yang
berkaitan dengan agama seseorang bukanlah hal yang dianggap biasa melainkan hal
ini terkait dengan keyakinan agama yang didapatkan peserta didik sejak lahir
sebelum memasuki dunia pendidikan formal, oleh karena hal tersebut maka peneliti
memandang pendidikan agama Islam dan masyarakat pluralistik didudukkan
konsepnya.1
Setiap agama cenderung menjadi dan menuju eksklusif dengan menyatakan
kebenaran hanya ada dalam agama yang dianut, sedangkan agama lain dianggap
tidak benar atau salah. Sikap ini memosisikan kebenaran agama yang dimiliki adalah
mutlak benar dan yang paling layak dijadikan sebagai jalan kebenaran bukan pada
ajaran agama lain, perdebatan paling benar dan paling layak untuk masuk surga
adalah perdebatan di kalangan kaum agamawan.2
Agama Islam sebagai agama yang diakui di Indonesia mengajarkan adanya
kebenaran ada di dalam agama Islam. Memosisikan agama lain di luar Islam
menjadi agama yang tidak diridhoi oleh Allah swt. Agama Islam mengajarkan akan
kebenaran agama bagi pemeluknya menjadikan peserta didik menjadi eksklusif di
dalam kesehariannya karena doktrin ajaran Islam mengajarkan bahwa agama yang
benar hanyalah agama Islam bukanlah agama lain.
Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai bagian dari ajaran agama Islam
merupakan pendidikan agama yang khusus diajarkan di lembaga pendidikan formal
kepada pemeluk agama Islam dimana ajaran mengenal, memahami dan menghayati
agama Islam melalui pelaksanaan di dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebagai
mata pelajaran yang mengajarkan agama Islam ternyata di dalamnya juga
mengharuskan menghormati agama lain sebagai bagian dalam menjaga, saling
menghargai dan menghormati.
Untuk menjamin terlaksana saling menghormati dan menghargai orang lain,
dapat terus dilakukan melalui sarana pendidikan yang telah berjalan di Indonesia.
Dimana pemerintah Indonesia memberikan penguatan agar pendidikan agama
disampaikan pada peserta didik melalui mata pelajaran yang terjadwal. Namun pada
prakteknya masih terdapat satuan pendidikan yang tidak melaksanakan pendidikan
agama sesuai dengan yang diinginkan oleh pemerintah. Sehingga perlu didudukkan
1 Made Made Saihu and Abdul Aziz, “Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme
Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,” Belajea; Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 1
(May 22, 2020): 131, accessed February 10, 2021,
http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/belajea/article/view/1037. 2Nur Farhana, “Religious Tolerance: Problems and Challenges”, International
Journal of Islamic Thought, Vol. 3 No. 1 Juni 2013. http://www.ukm.my.
33
posisi dari Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan di satuan
pendidikan dengan peserta didik sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang
diketahui bukan saja plural di sisi budaya, namun juga dari sisi agama.
Pembahasan tentang pendidikan agama Islam yang bermuatan pluralis pada
masyarakat pluralistik sangat baik dan efektif bila diterapkan pada lembaga
pendidikan,3 hal ini dikarenakan lembaga pendidikan menjadi tempat
berlangsungnya penyampaian nilai-nilai kebaikan dan penerapan kebaikan itu yang
dilakukan oleh pendidik dan peserta didik di lingkungan sekolah.4 Hubungan antara
pendidikan agama Islam dengan masyarakat yang pluralistik diuraikan didudukan
konsepnya pada bab II ini. Lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah merupakan
tempat dimana peserta didik dibimbing, diajar, dan dibina dengan hal-hal yang baik
agar pembinaan ini menjadi bekalnya kemudian hari.5
Pendidikan dan manusia menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
walau dapat dikategorikan untuk menunjukkan pemisahan keduanya. Namun dalam
prakteknya manusia sepanjang hidupnya melaksanakan pendidikan.6 Kita
mendengar sebuah ungkapan “Tuntutlah ilmu yang proses pendidikannya
berlangsung dari masa kecil sampai ke masa tua”. Perkembangan peradaban
manusia yang terjadi saat ini tidak lepas dari sebuah proses pendidikan yang
tersistem, menjadikan pendidikan dilakukan terkontrol dan juga tertata dalam bentuk
pendidikan informal dan non formal kemudian praktek pelaksanaan pendidikan
bentuk sistemnya menjadi pendidikan yang formal di lembaga pendidikan sekolah.
Abuddin Nata mengatakan bahwa menjadi manusia yang baik dan berakhlak
mulia adalah tujuan dari proses pendidikan Islam.7 Manusia yang berakhlak mulia
itu berarti menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dan mampu
mengelola bumi sebagai manifestasi beribadah kepada Allah swt.
Agar terdudukkan posisi dari pendidikan agama Islam sebagai sebuah mata
pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan dan masyarakat pluralistik di
Yapis Papua maka akan diurakan sebagai berikut.
A. Kebijakan Pembelajaran Mata Pelajaran PAI
Secara praktek pendidikan agama, sebenarnya pelaksanaan pendidikan yang
terlembaga terlaksana jauh sebelum Indonesia merdeka, dikarenakan politik
pendidikan kolonial Belanda sehingga pendidikan agama tidak diajarkan di lembaga
pendidikan yang dikelola oleh pemerintah. Pemerintahan kolonial berpandangan
3 Saihu and Aziz, “Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme Dalam Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam.” 4Mursalin, “Pendidikan Berbasis Karakter”, The Globe Journal, Vol. 3 No.1 Februari
2013. http://www.theglobejournal.com. Lihat Juga Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga
Makkah, 2005, h. 5Mursalin, “Pendidikan Berbasis Karakter”, The Globe Journal, Vol. 3 No.1 Februari
2013. http://www.theglobejournal.com. Lihat Juga Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga
Makkah, 2005, h. 6Mundzier Suparta, Pendidikan Kedewasaan Beragama (Cet.1; Jakarta: Gifani
Alfatama Sejahtera, 2009), h. 74. 7Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 53.
34
bahwa pendidikan agama bukan menjadi tanggung jawab dari pemerintah kolonial
Belanda, tanggung jawab tersebut ada pada orang tua dan keluarga.8
Adanya keinginan untuk memasukkan mata pelajaran pendidikan agama di
sekolah yang diusulkan oleh wakil rakyat pribumi pada masa sebelum Indonesia
merdeka. Usulan ini ditolak sehingga pelaksanaan pendidikan agama yang ada pada
masa tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan pribumi.9
Pada masa pendudukan Jepang di tahun 1943, mata pelajaran pendidikan
agama diberikan pada lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemerintah (umum)
namun dengan guru pendidikan agama yang mengajar, tidak digaji oleh pemerintah.
Pemerintah kolonial Jepang sebenarnya enggan menerima usulan dari rakyat
pribumi agar pendidikan agama dimasukkan di lembaga pendidikan umum walau
demikian usulan tersebut tetap dapat diakomodir Jepang, demi meraih simpati rakyat
pribumi. Sekalipun usulan dari rakyat pribumi agar dapat memasukkan pelajaran
agama di sekolah umum, pemerintah Jepang membuat aturan dengan tidak
memberikan gaji buat guru pendidikan agama. Upaya menjadikan agama sebagai
salah satu mata pelajaran di sekolah umum telah dilakukan sejak masa pemerintah
Hindia Belanda. Dalam sidang-sidang Volksraad, usulan tersebut telah diutarakan
dan disampaikan, namun tidak pernah membuahkan hasil.10
Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
kebijakan tentang pelajaran agama seperti tertuang dalam Bab I, pasal 179 (2) yang
menyatakan: “Pengajaran umum (openbaar onderwijs) adalah netral, artinya bahwa
pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing.
Pengajaran agama hanya boleh berlaku di luar jam sekolah.11
Walaupun tidak ada
8Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Naisonal, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Keagamaan Islam, 2005), h. 36-39. 9Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 90.
10Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, “Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi:
Pengajaran Agama di Sekolah Umum”. Dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam, Menteri-
menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik, (Jakarta: Diterbitkan atas Kerja Sama Indonesia-
Netherlands Cooperation Studies (INIS) Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat, (PPIM),
Badan Litbang Agama Departemen Agama RI, 1998), h. 48. 11
Sebagaimana dikutip Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, bahwa kebijakan
pemerintah kolonial itu merupakan bukti jelas tentang pola pikir sekuler, yakni memisahkan
agama dengan yang disebut non agama. Hal ini merupakan kebijaksanaan yang didasarkan
atas nasehat Snouck Hurgronye. Usul-usul kebijaksanaan Islam yang ditawarkan Snouck
Hurgronye lahir secara logis dari analisisnya tentang Islam di Indonesia. Secara umum
bisalah dikatakan rekomendasi tersebut melihat adanya pembagian Islam ke dalam dua
bagian, yang satu Islam religius dan yang lain Islam politik. Terhadap yang pertama, Snouck
menawarkan satu sikap toleransi yang dijabarkan dalam sikap netral terhadap kehidupan
keagamaan. Namun pemerintah harus menghormati kehidupan beragama warganya yang
Islam, seharusnya dia tidak membayangkan secara platonik semua trend atau gejala yang
mengandung, atau kelihatannya mengandung sifat-sifat politik. Karena itu setiap tanda-tanda
hasutan harus dibereskan dengan kekerasan, dan setiap campur tangan di dalam masalah
kekerasan, dan setiap campur tangan di dalam masalah yang berhubungan dengan Islam dari
luar negeri harus dipangkas di pangkalnya. Lihat Akh Minhaji dan M. Atho Mudzhar, “Prof
K.H. Fahurrahman Kafrawi: Pengajaran Agama di Sekolah Umum. H. 48. Azyumardi Azra,
35
pelajaran agama di sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah Belanda namun
pelajaran ini masih berjalan dengan baik di sekolah-sekolah swasta. Hal ini misalnya
pada sekolah-sekolah HIS met de Quran, Mulo met de Quran, dan juga sekolah
Kristen (Bijzondere scholen). Demikian pula Stattsblad No. 68 Tahun 1924
menentukan “het godsdient-onderwijs in viet verplicht voor de leerling wier ouder
daarentegen gemoedsbezwaren hebben” yakni tidak mewajibkan murid-murid
untuk mengikuti pelajaran agama jika orangtua menyatakan keberatan.
Upaya lebih gencar untuk memasukkan pelajaran pendidikan agama pada
sekolah umum terjadi setelah kemerdekaan RI. Ki Hajar Dewantara selaku menteri
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan (PPK) dalam kabinet pertama RI,
mengusulkan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah negeri. Selanjutnya
berdasarkan keputusan BP-KNIP No. 15 Tahun 1945 tertanggal 22 Desember 1945,
antara lain ditegaskan bahwa dalam rangka memajukan pendidikan dan pengajaran
yang ada, maka pendidikan yang telah berjalan pada langgar-langgar, madrasah-
madrasah hendaknya mendapat perhatian dan juga bantuan pemerintah. Kemudian
pada rapat tanggal 27 Desember 1945 BP-KNIP mengusulkan kepada pemerintah,
melalui Menteri PPK, tentang perlunya pembaruan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran, usulan tersebut antara lain meliputi dua hal yaitu:
Pertama, pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur,
seksama, dan mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi
kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang
dipeluknya. Kedua, madrasah-madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah
satu alat dan sumber pendidikan dan pengajaran rakyat jelata yang sudah berakar
urat dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya mendapat perhatian
dan bantuan nyata, berupa tuntunan bantuan fisik bangunan dari pemerintah.
Usulan-usulan BP-KNIP tersebut mendapat respon positif dari menteri
pendidikan atau menteri PPK. Dengan SK Menteri PPK No. 104/Bhg. Tanggal 1
Maret 1946, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran yang dipimpin Ki Hajar
Dewantara dan beranggotakan 51 orang.12
Panitia tersebut bertugas merencanakan
susunan baru tiap-tiap macam-macam sekolah; menetapkan bahan-bahan pengajaran
yang sifatnya praktis dan tidak terlalu berat; dan menyiapkan rencana pembelajaran
untuk tiap-tiap sekolah dan tiap-tiap kelas, termasuk fakultas. Pembahasan yang
dibahas oleh panitia adalah masalah tentang pendidikan, pendidikan agama,
kewajiban belajar, bahasa, dan budi pekerti. Dalam bidang pengajaran agama,
panitia tersebut melahirkan keputusan-keputusan sebagai berikut: 1) hendaknya
agama menjadi salah satu pelajaran yang diberikan di sekolah rakyat (SR); 2) guru
disediakan oleh pihak kementrian dan dibayar oleh pemerintah; 3) guru agama harus
mempunyai pengetahuan umum dan untuk maksud itu harus didirikan sekolah
Islam in the Indonesian World, An Account of Institutional Formation, (Bandung: Mizan,
1996), h. 3. 12
Pada awal kemerdekaan, usulan tersebut diangkat lagi dan disetujui, khususnya pada
saat Fathurrahman Kafrawi menjabat sebagai Menteri Agama RI. Lihat Akh. Minhaji dan M.
Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi, h. 48.
36
pendidikan untuk guru agama yaitu PGA; 4) madrasah dan pesantrren ditingkatkan
mutunya.13
Usaha menjadikan pelajaran agama sebagai bagian dari kurikulum umum
telah melalui usaha dan proses yang cukup panjang, bahkan mengalami berbagai
kesulitan. Ki Hajar Dewantara mengakui hal ini, diapun mengatakan bahwa agama
di dalam pengajaran di sekolah adalah permasalahan dari dulu dan lama dan terus
menerus menjadi persoalan yang sulit. Hal ini disebabkan: 1) tentang sifat pokoknya
(pemeliharaan rasa ketuhanan) sebetulnya tidak ada anti tesis yang berarti. Sebagian
masyarakat memang masyarakat yang religius; 2) kesulitan nampak timbul sejak
keinginan agar sifat keagamaan tadi diberi bentuk dengan “pengajaran agama”,
diwujudkan dengan syariat agama yang pasti dan tertentu; 3) tiap-tiap golongan
agama sudah selayaknya memajukan tuntutan masing-masing, menurut organisasi
keagamaannya; 4) pemerintah memang berencana semua aliran agama (Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha) dapat diberi kesempatan untuk memelihara
agamanya masing-masing di dalam sekolah, akan tetapi cara pelaksanaannya belum
memuaskan semua golongan, atau pihak dari Islam memajukan syarat yang akan
berat bagi pemerintah; 5) disamping itu pula, ada golongan yang tidak setuju
pelajaran agama tadi dimasukkan dalam daftar pelajaran dan bahkan ada yang
menginginkan pelajaran agama ditempatkan di luar jam sekolah saja. Timbul pula
tuntutan jumlah jam pelajaran agama yang diperbanyak, juga isi pelajaran misalnya
ditambah dengan bahasa yang dianggap perlu bagi pelajaran agama itu.14
Sebuah proses usaha memasukkan pendidikan agama sebagai sebuah mata
pelajaran yang diajarkan pada sekolah umum lebih lanjut terlihat pada proses
lahirnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran. Usulan undang-undang tersebut diterima oleh DPR pada tanggal 27
Januari 1954 dan disahkan oleh pemerintah pada tanggal 12 Maret 1954 dan
diundang-undangkan pada tanggal 18 Maret 1954. Lembaran Negara nomor 38
tahun 1954, pada bab XII, pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Negara tersebut
dinyatakan, bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang
tua murid sebagai penentu di dalam menetapkan apakah anaknya akan mengikuti
pelajaran tersebut; dan ayat (2) dinyatakan bahwa cara menyelenggarakan
pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama dengan
Menteri Agama.15
Berikutnya pada pasal 20 diberikan penjelasan sebagai berikut. (a)
apakah suatu jenis sekolah memberikan pelajaran agama adalah tergantung pada
umur dan kecerdasan murid-muridnya; (b) murid-murid yang sudah dewasa boleh
menetapkan ikut atau tidaknya dalam pelajaran agama; (c) sifat pengajaran agama
13
Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi, h. 48. 14
Karya Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Jogjakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, 1962), h. 188-189. 15
Lihat Naskah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang
Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia.
37
dan jumlah jam pelajaran ditetapkan dalam undang-undang tentang jenis sekolah;
dan (d) pelajaran agama tidak memengaruhi kenaikan kelas anak.16
Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa pendidikan agama ini
meliputi agama Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Pengangkatan guru
agama Masehi atas usul Gereja yang bersangkutan. Guru agama Islam diusulkan
kantor agama sesudah membicarakan dengan perserikatan-perserikatan agama yang
melakukan kegiatan agama di wilayah yang bersangkutan.
Tahun 1946 setelah Indonesia merdeka pelajaran pendidikan agama mulai
diajarkan di lembaga pendidikan umum hanya dari kelas 4 s.d. kelas 6 dan juga di
SMP dan SMA, kemudian tahun 1960 pendidikan agama telah menjadi mata
pelajaran yang diajarkan pada setiap sekolah swasta maupun negeri dari tingkat
pendidikan dasar kelas satu SD sampai tingkat pendidikan tinggi.17
Namun
pendidikan agama belum menjadi pelajaran wajib, peserta didik dan orang tua
diberikan pilihan apakah bersedia mengikuti pelajaran pendidikan agama atau tidak,
kesediaan mengikuti pelajaran pendidikan agama pada masa tersebut sepenuhnya
ada pada siswa dan orang tua siswa. Ini tertuang dalam undang-undang tersebut
pada pasal 20 undang-undang nomor 20 tahun 1950 pada poin (ab) orang tua
menentukan, apakah anaknya akan mengikuti pelajaran agama atau tidak. (untuk
pelaksanaannya oleh Inspeksi Pengajaran dikeluarkan formulir tertentu). Untuk
penilaian pendidikan agama tidak diberi nilai angka, tetapi dinyatakan baik, sedang
dan kurang.18
Pelajaran agama di lembaga pendidikan setelah Indonesia merdeka bila dilihat
dari implementasinya dapat terbagi pada tiga tahap. Tahap awal yaitu sejak
Indonesia merdeka 1945 sampai tahun 1966, tahap awal ini disebut peletak dasar
pendidikan agama di sekolah setelah Indonesia merdeka, tahap ini dapat dikatakan
usaha mengakomodir pendidikan agama dengan mencari-cari bentuk dan model dari
pendidikan agama di lembaga pendidikan. Tahap kedua adalah tahap pengajaran
pendidikan agama diajarkan dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi,
tahap ini berlaku setelah pelaksanaan sidang umum MPRS/1966, dalam item
disebutkan pada pasal 1 dan pasal 4 ketetapan MPRS no. XXVII/MPRS/1966. Pasal
1 ketetapan MRPS nomor 27, menyebutkan bahwa pendidikan agama menjadi
pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan dari tingkat dasar s.d. perguruan
tinggi. Pasal 4 menyebutkan, isi dari pendidikan memperkuat pendidikan agama,
poin (a) mengangkat moral, budi pekerti, mental, dan memperkuat keyakinan
beragama. Tahap ketiga, yaitu dimana pelajaran pendidikan agama menjadi mata
pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap, jenis, jenjang dan jalur pendidikan sejak
diundang-undangkan sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989.19
16
Soegarda Poebawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, (Jakarta:
Gunung Agung, 1970), h. 143. 17
Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan
menyatakan bahwa pendidikan agama perlu dijalankan di sekolah-sekolah negeri. Lihat
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, …h. 91. Lihat juga Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993), h. 360-362. 18
Lihat Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan di Alam Indonesia Merdeka, h. 144-145. 19
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007), h. 150-151.
38
Kedudukan pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan formal
semakin kuat dengan diterbitkannya undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional yang memuat bahwa isi kurikulum setiap jenjang, jenis
dan jalur pendidikan wajib memuat pendidikan kewarganegaraan, pendidikan
pancasila dan pendidikan agama. Termuat pada pasal 39 ayat 1 di dalam undang-
undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib
yang diajarkan di lembaga pendidikan formal sesuai dengan jenjang, jenis dan jalur.
Bahkan bukan saja lembaga pendidikan formal, namun juga kursus-kursus sebagai
lembaga non formal juga mendapatkan pendidikan agama.
Secara lebih spesifik pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan
diberikan pada siswa sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa sebagaimana
tertuang pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional.20
Pada pasal 12 ayat 1 butir 1 menyebutkan bahwa setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama dengannya, juga
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 menguatkan dan
memperjelas bahwa lembaga pendidikan harus menyediakan pendidikan agama
yang sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik, dan diajar oleh guru yang
seagama dengan peserta didik. Minimal ada 10 murid yang beragama tertentu maka
sekolah menyediakan guru. Kebijakan dalam peraturan telah memungkinkan satu
anak saja yang beda agama maka diberikan haknya untuk mendapatkan pelajaran
pendidikan agama.
Turunan dari UU nomor 20 tahun 2003 yaitu pasal 7 peraturan pemerintah
No. 55 tahun 2007 menyebutkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan agama, bila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yaitu
pembelajaran pendidikan agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama peserta
didik, tidak diajar dengan guru yang seagama dengan agama yang dianut oleh
peserta didik maka akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan sampai
dengan penutupan sekolah, dengan sebelumnya dilakukan
pembimbingan/pembinaan terlebih dahulu oleh pemerintah daerah/pemerintah
pusat.21
Standar kurikulum pada PP No. 55 tahun 2007 ditetapkan oleh pemerintah
melalui standar nasional pendidikan. Dimana standar itu dapat membangkitkan
semangat peserta didik untuk menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan
sehari-hari dan menjadikan ajaran agamanya sebagai landasan moral dan etika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya masyarakat dan keluarga.
Pendidikan agama dapat menumbuhkan sikap kritis, dinamis, dan inovatif sehingga
dapat mendorong peserta didik memiliki kompetensi dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, atau olahraga. Pendidikan agama menciptakan keharmonisan,
rasa hormat dan kerukunan di antara pemeluk agama, bersikap jujur, disiplin,
20
Undang undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung:
Fokus Media, 2006), h. 2. 21
Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan. h. 6.
39
amanah, mandiri, bekerja keras, kompetitif, kooperatif, tulus dan bertanggung
jawab. Turunan UU 20 tahun 2003 yang terdapat pada PP No. 55 tahun 2007
menjelaskan bahwa fungsi pendidikan agama yang tertera pada pasal 2 ayat 1 ialah
membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian di Indonesia dan
keamanan dalam membangun hubungan inter dan antar umat beragama. Pada pasal
2 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
menyelenggarakan pendidikan agama.22
Turunan dari Peraturan Pemerintah terdapat pada Peraturan Menteri Agama
nomor 16 tahun 2010 menyebutkan bahwa tujuan dari pengelolaan pendidikan
agama adalah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan agama yang bermutu di
sekolah dan setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama serta
memberikan pembelajaran pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang
dianut oleh siswa. Pada pasal 4 ayat 1 PMA 16/2010 menyebutkan bahwa jumlah
peserta didik yang seagama dalam satu kelas paling sedikit 15 siswa maka sekolah
wajib memberikan pendidikan agama, bila kurang dari jumlah tersebut maka pada
ayat ke 2, 3, dan 4 menyebutkan pelaksanaan pendidikan agama dilaksanakan
dengan menggabungkan beberapa kelas menjadi satu kelas, atau mencari waktu lain
dengan tidak mengganggu mata pelajaran lain, dan atau bekerjasama dengan sekolah
lain atau lembaga lain yang ada di wilayah tersebut.23
Nilai dari pendidikan agama sangat dominan menjiwai kehidupan masyarakat
secara pribadi, kelompok, bangsa dan negara, maka tidak mengherankan pendidikan
agama mendapatkan perhatian dari pemerintah yang diwujudkan dengan pemberian
pendidikan agama pada setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan yang diatur oleh
Negara.24
Kebijakan pendidikan agama yang diuraikan di atas nampak begitu jelas
posisi dari pendidikan agama yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran
pendidikan agama yaitu menjadikan peserta didik yang beriman, bertakwa serta
berakhlak mulia.
Namun bila dilihat pada perbandingan di tempat lain maka dapat dijumpai
adanya beberapa beberapa tempat di Indonesia ini yang belum juga menerapkan
sebagaimana yang telah tertulis sebagai panduan pelaksanaan pendidikan di
Indonesia. Misalnya saja yang dikatakan oleh Aji Sofanuddin, dalam penelitian yang
dilakukan olehnya di Semarang. Ia menyebutkan bahwa ada tiga bentuk dari
pelayanan pendidikan agama di kota tersebut. Yaitu 1). Pemberian pelajaran
pendidikan agama hanya satu pendidikan agama saja. Bila peserta didik beragama
tertentu dan menjadi mayoritas maka pembelajaran pendidikan agama yang dianut
oleh mayoritas dan atau terdapat ciri khas agama tertentu dari pengelola yayasan
yang juga sebagai pengelola lembaga pendidikan. 2). Layanan seluruhnya
22
Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan. h. 3. 23
Peraturan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah. h. 5. 24
Peraturan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah. Pasal 1 ayat 1, h. 3.
40
pemberian pendidikan agama atau yang disebut dengan full pendidikan agama.
Pelayanan pembelajaran ini melayani dan menyalurkan hak-hak yang dipunyai oleh
peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan agama bahkan dari golongan
minoritas. 3). Layanan hanya sebagian pendidikan agama. Pada layanan ini sekolah
dan lembaga pendidikan hanya memberikan pendidikan agama kepada agama
mayoritas peserta didik, atau layanan agama sesuai dengan platform dari lembaga
pendidikan, sedangkan lainnya atau bahwa tergolong siswa yang minoritas, tidak
diberikan jam pelajaran agama namun sekolah dapat bekerja sama dengan sekolah
lain atau lembaga keagamaan di luar jam sekolah untuk mengakomodir hak peserta
didik terhadap pendidikan agama.25
Pendidikan Agama Islam plural dapat berjalan dengan baik, peserta didik
terlibat dalam pembelajaran agama Islam di kelas, meskipun siswa tidak diwajibkan
untuk mengikuti pendidikan agama Islam, namun siswa non muslim tetap berada di
dalam kelas dan sering terlibat dalam mengikuti pembelajaran pendidikan Agama
Islam tersebut. Persepsi siswa non muslim terhadap pendidikan agama Islam pada
garis besarnya menunjukkan persepsi yang baik.26
Bila dilihat dari pelaksanaan pendidikan agama yang terjadi di negara lain
maka dapat dijumpai pula pada negara lain yang mewajibkan pendidikan agama
pada peserta didik yang plural agama, namun terjadi dengan keadaan yang beragam.
Pada negara Norwegia, pelajaran pendidikan agama di Norwegia cenderung
homogen, dapat dilihat dari masyarakat dan etnisnya yang homogen yaitu etnis
Norwegia yang berasal dari keturunan Jerman Utara. Pendidikan agama yang
diajarkan adalah pendidikan agama Kristen aliran Lutheran. Pada tahun 1997,
pembelajaran agama yang diajarkan di lembaga pendidikan diubah yaitu dari
pendidikan agama Kristen aliran Lutheran menjadi pendidikan agama yang tanpa
aliran keagamaan, hal ini ditandai dengan memasukkan ajaran agama-agama dan
aliran-aliran dunia yang lain khususnya Budha, Hindu, Islam, Yahudi, dan
Humanisme Sekuler.
Isi materi ajar pendidikan agama termuat pada tiga hal, pertama dari unsur-
unsur pelajaran Agama Kristen, yang kedua pendidikan moral, dan yang ketiga
pengetahuan agama lain harus diikuti oleh semua peserta didik dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi. Perubahan kebijakan pembelajaran pendidikan agama ini,
pada satu sisi demi kepentingan politik dan pada sisi lain demi membentuk keutuhan
masyarakat dan solidaritas nasional.27
25
Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan Agama
Kelompok minoritas” Penamas: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat, Vol. 32 No. 1
Januari-Juni 2019, h. 503-518. 26
Hidayat, “Persepsi Siswa Non Muslim Terhadap Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Tunas Bangsa
Palembang” Journal of Islamic Education Management E-ISSN: 2549-6474, Desember
2019, Vol. 5 No. 2, hal 11-24. 27
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,
International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia
27 September – 03 Oktober 2004. h. 252.
41
Upaya memasukkan unsur agama lain di dalam pelajaran pendidikan agama di
Norwegia mendapat dukungan karena dengan memasukkan unsur agama lain, para
siswa dapat mengetahui ajaran dan nilai dari agama lain dan bukan saja agama
Kristen. Terlepas dari kontroversi pemberian pendidikan agama wajib pada semua
jenjang di Norwegia, terdapat sisi positifnya, yaitu 1) Para guru secara umum
terlihat mampu menyesuaikan suasana di dalam kelas baik dari sisi materi dan
metode yang digunakan. 2) para murid menyukai pendidikan agama ini, hal ini dapat
dijelaskan fakta bahwa anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang alami mengenai
macam-macam agama, dan pendekatan multi agama di dalam pembelajaran dan
diskusi serta dialog.28
Pemberian pendidikan agama pada siswa yang beda agama
menjadikan informasi keagamaan menjadi beragam, tidak hanya agama Kristen
aliran Lutheran yang didapatkan namun juga nilai dan aktivitas dari agama lainpun
dapat diketahui.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah Norwegia ini bukan berarti tanpa
penolakan. Penolakan tersebut disuarakan oleh kelompok humanis sekuler Norwegia
dan orang tua murid. Pendidikan agama yang memuat unsur-unsur ajaran agama lain
dan mewajibkannya adalah merupakan upaya terselubung tersembunyi dalam
indoktrinasi Kristen, relativitas agama dan menafikan klaim agama Kristen sebagai
sumber kebenaran.29
KRL atau Kristendoms-Religions-og Livssynkunnskap yang disebut sebagai
kurikulum pendidikan agama di Norwegia menjadi faktor penentu masa depan
pluralitas keagamaan. Einer Thomassen mengatakan bahwa hal ini menjadi masa
depan pluralitas keagamaan di Norwegia yakni: Pertama, para guru secara umum
terlibat mampu menyesuaikan suasana di ruang kelas, mayoritas besar guru-guru
sadar kebutuhan dan perasaan pribadi murid dan telah mampu menunjukkan pada
mereka penghormatan yang setara. Bukti terkuatnya adalah sangat sedikit keberatan
terhadap tata cara KRL secara kongkrit diajarkan, bahkan termasuk wilayah asal
para murid berasal dari agama minoritas di daerah-daerah tertentu di Oslo. Hal ini
menunjukkan bahwa ada persoalan yang tampaknya secara teori tak terpecahkan,
dalam praktiknya diselesaikan dengan sempurna; para guru mampu memberikan
pengetahuan yang memadai tentang berbagai agama yang mereka ajarkan dan
memperlakukan setiap murid dengan respek. Kedua, para murid menyukai KRL, hal
ini secara khusus dapat dijelaskan oleh fakta bahwa anak-anak memiliki rasa ingin
tahu mengenai ragam agama dan pendekatan agama. Hal ini dikhususkan bila guru
mampu mendorong murid-murid aktif dalam diskusi dan dialog. Keterbukaan dalam
KRL untuk berdiskusi tentang agama, etika dan persoalan filosofis di ruang kelas
inilah yang tentunya menjadi faktor utama yang telah menyumbang kesuksesan mata
pelajaran ini.30
Apa yang terjadi di negara Norwegia pun dapat dilihat pada negara Inggris
dimana pendidikan agama di negara ini terpadu. Keterpaduan itu terdapat pada
28
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 258. 29
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 253. 30
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama dalam Masyarakat Plural: Pengalaman
Norwegia”, dalam Alef Theria Wasim (ed) Harmoni Kehidupan Beragama: Problem,
Praktik dan Pendidikan”, (Yogyakarta: Oasis Plublisher, 2006), h. 257-258.
42
pendidikan agama yang memuat pendidikan agama, pendidikan moral dan
pengetahuan agama secara umum. Semua anak di kelas, baik yang ateis maupun
yang beragama harus mengikuti pelajaran Pendidikan Agama untuk mempelajari
berbagai tradisi keagamaan. Ada dua faktor yang membawa perubahan karakter
mata pelajaran. Faktor pertama, adanya jurusan ilmu agama-agama. Faktor kedua
adalah pengarahan kepada perubahan karakter peserta didik.31
Guru pendidikan
agama di Inggris mungkin menganut agama tertentu atau sama sekali tidak
beragama, memiliki kualifikasi akademik atau didaktik relevan bagi pengangkatan
pengajar. Guru SMP umumnya memiliki ijazah diploma 1 dalam ilmu agama,
teologi atau mata pelajaran terkait, kemudian mengikuti pelatihan mengajar dimana
mereka belajar cara mengajarkan beberapa agama dalam pendidikan agama. sifat
dasar sekuler profesi guru pendidikan agama dapat dianggap sebagai landasan
keberadaan pendidikan agama terpadu di sekolah-sekolah negeri dalam lingkup
demokrasi multikultural.32
Sedangkan kebijakan pendidikan agama di Eropa lainnya yaitu Swedia
berbeda dengan Inggris. Hanya ada satu jenis kurikulum yang diakui untuk seluruh
wilayah, sementara reformasi dalam pendidikan agama biasanya hanya bagian
reformasi kurikulum umum. Dalam konteks kurikulum tahun 1962, pelajaran
kristendom menjadi kristendomskunskap (yakni dari pendidikan agama Kristen
menjadi ilmu tentang Kristen). Objektivitas, toleransi, pernafasan, dan netralitas
menjadi kriteria mata pelajaran tersebut, di mana untuk kali pertama Kristen maupun
tradisi dan materi agama lainnya diajarkan di pelajaran pendidikan agama.33
Tujuan
dari pengajaran pendidikan agama terpadu adalah pengembangan pandangan hidup
manusia melalui studi tradisi agama-agama dan non agama yang berbeda-beda untuk
kemudian penuh tanggung jawab sebagai anggota masyarakat demokrasi.
Sepertinya konsep pendidikan agama di Swedia, Inggris maupun Norwegia
adalah harus dikaitkan dengan hidup dan interpretasi dari hidup: persoalan hidup,
pandangan hidup. Apapun pendapat seseorang tentang pendidikan terpadu ini, yang
pasti salah satu manfaat dari pengajaran pendidikan agama terpadu adalah
kesempatan mengenal berbagai agama, dan membentuk sebuah perspektif yang
tidak memihak pada salah satu agama. Ingvill Thorson Plesner dalam Promoting
Tolerance Through Religious Education, bahwa pendidikan beda agama dapat
memberikan kesempatan kepada peserta didik mempelajari keyakinan agama lain
dan terlibat diskusi tentang perbedaan, hal ini merupakan kendaraan untuk saling
mengetahui.34
Dari kebijakan pendidikan agama yang ada di Indonesia dan beberapa daerah
yang ada di negara ini. Begitu pun dengan melihat kebijakan pendidikan agama
yang telah dilaksanakan oleh beberapa negara di wilayah Eropa maka kebijakan
pendidikan agama yang ada di Indonesia secara umum memberikan hak bagi peserta
31
Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,
International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia
27 September – 03 Oktober 2004. h. 263. 32
Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, …. h. 264. 33
Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, …. h. 266. 34
Ingvill Thorson Plesner dalam Promoting Tolerance Through Religious Education
43
didik untuk mendapat layanan pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama yang
dianut oleh peserta didik tersebut. Dalam prakteknya semua mengikuti kebijakan
pemerintah di dalam mengatur pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama di
sekolah umum. Walau ada juga beberapa sekolah di Indonesia yang tetap
mewajibkan peserta didik yang berbeda agama untuk masuk dalam pendidikan
agama lain.
Namun bila ditelusuri lebih dalam, kewajiban mengikuti pelajaran pendidikan
agama sebagaimana yang ditulis oleh Sofanuddin cenderung mengajarkan ajaran
agama mayoritas tanpa menyadur ajaran agama yang lain yang juga mengikuti
pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan. Sedangkan pembelajaran
pendidikan agama yang di negara lain seperti di Norwegia, Inggris dan Swedia yang
tetap mewajibkan peserta didik yang berbeda agama untuk mengikuti pendidikan
agama walau berbeda agama, namun tetap memuat unsur-unsur agama lain.
Sehingga sekalipun berbeda keyakinan dengan guru yang mengajar agama dapat
diterima oleh peserta didik yang plural.
Pendidikan agama di Indonesia adalah mata pelajaran sesuai dengan amanat
konstitusi pancasila dan undang-undang dasar 1945. Pentingnya pendidikan agama
yang diajarkan demi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Di samping itu pendidikan agama Islam bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.35
Lalu dimana posisi dari pendidikan agama yang ada di Indonesia khususnya
Pendidikan Agama Islam. Penentuan Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata
pelajaran yang diajarkan pada peserta didik mengingat ada 3 lembaga pendidikan
Islam yang diakui sebagai lembaga pendidikan formal di Indonesia yang
mengajarkan pendidikan agama Islam. Maka berikut ini akan ditampilkan posisi dari
pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran pada 3 lembaga pendidikan Islam
tersebut.
1. Posisi PAI Sebagai Mata Pelajaran di Madrasah
Pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah umum bercirikan agama
Islam yang ada di madrasah memiliki beban lebih banyak dibanding dengan
kurikulum yang ada pada sekolah umum. Hal ini terjadi karena madrasah di samping
mengajarkan mata pelajaran umum yang telah berjalan di sekolah juga ditambah
dengan mata pelajaran agama karena sekolah berciri khas agama. Dengan ciri ini
beban yang diberikan kepada peserta didik lebih banyak dibanding dengan beban
yang diberikan pada peserta didik di sekolah umum.36
35
Syafi‟i, Politik Pendidikan Agama di Sekolah: Studi Tentang Polemik Pendidikan
Agama dalam UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Young
Progressive Muslim: Pamulang, 2020), h.14. 36
Haidar Putra Daulay, Sejarah dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2018), h.
186.
44
Setiap jenjang pendidikan pada madrasah baik dari MI, M.Ts., dan MA terdiri
dari:
1) Alquran Hadis
Merupakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mana muatan dari
pelajaran ini adalah mengenai tata cara membaca al-Qur‟an dengan baik dan benar,
begitupun dengan penulisannya. Memahami makna hadis secara teks ataupun
kontekstual yang kemudian merupakan dapat dijadikan sebagai dasar dalam
melaksanakan kehidupan sehari-hari.
2) Akidah Akhlak
Mata pelajaran ini berfokus pada pembentukan akidah peserta didik sehingga
dapat memiliki keyakinan dan keimanan yang kokoh akan keimanannya hingga
dapat mengamalkan asmaul husna. Pada poin akhlak membentuk peserta didik yang
dapat memiliki akhlak yang baik dan berusaha untuk dapat menghindari akhlak
tercela.
3) Fikih
Mata pelajaran ini membahas tentang hukum dan ketentuannya serta tata cara
beribadah dan bermuamalah dalam kehidupan.
4) Sejarah Kebudayaan Islam
Mata pelajaran ini membahas mengenai ibrah atau pelajaran yang dapat
diambil dari kisah pada zaman dahulu, mencontoh berbagai figur teladan dan
mengaitkan dengan bidang sosial, politik dan pendidikan.
2. PAI di Pesantren
Pendidikan agama Islam yang ada di pondok pesantren umumnya ada dua
yaitu: Pertama, secara struktur kurikulum PAI tidak hanya dibatasi dalam jumlah
jam pelajaran namun terbagi dalam sub bidang studi yang merupakan bagian
rumpun dari PAI. Bahkan ada yang kemudian memodifikasi PAI di pesantren dalam
bentuk muatan lokal yang bernuansa khas pesantren. Kedua, PAI di pesantren tidak
hanya terbatas pada sebuah mata pelajaran tertentu yang diajarkan pada kelas namun
telah menjadi sistem sehingga tidak dibatasi ruang dan waktu yang formal.37
Hal ini
berbeda dengan yang terjadi di Madrasah dimana PAI masih dalam bentuk mata
pelajaran yang diajarkan.
3. PAI di Sekolah Umum
Tidak terdapat penjelasan yang lebih jelas dan tegas tentang mengapa
agamawan seperti yang diwakili oleh KH. Fathurrahman Kafrawi (1901-1969 M)
dan Fakih Usman (1904-1968) berupaya maksimal secara bersungguh-sungguh
untuk memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum pendidikan umum.
Penjelasan tentang penyebab upaya memasukkan pendidikan agama pada kurikulum
sekolah, sebagaimana yang dikatakan oleh Didin Syafruddin bahwa paling tidak
sejak awal abad ke-20 ada dua masalah yang menjadi keprihatinan kalangan Islam
Indonesia menyangkut pendidikan. Pertama, ialah memudarnya nilai-nilai agama,
37
Juju Saepudin, “Islamic Religious Education in Pesantren Based School: Case Study
in SMPBP Al Muttaqin Tasikmalaya City” Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama
dan Keagamaan, Vol. 17. No. 2, 2019. H. 172-187.
45
tumbuhnya sikap anti agama atau sekuler di sebagian masyarakat Indonesia. Ini
dirasakan, terutama, sejak berdirinya sekolah-sekolah modern pada masa kolonial
Belanda. Kalangan pemimpin Islam yakin apabila keadaan tersebut terus berlanjut,
maka negara dan masyarakat Indonesia akan rapuh. Sebab itu pendidikan agama
harus menjadi materi pokok. Karena keyakinan ini, para menteri memberi perhatian
yang besar terhadap pendidikan agama. Kedua, adalah rendahnya mutu pengetahuan
agama lulusan peserta didik di lembaga pendidikan modern. Karena itu, persoalan
ini juga menjadi perhatian penting menteri agama pada masa awal Indonesia
merdeka.38
Melihat keadaan mutu lulusan sekolah-sekolah yang kurang dari sisi akhlak
dan perilaku, maka perlu lagi mengupayakan pendidikan agama masuk dalam
kurikulum sekolah umum. Upaya ini dilakukan kembali pada masa pemerintahan
orde baru. Pada saat itu, kedudukan agama di sekolah-sekolah wajib setelah
dikeluarkan TAP MPRS No XXVII tahun 1966 dan TAP-TAP MPRS sesudahnya
telah menjadi bagian penting dari GBHN. Dengan keluarnya ketentuan ini
pendidikan agama menjadi kuat, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal,
terutama dalam pembentukan akhlak dan kepribadian anak.39
Pendidikan agama di
sekolah umum baru benar-benar masuk ke dalam sistem sekolah terjadi setelah
keluarnya Undang-Undang no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.
Pada bab IX, pasal 37 tentang kurikulum pasal 39 ayat (2) dan (3). Pada pasal 2
dinyatakan bahwa isi dari kurikulum setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan wajib
memuat: (a) pendidikan pancasila; (b) pendidikan agama; (c) pendidikan
kewarganegaraan. Selanjutnya ayat 3 menyatakan, isi kurikulum dasar memuat
sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang (a) pendidikan pancasila; (b)
pendidikan agama; (c) pendidikan kewarganegaraan; (d) bahasa Indonesia; (e)
membaca dan menulis; (f) matematika; (g) pengantar sains dan teknologi; (h) ilmu
bumi; (i) sejarah nasional dan umum; (j) kerajinan tangan dan kesenian; (k)
pendidikan jasmani dan kesehatan; (l) menggambar; (m) bahasa inggris.40
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, dimana pembelajaran
PAI juga diperkuat pada UU No. 2 tahun 1989 pada pasal 39 ayat 2 yang
menyatakan bahwa Isi dari kurikulum pada setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Landasan tersebut kemudian diperbaharui dengan UU No. 20 tahun 2003 pada pasal
12 ayat 1. Menyebutkan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh guru yang seagamanya
dengan agama yang dianut oleh peserta didik. Pada Bab X, pasal 37 UU 20/2003
ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat a)
pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan, c) bahasa Indonesia, d)
38
Didin Syafruddin, “K.H. Fakih Usman Pengembangan Pendidikan Agama” dalam
Azyumardi Azra dan Saiful umam, Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik,
(Jakarta: Kerjasama INIS, PPIM dan Badan Litbang Agama Departemen Agama RI, 1998),
h. 134-135. 39
Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurahman Kafrawi, Pengajaran
Agama di Sekolah Umum. H. 49. 40
Lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Cet. 3; Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h. 16-17.
46
matematika, e) ilmu pengetahuan alam, f) ilmu pengetahuann sosial, g) seni dan
budaya, h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan atau kejuruan, dan j)
muatan lokal.41
Ketentuan tentang pendidikan agama pada sekolah umum ini selanjutnya
diperkuat dengan peraturan dari pemerintah dengan keluarnya PP RI, Nomor 55
tahun 2007, tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan serta peraturan
menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi. Disitu
dinyatakan dengan tegas bahwa salah satu komponen mata pelajaran pada SMA
adalah pendidikan agama yang mana mata pelajaran ini menempati urutan pertama
dari 16 mata pelajaran lainnya.42
Pendidikan agama yang dimaksud sebagai satuan mata pelajaran sebagaimana
yang disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pada pasal 1 disebutkan bahwa
pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan
ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran
atau mata kuliah pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan.43
Pada pasal 2
menyebutkan bahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia di Indonesia
yang memiliki iman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki
akhlak yang mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter
dan antarumat beragama. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan agama ini untuk dapat
berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Pada pasal 4 dalam peraturan tersebut merinci
bahwa pelaksanaan pendidikan agama pada jalur pendidikan formal dan program
pendidikan kesetaraan diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran atau mata
kuliah agama.
Pada pasal 5 dari peraturan pemerintah tersebut menyebutkan bahwa
kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai dengan standar nasional
pendidikan. Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan tahapan perkembangan
kejiwaan peserta didik. Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat
menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama
sebagai landasan moral dan etika dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Pendidikan agama mewujudkan
keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat di antara sesama pemeluk agama yang
dianut dan terhadap pemeluk agama lain. Satuan pendidikan dapat menambah
muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan. Muatan sebagaimana dimaksud pada
ayat 8 dapat berupa tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalaman materi. Pada
pasal 7 menyebutkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi
41
Lihat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Bandung: Fokus Media, 2010), h. 20. 42
Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi, (Cet. 1; Jakarta: Asa Mandiri, 2008), h. 156. 43
PP No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Pasal 1 butir 1.
47
yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut maka akan dikenakan sanksi
administrasi berupa peringatan dan bahkan sampai pada penutupan oleh pemerintah
setelah diadakan pembimbingan/pembinaan.
Ruang lingkup dari pendidikan agama sebagaimana Peraturan Menteri Agama
No 16 Tahun 2010 pasal 2 disebutkan pendidikan agama terdiri dari Pendidikan
Agama Islam, Pendidikan Agama Katholik, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan
Agama Hindu, Pendidikan Agama Budha, dan Pendidikan Agama Khonghucu.
Pengelolaan pendidikannya meliputi standar isi, kurikulum, proses pembelajaran,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, penyelenggaraan, sarana dan
prasarana, pembiayaan, penilaian, dan evaluasi.44
Pendidikan agama pada setiap tempat dan daerah memiliki pengalaman dan
pemahaman yang berbeda. Menurut Will Kymlicka yang dikutip oleh Dede Rosyada
bahwa pengalaman pendidikan agama yang berkaitan dengan pendidikan
multikultural, Indonesia belum memilikinya yang secara terencana maupun terdisain
yang dikontrol. Pengalaman di Amerika Utara dengan mendeskripsikan
multicultural citizenship, maka pemberian materi multikultural di Indonesia adalah:
1) tentang hak individu dan hak kolektif dari anggota. 2) budaya masyarakat dan
kebebasan personal, 3) tentang adanya kesamaan akan hak dan keadilan, 4) jaminan
kelompok kecil untuk dapat menyampaikan aspirasinya serta dapat memiliki wakil
di legislatif dan pemerintahan, 5) Adanya lindungan etnik mayoritas terhadap
kelompok minoritas yang memiliki wakil atau tidak memiliki wakil di lembaga
pemerintahan atau lembaga perwakilan di legislatif.45
Pendidikan agama dengan model Indonesia ini menunjukkan bahwa Indonesia
bukanlah negara Islam atau menjadi negara dengan kekhususan agama tertentu
(teokrasi46
), melainkan negara Indonesia adalah negara pancasila.47
Indonesia
memberikan kesempatan bahkan membantu warganya dalam menjalankan ajaran
agamanya. Indonesia memandang bahwa agama menduduki posisi penting di negeri
ini sebagai sumber nilai. Implikasinya pemerintah menaruh perhatian besar terhadap
pendidikan agama, baik dalam bentuk pendidikan agama di sekolah-sekolah,
maupun pengembangan pendidikan agama pada lembaga-lembaga keagamaan.
Pemberian pendidikan agama dengan pertimbangan bahwa pendidikan agama
berperan dalam kehidupan umat manusia, menjadi pemandu mewujudkan kehidupan
yang bermakna, damai dan bermartabat. Pentingnya pendidikan agama ini maka
perlu internalisasi nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari melalui sebuah
44
Peraturan Menteri Agama No 16 Tahun 2010, Pasal 2 ayat 2. 45
Dede Rosyada, Madrasah dan Profesionalisme Guru dalam Arus Dinamika
Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah, (Depok: Kencana, 2017), h. 322. 46
Negara Teokrasi adalah negara didasarkan pada ajaran agama terterntu baik dalam
bentuk negara, tujuan, kekuasaan dan demokrasi negara. Lihat Kaelan, Filsafat Pancasila,
(Yogyakarta: Paradigma, 1996), h. 102. 47
Negara Indonesia adalah negara dengan ideologi Pancasila yang tidak sekuler dan
juga tidak negara agama. Sila pertama dari rumusan Pancasial dan pasal 29 UUD 1945 ayat 1
adalah kekhasan dari Pancasila tersebut yang bukan agam dan bukan sekuler. Negara
Pancasila menjamin kebebasan setiap warga negaranya dalam beragama dan wajib
memelihara budi pekerti luhur berdasarkan nilai nilai pancasila. Lihat Bachtiar Effendi,
Masyarakat, Agama dan Pluralisme Keagamaan, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 19.
48
proses pendidikan yang diberikan di lembaga pendidikan baik formal, informal dan
non formal.
Rumusan tentang pendidikan agama Islam diduga karena diwarnai oleh
berbagai literatur yang ditulis oleh ulama di dalam negeri maupun di luar Indonesia
tentang Islam. Pengertian dari pendidikan agama Islam yang diungkapkan oleh
Mahmud Syahtout di dalam buku al-Islam Aqidah wa Syari‟ah, yang disebutkan
kembali oleh Abuddin Nata dalam buku Sosiologi Pendidikan Islam mengatakan
bahwa pengertian agama Islam tanpa menyebutkan pendidikan adalah agama Allah
yang diwasiatkan melalui ajarannya yang terdapat pada pokok-pokok dan syariat-
syariatnya kepada nabi Muhammad saw. dengan kewajiban untuk
menyampaikannya kepada segenap umat manusia, serta mengajaknya kepada Islam.
Harun Nasution memberikan pengertian agama Islam dengan agama yang
diturunkan Tuhan dengan perantara rasul-rasul-Nya ialah memberi pimpinan bagi
manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya sendiri. Selanjutnya Hamka
dalam karyanya Pelajaran Agama Islam, dengan singkat mengartikan (pendidikan)
agama Islam adalah agama yang diturunkan Tuhan dengan perantara rasul-rasul-
Nya, memberi pimpinan bagi manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya
sendiri. Pengertian ini searah dengan yang disampaikan Nasruddin Razak yang
mengatakan bahwa: “Islam agama Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya, sejak
Nabi Adam hingga nabi terakhir nabi Muhammad saw.48
Rumusan tentang Pendidikan Agama Islam tergolong baru, ia muncul seiring
dengan lahirnya kajian keislaman dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan di
Indonesia. Kajian tentang Pendidikan Agama Islam sering dipersamakan dengan
pendidikan Islam. Yang benar adalah bahwa pendidikan agama Islam yaitu aspek
pendidikan Islam yang secara khusus menekankan pada dimensi keyakinan,
moralitas, spiritual dan etika dalam hubungan dengan Tuhan, dengan sesama
manusia dan terhadap makhluk Tuhan lainnya. Sedangkan pendidikan Islam bersifat
universal: ilmu pengetahuan, seni, keterampilan, teknologi, peradaban, kebudayaan
dan lain sebagainya.49
Rumusan tentang pendidikan agama Islam mengisyaratkan
pendidikan agama Islam bukanlah pengajaran agama Islam yang titik tekannya
hanya pada aspek kognitif. Pendidikan agama Islam mengemban misi utama
menghasilkan suatu sikap hidup yang sesuai dengan kehidupan orang beragama.
Rumusan pendidikan agama Islam tersebut sudah terkandung nilai-nilai pendidikan
multikultural. Hal ini dapat dilihat dari segi pengertiannya, Islam diturunkan bukan
hanya untuk orang Arab namun untuk seluruh umat manusia. Ajaran Islam yang
menekankan pada sisi substansi yaitu berserah diri, taat, patuh, damai, kasih sayang,
keselamatan.50
Keterkaitan pengertian Islam dengan multikultural juga dapat dilihat dengan
misi utama ajaran Islam (maqosid syari‟ah) yaitu memelihara, akal, jiwa, agama,
48
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Cet. 1; Bandung: Al Ma‟arif, 1977), h 61. 49
Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, H. 136. 50
Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Cet. XIII; Bogor: Penebar Salam,
2003), h. 2.
49
harta, keturunan.51
Segi adanya kesamaan misi kenabian yang dibawa oleh
Muhammad saw. Dengan misi nabi sebelumnya dengan adanya iman bukan saja
pada al-Qur‟an saja namun kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi dan rasul
sebelumnya. Begitu pun dari segi pendekatan dan metodenya yaitu mengajak
manusia agar mengkedepankan asas suka rela, kerelaan, keikhlasan, tidak ada
paksaan, tutur kata mulia, bijaksana, padat, singkat, kata yang tepat, dan efektif,
turur kata yang lembut (qoula layina), tutur kata yang benar (qoula sodiqo), tutur
kata yang baik (qula ma‟rufa).
Pendidikan agama Islam atau yang disingkat dengan PAI merupakan ruang
lingkup dari pendidikan agama yang diajarkan di sekolah umum pada peraturan
menteri agama no. 16 tahun 2010 yang pengelolaan pendidikan agama Islam
meliputi beberapa standar yaitu standar isi, standar kurikulum, standar proses
pembelajaran, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan, standar penyelenggaraan, standar sarana dan prasarana, standar
pembiayaan, standar penilaian, dan standar evaluasi.52
Kurikulum pendidikan agama
Islam dikembangkan, disusun, dan dilaksanakan oleh sekolah sesuai dengan standar
nasional pendidikan, lalu dikembangkan kurikulum tersebut dengan memperhatikan
sumber daya dan potensi daerah dan lingkungan sekolah.
Rohmat Mulyana mengatakan pendidikan agama Islam dalam struktur
kurikulum yang berlaku di Indonesia dimaknai dalam dua hal: Pertama, Pendidikan
Agama Islam (PAI) dipandang sebagai pelajaran yang diajarkan di sekolah umum,
(SD, SMP, SMA/K).53
Kedua, PAI dipandang rumpun pelajaran seperti Qur‟an
hadis, aqidah akhlak, fikih, sejarah kebudayan Islam sebagaimana kurikulum yang
ada di madrasah.54
Berdasarkan dari pasal-pasal pada UU dalam Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan agama merupakan bagian dari kurikulum wajib yang diberikan pada
jenjang pendidikan dasar (SD), jenjang pendidikan menengah (SMP, SMA, SMK),
dan pendidikan tinggi (PT). Kewajiban memasukkan PAI di sekolah umum ini
dikarenakan PAI mempunyai fungsi yang fundamental dalam sistem pendidikan
nasional tersebut terutama bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu
membentuk watak dan kepribadian peserta didik yang beriman, bertakwa dan
berakhlak mulia. Serta dapat mengamalkan apa yang diketahui secara baik di dalam
kehidupan sehari-hari.55
Herry Noer Aly dan Mundzir Suparta menyatakan bahwa bahan pada
pelajaran PAI pada garis besarnya mencakup tujuh pokok, yaitu: Keimanan, Ibadah,
Alquran, Akhlak, Muamalah, Syariah dan Tarikh. Pada tingkat SD tekanan
51
Said Hawa, Al Islam, (terj.) Abdul Hayyie al-Kattani, dari judul asli al-Islam,
(Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 277-285. 52
Peraturan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah. Pasal 2 ayat 3, h. 4. 53
Lihat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam, Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP) 2015. 54
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004),
h. 198. 55
Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 119-120.
50
diberikan kepada empat unsur yang pokok, yaitu: Keimanan, Ibadah, Alquran dan
Akhlak. Sedangkan pada SMP, SMA atau SMK, disamping empat unsur pokok
tersesbut di atas, maka unsur Muamalah dan Syariah semakin dikembangkan. Unsur
pokok Tarikh diberikan secara seimbang pada setiap satuan pendidikan.56
PAI pada sekolah umum masuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia yang cakupannya untuk membentuk peserta didik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Cakupan ini adalah
esensi untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang merupakan
hakikat tujuan PAI.57
Ruang lingkup pendidikan agama Islam atau PAI di sekolah
umum ada 5 aspek, yaitu Al-Qur‟an dan hadis, akidah, akhlak, fikih dan sejarah
kebudayan Islam. PAI menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian
antara hubungan manusia dengan hubungan dengan Allah, hubungan manusia
dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.58
Tujuan pendidikan agama Islam dalam stuktur kurikulum SMA/SMK
diarahkan untuk pertama, menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian,
pemupukan, pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,
serta pengalaman siswa dalam mengamalkan ajaran agama Islam sehingga
berkembang keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Kedua, mewujudkan
manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang
berpengetahuan luas, berpikiran cerdas, berjiwa produktif, aktif, jujur, moderat, adil,
etis, berdisiplin dan bertasamuh, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial
serta mengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Memperhatikan bahwa dalam memasukkan pendidikan agama ke dalam
sekolah umum sangat hati-hati dan penuh pertimbangan yang ada seperti faktor
sosial, faktor politik, faktor ideologi, agama, hak asasi manusia, dan budaya yang
demikian pluralis dan heterogen sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Hal ini lebih
lanjut dapat didasarkan pada analisis sebagai berikut:
Pertama, dari segi sosial masyarakat di Indonesia terdiri dari strata sosial
yang pluralistik dan hidup toleran, harmonis, berdampingan, merasa senasib
seperjuangan sebagai sebuah bangsa. Pendidikan agama yang amat beragam
diharapkan tidak menimbulkan perpecahan dan konflik sosial. Keadaan ini sangat
dikhawatirkan mengingat bangsa Indonesia pada tahun 1945 baru saja merdeka,
sementara agama mengandung nilai subjektivitas yang tinggi dan dapat memicu
terjadinya ketegangan apabila tidak diatur dengan baik. Kedua, dari segi politik dan
ideologi, di dalam masyarakat Indonesia terdapat basis kelompok masyarakat yang
berbasis ideologi agama; kelompok nasionalis yang basis ideologinya nasionalis
sekuler; dan kaum komunis yang basis ideologinya komunis. Ketiga, ketiga
56
Herry Noer Aly dan Mundzir Suparta, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta: Amisco, 2003), h. 57
Abdurrahman al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. h.
117. 58
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 dalam Bab I,
Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2): Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab di Madinah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementrian
Agama Republik Indonesia, 2008), h. 5-6.
51
kelompok ini memiliki kepentingan yang tidak sama dengan agama. Jika kaum
agama demikian kuat perhatiannya untuk memasukkan agama ke dalam sekolah
umum; maka kelompok nasionalis melihat bahwa memasukkan agama ke sekolah
bukankah itu memberikan peluang bagi agama untuk berkuasa di Indonesia, bukan
untuk memperkuat NKRI. Sedangkan kaum komunis melihat agama diajarkan di
sekolah umum menjadi ancaman bagi paham komunisme yang juga ingin
memasukkan ideologinya di Indonesia. Pertaruhan politik ideologis ini sangat
menyita perhatian. Itulah sebabnya Ki Hajar Dewantara melihat perlu adanya
keterlibatan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengatur kebijakan
pendidikan agama di sekolah sebagai masalah politik. Imam Tholkhah mengatakan
bahwa faktor kepentingan keagamaan yang sering menjadi pemicu konflik sejak
masa lalu adalah berbenturan misi pendirian rumah ibadah, penyiaran agama,
penodaan agama, perkawinan antar umat beragama, penyelenggaraan hari besar
agama yang tidak kondusif. Begitupun pemahaman terhadap doktrin keagamaan
oleh penganutnya yang berbeda-beda.59
Keempat, dari segi hak-hak manusia, bahwa beragama adalah merupakan hak
asasi setiap individu. Siapa saja ataupun juga pemerintah tidak boleh memaksakan
suatu agama untuk dianut oleh seseorang. Biarkan orang dengan haknya untuk
memilih agama yang dia yakini. Faktor inilah termuat pada salah syarat yang dimuat
dalam UU no. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran yang
memberikan kebebasan kepada orang tua untuk menentukan pilihan, apakah
anaknya diikutkan dalam pengajaran agama di sekolah atau tidak. Kelima, dari segi
budaya, bahwa lingkungan sosial yang budaya agamanya kuat dapat dimulai dari
kelas satu. Keenam, dari segi peran dan fungsinya bahwa agama bukanlah
pengetahuan atau pengajaran, melainkan pendidikan. Suatu pendidikan diarahkan
kepada suatu pembentukan, sehingga pendidikan agama harus menghasilkan suatu
sikap hidup yang sesuai dengan kehidupan orang beragama. Hal ini dapat diperoleh
dalam suatu lingkungan khusus, lingkungan keluarga, pesantren atau asrama.60
Inti pendidikan agama dari keenam faktor tersebut merupakan upaya di dalam
mengelola pluralisme agama yang berkorelasi dengan pluralisme di dalam sosial,
juga pendidikan, politik, budaya, ideologi, dan lain sebagainya. Pengelolaan tersebut
mengharuskan adanya sikap equal, adil, toleransi, menolong, membantu,
menghargai, memberi, menerima, mau belajar dari keberhasilan orang lain dan
menjadikan kegagalan orang lain sebagai pelajaran. Pemerintah menginginkan agar
agama ikut andil dalam memberikan sumbangan terhadap kohesivitas dan integritas
nasional, memajukan kebudayaan dan peradaban Indonesia demi kejayaan dan
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.61
Posisi dari PAI yang ada pada tiga lembaga pendidikan Islam yang diakui
oleh pemerintah Indonesia secara formal. Pada tingkat pendidikan agama Islam yang
59
Imam Tholkhah, “Pengembangan Budaya Toleransi Melalui Pendidikan Islam di
Sekolah untuk Mencegah Konflik Keagamaan”, (Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan (Litbang) dan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2012), h. 5. 60
Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan di Alam Indonesia Merdeka, h. 145. 61
A. Syafi‟i Ma‟arif, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1965), (Cet. 1; Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 140.
52
diselenggarakan di pesantren bukan saja pada materi yang diajarkan pada kelas
namun apa yang terjadi pada seluruh aktivitas peserta didik dari mulai bangun pagi
sampai mau tidur lagi itu adalah aktivitas pendidikan agama Islam. Hal ini terjadi
karena pola pendidikan pesantren mewajibkan peserta didiknya berada di dalam
asrama sehingga seluruh aktivitas peserta didik adalah aktivitas pendidikan agama
Islam. Sedangkan untuk madrasah dan sekolah umum, pendidkan agama Islam
terjadi pada mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan.
Dari posisi ini dapat diketahui bahwa PAI yang ada di sekolah umum berada
pada mata pelajaran yang diberikan pada peserta didik, baik itu peserta didik yang
berada di sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah maupun sekolah umum yang
dikelola masyarakat. Pada bagian berikut akan dipaparkan secara teori aktivitas
pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) yang ada di sekolah yang termuat
prinsip pembelajaran, komponen pembelajaran, strategi pembelajaran dan penilaian
dalam pembelajaran PAI.
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah. Komunikasi ini terjadi
antara seorang guru yang mengajar dengan peserta didik yang diajar. Undang-
Undang nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan
sumber belajar.62
Aktivitas ini sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran
pendidikan agama Islam. Robert M. Gagne dalam The Condition of Learning (1970)
mengatakan pembelajaran merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan.
Pembelajaran merupakan proses perubahan tingkah laku atau kemampuan yang
dapat diinternalisasikan, hal ini tidak termasuk perubahan yang disebabkan dari
proses pertumbuhan. Pembelajaran yang merupakan sebuah proses interaksi antara
guru dan murid dalam arti sederhana dapat dipahami dari beberapa ayat dan hadis
berikut.
سثل اىز خيق ) ػيق )١اقشأ ثبس سب سثل ٢(خيق اإل ) (اقشأ ٣األمش (اىز ػي
( )٤ثبىقي ؼي ب ى سب اإل (٥(ػيTerjemahnya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan nama Tuhanmu Yang
Maha Mulia, Yang telah mengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia
mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahui oleh manusia.
ت م ؤالء إ بء جئ ثأس الئنخ فقبه أ ػي اى ػشض ب ث بء مي األس آد ػي ( (٣١صبدق
Terjemahnya:
62
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 tahun 2003. Pasal 1 ayat
20.
53
Dan Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: sebutkanlah nama-nama benda-benda itu jika kamu memang
orang-orang yang benar.
Hadist Nabi: Ketika kami sedang duduk di samping Rasulullah saw, tiba-tiba
datang kepada kami, seorang laki-laki yang sangat putih bajunya, sangat hitam
rambutnya, tidak diketahui bekas kedatangannya, dan tidak ada pula di antara kami
yang mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi saw, sambil
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi, meletakkan kedua telapak
tangannya pada kedua paha Nabi, dan kemudian berkata: ceritakanlah kepadaku
tentang Islam! Rasulullah saw berkata: Islam (maksudnya rukun Islam) adalah
engkau bersaksi bahwa sesungguhya tidak ada Tuhan selain Allah, bersaksi bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan sholat, membayarkan
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, serta menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika
engkau mampu menuju kepadanya; laki-laki itu kemudian berkata: engkau benar.
Apa yang terjadi pada Nabi itu, mengherankan kami. Orang itu bertanya, dan
sekaligus membenarkannya. Laki-laki itu berkata lagi: Ceritakanlah kepada kami
tentang iman (maksudnya rukun Iman). Nabi berkata: bahwa iman adalah engkau
percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, nabi-nabi-Nya, hari
kiamat, dan keputusan takdir Tuhan, yang baik dan yang buruk. Laki-laki itu
berkata: engkau benar, kemudian laki-laki itu berkata lagi: Ceritakanlah kepadaku
tentang ihsan. Nabi menjawab: ihsan adalah melaksanakan ibadah seolah-olah
engkau melihat Allah, dan jika engkau tidak melihatNya maka yakinlah bahwa
Allah melihatmu. Laki-laki itu berkata lagi: ceritakanlah kepadaku tentang hari
kiamat? Nabi menjawab: bahwa permasalahan kiamat yang ditanyakan itu lebih
diketahui oleh orang yang bertanya. Kemudian laki-laki itu berkata lagi:
Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? Nabi menjawab: bahwa tanda-tanda
hari kiamat yaitu apabila seorang budak telah memerintahkan majikannya, sudah
terlihat orang-orang yang saling mendahului dan ingin merasa lebih hebat, sebagai
tanda kesombongan, yang ditandai dengan saling meninggikan bangunan. Kemudian
Nabi pergi sambil kelelahan, kemudian berkata: Hai Umar, apakah kamu tahu
siapakah orang yang bertanya itu? Umar berkata: Bahwa Allah dan rasulnya lebih
mengetahuinya. Nabi berkata: bahwa sesungguhnya orang itu adalah Jibril, ia datang
mengajarkan agama kepadamu sekalian. (HR. Muslim dari Umar).
Hadis dan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut dapat katakan sebagai kegiatan belajar
mengajar dengan berbagai komponen. Pada surat al-Alaq ayat 1-5 di atas,
menyebutkan bahwa proses belajar mengajar berlangsung dari Allah kepada nabi
Muhammad saw. melalui sebuah metode membaca (iqra), Tuhan ingin mengajarkan
nabi Muhammad membacakan segala sesuatu yang disampaikan oleh Jibril. Para
ulama tafsir melihat bahwa kata kerja perintah fiil amr yakni kalimat iqra tersebut
tidak ada objeknya. Hal ini menunjukkan bahwa yang dibaca itu mencakup berbagai
hal yang amat luas, yakni membaca bukan saja yang tertulis/ tersurat juga pada yang
tidak tertulis/tersirat. Adanya ayat-ayat Tuhan yang terdapat di alam jagat raya,
fenomena sosial dan apa saja yang harus dibaca.
Pembelajaran sebagaimana yang digambarkan pada ayat tersebut melibatkan
visi, misi, tujuan yaitu berdasarkan nama Tuhan (bismi rabbika), dan warobbukal
54
akrom (Tuhanmu lebih mulia). Dalam arti bahwa bacaan-bacaan itu berisi ajaran dan
petunjuk Tuhan, ditujukan untuk membuktikan keagungan Tuhan, dan mendekatkan
diri kepadaNya. Adapun manfaatnya untuk manusia melalui visi, misi dan tujuan ini,
maka ideologi pendidikan Islam dapat dikenali pada teologi yang berbasis pada
theo-antroposentris. Yakni memusatkan pada kebutuhan manusia dengan jalan
mengikuti perintah Tuhan. Selain itu, pembelajaran dalam ayat ini juga melibatkan
sarana prasarana yang direpresentasikan dengan kosakata pena dalam arti yang luas
yakni alat tulis, alat foto, alat rekam, alat penyimpanan data, dan lain lainnya. Serta
adanya kurikulum yang direpresentasikan dengan kata allama al insan ma‟lam
ya‟lam, yakni mengajarkan apa saja pada manusia yang belum diketahui.63
Proses di dalam belajar dan mengajar juga terdapat pada surat 2 ayat 31 al-
Qur‟an yang mengambarkan guru (Allah) dengan peserta didik (Adam). Adapun
materi yang diajarkan kepada peserta didik adalah nama-nama benda dan segala
sesuatu termasuk hukum-hukum alam yang terdapat di alam jagat raya ini. Metode
yang digunakan adalah metode al-ta‟lim yaitu memberikan pengertian, pemahaman,
pengetahuan, wawasan, pencerahan, tentang segala sesuatu dalam rangka
membentuk pola pikir (mindset).
Demikian pula pada surat Luqman ayat 12 terdapat proses belajar dan
mengajar yang materi ajarnya adalah hikmah dengan tujuan agar Luqman menjadi
orang yang senantiasa bersyukur, mengamalkan apa yang diketahui di dalam
kehidupan sehari-hari. Juga mengajarkan ilmu yang diketahui kepada orang lain atau
anaknya.
Nabi Muhammad saw pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
hadisnya bersumber dari Umar melakukan proses belajar dan mengajar dengan
menggunakan metode dialog dan tanya jawab, tempat yang digunakan berupa
majelis, posisi duduk dari peserta didik berada dalam sebuah halakah (duduk bersila
dalam keadaan melingkar) dan materi ajarnya berupa pokok-pokok agama berupa
rukun Islam dan rukun iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat.64
Dalam pengertian yang lebih luas dan sistematik, bahwa proses pembelajaran
adalah kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen, dimana antara satu bagian
dengan bagian lainnya saling berkaitan. Komponen tersebut meliputi visi, misi,
tujuan, guru, peserta didik, materi, metode, sarana prasarana, metode yang dipilih,
teknik dan taktik yang digunakan.
Kegiatan proses belajar mengajar dapat diumpamakan sepeti bakat, minat,
kecerdasan, dan berbagai kemampuan peserta didik merupakan potensi tersebut
diolah, diproses, dibentuk dibina, dikembangkan menjadi sesuatu yang bernilai dan
berguna bagi manusia. Proses mengubah berbagai hal yang dimiliki oleh manusia
yang masih dalam bentuk potensi menjadi sesuatu yang nampak jelas nilai guna dan
manfaatnya selanjutnya menjadi sesuatu yang aktual itulah sesungguhnya proses
belajar mengajar. Ukuran keberhasilannya proses pembelajaran ini dapat dilihat
63
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 142. 64
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 142.
55
pada sejauh mana proses tersebut mampu membentuk, membina, menumbuhkan
kembangkan, memberdayakan segenap potensi yang dimiliki oleh manusia.
Proses belajar mengajar secara singkat ialah proses menjadikan manusia
menjadi manusia seutuhnya yakni mengaktualisasikan berbagai potensi manusia
sehingga potensi-potensi tersebut dapat menolong untuk dirinya, untuk keluarganya,
bangsa dan negara. Kegagalan di dalam proses ini terjadi bila antara sebelum
kegiatan berlangsung sampai kegiatan selesai, tidak adanya perubahan apa-apa pada
diri siswa. Jika sebelum belajar masih belum tau membaca buku Iqra dan setelah
belajar juga tidak dapat membaca buku Iqra maka dikatakan gagal proses tersebut.
Konsep belajar yang digagas oleh Benyamin S. Bloom dalam konsep belajar tuntas
atau mastery learning. Yang ditulis kembali oleh Abuddin Nata menyebutkan bahwa
pada dasarnya semua orang dapat menguasai bahan pelajaran sampai tuntas, namun
untuk menguasai bahan pelajaran tersebut setiap orang harus diperlakukan secara
berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemampuannya.65
Sehingga kegiatan
pembelajaran PAI yang dilakukan pada lingkungan sekolah terjadi antara pendidik
dan peserta didik untuk dapat menjadikan peserta didik yang memiliki pengetahuan,
pemahaman dan terjadi perubahan dalam diri siswa menjadi akhlak yang mulia.
Agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu melihat prinsip-
prinsip, komponen, penilaian dan strategi di dalam pembelajaran PAI.
1. Prinsip Pembelajaran PAI
Prinsip-prinsip dalam proses belajar mengajar digunakan untuk dapat
mengungkapkan batas-batas kemungkinan dalam proses belajar mengajar sehingga
guru dapat melakukan tindakan yang tepat. Selain dari itu dengan prinsip-prinsip
pembelajaran ini seorang pengajar dapat memiliki sikap yang diperlukan untuk
menunjang peningkatan belajar siswa.
a. Prinsip Pembelajaran untuk Semua
Prinsip dalam pembelajaran untuk semua adalah prinsip yang menekankan
agar dalam proses belajar dan mengajar tidak dijumpai ketidakadilan perlakuan atau
diskriminasi. Pembelajaran yang terjadi di lembaga pendidikan diberikan kepada
semua peserta didik dengan tidak membedakan latar belakang sosial, ras, suku,
agama, status sosial, tempat tinggal, asal daerah. Dengan alasan bila dibiarkan orang
lain tidak mendapatkan pendidikan maka kebodohan itu bukan saja merugikan orang
yang tidak belajar namun juga menjadi beban untuk orang lain. Itulah sebabnya di
dalam pembelajaran tidak ada diskriminasi perlakuan. Semuanya harus dididik,
sehingga masing-masing dari peserta didik dan pendidik dapat melaksanakan peran
dan tanggung jawabnya, dapat mengatasi masalahnya sendiri serta tidak menjadi
beban untuk orang lain.66
b. Prinsip Keaktifan Peserta Didik
Prinsip keaktifan ini akan bermakna bila peserta didik aktif dalam
pembelajaran. Sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan
sistem yang harus dibangun oleh peserta didik tanpa perlu bergantung pada
65
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 145. 66
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 105.
56
pengajaran dari guru. Minimnya minat literasi siswa menjadikan mereka
mengandalkan pengajaran guru di kelas, dan akibatnya siswa harus memahami
terlebih dahulu apa yang sedang diajarkan. Peserta didik harus membaca materi
terlebih dahulu sebelum belajar, agar perihal yang belum dipahami dapat ditanyakan
secara langsung. Keterlambatan proses pembelajaran inilah yang membuat peserta
didik sebagian tertinggal dari peserta didik lainnya. Dengan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik menjadikan pembelajaran menjadi aktif karena adanya
interaksi secara aktif antara keduanya sehingga dapat menciptakan suasana tanya
jawab dalam proses ini.
Setiap individu mempunyai kecenderungan fundamental untuk dapat
berinteraksi dengan sekitarnya. Apabila di dalam interaksi tersebut terdapat sesuatu
yang menyenangkan untuk dirinya maka ada ketertarikan peserta didik pada sesuatu
tersebut. Menurut Crow and Crow minat itu diartikan sebagai kekuatan pendorong
yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian kepada aktifitas tertentu.
Untuk hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran prinsip penting di dalam kegiatan
proses pembelajaran perlu memperhatikan minat sehingga hal ini dapat
menimbulkan keinginan peserta didik untuk mengikuti aktifitas tersebut.67
c. Belajar dengan Keterlibatan Langsung
Peserta didik dituntut untuk dapat mengerjakan sendiri tugas yang diberikan
gurunya. Sedangkan bagi guru dapat melibatkan peserta didik dalam mencari
informasi dan menyimpulkan informasi. Prinsip ini merupakan hal yang penting
dalam pembelajaran. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa bahwa dirinya
penting dan berharga sehingga dirinya dapat menikmati jalannya proses
pembelajaran. Edge Dale dalam Dimyati menyatakan bahwa belajar yang baik
adalah belajar dengan merasakan serta terlibat langsung.68
Pembelajaran dengan keterlibatan langsung ini bukan sekedar siswa duduk
dalam kelas ketika guru sedang menjalankan tugas mengajar, namun lebih dari
sekedar mendengar guru menjelaskan materi ajar namun mempraktekkan langsung
apa yang disampaikan. Contoh pada materi praktek yang dalam agama ada praktek
ibadah sholat, ada praktek wudhu.
d. Pengulangan atau Pembiasaan
Prinsip pengulangan menggunakan pendapatnya Thorndike dengan teorinya
koneksionisme atau teori law of exercise yaitu bahwa belajar adalah pembentukan
hubungan antara stimulus dan respon dan pengulangan terhadap pengalaman-
pengalaman itu. Juga teorinya Pavlov dalam physchology conditioning respons yang
mengemukakan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan
usaha dalam mengkondisikan perilaku tertentu atau respon tertentu. Begitu pula
dengan mengajar, dengan mengulang-ulang sesuatu dapat menjadi sebuah
kebiasaan.69
67
Crow and Crow, General Psychology (Little Field Adam Co, 1973), h. 153. Dalam
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h.
97. 68
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.
43. 69
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.
43.
57
e. Tantangan
Bagi peserta didik diberikan suatu tanggung jawab untuk mempelajari sendiri
dengan melakukan percobaan, belajar mandiri dan mencari pemecahan masalah
dalam menghadapi permasalahan. Kuanzu dalam Azhar Arsyad menyatakan bahwa
“if you give a man fish, he will have a singe meal. If you teach him how to fish he
will eat meals all his life”. Perkataan ini senada dengan prinsip di dalam
pembelajaran yaitu berupa tantangan, karena dengan tantangan peserta didik merasa
tidak disuapi melainkan dapat menyuapi dirinya sendiri.
Pembelajaran dengan prinsip tantangan ini sejalan dengan salah satu prinsip
contextual teaching and learning yaitu inkuiri. Proses pembelajaran dengan inkuiri
ini mendasarkan pada pencarian dan penemuan melalui berpikir secara sistematis.70
f. Prinsip Umpan Balik
Ada rasa semangat yang dirasakan oleh peserta didik bila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang baik. Apabila hasil yang baik, merupakan balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik bagi proses pembelajaran berikutnya. Umpan
yang segera diketahui oleh siswa setelah belajar melalui metode-metode
pembelajaran yang menantang, seperti tanya jawab, eksperimen, diskusi, metode
penemuan akan membuat peserta didik terdorong untuk terus belajar lebih baik dari
sebelumnya. Penguatan dapat diartikan sebagai segala bentuk respon baik non
verbal ataupun verbal yang merupakan bagian dari perubahan tingkah laku guru
terhadap tingkah laku peserta didik.
Penguatan ini harus mempunyai tujuan adanya perubahan tingkah laku peserta
didik ke arah yang lebih baik di dalam proses pembelajaran. Adapun tujuan dari
penguatan ini adalah menumbuhkan perhatian siswa, memelihara motivasi siswa,
memudahkan siswa, meminimalkan perilaku negatif dan mendorong perilaku positif,
meningkatkan tingkah laku peserta didik yang produktif.
g. Mengembangkan Fitrah Bertuhan
Manusia adalah makhluk homo religius atau makhluk yang beragama.
Dalam pandangan Islam sejak di alam roh, manusia telah mempunyai komitmen
bahwa Allah adalah Tuhannya.
Terjemahnya:
Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak
cucu keturunan Adam dan mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya
berfirman), bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau
Tuhan Kami), kami bersaksi. (Kami lakukan demikian itu) agar di hari
Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah
terhadap ini.
70
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, ..., h. 48.
58
Adanya kebutuhan terhadap agama karena manusia adalah makhluk Tuhan
yang diberikan berbagai potensi (fitrah) yang dimiliki sejak lahir. Salah satu fitrah
tersebut adalah kecenderungan terhadap kebertuhanan.
h. Menumbuhkan Kesadaran sebagai Warga Negara yang Baik
Peserta didik dapat memperoleh kesadaran dan wawasan kebangsaan untuk
menjadi warga negara yang produktif dan bertanggung jawab. Dengan demikian
dalam kegiatan perlu diciptakan semangat nasionalisme dalam memberikan
wawasan nilai-nilai moral dan sosial yang ada membekali peserta didik untuk
menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Dengan keadaan ini dapat
menimbulkan kesadaran akan keberagaman bangsa disebabkan karena ragam latar
belakang, ragam budaya, adat istiadat, dan agama. Proses pembelajaran hendaknya
mampu menciptakan peserta didik akan cintanya terhadap tanah air.
Dari prinsip-prinsip dalam pembelajaran maka akan berlanjut pada komponen
di dalam pembelajaran PAI. Maka berikut akan diuraikan tentang komponen
pembelajaran PAI.
2. Komponen Pembelajaran PAI
Komponen dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai bagian dari
keseluruhan. Bagian-bagian tersebut melalui penentuan dari tujuan, menentukan
pendekatan, menentukan metode, menentukan teknik dan menentukan taktik. Proses
belajar mengajar pada hakikatnya kegiatan interaksi saling mempengaruhi antara
guru dan murid dalam rangka mencapai pada tujuan pembelajaran baik bersifat
kognitif, psikomotorik dan afektif. Berbagai komponen atau aspek tersebut sebagai
berikut:
a. Tujuan
Tujuan belajar mengajar adalah sejumlah kemampuan tertentu atau
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan
belajar mengajar. Tujuan belajar mengajar yang secara rinci dan detail dirumuskan
oleh setiap pendidik yang akan mengajar. Dalam mata pelajaran PAI dimana salah
satu item pembahasannya adalah tema tentang al-Qur‟an maka tujuan dalam proses
tersebut harus jelas. Misalnya agar peserta didik dapat membaca ayat-ayat al-Qur‟an
dengan fasih dan benar, agar siswa dapat menerjemahkan ayat-ayat al-Qur‟an
dengan benar atau agar peserta didik dapat menyebutkan kandungan pokok-pokok
ajaran dalam ayat-ayat tersebut, atau agar peserta didik dapat mencerminkan sikap
dan perilaku sejalan dengan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut, atau agar peserta didik
dapat mempraktikkan amaliah lahiriah sesuai dengan pesan yang terkandung pada
ayat-ayat tersebut.
Tujuan dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan pada tujuan yang
bersifat kognitif, psikomotorik, atau afektif. Tujuan pembelajaran yang bersifat
kognitif meliputi aspek mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,
menyimpulkan. Tujuan pembelajaran yang bersifat afektif meliputi aspek menerima,
meyakini, merespon, menekuni dan menerapkan. Pada tujuan pembelajaran yang
bersifat psikomotorik meliputi aspek mempersepsi dengan indera, menyiapkan diri
untuk melakukan sesuatu, menampilkan respon terhadap sesuatu yang sudah
dipelajari, mengikuti atau mengulang contoh yang sudah tampilkan, melakukan
gerakan motorik dengan keterampilan yang penuh, mengadaptasi dan memodifikasi
59
berbagai kemampuan tesebut menjadi kemampuan lain sebagai hasil dari sintesis,
serta kemampuan menciptakan gerakan baru.71
Setiap mata pelajaran memiliki tujuan belajar mengajar yang perlu
dirumuskan dengan jelas dan operasional tentang kompetensi yang ingin
diwujudkan pada setiap peserta didik, baik bersifat kognitif, psikomotorik, maupun
afektif. Dengan cara demikian pembelajaran akan berjalan secara efisien dan efektif,
dan terhindar dari perbuatan sia-sia.
Pada tema puasa yang terdapat pada ayat 183 di dalam surat al-Baqarah
terdapat tujuan ibadah puasa yaitu agar menjadi orang yang bertakwa yang
indikatornya antara lain memiliki visi transendental yang kental, kepedulian sosial
yang kuat, menjalin hubungan partikal dengan Tuhan, membangun hubungan
horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak dan kepribadian yang mulia,
serta bersikap tabah dalam menghadapi ujian (QS. Al-Baqarah/2: 177), orang yang
bertakwa juga sebagai orang yang dermawan, pandai mengendalikan hawa nafsu,
pemaaf, dan senantisa menginsapi kekeliruan, QS Ali Imran/4: 133-135. Juga pada
surat al-An‟am/6 ayat 162 disebutkan tujuan dari ibadah shalat, ibadah haji, hidup
dan mati, hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah swt. Kemudian pada surat al-
Fatih ayat 4 disebutkan tentang tujuan diturunkannya perasaan tenang karena
mendapatkan energi perlindungan Tuhan (al-sakinah) bertujuan agar keimanan
manusia itu bertambah.72
Petunjuk hadis dan ayat di atas terlihat bahwa setiap perbuatan hendaknya
memiliki tujuan yang baik, yaitu tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
(bertakwa), meningkatkan akhlak mulia, dan memberikan manfaat dan keuntungan
bagi manusia. Tujuan pendidikan juga harus menjamin terpenuhinya tujuan yang
besifat individual dan tujuan sosial secara seimbang. Tujuan individual antara lain
terkait dengan penggalian, pembinaan dan pengembangan bakat, minat, dan
berbagai kemauan manusia yang dimilik manusia. Berdasarkan tujuan ini, maka
pendidikan dapat dirumuskan sebagai upaya menciptakan situasi dan kondisi yang
sebaik-baiknya memungkinkan dapat menumbuhkan, mengembangkan dan
meningkatkan minat, bakat, dan berbagai potensi yang dimiliki manusia. Sedangkan
pada tujuan sosial terkait dengan upaya mewariskan, menanamkan dan memasukkan
nilai-nilai ajaran agama, nilai budaya, ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
dan sebagainya dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya maka akan terwujud
kesinambungan ketenangan, ketentraman dan cita-cita luhur hidup masyarakat. Jika
perpaduan tujuan individual dan tujuan sosial, maka tujuan pendidikan dapat
dirumuskan bukan hanya dalam rangka mengikuti kemauan individu saja melainkan
pula dengan dapat memenuhi kebutuhan sosial dengan jalan mewariskan nilai-nilai
budaya, ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman. Inilah sebab yang mendasari
lahirnya berbagai rumusan tujuan pendidikan yang berbeda.
b. Menentukan Pendekatan dalam Pembelajaran
Pendekatan dapat diartikan dengan titik tolak atau cara pandang yang
digunakan dalam menjelaskan suatu masalah. Pendekatan ini dilakukan oleh seorang
71
Abuddin Nata, Menuju Sukses Sertifikasi Guru dan Dosen, (Cet.1; Banten:
Fazamedia, 2009), h. 88-89. 72
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 148.
60
guru sebagai cara pandang atau titik tolak yang digunakan dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar.73
Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, pendekatan
pembelajaran dapat dilihat dari segi kepentingan guru (teacher centris atau
eksternal), kepentingan murid (student centris atau internal), dan perpaduan di
antara dua kepentingan tersebut (konvergensi).
c. Menentukan Strategi Pembelajaran
Strategi adalah cara yang dipakai untuk sampai kepada tujuan. Ada kemiripan
dengan metode. Namun strategi itu lebih luas dari metode. Strategi dan metode
pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan
tertentu yang dipakai. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan
dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centred
approaches).
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa
manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran
siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan
petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas
sesuai dengan minat dan keinginannya. Sebaliknya pendekatan pembelajaran yang
berorientasi pada siswa manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan oleh
siswa. Siswa pada pendekatan ini memiliki kesempatan yang terbuka untuk
melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.
Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran
langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Pada strategi ini peran guru sangat menentukan baik dalam pemilihan isi atau materi
pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran. Sedangkan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran
discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif yaitu pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Pendekatan akan menjadi kompas untuk menetapkan arah
umum yang jelas dan terperinci tentang pembelajaran.74
Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa suatu strategi pembelajaran
tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan
strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya
menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya
relevan dengan metode, dan penggunaaan teknik itu setiap guru memiliki taktik
yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.
d. Menentukan Metode Pengajaran
Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Misalnya untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah
sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber
daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya,
strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai tujuan; sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk
73
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 149. 74
Ahmad Salim, “Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran PAI di
Madrasah” Cendekia Vol.12 No. 1 2014.
61
melaksanakan suatu strategi. Dengan kata lain strategi adalah a plan of operation
achieving something. Sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Secara sederhana metode mengajar berarti cara mengajar. Dalam pengertian
umum metode mengajar adalah cara atau langkah guru sistematik yang ditempuh
oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menyebutkan adanya metode diakronis, sinkronis
analitis, problem solving, empiris, induktif, dan deduktif.
Metode diakronis adalah metode mengajar ajaran Islam yang menonjolkan
aspek sejarah. Dengan metode ini memungkinkan adanya studi komparatif tentang
berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga peserta didik
memiliki pengetahuan yang tersambung. Adapun metode sinkronis analitis adalah
suatu metode pendidikan Islam yang memberikan kemampuan analisis teoritis yang
sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelek. Yang termasuk
dalam metode singkronis analitis antara lain seminar, kerja kelompok, diskusi,
lokakarya, resensi, dan lomba karya ilmiah. Metode problem solving merupakan
metode dengan cara melatih peserta didik dengan berbagai masalah dengan
solusinya. Metode ini dapat dikembangkan melalui teknik simulasi, microteaching,
dan critical incident. Metode empiris adalah suatu metode mengajar yang
memungkinkan peserta didik mempelajari ajaran Islam melalui proses aktualisasi,
realisasi, serta internalisasi norma-norma dan kaidah-kaidah Islam melalui proses
aplikasi yang menimbulkan interaksi sosial. Adapun metode induktif dan deduktif
lebih merupakan metode berpikir dari pada metode mengajar. Metode induktif
dilakukan dengan cara mengajarkan materi yang khusus menuju pada kesimpulan
secara umum. Adapun metode deduktif adalah metode yang dilakukan oleh guru
dalam pengajaran dengan cara menampilkan kaidah-kaidah umum kemudian
menjabarkannya dengan berbagai contoh masalah sehingga menjadi terurai.75
Hery Noer Ali mengatakan adanya metode tanya jawab, ceramah, diskusi,
resitasi (penugasan), demonstrasi, kerja kelompok, sosiodrama (bermain peran),
karya wisata, latihan siap (drill), dan sistem regu (team teaching). Noer Ali
mengemukakan adanya partisipasi guru di dalam situasi belajar mengajar (QS.
Annisa/4: 9), pengulangan yang bervariasi (QS. Al Isra/17: 41, membuat
perumpamaan dan bercerita untuk mengambil pelajaran (QS. An Nahl/16: 76,
pengalaman pribadi dan widyawisata untuk mencari hakikat atau membaca alam
(QS. Al Hajj/22: 46), mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi (QS. At
Taubah/9: 25-26), menciptakan suasana senang sebagai upaya pendidikan (QS. Al
An`am/6: 160), teladan yang baik (QS. Al Ahzab/33: 21), dan memerhatikan
karakteristik situasi belajar mengajar.
Ahmad Tafsir, yang mengutip al-Nahlawi mengatakan metode untuk
menanamkan rasa iman yang mencakup metode hiwar (percakapan Qur‟ani dan
Nabawi), kisah Qur‟ani dan Nabawi, amsal (perumpamaan), keteladanan,
pembiasaan, ibrah dan mau‟idzah dan targhib dan tarhib.76
Berbagai metode itu muncul, karena berbagai faktor antara lain 1) adanya
berbagai macam ilmu dan keterampilan yang diajarkan yang menghendaki
75
Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. h. 179-182. 76
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Perspektif Islam, h. 135.
62
kesesuaian dengan metode yang akan digunakan. 2) perbedaan usia peserta didik
dan kecerdasannya menyebabkan perbedaan ciri-ciri kejiwaan. 3) perbedaan pada
situasi dan kondisi yang menghendaki penggunaan metode yang relevan. 4)
kelengkapan, ketersediaan atau bahkan kekurangan dari sarana prasarana yang
menghendaki adanya kesesuaian dengan metode yang digunakan. 5) penguasaan
guru dalam menggunakan berbagai metode.
Berbagai metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar sangat
bergantung kepada penggunaan pendekatan apa yang akan dipakai dalam
pembelajaran. Pada pendekatan yang bertumpu pada keaktifan guru (teacher centris)
maka berbagai metode yang tepat untuk digunakan oleh guru antara lain: metode
keteladanan, ceramah, bercerita, dan bimbingan. Kalau pada pendekatan yang
bertumpu pada keaktifan peserta didik (student centris) maka metode yang tepat di
dalam pembelajaran antara lain: kerja kelompok, problem solving, karya wisata,
sosiodrama, penugasan, drill (latihan siap), cara belajar siswa aktif (CBSA), uji coba
(eksperimen). Pada pendekatan pembelajaran yang menggunakan keduanya secara
bersamaan yaitu pendekatan teacher centris dengan pendekatan student centris
maka metode yang tepat antara lain: seminar, tanya jawab, diskusi. Maka dengan
demikian penentuan di dalam memilih sebuah metode disamping memperhatikan
materi ajar, sarana pra sarana, peserta didik, lingkungan, kemampuan guru, juga
bergantung kepada pendekatan apa yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar di lembaga pendidikan.
e. Menentukan Teknik Mengajar
Selain pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran terdapat juga istilah lain
yang kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik
mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang
dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya,
cara bagaimana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan
efektif dan efisien? Sebelum menggunakan metode ceramah sebaiknya
memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari dengan
jumlah siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada
pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.
Teknik mengajar itu sendiri adalah cara-cara terukur, sistematik dan spesifik
dalam melakukan suatu pekerjaan. Penggunaan teknik yang berbeda akan
menentukan tingkat kecepatan, hasil, dan kepuasaan dari pengguna yang
mengharapkan pekerjaan yang maksimal. Pada pertandingan sepakbola misalnya
terdapat teknik menyerang, teknik bertahan, teknik parkir bus, teknik melambatkan
tempo permainan. Tingkat kemahiran dalam menggunakan berbagai macam teknik
dalam permainan bola tersebut amat beragam mutunya. Fakta menunjukkan bahwa
pemain memiliki teknik tingkat tinggi akan menjadi campion dibanding dengan
pemain yang memiliki tingkat teknik yang rendah.
Demikian pula pada pembelajaran, yang memerlukan teknik yang jitu,
misalnya di dalam proses belajar mengajar: pendahuluan yang meliputi aperspesi,
penyiapan mental dan fisik peserta didik untuk mengikuti pelajaran pengaturan
tempat duduk peserta didik dan pembuatan persiapan pengajaran secara tertulis.
Selanjutnya, diikuti dengan kegiatan memberikan uraian atau menyajikan materi,
memberikan pengantar diskusi, menghidupkan suasana kelas, memotivasi peserta
63
didik, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengambil kesimpulan dan
menutup pelajaran. Pada seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran terdapat teknik
yang amat bervariasi, baik dari segi bentuk maupun mutu. Penggunaan teknik
pengajaran oleh guru akan dirasakan oleh peserta didik. Seorang guru yang sudah
berpengalaman, kaya dengan imajinasi, piawai, mahir, kreatif dan inovatif tentu
akan memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran dengan teknik yang tinggi.
Misalnya menjelaskan suatu masalah, ada seorang guru yang kemudian
memulai dengan bercerita tentang suatu peristiwa. Kemudian peristiwa tersebut
dianalisis dengan berbagai faktor satu persatu, kemudian disimpulkan menjadi
sebuah teori atau konsep. Contoh pada orang yang sukses di dalam berbisnis. Hasil
analisis cerita tersebut dijumpai beberapa faktor penyebab sukses. Misalnya
kesuksesan orang itu didapati dengan berusaha secara maksimal, yakin akan
kesuksesannya dan tidak lupa untuk melibatkan Tuhan di dalam usaha yang sedang
dilakukannya, mempunyai relasi yang baik dan bagus, mampu menyakinkan orang,
memberikan pelayanan yang prima dan memuaskan, adanya kepercayaan (trust)
yang tinggi dari masyarakat, mampu membaca peluang, memanfaatkan peluang
yang ada, mampu me-manage waktu dengan cermat dan efisien, dan bersikap hemat.
Berbagai hal yang dapat memengaruhi kesuksesan di dalam berbisnis tersebut dapat
disimpulkan sebagai kunci kesuksesan di dalam berbisnis. Bersamaan dengan itu,
terdapat pula teknik menjelaskan kunci sukses membangun bisnis yang bertolak dari
berbagai teori atau konsep yang selanjutnya dijabarkan dan diperinci dengan
memberikan berbagai contoh dan penerapannya.
f. Menentukan Taktik
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode
tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya walaupun dua
orang sama-sama menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang
sama, sudah pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar materi yang
disampaikan mudah dipahami.
Taktik ini sendiri dimaksud adalah rekayasa atau siasat dalam arti yang positif
yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Kata taktik ini
menggambarkan suatu perbuatan yang kurang terpuji, namun hal tersebut amat
bergantung pada tujuannya. Ada satu contoh pada zaman Rasulullah saw, ada
sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak. Suami terpaksa meninggalkan
keluarga karena tugas berperang di jalan Allah. Selama si ayah pergi anaknya sakit
dan kemudian meninggal dunia. Namun informasi kematian anaknya tidak
disampaikan istri ke suaminya. Ketika suaminya pulang, ia disambut dengan baik
dan penuh kehangatan, dipenuhi hajat biologis, minum, makan dan istirahat yang
cukup. Setelah itu barulah ia katakan bahwa anaknya telah wafat. Mendengar
informasi tersebut, si suami terlihat marah dan jengkel serta melaporkan kejadian
tersebut kepada rasulullah saw. Keputusan rasulullah ternyata membenarkan
tindakan istrinya sembari berdoa agar mereka berdua segera dikaruniai anak
kembali. Akhirnya, ia memperoleh empat orang anak, dan dari setiap anaknya itu
64
melahirkan keturunan masing-masing sepuluh orang, yang semuanya hafal al-
Qur‟an.77
Kisah ini terhadap sebuah taktik yang cerdas dari seorang istri yang sholihah.
Taktik tersebut dalam bentuk merahasiakan kematian anaknya. Taktik tersebut
termasuk cerdas dengan pertimbangan. 1) sang istri tidak ingin mengganggu
konsentrasi suaminya yang sedang tugas berperang di jalan Allah. Sang istri tahu,
toh juga kalau diberitahukan kepada suaminya, anaknya juga tidak akan hidup lagi.
2) sang istri tidak ingin mengganggu kebahagiaan, kemesraan, kehangatan dan
selera suaminya ketika ia pulang dari medan perang, padahal memberikan
kebahagiaan, kemesraan, kehangatan itu adalah kebahagiaan, dan mendahulukan
kepentingan orang yang masih hidup atas orang yang sudah meninggal itu lebih
diutamakan.
Ini salah satu contoh taktik yang diterapkan dalam kehidupan berumah
tangga. Tujuan taktik tersebut amat luas dan mengandung makna yang dalam,
karena sebuah taktik membutuhkan penalaran dan kecerdasan dari orang yang
melakukannya.
Dalam proses pembelajaran juga terdapat berbagai taktik yang digunakan.
Misalnya taktik yang berkaitan dengan upaya mendorong peserta didik agar datang
tepat waktu, mengerjakan tugas-tugas dengan baik, agar siswa mendapatkan nilai
yang maksimal, senang dan gemar membaca. Semua taktik ini perlu di dalam rangka
mendukung pelaksanaan metode pengajaran yang telah dipilih berdasarkan
pendekatan yang telah ditetapkan.
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling utama dan
fundamental dalam mendukung keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam.
Hal ini sejalan dengan prinsip di dalam pendidikan Islam yaitu belajar sepanjang
hayat, maka proses belajar mengajar pun mendapat perhatian yang sangat besar dan
harus dilakukan setiap saat. Dan sesuai dengan prinsip ajaran Islam yang
terintegrasikan antara pengetahuan dan perbuatan, antara iman dan amal sholeh.
Pembelajaran itu penting dan fundamental maka kegiatan ini membutuhkan
dukungan komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, pendekatan, metode, teknik,
dan taktik, sarana prasarana.78
3. Penilaian Pembelajaran PAI
Penilaian pendidikan agama Islam diarahkan pada tiga ranah (domain) yang
meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif, untuk menilai masing-masing
ranah dipergunakan teknik penilaian yang berbeda.
a. Tes Menilai Ranah Kognitif
Untuk menilai ranah kognitif dipergunakan tes lisan, tes tulisan dan porto
folio.
1) Tes Lisan
77
Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Kisah Mulia, (Cet. 1; Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006), h. 87. 78
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 157.
65
Sebuah tes yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
didik yang akan dijawab dengan lisan. Jumlah pertanyaan bisa lebih dari satu.79
Hal-
hal yang harus dipedomani pada waktu pelaksanaan tes lisan yaitu:
a) Proses tes ini haruslah dengan situasi menyenangkan, agar peserta didik dapat
berpikir dan menjawab pertanyaan dengan tenang, sediakan waktu untuk
peserta didik menjawab.
b) Penanya telah menyiapkan pertanyaan yang akan diajukan berikut dengan
kunci jawaban.
c) Memperhatikan jumlah pertanyaan dengan waktu yang diberikan kepada
peserta didik.
d) Pertanyaan hendaklah dengan pertanyaan yang jelas, sederhana dan dapat
dipahami.
e) Bobot dari pertanyaan kepada sejumlah peserta didik diusahakan seimbang.
Kelemahan dan keunggulan dari tes lisan:80
Keunggulan Tes Lisan:
(1) Lebih dapat menilai isi pengetahuan dan kepribadian peserta didik, karena
dilakukan berhadap-hadapan.
(2) Peserta didik dapat mengajukan soal yang sama dengan redaksi yang
berbeda bila soalnya kurangnya jelas.
(3) Bila terdapat kesalahan dari peserta didik, maka penguji dapat mengoreksi
kesalahan sampai detail.
(4) Dapat mengetahui langsung hasilnya.
Kelemahan Tes Lisan:
(1) Jika terdapat hubungan kurang baik dari penguji dan penanya maka akan
mempengaruhi objektifitas tes.
(2) Sifat gugup dari peserta didik dapat mempengaruhi kelancaran jawaban.
(3) Pertanyaan yang diberikan tidak dapat senantiasa sama pada setiap peserta
didik.
(4) Untuk menguji kelas yang besar diperlukan waktu yang lama, dan kurang
ekonomis.
(5) Sering terdapat ketidakbebasan peserta didik.
2) Tes Tulisan Uraian (Essay)
Kelebihan Tes Essay:
a) Bagi pendidik, menyusun soal untuk soal essay sangat mudah tidak
memerlukan waktu yang lama.
b) Peserta didik mempunyai kebebasan untuk menjawab pertanyaan dan
mengeluarkan isi hati dan buah pikirannya.
c) Melatih mencurahkan pikiran melalui tulisan.
d) Lebih ekonomis, hemat dan tidak memerlukan kertas yang banyak.
Kelemahan Tes Essay:
79
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia,
2012), h. 413. 80
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h.
313.
66
a) Tidak efektif untuk soal yang skopnya luas sehingga kurang menilai isi
pengetahuan peserta didik.
b) Kemungkinan jawaban yang heterogen sehingga kesulitan untuk menscore
jawaban.
c) Keindahan dan kurang indahnya tulisan dapat mempengaruhi hasil penilaian.
3) Tes Tulisan Objektif (Pilihan Ganda)
Jenis penilaian ini juga disebut dengan multiple choice test, pada tes ini
peserta didik diminta untuk memilih jawaban yang benar dari beberapa jawaban
yang tersedia. Di antara jawaban yang tertera, ada jawaban yang paling benar.
4) Portofolio
Cara penilaian portofolio adalah dengan menyimpulkan semua karya peserta
didik yang berkaitan dengan mata pelajaran pendidikan agama Islam. Di akhir satu
unit pelajaran diberikan penilaian. Untuk menentukan skors penilaian dilakukan
diskusi antara pendidik dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik ikut
menentukan hasil pekerjaannya.
b. Tes Menilai Ranah Psikomotorik
Tes yang digunakan untuk menilai berbagai macam perintah yang harus
dilaksanakan siswa yang berbentuk kinerja, penampilan, praktek perbuatan.
1) Beberapa Bentuk Tes Perbuatan
a) Tes tertulis walaupun bentuk aktifitas seperti tes tulis, namun yang menjadi
sasaran adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya, misalnya
gambar orang sholat, gambar membaca al-Qur‟an, membersihkan rumah,
gambar wudhu dan sebagainya.
b) Tes identifikasi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik
dalam mengidentifikasi sesuatu, misalnya menemukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan ajaran agama Islam di madrasah, contoh ada tulisan jorok di
madrasah, udara yang sumpek, debu yang menumpuk di jendela, sampah
berserakan, selokan yang kotor.
c) Tes simulasi dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat
dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga dengan
simulasi tetap dapat dinilai apakah mereka sudah menguasai keterampilan
atau belum, misalnya cara memandikan dan mengkafani mayat, cara berbicara
yang baik dan sopan, cara membaca al-Qur‟an yang mudah dan benar.
d) Tes petik kerja (work sample), dilakukan dengan media yang sesungguhnya
dan tujuan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai atau
terampil menggunakan media tersebut, misalnya dengan menggunakan
kompas untuk menunjukkan arah kiblat, menggunakan jalan, membuat urutan
ibadah haji, menggunakan internet untuk mencari informasi tentang
pendidikan agama Islam.
2) Cara Menilai Tes Perbuatan
Untuk menilai tes perbuatan digunakan daftar cek
Contoh Format Penilaian Rukun Shalat
Nama : ............................................... Kelas .....................................................
NO Rukun Shalat Penilaian
Benar Salah
67
1 Lafaz Niat
2 Cara Berdiri
3 Takbiratul Ihram
4 Membaca Surat Al Fatihah
5 Ruku‟berserta tumaninah
6 Itidal beserta tumaninah
7 Sujud beserta tumaninah
8 Duduk antara dua sujud beserta
tumaninah
9 Duduk akhir
10 Membaca tasyahud akhir
11 Membaca shalawat
12 Mengucapkan salam
13 Menertibkan rukun shalat
Jumlah
Skor
c. Tes Menilai Ranah Afektif
Ranah afektif sangat penting dalam proses pembelajaran, setiap mata
pelajaran sebenarnya memiliki ranah afektif, ranah ini mengandung seperangkat
nilai yang diinternalisasikan dalam proses pembelajaran. Ranah ini yang terpenting
adalah sikap keagamaan yang merupakan ada dalam diri seseorang yang mendorong
seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan
terbentuk karena adanya konsisten antara kepercayaan terhadap agama sebagai
komponen kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen afektif dan perilaku
terhadap agama sebagai komponen kanatif.81
Untuk menilai sikap keagamaan
dipergunakan Teknik Penilaian Non Tes, diantaranya:
1) Observasi Pelaku
Suatu penilaian yang dilakukan dengan mengamati kejadian perbuatan yang
berkaitan dengan perilaku seseorang. Observasi dilakukan di sekolah dengan
menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan
peserta didik selama di sekolah.
2) Wawancara (Pertanyaan Langsung)
Menanyakan langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal.
Misalnya bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru
diberlakukan di sekolah mengenai “peningkatan akhlak dan moral”.
Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberikan jawaban
dapat dipahami sikap peserta didik terhadap kebijakan tersebut. Dalam wawancara
sebaiknya dipergunakan pedoman wawancara.
3) Laporan Pribadi
Teknik ini dilakukan dengan meminta langsung ulasan tentang pandangan
terhadap masalah, atau apa yang menjadi objek sikap. Misalnya peserta didik
diminta menulis pandangan tentang perkelahian di sekolah yang marak terjadi di
81
Ramayulis, Psikologi Agama, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 96.
68
sekolah. Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik dapat dibaca dan dipahami
kecenderungan yang dimilikinya.82
C. Strategi Pembelajaran PAI
Istilah strategi dulunya digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai
cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.
Pada dunia pendidikan strategi sebagai “a plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal” (J.R. David, 1976). Jadi strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada
dua pengertian dari yang dikatakan oleh J.R. David yaitu pertama, strategi
pembelajaran merupakan rancangan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Dapat dikatakan penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
untuk sampai kepada tujuan. Artinya hal ini dilakukan untuk sampai kepada tujuan.
Maka semua aspek dari penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan
fasilitas dan sumber belajar untuk sampai kepada tujuan. Oleh karena itu, sebelum
menentukan strategi perlu merumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur
keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi strategi.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Dick and Carey (1985) menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Upaya
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, ini yang dinamakan metode.
Ada 3 jenis strategi pembelajaran yang diterapkan kepada peserta didik, yaitu
strategi ekspositori, strategi inkuiri, dan strategi kooperatif. Ketiga strategi
pembelajaran itu akan diuraikan sebagai berikut:
1. Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE)
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada
sekelompok peserta didik dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan ini dengan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction). Mengapa demikian? Karena dalam
strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut
untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah ada atau sudah
jadi. Oleh karena itu strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur,
maka sering juga dinamakan istilah strategi chalk and talk.
Strategi pembelajaran ini merupakan bentuk pendekatan yang berorientasi
pada guru atau teacher centris approach. Hal ini dikarenakan guru memegang
peranan yang sangat dominan, dimana guru menyampaikan materi secara terstruktur
82
Ramayulis, Psikologi Agama, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 80.
69
dengan harapan materi pelajaran dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi
ini adalah kemampuan akademis (academic achievement) siswa. metode
pembelajaran dengan kuliah, merupakan bentuk strategi ekspositori. Strategi
pembelajaran antara satu dengan lainnya tidak ada yang lebih, baik atau tidaknya
suatu strategi dapat dilihat dari efektif atau tidaknya penggunaan strategi tersebut
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam penggunaan strategi pembelajaran
ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru sebagai
berikut:
a. Berorientasi pada Tujuan
Penyampaian materi dalam strategi pembelajaran ini menggunakan metode
ceramah, namun bukan berarti proses penyampaian materi tanpa adanya tujuan
pembelajaran. Penetapan dan penentuan tujuan menjadi hal yang penting agar
penggunaan strategi dengan strategi ekspositori dapat berjalan sesuai tujuan.
b. Prinsip Komunikasi
Proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi
sebagai penerima pesan. Komunikasi ini akan efektif bila pesan yang disampaikan
mudah untuk diterima secara utuh begitupun sebaliknya. Kesulitan menerima pesan
bisa disebabkan oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran
proses komunikasi. Dalam penggunaan strategi, guru hendaknya menghilangkan
segala gangguan (noise) yang dapat mengganggu proses komunikasi.
c. Prinsip Kesiapan
Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu hukum
belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespon
dengan cepat setiap stimulus yang datang manakala peserta didik sudah siap untuk
menerima stimulus itu, sedang bagi yang belum siap maka tidak mudah cepat
merespon stimulus. Prinsip kesiapan ini menjadi penting di dalam pembelajaran agar
peserta didik mudah menerima informasi dari guru atas apa yang disampaikan.
d. Prinsip Berkelanjutan
Strategi pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk
mempelajari mata pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan saja terjadi pada waktu
itu namun juga untuk waktu selanjutnya.
Prosedur penggunaan strategi pembelajaran ekspositori, ada beberapa langkah
dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:
(1) Persiapan (preparation)
Persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung
pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan
adalah:
- Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
- Membangkitkan minat siswa untuk belajar.
- Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
- Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
(2) Penyajian (presentation)
Langkah penyajian ini adalah transfer materi pelajaran sesuai dengan
persiapan yang telah dilakukan. Penyajian ini dibuat agar mudah diterima dengan
baik oleh peserta didik, dengan memperhatikan bahasa intonasi suara, menjaga
70
kontak mata dengan siswa, menggunakan joke agar kelas tetap hidup dan segar
melalui penggunaan bahasa dan kalimat yang menyenangkan.
(3) Korelasi (correlation)
Langkah ini dilakukan untuk menghubungkan materi pelajaran yang
diajarkan dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang
memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan
yang telah dimilikinya. Langkah korelasi ini untuk memberikan makna terdapat
pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki
maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan
motorik siswa.
(4) Menyimpulkan
Tahapan ini untuk memahami inti (core) dari materi yang telah disajikan.
Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi
ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan ini maka peserta didik dapat
mengambil intisari dari proses pemaparan materi. Menyimpulkan berarti
memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan.
Menyimpulkan dapat dilakukan dengan mengulang kembali inti-inti materi yang
menjadi pokok persoalan; Dengan cara memberikan pertanyaan yang relevan dengan
materi yang baru saja disampaikan. Dengan cara menanya ini menjadikan peserta
didik mengingat-ingat kembali materi pelajaran yang baru saja dibahas; Dengan cara
mapping melalui penataan keterkaitan antarmateri pokok-pokok materi.
(5) Mengaplikasikan (aplication)
Langkah untuk unjuk kamampuan siswa setelah mereka menyimak
penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses
pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan mengumpulkan
informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Langkah
ini dilakukan dengan, pertama dengan membuat tugas yang relevan dengan materi
yang telah disajikan, kedua, dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi
pelajaran yang telah disajikan.
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk menemukan dan
mencari sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Proses berpikir tersebut biasa dilakukan melalui proses kegiatan tanya jawab antara
siswa dengan guru. Strategi ini juga biasanya dinamakan heuristik sebuah kata yang
berasal dari Yunani heuriskein yang diartikan saya menemukan.
Ada beberapa ciri utama dari strategi pembelajaran inkuiri ini. Pertama
strategi pembelajaran inkuiri ini menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari
dan menemukan. Kegiatan ini menempatkan siswa sebagai subjek. Dalam kegiatan
ini peserta didik bukan saja menerima apa yang disampaikan oleh pendidik secara
verbal melalui sebuah penjelasan-penjelasan, namun juga berperan menemukan
sendiri inti dari materi yang diajarkan. Kedua, aktivitas yang dilakukan siswa
ditujukan untuk menemukan dan mencari jawaban pertanyaan yang sifatnya sudah
pasti dari sesuatu yang dipertanyakan. Sehingga dapat menimbulkan perasaan
percaya diri. Kegiatan pembelajaran ini menempatkan peserta didik sebagai sumber
71
belajar, pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator. Aktivitas kegiatan ini
banyak menggunakan proses tanya jawab sehingga kemampuan pendidik di dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, kritis, logis,
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental adalah
tujuan dari strategi penggunaan pembelajaran inkuiri. Dengan demikian peserta
didik dituntut bukan saja menguasai materi yang diberikan namun juga dituntut agar
dapat menggunakan potensi berpikir kritis, sistematis dan logis yang dimilikinya.
Peserta didik yang menguasai materi pembelajaran belum tentu dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal, namun sebaliknya siswa
dapat mengembangkan kemampuan berpikir bilamana dia menguasai materi
pelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri tujuan utamanya adalah
menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan
disiplin intelektual dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan
jawaban atas dasar ingin tahu.
Prinsip-prinsip pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri:
1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Strategi pembelajaran ini bukan saja ditujukan peserta didik dapat
menguasai materi ajar namun juga peserta didik dituntut untuk mencari dan
menemukan sesuatu melalui proses tanya jawab. Inilah tujuan utama dari strategi
inkuiri yaitu pengembangan kemampuan berpikir. Makna dari sesuatu yang harus
ditemukan oleh peserta didik melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat
ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang harus
dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.
2) Prinsip Interaksi
Proses interaksi adalah dasar dari proses pembelajaran dimana terjadi
interaksi antara sesama peserta didik maupun antara guru dengan peserta didik atau
bahkan peserta didik dengan lingkungannya. Pembelajaran sebagai proses interaksi
berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai
pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan
agar peserta didik langsung dapat mengembangkan potensi yang dimiliki melalui
interaksi. Seringkali guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses
interaksi itu sendiri. Misalnya, interaksi hanya berlangsung antarsiswa yang
memiliki kemampuan berbicara saja walaupun pemahaman peserta didik tentang
substansi permasalahan yang dibicarakan sangat kurang, atau guru justru
menanggalkan peran sebagai pengatur interaksi itu sendiri.
3) Prinsip Bertanya
Guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan bagian dari proses berpikir. Oleh karena
itu, kemahiran guru di dalam proses bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat
diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru.
Apakah itu bertanya hanya sekedar meminta perhatian siswa, bertanya untuk
melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan atau bahkan bertanya untuk
pengujian pengetahuan.
4) Prinsip Belajar untuk Berpikir
72
Learn how to think yaitu proses pengembangan seluruh potensi otak, baik
otak kiri dan otak kanan. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah kata, akan tetapi
belajar adalah proses berpikir yaitu pemanfaatan dan penggunaan otak secara
maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan
memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi
“kering dan hampa”. Oleh sebab itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu
didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur yang
dapat memengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang
menyenangkan dan menggairahkan.
5) Prinsip Keterbukaan
Belajar adalah proses mencoba berbagai kemungkinan. Anak perlu diberikan
kebebasan untuk mencoba sesuatu yang dapat mengembangkan kemampuan logika
dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan
berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan hipotesisnya dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis
yang diajukan.
6) Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap
melaksanakan proses pembelajaran. Ada perbedaan antara preparation ekspositori
dengan orientasi inkuiri, dimana ekspositori sebagai langkah untuk mengkondisikan
agar siswa siap menerima pelajaran, sedangkan pada orientasi inkuiri, guru
merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah
orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan SPI sangat
tergantung pada kemauan peserta didik untuk beraktifitas menggunakan
kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa ada keinginan dari peserta didik
dan kemampuannya tersebut maka proses belajar mengajar akan mengalami
hambatan.
Langkah-langkah pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri, adalah sebagai
berikut:
a) Merumuskan Masalah
Persoalan yang dikaji mengandung teka teki, dikatakan demikian masalah itu
ada jawabannya, peserta didik diminta dan ditantang untuk memecahkan masalah.
Proses mencari jawaban itu sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab melalui
proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai
upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
b) Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang sedang dikaji.
Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya. Manakala individu
dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang dapat
mendorong untuk berpikir lebih lanjut.
c) Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Mengumpulkan data dalam strategi
pembelajaran inkuiri merupakan proses mental yang sangat penting dalam
73
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar namun juga membutuhkan kemampuan dan
ketekunan menggunakan potensi cara berpikir. Tugas guru dalam proses ini adalah
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir
mencari informasi yang dibutuhkan.
d) Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan informasi atau data yang didapatkan berdasarkan
pengumpulan data. Yang terpenting dari proses uji hipotesis ini adalah mencari
tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan. Menguji hipotesis
berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional, artinya jawaban data yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
e) Merumuskan Kesimpulan
Kegiatan ini disebut dengan proses mendeskripsikan temuan yang telah
didapatkan berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi yaitu banyak data
yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap
masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang
akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada peserta didik mana data yang
relevan dengan yang tujuan.
3. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Kegiatan ini merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam yang mempunyai latar
belakang kemampuan akademis, ras, jenis kelamin atau suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan
memperoleh penghargaan jika mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan memiliki ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung
jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap
anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan memiliki
motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga individu akan memiliki
kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi tujuan yang dicapai dari
kelompok tersebut.
Cooperatif learning ini merupakan strategi pembelajaran kelompok yang
akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk
digunakan. Oleh Slavin (1995) mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil
penelitian menyatakan penggunaan pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan
prestasi belajar peserta didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan
sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta dapat
meningkatkan kepercayaan diri; kedua, pembelajaran kooperatif dapat
merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkah problem dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan praktek.
Strategi pembelajaran kooperatif memiliki dua komponen utama yaitu:
komponen tugas kooperatif dan struktur insentif kooperatif. Tugas kooperatif
74
berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bersama-sama di dalam
menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan
sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerjasama mencapai tujuan
kelompok. Struktur insentif dianggap keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena
melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk sama-sama
belajar, dan memotivasi anggota lainnya untuk menguasai materi sehingga dapat
mencapai tujuan dari kelompok.
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif yaitu:
(1) Prinsip Ketergantungan Positif (positive interdependence)
Perlu kesadaran dari setiap anggota kelompok akan peran dan tugas masing-
masing karena dengan kesadaran ini dapat mencapai keberhasilan. Keberhasilan
sangat tergantung pada usaha yang dilakukan oleh anggota kelompoknya. Untuk
tercipta kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok membagi tugas
sesuai dengan tujuan dari kelompok tersebut. Inilah hakikat dari ketergantungan
positif dengan artian bahwa tugas kelompok tidak dapat diselesaikan bilamana ada
anggota yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga kekurangan ini dapat
mempengaruhi kerja yang lain.
(2) Tanggung Jawab Persoalan
Setiap anggota diminta untuk memberikan yang terbaik untuk kelompoknya,
dan untuk mencapai tujuan tersebut, seorang guru perlu memberikan penilaian
terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian dari terhadap individu bisa berbeda
tetapi untuk penilaian pada kelompok tetap sama.
(3) Interaksi Tatap Muka
Face to face promotion interaction memberikan kesempatan dan ruang yang
luas kepada setiap anggota kelompok untuk tatap muka, saling memberikan
informasi dan saling membelajarkan. Kelompok belajar ini dibentuk secara
heterogen baik latar belakang budaya, ras dan kemampuan akademik berbeda.
Interaksi tatap muka anggota kelompok antara satu dengan lainnya memberikan
pengalaman akan saling menghargai, menghormati, menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan setiap anggota dan mengisi setiap kekurangan dari anggota
kelompok.
(4) Partisipasi dan Komunikasi
Prinsip pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk dapat mampu
berpartisipasi secara aktif dan kemampuan berkomunikasi. Untuk hal ini peserta
didik perlu dibekali kemampuan-kemampuan komunikasi. Misalnya, bagaimana
cara menyatakan ketidaksetujuan atau menyanggah pendapat orang lain dengan
santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan ide gagasan yang dianggap baik dan
berguna. Kemampuan ini perlu waktu maka sebagai guru untuk dapat terus melatih
dan melatih sampai akhirnya peserta didik memiliki kemampuan untuk menjadi
komunikator yang baik.
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya
terdiri dari empat tahap, yaitu: penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian,
dan pengakuan tim.
(1) Penjelasan Materi
Tahap ini diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi
pelajaran sebelum peserta didik belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap
75
ini adalah pemahaman peserta didik terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini
guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai
yang selanjutnya setiap peserta didik mendalami materi dalam pembelajaran
kelompok. Pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan
tanya jawab. Di samping itu, pendidik juga dapat menggunakan berbagai media
pembelajaran agar proses penyampaian materi ini dapat dimengerti dan menjadi hal
yang menarik bagi peserta didik.
(2) Belajar dalam Kelompok
Setelah penjelasan umum tentang pokok-pokok materi, selanjutnya peserta
didik diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk
sebelumnya.
(3) Penilaian
Penilaian dari strategi pembelajaran kooperatif dilakukan dengan tes atau
kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes
individual ini akan memberikan informasi kemampuan setiap peserta didik; dan tes
kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.
(4) Pengakuan Tim
Team recognition adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol
kemudian diberikan reward atas pencapaian dibanding dengan tim lain. Pengakuan
dan pemberian hadiah ini untuk memotivasi tim untuk terus berpartisipasi dan
berprestasi.
D. Masyarakat Pluralistik
Masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Abuddin Nata adalah suatu
kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah stabil dan teratur. Maka
dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam bingkai struktur
proses sosial diselidiki oleh Sosiologi.83
Sosiologi adalah suatu ilmu mengenai das
sein, dan bukan das sollen. Sosiologi menyelidiki masyarakat serta perubahannya
menurut keadaan kenyataan. Sosiologi adalah lembaga pelatihan yang paling baik
untuk para guru. Sedangkan sosiologi pendidikan adalah sebuah analisis ilmiah
tentang proses sosial dan pola sosial yang di dalamnya termasuk sistem pendidikan.
Sosiologi pendidikan berarti pula sebagai perkembangan masyarakat, menetapkan
tujuan pendidikan, aplikasi ilmu sosial, proses sosialisasi, tempat latihan bagi
pekerja pendidikan, analisis terhadap tempat berlangsungnya pendidikan, analisis
terhadap interaksi sosial di sekolah dan interaksi antara sekolah dan masyarakat.84
Dalam literatur bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan group, community,
atau society. Sedangkan dalam literatur Islam dijumpai ummat, qaum, ijtima‟iyah,
jama‟ah, shu‟ub, dan qobail. Istilah-istilah ini pada prinsipnya sama, yaitu
menunjuk pada adanya kelompok sosial. Namun dasarnya yang berbeda. Qobail
dasarnya ikatan kesukuan, Shu‟ub dasarnya pada ikatan darah; jama‟ah atau
83
Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, (Cet. 2; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), h. 55. 84
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina
Cipta, 1979), h. 11.
76
ijtima‟iyyah dasarnya pada ikatan yang lebih umum; qaum ikatan yang didasarkan
pada ikatan nasib, dan ummat ikatan yang didasarkan pada misi keagamaan.85
Ciri dari masyarakat sebagaimana yang dikatakan Anderson dan Parker dalam
Astrid S. Sunanto adalah: a) adanya sejumlah orang; b) yang berada dan tinggal
dalam suatu daerah tertentu (terikat pada ikatan geografis), c) mengadakan atau
mempunyai hubungan yang tetap satu dengan lainnya; d) sebagai akibat hubungan
ini membentuk suatu sistem hubungan antar-manusia; e) terikat karena memiliki
kepentingan bersama; f) mempunyai tujuan bersama dan berusaha untuk bekerja
bersama; g) mengadakan kesatuan/ikatan berdasarkan unsur-unsur sebelumnya; h)
berdasarkan pengalaman ini, maka akhirnya mereka mempunyai perasaan solidaritas
(sense of sharing), perasaan membagi bersama; i) sadar akan interdependensi satu
sama lain; j) berdasarkan sistem yang terbentuk, dengan sendirinya membentuk
norma-norma; dan k) berdasarkan unsur-unsur di atas akhirnya membentuk
kebudayaan bersama hubungan antara manusia ini.86
Ferdinand Toennies membagi manusia dalam bentuk gemeinschaft dan
gesselschaft. Gemeinschaft adalah suatu masyarakat yang spontan, sedangkan
gesellschaft adalah masyarakat yang pembentukannnya didasarkan pada
perhitungan-perhitungan manusia.87
Emile Durkheim berpendapat, bahwa
gemeinschaft lebih banyak berbentuk masyarakat yang lebih sederhana. Yaitu
karena didasarkan pada ikatan biologis, ikatan berdasarkan keadaan biologis dan
geografis. Sebaliknya masyarakat modern adalah lebih cenderung untuk masyarakat
bentuk gesellschaft, karena gesellshaft karena masyarakat dengan bentuk
gesellschaft lebih kepada hasil dari: a) pikiran manusia yang sadar akan
interpendensi manusia satu sama lain demi kelanjutan hidupnya; dan b) berdasarkan
pemikiran pemenuhan kebutuhan dengan akibat bahwa yang terbentuk adalah suatu
masyarakat berdasarkan organisasi.88
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani mengatakan bahwa masyarakat
adalah sebagai tempat dimana kelompok atau individu berinteraksi, menjalin
hubungan sesamanya, dimana usaha terpadu, saling menyatakan rasa-masing-
masing. Selama proses interaksi tersebut individu maupun kelompok perlahan-lahan
membina kesatuan sehingga sampai terwujud satu kesatuan manusia sejagat.89
Ciri
masyarakat Islam menurut Omar Mohammad yaitu masyarakat yang dipersatukan
oleh kesatuan agama, kebudayaan, negara, ilmu pengetahuan, hak-hak asasi
manusia, perubahan, akidah, dan keseimbangan antara kehidupan di dunia dan
akhirat, keluarga dan sekolah, rohani dan jasmani, kerja keras, dinamis, pandangan
85
Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, (Cet. 2; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2014), h. 56. 86
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina
Cipta, 1979), h. 19. 87
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina
Cipta, 1979), h. 17. 88
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina
Cipta, 1979), h. 17-18. 89
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany. Filsafat Pendidikan Islam. (terj) Hasan
Langgulung dari judul asli Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Cet. 1; Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), h. 163.
77
bahwa harta adalah milik Allah, toleransi, dan akhlak. Selain itu masyarakat harus
berpedoman pada kemaslahatan umum, persamaan, keadilan, keseimbangan sosial,
jaminan dan setia kawan.90
Kemaslahatan umum dimaksudkan bahwa ajaran Islam menghendaki agar
tidak diskriminatif atau harus memberikan perhatian kepada semua individu yang
ada di masyarakat tanpa perbedaan. Keadilan dimaksud adalah memberikan
kesempatan, kebebasan, peluang dan harapan yang sama pada setiap orang.
Persamaan dimaksudkan sebagai menganggap bahwa setiap orang berasal dari satu
keturunan yang sama yaitu dari bapak yang sama dan dari ibu yang sama. Prinsip
keseimbangan sosial mengandung makna memerangi perbedaan-perbedaan ekonomi
yang buruk dan memerangi kelas-kelas sosial dan ekonomi.
Masyarakat sebagai kesatuan hal dari keseluruhan yang terdapat proses
interaksi antara manusia dengan manusia yang plural, dan manusia dengan alam
sekitarnya. Berbagai hal yang terjadi di masyarakat mengarah pada pemenuhan
kehidupan manusia baik yang bersifat fisik maupun non fisik; material maupun
spiritual, rohaniah maupun jasmaniah. Semua hal tersebut terdiri dari beragam
komponen yang saling terkait sehingga membentuk satu kesatuan yang kokoh dan
teratur. Demikian juga dengan masyarakat di dalam pendidikan yang terdiri dari
masyarakat yang plural.
Masyarakat plural itu dimaknai dengan banyak, lebih dari satu. Pluralis
didefinisikan lebih dari satu atau banyak menurut Oxford Learner Pocket
Dictionary, (for referring to more than one).91
Pluralisme diartikan teori yang
menyatakan bahwa realitas yang terdiri dari dua unsur atau lebih dalam The Random
House Dictionary of the English Language.92
Istilah pluralis berasal dari istilah
bahasa Inggris plural yang mengkonotasikan lebih dari satu. Dalam konteks mitologi
Yunani, lawan dari pluralism adalah monism.93
Kata Pluralisme dipakai untuk
penyebutan adanya banyak ras, suku, agama dan lainnya yang berada dalam satu
kelompok masyarakat yang tinggal bersama. Pluralitas adalah sebuah ungkapan
untuk menyatakan lebih dari satu. Istilah yang dipakai untuk menyebutkan suatu
tatanan baru dalam sebuah realitas multi keyakinan, budaya, dan nilai-nilai
kemanusiaan, yang juga perbedaan tersebut mengilhami adanya konflik yang tidak
terdamaikan.94
Pengertian dari pluralisme ini secara umum terbagi menjadi dua pengertian,
yaitu 1) Pengakuan akan keberagaman dari agama, budaya etnik, suku, dengan tetap
menjunjung tinggi aspek perbedaan masing-masing kelompok sebagai sebuah
90
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany. Filsafat Pendidikan Islam. (Cet. 1;
Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 163-229. 91
Martin. H. Manser, Oxford Learner, Pocket Dictionary, (Cet. 5; Oxford: University
Press, 1995), h. 318. 92
The Random House Dictionary of the English Language, h. 1490. 93
Eka Darmaputera, “Tugas Panggilan Bersama Agama-Agama di Indonesia”, dalam
T.B. Simatupang, dkk, Peranan Agama-Agama dan kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam Negara Pancasila yang Membangun, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1987),
h. 133. 94
Abdul Aziz Sachedina, Beda Tapi Setara: Pandangan Islam terhadap Non-Islam,
terj. Satrio Wahono, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 48.
78
karakter dari setiap kelompok tersebut. (sunnatullah). 2) Doktrin dan pandangan
bahwa semua agama adalah benar, atau tidak ada yang benar dari agama yang kita
anut maupun agama yang dianut oleh orang lain.95
Definisi pluralisme yang pertama,
dapat diterima oleh masyarakat sebagai sunnatullah, sebagai kenyataan akan
keragaman yang memang berbeda. Namun pada pluralisme bila dilihat pada doktrin
bahwa semua agama adalah sama benarnya, maka inilah yang menyebabkan silang
pendapat terhadap definisi tersebut.96
Definisi yang kedua ini sering disebut dengan
pluralisme agama yaitu suatu paham yang menganggap semua agama mengajarkan
kebenaran bagi pemeluknya, tidak ada agama yang mengklaim paling benar yang
lain salah.
Pluralisme secara historis, identik dengan aliran filsafat yang menentang
konsep negara absolut dan berdaulat sehingga pendefinisian pluralisme dikaitkan
dengan aspek politik. Istilah ini di tahun 1933 dikenal dengan teori yang menentang
kekuatan negara yang monolitik. Istilah pluralisme didedikasikan pada konsep
pluralisme yang digunakan pada abad ke-20 hingga sekarang atau abad ke-21.97
Edward Craig mengatakan pluralisme untuk menyampaikan adanya kesamaan
keyakinan dan kebenaran di dalam agama-agama. Apa yang disampaikan oleh Craig
adalah relativisme.98
Apa yang katakan oleh Edward Craig mengacu kepada tiga
ranah pluralisme. Pertama, pluralisme agama kedua, pluralisme moral, ketiga,
pluralisme kognitif.
Sebenarnya pluralisme bukanlah hal yang baru, karena istilah ini telah ada di
India pada abad 15 yang dipelopori oleh gagasan Kabir (1440-1518) dan muridnya
guru nanak (1469-1538) pendiri agama Sikhisme, hanya saja karena sifatnya lokal
maka tidak dikenal di benua lain.99
Nurcholish Madjid mengatakan pluralisme dalam konteks keindonesiaan, ada
3 yaitu: 1) paham yang mengakui keberadaan agama lain dan bersikap dewasa
menghadapi keanekaragaman. 2) pluralisme agama adalah prinsip mengakui
kebebasan beragama, hidup dengan resiko yang ditanggung masing-masing pemeluk
agama. 3) bukan dokrin semua agama benar, tetapi Islam mengakui sebatas hak-hak
untuk menjalankan agama masing-masing agar terwujud toleransi di Indonesia.100
Nurcholis Madjid menyatakan bahwa pluralisme adalah adanya sikap menerima
kelompok lain dengan hak-haknya sekaligus juga berlaku adil dengan kelompok
lainnya atas dasar saling menghargai, menghormati, dan memiliki usaha bersama di
95
The New International Webster‟s Comprehensive Dictionary fo The English
Language, (Chicago: Trident Press International, 1996), h. 972. Simon Blackburn, Oxford
Dictionary of Philosophy, (Oxford: Oxford University Press). 96
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 339. 97
Abdu Filali Ansary, Introduction: Theoretical Approaches to Cultural Diversity, in
the Challenge of Pluralism: Paradigms From Muslim Contexts, eds. (Edinburg: Edinburg
University Press, 2009), h. 1. 98
Edward Craig, “Pluralism” In the Shorter Routledge Encyclopedia of Philosophy,
eds., (London and New York: Routledge, 2005), h. 814. 99
Lihat anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, … h. 20. 100
Johan Setiawan, “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme Agama Dalam
Konteks Keindonesiaan” Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 5. No. 1 Juli 2019,
79
dalam menciptakan perdamaian.101
Kedamaian dan kerukunan antar umat beragama
sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi bangsa yang majemuk dalam hal agama
seperti di Indonesia sebagaimana yang dikatakan oleh Amin Abdullah bahwa
keragaman di Indonesia merupakan kenyataan historis.102
Azyumardi Azra berpendapat bahwa pluralisme sama sekali tidak berlawan
dengan ide persatuan dan universalisme yang didasarkan pada humanisme dan
rasionalisme. Karena bila diungkap pada referensi Islam (al-Qur‟an dan Hadis) dan
tradisi tafsir muslim sekalipun, terdapat perbedaan dalam berbagai sudut pandang:
syariah (dzahir), tasawuf (bathin), realistis, metaphor, qot‟i maupun dzonni hal ini
dapat dijadikan alasan untuk menjustifikasi perbedaan, kemajemukan dan
pluralisme.103
Pluralisme agama adalah suatu sistem nilai yang memandang
kemajemukan adalah hal yang positif karena dengannya dapat saling mengenal dan
bekerja sama. Pluralisme adalah sunnatullah, berusaha agar berbuat sebaik mungkin
berdasarkan fakta keragaman itu.104
Alister E. Mc. Grath dalam Kristian Sulisto
mengatakan bahwa pluralisme dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu pluralisme
sebagai sebuah fakta empiris dan pluralisme sebagai pemahaman ideologi.105
Kemajemukan atau pluralisme merupakan tantangan bagi semua agama karena
pendekatan eksklusifnya agama-agama tersebut.106
Anis Malik Thoha mengatakan bahwa asal muasal dari pluralisme agama
sebenarnya yaitu memelihara keharmonisan antar pemeluk agama tanpa merusak
esensi agama tersebut, dengan kata lain menghormati keyakinan agama orang lain
dengan tetap mempertahankan ciri spesifik dan syariat agama masing-masing. Ada
dua faktor penyebab lahirnya gagasan pluralisme agama menurut Thoha, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa fakta nyata perbedaan
keyakinan agama yang mendasar hal ini nampak dalam bidang akidah, bidang
sejarah yang memengaruhi unsur-unsur keyakinan agama, konsep superioritas
agama atau keterpilihan. Faktor eksternal yang dapat diklasifikasi menjadi dua
kategori, kategori pertama bersifat sosio-politis yang berkaitan erat dengan wacana
nasionalisme, demokrasi, dan HAM yang melahirkan negara bangsa yang kemudian
101
Nur Cholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 602. 102
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), h. 5. 103
Azyumardi Azra, “Pluralism Coexistence and Religious Harmony in Southeast
Asia Indonesian Experience in the Middle Path”, in Contemporary Islam: Dynamic Not
Static, Abdul Said and Others (London and New York: Routledge, 2006), h. 227-236.
Azyumardi Azra, “Managing Pluralism in Southeast Asia: Indonesian Experience”, Peace
Research, (2004), h. 43-56. 104
Nur Cholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. xxv 105
Kristian Sulisto, “Teologi Pluralisme Agama John Hick: Sebuah Dialog Kritis dari
Perspektif Partikularis”, Jurnal Veritas Vol. 2, No. 1, April 2001, h. 51-69. Lihat Juga,
Alister McGrath, “The Challenge of Pluralism for The Contemporary Christian Church”,
Journal JETS, Vol. 35, No. 3, September 1992, h. 361. 106
John Hick, “A Philosophy of Religious Pluralism”, dalam Paul Badham (ed), A
John Bick Reader, (London: Macmillan, 1990), h. 161-177.
80
mengarah pada globalisasi. Kategori kedua bersifat ilmiah akademis dalam kerangka
maraknya kajian keagamaan kekinian, dimana ahli dan pakar agama
menformulasikan teori pluralisme berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang mereka
capai.107
Pluralis ini menunjukkan lebih dari satu yang ada dalam satu tempat, wadah
dan keadaan sehingga yang dimaksud dengan masyarakat pluralistik di dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang terbentuk dari beragam suku, agama, ras,
budaya yang hidup dalam satu kesatuan dengan tujuan yang sama menjaga
kesantunan dan keharmonisan di kalangan sekitar.
Ada pemahaman yang mirip dengan pluralisme yaitu multikulturalisme
dimana ia merupakan suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya
seseorang, serta suatu peristiwa dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat
diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di tempat-
tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu
membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat, yang mana masyarakat
akan menghasilkan ciri khasnya masing-masing yang akan menjadi khas bagi
masyarakat tersebut. Disini ada titik tekannya bahwa multikultural tertuju pada
ragam budaya sedangkan pluralisme tertuju pada ragam agama.
Sedangkan heterogen memiliki pengertian yang beragam pada sisi budaya
etnis, ras dan masyarakat. Menurut Mulyana dan Rakhman (2006:12), masyarakat
heterogen merupakan masyarakat multikultur karena masyarakat multikultur
merupakan sebuah realitas sosial yang terdapat dalam masyarakat seperti
masyarakat etnis Thionghoa, Melayu, Batak dan lain untuk dipertahankan.
1. Nilai Nilai Pluralis Pada Masyarakat
Nilai-nilai yang terkandung dalam pluralis pada masyarakat adalah
persaudaraan, egalitarisme, toleransi, dan demokratis.
a. Persaudaraan (al-ukhuwah)
Anjuran di dalam al-Qur‟an yang menyuruh umat Islam agar memuliakan
sesama umat manusia, tidak mudah merendahkan martabatnya, tidak saling
menghina, mencaci, mengejek yang kesemua itu dapat merusak persaudaraan.
b. Persamaan (al-Musawah)
Tidak ada perbedaaan antara orang Arab dan non Arab, tidak ada perbedaan
antara orang kaya dan orang miskin, tidak ada perbedaan antara kulit kuning, coklat,
putih, hitam. Semuanya sama di mata Allah swt, sama-sama makhluk ciptaan
Tuhan. Sehingga persamaan itu menjadikan manusia untuk saling menghargai dan
menghormati. Persaudaraan atas sama-sama satu ras, kalau tidak sama-sama satu
ras, maka masih bisa diikat dengan satu agama. Kalau masih berbeda di dalam
agama, maka manusia diikat dalam satu persamaan yaitu sama sama manusia yang
punya hak sama untuk hadir di muka bumi sebagai khalifah.
c. Toleransi
Sikap yang dimiliki oleh seseorang yang tenggang rasa, menghargai pendapat
orang lain yang berbeda dengan pendapatnya. Kerukunan hidup umat beragama
107
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama (Jakarta: Perspektif, 2005), h. 6-7.
81
pada hakikatnya adalah kondisi hubungan antar individu atau kelompok yang
berbeda keyakinan dan agama dalam kehidupan sosial. Bentuknya dengan
menghargai dan mengakui adanya perbedaan yang tercermin dalam ucapan dan
tindakan hidup bertetangga, bermasyarakat dan bernegara tanpa menonjolkan
identitas keyakinan dan agama.
Toleransi tidak mesti membenarkan semua pendapat atau juga tidak harus
menerima setiap tindakan yang salah. Namun menghargai perbedaan sebagaimana
arahan di dalam al-Qur‟an “bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Sikap toleransi
setidaknya ada tiga hal yang dicegah. Pertama, sikap fanatisme yang berlebihan
yaitu sikap tidak menghargai agama orang lain. Kedua, sinkritisme yaitu
mencampurkan agama dan melahirkan agama baru. Ketiga, sikap apatis terhadap
agama lain.108
d. Demokratis
Pluralisme agama adalah pengakuan agama orang lain, prinsip kebebasan
beragama, doktrin bukan semua agama itu benar namun kebebasan untuk
memperoleh hak-haknya dalam menjalankan agama agar terwujud toleransi. Melalui
isyarat al-Qur‟an, mengakui adanya pluralisme agama dalam konteks pengakuan
akan eksistensinya sebagai realitas sosial, bukan pada konteks mengakui substansi
ajaran.109
Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa pluralisme agama adalah
haram yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, hal ini dikarenakan bahwa
pluralisme agama adalah suatu paham yang menyatakan dan mengajarkan bahwa
semua agama termasuk selain Islam adalah sama benarnya dan karena hal tersebut
maka kebenaran yang ada pada setiap agama adalah relatif; oleh karena itu setiap
pemeluk agama tidak boleh mengklaim agama yang dipeluk dan dianutnya adalah
agama yang paling benar sedangkan agama yang lain itu tidak benar dan salah.
Pemeluk agama yang berbeda tersebut nantinya akan masuk surga bersama-sama
dan hidup berdampingan di sana.110
Fatwa MUI tahun 2005 mengenai adanya pengharamkan pluralisme karena
bertentangan dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.111
Umat Islam dilarang
mengikuti paham liberalisme, sekularisme, dan pluralisme karena hal tersebut
bertentangan dengan ajaran agama Islam yang berkaitan dengan masalah akidah dan
ibadah maka umat Islam harus bersikap eksklusif dalam artian pengakuan akan
agamanya yang paling benar, dan juga tidak boleh mencampur adukkan
keyakinannya dengan akidah agama lain. Untuk soal bersosialisasi dan berinteraksi
108
Jeremias Jena, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Galaxy
Puspa Mega, 2001), h. 3. 109
Hamiruddin,”Dakwah dan Perdebatan Pluralisme Agama”, Jurnal Dakwah
Tabligh, Vol. 13 No. 1 2012. h. 6. 110
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme, dan
Sekularisme Agama, (Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005. h. 96-97. 111
Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual, (Cet.
1; Surabaya: Risalah Gusti, 2005), h. 12.
82
secara sosial dengan umat lain demi kemaslahatan sosial kemasyarakatan sepanjang
tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam diperbolehkan.112
Hamka Hak mengatakan pemahaman MUI bahwa pluralisme adalah
sinkritisme agama adalah sebuah kesalahan dan keliru, karena semua agama yang
ada di Indonesia dari agama Budha, Kristen, Hindu dan Islam tidak berpaham bahwa
pluralisme agama adalah penggabungan agama dalam satu agama (sinkretisasi)
Maka fatwa tersebut sebuah kemubadziran.113
KH. Ma‟ruf Amin yang ketika itu menjadi ketua Fatwa MUI, menjelaskan
bahwa pluralisme agama dapat dimaknai beragam, yang bila diartikan bermacam-
macam agama maka tidak dipermasalahkan oleh MUI karena hal tersebut sebuah
keniscayaan. Pluralisme dinyatakan haram bila dimaknai dua hal, pertama,
pluralisme agama dinyatakan ditolak bila menyatakan bahwa semua agama benar.
Pengertian semacam ini tidak benar bagi semua agama, yang dalam Islam sendiripun
agama yang benar adalah agama Islam, bagi agama lain pun juga sama. Kedua,
teologi yang mencampur adukkan semua agama menjadi satu ajaran agama, teologi
semacam ini sama dengan sinkritisme agama yang tidak dibenarkan MUI.114
Pluralisme adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain yang
berbeda dari sisi agama dan budaya. Pluralisme dalam pandangan Abdul Aziz
Sachedina, terbagi menjadi tiga. Pertama, pluralisme menginisiasi peradaban
dengan mengajarkan nilai-nilai moral serta tata cara berinteraksi dengan komunitas
lain; Kedua, pluralisme sifatnya kontekstual, sehingga sebagai seorang muslim dapat
menjadi manusia yang lain yang sama dengan orang lain yaitu boleh hidup dan
membiarkan hidup untuk orang lain; Ketiga, sebagai agama revelation (wahyu),
tidak ada paksaan di dalam beragama, namun juga dianjurkan untuk berkomunikasi
dengan umat lain.115
Persoalan pendidikan agama memiliki hubungan dengan pluralisme beragama
karena berkaitan dengan pembelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan.
Perdebatan pluralisme dalam tataran konsep dan tataran praktek hal ini perlu untuk
diuraikan karena sebelum fatwa MUI keluar mengenai larangan pluralisme, wacana
dari pluralisme itu sendiri telah tumbuh di Indonesia. Sisi teologis di dalam ayat al-
Qur‟an menyatakan bahwa pluralisme itu merupakan hal wajar saja karena ada ayat
62 dari surat al-Baqoroh yang menyatakan bahwa orang Yahudi, Nasrani, dan Sabiin
serta siapa saja yang beriman pada hari akhir dan juga diiringi perbuatan baik maka
perbuatan baik dan iman tersebut akan dibalas pahala dari Tuhan.
112
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme, dan
Sekularisme Agama, (Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005. h. 97. 113
Hamka Haq dalam Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme:
Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 1. 114
Ma‟ruf Amin dalam Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme:
Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 2. 115
Abdul Aziz Sachedina, Dialogical Conversation to Search for Principles of
Interfaith Relations: The Future of Pluralistik World Other, in Joint Cristian-Muslim
Theological Reflections, (German: The Lutheran World Fereation, 2015), h. 31-32.
83
Terjemahnnya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan
Nasrani dan Shabiin siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat dan
mengerjakan amal sholeh maka mereka mendapatkan pahala dari Tuhannya
dan mereka tidak merasa khawatir dan mereka tidak bersedih.
Namun pada ayat yang berbeda pun secara tegas menolak adanya pluralisme
agama. Kebenaran agama hanya mutlak ada pada agama Islam, sementara hanya
pada agama Islam dan di luar agama Islam tidak ada kebenaran sebagaimana firman
Allah swt di dalam ayat 19 surat Ali Imran/3 yang menegaskan bahwa agama yang
diridhoi oleh Allah swt. adalah agama Islam.
Ayat ini oleh imam Ibnu Katsir ditafsirkan, Allah menyatakan bahwa di sisi
Allah tidak ada agama yang diterima selain agama Islam, dan agama ini mengikuti
ajaran yang telah diutus oleh Allah sebelumnya hingga agama sebelumnya ditutup
dengan risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. sehingga syariat
penghambaan kepada Allah selain dari syariat agama yang dibawa oleh Muhammad
saw. tidak diterima sebagaimana dipertegas di dalam surat Ali Imran ayat ke 85
menyebutkan barang siapa yang memeluk agama selain agama Islam maka ia
tertolak dan di akhirat nantinya dia termasuk orang orang yang merugi.
Justifikasi teologis dari kedua ayat ini baik yang pro pluralisme maupun yang
kontra, dengan kata lain ada landasan yang kongkrit dalam agama Islam melalui
kitab sucinya tentang pluralisme. Itulah sebabnya fatwa dari Majelis Ulama
Indonesia menyatakan haram paham pluralisme, sekulerisme dan liberalisme
sehingga sampai saat ini diskursus publik antara kontra dan pro terus menghangat.
Perbedaan pendapat para pemikir keagamaan dalam tataran teoretis konseptual
merespon dengan nada yang berbeda, konsekuensinya kedudukan paham anti
pluralisme adalah sama benarnya dengan kedudukan pluralisme.
Doktrin dalam pluralisme agama dalam Islam itu bersumber dari al-Qur‟an
tidak memaksa manusia untuk mengikuti agama Islam (QS. 2 ayat 256, Yunus ayat
99), ketika mengajak orang untuk menyembah Tuhan dilakukan dengan cara-cara
yang beradab (an-Nahl ayat 124), dan bahkan diharuskan kaum muslimin untuk
berlaku adil dan berbuat baik kepada manusia walau berbeda keyakinan dengan
syarat ia tidak memerangi orang Islam (al-Mumtahanah ayat 8. Dalam prakteknya
nabi Muhammad memberikan penghormatan atas nama kemanusiaan kepada
seorang jenazah Yahudi yang lewat di depan nabi. Umar suatu hari melihat Yahudi
84
buta yang meminta-minta, kemudian Yahudi tersebut dibawa ke baitul mall dan
menyuruh sahabatnya agar mencukupi kebutuhan Yahudi tersebut.116
Catatan sejarah dalam menyusun piagam Madinah, nabi membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan Nasrani, salah satu butir di
dalam perjanjian tersebut adalah bani Auf yang Yahudi adalah satu umat dengan
orang Mukmin. Bagi Yahudi dan pemeluknya adalah agama mereka, dan bagi Islam
dan pemeluknya adalah agamanya.117
Sejatinya pluralis telah memiliki landasan teologis yang cukup kokoh dalam
nilai dan ajaran Islam. Berikut landasan dan dasar di dalam al-Qur‟an:
a. Mekanisme Pengawasan dan Pengimbangan (cheks and balances)
QS. Al-baqoroh ayat 251, sekiranya Tuhan mau membiarkan penindasan
kelompok terhadap kelompok maka akan terjadi kerusakan. Dengan karunia dan
kasih sayang Tuhan terhadap alam semesta maka bumi dapat berjalan sesuai dengan
kehendakNya. Maknanya, watak dasar manusia selalu ingin menundukkan satu
dengan lain, yaitu sikap hegemoni. Oleh karena itu, Tuhan memberikan petunjuk
agar saling menjaga dan mengendali hawa nafsu. Tuhan mengutus utusan-Nya untuk
mengatur mekanisme di antara manusia agar tidak terjadi hegemoni antar sesama
manusia. Selain pengawasan, diperlukan juga pengimbangan antar sesama manusia
demi menjaga bumi status sebagai khalifah di muka bumi.
b. Kehendak Tuhan tentang Perbedaan
Sebagaimana tertuang di dalam al-Qur‟an surat ke 5 ayat 48, sekiranya
keinginan Tuhan menjadikan manusia adalah umat yang satu saja, maka itu
sangatlah mudah, tetapi tidak dijadikan demikian untuk mengujimu, maka dengan
berbeda beda tersebut sebagai ujian maka berlomba lombalah dalam kebaikan.
Karena kepada Tuhan lah nanti semua akan kembali, lalu disampaikan apa saja yang
menjadi perselisihan di antara kalian dulunya.
Pada hakikatnya agama-agama punya esensi yang sama, terutama terkait
dengan kemanusiaan. Tetapi dalam konteks tertentu penetapan berbeda pada cara
(minhaj) dan jalan (syariah). Perbedaan ini secara teologis dikehendaki oleh Allah
sebagaimana yang tertuang di dalam al-Qur‟an, dengan perbedaan tersebut
menjadikan manusia berlomba-lomba di dalam kebaikan.
Mengenai perbedaan-perbedaan di antara manusia, pada akhirnya nanti Tuhan
akan menjelaskan perbedaan tersebut. Dengan begitu kesatuan bukan semata
merupakan esensi dari perbedaan agama-agama, tetapi perbedaan pun merupakan
kenyataan yang harus diakui dan dihormati118
Setiap golongan atau agama berhak
menilai kebenaran masing-masing ajarannya tanpa harus menafikan kebenaran
agama lain yang mempunyai klaim kebenaran yang sama. Paling tidak,
menghormati akan klaim kebenaran agama lain dapat diwujudkan dalam bentuk
tidak menghujat dan memberikan stigma kesesatan satu sama lainnya.
116
Abu Yusuf Ya‟qub bin Ibrahim, Kitab al-Kharraj, (Cet. 1; Beirut: Dar Syuruq,
1405), ditahqiq Ihsan Abbas, h. 278-279. 117
Teks Piagam Madinah di dalam Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, (Mesir: Maktabah
wa Matba‟ah Mustafa al-Bab al-Halabi, 1375), h. 501. 118
Yusuf Wibisono, “Agama, Kekerasan dan Pluralisme dalam Islam” Kalam: Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9, No. 2, Desember 2015, H. 16.
85
c. Mengedepankan spIrit Dialog119
Dalam ajaran agama Islam, fakta pluralitas agama harus dipahami dan
ditanggapi positif melalui dialog dan kerjasama. Pada dataran itu di dalam al-Qur‟an
para pemeluk agama diajak untuk mencari titik temu dalam keberagaman.
Terjemahnya:
Wahai ahli kitab, mari kita berpegang teguh pada kalimat “sawa” antara kami
dan kalian yaitu tidak menyembah selain Allah dan tidak berbuat syirik
kepada selainnya dan tidak mengambil sebagian kita dan lainnya sebagai
Tuhan selain Allah, jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka
bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri.
Dalam ayat di atas dikatakan sebagai ajakan untuk mencari titik temu antar
agama-agama yaitu pengakuan bahwa yang pantas disembah dan tidak diduakan
adalah Allah. Alwi Shihab menyebutkan bahwa di antara titik perjumpaan tersebut
adalah penciptaan suatu kehidupan bermoral yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keagamaan dalam segala aspek kehidupan manusia, sesuai dengan yang digariskan
oleh Allah swt. Titik temu dari agama agama tersebut pada substansi.
Islam mengharuskan untuk berdialog dalam konteks relasi antar agama.
Dialog yang dimaksud adalah pertemuan yang membahas mengenai persamaan dan
juga perbedaan-perbedaan dalam rangka mencari titik temu antara satu dengan
lainnya. Proses dialognya pun dengan cara-cara rasional dan tetap menjunjung tinggi
martabat dan kehormatan masing-masing. Dalam urusan dunia maka dapat duduk
bersama, dalam urusan akhirat maka bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Proses dialog yang konstruktif baik dari aspek metode maupun etika agar
dialog antar agama, keyakinan atau golongan dapat terarah pada tema-tema
kebhinekaan sekaligus menepis usaha pemaksaan yang cenderung tidak adil. Dialog
yang baik dan bermartabat dapat tercermin pada menolak memberikan ruang bagi
mereka yang selalu mengedepankan pendapatnya secara mutlak, dan seakan-akan
mewakili kebenaran hakiki.
d. Sebagai Filosofi Pembebasan
Makna tersirat dari ayat 148 surat al-Baqoroh menyatakan berlomba-lomba
dalam berbuat baik dan kebaikan, dan oleh karena itu diperlukan filosofi
pembebasan dalam memilih keyakinan agama. Setiap manusia berhak menentukan
dan memilih agama yang diyakini benar, tidak ada paksaan memilih agama. Pada
dasarnya, agama Islam memberikan tawaran prinsip-prinsip umum untuk cara hidup
secara individu, keluarga, sosial negara. Namun, Islam tidak menguraikan secara
detil dan teknis tentang cara bernegara dan bersosial. Islam hanya menentukan
119
Al-Qur‟an Surat An-Nahl ayat 125.
86
ketentuan-ketentuan umum. Maka diberikan ruang untuk berekspresi selama tidak
bertentangan dengan al-Qur‟an.
Istilah pluralisme merupakan suatu kata yang menyebutkan suatu tatanan baru
di mana perbedaan agama, ras dan budaya bukan suatu masalah. Pluralisme hadir di
tengah-tengah masyarakat setua usia manusia itu sendiri dan selamanya akan ada,
tetapi cara dan metode manusia dalam menghadapi pluralisme itu yang harus
berubah seiring perkembangan dan perubahan zaman. Keragaman tersebut
mendesak adanya suatu landasan moral yang mengakui harkat dan martabat manusia
lainnya tanpa memandang dari suku dan daerah mana manusia tersebut berasal atau
dari agama apa yang dianut oleh manusia tersebut.
Pluralitas agama sering memberikan andil dalam memberikan ketegangan
atau konflik antar umat beragama yang tampil dengan wajah yang sangat
menyeramkan dan memberangus kemanusiaan. Lahirnya gerakan radikalisme dan
fundamentalisme keagamaan telah menambah situasi tegang dan menakutkan seperti
yang terdapat pada Bosnia-Herzegovina konflik antara Islam-Kristen.
Abdul Aziz Sachedina mengatakan bahwa kebutuhan mendesak akan etika
yang mengakui keberadaan kaum lain tanpa memandang budaya, ras, suku, agama,
bahasa, afiliasi kultural lainnya adalah sebagai produk dari kemajuan teknologi,
informasi, dan komunikasi yang berkembang dengan pesat,120
yang dulunya bangsa-
bangsa berada dalam kondisi terasing satu dengan lainnya. Perjumpaan bangsa satu
dengan bangsa lainnya yang memiliki perbedaan suku dan warna ras teriringi
dengan konflik dan kebenaran atas nama kebenaran sendiri. Benturan ini telah
menempatkan manusia pada sisi dehumanisasi.
Berbeda dengan Anis Malik Thoha yang melihat pluralisme agama dengan
kecurigaan. Thoha melihat gagasan pluralisme agama tampak seperti solusi dari
nilai-nilai kemanusiaan secara sepintas. Namun bila dikaji lebih mendalam, kritik
dan objektif terhadap gagasan tersebut telah menunjukkan hal yang sebaliknya yang
menyingkap wajah aslinya yang ternyata tidak ramah, bengis dan intoleran.121
Zakiyuddin Baidhawy mengatakan meski dengan pengertian yang berbeda,
bahwa pluralisme agama itu seperti makan buah simalakama. Dia juga mengatakan
dilema pluralisme agama terletak pada pertentangan pada kepentingan libertarian
dan komunitarian.122
Di satu sisi, elit mewakili institusi masyarakat mayoritas yang
mempertahankan hak-hak individu yang abstrak sebagai strategi serangan demi
fungsional masyarakat. Sementara di sisi lain elit kelompok minoritas
memperjuangkan hak-hak kolektif sebagai cara mempertahankan identitas
tradisional.
Pluralisme bukan persoalan Timur dan Barat, melainkan persoalan
kemanusiaan. Untuk itu pluralisme bukan untuk membangun keseragaman agama
karena bukan relativisme. Hans Kung lebih memilih pluralisme jalan tengah antara
120
Abdul Aziz Sachedina, The Islamic Roots of Democratic Pluralism (New York:
Oxford University Press, 2001), h. 22. 121
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Penerbit
Perspektif, 2005), h. 3. 122
Zakiyuddn Baidhawy, Ambivalensi Agama Konflik dan Nirkekerasan, (Yogyakarta:
LESFI, 2002), h. 32-33.
87
kubu ekstrim yaitu absolutisme naïf dan relativisme dangkal yang merelatifkan
semua kebenaran.123
2. Pluralistik Pendidikan
Alasan yang mendasar perlu adanya pluralisme dalam pendidikan agama
adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan agama belum mampu
memberikan kontribusi bagi terwujudnya persaudaraan sejati. Apalagi peraturan
pemerintah tentang pendidikan agama yang berfungsi membentuk manusia
Indonesia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia dan mampu menjaga kedamaian hubungan intra maupun antar umat
beragama. Cara yang dipakai di dalam pembelajaran ini yaitu dengan menggunakan
model komunikatif yang menjadikan aspek perbedaan tersebut sebagai titik tekan.
Metode dialog ini efektif, apalagi di dalam proses pembelajaran seorang pendidik
mengungkapkan titik persamaan tiap kelompok agama yang berbeda dalam
pembelajaran pendidikan agama. Dalam proses ini diharapkan nantinya
memungkinkan adanya landing dan borrowing serta saling mengenal antar tradisi
dari setiap pemeluk agama peserta didik. Amin Abdullah mengatakan pendidikan
yang basis dan nuansanya adalah pluralisme merupakan perwujudan pendidikan
terkini, karena model pendidikan ini dapat dan mampu menciptakan suasana yang
damai, hubungan yang baik sesama manusia, dan dapat menjadi solusi dari masalah
kontemporer masyarakat dunia saat ini.124
Setiap agama pada dasarnya memiliki sisi fundamentalisme dan fundamental
keagamaan. Abuddin Nata mengatakan fundamentalisme itu bagian dari pemikiran
Islam, karena pengertian itu lebih diorientasikan kepada pemahaman dan praktek
agama. Sering kali peserta didik diajarkan hanya dari satu sisi yaitu pemahaman
tekstualis “taken for granted” sehingga kebenaran hanya dilihat dari satu sisi saja
yaitu dari ideologi masing-masing pemeluk agama, hal ini dapat mengakibatkan
intoleransi tumbuh dengan subur. Kehadiran pendidikan agama Islam harus
senantiasa berwawasan pluralis-inklusif dan toleran, sebagai usaha dan upaya di
dalam meminimalisir paham fundamentalis. Terkait desain inklusif-pluralis pada
pelajaran pendidikan agama maka terdapat dua aspek yang diperhatikan:
Pertama. Aspek pendidik. Pendidik dalam pandangan agama Islam adalah
memiliki ilmu dan kecakapan profesional dalam menjalankan proses pembelajaran
yang dapat mengajar, mendidik, melatih, menilai, mengevaluasi proses di dalam
pembelajaran.125
Guru yang memberikan peluang kepada peserta didik di dalam
berpikir, kreatif, dan memproduksi pengetahuan baru, tidak menghafal secara
tekstual kecuali materinya hafalan, dan normatif saja. Guru yang menyenangkan,
memberikan motivasi, memberikan kebebasan kepada siswa untuk dapat berbeda
dengan pendapat guru, memberikan inspriasi untuk dapat terus berkarya dan
123
Muhammad Anis, “Etika Global dan Pluralisme Hans Kung”, Harian Kompas,
Edisi Jum‟at 18 Juni 2010. Lihat juga Hans Kung dan Rabbi Walter Homolka, How to do
Good and Avoid Evil: A Global Ethic From the Source of Judaism (Vermont: SkyLight Paths
Publishing, 2009), h. 92. s 124
M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural, Multireligius, h. 76-82. 125
Nasri Kurnialoh “Pendidikan Agama Islam Berwawasan Inklusif-Pluralis” Insania.
Vol. 18, Nomor 3, September – Desember 2013. H. 394.
88
berproses menuju sebuah kesuksesan dan kemajuan. Abdurrahman Wahid
mengatakan bahwa guru mengajarkan wawasan inklusif, toleran, pluralis kepada
masyarakat maka akan terwujud persaudaraan lintas iman, ikut serta
mengembangkan kerjasama dan dialog.126
Pendidik yang mengembangkan nilai-nilai
ajaran agama Islam yang inklusif adalah guru yang memosisikan peserta didik
sebagai manusia yang merdeka. Menjadikan sekitar dan suasana sekeliling sebagai
sumber belajar yang tidak fanatik pada satu golongan saja, tidak fanatik pada satu
aliran saja namun dia berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Kedua, aspek peserta didik. Dalam paradigma Islam inklusif pluralis peserta
didik dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk berpikir kritis dan
memiliki kepedulian sosial. Bebas bereksplorasi dan berpendapat untuk menemukan
ilmu pengetahuan dengan apa yang dia kembangkan sendiri tanpa ada paksaan.
Pendidikan agama yang pluralis tidak akan berjalan tanpa adanya kurikulum
pendidikan. Kurikulum pendidikan agama Islam yang pluralis dapat terlihat dari dua
aspek, yaitu:
Aspek yang pertama yaitu aspek materi. Gagasan Islam yang pluralis yang
diajarkan di dalam pendidikan terkait dengan hak minoritas, khususnya dalam sosial
keagamaan. Kesadaran akan hak-hak dari minoritas diberikan demi terjaminnya
kehidupan yang damai dan dapat berdampingan dengan umat lain. perkara ini
menjadi penting karena Indonesia dihuni oleh suku dan budaya yang beragam dan
berbeda. Materi Pendidikan Islam yang pluralis mengembangkan kebebasan berpikir
sehingga ide-ide baru, gagasan baru akan diperoleh bila adanya kebebasan berpikir,
sehingga dapat melahirkan peserta didik yang berpikir kritis, merdeka dan
menjunjung tinggi pluralitas faktual.
Aspek yang kedua yaitu aspek evaluasi proses. Berhasil atau tidaknya suatu
pendidikan di dalam mencapai tujuan pendidikan ini dapat dilihat dari evaluasi yang
dihasilkan, jika sesuai dengan tujuan maka keberhasilan terjadi, namun bila tidak,
maka perlu diungkap penyebab ketidakcapaian tujuan pendidikan Islam. Maka dari
sini dapat dipahami betapa pentingnya sebuah evaluasi di dalam proses pendidikan
Islam.127
E. Relasi Pembelajaran PAI dengan Masyarakat Pluralistik
1. Pendidikan Agama sebagai Sarana Sosialisasi Kebudayaan
Pendidikan agama penting bagi manusia karena dengannya manusia dapat
mengetahui tentang buruk dan baik, salah dan benar serta hubungan yang dibangun
dengan sesama manusia. Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari budaya karena
keduanya terdapat hubungan yang sangat erat mengenai nilai. Pendidikan sebagai
usaha dan upaya di dalam mewariskan sesuatu dari satu generasi ke generasi
selanjutnya, mewariskan pendidikan agama yang nantinya dapat menjadi bekal di
kehidupan masa yang akan datang sebagai upaya dalam pelestarian kebudayaan.
Pendidikan membangun totalitas kemampuan manusia baik sebagai anggota
126
Gusdur, 2005, h. 30. 127
Nizar,Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Cet.1;
Ciputat: Ciputat Pers, 2002), H. 76.
89
kelompok masyarakat maupun individu sebagai unsur vital dalam kehidupan
manusia yang beradab.
Proses sosialisasi budaya dapat melalui memasukkan aspek budaya dalam
proses pembelajaran kebudayaan merupakan dasar dari praktis pendidikan maka
tidak hanya seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan, tetapi juga seluruh
unsur kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses pendidikan.
Proses belajar menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap norma,
peraturan serta adat yang terdapat kebudayaan seseorang. Proses ini telah terjadi
sejak adanya kehidupan kemudian meluas dan meluas. Wahana efektif dan terbaik
untuk sosialisasi kebudayaan adalah melalui pendidikan, yang terlembaga melalui
persekolahan yang tersistem. Lembaga pendidikan merupakan tempat yang paling
baik bagi peserta didik dengan latar agama dan budaya yang berlainan untuk saling
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama, beradaptasi dan saling menyerap nilai-
nilai budaya yang beragam. System persekolahan adalah salah satu pilar penting
penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam sebuah tatanan kehidupan
masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan harus
dilaksanakan dan diselenggarakan meskipun hanya terbatas di lembaga pendidikan
maka perlu dimaknai sebagai usaha dan cara pembudayaan dari turun temurun.
Jika ada pemisahan kebudayaan dengan pendidikan maka hal ini merupakan
kebijakan yang merusak kebudayaan itu sendiri, malah dapat menghianati
keberadaan proses pendidikan yang disebut sebagai proses sosialisasi kebudayaan.
Nilai-nilai pendidikan agama Islam ditransmisikan dengan proses yang disebut
acquiring melalui inquiring, yang dimaksud dengan hal itu bahwa pendidikan bukan
terjadi secara pasif namun melalui proses interaktif antara pendidik dengan peserta
didik. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui
kemampuan-kemampuan kreatif yang dapat memunculkan inovasi dan penemuan
penemuan budaya lainnya.
Proses sosialisasi budaya melalui pendidikan formal adalah upaya
pembentukan sikap dan perilaku, sehingga ukuran keberhasilan pembelajaran
pendidikan agama Islam dalam konsep sosialisasi kebudayaan adalah perubahan
perilaku peserta didik. Hal ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang
dikemukakan oleh Unesco yaitu: 1) Learning to know adalah upaya memahami
instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Upaya ini
diharapkan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek
lingkungan agar mereka dapat hidup dengan martabat dan harkat dalam rangka
pengembangan komunikasi dan keterampilan kerja. 2) Learning to do adalah
mempraktekkan dalam kehidupannya apa yang telah dipelajarinya. 3) Learning to
live together, pada dasarnya adalah pelatihan, pengajaran, dan pembimbingan
peserta didik agar mereka dapat aktif berkomunikasi dengan baik, menghilangkan
prasangka-prasangka buruk terhadap pihak lain serta menghindari perselisihan dan
konflik. 4) Learning to be, sebagaimana secara tegas disebutkan bahwa prinsip dasar
pendidikan hendaknya memberikan kontribusi untuk pengembangan seutuhnya jiwa,
raga, kepekaan, empati, intelektual, rasa, etika, tanggung jawab dan nilai-nilai
spiritual.128
128
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 6-8.
90
Manusia senantiasa dipandang seimbang dan integral di dalam konsep
pendidikan Islam. Oleh karena itu hal yang logis dimana pendidikan Islam
diiharapkan bahkan dituntut untuk dapat menawarkan pendidikan yang universal
dan mengayomi seluruh kebutuhan yang dimiliki oleh peserta didik, baik ia sebagai
individu sebagai hamba Allah maupun sebagai makhluk yang berinteraksi dengan
sesamanya.
2. Pembelajaran PAI Menanamkan Nilai Pluralis
Adanya materi PAI yang diajarkan pada sekolah dari tingkat sekolah dasar
sampai tingkat perguruan tinggi, hal ini merupakan upaya pendidikan Islam dalam
menjadikan masyarakat untuk dapat bersikap pluralis. Dapat bersikap pluralis dapat
dilihat dari muatan materi yang diajarkan oleh pendidik dimana muatan materinya
sarat dengan moral, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai pluralisme beragama. Misi
yang dibangun untuk terbentuknya karakter muslim yang memahami ajaran agama
serta kesadaran imani yang diwujudkan ke dalam sikap dan perilaku sehari-hari
sebagai wujud dari pemahaman dan pengalaman agama. Menurut syed M. Naquib
al-Attas hasil yang ingin diraih dari pembelajaran pendidikan agama Islam ialah
kehidupan yang taat kepada Tuhan yang Maha Kuasa.129
Pendidikan agama Islam yang ada pada lembaga pendidikan umum secara
konseptual-normatif dimaksudkan sebagai cara dan upaya dalam menumbuhkan dan
membangun sikap pluralisme di kalangan peserta didik. Walau demikian sebenarnya
tanggung jawab tersebut bukan semata-mata adalah tugas dari hasil pembelajaran
PAI, namun PAI memiliki peran yang cukup signifikan dalam menumbuhkan dan
membangun sikap pluralis di kalangan peserta didik yang memang secara budaya,
etnik, agama, suku dan budaya berbeda.130
Tantangan yang dihadapi dalam pendidikan agama Islam sebagai sebuah mata
pelajaran adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan nyata
peserta didik agar memiliki kualitas di dalam iman, bertakwa dan dapat berakhlak
mulia serta memiliki kepedulian terhadap yang beda dengan dirinya. Dengan
demikian pelajaran pendidikan agama bukan hanya mengajarkan tentang agama
namun juga bagaimana membentuk kepribadian agar dapat memiliki ketakwaan dan
keimanan yang kuat diiringi akhlak mulia di dalam kehidupannya. Bagi agama
Islam, nilai-nilai penghargaan kepada agama lain dan ibadah serta simbol agama
sudah telah dijelaskan di dalam kitab suci al-Qur‟an yaitu menghormati agama lain.
Dalam surat al-Hajj/22: 39-40.
129
Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed
Muhammad Naquib al-Attas (Bandung: Mizan, 1998), h. 174. 130
Max Webber meyakini bahwa agama memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
manusia dengan segala variasi dari masyarakat sederhana sampai masyarakat maju
sekalipun, lihat Max Weber, Sosiologi Agama (Yogyakarta: IRCisoD, 2002), h. 1-28.
91
Terjemahnya:
Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi (untuk memerangi balik)
karena mereka dizolimi, dan sesungguhnya Allah maha mampu menolong
mereka.
Orang-orang yang dikeluarkan dari rumah mereka padahal mereka hanya
mengucapkan bahwa Tuhan kami adalah Allah. Sekiranya Allah tidak
mencegah keganasan manusia terhadap manusia lain, tentulah telah roboh
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah ibadah Yahudi, dan masjid-masjid
yang di dalamnya disebutkan nama Allah dengan sebutan yang banyak.
Niscaya Allah menolong orang yang menolongnya, sesungguhnya Allah
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Dalam rangka toleransi pula telah ditentukan agar menyiarkan agama, tidak
boleh bertentangan melakukan pemaksaan, baik secara halus yakni seperti
menggunakan daya penarik dari material, maupun secara kasar. Surat 2: 256.
Terjemahnya:
Tidak ada paksaan dalam agama, telah jelas petunjuk atas jalan yang benar
atas jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thogut dan beriman
kepada Allah maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Secara jelas di dalam al-Qur‟an mengajarkan bahwa dalam hal memilih
agama, manusia diberikan kebebasan untuk memahami dan memikirkan untuk
menentukan pilihan agama.
Pendidikan agama seharusnya bukan hanya mengajarkan pelajaran agama saja
dalam arti pengajaran tentang ritual atau akhlak belaka. Namun lebih dari itu, Islam
mengajarkan hubungan dengan sesama manusia walau berlainan agama, membina
manusia bagaimana sebaiknya menjalankan pemerintahan, menganjurkan saling
menghormati sesama manusia. Sebab Islam itu sendiri sebagai ajaran agama yang
menyeluruh, oleh karena itu pendidikan Islam seharusnya dilakukan dengan
kerangka pikir menyeluruh pula. Agenda untuk mengajarkan pentingnya pendidikan
agama bagi Indonesia terutama bagi generasi muda. Islam memberikan batasan jelas
terhadap persoalan agama lain. Dalam masalah akidah maka tidak ada campur aduk
akidah, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Tetapi dalam masalah sosial, Islam
membolehkan adanya kerjasama dengan pemeluk agama lain.
Pluralis dalam pelajaran agama di lembaga pendidikan adalah pelajaran
yang mampu memberikan pemahaman dan pengetahuan yang luas dan tidak terpaku
hanya satu pandangan madzhab saja serta tidak membelenggu kreativitas anak
92
sehingga pendidikan agama tidak hanya pemberian pengetahuan namun lebih dari
itu sebagai pegangan dan pondasi yang kokoh dalam beraktivitas dalam kehidupan
sehari-hari. Pakar pendidikan pembebasan Paulo Freire mengatakan bahwa
pendidikan itu bukanlah “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial
dan budaya. Bukan masyarakat yang hanya mengagungkan kelas sosial akibat
kemakmuran dan kekayaan yang ia miliki. Melainkan ia menciptakan masyarakat
yang berpendidikan dan terdidik.131
Penanaman pembelajaran PAI yang bernuasa pluralis dengan menggunakan
metode ceramah pada materi meyakini kitab suci yang datang dari Allah,
menjelaskan bahwa demi memberikan panduan serta rambu-rambu yang harus
dilalui maka Allah memberikan kitab suci kepada manusia melalui para Nabi dan
Rasul. Kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan ke bumi yaitu kitab suci Taurat,
Zabur, Injil yang ketiganya disempurnakan oleh al-Qur‟an, oleh karena itu peserta
didik diajak untuk mencintai kitab sucinya serta meyakini seyakin-yakinnya dan di
saat yang sama juga untuk menghormati umat agama lain dalam menghayati dan
menghormati kitab sucinya.
Beberapa cara pembelajaran pendidikan agama Islam pada masyarakat plural
yaitu dengan menggunakan pilihan cara dan metode yaitu:
1). Metode Diskusi, penyampaian materi dengan cara diskusi, cara ini
dilakukan untuk meneladani akhlak rasulullah dalam berhubungan dan menghormati
pemeluk agama. Pengalaman lapangan seperti sholat berjama‟ah menyembelih
hewan qurban, dan sebagainya, perkara ini juga penting dalam memperkuat
pengalaman peserta didik di dalam menerapkan berbagi kepada saudaranya.
Penanaman metode ceramah, nilai demokrasi guru menjelaskan adanya makanan
haram dan makanan halal. Makanan halal seperti ikan, sayuran, susu sapi, daging
sapi dll. Sedangkan yang haram dimakan juga jelas yaitu babi, anjing dan binatang
buas, bertaring, dan hidup di dua alam. Sehingga nanti peserta didik dapat
menyesuaikan diri bila berada pada lingkungan non muslim yang memakan
makanan yang biasa bagi mereka namun tidak boleh dimakan oleh muslim.
2). Materi. Materi rendah hati, sederhana, hemat, ibadah puasa adalah bentuk
dari penanaman nilai pluralis. Guru dapat menyelipkan bahwa di dalam agama lain
terhadap ibadah sebagaimana ibadah agama Islam, sehingga dibutuhkan pengertian
dan penghormatan akan ibadah yang dikerjakan. Begitupun panggilan ibadah dalam
agama Islam yang disebut dengan adzan, panggilan ini sebagai tanda bahwa waktu
sholat telah masuk, sebagaimana lonceng yang dibunyikan pada pagi hari sebagai
tanda atau panggilan untuk memenuhi ruangan gereja dalam rangka pelaksanaan
ibadah dalam agama Kristen.
3) Strategi. Penanaman nilai-nilai kerjasama di dalam kelas maupun di luar
pembelajaran dapat dijelaskan dari hadis nabi yag menyebutkan tuntutlah ilmu
sampai ke negeri China. Negara China bukanlah muslim namun di dalam
perkembangan ilmu pengetahuan menjadikan China dapat dijadikan contoh untuk
membangun kerja sama di bidang pendidikan dan kemajuan. Kerjasama ini
bukanlah karena meleburkan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk China
131
Paulo Freire, Pendidikan Pembebasan, (Jakarta: LP3S, 2000), h. 31.
93
yang Atheis dengan masyarakat Indonesia yang beragama. Melainkan kerjasama di
bidang pengembangan ilmu pengetahuan.
Penyebutan istilah pendidikan pluralis terjadi karena mungkin masyarakat
mengapresiasi multikultural, masyarakat yang secara objektif memiliki anggota
yang plural dan heterogen. Paling tidak keberagaman anggota masyarakat tersebut
bisa dilihat pada eksistensi keragaman ras, suku, agama dan budaya. Banks
menyatakan bahwa meskipun tidak ada konsensus tentang itu, bahwa dari
banyaknya pengertian maka dominannya adalah pengertian pendidikan multikultural
sebagai pendidikan untuk people of color.132
Frans Magnis Suseno mengatakan
bahwa pendidikan pluralisme adalah suatu pendidikan yang mengandaikan kita
semua dalam membuka visi pada cakrawala yang semakin luas dan dalam, mampu
melewati batas tradisi budaya, kelompok, etnis dan agama sehingga kita melihat
kemanusiaan sebagai keluarga yang mempunyai perbedaan dan persamaan.133
Musa Asy‟ari mengatakan bahwa pluralisme dalam pendidikan agama dapat
mengantarkan siswa untuk dapat memandang pluralitas ke-Indonesiaan dalam
berbagai aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama sebagai kekayaan
bangsa yang harus tetap dijaga kelestariannya. Muhammad Ali mengatakan bahwa
pendidikan yang orientasinya pada penyadaran pluralis adalah upaya yang
komprehensif mencegah dan menanggulangi konflik etnis agama, radikalisme
agama, separatism, dan integrasi bangsa. Sedangkan nilai yang paling dasar dari
pendidikan tersebut adalah toleransi.134
Model pendidikan pluralisme seperti ini diharapkan mampu memberikan
dorongan terhadap penciptaan perdamaian dan upaya penanggulangan konflik.
Untuk merealisasikan pendidikan pluralisme melalui proses pendidikannya, setiap
komunitas pendidikan perlu memperhatikan konsep unity in diversity disertai sikap
dan praktek di dalam menghargai perbedaan. Penanaman konsep pluralisme
pendidikan agama tidak mempengaruhi kemurnian masing-masing agama yang
diyakini kebenarannya oleh peserta didik. Ada pengakuan bersama secara sadar
bahwa memang kita ini berbeda, namun perbedaan itu tidak diperlebar, justru yang
dicari kesamaan-kesamaan dari setiap kelompok untuk bekerjasama, saling
membantu, dan berlomba-lomba di dalam kebaikan.
Sayyid Quthb mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang menekankan pada pola pendidikan yang menyeluruh dan mampu
menyentuh seluruh potensi yang dimiliki siswa dan aspek kehidupan manusia.
Materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah harus dapat
mengembangkan potensi fitrah yang miliki oleh peserta didik, baik itu rohani,
perasaan, akal sehingga memberikan warna serta sekaligus dapat mewarnai segala
aktivitas di muka bumi, baik sebagai pemimpin di bumi maupun sebagai hamba
Allah. Bentuk materi pelajaran yang demikian akan mampu menghasilkan seorang
siswa yang kamil yang seutuhnya.
132
James A. Banks and Cheryl A. McGee, Multicultural Education, (USA: Alley and
Bacon, 1993), h. 3. 133
Frans Magnis Suseno, Suara Pembaruan, 23 September 2010. 134
Muhammad Ali, Kompas, 26 April 2002.
94
3. Pembelajaran PAI yang Terintegrasi Pengetahuan dan Nilai
Pembelajaran PAI yang konvensional yang telah berjalan dan diatur dengan
undang-undang memunculkan pengaruh dalam penciptaan kegiatan belajar dan
mengajar yang dapat mencapai tujuan pembelajaran. Namun mengajarkan ajaran
agama pada masyarakat pluralistik menuntut pendidik untuk menyesuaikan
pengajaran yang dapat diterima oleh peserta didik. Pengintegrasian materi-materi
agama Islam yang dapat diambil nilai dan kesamaannya pada ajaran agama lain
memudahkan penerimaan materi agama Islam dan akan sampai diterima dengan
baik oleh peserta didik yang pluralistik.
Pengintegrasian pengetahuan yang ada pada setiap agama yang diakui di
Indonesia bukan berarti adanya kecenderungan untuk menggabungkan semua agama
di dalam satu agama dan membentuk ajaran baru, melainkan kesamaan-kesamaan
nilai yang dimiliki oleh setiap ajaran agama dapat dikumpulkan dan digabungkan
menjadi pengetahuan yang sejalan dengan pengetahuan ajaran agama lain.
4. Pembelajaran PAI Mengupayakan Kerukunan dalam Kemajemukan
Persoalan hubungan antar agama bukan saja pada tataran teks-teks
keagamaan, melainkan juga latar belakang sejarah dan kondisi objektif umat Islam
yang sering memandang orang lain dengan pandangan sebagai kelompok lain
sebagai musuh, pengganggu, perusak dan ancaman. Problem tersebut telah
menjadikan hubungan yang tidak baik antara muslim dan non muslim. Azyurmadi
Azra mengatakan bahwa toleran di dalam melihat keragaman suku budaya dan
perbedaan tidak datang dengan sendirinya untuk tumbuh dan berkembang,
melainkan dengan melalui penanaman dan pengembangan pendidikan agama yang
pluralis dan multikulturalisme.135
Reorientasi pendidikan agama dapat dikerjakan empat cara yaitu dengan
pertama melakukan transformasi dari studi agama ke studi religiusitas. Kedua,
memasukkan kurikulum kerukunan terutama kemajemukan agama sebagai bagian
dari upaya menambah khazanah pengalaman beragama. Ketiga, lebih kepada upaya
penekanan dalam pembentukan penghargaan kepada orang lain dan bersikap toleran.
Keempat, dalam pembelajaran pendidikan agama mengenai doktrin-doktrin, perlu
pula menjelaskan dimensi sejarahnya dari keagamaan tersebut.136
Perubahan
orientasi di dalam pendidikan agama ini adalah usaha dan upaya dalam menciptakan
conflict resolution.137
Di dalam upaya mencegah ketegangan antar pemeluk agama
yang lahir dari pemahaman agama yang tertutup. Pendidikan agama memerlukan
135
Azyurmardi Azra, Dari Harvard hingga Mekkah (Jakarta: Penerbit Republika,
2005), h. 149. 136
Lihat Ngainun Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan
Aplikasi (Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group, 2008), h. 176-258. 137
Deborah .Levine, “A Religious Diversity Tale: A Multi-Faith Case Study” Journal
Community Psychology Springer Science+Business Media,Inc, 2006),h. 211. Bandingkan
dengan D. Levine, Religious Diversity in our Schools: A Suburban Case Study With Quick
Reference Religious Diversity Cards (2nd
ed.), (Chattanooga: Communication Prose Ink,
2002).
95
konsep balanced and high quality learning138
dalam proses memahamkan isi dari
doktrin keagamaan yang diberikan kepada peserta didik, sehingga tidak terjebak
pada keadaan untuk mengajak dan memaksa orang yang telah beragama untuk
masuk ke dalam agamanya yang dianggap paling benar.
Bagi guru agama di lembaga pendidikan seharusnya memahami kebenaran
agama yang dimiliki oleh orang lain, sehingga doktrin keagamaan yang diajarkan
kepada peserta didik adalah doktrin pluralis, tanpa harus merendahkan pemahaman
agama lain.139
Upaya ini dilakukan dalam hal menggeser paradigma pembelajaran
keagamaan yang cenderung dogmatis ke arah mengkedepankan aspek pluralis.
Individu dari peserta didik yang belajar agama maupun yang berada di sekolah tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan yang berbeda dengan budayanya. Apa yang
dipahami sebagai doktrin agama harus dapat didialogkan dengan keyakinan agama
lain agar tercipta suasana kebathinan, empati yang saling menyapa.140
Hal ini dapat
berjalan dengan baik bila proses pembelajaran pendidikan agama itu dibangun di
atas pondasi keimanan dan rasionalitas inklusif-pluralis.141
Pembelajaran pendidikan agama Islam yang menekankan kebenaran
agamanya sendiri dan tidak mengakui adanya agama lain maka perlu direkonstruksi
ulang dalam penyampaikan ajaran agama Islam hubungannya dengan agama lain,
agar kelompok penganut agama dapat hidup berdampingan sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaan dari setiap individu tersebut dan saling menghormati sesama
manusia. Dapat dikatakan sebuah kegagalan bila belum dapat menumbuhkan
pembelajaran pendidikan agama yang inklusif dan toleran karena dapat melahirkan
ekstrimis dan fundamentalis dalam beragama. Menggunakan istilahnya Paulo Freire
mengatakan sudah saatnya pendidikan agama diarahkan dari sikap agama eksklusif
intoleran menuju kepada sikap pendidikan agama yang inklusif toleran.142
Kurikulum agama yang berbasis pluralisme hendaknya diterapkan sejak dini,
agar peserta didik terbiasa dengan keanekaragaman budaya dan agama serta mampu
menyikapi kemajemukan dengan sikap yang dewasa, damai, anti kekerasan,
bijaksana dan beradab. Sikap penerimaan perbedaan menjadi kunci sekaligus
sebagai prasyarat religious encounter yang sehat dan dinamis serta jalan terciptanya
138
James Wimberley, Education for Intercultural and Interfaith Dialogue: A New
Initiative by The Council of Europe Prospects, Vol. 33. No. 2, 2003, h. 200. 139
Lihat Hamdi Reza Alavi, Religious Foundations of Education: Perspektives of
Muslim Scholars (International Handbooks of religion and Education: Vol. 3, 2010, h. 205-
220. 140
Gloria Durka, The Philosophical and Theoretical Aspects of Interreligious
Education (International Handbook of Inter-Religious Education: Springer Dordrecht
Heidelberg London New York, 2010), 141
Joseph A. Buijs, Faith Reason, and Worldvies- A Critical Response to William
Sweet and Hendrik Hart, Responses to the Enlightenment: An Exhange on Foundations,
Faith, and Community (Amsterdam and New York: Rodopi, 2013), h. 702. Bandingkan
dengan tulisan Romualdas Dulskis, “Mystical aspirationas and Social Responsibility in
Christian-Daoist Interfaith Dialogue” Proceedings (Annual International Interdisciplinary
Conference, AIIC Azores, Portugal, 2013. 142
Paulo Freire, Politik Pendidikan: Pendidikan, Kekuasaan, dan Pembebasan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 83.
96
perdamaian dunia di antara umat beragama. Peserta didik membutuhkan semangat
beragama yang terbuka toleran inklusif, jauh dari kekerasan, mengkedepankan
dialog persamaan dan menghargai perbedaan di antara mereka. Adanya tegur sapa,
saling bekerjasama adalah upaya di dalam mengkedepankan sikap keterbukaan yang
ini semua merefleksikan adanya nilai dari pluralis dan toleran.
Hubungan pendidikan agama yang berbasis pluralisme pada masyarakat ada
beberapa hal: pertama, selain memberikan uraian mengenai ilmu-ilmu Islam masa
klasik, peserta didik diperkenalkan dengan persoalan persoalan modernitas yang
amat kompleks, sebagaimana umat Islam dewasa ini, kedua, pengajaran ilmu-ilmu
keislaman tidak seharusnya selalu bersifat ajaran doktrin, melainkan juga perlu
mengedepankan uraian dimensi historis dan doktrin-doktrin keagamaan, ketiga, tipe
pengajaran pendidikan agama yang dulunya bertumpu pada teks mata pendidikan
Islam, perlu diimbangi dengan telaah yang cukup mendalam dan cerdas terhadap
konteks dan realitas, keempat, pada era multi iman yang semakin menguat,
diperlukan adanya diskursus secara akademik tentang filosofi khazanah intelektual
Islam klasik, khususnya tasawuf dan telaah doktrinal dan ilmu kalam, kelima,
pendidikan agama era millenial tidak lagi memadai jika hanya terfokus pada
pembentukan moral individu yang saleh namun kurang peka terhadap moral publik.
5. Pembelajaran sebagai Agen Perubahan Sosial
Melalui ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik dan kemudian
mereka terjun ke masyarakat untuk mempraktekkan pengetahuannya maka akan
menimbulkan perubahan di masyarakat. Formulasi kebijakan pendidikan agama
dalam sebuah negara akan memengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan dalam
skala yang luas. Hal ini disebabkan saling kait-mengkait dengan bidang yang lain
dengan cakupan yang beragam.143
Pendidikan agama Islam yang secara undang-undang menjadi pelajaran wajib
diajarkan di sekolah menjadi perhatian penting. Pengembangan PAI tidak bisa lepas
dari umat Islam. Persepsi yang ada selama ini cenderung negatif bahkan sebagian
orang memojokkannya dengan bahasa eksklusif, mau mendirikan negara khilafah,
anti nusantara, ajaran kekerasan dan sebagainya. Anggapan semacam ini didukung
oleh kenyataan di lapangan yang sering terjadi di kalangan masyarakat, baik antar
individu, kelompok bahkan negara berlangsung dalam tingkat ketegangan yang
tinggi hingga ke tingkat kekerasan atas nama agama.144
Sekolah yang pluralis harus memiliki kebijakan-kebijakan yang mendukung
ke arah, pertama, membuat peraturan-peraturan lokal, yaitu peraturan yang
diterapkan di sekolah. Tentunya, salah satu poin penting tercantum adalah adanya
larangan terhadap segala bentuk diskriminasi agama. Kedua, menggalakkan dialog,
tentunya dengan bimbingan guru, sehingga peserta didik terbiasa melakukan dialog
dengan penganut agama yang berbeda, yang pada akhirnya akan membentuk sikap
saling pengertian dan hormat menghargai.
143
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi
(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008),h. 161. 144
Y. Sari Jatmiko dan A. Feri T. Indarto, Pendidikan Multikultural Yang Berkeadilan
Sosial (Yogyakarta: Dinamika Edukasi Dasar, 2006), h. 14.
97
Perkembangan dunia global, maka pendidikan agama Islam harus senantiasa
mempertimbangkan fakta empiris bangsa Indonesia yang ber-bhineka tunggal ika.
Maka di dalam proses pengembangan pendidikan agama hendaknya berbasis
pluralis dan mengakomodir kearifan lokal,145
sehingga pengembangan dari
pendidikan agama diharapkan tidak sampai pada: (1) menumbuhkan semangat
fanatisme buta; (2) memunculkan sikap intoleran di kalangan peserta didik, (3)
memperlemah kerukunan antar umat beragama serta keutuhan nusantara. Pendidikan
agama Islam yang berbasis pluralis diharapkan mampu menciptakan ukhuwah
insaniyah, ukhuwah wathoniyah yaitu persaudaraan bukan saja sesama anak bangsa
namun juga persaudaraan sesama anak manusia.
Meningkatkan wawasan keislaman adalah modal dasar dalam membangun
sikap pluralis di kalangan peserta didik, seseorang yang memiliki pengetahuan
agama yang baik akan semakin pluralis, sebaliknya semakin rendah pengetahuan
dan wawasan ke-Islaman seseorang maka akan semakin besar kemungkinan
timbulnya hal negatif. Di samping itu pula perlu adanya keluasan pengetahuan dan
wawasan agama peserta didik, maka akan berimplikasi pada timbulnya sikap
husnudzhan (berperasangka baik), sesuatu yang juga penting, tidak boleh ada satu
kelompok pun yang boleh mengklaim atau memonopoli kebenaran, sebagaimana
tidak ada kelompok yang senantiasa salah. Hal tersebut harus dihindari sikap
eksklusif di dalam agama, dimana seorang yang bersikap eksklusif akan terus
berusaha agar orang lain mengikuti agamanya dengan menganggap bahwa orang
lain tidak selamat atau keliru.146
Bagi agama Kristen tidak ada keselamatan di luar
gereja atau tidak ada nabi di luar gereja sementara dalam Islam mengatakan tidak
ada keselamatan di luar Islam Q.S. Ali Imran ayat 85. Setiap klaim pemutlakan yang
dikumandangkan oleh masing-masing kelompok agama ini dapat menjerumuskan
hubungan antar umat beragama dalam kemelut perseturuan yang tidak akan pernah
selesai.147
Rekonstruksi pendidikan Islam kadang juga menjumpai masalah ketika
sekolah hanya menggemakan stereotip dan prasangka antar kelompok masyarakat,
tidak berusaha menetralisir atau lebih dari itu menghilangkannya. Tidak boleh ada
sekolah yang ikut mengembangkan prasangka antar agama melalui perundang-
undangan, kurikulum, dan lainnya sehingga dapat memperkeruh suasana.148
Pendidikan agama di lembaga pendidikan kurang mampu menumbuhkan kesadaran
positif realitas plural kehidupan di masyarakat baik secara internal maupun secara
eksternal yang berkait dengan agama lain. Maka pendidikan agama diajarkan
sebagai bagian dari monopoli Tuhan dan kebenaran. Padahal Tuhan dan kebenaran
tidak dapat dimonopoli oleh seseorang ataupun kelompok. Arah dari pendidikan
agama seharusnya merupakan pendidikan yang menghargai pluralitas dan
145
Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan
Agama Islam di Indonesia (Malang: Aditya Media Publishing, 2011), h. 7. 146
Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998),h. 67-
68. 147
Nur Achmad, Pluralitas Agama: Kerukunan Dalam Beragama, (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001), h. 137. 148
Khisbiya, Yayah, dkk. Mencari Pendidikan Yang Menghargai Pluralisme dalam
Membangun Masa Depan Anak-Anak Kita, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 215.
98
multikultural, mengakui keragaman, sarana perjumpaan antar agama, dan
mentransformasi doktrin keagamaan untuk dapat berdampingan dengan masyarakat
pluralistik dengan dialog.149
Pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan di Indonesia diakui
masih mengandung kekurangan utamanya bila dikaitkan dengan pluralisme
sekalipun tugas membina hubungan baik dengan peserta didik beda agama bukan
saja tugas pendidik dan kependidikan agama Islam serta jajarannya namun tugas
semuanya yang harus saling kait-mengkait dan membantu. Haidar Baqir di dalam
jurnal yang ditulis oleh Afif Syaiful Mahmudin, menyatakan bahwa pendidikan
agama kita yang telah berjalan kurang berbekas pada anak didik, hal ini dikarenakan
karena pendidikan agama berlangsung saat ini hanya formalitas belaka dan masih
berpusat pada hal-hal yang bersifat simbolistik, legal formal dan ritual.150
Dari banyak isu yang hadir di kalangan masyarakat hingga saat ini adalah isu
plural dan kemajemukan dalam agama. Hal ini berkaitan dengan klaim kebenaran
absolut (absolut claim truth) agama dan pemeluk agama.151
Setiap agama mengakui
bahwa agamanya yang benar. Klaim kebenaran agama yang dimiliki melahirkan
doctrine of salvation (doktrin keselamatan) yang berarti kelompoknya saja yang
pasti selamat dan surga hanya dimiliki oleh agama tertentu sedangkan yang lain
hina, celaka, dan terkutut di dalam neraka.
Kelemahan pendidikan agama terlihat dari terfokusnya penilaian pada ranah
kognitif (pengetahuan-intelektual), penilaian peserta didik pada ranah ini adalah
kemampuan di dalam mengusai materi dan menghafal pelajaran yang diajarkan,
tidak pada ranah nilai dari pendidikan agama menghormati, silaturrahmi, toleransi
dihayati secara sungguh-sungguh kemudian dipraktikkan. Karena pendidikan agama
yang hanya menekankan aspek kognitif saja dapat mengakibatkan pelajar yang
pintar dari sisi individu saja namun tidak peka dari sosial. Pendidikan agama dengan
hanya memakai pendekatan ini akan melahirkan perilaku keagamaan yang
cenderung eksklusif, saling menyalahkan, anti dialog, pengkotak-kotakan umat,
tidak ada kerjasama dan kurang peduli terhadap sesama.152
Perbedaan yang sering ditonjolkan dapat berdampak negatif karena pada
hakikatnya setiap agama itu memang ada perbedaan, karakter dan ciri khas yang
memang berbeda. Perlu menonjolkan persamaan sehingga dapat menghasilkan
sebuah kesamaan di dalam perbedaan. Realitas pendidikan agama Islam yang
berbasis pluralis seperti ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan
masyarakat yang damai, warga yang rukun, dan bertoleransi antar umat beragama di
Indonesia.
Adanya pendidikan agama Islam yang diberikan pada masyarakat pluralistik
dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan masyarakat itu sendiri. Berikut
akan diuraikan masyarakat pluralistik yang ada di Papua. sekalipun Papua dikenal
149
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2007), h. 74. 150
Afif Syaiful Mahmudin, “Pendidikan Islam dan Kesadaran Pluralisme” Ta‟limuna,
Vol. 7 No. 1 Maret 2018, ISSN 2085-2975, h. 36. 151
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h.
1. 152
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Grafindo, 2000), h. 34.
99
sebagai provinsi dengan mayoritas penduduk melanesia Kristen namun dalam
sejarah masuknya agama di Papua, Islam memiliki kontribusi yang besar dalam
penyebaran agama baik dalam penyebaran agama dalam bentuk kehadiran
pedagang-pedagang muslim di Papua maupun kehadiran lembaga pendidikan Islam.
kenyataan ini memberikan gambaran bahwa Islam datang sebagai pelopor
pengembangan masyarakat pluralistik melalui pendidikan.
Pendidikan dalam bentuk lembaga Yapis Papua menjadi saksi akan
kehadiran kelembagaan pendidikan Islam yang ikut mewarnai perkembangan
masyarakat pluralistik di Papua. Maka berikut akan disajikan potret pendidikan
Islam dan lembaga Yapis Papua dalam pengembangan pendidikan di tanah Papua.
99
BAB III
POTRET PENDIDIKAN ISLAM PAPUA DAN YAYASAN PENDIDIKAN
ISLAM (YAPIS)
A. Pendidikan Islam Pluralistik
Pendidikan Islam yang ada di tanah Papua dan perkembangannya tidak lepas
dari sejarah masuknya Islam di tanah ini, dikarenakan memberikan pendidikan itu
pada orang yang sudah beragama Islam dan sudah memeluk dan mengamalkan
ajaran Islam. Sehingga proses pelaksanaan ajaran agama diiringi dengan pemberian
pengetahuan keagamaan Islam melalui sebuah proses yang terlaksana pada layanan
pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan swasta yang berciri khas agama
maupun layanan tersebut dilakukan oleh negara melalui kementrian pendidikan dan
kementrian agama.
Pendidikan Islam di tanah Papua tidak lepas dari sejarah masuknya Islam di
tanah ini. Islam dan Kristen masuk di Papua pada waktu dan periode yang berbeda.
Agama Islam yang pertama kali masuk di Papua yaitu di daerah Raja Ampat dan
Fak-Fak. Sejarah masuknya agama Islam di Papua terdapat beragam versi. Namun
dalam catatan yang disebutkan oleh Toni Wanggai, bahwa Islam masuk di tanah
Papua melalui perdagangan. Penyebaran Islam dilakukan oleh para pedagang Islam
yang berasal dari kesultanan Tidore melalui perdagangan. Agama Islam masuk di
kepulauan Maluku Utara (Ternate) pada abad ke-13 melalui seorang pedagang
keturanan Arab yang berdomisili di Surabaya yaitu Jafar Shadiq (juga disebut Ja‟far
Nur) memiliki anak bernama Kaicil. Kaicil yang nama lengkapnya Kaicil Mashur
Malamo adalah seorang raja pertama Ternate menurut sistem kesultanan dan
berkuasa antara tahun 1257-1277.1
Tidak ada usaha yang sistematis yang dilakukan oleh umat Islam di dalam
menyebarkan agama Islam di Papua. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penganut
agama Islam yang tidak menyebar dan menyeluruh di Papua, hanya di daerah
tertentu saja yang banyak memeluk Islam terkhusus pada daerah kepala burung,
sedangkan di daerah selainnya masih memeluk agama tradisional. Perkembangan
Islam di Papua agak lambat karena tiga hal; 1) etnis Papua secara jumlah memang
tak cukup banyak, 2) penduduk Papua sebagian besarnya tinggal di daerah
pedalaman yang terpencar dengan kebiasaan nomaden. Sedangkan masyarakat yang
berada di pesisir lebih terjangkau untuk berkomunikasi dengan pedagang muslim, 3)
kesultanan Islam Tidore tidak pernah secara kelembagaan mengeluarkan instruksi
(titah) untuk menyiarkan Islam di pedalaman Papua, namun sebaliknya Sultan
Tidore melalui Mohammad Sangaji Gonof Malibela (yang kala itu sebagai wali
daerah kepala burung Papua) pada tanggal 27 Oktober 1927 menjadi wasilah dan
membantu memasukkan guru-guru Injil dari Maluku dan daerah lainnya ke
pedalaman Papua Barat.2
Agama Kristen masuk belakang pada pertengahan abad ke 19 atau tahun
1855, yang disebarkan oleh pengabar Injil pertama bernama Ottow dan Geissler.
1 Toni Wanggai, Sejarah Umat Islam di Tanah Papua, (2008), h. Van der Crab 1862:
35. 2Dhurorudin Mashad, Muslim Papua... h. 28.
100
Dua orang penginjil ini diutus oleh pdt. Gossner dari Berlin Jerman atas inisiatif pdt.
Heldring untuk pekabaran Injil di Nieuw Guinea. Para pengkabar Injil ini tiba di
pulau Mansinam teluk Doreri Papua Barat pada tanggal 5 Februari 1855 kemudian
menyampaikan pesan-pesan Kristen selama 14 tahun. Ottow hanya menyampaikan
ajaran Kristen selama 7 tahun yaitu dari tahun 1855-1862 karena meninggal dan
dimakamkan di Krawi Manokwari, sedangkan Geisler lebih lama yaitu 14 tahun,
dari tahun (1855-1870) kemudian pulang ke daerah asalnya dan meninggal di
Jerman.3 Meskipun upaya pengkristenan pada awalnya kurang mendapat simpatik
dari masyarakat, hal ini dilihat dari jumlah masyarakat yang dibaptis 260 orang.
Namun 50 tahun kemudian terjadi perubahan besar sebab banyak masyarakat Papua
yang memeluk agama Kristen. Pada tahun 1956 berdiri Gereja Kristen Injili (GKI)
dan dipimpin oleh pdt. Rumainum4, seorang pendeta asli orang Papua.
Berbeda dengan penyebaran agama di bagian utara Papua oleh Kristen
Protestan, penyebaran agama Kristen Katholik melakukan misi pekabaran injilnya di
bagian selatan Papua yang ditandai oleh kedatangan Pastor Cocq d‟Armandville S.J.
di Kapaur dekat Fak-Fak pada tahun 1894. Hasil upaya pengkristenan yang
dilakukan oleh Roma Katholik di Papua selama hampir satu abad dilihat dari jumlah
pemeluk agama Katholik 256.209 jiwa atau 23,32% dari total penduduk Papua pada
sensus penduduk tahun 1980. Secara menyeluruh di tahun 2020 penduduk di Papua
didominasi oleh agama Kristen Protestan dengan jumlah 2.354.511 orang atau 62%,
yang kedua agama Kristen Katholik 953.090 atau 25% dan agama Islam dengan
jumlah 512.581 atau 13% dari total penduduk Papua 3.829.339 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa agama Islam bukanlah agama yang mayoritas di tanah Papua.
sekalipun dalam proses awal kedatangan Islam dan penyebarannya di daerah ini
lebih dulu dari pada agama Kristen namun dalam penyebarannya tidak sampai ke
pedalaman Papua, dimana mayoritas penduduk Papua berada di daerah pedalaman.
Penyebaran Islam dilakukan dengan sekaligus menjadi pedagang. Usaha
meluaskan ajaran Islam di tengah masyarakat Papua bukanlah pilihan utama
melainkan menempatkan penyebaran Islam sebagai aktivitas yang mengikuti usaha
perdagangan. Hal inilah menyebabkan penyebaran Islam tidak masif dan terarah.
3Heldring pada waktu itu sangat masyhur di Negeri Belanda karena kegiatannya
dalam badan pekabaran Injil yang bernama De Zettense Inrichtingen voor de Inwendige
Zending. Pendeta Gossner adalah mantan pastor gereja Roma Katholik yang kemudian
mempunyai gagasan untuk mendirikan suatu perkumpulan yang bernama De Christen
Werkman. Tujuan perkumpulan tersebut ialah mengirim orang-orang Kristen yang
mempunyai keahlian tertentu dalam bidang pertanian atau pertukangan ke daerah tropis
untuk tinggal dan bekerja di sana dan pada kesempatan luangnya mereka mengabarkan Injil
kepada penduduk setempat. Cara ini dianggap lebih murah dibanding dengan harus
mengirim pendeta-pendeta yang tentu banyak menelan biaya. Atas kerja sama Pendeta
Gossner dari Jerman dan Pendeta Heldring dari Negeri Belanda itulah Ottow dan Geissler
diutus ke Nieuw Guinea (keduanya adalah orang Jerman). Mereka berangkat dari
Amsterdam pada pertengahan tahun 1852 dan setiba ditanjung Periuk (Batavia, Jakarta)
harus menunggu perhubungan ke Nieuw Guinea dan tiba di Pulau Mansinam pada tanggal 5
Februari 1855. Inilah tanggal sebagai tanggal masukknya Kristen di Tanah Papua. 4Pendeta yang juga seorang bermarga asli Papua yaitu Rumainum, nama lengkapnya
Filep Jacob Spencer (F.J.S) Rumainum.
101
Sehingga masyarakat muslim dari suku asli Papua hanya berada pada daerah tertentu
di bagian kepala burung dari pulau Papua seperti di Fak-Fak, Kaimana, dan
beberapa tempat di Sorong. Pada bagian tanah Papua lainnya tidak dijumpai
masyarakat muslim Papua.
Meskipun usaha di dalam penyebaran Islam di tanah Papua tidak seberhasil
agama Kristen, namun Islam dapat bisa berjalan dengan baik melalui pemberian
pendidikan melalui lembaga pendidikan Islam di tanah Papua. Yapis Papua menjadi
bagian awal dari usaha meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan di tanah
Papua, maka berikut akan diuraikan Yapis sebagai lembaga pendidikan yang ada di
tanah Papua. Termuat di dalamnya mengenai sejarah, badan hukum, motto, sekolah-
sekolah, dan kurikulumnya.
B. Yayasan Pendidikan Islam Papua
1. Sejarah Yayasan Pendidikan Islam Papua
Sejarah lembaga pendidikan Islam yayasan pendidikan Islam (Yapis) Papua
tidak lepas dari proses integrasi Papua Barat ke dalam negara kesatuan republik
Indonesia, karena untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam tidak mudah,
hal ini disebabkan Belanda tidak mengizinkan atau membatasi lembaga pendidikan
untuk berkembang kecuali pada lembaga pendidikan yang ditunjuk oleh pemeritah.
Keadaan ini pula yang menyebabkan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat
berjalan seadanya. Dengan kata lain kalau ada lembaga pendidikannya saja, itu
sudah bagus apalagi kalau berkualitas. Hal ini dikarenakan pendidikan agama
bukanlah menjadi perhatian bagi masyarakat muslim, perhatian utamanya ada pada
pelaksanaan tugas kerja dari negara, dapat bekerja mendapatkan uang dan mampu
menghidupi keluarga. Sehingga keadaan masyarakat muslim di Papua tidaklah
banyak dan hanya sedikit saja, di samping itu Irian Barat (Papua) kala itu masih di
bawah kendali pemerintahan Belanda sampai April 1963.
Pendidikan Islam yang ada berjalan seadanya dengan sederhana dan tidak
berkembang, jumlah penganut agama Islam tidaklah banyak, kontrol terhadap roda
pendidikan sepenuhnya dilakukan oleh Belanda sehingga pendidikan Islam secara
formal sejatinya belum ada. Pendidikan Islam yang dilakukan oleh masyarakat
muslim adalah pendidikan Islam yang dilakukan secara non formal yaitu belajar
agama seperti mengaji dan praktek sholat dilakukan di masjid atau musholla. Hal ini
telah dilakukan di masjid Jami‟ NU Jayapura sebagai tempat sholat dan memberikan
pengajaran membaca al-Qur‟an pada masyarakat muslim di Jayapura.
Masjid Jami‟ adalah masjid pertama di kota Jayapura yang dimiliki oleh
masyarakat muslim di Jayapura yang pengelolaan dari masjid ini sekarang dikelola
oleh masyarakat muslim NU Papua. Dulunya sekolah-sekolah di bawah NU itu
berdiri sendiri yang terafiliasi dengan NU Pusat di Jakarta, kemudian pada tanggal
15 Desember 1968 bergabung di bawah payung lembaga Pendidikan Yapis Papua
Jayapura. Masjid Jami menyelenggarakan pendidikan non formal sebagaimana yang
disampaikan oleh alm. Amir Syafruddin yang dituturkan kembali oleh pengurus
masjid tersebut bapak Suyono5, bahwa masjid ini menjadi sejarah awal pelaksanaan
5Pensiunan sipil AD yang masuk di Papua pada tahun 1970 dua tahun setelah
PEPERA. Ketua pengurus Masjid Jami hingga sekarang atau tahun 2020.
102
pendidikan Islam non formal yang diselenggarakan di Jayapura. Pelaksanaan
pendidikan non formal seputar praktek ibadah dan mengaji baca tulis al-Qur‟an.6
Masjid yang berdiri di atas persekolahan MI Nurul Huda, SD Nurul Huda dan SMP
Nurul Huda adalah tanah tersertifikat atas nama Ma‟arif NU. Masjid tersebut telah
berdiri pada tahun 1943 dan telah menjadi tempat ibadah satu-satunya bagi
masyarakat muslim, khususnya pekerja pelabuhan kapal yang menjadikan masjid
sebagai tempat ibadah dan persinggahan setelah bekerja di kapal. Demikian pula
dengan penduduk lainnya yang bekerja sebagai pedagang kaki lima dan pekerja toko
yang terletak di jantung kota Jayapura. Kota Jayapura yang dulunya bernama
Holandia banyak dari buruh pelabuhan yang bergeser lokasi kerjanya ke daerah Abe
Pantai dan masjid jami makin jarang dikunjungi, akibat dari perpindahan warga
muslim yang biasa berjamaah di masjid Jami menjadikan warga tersebut
membangun masjid Al-Fatah maka di situlah masjid kedua dibangun.7
Daud Syamsuddin Ponto dalam Wahyudin bahwa masjid Jami adalah masjid
pertama di Jayapura yang telah ada dan menjadi tempat berlangsungnya rapat dan
pendirian lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.8 Masjid al Fatah yang berjarak
15 KM dari masjid jami, dulunya bernama Langgar Abe Pantai oleh Laorange
adalah tempat ibadah yang dibangun oleh warga keturunan Kei, saat itu dibangun
karena banyaknya warga muslim yang mendiami Abepantai dan belum memiliki
tempat khusus untuk beribadah. Masjid al-Fatah Abepantai berada di pinggiran kota
letaknya berdekatan dengan pemakaman muslim terbesar di Jayapura. Pada awal
berdiri bangunan ini berdinding gaba-gaba dengan ukuran 8m x 8m, yang pada
tahun 1971 berubah nama dari langgar menjadi masjid Abepantai. Dengan masjid al-
Fatah ini berdiri Madrasah Ibtidaiyyah Abepantai yang dinaungi oleh lembaga
pendidikan Yapis Papua. Sekalipun terdapat beda pendapat mengenai masjid mana
yang duluan, kedua masjid tersebut menyimpan memori awal dari perjuangan
pendidikan Islam di kota Jayapura Papua. Yang dapat diungkapkan oleh peneliti
berikutnya mengenai sejarah dari lembaga pendidikan Islam (masjid) pertama di
kota Jayapura Papua.
Perkembangan penduduk dari masyarakat yang muslim pada tahun 1975,
masyarakat muslim dan dibantu oleh pemerintah membangun masjid Raya
Baiturrahim di Paldam Jayapura yang berjarak 200 meter dari masjid Jami‟,
pelaksanaan sholat jum‟at dan tarawih yang awalnya dilaksanakan di masjid Jami‟
dipindahkan ke masjid Raya karena ukuran besar dan lebih luas dari masjid Jami.
Sehingga aktivitas ibadah secara umum yaitu sholat Jum‟at dan Tarawih
dipindahkan ke masjid Raya. Dengan perpindahan ini maka sejak saat itu masjid
Jami tidak lagi melaksanakan sholat Jumat dan sholat tarawih ramadhan. Hal ini
dilakukan agar semua masyarakat muslim yang berada di kota Jayapura dapat
6Suyono, “Pengurus Masjid Jami‟ Jayapura dan Guru di MI Nurul Huda Yapis
Jayapura” Wawancara, November 2019. 7Suyono, Ka. Sekretariat PWNU Papua dan Ketua Pengurus Masjid Jami‟,
Wawancara, Februari 2020. 8Wahyudin, “Peran Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Irian Jaya Dalam
Mengembangkan Dakwah Islam di Irian Jaya Pada Tahun 1976-1991: Studi Kasus Pada
Masyarakat Jayawijaya”. Skripsi, tahun 1992.
103
melaksanakan Jumat di satu tempat dan dilaksanakan pada masjid yang lebih luas
dan lebih besar.
Tahun 1996 Suyono bersama dengan pengurus masjid Jami mendatangi
Binmas Islam Depertemen Agama Irian Jaya meminta agar sholat jumat dapat
dilaksanakan di masjid Jami‟ Jayapura, saat itu kepala Binmas Islam
mempersilahkan keinginan pengurus masjid untuk mengadakan kembali sholat
jumat di masjid pertama tersebut. Maka dengan diizinkan pelaksanaan ibadah
khususnya sholat jumat berlangsung hinggga sekarang. Operasional masjid yang
telah berumur 77 tahun, ditangani oleh organisasi Nahdlatul ulama Papua yang
menempel jadi satu dengan lembaga pendidikan Ma‟arif sebagai badan otonom dari
organisasi tersebut yang mengurusi bagian pendidikan. Kiprah dari LP Ma‟arif di
Papua dengan berlangsungnya kegiatan pendidikan pada Madrasah Diniyah pada
tahun 1966, dua tahun kemudian madrasah diniyah diganti menjadi Madrasah
Ibtidaiyyah pada tahun 1968, kemudian dikembangkan pula SD Nurul Huda pada
tahun 1970, pada tahun 1985 terbentuklah SMP Nurul Huda Yapis Jayapura.
Dalam proses operasional pelaksanaan di lapangan dimana pengurus Yapis
Papua membantu LP Ma‟arif dalam izin operasional sekolah, hal ini tidak lain
karena pengurus NU Papua yang juga sebagai pengurus dari Yapis Papua sehingga
proses belajar mengajar ditangani oleh Yapis, namun tanah dan bangunan milik LP
Ma‟arif NU Papua.9 Sekolah-sekolah yang berada dibawah Yapis Papua dalam hal
ini madrasah diniyah LP Ma‟arif Papua menjadi sekolah dalam wadah lembaga
pendidikan Islam awal yang hadir di kota Jayapura. Masjid Jami inilah sebagai
tempat awal pertemuan-pertemuan sehingga lahir dan terbentuknya Yapis di Ibukota
Provinsi Papua. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan Islam di Papua
ini tidak lepas dari masjid. Dimana masjid memiliki peran sentral dalam bertemu
dan mengumpul masyarakat.
Sekalipun Yapis secara kelembagaan berdiri di kota Jayapura dan diakui
secara wilayah di Irian Jaya. Namun bila ditelisik lebih jauh lagi maka akan
dijumpai bahwa sejarah Yapis berawal dari Papua bagian Selatan atau di Merauke
yang telah memiliki pelaksanaan pendidikan secara mandiri, bahkan sebelum proses
integrasi Papua. kehadiran sekolah-sekolah yang dikelola secara mandiri kemudian
mengajukan bantuan dana pendidikan kepada pemerintah, namun keinginan tersebut
tidak dapat dipenuhi oleh pengelola dana pendidikan karena untuk mendapatkan
dana pendidikan diperlukan sekolah-sekolah swasta yang berada di bawah
pengelolaan Yayasan. Atas dasar keinginan untuk dapat berkembang dan
mendapatkan perhatian dari pemerintah, maka pada tahun 1967 berdirilah Yapis
Merauke yang bertujuan membantu sekolah-sekolah yang dimiliki oleh masyarakat
muslim dalam mendapatkan bantuan dana pendidikan. Di samping itu pula sebagai
mitra pemerintah dalam pengembangan dan pembangunan pendidikan guna
peningkatan kualitas sumber daya manusia Papua di tanah Animha Merauke.
Membangun Yapis dalam bentuk kelembagaan sebagaimana yang ada di
tanah Papua, ini didasari pada keterpanggilan untuk membangun Papua dari sisi
pendidikan dimana masyarakat muslim menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah
yang dikelola oleh yayasan selain Islam. Maka inisiasi pemikiran tentang perlunya
9Suyono MJ, Ketua Ta‟mir Masjid Jami PWNU Papua, Wawancara Februari 2020.
104
wadah pembinaan dan pendidikan bagi anak-anak umat Islam di Merauke, tetapi
juga semua daerah-daerah di seluruh Papua. Bahkan di Merauke daerah yang
dikenal dengan daerah pembuangan tahan politik Digoel ternyata banyak memiliki
tokoh-tokoh pejuang dan penganjur agama Islam/mubaligh seperti M. Arif
Masyhud, Ali Mukmin, Buang Raba, Abdul Karim AR.
Anwar Ilmar, seorang pejabat pemerintah daerah dan juga seorang birokrat
pemerintah, tokoh dan penganjur agama Islam menyepakati berdirinya Yayasan
Islam yang mewadahi pendidikan. Persetujuan ini didasari pada pentingnya lembaga
pendidikan yang berciri khas agama Islam sebagai wadah pembinaan pendidikan
yang parmanen, yang dapat mewadahi semua kegiatan pembinaan dan pendidikan
agama islam, serta mampu memperjuangkan usaha-usaha pengembangannya.10
Bukan hanya sekedar membuka mendirikan madrasah dan pengajian, yang
ternyata kehidupannya selalu jatuh bangun dan pasang surut. Dengan
diproklamasikan dan domonitori oleh para tokoh, mubaligh dan aktifis-aktifis Islam
seperti : M.Irfan Masyhud, Abdul Karim AR, Musa Nuhuyanan, Thamrin Fajar,
Bedjo, Buang Raba, Ali Mukmin dan Suparman Mangun Roto upaya pembentukan
wadah/lembaga pendidikan Islam di Merauke dapat dirintis pendiriannya dengan
akte notaries no.2 th 1967 yang ditandatangani oleh Bupati Kabupaten Merauke Drs.
Anwar Ilmar.
Yapis Papua pada awal berdirinya dengan nama YPI atau (Yayasan
Pendidikan Islam) dan berkedudukan di Merauke. Dalam melanjutkan kegiatan
usahanya YPI berhasil mendirikan sebuah sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama (SD dan SMP Islam) di samping membina madrasah-madrasah yang sudah
ada. Kehadiran YPI ini disambut baik oleh semua umat Islam di Merauke dan
mampu bangkit untuk ikut memperjuangkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui lembaga pendidikan dapat dilanjutkan. Ketika lembaga YPI ini mencoba
mengajukan kembali permohonan untuk mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Sebagaimana yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pendidikan lainnya yang
telah mendapatkan subsidi. Ternyata tidak dapat dkabulkan, karena belum
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam LOSO dan MOSO.
Ketentuan pemberian subsidi pendidikan di Irian Jaya pada tahun 1967
didasarkan pada peraturan persubsidian yang dikenal dengan LOSO (Lagere
Onderwijs Subsidie Ordonantie) dan MOSO (Midlebar Onderwijs Subsidie
Ordonantie) masing-masing mengatur subsidi pada sekolah dasar dan sekolah
lanjutan. Dengan peraturan tersebut pemerintah Belanda telah mempercayakan
pendidikan di Irian Jaya kepada tiga lembaga pendidikan yang ada masing-masing
adalah Yayasan Persekolahan Kristen ( YPK ) dari Kristen Protestan, Yayasan Pusat
Pendidikan Katholik ( YPPK ) dari Katolik dan Yayasan persekolahan dan
Pendidikan Gereja Injil ( YPPGI ) dari gereja kemah Injil Masehi Indonesia yang
beroperasi di daerah pedalaman. Yayasan yang didirikan harus meliputi seluruh
provinsi dan cabang-cabang di kabupaten. Ketentuan inilah menjadikan YPI
(Yayasan Pendidikan Islam ) yang dibentuk di Merauke belum bisa mendapatkan
bantuan dana pendidikan dari pemerintah, dikarenakan YPI hanya ada di kabupaten,
10
Ibrahim Sya‟ban, Pegawai Pemerintah Yang ditempatkan di Merauke pada tahun
1963, Wawancara, Oktober 2020.
105
belum menyeluruh seluruh Irian Jaya. Anwar Ilmar yang juga seorang Bupati tidak
dapat berbuat banyak karena mendirikan YPI di Jayapura tidak juga dapat
dikerjakan karena Jayapura sebagai ibukota provinsi bukanlah menjadi wilayah
pekerjaannya. Kejadian ini menjadikan pendidikan Islam yang telah ada, berjalan
dengan apa adanya sebagaimana seperti sebelumnya. Upaya untuk mendirikan YPI
di Jayapura telah diusulkan namun belum mendapat respon dan tanggapan
masyarakat yang berada di Jayapura. Selang beberapa waktu kemudian secara
kebetulan Anwar Ilmar dipindah tugas dari Bupati Merauke menjadi Bupati
Jayapura, sehingga permasalahan yang dihadapi YPI dapat dijelaskan kepada
segenap masyarakat muslim yang di Jayapura, sekaligus memberikan saran dan
masukan tentang pentingnya pendirian yayasan pendidikan yang dapat
memantapkan kiprah YAPIS di tanah Papua. (Murtadlo, 2016).
Muncullah gagasan untuk mendirikan suatu yayasan yang bergerak di bidang
pendidikan dan bernafaskan Islam di ibukota provinsi. Para pemuda Islam di
Jayapura yang memang telah sampai pada tahap penyimpulan hasil-hasil diskusi
yang telah berjalan menyambut baik anjuran dari tokoh-tokoh umat Islam di daerah
Merauke yang didukung oleh pimpinan daerah yang juga tokoh Islam Drs. Anwar
Ilmar. Keadaan tersebut disambut baik oleh masyarakat Islam di Jayapura dan
ditindak lanjuti dengan adanya surat dari Kepolisian 2101 Jayapura No. Pol.
05/VII/SIE/I/Intel/1968, tanggal 16 Juli 1968.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan, silaturrahmi dari satu rumah ke rumah
lain milik warga muslim terus dilakukan melalui kegiatan yasinan, tahlilan, arisan
bersama yang bertujuan mempererat tali persaudaraan sesama masyarakat pendatang
di Jayapura. Di antara pertemuan-pertemuan yang rutin oleh masyarakat kemudian
tercetuslah keinginan serta harapan untuk membentuk lembaga pendidikan Islam di
Jayapura sebagai sentral untuk lembaga pendidikan Islam di Irian Jaya.
Sebagaimana kendala yang dihadapi oleh masyarakat muslim yang ada di Merauke
yang kebetulan pada tahun 1967 Bupati Merauke dipindah tugaskan ke Jayapura
sebagai Bupati.
Menindak lanjuti keinginan dalam pendirian yayasan maka pada pertemuan
pertama di tahun 1968 pada bulan Juli, H. Masnyur D. Rahmad seorang pegawai
kementrian agama yang juga Nahdliyyin mengundang umat Islam untuk bertemu
membicarakan pembentukan lembaga pendidikan Islam sebagai wadah bagi
masyarakat muslim untuk menimba ilmu pengetahuan sekaligus dapat membina
karakter keagamaan. Pertemuan diselenggarakan di Masjid Jami Jayapura,
pertemuan dilakukan tempat ini mengingat masjid Jami sebagai masjid yang sudah
ada dan bahkan tertua yang ada di Jayapura.
Pada pertemuan kedua yang terjadi di masjid Jami ini diikuti oleh 22 orang,
yang terdiri dari unsur perwakilan Muhammadiyah, perwakilan Nahdlatul Ulama
(NU) dan dari unsur Pemerintahan Sipil dan ABRI. Pertemuan tersebut menyepakati
untuk membentuk sebuah yayasan yang menaungi lembaga lembaga pendidikan
Islam yang ada di Papua sekaligus mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan
untuk pendirian yayasan. Pertemuan ini dihadiri oleh hampir semua tokoh pemuka
Islam yang ada di Jayapura antara lain : Drs. Akmal Yunus, Drs. Iskandar, M. Thaib,
M. Soddik B.A., S. Thamrin SH, M. Maftuh Ikhsan, H. Ibrahim Bauw, Soleh Sirun,
Rahmad Jayasasmita, Burhanuddin Imam, A. Hanan Madani, Burhanuddin A. Gani,
106
Syarbini dll, termasuk yang datang pada pertemuan tersebut adalah Drs. Anwar
Ilmar yang juga Bupati Jayapura. Kehadiran Anwar Ilmar sebagai pejabat muslim
yang dipindah tugaskan dari Merauke ke Jayapura sebagai Bupati mendorong untuk
terbentuknya wadah umat Islam dalam bentuk yayasan.
Pertemuan tersebut menghasilkan kata sepakat untuk membentuk sebuah
Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan yang mana wadah tersebut dapat
menampung berbagai keinginan masyarakat untuk dapat memberikan pendidikan
khususnya pendidikan keagamaan Islam kepada anak-anak mereka yang ikut
bermigrasi ke wilayah tempat tugas di Papua. Pada rapat tanggal 15 Desember 1968,
dibahaslah segala sesuatu yang diperlukan dan dipersiapkan penyelesaian peraturan
dasar, syarat-syarat pendirian yayasan, badan pengurus, kantor, dll. Maka berdirinya
Yayasan Pendidikan Islam pada saat itu tanggal 15 desember 1968 bertepatan
dengan tanggal 24 Ramadhan 1388 H. Persiapan demi persiapan terus dilaksanakan
penyelesaian lebih lanjut tentang pendirian Yayasan sampai berbadan hukum
diserahkan pada M. Thaib dan M. Sodiq BA yang akhirnya sebagai ketua dan
Sekretaris Yayasan. dicapai kata sepakat untuk memutuskan dan menetapkan bahwa
Yayasan Pendidikan Islam di Irian Jaya telah berdiri dengan wilayah tugas se Irian
Jaya dan berkedudukan di Jayapura ibukota propinsi. Pada tanggal 13 Januari 1969
Yayasan Pendidikan Islam ( YAPIS ) Irian Barat resmi berbadan hukum dengan akte
notaries no. 2 tahun 1969. Dengan dikeluarkan SK badan hukum maka saat itu pula
Yapis dinyatakan sah sebagai lembaga pendidikan dan diakui sebagai lembaga
pendidikan setara dengan lembaga pendidikan yang sudah ada seperti YPK, YPPK
dan YPPGI.
Selanjutnya ditetapkan pula seperangkat peraturan dasar yang antara lain
menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a. Yayasan Pendidikan Islam ini berdasarkan UUD 1945 dan berazaskan Islam.
Dalam melaksanakan kegiatannya Yayasan Pendidikan Islam ini berusaha
mewujudkan kehidupan sosial di bidang pendidikan dengan dijiwai oleh isi dan
jiwa UUD 1945, di samping menghayati dan mengamalkan semua ajaran agama
Islam.
b. Yayasan ini bergerak di bidang kemasyarakatan yang bersifat sosial, non politik.
1) Yang dimaksud dengan sifat sosial ialah bersama-sama dengan keluarga,
dengan masyarakat, dengan pemerintah untuk melaksanakan usaha mencapai
cita-cita dan aspirasi bangsa, secara gotong royong dan dijiwai oleh semangat
kekeluargaan, guna membina sistem pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan atau mampu menghasilkan tenaga kerja dan siap
dipakai dan diperlukan pembangunan.
2) Yang dimaksud dengan non politik ialah bebas dan aktif turut serta dalam
pembangunan dan memanfaatkan semua unsur teknologi untuk keperluan di
bidang pendidikan dengan memperhatikan dan menuruti syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemerintah guna kemaslahatan bangsa dan negara.
3) Yang dimaksud dengan sifat tidak berafiliasi ialah tidak berpartai politik atau
mendukung salah satu partai politik. Yapis di dalam sistem politik tidak
berpartai namun ikut berpartisipasi dalam mensukseskan program pemerintah,
membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Dengan bergerak di
107
bidang pendidikan baik pendidikan formal, informal dan non formal sebagai
upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Tujuan dari yayasan ini adalah untuk membina jasmani dan rohani muslimin
Indonesia dalam pembentukan watak bangsa dan Pancasilais (pada pasal 5)
dengan jalan:
1) mempertinggi mental, moral dan budi pekerti yang luhur dan memperkuat
keyakinan beragama terutama agama Islam.
2) Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan.
3) Membina dan mengembangkan yang kuat dan sehat.
4) Mendidik manusia Indonesia menjadi patriot pancasilais yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kehadiran Yapis di Jayapura ini menandai suatu babak baru sejarah
Pendidikan Islam di tanah Papua. Pergerakan pendidikan sebelum maupun sesudah
kemerdekaan, keadaan pendidikan Islam di Irian Jaya berjalan seadanya, sangat
lambat dengan mengunakan cara tradisional. Penyelenggaraan tidak memiliki
organisasi sekolah yang didirikan hidupnya juga tidak menentu. Selain tidak bisa
bertahan lama kegiatan belajar mengajar seakan-akan terombang ambing dalam
tujuan hanya mencapai anak didik yang sekedar bisa mengaji al-Qur‟an dan bisa
beribadah yang wajib. Sedangkan untuk mengerti al-Qur‟an memahami isinya,
memahami dasar-dasar dari berbagai ilmu yang berkaitan dengan agama Islam
seperti usluhuddin, Fiqh dan Usluhul fiqh, tasawuf, tafsir, hadits, tarikh Islam dan
lain-lain belum terlaksana dengan baik dan kurang mendapat perhatian dalam
pendidikan Islam selama ini. Kehadiran Yapis dengan tujuan menyelenggarakan
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, memungkinkan terlaksananya
pendalaman terhadap berbagai cabang ilmu Islam dalam kelas-kelas sekolah yang
lebih baik dan peralatan yang lebih lengkap serta sistem pendidikan modern.
2. Badan Hukum, Lambang, Prinsip, Motto, dan Logo
a. Akta Notaris
Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Papua didirikan pada hari Minggu tgl 15
Desember 1968, bertepatan pada hari ahad 28 Ramadan 1388 Hijriah. Resmi
berbadan hukum dengan aket notaries No. 2 tahun 1969, tanggal 13 Januari 1969.
Dalam mewakili usahanya Yapis menitikberatkan pada upaya dalam perkembangan
dan pertumbuhan penyelenggaraan pendidikan Islam di Papua, selaras dengan UUP
No. 2 tahun 1954 yang menegaskan bahwa “atas dasar kebebasan tiap-tiap warga
Negara menganut suatu agama dan keyakinan hidup, maka kesempatan leluasa
diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah. Sesuai dengan
dasar dan azasnya penyelenggaraan pendidikan Islam dilaksanakan sejalan dengan
pola Pendidikan Nasional, dan diatur selajan dengan garis-garis besar perjuangan
Yapis, yaitu:
1) Memerdekakan pendidikan Irian Jaya terutama bagi umat Islamnya bebas dari
pengaruh iklim politik di bidang pendidikan sebagai akibat penjajahan Belanda
dan memberikan arah kehidupan dalam kebebasan berbangsa dan bernegara
Kesatuan Republik Indonesia.
2) Menanamkan kesucian Allah swt. di dalam jiwa setiap pribadi muslim.
108
3) Melaksanakan pendidikan keislaman bagi putra putri kaum muslimin di Irian
Jaya dalam rangka pembinaan watak bangsa yang berpancasilais berdasarkan
UUD 1945.
Untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pendidikan Islam di Papua,
ditunjuk suatu badan pengurus yang disebut pengurus Yapis, yang harus bekerja
sesuai Peraturan Dasar, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Yapis
adalah sebuah Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dengan moto yang
diemban oleh Yapis Papua adalah “Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah” .
b. Lambang Yapis Papua
Lambang ini sebagai gambaran jati diri yayasan dengan ciri spesifikasi bentuk
mengandung pengertian maksud-maksud sebagai berikut:
1) Wadah: berbentuk perisai persegi lima:
a) Perisai melambangkan kewaspadaan
kesiap-siagaan dalam berkarya dan
berusaha.
b) Persegi lima menunjukan lima unsur sendi-
sendi falsafah Negara “Pancasila” yang
merupakan Asas Dasar Yayasan.
c) Mbis tepian wadah mengikuti alur perisai
berwarna kuning emas, mengandung arti
bahwa lingkup jangkauan usaha Yayasan
mengutamakan keluhuran cita demi Negara
bangsa dan agama.
Dibuat pada ( Mukerda, 1 Agustus 1974 )
2) Isi Wadah
a) Lukisan bentuk kubah masjid, merupakan lambang pengabdian bagi umat
Islam dan merupakan sandaran serta tujuan pokok pembinaan dan pendidikan
Islam dalam Yayasan ini.
b) Gambaran Bintang di puncak kubah, merupakan lambang keluhuran cita yang
diemban Yayasan, adalah mulia dan agung.
c) Gambaran teras bawah kubah, berpagarkan kubah 15 buah, di atas tiang
penyangga 12 pilar, mengandung arti untuk memadai tanggal dan bulan
kelahiran Yapis yaitu tanggal 15 bulan Desember.
d) Batu fondasi digambarkan 6 buah di atas dan 8 buah buah di bagian bawah
menunjukan tahun kelahiran Yapis yaitu 68 ( tahun 1968 ).
e) Gambar buku terbuka dan penanya, bagian bawah menunjukan tugas pokok
Yayasan adalah bercipta karya dibidang pembinaan dan pengembangan
pendidikan.
3) Nama Yapis (Yayasan Pendidikan Islam), ditulis di atas Pita kuning melengkung
di atas bintang, merupakan ara cita luhur yayasan selalu diutamakan.
109
4) Moto Yapis yang berbunyi “Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah”, ditulis di atas
pita penyimpul di bawah fondasi mengandung pengertian:
a) Yayasan bertujuan untuk menciptakan warganya, sebagai warga negara yang
mampu dan dapat mengamalkan ilmunya, serta beramal secara ilmiah.
b) Simpul pita menyatu merupakan lambang persatuan dan kesatuan Negara.
Ilmu yang dimiliki yang telah diperoleh ketika menimba ilmu di lingkungan
Yapis Papua harus diamalkan, harus diterapkan agar bukan saja mengetahui ilmu
tersebut namun juga perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika
mengamalkan ilmu yang telah diraih melalui proses pendidikan yang panjang dari
jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi haruslah ilmu yang dapat
diterima oleh akal, ilmu yang dapat diterima oleh masyarakat, ilmu yang dapat
membangun peradaban manusia. Inilah Motto dari lembaga pendidikan Yapis Ilmu
Amaliah dan Amal Ilmiah.
5) Warna:
a) Warna hijau pada dasar lambang melambangkan kesuburan di dalam usaha.
b) Kuning pada pita dan mbis merupakan lambang kesuburan dan kemuliaan.
c) Putih pada fondasi dan kuning sebagai lambang kesucian yang murni.
d) Hitam pada batu garis tepian lambang merupakan harapan Yayasan untuk
langgeng dan abadi dalam mengembangkan usaha Yayasan.
Telah ada 22 cabang di seluruh Papua dan 198 UPT unit pelaksana teknis dari
tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi di kabupaten/kota se-Papua.
Lembaga pendidikan yang didirikan di bawah Yapis Papua terdiri dari berbagai jenis
dan jenjang pendidikan, seperti: pendidikan keagamaan, pendidikan umum,
pendidikan vokasi, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi,
sejauh ini ada 5 perguruan tinggi yang berada di bawah naungan lembaga
pendidikan Yapis Papua, di antaranya adalah Universitas Yapis Papua yang berada
di jantung ibukota Provinsi.
Tabel 3 : Sekolah dan Perguruan Tinggi Yapis Papua
NO KABUPATEN/
KOTA
JENJANG PENDIDIKAN JML
TK SD MI SMP MTs SMA MA SMK PT
1 Kota Jayapura 5 6 2 3 1 2 - 1 1 21
2 Kab. Jayapura 1
4 1 6 - 1 1 - - - 23
3 Biak Numfor 1 2 - 1 - 1 - 1 1 7
4 Fak-Fak 5 3 1 1 - - - 1 - 11
5 Manokwari 7 3 1 1 1 1 - - 1 15
6 Jayawijaya - 1 1 1 - - - 1 1 5
7 Merauke 17 2 2 1 1 - - - 1 24
8 Yapen Waropen 2 1 - 1 - - - - - 4
9 Nabire 7 1 3 1 1 1 - - - 14
10 Kota Sorong 21 6 3 2 - 1 - - - 33
110
NO KABUPATEN/
KOTA
JENJANG PENDIDIKAN JML
TK SD MI SMP MTs SMA MA SMK PT
11 Mimika 1 1 - - 1 - - 1 - 4
12 Asmat 2 1 - 1 - - - - - 4
13 Boven Digul 2 1 - - - - - - - 3
14 Sarmi 1 1 - - - - - - - 2
15 Mappi 2 1 - - - - - - - 3
16 Keerom 5 2 1 - 2 1 - - - 11
17 Kaimana 1 1 1 - - - - - - S
18 Bintuni 1 1 - - - - - - - 2
19 Enarotali 1 1 - - - - - - - 2
20 Raja Ampat 2 - 1 - - - - - - 3
21 Deiyai 1 1 - 1 - - - - - 3
22 Dogiyai 1 1 - - - - - - - 2
JUMLAH 99 37 22 14 8 8 0 5 5 198
Sumber Data: Sekretariat Yapis Pusat 2017-2022
Peran lembaga pendidikan Yapis Papua memberi warna dan perubahan
tersendiri, membantu memberikan peluang emas bagi masa depan masyarakat di
Tanah Papua, kiprahnya melalui pendidikan telah membantu masyarakat memiliki
status sosial dan ekonomi yang lebih baik. Melalui tenaga kerja yang terampil dan
berpengetahuan serta memiliki mental yang handal tentunya hal ini adalah modal
baik untuk masa depan masyarakat yang lebih cerah.
Tabel 4 : Kepemimpinan Yapis Pusat Papua dari Masa ke Masa
No Nama Masa
Jabatan Ket
1 Muhammad Thalib/Muhammad Said 1968-1972
2 Drs. A.S. Gani / D.Sy. Ponto Bckn 1972-1974
3 D.Sy. Ponto Bckn 1974-1978
4 D.Sy. Ponto Bckn 1978-1983
5 D.Sy. Ponto Bckn 1983-1987
6 D.Sy. Ponto Bckn 1987-1992
7 Drs. H. Abdullah Bassalem 1992-1996
8 Drs. H. Syamsu Suriatmaja 1996-2000
9 Pj. Drs. Zubaer Dg. Husein 2000-2004
10 Drs. Zubaer Dg. Husein 2004-2008
111
No Nama Masa
Jabatan Ket
11 Drs. Zubaer Dg. Husein 2008-2012
12 Dr. Mansur, MM 2012-2017
13 Dr. Mansur, MM. 2012-2022 Masih
Aktif
Struktur Organisasi Yayasan Pendidikan Islam Masa Bhakti: 2017-2022
Dewan Pembina;
Ketua : Prof. Dr. H. Soedarto
Wakil Ketua : Muhammad Thaha Al-Hamid
Sekretaris : Drs. H. Ibrahim Is Badarudin, M.Si.
Anggota : Prof. Dr. H. Hassan Basri Umar, MS.
KH. A. Muharram, BA
Drs. H. Ibrahim Sya‟ban
H. Rabindranath Reba D. Ponto, SE
Drs. H. Zubein Dg. Hussein, MM.
Dr. H. Ridwan Rumasukun, M.Si.
Badan Pengawas;
Ketua : Dr. Drs. H. Fachrudin Pasolo, M.Si.
Sekretaris : Drs. H. A. Haris M. Zein, MM.
Anggota : Dr. Soebandrio, SE. M.Si.
Pelaksana Harian;
Ketua Umum : Dr. H. Mansur M., SH. MM.
Wakil Ketua I : H. Azies Bauw, SH. MM.
Wakil Ketua II : Heri Wahyudianto, SE. MM.
Wakil Ketua III : Dr. Drs. H. Ahmad Idrus, MM.
Wakil Ketua IV : Drs. H. Sabaruddin Sidang
Sekretaris Umum : Dr. H. Abdul Hafid Jusuf, S.Ag., MM.
Wakil Sekretaris : H. Duta Mustajab, S.Sos. SE. MM. M.Si.
Wakil Sekretaris : Herry Adi S. Wibowo, SE
Wakil Sekretaris : Hj. Sunarti, M.Pd.
Wakil Sekretaris : Anwar Rumbouw, SH. MH.
Bendahara : Irwan Adam Labo, SE.,M.Si.
Wakil Bendahara : H. Ridwan, B
Biro-Biro;
Biro Usaha Dana dan Pengelolaan Asset : Joko Dasri, S.Sos.
: Umar Ugar, SE. MM.
Biro Dikdasmen, PAUD dan MI : Andi Rahman Nongsi, S.Pd. M.Pd.
: Usman R, S.Pd. M.Si.
Biro Hukum : Nur Aida Duwila, SH
: Ir. Tuti Kusmini
Biro Pengembangan Program dan Pembangunan : Dasril Sahari, SE., M.Si.
: Najib Muri, SE.
Biro Penelitian dan Pengembangan SDM : Armin Thalib, SH. MH.
: Ismail R. Noy, SE. M.Si.
112
Biro Pendidikan Tinggi : Dr. Hariman Dahrif, S.Pi., MTP
: Dr. Najamuddin Gani, SH. MH.
Biro Dakwah dan Pendais : KH. M. Said HK, SH.I.
: Wawan Setiawan, ST.
Bagan Struktur Organisasi
1. Visi dan Misi Yapis Papua
Visi: Terwujudnya manusia di tanah Papua yang cerdas, terampil, sehat dan
sejahtera serta beriman.
Misi:
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa bernuansa Islam dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi berlandaskan iman dan takwa kepada Allah swt.
b. Menyiapkan sumber daya insani yang cerdas dan terampil serta mampu
mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya secara Islami
demi kesejahteraan umat manusia.
c. Mengembangkan potensi sumber daya insani yang mandiri, berakhlak mulia,
berbudi pekerti luhur dan mampu mengatasi permasalahan dalam masyarakat dan
lingkungannya.
d. Mewujudkan sikap keseimbangan kehidupan jasmani dan rohani dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kepengurusan Yapis Papua terdiri atas pengurus Yapis Pusat yang
berkedudukan di Jayapura dan pengurus cabang yang berkedudukan di setiap kota
dan kabupaten di provinsi Papua dan Papua Barat. Menurut Heri (wakil sekretaris
Yapis Pusat) mengatakan bahwa hingga saat ini lembaga ini telah memiliki 22
pengurus Yapis Cabang (13 di provinsi Papua dan 9 di Papua Barat), dengan 198
lembaga pendidikan sebagai UPT yang terdiri dari 71 RA/PAUD, 49 SD/MI, 20
SMP/MT.s, dan 10 SMA/SMK/MA dan perguruan tinggi dan 1 Pesantren yang
113
berada di Walesi. Untuk di daerah Kota Jayapura Yapis cabang Jayapura memiliki 5
PAUD, 9 SD, 3 SMP, 2 SMA, 1 SMK dan 1 Universitas.11
Lembaga pendidikan Yapis sekalipun sebagai lembaga pendidikan yang
berciri khasnya agama, namun dalam penerimaan siswa maupun mahasiswa tidak
hanya pada peserta didik yang beragama Islam saja yang diterima, justru peserta
didik dari agama non muslim juga diterima sebagai murid di lembaga pendidikan
ini. Misalnya saja di SMA Hikmah Yapis Papua Jayapura, pada tahun 2017
memiliki siswa non Muslim 20% demikian pula di SMK Yapis, sedangkan di
Universitas Yapis Papua pada tahun 2019, jumlah non Muslim sebanyak 54%
sebagaimana data agama mahasiswa per Oktober 2019.12
Kalangan staf pengajar di
sekolah maupun di perguruan tinggi juga terdapat guru yang beragama Kristen. Hal
ini menunjukkan sikap demokratis, keragaman dan asas keadilan di tanah Papua
yang dilakukan melalui jalur pendidikan tanpa memandang latar belakang suku,
entis, bahkan agama. Perkembangan selanjutnya SMK Yapis dan Universitas Yapis
Papua menjadi lembaga pendidikan yang cukup diminati dari kalangan non Muslim
di Kota Jayapura.
Sekretaris Yapis Pusat Papua mengatakan bahwa pandangan Islam dan
keislaman lembaga ini adalah pandangan yang bersifat inklusif dan moderat yang
didasarkan pada konsep Islam yang rahmatan lil alamin, agama Islam yang hadir
sebagai rahmat untuk alam semesta. Konsep Islam yang rahmatan lil alamin yang
dimanifestasikan melalui lembaga pendidikan dalam rangka membangun
masyarakat secara khusus masyarakat Papua yang memiliki wawasan keberagaman
yang terbuka. Pandangan terhadap sikap toleransi dibangun melalui pemahaman
akan konsep rahmat untuk semesta alam dan diterapkan pada visi Yapis Papua
sehingga peserta didik tanpa dilihat latar belakang etnis maupun agamanya untuk
dapat menjadi bagian dari agen pembangunan di tanah Papua. Yamin Noch kepala
LP2M Uniyap yang juga pengurus Yapis Pusat mengatakan bahwa visi kerukunan
yang telah tertuang dalam visi misi lembaga pendidikan ini membangun berbasis
keberagaman bukan pada perbedaan, sehingga di dalam melihat Papua sebagai lokus
perjuangan lembaga pendidikan Yapis dalam kerangka yang konstruktif tanpa harus
dibayangi serta terbatasi oleh perbedaan agama yang dianut oleh siswa maupun etnis
yang dibawa dari lahir.
Hal senada juga disampaikan oleh ketua Yapis pusat dua periode mengatakan
bahwa lembaga pendidikan Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan yang bergerak
di bidang pendidikan berupaya memajukan Papua melalui campur tangan lembaga
ini dengan memberikan akses pendidikan seluas luasnya kepada seluruh kalangan
baik pendatang maupun masyarakat asli Papua untuk dapat berkontribusi aktif di
dalam membangun kota ini. Yapis secara kelembagaan adalah lembaga pendidikan
yang berciri khas Islam maka dalam hal teologis dalam hal ini keyakinan agama
masing-masing itu sudah final yaitu prinsip dari agama Islam sebagai agama yang
benar harus dipegang teguh, sehingga yang muncul adalah lakum dinukum waliya
diin, bagimu agamamu bagiku agamaku, namun dalam hubungan sesama manusia,
11
Wawancara dengan Heri, Wakil Sekretaris Yapis Pusat pada bulan Januari 2020. 12
Wawancara dengan Huddy Susanto, Bagian Pengolahan Data Uniyap Jayapura.
Desember 2019.
114
Yapis sebagai lembaga sosial bersikap toleran menjadi rahmat untuk semua, tidak
boleh ada beda dan pembedaan di dalam menuntut ilmu. Islam mengajarkan agar
umatnya menuntut ilmu dan memberikan kontribusi bukan saja kepada sesama umat
Islam namun kepada seluruh umat manusia.13
Lembaga pendidikan Yapis memilih jalur pendidikan dengan mengakomodir
semua anak-anak Papua maupun pendatang dengan berbagai latar belakang yang
disematnya, hal ini tidak lain karena hak untuk memperoleh pendidikan adalah hak
semua warga dan anak bangsa apapun agamanya. Hal ini yang membuat lembaga
pendidikan ini dapat diterima di semua kalangan. Pengajar dan staff administrasi
yang kalangan non muslim juga mendapat kesempatan dan hak-hak yang sama
dengan mereka yang beragama Islam. Aplikasi yang sama ini diberikan juga
beasiswa bagi siswa yang tidak mampu dan berprestasi muslim maupun non muslim,
bahkan dalam pemberian tugas belajar di dalam meningkatkan kualifikasi akademik,
tujuannya agar hasil yang didapat dari lulusan lembaga pendidikan ini tidak
mengecewakan.
Sikap terbuka, inklusif yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Yapis telah
menjadikan Yapis sebagai lembaga yang berciri khas Islam namun juga lembaga ini
dimiliki oleh masyarakat Papua sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua
Yapis, Azis Bauw yang sekarang menduduki Wakil Rektor III Uniyap Jayapura.
Bahwa memberikan ruang bagi masyarakat untuk membangun tanah Papua melalui
pendidikan yang dikelola oleh Yapis Papua. Alexander A. Papara adalah guru
bahasa Inggris di SMA Hikmah yang telah mengabdi sebagai PNS guru Bahasa
Inggris merasa nyaman dan damai serta tidak mengalami diskriminasi oleh guru-
guru di sekolah meski beliau sendiri adalah orang Papua beragama Kristen
Protestan. Telah berada di sekolah tersebut sejak tahun 2004 dan mengabdi pada
waktu yang cukup lama. Hal senada juga disampaikan oleh dosen yang telah
mengabdi sampai purna tugas. Baginya lembaga ini telah memberikan kesempatan
yang sama tanpa diskriminasi. Sunardi Romathobi adalah alumni Yapis yang
sekarang menjadi menjadi Pendeta GKI, menjiwai melayani umat Kristiani di
daerah serta kampung pedalaman Papua mengatakan apa yang dilakukan oleh Yapis
tidak menjadikan saya keluar dari agama yang saya miliki justru saya lulusan dari
Yapis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan menjadi
pendeta, saya bangga menjadi bagian dari lembaga ini yang dapat mengetahui ilmu
agama Islam, ibadahnya, proses pelaksanaannya dan tentunya cara ibadah. Ada
persamaan dan kesamaan yang dimiliki oleh keyakinan agama saya bahwa Islam itu
agama damai, agama yang mengajarkan cinta kasih. Itu saya dapatkan ketika
menjadi bagian dari peserta didik di SMA Hikmah selama 3 tahun.14
Lembaga pendidikan Yapis memperkenalkan visi moderasi Islam kepada
siswa dan mahasiswa yang menuntut ilmu melalui kurikulum pembelajaran,
khususnya kurikulum pendidikan agama Islam. Lembaga ini merupakan tempat dan
wadah pemersatu umat karena sistem pendidikan agama yang diterapkan oleh
13
Yamin Noch, Pengurus Yapis Pusat 2012-2017, Wawancara, September 2020. 14
Sunardi Remathobi, Alumni SMA Hikmah, Wawancara, Sentani, Juni 2020.
115
lembaga ini adalah sistem kurikulum pendidikan agama Islam yang multikultural.15
Melalui wadah kurikulum pendidikan agama dan keyapisan yang memiliki muatan
multikultural sangat ditonjolkan sehingga siswa dapat menginternalisasikan visi
Islam sebagai agama yang rahmat untuk semua dan mampu menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari di Papua.
Komitmen yang tinggi ditunjukkan oleh Yapis Papua dalam sikap saling
menghargai dan menghormati melalui jalur pendidikan. Komitmen ini ditunjukkan
dengan memperkenalkan kurikulum pendidikan bermuatan kemajemukan atau
multikulturalisme sebagai muatan dalam keyapisan baik ditingkat sekolah maupun
sampai perguruan tinggi. Yapis Papua mensupport peserta didik yang beragama non
muslim untuk mengamalkan agamanya dengan benar dan baik. Hal ini dapat dilihat
dari visi lembaga pendidikan Yapis Papua yaitu terwujudnya sumber daya manusia
yang cerdas, yang sehat, yang terampil dan sejahtera di tanah Papua. Tujuan yang
termuat di dalam visi tersebut secara garis besarnya memberikan perhatian yang
besar pada pendidikan untuk semua, pendidikan untuk memanusiakan manusia dan
menjadikan manusia sebagai manusia unggul yang unggulnya melalui sebuah
proses, dimana proses tersebut dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan.
Begitupun dengan misi yang merupakan implementatif dari visi yang telah
dibuat yaitu dengan mengkedepankan nilai-nilai moderat, keadilan, egaliter dan
plural. Mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi keimanan dan takwa kepada Allah swt., menyediakan
sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas yang mampu menerapkan ilmu
dan teknologinya secara islami untuk kesejahteraan manusia. Pengembangan potensi
sumber daya manusia yang mandiri, berbudi luhur, bermoral tinggi serta mampu
mengatasi permasalahan masyarakat dan lingkungan. Adanya upaya di dalam
menyeimbangkan kehidupan jasmani dan rohani dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Lembaga pendidikan senantiasa diarahkan oleh Yapis Pusat untuk
menghormati peserta didik non muslim dengan meliburkan mereka selama sepekan
ketika umat kristiani melaksanakan kegiatan ibadah Paskah pada bulan April, begitu
pun dengan kegiatan peringatan Natal dan tahun baru. Hal ini dilakukan di samping
menujukkan sikap tenggang rasa kepada peserta didik yang beragama non muslim
juga memberikan kesempatan kepada pegawai maupun staff dan karyawan Yapis
beragama Kristen untuk dapat memaksimalkan ibadah pada moment-moment
tersebut.
Hubungan baik yang dibangun oleh lembaga Yapis Pusat Papua di dalam
memberikan apresiasi lembaga-lembaga adat di tanah Papua khususnya lembaga
adat dari Port Numbay, masyarakat adat penduduk asli Jayapura. Adanya filosofi
satu tungku tiga batu, Universitas Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan di
tingkat pendidikan tinggi memberikan beasiswa kuliah gratis kepada 10 masyarakat
asli Port Numbay menjadi mahasiswa Uniyap Jayapura sampai mahasiswa tersebut
selesai dan kembali membangun sukunya agar dapat tetap berkompetisi aktif
membangun tanah kota Jayapura. Ada hubungan yang selalu dibangun agar
15
Abdul Qahar Yelipele, Pendidikan Agama Islam berbasis Kemajemukan di SMA
Hikmah Yapis Kota Jayapura, (Uin Alauddin Makassar, 2012), h. 134.
116
senantiasa harmonis baik dan berkelanjutan, adanya kontribusi lembaga pendidikan
Yapis di dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat non muslim
ketika melakukan ibadah Paskah di gereja pada bulan April maupun menjelang
perayaan Natal dan tahun baru, Civitas Akademika Uniyap Jayapura melakukan
bakti sosial dengan memberikan santunan kepada korban banjir bandang di Sentani
Maret 2019, musibah kebakaran di Hamadi maupun korban tanah longsor di Ampera
Jayapura. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kepedulian Yapis Papua dalam
membangun kerukunan dan harmonisasi di tanah Papua.
Pembagian orang Papua secara umumnya terbagi menjadi tiga kategori: 1)
orang Papua asli, 2) bukan orang Papua namun telah lama tinggal bahkan lahir di
Papua, dan 3) orang yang belum lama bermigrasi ke Papua. Untuk kategori pertama
dan kedua secara sosio kultural telah lebur terintegrasi kultur budaya dan
membentuk budaya baru sebagai hasil pertemuan budaya lokal papua dan
heterogenitas budaya penduduk pendatang. Mereka yang lahir dan besar di Papua
telah mengalami proses “kulturalisasi” Papua sehingga secara sosiologis merasa
sebagai orang Papua dan oleh orang Papua disebut dengan Papua lurus untuk
membedakan dengan penduduk asli Papua yang menyebut mereka dengan Papua
keriting. Penduduk kategori ketiga yang biasanya belum lama menetap di Papua
inilah yang kerap menjadi pemicu patologi sosial di Papua baik dari faktor sosial
maupun dari faktor ekonomi dan lainnya. Tak bisa dipungkiri ada sebagian orang
asli Papua yang punya rasa fanatik berlebihan terhadap identitas mereka namun itu
hanyalah sebagian kecil, karena secara umum orang asli Papua adalah orang yang
bersikap terbuka terhadap hadirnya pendatang dari luar papua. Harmoni kerukunan
umat beragama di Jayapura terbangun dengan pola interaksi sosial yang dilakukan
secara terus menerus antara orang pendatang dengan masyarakat asli Papua.
Interaksi ini telah melahirkan kultur sikap saling menghargai dan menghormati,
saling menjaga, saling menguatkan dalam suasana keberagamaan yang inklusif
menjadi pilar peneguh toleransi pada masyarakat di kota Jayapura.16
Keharmonisan hubungan ini yang telah terjalin mendapat tantangan dari
hadirnya upaya politisasi agama dan kelompok tertentu, khususnya dari kalangan
separatis, kultural dan politik, Islam di Jayapura. Islam oleh sebagian besar
masyarakat Papua diidentikkan dengan pendatang dan oleh beberapa kalangan yang
mengatakan bahwa Islam dan muslim sering dikaitkan dengan warga yang
mendukung NKRI. Sebutan Islam sebagai label NKRI didasarkan pada sejarah
panjang kehadiran masyarakat muslim di daerah ini yang melibatkan pegawai
pemerintah, transmigrasi, dan tentara-tentara muslim dari Jawa serta di zaman orde
baru. Di samping itu jabatan-jabatan penting di pemerintahan diduduki oleh muslim
pendatang. Stigma tentang islamisasi kerap dituding oleh sebagian kelompok kepada
Yapis. Isu ini sering didengar oleh pengurus Yapis Papua namun tidak ditanggapi
melalui penjelasan verbal melainkan melalui aksi nyata yang ditunjukkan oleh
Yapis. Banyak lembaga pendidikan Yapis Papua tidak terkait dengan usaha dan
upaya islamisasi masyarakat di tanah Papua, melainkan hal ini dilakukan sebagai
bentuk pengorbanan dan pengabdian kepada masyarakat di Papua tanpa melihat latar
16
Rudi hartono, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia: Peran Yapis
Membentuk Intelaktual di Tanah Papua, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2018), h.
117
belakang agama dan etnis. Dengan sikap yang ditunjukkan ini lembaga pendidikan
Yapis Papua dapat berkembang dan diterima oleh masyarakat Papua yang beragama
Kristen, dan Yapis dapat membuka cabang di daerah-daerah dengan jumlah
penduduk beragama Kristen yang lebih 90% sebagaimana kehadiran Yapis Papua di
daerah tersebut. Salah satu sekolah yang berada dibawah Yapis yaitu SMA Yapis
Wamena Kab. Jayawijaya Papua yang memiliki peserta didik 93% non muslim.17
Melalui cara kasih yang didasarkan pada konsep rahmatan lil alamin dan
dipraktekkan dalam kehidupan nyata membuat lembaga pendidikan Yapis berhasil
mengembangkan dan mengimplementasikan model toleransi aktif yang sangat
dibutuhkan dalam konteks Papua. Mempresentasikan kelompok muslim moderat
yang memiliki komitmen dalam mengembangkan Papua sebagai tanah yang damai
dengan model pluralis. Yapis membangun harmoni di dalam dunia pendidikan
dengan sikap yang terbuka dan moderat dapat meretas jarak stigma Islam yang
identik dengan NKRI dengan kristen yang identik dengan orang Papua.
3. Perguruan Tinggi Yapis Papua
Ada 5 perguruan tinggi yang berada di bawah lembaga pendidikan Yapis
Papua yang tersebar pertama Universitas Yapis Papua, Universitas Amal Ilmiah
Yapis Wamena, IISIP Yapis Biak, STIT Yapis Manokwari dan STIE Yapis
Merauke. Dari kelima yang telah disebutkan di atas, Universitas Yapis Papua atau
yang disingkat dengan Uniyap Jayapura yang diteliti oleh peneliti.
Universitas Yapis Papua adalah perguruan tinggi swasta yang besar dan telah
lama berdiri di kota Jayapura Papua. Lembaga ini hadir sebagai usaha dan upaya
dalam memberikan layanan pendidikan di Papua. Berdiri pada tahun 1974 sebagai
salah satu lembaga pendidikan tinggi swasta di tanah Papua yang berusaha
melakukan perbaikan dan perubahan kelembagaan bertahap secara baik melalui
pelayanan akademik dalam proses belajar mengajar maupun kurikulum sesuai
dengan visi dan misi perguruan tinggi. Konstribusi orang Islam yang diperankan dan
diwujudkan di tanah Papua dalam rangka ikut serta membangun dan membina watak
warga negara yang pancasilais sesuai dengan UUD 1945 khususnya melakukan
penyiapan sumber daya manusia yang bermartabat, berkualitas dan handal melalui
lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.
Secara kronologis kehadiran Universitas Yapis Papua mengalami perubahan
dari awal berdiri sampai sekarang. Berdiri pada tanggal11 Maret 1974 dengan nama
Akademi Ilmu Administrasi dan Akuntansi yang disingkat (AIA&A) yang menjadi
cikal bakal perguruan tinggi ini, menjadi salah satu tonggak sejarah peradaban Yapis
di tanah Papua. Kehadiran sekolah para perintis akademi memiliki tujuan untuk
membuka keterisolasian dalam sudut pandang. Akademi ini diresmikan oleh Acub
Zainal (Gubernur KDH. Tingkat I Irian Jaya) berdasarkan surat keputusan menteri
pendidikan dan kebudayaan RI Nomor: 079/U/1/1978 tanggal 3 Maret diberikan
status Terdaftar. 10 tahun kemudian tepatnya pada 9 Agustus 1984 AIA&A Yapis
Papua berubah menjadi Akademi Sekretaris dan Manajemen disingkat (ASM) Yapis
17
Rudi hartono, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia: Peran Yapis
Membentuk Intelaktual di Tanah Papua, h.
118
Jayapura program diploma III/D3 dengan dua jurusan yakni Sekretaris dan
Manajemen Akuntansi.
Dalam rangka persiapan ke jenjang program strata 1 (S1) berdasarkan surat
keputusan koordinator Kopertis wilayah IX Nomor: 603 tahun 1986 tanggal 28 Juni
1986 akademi sekretaris dan manajemen Yapis Jayapura bertransformasi menjadi
Sekolah Tinggi Manajemen (SETIMA) dengan jurusan Manajemen Perkantoran dan
Manajemen Akuntansi. Perkembangan selanjutnya, dalam rangka penataan jalur
serta jenjang perguruan tinggi, berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan dan
kebudayaan RI nomor 0323/0/1988, Sekolah Tinggi Manajemen (SETIMA) Yapis
Jayapura diubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) pada tanggal 4 Juli
1988. Dengan jurusan Manajemen Perkantoran dan jurusan Akuntansi. Keputusan
Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor:
462/DIKTI/Kep.1993 tentang penetapan status TERDAFTAR Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE) Yapis Jayapura. Kemudian pada tahun 2004 berubah menjadi
universitas.18
Ditandai dengan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor:
58/D/0/2004 tertanggal 26 April 2004 tentang pendirian Universitas Yapis papua di
Jayapura dan ijin penyelenggaraan program studi yang diselenggarakan oleh
Yayasan Pendidikan Islam Papua. Sekian usaha dan upaya membuka keterisolasian
pendidikan di wilayah Indonesia timur, maka pada tahun 2004 lembaga Yapis
mempunyai perguruan tinggi setingkat universitas dengan nama Universitas Yapis
Papua Jayapura, butuh waktu 30 tahun sejak berdirinya pada tahun 1974, untuk
dapat terus berbenah dan mengembangkan diri menjadi perguruan tinggi yang
kredibel dan handal. Kepercayaan dari masyarakat yang didapat oleh lembaga ini
dengan memberikan lulusan yang tidak sedikit jumlahnya.
Tabel 6 : Periodisasi Perubahan Nama Universitas Yapis Papua
NO NAMA TAHUN KET
1 AIA&A 1974-1984
2 ASM 1984-1986
3 SETIMA 1986-1988
4 STIE 1988-2004
5 UNIYAP 2004-2020 (Sekarang)
Usia yang memasuki 46 tahun, beberapa unggulan yang dimiliki oleh Uniyap
Jayapura menjadi daya tarik masyarakat untuk belajar dan berkembang bersama
Uniyap Jayapura. Lembaga ini telah berperan aktif dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, dan teknologi, serta turut andil dalam mencerdaskan bangsa,
mengatasi berbagai ketimpangan pendidikan, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dan memelihara kelestarian budaya dan lingkungan terkhusus di tanah
Papua. Adanya tuntutan untuk selalu memperbaiki kualitas proses pendidikannya
dalam rangka persaingan global. Hal ini dengan status kota Jayapura yang majemuk
dari agama maupun budaya yang tidak saja masyarakat Papua yang ada di Jayapura
18
http://uniyap.ac.id index.php./profil/sejarah. Lihat juga Wawancara dengan Abdul
Rasyid, WR1 Uniyap Jayapura 2019-2022. Pada Agustus 2020.
119
namun juga warga pendatang yang telah mewarnai berbagai kehidupan di kota
tersebut.
Universitas Yapis Papua, berperan aktif dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mempunyai andil besar di dalam mencerdaskan
kehidupan berbangsa, mengatasi berbagai persoalan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan memelihara kelestarian lingkungan dan budaya
terkhusus di tanah Papua. Telah banyak jalinan kerjasama yang dibangun oleh
lembaga ini dengan berbagai institusi dalam maupun di luar negeri dalam upaya
mewujudkan visi dan misi yang diemban. Universitas Yapis Papua berusaha
memperbaiki kualitas proses pendidikannya disertai dengan upaya peningkatan
relevansinya dalam rangka persaingan global sebagaimana visi dari perguruan tinggi
tersebut yaitu: Menjadi Universitas Maju, Mandiri, dan Berkualitas pada tahun
2028.
Misi perguruan tinggi ini menyelenggarakan pendidikan yang bermutu
dilandasi iman dan takwa kepada Allah swt., menyelenggarakan penelitian yang
berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat, menyelenggarakan pengabdian
masyarakat yang berorientasi pada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,
penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada pembelajaran yang efektif
dengan pemanfaatan teknologi. Tujuannya menyiapkan peserta didik menjadi
mahasiswa Indonesia seutuhnya dan berbudaya, bersusila dan berjiwa pancasila
serta bertanggung jawab akan terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera lahir
bathin, mengembangkan pendidikan dan pengajaran yang dapat menghasilkan
sarjana-sarjana yang berdedikasi tinggi serta menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, dan atau kesenian serta mengembangkan ilmu pengetahuan agama Islam
yang merupakan ciri khas Uniyap Jayapura, meningkatkan kualitas manusia
Indonesia sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berwatak, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil, kreatif, sehat jasmani, dan rohani,
cinta tanah air dan memiliki rasa kesetiakawan sosial.19
Tabel 7 : Program Studi Universitas Yapis Papua
No Fakultas Program Studi Akreditasi
1 Ekonomi dan Bisnis a. Manajemen
b. Akuntansi
Akreditasi B
Akreditasi B
2 Ilmu Hukum Ilmu Hukum Akreditasi B
3 Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
a. Ilmu Pemerintahan
b. Ilmu Administrasi Publik
Akreditasi B
Akreditasi B
4 Perikanan dan Ilmu
Kelautan
Budidaya Perairan Akreditasi B
5 Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
a. Pendidikan Agama Islam
b. PGSD
Akreditasi B
Akreditasi C
6 Teknik Sipil dan
Sistem Informasi
a. Teknik Sipil
b. Sistem Informasi
Akreditasi B
Akreditasi B
7 Pascasarjana a. Magister Manajemen
b. Magister Hukum
Akreditasi B
Akreditasi C
19
Buku Wisuda Universitas Yapis Papua, tahun Akademik 2018/2019, h. 2.
120
Menurut data pelaporan tahun ajaran 2019/2020 jumlah dosen tetap di Uniyap
Jayapura sebanyak 142 orang yang terbagi dalam beberapa program studi yaitu
Pascasarjana 19 orang, Akuntansi 20 orang, budidaya perairan 11 orang, Ilmu
Administrasi publik 8 orang, Ilmu Hukum 18 orang, Ilmu Pemerintahan 10 orang,
Manajemen 13 orang. Teknik Sipil 10 orang, Sistem Informasi 13 orang,
Jumlah mahasiswa aktif pada tahun akademik 2019/2020 sebanyak 5.224
dengan pembagian per fakultas, dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 8 : Jumlah Pendidik dan Peserta Didik Universitas Yapis Papua
No Program Studi Jmlah Dosen Jumlah
Mahasiswa
1 a. Manajemen
b. Akuntansi
13 Orang
20 Orang
204
906
2 c. Ilmu Hukum 18 Orang 774
3 d. Ilmu Pemerintahan
e. Ilmu Administrasi Negara
10 Orang
8 Orang
424
251
4 f. Budidaya Perairan 11 Orang 109
5 g. PAI
h. PGSD
6 Orang
6 Orang
118
20
6 i. Teknik Sipil
j. Sistem Informasi
10 Orang
13 Orang
658
503
7 k. Magister Manajemen
l. Magister Hukum
13 Orang
6 Orang
204
49
Jumlah 142 Orang 5.224
Sumber data: Bagian Administrasi dan Akademik Uniyap20
Universitas Yapis Papua memiliki gedung auditorium dengan memuat
kapasitas 600 orang, gedung perkuliahan milik sendiri terdiri dari 1 gedung 6 lantai,
1 gedung 7 lantai, 1 gedung 2 lantai, dan gedung perkuliahan di kampus sentani
yang dilengkapi dengan ruang kuliah representatif dengan LCD proyektor, ruang
perpustakaan dengan ruang baca yang representatif dan tersedia perpustakaan
online, laboratorium sistem informasi, laboratorium komputer, laboratorium teknik,
laboratorium internet, dan multimedia, laboratorium akuntansi, laboratorium aplikasi
dasar, laboratorium bahasa inggris, ICT room, galeri investasi BEI, tax center,
lapangan olahraga, area wall climbing, cafe campus, area parkir yang dikoneksikan
dengan internet pada area kampus.21
Tabel 9 : Dosen Pengajar Mata Kuliah PAI pada Universitas Yapis Papua
No Nama Dosen Program Studi Ket.
1 Dr. Neti S.,S.Ag. M.Pd.
Manajemen
Akuntansi
PGSD
PAI
20
https://forlap.kemdikbud.go.id/perguruantinggi/detail/N0U2MjA0NUQtRDk3Qi00
OUIzLUEyNDQtMzEzQkRFMDM2MTYw 21
Buku Wisuda Universitas Yapis Papua, tahun Akademik 2018/2019, h. 48.
121
2 Muhamad Thoif, S.Pd.I. M.Pd./
Zaidir, S.Pd.I. M.Pd.
Ilmu Pemerintah
Administrasi Negara
3 Muh. Abdul Mukti Bukhori, MA./
M. Ali Mahmudi, S.Pd.I. M.Pd. Ilmu Hukum
4 Muhamad Thoif, S.Pd.I. M.Pd. /
Zaidir, S.Pd.I. M.Pd. Budidaya Perairan
5 M. Ali Mahmudi, S.Pd.I. M.Pd. Teknik Sipil
Sistem Informasi
Sumber Data: Biro Administrasi dan Akademik Uniyap Jayapura 2020.
4. Sekolah Yayasan Pendidikan Islam Papua
Ada 193 sekolah yang berada di bawah Yapis Papua, dimana yang menjadi
lokasi penelitian ada pada dua sekolah menengah yaitu SMA Hikmah Yapis
Jayapura dan SMK Hikmah Yapis Jayapura, dimana keduanya memiliki representasi
dari peserta didik yang pluralistik. Kedua sekolah ini dikelola oleh Yapis Cabang
Kota Jayapura yang merupakan perpanjangan kewenangan dari Yapis Papua.
Kehadiran Yapis Cabang Kota Jayapura untuk membantu pengelolaan lembaga
pendidikan Yapis khususnya di kota Jayapura. Hal ini dilakukan karena lembaga
pendidikan Yapis Papua meliputi seluruh kabupaten dan kota sehingga perlu juga
untuk mengkhususkan Yapis cabang kota yang daerah operasionalnya pada kota
Jayapura sehingga pekerjaan dapat dimaksimalkan dengan baik.
Kehadiran Yapis Cabang untuk memudahkan operasional kerja dari Yapis
Papua dalam mengelola lembaga pendidikan yang ada di Jayapura. Permulaan
pembukaan Yapis Cabang kota Jayapura terjadi pada tahun 2000 dengan ketua
pertamanya adalah Drs. Soekino DH. serta pelimpahan 5 orang staff dari Yapis
Pusat untuk dapat membantu ketua dalam pengoperasian berjalannya Yapis Kota
Jayapura yaitu Nurwiyah, Sam Mamonto, Syahrul Ponto.22
Upaya memperbaiki
serta meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan kapasitas dan kompetensi
staf di bidang pendidikan, memperkuat pengetahuan sekolah, meningkatkan layanan
kesehatan dan kebersihan di sekolah, memperkuat keterampilan siswa dan
pengadaan unit usaha.
Ada 21 unit pelaksana teknis di Yapis cabang kota Jayapura sebagaimana
yang informasikan oleh Muin selaku sekretaris Yapis cabang kota Jayapura, yang
terdiri dari TK sebanyak 5 sekolah. SD sebanyak 6 sekolah, MI sebanyak 2 sekolah,
SMP sebanyak 3 sekolah, MTs sebanyak 1 sekolah, SMA sebanyak 2 sekolah, SMK
sebanyak 1 sekolah dan Perguruan tinggi sebanyak 1 Universitas.23
a. SMA Hikmah Yapis Jayapura
Salah satu sekolah yang bernaung di bawah Yapis Cabang adalah SMA
Hikmah Yapis Jayapura. Sekolah ini berdiri pada tahun 1989, tepatnya pada tanggal
15 September 1989 di Jayapura. Dengan nomor SK 1505/11/8g/R.6 yang
ditandatangi oleh Drs. M.S. Sihite. Pendirian sekolah SMA Yapis diajukan Yapis
22
Syahrul Ponto, Nur Wiyah, dan Sam Mamonto, “Wawancara” September 2020. 23
Abdullah Muin, Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura,” Wawancara, 20 Februari
2020.
122
Pusat periode 1988-1992 oleh Bapak D.Sy Ponto selaku ketua dan Ahmad Rofi‟i,
SE selaku sekretaris. Berhubung Yapis Cabang kota Jayapura belum dibentuk
sehingga segala administrasi terkait dengan SMA Yapis Jayapura masih ditangani
oleh Yapis Pusat termasuk dalam pendirian dan pengajuan pembukaan sekolah di
lingkungan Yapis Papua.
Berulang tahun pada 15 September yang bila dihitung pada awal berdirinya
sampai tahun 2020 maka SMA Yapis telah memasuki usia yang cukup dewasa yaitu
di usia yang ke 31. Sebuah kesyukuran dan kenikmatan yang tak terhingga karena
telah lama berdiri dan menjadi pelopor dalam bidang pendidikan di tanah Papua.
Tabel 10 : Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura dari Masa ke Masa
No Nama Periode Ket.
1 Drs. Soekino DH 1989-1996
2 Drs. Syamsuri 1996-2000
3 Drs. Sariyanta 2000-2004
4 Drs. Pandji Suryawan Suhirman 2004-2008
5 Drs. Joko Sriyanto, M.Si. 2008-2012
6 Drs. Joko Sriyanto, M.Si. 2012-2018
7 Drs. Joko Sriyanto, M.Si. 2018-2022
Sumber Data: Ka. TU SMA Yapis Jayapura 2020.
Dalam perkembangan SMA ini telah terjadi pergantian kepemimpinan
sebanyak 5 kali dari Drs. Soekino, DH (1989-2000), Drs. Syamsuri (1996-2000),
Drs. Saryanta, (2000-2004), Drs. Pandji Suryawan Suhirman (2004-2008), Drs. Joko
Sriyanto, M.Si.(2008-2020). Akreditasi yang dimiliki oleh lembaga ini adalah
terakreditasi A pada tahun 2017 dan telah menggunakan kurikulum K.13 yang
ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai lembaga pendidikan tentunya membendung
westernisasi dan modernisasasi negatif yang berkembang pesat dan begitu cepat
serta berdampak pada perkembangan perilaku dan sikap generasi muda khususnya
siswa di SMA Hikmah Yapis Jayapura, dengan adanya pembelajaran yang
diselenggarakan oleh sekolah, dapat menghalaui dan membendung pengaruh negatif
tersebut, di samping itu pula senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Visi dan Misi
Visi SMA adalah Mewujudkan peserta didik yang cerdas, berprestasi dan
berkarakter.
Misinya:
a. Mengembangkan potensi sumber daya manusia yang beriman dan berkarakter.
b. Menyiapkan peserta didik yang berprestasi dalam bidang akademik dan non
akademik.
c. Menghasilkan lulusan yang unggul, cerdas dan terampil dalam mengaplikasikan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
123
Tabel 11 : Jumlah Siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Agama
No Rombongan Belajar L P Jumlah Ket.
1 Kelas X IPS 14 5 19
2 Kelas X MIPA 8 5 13
3 Kelas XI IPS 18 7 25
4 Kelas XI MIPA 7 13 20
5 Kelas XII IPS 13 8 21
6 Kelas XII MIPA 10 8 18
Jumlah 70 46 116
Jumlah Siswa Berdasarkan Agama
No Rombongan Belajar Islam Non
Islam Jumlah Ket.
1 Kelas X IPS 19 0 19
2 Kelas X MIPA 10 3 13
3 Kelas XI IPS 18 7 25
4 Kelas XI MIPA 18 2 20
5 Kelas XII IPS 16 5 21
6 Kelas XII MIPA 16 2 18
Jumlah 97 19 116
Dengan data yang diungkapkan bahwa jumlah siswa SMA Hikmah Yapis
Jayapura dari 116 siswa, siswa yang beragama Islam adalah 97 atau 84% dan siswa
non Islam adalah 19 atau 16%. Secara perbandingan agama dengan agama Islam
cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam, namun karena minoritas maka
tetap menjadi pelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh siswa di sekolah
tersebut.
b. SMK Hikmah Yapis Jayapura
Sejarah dari Sekolah Menengah Kejuruan Yapis Papua Jayapura atau yang
disingkat dengan SMK Hikmah Yapis Jayapura didirikan pada tahun 1972 oleh
Suwarno yang juga sebagai pengurus Yapis pada bagian Biro Personalia Yapis Irian
Jaya. Berdirinya sekolah ini diawali dengan inisiatif bapak Suwarno sendiri untuk
mendirikan kursus pembukuan Bon A dan Bon B, dari kursus ini kemudian
berkembang menjadi SMEA Hikmah Yapis Jayapura dengan status terdaftar,
jurusan tata buku dan tata usaha. Lulusan perdana SMEA Yapis Jayapura pada tahun
1975. Ketertarikan masyarakat terhadap pendidikan di bawah Yapis khususnya pada
SMEA Yapis Jayapura semakin terasa dengan hadirnya 2 (dua) kelas jauh dari
sekolah ini dengan dibukanya SMEA Yapis Abepura yang berjarak 17 km dari
SMEA Jayapura dan SMEP Sentani yang berjarak 40 km dari SMEA Jayapura.
Dalam perjalanannya kedua sekolah tersebut akhirnya berpisah dari SMEA Yapis
Jayapura. SMEA Abepura kemudian dikelola oleh perguruan Muhammadiyah dan
SMEP Sentani dikelola oleh YPKP (Yayasan Pondok Karya Pembangunan).
124
Kepemimpinan sekolah ini dari awal berdirinya sampai sekarang dapat dilihat
pada:
Tabel: 12 Periodisasi Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura
No Nama Kepala Sekolah Tahun Jabatan Ket
1 Usman Alfian, BA 1972-1979 Kepala Sekolah
Pertama
2 Masuko 1979 Karateker
3 Hj. Asiyah, S.Ag. 1980-1982 Purna Tugas
4 Drs. H.M. Yusuf DH 1982-1992 Pindah ke dinas P dan
P Provinsi Papua
sebagai Ka.subdin.
5 Dra. Tami Susilawati 1992-2004 Masih aktif mengajar
di SMK Yapis
Jayapura
6 Pamujiyanto 2004-2007 Pindah tugas
7 Miftachul Arifin, S.Pd. 2004-2011 Pindah tugas
8 Gunanto, SE, M.Si. 2011-2020 Masih Aktif menjabat
Sumber data: Ka. TU SMK Hikmah Yapis Jayapura.
Upaya dan usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas tidak pernah surut, hal ini diwujudkan dengan perubahan status
akreditas sekolah yang dulunya terdaftar sekarang telah menjadi sekolah dengan
status terakreditasi A. Sekolah ini memiliki dua kelompok jurusan, pertama dengan
jurusan Bisnis dan Manajemen, dan kedua jurusan Teknik Informatika. Bukan saja
status akreditasi yang dikejar namun juga ruangan yang dipakai untuk belajar
mengajar. SMK Hikmah Yapis Jayapura dulunya dalam proses belajar mengajar
meminjam gedung SD Hikmah 1 yang juga berada di bawah naungan Yapis.
Pelaksanaan pembelajarannya dimulai pada siang sampai sore hari, hal ini
dikarenakan kelas yang dipakai untuk belajar diberikan dulu kepada siswa SD yang
memulai sekolah pada pagi sampai siang hari, kemudian berganti fungsi menjadi
kelas yang dipakai oleh SMK pada siang hingga sore hari. Alhamdulillah berkat
usaha dan upaya keras dari civitas sekolah, mimpi sekian lama akhirnya sejak tahun
2006 sampai sekarang, SMK Yapis telah memiliki gedung sendiri dalam proses
pembelajarannya.24
Sekolah Menengah Kejuruan Hikmah Yapis Jayapura adalah sekolah swasta
yang berada di Papua yang di bawah naungan sebuah Yayasan yaitu Yayasan
Pendidikan Islam (YAPIS) tepatnya di Jayapura yang beralamatkan di Jl. Sam
Ratulangi No.3A Mandala, Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua. Tempatnya
sangat strategis dan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat yang ingin berkunjung
dan ingin menimba ilmu di tempat tersebut. Walaupun sekolah ini adalah Yayasan
Pendidikan Islam, namun tidak sedikit peserta didik non muslim yang bersekolah di
SMK Hikmah Yapis Jayapura sebagai sekolah pilihan. Ada beberapa alasan
24
Menik, “Kepala Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 24
September 2020.
125
mengapa SMK menjadi pilihan peserta didik untuk sekolah bahkan dari peserta
didik Papua. Yang pertama karena sekolah ini berada di tengah kota atau terjangkau
dengan kendaraan darat maupun jalan kaki. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Alexia dan Affila Tuo bahwa tempat tinggal saya di dok V Jayapura maka pilihan
saya bersekolah di tempat ini menjadi pilihan yang sangat realisitis, di samping
dekat dan juga biaya sekolahnya terjangkau. Yang kedua pilihan bersekolah di SMK
Yapis karena ada kemudahan masuk perguruan tinggi yaitu Universitas Yapis bila
peserta didik berasal dari sekolah yang berada di bawah naungan lembaga Yapis
Papua. Yang ketiga SMK Yapis termasuk sekolah yang dipilih karena memiliki
kesamaan jenjang pendalaman pengetahuan melalui program studi Akuntansi karena
di SMK salah satu jurusan yang ada adalah Akuntansi sehingga lulusan dari SMK
Yapis diprioritaskan penerimaannya sebagai mahasiswa.25
Dengan berbagai upaya perjuangan dan terukirnya prestasi sekolah di segala
bidang, hingga saat ini SMEA yang bernama SMK Hikmah Yapis Jayapura
kelompok bisnis dan manajemen berstatus disamakan dengan jurusan Akuntansi dan
sekretaris. Tahun 2000 dimulai upaya dalam merenofasi sekolah SMK Hikmah
Yapis Jayapura. Sejak berdirinya SMK ini belum punya gedung sendiri lokasinya
bersama-sama dengan SD Hikmah 1 Yapis Jayapura dan Alhamdulillah berkat kerja
keras dan upaya serta kerjasama yang kuat antara civitas sekolah, mimpi sekian
lama akhirnya gedung cantik dan megah ini dapat terwujud dan jadi milik SMK
Hikmah Yapis Jayapura sendiri dengan segala keberadaannya dan InsyaAllah Tahun
ajaran 2006/2007 akan di pergunakan operasionalnya. SMK Hikmah Yapis Jayapura
dengan nomor statistik sekolah 402256004006 dan nomor pokok sekolah nasional
60301040, berada di jalan Dr. Sam Ratulangi No. 3A kelurahan Mandala,
kecamatan Jayapura Utara kota Jayapura Papua, kode pos 99115, nomor telepon
0967534688, email smkhikmahyapis@gmail.com
Visi dan Misi SMK Hikmah Yapis Jayapura
Visi yaitu Menjadi lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) di bidangnya yang beriman, bertaqwa, terampil, dan
mandiri.
Misi:
1) Membangun generasi penerus bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2) Menghasilkan lulusan yang profesional di bidang Akuntansi, Administrasi
perkantoran dan Rekayasa Perangkat Lunak serta mampu berwirausaha.
3) Menjadi lembaga pendidikan berkualitas standar nasional.
4) Menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan industri.
5) Memberikan rasa aman dan kesejahteraaan pada seluruh warga sekolah.
Tabel 13 : Jumlah Siswa SMK Jenis Kelamin
No Gabungan Kelas L P Jumlah Ket.
1 Kelas X XI XII 150 161 311
25
Alexia Tuo, “Siswi SMK Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 24 September
2020.
126
Jumlah Siswa Berdasarkan Agama
No Agama Islam Non
Islam Jumlah Ket.
Jumlah Siswa 263 48 311
Dengan data yang diungkapkan bahwa jumlah siswa SMK Hikmah Yapis
Jayapura dari 311 siswa, siswa yang beragama Islam adalah 263 atau 84% dan siswa
non Islam adalah 48 atau 16%. Secara perbandingan agama dengan agama Islam
cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam, namun karena minoritas maka
tetap menjadi pelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh siswa di sekolah
tersebut.
Tabel 14 : Guru PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura
No Nama Guru Kelas Semester
Ganjil
Semester
Genap Ket.
1 Ali Rumatiga, S.Pd.I X √ √
2 Siti Zuhriyeh, S.Pd.I XI √ √
3 Siti Zuhriyeh, S.Pd.I XII √ √
Guru yang mengajar pendidikan agama di SMK Hikmah Yapis Jayapura
adalah guru non PNS yang telah mengabdi selama 10 tahun. Untuk kelas X
(sepuluh) yang meliputi kelas Akuntansi, RPL, MP diajarkan oleh Ali Rumatiga,
S.Pd.I. sedangkan kelas XI (sebelas) dan XII (dua belas) diampu oleh Siti Zuhriyeh,
S.Pd.I. keduanya telah mengajar sekolah dengan durasi yang cukup lama sehingga
pengalaman dalam mengajar siswa materi pendidikan agama Islam dapat dikatakan
mumpuni. Keduanya guru tersebut beragama Islam.
127
BAB IV
PEMBELAJARAN PAI DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK
Tahun 2010, peneliti mendengar dialog di depan sekolah Yapis yang letaknya
berdekatan antara SMA Yapis dengan SD Yapis. Seorang guru SMA bertanya
kepada orang tua murid yang akan mendaftarkan anaknya bersekolah pada SD Yapis
Jayapura. Guru berkata: “Hai anak, apa yang kamu bikin, disini”. Jawab orang tua
murid “saya mau kasih sekolah sapu anak di sekolah ini”, maksudnya orang tua
murid hendak mendaftarkan anaknya masuk bersekolah di sekolah SD Yapis. Lalu
guru tersebut mengatakan lagi: “koo tra bosan ka, sekolah di Yapis”. Dijawab oleh
orang tua tersebut: “tidak Bapak! sa kan lulus di Yapis, jadi sapu anak juga, sakasih
masuk di Yapis. Lalu dijawab lalu oleh guru Yapis tersebut: ooh, kira ko bosan
sekolah di sini. Kata wali murid lagi: “ah tidak bapak”.
Dialog antara guru SMA Yapis dengan orang tua murid tadi hanya gambaran
kecil dari aktivitas-aktivitas kegiatan sekolah-sekolah Yapis Jayapura. Secara umum
dapat menggambarkan keadaan suasana kebathinan yang cair, yang akrab, dan
bersahabat dilakukan oleh dua orang tersebut yang pernah berada dalam satu
lingkup pembelajaran di sekolah, dimana guru SMA Yapis sebagai guru yang masih
mengajar hingga sekarang, sedangkan wali murid SD adalah siswa non muslim yang
pernah menimba ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan Yapis Papua dan pernah
diajar oleh guru Yapis tersebut.
Orang tua murid yang menyekolahkan kembali anaknya ke lembaga
pendidikan Yapis Papua memiliki pengetahuan bahwa Yapis Papua sebagai sekolah
yang bercirikan agama tertentu tidak menjadi penghalang baginya untuk
menyekolahkan anaknya. Bahkan orang tua tersebut pernah menjadi peserta didik
dan diajarkan pembelajaran pendidikan agama Islam dengan status agama yang
dimiliki oleh siswa tersebut sebagai non muslim.
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam pada masyarakat
pluralistik yang dapat diterima oleh peserta didik yang beragam keyakinan yang
telah terlaksana ini menjadikan peneliti menguraikan pelaksanaan pembelajaran
tersebut dari sisi kebijakan pembelajaran, pelaksanaan dan masalah-masalah
pembelajaran akan dianalisis oleh peneliti dalam uraian berikut.
A. Kebijakan Pembelajaran PAI pada Yapis Papua
Peneliti temukan melalui obeservasi dan wawancara bahwa Yapis Papua di
dalam pembelajaran PAI memiliki kebijakan pada penetapan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran keagamaan pendidikan agama. Pembelajaran ini sesuai dengan amanat
dari undang-undang sistem pendidikan nasional, dimana tujuan diadakan
pembelajaran pada peserta didik bertujuan menjadikan peserta didik yang beriman,
bertakwa dan berakhlak mulia serta dapat membangun hubungan yang baik antara
sesama masyarakat baik di dalam intern umat beragama maupun antar umat
beragama di dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia. Kebijakan
pembelajaran Yapis ini mengacu pada kebijakan pemerintah yang tertuang pada
peraturan menteri agama, peraturan pemerintah dan juga undang-undang sistem
pendidikan nasional. Karena kehadiran dari yayasan Islam ini sebagai jawaban atas
kehendak masyarakat muslim untuk dapat menyekolahkan anak-anak mereka pada
128
sekolah yang menyediakan layanan pendidikan agama khususnya layanan agama
Islam.1
Meskipun demikian Yapis belum dapat memberikan semua apa yang
diinginkan oleh masyarakat muslim, sehingga yang dapat dipenuhi oleh Yapis Papua
adalah sekolah-sekolah yang berciri khas agama. Dimana sekolah yang berciri khas
agama ini adalah sekolah-sekolah umum namun muatan agama Islam dapat
dilaksanakan dengan baik. Misalnya pada penggunaan-penggunaan atribut
keagamaan seperti jilbab, memakai rok panjang untuk putri, atau juga pada kegiatan
sholat dhuhur berjamaah, kegiatan keislaman pada hari-hari besar Islam (Isra Mi‟raj,
maulid nabi, tahun baru Islam, halal bi halal), dan adanya lingkungan peserta didik
yang mayoritas beragama Islam. Pembelajaran yang terlaksana di lingkungan pada
Yapis Papua dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, mengikuti pedoman
pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, dimana pemerintah melalui
pengelola pendidikan yang ada pada kementrian pendidikan nasional dan
kementrian agama. Pendidikan ini memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan potensi segenap anak bangsa sehingga negara Indonesia dapat
bersaing dengan negara lain pada setiap sisi.2
Kebijakan Yapis Papua terhadap pembelajaran diterapkan pada sekolah-
sekolah dengan tujuan agar tercapainya cita-cita yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa dan negara melalui saranan pendidikan. Kebijakan merupakan kumpulan
ketentuan yang dijadikan pedoman petunjuk dan pegangan dalam pengembangan
dan pelaksanaan berbagai program kegiatan dalam mencapai tujuan, sasaran, serta
visi dan misi dari lembaga pendidikaan Yapis Papua. Salah satu kebijakan yang ada
di lembaga pendidikan Yapis adalah pembelajaran pendidikan agama Islam pada
peserta didik yang beragam keagamaannya.
Kebijakan pembelajaran PAI sebagai mata kuliah atau mata pelajaran yang
diberikan pada satuan pendidikan merupakan aktivitas yang wajib diberikan pada
jalur, jenjang dan jenis pendidikan baik itu satuan pendidikan yang berada di bawah
pemerintah maupun sekolah yang dikelola oleh masyarakat. Misi utama dari
pembelajaran pendidikan agama Islam ini adalah membina kepribadian siswa secara
utuh dengan harapan bahwa peserta didik tersebut dapat menerapkan ilmu yang
telah dimiliki agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa. PAI di sekolah berada di suatu sistem persekolahan yang secara
institusional terikat oleh sistem persekolahan yang cenderung menganut sistem
pendidikan sekuler. Di satu sisi pembelajaran PAI di satuan pendidikan sebagai
subsistem dari sistem pendidikan yang diselenggarakan di satuan pendidikan, namun
pada sisi yang lainnya PAI sebagai subsistem dari pendidikan Islam yang dituntut
untuk mengembangkan dan mengelola diri sendiri sesuai dengan karakter
pendidikan Islam.3
Pembelajaran pada sistem persekolahan terdapat dua istilah, yaitu
“pendidikan” dan “pengajaran”, terhadap kedua istilah ini praktisi pendidikan lebih
1H. Syaiful, “Pengurus Yapis Cabang Kota Jayapura” Wawancara, April 2021.
2Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Papua” Wawancara, Juli 2020.
3Satrio Soemantri Brodjonegoro, Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 11.
129
cenderung ke arah pengajaran bukan pendidikan. Berkaitan dengan makna
pendidikan dan pengajaran, Harun Nasution menegaskan bahwa dalam membentuk
kepribadian murid sebagai pribadi yang utuh dibutuhkan pendidikan agama bukan
pengajaran agama. Namun umumnya berlaku di sekolah adalah pengajaran agama
bukan pendidikan agama.4 Mungkin dari hal inilah yang menyebabkan salah satu
penyebab kemerosotan akhlak, khususnya di kalangan peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa. Penyelenggaraan pembelajaran PAI di sekolah harus dibedakan
antara program dengan tujuan. PAI di sekolah merupakan salah satu program dari
pendidikan Islam yang fungsinya sebagai media pendidikan Islam melalui lembaga
pendidikan formal yang diberikan pada sekolah di bawah Yapis Papua. Nurcholis
Madjid membedakan penyelenggaraan pendidikan Islam kepada dua bagian.
Pertama program pendidikan yang bertujuan untuk mencetak ahli-ahli agama atau
kependidikan Islam. Kedua, program pendidikan agama yang bertujuan untuk
memenuhi kewajiban setiap pemeluk agama untuk mengetahui dan mengamalkan
dasar-dasar agama.5
Yang dimaksud dengan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan Yapis
Papua Jayapura adalah bagian yang kedua, yaitu program pendidikan agama Islam
sebagai suatu pelajaran tentang agama Islam yang diberikan di sekolah dan
perguruan tinggi Yapis. Tujuan dari pelaksanaan ini adalah untuk membina peserta
didik menjadi orang yang memiliki kepribadian muslim secara utuh yakni pribadi
yang selalu taat akan agamanya, bukan sekedar menjadi ahli di dalam bidang agama
Islam. PAI pada Yapis Papua bertujuan untuk menghasilkan para siswa yang
memiliki jiwa agama dan taat menjalankan perintah agamanya, bukan menghasilkan
peserta didik yang ahli agamanya. Titik tekannya adalah mengarahkan peserta didik
agar dapat menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa untuk mengamalkan
amal sholeh sesuai dengan kadar kemampuannya.6
Aktivitas ini mengikuti peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Dimana menyebutkan pendidikan
agama adalah proses pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk
kepribadian dan sikap, serta keterampilan peserta didik dalam mengamalkan
pengetahuan agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
kuliah/mata pelajaran pada semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.7
Demikian pula dengan peraturan menteri agama tentang pengelolaan
pendidikan agama di sekolah disebutkan bahwa pendidikan agama adalah
pendidikan yang memberikan pengetahuan serta membentuk sikap kepribadian dan
keterampilan dalam mengamalkan ajaran agamanya, pemberian ini melalui mata
pelajaran pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Kurikulumnya adalah
seperangkat rencana mengenai isi, tujuan, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
4Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Cet.2; Bandung: Mizan,
1995), h. 385. 5Nurcholis Madjid, Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), h. 40. 6Heri “Wakil Sekretaris Yapis Pusat” Wawancara, Februari 2020.
7Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 1 Ayat 1.
130
mencapai tujuan pendidikan agama yang mana acuannya pada standar isi dan
standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.8
Uraian ini dapat dipahami bahwa pembelajaran pengetahuan tentang agama
Islam yang diberikan di sekolah merupakan bagian integral dari pendidikan Islam.
Mata pelajaran PAI yang diberikan di perguruan tinggi/sekolah Yapis mempunyai
misi lebih luas dari sekedar memberi pengetahuan tentang ajaran agama Islam. PAI
lebih dititikberatkan pada pembinaan kepribadian peserta didik berdasarkan ajaran
Islam, yang salah satu aspeknya adalah pembekalan pengetahuan tentang agama
Islam.
Sebagaimana layaknya mata pelajaran PAI yang berpedoman pada peraturan
pemerintah termuat di dalamnya strategi, materi, metode, sarana dan evaluasi secara
terencana. Maka pembelajaran PAI di satuan pendidikan di bawah Yapis Papua
merupakan suatu mata kuliah/mata pelajaran wajib untuk ditransferkan kepada
semua peserta didik, meskipun pada mata pelajaran ini hanya terdapat waktu 2 jam
perminggu di perguruan tinggi, dan 3 jam perminggu di sekolah bila dikelola dengan
baik dan secara optimal maka akan memperoleh hasil yang sangat baik dan
memuaskan.
Pelaksanaan pembelajaran pada Yapis Papua dilihat dari sistem yang telah
berjalan maka pembelajarannya mengikuti sistem pendidikan secara nasional,
pelaksanaan ini dapat membantu pemerintah pengembangan sumber daya manusia.
Apa yang dilakukan oleh Yapis Papua memberikan gambaran kepada masyarakat
umum bahwa sekolah-sekolah Yapis ini menjadi agen perubahan manusia ke arah
lebih baik. Hal ini dilihat dari sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah-
sekolah Yapis dimana sistem pembelajaran yang dilaksanakan mengikuti standar
sistem pembelajaran yang ada secara nasional.
Namun bila dilihat pada aplikasi pelaksanaan pembelajaran PAI pada tiga
satuan pendidikan Yapis yang diteliti, memberikan keterangan bahwa terdapat
pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik yang tidak melihat pada aspek
keimanan yang telah dimiliki peserta didik sejak berada di rumah. Dimana peserta
didik yang plural agama diajarkan hanya pelajaran pendidikan agama Islam, tidak
pada pembelajaran pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama peserta didik. Pada
data yang telah diberikan pada bab III disebutkan bahwa terdapat 15% peserta didik
non muslim di SMA dan SMK Hikmah Yapis Jayapura dan 54% peserta didik non
muslim pada Universitas Yapis Papua. Mendekati ¼ dari jumlah mayoritas muslim
bahkan pada perguruan tinggi melebihi jumlah peserta didik muslim.9
Kebijakan mengharuskan peserta didik mengikuti pembelajaran PAI pada
satuan pendidikan secara peraturan dari pemerintah telah menghilangkan hak-hak
yang harus didapatkan peserta didik non muslim, dimana hak tersebut telah dijamin
di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional. Hak mendapatkan layanan
8Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2010 Tentang
Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah, Pasal 1 Ayat 1. 9Saiful, “Ka. Tata Usaha SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, September
2020. Juga Menik Kushendarwati, “Ka. Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, September 2020. Lihat juga Huddy Susanto, “Pusat Data Universitas Yapis
Papua” Wawancara, Januari 2020.
131
pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama yang dimiliki termaktub dalam
undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pada pasal 12 ayat
1 disebutkan bahwa peserta didik yang beragama tertentu mendapatkan layanan
pendidikan sesuai dengan agama yang telah dianutnya serta diajarkan sama guru
pendidikan agama yang seagama dengan peserta didik.10
Aturan ini tidak sepenuhnya dijalankan oleh lembaga pendidikan Yapis
Papua, artinya peraturan untuk mengatur jalannya layanan pendidikan agama di
lembaga pendidikan umum telah dilakukan oleh Yapis Papua dimana peserta didik
yang beragama Islam mendapatkan pembelajaran PAI sesuai dengan ajaran agama
yang dimiliki oleh siswa tersebut. Dari tingkat menengah sampai tingkat pendidikan
tinggi mendapatkan layanan pendidikan agama sebagaimana aturan di dalam sistem
pendidikan nasional. Sebagaimana yang dikatakan Azis Bauw bahwa peserta didik
yang berada di Yapis Papua mendapatkan pembelajaran pendidikan agama11
demikian pula dengan Joko Sriyanto dan Gunanto yang mengatakan bahwa SMA
dan SMK Hikmah Yapis Jayapura telah menerapkan kurikulum K.13 sejak tahun
2016, dimana pembelajaran pendidikan agama menjadi mata pelajaran yang
diberikan kepada peserta didik.12
Semangat untuk menjadikan peserta didik yang beriman dan bertakwa serta
berakhlak mulia menjadi pilihan dari Yapis Papua agar lulusannya dapat
menerapkan pelajaran agama yang telah didapatkan. Namun menjadi
menggabungkan peserta didik yang beragama non muslim dengan peserta didik
muslim pada pembelajaran PAI tidaklah dapat diterima, karena pembelajaran ini
tentunya menyalahi ketentuan peraturan dari pemerintah yang mengakomodir semua
peserta didik untuk dapat mendapatkan layanan pendidikan agama dimanapun dia
bersekolah apakah pada sekolah negeri maupun sekolah swasta. Lembaga
pendidikan harus menyediakan pendidik yang seagama dengan peserta didik.
Yapis tidak menyediakan pendidik yang seagama dengan peserta non muslim.
Menurut Abdul Rasyid bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam yang telah
terlaksana di Yapis Papua sudah terjadi selama ini. Pelaksanaan ini sejak Yapis
Papua berdiri, dimana pendidikan agama Islam diberikan kepada peserta didik
muslim dan non muslim.13
Walau demikian proses ini tidak menjadi hambatan dan
juga tidak mendapatkan penolakan dari peserta didik yang non muslim. Tidak
dijumpai hambatan maupun penolakan dari peserta didik maupun dari masyarakat
menjadikan Yapis Papua masih tetap pada aktivitas pembelajaran PAI sesuai dengan
kebijakannya yaitu hanya menyediakan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan di
bawah Yapis Papua dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan tinggi.
Tidak adanya penolakan dari masyarakat menjadikan aktivitas pembelajaran
PAI pada peserta didik pluralistik dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Hal
ini memungkinkan dilihat dari berbagai aspek yang mendukung yaitu dari sudut visi
10
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. 11
Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Papua” Wawancara Juli 2020. 12
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara Maret 2021.
Juga Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Januari 2020. 13
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor Universitas Yapis Papua” Wawancara, September
2020.
132
misi tujuan, pendidik dan tenaga pendidik, kurikulum yang diterapkan pada peserta
didik. Maka berikut akan diuraikan di dalam mengambarkan pembelajaran PAI
pluralistik pada Yapis Papua:
1. Kebijakan Pembelajaran dari Sudut Visi Misi Tujuan Yapis Papua
Bila dilihat dari sudut Visi dan Misi Yapis Papua maka kebijakan
pembelajaran yang dilakukan Yapis Papua yaitu sebagai bagian dari usaha dan
upaya dalam menumbuhkan dan mengembangkan pendidikan di tanah Papua.
Tertuang di dalam visi misi tersebut yaitu adanya keterwujudan insan Papua yang
memiliki kecerdasan, memiliki kesehatan, memiliki kesejahteraan dan juga menjadi
masyarakat Papua yang beriman. Aplikasi dari visi ini tertuang di dalam misinya
berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Juga SDM yang dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya
demi kesejahteraan umat manusia. Juga menumbuhkembangkan sumber daya yang
mandiri, memiliki akhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan mampu mengatasi
permasalahan dalam masyarakat dan lingkungannya. Mewujudkan sikap
keseimbangan kehidupan jasmani dan rohani dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Visi dan misi yang tertuang ini dapat dilihat sebagai kesatuan dalam
mengembangkan sumber daya yang dimiliki oleh Papua yang dilakukan melalui
lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Yapis Papua. Oleh Abdullah Muin selaku
sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura mengatakan bahwa visi dari Yapis Cabang
itu mengikuti arah dari kebijakan yang ditetapkan oleh Yapis Pusat dimana dapat
menghadirkan suasana pendidikan untuk semua, pendidikan untuk memajukan
potensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di Papua.
Mereka yang tinggal di Papua bukan saja dari masyarakat pendatang namun juga
mereka yang memang asli orang Papua. Orang Asli Papua disekolahkan pada Yapis
dengan biaya yang ditanggung oleh Yapis. Kalaupun tidak semua biaya dibayarkan
oleh Yapis mungkin ada item tertentu dari pembayaran yang tidak dibebankan
kepada warga Papua yang menimba ilmu di lembaga pendidikan ini. Dalam
pembayaran yang dikeluarkan oleh Yapis berlaku kepada semua sekolah Yapis,
pembiyaan pembangunan yang besar maka sebagian dari masyarakat Papua yang
menimba ilmu di Yapis digratiskan biaya bangunannya. Kenapa sebagian saja yang
digratiskan, hal ini dilihat dari kemampuan orang tua murid di dalam membayarkan
biaya pendidikan untuk anaknya. Maka kebijakan di dalam pembayaran ini
dibebaskan bagi mereka yang memang tidak mampu dari segi finansial.14
Dari visi dan misi yang diterapkan oleh Yapis Papua sangat mendukung dan
membantu negara di dalam usaha untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui sarana pendidikan. Penulis melihat hal ini sebagai cara yang dimiliki oleh
Yapis dalam mengembangkan kehidupan bangsa dari Sabang sampai Merauke
dengan pendidikan.
14
Abdullah Muin, Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura, Wawancara, Februari
2020.
133
Dilihat dari kebijakan pendidikannya secara lebih khusus kepada pluralistik
tidak dapat disebutkan di dalam visi dan misi tersebut sebagaimana yang dikatakan
oleh Sam Mamonto bahwa adanya Yapis ini sebagai usaha untuk dapat memberikan
pendidikan dan mengembangkannya di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat
dapat menikmati pendidikan sekalipun mereka berada di tanah Papua, dan bila
dilihat dari perkembangan pendidikan yang ada di Papua tidak sama dengan
pendidikan yang ada di luar Papua, dimana perkembangan pendidikan yang ada di
luar Papua lebih berkembang. Namun kehadiran Yapis memberikan harapan
minimal dapat menikmati pendidikan setara dengan pendidikan yang ada di daerah
lain.15
Bila dilihat dari tujuan Yapis Papua pada pelaksanaan pembelajaran PAI yaitu
berkembangnya potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia dalam kehidupan diri, kehidupan keluarga, dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara.16
Tujuan kebijakan pembelajaran PAI yang tidak jauh dari tujuan agama Islam
itu sendiri, yakni agar peserta didik menjadi umat yang berpedoman kepada al-
Qur‟an dan sunnah Rasulullah saw. dalam melaksanakan kehidupan dan
penghidupan agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup secara lahir
maupun bathin sejak di dunia maupun di akhirat nantinya.17
Pada umumnya
pendidikan lebih cenderung mengajarkan pengetahuan, keterampilan, kesehatan
jasmani, kemandirian dan rasa tanggung jawab bermasyarakat, bernegara dan
berbangsa. Pendidikan yang dilaksanakan jarang dan kurang terpadu dengan
pembinaan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang wujudnya akan
sampai pada tercapainya perilaku budi pekerti yang luhur.
Tujuan dari kebijakan pembelajaran PAI pada peserta didik pada Yapis Papua
mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah bahwa pendidikan untuk
semua, pendidikan tidak membeda-bedakan asal suku, ras dan budaya suatu bangsa.
Melainkan semua memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan.
Kehadiran dari lembaga pendidikan Yapis Papua menjadi jawaban akan kebutuhan
pelayanan pendidikan di tanah Papua. Tidak dapat dielak karena kehadiran Yapis
memberikan pengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia. Hal ini sejalan
dengan tujuan dari pendidikan tersebut. Dimana tujuan dari pendidikan adalah
mengembangakan potensi dan mencerdaskan individu masyarakat Indonesia ke arah
yang lebih baik. Dengan harapan mereka memiliki pendidikan yang baik,
mempunyai kreativitas, pengetahuan, mandiri, kepribadian dan menjadi orang yang
senantiasa bertanggung jawab. Kebijakan pembelajaran ini tidak ada pembedaan
dalam pelaksanaan pendidikan, artinya Yapis sebagai lembaga penyedia layanan
pendidikan memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk
15
Sam Mamonto, “Staff Yapis Kota Jayapura 2000-2005, Wawancara, Desember
2020. 16
Depdiknas RI, Kurikulum Sekolah Menengah Atas: Garis-Garis Besar Program
Pendidikan, (Jakarta: Depdiknas, 1999), h. 15. 17
Dahlan M.D, Model-Model Mengajar, (Bandung: CV. Diponegoro, 1994), h. 6-10.
134
mendapatkan layanan pendidikan yang baik, pendidikan yang bermutu dan
pendidikan yang menjadikan mereka insan kamil, manusia yang sempurna. Proses
sampai kepada kesempurnaan tersebut dapat diasah melalui lembaga pendidikan.18
Senada yang disampaikan oleh Bauw bahwa kebijakan pembelajaran yang
ditetapkan oleh Yapis Papua untuk dapat mencapai tujuan nasional yaitu menjadikan
insan Indonesia yang mampu mengembangkan potensi diri yang dimiliki dan dapat
bersaing dengan dunia luar.19
Adanya keberpihakan terhadap pendidikan dengan
mengembalikan tujuan pendidikan dengan tujuan yang telah tetapkan. Pendidikan
yang direduksi dan dipersempit, dikembangkan kembali menjadi pendidikan yang
dapat membina dan membimbing peserta didik dalam pengembangkan potensi yang
dimilikinya. Untuk perkembangan tugas-tugas manusia sebagai khalifah di muka
bumi. Pendidikan yang mampu mengembangkan dan membina perwujudan diri
siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan Allah swt. Muhaimin dan Mujib
mengatakan bahwa tujuan PAI harus berorientasi pada hakikat pendidikan dan
pembelajaran yaitu:
1) Tugas dan tujuan hidup manusia yaitu menjadi khalifah di muka bumi
sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah yang terjemahannya: katakanlah
(Muhammad), Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan seluruh alam.
2) Sifat-sifat dasar manusia, yakni konsep tentang manusia yang diciptakan sebagai
khalifah di muka bumi QS.51: 56. Penciptaan ini dibekali dengan berbagai
macam fitrah yang kecenderungan pada alternatif (rindu akan kebenaran dari
Tuhan) berupa agama Islam QS.18: 19.
3) Tuntutan masyarakat, untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang telah
melembaga di masyarakat maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan
hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia.
4) Dimensi-dimensi kehidupan ideal agama, mengandung nilai yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia sedunia untuk mengelola dan
memanfaatkan dunia sebagai bekal kesejahteraan hidup di akhirat, serta
mengandung nilai-nilai yang mengajak semua untuk berusaha maksimal agar
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang tidak perpaku pada
gemerlap kehidupan di dunia.20
Tujuan dari pendidikan sebagaimana termaktub dalam undang-undang nomor
2 tahun 1989 yaitu adanya pendidikan untuk dapat mencerdaskan kehidupan warga
dan mengembangkan potensi manusia yang dimiliki secara optimal. Yaitu dengan
menjadi orang yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, memiliki kepribadian
yang mantap, budi pekerti yang luhur dan bertanggung jawab kepada bangsa.
Dipertegas tujuan dari pendidikan di dalam undang undang nomor 20 tahun 2003
yang berbunyi bahwa adanya pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertakwa dan berakhlak mulia,
18
Abdullah Muin, Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura, Wawancara, Februari
2020. 19
Azis Bauw, Wakil Ketua Yapis Pusat Papua, Wawancara, Juni 2020. 20
Afnil Guza, “Standar Nasional Pendidikan (SNP), Kumpulan Undang-Undang
tentang Pendidikan, (Jakarta: Asa Mandiri, 2007).
135
sehat, cakap, kreatif, mulia, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Sebagai lembaga pendidikan umum bercirikan Islam maka
adanya pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam adalah untuk
membimbing agar peserta didik menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal
sholeh dan berakhlak mulia seta berguna bagi masyarakat.21
Pernyataan beberapa pihak yang menyempitkan pendidikan dengan
“persekolahan” yang kemudian diperkecil lagi dengan “pengajaran”, untuk
selanjutnya diperkecil dengan “pengajaran di kelas” dan makin diperkecil lagi
menjadi penyampaian materi kurikulum. Untuk selanjutnya berakhir dengan
mempersiapkan diri pada Ujian Nasional (UN). Akibatnya pendidikan telah
berorientasi pada suatu hal yang sangat sempit, berpusat pada aspek kognitif dan
intelektual sehingga pendidikan tidak mampu menghasilkan pribadi yang utuh,
bahkan membina iman dan takwa pada siswa yang sulit dilaksanakan.
Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa Yapis Papua memiliki tujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kebijakan pendidikan dilihat dari
tujuannya. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh Yapis Papua yang diterapkan
pada sekolah-sekolah yang berada di bawah Yapis bertujuan untuk mengadakan
kegiatan pembelajaran demi mengupayakan pencerdasan kehidupan bangsa. Tujuan
pendidikan ini sejalan dengan Fazlurrahman dalam Ajat merumuskan bahwa tujuan
dari pendidikan Islam adalah dapat mengembangkan pengetahuan yang telah
diperoleh sebagai dasar bagi pribadi yang dapat memanfaatkan sumber alam demi
kerahmatan umat manusia serta dapat menciptakan keadilan, kemajuan dan
keteraturan dunia.22
2. Dampak Kebijakan Yapis pada Pembelajaran PAI Pluralistik
Kebijakan pembelajaran pendidikan agama pada masyarakat pluralistik pada
satuan pendidikan yang berada di bawah Yapis Papua tentunya terdapat
pencampuradukan antara yang benar dengan yang salah. Pencampuran tersebut
terjadi terlihat dari adanya penyatuan pembelajaran pendidikan agama yang hanya
mengajarkan satu ajaran agama saja. Ajaran pada pendidikan agama memuat
mengikuti platform dari yayasan. Pelaksanaan kegiatan ini telah terjadi dengan
sendirinya sejak adanya lembaga pendidikan ini. Selama ini tidak ada penolakan
yang diutarakan dari pemeluk agama yang berbeda dengan ciri khas agama dari
Yapis Papua. Kebijakan pembelajaran pada masyarakat pluralistik ini sejalan dengan
kebijakan internal Yapis Papua dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama
pada peserta didik pluralistik, dimana Yapis Papua hanya memberikan dan
menyediakan layanan pendidikan agama sesuai dengan agama platform Yapis
Papua. Bagi peserta didik yang agamanya beragam tentunya telah memiliki
kesadaran bahwa nantinya akan mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Yapis sedangkan nuansa keislaman serta asimilasi budaya berbarengan dengan
muatan agama menjadi peraturan yang harus diikuti oleh peserta didik.
21
Zuhairini, Tujuan Agama, 1983), h. 45. 22
Ajat Sudrajat DKK., Dinul Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum, (Yogyakarta: UNY Press, 2016), h. 213.
136
Tokoh sejarah umat Islam di Papua Toni Wanggai mengatakan bahwa dalam
satu keluarga dalam satu marga atau suku yang ada di Papua terdapat beragam
agama. Pemilihan agama yang dipilih oleh anggota suku tidak menjadikan agama
yang dianut sebagai sarana untuk saling bermusuhan, saling membenci. Terkadang
dengan perbedaan agama tersebut menjadikan anggota suku menjadi beragam
agama. Dengan keberagaman tersebut menuntut untuk saling menghargai, dan
bahkan melengkapi dan menguatkan dalam kehidupan satu suku dalam bingkai
negara kesatuan republik Indonesia.23
Istilah yang sering disebut yaitu satu tungku
tiga batu. Istilah ini dipopulerkan oleh Fak-Fak yang menyebutkan bahwa apapun
agama yang dimiliki oleh anggota suku, mereka tetaplah satu suku Patippi.
Fakta bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk berinteraksi, tetapi
hubungan relatif dengan persaudaraan dan nilai-nilai budaya dipertahankan. Dalam
komunitas tersebut maka asal suku yang bisa mempersatukan mereka meski berbeda
agama. Aliansi yang terjalin berpotensi menjembatani jurang antara kelompok
agama dan solidaritas dengan nilai-nilai tradisional, sehingga menghilangkan segala
persoalan dalam kehidupan masyarakat. Satu Tungku Tiga Batu atau Toromit War
Istery yang dikatakan oleh Martinus Ngabalin, merupakan alat kontrol untuk
menjaga keseimbangan kehidupan beragama di masyarakat. Karakter sejarah sosial
masyarakat di Papua mengenai hidup bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan
individu, tetapi tentang membesarkan dan memelihara kehidupan bersama. Satu
tungku tiga batu masih bisa menjadi slogan yang mampu meredam konflik agama.
Oleh karena itu, pengakuan terhadap perbedaan agama bukan merupakan halangan
karena masyarakat hidup berdampingan dengan semboyan Satu Tungku Tiga Batu
yang diikat oleh sesama suku, bukan berasal dari agama yang dianut oleh anggota
suku.24
Falsafah hidup masyarakat Fak-fak di Papua Barat juga dipakai oleh
masyarakat di kota Jayapura mengenal konsep hidup bersama dalam satu ikatan
saudara yang berbeda agama. Namun tidak menjadikan hubungan saudara pisah
karena perbedaan agama. Sebagaimana yang dikatakan Pawa seorang mahasiswa,
keluarga saya dari jalur mama ada yang masih beragama Kristen tidak mengikuti
mama yang menjadi muallaf mengikuti agamanya bapak yaitu Islam, hingga
sekarang keluarga masih memeluk agama Kristen bahkan kakak sepupu dari dini
adalah seorang pendeta dan aktif berkhotbah di keluarga kami untuk mematuhi
ajaran agama Kristen. Orang tua dari Pawa (mahasiswa Uniyap) tidak menekankan
untuk bersikap memusuhi keluarga dari Ibu. Hal ini untuk menjaga hubungan
keluarga yang tidak putus setelah berbeda agama bahkan yang dianjurkan oleh
bapak untuk datang menghadiri kegiatan Natal keluarga yang diselenggarakan sehari
setelah 25 Desember.25
23
Toni Wanggai, “Tokoh Sejarah Umat Islam di Tanah Papua” Wawancara, Oktober
2019. 24
Martinus Ngabalin, “ Falsafah Hidup Orang Fak-fak: Satu Tungku Tiga Batu
Toromit War Istery, “Kenossis” Vol.1 No. 1 Juni 2015. Lihat juga Daud Alfons Pandie,
“Konsep Satu Tungku Tiga Batu: Sosio-Kultural Fak-fak Sebagai Model Interaksi Dalam
Kehidupan Antarumat Beragama” Societas” Vol. 5, No. 1 April 2018. ISSN: 2407-0556. 25
Nur Hanifah Pawa, Mahasiswi Uniyap Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi
Akuntansi, Wawancara, 10 Oktober 2020.
137
Perbedaan dari sisi agama yang berada di keluarga kami tidak menjadikan
kami harus berpisah hubungan keluarga karena keluarga adalah induk terkecil yang
kami miliki juga menjadi sandaran kami. Kekerabatan itu berlanjut sampai kami pun
dari agama Islam dikunjungi oleh keluarga non Islam ketika merayakan halal bi
halal setelah Idhul Fitri dan Idhul Adha. Perbedaan yang dirasakan oleh keluarga
tidak menghalangi keluarga besar Depapre untuk tetap menghormati pilihan mama
untuk mengikuti bapak (beragama Islam) yang berasal dari Jawa, namun juga tidak
menghalangi keluarga yang masih non Islam untuk tetap rukun dan damai dalam
pluralisme agama.
Secara aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui undang-undang
nomor 20 tahun 2003 pasal 12 ayat 1 butir 1, demikian pula peraturan pemerintah
mengenai pendidikan agama dan keagamaan pada pasal 3, pasal 4 ayat 2,pasal 5
ayat 4. Memberikan penekanan untuk memberikan pembelajaran pendidikan agama
sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik. Bila siswa menganut agama
tertentu maka satuan pendidikan hendaknya menyiapkan pembelajaran pendidikan
agama yang relevan dengan keyakinan yang dimiliki oleh peserta didik. Pengajar di
dalam pembelajaran pendidikan agama hendaknya diajar oleh pendidik yang
seagama dengan agama peserta didik. Bila dalam prosesnya tidak terdapat pendidik
seagama maka sekolah atau perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan lembaga
lain untuk dapat menghadirkan tenaga pendidik yang relevan dengan keyakinan
peserta didik dan atau menggabungkan beberapa kelas dalam satu kali tatap muka
untuk dapat tetap melaksanakan kegiatan pembelajaran pendidikan agama yang
menjadi hak dari peserta didik.
Keadaan ini tidak terjadi di lembaga pendidikan di Yayasan Pendidikan Islam
Papua dimana di perguruan tinggi Yapis Papua, SMK Hikmah Yapis Jayapura dan
SMA Hikmah Yapis Jayapura menggabungkan pembelajaran pendidikan agama
Islam untuk peserta didik muslim disatukan dengan peserta didik non muslim.
Pembelajaran pendidikan agama Islam telah terlaksana dari pertama kali peserta
didik masuk menjadi bagian dari sekolah sampai mereka dinyatakan lulus sebagai
lulusan di satuan pendidikan Yapis Papua. Sekalipun pembelajaran ini telah
terlaksana sejak universitas Yapis Papua dan sekolah menengah kejuruan Yapis
Jayapura serta sekolah menengah atas Yapis Jayapura berdiri. Belum dijumpai
adanya resistensi dan penolakan dari peserta didik maupun penolakan dari orang tua
murid mengenai keadaan ini. Kebijakan pembelajaran pendidikan agama Islam pada
peserta didik yang pluralistik ini menyatakan tidak ada penolakan yang disampaikan
oleh warga masyarakat di sekitar Yapis Papua.
Pada tahun 2015, telah datang orang tua calon mahasiswa pada perguruan
tinggi Yapis mendaftarkan anaknya, dimana dalam proses pengambilan formulir
sebelum menyerahkan berkas pendaftaran menanyakan kegiatan yang akan dilalui
oleh calon mahasiswa dan proses pembelajaran yang akan diperoleh selama menjadi
mahasiswa. Tak terkecuali pada pembelajaran agama yang diberikan kepada
mahasiswa baru, maka dijawab oleh bagian pendaftaran mahasiswa baru yang
jawaban tersebut mengacu pada brosur yang didapatkan dari setiap fakultas, bahwa
pembelajaran pendidikan agama pada lembaga pendidikan tinggi ini adalah
pendidikan agama Islam. Bila peserta didik yang beragama lainnya mengikuti dan
menyesuaikan pembelajaran tersebut, dalam artian tetap mengikuti pembelajaran
138
pendidikan agama Islam sebagaimana peserta didik non Islam. Mendengar jawaban
ini menjadikan orang tua menolak untuk memasukkan anaknya menjadi peserta
didik di lembaga pendidikan tinggi Yapis.26
Penolakan ini dilakukan karena belum
menjadi bagian dari Yapis Papua.
Namun pengalaman yang berbeda yang diungkapkan kembali oleh Usman
guru olahraga SMA Hikmah Yapis Jayapura tahun 2002-2015 bahwa telah bertemu
dengan salah alumni SMA Hikmah Yapis yang telah memiliki anak yang juga
menyekolahkan anaknya di sekolah Yapis Jayapura. Ketika ditanya mengapa
menyekolahkan anaknya di sekolah Yapis Jayapura, apa tidak bosan. Kata yang
dikatakan oleh guru SMA tersebut sebagai ungkapan bahasa keakraban antara guru
dengan mantan siswa tersebut. Lalu dijawab oleh mantan siswa: saya lulusan Yapis
maka keluarga saya juga saya masukkan ke Yapis.27
Dari dua pernyataan ini dapat dikatakan bahwa orang tua yang hendak
memasukkan anaknya merasa khawatir akan berpindahnya agama yang dimiliki oleh
anaknya ke dalam agama Islam bila mempelajari pelajaran pendidikan agama Islam.
Namun hal yang berbeda diungkapkan oleh lulusan SMA yang juga beragama
Nasrani yang tetap memilih menjadi bagian Yapis Jayapura dengan memasukkan
keluarganya bersekolah di satuan pendidikan pada lembaga pendidikan ini. Maka
yang pertama karena belum menjadi bagian sudah menolak, sedangkan yang kedua
justru sudah berada di dalam dan telah mendapatkan pembelajaran agama yang
berbeda dengan agama yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga kebijakan
pembelajaran pendidikan agama Islam tidak menjadikan peserta didik terkonversi
menjadi muslim selama mereka menjadi bagian dari sekolah ini.
Oleh Azis Bauw mengatakan cara yang dilakukan oleh lembaga pendidikan
Yapis Papua dalam memberikan pelayanan pembelajaran ini dengan cara kasih.
Yaitu cara yang mengkedepankan kekerabatan dan persaudaraan. Pembelajaran yang
dilakukan bukan menjadikan mereka memeluk agama Islam. Aktivitas keagamaan
Islam yang diberikan kepada seluruh peserta didik ini sebagai informasi keagamaan
bahwa Islam dengan segala aktivitas keagamaannya tidak termuat adanya ajaran
kebencian, tidak termuat ajaran permusuhan.28
Pembelajaran agama yang disasar adalah usaha dan upaya membendung
kelakuan buruk akan bahaya dari penyakit mabuk, penyakit mengganggu orang.
Melalui pendidikan agama yang diajarkan oleh dosen maupun guru mengajak
kepada seluruh peserta didik untuk senantiasa memperhatikan dan menjauhkan diri
dari perbuatan yang dapat membuat kerugian untuk diri juga untuk keluarganya.
Karena bila mabuk dikedepankan maka keinginan untuk belajar, keinginan untuk
berusaha dapat terdegradasi dengan kebiasaan tersebut.
26
Muttaqin, “Bagian Pendaftaran Peserta Didik Baru Universitas Yapis Papua 2015”
Wawancara, Desember 2020. 27
Usman R. “Guru SMA Hikmah Yapis Jayapura 2002-2015” 28
Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Pusat Papua 2017-2022” Wawancara, September
2020.
139
3. Kebijakan Yapis Papua pada Tenaga Pendidik
Kebijakan pembelajaran pada sisi pendidiknya yang telah dilakukan oleh
Yapis Papua adalah dengan sistem desantralisasi yaitu kriteria penerimaan dari
pendidik yang akan menjadi bagian dari satuan pendidikan di bawah Yapis Papua
diberikan kewenangan-kewenangan dari sekolah maupun perguruan tinggi untuk
menentukan tenaga pendidik yang akan diterima. Tidak secara spesifik harus
ditentukan oleh yayasan pendidikan Islam, karena yang lebih mengetahui akan
kebutuhan dari tenaga pendidik adalah dari pihak sekolah dan pihak perguruan
tinggi. Kami dari pihak Yapis hanya menerima laporan jumlah dari guru dan dosen
yang mengajar sesuai dengan kebutuhan dari sekolah tersebut. Kebijakan
pembelajaran Yapis Papua pada sisi pendidik sepenuhnya diberikan kewenangan
pada sekolah/perguruan tinggi Yapis untuk menentukan dalam penerimaan dan
pengajuan sebagai tenaga pendidik tetap. Menurut Irwin bahwa perekrutan adalah
the role of human resource recruitment is build a supply of potential new hires that
the organization can draw on if the need arises. Recruiting consists of any practice
or activity carried on by the organization with the primary purpose of identifying
and attracting potential emloyees.29
Sebagai perekrutan untuk membangun potensial
baru yang dapat mendukung kegiatan dari organisasi tersebut. E. Mulyasa
mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh K.A Rahman dkk. bahwa aktivitas ini
sebagai upaya untuk mencari dan mendapatkan calon tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan yang memenuhi syarat sebagai calon terbaik dan tercakap. Untuk itu
perlu dilakukan seleksi melalui ujian lisan dan tulisan untuk mendapatkan yang
terbaik.30
Upaya mencari yang terbaik sebagai tenaga pendidik dilakukan oleh Yapis
Papua namun dalam pelaksanaan perekrutan tenaga tersebut diberikan
kewenangannya kepada sekolah sebagaimana yang dikatakan oleh Muin bahwa
Yapis Cabang hanya menerima laporan keadaan guru yang terjadi di sekolah,
sedangkan penerimaan tenaga pendidiknya diserahkan oleh sekolah. Bila nanti
dalam pengusulan guru sebagai tenaga pendidik ke dinas pendidikan maka Yapis
Cabang akan menfasilitasi hal tersebut dengan mengeluarkan surat keputusan
yayasan tentang tenaga pendidik di sekolah tersebut.31
Keterangan yang disampaikan oleh Yapis adalah kebijakan penerimaan guru
yang diberikan kepada sekolah dan perguruan tinggi untuk dapat menentukan dan
menerima pendidik yang dibutuhkan sesuai dengan kelengkapan pembelajaran,
dimana salah satu dasar mutu dalam pembelajaran ada pada tenaga pendidik yang
profesional yang sesuai dengan kompentensi yang dimiliki oleh pendidik tersebut.
Untuk mendapatkan tenaga yang sesuai dengan kebutuhan maka diberikan
kewenangan dalam perekrutan di tingkat satuan pendidikan. Begitupun di dalam
menentukan tenaga pendidik sebagai tenaga pengajar dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam dimana sekolah dan perguruan tinggi Yapis lah yang
29
Irwin, Fundamentals Of Human Resource Management, (New York: McGraw-Hill,
2011), h. 136. 30
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 153. Dalam K.A. Rahman, Ardiansyah, dan Marwazi, “Rekrutmen Tenaga
Pendidik dalam Peningkatakan Mutu Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Jambi”
Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9, Nomor 1 April 2015. 31
Abdullah Muin, Wawancara Februari 2020.
140
membuka lowongan, menyeleksi, menguji, menilai dan menerima tenaga pendidik
yang sesuai dengan kebutuhan. Pada tahapan ini, tidak ada keterlibatan Yapis Papua
dalam perekrutan dan penerimaan, namun Yapis Papua dapat memberikan alternatif
pilihan tenaga pendidik yang dapat menunjang visi dan misi Yapis Papua. misalnya
membantu dalam menyebarkan informasi kebutuhan tenaga pendidik yang
profesional dan layak untuk diterima. Apa yang dilakukan oleh Yapis Papua dan
badan penyelenggara pendidikan untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dapat
berjalan dengan baik, berjalan tanpa adanya hambatan dengan kurangnya tenaga
pendidik pendidikan agama Islam.
Keadaan ini menunjukkan bahwa Yapis memberikan keleluasaan bagi sekolah
dan perguruan tinggi untuk dapat mengembangkan pendidikan yang ada di
lingkungan Yapis Papua, sehingga hal ini tidak menjadi penghalang di dalam
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di tempat masing masing.
4. Kebijakan Yapis Papua pada Peserta Didik
Kebijakan Yapis Papua pada penerimaan peserta didik, tidak membatasi
adanya klaster dalam pendaftaran dan penerimaan peserta didik yang mau menjadi
bagian dari sekolah Yapis Papua. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam
membangun pendidikan untuk semua, pendidikan yang mencerahkan untuk setiap
warga negara Indonesia. Tidak membedakan dan memilih dari agama, suku maupun
ras tertentu untuk dapat diterima. Kebijakan penerimaan calon peserta didik pada
Yapis menggunakan desentralisasi pada setiap sekolah maupun perguruan tinggi.
Kalau dalam penerimaan peserta didik baru bila diatur oleh Dinas Pendidikan maka
lembaga pendidikan Yapis akan mengikuti proses tersebut. Artinya tidak ada
penerimaan siswa satu pintu.
Kebijakan penerimaan peserta didik tentunya dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan. Kebijakan operasional penerimaan peserta didik memuat aturan
mengenai jumlah siswa yang dapat diterima di suatu sekolah.32
Ada dua macam
penerimaan peserta didik menurut Sularto dkk. Yaitu pertama, dengan
menggunakan sistem promosi, sedangkan yang kedua menggunakan cara seleksi.
Yang dimaksud dengan sistem promosi adalah penerimaan calon siswa/mahasiswa
dengan cara diterima tanpa menggunakan seleksi. Mereka yang mendaftar untuk
diterima sebagai calon peserta didik diterima begitu saja. Sehingga mereka yang
mendaftar akan langsung diterima sebagai peserta didik. Sistem ini biasanya
dilakukan pada sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi yang jumlah pendaftarnya
tidak memenuhi satu kelas ruang pembelajaran. Sedangkan untuk sistem yang kedua
yaitu dengan sistem seleksi, yang sistem ini ada tiga golongan. Golongan pertama,
seleksi berdasarkan daftar nilai ujian (UN). Golongan kedua, berdasarkan
penelusuran minat dan kemampuan (PMDK). Golongan ketiga, berdasarkan tes
masuk.
Sistem penerimaan calon peserta didik dalam pembelajaran termasuk
pembelajaran PAI pada perguruan tinggi Yapis Papua menggunakan cara yang
32
Mutiarin & Wijaya, “Evaluasi Penerapan Siap PPDB Online Dalam Meningkatkan
Mutu” Jurnal Penelitian Pers Dan Komunikasi Pembangunan, Volume 21. Nomor 2. 2017,
h. 83-99.
141
kedua. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Rasyid, bahwa penerimaan peserta
didik baru di perguruan tinggi ini melalui proses seleksi yang telah diterapkan di
Universitas Yapis Papua adalah menggunakan seleksi dengan melihat nilai hasil
ujian nasional, tes tulis dan wawancara, dan juga melalui jalur prestasi.33
Untuk tes
seleksi masuk perguruan tinggi yang tanpa tes memakai jalur prestasi dan nilai ujian
nasional akan langsung diterima sebagai peserta didik baru dengan melakukan
pembayaran administrasi perkuliahan. Sedangkan jalur tes, yang diberikan kepada
peserta didik baru untuk melihat kelayakan. Dalam tes yang diberikan terdapat calon
yang tidak diterima pada seleksi tersebut. Ketidaklulusan dalam tes, masih dapat
diikuti oleh calon peserta didik baru dengan melapor kembali ke bagian pendaftaran
mahasiswa baru agar diberikan nomor baru dan atau didaftarkan kembali pada
seleksi di gelombang berikutnnya. Seleksi penerimaan mahasiswa baru telah melalui
cara online pada pendaftaran calon, sedangkan tes yang harus diikuti masih secara
offline.
Begitupun pada seleksi pada sekolah menengah kejuruan dan sekolah
menengah atas Yapis Jayapura. Dimana seleksi ini dimulai dengan pembentukan
panitia penerimaan calon peserta didik baru, rapat penentuan peserta didik baru,
pembuatan, pemasangan pengumuman yang diterima sebagai calon peserta didik
baru dan terakhir dengan registrasi ulang. Sebagaimana yang dikatakan oleh kepala
tata usaha SMA dan SMK Hikmah Yapis Jayapura bahwa penerimaan calon peserta
didik baru di sekolah diawali dengan pembentukan panitia, penentuan jumlah
peserta didik yang diterima disesuaikan dengan kapasitas ruang belajar, besaran
biaya yang ditanggung oleh calon peserta didik, waktu awal pembukaan pendaftaran
dan akhir pendaftaran serta seleksi dalam penerimaan calon siswa baru.34
Tidak ada secara spefisik mengkhususkan penerimaan peserta didik dari
masyarakat asli Papua maupun non asli dalam penerimaan siswanya. Ataupun secara
kriteria agama. SMA dan SMK Hikmah Yapis Jayapura tetap menerima peserta
didik dari agama yang beragam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Joko Sriyanto
bahwa sekolah ini tidak mengkhususkan peserta didik yang Islam saja untuk
mendaftar menjadi peserta didik. Siapa saja boleh mendaftarkan dirinya untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui lembaga pendidikan Yapis.
Demikian pula yang dikatakan oleh Gunanto bahwa SMK Hikmah Yapis senantiasa
membuka kesempatan lulusan SMP yang ada di kota Jayapura untuk dapat menjadi
siswa di sekolah ini, bahkan lulusan dari SMP Hikmah Yapis Jayapura untuk dapat
menjatuhkan pilihannya di sekolah yang dikelola oleh Yapis sendiri sehingga
keberlanjutan pengetahuan khususnya pengetahuan agama dapat terkontrol dengan
baik dengan memilih sekolah Yapis.35
Hal ini dapat dilihat pada jumlah peserta didik di tahun 2020 dimana siswa
SMA Hikmah Yapis Jayapura berjumlah 116 siswa. Jumlah tersebut terdapat peserta
33
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura” Wawancara,
Oktober 2020. 34
Menik Kushendartati, “Kepala Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, Januari 2020. Lihat juga Saiful, “Kepala Tata Usaha SMA Hikmah Yapis
Jayapura”, Wawancara, Februari 2020. 35
Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Januari 2020. Lihat
juga Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara, Februari 2020.
142
didik non Islam, siswa non Islam adalah 19 atau 16%, dan siswa yang beragama
Islam adalah 97 atau 84% dan secara perbandingan agama dengan agama Islam
cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam, namun karena minoritas maka
tetap menjadi pelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh siswa di sekolah
tersebut. Sedangkan untuk SMK Hikmah Yapis Jayapura jumlah peserta didiknya
adalah 311 siswa dimana siswa non Islam adalah 48 atau 16%, dan siswa yang
beragama Islam adalah 263 atau 84% dan secara perbandingan agama dengan agama
Islam cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam.
Dari semuanya bahwa kebijakan pembelajaran PAI pada masyarakat
pluralistik yang terlaksana di lembaga pendidikan Yapis Papua termuat pada sisi visi
misi yang mengkedepankan pendidikan untuk semua. Selain dari hal ini maka
kebijakan Yapis pada sekolah dan perguruan tinggi Yapis diserahkan sepenuhnya
pengelolaan pada satuan pendidikan tersebut, misalnya saja dalam perekrutan tenaga
pendidik dimana kebutuhan akan pemenuhan tenaga tersebut dilakukan satuan
pendidikan untuk mengumumkan kepada publik akan kekurangan tenaga pendidik
dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon tenaga pendidik. Kehadiran
Yapis di dalam proses perekrutan calon tenaga pendidik pada pembuatan surat
keputusan Yayasan untuk mengangkat seseorang sebagai tenaga pendidik tetap di
bawah lembaga pendidikan Yapis Papua. Demikian pula mengenai calon peserta
didik, dimana diberikan keleluasaan untuk mencari dan mengumumkan penerimaan
peserta didik di media sosial maupun di media cetak. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk pemberian kewenangan untuk menggaji dan mengelola pelaksanaan
pembelajaran di sekolah dan di perguruan tinggi.
5. Kebijakan Yapis Papua pada Kurikulum Pembelajaran
Kebijakan kurikulum pembelajaran ini sebagai rangkaian asas dan konsep
yang dijadikan sebagai acuan kerja di dalam pendidikan di lembaga pendidikan
Yapis Papua. Pendekatan kebijakan pembelajaran Yapis Papua dengan mengajak
untuk membangun bersama melalui sarana pendidikan. Kebijakan pembelajaran
yang terjadi di Yapis Papua mengikuti kurikulum pembelajaran yang ada pada
standar nasional pendidikan sebagai acuan di dalam menetapkan pembelajaran yang
ada, sehingga dapat mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Murray Print bahwa adanya aktifitas kegiatan yang diberikan kepada
peserta didik oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang dinikmati oleh siswa,
melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan
tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan. Demikian pula yang dikatakan
oleh Crow and Crow bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah
mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program
dan memperoleh ijazah.36
Semangat yang tinggi dan komitmen membangun inilah yang ada pada
lembaga pendidikan Yapis Papua di dalam membangun sumber daya manusia orang
Papua tanpa batas. Melalui kurikulum pembelajaran siswa dari tingkat dasar sampai
tingkat tinggi yang berwawasan sosial multikultural yang toleran. Komitmen Yapis
Papua dalam meningkatkan mutu pendidikan di tanah Papua melalui penetapan
36
Murray Print and Crow and Crow.
143
kurikulum pembelajaran bukan hanya terfokus pada kurikulum agama Islam saja
atau yang belajar agama di lembaga ini hanya untuk siswa beragama Islam namun
untuk semua agama. Dalam artian agama menjadi pegangan masing-masing namun
nilai-nilai dari dari agama Islam yang baik dan tidak bersinggungan dengan agama
lain menjadi pilihan di dalam penentuan kurikulum di Yapis Papua. adanya
semangat membangun keharmonisan kerukunan umat beragama melalui jalur
pendidikan. Hal ini dilakukan dengan memperkenalkan kurikulum kemajemukan
dan multikultural yang termuat di dalam kurikulum institusi Yapis dari tingkat dasar
sampai tingkat perguruan tinggi. Berdirinya Yapis Papua yang telah menginjak
umur 52 tahun merupakan tonggak sejarah dimulainya sistem pendidikan nasional
berbasis kebangkitan nasional dan persatuan kebangsaan nasional Indonesia di tanah
Papua.
Sistem pendidikan yang digunakan pada lembaga Yapis Papua adalah sistem
pendidikan nasional memakai kurikulum nasional sama dengan yayasan lainnya
yang telah ada di tanah Papua.37
Sedangkan mata pelajaran ciri khas Yapis diberikan
kepada siswa pada jam kurikuler khususnya siswa yang beragama Islam. Peserta
didik yang diakomodir menjadi siswa adalah murid yang telah memasuki usia
sekolah tanpa memandang dari suku, agama, ras maupun dari tingkat sosial. Hal ini
yang menjadi pilihan lembaga Yapis Papua melayani semua anak-anak Papua
apapun latar belakang dimiliki, karena memperoleh pendidikan adalah hak semua
anak bangsa apapun agamanya. Maka inilah yang dilakukan juga bersikap terbuka
dari kalangan non muslim termasuk staff pengajar dan tenaga administrasi di
lembaga pendidikan Yapis Papua. Keterbukaan ini dan terus dikembangkan
menjadikan keberadaan Yapis Papua bukan saja milik orang Islam namun juga telah
menjadi milik masyarakat Papua secara umum.
Oemar Hamalik berpendapat bahwa sebuah pembelajaran adalah kombinasi
yang tersusun dari unsur fasilitas, manusiawi, materil dan prosesnya yang saling
mempengaruhi untuk dapat mencapai tujuan dari pembelajaran.38
Muhaimin
berpendapat bahwa jika dilihat dari aspek program dan pelaksanaan pendidikan yang
dilaksanakan di lembaga pendidikan maka seluruh seluruh pendidikan Islam yang
sedang berjalan di Indonesia setidaknya dibagi menjadi 5 jenis yaitu, 1) pendidikan
yang diselenggarakan di pondok pesantren, 2) pendidikan yang diselenggarakan di
madrasah, yang disebut dalam UU pendidikan nasional sebagai sekolah umum
berciri khas Islam dan pendidikan lanjutan STAIN, IAIN, UIN yang berada di
bawah kementrian agama, 3) lembaga pendidikan umum bernafaskan Islam, yang
diselenggarakan oleh dan atau berada di bawah naungan yayasan atau organisasi
Islam, 4) pelajaran pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di lembaga
pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, 5) pendidikan
Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, majelis taklim, forum kajian
Islam dan sebagainya yang digalakkan oleh masyarakat.
37
Abdullah Muin, “Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura” Wawancara, 6 Januari
2020. Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Uniyap Jayapura, Wawancara, Januari 2020. 38
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Cet. 4; Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h. 57.
144
Pembelajaran pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di lembaga
pendidikan Yapis Papua dalam konteks jenis pendidikan Islam termasuk jenis ke 3
yaitu pendidikan agama yang diselenggarakan di bawah yayasan atau organisasi
Islam. Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah yang ditujukan untuk
mewujudkan suasana religius di sekolah. Pembelajaran pendidikan agama di
lembaga pendidikan Yapis Papua hendak menghantarkan siswa agar memiliki, 1)
pengetahuan agama yang bagus dan baik; 2) memiliki kemantapan akidah dan
kedalaman spiritual, 3) akhlak yang unggul, 4) memiliki sikap toleransi beragama
yang tinggi dalam hubungan seagama atau antar umat beragama. Tugas dari PAI di
sekolah selama ini terutama pada aspek ke satu dan kedua; lalu bagaimana dengan
aspek ketiga dan ke empat sebagai perwujudan pengalaman siswa sebaliknya
pengembangan aspek ketiga dan keempat diwarnai dan dijiwai oleh aspek pertama
dan kedua. Tantangan inilah yang dihadapi oleh pendidik agama dan sekaligus pesan
besar pendidikan Islam yang memang harus diperjuangkan dalam
mengaktualisasikan kurikulum pendidikan agama di lembaga pendidikan Yapis
Papua.
Materi ajar pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan di bawah naungan
Yapis Pusat termuat pada 5 aspek, yaitu aspek al-Qur‟an dan hadis, akidah, fikih,
tarikh dan kebudayaan Islam. Pengembangan ke lima aspek tersebut didasarkan
pada tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada keinginan yang
kuat dari hasil ini agar peserta didik bukan saja mengerti apa yang disampaikan oleh
guru di kelas namun juga pengetahuan tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari khususnya menjadi aspek akhlak dimana sebagai seorang yang tinggal di
daerah non muslim tentunya sikap saling menghormati dan menghargai pendapat
didahulukan.
Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003
menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan dari
pendidikan yang sedang ditempuh.39
Pelaksanaan dari kegiatan proses itu dilakukan berpedoman pada kurikulum
nasional yang berisi ketetapan-ketetapan secara umum yang ada dan dipakai secara
nasional serta dikembangkan di Indonesia berdasarkan pada kesepakatan dari
berbagai pihak kemendikbud dan juga tenaga pengajar yang ada di sekolah. Yang
tujuannya agar dapat mempersiapkan peserta didik dapat menjadi warga negara dan
pribadi yang beriman, kreatif, inovatif dan efektif bagi diri keluarga dan lingkungan
sekitar kelak.
Kurikulum yang dipakai di lembaga pendidikan Yapis Papua sebagaimana
yang dikatakan oleh Azis Bauw Wakil Ketua Yapis Papua, bahwa kurikulum yang
dipakai di lembaga pendidikan Yapis menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh
pemerintah melalui kementrian pendidikan. Di dalam pengajaran yang dilakukan
oleh pengajar yaitu dengan menggunakan pendekatan kasih.40
Pendekatan kasih ini
dengan maksud tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik,
39
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasionan Nomor 20 Tahun 2003, pasal 40
Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Pusat Papua” Wawancara, September 2020.
145
tidak ada pemaksaan kepada peserta didik. Dengan tidak adanya kekerasan yang
dilakukan oleh pengajar maka pendidikan dapat berjalan dengan baik dan tanpa ada
penolakan.
Armai Arief mengatakan bahwa kurikulum memuat prinsip-prinsip yang
dapat mencapai pada tujuan dari adanya kurikulum tersebut yaitu pertama, adanya
kurikulum memberikan nilai keilmuan yang murni seyogyanya memberikan
tuntunan terhadap anak didik agar mampu memanfaatkan ilmu yang dimiliki dalam
kehidupan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Kedua, kurikulum dalam
pendidikan di sekolah Islam dapat mengintegrasikan ilmu yang berkaitan dengan
kedunian dan ajaran Islam.41
Begitupun dengan kebijakan kurikulum pendidikan yang dilakukan oleh
Yapis Papua. Pendidikan yang ada di sekolah yang berada di bawah Yapis Papua
mengikuti kebijakan dari pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pendidikan baik di tingkat taman kanak-kanak sampai pada perguruan
tinggi. Tujuan dari pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat secara jasmani dan rohani, memiliki
pengetahuan, mempunyai budi pekerti yang luhur, bersikap mandiri, kepribadian
yang mantap dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan pendidikan pada Yapis Papua mengikuti standar nasional
pendidikan sebagai patokan dasar di dalam melaksanakan pendidikan dan
pengajaran di lembaga ini, hal dilakukan agar pendidikan yang berjalan dapat
mengacu pada standar nasional dan kelak lulusan dari lembaga pendidikan Yapis ini
dapat bersaing di regional dan bahkan persaingan di tingkat global.
Kebijakan Yapis Papua pada peserta didik yang menimba ilmu pengetahuan
di lembaga pendidikan di bawah sekolah Yapis sangat terbuka dan menerima siapa
saja untuk menjadi bagian di dalam pengembangan sumber daya manusia di provinsi
Papua. Kebijakan pada peserta didik ini tidak melihat dari latar belakang suku, etnis,
agama, budaya dan daerah asal dari peserta didik. Semua dapat menjadi bagian dari
pergerakan pengembangan potensi peserta didik dari sisi pendidikan. Hal ini yang
dikatakan oleh Yamin Noch, bahwa pendidikan di Yapis Papua mengedepankan
pengembangan sumber daya manusia sebagaimana yang termaktub di dalam visi dan
misi dari lembaga ini yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
berlandaskan Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Mempersiapkan sumber
daya manusia yang cerdas dan berkualitas yang mampu menerapkan ilmu dan
teknologinya secara Islami untuk kesejahteraan umat manusia. Mengembangkan
potensi sumber daya manusia yang mandiri, berakhlak mulia, berakhlak mulia, dan
mampu mengatasi permasalahan masyarakat dan lingkungan. Sehingga dapat
terwujudnya sikap hidup jasmani dan rohani yang seimbang dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.42
41
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), h. 33. 42
Yamin Noch, Pengurus Yapis Papua Periode 2012-2017, “Wawancara” 23
September 2020.
146
Tidak menutup kemungkinan ada dinamika pendidikan bagi warga
masyarakat yang ada di Papua namun bukan berarti pendidikan tidak berjalan
dengan adanya rintangan, justru dengan adanya dinamika pendidikan di dalam
meningkatkan sumber daya manusia yang ada di Papua menjadi tantangan tersendiri
bagi Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan memajukan sumber
daya manusia Papua. Peningkatan kualitas pendidikan dan pemerataan di Papua
merupakan tujuan penting yang belum tercapai. Banyak hal yang menjadi masalah
pertama kali ketika seseorang ingin meningkatkan pendidikan di wilayah Papua.
James Mondou yang pernah menjabat kepala dinas Pendidikan Papua mengatakan
bahwa tantangan untuk mengembangkan pendidikan komprehensif di Papua.
Menurutnya, perkembangan pendidikan di Papua harus signifikan secara parsial.
Dengan maksud pendidikan yang diberikan harus berarti beradaptasi dengan sosial
budaya masyarakat Papua.43
Masyarakat pegunungan lebih aktif dalam kegiatan
pertanian dengan nilai gizi yang sangat rendah. Masyarakat yang tinggal di
pegunungan memiliki selera makan yang banyak mengandung karbohidrat dengan
rendah protein. Sedang masyarakat yang tinggal di pesisir pantai memiliki kemajuan
lebih karena adanya interaksi yang intensif dengan masyarakat luar. Oleh karena itu,
pendekatan kami signifikan sebagian pada wilayah kota seperti kota Jayapura proses
pembangunan pendidikan difokuskan pada peningkatan kualitas, sedangkan untuk
daerah lain fokus pada pembukaan dan perluasan akses pendidikan.
Untuk mewadahi konsep kesamaan sekolah menengah atas dan sekolah
menengah kejuruan maka dikembangkan struktur kurikulum pendidikan terdiri atas
kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran ini
memberi corak kepada fungsi satuan pendidikan yang di dalamnya terdapat pilihan
minat peserta didik. Struktur ini menerapkan prinsip bahwa peserta didik merupakan
subjek proses belajar yang memiliki hak untuk memilih mata pelajaran sesuai
dengan peminatannya.
Kebijakan pembelajaran pendidikan agama pada masyarakat pluralistik yang
diterapkan oleh Yayasan Pendidikan Islam yang telah berlangsung selama ini belum
dijumpai dalam bentuk maklumat, penyampaian, maupun teks tertulis yang
dikeluarkan oleh lembaga pendidikan Yapis Papua. Hal ini tidak peneliti jumpai
ketika berada di lembaga pendidikan tersebut. Peneliti mencoba menggali dari jurnal
yang telah diterbitkan namun tidak menyebutkan secara spesifik tentang kebijakan
pembelajaran pada masyarakat pluralistik. Sehingga peneliti tidak menjumpai
adanya aturan yang mengikat dari lembaga pendidikan tersebut terhadap kegiatan
pembelajaran pendidikan agama pada peserta didik non muslim.
a. Kurikulum PAI pada Universitas Yapis Papua
Kurikulum wajib umum yang terdapat pada perguruan tinggi Yapis Papua
adalah mata pelajaran PAI 1 yang menginduk pada mata kuliah PAI pada perguruan
tinggi dimana mata kuliah ini mengikuti amanat dari undang-undang dalam sistem
pendidikan nasional yang memberikan amanat kepada perguruan tinggi umum untuk
dapat menjalankan pendidikan agama pada setiap jenjang, jenis dan jalur
43
https://edukasi.kompas.com/read/2011/10/17/08305234/Tantangan.Membangun.Pen
didikan.di.Papua, Akses 14 Februari 2021.
147
pendidikan. PAI pada perguruan tinggi adalah mata kuliah yang wajib dilaksanakan
kepada semua peserta didik.
Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam bahasan ini berfokus pada
lingkungan lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Salah satu mata
kuliah dalam lembaga pendidikan di perguruan tinggi yang sangat berkaitan dengan
pengembangan moral dan perilaku adalah pendidikan agama. Mata kuliah ini
termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata
kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal
mahasiswa memasuki kehidupan bermasyarakat. Mata kuliah ini merupakan
pendamping bagi mahasiswa agar tumbuh dan kokoh dalam karakter dan moral
agamis dalam mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat.
Implementasi pemberian pendidikan agama pada kurikulum Yapis Papua
diberikan pada awal semester satu di setiap awal tahun. Hal ini sebagiamana
disampaikan oleh Anwar bahwa pelaksanaan pendidikan agama pada mahasiswa
prodi Ilmu Hukum itu pada awal mahasiswa masuk ke perguruan tinggi. Senada
dengan Anwar juga disampaikan Sumartono, Ridwan, Yendra, Elvira yang masing-
masing adalah ketua program studi di Uniyap Jayapura juga mengatakan bahwa
pelaksanaan kegiatan ini diterapkan pada awal semester ganjil, mengingat tenaga
pendidik yang mengajar mata kuliah PAI hanya 5 orang maka efisien waktu dan
tenaga pengajar dengan menempatkan pembelajaran PAI hanya ada pada semester
ganjil.44
Desain kurikulum PAI pada perguruan tinggi Yapis menjadi otoritas dari
tenaga pendidik sebagaimana yang disampaikan oleh Abdul Rasyid bahwa
Universitas Yapis memberikan otonomi di dalam mendesain kurikulum PAI pada
pendidik pendidikan agama, meskipun demikian dari pihak pemangku kebijakan
memberikan acuan di dalam desain pembelajaran mengacu pada panduan dari
kurikulum KKNI yang secara khusus disebutkan dalam Pepres RI nomor 8 tahun
2012, turunan dari KKNI termaktub dalam Permendikbud No. 49 tahun 2014 pada
pasal 1 ayat 5 dijelaskan bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia adalah
perjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan
mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta
pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai
dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.45
Pada awal desain kurikulum PAI pada Yapis Papua memiliki tujuan agar
memberikan landasan pengembangan kepribadian ditujukan kepada mahasiswa agar
menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap dinamis, dan rasional.46
Topik bahasan dalam pembelajaran PAI I sebagai berikut:
1. Topik Bahasan Manusia
2. Agama
44
Anwar, “Ketua Program Studi Ilmu Hukum Uniyap Jayapura” Wawancara, Januari
2021 45
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura” Wawancara,
April 2019. 46
SK Dirjen Dikti No. 38 Tahun 2002.
148
3. Agama Islam
4. Akidah
5. Syariat
6. Akhlak
Terimplementasi di dalam kelas pembelajaran mengalami kendala karena
peserta didik yang diajar pelajaran pendidikan agama Islam bukan saja yang muslim
namun kebijkan Yapis Papua tetap melakukan pembelajaran tersebut. Tidak ada
pemisahan pembelajaran justru peserta didik non muslim mengikuti pembelajaran
PAI, sebagaimana yang disampaikan oleh Abdul Mukti dan Muhamad Thoif dimana
peserta didik non Muslim mengikuti pembelajaran PAI pada program studi
Manajemen, Akuntansi, Ilmu Hukum, Ilmu Pemerintahan, Administrasi Negara,
Budidaya Perairan, Teknik Sipil dan Sistem Informasi.
Pada sisi kurikulum pembelajaran yang terlaksana di Yapis Papua terdapat
kurikulum ciri khas yang dimiliki oleh Yapis Papua. Pada lembaga pendidikan
tinggi dimiliki kurikulum yang secara lokal Yapis dijadikan sebagai kurikulum ciri
khas keagamaan Islam.47
Tabel: 20 Mata Kuliah Pencirian Khas Yapis Papua
No Nama Mata Kuliah Semester Ket
1 Pendidikan Agama Islam II II (dua)
2 Etika dan Moral III (tiga)
3 Etnografi Papua dan Keyapisan II (dua)
4 Ekonomi Syariah/Islam IV (empat)
5 Hukum Perkawinan Waris dan Wakaf V (lima)
Mata kuliah pada tabel 20 ini adalah mata kuliah pencirian khas lembaga
pendidikan Yapis Papua yang mana mata kuliah-mata kuliah tersebut sebagai
keberlanjutan mata kuliah pendidikan agama I, dimana mata kuliah PAI 1 sebagai
mata kuliah wajib institusi sebagaimana amanat dari undang-undang nomor 20 tahun
2003 maupun turunannya pada peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 dan juga
pada turunannya peraturan menteri agama nomor 16 tahun 2010. Namun mata
kuliah-mata kuliah PAI 2, Etika dan Moral, Etnografi Papua dan Keyapisan,
Ekonomi Syariah, dan Hukum Perkawinan, Waris, Wakaf adalah mata kuliah yang
wajib secara institusi Universitas Yapis Papua Jayapura. Dimana mata kuliah ini
diajarkan kepada semua mahasiswa pada semua program studi.
Tujuan dari pembelajaran mata kuliah ini sebagai informasi keagamaann
Islam tentang hubungan yang baik yang harus dibangun antar sesama warga di
perguruan tinggi pada mata kuliah Etika dan Moral. Dapat menjadi mahasiswa yang
mengetahui etnis dan ilmu tentang budaya Papua di dalam membangun hubungan
sesama warga melalui mata kuliah Etnografi Papua dan Keyapisan. Dapat menjadi
mahasiswa yang mengetahui sistem jual beli serta hubungan perdagangan yang
dibangun dengan sistem Islam agar dapat terpenuhinya semua kebutuhan manusia,
bukan hanya satu orang melainkan semua umat manusia di muka bumi khususnya di
Papua. Norma-norma ini sangat berkaitan dengan tanggung jawab manusia kepada
Tuhan, hal didapat pada mata kuliah Ekonomi Syariah. Kemudian dapat pula
47
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura” Wawancara,
Oktober 2020.
149
menjadi mahasiswa yang mengetahui hukum di dalam Islam berkaitan dengan
perkawinan, hukum di dalam pembagian harta warisan, dan juga mahasiswa
mengetahui hukum di dalam perwakafan yang terjadi di dunia Islam melalui mata
kuliah Hukum Perkawinan, Waris dan Wakaf.
Dini, Febriadi, dan Nur Hanifah Pawa adalah mahasiswa Uniyap
mengatakan bahwa dosen yang mengajar pendidikan agama Islam 1 adalah dosen
yang juga mengampu mata kuliah lanjutan dari PAI 1, artinya ketersambungan
materi yang disampaikan oleh dosen dari awal semester itu berlanjut sampai
semester V pada mata kuliah Hukum Perkawinan Waris Wakaf. Pada semester II
kami diberikan mata kuliah PAI 2, pada semester III kami diberikan hukum Islam,
pada semester IV kami diberikan mata kuliah Ekonomi Syariah, dan mata kuliah
Etika Moral, dan pada semester V kami diberikan mata kuliah Hukum Perkawinan
Waris dan Wakaf. Ketersambungan materi yang diberikan oleh dosen memberikan
kemudahan bagi kami mahasiswa untuk mengetahui seberapa jauh materi yang
diberikan oleh dosen dan juga seberapa dalam penyampaian materi kekhususan dari
institusi Uniyap Jayapura.48
Kelima mata kuliah ini adalah mata kuliah ciri khas Yapis Papua yang
diajarkan di lembaga pendidikan tinggi yang secara kelembagaan bukanlah sekolah
keagamaan sebagaimana peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007. Namun untuk
memberikan pengetahuan lebih terhadap pendidikan agama yang dinilai kurang jam
pelajaran, kurang dalam pembahasan agamanya. Pelaksanaan penambahan waktu
pelajaran pendidikan agama melalui penambahan mata kuliah pun diatur di dalam
peraturan pemerintah 55/2007 tersebut yang tertuang di dalam pasal 5 ayat 9 yang
berbunyi satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai
kebutuhan berupa tambahan materi.49
Desain kurikulum PAI pada Perguruan Tinggi Yapis
b. Kurikulum PAI pada Sekolah Menengah (SMA dan SMK Hikmah Yapis)
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta
didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun proses pembelajaran. Beban
belajar di SMA sebanyak 44 jam pelajaran dengan durasi 45x3. Beban di kelas X,
XI, XII dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu.
Beban belajar di kelas XII pada semester genap paling sedikit 14 minnggu dan
paling banyak 16 minggu. Beban belajar dalam satu tahun pembelajaran adalah
sedikitnya 36 minggu dan paling banyak 40 minggu.50
Setiap sekolah dapat menambah jam belajar per minggu berdasarkan
pertimbangan kebutuhan belajar peserta didik dan atau kebutuhan akademik, sosial,
budaya, dan faktor-faktor lainnya yang menjadi aspek penting dalam pembelajaran
ini.51
Kebijakan kurikulum pembelajaran PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura
48
Dini, Mahasiswi Uniyap Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi Akuntansi,
Wawancara, 10 Oktober 2020. 49
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. 50
Telaah Kurikulum SMA Hikmah Yapis dan SMK Hikmah Yapis Jayapura. 51
Struktur kurikulum.
150
mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh kurikulum nasional. Kurikulum
pendidikan agama Islam tidak jauh berbeda dengan kurikulum secara umum. Hanya
saja yang membedakannya pada mata pelajarannya. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Abdul Majid dalam Derliani menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan agama
Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan yang
bersumber pada ajaran agama Islam.52
Abuddin Nata mengatakan bahwa kurikulum dalam arti luas dan modern
memiliki ciri-ciri sebagai berikut, Pertama, dari segi isi dan kegiatannya tidak hanya
mencakup mata pelajaran yang diberikan guru di dalam ruang kelas, namun
mencakup seluruh kegiatan yang dapat memengaruhi pengertian, pemahaman,
penghayatan, pengamalan dan keterampilan peserta didik dalam segala bidang.
Kedua, dari segi prosesnya tidak hanya mencakup kegiatan yang diberikan oleh guru
kepada peserta didik, melainkan juga kegiatan tertentu dan terarah yang dilakukan
oleh peserta didik. Kegiatan dari segi bentuknya tidak haya mencakup bentuk yang
ditetapkan secara formal dalam dokumen kurikulum, melainkan juga bentuk
kegiatan lainnya yang bersifat nonformal, atau yang tidak tampak. Inilah yang
dikenal dengan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum).53
Kurikulum pembelajaran PAI yang ada di SMK dan SMA Hikmah Yapis
Jayapura hanya pada mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah. Sehingga
bentuk kebijakannya mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum. Armai Arief mengatakan bahwa
materi pendidikan agama memuat materi yang berhubungan dengan Allah dan
materi yang berhubungan dengan sesama manusia bahkan dengan alam sekitar.54
Muatan kurikulum PAI di sekolah umum memuat Qur‟an hadis, aqidah akhlak,
fikih, sejarah kebudayan Islam. Sebagaimana Rohmat mulyana mengatakan
pendidikan agama Islam dalam struktur kurikulum yang berlaku di Indonesia
dimaknai dalam dua hal, pertama, PAI dilihat sebagai mata pelajaran di sekolah
umum, (SD, SMP, SMA/K).55
Kedua, PAI dilihat sebagai rumpun pelajaran seperti
Qur‟an hadis, aqidah akhlak, fikih, sejarah kebudayan Islam sebagaimana kurikulum
yang ada di madrasah.56
PAI di SMK dan SMA Hikmah Yapis Jayapura adalah sebuah mata pelajaran
di sekolah umum yang kompetensinya dikembangkan berdasarkan Permendiknas
No. 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan (SKL). PAI di SMA Hikmah Yapis Jayapura dan PAI di
SMK Hikmah Yapis Jayapura masuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan
52
Derliani Daulay, “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Menengah Atas Al-Azhar Medan” Jurnal
Ansiru, Vol.3 No.2 Juli-Desember 2019, h. 5. 53
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet.1; Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 124-125. 54
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: CSRD Press, 2005), h.
81. 55
Lihat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam, Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP) 2015. 56
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004),
h. 198.
151
akhlak mulia yang cakupannya untuk membentuk peserta didik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Cakupan ini adalah
esensi untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang merupakan
hakikat tujuan PAI.57
Ruang lingkup PAI di SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis Jayapura
memuat 5 aspek, yaitu Al-Qur‟an dan hadis, akidah, akhlak, fikih dan sejarah
kebudayan Islam. PAI menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian
antara hubungan manusia dengan hubungan dengan Allah, hubungan manusia
dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.58
Pangkal permasalahan yang dijumpai di Yapis Papua adalah pada pelaksanaan
pendidikan agama Islam yang diimplementasikan pada peserta didik yang plural
agama, dimana Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan Islam menerima peserta
didik yang non muslim untuk dapat belajar bersama dan diberikan muatan
pendidikan agama Islam saja, tidak pada pendidikan agama yang sesuai dengan
keyakinan agama peserta didik. Beberapa kalangan mencurigai bahwa persoalan ini
menjadi pintu masuk untuk menjadikan pendidikan agama Islam di Yapis Papua
sebagai dasar islamisasi peserta didik non muslim. Kekhawatiran akan dijadikan
semua peserta didik masuk ke dalam agama Islam didasari karena mereka diajarkan
PAI bukan diajarkan pendidikan agama sesuai agamanya. Sebaliknya, boleh jadi,
memang keadaan ini bagi Yapis Papua terjadi dengan sendirinya, karena pada
lembaga non muslim juga menerapkan keadaan yang sama. Peserta didik muslim
bila bersekolah di lembaga pendidikan non Islam juga telah mendapatkan pelajaran
pendidikan agama non Islam. Menurut para pendukungnya pelaksanaan pendidikan
agama Islam di lembaga pendidikan yang berciri khas agama Islam dianggap wajar
dan tidak akan mengganggu keyakinan agama yang dianut oleh peserta didik. Ini
adalah konsekwensi logis, anak didik diajar sesuai dengan ajaran agama karena
ketika memasuki satuan pendidikan, mereka sudah mengetahui akan platform
lembaga pendidikan tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Yusman salah seorang warga muslim
bahwa dia melihat dan mengetahui anak masyarakat yang disekolahkan di yayasan
pendidikan Kristen juga telah menerapkan pembelajaran pendidikan agama Kristen.
Demikian juga yang dikatakan oleh Bapak Rakib bahwa salah seorang murid
mengaji di dok IX itu juga bersekolah di yayasan pendidikan selain Yapis telah
melakukan pembelajaran yang selain agama Islam. Hal ini dapat dikatakan bahwa
kegiatan pembelajaran pendidikan agama akan mengikuti platform agama Yayasan.
Sebagaimana yang juga yang dikatakan oleh Aji Sofanuddin bahwa ada sekolah
bernaung di bawah Yayasan berciri agama di Semarang telah mewajibkan peserta
didiknya yang berbeda agama untuk mengikuti pembelajaran pendidikan agama
57
Abdurrahman al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. h.
117. 58
Novita Sari dan Siti Zuhriyeh “Guru PAI pada SMA dan SMK Hikmah Yapis
Jayapura” Wawancara, Januari 2020. Lihat juga pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2): Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madinah, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2008), h. 5-6.
152
yang sesuai dengan ajaran agama mayoritas. Bila agama mayoritas Islam maka
peserta didik yang berbeda agama akan mengikuti pembelajaran pendidikan agama
Islam. Bila agama mayoritas adalah Kristen maka peserta didik yang minoritas
beragama Islam akan mengikuti pembelajaran pendidikan agama mayoritas di
sekolah tersebut.59
Hal ini telah terjadi di daerah lain di luar Yapis Papua. Sementara bagi yang
menolaknya mengatakan bahwa aktivitas ini tidak sejalan dengan semangat undang-
undang yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam sistem pendidikan nasional di
mana sistem pendidikan tersebut memberikan peluang kepada peserta didik untuk
mendapatkan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama yang dianut
di rumah dan senantiasa juga diberikan di sekolah, termasuk sekolah-sekolah yang
dikelola secara swadaya oleh masyarakat.60
Dari hal ini penolakan dan penerimaan apa yang dilakukan oleh Yapis Papua
dan sekolah-sekolah yang berada di bawahnya tidak menjadikan peserta didik non
muslim yang mengikuti pembelajaran pendidikan agama Islam menjadi seorang
muslim atau keluar dari agama yang telah dimiliki selama ini. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Guru PAI bahwa kebijakan pembelajaran ini tidak menjadikan
peserta didik plural untuk masuk menjadi seorang muslim karena sedari awal sudah
disampaikan oleh guru bahwa pembelajaran ini mengikuti kebijakan yang telah
ditetapkan oleh Yapis bahwa peserta didik yang memilih menjadi bagian dari Yapis
maka diwajibkan mengikuti peraturan yang ada di lembaga pendidikan tersebut.
Termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama mengikuti
pendidikan agama Islam.
Ada perlakuan berbeda antara satu pendidik dengan pendidik lain dalam
menerapkan kebijakan pembelajaran pendidikan agama. Menurut Abdul Mukti
seorang pendidik yang pernah mengajar PAI pada SMA Yapis yang sekarang
melimpah hanya mengajar di perguruan tinggi Yapis mengatakan bahwa
pembelajaran PAI yang diajarkan kepada peserta didik ini mengikuti kebijakan yang
telah dikeluarkan oleh Yapis Papua sehingga semua non Muslim yang belajar di
SMA Yapis maupun di perguruan tinggi diwajibkan mengikuti pembelajaran
tersebut. Apapun agama yang dianut oleh peserta didik maka mereka akan
mendapatkan pembelajaran pendidikan agama.61
Pun nada yang sama disampaikan
oleh Novita Sari bahwa sekarangpun masih sama yaitu melakukan pembelajaran
PAI pada peserta didik yang plural.62
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Muhamad Thoif yang mengatakan
bahwa pembelajaran PAI sekalipun adalah kebijakan yang diwajibkan oleh peserta
didik yang beragama Islam dan non Islam, tidak menjadikan pendidik tersebut untuk
mewajibkan non muslim untuk mengikuti pembelajaran PAI sebagaimana guru
59
Aji Sofanuddin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan
Agama Kelompok minoritas” Penamas: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat, Vol. 32
No. 1 Januari-Juni 2019. h. 503-518. 60
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. 61
Abdul Mukti, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis 2000-2004” Wawancara, Maret
2021. 62
Novita Sari, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis Jayapura 2016-sekarang” Wawancara,
Januari 2020.
153
maupun pendidik lainnya. Pendidik tersebut memberikan keleluasaan untuk non
muslim memilih apakah mengikuti pembelajaran PAI atau tidak. Tidak ada paksaan
untuk mewajibkan mereka berada di dalam kelas pembelajaran karena hal ini dapat
mengganggu pembelajaran PAI bagi peserta didik muslim.63
Ketika ditanya lebih
dalam mengapa tidak mengikuti kebijakan pembelajaran PAI untuk juga
menyertakan non muslim dalam pembelajaran. Bahwa pembelajaran PAI dapat
membuat peserta didik non muslim tidak nyaman atau bahkan menggangu yang lain
dalam pembelajaran tersebut. Sehingga pendidik tersebut lebih memilih untuk tidak
menyertakan di dalam pembelajaran PAI. Kemudian Thoif mengatakan sejauh yang
saya rasakan, mereka tidak ada yang keluar dari pembelajaran PAI sekalipun mereka
beragama non muslim.
Pengalaman yang telah dilalui oleh kedua pendidik ini terdapat pendidik yang
mengikuti kebijakan pendidik dalam pembelajaran PAI dengan menjadikan peserta
didik yang beragama non muslim untuk tetap berada di dalam kelas PAI selama
semester berjalan, sementara pendidik lainnya memberikan kebebasan pilihan
mengikuti atau tidak pembelajaran PAI.
Pendidik yang tetap mewajibkan peserta didik non muslim mengikuti
pembelajaran PAI karena mengikuti kebijakan dari Yapis Papua. Kebijakan ini tidak
lain karena telah menjadi konsekwensi dari peserta didik bila mendaftar dan menjadi
bagian dari Yapis Papua maka mengikuti proses pembelajaran. Ada mata pelajaran
yang wajib diikuti oleh semua peserta didik dan juga ada mata kuliah pilihan sebagai
konsentrasi di dalam penyelesaiannya belajar di lembaga pendidikan Yapis di tanah
Papua. Sedangkan bagi pendidik lainnya yang memberikan pilihan untuk dapat terus
berada di dalam pembelajaran PAI atau di luar kelas. Hal ini dilakukan agar mereka
dapat dengan senang hati mengikuti apa yang diberikan. Tidak ada paksaan dan
tidak pula mewajibkan. Tentu pemberian pilihan ini hanya ada pembelajaran PAI,
tidak pada menyuruh peserta didik pluralistik untuk mengkonversi agamanya
menjadi muslim.
Pilihan beragama telah didapatkan sejak berada di keluarga sehingga sekolah
dan lembaga pendidikan menguatkan apa saja yang telah peserta didik dapatkan
selama berada di keluarga dan lingkungan masyarakat memberikan pembelajaran
PAI pluralistik dengan posisi agama yang telah dimiliki menjadi kontra produktif
karena mengajarkan agama pada orang yang sudah beragama, tentunya hal ini
dinilai tidak ada pengaruhnya. Justru yang muncul adalah resistensi terhadap materi
agama yang diajarkan.
Kebijakan pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik secara aturan proses
pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini bertentangan dan tidak sejalan
karena telah terakomodir dalam undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003
pasal 12 ayat dan juga permenag nomor 16 tahun 2010. Namun yang dilakukan oleh
Yapis Papua adalah tetap memberikan pembelajaran PAI sebagai informasi
keagamaan Islam terhadap peserta didik non muslim. Tidak sampai pada usaha dan
dakwah untuk mengeluarkan non muslim dari agama yang telah dimiliki dengan
menjadikan mereka peserta didik muslim. Kebijakan Yapis pada pembelajaran PAI
63
Muhamad Thoif, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis Jayapura 2004-2008”
Wawancara, Februari 2021.
154
pluralistik ini dalam memberikan pengetahuan keagamaan Islam pada peserta didik
non muslim. Hal ini juga sudah menjadi pilihan tersendiri bagi peserta didik untuk
menjadi bagian Yapis Papua.
Peneliti melihat bahwa keadaan ini tidak sejalan dengan kebijakan peraturan
pemerintah yang dikeluarkan pada nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Keagamaan, dimana harus ada akomodir pendidikan agama yang sesuai dengan
agama yang dianut. Namun bila dilihat lebih jauh ternyata tidak sejalan peraturan
pemerintah dengan kebijakan Yapis Papua dapat tercairkan dengan sendirinya
dengan aktivitas pendidik di dalam pembelajaran PAI, dimana pendidik PAI ini
memberikan kebebasan untuk memilih apakah berada di dalam kelas atau berada di
luar kelas. Mau mengikuti pembelajaran PAI sampai selesai atau tidak, semuanya
bergantung pada peserta didik. Di samping itu, aktivitas pembelajaran ini bukan
sebagai doktrinal agama, pembelajaran PAI pluralistik ini pada tataran memberikan
pengetahuan keagamaan Islam, aktivitas Islam, dan seluruh kegiatan keagamaan
Islam sehingga pengetahuan ini hanya untuk disampaikan tidak pada tataran mereka
mengamalkan ajaran agama Islam sebagaimana yang dilakukan oleh peserta didik
yang muslim. Kebijakan ini dapat terus berjalan dengan dukungan dari orang tua
sebagai pengguna hasil lulusan Yapis Papua dimana mereka justru memasukkan
anaknya ke dalam sekolah-sekolah yang berada di bawah Yapis Papua.
Selanjutnya pada pembelajaran PAI pluralistik akan dilihat dan dipotret
kegiatan pembelajaran PAI di dalam kelas yang dilakukan oleh pendidik dalam
mengakomodir peserta didik plural agama.
B. Implementasi Pembelajaran PAI pada Yapis Papua
Secara sederhana, istilah pembelajaran PAI ini bermakna adanya upaya
untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan
berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah
direncanakan. Pembelajaran adalah rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi
pembelajaran sehigga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah.64
Prinsip di
dalam pembelajaran tidak hanya terbatas pada peristiwa/kejadian yang dilakukan
oleh guru, tetapi mencakup semua events yang mempunyai pengaruh langsung pada
proses belajar yang meliputi kejadian-kejadian yang diturunkan dari bahan-bahan
cetak, gambar, video, televisi, media sosial, maupun kombinasi dari bahan-bahan
tersebut.
Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta
didik dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai
dengan tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses edukatif memiliki ciri-ciri:
1) ada tujuan yang akan dicapai; 2) ada pesan yang akan ditransfer; 3) ada peserta
didik; 4) ada pendidik; 5) ada metode; 6) ada situasi; 7) ada penilaian. Pada dasarnya
pembelajaran merupakan kegiatan terencana yang merangsang seseorang agar bisa
belajar dengan baik supaya dapat mencapai tujuan dari pembelajaran itu. Oleh
karena itu definisi dari pembelajaran itu bermuara pada dua kegiatan pokok yaitu
64
Robert M. Gagne and Leslie J. Briggs, Principles of Instructional Design, (New
York: Rinehart and‟ Winston, 1979), h.
155
pertama, pada tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua,
melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar.65
Pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar yang mana pembelajaran ini dapat mencapai tujuannya
maka perlu adanya strategi di dalam pembelajaran. Tujuan strategi pembelajaran
adalah terwujudnya efektivitas dan efisiensi kegiatan belajar yang dilakukan peserta
didik. Strategi ini merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
menggunakan metode, media, berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan umum dari pembelajaran PAI.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Wina Sanjaya bahwa strategi di dalam
pembelajaran itu merupakan rangkaian kegiatan atau rencana kegiatan bermasuk
menggunakan metode dan memanfaatkan berbagai sumber daya sebagai kekuatan di
dalam pembelajaran.66
Lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua representasi lembaga
pendidikan yang mengajarkan agama Islam kepada peserta didik yang belajar
menuntut ilmu. Sebagai lembaga pendidikan tentunya berusaha mengupayakan agar
nilai pendidikan dapat terserap dipahami oleh peserta didik, maka tidak ada
pemisahan-pemisahan dan pengkotakan dalam pemberian pembelajaran pada peserta
didik. Berdirinya lembaga ini untuk mengangkat harkat manusia melalui jalur
pendidikan, menyiapkan wadah tempat pembinaan dan pembibitan manusia unggul
sesuai dengan fungsi kemanusiaan yang telah diciptakan oleh Tuhan, sebagai
lembaga yang mengusahakan pembinaan potensi manusia. Kehadiran pendidikan
berusaha menghilangkan jarak pemisah antara orang kaya dan orang miskin antara
orang jawa dan orang Papua yang senantiasa didengung-dengungkan karena
ketidakpuasan dan ketimpangan kualitas manusia yang ada di bagian timur
Indonesia dengan manusia yang berada di bagian barat nusantara.
Pendidikan agama adalah amanat dari undang-undang untuk diajarkan
kepada siswa agar terbentuk perilaku yang budiman mantap dan bertanggung jawab
kepada diri keluarga bangsa dan negara. Pada ketentuan negara tentang pendidikan
tertuang pada Undang-Undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003
menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan tidak
diskriminatif dan dilakukan secara demokratis dan berkeadilan, menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.67
Proses pendidikan yang dijalankan dengan semangat untuk memajukan kualitas dan
kuantitas peserta didik melalui pengendalian dan penyelenggaraan mutu pelaksanaan
pendidikan. Pendidikan agama sebagai upaya untuk membentuk perilaku dan akhlak
peserta didik diberikan sebagai akomodasi akan kebutuhan pendidikan peserta didik
dengan cara memberikan pembelajaran pendidikan sesuai dengan ajaran agama yang
dianut dipercaya dalam keyakinan agamanya. Pada pasal 12 di dalam undang-
65
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Cet.1; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),
h. 5. 66
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 67
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No 20 tahun 2003, pasal 4, butir.1, h.
4.
156
undang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa peserta didik mendapatkan
pelajaran pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama kepercayaannya,
mengajarkan perintah-perintah Tuhan yang termaktub dalam kitab suci ini diajarkan
oleh guru-guru pengajar sesuai dengan ajaran agamanya, mendapat layanan
pendidikan agama agar terpenuhinya akses kebutuhan rohani.68
Praktik pendidikan agama di sekolah walaupun ketentuan tentang sistem
pendidikan agama sudah sangat jelas, dalam praktiknya penyelenggaraan pendidikan
agama berbeda-beda. Perbedaan model/sistem pendidikan agama disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: (a) faktor teologis, (b) faktor kelembagaan, (c) faktor
sosial/budaya, (d) strategi politik.69
Pendidikan agama di lembaga pendidikan Yapis Papua Jayapura adalah
seperangkat kurikulum yang disiapkan dan diajarkan kepada siswa secara umum
mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan oleh DIKNAS sebagai acuan dalam
penyelenggarakan proses pembelajaran di sekolah, hal ini karena Yapis sebagai
lembaga pendidikan swasta menjadikan DIKNAS sebagai lembaga yang
menaunginya untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berkembangnya fitrah
peserta didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah serta memiliki sikap
terpuji terhadap sesama, ada sikap kemandirian dan bertanggung jawab.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Azis Bauw bahwa lembaga pendidikan Yapis di
tanah Papua mengacu pada kurikulum nasional sebagai acuan dasar di dalam
perumusan kurikulum dan pelaksanaan pendidikan, sebagai upaya mencerdaskan
bangsa demi mewujudkan nilai-nilai luhur, memajukan pendidikan di Papua, tidak
memandang suku dan latar belakang etnis.70
Kurikulum yang dikelola sebagai upaya konkrit dalam pengembangan
potensi sumber daya manusia melalui pemasukan muatan pelajaran nasional agar
tercapainya tujuan nasional menjadi manusia yang bertakwa dan bermanfaat. Heri
mengatakan bahwa penyusunan kurikulum pendidikan yang ada di lembaga
pendidikann Yapis Papua mengacu kepada kurikulum nasional sebagai dasar pijakan
dalam penyusunan kurikulum pendidikan, hal ini dilakukan karena Yapis sebagai
bagian yang tidak dipisahkan dalam pengembangan sumber daya manusia. Garis
besar standar dalam penyusunan kurikulum Yapis adalah kurikulum nasional, karena
Yapis sebagai lembaga pendidikan Islam namun dalam pelaksanaan mengacu pada
ketetapan besar yang dikeluarkan pemerintah. Selain dari kurikulum yang memang
berstandar nasional, ada juga kurikulum lokal, muatan lokal yang menggagas
pelajaran pendidikan agama yang disesuaikan dengan tempat serta budaya Papua.
Yapis telah hadir 52 tahun di Papua berkontribusi pada pendidikan dan
concern dalam bidang tersebut telah melayani masyarakat untuk pendidikan bukan
saja dari muslim namun juga non muslim berlomba, berkompetisi dan ikut menjadi
68
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No 20 tahun 2003, pasal 12, butir.1,
h. 6. 69
Davit Setyawan, “https://www.kpai.go.id/publikasi/artikel/implementasi-
pendidikan-agama-di-sekolah-dan-solusinya, upload 18 Juni 2014, disadur 5 Juli 2021. 70
Azis Bauw, Wawancara pada tanggal Juli 2020.
157
bagian dari lembaga ini.71
Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pluralisme di
Papua tentu menjadi lembaga yang mengayomi minoritas agama yang belajar di
lembaga pendidikan Yapis Papua, seperti yang dilakukan Yapis ketika menghadiri
perayaan natal yang diselenggarakan di GOR Waringin Kotaraja, sebagai bentuk
toleransi menghadiri kegiatan tersebut, begitupun ketika Yapis memfasilitasi
perayaan natal bersama yang diselenggarakan di Auditorium Uniyap Jayapura.
Menjadi problem tersendiri yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Yapis
Papua dalam membangun kualitas manusia dalam bidang pendidikan di Tanah
Papua. Sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan agama Islam tentunya kegiatan
keagamaan selain Islam dapat dilihat pada tempat dan masyarakat sekitar. Untuk dua
daerah ini (Wamena dan Biak) Yapis memfasilitasi kegiatan keagamaan Non Islam
untuk dilakukan, bahkan bukan saja memfasilitasi kegiatan tersebut namun juga ikut
andil di dalam kegiatan keagamaan Non Islam. Pembukaan kegiatan ini biasanya
sebagaimana kegiatan pembukaan acara pada kegiatan lain, adanya pemberian
sambutan dari Yapis sebagai perwakilan lembaga pendidikan yang turut
memeriahkan kegiatan pembukaan acara tersebut. Kegiatan ini berlangsung sampai
acara pembukaan selesai. Lalu dilanjutkan dengan ibadah Natal peserta didik non
Muslim di Yapis Wamena. Pada kegiatan ibadah sajalah pengurus Yapis tidak
mengikutinya selebihnya Yapis sebagai lembaga yang menerima kehadiran pelajar
non Muslim mensupport kegiatan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, disampaikan bahwa tidak masalah bagi Yapis
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan di luar agama platfom lembaga
pendidikan Yapis di tanah Papua. Selama tidak mengikuti dan beribadah pada ajaran
agama lain, karena mengikuti ibadah ajaran agama lain tentunya memiliki
konsekwensi hukum yang dapat disebut sebagai orang di luar agama Islam. Inilah
bentuk toleransi beragama yang dilakukan oleh lembaga Yapis di dalam melihat
peserta didik sebagai anak yang harus dijaga fisik dan keimanannya. Bukan karena
membiarkan kedzoliman berada di lingkungan Yapis, karena beribadah dalam
ibadah agama apapun itu bukanlah kedzoliman, namun lebih kepada apresiasi akan
keberagaman agama yang dimiliki oleh peserta didik yang mayoritas beragama non
Islam.
Pada banyak pengalaman yang dialami oleh Heri dkk di dalam mengelola
Yapis ketika salah seorang murid atau orang tua murid non Islam meninggal.
Sebagai bentuk tanggung jawab moril, Yapis mendatangi keluarga, memberikan
ucapan berbela sungkawa, memberikan penguatan moril kepada keluarga duka
dengan mengatakan bahwa Tuhan lebih menyayangi almarhum/mah sehingga
kematian menjadi tempat yang terbaik bagi almarhum/mah. Ikhlaskan kepergiannya
dengan mendoakan semoga Tuhan menyertainya. Kehadiran Yapis memberikan
memberikan ucapan duka adalah bentuk perhatian terhadap peserta didik yang
belajar di lembaga pendidikan ini. Pada waktu keluarga duka memulai ibadah
pelepasan terakhir maka kami Yapis tidak mengikutinya, karena sudah masuk pada
sisi ibadah. Yapis tetap mendoakan doa terbaik kiranya Tuhan memberikan tempat
71
Sabara “Kiprah Setengah Abad Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Papua:
Membangun Harmoni Beragama Melalui Dunia Pendidikan” Jurnal Al-Qalam” Volume 24
Nomor 1 Juni 2018. h. 66.
158
yang terbaik di sisi-Nya. Mengadakan natal juga terjadi di sekolah, bukan saja di
perguruan tinggi dengan melibatkan unsur sekolah. Guru dan staff juga terlibat
dalam pelaksanakan hari besar keagamaan non Islam.
Penelitian ini menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam di lingkungan
lembaga Pendidikan Yapis Papua tidak selalu bermotif teologis, yang ajarannya
harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Islam bermotif pada sisi sosiologi yaitu memposisikan pelajaran
agama sebagai pengetahuan, bukan pada sistem nilai yang harus diterapkan sebagai
way of life. Hasil penelitian ini secara tidak langsung mendukung teori Clifford
Geertz yang menyatakan bahwa religion as a cultural system, agama sebagai sistem
budaya.72
Dari pengalaman yang disampaikan oleh pengurus Yapis Papua dapat
digambarkan bahwa kurikulum yang diterapkan oleh Yapis mengikuti kurikulum
yang telah ditentukan secara nasional sehingga tidak ada perbedaan yang mendasar
dalam kurikulum yang dibuat oleh Yapis dengan kurikulum yang dibuat pemerintah
karena sifat dari kurikulum nasional memberikan kerangka dasar dan acuan bagi
lembaga pendidikan di dalam menyelenggarakan pendidikan di seluruh Indonesia.
Pendidikan agama Islam yang berbasis masyarakat pluralistik yang ada di
lembaga pendidikan Yapis Papua tertuang pada pembelajarannya. Tidak muncul dari
kurikulum yang ditetapkan oleh Yapis karena Yapis sendiri menggunakan
kurikulum nasional termasuk kurikulum pendidikan agama Islam pada perguruan
tinggi dan pada tingkat sekolah menengah. Penguraian pendidikan agama yang
berbasis pluralisme akan terlihat pada satuan pendidikan di bawah Yapis Papua.
Peneliti hanya mengambil lembaga pendidikan pada tiga tempat yaitu di Universitas
Yapis Papua, di SMK Hikmah Yapis Jayapura dan di SMA Hikmah Yapis Jayapura.
1. Pembelajaran PAI pada Universitas Yapis Papua Jayapura
Mata kuliah pendidikan agama Islam adalah mata kuliah umum wajib yang
diberikan kepada mahasiswa baru pada semua fakultas di lingkungan Universitas
Yapis Papua Jayapura, diberikan pada semester ganjil pada setiap tahun akademik.
Mata kuliah ini juga memiliki kelanjutan pembahasan pada semester berikutnya
yaitu pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam II, Hukum Islam, Etika dan Moral,
dan Hukum Perkawinan Waris Wakaf.73
Dengan nama yang berbeda dari mata
kuliah pendidikan agama Islam namun secara substansi adalah mata kuliah yang
diberikan kepada mahasiswa Uniyap Jayapura adalah kelanjutan dari mata kuliah
PAI 1. Mendapatkan materi agama Islam dari 16x pertemuan PAI belum memenuhi
kebutuhan pendidikan agama di perguruan tinggi, belum lagi dikurangi dengan ujian
tengah semester dan akhir semester, dan juga belum dikurangi dengan libur nasional
dan lokal yang mengurangi jumlah pertemuan di ruang kelas.
Pemberian mata kuliah tersebut merupakan usaha dari institusi lembaga
pendidikan Uniyap Jayapura untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama bagi
72
Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures (New York: Basic Book, Inc
Publishers, 1973), h. 94. 73
Wawancara dengan Yamin Noch Wakil Rektor 1 Uniyap Jayapura periode 2010-
2019, pada Agustus 2018.
159
peserta didik di lembaga ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Rasyid
wakil rektor I Uniyap bahwa kalender akademik di lingkungan Universitas Yapis
Papua Jayapura ada dua semester yaitu semester ganjil dan semester genap yang
mana pembelajaran diberikan pada semua mata kuliah sebanyak 16x pertemuan atau
4 bulan lamanya pada semester ganjil begitu pula dengan semester genap. Salah satu
materi yang diajarkan di lembaga pendidikan Yapis adalah mata kuliah Pendidikan
Agama Islam I, mata kuliah ini menjadi mata kuliah wajib sebagaimana amanah dari
undang-undang bahwa pelajaran pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan
menjadi mata kuliah wajib yang diberikan, lebih dari itu mata pelajaran pendidikan
agama I diberikan kepada peserta didik non muslim itu artinya mahasiswa baru
mendapatkan materi pelajaran ini sebagai konsekwensi dari pilihan masuk ke dalam
lingkungan Uniyap Jayapura.
Uniyap memiliki peraturan yang secara internal wajib diikuti oleh semua
mahasiswa yang menjadikan lembaga ini sebagai pilihan sukses untuk masa depan.
Uniyap melakukan pemberian pelajaran pendidikan agama Islam pada siswa non
Muslim, hal ini terkait pada saat mereka masuk di lembaga pendidikan ini, dimana
mereka disodorkan untuk mengikuti proses pembelajaran dari pertemuan pertama
sampai terakhir, untuk sampai pada tujuan mereka mendapatkan gelar. Salah satu
item agar mereka dinyatakan lulus dengan mengikuti pelajaran pendidikan agama
Islam dari semester 1 dan 2, ditambah dengan pembelajaran mata kuliah institusi,
yaitu pada mata kuliah hukum Islam, ekonomi syariah, etika moral, dan hukum
perkawinan waris dan wakaf. Mata kuliah ini adalah mata kuliah lanjutan dari mata
kuliah pendidikan agama sehingga tidak bisa mengambil mata kuliah berikutnya
kalau mata kuliah ini tidak diluluskan.74
Namun hal ini tentu bukan harga mutlak
bahwa dia tidak bisa mengikuti pelajaran pendidikan agama lalu dinyatakan tidak
lulus, bisa saja diluluskan dengan mengikuti perbaikan dari mata kuliah yang
dinyatakan tidak lulus. Di samping itu pula ada kebijakan tersendiri yang dilakukan
oleh dosen untuk melihat sejauh mana keseriusan mahasiswa di dalam program
pembelajaran khususnya materi tentang agama Islam. Bila kehadiran mahasiswa non
muslim telah memenuhi syarat minimal untuk lulus maka akan dimudahkan untuk
lulus sekalipun dalam ujiannya terdapat kelemahan-kelemahan di dalam menjawab
soal ujian. Hal ini dianggap wajar dan dapat dipahami karena materi mata kuliah
agama tentunya harus disesuaikan dengan agama yang dimiliki oleh peserta didik.
Sehingga kekurangan dalam menjawab soal dapat dipahami sebagai kelemahan
karena bukan agamanya. Oleh karena itu dosen akan melihat aspek lain yang dapat
menjadikan mahasiswa non Islam lulus yaitu dari aspek kehadiran dan dari aspek
tugas yang diberikan.
Tabel 15 : Mata Kuliah Institusi Universitas Yapis Papua
No Mata Kuliah Institusi Semester Ket
1 Pendidikan Agama Islam II II
2 Hukum Islam III
3 Etika dan Moral IV
4 Ekonomi Syariah V
74
Muhammad Yamin Noch, Kepala LP2M Uniyap Jayapura, Pernah Wakil Rektor I
Uniyap dan Dekan Fakultas Ekonomi Uniyap Jayapura, Wawancara, 23 September 2020.
160
5 Hukum Perkawinan Waris dan Wakaf V
Bag. Administrasi dan Akademik Uniyap Jayapura.
Keberlanjutan dari mata kuliah ini sebagai mata kuliah wajib maka
diberikan pula mata kuliah wajib secara kelembagaan, yaitu mata kuliah pendidikan
agama II di semester II, mata kuliah hukum Islam di semester III, mata kuliah Etika
dan Moral di semester IV, dan mata kuliah Hukum Perkawinan Waris Wakaf di
semester V, dan mata kuliah Ekonomi Syariah di semester V. Kelima mata kuliah
ini menjadi mata kuliah secara institusi secara kelembagaan diwajibkan untuk
diajarkan pada peserta didik di lingkungan Universitas Yapis Papua Jayapura. Isi
dari mata kuliah pendidikan agama Islam I akan lebih terurai pada mata kuliah
berikutnya, dan senantiasa berkesinambungan hingga nanti setelah mendapatkan
pelajaran pendidikan agama Islam di lembaga ini diharapkan peserta didik non
muslim maupun muslim dapat menjadi mahasiswa yang pluralis, toleran, bergotong
royong, saling membantu dan peduli terhadap sesama.
Inilah grand desain dari pendidikan agama di lembaga pendidikan perguruan
tinggi di bawah lingkungan Yapis Papua. Siswa bukan saja belajar agama Islam
namun juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penyusunan
kurikulum Uniyap Jayapura diawali pada rapat dosen yang diawali dengan
pengarahan dari pimpinan perguruan tinggi arah membawa mahasiswa yang diajar
sesuai dengan tujuan yang tertuang dalam visi perguruan tinggi.
Pembelajaran agama Islam bukan saja pada mata pelajaran PAI yang
diwajibkan kepada semua siswa namun juga mata kuliah institusi. Isi materi yang
diajarkan pun kelanjutan dari mata kuliah PAI I.
a. Kurikulum PAI di Universitas Yapis Papua
Proses internalisasi nilai-nilai agama dalam mata kuliah harus ada daya
dukung terhadap kerukunan masyarakat yang beragama dengan menggunakan
pendekatan dan metode pembelajaran pendidikan multikultural, sedangkan untuk
materi dan kurikulumnya disesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok dengan
kampus yang ada di Indonesia. Pendidikan agama yang diajarkan di lembaga
pendidikan Yapis di samping memberikan kepuasan sosial dan bathin bagi
pemeluknya juga dalam konteks masyarakat plural juga dapat memberikan penyejuk
dan mencari titik temu bagi pemeluknya. Pendidikan agama tampil sebagai perekat
persaudaraan dan kerukunan di antara umat yang beragama, memberikan
pencerahan dan persaudaraan dalam lingkup sama-sama umat manusia yang hidup
berdampingan dengan sesamanya.
Pembentukan manusia yang patuh dan taat kepada Tuhan adalah tujuan dari
pembelajaran pendidikan agama dan juga menjadi pribadi yang berakhlak mulia
yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pendidikan agama Islam yang disusun dan disampaikan
kepada mahasiswa harus memuat nilai-nilai kehidupan yang menyeluruh,
mahasiswa terbiasa menjadikan semua perilaku kepribadiannya terilhami dari materi
PAI yang diajarkan oleh pendidik.
Struktur kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia yang telah menjadi
pemberi fasilitas mahasiswa dalam pemilihan bidang ilmu yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan minatnya. Kemampuan mahasiswa terimplementasi
161
ke dalam kurikulum yang ada di setiap program studi di Universitas Yapis Papua
Jayapura. Salah satu kurikulum nasional yang diajarkan adalah kurikulum
pendidikan agama yang mana kurikulum pendidikan agama dapat membuat
mahasiswa mampu menguasai ilmu pengetahuan sekaligus menjadi pribadi yang
baik dan berbudi luhur.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Muhaimin bahwa tenaga
pendidik perlu menitikberatkan pada keimanan kepada Tuhan yang Maha Kuasa
sebagai inti dari penyampaian materi pendidikan agama di perguruan tinggi, bila
pembelajaran yang tidak menitikberatkan pada keimanan kepada Tuhan yang Maha
kuasa dapat berakibat lemahnya keimanan peserta didik yang dapat menimbulkan
krisis multidimensi bangsa.75
Materi atau kurikulum pendidikan agama Islam di perguruan tinggi Yapis
Papua dikembangkan berdasarkan pada situasi umum, latar belakang kebutuhan
mahasiswa, dan situasi serta kondisi pelaksanaan pendidikan agama Islam.
Pengembangan materi dan proses tidak hanya berputar pada pemberian gambaran
utuh pengetahuan tentang agama Islam yang dianut oleh peserta didik namun juga
pencerminan kebutuhan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, serta ada
pengasahan kepekaan mahasiswa terhadap masalah terkini dalam bidang ekonomi,
politik, sosial dan budaya.76
Ruang lingkup materi pendidikan agama Islam di Uniyap Jayapura secara
garis besar mencakup ajaran-ajaran Islam yang utuh, menyeluruh, dan punya
totalitas terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak. Ruang lingkup ajaran agama Islam
di perguruan tinggi dapat dilihat pada gambar.
75
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. x, dalam A.
Rifqi Amin, Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum,
h. 93. 76
Rochmat Wahab, Pembelajaran PAI di PTU: Strategi Pengembangan Kegiatan
Kurikuler dan Ekstra Kurikuler: dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed.
Fuaduddin & Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 169.
162
Materi pembelajaran pendidikan agama Islam yang diajarkan di Uniyap
Jayapura berkaitan dengan diagram di atas yang memuat pada akidah, syariah dan
akhlak, hal ini sesuai dengan keputusan Dikti tahun 2006 yang disusun dosen
pendidikan agama Islam secara tersistem, terpadu dan terstruktur. Hal ini berdampak
pada seragamnya materi yang diajarkan oleh satu pendidik dengan pendidik lainnya.
Materi pokok yang diajarkan oleh dosen materi pendidikan agama Islam di
Uniyap Jayapura secara teori berturut-turut, namun bisa dapat penekanan yang
diberikan oleh dosen berbeda tergantung kondisi yang dihadapi oleh pengajar
tersebut, misalnya seharusnya mengajar dan menguraikan tentang ibadah, namun
moment yang sedang dihadapi oleh mahasiswa adalah tentang puasa, maka materi
tentang puasa akan didahulukan dibanding tentang ibadah lainnya, hal ini tentu saja
melihat situasi yang dihadapi pada waktu itu. Perubahan yang dilakukan oleh dosen
dengan melihat situasi yang dihadapi tentunya tidak melenceng dari tema pokok di
atas yaitu berkaitan dengan akidah, syariah dan akhlak. Materi ajar yang diberikan
oleh pengajar yang melihat situasi keadaan atau moment yang sedang dihadapi tidak
berarti materi yang diundur menjadi tidak diajarkan, melainkan hanya disesuaikan
saja dengan keadaan saat itu.77
Pengembangan materi yang disesuaikan dengan program studi yang ada di
Uniyap Jayapura, misalnya saja pada program studi manajemen dan akuntansi maka
pengembangan materi yang dilakukan berkaitan dengan ilmu ekonomi yang ada
dalam ajaran agama Islam yaitu ekonomi syariah. Hal ini bisa dikembangkan lebih
jauh bagaimana menjadi pelaku ekonomi yang tidak melanggar ajaran-ajaran Islam
yang dikaitkan dengan sejarah ekonomi umat Islam pada masa nabi Muhammad
saw. Tentunya ada penyelarasan persepsi antara dosen pendidikan agama Islam
dengan dosen mata kuliah yang berkaitan dengan ekonomi.
Pengembangan ini dilakukan selain untuk menarik minat peserta didik
karena sesuai dengan kebutuhan mereka juga ditekankan untuk adanya pendamping
dari materi mata kuliah yang umum. Sehingga PAI dapat bermuatan praktis sebagai
solusi alternatif dalam kehidupan di dunia dan tidak hanya bermuatan materi
normatif yang jauh dari kehidupan nyata.
Tataran penyusunan pengembangan materi secara tertulis sangat mudah
dilakukan berdasarkan topik pembahasan sesuai dengan program studi yang ada di
Uniyap Jayapura, sedangkan pada tataran prakteknya sulit dilakukan. Kejadian ini
terjadi karena kondisi mahasiswa yang belum kuat pada pijakan tentang ajaran
agama Islam yang sesungguhnya. Maka pengembangan materi-materi pendidikan
agama berkesinambungan dengan program studi dan diletakkan setelah materi
pokok yang digunakan sebagai materi inti. Hal ini dilakukan agar peserta didik
memiliki kemampuan dan pengetahuan dasar tentang agama Islam dan cara berpikir
yang utuh dan benar sebelum melangkah pada materi berikutnya. Penggunaan
materi pendidikan agama Islam yang disesuaikan dengan program studi dapat
bermanfaat sebagai dasar dan motivasi mahasiswa dalam penerapan ilmu-ilmu pada
program studi yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Selain itu materi PAI yang
disangkutkan dengan pengetahuan umum. Adanya integrasi materi keilmuan umum
77
Neti S, “Pendidik pada mata kuliah PAI 1 dan PAI 2”, Wawancara pada tanggal
Juli 2020.
163
dengan keilmuan agama di Uniyap Jayapura juga menjadi dasar bagi pengajar untuk
senantiasa bersinergi dengan dosen PAI sebagai usaha penambahan wawasan
keilmuan dan berbagai disiplin keilmuan. Sebagaimana pendidikan agama di
perguruan tinggi merupakan rumpun mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK)
dalam struktur mata kuliah dasar umum (MKDU) yang di dalamnya terdapat
pemahaman dan pengembangan filosofis kepribadian mahasiswa.
Mata kuliah pengembangan kepribadian memuat kaidah-kaidah filosofis
yang cukup tinggi dengan maksud agar timbul keingintahuan mahasiswa dalam
penghayatan, pemahaman, pendalaman dan pengamalan atau ilmu yang telah
diperoleh. Mata kuliah PAI sebagai salah satu mata kuliah inti diusahakan dapat
membentuk karakter, watak, kepribadian, dan sikap serta wawasan beragama dalam
kehidupan sosial. Mata kuliah ini menjadi landasan dan pencerahan bagi mahasiswa
dalam pengembangan ilmu umum yang ditekuni sesuai dengan bidang studi yang
didalami.
Ahmad Watik mengatakan bahwa luasnya pembahasan dalam pendidikan
agama Islam pada perguruan tinggi maka diperlukan kemampuan dosen dalam
pemilihan tema atau pokok bahasan. Pemilihan pokok bahasan dan tema yang
menjadi tujuan kompetensi yang diharapkan pada mahasiswa tercapai, setidaknya
ada kelompok bahasan yang perlu perhatian lebih. Pertama, kedudukan agama
sebagai konfigurasi kehidupan bangsa sehingga dapat dikembangkan ke dalam
pemahaman tentang keterkaitan dan peran agama hubungannya dengan kehidupan.
Kedua, pembahasan pada filosofi agama, tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai bagian dari pengembangan pemahaman yang integral bagi mahasiswa.
Ketiga, nilai dari agama itu sendiri yang harus diaktualisasikan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara.78
Bentuk materi pendidikan agama Islam yang mengakomodir pluralisme
organisasi keagamaan yang menjadi kencenderungan mahasiswa dengan cara
diberikan materi yang bisa meredam potensi konflik persaudaraan antar mahasiswa.
Salah satu contoh materi PAI terkandung nilai-nilai sejarah atau terjadinya
perbedaan madzhab, cara menyikapi perbedaan yang terjadi di kalangan masyarakat
yang merujuk pada perbedaan madzhab tersebut dengan bersikap pluralis dan
pendalaman terhadap perbedaan pemahaman fikih yang terjadi di masyarakat.
Bidang fikih merupakan bagian yang banyak menimbulkan perbedaan
pendapat, hal ini dikarenakan masing-masing memiliki argumen hadis yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka sikap yang diberikan kepada mahasiswa adalah
memberikan sikap bertoleran terhadap semua perbedaan yang sifatnya cabang.
Mata kuliah pendidikan agama Islam itu secara keseluruhan dalam lingkup
al-Qur‟an, hadis, akidah, akhlak, fikih, dan sejarah yang kesemua ini
menggambarkan bahwa ruang lingkup ini mencakup perwujudan keserasian,
78
Ahmad Watik, Pengembangan Pendidikan Agama, h. 93. Lihat juga Sistem
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada perguruan Tinggi Umum (Studi Kasus di
Universitas Nusantara PGRI Kediri), h. 214.
164
keseimbangan, keselarasan hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan alam sekitar.79
b. Penerapan Pembelajaran PAI di Uniyap Jayapura
Undang-undang Negara Republik Indonesia pada tahun 1945 pada pasal 31
ayat 1 dan ayat 3 menyebutkan bahwa setiap warga Negara mendapatkan
pendidikan, dan menegaskan bahwa pemerintah berusaha di dalam
menyelenggarakan system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
disturb dengan undang-undang.80
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang
menetapkan kurikulum secara nasional dari pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi namun untuk implementasinya setiap satuan pendidikan diberikan otonomi di
dalam pengembangan kurikulum, sebagai hal ini tertera pada undang-undang nomor
12 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam
penyusunan kurikulum, dimana pelaksanaan penyusunan kurikulum diperlukan
rambu-rambu yang sama agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai secara
maksimal.81
Peserta didik di lembaga pendidikan merupakan insan dewasa, sehingga
dianggap memiliki kesadaran dalam mengembangkan potensi diri untuk menjadi
praktisi, intelektual, ilmuwan, dan professional. Maka perubahan dalam proses
pembelajaran menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa
dalam hal soft skills dan hard skills. Ini tentunya sesuai dengan peraturan yang ada
di pasal 5 undang-undang nomor 12 tahun 2012 yang berisikan menjadikan manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, competent, dan berbudaya untuk
kepentingan bangsa.82
Universitas Yapis Papua yang berada di bawah Yapis Papua merupakan
salah satu perguruan tinggi umum yang mana bukan saja peserta didik yang
beragama Islam menjadi peserta didik di tempat tersebut namun juga ada peserta
didik non Muslim yang berasal dari berbagai daerah yang ada di provinsi Papua
maupun di luar Papua. Mata kuliah dasar umum yang dikenal dengan MKDU secara
umum ada empat mata kuliah yang diwajibkan oleh pemerintah yaitu mata kuliah
Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Pendidikan
Agama. Mata kuliah pendidikan agama Islam adalah mata kuliah yang diberikan
kepada semua mahasiswa yang berada di Universitas Yapis Papua baik peserta didik
tersebut beragama Islam dan juga beragama non Islam.83
Dalam rangka
79
Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, h. 131. Dalam Arif Rahman
Hakim, Jurnal, Metode Pengajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Sekolah
Tinggi Agama Islam Ngawi), h. 5. 80
Republik Indonesia, Undang-Undang RI, Pasal 31 ayat 1 Dan ayat 3. 81
Republik Indonesia, Undang-Undang RI, Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi. 82
Republik Indonesia, Undang-Undang RI, No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi. 83
MKDU di Universitas Yapis Papua Jayapura, Observasi, pada tanggal 20 Maret
2020.
165
menyempurnakan capaian pembelajaran maka MKDU yang ada Uniyap Jayapura
maka ditambah dengan mata kuliah Bahasa Inggris, Kewirausahaan, dan mata kuliah
yang mendorong pada pengembangan karakter mahasiswa.
Khusus pada mata kuliah PAI, pemberian mata kuliah pendidikan agama
Islam diberikan pada setiap program studi yang ada di Uniyap Jayapura yaitu dari
program studi Manajemen, Akuntansi, Ilmu Hukum, Ilmu Pemerintahan, Ilmu
Administrasi Publik, Budidaya Perairan, Teknik Sipil, PGSD dan Sistem Informasi.
Hal ini diberikan karena program studi tersebut adalah program studi umum yang
peserta didiknya ada yang beragama Islam ada pula yang beragama non Islam.84
Terkecuali pada program studi Pendidikan Agama Islam yang mana mata kuliah
pendidikan agama Islam yang di dalamnya ada al-Quran, hadis, akidah, akhlak, fikih
dan sejarah sebagai materi yang pokok dalam pembelajaran PAI, telah terurai pada
mata kuliah yang lebih spesifik di dalam program studi Pendidikan Agama Islam.85
Seperti tema al-Qur‟an yang secara spesifik diberikan pada mata kuliah baca tulis al-
Quran I (semester I), Baca Tulis al-Quran II (semester II), Baca Tulis al-Quran III
(semester III), Tafsir I (semester III). Pada tema Hadis yang secara spesifik
diberikan pada mata kuliah Hadis I (semester III). Pada tema Akidah diberikan pada
mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (semester III). Pada tema akhlak yang diberikan
pada mata kuliah Etika Profesi Keguruan (semester V). Pada tema Fikih yang secara
spesifik diberikan pada mata kuliah Fikih Muamalah (semester III), Qowaidul
Fiqhiyah (semester III), Usul Fikih (semester III), Hukum Perkawinan dan Wakaf
(semester V), Fikih II/Fikih Mawaris (semester V). Tema sejarah secara spesifik
diberikan pada mata kuliah Metodologi Studi Islam (semester I), Sejarah Pendidikan
Islam (semester V).86
Tabel 16 : Mata Kuliah PAI pada Program Studi PAI
No Mata Kuliah Semester Ket.
1
2
3
4
5
Tema al-Qur‟an
- Baca Tulis Al-Quran I
- Baca Tulis Al-Quran II
- Baca Tulis Al-Quran III
- Tafsir I
Tema Hadis
- Hadis I
Tema Akidah
- Ilmu Pendidikan Islam
Tema akhlak
- Etika Profesi Keguruan
Tema Fikih
- Fikih Muamalah
- Qowaidul Fiqhiyah
- Usul Fikih
I
II
III
III
III
III
V
III
III
III
84
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor Bidang Kurikulum Universitas Yapis Papua
Jayapura” Wawancara, September 2020. 85
Neti S. “Dekan FKIP Uniyap Jayapura,” Wawancara Juli 2020. 86
Sam Mamonto, “Ketua Program Studi PAI,” Wawancara Juli 2020.
166
6
- Hukum Perkawinan dan Wakaf
- Fikih II/Fikih Mawaris
Tema sejarah
- Metodologi Studi Islam
- Sejarah Pendidikan Islam87
V
V
I
V
Tabel 16 ini menjelaskan bahwa terdapat satu program studi yang mahasiswa
semua beragama Islam dan mendapatkan materi pelajaran agama Islam.
Penegasan dari Undang-Undang No. 12 tahun 2012 bahwa perguruan tinggi
harus memasukkan mata kuliah wajib yaitu Bahasa Indonesia, Pancasila,
Kewarganegaraan, dan Pendidikan Agama. Di samping itu tenaga pendidik pun
harus menjelaskan terlebih dahulu status mata kuliah wajib ini agar tidak adanya
kesalahpahaman dalam pembelajaran terlebih pada mata kuliah Pendidikan Agama
Islam. Dosen memiliki kontrak kerja dengan Uniyap Jayapura yang diwajibkan
menyiapkan satuan acara pembelajaran (SAP). Satuan ajaran pembelajaran ialah
suatu program di dalam pengajaran yang memuat pokok bahasan atau beberapa sub
pokok bahasan untuk diajarkan dalam 1x tatap muka, yang mana di dalam SAP
tersebut memberikan petunjuk secara rinci, pertemuan demi pertemuan, mengenai
tujuan, ruang lingkup materi yang diajarkan, kegiatan belajar mengajar, metode,
materi, media, alat, dan bahan evaluasi pembelajaran yang digunakan.
Abdul Rasyid mengatakan dosen yang mengajar di Universitas Yapis Papua
wajib menyiapkan satuan acara pembelajaran (SAP). Dimana satuan acara
pembelajaran ini meliputi pokok bahasan atau beberapa sub pokok bahasan yang
dipakai dalam satu kali pengajaran atau beberapa kali pengajaran. Kandungan dalam
satuan acara pembelajaran tersebut mengandung tahapan-tahapan pembelajaran dari
awal masuk kelas sampai keluar kelas dan bahkan dengan evaluasi-evaluasi setelah
pembelajaran yang diberikan.88
Muhamad Thoif mengatakan dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam di
Universitas Yapis Papua wajib mempersiapkan perangkat pembelajaran yang biasa
disebut dengan SAP atau di sekolah dasar dan menengah disebut Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Isi dari SAP tersebut memuat urutan-urutan runut
yang dilakukan oleh tenaga pendidik di dalam kelas, menentukan pokok bahasan
yang diajarkan, seperti tentang akidah yang memuat rukun iman, syariah memuat
tentang ibadah yang makhdoh yang wajib yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan
dari nabi Muhammad saw maupun ibadah yang perintahnya ada di dalam kitab suci
namun cara pelaksanaannya tidak diatur, hanya ada perintah melaksanakan
ibadahnya. Misalnya perintah untuk bersholawat dan berdzikir, ada perintah untuk
melaksanakan dzikir, namun dzikir kepada Allah seberapa banyak, seberapa sering,
yang penting ada perintahnya, sedangkan pelaksaannya tidak ditentukan. Selain itu
juga manusia dan agama, agama Islam, sumber ajaran agama Islam, kerangka dasar
agama Islam (aqidah, syariah, akhlak), takwa dan ilmu pengetahuan.
Pokok bahasan manusia dan agama, diuraikan akan kebutuhan manusia
dengan agama. Manusia dengan ilmu pengetahuan saja, hal ini dapat menjadikan
87
Sam Mamonto, “Ketua Program Studi PAI,” Wawancara Juli 2020. 88
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Yapis Papua
Jayapura” Wawancara, September 2020.
167
manusia terus mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa kontrol akan lingkungan
sekitar, kalau ilmu tidak dikontrol dengan agama maka yang akan terjadi
ketimpangan pada praktek ilmu di lapangan, misalnya saja ilmu pengetahuan dapat
menghadirkan nuklir sebagai penemuan yang baru, dapat menghadirkan atom di
dalam riset yang didapatkan namun bila digunakan pada penghancuran umat
manusia, menguji coba nuklir pada manusia dapat membinasakan umat manusia.
Secara umum adanya ilmu pengetahuan dan berkembang itu baik, namun dapat
berdampak buruk bila disalahgunakan perkembangan ilmu pengetahuan tersebut
kehancuran umat manusia.
Tabel 17 : Tema PAI pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Ilmu Hukum,
Manajemen, Akuntansi, Budidaya Perairan, Administrasi Negara, dan PGSD.
No. Topik Pembahasan PAI Deskripsi Pluralistik dalam PAI
1 Manusia
Manusia dalam Pandangan agama Kristen,
Katholik, Hindu, dan Budha
2 Agama Deskripsi tentang agama di Indonesia
3 Agama Islam Agama Samawi dan Agama Ardi
4 Akidah Islam: Deskripsi Pembahasan Rukun Iman
Kristen: Deskripsi Trinitas
Hindu: Deskripsi iman kepada Dewa Brahman
Budha: Deskripsi iman kepada Budha
5 Syariat Bentuk peribadatan pada setiap agama
Islam dengan Sholat
Kristen dengan Sembahyang
Hindu dengan Sembahyang
Budha dengan Sembahyang
6 Akhlak Hubungan antar agama
Islam = Lakum dinukum waliyadin / al-kafirun
ayat 6
Kristen = bila ditempeleng pada pipi kiri maka
kasih lah pipi kanan juga
Pada tabel 17 ini menjelaskan akan materi ajar yang berikan pada semua
peserta didik yang berada di perguruan tinggi Yapis Papua.
Model perkuliahan yang diajarkan di Universitas Yapis Papua Jayapura ditulis
pula oleh Munawar Rahmat yang menawarkan perkuliahan PAI dengan model
perkuliahan PAI yang damai, moderat dan toleran dimana peserta didik yang
diajarkan dengan beragam madzhab yang ada di dalam kelas meskipun dosennya
bermadzhab salah satu madzhab. Pengajaran keberagaman madzhab secara fikih
maupun keberagaman madzhab secara teologi89
masih menurut Munawar bahwa
PAI yang toleran, damai dan moderat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya
keterbukaan dosen di dalam mengajar, substansi materi ajar yang inklusif, dan
penggunaan metode perkuliahan yang argumentatif-dialogis. Sikap tenaga pengajar
yang terbuka ini dimunculkan dengan cara memilih materi ajar yang substantif dan
inklusif. Keterbukaan metode pembelajaran ditunjukkan dengan menggunakan
89
Munawar Rahmat, “Model Perkuliahan PAI Yang Damai, Moderat, dan Toleran”
Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No.1 Tahun 2018. h. 45.
168
metode pembelajaran yang argumentatif dialogis seperti cross-madzhab, tipologi
madzhab.90
Sebagai contoh dari materi ajar yang inklusif yaitu pada tema sebagaimana
tabel berikut.
Pada tema: makna
beragama Islam adalah
tunduk dan patuh
secara mutlak kepada
Allah dan rasulnya.
Agama (اىذ) adalah اىخضع اىطيق yaitu tunduk secara
mutlak (kepada Allah), sedangkan kata Islam berasal
dari tiga akar kata yaitu اس ي (berserah diri, tunduk), سي
atau خ ,(damai, tentram) سي .(selamat) سال
- bermaksud berserah diri tunduk patuh kepada اسي
Allah swt, penyembahan hanya kepada Allah bukan
kepada yang lainnya.
- atau سي maksudnya bila orang memilih Islam سي
maka hatinya akan damai jiwanya akan tentram, ini
didasarkan pada firman Allah, orang yang beriman
hatinya akan tentram karena hatinya selalu berdzikir.
Selain itu pula memiliki makna bahwa Islam
menjunjung kedamaian dan keharmonisan.
خ - .maksudnya orang yang ber-Islam akan selamat سال
Terselamat dari siksa di neraka dan akan dimasukkan
di dalam syurga.
Tema keyakinan
bermadzhab adalah
sebuah keniscayaan
- Sebelum Nabi wafat, seluruh kaum muslimin
merujuk kepada Nabi, Islam hanya satu dan tanpa
madzhab.
- Setelah Nabi wafat, ada dua madzhab yaitu madzhab
sahabat (cikal bakal madzhab sunni) dan madzhab
ahlul bait (cikal bakal madzhab syiah). Referensi
Islam madzhab sahabat adalah al-Qur‟an, sunnah yang
terekam dalam hafalan, kesaksian dan catatan para
sahabat; sedangkan referensi Islam madzhab ahlul bait
adalah imam yang datang silih berganti hingga 12
imam. Hal ini menunjukkan kalau madzhab sahabat
langsung berijtihad setelah Nabi wafat, sedangkan
madzhab ahlul bait itu berijtihad setelah gaibnya
imam ke 12. Setelah itu Islam sunni terbentuk ke
dalam beberapa madzhab teologi (asy‟ariah,
maturidiyah, mu‟tazilah). Hukum/fikih (Hanafi,
Maliki, Syafii, dan Hambali). Islam syiah pun menjadi
beberapa madzhab yang terbesar adalah syiah 12
imam. Selain ini, selain Sunni dan Syiah pada abad
18-19 lahir wahabi, dan abad 20 lahir ahmadiyah. Di
Indonesia terbentuk semacam madzhab, yakni: NU
(elektif sunni-syiah) Muhammadiyah (elektif sunni-
wahhabi), dan persatuan Islam (lebih dekat ke
90
Munawar Rahmat, “Model Perkuliahan PAI Yang Damai, Moderat, dan Toleran”
Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No.1 Tahun 2018. h. 49.
169
wahabi).
- Perbedaan madzhab itu sebuah keniscayaan, karena
(1) perbedaan pemahaman terhadap al-Qur‟an,
misalnya ayat muhkam-mutasyabihat, tanzil-takwil,
nasikh-mansukh, serta am-khos. (2) Perbedaan para
ahli hadis dalam menentukan keshohihan sebuah
hadis. (3) Perbedaan metode ijtihad.
- Maka atas dasar itulah semua madzhab boleh
berijtihad, tidak boleh satu madzhab mengklaim
bahwa madzhabnya yang lebih sedangkan madzhab
lain sesat/kafir. Vonis sesat atau kafir itu otoritasnya
Allah.
Metode pembelajaran PAI seperti ini mengungkapkan secara deskripsi tentang
perbedaan pemahaman dari penganut agama tanpa adanya penilaian mana yang
benar dan mana yang salah, pembelajaran model ini mengungkapkan dari setiap
madzhab yang berbeda. Metode pembelajaran ini menggunakan metode tipologi
agamanya Ali Syari‟ati. Metode tipologi agama merupakan sebuah metode yang
dipakai secara luas di Eropa untuk mengetahui dan memahami manusia. Dilihat dari
tipologinya manusia dapat dikategorikan sebagai berkarakter sanguine91
, koleris92
,
melankolis93
, plegmatik94
. Demikian juga dengan agama dapat dikategorikan sebagai
bertipe Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghuchu dan lainnya. Tipologi
ini tidak menilai suatu agama lebih baik dibandingkan agama lainnya melainkan
secara deskriptif masing-masing tipe agama dengan segala ciri-cirinya. Metode
tipologi agama memiliki dua ciri penting, yaitu: pertama, mengidentifikasi lima
aspek agama (Tuhan, Nabi, Kitab Suci, Situasi Kedatangan Nabi, dan Individu-
individu pilihan yang dilahirkan oleh setiap agama). Dan kedua, mendeskripsikan
aspek agama tersebut dengan aspek yang sama dalam agama lain.95
Makna madzhab dalam tipologi madzhab bukanlah madzhab teoritis dan
klasik semacam Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali dalam bidang fikih. Atau dalam
bidang teologi seperti madzhab Asy‟ari, Maturidi, atau madhab Mu‟tazilah. Makna
madzhab dalam tipologi madzhab adalah madzhab-madzhab nyata yang ada di
masyarakat dengan ciri-cirinya yaitu (adanya ajaran, adanya jamaah, adanya ulama,
adanya lembaga pendidikan) misalnya Sunni-Syi‟ah Wahabi dan Ahmadiyah di
dunia Islam atau NU-Muhammadiyah di Indonesia.
91
Bersifat ceria dan optimis, namun mudah menjadi agresif apabila menghadapi
tekanan. 92
Bertemperamen emosional; sangat cepat bereaksi dan mudah memuncak emosinya
apabila menghadapi ancaman. 93
Dalam keadaan pembawaan lamban, pendiam, murung, sayu; sedih; muram. 94
Bersifat tidak emosional; bersifat tenang. 95
Dabla, B.A., Ali Syari‟ati dan Metodologi Pemahaman Islam,” Terj. Bambang
Gunawan. Jurnal Al-Hikmah Yayasan Muthahari Bandung, Vol. 199, No. 4. (November
1991-Februari 1992), yang dikutip kembali oleh Munawar Rahmat, “Model Perkuliahan PAI
Yang Damai, Moderat, dan Toleran” Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No.1 Tahun
2018. h. 45.
170
Dari ini model perkuliahan pembelajaran PAI yang damai toleran dan moderat
menggunakan pemilihan materi PAI yang substantif dan metode perkuliahan dengan
metode tipologi agama maupun tipologi madzhab yang dialogis argumentatif agar
mahasiswa dapat memahami ajaran utama agama-agama secara lebih luas dan
mendalam. Hal ini pula dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap
agama-agama dan madzhab-madzhab yang berbeda.
Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa proses internalisasi nilai-nilai
agama pada mata kuliah pendidikan agama Islam harus ada daya dukung terhadap
sikap pluralisme antar umat beragama dengan demikian pada wilayah materi
pembelajaran PAI, seorang dosen memilih materi-materi yang mendukung
terciptanya sikap saling bertoleransi di antara peserta didik dan juga di dalam
pengimplementasian pembelajaran digunakan metode pembelajaran multikultural.
Materi dan kurikulumnya diubah disesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok
dengan masing-masing kampus di Indonesia khususnya di Universitas Yapis Papua
Jayapura. Oleh karena itu kurikulum di Uniyap Jayapura dikembangkan berdasarkan
pada situasi umum, latar belakang kebutuhan mahasiswa, dan kondisi yang ada pada
umumnya di lingkungan perguruan tinggi Papua.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Muhamad Thoif dosen pengampu mata
kuliah pendidikan agama Islam bahwa materi inti pada mata kuliah ini meliputi:
Akidah, Syariah dan Akhlak. Topik bahasan yang disampaikan di kelas dapat
dikelompokkan pada empat kategori yaitu: kategori yang pertama sebagai pengantar
mata kuliah, kategori kedua sumber hukum Islam, kategori ketiga etika dan akhlak,
dan ketegori keempat pengayaan materi. Pada kategori yang pertama berisi materi
pengantar, menyampaikan adanya hubungan hukum al-Qur‟an sebagai syariat
dengan hukum alam sebagai sunnatullah. Hierarki hukum (hukum agama, hukum
alam, hukum akal, hukum wadh‟i dan hukum adat). Materi pengantar ini berisi pula
konsep alam dan manusia, hubungan manusia dengan sesama manusia, manusia
dengan alam sekitar. Pada kategori kedua berisikan sumber ajaran agama Islam yang
berisikan sumber hukum Islam yaitu al-Qur‟an, hadis, ijma dan qiyas, sumber
hukum yang ada di dalam al-Qur‟an masih secara umum, masih dalam global oleh
karenanya perlu diperinci di dalam hadis, dan bila terdapat perkara yang belum
terjadi di masa nabi namun terjadi di masa sahabat dan tabiin atau masa sekarang
maka menggunakan ijma para ulama dan juga penggunaan qiyas dengan tetap
merujuk pada dalil dalil al-Qur‟an yang masih umum maupun hadis yang tidak
secara spesifik membahas tentang sebuah persoalan hukum yang terjadi di kalangan
masyarakat untuk ditetapkan hukumnya. Kategori yang ketiga yang memuat tentang
etika dan akhlak yang merupakan penerapan dari ajaran agama Islam, bagaimana
hubungan yang dibangun hamba tersebut dengan dirinya, hubungan yang dibangun
dengan sesamanya, hubungan yang menampakkan dengan alam sekitar. Ada nilai
yang ditonjolkan setelah melaksanakan ajaran agama Islam. Termasuk etika dalam
pengembangan sains teknologi dan ilmu pengetahuan. Pada kategori yang keempat
berisikan pengayaan materi. Hal ini berfungsi untuk memperkaya khazanah
keilmuan mahasiswa, antara lain berisi pemaparan tentang aliran di dalam Islam,
171
paham keagamaan, studi kritis tarekat dan tasawuf, serta pembahasan tentang ilmu
rasional.96
Materi yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah pendidikan agama
Islam di Universitas Yapis Papua Jayapura mengacu pada dasar di dalam agama
Islam yaitu akidah, syariah dan akhlak yang dikembangkan berdasarkan pada surat
keputusan dari Dikti No. 38 tahun 2002 yang terurai pada pada program satuan acara
pembelajaran. Bertujuan mengantarkan peserta didik sebagai pribadi pembelajar
yang belajar sepanjang hayat untuk dapat menjadi ilmuwan yang berkepribadian
dewasa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kehidupan.97
Tabel 18 : Topik Bahasan dan Cakupan
No Topik Bahasan Cakupan
1 Tuhan Yang Maha Esa
dan Ketuhanan - Keimanan dan ketakwaan
- Filsafat ketuhanan
2 Manusia - Hakikat manusia
- Hakikat dan martabat manusia
- Tanggung jawab manusia
3 Moral - Implementasi iman dan takwa dalam
kehidupan sehari-hari
4 Ilmu pengetahuan,
Teknologi dan Seni - Iman, ilmu dan amal sebagai kesatuan
- Kewajiban menuntut ilmu dan mengamalkan
ilmu
- Tanggung jawab terhadap alam dan
lingkungan
5 Kerukunan antar umat
beragama - Agama merupakan rahmat bagi semua
- Hikikat kebebasan dalam pluralitas beragama
6 Masyarakat - Peran umat beragama dalam mewujudkan
masyarakat madani yang sejahtera
- Tanggung jawab umat beragama dalam
mewujudkan hak-hak asasi manusia (HAM) dan
demokrasi
7 Budaya - Tanggung jawab umat beragama dalam
mewujudkan cara berpikir kritis (akademis),
bekerja keras dan bersikap fair
8 Politik - Kontribusi agama dalam kehidupan politik
bernegara dan berbangsa
9 Hukum - Menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum
yang telah ditetapkan oleh Tuhan
- Peran agama dalam perumusan dan penegakan
hukum yang adil
96
Zaidir, “Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam”, Wawancara pada
bulan Januari 2021. 97
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI No.
38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruant Tinggi. Pasal 4. h. 3.
172
- Fungsi profetik agama dalam hukum
Universitas Yapis Papua memiliki kebijakan dalam penerapan mata kuliah
PAI, yang mana di dalam kebijakan tersebut mata kuliah PAI sebagai mata kuliah
dasar umum yang dalam SK DIKTI No.38 tahun 2002 termasuk dalam mata kuliah
pengembangan kepribadian memiliki kelanjutkan pada semester berikutnya, yaitu
mata kuliah PAI 1 (semester 1), mata kuliah PAI II (semester 2), mata kuliah
Hukum Islam (semester 3), mata kuliah Etika dan Moral (semester 4), mata kuliah
eknomi syariah (semester 5) dan mata kuliah Hukum Perkawinan, Waris dan Wakaf
(semester 5). Kelima mata kuliah ini menjadi mata kuliah wajib institusi. Mata
kuliah tersebut ditempuh 2 SKS (sistem kredit semester) yang diharapkan setelah
mengikuti perkuliahan pada 5 mata kuliah ini mahasiswa memiliki kompetensi: 1)
kemampuan untuk memahami pengetahuan pokok-pokok ajaran agama Islam, 2)
mampu menerapkan nilai-nilai ajaran agama khususnya nilai ajaran agama Islam
yang sama nilainya dengan ajaran agama lainnya. Sebagai landasan berpikir dan
berperilaku dalam ilmu dan profesi yang digeluti, 3) kemampuan menyelesaikan
masalah agama yang terjadi di dalam kehidupan mahasiswa.
Perkuliahan mata kuliah PAI di Universitas Yapis Papua dilaksanakan dengan
tatap muka, selain itu pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelas, terstruktur
membuat makalah dengan topik dan silabus perkuliahan dan dipresentasikan di
depan kelas. Pelaksanaan ini berdasarkan SAP yang telah disusun, yang telah
disepakati oleh kebijakan institusi dengan tetap mengacu pada kurikulum
pendidikan agama Islam yang diberikan pada perguruan tinggi umum, berikut ini
beberapa contoh rincian satuan acara pembelajaran yang telah disusun oleh Neti S di
Universitas Yapis Papua Jayapura.98
Rincian materi PAI di Uniyap Jayapura menekankan keselarasan,
keseimbangan, dan keserasian hubungan antara manusia dengan manusia (sesama
mahasiswa dan mahasiswi) maupun hubungan tersebut dengan alam sekitar. Hal ini
dapat diketahui pada materi yang diajarkan dosen PAI pada mahasiswa, lebih
jelasnya dapat dilihat pada penjelasan SAP PAI sebagai berikut:
Pada pertemuan yang pertama, pendidik memaparkan materi pokok yaitu
berkaitan dengan orientasi mata kuliah PAI, tujuan, rencana proses, kontrak kuliah
dan evaluasi yang dilakukan dosen setelah pembelajaran ini selesai. Teknik yang
dipakai dosen pada pertemuan pertama ini adalah dengan metode ceramah dan tanya
jawab, pengambilan nilai pada pertemuan ini dilakukan dari kehadiran, partisipasi,
tugas, dan etika. Penyampaian materi ini membutuhkan waktu selama 2x45 menit.
Pertemuan yang ke II, dosen PAI akan menyampaikan materi tentang Tuhan
dalam pandangan Barat dan Islam. Pada materi ini dosen pembelajaran PAI
menggunakan pembelajaran metode ceramah dan partisipasi dari peserta didik, hal
ini dilakukan untuk melihat respon dari peserta didik terhadap topik yang disajikan,
mungkin saja ada persamaan dengan pengetahuan yang didapat oleh peserta didik
sebelum di kelas. Kehadiran, partisipasi, tugas dan etika mahasiswa di dalam kelas.
Penyampaian materi ini membutuhkan waktu 2x45 menit.
98
Neti S., “Dosen Pengampu Mata Kuliah PAI 1dan PAI 2”, Wawancara pada
Agustus 2020.
173
Pertemuan ke III, dosen menyampaikan materi pokok mengenai konsep
Tuhan dalam pandangan Agama-agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu
Konghuchu dan Budha. Dosen PAI menjelaskan konsep ketuhanan menurut Islam,
Kristen, Hindu dan Budha. Penyampaian materi ini dilakukan oleh dosen dengan
menggunakan teknik pembelajaran ceramah dan tanya jawab, nilai yang diambil
oleh dosen pada pertemuan ke III ini dengan cara melihat kehadiran, partisipasi,
tugas, dan etika di dalam proses pembelajaran. Penyampaian materi ini
membutuhkan waktu 2x45 menit.
Pertemuan ke IV, dosen menyampaikan materi pokok yaitu pembuktian
adanya Allah Tuhannya orang Islam dengan menggunakan metode pembuktian
ilmiah, adanya alam semesta menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak hadir
dengan sendirinya. Dalam penjelasan ini dosen menjelaskan adanya Tuhan dengan
berbagai analogi yang dapat dipertanggungjawabkan. Teknik yang dipakai adalah
dengan ceramah dan tanya jawab, pengambilan nilai dengan melihat kehadiran
peserta didik di kelas, partisipasi dalam pembelajaran, pemberian tugas dan etika
mahasiswa selama proses pembelajaran. Alokasi waktu yang dipakai oleh dosen
dalam pembelajaran ini adalah 2x45 menit.
Pertemuan ke V, pendidik menyampaikan materi tentang pengertian iman,
wujud iman, dan proses terbentuknya iman. Memberikan penjelasan macam-macam
iman. Teknik yang dipakai oleh dosen adalah ceramah dan tanya jawab, penilaian
yang dilakukan oleh dosen diambil dari kehadiran mahasiswa dalam setiap tatap
muka, partisipasi di dalam proses pembelajaran, demikian pula sikap yang
ditunjukkan selama proses tersebut. Pemberian materi ini membutuhkan alokasi
waktu selama 2x45 menit.
Pada pertemuan yang ke VI, dosen menyampaikan pokok bahasan tentang
teori tentang manusia dan definisi manusia menurut para ahli. Teknik pembelajaran
yang dipakai oleh dosen ketika menyampaikan materi ini dengan metode ceramah
dan tanya jawab, penilaian yang dilakukan oleh dosen diambil dari kehadiran peserta
didik, partisipasi di dalam kelas, etika dan tugas. Penyampaian materi ini memakan
waktu selama 2x45 menit.
Pertemuan yang ke VII, dosen akan memaparkan materi pokok tentang sifat
hakikat manusia, model dan kualitas manusia dalam hubungan dengan manusia
lainnya. Unsur-unsur hakikat manusia, dimensi-dimensi kemanusiaan, model dan
kualitas manusia dalam hubungan. Teknik yang dipakai oleh dosen PAI di Uniyap
Jayapura adalah menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Penilaian dari
pertemuan ini dilakukan melalui kehadiran peserta didik di dalam ruangan kelas,
partisipasi, etika serta pemberian tugas. Penyampaian materi ini membutuhkan
waktu yaitu 2x45 menit.
Pada pertemuan selanjutnya yaitu pada pertemuan yang ke VIII, dosen
mereview materi yang telah diberikan dari pertemuan pertama sampai pada
pertemuan yang ke 8, di samping itu pula diberikan soal untuk mengetes materi yang
telah di dapatkan selama ini.
Pertemuan yang ke IX, di dalam pertemuan ini dosen menyampaikan materi
tentang pengertian agama baik secara etimologis, terminologies, dan pengertian
agama dari beberapa para ahli. Kemudian dosen menyampaikan fungsi agama,
tujuan agama dan beragama, unsur-unsur yang ada pada agama, dan bagaimana
174
manusia itu beragama. Pada materi ini seorang dosen menyampaikan dengan cara
ceramah dan tanya jawab. Penilian setelah pertemuan ini dilakukan dengan melihat
kehadiran peserta didik di dalam kelas, partisipasi mengajukan pertanyaan atau
menyanggah statemen, maupun etika yang dimiliki oleh peserta didik selama proses
pembelajaran di dalam kelas. Pertemuan ini dibutuhkan waktu yaitu 2x45 menit.
Pertemuan yang ke X, dosen menyampaikan materi tentang pengertian bahasa
dan istilah dari agama Islam, aspek-aspek apa saja yang dimuat di dalam agama
Islam. Metode ceramah dan tanya jawab masih mendominasi dalam penyampaian
materi yang dilakukan dosen PAI. Penilaian pun sama dengan pertemuan
sebelumnya yaitu menggunakan kehadiran sebagai sentra penilaian, partisipasi, etika
dan pemberian tugas setelah selesai dari penyampain materi. Membutuhkan waktu
2x45 menit.
Pertemuan yang ke XI, dosen menyampaikan materi tentang pengertian al-
Quran secara etimologi dan terminology, pokok kandungan yang ada di dalam al-
Qur‟an, sejarah turunnya, makiyyah dan madaniyah, naskh wal Mansukh yang
disampaikan materi al-Quran secara umum saja dengan memberikan contoh pada
pelarangan minimum minuman yang di larang (khamr). Pelarangan minuman bukan
langsung pada larangan minum khomr, melainkan dengan sebuah proses.
Penyampain materi ini menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Penilaian
dilihat dari kehadiran peserta didik di dalam ruangan kelas, keaktifan bertanya, serta
memberikan respon terhadap permasalahan yang muncul di dalam kelas, dan
pemberian tugas. Pertemuan ini membutuhkan waktu selama 2x45 menit.
Pertemuan yang ke XII, dosen menyampaikan materi tentang hadis, menurut
pengertian, perbedaan hadis dengan sunnah, pengertian hadis menurut ahli tafsir,
pengertian hadis menurut ahli hadis, pengertian hadis menurut ahli fikih. Pembagian
dari hadis yang dilihat dari segi kualitas dan kuantitas, pembagian hadis dilihat dari
sisi periwayatannya. Penyampaian materi ini menggunakan metode ceramah dan
tanya jawab. Penilaian dilihat dari kehadiran peserta didik di dalam ruangan kelas,
keaktifan bertanya, serta memberikan respon terhadap permasalahan yang muncul di
dalam kelas, dan pemberian tugas. Pertemuan ini membutuhkan waktu selama 2x45
menit.
Pertemuan yang ke XIII, materi pokok dalam pertemuan ini membahas
tentang ijtihad, pengertian dan pembagiannya. Syarat menjadi mujtahid, dan jenis-
jenis ijtihad yang dilakukan. Penyampaian materi ini menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab. Penilaian dilihat dari kehadiran peserta didik di dalam ruangan
kelas, keaktifan bertanya, serta memberikan respon terhadap permasalahan yang
muncul di dalam kelas, dan pemberian tugas. Pertemuan ini membutuhkan waktu
selama 2x45 menit.
Pada pertemuan yang XIV, disini dosen memberikan salah satu ujian sebagai
penutup mata kuliah di semester tersebut. Materi yang berikan oleh dosen diambil
dari materi yang disampaikan pada pertemuan pertama sempai pada pertemuan yang
ke 13.
Proses pembelajaran materi PAI yang terjadi di lingkungan Universitas Yapis
Papua jayapura tidak memisahkan dan membedakan etnis maupun strata sosial,
bahkan dari agama yang dianut oleh peserta didik semuanya diajarkan mata kuliah
pelajaran pendikan agama Islam. Strategi pempelajaran yang dilakukan oleh dosen
175
pendidikan agama Islam di Uniyap Jayapura menggunakan pendekatan ekspositori
yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
pendidik kepada peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai
materi pelajaran secara optimal dan juga strategi inkuiri yang menekankan kepada
proses mencari, menemukan. Metode pembelajaran inkuiri ini merupakan rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analisis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Metode yang dipakai oleh dosen di dalam pembelajarannya adalah
dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian tugas.
Tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah PAI berupa mengerjakan tugas dengan
tulisan tangan tiap tema perkuliahan. Sumber belajar yang digunakan oleh dosen
pendidikan agama Islam yaitu diambil dari jurnal, buku, skripsi, thesis, dan disertasi
maupun dari sumber-sumber lainnya. Media pembelajaran yaitu dengan
menggunakan laptop, infokus, dan e-learning. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Neti S. bahwa evaluasi yang dilakukan oleh dosen berdasarkan pada teknik
pengambilan nilai akhir yang didasarkan dari beberapa aspek yaitu kehadiran di
dalam kelas yang minimal 80% sebagai syarat mengikuti ujian akhir semester,
aktivitas dan partisipasi keaktifan di dalam kelas, tugas individu mahasiswa, nilai
UTS, dan nilai dari UAS.99
Evaluasi pembelajaran ini mengukur dan menilai efektivitas mengajar serta
berbagai metode mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik dan peserta didik
dengan tujuan merangsang kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang mungkin
timbul dari diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi masing-
masing. Evaluasi juga bertujuan mencari dan menemukan berbagai faktor penyebab
berhasil atau tidaknya proses di dalam pembelajaran sehingga dari evaluasi ini dapat
memberikan masukkan yang konstruktif bagi pembelajaran pendidikan agama Islam
berikutnya. Penilaian yang diambil oleh dosen PAI berasal pada 5 aspek penilaian
yaitu dari kehadiran, sikap, nilai tugas, nilai UTS, dan nilai UAS. Nilai akhir
diperoleh dari akumulasi nilai aspek sesuai dengan bobot dan nilai kemudian di bagi
5 sehingga secara sederhana perhitungannya dapat dirumuskan sebagai berikut.
Kehadiran + Sikap + Tugas + UTS + UAS = 500 = …
5 5
Nilai akhir berkisar dalam rentang angka 0 s.d. 100. Angka tersebut kemudian
dikonversikan ke dalam bentuk nilai A, B, C, D, dan E dengan ketentuan sebagai
berikut:
Indeks Nilai Keterangan
A 81-100 Lulus
B 70-80 Lulus
C 60-69 Lulus
D 50-59 Tidak Lulus
E 0-49 Tidak Lulus
99
Neti S, “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIYAP Jayapura”,
Wawancara, Januari 2020.
176
Evaluasi mahasiswa di dalam pembelajaran khususnya pada aspek kehadiran
dilakukan pada saat proses dalam tatap muka pembelajaran yang sedang
berlangsung dan dosen yang bersangkutan dapat melihat langsung bagaimana
kehadiran mahasiswa dan dapat memberikan peringatan kepada peserta didik yang
jumlah kehadirannya kurang dari batas minimal. Evaluasi kehadiran mahasiswa
mengacu pada buku peraturan akademik Uniyap Jayapura yang mahasiswa
diperkenankan untuk mengikuti UTS dan UAS bila mahasiswa mengikuti kegiatan
perkuliahan sebanyak lebih dari 10 kali pertemuan (75%). Artinya mahasiswa harus
memiliki jumlah kehadiran minimal 75% untuk bisa meneruskan pembelajaran pada
mata kuliah pendidikan agama Islam yang diikuti. Untuk mata kuliah dengan bobot
2 sks, pertemuan dalam satu semester adalah 14 kali. Maka seorang peserta didik
dapat mengikuti pembelajaran mata kuliah sampai selesai minimal 10 kali tatap
muka, bila kurang dari itu dinyatakan tidak boleh mengikuti evaluasi pembelajaran.
Neti mengatakan bahwa kehadiran mahasiswa yang diharapkan oleh dosen harus
sesuai dengan ketentuan berapa kali pertemuan dalam satu kelas. Jika 12 kali
pertemuan ya, diharapkan juga 12 juga. Tetapi kita para dosen yang mengerti
keadaan para mahasiswa kami disini. Mungkin saja di antara mereka yang masih
sibuk dengan pekerjaan atau juga karena sakit dan halangan-halangan yang terjadi
pada mahasiswa itu sendiri. Biasanya ibu akan memberikan tugas tambahan bagi
mereka yang nilai dan daftar kehadirannya kurang dapat memperbaiki nilai
mereka.100
Kehadiran mahasiswa dalam tatap muka perkuliahan di kelas dari aspek
kehadiran dengan indikator mengisi daftar kehadiran. Daftar presensi yang
diedarkan secara mandiri oleh mahasiswa kemudian diklarifikasi oleh dosen
pengampu untuk memvalidasi dengan memanggil ulang atau cek kembali satu
persatu keabsahan tanda tangan. Proses penyelenggaraan melibatkan dosen
pengampu untuk mengklarifikasi dan menvalidasi kehadiran mahasiswa melalui cek
tandatangan. Teknik diserahkan sepenuhnya kepada dosen bersangkutan untuk
mendapatkan information yang valid dan akurat.
Salah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi Uniyap Jayapura mengatakan:
pembelajaran di Fakultas ini yang dimulai dari pagi sampai sore, saya yang juga
sebagai mahasiswa namun disaat yang bersamaan saya harus bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar biaya kuliah. Saya bekerja di salah
satu toko di Jayapura yang dimulai dari jam 09.00 s.d. 17.00. Pulang dari tempat
kerja lalu langsung ikut kuliah walau datang terlambat. Keterlambatan ini
disampaikan kepada dosen mata kuliah untuk mendapatkan keringanan dan diijinkan
masuk di dalam kelas. Karena pilihan dilematis yang dihadapi oleh saya pribadi
karena harus mencari uang untuk biaya kuliah dan sekolah untuk dapat
meningkatkan strata sosial serta memudahkan tawaran kerja kalau mendaftar
pekerjaan dengan ijazah S1.101
100
Neti S. “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uniyap Jayapura”,
Wawancara Januari 2020. 101
Pawa, Mahasiswa semester IX Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uniyap Jayapura,
Wawancara , October 2020.
177
Sebagaimana yang disampaikan oleh Pawa seperti itu pula yang dialami Nova
mahasiswa program guru sekolah dasar. Saya tidak bekerja di pagi hari sebagaimana
kawan-kawan lainnya yang menambah uang kuliah dengan bekerja di pagi hari. Hal
ini dilakukan karena kebanyakan tempat kerja yang menyediakan kerja part time
(paruh waktu) pekerjaannya sampai jam 16.00, tentunya akan menggangu waktu
kuliah. Karena jarak pulang dari tempat kerja itu membutuhkan waktu sekitar 30
menit, kalau sampai di kampus harus masuk kuliah langsung maka akan sangat
menyiksa diri. Oleh karena itu saya tidak mengambil kerja di pagi hari.102
Kehadiran mahasiswa yang memenuhi jumlah batas maksimal dalam satu
kelas itu juga mempengaruhi suasana keadaan kelas, semangat belajar itu meningkat
pula, karena yang banyak mahasiswa yang mendengar mata kuliah yang
disampaikan oleh dosen. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hari salah satu
mahasiswa non Muslim di program studi Ilmu Hukum Uniyap Jayapura: saya
senang bila dalam kelas itu mahasiswanya banyak atau memenuhi jumlah maksimal
dalam satu kelas yang telah ditentukan oleh program studi. Kalau kawan-kawan saya
datang di kelas maka saya juga semangat untuk belajar pendidikan agama.103
Wawancara kepada beberapa mahasiswa lintas program studi di Universitas
Yapis Papua Jayapura, tentang aspek kehadiran mahasiswa di dalam kelas dapat
diketahui bahwa kehadiran mereka di dalam kelas menjadi aspek penilaian dosen
dalam evaluasi pembelajaran. Hal ini dilakukan agar mahasiswa datang dan belajar
sesuai dengan mata kuliah yang telah dikontrak pada awal semester ganjil. Namun
perlu memperhatikan keadaan mahasiswa yang tidak semua dari mahasiswa murni
(lulusan SMA/SMK lanjut perguruan tinggi) namun juga karena keterbatasan
ekonomi yang dihadapi oleh sebagian mahasiswa maka kerja paruh waktu menjadi
pilihan untuk dapat mengejar cita-cita yang lebih tinggi. Sehingga pada pagi hari
mereka bekerja dan sore harinya mereka berkuliah.
Keterbatasan yang hadapi oleh mahasiswa yang bekerja perlu kecakapan
dosen dan tenaga pendidik lainnya untuk dapat memberikan tugas tambahan, dan
berbagai tugas sebagai pengganti dari ketidakhadiran mahasiswa di dalam ruang
kelas. Ini yang harus dilakukan oleh dosen sebagai solusi dalam menghadapi
mahasiswa yang tidak hadir tepat waktu dikarenakan masih di tempat kerja.
c. Aspek Perilaku
Tujuan dari pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mahasiswa
dapat berperilaku baik, menghargai orang lain dan menghormati sesama
sebagaimana yang dikatakan oleh dosen PAI, Muh. Abdul Mukti bahwa
pembelajaran PAI yang diberikan kepada mahasiswa di Uniyap Jayapura adalah
menjadi manusia yang dapat mengerjakan perintah agama yang dianut sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaan dari peserta didik dan juga dapat berperilaku sopan, baik
dan menghormati akan perbedaan yang terjadi di sekitar, baik itu perbedaan karena
budaya dan etnis maupun perbedaan dari sisi agama yang dianut oleh warga Uniyap
102
Nova, Mahasiswa semester III Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Wawancara,
October 2020. 103
Hari, Mahasiswa Semester III Fakultas Hukum Uniyap Jayapura, Wawancara,
October 2020.
178
Jayapura.104
Senada yang disampaikan Neti S, bahwa tujuan dari pembelajaran PAI
yang diberikan oleh kepada seluruh mahasiswa baru di Uniyap Jayapura adalah
bertujuan menjadikan mahasiswa di perguruan tinggi agar bertumbuh dan kokoh
dalam karakter agama, sehingga mereka dapat tumbuh sebagai cendikiawan yang
bermoral tinggi di tengah-tengah masyarakat.105
Aspek perilaku mahasiswa sebagai evaluasi setelah belajar pendidikan
agama di perguruan tinggi dikritisi oleh Muhamad Thoif, yang mengatakan bahwa
fenomena problem dari pendidikan agama itu cerminan dari problem hidup
keberagamaan pendidik dan peserta didik yang terjebak pada formalisme agama.
Ada perasaan dari pemerintah dengan menyaratkan pendidikan agama wajib
diajarkan di lembaga pendidikan, guru atau dosen merasa puas sudah mengajar
materi pelajaran pendidikan agama sesuai dengan rambu-rambu kurikulum, peserta
didik sudah merasa puas karena telah menghafal materi pelajaran agama. Semuanya
merasa puas karena obyektifikasi agama dalam bentuk kurikulum dan nilai raport
atau nilai materi kuliah. Pendidikan agama yang diselenggarakan di perguruan tinggi
seharusnya merupakan pendamping mahasiswa agar dapat kuat dan kokoh dalam
perilaku mulia di tengah lingkungannya sehingga dengan akhlak mulia tersebut
dapat mengantisipasi masalah etis, moral di era global.106
Al Faris dan Sam Boma mahasiswa Teknik Sipil Uniyap Jayapura
mengatakan bahwa setelah mengikuti mata kuliah Pendidikan Agama Islam
setidaknya ada perubahan pengetahuan saya terhadap Islam, yang saya ketahui
bahwa puasa sebagaimana puasanya agama yang saya anut berpuasa dari dini hari
sampai malam hari tidak makan sedangkan di dalam agama Islam berpuasa dimulai
dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dan dilakukan selama satu bulan pada
bulan ramadhan.107
Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa salah satu tujuan dosen
memberikan pelajaran mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada peserta didik di
Universitas Yapis Papua Jayapura yang beragama non Islam bukan beroreintasi pada
pengajakan untuk berpindah agama dari agama sebelumnya masuk ke dalam agama
Islam melainkan mengajarkan pendidikan agama dengan harapan ada perubahan
perilaku yang dimiliki oleh peserta didik, hubungan yang dibangun sesama umat
manusia maupun hubungan terhadap alam sekitar.
Keadaan yang dilakukan oleh dosen yang mengajar pelajaran pendidikan
agama pada peserta didik pluralistik agama tidak membuat ketakukan akan
terkonversi agama di dalam agama lain atau menjadi pengikut agama Islam, justru
yang didapat oleh peserta didik adalah pengetahuan tambahan terhadap agama
Islam. Cara-cara ibadah yang dilakukan oleh orang Islam, dan beberapa aktivitas
keagamaan Islam yang selama ini hanya melihat dan menilai. Belum pada
pengetahuan mengapa agama Islam melakukan aktivitas agama.
104
Abdul Mukti, Dosen PAI Uniyap Jayapura, Wawancara, pada bulan Maret 2021. 105
Neti S, “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi Bisnis dan Fakultas Ilmu Keguruan
dan Pendidikan”, Wawancara, pada bulan Oktober 2020. 106
Muhamad Thoif, “Dosen PAI pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Uniyap
Jayapura”, Wawancara, pada bulan September 2020. 107
Al Faris dan Sam Boma, Mahasiswa Semester III, program studi Teknik Sipil
Uniyap Jayapura, Wawancara, November 2020.
179
d. Pengkondisian Kelas
Mengkondisikan keadaan kelas dapat pula menjadi salah satu faktor
mahasiswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Pengkondisian ini berkaitan
dengan cara dosen mengelola pembelajaran dan memberikan tugas. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Neti S. bahwa pembelajaran PAI yang dilakukan oleh dosen
Uniyap Jayapura dilakukan dengan berbagai metode pembelajaran yaitu ceramah,
diskusi, tanya jawab, presentasi materi. Berbagai metode yang digunakan oleh dosen
dapat menunjang keberhasilan penyampaian materi di dalam kelas.
e. Sumber Belajar
Keberhasilan pembelajaran bukan saja materi PAI namun juga pada materi
pelajaran lainnya itu ditunjang dari berbagai sumber belajar berupa buku, jurnal dan
sumber lainnya yang dapat menambah informasi bagi mahasiswa dari materi yang di
sampaikan oleh dosen. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ratnawati, sumber belajar
itu tidak hanya dari dosen, namun juga dari buku, jurnal, majalah, dan diskusi
sesama teman bagian dari pengelaman mereka. Hal ini sangat dapat menunjang
keberhasilan dari pembelajaran tersebut.108
f. Respon Mahasiswa Pluralistik dalam Pembelajaran PAI
Tidak ada penolakan dari peserta didik dengan pembelajaran pendidikan
agama Islam yang diberikan oleh Uniyap Jayapura di kelas karena hal ini sudah
menjadi konsekwensi ketika memilih masuk di dalam keluarga besar Uniyap maka
sudah diketahui oleh mahasiswa bahwa mereka akan mempelajari pelajaran
pendidikan agama di kelas. Walaupun mereka sudah mengetahui konsekwensi
tersebut, kami pun dari pihak lembaga Uniyap Jayapura tetap memberikan
pengertian kepada dosen-dosen khususnya dosen pendidikan agama agar
menyampaikan pendidikan agama tidak masuk pada sisi doktrin keagamaan atau
menjelaskan secara detail tentang Islam dan atau memaksa mereka untuk masuk ke
dalam agama Islam. Hal ini disampaikan agar dosen agama Islam tidak
menyampaikan ajaran agama Islam secara doktrin keagamaan cukup dengan
menyampaikan isi-isi ajaran agama Islam dan nilai dari ajaran agama Islam. Nilai
dari agama Islam dan nilai yang dimiliki oleh agama lainnya memiliki kesamaan
yaitu melarang untuk berbohong, melarang untuk mendurhakai orang tua, dilarang
menipu, berbohong dan bahkan menghilangkan nyawa manusia. Maka nilai baik
yang sama dan juga ada pada ajaran agama Islam inilah yang menjadi perhatian dari
kami sebagai pengontrol kegiatan akademik.109
Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang kurikulum pendidikan tinggi,
pada pasal 35 ayat 1 menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ajar serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan dari pendidikan tinggi. Pada ayat 3 dari peraturan tersebut
108
Ratnawati, Dosen PAI, Wawancara, Oktober 2020. 109
Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10
Oktober 2020.
180
menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pelajaran: agama,
pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa indonesia.110
Terkait dengan pelajaran agama, Neti mengatakan bahwa PAI menjadi mata
kuliah dasar umum wajib, yang ketika dosen masuk mengajar terlebih dahulu
menyampaikan kepada mahasiswa status mata kuliah PAI, hal perlu disampaikan
karena sejatinya mereka mempelajari pelajaran yang tidak sesuai dengan ajaran
agama yang mereka anut, namun karena mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib di
Uniyap maka penyampaikan akan materi ini menjadi keharusan. Materi kuliah PAI
yang dijelaskan pada awal pertemuan berkaitan dengan status mata kuliah, bahwa
mata kuliah ini menjadi MKDU yang menjadi pelajaran dasar pada setiap perguruan
tinggi di Indonesia, dan bukan menjadi paksaan kepada peserta didik mengikuti
melainkan hal ini adalah program dari pemerintah pada perguruan tinggi melalui UU
Nomor 12 tahun 2012 pada pasal 35 ayat 3.
Menurut Abdul Rasyid, bahwa kurikulum yang dijalankan di Universitas
Yapis Papua Jayapura adalah kurikulum yang mengacu pada kurikulum yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana pada mata kuliah wajib yang diberikan
yaitu mata kuliah agama, kewarganegaraan, pancasila, bahasa Indonesia. Tidak ada
perbedaan dengan apa yang telah digariskan oleh pemerintah, bahkan pada mata
kuliah pendidikan agama Islam mendapat porsi yang lebih dari ketetapan pemerintah
tersebut. Porsi tesebut dilihat pada semester dua memuat mata kuliah PAI 2, pada
semester lima memuat mata kuliah ekonomi syariah, pada semester empat memuat
mata kuliah etika dan moral, dan pada semester lima mendapat mata kuliah hukum
perkawinan, waris, dan wakaf. 111
Hal ini dilakukan agar mahasiswa dapat menjadi
mahasiswa yang tutur kata yang baik, akhlaknya baik, pengetahuan agama Islamnya
bagus dan juga menjadi mahasiswa yang sukses dalam pekerjaannya.
Asal muasal kehadiran mata kuliah Etika Moral, Ekonomi Syariah, Hukum
Perkawinan Waris Wakaf yang disebut sebagai mata kuliah ciri khas institusi adalah
ketika universitas ini masih berbentuk sekolah tinggi yang mana mata kuliah
pendidikan agama yang diajarkan di STIE itu ada I, II, III, IV. Pemberian materi
agama yang banyak ini dengan maksud bahwa mata kuliah ini memberikan
pendalaman pengetahuan keagamaan khususnya agama Islam yang mana antara satu
pendidikan agama I terkait dengan agama II begitu juga terkait dengan pendidikan
agama III dan pada pendidikan agama IV.
Setelah sekolah tinggi ilmu ekonomi diubah menjadi universitas yang mana
pendidikan agama hanya diberikan sekali saja atau dalam satu semester dan
pendidikan agama II dan seterusnya diganti dengan mata kuliah yang masih terkait
dengan pendidikan agama Islam yang lebih spesifik lagi. Sebagaimana pendidikan
agama Islam di lembaga pendidikan memuat akidah, akhlak, al-Qur‟an hadis, fikih
dan sejarah maka pada mata kuliah PAI I memuat tentang Akidah, PAI II memuat
akhlak (Etika Moral), PAI III memuat tentang al-Qur‟an Hadis (Hukum Islam), PAI
IV memuat tentang Fikih (Ekonomi Syariah dan Hukum Perkawinan Waris dan
110
Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan
Tinggi.” h. 28. 111
Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura, Wawancara,
Agustus 2020.
181
Wakaf ). Materi PAI yang memuat sejarah belum secara spesifik diberikan di dalam
pembelajaran agama, maka dosen yang mengajar pendidikan agama diberikan
keleluasaan untuk memberikan materi sejarah pada salah satu mata kuliah yang telah
ada.112
Mata kuliah yang menjadi mata kuliah institusi adalah ada 4 yaitu PAI II,
Etika Moral, Ekonomi dalam Islam, dan Hukum Perkawinan Waris dan Wakaf.
Keempat mata kuliah ini masih terkait dengan mata kuliah Pendidikan Agama Islam
I yang pembahasannya lebih spesifik pada aspek-aspek yang dibutuhkan di Papua
khususnya di Jayapura dimana mata kuliah Etika Moral menguraikan tentang sikap
yang harus dimiliki oleh mahasiswa di samping dia adalah peserta didik, di saat
yang bersamaan juga sebagai anak bagi orang tua kedua di perguruan tinggi.
Sebagai mahasiswa yang memiliki sikap kritis terhadap persoalan sekitar namun
juga harus membersamai etika kepada dosen. Mata kuliah Ekonomi dalam Islam
memberikan gambaran akan transaksi dalam Islam. Mata kuliah Hukum Perkawinan
Waris dan Wakaf memberikan pemahaman pada peserta didik untuk mengetahui
adanya nikah sebagai sarana untuk menjaga kehormatan dengan adanya wali nikah,
ijab qobul dan saksi. Begitupun tentang waris dan wakaf yang diharapkan
mahasiswa mengetahui akan pembagian harta warisan.113
Bila mahasiswa beragama Islam maka diajak untuk mengerjakan,
mengamalkan ajaran agamanya seperti sholat, puasa dan ajaran agama Islam yang
menjadi ibadah makhdah. Namun pada mahasiswa yang non Islam untuk juga
menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinannya. Tidak dipaksakan untuk
mengerjakan tugas yang sulit, seperti menulis arab, membaca al-Qur‟an. Hal ini
tentu memberatkan bagi mahasiswa non Islam karena pada dasarnnya mereka tidak
dibekali untuk mempelajari menulis dan membaca al-Qur‟an. Maka bagi dosen yang
mengajar menghindari pemberian tugas seperti di atas. Penilaian yang diberikan
dosen juga tidak bisa disamakan dengan mahasiswa muslim, karena tentu tidak akan
mencapai tujuan yang diharapkan. Maka arahan yang diberikan oleh lembaga
Uniyap Jayapura dengan memberikan tugas yang dapat dijangkau anak didik dan
dapat pula dilakukan oleh peserta didik yang muslim.
Jumlah peserta didik non Muslim tidak merata di Uniyap Jayapura. Ada
beberapa fakultas yang mayoritasnya non Muslim seperti fakutas perikanan, fakultas
ilmu sosial, ilmu politik. Fakultas yang memiliki mahasiswa fifty-fifty antara
muslim dan non muslim ada pada fakultas ilmu hukum, fakultas teknik sipil.
Sedangkan pada fakultas ekonomi dan bisnis, fakultas ilmu keguruan mahasiswa
muslim yang mendominasi.
Data yang didapat oleh peneliti ketika menanyakan jumlah mahasiswa se
Uniyap Jayapura adalah 5.000 dengan kompisisi peserta didik yang beragama Islam
112
Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10
Oktober 2020. 113
Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10
Oktober 2020.
182
ada 44% dan Non Islam ada 56%. Jumlah yang masih didominasi oleh mahasiswa
dari non Muslim.114
Mengapa pendidikan agama itu wajib? Mata kuliah agama adalah mata kuliah
wajib yang harus diajarkan oleh lembaga pendidikan karena menjadi mata kuliah
yang menjadi perintah dari Undang Undang. Kewajiban itu bukan saja perintah
undang-undang namun juga perintah agama agar menjalankan agama sesuai dengan
keyakinan agama masing-masing.
Penyampaian agama bukan doktrin agama Islam yang paling benar,
melainkan mencari titik temu dari ajaran agama Islam dengan ajaran agama selain
Islam, yang memuat tentang sisi moral, sisi perilaku yang menurut saya memiliki
kesamaan dengan ajaran agama Islam. Memberikan gambaran Islam yang rahmatan
lil alamin, orang Islam yang harus mengayomi orang yang tidak mampu, agama
Islam adalah agama yang damai.115
Memang pembelajaran agama Islam, namun
penyampaian dalam materi agama Islam bukan doktrin agama Islam melainkan
menyampaikan tentang Islam dan ajaran-ajarannya. Sehingga mahasiswa non
Muslim tidak terbebani dengan ajaran agama Islam justru mereka diberikan
pengetahuan mengenai nilai-nilai ajaran agama Islam, diberikan pemahaman
aktivitas umat Islam, bahkan mereka diberikan pemahaman tentang Islam yang
moderat, Islam yang wasatiyah, yang tidak sama dengan Islam yang cenderung
ektrim dan radikal. Mengkedepankan Islam yang berperilaku baik, sopan, dan
menghargai sesama.116
Martency Q. Yawa Mahasiswa program studi Manajemen dan Nelsy dari
program studi PGSD keduanya mengatakan tentang pembelajaran PAI, bahwa: tidak
keberatan mengikuti pembelajaran ini, karena saya juga ingin mengetahui tentang
Islam dan ajarannya.117
Apa yang dikatakan oleh Martency dan Nelsy tentang
pembelajaran PAI di Uniyap ini juga dikatakan oleh Andika Elfrando Bonai yang
mengatakan belajar pendidikan agama Islam adalah sesuatu yang baru, karena
mendapatkan materi agama yang berbeda dengan agama yang saya peluk. Tidak
menjadi sesuatu yang sangat saya takutkan dengan belajar agama Islam karena
dalam keluarga saya juga terdapat pemeluk agama Islam. Sehingga tidak membuat
saya kaku dan minder. Bahkan interaksi saya dengan siswa yang beragama Islam
telah saya lakukan sejak duduk di bangku SMA. Sampai sekarang pun interaksi aktif
dan intensif bukan saja sesama masyarakat Papua namun juga dengan mahasiswa
muslim yang berada di Universitas Yapis Papua Jayapura. Hal menyenangkan yang
didapatkan dari belajar agama, selalu menginspirasi dirinya untuk berbuat yang baik
karena nilai dari ajaran agama itu sama menurut saya, yaitu mengajar untuk berbuat
baik. Mengajak untuk berusaha yang terbaik sehingga cita-cita dapat diraih pada
masa yang akan datang.
114
Huddy Susanto, Kepala Pelaporan Data Mahasiswa Uniyap Jayapura, Wawancara,
Februari 2020. 115
Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10
Oktober 2020. 116
Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10
Oktober 2020. 117
Nelsy, Mahasiswa Program Studi PGSD Uniyap Jayapura, Wawancara, Oktober
2020.
183
Tidak risih dengan agama Islam, hal ini dikarenakan saya juga terdapat
keluarga yang memeluk agama Islam. Bahkan dalam kegiatan keagamaan kami
senantiasa mengajak untuk membangun silaturrahmi, bila waktu natal tiba, kami
mengundang kawan-kawan muslim untuk hadir pula pada kegiatan natal, hadir pada
kegembiraan natal bahkan kawan-kawan sekelas juga mendatangi satu tempat yang
telah disepakati perayaan natal. Mereka yang datang dalam perayaan natal ini bukan
untuk mengikuti ibadah natal, namun rasa solidaritas sesama mahasiswa Uniyap
terkhusus sesama satu kelas untuk merasakan kegembiraan yang dirasakan pada
natal. Namun bukan ibadah natalnya, sekedar berbagi kebahagian dengan
mendatangi kawan sekelas yang merayakan natal. Pun sebaliknya bila kawan kami
merayakan idul fitri, kami sekelas pun dari suku beragam dan agama yang plural
mendatangi dan mengunjungi kawan kawan sekelas dengan maksud yang sama
untuk merasakan kegembiraan kawan kami yang Islam.118
Pilihan untuk menjadi
mahasiswa Uniyap Jayapura karena letak rumah saya lebih dekat dengan Uniyap
Jayapura dibanding dengan Uncen Jayapura.119
d
Keberadaan pendidikan agama di Uniyap Jayapura tidak ada halangan dan
keberatan yang dihadapi oleh mahasiswa karena ada di awal masuk di kampus
Uniyap Jayapura telah mengetahui bahwa kampus ini adalah kampus umum yang
bercirikan agama Islam sehingga dalam pelaksanaan proses belajar baik ekstra
maupun intra kurikuler sedikit banyaknya memuat unsur agama Islam dalam proses
tersebut. Maka ketika dihadapkan pada materi PAI mereka pun tidak kaget akan
pembelajaran tersebut.
Penolakan adanya pendidikan agama Islam yang diberikan kepada mahasiswa
non Islam pun pernah disuarakan oleh salah satu orang tua calon mahasiswa Uniyap
Jayapura sebagaimana yang dikatakan oleh Muttaqin bahwa: pendaftaran calon
mahasiswa baru pada tahun 2015 dan 2016 pernah kedatangan orang tua calon
mahasiswa yang ingin mendaftarkan putrinya menjadi calon mahasiswa Uniyap
pada Fakultas Ilmu Hukum namun sebelum menjadi pasti mendaftar, yang
bersangkutan menanyakan pelajaran yang diajarkan pada mahasiswa baru. Ketika
pelajaran agama Islam yang diajarkan atau pelajaran agama tunggal hanya Islam,
orang tua yang tersebut akhirnya mengurungkan niatnya mendaftar anaknya menjadi
calon mahasiswa di Uniyap Jayapura. Karena khawatir anaknya akan berpindah
agama dari agama sebelumnya.120
Agar tidak ada kesalahpahaman dengan mahasiswa yang belajar pendidikan
agama Islam di Universitas Yapis Papua maka diberikan pengertian dari dosen pada
pertemuan awal dengan mahasiswa akan kedudukan dari mata kuliah pendidikan
agama yang ada di lembaga pendidikan ini. Dosen memberikan tugas baik itu tugas
individu maupun tugas kelompok, juga dengan memberikan tugas menulis beberapa
ayat dalam al-Qur‟an yang disesuaikan dengan bahan ajar dan materi pada saat itu.
118
Andika Elfrando Bonai, Mahasiswa Semester IX Program Studi Manajemen,
Wawancara, 6 Oktober 2020. 119
Nelsy, Mahasiswa Program Studi PGSD Uniyap Jayapura, Wawancara, Oktober
2020. 120
Muttaqin, Staff BAAK Uniyap dan Bagian Loket Pendaftaran Mahasiswa Baru
Uniyap Jayapura, Wawancara, Agustus 2020.
184
Fakta yang terjadi, apabila para mahasiswa yang non Islam tidak menerima
dengan baik pembelajaran PAI, dapat dipastikan akan banyak sekali alasan untuk
tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Tetapi tanggapan yang dihadirkan oleh
para mahasiswa non Islam adalah tetap menerima pembelajaran tersebut dengan
tangan terbuka. Sebagaimana yang dikatakan oleh mahasiswa non Islam pada
program studi Ilmu Pemerintahan yaitu Yohanis, Fiktor, Richard Nikon, Nikilina,
dan Yeki Bunai yaitu: kami kuliah disini mau mencari ilmu, mata kuliah apapun
yang diajarkan oleh Yapis Papua maka kami akan mengikutinya dengan antusias.
Apabila kami kesulitan dalam menjalankan tugas, masih banyak teman kami yang
Islam yang membantu mengatasi beberapa kesulitan yang kami hadapi. Asal ada
keinginan maka ada juga jalan keluarnya.121
Strategi dan metode yang diterapkan oleh dosen PAI dapat membuat nyaman
mahasiswa untuk belajar mata kuliah yang berbeda dengan materi yang bertolak
belakang dengan ajaran agama yang dianut selama ini. Respon positif juga
dimunculkan oleh mahasiswa non Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Sibi yang
mengamati teman-temannya yang non Islam di dalam kelas ketika belajar PAI.
Bahwa di kelas kita memakai buku agama yang bersumber dari ajaran agama Islam,
respon yang cukup baik dari kawan-kawan non Islam dengan mendengar apa yang
disampaikan oleh dosen, bertanya pada materi yang belum dipahami. Sehingga
ketertarikan terhadap ajaran agama Islam bukan karena ingin masuk agama Islam
namun ingin mengetahui informasi tentang ajaran Islam, seperti apa ritus keagamaan
Islam, proses ibadahnya, aktivitas yang dilakukan orang Islam di dalam rumah
ibadah. Ada juga yang kurang mengikuti dengan antusias pembelajaran agama di
kelas bukan karena tidak suka dengan mata kuliah pendidikan agama Islam namun
terlalu banyak tugas yang diberikan oleh dosen seperti menulis ayat al-Qur‟an,
menghafal doa doa tertentu. Hal ini yang membuat mereka malas untuk belajar,
karena ketidakmampuan mengikuti tugas yang diberikan oleh dosen. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Viktor mahasiswa program studi ilmu hukum di atas.122
Mahasiswa lainnya dari program studi Ilmu Hukum mengatakan bahwa sikap
anggukan ketika dosen menanyakan apakah sudah memahami pelajaran, bisa
dimaknai dua hal. Pertama memang mengerti, yang kedua tidak mengerti namun
untuk menghormati dosen yang mengajar. Menurutnya, sekalipun sudah diajarkan
oleh dosen namun mata kuliah pendidikan agama Islam bagi non Islam itu tidak
akan nyambung, atau lama untuk mengerti secara lebih dalam. Kelamaan menerima
penjelasan dari dosen tentang materi-materi yang sifatnya akidah agama Islam,
seperti konsep Tuhan dalam ajaran agama Islam. Namun hal ini berbeda bila
pembahasan pada muamalah dan hukum Islam, hal ini mendapat pertanyaan yang
banyak karena menyangkut hukum pada hubungan manusia dengan manusia.123
Ofin
Rafifah mengatakan bahwa teman-teman saya yang beragama non Islam, mungkin
121
Yohanis, dkk. Mahasiswa Aktif Non Islam pada Program Studi Ilmu Pemerintahan,
Wawancara, Oktober 2020. 122
Viktor, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Wawancara, Oktober 2020. 123
Hasan, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Wawancara, Oktober, 2020.
185
malas pada pembelajaran ini karena tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
PAI berupa rangkuman per tema pembelajaran dan menulis bahasa arab.124
Tanggapan mahasiswa di atas bahwa tidak semua mahasiswa yang plural
dalam beragama menerima dengan baik pembelajaran pendidikan agama Islam.
Mereka mungkin hadir dalam pembelajaran PAI namun tidak menutup
kemungkinan kalau tersirat dalam benak hati mereka perasaan yang tidak nyaman
apabila belajar pendidikan agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama mereka.
Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai dan perkembangan belajar para mahasiswa
program studi ilmu hukum yang mendapat nilai yang kurang memuaskan.
Menurut mahasiswa program studi Akuntansi bahwa meskipun agama kami
adalah agama Kristen, namun untuk pembelajaran PAI ini kami sangat antusias. Hal
ini tidak lain karena dosen yang mengajar mata kuliah ini menyampaikan dengan
bahasa yang mudah kami terima, begitu banyak informasi keagamaan Islam kami
dapatkan melalui mata kuliah ini. Materi yang disampaikan bukan hanya materi
agama Islam namun yang saya dapatkan adalah muatan materi agama lain seperti
pembahasan tentang ketuhanan, ternyata juga memuat Tuhannya agama Kristen.
Begitu pula materi tentang puasa, juga memuat materi puasa dalam agama Kristen.
Keadaan ini membuat kami mengetahui adanya kesamaan ajaran agama Kristen
dengan agama lain khususnya agama Islam. Maka dalam pembelajaran sebisa
mungkin kami mengikuti pelajaran ini disamping mendapat nilai yang maksimal,
kami pun dapat mengetahui nilai-nilai di dalam ajaran agama Islam.125
Menurut dosen PAI bahwa pengajaran dan pembelajaran PAI pada siswa yang
multi agama ada sisi positif dan sisi negatifnya. Sisi negatif dari penggabungan
siswa pada satu mata kuliah ini dinilai adanya pemaksaan dari institusi untuk semua
yang masuk di lembaga ini untuk belajar agama Islam yang belum tentu mereka mau
belajar itu, hanya karena kewajiban saja untuk mengikuti pelajaran ini. Sisi negatif
lainnya pelajaran ini membuat dosen harus berpikir dengan ekstra di dalam
menyampaikan materi karena ada beberapa mahasiswa yang berlatar belakang
umum bahkan sewaktu di SMA selalu kabur untuk belajar agama sehingga dasar
pengetahuan agama Islam yang sangat dangkal. Apalagi mereka yang berbeda
agama ya tentunya dosen pengajar mata kuliah ini perlu bekerja ekstra agar
mahasiswa yang telah punya basic agama tidak terlalu merasa bisa, dan mahasiswa
yang baru belajar agama tidak terlalu ketinggalan.126
Pembelajaran PAI di Universitas Yapis Papua sebagai salah satu wadah bagi
mahasiswa dan mahasiswi untuk bertukar ilmu yang membahas tentang ajaran
keagamaan. Pelajaran ini yang bersifat diskusi tanya jawab menjadi sarana agar
saling mengerti antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, menurut Mukti
bahwa selama saya mengajar di PAI di lembaga ini terlebih pada program studi
umum saya berusaha untuk tidak ada diskriminasi dan perbedaan sesama mahasiswa
yang belajar agama, semuanya diperlakukan sama, dengan tempat yang sama
dengan tujuan yang sama yaitu sama-sama belajar. Bila dijumpai kelemahan
124
Ofin Rafifah, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Wawancara, Oktober 2020. 125
Jhon, Mahasiswa Program Studi Akuntansi Sore, Wawancara, Oktober 2020. 126
Dosen PAI pada progam studi Budidaya Perairan, Wawancara, Juli 2020.
186
beberapa mahasiswa dalam mengikuti pelajaran ini maka dibijaki dengan tetap
mengedepankan keadilan dan persamaan sesama mahasiswa.127
Suasana kelas pada pelajaran pendidikan agama Islam tidak terlalu membuat
kami risih dengan belajar mata kuliah ini, hal ini sama saja dengan mata kuliah
lainnya karena pada mata kuliah yang lain pun kami sudah satu kelas, jadi tidak
terlalu membuat kami tidak nyaman. Hal ini diungkapkan oleh Al-Gazali, dia
mengatakan bahwa sama sekali tidak ada permasalahan antara kami sebagai
mahasiswa muslim dengan mahasiswa non Islam pada pelajaran ini. Justru saya
sebagai orang Islam sangat senang jika ada teman kami yang beragama non Islam
ikut serta dalam pelajaran ini. Sehingga kami dapat menjadi tutor sebaya pada tema-
tema tertentu.128
Ananta Ratri mengatakan inilah keunikan yang ada Universitas Yapis Papua.
Pelajaran pendidikan agama Islam yang diajarkan pada mahasiswa non Islam pada
semua program studi. Mudah-mudahan materi ini dapat memperkokoh sikap pluralis
dan kemajemukan di kalangan mahasiswa maupun di kalangan masyarakat di kota
Jayapura.129
Sesungguhnya perbedaan bukanlah penghalang untuk menjalin pertemanan
dan persaudaraan dalam pembelajaran PAI. Justru dengan perbedaan itu harus
dirayakan dinyatakan dengan sikap menghargai dan menghormati sesama.
Pembelajaran yang disediakan oleh Uniyap Jayapura yang pelajaran pendidikan
agama Islam, yang mana hal ini juga dilandasi pada pasal 35 ayat 3 dari Undang
Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi yang menetapkan bahwa
pelajaran pendidikan agama sebagai mata kuliah dasar umum. Tidak ada paksaan
untuk harus mengikuti semua materi yang diajarkan oleh dosen namun sebagai
informasi keagamaan tentang ajaran agama Islam.
Sikap yang baik dan menghormati dosen menjadi salah satu nilai tambah bagi
dosen untuk mengajarkan agama Islam. Ilmu baru didapatkan, pengalaman baru juga
didapatkan. Semakin belajar agama maka mahasiswa akan semakin memahami akan
keunikan sekitarnya, maka akan semakin tahu akan diri orang lain yang ada
disekitarnya, sehingga dapat saling menghormati dan menghargai.
Dilihat dari materi yang dipakai oleh dosen adalah materi ajar agama Islam
namun juga memuat materi yang didapat dari agama selain Islam. Misalnya dalam
masalah keimanan. Bahwa iman ialah adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa. Kepercayaan ini menyakini adanya kekuatan melebihi kekuatan yang
dimiliki oleh manusia, karena manusia itu lemah. Kelemahan ini mengakibatkan
kebutuhan akan kekuatan yang dapat menghilangkan keraguan, dapat
menghilangkan rasa takut, menghilangkan rasa cemas. Keraguan, kecemasan dan
ketakutan manusia dapat ditutupi dengan adanya kekuatan Tuhan. Dalam dengan
mengungkapkan kekuatan melebihi kekuatan manusia dalam setiap agama hal inilah
yang menjadikan pembelajaran agama Islam di Uniyap Jayapura menjadi lebih
menarik. Ketertarikan itu dapat dilihat dengan pengungkapan materi ajar tentang
127
Dosen PAI pada program studi Ilmu Hukum, Wawancara, Januari 2020. 128
Ahmad Antasach Al-Gazali, Mahasiswa pada program Studi Sistem Informasi,
Wawancara, Oktober 2020. 129
Ananta Ratri, Mahassiswa Prgram Studi Akuntansi, Wawancara, Oktober, 2020.
187
ketuhanan dari semua agama, bukan saja dari agama Islam namun juga dari agama
lain yang diakui oleh negara Indonesia. Model penyampaian materi ketuhanan
dengan memasukkan unsur agama lain membuat pembelajaran lebih menarik.
Pembelajaran ini bukan saja hanya dari unsur agama Islam namun juga dari unsur
penganut agama yang dimiliki oleh peserta didik.
Kurikulum PAI di Uniyap Jayapura menerapkan kelima pilar belajar yaitu, (1)
belajar untuk bertaqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar
untuk merasakan dan memahami sekitar, (3) belajar untuk dapat melaksanakan dan
berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk sesama,
(5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui sebuah proses belajar
yang efektif, aktif, dan menyenangkan. Berdasarkan pada permendiknas nomor 23
tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan, di dalamnya menyebutkan SKL
standar kompetensi lulusan pada semua jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA/K,
PT peserta didik mampu menghargai keberagaman budaya, suku, ras, agama, dan
golongan sosial di lingkungan sekitarnya.130
Sebagai perguruan tinggi yang memiliki peserta didik yang beragam agama
dan budaya Uniyap memberikan apresiasi terhadap pluralisme agama siswanya
dengan memberikan pelajaran agama Islam yang non doktriner. Hal ini dilandaskan
pada kenyataan peserta didik yang belajar pelajaran pendidikan agama Islam di
lembaga ini beragam agama dan budaya sehingga dosen yang mengajar
terkondisikan untuk mengajarkan agama Islam dari sisi ilmu pengetahuan
keagamaan.
g. Respon Pendidik PAI
Mengajarkan pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi Yapis Papua
mendapatkan tantangan tersendiri karena peserta didik yang beragam. Keberagaman
ini terlihat dari jumlah peserta didik yang plural suku dan juga plural agama
sebagaimana yang dikatakan oleh Neti bahwa pembelajaran PAI pada peserta didik
yang pluralistik ini membutuhkan cara dan strategi yang dapat dikatakan berbeda
dengan umumnya pendidik PAI dimana peserta didik yang diajar, tidak berada
dalam satu frekuensi yang sama dengan ajaran agama Islam. Begitupun dengan
Abdul Mukti yang mengajarkan PAI pada Prodi Ilmu Hukum dan Manajemen
bahwa materi yang diajarkan oleh pendidik bukanlah materi agama Islam secara
mendalam namun mengajarkan agama Islam seperti mengulang kembali materi
pelajaran yang telah mereka dapatkan ketika berada di sekolah.131
Pembelajaran PAI di sekolah dan juga di madrasah, menuntut sebuah model
pembelajaran yang harus menyentuh aspek potensi berpikir, tindakan, kejiwaan, dan
bahkan pola hubungan sosial agar menjadi insan kamil yang dapat melaksanakan
agama dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
130
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei
2006. 131
Neti, “Dosen PAI pada PGSD, Akuntansi, dan Manajemen UNIYAP Jayapura”
Wawancara, Oktober 2020. Abdul Mukti, “Dosen PAI pada Ilmu Hukum dan Manajemen
UNIYAP Jayapura” Wawancara, Maret 2021.
188
Peran guru di kelas menjadi besar karena harus menjadi sumber bahan ajar
dan harus mengawasi para peserta didik dari sumber-sumber tertulis agar tidak
mempelajari sesuatu yang salah dan mereka mampu membangun pemahaman yang
baik dengan konstruksi konten yang koheren antara satu materi dengan lainnya.
Karena peran guru yang sangat besar ini dikarenakan kritik terkait implementasi
pembelajaran aktif untuk mata pelajaran PAI yang sebagian ilmunya adalah
Ilahiyah, tidak berubah dan tidak bisa dikritik. Kehati-hatian guru terhadap konten
pelajarannya mengakibatkan mereka harus membatasi kesempatan dan peluang para
siswa untuk melakukan penemuan sendiri (discovery).132
Setiap anak akan berubah karena pengetahuan yang diperolehnya apakah
lewat kawan, teman, pelajaran yang diberikan oleh orang tua atau gurunya di
sekolah. Semakin banyak pengetahuan yang didapatkan maka semakin besar
peluang mereka mengubah cara pikir, cara pandang terhadap sekitar. Oleh karena itu
pengetahuan akan lebih baik jika terdapat hubungan antara apa yang telah diketahui
peserta didik dengan informasi baru yang akan diterimanya yang dapat
mempengaruhi pola pikir, tindakan dan perilaku sosialnya. Untuk dapat membangun
konsep perilaku sosial yang terkoneksi dengan fenomena sosial maka pembelajaran
harus dapat bermakna sebagaimana yang dikatakan oleh David Paul Ausubel
seorang ahli psikologi kognitif bahwa proses di dalam pembelajaran mencoba
mengkaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Pengetahuan baru akan berinteraksi dengan pengetahuan yang ada dalam
pemahaman siswa sehingga akan melahirkan sebuah struktur pengetahuan baru
untuk memengaruhi cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan pribadi, keluarga
dan masyarakat.
Belajar pada hakikatnya mengembangkan konstruksi pengetahuan baru
sebagai hasil interaksi informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Ausubel
lebih lanjut mengatakan bahwa belajar dengan menerima jauh lebih bermakna
daripada belajar dengan menemukan. Belajar dengan membangun konstruksi
pengetahuan baru lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan. Penegasan yang
dilakukan Ausubel bahwa belajar dengan menerima konten final itu lebih
direkomendasikan di lembaga pendidikan.
Tidak mudah membuat pembelajaran PAI pada peserta didik pluralistik untuk
dapat diterima dan mau mengikuti proses pembelajaran ini dari awal hingga
pertemuan yang ke 16 dalam satu semester. Hal ini disadari betul oleh tenaga
pendidik Yapis Papua. Maka menjalankan saja sebagai konsekwensi mengajar
peserta didik plural. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhamad Thoif bahwa
mengajarkan peserta didik yang plural tidak mudah sebagaimana mengajar peserta
didik yang sama-sama agama. Dari segi pengetahuan agama tidak sama di samping
itu pula pendidik PAI ini harus juga menyeimbangkan pengetahuan yang telah
dimiliki oleh peserta didik muslim.133
Pada tahap inilah yang menjadi kesulitan yang
dirasakan oleh pendidik mengajar dengan segenap perangkat yang harus disiapkan
132
Dede Rosyada, Madrasah dan Profesionalisme Guru Dalam Arus Dinamika
Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2017), h. 102. 133
Muhamad Thoif, “Dosen PAI pada Uniyap Jayapura” Wawancara, Januari 2021.
189
oleh pendidik dari segi persiapan materi, menggunakan strategi, dan metode dalam
pembelajaran sehingga dapat diterima dengan baik materi yang sudah disiapkan.
Pada posisi ini terdapat perbedaan cara yang diterapkan oleh pendidik mata
kuliah PAI dimana ada yang tetap mewajibkan peserta didik masuk di dalam kelas
pembelajaran bagi peserta didik non muslim. Ada juga yang memberikan pilihan
untuk mengikuti pembelajaran PAI atau keluar dari kelas untuk mata kuliah PAI
kemudian langsung diberikan nilai. Ketika didalami mengapa tetap memberikan
pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama, oleh Mukti menyebutkan bahwa
hal ini sudah terjadi dari awal mengajar di Yapis Papua bahwa peserta didik non
Muslim mengikuti pembelajaran PAI dan tidak ada yang keberatan untuk tidak
mengikuti kegiatan ini. Di samping tidak ada keberatan dari orang tua wali dan
mahasiswa, cara dipakai oleh pendidik dengan memberikan materi ajar agama yang
juga dapat diterima oleh peserta didik plural.
Cara yang dilakukan agar dapat diterima peserta didik plural dengan
memasukkan unsur agama lain di dalam pembelajaran PAI yang searah dengan
materi ajar agama Islam. Misalnya tema tentang puasa, di dalam agama Islam
seorang muslim diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa dimana ibadah puasa
ini dilakukan dengan cara menahan lapar dan harus dari terbit matahari sampai
terbenamnya matahari di ufuk barat. Maka pengajar PAI mencari padanan di dalam
agama peserta didik. Karena mayoritas peserta didik selain Islam adalah beragama
Kristen maka pendidik mencari padanan materi puasa pada ajaran agama Kristen.
Namun bukan materi agama Kristen secara mendalam melainkan nilai-nilai
keagamaan Kristen pada puasa itu yang diangkat seperti kesadaran, kesabaran,
empati yang nilai-nilai ini terdapat pula pada materi ajaran agama Islam.
Inilah yang dilakukan oleh pengajar PAI di dalam pembelajaran PAI pada
peserta didik plural dimana ada pendidik yang mengajarkan PAI sesuai dengan
ketetapan perguruan tinggi dan ada juga yang memberikan pilihan untuk mengikuti
pembelajaran atau tidak sama sekali dengan langsung pada akhir yaitu memberikan
penilaian bahwa peserta didik tersebut telah dinyatakan lulus pada mata kuliah.
2. Pembelajaran PAI pada SMK Hikmah Yapis Papua
Penggabungan dalam satu item pembahasan di dalam pembelajaran PAI di
sekolah menengah yang berada di bawah Yapis Papua mengambil hanya dua
sekolah menengah yaitu SMK Hikmah Yapis Jayapura dan SMA Hikmah Yapis
Jayapura yang keduanya dipilih karena peserta didik non muslim cukup banyak.
Banyak peserta didik non muslim yang menjadi peserta didik di kedua sekolah
tersebut memang tidak sebanyak SMK Yapis Wamena, namun kedua sekolah
tersebut representasi untuk dapat juga diteliti sebagai sekolah yang berada dibawah
Yapis dengan sistem pembelajaran PAI yang menggabungkan antara peserta didik
muslim dengan peserta didik muslim di dalam satu kelas pembelajaran.
a. Kurikulum PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura
Kurikulum PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura sebagaimana yang dikatakan
oleh Abuddin Nata bahwa kurikulum itu bukan saja pelajaran yang diajarkan di
kelas melainkan semua yang terjadi di dalam proses pendidikan di sekolah. Berbagai
kegiatan yang ada di sekolah maupun di dalam kelas yang dapat memberikan
190
pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar. Kegiatan
kepramukaan, kegiatan lomba, bakti sosial, penanggulangan bencana kebakaran dan
banjir, bercocok tanam, perbaikan lingkungan sekolah, berhias, dll yang semuanya
memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik maka dapat dinamakan
kurikulum.134
Inti dari kurikulum ini adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar
yang banyak juga bervariasi dapat mempengaruhi pendewasaan diri anak, tidak
hanya pelajaran di kelas, kerja kelompok, interaksi di luar kelas, kerja secara fisik
dan lain sebagainya adalah merupakan pengalaman belajar.
Pembelajaran yang dilakukan sekarang di SMK Hikmah Yapis Jayapura
dilakukan dengan tatap muka yang diselenggarakan di kelas dimulai dari jam 07.00
sampai jam 15.00 sore hari. Dimulai dari hari Senin sampai hari jum‟at siang.
Semester genap maupun semester ganjil setiap tahunnya sejak berdiri sekolah ini
sampai sekarang. Pembelajaran yang dilakukan di semua ruang kelas, jumlah ruang
kelas yang ada berjumlah 12 ruang kelas.135
Namun sejak bulan maret 2020
pembelajaran pendidikan di sekolah diubah menjadi pembelajaran online yang
dilakukan di rumah. Tidak ada siswa yang datang ke sekolah dalam proses
pembelajaran, semua melakukan pembelajaran tersebut dari rumah dengan
pembagian waktu dua kali pertemuan secara daring. Dimulai pada pukul 08.00
sampai pukul 09.30 kemudian dari pukul 10.00 sampai 11.30 setiap hari. Mengingat
keterbatasan kuota yang dimiliki oleh guru bahkan peserta didik di rumah maka
sekolah memfasilitasi dengan memberikan fasilitas jaringan melalui wifi sekolah
sedangkan siswa didaftarkan sekolah untuk mendapatkan kuota pembelajaran dari
pemerintah. Pemberian fasilitas ini untuk memudahkan pendidik dan peserta didik
untuk dapat tetap melaksanakan proses pembelajaran dari mana saja setiap harinya
tanpa terkendala wabah corona yang melanda seluruh dunia.
Beberapa materi pembelajaran memang dilakukan secara luring, hal ini terkait
pembelajaran praktek. Salah satu program yang dilakukan oleh sekolah ini adalah
rekayasa perangkat lunak, keterbatasan peserta didik untuk mempelajari secara
detail apa yang akan disajikan oleh guru maka sekolah memboleh pelaksanaan
pembelajaran di sekolah namun dengan tetap memperhatikan kesehatan bagi guru
dan siswa. Guru yang datang ke sekolah diwajibkan memakai masker dan mencuci
tangan terlebih dahulu walaupun dari rumah guru telah melakukan kegiatan itu.
Begitupun dengan murid yang datang di sekolah diharuskan melakukan hal yang
sama dengan tetap menjaga jarak yang telah didesain oleh guru sebelum memasuki
ruang kelas.136
Proses penilaian yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan melihat
kehadiran siswa, keaktifan di dalam pembelajaran, berkontribusi di dalam
mengerjakan tugas harian dari guru. Biasanya guru-guru di SMK Hikmah Yapis
Jayapura di dalam memberikan penilaian berfariasi sesuai dengan mata pelajaran
yang diampu oleh guru tersebut. Misalnya saja pelajaran Penjas (pendidikan
134
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h. 124. 135
Gunanto, Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 6 Januari 2020. 136
Menik Kushendarwati, Ka. TU SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 23
September 2020
191
jasmani) penilaian guru bukan saja pada kehadiran siswa namun juga keaktifan
peserta didik di dalam mengikuti pelajaran di lapangan sekolah, hal ini dilakukan
karena Penjas bukan saja teori di kelas namun lebih dari teori yaitu praktek
pengetahuan di lapangan sekolah. Pelajaran Penjas menjadi daya tarik tersendiri
buat siswa hal ini dikarenakan mereka lebih rilex dan santai bahkan mereka
mempraktekkan olahraga yang jarang mereka lakukan di rumah. Misalnya saja
praktek olahraga bola kasti, praktek olahraga basket, praktek olahraga volly. Hal ini
dikarenakan belum tersedia secara masif dan menyeluruh lapangan untuk olahraga
tersebut, kalaupun ada, terbatas pada tempat tempat tertentu yang jauh dari tempat
tinggal peserta didik. Keadaan ini berbeda dengan olahraga bola kaki. Dimana sudah
banyak tersedia tempat dan ruang yang menyewakan dan menyediakan olahraga
futsal yang memiliki kemiripan dengan olahraga bola kaki yang beda pada
tempatnnya saja. Futsall lebih kecil lapangan dengan bola kaki.137
Penilaian dalam proses pembelajaran di SMK Hikmah Yapis Jayapura
merupakan faktor penentu keberhasilan belajar peserta didik, adanya proses di
dalam penilaian dapat memastikan bahwa pembelajaran berhasil atau tidak, dan
pembelajaran terlihat efektif dan bermakna di dalam membantu pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik. Rujukan dalam penyusunan pembelajaran
pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura adalah kurikulum nasional yang
dibuat oleh pemerintah dan sekolah hanya mengikuti kebijakan yang dikeluarkan
oleh dinas pendidikan kota Jayapura. Apa yang dilakukan oleh lembaga Yapis Papua
tidak membuat kurikulum sendiri untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam.
Sebagai kurikulum yang menyangkut mengenai rancangan dan pelaksanaannya di
kelas harus dipahami dengan baik karena begitu pentingnya kurikulum bagi
perkembangan kehidupan peserta didik nantinya.138
Sejalan dengan yang dikatakan oleh Sekretaris Yapis Kota Jayapura bahwa
kurikulum yang dijalankan dan dipakai oleh lembaga ini adalah kurikulum yang
mengacu pada kurikulum nasional. Karena visi misi dari lembaga pendidikan ini
mendukung tercapainya tujuan nasional yaitu adanya perkembangan potensi yang
dimiliki peserta didik menjadi manusia yang beriman dan takwa kepada Allah,
memiliki akhlak yang mulia, menjadi warga negara bertanggung jawab serta
demokratis. Sehingga program pemerintah di dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa disambut baik oleh warga Yapis dengan mempertahankan standar di dalam
kurikulum nasional dan juga melihat keadaan sekolah Yapis yang multikultural dari
sisi budaya dan agama.139
Sebagai lembaga pendidikan yang menaungi SMK Hikmah Yapis Jayapura,
Yapis hanya memberikan arahan dan petunjuk di dalam melaksanakan pembelajaran
khususnya pembelajaran Agama. Karena Yapis tidak memberikan pelajaran agama
selain agama Islam maka yang diutamakan didalam menyampaikan pelajaran agama
untuk lebih mengkedepankan nilai-nilai persamaan yang ada pada setiap agama.
137
Gunanto, “Guru Olahraga SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 6 Januari
2020. 138
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020. 139
Abdul Muin, “Sekretaris Yapis Kota Jayapura” Wawancara, 6 Agustus 2020.
192
Menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama dan juga lebih kepada
memberdayaan masyarakat untuk berkompetitif menjadi terbaik di tanah Papua.
Pembelajaran PAI pada siswa non Islam. SMK Hikmah Yapis Jayapura
adalah sekolah yang berada dibawah naungan lembaga pendidikan Yapis Papua,
dalam proses pembelajaran yang dilakukan dari pertama berdiri senantiasa
melaksanakan pendidikan dan pengajarannya mengikuti program dari pemerintah,
salah satunya adalah memberikan pembelajaran pendidikan agama Islam pada
peserta didik. Hal ini mengikuti amanah dari undang-undang yang mana kewajiban
sekolah untuk memasukkan mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah yaitu
mata pelajaran agama, mata pelajaran pancasila dan mata pelajaran
kewarganegaraan. Ketiga pelajaran ini diajarkan di SMK Hikmah Yapis Jayapura.140
Tabel 19 : Jumlah Kelas Pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis
Jayapura
No Kelas Jumlah
1 Sepuluh (X) 5 Kelas
2 Sebelas (XI) 3 Kelas
3 Dua Belas (XII) 3 Kelas
Rombongan belajar atau biasa disebut dengan (rombel) PAI di SMK Yapis
ada Kelas sepuluh ada 5 rombongan belajar, kelas sebelas ada 3 rombongan belajar,
dan kelas duabelas ada 3 rombongan belajar. Yang biasa ada 3 rombel pada kelas
sepuluh pada tahun ini bertambah menjadi 5 rombel. Hal ini dikarenakan beberapa
ruangan yang dulunya dipakai oleh ruangan ketik manual yang sudah tidak
difungsikan lagi maka digunakan untuk kelas. Ketika manual sudah tidak zaman
lagi, sudah beralih ke komputer, sedangkan ruang komputer pun sudah tersedia
dengan fasilitas yang layak dan baik. Sehingga ruang yang kosong tersebut
digunakan untuk hal yang lain, dalam kesempatan yang sama, penerimaan siswa
yang banyak karena diminati oleh banyak peserta didik maka pemanfaatan ruangan
konsong untuk ruang kelas dilakukan. Dari hal inilah penerimaan siswa di tahun ini
menjadi 5 rombongan belajar. Jumlah ruang belajar peserta didik di tahun ini
sebanyak 11 ruang belajar.
Jumlah peserta didik dalam satu kelas. Peserta didik di SMK Hikmah Yapis
Jayapura berjumlah + berjumlah 29-30 orang dalam satu kelas, hal ini dilakukan
agar semua peserta didik dapat belajar dengan nyaman, aman, dan bisa berprestasi.
Keadaan ini sesuai dengan permendikbud nomor 17 tahun 2017 pada pasal 24
menyebutkan bahwa jumlah ideal dalam sebuah rombongan belajar yang
diselenggarakan oleh sekolah SMA minimal 20 orang sedangkan SMK minimal 15
orang dan untuk batas maximal dalam satu kelas di SMA/SMK adalah 36 peserta
didik. Sedangkan jumlah rombongan belajar yang ada pada setiap tingkatan untuk
SMA/SMK minimal 3 rombongan belajar dan untuk batas maximalnya untuk SMA
itu 36 rombongan belajar, dan untuk SMK itu 72 rombongan belajar, hal ini sesuai
dengan pasal 26 dari permendikbud nomor 17 tahun 2017. Beragam kondisi dan
keadaan sekolah di Indonesia sehingga jumlah dari peserta didik dan rombongan
belajar tidak dapat diterapkan secara menyeluruh. Namun untuk di SMK Hikmah
140
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
193
Yapis Jayapura dapat diterapkan karena sudah memenuhi ketentuan minimal dan
tidak melewati batas maximal.
Pilihan untuk tidak mengikuti PAI bagi non Muslim memang sudah
diantisipasi dengan penyampaian materi belajar di kelas itu adalah materi ajar agama
Islam. Diawal memasuki sekolah telah ada pemberitahuan dari bagian kurikulum
untuk menyampaikan kepada seluruh siswa yang mendaftar dan mengambil formulir
siswa baru, bahwa sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura di dalam pembelajarannya
menggunakan kurikulum k13 revisi, dimana salah satu pelajaran yang diajarkan oleh
sekolah adalah mata pelajaran pendidikan agama Islam. Bagi non Islam juga akan
belajar pelajaran ini di setiap semester di setiap tingkatan dari awal mereka menjadi
siswa sampai mereka lulus. SMK Hikmah Yapis tidak memberikan pilihan kepada
siswa untuk belajar pendidikan agama selain pendidikan agama islam, mengapa hal
ini diberikan kepada seluruh peserta didik karena platform dari SMK Hikmah adalah
platform Islam sehingga agama yang diajarkan oleh guru di sekolah ini adalah
pendidikan agama yaitu agama Islam. Bagi peserta didik yang non Islam untuk
menyesuaikan dengan pelajaran ini. Memang dijumpai berbagai kendala di dalam
implementasi pelajaran ini siswa non Islam, karena beberapa materi yang harus
mereka ikuti dan para siswa tidak dapat mengikutinya dengan baik dikarenakan
materi ini adalah materi yang baru buat mereka. Penyampaian yang dilakukan pada
saat penerimaan dan pendaftaran peserta didik baru, menjadi sebuah konsekwensi
yang harus diterima oleh peserta didik ketika memilih SMK Hikmah Yapis sebagai
sekolah untuk masa depan yang lebih baik. Sehingga pada saat sekolah dan
menjumpai pelajaran agama adalah pelajaran agama Islam mereka tidak terlalu
kaget.
Kurikulum yang dipakai di sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura di dalam
pelaksanaan dan pengimplementasian kurikulumnya mengikuti pada kurikulum k13.
Kurikulum itu sendiri merupakan seperangkat peraturan yang dipedomani di dalam
kegiatan belajar dan mengajar. Yang terdiri dari bahan ajar, isi materi, metode yang
dipakai. Dan sudah memakai kurikulum k-13 revisi sesuai dengan arahan dari
pemerintah. Setidaknya ada empat poin yang diperbaiki dalam kurikulum k13
menjadi k13 revisi. Yaitu pertama, penataan kompetensi sikap spiritual dan sikap
sosial di semua mata pelajaran. Hal ini berbeda dengan k-13 sebelum revisi dimana
terdapat kompleksitas pembelajaran dan penilaian pada sikap spiritual dan sikap
sosial. Kedua, koherensi KI-KD dan penyelarasan pada dokumen. Hal ini dilakukan
dimana sebelumnya dijumpai ketidakselarasan antara KI-KD dengan buku dan
silabus. Ketiga, memberikan ruang kreatif untuk guru dalam menerapkan k13 revisi.
Hal ini dilakukan yang mana sebelumnya implementasi proses berpikir 5M sebagai
metode pembelajaran yang sifatnya prosedural dan mekanistik. Keempat, penataan
kompentensi yang tidak dibatasi oleh pemenggalan taksonomi proses berpikir.
Pemakaian kurikulum k13 di SMK Hikmah Yapis Jayapura untuk menjadikan
pembelajaran di kelas menjadi lebih asik dan menyenangkan. Guru bukan lagi
menjadi menjadi satu-satunya sumber belajar namun juga dari berbagai sumber.
Guru tidak lagi hanya menggunakan satu metode pembelajaran hanya menggunakan
metode ceramah saja, namun juga menggunakan berbagai metode pembelajaran
sehingga dapat menerima materi dengan baik. Guru itu hanya menjadi fasilitator
dalam pembelajaran. Guru membuat pembelajaran menjadi lebih menarik
194
menyenangkan. Penggunaan K13 revisi yang dilaksanakan di SMK Hikmah Yapis
telah dilakukan dari beberapa tahun yang lalu dan dilakukan secara bertahap, diawali
dengan kelas sepuluh dulu kemudian di tahun berikutnya di kelas sebelas dan
sepuluh dan pada tahun berikutnya semua tingkatan dari kelas sepuluh, sebelas dan
dua belas menggunakan kurikulum K13 dalam pembelajaran PAI. Tepatnya di tahun
2017 penggunaan kurikulum K13 revisi di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Sehingga
pada tahun 2019/2020 sudah menerapkan kurikulum ini secara total.141
b. Penerapan Pembelajaran PAI Pada SMK Hikmah Yapis Jayapura
Pembelajaran itu sebagai suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur
prosedur, fasilitas, dan manusianya yang saling mempengaruhi untuk mencapai
tujuan dari pembelajaran.142
Sedangkan pembelajaran pendidikan agama Islam
adalah sebuah upaya membuat peserta didik baik seorangan maupun kelompok
untuk dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan terus menerus
untuk mau belajar agamar Islam baik dalam bentuk sebagai ilmu pengetahuan
maupun di dalam pengamalan ilmu tersebut. Sesungguhnya di dalam kehidupan ini
semuanya terkandung unsur pendidikan hal ini terkait interaksi antar sesama yang
dilakukan oleh peserta didik dan bagaimana ia dapat menyesuaikan diri dengan
menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berkomunikasi dengan sekitarnya.
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian penting dalam kehidupan peserta didik
di sekolah dan dilingkungannya karena PAI dilakukan untuk memberikan
pengenalan tentang ajaran-ajaran Islam agar nantinya setelah selesai dari proses
pembelajaran tersebut peserta didik dapat menghayati, memahami, dan
mengamalkan ilmu yang telah diperoleh di bangku sekolah.
Pendidikan agama di sekolah menjadi salah satu aspek dasar dari pendidikan
nasional Indonesia yang harus mampu memberikan hakikat dan makna dalam
pembangunan nasional, dengan demikian strategi pendidikan agama di semua
lingkungan pendidikan tidak saja bertugas di dalam memberikan gairah namun juga
dapat menanamkan dasar dari nilai yang bersifat absolut dari sifat Tuhan ke dalam
diri manusia sehingga sifat sifat tersebut dapat menfilter diri manusia dalam
menghalau sifat-sifat negatif yang ada di sekitar.143
Armai Arief mengatakan pendidikan Islam sebagai proses pengembangan
potensi kreatif peserta didik, bertujuan dalam mewujudkan manusia yang iman dan
takwa kepada Allah swt. cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi
pekerti luhur, bertanggung jawab dan mandiri terhadap negara, bangsa terkhusus
kepada diri sendiri. Proses ini senantiasa akan berlangsung sampai sepanjang
kehidupan manusia.144
Fungsi dari pendidikan agama Islam antara lain:
141
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020. 142
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.
57. 143
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Karsa, 2003), h.
140. 144
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 4.
195
- Internalisasi ilmu kepada peserta didik agar mereka mengetahui mana yang baik
dan mana yang tidak baik, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak
boleh dilakukan.
- Upaya pencegahan dari hal-hal yang negatif di dalam kehidupan peserta didik.
- Sebagai upaya perbaikan dari sikap yang telah dimiliki oleh peserta didik dari
sikap yang kurang baik menjadi sifat yang baik, dari sikap yang baik ke arah
yang lebih baik.
- Sebagai bentuk pengarah kepada peserta didik agar berfungsi pendidikan agama
mengarahkan perbuatan peserta didik pada jalan yang diridhoi oleh Allah.145
SMK Hikmah Yapis Jayapura sebagai lembaga pendidikan sekolah memiliki
peranan yang mencapai tujuan pendidikan. Peserta didik pada dasarnya mengalami
proses sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi sekunder ketika melakukan
sosialisasi di sekolah karena mereka memasuki usia dimana mereka melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan sosialisasi primer ketika mereka
berada di rumah bersosialisasi dengan keluarga dan orang tua. Sosialisasi primer
yang dilakukan oleh peserta didik melalui institusi sekolah karena sekolah sebagai
lembaga yang menangani dan mengurusi hubungan peserta didik di sekolah.
Memiliki peranan yang besar dalam menentukan keberhasilan mencapai tujuan
pendidikan.146
Institusi pendidikan sekolah adalah tempat menyalurkan ilmu pengetahuan,
dengan praktek pendidikan para siswa diajak untuk mengetahui memahami
pengalaman sejarah dapat ditransformasikan pada kehidupan mereka di saat
sekarang untuk menghadapi tantangan masa datang.147
c. Alokasi Waktu Pembelajaran
Proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Islam dilakukan
sebagaimana pembelajaran yang dilakukan pada mata pelajaran lainnya. Bila
terjadwal pelajaran pada waktu dan hari yang telah ditentukan maka pelajaran
pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa, yang mana siswa mengikuti
pelajaran pendidikan agama dari kelas X (sepuluh) pada tahun pertama kehadiran
mereka di sekolah sampai kelas XII (dua belas) pada tahun ketiga. Mata pelajaran
ini diberikan pada semester ganjil dan semester genap. Dengan durasi waktu selama
tiga jam atau 45 menit x 3 = 125 menit pada satu kali tatap muka di setiap minggu
efektif.148
Pada pembelajaran pendidikan agama Islam pada situasi wabah corona ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Siti Zuhriyeh bahwa pembelajaran PAI dari bulan
Maret 2020 sampai Oktober 2020 atau saat ini yaitu dua jam pelajaran. Hal ini
dilakukan karena terkendala jaringan dan kuota yang dimiliki oleh guru dan peserta
didik. Bagi kami di sekolah ini ada keterbatasan jaringan yang dimiliki oleh guru
145
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan, Pasal 2 Ayat 2, h. 2. 146
Abdul Rouf, “Potret Pendidikan Agama Islam di Sekolah” Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol.3 No.1. Mei 2015. 147
Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pengetahuan Islam, (Cet. 8; Jakarta: Bumi Aksara-
Depag RI, 2008), h. 7. 148
Siti Zuhriyeh, “Guru PAI SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 29 Juli 2020,
dan 22 Oktober 2020.
196
terkadang jaringannya bagus kadang juga kurang. Sehingga hal ini dapat
mengganggu keseriusan di dalam proses pembelajaran daring. Apalagi kalau siswa
tidak punya HP/laptop, biasanya mereka meminjam sama orang tua mereka.
Masalahnya bukan meminjam sama orang tua, karena memakai siapa saja itu
diberikan pilihan kepada siswa untuk menyediakannya di rumah. Melainkan kalau
memang tidak punya HP/laptop dirumah sehingga pembelajaran tidak bisa berjalan
dengan cara daring. Untuk kasus seperti ini biasanya kami meminta kepada siswa
tersebut untuk dapat datang kesekolah untuk belajar sekalipun seorang diri. Inilah
kendala yang biasanya dijumpai pada proses pembelajaran di SMK Hikmah Yapis
Jayapura pada masa pandemi covid19.
Pembelajaran pada masa covid19, dilakukan dengan tidak seperti biasanya,
guru tetap ke sekolah dan peserta didik tetap berada di rumah. Proses belajar daring
dari rumah. Guru diberikan fasilitas untuk dapat mengakses wifi dari sekolah bila
mereka tidak memiliki pulsa data, namun diberikan keleluasaan untuk bisa mengajar
dari rumah bila dalam keadaan terpaksa. Guru tetap diwajibkan ke sekolah karena
ada juga siswa yang tidak mengikuti pembelajaran daring, maka untuk memberikan
pemerataan belajar kepada siswa maka semua guru tetap datang ke sekolah untuk
melakukan pembelajaran daring.149
d. Pembelajaran Materi Pluralis
Pembelajaran mata pelajaran PAI pada siswa non muslim dilakukan oleh
SMK Hikmah Yapis Jayapura dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Tidak ada
pembedaan pemberian materi pelajaran PAI dan mata pelajaran lain di sekolah ini,
semuanya mendapatkan akses untuk belajar. Pemberian materi pelajaran pendidikan
agama Islam pada siswa non Muslim yang belajar pendidikan agama Islam tidak
sampai pada tahap bahwa mereka dipaksa untuk memeluk agama Islam melainkan
diajarkan tentang materi-materi agama Islam yang mana dapat menambah
pengetahuan keagamaan peserta didik terhadap agama Islam. Penyampaian agama
pada siswa Non Islam. Kendala yang dihadapi oleh guru PAI ketika menyampaikan
agama Islam kepada non Islam, hal ini dikarenakan penyampaian agama selain
agamanya adalah hal yang baru, hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya.
Tentunya ada resistensi terhadap ajaran agama yang lain dari yang biasanya
didapatkan di rumah atau bahkan di rumah ibadahnya. Strategi guru PAI di dalam
penyampaian agama Islam pada peserta didik non Islam dengan menyampaikan
bahwa di dalam Kristen ada yang disebut dengan Ten Commanden atau 10 perintah
tuhan. Yang berisi larangan untuk membunuh, larangan untuk berzina, larangan
untuk berbohong, mengesakan Tuhan, jangan berlaku syirik, menghormati orang
tua. Metode guru PAI menyampaikan bahwa Islam juga memiliki kesamaan dengan
perintah perintah tersebut yaitu larangan untuk saling membunuh, larangan berbuat
maksiat, anjuran untuk mematuhi kedua orang tua, larangan berbohong dan perintah
lainnya yang memiliki kesamaan ajakan kepada umat manusia untuk berbuat yang
baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Maka pengalaman yang dimiliki oleh
guru PAI di dalam mengelola kelas khususnya kelas yang pluralisme dapat
149
Menik Kushendrastati, “Kepala Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 23 September 2020.
197
menjadikan pembelajaran PAI ini menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan
bahkan dapat diterima oleh non muslim.150
Pembelajaran yang ada di sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura pada materi-
materi yang diajarkan oleh guru PAI pada semua siswa, tidak ada pemisahan dan
pembedaan cara menyampaikan. Semuanya disampaikan sesuai dengan materi yang
diajarkan pada waktu itu yang sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh guru,
misalnya saja menjelaskan tentang Haji, maka siswa menyesuaikan saja dengan
materi tentang haji. Guru menyampaikan bahwa haji adalah rukun Islam yang
kelima, dikerjakan di tanah suci Makkah dan dilakukan oleh orang yang mampu.
Mampu dalam artian memiliki kemampuan harta untuk berangkat ke tanah suci, dan
pula harta yang ditinggalkan untuk keluarga yang tidak ikut berangkat naik haji.
Mampu dari segi ilmunya bahwa keberangkatan haji bukan sekedar mau jalan-jalan
rohani namun menunaikan perintah Tuhan yang tidak diiringi oleh ilmu. Bila hal ini
dilakukan maka akan banyak perbuatan yang dikerjakan padahal perbuatan tersebut
dilarang untuk dikerjakan. Mampu secara fisik, karena ibadah haji bukan hanya
uang, bukan saja ilmu namun juga fisik yang sehat agar dapat melaksanakan ibadah
haji dengan mendapatkan haji yang sempurna.
Guru PAI yang mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura ada dua yaitu Siti
Zuhriyeh yang mengajar dari tahun 2012 dan Ali Rumatiga yang mengajar dari
tahun 20191 keduanya telah mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Keduanya
mengajar dengan pembagian kelas X yang berjumlah 5 kelas diajarkan oleh pak Ali
Rumatiga, untuk kelas XI dan XII yang berjumlah 6 kelas diajarkan oleh Siti
Zuhriyeh.151
Pengamalan ilmu yang telah dan pernah dipelajari selama berada di
bangku sekolah, menabung untuk akhirat, sehingga ada rasa senang berada disini
untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari. Begitu pula menghadapi
murid yang beragam tentu menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi oleh guru
karena menjumpai siswa Papua yang memiliki keinginan tinggi belajar dan
mendalami ilmu pengetahuan menjadikan kami, guru itu senang. Menjumpai siswa
yang semangat untuk belajar dan bersekolah.
Peserta didik non Islam yaitu Alexia dan Affila Tuo mengatakan saya
memilih bersekolah di Yapis Papua karena sekolah ini memiliki kesamaan ajaran
agama dengan yang saya alami di asrama. Saya ini beragama Katholik. Afila Tuo
dan alexia Tuo keduanya adalah siswa yang berasal dari daerah Keerom Arso Papua.
Saya memilih bersekolah di sini karena sekolah ini dekat dengan tempat tinggal
saya, yang berjarak 700 meter dari asrama dok V dan berjarak 5 km dari tempat
tinggal saya dengan tante saya. Kedekatan lokasi ini juga menjadikan saya akhirnya
memilih untuk masuk di SMK Hikmah Yapis Jayapura.
Ada penyampaian dari sekolah bahwa nanti kalian belajar agama Islam.
Ketika berada kelas X, dan pada awal masuk di sekolah ini, kami disampaikan oleh
sekolah bahkan juga dari guru agama bahwa kami akan belajar agama Islam bukan
agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Kami diminta untuk mengetahui
150
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020. 151
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020.
198
kondisi ini dulu diawal agar kami dapat menyesuaikan saja dengan pelajaran ini dan
beberapa peraturan yang harus kami turuti. Misalnya ada keharusan bagi kami yang
perempuan untuk memakai rok yang panjang di sekolah sekalipun kami tidak
diwajibkan memakai jilbab. Namun sekolah mengharuskan kepada semua peserta
didik yang perempuan baik Islam dan non Islam untuk memakai rok yang panjang.
Bukan saja sampai dibawah lutut melainkan juga lebih panjang sampai kepada rok
yang dibawah mata kali. Sewaktu bersekolah di SMP di Keerom, saya menggunakan
rok yang sampai di bawah lulut saja. Sedangkan di sekolah ini kami diwajibkan
menyeragamkan pakaian sekolah rok untuk berada di bawah mata kali.152
Adakah ajakan pindah agama dari guru PAI. Memilih sebuah agama itu
pilihan yang sudah kami dapatkan dari sejak kami kecil, kami diajarkan untuk setiap
sampai mati pada ajaran agama yang telah kami pilih sejak kami kecil. Siapapun
tidak ada yang bisa mengeluarkan kami dari agama yang kami yakini. Sehingga
kami akan selalu pada keyakinan ini. Guru PAI juga tidak akan bisa membuat kami
keluar dari agamaku. Guru PAI sejauh yang saya alami selama bersekolah disini
tidak pernah melakukan ajakan itu, bahkan tidak pernah menyuruh kami keluar dari
agama kami. Justru yang muncul adalah guru PAI dan guru guru di sekolah itu baik
dan sangat kepada kami, membimbing kami. Mereka bagaikan orang tua kami di
sekolah.153
Materi yang diajarkan di sekolah. Masih ingat apa yang diajarkan oleh guru
PAI ketika belajar pendidikan agama, karena baru beberapa hari yang lalu kami
diajarkan oleh guru tersebut. Yaitu berkaitan dengan kejujuran, dimana kami
diharapkan senantiasa berkata jujur dikehidupan kami. Tidak boleh kami berkata
bohong apalagi berbohong kepada kedua orang tua. Yang masih berkesan dalam
pembelajaran PAI hingga saat ini adalah praktek membungkus jenazah. Praktek ini
melibat seorang siswa yang dijadikan sebagai patung jenazahnya, beberapa orang
kawan yang kemudian memandikan dan membungkusnya. Ada perbedaan yang
kami lihat didalam ajaran agama Katholik, menggunakan pakaian putih yang
ditutupi dengan jas hitam, wajah masih nampak kelihatan sampai saat kami
menyembahyangkan jenazah tersebut. Peti akan ditutup sebelum dimasukkan
kedalam liang kubur. Artinya masih kelihatan wajahnya. Sedangkan di dalam
praktek jenazah yang disampaikan oleh ibu guru di sekolah bahwa seorang jenazah
yang akan dikubur itu sudah tidak nampak lagi wajahnya setelah dikafani. Maka bila
ingin melihat wajah jenazah yang terakhir lihatlah sebelum jenazah itu dimandikan.
Sebelum jenazah di mandikan secara agama sebagai syarat agar jenazah itu
disholatkan dan dikuburkan.154
Pembelajaran tidak merubah agama peserta didik. Pembelajaran yang
dilaksanakan di SMK Hikmah Yapis Jayapura yang telah saya dan kawan saya ikuti
dari pertama hingga sekarang atau sampai saat ini tidak merubah keyakinan agama
152
Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020. 153
Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020. 154
Affila dan Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI Kelas XI SMK Hikmah Yapis
Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020.
199
saya dari Katholik menjadi agama Islam. Memang ada beberapa pertanyaan yang
saya tanyakan kepada guru PAI terkait dengan pelajaran agama Islam namun
pertanyaan itu karena saya belum tau dan ingin mengetahuinya lebih dalam tentang
agama Islam. Namun pertanyaan yang dilontarkan bukan untuk memeluk agama
Islam, melainkan untuk mengetahui agama Islam lebih baik lagi. Sehingga
pengetahuan saya tidak hanya dari satu sumber saja melainkan dari berbagai sumber.
Pelajaran PAI yang diberikan oleh guru PAI sejauh yang saya rasakan, ya
cukup baik, cukup menyenangkan. Sekarang saya diajar oleh ibu Siti pada kelas
sebelas. Yang mana di kelas sepuluh juga saya diajar oleh ibu guru Siti.
Penyampaian materi yang disampaikan oleh ibu guru bisa saya terima dan dapat
saya pahami, hal ini karena penyampaian guru PAI tidak mendoktrin, tidak
menyampaikan agama Islam dari sisi yang menakutkan, agama yang tidak
bersahabat dengan sekitarnya. Justru yang saya jumpai dari sekolah ini bahwa kami
diterima di sekolah ini dengan baik, kami juga diajarkan dengan baik, sopan santun,
ucapan kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain untuk sebisa mungkin
tidak dikatakan.155
Penyampaian materi yang disampai oleh guru PAI ada kesamaan
dengan yang saya pelajari di asrama. Yaitu ada kitab saya sama, ada nabi yang
sama, dan anjuran untuk berpuasa. Kesamaan ini yang bagi saya dapat menerima
pelajaran agama Islam dengan baik. Karena yang disampaikan juga pernah saya
dengarkan ketika diajarkan di asrama yaitu ada penyampaikan ajaran nabi-nabi,
kisah para nabi, dan juga anjuran untuk melaksanakan puasa. Penyampaian ajaran
nabi semisal dengan 10 perintah Tuhan, berisi tentang ajaran untuk memuliakan
tuhan, tidak menyembah selain tuhan, menghormati kedua orang tua yang juga
ditujukan kepada saudara kandung, membalas budi atas apa yang mereka perbuat
bagimu, berbuat baik sama orang yang sakit, mengakui kesalahan yang telah
dilakukan oleh diri sendiri, membimbing anak agar anak dapat tercerahkan dengan
bimbingan yang kita berikan kepada mereka. Begitu pula dengan ajaran agar
melakukan puasa. Di dalam agamaku juga juga berpuasa, dimana puasanya
dilakukan sebagai tanda pertobatan, tanda penyangkalan dan tanda kita
mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib
sebagai silih dosa dan demi keselamatan dunia.156
Jadi kesamaan-kesamaan yang disampaikan oleh guru PAI dapat diterima
dengan baik oleh saya khususnya yang dari katholik. Sehingga tidak ada
pertentangan yang saya berikan. Sebagai bentuk protes atas pelaksanaan pendidikan
agama di sekolah ini.
Mungkin dengan kesamaan-kesamaan materi ajaran agama Isam yang dapat
diterima oleh peserta didik non Islam dapat menjadi poin penting bagi pengajar guru
agama di SMK Hikmah Yapis Jayapura untuk memperhatikan materi yang
sebisamungkin dapat diterima untuk semua agama, pemilihan materi-materi agama
Islam yang terbuka dapat menjadi keunggulan bagi SMK Hikmah Yapis Jayapura di
dalam memberikan pembelajaran PAI pada siswa non muslim. Secara doktrinal
155
Affila, “Siswa Non Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari
2020. 156
Affila, “Siswa Non Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari
2020.
200
memang ajaran agama yang diajarkan oleh Yapis adalah agama Islam namun secara
penyampaian sebisa mungkin untuk dapat menjangkau semua agama agar yang
disampaikan oleh guru dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Kalau ada
yang sama dari semua agama maka itu yang menjadi fokus perhatian dari guru.
Bukan lagi pada sisi doktrin, sekolah yang berada dibawah Yapis harus mampu
untuk membuktikan bahwa sekolah ini bukanlah sekolah yang mengajak orang
untuk masuk ke dalam agama Islam namun bagaimana sekolah ini dapat
memberikan pencerahan, dapat memberikan persamaan norma dan nilai yang ada
pada setiap agama sehingga ajaran dan norma yang disampaikan tidak bertentangan
dengan yang telah diketahui oleh peserta didik di rumah. Atau kalau mau
mengusulkan penyampaian materinya lebih kepada materi budi pekerti, sikap sopan
santun. Sekalipun mungkin berkaitan dengan ibadah, maka ibadahnya sebagai
pelengkap. Yang utama itu berkaitan dengan adab dan perilaku peserta didik.
Apa yang susah dari belajar agama. Alexia Tuo siswi yang tinggal di asrama
katholik ini menyampaikan bahwa pelajaran agama Islam di SMK Yapis sekalipun
juga menyenangkan karena ada kesamaan dengan agama Katholik pada sisi sepuluh
perintah tuhan, perintah untuk berbuat baik, perintah untuk berpuasa. Namun pada
sisi yang lain kami mengalami kesulitan untuk megikuti pelajaran agama ini kalau
diminta untuk menulis bahasa Arab. Tulisan Arab yang baru kami kenal sejak
masuk di sekolah ini menjadikan saya dan juga kawan kawan itu kerepotan untuk
menulis. Bisa jadi hal ini terjadi karena kami baru pertama kali menulis tulisan ini,
jangankan untuk menulis membacanya saja kami butuh waktu untuk
mempelajarinya apalagi diminta untuk menulis. Begitupun ketika kami diminta
untuk membaca beberapa bait dari ayat al-Qur‟an kami belum bisa melakukan
dengan baik. Kekurangan ini yang kami jumpai pada saat belajar agama di SMK
Hikmah Yapis Jayapura.157
Materi pluralisme beragama (toleransi). Pembelajaran pluralisme beragama
secara umumnya ada disetiap materi pelajaran pendidikan agama, hal ini terjadi
karena pelajaran ini sendiri membentuk peserta didik yang berkarakter humanis,
berkarakter menolong orang lain, menghargai pendapat yang berbeda, mengajak
untuk saling tolong menolong, membuka diri, bersikap tawasuth tawazun. Materi
dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas memiliki arah ke sana. Namun bila dilihat
secara spesifik bahwa materi pelajaran pendidikan agama yang mengarah pada
pluralis toleran itu ada pada kelas sepuluh. Hal ini dilakukan agar siswa telah
memiliki sikap saling menghargai, saling menghormati, saling bekerja sama di
dalam kelas maupun di luar kelas dan juga mampu menyikapi perbedaan keagamaan
yang realitasnya terjadi disekelilingnya dengan baik dan bijaksana. Makanya
pelajaran pendidikan pluralis diberikan di kelas sepuluh. Pada kurikulum KTSP
pembelajaran pendidikan agama Islam yang menyangkut toleransi beragama itu
diberikan pada kelas XII, semester ganjil. Sehingga pada kelas sepuluh dan kelas
sebelas dapat dijumpai beberapa siswa yang tidak menghargai agama orang lain.
Dalam proses penyampaian pelajaran pendidikan agama Islam di SMK
Hikmah Yapis Jayapura sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ali Rumatiga
157
Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020.
201
bahwa siswa di kelas sepuluh yang berjumlah kelasnya ada 5, sejauh yang
dikerjakan tidak memberikan opsi untuk memilih mengikuti pelajaran agama Islam
atau tidak, atau dengan mengerjakan tugas dari tokoh agama yang ada di rumah
ibadah sebagai ganti dari pelajaran agama yang diselenggarakan di sekolah.
Sebagaimana beberapa sekolah yang minoritas peserta didik muslimnya mungkin
ada 3 atau peserta didik non Islamnya tidak lebih dari 10. Diberikan pilihan dari
berbagai pilihan untuk belajar agama di sekolah. Atau mencari guru agama yang ada
di sekolah yang kebetulan seagama dengan agama yang dianut oleh peserta didik
atau sama sekali tidak mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam. Arahan dari
bagian kurikulum sekolah bahwa sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura
menyelenggarakan pelajaran pendidikan agama Islam dengan hanya mengajarkan
PAI saja, tidak mengajarkan pelajaran agama lain. Bagi peserta didik yang kebetulan
tidak seagama dengan agama Islam maka diminta untuk mengikuti pelajaran
pendidikan agama Islam.158
Guru PAI yang rumahnya jauh dari sekolah sekitar 20 km mengatakan bahwa
pengalaman yang didapatkan oleh guru PAI Ali Rumatiga sedikit berbeda dengan
yang dialami oleh ibu Siti Zuhriyeh, justru pak Ali tidak mendapatkan siswa yang
menolak untuk mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam yang diajarkan oleh
guru PAI. Mereka pun mengikuti dengan seksama dari pertemuan pertama sampai
pada pertemuan yang terakhir. Memang mereka mengikuti pelajaran ini sampai pada
pertemuan yang terakhir namun ada saja materi yang belum dikuasai oleh peserta
didik, nah bila itu dijumpai oleh guru PAI atas peserta didik non Islam yang tidak
mampu menyelesaikan tugasnya maka pak Ali cenderung untuk mencari jalan lain
sebagai gantinya, agar ketercapaian materi belajar tetap dapat didapatkan oleh
peserta didik. Pembelajaran di sekolah diawali dengan doa oleh salah seorang siswa
kemudian menyampaikan bahwa doa dipakai oleh peserta didik sesuai dengan
agama yang dianut. Tidak mengikuti doa sebagaimana doa yang menjadi ciri khas
sekolah ini. Berdoa menurut agama dan keyakinan masing-masing.159
Mungkin yang berbeda dengan yang disampaikan oleh guru PAI yang sudah
cukup lama mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura bahwa berdoa di SMK itu
dengan doa yang diajarkan kepada mereka yaitu berdoa menurut agama Islam dan
berdoanya bersama-sama dilakukan dengan bersuara besar yang mana tujuan dari
berdoa bersama dengan suara yang besar agar peserta didik non Islam dapat
menyesuaikan bahkan dapat menghafalkan setiap bait-bait kalimat dari doa tersebut.
Namun bila dilihat dari lamanya kedua guru ini mengajar di SMK Hikmah Yapis
Jayapura maka apa yang dilakukan oleh guru PAI yang mengajar di kelas XI dan
XII adalah mengikuti pola yang sudah pernah terjadi di sekolah ini, dan pola itu
diturunkan dari guru PAI yang juga pernah menjabat kepala sekolah pada tahun
1980-1982. Sedangkan guru PAI yang mengajarkan doa sesuai dengan agama
masing-masing adalah guru PAI yang baru mengajar semester ganjil 2019-1. Guru
158
Ali Rumatiga, “Guru Pendidikan Agama Islam Kelas X (sepuluh)( SMK Hikmah
Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020. 159
Ali Rumatiga, “Guru Pendidikan Agama Islam Kelas X (sepuluh)( SMK Hikmah
Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020.
202
PAI yang baru setengah tahun mengajar di sekolah ini belum menyesuaikan dengan
pola yang sudah ada, dan kebiasaan yang telah terjadi selama ini.
Perlu adanya saling mengisi dan berkomunikasi antar guru PAI yang
mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Agar pengajaran yang diberikan itu
berkesinambungan antara satu dengan lainnya. Sebagaimana kesinambungan
pengajaran yang telah dilakukan selama ini. Pertemuan dengan guru PAI yang baru
dengan guru PAI yang lama menurut pengamatan peneliti belum terlihat hal ini
dikarenakan guru PAI yang baru adalah guru pengganti saja di SMK karena guru
PAI yang telah ada di SMK sedang mengikuti program pelatihan pendidikan profesi
guru. Dengan jumlah kelas ada 11 ruangan dengan tuntutan harus mengajar 24 jam
pelajaran sebenarnya satu orang guru pun sudah memenuhi syarat yang diberikan
kepada guru PAI. Seorang guru harus mengajar sebanyak 24 jam selama seminggu.
Sebagaimana guru diwajibkan mengajar dalam seminggu yaitu 24 jam, hal tertuang
secara umumnya pada UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen kemudian
ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru
sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2017
tentang perubahan atas peraturan pemeritah no 74 tahun 2008 tentang guru. Namun
perhintungan beban ini untuk GPAI secara rinci belum ada petunjuknya. Oleh
karenanya petunjuk tersebut disusun lebih rinci lagi dengan petunjuk teknis dari
dirjen pendis yang berisi muatan kewajiban guru PAI dalam mengajar. Bahwa guru
PAI diberikan beban mengajar dalam satu minggu adalah 24 jam dan beban
maksimal 40 jam. Kewajiban 24 jam ini untuk dapat mencairkan tunjangan profesi
guru.
Untuk berdoa pada saat belajar di awal pertemuan maka semua siswa baik
yang Islam dan non Islam diajarkan doa belajar agar dalam pembelajaran dapat
berjalan dengan lancar. Doa ini juga dihapal oleh semua siswa. Memang di awal kali
mereka mengikuti pelajaran ini mengalami kecanggungan dalam beradaptasi dengan
pembelajaran PAI namun karena aktivitas ini dilakukan setiap saat, setiap belajar
agama mereka membaca doa belajar maka dengan sendirinya mereka pun menghafal
doa tersebut. Tentu sebuah usaha yang dilakukan setiap kali, akan memberikan hasil
yang cukup maksimal. Begitupun pada saat pembacaan asmaul husna. Pembacaan
asmaul husna ini biasanya dilakukan oleh guru sebelum memulai pelajaran, masing-
masing siswa diminta untuk membawa al-qur‟an atau lembaran-lembaran yang
memuat asmaul husna, setelah itu siswa membacanya secara bersama-sama. Untuk
kelas sepuluh menghafal asmaul husna dari 1-33, untuk kelas sebelas menghafal
asmaul husna dari 34-66, untuk kelas dua belas menghafal asmaul husna dari 67-
99.160
Dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI ini bukan saja
sampai pada hafalan yang diberikan kepada peserta didik untuk menghafal beberapa
tugas di antara menghafal penggalan ayat, menghafal asmaul husna namun juga
pada akhir dari pemberian tugas tersebut akan diberikan ujian sebagai salah satu
item keberhasilan di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMK Hikmah
Yapis Jayapura.
160
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
203
Pembelajaran PAI pada aspek yang juga menjadi unik adalah memberikan
pengajaran Iqra pada siswa non Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Iqra adalah
salah satu cara agar dapat membaca al-Qur‟an. Membacanya perlu dengan ilmu
yang dapat diketahui dan dipelajari melalui membaca buku Iqra yang dikarang oleh.
KH As‟ad Humam. Dengan menggunakan cara ini maka sudah dapat membaca al-
Qur‟an walau dengan cara membaca yang lambat dan tertatih. Program pemberian
materi ini diberikan kepada peserta didik karena keterkaitan pelajaran agama pada
aspek al-Qur‟an. Dimana peserta didik diharapkan dapat membaca dan
mengamalkan isinya. Bagi peserta didik muslim dapat melalui ujian ini namun bagi
peserta didik non muslim maka perlu upaya lebih dari guru untuk memberikan
pelajaran tambahan dalam membantu peserta didik untuk dapat tuntas pada materi
membaca al-Qur‟an dan mengamalkan isi kandungannya di dalam kehidupan sehari-
hari.
e. Muatan Materi Pluralis pada Pembelajaran PAI SMK
Pembelajaran PAI secara spesifik kepada pluralisme yang berkaitan dengan
toleransi antar umat beragama diajarkan oleh guru PAI sebagai upaya dalam
membendung sikap intoleran, sikap ekstrimis di kalangan siswa. Melalui
pembelajaran ini diharapkan mereka dapat menjadi siswa yang bersikap menghargai
perbedaan yang ada dan terjadi disekitarnya. Sikap intoleran dapat merusak
hubungan sesama siswa antar siswa dan lingkungan sekitar. Pembelajaran
pluralisme itu ada pada materi Qur‟an surat ke 109/al-kafirun pada ayat ke enam
yang berbunyi lakum dinukum waliya din yang artinya bagimu agamamu dan bagiku
agamaku. Kita berada pada langit yang sama di muka bumi, berada pada sekolah
yang sama, berada pada kelas yang sama dan berada pada kota yang sama.
Keberadaan kita ini untuk berbuat yang baik dan terbaik untuk kemajuan daerah
kita, kita berlomba lomba dalam mengerjakan kebaikan. Perlombaan dalam
mengerjakan kebaikan ini tentunya akan dihadapi dengan adanya konflik dan
gesekan yang kecil. Namun bila tidak diantisipasi gesekan-gesekan ini maka dapat
menimbulkan gesekan yang lebih besar dan lebih berbahaya. Perbuatan merugikan
orang lain itu dapat dihindarkan dengan memberikan pemahaman yang baik dan
komprehensif pada peserta didik terkait dengan pluralisme.161
Menjumpai siswa non muslim yang tidak mau menjawab salam pakai jawab
non muslim. Sekalipun nampak baik-baik saja, ada juga peserta didik non Islam
yang memberikan protes atas salam dan jawaban salam orang Islam. dalam tradisi
agama Islam bila memberikan salam itu dengan ucapan assalamu‟alaikum waroh
matullahi wabarokatuh dan dijawab dengan waalaikum salam warohmatullahi
wabarokatuh sebagaimana ini juga diajarkan kepada peserta didik non muslim.
Protes yang dilayangkan oleh siswa non Islam ini, dengan menginginkan agar tetap
jawaban salam yang dijawab oleh non Islam adalah sesuai dengan ajaran agama
mereka. Misalnya saja dalam ajaran agama Kristen karena agama ini menjadi agama
mayoritas kedua di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Salam diucapkan dengan syaloom
dan dijawab dengan syaloom, ucapan dan jawaban sama ini, diinginkan oleh peserta
161
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
204
didik Kristen menjadi jawaban yang mereka berikan ketika menjawab salam dari
guru PAI. Keadaan ini tentunya perlu kebijakan dari guru maupun pihak sekolah di
dalam menyelesaikan permasalahan ini. Pemberian pemahaman terkait dengan
aturan jika bersekolah di SMK Hikmah Yapis Jayapura telah diberikan edukasi
untuk mematuhi aturan-aturan sekolah yang ada Yapis, misalnya dengan memakai
rok yang panjang sampai ke mata kaki walaupun siswa tersebut tidak berjilbab,
memberikan salam dengan salam agama Islam, mengikuti pelajaran agama Islam
walaupun siswa beragama non Islam dan aktivitas-aktivitas yang mendukung
program sekolah seperti halal bi halal, milad Yapis, upacara sekolah. Sehingga
program sekolah dapat berjalan dengan baik lancar dan sukses baik di intra sekolah
maupun antar sekolah se Jayapura. Khusus mengenai pertanyaan murid non Islam
mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam biasanya ditanyakan oleh murid
pindahan dari sekolah lain masuk ke dalam Yapis sehingga perlu pemberitahuan
aktivitas sekolah yang telah berjalan selama ini.162
Bagi guru PAI dalam hal ini adalah ibu Siti, tidak mempermasalahkan
jawaban itu apakah mau menjawab dengan jawaban ala islam atau ala non Islam,
yang penting mereka menjawab salam yang diucapkan oleh guru kepada siswa.
Namun sebagai guru PAI, ibu Siti memberikan pengertian tentang salam dalam
Islam, bahwa salam dalam Islam mempunyai arti adalah semoga keselamatan dan
kesejahteraan dari Tuhan diberikan kepadamu demikian mungkin dari agama yang
dianut oleh siswa. yang diinginkan oleh guru untuk senantiasa memberikan salam,
mengucapkan salam sebagai bentuk untuk saling menyapa dan mengenal. Lebih dari
itu untuk saling mendoakan agar dapat selamat, sukses dan bahagia.163
Metode pembelajaran PAI yang bagi yang belum bisa mengaji. Peserta didik
yang masuk di SMK Hikmah Yapis Jayapura tidak semua berasal dari MTs atau
tidak pernah mondok di salah satu sekolah pesantren yang ada di Jayapura. Justru
kebanyakan dari sekolah negeri maupun swasta yang tidak konsern pada
pembelajaran agama sehingga pengetahuan agama yang dimiliki oleh peserta didik
belum mendukung pembelajaran PAI pada aspek pengetahuan al-Qur‟an khususnya
pada kemampuan peserta didik di dalam membaca al-Qur‟an. Maka sebagai guru
PAI menjumpai permalahan ini dengan memberikan waktu tambahan dan perlakuan
lebih untuk dapat mengejar ketertinggalan mereka pada pembelajaran ini. Biasanya
mereka yang terlambat atau bahkan tidak bisa membaca al-Qur‟an sama sekali guru
PAI memberikan privat tambahan pada hari dan jam yang ditentukan. Mewajibkan
mereka untuk membawa buku iqra, buku yang dikarang oleh As‟ad Humam sebagai
media untuk memudahkan peserta didik untuk dapat membaca al-Qur‟an. Bahkan
mereka yang non muslim diajarkan pula untuk membawa iqra untuk sebagai bahan
pengetahuan mereka pada pelajaran agama Islam pada aspek membaca al-Qur‟an.
Pada awal parmulaan untuk menghadapi siswa yang tidak bisa mengikuti
pelajaran PAI pada aspek membaca al-Qur‟an, mereka semuanya diminta untuk
membawa iqra karya Kiyai As‟ad namun melihat waktu yang butuhkan untuk cukup
lama dengan menggunakan metode tersebut maka guru PAI menggunakan metode
162
Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 6 Januari 2020. 163
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
205
yang lain yang dapat mempercepat pengetahuan membaca al-Qur‟an melalui metode
yang berbeda dari yang ada. Guru PAI mencoba untuk menggunakan metode
pengajaran Ummy yang menurut kebanyakan metode ini sangat bagus dipakai di
dalam pembelajaran membaca al-Qur‟an dengan cepat, guru dapat memberikan
pengajaran pembacaan dengan cepat dalam waktu yang singkat. Guru tidak perlu
lagi menunggu sampai akhir semester untuk mengetahui akhir dari pembelajaran al-
Qur‟an namun dengan beberapa kali pertemuan sudah dapat memberikan hasil yang
baik. Antusias dari peserta didik terhadap metode ini pun sangat baik dan bagus, hal
ini dapat dirasakan oleh guru PAI ketika mengajarkan baca al-Qur‟an dengan
metode ini, para murid pun mengikuti dengan seksama untuk cepat membaca al-
Qur‟an dengan menggunakan metode ini. Guru pun kewalahan menghadapi siswa
yang banyak mau lebih dahulu diajarkan, atas keadaan ini guru PAI kemudian
memakai beberapa murid tingkat atas yang sudah memiliki pengetahuan lebih baik
di dalam membaca al-Qur‟an untuk turut serta membantu adik adik kelas mereka.
Ternyata cara ini juga efektif di dalam membantu kelemahan beberapa peserta didik
yang belum bisa mengaji. Dengan metode tutor sebaya dalam menambah cara
penanganan keterlambatan mengaji yang dijumpai oleh guru PAI.164
Metode ummy ini salah satu metode dari banyaknya metode yang digunakan
di dalam memudahkan orang untuk belajar membaca al-Qur‟an. Ummi itu sendiri
berarti seorang ibu yang memiliki keidentikan sebagai orang yang tabah, sabar dan
lembut. Prinsip yang dipakai di dalam menggunakan metode ummi ada 3 yaitu
mudah, menyenangkan dan menyentuh. Untuk menguasai al-Qur‟an dengan
menggunakan metode ini harus menguasai bacaan-bacaan panjang seperti mad
thabi‟i dan bacaan-bacaan lain dan penguasaan penguasaan lainnya. Ada juga
kekurangan dari metode ini, namun dengan begitu kelebihan dari metode ini
menurut guru PAI yaitu memudahkan pembelajaran membaca al-Qur‟an dengan
cepat bagi mereka yang sudah dewasa. Karena peserta didik di SMK Hikmah Yapis
Jayapura sudah dapat digolongkan dengan orang yang dewasa maka sangat tepat
untuk menggunakan metode ini.165
Siswa non muslim mengikuti arahan dari guru PAI. Semua siswa non muslim
mengikuti pembelajaran yang diajarkan oleh guru PAI dari kelas sepuluh sampai
kelas dua belas. Mereka masuk pelajaran yang diajarkan oleh guru dari pertemuan
pertama di semester ganjil sampai pada pertemuan yang terakhir di semester
tersebut. Mengikuti arahan untuk mengerjakan tugas, membuat tugas, dan
menghafal beberapa bait dari doa-doa agama yang ada serta mereka pun juga
mempresentasikan hasil tugas dan hafalan mereka di depan kelas. Mereka pun
menghafal asmaul husna. Mengikuti praktek sholat sebagaimana ibadahnya orang
Islam, diikuti oleh peserta didik non Islam.
Guru PAI yang juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMK pada tahun
1980-1982 Hj. Asiah, telah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam yang
digabung dengan peserta didik non muslim, bahkan pada tahun 2000 peserta didik
164
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020. 165
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
206
non muslim justru lebih banyak yang menjadi siswa di SMEA SMK dibandingkan
dengan peserta didik Islam, pembelajaran yang diterapkan pula peserta didik non
Islam pun diajarkan materi pelajaran PAI. Pada praktek pelajaran tersebut misalnya
saja praktek pelaksanaan ibadah shalat, siswi non muslim memakai mukena166
di
dalam praktek yang diterapkan oleh ibu Asiah. Ini berlaku bagi siswa non muslim
yang perempuan maupun siswi. Untuk mengenai detail dari pelaksanaan
pembelajaran PAI pada aspek pelaksanaan ibadah sholat.167
Perlakuan yang berbeda pada aspek praktek pelaksaan ibadah sholat yang
dilakukan oleh Siti Zuhriyeh, guru PAI SMK yang tidak lagi mengikuti pelaksanaan
pembelajaran PAI pada siswi non Islam untuk memakai mukena di dalam
mempraktekkan tugas ibadah sholat, ataupun praktek-praktek lainnya. Hal ini
menjadi kehati-hatian saja dari guru PAI untuk menjaga kesucian mukena yang ada
di mushola sekolah, menjaga kehati-hatian saja dari kotoran yang tidak nampak oleh
mata. Maka pelaksaan praktek ibadah sholat dan praktek ibadah lainnya, siswa
diminta untuk melaksanakan praktek tersebut namun tidak lagi memakai
perlengkapan sholat sebagai prakteknya.168
Begitupun ketika mereka memasuki
mushola yang juga dapat digunakan sebagai tempat rapat pengurus OSIS, saya
mengharapkan mereka untuk senantiasa menjaga kebersihan dari mushola dengan
mencuci kaki, membersihkan tangan, bagi yang muslim saya minta kepada mereka
untuk berwudhu dulu sebelum melakukan rapat di mushola. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kebersihan dan kesucian dari mushola yang dipakai juga sebagai ruang
rapat siswa.
Ucapan selamat natal. Islam sangat luwes di dalam berhubungan sosial
dengan umat lain dan dari dalam umat Islam itu sendiri. Menghargai dan
menghormati sesama manusia diajarkan di dalam Islam. Islam tidak memaksa
seseorang untuk masuk ke dalam Islam pun sebaliknya, tidak ada paksaan untuk
keluar dari Islam. Yang Islam ajarkan bila engkau masuk ke dalam Islam maka
lakukanlah perintah agama Islam dengan penuh tangung jawab, laksanakan setiap
perintah agama, dan berlaku baik dengan tetangga dan sanak famili. Bila dijumpai
ada keluarga yang dimiliki berbeda keyakinan dan amalan maka islam mengajarkan
untuk bertoleransi, menghargai perbedaan keyakinan yang miliki oleh orang lain. Di
Papua ini khususnya di SMK Hikmah Yapis Jayapura, perjumpaan dengan non
Muslim itu sering terjadi bahkan beberapa tahun yang silam sekolah ini pernah
menjadi sekolah yang mayoritas non Muslim, dan perserta didik non Muslim ini dari
putra asli Papua. Maka sikap yang dimunculkan adalah menghargai keyakinan
peserta didik non Muslim dan itu juga berlaku hingga sekarang, sekalipun peserta
didik non muslim bukanlah mayoritas di sekolah ini, mereka pun mendapat
perlakuan yang sama untuk bisa mengekspresikan keyakinannya tanpa ada kendala.
166
Busana perlengkapan ibadah sholat untuk perempuan khas Indonesia. Dalam Islam
tidak ada peraturan terperinci mengenai busana yang layak dipakai dalam sholat yang ada
adalah prinsip umum bahwa di dalam memakai mukena harus harus bersih dan suci, dan
kegunaan dari busana tersebut dapat menutup aurat. 167
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020. 168
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
207
Hanya saja untuk pelaksanaan ibadah natal di sekolah hingga saat ini belum pernah
terjadi, mungkin ada beberapa alasan yang menjadi penyebab mengapa pelaksanaan
itu tidak pernah terjadi di sekolah, pertama. Natal terjadi saat sekolah memasuki
liburan semester. Sehingga tidak mungkin pelaksanaan natal di lakukan di sekolah,
kedua, peserta didik non Islam pun telah melakukan natal di rumah dan gereja
mereka, ketiga, peserta didik yang mau melaksanakan ibadah natal sudah lewat
waktu dan beberapa alasan-alasan lainnya menyebabkan tidak pernah terjadi
pelaksaan ibadah natal di sekolah ini.169
Guru PAI, masih menjaga untuk tidak mengucapkan selamat natal, yang ada
adalah mengucapkan selamat memperingati hari raya. Mengunjungi guru non
muslim ketika merayakan hari raya Natal. Kedatangan guru PAI dengan beberapa
staff guru di rumah seorang guru non Islam untuk mendukung untuk saling
menghargai atas pelaksanaan ibadah yang dimiliki oleh guru non Islam. karena
kebiasaan ini dilakukan, begitupun ketika umat Islam memperingati idul fitri dan
idhul adha, guru non Islam pun melakukan hal yang sama dengan mengunjungi dan
bersilaturrahim dengan guru Islam.
Ada Guru Non Muslim. Ada guru non Muslim yang mengajar di SMK
Hikmah Yapis Jayapura, guru tersebut mengajar matematika. Dilihat dari riwayat
kehidupannya guru non Muslim ini juga memiliki keluarga yang plural agama di
rumah, sehingga hubungan dengan guru Muslim pun tidak mengalami kendala.
Khususnya kendala pada sisi agama. Karena siapapun yang mengajar, apapun
agamanya bukan menjadi konsern dari sekolah. Yang ada siapapun yang dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan sekolah selalu menjadi prioritas untuk
menjadi guru di tempat ini. Guru non Muslim belum pernah juga menjadi agen
untuk mengajar agama Kristen sedangkan di SMK ini non Islamnnya mencapai 15%
secara keseluruhan.
Salah satu aspek yang harus mereka kuasai adalah berakhlak mulia dengan
berkata jujur di dalam setiap kesempatan. Bila perlu jangan sampai berbohong.
Ketika menjelaskan aspek ini, maka semua siswa di dalam kelas saya menannyakan
tentang pelaksanaan sholat subuh. Siapa saja yang tadi pagi telah bangun dan
melaksanakan sholat subuh. Ternyata dalam satu kelas tersebut tidak ada yang
mengangkat tangan sebagai bentuk kejujuran mereka di dalam menerapkan apa yang
baru saja diajarkan oleh guru PAI. Namun inilah yang terjadi bahwa mereka pun
melaksanakan ibadah sholat dhuhur mungkin saja bukan karena mereka mau,
melainkan adanya sistem sekolah yang mewajibkan sholat dhuhur berjamaah. Maka
penting bagi sekolah untuk tetap melakukan kewajiban berjamaah sholat di sekolah
sebagai implementasi materi agama Islam melaksanakan ibadah.
Penilaian dari guru PAI terhadap pembelajaran yang diberikan kepada peserta
didik non Islam. Guru tidak menuntut siswa yang belajar agama dengan nilai yang
tinggi, namun dengan pembelajaran ini diharapkan mereka memiliki akhlak yang
baik, berbudi pekerti yang mulia, saling menghargai pendapat orang lain, saling
menghormati sesama mereka, dan tentunya dapat menghormati pilihan agama orang
lain yang memang berbeda dengan dirinya. Secara akademik memang siswa harus
169
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
208
mendapatkan nilai yang bagus untuk bisa berprestasi. Siswa harus sukses untuk
dapat dikatakan sebagai siswa teladan di sekolah. Namun lebih dari sekedar nilai
yang dimiliki oleh siswa, guru PAI meninginkan siswa untuk memiliki karakter
yang baik dan etika yang mulia.
Penilaian siswa non Islam pada raport yang dikeluarkan oleh dinas itu masih
menggunakan raport sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya yang mana siswa
non Islam pun mendapatkan nilai dari mata pelajaran pendidikan agama Islam, maka
tugas yang diberikan haruslah yang dapat membuat mereka mendapat nilai.
Biasanya ketercapaian nilai untuk seluruh siswa pada mata pelajaran PAI adalah 70
untuk memenuhi KKM, untuk siswa non Islam diturunkan KKM yaitu menjadi 60,
dengan seperti ini menjadikan siswa non Islam pun dapat lulus.
Membandingkan pembelajaran PAI di SMK di Jayapura dengan SMK di Jawa
atau luar Papua. Pernah guru PAI diberikan kesempatan untuk mengikuti PPG170
(pendidikan profesi guru) di Jawa Timur tepatnya di kabupaten Jember. Para siswa
yang mengikuti pelajaran PAI dengan baik, merekapun dapat mengikuti apa yang
saya arahkan termasuk mencoba mereka para siswa untuk melakukan membaca al-
Qur‟an. Para siswa dengan baik dan bagus dapat melakukan apa yang diarahkan
oleh guru. Hal ini masih jauh bila dibandingkan dengan yang ada di sekolah
Jayapura khususnya di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Yang mengetahui membaca
al-Qur‟an itu ada dan lancar namun bila dilihat dari kebanyakannya maka mayoritas
dari peserta didik di sekolah ini belum mampu membaca dengan baik.
Tentunya banyak aspek yang masih jauh tertinggal dari sekolah di luar Papua
namun keingingan untuk berbenah dan bangkit menjadi spirit yang tidak padam dan
tetap menyala. Memang mengajar di SMK Hikmah Yapis bukan saja bekerja untuk
dapat membantu menafkahi keluarga bagi Guru PAI mengajar ini adalah bentuk
pengabdian atas ilmu yang didapatkan selama belajar sewaktu masih kuliah dulu.
Pengabdian inilah yang senantiasa menjadikan saya dan guru PAI lainnya sabar dan
terus memberikan pencerahan akan pentingnya ajaran agama dan pentingnya
menjadi orang yang taat terhadap agama. Ketika masih kuliah dulu, diamanahi oleh
Kiyai saya untuk mengajarkan apa yang telah dipelajari kepada orang lain dengan
ikhlas. Bila ada ikhlas dalam pekerjaan yang dikerjakan maka berkah dari langit
akan turun kepada kita semua. Inilah yang senantiasa membuat saya kuat di dalam
belajar dan mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura.
f. Kegiatan Ektra Kurikuler
Kegiatan ekstra kurikuler yang dilakukan oleh SMK Hikmah Yapis Jayapura
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan semisal saja pelaksanaan Isra
Mi‟raj dan Maulid Nabi yang diadakan oleh sekolah pada Sabtu atau hari libur,
peserta didik non Islam tidak diikutsertakan pada kegiatan tersebut. Kegiatan PHBI
170
Program Pendidikan profesi guru merupakan program pendidikan yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 non kependidikan atau lulusan S1
kependidikan yang berminat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh
sesuai dengan standar nasional pendidikan. Untuk menjadi guru yang profesional dalam
melaksanakan tugasnya ditandai dengan penguasaan akademik kependidikan dan kompetensi
substansi sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki.
209
ini justru hanya diikuti dan diwajibkan bagi siswa muslim dari kelas X sampai kelas
XII. Hal ini dilakukan agar sekolah tidak disebut dengan mengislamkan orang yang
sudah beragama. Di samping tidak diwajibkan bagi peserta didik non Islam untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, namun bila ada peserta didik non Islam yang
menginginkan menghadiri kegiatan Maulid Nabi yang diadakan di sekolah maka,
pihak sekolah juga tidak melarang. Karena biasanya mereka juga penasaran dengan
aktivitas-aktivitas kegiatan keislaman.
Kegiatan keislaman lainnya seperti halal bi halal, yang diselenggarakan
setelah idhul fitri, maka semua siswa mengikuti kegiatan tersebut, termasuk siswa
non muslim. Karena kegiatan halal bi halal ini sekalipun dalam konsep sebagai
kegiatan keislaman, namun materi pembahasan di dalam kegiatan keagamaan ini
sifatnnya umum. Bukan lagi mengarah pada sisi agama namun lebih dari itu
bagaimana solidaritas, kekeluargaan, kebersamaan dengan semua unsur sekolah
dapat membaur dan bersama sama menjaga keharmonisan untuk memajukan
sekolah ke arah yang lebih baik.171
Pelaksanaan ini memang diawali dengan
pembacaan kalam ilahi, al-Qur‟an, kemudian beberapa sambutan dari kepala sekolah
dan diakhiri dengan pemberian ceramah keagamaan. Pemberian ceramah ini
biasanya juga tidak mengarah kepada satu agama sebagai agama yang lebih baik
namun dimunculkan persamaan-persamaan dalam setiap agama. Kemudian
memberikan motivasi agar saling memaafkan dan saling menyemangati untuk
berprestasi.
Materi pelajaran mengaji. Memberikan materi yang telah lewat, atau materi
yang tidak ada, dia hanya terkait dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru.
Misalnya saja pada kelas sebelas, siswa diharapkan mampu untuk mengimani Allah
sebagai Tuhan sebagaimana yang termaktub di dalam al-Qur‟an surat al-Ikhlas ayat
sampai ayat 4. Secara hafalan mungkin telah dihafal oleh beberapa peserta didik
Islam namun secara bacaan ejaan maka kemampuannya menjadi bervariasi.
Terkadang sampaipun sebagian dari mereka tidak mampu menyebutkan huruf-huruf
dari al-Qur‟an tersebut. Strategi guru PAI di dalam menghadapi masalah
kemampuan peserta didik di dalam membaca al-Qur‟an maka diberikan privat
tambahan, pertemuan yang lebih di luar jam pelajaran agama Islam. Mungkin
dengan masuk kelas pada saat guru yang lain berhalangan mengajar maka dapat
diganti dengan pelajaran PAI, atau memanfaatkan waktu istirahat sholat dhuhur
yang sekaligus istirahat siang dengan mengisinya pada praktek membaca al-Qur‟an.
Pelajar yang tidak bisa membaca menjadi bisa mengaji. Pengetahuan dapat
membaca dan mengaji ini tidak semuanya sama antara satu dengan lainnya. Bila
dilihat pada aktivitas yang dikerjakan oleh guru PAI dengan memberikan les
tambahan, memanfaatkan waktu istirahat atau memakai jam pelajaran kosong maka
dapat dikatakan ada peningkatan pengetahuan membaca al-Qur‟an oleh peserta
didik. Hal ini dapat dikatakan langsung oleh guru PAI bahwa beberapa siswa yang
tadinya tidak bisa membaca al-Qur‟an, bisa bisa membaca iqra namun dengan
kesungguhan dari guru PAI dan didukung antusiasi oleh peserta didik maka
171
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 29 Juli 2020.
210
pembelajaran tersebut dapat membuahkan hasil dengan 90% dari peserta didik
tersebut jadi bisa membaca al-Qur‟an.
Banyaknya yang bisa membaca al-Qur‟an ini dengan cara yang dilakukan
oleh guru PAI belum bisa peneliti untuk mengetahui lebih dalam, seberapa banyak
siswa yang mengetahui belajar mengaji setelah diajar oleh guru PAI atau mereka
juga melakukan membaca al-Qur‟an dirumah setelah belajar di sekolah.
Siswa berkata kasar (B2 dan RW)172
. Ada yang menjadi kebiasaan siswa di
rumah yang terbawa ke sekolah dengan ucapan dan kata yang biasa di lingkungan
masyarakat namun tidak mencerminkan budaya sekolah yang tercermin dengan
sopan dan santun. Ucapan kemarahan dengan diikuti kata B2 dan RW telah menjadi
hal yang sulit dihilangkan oleh peserta didik. Maka pertama kali mengajar di
sekolah ini dan mendengar ucapan-ucapan yang kasar tersebut dan muncul dari
mulut beberapa peserta didik maka saya berusaha untuk merubah kebiasaan itu
dengan memberitahukan mereka untuk tidak mengucapkan kata-kata tersebut di
sekolah dan lebih baik lagi kalau ucapan tidak beradab itu dapat hilang sampai tidak
lagi mengucapkannya baik itu masih berada di lingkungan sekolah maupun telah
kembali ke masyarakat. Perlahan lahan saya ingatkan mereka untuk mengganti
kebiasaan itu dengan mengucapkan kata-kata yang lebih sopan. Syukur beberapa
tahun terakhir kebiasaan mengucapkan kata Anjing dan Babi disekolah telah
berkurang sampai 90%. Masih ada beberapa siswa yang tetap juga mengucapkan
kata-kata yang kotor namun ketika ditegur mereka pun menjawab bahwa lupa,
spontanitas saja ucapan itu.
Tidak ada kata berhenti dan terlambat untuk saling ingat mengingatkan,
bahwa kata makian sedari mungkin untuk dihindari. Pengamatan peneliti ketika
melihat fenomena ini bukanlah hal yang aneh karena di tempat tinggal peneliti pun
masih dijumpai orang kata-kata makian seperti di atas. Tidak ada cara untuk
merubah kebiasaan makian dengan kata-kata tersebut karena sudah menjadi
kebiasaan yang ada. Maka tempat yang paling manjur untuk merubah karakter
peserta didik agar tidak memaki, salah satunya di sekolah. Sebagaimana yang telah
dilakukan oleh guru PAI yang tidak bosan-bosannya menegur langsung. Nasehat
yang disampaikan pernah mendapatkan penolakan dari siswa, karena berkelit tidak
mau disalahkan. Nasehat tetap diberikan kepada mereka karena guru mendengar
ucapan makian dikeluarkan oleh beberapa siswa yang sedang berkumpul. Bahwa
ucapan itu cerminan dari hati, kalau kata-kata yang keluar dari mulut itu baik maka
hatinya baik, namun bila yang keluar dari mulut adalah makian maka cerminan
hatinya juga tidak baik. Maka mulai saat ini kurangi dan bila perlu tidak lagi
menggunakan kata-kata kasar bernada makian kepada kawan sekolah.
Mengucapkan selamat idul fitri dan idul adha. Mengucapkan selamat hari raya
umat Islam saya biasa mengucapkannya kepada kawan-kawan muslim yang saya
ketahui, biasanya saya kirimkan lewat WA, begitupun sebaliknya saya juga
mendapatkan ucapan yang sama dari kawan-kawan bila memasuki tahun baru
masehi. Ucapan tersebut biasanya berbarengan dengan selamat tahun baru. Tentunya
saya sangat senang bila ada ucapan dari kawan dan teman terhadap hari raya natal.
172
B2 dan RW untuk sebuah ungkapan kata yang lebih sopan untuk tidak menyebut
kata Babi dan Anjing.
211
Karena mereka menghormati keyakinan saya, maka saya pun bila kawan kerabat
yang muslim juga akan saya kirimkan selamat hari raya idhul fitri.173
Ketertarikan peserta didik non muslim terhadap materi pelajaran agama Islam
di SMK Hikmah Yapis Jayapura itu ada. Namun tidak semuanya menyukai
pelajaran ini. Hal ini mungkin disebabkan karena dari awal mereka telah memiliki
agama non Islam sehingga mengikuti dan mempelajari agama Islam menjadi tidak
menyukai. Di samping itu mengikuti pelajaran ini karena memang diharuskan
mengikuti kegiatan belajar sebagai rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah
berplatform Islam. sekalipun mungkin saja ada siswa yang tidak menyukai kegiatan
belajar mengajar ini namun yang pernah dialami oleh guru PAI sewaktu mengajar
pelajaran pendidikan agama. Ada seorang peserta didik non Islam yang senantiasa
mendendangkan sholawat-sholawat yang pernah dia dengar, dan juga menginginkan
agar diizinkan mengikuti sholat dhuhur di mushola sekolah. Atas keinginan dari
siswa tersebut maka guru PAI mengizinkan untuk mengikuti pelaksanaan sholat
dhuhur sekali dan dua kali. Sebagai pengetahuan bagi peserta didik tersebut, namun
untuk kali ketiga dan seterusnya guru PAI tidak mengizinkan khawatirnya dapat
menggangu kekhusyuan dari ibadah sholat yang sedang dilakukan oleh teman-teman
muslimnya.
Ketertarikan masuk kedalam Islam ini faktor hidayah dari Tuhan saja, guru
PAI tidak berani untuk terus memberikan izin kepada peserta didik non Islam untuk
melakukan sholat dhuhur (bukan praktek) bersama dengan teman-temannya sebagai
upayanya untuk mengenal Islam lebih jauh. Khawatir menjadi fitnah bahwa guru
SMK melakukan upaya pengislaman siswa yang telah beragama. Ini tentunya tidak
baik bagi sekolah, karena tujuan mereka sekolah untuk menuntut ilmu sedangkan
bila dalam perjalanan kedepan mereka memeluk Islam itu adalah anugerah yang
besar buat yang bersangkutan. Makanya kami tidak memaksa untuk memeluk agama
Islam jika berkenan sebagai bagian dari berpikir panjang dari aktivitas keagamaan
yang dialami. Sebagai guru PAI hanya bisa mendoakan yang terbaik di dalam
kehidupan siswa tentunya dari sisi kesuksesan di dalam karier, di dalam melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi begitu pula dengan pilihannya kedepan. Namun
yang perlu digaris bawahi bahwa SMK tidak mengajak orang untuk masuk di dalam
Islam, SMK tidak mendoktrin mereka agar mereka menjadi agama Islam karena
memilih bersekolah di sekolah ini. Bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam di
SMK adalah murni konsekwensi peserta didik untuk menjadi bagian dari SMK
Hikmah Yapis Jayapura yang mana pembelajaran pendidikan agamanya mengikuti
platform dari yayasan yaitu agama Islam maka pelajaran agama islamlah yang
diberikan kepada peserta didik baik yang beragama Islam maupun yang non
Islam.174
Masuk Islam dan tertarik memeluk Islam sebagaimana di atas bahwa ada
faktor hidayah yang ada yang diberikan oleh Tuhan kepada yang bersangkutan, kita
sebagai guru PAI hanya menyampaikan akan ajaran agama Islam, bahwa Islam
173
Affila dan Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI Kelas XI SMK Hikmah Yapis
Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020. 174
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020.
212
senantiasa mengajarkan untuk berbuat baik, mengajarkan menghormati sesama,
sebagiamana ajaran di dalam agama lain pun menganjurkan untuk melakukan hal-
hal yang baik di dalam kehidupan.
Sepengetahuan dari guru PAI bahwa ada juga peserta didik non muslim yang
masuk di dalam agama Islam setelah lulus dari sekolah ini. Tidak pada saat mereka
menjadi bagian dari sekolah. Bukan pada waktu mereka masih menjadi siswa di
SMK Hikmah Yapis Jayapura. Sejauh ini belum ada peserta didik non muslim yang
dengan kesadaran sendiri masuk Islam selama menjadi siswa. Kalau setelah lulus,
yang pernah diketahuai oleh guru PAI memang pernah ada siswa yang masuk ke
dalam agama Islam namun setelah menamatkan studi sekolah ini. Guru PAI belum
menelusuri lebih dalam tentang adanya siswa yang masuk Islam hanya pernah
mendapatkan informasi bahwa siswa di angkatan tahun 2015 yang sudah
berkeluarga dengan orang Islam yang kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam
agama Islam. Belum sampai menanyakan kepada yang besangkutan mengapa
kemudian memeluk agama Islam setelah keluar dari sekolah dan beberapa alasan
lain sehingga menjadi muslim. Sejak kapan mengenal Islam, masuk Islam kerana
pernah sekolah di SMK atau tidak dan lain sebagainya belum menjadi jawaban
karena hingga sekarang guru PAI belum juga bertemu dengan siswa tersebut.175
Tapi
dapat yang pastikan ada hubungan keluarganya dari kakek dan neneknya yang
memang beragama Islam kemudian dia mengikuti ayahnya beragama non Islam,
sekarang dia menjadi muslim karena menikah dengan orang Islam.
Syahbuddin dkk. menemukan model desain pembelajaran berbasis
multikultural di SMA Kartini Kab. Hilir Riau berpengaruh pada keberhasilan
pendidikan multikultural dan mengurangi konflik di kalangan siswa.176
Penelitian ini
bukan saja mengangkat metode perkuliahan yang argumentatif-dialogis namun juga
pemilihan materi ajar yang pluralis inklusif. Tema perkuliahan dipilih yang diduga
dapat meningkatkan keberagamaan yang damai, toleran dan moderat. Substansi
materi PAI yang dapat meningkatkan pemahaman dan toleransi beragama pada
pesertta didik yaitu ada 7 (1) makna beragama Islam adalah tunduk dan patuh
kepada Allah dan rasulNya; (2) tujuan utama agama Islam adalah menyempurnakan
akhlak; (3) meneladani kesempurnaan ketakwaan, keimanan, peribadahan, akhlak
mulia, dan ilmu rasulullah; (4) keragaman madzhab dan keyakinan religius dalam
Islam sebuah keniscayaan; (5) makna iman bukan hanya ditujukan kepada orang
Islam dan makna kafir bukan ditujukan kepada orang-orang yang beragama non
Islam; (6) karakter ahli kitab dalam al-Qur‟an ada yang jujur dan ada yang tidak
jujur, ada yang rendah hati dan ada yang sombong, ada yang beriman dan ada yang
kafir. Jadi tidak boleh divonis kafir; (7) kriteria Islam menyimpang adalah orang
Islam yang jelas jelas menyimpang dari Rukun Iman dan Rukun Islam. Hak
peroregatif Allah untuk menvonis seseorang itu kafir atau tidak.
175
Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”
Wawancara, 20 Februari 2020. 176
Syahbudin, Z. & Hanafi, M., “The Model of Learning Design Based on Islamic
Multicultural Education to Prevent Clonficts of Behavior” Jurnal Pendidikan Agama Islam
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. 3 No. 2 2017, 155-168.
213
3. Pembelajaran PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura
Keadaan pembelajaran PAI yang ada di sekolah ini tidak jauh berbeda dengan
pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura, hal ini dapat diketahui pada
pertemuan dua pekanan guru guru PAI sekolah yang melibatkan seluruh sekolah
menengah yang ada di kota Jayapura. Jumlah sekolah menengah baik yang umum
maupun kejuruan yang mengajarkan pembelajaran PAI ada 17 sekolah negeri
maupun swasta. Dimana dalam pertemuan dua pekanan menyebutkan ada kesamaan
kurikulum ajar yang ada di SMK maupun yang ada di SMA sehingga kesamaan
menjadikan guru-guru PAI yang ada di sekolah umum dan kejuruan digabung
menjadi satu MGMP Kota Jayapura.
a. Tujuan Pembelajaran PAI
Tujuan pelajaran agama adalah untuk meningkatkan pengetahuan agama yang
diberikan sebelumnya, dan upaya untuk mengamalkan ajaran agama Islam yang
diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muslim membutuhkan
kesadaran agama melalui sarana pendidikan yang diberikan secara terus menerus.
Kesadaran tersebut menjadi masa transmisi dari kehidupan masa kanak-kanak
menjadi masa remaja, dimana masa ini peserta didik memiliki kondisi tidak stabil
maka penguatan pendidikan agama sangat diperlukan.
b. Kurikulum PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura
Kurikulum PAI yang dipakai di SMA Hikmah Yapis Jayapura itu
mengunakan kurikulum tahun 2013 dan pengimplementasian kurikulum ini
dilakukan oleh sekolah pada tahun 2018. Awalnya di saat pemerintah pusat
menerapkan kurikulum 2013, SMA Yapis sudah mulai menggunakannya dalam
bentuk terbatas. Namun banyak kendala yang dihadapi oleh guru-guru ketika itu
maka penerapan kurikulum K13 di SMA hikmah Yapis Jayapura baru benar
dilakukan pada tahun 2018. Hal ini terjadi karena penyesuaian dengan kurikulum
dari kurikulum KTSP ke kurikulum K13. Kurikulum yang ada ini seperangkat
rencana pengaturan dan kegiatan mengenai bahan dan isi pelajaran yang digunakan
untuk membantu sekelompok siswa di dalam mengetahui, memahami, dan
mengamalkan ajaran agama Islam dan menumbuhkan seperangkat nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya sehingga dengan kegiatan ini dapat menciptakan suasana
religius di sekolah dan juga setelah mereka kembali ke keluarga dan masyarakat.177
Kurikulum pendidikan agama Islam di SMA Hikmah Yapis Jayapura terdiri
dari beberapa aspek yang termuat di dalam pembelajaran tersebut yaitu dari aspek
al-Qur‟an dan Hadist, akidah atau keimanan, etika atau akhlak, fikih atau hukum di
dalam Islam, dan aspek tarikh atau yang berkaitan dengan sejarah di dalam agama
Islam. Pendidikan yang diberikan ini pada dasarnya ingin mengantarkan para peserta
didik agar memiliki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, beretika dengan
baik, dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan melalui sejarah di dalam agama
Islam. secara normatif pendidikan agama yang ada di sekolah umum sebagai
pemikiran pendidikan Islam, sosialisasi, internalisasi dan rekonstruksi dari
177
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020.
214
pengetahuan agama dan nilai-nilainya yang mana hal bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian peserta didik yang berkemampuan kognitif,
psikomotor dan afektif. Hal ini diharapkan peserta didik dapat mengembangkan
kepribadian seorang muslim yang baik, memahami dan mengamalkan ajaran agama
dan nilai-nilainya. Semua ini tidak hanya dipahami secara teori yang ada di kelas
namun dapat terimplementasi di dalam kehidupan sehari-hari.
Perbedaan yang terjadi pada kebijakan perubahan kurikulum untuk melihat
potensi yang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik. Isi materi PAI yang diajarkan ke
peserta didik ada beberapa perubahan. Perubahan itu pada sisi penempatan materi.
Ada materi yang diajarkan di kelas X, baru diajarkan pada kelas XI atau XII, dan
ada pula materi yang diajarkan di kelas XII majukan menjadi materi pembelajaran
pada kelas X.
Pada sisi metode yang berbeda, adalah tuntutan untuk lebih kombinasi antara
metode ceramah yang dipakai oleh guru, dengan metode yang lain. Sepengetahuan
guru PAI bahwa pembelajaran PAI pada kurikulum KTSP lebih terjadi dengan
menggunakan metode ceramah dan sepertinya guru yang menjadi sumber
pengetahuan. Guru lebih banyak menyampaikan materi keagamaan sesuai dengan
topik yang dibahas oleh guru, dibanding dengan juga melibatkan peserta didik di
dalam pembelajaran. Nah pada kurikulum K13 yang diterapkan di SMA Hikmah
Yapis Jayapura, guru dituntut untuk menggunakan berbagai metode pembelajaran
yang ada. Tuntutan dari kurikulum 2013 diharapkan adanya kualitas dari
pembelajaran yang dapat menjadikan peserta didik memiliki sikap toleransi, empati,
kepemimpinan, solidartias, kerjasama, jiwanya mandiri, kreatif dan kecakapan hidup
serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Prinsip-prinsipnya yaitu
pembelajaran ini berpusat pada siswa; adanya pengembangan kreativitas; membuat
serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta menantang; bermuatan
nilai, etika, estetika, logika dan dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam
dengan penerapan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efisien, efektif dan bermakna.178
Tentang sejarah Islam (menggunakan metode role playing), yang sebuah
metode yang mana peserta didik memerankan keadaan sejarah pada masa rasulullah.
Role playing adalah suatu aktivitas di dalam pembelajaran yang dirancang untuk
mencapai tujuan dari pembelajaran itu yang lebih spesifik. Ada tiga aspek utama
dari pengalaman di dalam kehidupan sehari-hari. 1) mengambil peran (role taking)
yaitu pada penekanan terhadap ekspektasi-ekspektasi sosial terhadap pemegang
peran, 2) Membuat peran (role-making) yaitu adanya kemampuan pemeran untuk
berubah secara dramatis dari suatu aktivitas peran yang satu ke peran yang lain dan
dapat memodifikasi peran sesuai dengan yang diperlukan. 3) Tawar menawar peran
(role negotiation) yaitu peran-peran yang ada dinegosiasikan dengan pemegang
peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial. Kegiatan-kegiatan
pembelajaran pada aspek sejarah dengan menggunakan metode role playing dapat
memantaskan peserta didik dengan keadaan masa lalu dimana mereka dapat
178
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020.
215
merasakan keadaan masa dengan peran yang mereka perankan sesuai dengan arahan
dari guru.179
Amanat dari undang-undang untuk sekolah memakai kurikulum K13
kurikulum yang dipakai di sekolah sejak tahun 2013, namun implementasian
kurikulum ini baru terlaksana pada tahun 2018. Hal ini terjadi karena sekolah baru
dapat siap melaksanakan kurikulum tersebut pada tahun 2017, maka pada tahun
berikutnya yaitu 2018 sekolah menerapkan kurikulum ini dari kelas 1 atau kelas X
kemudian pada tahun berikutnya pada kelas 2 atau kelas XI dan kemudian secara
penuh penerapan kurikulum di SMA Hikmah Yapis Jayapura dengan menggunakan
kurikulum K13 pada tahun 2020.180
c. Pembelajaran PAI pada Siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura
Sebagai sekolah yang telah telah terakreditasi A pada tahun 2018 berusaha
dan berupaya untuk meningkatkan kualitas yang ada di sekolah ini. Salah satu item
untuk menjaga serta meningkatkan kualitas yang ada di sekolah ini adalah guru yang
mengajar di kelas. Maka ketika guru yang melamar untuk mengajar di SMA ini,
sebagai kepala sekolah dan waka kurikulum akan mengecek dan memverifikasi
berkas usulan menjadi guru di SMA Hikmah Yapis Jayapura. Salah item yang
menjadi perhatian kami adalah kesesuaian ijazah yang diterima oleh guru dengan
mata pelajaran yang akan diajar. Kesesuaian ini menjadi penting karena guru
dituntut bukan saja dapat mengajar namun juga mengajarkan pelajaran yang prima,
yang bagus sehingga nantinya lulusan dari sekolah ini menjadi lulusan yang
berkualitas. Guru yang mengajar haruslah memiliki kualifikasi sarjana karena
perkembangan dunia pendidikan yang semakin maju menuntut kehadiran guru di
sekolah yang memiliki jiwa profesional di dalam mengajar dan menguasai bidang
ilmu yang diajarkannya.181
Begitupun dengan guru bidang studi agama yang
diajarkan oleh Novita Sari, S.Pd.I. adalah guru bidang studi agama yang telah
mengabdi di SMA ini dari tahun 2012. Ketika mengajukan lamaran untuk menjadi
guru PAI maka kami dari pihak sekolah mengecek data yang dibawa oleh calon guru
tersebut dan melihat kesesuaian dengan mata pelajaran yang akan diajarkan oleh
guru. Kesesuain ini menjadikan guru PAI tersebut diterima mengajar hingga
sekarang.
Prinsip yang dipakai oleh sekolah untuk memilih seorang guru adalah
kesesuaian latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang akan diajar.
Memiliki kompetensi pedagogik, pribadi, profesional, dan sosial. Hal ini adalah hal
yang penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Seorang guru apabila tidak memiliki
sikap profesional maka murid yang diajarpun akan sulit untuk tumbuh dan
berkembang dengan maksimal. Maka dengan adanya guru yang profesional serta
179
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020. 180
Siti Hajerah, “Wakil Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura bidang Kurikulum,”
Wawancara, 17 Februari 2020. 181
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
216
memiliki kualitas yang mumpuni maka akan mampu mencetak anak bangsa yang
berkualitas juga.
Pembelajaran PAI yang diterapkan di SMA Hikmah yapis jayapura adalah
pembelajaran PAI sebagaimana aturan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
memberikan pembelajaran pendidikan agama pada peserta didik sesuai dengan
agama yang dimiliki oleh siswa. namun pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut
menggabungkan semua agama menjadi hanya mempelajari pelajaran pendidikan
agama Islam. artinya peserta didik non Islam diberikan pelajaran pendidikan agama
Islam saja, tidak diberikan pelajaran pendidikan agama lainnya. Hal ini terkait
dengan kebijakan yang diterapkan oleh lembaga pendidikan Yapis di Papua, dimana
semua siswa yang belajar di sekolah ini hanya diberikan materi pelajaran pendidikan
agama Islam. 182
Pembelajaran yang diterapkan kepada semua peserta didik ini sejauh yang
yang dihadapi oleh guru PAI belum menjumpai peserta didik yang menyatakan tidak
mau belajar PAI dengan alasan karena tidak sesuai dengan agama yang dianut.
Tidak pula dijumpai peserta didik yang kabur karena apa yang diajarkan
bertentangan dengan agama yang dianut oleh siswa. Semua siswa mengikuti
pelajaran PAI dari awal hingga akhir, semuanya juga mengikuti pelajaran dengan
seksama, mendengarkan, menyimak, dan memerankan peran sebagaimana arahan
yang diberikan oleh guru PAI peserta peserta didik non Islam.
Mengikuti pembelajaran PAI yang diberikan kepada non Islam menjadikan
pembelajaran ini dihadapi dengan kesulitan yang dialami oleh mereka yang memang
tidak mengetahui dan mengerti ajaran agama Islam. Biasanya siswa non Islam
duduk dibelakang sebagai cara mereka untuk tidak terlalu mengganggu kawan
mereka yang Isalm yang menyimak pelajaran agama Islam. Memang ada beberapa
siswa yang tidak menyimak dengan baik apa yang disampaikan guru PAI di kelas.
Misalnya saja pada aspek al-Qur‟an. Materi ini cukup sulit untuk diikuti oleh siswa
non Islam. jangan mereka yang bukan agama Islam, yang memeluk agama Islam
saja memiliki kelemahan untuk mengikuti dengan baik pembelajaran PAI pada
aspek ini. Hal ini dimungkinkan karena membaca al-Qur‟an dan menulisnya tidak
menjadi rutinitas peserta didik di rumah serta tidak melakukan pengembangan
pembacaan al-Qur‟an secara mandiri di rumah. Bahkan beberapa siswa yang
memang merupakan siswa pindahan dari sekolah lain yang mana di sekolah lamanya
bermasalah pada sisi akademik sehingga dipindah ke sekolah Yapis Jayapura.
Keadaan-keadaan ini tentunya mempengaruhi pembelajaran PAI di SMA Hikmah
Yapis Jayapura. Walau begitu, proses pembelajaran PAI yang terlaksana di sekolah
ini dapat berjalan dengan baik, lancar dan terlaksana dengan hasil yang baik.
Pelaksanaan pembelajaran PAI itu memuat tiga ranah, salah satunya adalah
ranah psikomotorik. Yaitu kemampuan peserta didik untuk mempraktekkan apa
yang diketehui dari pelajaran agama yang sudah dipelajari. Aspek ini
menitikberatkan pada kemampuan fisik dan kerja otot. Pada pembelajaran PAI
aspek ini lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik
dan keterampilan tangan. Keterampilan ini akan berkembang jika dibiasakan dan
182
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020.
217
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam praktek yang dilihat dari rendah
sampai yang tinggi yaitu peniruan, kesiapan untuk bergerak, respon terpimpin
(imam sholat), mekanisme, adaptasi (penguasaan matorik pada dapat memodifikasi
dan menyesuaikan keterampilannya). Praktek yang wajib diberikan kepada peserta
didik non Islam berbeda dengan yang diberikan kepada siswa muslim. Kalau yang
muslim maka prakteknya sesuai dengan praktek keagamaan yang sudah ditetapkan
oleh guru, namun untuk non muslim prakteknya tidak sepertinya seharusnya namun
dengan menanyakan tahapan per tahapan yang dilakukan pada kegiatan praktek
keagamaan. Misalnya saja dalam kegiatan praktek wudhu. Kalau siswa Islam
langsung pada bacaan tahapan wuhdu dan mempraktekkannya. Sedangkan non
Islam pada tahapan-tahapannya setelah membasuh tangan lalu membasuh apalagi,
setelah, membasuh sebagian rambut lalu apalagi. Tahapan-tahapan inilah yang
dipakai oleh guru PAI dalam memberikan penilaian praktek PAI di SMA Hikmah
Yapis Jayapura.183
Mengikuti pembelajaran praktek dari ranah psikomotor diharuskan kepada
semua peserta didik di SMA Yapis, hanya saja ada perlakukan berbeda untuk
tahapan ini. Dimana peserta didik yang Islam mengikuti setiap tahapan tersebut dari
awal sampai akhir sendangkan siswa non Islam cukup menyebutkan setiap tahapan-
tahapan tersebut. Namun ada juga siswa non Islam yang memang menginginkan
agar dia tidak hanya menyebutkan tahapan-tahapan dari pelaksanaan pembelajaran
PAI, melainkan juga mengikuti praktek tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh
kawan mereka. Karena pelaksanaan praktek ya praktek, bukan hanya menyebutkan
tahapan-tahapan sebagaimana yang dipakai oleh guru PAI pada siswa non Islam.
mereka juga mau mencoba tahapan praktek tersebut sesuai dengan yang telah
dilakukan oleh siswa lainnya.
Siswa non Islam yang bernama Aflina adalah seorang penganut Kristen yang
sedang berada di kelas XI (sebelas), mengikuti kegiatan praktek dan
menginginkannya bukan hanya karena dia yang mau, namun ada faktor lain yang
membuat siswa non Islam tersebut ingin mengetahui lebih dalam tentang
pelaksanaan praktek ibadah wudhu agama Islam serta praktek-praktek keagamaan
lainnya, di antaranya karena siswa non Islam tersebut tidak tinggal dengan orang
tuanya namun hidup dibawah asuhan orang tua asuh yang beragama Islam. Dengan
begitu aktivitas keseharian dia selama berada di rumah dapat dipengaruhi oleh
kebiasaan orang tua asuhnya. Keinginan untuk mengetahui agama Islam dan tertarik
pada ajaran agama Islam dan sejumlah praktek ibadah itu menjadi hal yang
membuat dia menjadi ingin mengetahui pelajaran agama Islam lebih dari kawan-
kawannya yang sama-sama non Islam.184
Menurut Alfina, belajar agama bagi peserta didik non Islam. Keyakinan yang
dimiliki oleh peserta didik itu berbeda dengan apa yang ada di sekolah atau berbeda
ajaran pelajaran pendidikan agama yang diberikan oleh sekolah kepada kami
khususnya kami yang beragama Kristen. Sebagai peserta didik yang beragama kami
183
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020. 184
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020.
218
mengikuti apa yang diterapkan oleh lembaga pendidikan ini kepada kami, yaitu bila
kami diajarkan agama Islam maka kami akan mengikuti kegiatan tersebut. Dari
pertemuan pertama sampai pada pertemuan yang terakhir. Dari kelas sepuluh sampai
kami dinyatakan lulus di sekolah ini. Pelajaran agama khususnya yang diberikan
oleh guru PAI sangat seru dan menarik karena pelajaran ini kan berbeda dengan apa
yang selama ini kami dapat di rumah dan di keluarga besar kami. Pada keluarga
besar kami diajarkan untuk beribadah pada hari minggu sedangkan pada Islam
ibadah mingguannya pada hari jumat. Hal ini yang seru, kami pun mengetahui
adanya beberapa perbuatan yang harus dilakukan oleh orang Islam sebelum
melaksanakan ibadah, seperti harus mandi atau melepas sepatu dan sendal ketika
masuk ke rumah ibadah. Ibadah diawali dengan pemanggilan dengan menggunakan
adzan yang dikeluarkan di pengeras suara, memakai rok yang panjang bila memakai
kerudung.185
Aflina Booram yang berasal dari daerah Keerom mengatakan bahwa
pengetahuan agama Islam yang didapatkan di sekolah biasanya diperdalam
pengetahuan tersebut di rumah dengan orang tua asuhnya. Orang tua asuhnya
memberikan tambahan pengetahuan agama Islam di rumah dengan mengatakan
rangkaian ibadah orang Islam yang didapatkan Aflina di sekolah. Misalnya tentang
ibadah sholat. Sholat itu ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
ucapan salam ke kanan dan salam ke kiri. Ibadah ini merupakan kewajiban seorang
muslim yang sudah mencapai masa balig (masa dimana sudah dapat membedakan
mana baik dan mana buruk). Ibadah ini dikerjakan selama lima waktu yaitu jam 12
siang disebut dengan sholat dhuhur, jam 3 sore dengan sholat ashar, jam 6 disebut
magrib, jam 7 malam disebut dengan sholat isya dan untuk pagi jam 4 atau setengah
5 ini disebut dengan sholat subuh. Kalau Aflina melihat bunda (panggilan untuk
orang tua asuh) dipagi hari bangun jam 5 untuk ibadah sholat maka sholat yang
dikerjakan itu adalah sholat subuh. Begitupun bila di sekolah melihat kawan-kawan
pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah sholat maka yang dilakukan adalah
sholat dhuhur. Perbuatan-perbuatan ini adalah bukti seorang itu dikatakan sebagai
orang yang beragama Islam dan menjalankan perintah agamanya.186
Sekolah yang saya ikuti dari SD, SMP dan sekarang SMA bergaul dengan
banyak orang, bergaul dengan banyak kalangan yang semuanya ada dari berbagai
kelangan, apa yang saya dapatkan di SMA Yapis ini khususnya pelajaran agama
Islam dapat menambah wawasan pengetahuan saya tentang agama ini, karena di
rumah juga saya bergaul dengan orang rumah yang semuanya beragama Islam.
sehingga dalam saat saat tertentu saya melihat aktivitas keagamaan bunda saya ingin
mengetahui lebih dalam. Informasi secara akademik saya dapat di sekolah
sedangkan informasi secara praktek saya dapatkan di rumah.
Apa yang saya rasakan sekarang sebenarnya biasa-biasa saja, yaitu saya tetap
beragama Katholik, saya juga tetap menghormati agama bunda saya, bunda juga
menghormati agama saya. Bahkan dalam perayaan keagamaan Kristen yaitu natal,
185
Aflina, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20 Februari
2020. 186
Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20
Februari 2020.
219
bunda pun mengunjungi keluarga kami di Keerom yang berjarak kurang lebih 100
km dari rumahnya bunda. Ucapan pun keluar dari lisannya bunda akan perayaan
tersebut, mengatakan “selamat ya merayakan hari raya natal” di tahun ini dan
biasanya dirangkai dengan kata selamat untuk kita semua memasuki tahun baru. Ya
karena mendekati tahun baru masehi. Pertanyaan banyak saya utarakan ke bunda
untuk menanyakan tentang ibadah dan perayaan keagamaan orang Islam. Apa yang
saya dapat di sekolah mungkin dalam beberapa kesempatan saya malu bertanya
kepada guru PAI setelah belajar agama Islam, khawatirnya dikira saya mau masuk
ke dalam agama Islam. Biasanya sih begitu, kalau banyak bertanya tentang Islam
maka dikira tertarik dengan ajaran agama Islam dan kemungkinan akan memeluk
agama Islam. Maka, saya bertanya tentang agama Islam itu sama bunda di rumah,
kebetulan juga bunda sangat baik kepada saya, bunda juga sudah mengganggap saya
seperti anak sendiri. Jadi saya tidak canggung untuk bertanya tentang agama Islam
kepada orang rumah dimana saya tinggal sekarang.187
Pelajaran sekolah yang diberikan guru PAI selama ini dari kelas X sampai
kelas XII sekarang, saya belum tertarik untuk masuk Islam. Walau saya dalam
beberapa hal saya sukai namun hal itu bukan berarti saya akan memeluk agama
Islam. apa yang diajarkan oleh guru selama ini menjadi pengetahuan keagamaan
bagi saya di dalam menyesuaikan diri di lingkungan yang mayoritas beragama
Islam. Saya berjumpa dengan bunda itu sewaktu sekolah di SMP di Keerom dimana
bunda juga mengajar di SMP tersebut, melihat saya tinggal di asrama, saya di asuh
di asrama, orang tua kandung saya keduanya sudah meninggal maka ditawari untuk
tinggal sama bunda kebetulan bunda juga punya rumah yang cukup besar namun
tidak banyak orang yang menghuninya. Atas dasar itulah kemudian saya menerima
tawaran untuk tinggal dengan bunda sampai sekarang yang sudah berjalan 4 tahun.
Ketertarikan dan keseriusan non Islam ini bukan ingin masuk ke dalam agama
Islam, bukan akan menjadikan dirinya memeluk agama Islam. Hanya lebih pada
penyesuaian-penyesuaian siswa non Islam untuk dapat memosisikan dirinya pada
tempat yang tepat ketika ada pengajian rutinan di rumah orang tua asuh, atau juga
mengetahui apa saja yang dilakukan oleh orang Islam pada jam dan waktu tertentu.
Sehingga kehadirannya tidak menjadi penghalang bagi orang tua asuhnya dalam
melaksanakan ibadah atau kegiatan kegiatan lainnya yang saling terkait.
Aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik sebagai kegiatan ekstrakurikuler,
usaha guru PAI di dalam memberikan tambahan jam pelajaran.
Pembelajaran PAI di SMA Hikmah Yapis Jayapura dilakukan sesuai dengan
jadwal pembelajaran yang diberikan. Jumlah yang diberikan itu adalah 45x3 jam
pelajaran sebagaimana dasar kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu 3
jam pelajaran per minggu di jenjang menengah. Pelaksanaan pembelajaran ini
dinilai masih kurang jam pertemuan, oleh karenanya usaha guru PAI dalam
menyiasati ini dengan memberikan adanya kegiatan tadarus setiap hari jumat pagi
dan senam santri pada jum‟at berikutnya. Artinya tambahan ini walau belum
maksimal namun memberikan pengetahuan adanya usaha dari guru di dalam
187
Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20
Februari 2020.
220
memberikan tambahan materi yang dianggap masih kurang dari rata-rata seluruh
siswa.
Jumlah guru PAI yang mengajar di SMA Hikmah Yapis Jayapura hanya ada
satu guru yaitu ibu Novita Sari, S.Pd.I. guru yang telah mengajar di sekolah ini
mulai dari tahun 2012 s.d sekarang. Guru yang cukup lama mengabdi pada lembaga
pendidikan Yapis Papua karena sudah 8 tahun mencurahkan energi dan tenaganya
untuk kemajuan dan pembengembangan pendidikan di Papua. Tidak ada guru PAI
yang mengajar di SMA selain hanya satu guru ini dikarenakan jumlah rombongan
belajar di sekolah yang sedikit yaitu ada 6 rombongan belajar. Yang terdiri dari
kelas X (sepuluh) satu rombongan belajar, kelas XI (sebelas) dua rombongan belajar
dengan pembagian jurusan IPA satu kelas dan jurusan IPS satu rombongan belajar,
dan kelas XII (dua belas) dua rombongan belajar yang memiliki jurusan sama
dengan jurusan yang ada pada kelas dibawahnya.188
Pembelajaran PAI yang diajar
oleh guru PAI itu ada pada setiap hari. Dengan jumlah kelas yang berjumlah 6,
sehingga kehadiran guru PAI sebagai guru pendidikan agama yang juga
digabungkan dengan budi pekerti menjadikan guru ini juga berposisi sentral sebagai
bagian untuk membina dan mengawasi sikap dan perilaku peserta didik disetiap
harinya.189
Sebagai sesama umat beragama yang ada di Papua khususnya di sekolah
Yapis, biasanya pemberian ucapan yang diberikan oleh siswa kepada gurunya ketika
merayakan Idul fitri. Ucapan yang diberikan oleh siswa ini bentuk hormat dan
penghargaan dari siswa kepada guru yang telah mengajarkan mereka untuk bersikap
sopan dan baik kepada orang yang lebih tua terkhusus kepada orang tua dan guru.
Guru yang menjadi orang tua mereka di sekolah mendapatkan ucapan selamat hari-
hari besar keagamaan. Ucapan itu diberikan oleh peserta didik dalam bentuk kiriman
ucapan melalui aplikasi WhatsApp. Biasanya pula mereka mendapatkan ucapan
tersebut dari grup atau orang lain kemudian mereka tinggal teruskan saja ke guru.
Memang mereka menulis ucapan itu, bahkan siswa muslim pun juga sama tidak
membuat redaksi ucapan selamat, namun dengan adanya ucapan dari siswa non
Islam kepada guru dan temannya dapat menunjukkan bahwa peserta didik non Islam
ikut senang atas apa yang sedang dirasakan oleh gurunya yang Islam akan hari raya
hari besar lainnya.
Bila hari raya peserta didik non Islam ini datang, maka guru PAI pun juga
memberikan ucapan yang sama dengan yang telah diterima oleh guru PAI.
Sedangkan dari siswa islampun memberikan ucapan selamat hari raya natal kepada
peserta didik yang beragama nasrani. Inipun dengan pola yang sama yaitu mereka
mendapatkan ucapan selamat natal dari grup sekolah kemudian mereka teruskan
ucapan tersebut kepada kawan-kawan mereka. Ucapan ini tidak ada sangkut pautnya
dengan agama masing-masing. Ucapan ini sebagai bentuk empati kebahagian yang
dirasakan oleh kawan-kawan sekelas yang sedang bergembira merayakan hari besar
keagamaan mereka. Begitupun bila masuk tahun baru masehi maupun tahun baru
188
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020. 189
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020.
221
Imlek. Saling mendukung dan memberikan ucapan kepada sesama peserta didik
terjadi di SMA Hikmah Yapis Jayapura.
Ucapan selamat idul fitri sebagaimana yang dikatakan oleh Alfina, bahwa
saya biasanya mengucapkan selamat idul fitri kepada guru maupun kepada orang tua
asuh saya di rumah. Ucapan ini saya berikan ketika hari raya keagamaan itu datang.
Maka saya ucapkan selamat merayakan idul fitri, bahkan saya pun ikut
mempersiapkan hidangan makan bagi tamu yang datang ke rumah. Bagi saya hal ini
biasa saja, tidak ada konsekwensi pindah agama. Saya senang dengan apa yang
dirasakan oleh keluarga di rumah, saya pun ikut merasakan kegembiraan dengan apa
yang dilakukan oleh orang sekitar saya. Sejauh ini tidak terpikir untuk yang lain,
atau ucapan ini tidak ada maksud saya selain ucapan memberikan selamat kepada
orang dekat saya sebagai ungkapan rasa senang sebagaimana rasa yang dialami oleh
mereka yang merayakan hari besar tersebut.190
Begitupun sebaliknya bunda pun disaat saya merayakan hari raya Natal di
tahun 2019 saya mendapatkan ucapan selamat natal dari kawan-kawan muslim.
Mereka mengucapkan kata itu ketika sebagai ucapan turut bahagia, turut senang
dengan apa yang dirasakan oleh saya yang sedang bergembira dengan perayaan ini.
Sepengetahuan saya, ucapan ini biasa saja, saya mengucapkan selamat idul fitri dan
idul adha, saya mengucapkan selamat maulid nabi begitupun sebaliknya siswa Islam
mengucapkan selamat natal, selamat hari paskah, selamat hari Injil masuk di tanah
Papua.
Proses penerimaan siswa baru. Dewan guru yang berada di SMA Hikmah
Yapis Jayapura atas bentukan dari kepala sekolah untuk membuat tim kecil yang
mana tim ini akan menyeleksi dan menvalidasi peserta didik yang masuk dan
diterima sebagai peserta didik pada tahun ajaran baru. Panitia kecil ini yang nantinya
mewawancarai peserta didik baru, dengan memberikan keterangan singkat mengenai
sekolah dan keadaannya, begitupun juga memberikan pemahaman akan
pembelajaran yang akan mereka terima selama berada di sekolah ini. Pembelajaran
yang paling spesifik yang menjadi ketegasan dari panitia kecil ini adalah mengenai
pembelajaran PAI pada peserta didik non Islam. Bila memasuki SMA Hikmah Yapis
Jayapura maka pelajaran agama yang ada mereka terima adalah pelajaran
pendidikan agama Islam. Bukan pelajaran pendidikan agama sebagaimana agama
yang dianut, pemberitahuan agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan oleh
sekolah akan tetap mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga
bersekolah di SMA Yapis sama saja dengan bersekolah dengan sekolah negeri
lainnya. Hanya ada pengecualian sekolah swasta yang berplatform agama seperti
Yapis lembaga agama lainnya.
Yapis Papua menurut guru PAI, sejak sekolah ini berdiri telah menerapkan
pola seperti ini, yaitu pola pembelajaran pendidikan agama Islam yang diberikan
kepada siswa yang belajar di sekolah di bawah naungan Yapis Papua. Siswa dari
agama dan aliran manapun ketika berada di sekolah ini harus mengikuti pola
pembelajaran ini. Secara undang-undang atau aturan yang diketahui oleh guru, pola
pembelajaran ini tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh pemerintah.
190
Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20
Februari 2020.
222
Yang mana sekolah harus menyediakan guru agama sesuai dengan agama yang
dianut oleh peserta didik. Namun sisi positif dari pola pembelajaran ini yang diambil
oleh sekolah yaitu informasi keagamaan Islam dapat diketahui oleh peserta didik.
Misalnya saja berpakaian, bahwa berpakaian dalam agama Islam itu bagi laki-laki
menutup pusat sampai ke lutut, sedangkan perempuan itu menutup semua badannya
kecuali untuk wajah dan kedua telapak tangan. Begitupun dengan adzan atau
panggilan ibadah dalam agama Islam. Bagi peserta didik yang beragama Islam dapat
mengetahui ini dengan baik, namun bagi non Islam dapat disampaikan bahwa
aktivitas adzan itu artinya panggilan untuk beribadah, yang sama dengan bunyi
lonceng di gereja sebagai tanda telah masuk waktu ibadah, umat yang masih berada
di rumah untuk segera ke gereja.
Penilaian pembelajaran PAI
Dalam kurikulum K13 penilaian peserta didik meliputi tiga ranah yaitu ranah
kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ketiga ranah ini menjadi penilaian di dalam
penilaian yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Penilaian pada
pembelajaran PAI pun meliputi tiga ranah ini, biasanya untuk penilaian kognitif
diambil dari penilaian pertemuan dan ulangan semester, sedangkan penilaian untuk
praktek diambil sebelum pelaksaan ulangan semester. Untuk penilaian dari sisi sikap
atau afektif akan berlangsung sepanjang hari. Secara penilaian untuk peserta didik,
kami dari pihak sekolah memberikan keleluasaan kepada guru untuk memberikan
nilai karena mereka yang mengetahui kelemahan dan kelebihan peserta didik di
dalam proses belajar mengajar. Bila nanti dalam proses penilaian dijumpai hambatan
dan rintangan maka guru ini akan berkoordinasi dengan waka kurikulum sekolah
atau langsung menghubungi kepala sekolah untuk dicarikan jalan keluarnya.191
Penilaian guru PAI pada pembelajaran PAI di SMA, Guru PAI melihat ada
perubahan format penilaian, dimana penilaian untuk pembelaran agama akan
mengikuti agama yang dianut oleh siswa. misalnya saja agama Islam maka siswa
tersebut dalam e-raport akan tertulis agama Islam. Bagi sekolah seperti yang Yapis
yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada peserta didik non Islam maka
nilai untuk pelajaran ini tidak tertulis lagi, siswa tersebut justru tidak mendapatkan
nilai agama baik itu agama Islam maupun agama lainnya. Proses penilaian ini belum
diterapkan di SMA Hikmah Yapis Jayapura namun beberapa tahun kedepan akan
diterapkan di sekolah ini. Makanya dengan metode penilaian seperti ini, sekolah
harus memberikan nilai agama. Bisa jadi yang diujikan dari praktek dan kognitif
pelajaran agama Islam, nilai tertulis adalah agama Kristen misalnya.
Namun sejauh yang masih dipakai oleh sekolah adalah penilain dengan
menggunakan format penilaian rapot yang telah berjalan selama ini. Sehingga tidak
perlu dikhawatirkan bagi guru agama. Namun bila nanti e-raport telah diterapkan
maka guru PAI harus mencari atau mempunyai formula tersendiri dalam penilaian
pembelajaran PAI pada siswa non Islam.
PAI dengan penilain e-raport. Penilaian guru terhadap pembelajaran PAI yang
dipakai selama ini yaitu menggunakan penilaian rapot yang tidak berbasis web.
Sedangkan penilaian PAI yang menggunakan e-raport adalah sebuah sistem yang
191
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
223
digunakan untuk mengubah pola kerja guru di dalam penilaian peserta didiknya,
dimana penilaian selama ini di isi dengan penilaian manual, melalui e-raport
membantu guru dalam penilaian pembelajaran bahkan sampai pada pencetakan
raport dan evaluasi guru terhadap hasil nilai belajar siswa. Guru PAI menilai proses
penilaian hasil belajar peserta didik oleh guru akan lebih sistematis, lebih akurat,
lebih komprehensif dan cepat. Mengapa demikian karena penilaian e-raport
terintegrasi dengan Data Pokok Pendidikan (DAPODIK). Namun pada sisi lainnya
terdapat kesulitan dan tingkat keribetan yang dijumpai oleh guru di dalam
menerapkan penilaian ini. Hal ini dilihat pada perlunya penyesuaian penilaian
dengan sistem ini, dimana guru harus mempersiapkan data untuk dientri untuk setiap
KD (kompetensi Dasar).
Umumnya yang namanya aplikasi pastinya akan memudahkan guru di dalam
mengelola pembelajaran, baik pembelajaran yang sifatnya online maupun sifatnya
ofline. Namun penyesuaian dengan aplikasi ini tentunya perlu tahap demi tahap agar
guru tidak disibukkan dengan aplikasi namun melupakan tugas utamanya yaitu
mengajar dan mendidik. E-raport yang diterapkan di SMA Hikmah Yapis Jayapura
baru diterapkan kepada kelas X (sepuluh) saja, dan itu masih dalam tarap uji coba.
Belum menjadi patokan penilaian di SMA untuk saat ini. Namun kedepannya akan
mengacu kepada penilaian e-raport yang telah dikeluarkan kemendikbud.192
Pelaksanaan praktek yang guru PAI berikan kepada peserta didik semuanya
itu berkaitan dengan thoharoh (wudhu dan memandikan serta mengkafani jenazah),
pelaksanaan ibadah sholat 5 waktu yang diambil hanya pelaksanaan sholat subuh,
kemudian melakukan dzikir setelah sholat. Berbagai macam praktek ini, diberikan
kepada siswa dari sepuluh sampai kelas dua belas. Apa yang dikerjakan oleh peserta
didik SMA dalam mengerjakan tugas ini sebagai salah satu aspek penilaian di dalam
pembelajaran terkesan sama seperti pula yang terjadi di SMP maupun bahkan
sewaktu mereka berada di sekolah dasar. Namun sejatinya inilah yang memang
dinilai kurang oleh guru PAI terhadap perkembangan pengetahuan dan pengamalan
agama di dalam kehidupan sehari-hari. Sekalipun mungkin saja ada kesamaan di
dalam pelaksanaan praktek keagamaan yang dirasakan oleh peserta didik sewaktu
berada di bangku sekolah tingkat dasar dan menengah pertama, tetapi ini
memperteguh pengetahuan keagamaan menjadi lebih baik lagi.
Tujuan dari pelaksanaan ini untuk mengetahui aspek teori yang telah
diketahui. Biasanya ada yang lupa atau selama ini belum menerapkan bacaan dalam
sholat yang belum sempurna maka melalui sarana praktek ini menguatkan kembali
mengingatkan kembali apa yang telah diketahui. Bentuk kemahiran di dalam
pelaksanaan ibadah ini dengan terampil melafalkan bacaan-bacaan sholat,
gerakannya, niatnya.
Ucapan salam (Assalamualaikum) dari peserta didik non Islam kepada guru.
Kebiasaan menjadi kunci keberhasilan dari pendidikan, apa yagn sudah diajarkan
kepada peserta didik sebisa mungkin untuk diterapkan dan diamalkan sehingga
pengetahuan tidak hanya sekedar pengetahuan namun juga dapat diimplementasikan
dalam keseharian. Kepada peserta didik seluruhnya bila bertemu memang diajarkan
192
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020.
224
untuk selalu mengucapkan salam baik kepada guru maupun kepada sesama mereka
sebagai bentuk saling menghargai dan menghormati terhadap sesama siswa di
sekolah. Untuk siswa non Islam tidak diwajibkan untuk memberikan salam kepada
guru dengan ucapan “Assalamualaikum” namun dengan ucapan selamat pagi atau
ucapan yang umum dipakai oleh masyarakat sebagai ucapan sapa terhadap sekitar.
Tujuan ini dilakukan untuk saling sapa saling tegur dan untuk membentuk karakter
peserta didik mudah bergaul mudah bersosialisasi dengan sesama dan juga dapat
saling kenal mengenal di antara mereka.193
Pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah adalah program dari sekolah untuk
memberikan waktu ibadah kepada peserta didik muslim untuk mengerjakan ibadah.
SMA ini menfasilitasi pelaksanaan ibadah dan bahkan menjadi tangung jawab
bersama, guru dan kepala sekolah menjadi contoh dengan pelaksanaan ibadah ini.
Keadaan sekolah yang berjarak sekitar 300 meter dari masjid menjadikan kontrol
akan ibadahnya menjadi lebih ekstra agar mereka dapat bersama-sama menuju ke
masjid di waktu yang tepat. Hal ini dilakukan agar peserta didik mengerjakan
perintah agama, membiasakannya dan dapat berdisiplin. Disiplin ini dapat
menjadikan peserta didik mampu membimbing dirinya sendiri dalam belajar,
menerapkan disiplin dalam berbagai situasi memang tidak mudah, akan tetapi
diperlukan usaha diri sendiri. Sesuatu dapat tercapai jika ada keinginan, niat serta
usaha. Untuk itu, disiplin dibutuhkan adanya kebiasaan dan kesadaran yang tinggi di
dalam menerapkan nilai tersebut dalam kehidupan ini.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru PAI di
SMA Hikmah Yapis Jayapura memberlakukan semua semua peserta didik yang
berjumlah 116 siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dari awal sampai
terakhir. Dalam kegiatan praktekpun semuanya diwajibkan ikut andil dalam kegiatan
tersebut karena selama proses praktek akan dinilai dan nilai tersebut akan dipakai
sebagai nilai kenaikkan kelas atau juga dipakai sebagai syarat kelulusan dari
sekolah. Oleh Alfina Booram beserta kawan-kawannya mengikuti kegiatan praktek
sholat yang diberikan oleh guru PAI yang mana prosesnya diawali dengan
mengucapkan takbir atau Allahu akbar kemudian membaca beberapa bacaan yang
harus diucapkan kemudian menunduk atau ruku, bangkit dari ruku lalu sujud
kemudian duduk di antara dua sujud lalu sujud kembali sampai kemudian berdiri
lagi untuk melanjutkan ke rakaat kedua sampai pada rakaat yang terakhir, kami yang
non Islam mengikutinya. Secara keyakinan agama kami tentunya tidak sama dengan
keyakinan agama orang Islam, keyakinan kebanyakan siswa yang bersekolah di
SMA ini, namun ketika kami mengikuti kegiatan ini bukan berarti kami akan masuk
di dalam agama Islam. Kami hanya mengikuti apa yang sudah seharusnya guru
berikan kepada peserta didik. Agama kami masilah agama Kristen, karena Kristen
bagi kami sebagai jalan selamat dan keselamatan untuk hidup di dunia sampai ke
sorga.194
Belum ada kepikiran untuk masuk Islam, justru beberapa kawan195
Alfina
193
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020. 194
Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20
Februari 2020.
225
saya semasa tinggal di asrama Katholik sewaktu mengatakan kepada saya bahwa
saya bersekolah di SMA Yapis akan menjadi domba-domba yang kehilangan arah.
Kegiatan ini dibimbing oleh guru utamanya guru PAI sebagai upaya
menjadikan sholat sebagai kebiasaan baik agar hal ini dapat meningkatkan
kedisiplinan peserta didik. Sholat dhuhur berjamaah di masjid dekat sekolah menjadi
kebiasaan baik yang dapat berpengaruh pada kehidupan siswa. Pembelajaran ini
melatih siswa menjadi manusia yang lebih teratur dan terarah dalam menjalankan
perintah agama. Pembiasaan akan meningkatkan tingkat kedisiplinan mereka,
keberhasilan menjalankan sholat yang tertib dan teratur dapat berimbas pada
kedisiplinan seseorang dalam mengerjakan pekerjaan.
Pelaksanaan ujian di tahun 2019/2020 ini masih menunggu informasi dari
kementrian pendidikan, apakah pelaksanaannya masih seperti dulu atau ada
perubahan. Karena informasi yang berkembang justru tetap ada ujian namun sekolah
yang menentukan kelulusan dari peserta didik tersebut. Namun hal ini menunggu
keputusan dari pemerintah pusat melalui kementrian pendididikan dan kebudayaan
Republik Indonesia.196
Pada pernyataan yang dikeluarkan kemendikbud pada 27 Maret 2020
menyatakan bahwa UN pada tingkat SMA dibatalkan pada tahun pelajaran
2019/2020 hal dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan dan kesehatan
peserta didik di tengah pandemi Covid-19. Ukuran siswa dapat dinyatakan lulus
melalui ujian yang diselenggarakan oleh sekolah (US), dengan syarat tidak
mengumpulkan siswa secara fisik atau pelaksanaan ujian sekolah secara online, US
dilakukan dengan portopolio dari nilai raport dan prestasi yang diperoleh
sebelumnya, bentuk penugasan atau penilaian/asesmen jarak jauh sebagai cara bila
US tidak dapat dilakukan secara daring.197
Pelaksana tugas Kabalitbang
kemendikbud mengatakan bahwa US tidak hanya mengacu pada ujian secara tulis,
tetapi juga mencakup prestasi dan nilai rapot yang dimiliki oleh peserta didik selama
menempuh pendidikan. Ujian daring, materi yang akan tertuang dalam US
merupakan kewenangan guru yang bersangkutan. Sekolah sekarang penentu
kelulusan siswa dengan berdasarkan evaluasi yang dilakukan guru sehingga
penguasaan materi sangat bergantung dari cara siswa dan guru di dalam
memaksimalkan pembelajaran online selama situasi darurat.
195
Kawan-kawan yang dimaksud adalah seperjuangan dengan Alfina yang bersekolah
di SMP Keerom 2016-2018 dan bertempat tinggal di asrama katholik. Asrama katholik ini
biasanya dipakai dan menampung para generasi muda Papua dari berbagai daerah di
pedalaman Papua dengan tujuan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di kota Jayapura.
Penghuni asrama dilarang untuk mengikuti kegiatan atau organisasi yang berada di luar
sekolah atau kampus. Penghuni asrama hanya diwajibkan untuk mengikuti pembinaan
sehari-hari di asrama setelah mereka pulang dari sekolah. 196
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20
Februari 2020. 197
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/03/un-2020-dibatalkan-ini-syarat-
kelulusan-siswa, disadur 3 November 2020.
226
d. Alokasi Waktu Pembelajaran PAI
Jumlah jam di dalam pembelajaran PAI pada Kurikulum K13 adalah 3 jam
pelajaran x 45 menit dalam satu kali pertemuan dalam seminggu. Hal ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan psikis peserta didik yang mana selama ini pelajaran
pendidikan agama di sekolah hanya diberikan waktu 2 jam pelajaran. Sehingga
dinilai masih sangat kurang. Dengan penambahan jam pelajaran pada mata pelajaran
PAI dari 2 jam/minggu menjadi 3 jam/minggu. Sebagaimana pula yang disampaikan
oleh dinas pendidikan provinsi pada lokakarya kurikulum K13. Semangat
penambahan jumlah jam pelajaran PAI ini untuk memperbaiki moral bangsa, yang
mana sering kita dengar dan disaksikan di layar televisi dengan banyaknya tawuran,
seks bebas, perkelahian, bahkan tidak ada hormat kepada guru di sekolah. Maka
dengan bertambahnya jumlah jam pelajaran agama dapat menjawab kemerosotan
akhlak peserta didik. Sebenar di SMA Hikmah Yapis Jayapura telah menerapkan
pelajaran PAI dengan jumlah 3 jam/minggu. Yaitu 2 jam pelajaran yang
dialokasikan dalam kurikulum sebelumnya dan 1 jam sebagai penambahan untuk
pendalaman ciri khas dari yayasan yang digabung pada mata pelajaran pendidikan
agama Islam. hal ini dilakukan dengan harapan agar peserta didik mengetahui akan
pendidikan agama yang diajarkan di saat yang bersamaan juga mengetahui akan
lembaga Yapis dengan ciri khas agama Islam.
Sebagaimana ciri dari lembaga pendidikan ini untuk mewujudkan manusia
yang memiliki pengetahuan agama yang baik dan juga praktek keagamaan yang baik
maka perhatian terhadap pendidikan agama menjadi prioritas. Memang bukan saja
materi pelajaran agama yang menjadi prioritas, semua mata pelajaran memiliki hak
yang sama untuk menjadikan agen dalam mengangkat harkat dan pengetahuan
siswa. Namun dengan alokasi waktu 3 jam/minggu pada mata pelajaran pendidikan
agama Islam yang diajarkan oleh guru di sekolah Yapis dapat memberikan
penekanan tersendiri bagi warga sekolah di lingkungan Yapis Jayapura.
Kalau dilihat perbandingan antara pelajaran pendidikan agama Islam yang
diajarkan di sekolah umum dengan pendidikan agama di madrasah tentunya sangat
jauh. Pada madrasah mata pelajaran PAI itu telah terpecah menjadi mata pelajaran
tersendiri yaitu mata pelajaran al-Qur‟an hadis, akidah akhlak, sejarah, fikih.
Sedangkan pada sekolah umum semuanya materi tersebut terangkum dalam satu
pelajaran yaitu PAI dan diberikan dua jam pelajaran pada setiap kali pertemuan
selama satu semester. Lebih dalam lagi kalau dilihat dari sisi isi yang diajarkan
maka cukup luas seperti bacaan al-Qur‟an dengan tajwidnya serta hukum hukum
dalam membaca tersebut, materi sejarah, materi akidah. Melihat kenyataan yang
terjadi di sekolah terhadap pembelajaran pendidikan agama yang ada maka pihak
sekolah dari kepala sekolah, guru agama, dan guru-guru, memberikan solusi dengan
mengadakan pesantren kilat, mengadakan ektrakurikuler BTA (baca tulis Qur‟an),
yasinan jum‟at, keputrian jum‟at, yang semuanya ini dimaksud untuk menjadi jam
tambahan dari mata pelajaran PAI di luar kegiatan belajar mengajar di SMA Hikmah
Yapis Jayapura. Kegiatan ini dimaksudkan agar peserta didik dapat terbekali dari
aspek religinya atau keagamaan yang cukup dan dapat menjadi bekal bagi siswa
setelah mereka lulus dari sekolah ini.
227
e. Pembelajaran PAI pada Siswa Non Islam
Pembelajaran PAI pada siswa non Islam. Tidak ada kelas khusus bagi peserta
didik non Islam di SMA Hikmah Yapis Jayapura ketika mereka belajar pendidikan
agama. Pada pelajaran ini semua peserta didik yang beragama Islam dan non Islam
berada dalam satu kelas. Misalnya saja berada di kelas X IPS maka semua peserta
didik yang berada di dalam kelas itu mengikuti pelajaran agama Islam. begitu pun
ketika mereka berada di kelas lain, semuanya mendapatkan perlakuan yang sama
dalam pembelajaran ini. Karena disampaikan kepada peserta didik non Islam untuk
mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru PAI bahkan penyampaian ini
disampaikan jauh sebelum mereka belajar agama yaitu ketika mendaftar masuk di
sekolah.
Disampaikan kepada peserta didik dan orang tuanya bahwa di samping
diharuskan menaati peraturan-peraturan sekolah maka siswa pun harus mengikuti
pembelajaran PAI baik bagi yang muslim maupun yang non muslim. Penyampaian
ini dilakukan bukan saja dari pihak guru PAI yang diberi tugas untuk mengajarkan
pendidikan agama Islam pada peserta didik non Islam namun juga dari pihak
sekolah untuk mempertegas pernyataan itu di awal menjadi peserta didik di SMA
Hikmah Yapis Jayapura. Tidak ada paksaan apakah mereka mau masuk ke dalam
Yapis atau tidak. Tentunya sekolah memiliki keinginan agar peserta didik mau
masuk menjadi bagian dari SMA ini namun tentunya aturan di dalam menjadi siswa
telah ditegaskan oleh sekolah.
Sekalipun nantinya dalam pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru PAI
tidak membebani mereka dengan sesuatu yang di luar kemampuan mereka misalnya
saja menulis Arab, atau membaca al-Qur‟an yang memang siswa non Islam
memiliki keterbatasan itu, waka kurikulum memberikan arahan untuk mengambil
persamaan-persamaan dari setiap yang beda dari sisi agama. Karena kalau mau
dipaksakan siswa non Islam harus membaca al-Qur‟an, menulis dan baca bahasa
Arab maka hal ini akan membebani peserta didik. Bukannya menjadi bagian dari
upaya mencerdaskan bangsa namun memunculkan masalah baru. Penerimaan siswa
non Islam di tahun ajaran ini atau tahun 2019 cukup banyak sekitar 40% dari total
siswa baru yang masuk dari siswa non Islam. Ini menunjukkan bahwa tidak ada
perlakuan berbeda dengan peserta didik yang beragama Islam. Bila memiliki
keinginan untuk melanjutkan studi di SMA maka sekolah ini dapat menjadi pilihan
untuk menjadi sukses dimasa yang akan datang. Pertama sekolah ini sudah
terakreditasi A, dengan status sekolah yang telah terakreditasi menjadi informasi
banyak masyarakat khususnya orang tua peserta didik bahwa layanan pendidikan
yang diberikan oleh SMA Yapis cukup baik. Karena kinerja dari guru dan warga
sekolah telah mencapai tarap standar nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal
ini pula mendorong para guru untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras
dalam memberikan layanan terbaik bagi peserta didik guna mempertahankan dan
meningkatkan mutu sekolah.198
Anis Kila Aiwei menjadi peserta didik yang belajar
di SMA Hikmah Yapis Jayapura adalah peserta didik non Islam dan berasal dari
suku Awyu dari daerah selatan Papua. memilih untuk menjadi peserta didik di SMA
198
Siti Hajerah, “Wakil Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura bidang Kurikulum,”
Wawancara, 17 Februari 2020.
228
Hikmah Yapis Jayapura adalah pilihan untuk dapat sukses di masa yang akan
datang. Belajar agama Islam memang bukanlah hal mudah, namun bila diiringi
dengan tekat yang kuat maka pembelajaran ini dapat memberikan pengetahuan
kepada saya untuk mengetahui tentang Islam. Ketika belajar juga tidak saya jumpai
yang menolak untuk mengikuti pelajaran agama Islam sekalipun tidak ada
penolakan namun beberapa kawan juga terlihat kesulitan untuk dapat menyesuikan
pembelajaran agama khususnya pada penyebutan tulisan Arab, atau membaca doa
dalam bahasa Arab.
Sewaktu mendaftar menjadi siswa baru maupun pindahan, penyampaian yang
disampaikan oleh pihak sekolah adalah salah satunya penyampaian pelajaran agama
yang diberikan kepada peserta didik, begitupun dengan orang tua yang mengantar
bahwa platform dari lembaga Yapis adalah Islam, sehingga pelajaran pendidikan
agama dan aturan-aturan sekolah harus menyesuaikan dengan kebijakan yayasan.
Bila orang tua dan peserta didik setuju maka dapat diterima menjadi peserta didik di
sekolah namun bila tidak maka juga tidak ada paksaan. Penyampaian ini menjadi
penting di awal, agar mereka mengikuti semua peraturan sekolah termasuk pelajaran
agama yang pelajaran kurikuler yang diikuti oleh semua siswa.
Bila dikaji pada sisi materi pelajaran agama Islam, peserta didik non Islam
tidak juga diminta untuk membaca al-Qur‟an, diminta juga untuk mengikuti praktek
ibadah, atau juga memakai jilbab bagi putri non Islam. Karena hal-hal ini menjadi
keidentikan dalam ibadah yang dlaksankan oleh orang Islam sehingga yang diminta
oleh sekolah kepada peserta didik untuk mengikuti pelajaran pendidikan agama
dengan tujuan agar mereka dapat berakhlak mulia, dapat mandiri, dapat menjadi
pribadi yang santun dan bertutur kata yang sopan sesuai dengan ajaran agama.
Karena setiap agama itu memiliki kesamaan nilai, sama-sama menghormati yang
lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, sama-sama bertutur kata yang sopan dan
menghargai orang lain dalam berbicara, sama-sama menghargai jiwa dan nyawa
manusia dengan tidak melakukan pengrusakan pada tubuh dengan mengkonsumsi
obat-obatan, sama sama menganjurkan untuk berbuat baik dan berlomba-lomba
untuk menjadi yang terbaik di dalam kehidupan agar dapat sukses dalam karir,
sukses di tempat kerja.
Kesamaan-kesamaan nilai dalam ajaran agama inilah yang kami selaku kepala
sekolah tekankan kepada guru khususnya guru yang menangani pelajaran
pendidikan agama Islam untuk mencari titik kesamaan dari agama. Sehingga peserta
didik non Islam pun mengikuti pelajaran agama Islam dengan seksama karena apa
yang disampaikan oleh guru agama Islam juga ada pada agama yang dimiliki,
adanya anjuran menghormati orang tua, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi,
senantiasa menjalankan ibadahnya.199
Protes atau menolak mengikuti proses belajar.
Karena sudah ada penyampaian di awal pertemuan bahkan di saat mendaftar
menjadi peserta didik di sekolah maka sejauh yang diketahui oleh guru maupun saya
sebagai kepala sekolah belum ada peserta didik yang menolak secara verbal kepada
saya untuk tidak mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.
199
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
229
Justru yang pernah saya jumpai pada saat supervisi internal. Kami ada supervisi
internal dari kepala sekolah kepada guru bidang studi. Sewaktu melakukan kegiatan
rutin dari sekolah menjadi supervisor di sekolah SMA Hikmah Yapis Jayapura
kepada guru mata pelajaran agama dan melihat keaktifan peserta didik non Islam
dalam pembelajaran PAI, justru banyak pertanyaan yang disampaikan oleh peserta
didik non Islam terhadap materi pelajaran pendidikan agama Islam, salah satu materi
yang mereka adalah materi tentang pembagian harta warisan dan pernikahan di
dalam agama Islam. mungkin mereka ini memasuki masa puber sehingga
keingintahuan mereka terhadap pernikahan yang besar sehingga saya menyaksikan
bahwa mereka mengutarakan banyak pertanyaan terhadap materi yang baru saja
disampaikan oleh guru PAI. Inilah mungkin yang hingga kini belum dijumpai oleh
guru PAI maupun pihak sekolah penolakan dari peserta didik non Islam dalam
kebijakan pembelajaran PAI pada siswa non Islam. Sebagai guru PAI juga perlu
untuk memperhatikan sisi yang mana materi pelajaran agama dapat menjcapai tujan
dari pembelajaran yang telah ditetapkan dalam RPP PAI namun juga menyinggung
sedikit yang memiliki kesamaan dalam materi yang ada pada ajaran agama
lainnya.200
Kelemahan peserta didik non Islam belajar PAI. Pembelajaran materi apa saja
pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Itu sudah menjadi kebiasan yang
umumnya terjadi di semua pelajaran, kemampuan peserta didik untuk mengikuti
pelajarann yang disampakain oleh guru menjadi kunci dalam memahami pelajaran
yang diajarkan oleh guru, kemampuan tersebut dapat menbantu peseta didik untuk
semua mata pelajaran. Bagi PAI ini yang juga menajdi kelemahan dalam
menyampaikan pelajaran agama Islam pada siswa non Islam. Ini tidaklah mudah
karena agama yang dmiliki oleh peserta didik yang beragam, agamanya ada yang
beragama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Walau mayoritas beragama Islam di
sekolah ini, PAI yang diajarkan juga kepada non Islam. kelemahan yang pernah
diketahui di dalam pembelajaran PAI adalah berkaitan dengan pelajaran agama
Islam seperti praktek ibadah sholat, minimal gerakannya menulis Arab, praktek
wudhu, praktek pelaksanaan ibadah haji. Kelemahan ini yang terjadi di
pembelajaran PAI maka dari pihak sekolah meminta kepada guru PAI untuk
mencari alternatif lain dalam pemberian tugas pendidikan agama, misalnya dengan
mengganti dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik kepada
guru yang berkaitan dengan materi tersebut. Juga bisa dengan tugas yang dapat
membantu mereka dalam pelajaran ini. Atau mungkin juga memberikan keringanan
tugas, sehingga ketidak mamampuan peserta didik dalam mengikuti pelajaran ini
dapat dimengerti karena perbedaan dari agama.201
Berpakaian sekolah dan aturan yang ada di sekolah.
Aturan yang diterapkan disekolah, biasanya telah disosialisasikan di awal
tahun ajaran baru, atau di awal peserta didik mendaftar untuk menjadi bagian dari
SMA Hikmah Yapis Jayapura. Dari awal masuk, di dalam kelas, di luar kelas
200
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020. 201
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
230
sampai mereka berada di sekitar sekolah pun diberikan batasan-batasan perlakuan
dan perbuatan sehingga mereka tetap terjaga sikap dan perbuatan siswa di dalam
maupun di luar kelas. Dalam hal berpakaian sama seperti sekolah di tingkat SMA
lainnya yaitu berpakain baju putih dan celana/ abu-abu. Untuk putri non Islam tidak
diharuskan memakai jilbab, namun dalam rok yang harus dipakai sekalipun tidak
memakai jilbab, mereka tetap memakai rok yang panjang.202
f. Kegiatan Ektra Kurikuler
Hubungan siswa dengan siswa lainnya yaitu baik. Artinya tidak ada yang
bahaya dari pertemuan yang ada di sekolah. Perjumpaan antara peserta didik muslim
dan non Islam sudah terjadi sejak mereka berada di level dasar bahkan ketika berada
di masyarakat. Tidak canggung dan tidak ada rasa curiga yang muncul dalam
hubungan tersebut. Interaksi antara siswa yang muslim dengan non muslim di dalam
kelas seperti diskusi kelompok, persaingan akademik, dan penyelesaian masalah
yang dihadapi oleh sesamanya. Interaksi ini juga terjadi sebelum pembelajaran PAI
dimulai, interaksinya dalam bentuk tegur sapa satu dengan lainnya, melaksanakan
piket kebersihan kelas bersama, serta diskusi seputar mata pelajaran yang sedang
dan telah diajarkan oleh guru. Interaksi ini bukan saja dengan sesama peserta didik
yang non muslim namun juga interaksi dengan pengajar. Interaksi ini dimulai ketika
mengajar di depan kelas, memberikkan tugas sampai keluar dari ruang kelas.203
Hubungan dengan sesama siswa muslim dan non muslim di luar kelas
sebenarnya terjalin dengan baik karena hubungan antar siswa ini juga senantiasa
dipantau oleh kepala sekolah yang lokasi ruang kepala sekolah/ruang guru berada di
depan kelas. Interaksi tersebut terjalin seperti di luar kelas diskusi di kantin, kerja
kelompok di perpustakaan sekolah, kerjasama dalam kegiatan ekstrakurikuler,
kegiatan OSIS.
Ucapan selamat natal atau selamat idhul fitri. Moment yang senantiasa
menggembirakan bagi peserta didik yang muslim maupun yang non muslim ketika
memasuki hari raya. Kiriman ucapan selamat dari siswa kepada kawannya di dalam
merayakan hari besar keagamaan tersebut terjadi di luar kelas. Biasa ucapan selamat
idhul fitri diucapkan siswa non Islam kepada sesama kawannya yang beragama
Islam pada hari raya tersebut. Namun ucapan selamat natal dan tahun barupun
dilakukan oleh siswa muslim kepada koleganya yang non muslim. Namun sekolah
tidak merayakan natal itu karena suasana natal dan tahun baru terjadi di saat libur
sekolah. Di samping itu pula belum pernah sekolah melakukan kegiatan natal untuk
siswa non Islam. Ada 3 guru non muslim yang mengajar di SMA Hikmah Yapis
Jayapura, ketiganya telah mengajar lebih dari 5 tahun. Biasanya sekolah
memberikan apresiasi dalam bentuk bingkisan hari raya, baik itu hari raya natal
202
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020. 203
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
231
maupun hari raya idul fitri. Pemberian ini bentuk kepedulian sekolah terhadap guru
yang merayakan hari raya keagamaan. 204
Kegiatan halal bi halal. Kegiatan ekstrakurikuler yang terkait dengan
keagamaan ada di sekolah ini adalah kegiatan halal bi halal. Kegiatan ini melibatkan
bukan saja unsur siswa dengan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut namun juga
melibatkan unsur guru, staff tata usaha dan seluruh warga sekolah di dalam
memperingati dan melaksanakan kegiatan ini. Yang berperan aktif di dalam
mensukseskan kegiatan dimotori oleh guru agama dibantu oleh OSIS SMA Hikmah
Yapis. Tujuan dari kegiatan ini yaitu dapat mengikat persaudaraan dan tali
pertemanan sesama warga sekolah, guru dengan guru, siswa dengan siswa, guru
dengan siswa. Saat bersilaturrahmi menghidupkan suasana keakraban yang mungkin
jarang dirasakan dihari-hari biasanya. Memupuk rasa cinta terhadap sesama,
meningkatkan kebersamaan dan rasa kekeluargaan, mempererat tali persaudaraan
dan tentunya akan menambah panjang umur. Keadaan ini dapat dimaksimalkan
dengan saling memaafkan kesalahan sesama peserta didik yang terjadi dengan
sengaja atau tidak sengaja. Di samping itu pula dengan suasana ini ketidak sempatan
guru datang ke rumah kepala sekolah, kepala sekolah memiliki keterbatasan
mendatangi semua guru, begitupun dengan siswa yang tidak sempat mendatangi
rumah guru serta kawan-kawannya maka melalui momen ini dapat menjadi
kesempatan untuk saling berinteraksi dan saling maaf memaafkan. Biasanya untuk
jabat tangan dilakukukan dari siswa yang paling tinggi kelasnya kemudian, siswa
kelas di bawahnya kemudian kelas sepuluh.205
Kegiatan lomba menyambut ulang tahun Yapis, Kegiatan lomba di
menyambut ulang tahun lembaga pendidikan Yapis Papua ini diikuti oleh semua
sekolah Yapis. Kegiatan dilakukan setelah ulangan semester ganjil. Biasanya
dilakukan pada tanggal 8-14 Desember setiap tahunnya dan diakhiri dengan upacara
memperingati hari berdirinya Yayasan ini. Kegiatan lomba yang diselenggarakan
oleh Yapis yang diikuti oleh SMA Hikmah Yapis Jayapura adalah lomba futsal,
lomba pidato, lomba hafalan surat-surat pendek di Juz Amma, lomba kebersihan
sekolah. Kegiatan lomba ini diselenggarakan oleh Yapis Papua sebagai wujud
kesyukuran kehadiran Yapis di tanah Papua dan juga sebagai dukungan terhadap
program pemerintah dengan mengadakan lomba kebersihan sekolah. Kegiatan 17
agustus. Kegiatan lain yang diikuti oleh SMA Hikmah Yapis Papua Jayapura adalah
kegiatan 17 agustus. Kegiatan ini diselenggrakan oleh pihak pemerintah kota
Jayapura di dalam menyambut ulang tahun negara kesatuan Republik Indonesia.
Kegiatan ini sebagai upaya dalam menggiatkan siswa di dalam kegiatan-kegiatan
positif. Selama masa pandemi covid19 yang telah mewabah seluruh dunia maka
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakam oleh pihak sekolah untuk sementara
ditiadakan dahulu, hal ini dilakukan demi menjaga keselamatan dan kesehatan
204
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020. 205
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
232
peserta didik. Kegiatan ini akan diselenggarakan atau diikuti oleh sekolah bila
keadaan sudah normal dan pandemi dapat diatasi.206
206
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”
Wawancara, 17 Februari 2020.
233
BAB V
MASALAH-MASALAH DAN SOLUSI PEMBELAJARAN PAI
PLURALISTIK PADA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM PAPUA
A. Masalah-Masalah Pembelajaran PAI pada Masyarakat Pluralistik
Pluralisme dipahami sebagai adanya keberagaman dan kemajemukan yang
ada di masyarakat dan di sekitar kita. Sebagai negara yang majemuk, kepluralan
antar masyarakat di Indonesia dapat menjadi kekuatan bangsa. Bukan menjadi titik
lemah, justru dengan kondisi keberagaman yang ada di sekitar kita kita saling
menjaga, saling menguatkan dan saling membantu. Sebagai lembaga pendidikan
yang majemuk bukan saja satu suku dan budaya yang ada Yapis Papua namun
berbagai suku dan etnis menjadi bagian dari lembaga pendidikan ini. Kemajemukan
bukanlah menjadi penghalang untuk bisa saling bekerjasama dalam mewujudkan
masyarakat Indonesia yang baik, yang santun dan berkebudayaan. Sesama warga
masyarakat bisa saling membantu satu sama lainnya tanpa memandang suku, agama,
ras dan antar golongan. Tentunya lembaga pendidikan Yapis Papua menciptakan
kesepahaman antar individu, keluarga, bertetangga, dan dalam masyarakat lingkup
kecil demi keselarasan hidup. Pluralisme bukan penghalang namun sebagai
pemerkaya jati diri bangsa.
Pluralisme dalam pendidikan agama yang diterapkan di lembaga pendidikan
Yapis Papua pada 3 lembaga pendidikan yang diteliti memberikan dampak positif
pada nilai-nilai kehidupan bermasyarakat di Indonesia khususnya di tanah Papua.
Hal ini dapat dilihat pada menjunjung hak dan kebebasan beragama, tinggi hak asasi
manusia, diberikan tempat di dalam melaksanakan rutinitas aktivitas agamanya
seperti tidak menggunakan jilbab bagi putri non muslim selama kegiatan ini tidak
bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan oleh pihak yayasan.1
Secara spesifik Pembelajaran PAI di sekolah diberikan pada siswa sesuai
dengan agama yang dianut oleh peserta didik sebagaimana tertuang pada undang
undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.2 Pada pasal 12
ayat 1 butir 1 menyebutkan bahwa setiap peserta didik mendapatkan pelajaran
agama dan diajarkan oleh guru seagama. Pendidikan agama dapat menumbuhkan
sikap kritis, dinamis, dan inovatif sehingga dapat menjadi mendorong peserta didik
memiliki kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, atau olahraga.
Pendidikan agama menciptakan keharmonisan, rasa hormat dan kerukunan di antara
pemeluk agama, bersikap jujur, disiplin, amanah, mandiri, bekerja keras, kompetitif,
kooperatif, tulus dan bertanggung jawab.
1. Guru PAI yang Kaku dalam Pembelajaran
Sebagai tenaga pendidik tentunya harus memiliki 4 kompetensi yang ada pada
diri seorang pendidik yaitu seorang pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik
yaitu kompetensi yang mengarahkan pada kemampuan pendidik di dalam memiliki
1Azis Bauw, Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Islam Pusat Papua, Wawancara, 23
Juni 2020. 2Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung:
Fokus Media, 2006), h. 2.
234
syarat-syarat sebagai seorang pendidik, diberikan pelatihan. Kompetensi ini yang
menurut Abuddin Nata adalah kemampuan guru yang terkait dengan kemampuan
dan kesungguhannya di dalam mempersiapkan proses kegiatan pembelajaran, patuh
pada aturan akademik, penguasaan media elektronik, penguasaan materi, mengelola
kelas, kedisiplinan kemampuan melaksanakan penilaian yang objektif atas hasil
kerja peserta didik.3 Begitu juga guru memiliki kompetensi sosial, dimana seorang
guru harus dapat bersosialisasi dengan sekitarnya, di samping dia memiliki
keinginan yang kuat untuk mempersiapkan prosesi pembelajaran namun juga
memiliki sikap yang baik terhadap sekelilingnya. Kemudian juga seorang guru
memiliki kompetensi pribadi. Yaitu memiliki jiwa yang santun, pribadi yang mantap
dan memiliki tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura bahwa:
Seorang pendidik khususnya pendidikan agama Islam, dia bukan saja menjadi
seorang pengajar di kelas namun juga kepribadiannya dapat diikuti oleh
peserta didik bahkan oleh guru-guru yang lain. Beberapa waktu yang lalu
sekitar tahun 2010, dimana seorang guru PAI tidak memberikan contoh yang
baik sebagai seorang guru di luar kelas dengan membuat kasus yang kurang
baik untuk dicontoh sebagai sebagai pribadi guru yang harusnya memberikan
contoh yang baik bukan memberikan contoh yang tidak baik. Sekarang telah
dikeluarkan guru PAI tersebut dari SMA dan diganti dengan guru PAI yang
lain.4
Ini juga diperkuat oleh Muhamad Thoif guru PAI SMA 2003-2008, bahwa
seorang guru khusunya guru PAI bukan saja menjadi seorang guru yang bisa
menyampaikan ilmu agama, menyampaikan akan perbuatan yang baik dan yang
buruk, menyampaikan akan adanya perbuatan yang disukai oleh orang kalau berbuat
baik, perbuatan tidak disukai oleh orang kalau berbuat buruk dan seterusnya. Namun
seorang guru juga harusnya menjadi contoh yang baik bukan saja memberikan
contoh, kalau memberikan contoh itu siapa saja bisa, orang lain pun bisa, guru dan
dosen selain PAI pun dapat dikerjakan namun menjadi contoh itu yang belum ada
dan belum banyak. Sebagai seorang guru harusnya dapat menjadi contoh sebagai
bagian dari syarat seorang guru memiliki kompetensi pribadi. Apa yang pernah
terjadi guru PAI di SMA Yapis itu seharusnya tidak boleh terjadi.5
Tenaga pendidik yang kaku dalam artian tidak mampu mengembangkan
pembelajaran yang ada di dalam kurikulum. Sebagai seorang pendidik tentunya
harus tidak kaku di dalam pembelajaran, kalau tidak ada di dalam kurikulum maka
tidak usah dikembangkan, kalau ada di kurikulum maka harus diajarkan. Hal ini
tentu akan mempengaruhi keadaan kelas yang tidak menyenangkan. Seorang guru
PAI haruslah melihat aspek mana dan dari materi-materi ajar mana yang dapat
diberikan kepada peserta didik yang beragam agama. Tenaga pendidik yang kaku
maka akan menyulitkan pengembangan pembelajaran di ruang kelas atau bahkan
3Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 167.
4Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura 2008-2020” Wawancara,
Oktober 2020 5Muhamad Thoif, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis 2003-2008 dan Ka.Prodi PAI di
Universitas Yapis Papua Jayapura 2008-2017” Wawancara, 5 November 2020.
235
apa yang sudah termaktub di dalam kurikulum maka semuanya harus diajarkan.
Bagi Mukti yang pernah mengajar PAI di SMA Yapis periode 2001-2003, tidak
mesti seperti itu. Mukti mengatakan Pembelajaran PAI mengikuti kaidah di dalam
mencapai tujuan pembelajaran PAI. Bila di dalam kelas pembelajaran sebagaimana
yang ada di Yapis Papua maka perlu keluwesan pendidik dan kematangan pribadi di
dalam mengajarkan pelajaran pendidikan agama. Sebagaimana pengalaman yang
didapatkan secara pribadi yaitu ketika mengajarkan pendidikan agama maka
keluwesan sikap yang perlu dimiliki oleh pendidik.
2. Peserta Didik yang Kurang Memahami Agamanya
Sebagaimana diketahui bahwa pelajaran pendidikan agama Islam itu
berjenjang dari SD kemudian SMP dan SMA serta diperdalam di perguruan tinggi.
Pembelajaran ini tidak hanya berhenti setelah belajar di sekolah menengah namun
ada keberlanjutan.
Apa yang terjadi di Uniyap, SMK dan SMA Yapis tidak terjadi keberlanjutan
tersebut, dimana setiap jenjang menjadi keberlanjutan dari tingkat lebih yang lebih
rendah dari itu. Pada tingkatan ini peserta didik diminta untuk lebih menguasai
memahami materi ajar. Tidak lagi pada sisi dasar seperti membaca al-Qur‟an,
menulis bahasa Arab, menghafal do‟a-doa harian. Namun yang terjadi di Universitas
Yapis Papua, seorang pendidik tidak lagi mengajarkan membaca al-Qur‟an maupun
menghafal doa-doa. Pembelajaran dengan menulis dan menghafal doa-doa harian ini
sudah pernah dirasakan oleh peserta didik selama berada di tingkatan SD, SMP dan
SMA sehingga dosen yang mengajar PAI lebih mengutamakan adanya pengertian
dan pemahaman materi ajar. Disamping itu keadaan peserta didik yang dalam satu
kelas memiliki banyak peserta didik non muslim sebagaimana yang ada di
Universitas Yapis Papua. Maka materinya yang diberikan secara lebih bisa juga
diterima dan dipahami oleh non muslim. Karena cara seperti ini yang menghambat
pembelajaran pendidikan agama yang ada di Uniyap Jayapura. Demikian pula yang
ada di SMK Hikmah Yapis dimana, peserta didik yang belajar pendidikan agama
diminta untuk dapat membaca al-Qur‟an. Namun diantara mereka yang muslim
justru tidak mampu membaca al-Qur‟an karena tidak mendalami agama bahkan
sering bolos untuk pelajaran pendidikan agama. Sehingga menjadi beban dalam
mencapai tujuan pembelajaran di Universitas Yapis Papua. Maka dengan kembali
memberikan membaca al-Qur‟an atau menulis tulisan arab dan atau menghafal
beberapa doa-doa tidak menjadi perhatian dari pendidik, yang diutamakan adalah
pemahaman peserta didik di dalam pembelajaran.
3. Materi Pembelajaran Tidak Sesuai dengan Kemampuan Awal Siswa
Belajar pendidikan agama Islam di Yapis Papua memiliki kendala-kendala
dalam pembelajaran ini berkaitan dengan kemampuan awal siswa dimana mereka
tidak berasal dari madrasah yang mana pelajaran pendidikan agama mendapatkan
perhatian yang lebih. Sebagaimana yang dikatakan oleh Siti Zuhriyeh:
Pelajaran pendidikan agama Islam ini memiliki kendala dalam pembelajaran,
diantara yang sering saya jumpai pada pembelajaran di kelas adalah
kemampuan peserta didik yang tidak sama. Tidak semuanya mampu untuk
mengerjakan apa yang diminta oleh guru PAI, semisal bila dalam
236
pembelajaran kelas XII di semester V, pada awal pertemuan dimana
materinya berkaitan dengan materi Bersatu dalam Keragaman dan
Demokratis. Salah tujuan dari mengikuti proses pembelajaran ini adalah
peserta didik diharapkan mampu terbiasa membaca al-Qur‟an sebagai
pengalaman dengan meyakini bahwa agama mengajarkan kepada umatnya
untuk bersikap demokratis. Kemudian mampu menjelaskan cara membaca
Q.S Ali Imran/3 ayat 159 sesuai dengan kaidah tajwid. Tidak semua peserta
didik yang muslim dapat membaca dengan baik, bahkan ada yang sama sekali
tidak bisa membaca, tidak bisa mengenal huruf dari huruf Arab. Keadaan ini
tentunya sangat mempengaruhi keadaan pembelajaran materi pelajaran
pendidikan agama. Dari sisi siswa yang muslim, dan siswa non muslim pun
juga ketika masuk pada tujuan pembelajaran ini tentunya tidak seperti kawan
mereka yang beragama Islam. Guru cukup memberikan pengetahuan
pelajaran, sehingga mereka tetap bisa mengikuti pelajaran ini.6
Hal ini dapat dikatakan bahwa salah satu kendala yang dihadapi oleh guru di
sekolah pada pelajaran pendidikan agama Islam, bahwa pelajaran ini tidak semua
dapat mengerti dengan baik. Bahkan perlu diajari dengan kegiatan tambahan. Bagi
peneliti, ini menjadi beban bagi guru PAI yang mana diminta menjadi agen
perubahan karakter bagi peserta didik di sekolah namun input dari peserta didik
yang memang belum bagus dari pengetahuan agama, belum bisa membaca al-
Qur‟an. Kelemahan ini mempengaruhi proses pembelajaran pendidikan agama
Islam. bila ada strategi dari guru PAI di dalam mensiasati ini, didalam menghadapi
kesulitan ini maka dapat membuat pelajaran pendidikan agama Islam bisa mencapai
tujuan yang telah ditetapkan di dalam pembelajaran PAI.
4. Pembelajaran PAI pada Non Islam
Tidak dapat dihindari pembelajaran pendidikan agama Islam, yang diajarkan
pada peserta didik yang multi agama. Pembelajaran ini secara aturan agama tentunya
tidak sesuai dengan aturan tersebut namun sampai saat ini pembelajaran pendidikan
agama Islam masih saja terus berlangsung bahkan dengan 198 sekolah Yapis yang
ada di seluruh Papua. dengan 3 lembaga pendidikan yang diteliti oleh peneliti
menjadikan guru dan dosen menyesuaikan pembelajaran dengan keadaan peserta
didik yang plural agama di samping itu pula yang plural dalam suku dan budaya.
Maka menjadi kewajiban seorang guru di dalam mengajar untuk
memperhatikan penyampaian materi yang mana materi yang disampaikan dapat
mencapai tujuan pembelajaran PAI di Uniyap Jayapura, SMK Yapis dan SMA
Yapis. Guru tidak hanya mampu untuk memberikan pembelajaran PAI pada peserta
didik namun juga mampu mengelola pembelajaran PAI yang diberikan pada peserta
didik multi agama. Bila peserta didik yang multi agama hanya ada beberapa peserta
didik mungkin bisa tetap diberikan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianut oleh mayoritas peserta didik di dalam kelas walau ini saja sudah
tidak dibolehkan untuk dilakukan. apalagi kalau peserta didiknya menjadi mayoritas
non muslim di Yapis Papua. Bukan saja tidak akan tercapai tujuan dari pembelajaran
6Siti Zuhriyeh, “Guru PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Agustus
2020.
237
yang dibeirkan oleh guru atau dosen kepada peserta didik namun juga salah alamat.
Salah alamatnya mengajarkan orang agama Islam sendangkan agama yang dianut
adalah agama selain islam, ini yang dimaksud dengan salah alamat. Seharusnya
dalam pembelajaran itu pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa Islam,
pendidikan agama Kristen diberikan kepada siswa yang beragama Protestan, siswa
yang beragama Katholik diberikan pelajaran pendidikan agama Katholik, siswa yan
beragama Hindu diberikan pelajaran pendidikan agama Hindu, siswa yang beragama
Budha diberikan pelajaran pendidikan agama Budha, dan tentunya siswa yang
beragama Konghuchu pun diberikan pendidikan agama Konghuchu.
Inilah yang dihadapi oleh guru PAI di satu sisi dia harus memberikan
pelajaran pendidikan agama sesuai dengan latar belakang yang dimiliki sejak
sekolah dari S1 bahkan sampai menyandang gelar doktoral pendidikan agama Islam
namun di lapangan tidak seperti itu. Sebagaimana kasus yang dialami oleh tenaga
pendidik yang mengajar pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan di bawah
Yapis Papua. bahkan dalam satu sekolah yang ada di bawah lingkungan Yapis
Papua mayoritas peserta didiknnya beragama non Islam sebagaimana di yang terjadi
di SMK Yapis Wamena di mana disebutkan bahwa mayoritas dari peserta didik
tersebut adalah non Islam, ini dapat dilihat dari buku Peran Yapis dalam membentuk
SDM terdidik yang ditulis Rudi bahwa pada tahun 2018 di SMK Wamena 93%
adalah asli Papua dan beragama Katholik. Begitupun pernyataan yang disampaikan
oleh Heri selaku sekretaris I Yapis melalui wawancara mengatakan disamping
Wamena ada juga sekolah yang 70% peserta didiknya beragama non Islam yaitu
yang berada di Biak. Sedangkan Universitas Yapis Papua sebagaimana data yang
diberikan oleh Huddy bagian pangkalan data bahwa agama peserta didiknya 54%
adalah non muslim. Sedangkan untuk SMA Hikmah Yapis Jayapura dan SMK
Hikmah Yapis Jayapura peserta didik non muslimnya berada pada 15-20%.
Keadaan inilah yang dihadapi oleh Yapis Papua dalam memberikan pelajaran
pendidikan agama Islam pada peserta didik non Islam. Jangankan untuk
memberikan PAI pada mayoritas non muslim, yang minoritasnya non muslim
mengalami kendala dalam pembelajaran apalagi peserta didiknya mayoritas non
muslim. Oleh karena itu berbagai usaha yang dilakukan tenaga pendidik agar
pembelajaran yang telah berjalan dari sejak berdirinya sekolah yapis yaitu Uniyap
Jayapura sejak 1974, SMK Hikmah Yapis sejak 1972, dan SMA Hikmah Yapis
Jayapura yang berdiri pada tahun 1993 telah memberlakukan pembelajaran ini.
Artinya dari sekian waktu yang telah berlalu tentunya keadaan ini tidak juga diprotes
oleh masyarakat, atau tidak juga diprotes peserta didik dalam pembelajaran yang
tidak mau mengikuti pembelajaran PAI.
Pernah terjadi pada tahun 2015 pada penerimaan mahasiswa baru di
lingkungan Universitas Yapis Papua, sebagaimana yang dituturkan oleh bagian
pendaftaran mahasiswa baru, bahwa orang tua calon mahasiswa menolak anaknya
menjadi mahasiswa di fakultas hukum Uniyap karena salah satu alasan penolakan
tersebut adalah pada pembelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh dosen
agama Islam dan mengajarkan PAI, sedangkan orang tua tersebut beragama non
Islam. Penolakan itu tidak lain karena tidak menginginkan anaknya menjadi murtad
keluar dari agama non Islam masuk menjadi beragama Islam. Keadaan ini
sebenarnnya menjadi berlawanan dengan pernyataan seorang guru di SMA Hikmah
238
Yapis Jayapura yang sudah lama mengajar di sekolah tersebut memanggil dan
berbincang-bincang santai dengan salah satu orang tua murid Papua non Muslim
yang hendak memasukkan anaknya di sekolah yang berada di bawah Yapis Papua.
Ketika ditanya mengapa memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan Yapis di
tanah Papua bukanlah di Yapis kan Islam. Dengan santai orang tua Papua yang non
muslim pun menjawab, bahwa saya juga lulusan Yapis, kan Pak guru (yang
memanggil orang tua tersebut) yang ajar saya, jadi saya tidak khawatir untuk
memasukkan anak saya ke sekolah ini, sebab saya juga bukan orang lain, saya
pernah sekolah disini dan saya mau anak saya bersekolah disini.
Kedua keadaan ini memiliki sikap yang berbeda ketika akan memasukkan
anaknya ke sekolah yang dikelola oleh lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.
yang pertama menolak memasukkan anaknya karena belum mengetahui seperti apa
sistem pembelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh lembaga pendidikan ini
kepada peserta didik non Islam. Sedangkan yang kedua dengan senang hati lagi
mantap untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang berada di bawah lingkungan
Yapis karena pernah mendapatkan pembelajaran yang diajarkan oleh guru dan dosen
di lembaga ini.
Keadaan ini tentunya di samping adanya sisi positif dari pembelajaran yang
diberikan kepada peserta didik non Islam melalui pembelajaran PAI namun juga
terdapat sisi negatif yang tidak bisa kita katakan sebagai kendala yang biasa. Oleh
sebab itu maka seorang pendidik khususnya kepada 3 tempat yang menjadi lokasi
penelitian peneliti yaitu Universitas Yapis Papua Jayapura, SMK Hikmah Yapis
Jayapura dan SMA Hikmah Yapis Jayapura, harus dapat menempatkan diri yang
baik dan profesional di dalam mengelola pembelajaran. Meskipun kurikulum yang
dipakai oleh lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua mengacu kepada kurikulum
nasional, artinya tidak ada kurikulum tertentu yang dipakai sebagai acuan dari dosen
maupun guru untuk mengajarkan agama Islam, cukup mengikuti apa yang dilakukan
oleh dinas pendidikan dan kementrian agama kota Jayapura memberikan rambu-
rambu yang harus diikuti oleh tenaga pendidik di dalam pembelajaran. Maka perlu
kecermatan pendidik di dalam mengelola kelas ini. Sehingga pembelajaran tetap
berjalan dan peserta didik non Islam terpenuhi nilai-nilai yang sama yang ada pada
agamanya melalui kesamaan nilai pada PAI.
Tenaga pendidik perlu pengetahuan yang lebih untuk dapat menyesuaikan
keadaan ini dengan telah menjadi tenaga pendidik PAI lebih dari 3 tahun. Karena
dengan mengajar lebih dari tahun tahun yang lama maka dapat menyesuaikan
pembelajaran PAI pada peserta didik non Islam. Keadaan ini tidak dapat dirumuskan
begitu saja oleh pendidik tanpa melewati masa-masa itu, bila sudah melewati masa
lebih dari 3 tahun maka dengan keadaan itu dapat untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari pembelajaran ini. Kalau tahun pertama di SMA dan SMK akan
fokus pada kelas X (sepuluh), pada tahun kedua fokus pada kelas XI (sebelas, dan
pada tahun ketiga akan fokus ke kelas XII (dua belas). Barulah dapat dengan
maksimal memotret keadaan untuk menjadi solusi di dalam pembelajarann PAI pada
peserta didik non Islam di lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.
239
B. Solusi Pembelajaran PAI pada Masyarakat Pluralistik
Kebijakan yang diterapkan oleh Yapis Papua dalam pembelajaran PAI pada
peserta didik non muslim selain berdampak positif juga memiliki dapat yang negatif
bagi lembaga pendidikan, bagi peserta didik, dan bagi masyarakat sekitar. Meski
secara yuridis dan juga teori telah dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama
Islam (PAI) di sekolah umum memiliki dasar yang kuat dalam implementasi dasar
kegiatan tersebut namun dalam pelaksaannya masih menghadapi kendala dari sisi
platform dari lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua yang bercirikan agama
Islam. Posisi ini sebagai tata pengetahuan mendalam juga dapat dijadikan sebagai
pola gagasan khusus yang dinamis serta berfungsi sebagai pengarah tindakan pada
ranah sosial.7
Oleh karena itu, arah pengelolaan lembaga pendidikan di bawah Yapis Papua
sebagai lembaga pendidikan umum bercirikan agama cenderung mengacu pada
sistem platform lembaga atau ideologi. Pembentukan ideologi berbasis agama dalam
lembaga pendidikan pun dapat terjadi dan menjadi fenomena di sekolah ini. Menurut
Kuntowijoyo, formalisasi pendidikan agama di sekolah merupakan faktor yang
sangat penting terjadinya integrasi sosial dan Islam di Indonesia.8
Kebijakan pelajaran agama di Indonesia bila dilihat dari penerapannya dapat
digolongkan pada tiga periode atau tahap. Periode awal yaitu dimulai pada saat
Indonesia merdeka 1945 sampai dengan tahun 1966, periode ini dapat dikatakan
sebagai peletak dasar pendidikan agama di sekolah, tahap ini dapat digolongkan
usaha mengakomodir pendidikan agama dengan mencari bentuk dan model dari
pendidikan agama di Indonesia. Periode kedua adalah pengajaran pendidikan agama
diajarkan dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi, periode ini berlaku
setelah sidang umum MPRS/1966, dalam item Pasal 1 ketetapan MRPS nomor 27,
menyebutkan pendidikan agama menjadi pelajaran yang diajarkan di sekolah dari
SD s.d. Perguruan Tinggi. Dan pasal 4 menyebutkan, isi dari proses di dalam
pendidikan adalah memperkuat pendidikan agama, poin (a) mengangkat moral, budi
pekerti, mental, dan memperkuat keyakinan beragama. Periode ketiga, yaitu dimana
pendidikan agama menjadi pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap, jenis, jenjang
dan jalur pendidikan sejak aada UU Sisdiknas No. 2 tahun 19899
Solusi pembelajaran dalam kurikuler dimana materi dan metode pendidikan
agama mengenalkan tentang agama lain, bukan dalam bentuk perbandingan isi
agama mana yang benar dan mana yang salah, mana yang masuk surga dan mana
yang masuk neraka namun lebih kepada pemahaman secara sosiologis. Pendidikan
agama yang dilakukan dengan memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk
berinteraksi dengan pemeluk agama baik di lingkungan sekolah maupun ketika
kembali ke masyarakat.
7William F. O‟neil, Educational Ideologies. Diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 33. 8Kuntowijoyo, Konvergensi dan Politik Baru Islam, dalam Abdul Munir Mulkhan,
Runtuhnya Mitos Politik Santri (Yogyakarta: Sipress, 1999), h. xi. 9Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007), h. 150-151.
240
1. Materi PAI yang Mengakomodir Nilai Agama Lain
Tidak dapat dihindari bagi seorang guru dan dosen dalam keadaan ini dimana
harus mengajar sebagai tuntutan agar menjadi tenaga pendidik profesional tenaga
yang juga diberikan tunjangan sertifikasi, namun pada sisi yang berbeda harus dapat
mengajarkan pendidikan agama Islam ini supaya dapat diterima dengan baik oleh
peserta didik dan juga dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi peserta didik non
Islam. Sebagaimana yang terjadi bahwa kegiatan pembelajaran ini telah berlangsung
lama bahkan sejak sekolah ini berdiri. Perlu ada upaya lain yang dilakukan oleh
dosen dan guru PAI di dalam mengelola pembelajaran ini.
Upaya yang dilakukan oleh tenaga pendidik yaitu dengan mengakomodir
kesamaan-kesamaan yang ada pada setiap agama. Kesamaan ini tentunya tidak
menjadikan agama-agama yang dianut oleh siswa kemudian membentuk sebuah
agama baru yaitu sinkritisme. Yaitu aliran yang menghubungkan semua agama,
mengambil praktek ibadah dan doa yang ada dari setiap agama yang dapat diterima
oleh umat lalu kemudian membentuk sebuah agama baru yang merupakan kumpulan
agama-agama tadi. Upaya ini juga bukan mengganggap bahwa kegiatan ini adalah
relativisme. Yaitu suatu paham bahwa tidak ada agama yang benar, semua agama
yang ada di dunia ini relatif kebenarannya, tentunya ini ditolak oleh Islam dan
tentunya agama agama lainnnya karena mereka (agama lain) pun menganggap
kegiatan pluralisme ini bukanlah menganggap agama lain lebih benar, karena dalam
Kristen pun menyebutkan bahwa tidak ada keselamatan di luar gereja. Namun
mengakomodir nilai di dalam agama lain untuk dapat diterima pembelajaran PAI
oleh peserta didik yang menjadi bagian dari lembaga pendidikan Yapis di tanah
Papua.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Neti S, Muhamad Thoif, Muh. Mukti, Ali
Mahmudi, Zaidir kesemuanya adalah dosen PAI pada Universitas Yapis Papua
bahwa pembelajaran PAI di lembaga ini perlu adanya memasukkan unsur-unsur
agama lain di dalam pembelajaran tersebut sebagai solusi yang dipakai oleh tenaga
pendidik dalam menghadapi persoalan pembelajaran PAI pada siswa non muslim.
Pertemuan pertama, salah yang menjadi penyampaian yang penting yang
disampaikan bahwa pembelajaran ini hanya satu mata kuliah yaitu mata kuliah
pendidikan agama Islam, sekalipun ada peserta didik yang beragama non Islam
maka kewajiban dari mahasiswa adalah menghadiri pertemuan dari pertemuan
pertama sampai pada pertemuan yang terakhir. Karena dengan menghadiri
pertemuan yang telah disepakati dengan dosen maupun jadwal yang telah
dikeluarkan oleh institusi maka muslim maupun non muslim semuanya mengikuti
pembelajaran PAI. Meskipun pembelajaran PAI akan banyak diwarnai oleh materi
agama Islam namun dosen pun akan memadukan memasukkan unsur nilai yang
sama yang ada pada agama lain pada pembelajaran ini. Sehingga tidak perlu
khawatir dan takut, bahwa pembelajaran ini adalah bagi peserta didik muslim sudah
menjadi kewajiban mereka untuk menjalankan perintah agama sebagaimana materi
yang diberikan di dalam kelas, sedangkan bagi non muslim maka cukup saja
mengetahui pembelajaran ini, bahwa agama Islam seperti yang dijelaskan oleh
dosen di depan kelas.
Pada materi penyampaian tentang perlunya ber-Tuhan. Dimana materi ini
dosen memasukkan untuk agama lain seperti konsep ketuhanan menurut agama
241
Islam, konsep ketuhanan menurut agama Kristen Protestan, begitu juga konsep
ketuhanan menurut agama Katholik, lalu juga melihat bagaimana konsep ketuhanan
di dalam agama Hindu, dan juga bagaimana konsep Tuhan dalam agama Budha.
Penyampaian materi ini tentunya bukan hanya Islam yang disampaikan bahwa
semua orang yang merasa dirinya hamba tentu akan membutuhkan bantuan
kekuatan, kekuatan diluar kekuatan yang dimiliki oleh setiap manusia yang dalam
pandangan semua agama itulah Tuhan. Kebutuhan manusia dengan adanya Tuhan
menjadikan makhluk membutuhkan Khaliq. Sang Khaliq ini tentunya memiliki
kekuatan melebihi kekuatan yang ada pada diri manusia, tidak sekedar disembah
namun juga memberikan jawaban-jawaban atas persoalan hidup yang sedang
dihadapi oleh manusia. Bukan sekedar disembah namun juga menuntun umat
manusia agar dapat kembali ke Tuhannya dalam keadaaan selamat dan bahagia.
Materi yang berikutnya juga memasukkan unsur agama lain sebagai upaya
mengakomodir pembelajaran PAI dapat diserat pula oleh peserta didik non Islam.
yaitu pada materi Pembuktian adanya Tuhan. Materi ini mengajak kepada peserta
didik untuk melihat tanda adanya Tuhan melalui ciptaannya. Dengan ciptaanya
langit dan bumi dapat dikatakan bahwa ada yang lebih besar dari pada langit dan
bumi, dan yang menciptakannya bukan makhluk biasa namun yang pasti bahwa
kekuatan yang melebihi kekuatan dari manusia yaitu Tuhan. Pada materi ini
meskipun diajarkan oleh dosen PAI, namun ada juga yang tidak mengajarkannya
materi ini karena materi ini dapat menimbulkan permasalahan pada aspek
pembahasan tentang Tuhan. Cukup saja menyampaikan tentang konsep Tuhan dari
agama-agama yang diakui oleh pemerintah. Tidak perlu sampai kepada pembahasan
tentang pembuktian adanya Tuhan karena berbeda persepsi dari setiap agama peserta
didik. Pembelajaran ini dengan memasukkan unsur lain maka perlu waktu ekstra di
dalam membahas materi tentang teori pembuktian adanya Tuhan. Cukup dengan
adanya Tuhan kita menyembah sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Memasukkan materi yang ada pada ajaran agama lainpun dilakukan oleh
dosen pada materi pembahasan tentang manusia. Pada materi ini memasukkan juga
pandangan agama-agama terhadap manusia, dan tugas yang diemban oleh seorang
manusia di muka bumi. Manusia dalam pandangan Islam seperti apa, manusia dalam
pandangan agama Kristen seperti apa, manusia dalam pandangan agama Hindu
seperti apa dan juga agama Budha melihat manusia. Keadaan ini tentunya sebagai
seorang pendidik bukan saja mengajarkan apa yang diketahui dari sisi agama Islam
namun juga mengajarkan apa yang diketahui dari sisi agama yang lain. Sehingga
komprehensif pembelajaran ini bukan saja dari agama Islam secara dominan namun
juga memasukkan materi agama lain sebagai bagian dalam mengatasi pembelajaran
PAI pada peserta didik beda agama.
Pada materi berikutnya juga dosen memasukkan materi agama lain ketika
mengajarkan tentang al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam. Di dalam pembahasan
materi ini maka yang dimunculkan adalah ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan
larangan untuk mabuk-mabukan, dimana mabuk judi mengundi nasib itu bukan saja
menjadi larangan satu agama yaitu agama Islam namun juga dapat dilihat dari ajaran
agama lain bahwa terdapat larangan untuk melakukan pengrusakan terhadap diri,
tidak boleh seorang muslim melakukan perbuatan yang merusak dirinya, begitu pula
dalam agama Kristen yang memuat sepuluh perintah Tuhan, juga dalam ajaran
242
agama lain yang mengajarkan untuk tidak melakukan pengrusakan pada diri. Secara
umum seorang dosen ketika menjelaskan tentang materi ini maka dimulai dengan
status al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam, ada ayat yang diturunkan kemudian
dihapus hukumnya dengan ayat yang turun berikutnya. Penghapusan ayat ini bukan
berkaitan dengan ayatnya dihilangkan, ayatnya tetap ada namun yang dihapus
adalah hukumnya, bila yang awal membolehkan sedangkan yang kedua ada manfaat
dan mudorot sedangkan yang ketiga larangan. Setelah itu, menguatkan agar
pelarangan menggunakan alkohol itu juga dilihat dari unsur agama lain. Dimana
agama lain pun memperlakukan demikian, maka agar peserta didik dapat
mengimplementasi larangan menegak minuman keras, perlu keterlibatan agama lain
di dalam penyampaian pesan agama Islam. Ini juga selaras dengan keinginan pesan
yang ingin disampaikan pada peserta didik bahwa hidup bukan sekedar senang dan
berfoya-foya namun hiduplah dengan menjaga kesehatan tubuh melalui menghindari
minuman yang memabukkan.
Apa yang ada di Uniyap Jayapura yang diajarkan oleh dosen PAI, juga
dilakukan oleh guru PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura dan SMA Hikmah Yapis
Jayapura. Ada kesamaan pesan moral yang ingin disampaikan oleh guru bahwa
khomr atau minuman yang memabukkan itu tidak baik bagi kesehatan. Agama
melarang itu pula baik dalam agama Islam maupun dalam agama lain. Al-Qur‟an
dan Hadis sebagai sumber hukum Islam pun dijadikan penguat untuk
menghindarkan perbuatan yang merugikan. Keinginan untuk menghidarkan peserta
didk agar menghindari perilaku tercela perlu dilakukan bukan saja dengan
memunculkan ajaran agama Islam namun juga menyinggungnya ajaran lainnya
dalam menghindari perilaku tercela.
2. Waktu Tambahan
Bila menjumpai peserta didik yang tidak dapat mengikuti pembelajaran PAI
dengan baik maka sebagai seorang tenaga pendidik mencari solusi dari keterbatasan
yang dijumpai di dalam proses belajar mengajar. Misalnya saja di SMA maupun
SMK Yapis merasakan adanya kekurangan waktu pembelajaran yang diberikan oleh
pemerintah yaitu memberikan waktu jam belajar agama yaitu ada 3 jam atau
45menitx3 pada kurikulum K13 namun tetap saja hal ini masih dinilai kurang oleh
guru PAI karena materi yang digabung dengan budi pekerti.
Sebagai seorang guru PAI maka memberikan jam tambahan di luar jam
yang telah ditetapkan di sekolah yaitu dengan memakai jam istirahat untuk
pendalaman, atau memakai jam lain yang gurunya tidak masuk pada waktu itu.
Kepiawaian guru di dalam mengelola kelas sebelum masuk di dalam kelas menjadi
penentu agar pelajaran ini dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mengikuti Kegiatan Keagamaan dalam Bentuk Lomba MTQ
Salah cara yang dapat dilakukan oleh guru PAI di dalam mengatasi
kekurangan ini dengan menjadikan beberapa kegiatan keagamaan sebagai ajang
untuk menambah pengetahuan peserta didik muslim terhadap agamanya. Beberapa
tahun terakhir sekitar 5 tahunan, kegiatan MTQ tingkat distrik Jayapura Utara diikuti
beberapa peserta didik dari SMK Hikmah Yapis Jayapura dan juga dari SMA
Hikmah Yapis Jayapura. Keikutsertaan ini adalah bagian dari upaya guru dalam
243
mengaktualisasikan ilmu yang telah didapatkan oleh peserta didik di dalam ruang
kelas dengan praktek pada perlombaan yang diadakan oleh lembaga pengembangan
tilawatil qur‟an. Bahkan kegiatan ini yang pernah diikuti oleh peserta didik dari
SMK Yapis mendapat nilai yang bagus sehingga juara di tingkat distrik, juara di
tingkat kota, dan bahkan mengikuti kegiatan lomba ini sampai tingkat provinsi.
Sekalipun hanya sampai pada tingkat provinsi paling tidak telah membawa nama
baik bagi sekolah di dalam prestasi yang ditunjukkan oleh peserta didik.
Lomba yang diikuti sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI SMK
Yapis adalah membaca al-Qur‟an, Fahmil Qur‟an, dan Syarhil Qur‟an. Ketiga lomba
yang diikuti oleh SMK Yapis dapat menjadi nilai tambah bagi peserta didik muslim
yang dalam pembelajaran pendidikan agama mendapatkan pelajaran dari sisi teori di
dalam kelas. Sedangkan mengikuti perlombaan ini maka peserta didik dapat terus
mengasah pengetahuan agamanya.
4. Pesantren Kilat
Salah satu upaya di dalam menghadapi pembelajaran PAI yang ada juga non
muslim yang mempengaruhi tingkat pengetahuan agama peserta didik yang muslim
menjadi kurang. Maka solusi yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan
mengadakan pesantren kilat. Pesantren itu sendiri berarti adanya beberapa orang
yang ingin menimba ilmu pada seseorang dan orang tersebut bertempat tinggal di
sebuah asrama. Namun karena hanya beberapa hari saja maka disebut dengan
pesantren kilat. Tujuan dengan mengadakan kegiatan ini di SMA dan SMK Yapis
untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah terutama di kalangan remaja. Serangkain
kegiatan ini dilakukan selama memasuki bulan ramadhan dan beberapa hari di
dalam bulan ramadhan, namun di saat kondisi kovid pada tahun ini maka kegiatan
ini tidak berjalan. Materi yang disampaikan selama kegiatan tersebut terdiri dari
beberapa macam yaitu tentang akidah, pendalaman akidah, syariat, pendalaman
syariat dan kewajiban seorang muslim di dalam bulan ramadhan. Dalam beberapa
kesempatan yang telah berlalu yaitu di tahun 2018 maupun di tahun 2017, kegiatan
pesantren kilat ini yang diadakan oleh SMA maupun SMK mengadakan kerjasama
dengan perguruan tinggi, utamanya di Yapis Papua karena salah satu program studi
yang ada di lembaga tersebut adalah program studi pendidikan agama Islam.
program studi ini sangat selaras dengan yang sedang dihadapi oleh peserta didik.
Sekolah dalam hal ini siswa mendapatkan ilmu dari mahasiswa program studi PAI,
sedangkan mahasiswa sekalipun masih menjadi mahasiswa namun sudah bisa terjun
sebagai calon guru PAI di masa yang akan datang.
5. Kegiatan Bersama di Lembaga Kegiatan Yapis
Kegiatan ini yang melibatkan semua unsur yang ada di sekolah bukan
kegiatan yang hanya diingini oleh guru PAI dalam mengoptimalkan potensi yang
ada agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran PAI namun semua unsur yang ada
di sekolah maupun yang ada di perguruan tinggi untuk itu ambil bagian dalam
kegiatan tersebut. Sebab kegiatan bersama di dalam lingkungan Yapis Papua selalu
dilibatkan semua unsur yang ada di bawah Yapis Papua. Misalnya saja halal bi halal,
sekalipun sekolah mungkin juga melaksanakan halal bi halal untuk setiap sekolah
yang ada namun juga sebagai bentuk cara Yapis di dalam meningkatkan hubungan
244
tali silaturrahmi sesama guru di bawah Yapis Papua dengan melakukan kegiatan
bersama. Untuk kegiatan ini biasanya hanya melibatkan guru-guru dari 21 sekolah
dari TK sampai SMA/K dan Uniyap Jayapura sebagai perguruan tinggi yang berada
dalam satu kota. Sedangkan peserta didik akan melakukan halal bihalal di sekolah
yang dipandu oleh kepala sekolah masing-masing.
Kegiatan halal bi halal sesama mahasiswa belum pernah terjadi baik secara
fakultas maupun secara universitas, mungkin karena pelaksanaan halal bi halal.
Namun sesama pegawai dan dosen setiap tahunnya selalu diadakan kegiatan tersebut
sebagai kegiatan untuk menambah keakraban dan kedekatan sesama pegawai di
lingkungan Univesitas Yapis Papua Jayapura.
SMK Hikmah Yapis Jayapura maupun di SMA Hikmah Yapis Jayapura
diadakan halal bi halal baik sesama guru maupun juga dengan melibatkan siswa di
dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini diawali dengan siswa berkeliling bersalam-
salaman dari kelas yang paling kecil sampai kelas yang paling besar. Kemudian
bersalaman dengan guru bersama dengan pegawai, tidak lupa juga kepala sekolah
sebagai pemimpin di tingkat unit pelaksana tugas. Kegiatan ini berlangsung sampai
selesai kemudian ditutup dengan doa dengan harapan agar hubungan persaudaraan
persamaan sama-sama berada di lingkungan ini untuk saling menghargai dan
menghormati sesama, dan juga saling mendukung untuk berlomba-lomba di dalam
kebaikan.
Selain halal bi halal, kegiatan yang dilakukan secara bersama yaitu pada
peringatan berdirinya Yapis di tanah Papua yaitu pada setiap tanggal 15 Desember
setiap tahunnya. Kegiatan ini biasanya diawali dengan perlombaan antar kelas, antar
sekolah dan juga perlombaan antar guru. Kemudian pada puncak acara dengan
mengadakan upacara bendera di lapangan Yapis kemudian terakhir diisi dengan
ramah tamah antar pengurus dan pegawai dan juga segenap guru serta kepala
sekolah di lingkungan Yapis Papua.
Selain itu pula ada kegiatan yang dilakukan bersama sebagai bagian dari cara
Yapis Papua dalam mempererat tali persaudaraan di antara warga Yapis Papua yaitu
dengan menyemarakkan hari proklamasi kemerdekaan RI setiap tahunnya. Kegiatan
ini juga diisi dengan upacara bendera yang diikuti oleh siswa Yapis, namun bila
sekolahnya jauh dari Yapis Pusat maka diminta untuk melaksanakan kegiatan ini di
sekolah masing-masing, misalnya saja pada SD, SMP dan SMA Pembangunan V
Yapis Jayapura sekalipun berada di kota Jayapura namun karena lokasinya cukup
jauh yaitu 25 KM maka tetap melaksanakan upacaranya yang dilaksanakan di
sekolah masing-masing.
Selain itu pula kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh sekolah maupun
perguruan tinggi sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Tahun lalu sebelum
covid melanda dunia telah terjadi banjir bandang di kabupaten tetangga yaitu
Kabupaten Jayapura dimana lokasinya berjarak 50 KM dari Yapis Papua, maka
Yapis dan segenap sekolah yang berada di bawah Yapis datang membawa bantuan
sebagai wujud kepedulian terhadap sesama. Sebagai bentuk kepedulian terhadap
musibah yang dialami oleh warga Sentani, yang juga ada mahasiswa kampus II
Sentani yang rumahnya menjadi korban dari Banjir Bandang Sentani pada 19 Maret
2020. Tim Uniyap Jayapura dan juga sekolah Yapis berangkat menuju lokasi banjir
245
untuk memberi bantuan barang kebutuhan sehari-hari seperti makanan, pakaian
kebutuhan bayi dan perlengkapan lainnya.
6. Penilaian Guru pada Sistem Akademik
Penilaian adalah aspek yang dinilai sebagai hasil akhir dari sebuah proses
pembelajaran di lembaga pendidikan buat peserta didik. Penilaian peserta didik ini
dilakukan dimana penelian yang dilakukan dosen PAI pada universitas Yapis Papua
yaitu dengan tiga item penilaian yaitu dengan kehadiran, tugas harian, mid semester
dan akhir semester. Penilaian ini hanya terkait dengan penilaian koginif dan
penilaian afektif. Yaitu penilaian yang dilakukan di saat pembelajaran berlangsung
dengan menilai kehadiran. Penilaian kehadiran ini menjadi hal utama dari semua
penilaian yang ada di Uniyap. Mengapa penilaian kehadiran menjadi aspek utama
karena peserta didik yang hadir itu terdapat non muslim dan menjadi mayoritas pada
beberapa kelas yang ada di Uniyap misalnya saja di prodi Ilmu Hukum, di prodi
teknik sipil, diprogram studi ilmu pemerintahan, dan diprogram ilmu administrasi
negara, dan program studi budidaya perairan. Sedangkan pada program studi
manajemen maupun akuntani masih berimbang, ada kelas yang justru mayoritasnya
muslim dengan perbandingan 70:30, 70% muslim dan 30% non muslim.
Maka penilaian kehadiran menjadi penilaian utama bagi dosen PAI di
Universitas Yapis Papua. Kehadiran mereka sebagai informasi tambahan dalam
mengetahui agama Islam. Sedangkan untuk penilain tugas, mid semester dan akhir
semester adalah penilaian tambahan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berbeda dengan di Universitas Yapis, yang dilakukan oleh SMA Hikmah
Yapis dan SMK Hikmah Yapis, dimana penilaian dari sekolah ini mengacu pada
penilaian raport yang mengacu pada 3 hal yaitu penilaian kognitif, penilaian afektif
dan juga penilaian psikomotorik. Ketiga telah menjadi penilaian yang ada di
sekolah. Untuk tahun ajaran baru ini akan diberlakukan penilaian e-raport yang sulit
namun memudahkan guru pada rekap hasil dari pembelajaran PAI yang telah
berlangsung selama ini.
Namun kesamaan dari SMA dan SMK Yapis dari sisi penilaian siswa muslim,
dimana penilaian ini tidak bisa tetapkan sebagaimana penilaian untuk siswa non
muslim pada pembelajaran ini. Dimana penilaian non muslim untuk dapat dikatakan
lulus dengan menurunkan standar minimal untuk lulus yaitu bila standar KKM nya
adalah 70 maka untuk siswa non muslim yaitu 50. Bila peserta didik non muslim
dapat nilai diatas itu maka akan dinyatakan sebagai peserta didik yang sudah
memenuhi kriteria ketuntasan minimal pada penilain kognitif. Begitu dengan nilai
pada psikomotorik, bila peserta didik non muslim mengerjakan praktek ibadah maka
yang menjadi penilaian ini adalah kemampuan menyebutkan tahapan demi tahapan
dari ibadah, misalnya sholat. Maka non muslim menyebutkan tahapan setelah
takbiratul ihram itu apa, setelah ruku itu ada, dan sholat diakhiri dengan apa. Bila
peserta didik non muslim dapat menyebutkan tahapan tahapan itu maka dapat
dinyatakan sebagai lulus dari pembelajaran PAI di sekolah.
Guru PAI tidak menuntut peserta didik yang belajar agama dengan nilai yang
tinggi, namun dengan pembelajaran ini lebih diharapkan mereka memiliki akhlak
yang baik, saling menghargai pendapat orang lain, saling menghormati sesama
mereka, dan tentunya dapat menghormati pilihan agama orang lain yang memang
246
berbeda dengan dirinya. Secara akademik memang siswa harus mendapatkan nilai
yang bagus untuk bisa berprestasi. Siswa harus sukses untuk dapat dikatakan sebagai
siswa teladan di sekolah. Namun lebih dari sekedar nilai yang dimiliki oleh siswa,
guru PAI meninginkan siswa untuk memiliki karakter yang baik dan etika yang
mulia.
7. Komponen Guru/Dosen yang Profesional
Seorang pendidik dituntut untuk menjadi pendidik profesional yaitu seorang
tenaga pendidik yang profesional dengan tugas utamanya menyampaikan,
menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi juga seni melalui penelitian,
pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Inilah salah satu hal yang harus
dimiliki oleh tenaga pendidik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Rasyid:
Tenaga pendidik yang mengajar di Universitas Yapis Papua Jayapura adalah
dosen yang memenuhi kualifikasi tenaga pendidik sebagai seorang pengajar
yang sesuai dengan bidang keahliannya, dan telah memenuhi syarat menjadi
tenaga pendidik minimal memiliki gelar magister sesuai dengan rumpun ilmu
dan mata kuliah yang diajarkan. Kualifikasi akademik yang dimiliki oleh
tenaga pengajar yang ada di lembaga ini 20%nya telah bergelar doktor, dan
akan terus bertambah seiring dengan program dari rektor menyekolahkan
dosen yang masih bergelar magister di semua fakultas. dan akan mencapai 50
Doktor dari total 200 dosen pada tahun 2022. Dengan gelar akademik yang
dimiliki oleh tenaga pengajar maka dapat meningkatkan profesional tenaga
pendidik di dalam memberikan materi kuliah di dalam kelas.10
Menjadi dosen yang profesional tidaklah mudah banyak tuntutan yang harus
dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai dosen yang profesional. Profesional itu
sendiri diartikan sebagai sesuatu yang memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, dalam kamus Merriam-Webster Dictionary mengatakan
profesional dikarakteristikan oleh atau sesuai dengan standar teknis atau etika
profesi.11
Keprofesionalan ini tentunya akan memudahkan di dalam penyampaian
materi ajar PAI kepada peserta didik. Dalam pembelajaan ada empat tahap yang
dilaksanakan dengan baik untuk dapat menjadi tenaga pendidik yang profesional
yaitu, 1) tahap persiapan, yang mana pendidik memunculkan minat belajar peserta
didik, 2), tahap penyampaian, yang mana pemberian materi disajikan dengan
menarik, relevan dan bisa diterapkan dalam kehidupan dengan gaya cara yang tidak
membosankan. 3) tahap pelatihan, bertujuan membawa peserta didik untuk dapat
memadukan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan. 4) tahap penampilan
hasil, dimana pendidik membantu peserta didik dalam menerapkan
mengembangkan, dan melekatkan ilmu dan prakteknya sehingga bisa berprestasi
dan peka terhadap kondisi sosial sekitar.
Menghadapi peserta didik yang beragam agama tidaklah mudah untuk
mengajar dan menyampaikan pembelajaran pendidikan agama Islam. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Muhamad Thoif:
10
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Universitas Yapis Papua Jayapura, Wawancara, 10
Oktober 2020. 11
Meeriam-Webster Dictionary, h.
247
Mengajar di lingkungan Yapis Papua khususnya mengajar pelajaran agama
Islam diperlukan ilmu dan diperlukan rasa. Ilmu ini berkaitan dengan materi
ajar yang akan disampaikan di depan kelas juga diperlukan rasa yang
berkaitan dengan keadaan peserta didik yang berbeda agama dan berbeda
keyakinan. Ilmu yang diajarkan bukan saja tekstual sesuai dengan buku
namun juga sesuai dengan momen, seperti beberapa tahun yang lalu materi
yang diajarkan tentang Haji diajarkan diakhir semester ganjil sedangkan
suasana haji sudah dirasakan oleh masyarakat sekitar, maka materi tentang
haji dimajukan diawal semester ganjil.12
Thoif yang juga pernah mengajar Pendidikan Agama Islam di SMA Hikmah
Yapis Jayapura dari tahun 2003 sd. 2008 bahwa profesional dalam mengajar PAI di
lingkungan Yapis Papua bukan hanya mampu secara teknis secara gelar akademik
dimiliki, ilmu agama juga dipunyai, pengalaman mengajar juga pernah dilakukan
namun lebih dari pada itu rasa di dalam mengajar. Rasa cocok dan tidak cocok
materi disampaikan kepada peserta didik plural agama. Bila dalam silabus PAI ada
materi tentang Syariah misalnya saja makanan yang haram dan makanan yang tidak
haram yang boleh dikonsumsi. Yang mana materi tersebut harus disampaikan
namun nantinya akan menimbulkan perselisihan di kalangan peserta didik maka
cukup dengan menyampaikan bahwa dalam Islam makanan-makanan ini tergolong
tidak dikonsumsi oleh orang Islam. Sekiranya nantinya ada undangan acara
pernikahan atau acara keluarga kemudian mengundang teman dan kawan muslim
maka kedepankan makanan yang dapat dicicipi oleh semua undangan.
Perlu pengetahuan ekstra dan cara yang berbeda yang dipersiapkan oleh
dosen/guru untuk menyampaikan pendidikan agama di depan kelas. Bagi Neti
aktivitas pembelajaran agama pada non muslim bukanlah hal yang mudah perlu
kesiapan ekstra, pengetahuan yang mumpuni dan kehati-hatian dalam
menyampaikan:
Sebagai dosen yang telah mengajar di Uniyap Jayapura dari tahun 2006
sampai sekarang memang dituntut untuk menyesuaikan pembelajaran PAI
pada mahasiswa yang multi agama, khususnya pembahasan pada sisi
keimanan dan keyakinan agama Islam, di dalam dalam agama Islam bahwa
Tuhan adalah Allah Yang Esa, sedangkan dalam Kristen adalah Yesus kristus,
dalam Katholik adalah Tuhan Bapa atau Allah, dalam agama Hindu adalah
Dewa, dan Tuhan dalam Budha adalah Sidartha Gautama. Dalam pandangan
masing-masing agama bahwa Tuhanyalah yang disembah dan paling agung.
Sebagai dosen agama tentunya mengajarkan bahwa masing-masing pemeluk
agama menyembah Tuhan yang disembah sebagai Tuhan Yang Maha Agung.
Penyembahan ini adalah bentuk pengabdian dan pengagungan umat manusia
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini bukan berarti bahwa semua agama
kemudian menyatukan diri dalam sebuah agama lalu membentuk sebuah
agama yang baru.13
12
Muhamad Thoif, “Dosen Pendidikan Agama Islam Uniyap Jayapura, Wawancara,
September 2019. 13
Neti S, Dosen PAI pada Perguruan Tinggi Uniyap Jayapura, Wawancara, 2
November 2020.
248
Keprofesionalan seorang pendidik juga ditunjukkan ketika memberikan
pengajaran pelajaran agama pada definisi jenis dari agama. Sebagaimana pula yang
disampaikan oleh Neti bahwa agama yang ada di bumi ini dibagi menjadi dua jenis
agama yaitu agama yang sawami dan agama ardhi. Agama samawi menunjukkan
bahwa agama tersebut berasal pencipta jagat raya ini atau agama yang berasal dari
Tuhan dan diturunkan kepada umat manusia melalui seorang nabi yang diutus untuk
menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan. Agama samawi seperti agama Yahudi, Nasrani
dan Islam. Agama itu sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia adalah sistem
yang mengatur kepercayaan dan peribadahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
cara beriteraksi manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungan
sekitar.14
Sedangkan agama ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan hasil
pemikiran, daerah dan budaya yang kemudian cipta karya ini diterima secara global.
Ciri dari agama yang lahir dari daerah, budaya dan pemikiran ini memiliki ciri yaitu
agama diciptakan oleh tokoh agama, tidak memiliki kitab suci, tidak memiliki
seorang nabi, berasal dari kepercayaan masyarakat atau daerah, ajarannya dapat
berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran dari penganutnya, dan konsep
dari ketuhanannya adalah dinamisme dan aminisme.15
Kehati-hatian di dalam mengajar serta keprofesionalan seorang pendidik
terlihat pada saat mengajar materi-materi yang memang membutuhkan cara dan
penyampaian yang baik dan bisa diterima oleh peserta didik di dalam kelas
pembelajaran. Tidak semua yang disampaikan oleh pengajar dapat diterima oleh
peserta didik yang beragam agama pada pelajaran PAI ini. Apalagi menyangkut
masalah keimanan dan akidah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini pula yang
dirasakan oleh dosen PAI ketika menjelaskan tentang pembagian dari agama ada
agama yang datangnya dari Tuhan dan juga agama yang datangnya dari hasil cipta
karya dan pemikiran seorang tokoh agama serta diterima oleh masyarakat global
akan diterima bila peserta didiknya beragama dari agama samawi, namun bila peseta
didiknya dari agama non samawi maka akan ada penolakan dari peserta didik,
bagaimana mungkin agama yang sudah dianut oleh peserta didik dikatakan sebagai
hasil cipta dan karya manusia, bagaimana mungkin agamanya dianggap sebagai
agama yang bukan berasal dari Tuhan.
Inilah bentuk kehati-hatian seorang pengajar dan pendidik di lembaga
Pendidikan Yapis Papua di dalam menyampaikan materi khusunya materi
pendidikan agama Islam pada peserta didik yang multi agama. Apa yang dilakukan
oleh Yapis Papua dengan 198 sekolah dan perguruan tinggi se-Papua dan Papua
Barat dapat dilihat yang dilakukan oleh beberapa negara Eropa dalam memberikan
materi pelajaran agama pada peserta didik yang multi agama. Seperti di Norwegia
yang masyarakat beretnis homogen keturunan Jerman Utara, pada tahun 1997
Pendidikan agama yang diajarkan adalah pendidikan agama Kristen aliran Lutheran.
diubah menjadi pendidikan agama yang tanpa aliran keagamaan, hal ini dimulai
dengan memasukkan ajaran agama-agama dan aliran-aliran dunia khususnya pada
agama Islam, Hindu, Yahudi, Humanis Sekuler dan Budha. Pendidikan agama yang
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia 15
Neti S, Dosen PAI pada Perguruan Tinggi Uniyap Jayapura, Wawancara, 2
November 2020.
249
memuat materi pada tiga hal yang pertama tentunya dari unsur agama yang dominan
yaitu unsur-unsur pelajaran Agama Kristen, yang kedua pendidikan moral, dan yang
ketiga pengetahuan agama lain harus diikuti oleh semua peserta didik dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi. Perubahan yang dilakukan ini demi membentuk
keutuhan masyarakat dan solidaritas nasional pada satu sisi, di sisi lain demi
kepentingan politik.16
Apa yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan di negara
Norwegia tentang pelajaran pendidikan agama yang memuat 3 hal di atas yaitu
pengetahuan agama lain, moral dan pendidikan agama Kristen telah mendapat
penolakan dari orang tua murid yang menyampaikan dan menyuarakan bahwa bila
pelajaran pendidikan agama yang juga memuat unsur-unsur ajaran agama lain dan
mewajibkannya maka hal ini adalah upaya terselubung tersembunyi dan gerakan
bawah tanah di dalam indoktrinasi Kristen, relativitas agama dan menafikan klaim
agama Kristen sebagai sumber kebenaran.17
Upaya memasukkan unsur agama lain di dalam pelajaran pendidikan agama di
Norwegia mendapat dukungan karena dengan memasukkan unsur agama lain, para
siswa dapat mengetahui ajaran dan nilai dari agama lain dan bukan saja agama
Kristen.
Sisi positif di dalam memasukkan unsur-unsur lain di dalam ajaran agama
yaitu 1) Guru secara umum terlihat mampu menyesuaikan suasana di dalam kelas
baik dari sisi materi dan metode yang digunakan. 2) Peserta didik juga menyukai
pendidikan agama dengan cara dan model ini, hal ini dapat dijelaskan fakta bahwa
anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang alami mengenai macam macam agama, dan
pendekatan multi agama di dalam pembelajaran dan diskusi serta dialog.18
3)
Pemberian pendidikan agama ini menjadikan informasi agama yang beragam, tidak
hanya agama Kristen aliran Lutheran yang didapatkan namun juga nilai dan aktivitas
dari agama lainpun dapat diketahui. KRL atau Kristendoms-Religions-og
Livssynkunnskap yang disebut sebagai kurikulum pendidikan agama di Norwegia
menjadi faktor penentu masa depan pluralitas keagamaan.
Pendidikan agama di Inggris dan Wales yang diterapkan di sekolah negeri dan
swasta adalah terpadu. Keterpaduan tersebut bukan saja dari sisi pembelajarannya
namun semua anak di kelas, baik yang ateis maupun yang beragama harus
mengikuti pelajaran Pendidikan Agama untuk mempelajari berbagai tradisi
keagamaan. Ada dua faktor yang membawa perubahan karakter mata pelajaran
pendidikan agama di negara tersebut yaitu pertama, adanya jurusan ilmu agama-
agama. Dan kedua adalah pengarahan kepada perubahan karakter peserta didik.19
Pendidik pendidikan agama di negara tersebut mungkin menganut agama tertentu
16
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,
International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia
27 September – 03 Oktober 2004. h. 252. 17
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 253. 18
Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 258. 19
Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,
International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia
27 September – 03 Oktober 2004. h. 263.
250
atau atheis, memiliki kualifikasi akademik atau didaktik relevan bagi pengangkatan
pengajar. Guru SMP umumnya memiliki ijazah diploma 1 dalam ilmu agama,
teologi atau mata pelajaran terkait, kemudian mengikuti pelatihan mengajar dimana
mereka belajar cara mengajarkan beberapa agama dalam pendidikan agama. sifat
dasar sekuler profesi guru pendidikan agama dapat dianggap sebagai landasan
keberadaan pendidikan agama terpadu di sekolah sekolah negeri dalam lingkup
demokrasi multikultural. Pendidikan agama di Swedia pun tidak jauh berbeda
dengan Inggris, di Swedia dimana terjadi reformasi dalam pendidikan agama, dalam
konteks kurikulum tahun 1962, pelajaran Kristendom menjadi kristendomskunskap
(yakni dari pendidikan agama Kristen menjadi ilmu tentang Kristen). Adanya
netralitas, toleransi, dan objetivitas menjadi kriteria mata pelajaran tersebut, di mana
untuk kali pertama pelajaran agama Kristen maupun tradisi dan materi agama
lainnya diajarkan di pelajaran pendidikan agama.20
Tujuan perubahan dari
pengajaran pendidikan agama terpadu adalah pengembangan pandangan hidup
manusia yang pluralis, toleran melalui studi tradisi agama-agama dan non agama
yang berbeda-beda. Konsep utama pendidikan agama di Swedia adalah harus
dikaitkan dengan hidup dan interpretasi dari hidup: persoalan hidup, pandangan
hidup, dan interpretasi hidup.
Pelaksanaan dari pembelajaran menjadi perhatian utama dari Yapis Papua,
didalam melaksakan proses pembelajaran pendidik di Yapis diberikan kewenangan
untuk mengembangkan materi ajar sesuai dengan karakter dan kompetensi siswa
dengan tetap pada jalur sesuai dengan kurikulum yang telah disepakati. Tentunya
dengan kewenangan ini guru dapat kreatif di dalam mengembangkan materi
pelajaran sehingga apa yang disampaikan oleh guru dapat mudah dipahami oleh
peserta didik dan membentuk karakter berdasarkan materi pelajaran tersebut.
Profesionalitas guru PAI dalam mengembangkan sikap religi terutama perubahan
sikap perilaku peserta didik.
Profesional seorang tenaga pendidik keagamaan di Yapis Papua dengan
adanya pelajaran pendidikan agama yang diajarkan pada peserta didik yang berbeda
agama maka seorang tenaga pendidik dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan
keadaan kelas yang plural agama, yang plural etnis dan diajarkan hanya pelajaran
pendidikan agama yaitu pelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi masa
depan pluralitas keagamaan di Indonesia khususnya di tanah Papua yaitu: Pertama,
tenaga pendidik secara umum terlibat mampu menyesuaikan diri dengan suasana di
ruang kelas, mayoritas peserta didik sadar kebutuhan dan perasaan pribadi murid
dan telah mampu menunjukkan pada mereka penghormatan yang setara. Hal ini
dapat dilihat dengan sangat sedikit keberatan terhadap tata cara pendidikan agama
Islam yang diajarkan. Hal ini menunjukkan bahwa ada persoalan yang tampaknya
secara teori tak terpecahkan, dalam praktiknya diselesaikan dengan sempurna; para
guru mampu memberikan pengetahuan yang memadai tentang berbagai agama yang
mereka ajarkan dan memperlakukan setiap murid dengan respek. Kedua, para
peserta didik juga menyukai pendidikan agama dengan mengatakan bahwa pelajaran
pendidikan agama ini seru-seruan saja. Juga bahwa anak-anak memiliki rasa ingin
20
Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, …. h. 266.
251
tahu mengenai ragam agama dan pendekatan agama. Hal ini dikhususkan bila guru
mampu mendorong murid-murid aktif dalam dialog dan diskusi.
8. Pluralisme Peserta didik di Lembaga Pendidikan Yapis Papua
Pluralisme peserta didik Yapis Papua adalah keniscayaan yang terjadi karena
muatan dari pluralisme itu sendiri adalah keragaman yang mana keragaman itu
terdiri dari berbagai latar belakang suku dan agama, budaya dan etnis. Pluralisme
memang dari Barat, namun tidak semua yang datangnya dari barat itu sesuatu yang
jelek dan tidak bagus, tergantung dari manusia yang menyikapi dan cara
menggunakannya. Contohnya kalau manusia tidak dapat secara arif dan bijaksana
menggunakan teknologi dan sains maka hal ini dipastikan akan berakibat buruk buat
kehidupan manusia, yaitu menyebabkan terjadinya krisis dalam berbagai kehidupan
bukankan ini juga berlaku paham pluralisme.21
Peserta didik yang berada di lingkungan Yapis Papua sangat beragam, tidak
hanya beragam karena beda agama namun juga beragam dari suku dan budaya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Rasyid:
Peserta didik yang menjadi bagian dari Universitas Yapis Papua adalah dari
berbagai agama yaitu dari Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Ada juga dari
Konghuchu walau dengan jumlah yang sangat terbatas. Namun ada peserta
didik yang beragam agama khususnya agama yang diakui di Indonesia. Inilah
pluralis yang ada di Universitas Yapis, tidak membedakan suku dan agama.
Asal mau kuliah dan telah lulus SMA/K maka Uniyap sangat terbuka di
dalam menerima dan mengakomodir peserta didik dari berbagai agama.22
Demikian pula yang disampaikan oleh Gunanto:
SMK Hikmah Yapis Jayapura telah lama hadir di Papua bahkan 4 tahun
setelah berdirinya Yapis Papua pada 15 Desember 1968, kehadiran yang
cukup lama dan tentunya matang dan sangat memahami kondisi kelas dan
sekolah yang beragam budaya serta agama. Tidak ada paksaan untuk masuk
dan menjadi bagian dari SMK ini namun tetap pada tata tertib di dalam
menjadi siswa, misalnya saja menggunakan rok yang panjang sekalipun non
muslim, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di dalam sekolah maupun yang di
luar sekolah.23
Keadaan plural agama yang ada di SMA Hikmah Yapis Jayapura dipertegas
lagi oleh Joko Sriyanto:
Menjadi keniscayaan bahwa siswa itu beragam baik dari sisi etnis, budaya,
suku dan agama karena memang Tuhan menciptakan kita beragam. Tidak ada
yang bisa melawan itu, hanya jangan sampai keberagaman ini menjadi
musibah karena tidak adanya saling menghargai dan saling menghormati antar
siswa oleh karena kenyataan memang diciptakan beragam perlu adanya saling
mendukung dalam hal yang baik dan juga saling mendukung di dalam
21
Mutakallim, “Pendidikan Pluralisme Melalui Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kemajemukan”, Volume VII, No.2 Juli-Desember 2018. h. 308. 22
Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Uniyap Jayapura” Wawancara, 10 Oktober 2020. 23
Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 17 Februari 2020.
252
kompetisi ektra kurikuler yang diikuti oleh SMA. Pada pelaksanaan lomba
futsall yang diselenggarakan oleh Yapis Papua maka SMA mengikuti lomba
tersebut, peserta didik dari etnis Papua justru menjadi pemain dalam
permainan tersebut. Hal ini menggambarkan adanya pluralisme peserta didik
di SMA Hikmah Yapis Jayapura.24
Telah menjadi fakta bahwa negara ini menjadi negara yang plural karena
dalam segala dimensi kehidupan masyarakat yang beragam agama, bahasa, ras dan
budaya. Pluralitas ini telah diterima dan dihayati sebagai kekayaan bangsa. Namun
menurut Nurcholish Madjid bahwa pluralitas yang dimiliki oleh bangsa ini tidak
layak untuk dibanggakan secara berlebihan, pluralitas itu tidaklah selalu istimewa
yang berlebihan. Secara keniscayaan bahwa tidak ada masyarakat yang memang
tunggal tanta adanya unsur lain di dalamnya.25
Oleh karenanya perlu adanya
memperkenalkan dan mengimplementasikan ide ini di sekolah sebagai lembaga
pendidikan bagi umat manusia. Setiap warga sekolah yang ada harus mempunyai
pemahaman yang bagus tentang pluralisme dalam segala bentuknya.
Pendidikan agama yang diajarkan di Yapis Papua tidak diposisikan sebagai
doktrinal ideologi agama yang dianut oleh platform lembaga tetapi pendidikan
agama diekspresikan dalam sebuah kegiatan bersama di dalam sekolah maupun
kegiatan di luar sekolah. Nuansa kebersamaan dalam setiap kegiatan inilah yang
kemudian membangun komunitas inklusif dan multikultur. Kondisi multi agama di
sekolah Yapis dapat membentuk kesepakatan bersama untuk hidup bersama.
Idealitas pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua dibangun
berdasarkan nilai-nilai multikultural dan keterbukaan. Pendidikan agama Islam yang
ideal untuk diterapkan di sekolah Yapis Papua pendidikan agama berbasis
pluralisme. Pendidikan agama Islam tidak disampaikan secara tekstual-doktrinel
tetapi perlu dikembangkan dengan nilai-nilai pluralisme.26
Nurcholis Madjid juga mengemukakan ketidak setujuannya pada absolutisme
agama yang mengarah pada kelas dua dan kelas satu dalam agama yang dapat
menganggu dan merusak ukhuwah. Sebab siapa tahu yang dianggap rendah justru
lebih tinggi, yang dianggap tinggi justru lebih rendah. Hal ini mengajarkan kepada
kita untuk tidak melakukan absolutisme dalam agama. Umat Islam tidak dilarang
untuk berbuat baik kepada siapa saja dari kalangan muslim maupun kalangan non
muslim yang mana mereka tidak menunjukkan sikap perlawanan, baik itu atas nama
agama maupun atas bukan agama.27
Adanya perbedaan dari agama yang dianut oleh
peserta didik maka perlu dicarikan titik temu berupa kesatuan yang besifat sosial,
teologi, dan moral. Selain itu, titik temu bukan hanya berarti dimensi eksoteris
(lahiriyah) agama yang dianut, tetapi juga dari sisi esoterisnya (bathinnya). Titik
temu ini bukan sesuatu yang diharamkan, karena Al-Qur‟an juga menganjurkan
untuk mencari persamaan dari pada perbedaan di dalam surat ali imran ayat 64.
24
Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 17 Februari
2020 . 25
Fathonah Dzakie, “Meluruskan Pemahaman Pluralisme dan Pluralisme Agama di
Indonesia, Jurnal Al-Adyan, No.1 Januari 2014, h. 79. 26
Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Pusat Papua” Wawancara, 3 September 2020. 27
Andito (ed), Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Dialog “Bebas” Konflik,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), h. 259.
253
Pandangan al-Qur‟an tentang pluralitas sebagaimana terdapat di dalam Qur‟an
surat al-Hujurot ayat 13 yang artinya : sesungguhnya kami menciptakan kamu
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku supaya saling kenal mengenal. Ayat mengisyaratkan adanya kepluralan
peserta didik dan memang sudah menjadi ketentuan dan rahasia Allah, kemudian
dengan adanya perbedaan ini bukan kuasa manusia untuk menjawabnya, karena
memang Allah menciptakan perbedaan itu untuk saling kenal dan mengenal,
hubungan antara satu dengan lainnya menjadi baik, menjadi lebih bagus, dan
tercetus persaudaraan yang kuat. Kemajemukan peserta didik secara historis-
sosiologi adalah fenomena dan kenyataan yang tidak dapat dihindari yang
merupakan kehendak dari Allah. Sesuai dengan sunnatullah, semua yang ada ini di
dunia diciptakan beragam.28
Di samping itu al-Maidah ayat 48 memberikan
penegasan tentang kemajemukan dalam pandangan dan cara hidup antara manusia
yang takutkan dan dengan keragaman dipakai sebagai sarana untuk saling berlomba-
lomba dalam kebaikan.
9. Satu Tungku Tiga Batu
Semboyan negara yang tertulis di dalam kitab sutasoma Bhineka Tunggal Ika,
tegas menggambarkan masyarakat yang ada di nusantara telah membina kehidupan
masyarakat yang saling menghormati, hidup berdampingan. Namun akhir-akhir ini
ruang publik sering kali diisi dengan sentimen suku, agama, antar golongan dan ras,
serta permusahan di dunia maya. Apabila hal ini dibiarkan tanpa ada kesadaran
bersama untuk menjaga keragaman, dikhawatirkan berdampak negatif bagi
kehidupan bermasyarakat. Dalam menjaga persaudaraan yang telah terjalin serta
keutuhan bangsa ini, maka perlu lebih memahami makna pluralis toleran. Secara
kebudayaan telah banyak diajarkan dalam masyarakat di Papua yaitu dengan
semboyan satu tungku tiga batu.29
Satu tungku tiga batu ini menggambarkan adanya pertalian yang kuat sebagai
dasar kerukunan di Papua. tungku adalah simbol dari kehidupan sedangkan tiga batu
adalah simbol dari kamu, saya dan dia yang berada dalam satu wadah yaitu
persaudaraan. Satu tungku atau kuali kemudian tiga batu yang berukuran sama
menopang kuali atau tungku untuk memasak. Batunya harus kokoh dan tidak boleh
yang mudah pecah untuk dapat menopang tungku. Keadaan ini diwariskan turun
temurun sebagai simbol di dalam keluarga. Pada masa sekarang satu tungku tiga
batu masih dipakai sebagai simbol dari adat, agama dan pemerintah. Yang mana
ketiganya saling menopang di dalam mengasa, membina dan memberdayakan
masyarakat di tanah Papua. menurut Daud Alfons Pandie mengatakan bahwa konsep
satu tungku tiga batu ini mengarah pada orang Papua asli yang dalam satu keluarga
terdiri dari tiga agama, yaitu Islam, Protestan dan Katholik, yang mana ketiganya
hidup dalam satu kesukuaan yang ada di Papua. Masyarakat yang bersifat heterogen
yang berada dalam berbagai etnis, seperti Ayamaru, Kaimana, Kokonau, Biak,
28
Neti S. “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uniyap Jayapura”
Wawancara, 19 September 2020. 29
Afnan Fuadi, Keragaman Dalam Dinamika Sosial Budaya: Kompetensi Sosial
Kultural Perekat Bangsa, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), h. v.
254
Serui, Agimuga, dan Iwanwatan yang telah lama mendiami wilayah tersebut.30
Masyarakat di Papua dewasa ini menganut tiga agama besar di atas yang mana pada
mulanya menganut agama suku. Cara hidup mereka untuk dapat bertahan serta
mempertahankan tempat tinggalnya dengan cara berperang, keadaan sering terjadi
karena tidak mau menerima orang lain diluar komunitas yang sudah ada.
Kondisi ini mencerminkan kesatuan realitas antara pluralitas agama dengan
tekad untuk bersatu antar orang sesama suku. Agar kebersamaan tetap terjalin,
keharmonisan dapat diraih maka mereka membuat konsensus bersama untuk
menciptakan suatu sistem budaya, yang disebut dengan Satu Tungku Tiga Batu.
Kesatuan ini tetap kokoh hingga sekarang, persaudaraan etnis Papua, walau berbeda
agama. Hal ini senada yang disampaikan oleh Toni Wanggai:
Bahwa keunikan yang ada di Papua adalah satu suku atau keluarga yang mana
satu marga yang tinggal dalam satu rumah terdiri dari tiga agama yang diakui
oleh negara yaitu agama Islam, agama Kristen, dan agama Katholik. Konsep
ini memang bukan merupakan hukum tertulis yang menciptakan nilai-nilai
baru, tetapi kesepakatan ini telah berakar dalam budaya di Papua.31
Interaksi di dalam keluarga dapat menjembatani jurang dari setiap agama dan
budaya yang ada di Papua. pendekatan di dalam interaksi ini harus bertolak dari dua
sisi yaitu sisi pemahaman bahwa Indonesia adalah tanah dan rumah bagi semua. Sisi
kedua adalah keragaman agama dan budaya yang memiliki nilai-nilai hidup yang
universal. Belajar dari interaksi yang terjadi antarumat beragama maka perlu
dikembangkan suatu pendekatan interaksi yang bersifat inklusif dan konprehensif
yang mencakup semua orang. Nah pendekatan ini yang menjembatani sekat-sekat
yang tinggi dan batas-batas kelompok dan agama di Papua.
Yapis diterima oleh masyarakat itu karena dan masyarakat Papua mau
menyekolahkan anaknya di Yapis di samping adanya cara pendekatan secara kultur
karena beberapa pengurus Yapis adalah orang Papua muslim, juga tidak ada batasan
bahkan melarang Papua non muslim untuk bersekolah di Yapis. Bahkan beberapa
sekolah yang berada di bawah Yapis peserta didiknya mayoritas beragama non
Islam, sebagaimana yang ada di Biak dan Wamena. Kedua daerah ini Yapis diminati
oleh peserta didik non Islam.32
Peserta didik di Universitas Yapis Papua Jayapura juga merasakan bahwa ada
di antara mahasiswa yang beragama agama dalam satu keluarga sebagaimana
wawancara dengan Nur Hanifah Pawa yang muslim karena orang tua (mama) yang
mengikuti agamanya Bapak yaitu Islam. Dalam keluarganya Pawa masih
berhubungan baik dengan keluarga Pawa non muslim. Sekalipun sudah tidak dalam
satu ajaran agama yang sama namun keluarga masih menjadi pemersatu. Pawa
mengatakan:
30
Daud Alfons Pandei, “Konsep “Satu Tungku Tiga Batu: Sosio-Kultural Fakfak
Sebagai Model Interaksi Dalam Kehidupan Antarumat Beragama”, Societas Dei 4, ISSN
2407-0556, Vol. 5 No.1 April 2018. h. 50. 31
Toni V.M. Wanggai, “Anggota Majelis Rakyat Papua Periode 2017-2022”
Wawancara, September 2019. 32
Heri, “Wakil Sekretaris Yapis Pusat Papua 2017-2022” Wawancara, Oktober 2020.
255
Keluarga saya dari jalur mama ada yang masih beragama Kristen tidak
mengikuti mama yang menjadi muallaf mengikuti agamanya bapak yaitu
Islam, hingga sekarang keluarga masih memeluk agama Kristen bahkan kakak
sepupu dari Dini adalah seorang pendeta dan aktif berkhotbah di keluarga
kami untuk mematuhi ajaran agama Kristen. Bapak dari Dini (mahasiswa
Uniyap) tidak memekankan untuk bersikap memusuhi keluarga dari Ibu. Hal
ini untuk menjaga hubungan keluarga yang tidak putus setelah berbeda agama
bahkan yang dianjurkan oleh bapak untuk datang menghadiri kegiatan Natal
keluarga yang diselenggarakan sehari setelah 25 Desember.33
Perbedaan dari sisi agama yang berada di keluarga kami tidak menjadikan
kami harus berpisah hubungan keluarga karena keluarga adalah induk terkecil yang
kami miliki yang juga menjadi sandaran kami. Kekerabatan itu berlanjut sampai
kami pun dari agama Islam dikunjungi oleh keluarga non Islam ketika merayakan
halal bi halal setelah Idhul Fitri dan Idhul Adha. Perbedaan yang dirasakan oleh
keluarga tidak menghalangi keluarga besar Depapre untuk tetap menghormati
pilihan mama untuk mengikuti bapak (beragama Islam) yang berasal dari Jawa,
namun juga tidak menghalangi keluarga yang masih non Islam untuk tetap rukun
dan damai dalam kemajemukan agama di dalam suku.
Demikian juga yang dirasakan oleh Alfina siswi SMA Hikmah Yapis
Jayapura yang juga tinggal dengan keluarga muslim, mengatakan:
Saya berjumpa dengan bunda itu sewaktu sekolah di SMP di Keerom dimana
bunda juga mengajar di SMP tersebut, melihat saya tinggal di asrama, saya di
asuh di asrama, orang tua kandung saya keduanya sudah meninggal maka
ditawari untuk tinggal sama bunda kebetulan bunda juga punya rumah yang
cukup besar namun tidak banyak orang yang menghuninya. Atas dasar itulah
kemudian saya menerima tawaran untuk tinggal dengan bunda sampai
sekarang yang sudah berjalan 4 tahun. Hubungan saya dengan keluarga yang
masih tetap terjaga dan saya pun tidak keluar dari agama artinya masih
beragama Kristen 34
Pengembangan konsep satu tungku tiga batu sebagai sarana untuk
mengantisipasi konflik yang sering muncul yang diawali dari hal-hal yang sepele
berujung pada perpecahan, misal isu pribumi dan pendatang, kalau pribumi adalah
Kristen kalau pendatang adalah Islam. hal ini tentunya tidak benar bahwa pribumi
Kristen dan Islam adalah pendatang. Karena dilihat dari sejarah kedua agama ini
masuk ke tanah Papua.
10. Semangat Kerjasama melalui Pembiasaan
Kerjasama dalam berbagai hal dan kesempatan menjadi faktor positif yang
dimiliki oleh Yapis di dalam menerapkan pluralisme di kalangan peserta didik.
Dengan adanya kerjasama menjadi penguat dalam mengokohkan kehidupan
berbangsa dan bernegara di Papua. Lembaga pendidikan Yapis begitu concern
33
Nur Hanifah Pawa, Mahasiswi Uniyap Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi
Akuntansi, Wawancara, 10 Oktober 2020. 34
Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20
Februari 2020.
256
dalam memberikan layanan pendidikan agama Islam yang terbaik, mendesain
pembelajaran yang menarik agar bisa mendekatkan antara ranah pengetahuan
dengan ranah perilaku sosial. Kurikulum PAI di Uniyap, di SMK Yapis, dan di
SMA Yapis menjadi perantara terciptanya keseimbangan antara pengetahuan dengan
praktek yaitu dengan mengkombinasikan antara kegiatan intra kurikuler dengan
ekstra kurikuler yang diformulasikan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Kerjasama yang dilakukan melalui pembiasaan di Uniyap, SMK Yapis dan
SMA Yapis dengan mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak
lembaga sendiri atau mengikuti kegiatan yang berasal dari luar lembaga pendidikan.
Didik Mabui mengatakan:
Proses pembelajaran yang dilaksanakan di ruang kelas perlu juga untuk
diterapkan di dalam kehidupan agar ilmu itu selaras dengan praktek.
Sebagaimana di Uniyap Jayapura mengaplikasikan ilmu pengetahuan dengan
praktek di lapangan misalnya saja dengan bagian kemahasiswaan mendukung
beberapa mahasiswa muslim untuk mengikuti kegiatan MTQ Papua yang
diselenggarakan di kota Jayapura pada tahun 2020, dimana mahasiswa dari
program studi Akuntansi memiliki kemampuan di dalam mengikuti lomba
musabaqah syarhil qur‟an yang mana secara keilmuan yang dimiliki tentunya
tidak seirama namun sebagai lembaga pendidikan tentunya mengapresiasi
kemampuan yang dimiliki dan disalurkan.
Lebih luas dari itu bahwa dalam menumbuhkan semangat saling bekerjasama
di luar pembelajaran maka Biro Kemahasiswaan atas ijin dari pimpinan yaitu Rektor
Uniyap juga mengikutkan peserta didik pada kegiatan sepakbola tingkat mahasiswa
se-Papua, kompetensi akuntansi, kompetensi futsall mahasiswa yang mana di dalam
kegiatan-kegiatan ini menumbuhkan sikap saling kerjasama, saling bahu membahu
dan juga saling gotong royong.35
Apa yang dilakukan oleh Uniyap Jayapura dengan segala usaha membantu
dan meningkatkan potensi peserta didik demikian pula yang dilakukan oleh SMK
Hikmah Yapis Jayapura dalam bekerja sama sebagaimana yang dikatakan oleh Guru
PAI Siti Zuhriyeh bahwa:
Kerjasama adalah hal positif yang dimunculkan dari nilai-nilai yang
didapatkan peserta didik di sekolah. Pada kegiatan pembelajaran PAI yang
multi agama, menjadikan sekat-sekat pribadi sesama peserta didik yang
berbeda agama dapat dihilangkan, minimal dengan pembelajaran ini
mengurangi rasa takut, rasa khawatir akan hubungan dengan agama lain
khususnya agama Islam. pembelajaran ini sebenarnya juga menyampaikan
perlu adanya sikap saling bersama dan bekerjasama dalam banyak hal. Karena
agama tidak menjadikan penghalang untuk saling membantu, saling
mendukung. Justru dengan adanya pendidikan agama dapat mendamaikan
orang yang berbeda aliran dan paham.36
35
Didik Surya Mabui, “Dosen dan Ka.Biro Kemahasiswaan Uniyap Jayapura”
Wawancara, 10 Oktober 2020. 36
Siti Zuhriyeh, “Guru PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Oktober
2020.
257
Apa yang dikatakan oleh guru PAI di SMK Yapis juga dilakukan oleh guru
PAI SMA bahkan adanya pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan oleh SMA
sebagai upaya dalam membangun sikap saling bekerja sama dalam hal-hal yang
positif. Misalnya pada kegiatan di sekolah yaitu kegiatan hari Jum‟at dengan
pembiasaan membaca asmaul husma. Tujuan kegiatan ini dilaksanakan menurut
kepala sekolah, untuk merubah akhlak peserta didik, karena kegiatan ini adalah
pembiasaan-pembiasaan maka yang penting dari kegitan ini mereka terbiasa berbuat
baik dengan mengikuti pembacaan asmaul husna, juga pembacaan yasin bersama
yang mana pembacaan ini adalah menanamkan pengetahuan adanya Allah,
menghadirkan Allah di dalam hati mereka, bila mereka telah mengontrol bahwa
Allah telah ada di dalam hati mereka maka peserta didik pun dapat mengontrol
dirinya masing-masing. Bila dapat mengontrol diri masing-masing dengan
kemampuan pengedalian diri sehingga mereka dapat melakukan perbuatan baik di
dalam kehidupan mereka.37
Pembelajaran PAI pada siswa non Islam memang ada sisi positifnya yaitu
adanya kebiasaan yang harus dilakukan oleh tenaga pendidik dengan mengupgrade
ilmu yang telah dimiliki dan melihat juga suasana dan keadaan di ruang kelas. Tidak
hanya mampu untuk mengajar pelajaran pendidikan agama namun juga bagaimana
seorang pendidik dapat menyesuaikan diri dengan suasana peserta didik yang
beragam agama. Sisi positifnya juga dengan adanya pembelajaran ini peserta didik
non Islam mengetahui akan ajaran agama Islam, mengetahui aktivitas yang
dilakukan oleh orang Islam dari awal hingga akhirnya sehingga dapat merubah
Islam bahwa Islam dan umat Islam indentik dengan kekerasan, identik dengan
pemaksaan, juga indentik dengan tidak toleran. Melalui pembelajaran pendidikan
agama Islam pada peserta didik didik non Islam menjadikan pemikiran negatif
terhadap Islam itu dapat dirubah.
Memang menjumpai secara parsial bahwa umat Islam yang cenderung radikal,
umat Islam yang cenderung ekstrim, umat Islam yang tidak tolerann. Keadaan itu
hanyalah sebagain kecil bahkan sangat kecil karena bukan mewakili adanya Islam
secara menyeluruh. Bukan melihat agama Islam dari segala sisi dan keadaan.
Sisi positifnya juga dari pembelajaran ini guru yang dituntut untuk dapat
mengajar dengan baik, bukan saja dapat mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan
teks buku di kurikulum atau buku yang diwajibkan oleh sekolah untuk dimiliki oleh
peserta didik namun juga guru materi yang disampaikan tentunya disesuaikan pula
keadaan siswa yang beragam agama. Dari satu sisi memang belajar harus sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum pembelajaran namun disisi lain
kalau pembelajaran tidak melihat keadaan kelas maka justru nantinya pembelajaran
ini tidak akan mencapai tujuan pembelajaran. Karena suasana kelas yang tidak
kondusif. Oleh karena memang keadaan kelas khususnya pelajaran pendidikan
agama Islam yang beragam agama ini diperlukan guru yang profesional dalam
mengelola kelas di sekolah yang berada di Yapis Papua Jayapura.
Materi ajar yang mengakomodir nilai-nilai agama yang terdapat pada ajaran
agama peserta didik yang plural akan dapat diterima oleh peserta didik.
37
Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 17
Februari 2020.
258
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pendidik diawal pembelajaran
merasakan kekhawatiran akan belajar agama Islam dan juga merasa ketakukan akan
berpindah agama menjadi agama Islam. Namun setelah mengikuti pembelajaran
agama Islam dari pertemuan pertama sampai akhir pertemuan terakhir peserta didik
dapat mengikuti dengan selesai dan tidak pula dijumpai peserta didik yang keluar
dari agama Islam.
259
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diungkapkan
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Temuan penelitian ini adalah bahwa semakin mengadopsi materi agama non
muslim maka pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama dapat diterima. Hal
ini terus terlaksana karena tidak dijumpai peserta didik pluralistik mengkonversi
agamanya menjadi agama Islam. Pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama
tersebut dilakukan hanya pada aspek pengetahuan. Pelaksanaan ini dapat terus
berlangsung dapat diketahui melalui beberapa hal:
Kebijakan Yapis Papua dalam Pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik
yang mana pembelajaran pada masyarakat pluralistik tidak memperhatikan
keagamaan yang dianut para siswa melainkan hanya mengajarkan agama tertentu
terhadap para siswa yang beragam keagamaannya. Namun demikian, cara
pembelajaran PAI yang demikian itu dapat berjalan secara efektif atau tidak
menimbulkan penolakan atau resistensi. Hal ini terjadi disebabkan pembelajaran di
Yapis Papua tidak bertujuan mengganti keagamaan para siswa, tidak memaksa
peserta didik menkonversi agamanya ke dalam agama Islam, tidak mewajibkan
penghayatan dan pengamalan pengetahuan agama Islam. Penerapan pembelajaran
ini dilakukan tidak sepenuhnya misi idiologi tetapi lebih didasari pada pertimbangan
misi sosial terutama pengenalan Islam, karena pembelajaran pendidikan agama
Islam diberikan kepada siswa non muslim tidak menjadikan mereka keluar dari
agamanya justru menjadikan pelajaran pendidikan agama sebagai sarana
memperkenalkan agama Islam.
Penerapan pembelajaran PAI pada 3 satuan pendidikan Yapis Papua yaitu
Universitas Yapis Papua, SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai ahli yang
memegang kontrol selama proses pembelajaran, model teacher centris, strategi
pembelajaran ekspositori. Guru/Dosen sebagai subyek dalam pembelajaran PAI
dimana pendidik tidak mengharuskan peserta didik pluralis mengamalkan ajaran
agama Islam, memasukkan unsur nilai dan ajaran agama non muslim di dalam
materi pembelajaran PAI, guru menurunkan nilai standar kriteria ketuntasan
minimal bagi peserta didik non muslim. Pada sisi kognitif menyadur ajaran agama
peserta didik pluralistik. Pada sisi psikomotorik mereka hanya mengetahui praktek
keagamaan namun tidak dilaksanakan. Pada sisi afektif, mengambil nilai-nilai yang
sama dengan ajaran agama lain yang sesuai dengan afektif dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Masalah di dalam pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik yaitu peserta
didik yang tidak memahami materi ajar, materi pembelajaran yang diberikan tidak
sesuai dengan kemampuan awal peserta didik, dan perbedaan keyakinan. Solusi
yang dilakukan oleh Yapis Papua dengan menjadikan pembelajaran PAI bukanlah
misi ideologi bagi peserta didik pluralistik sedangkan untuk peserta didik muslim
260
tetap mewajibkan mereka mengamalkan ajaran agama Islam, memberikan waktu
tambahan.
B. Saran
Meskipun proses pembelajaran PAI di lembaga pendidikan di bawah Yapis
Papua telah dapat menciptakan budaya plural di kalangan peserta didik, tetapi
penulis merasa untuk memberikan saran dan rekomendasi kepada pihak terkait,
antara lain:
1. Saran bagi lembaga pendidikan Yapis Papua hendaknya mengikuti aturan dalam
pembelajaran agama yaitu dengan menyiapkan guru atau dosen yang sesuai
dengan ajaran agama peserta didik. Atau dengan memberikan kesempatan kepada
peserta didik non muslim untuk berada di luar kelas selama pembelajaran PAI.
Karena bila tidak menyediakan maka dapat dikatakan melanggar peraturan dari
pemerintah dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh eksekutif dan
legislatif.
2. Saran bagi kementrian agama provinsi Papua agar dapat memantau terlaksananya
kegiatan pembelajaran pada peserta didik yang sesuai dengan agamanya serta
dapat memberikan pembinaan bagi perguruan tinggi berciri khas agama agar
peserta didik dapat menerima agama sesuai dengan agama yang dianut.
3. Bagi peneliti berikutnya, untuk meneliti pada aspek eksistensi lembaga
pendidikan Yapis di tanah Papua yang dapat eksis di daerah minoritas muslim
bahkan memiliki jaringan sekolah sampai ke daerah yang sulit dijangkau dan
minim fasilitas sekolah namun justru sekolah Yapis menjadi sekolah yang
diminati peserta didik non muslim.
4. Perlu meneliti apakah lembaga pendidikan non muslim juga menerapkan keadaan
yang sama, yaitu bila peserta didik muslim masuk sekolah non muslim maka
akan diajarkan pembelajaran pendidikan agama yang sesuai dengan flatform dari
lembaga pendidikan tersebut. Bila terjadi maka ada kesamaan dalam pelaksanaan
pendidikan agama yang berada di bawah naungan sebuah yayasan pendidikan.
1
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999.
Abdullah, M. Amin. Pendidikan Agama Era Multikultural-Multireligius. Cet.
Jakarta: PSAP, 2005.
Achmad, Nur. Pluralitas Agama: Kerukunan Dalam Beragama, (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001.
Ahmad, Nurwajdah. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Menyingkap Pesan-Pesan
Pendidikan Dalam al-Qur‟an. Cet. 4; Bandung: Marja, 2018.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam, Secularism and the Philosophy of the
Future, (London: Mansell Publishing Limited, 1985).
Alavi, Hamdi Reza. Religious Foundations of Education: Perspektives of Muslim
Scholars (International Handbooks of religion and Education: Vol. 3, 2010.
Ali, Mohammad. Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa,
1992.
Ali, Mukti. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998.
Ali, Tariq. The Clash of Fundamentalisms: Crusides, Jihads, and Modernity,
(London: Versco, 2003).
Alma, Buchari. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta, 2006.
Al-Majali, Muhammad Khazer. Islamic Culture Thought. (ed.5. Amman: Qur‟an
Society, 2014).
al-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat.
al-Syaibani, Omar Muhammad al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam, Penerjemah
Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Amin, A. Rifqi. Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan
Tinggi Umum, h. 93.
Andito (ed). Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Dialog “Bebas” Konflik.
Bandung: Pustaka Hidayah, 1998.
Ansary, Abdou Filali. Introduction: Theoretical Approaches to Cultural Diversity,
in the Challenge of Pluralism: Paradigms From Muslim Contexts, eds.
Edinburg: Edinburg University Press, 2009.
Archard, David. Philosophy and Pluralism, (ed. Cambridge: Cambridge University
Press, 1996).
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Arief, Mahmud. Pendidikan Islam Tranformatif. Yogyakarta: LKiS, 2008.
Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Karsa, 2003.
Asad, Talal. Formations of The Secular: Christianity, Islam, Modernity, (Stanford:
Stanford University Press, 2003).
Assagaf, Husen. Toleransi Beragama Berbasis Budaya Lokal. Tangerang: Cordova
Corporation, 2017.
262
Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011.
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2011.
Azra, Azyurmardi. Dari Harvard hingga Mekkah. Jakarta: Penerbit Republika,
2005.
-------. “Pluralism Coexistence and Religious Harmony in Southeast Asia Indonesian
Experience in the Middle Path”, in Contemporary Islam: Dynamic Not
Static, Abdul Said and Others (London and New York: Routledge, 2006.
-------.“Managing Pluralism in Southeast Asia: Indonesian Experience”, Peace
Research,. 2004.
-------. Pendidikan Islam, Tradisi, dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium
III.
Bachtiar, Harsja W. Sejarah Irian Barat, Penduduk Irian Barat, (Jakarta: Penerbitan
Universitas, 1963.
Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:
Erlangga, 2007.
-------. Ambivalensi Agama Konflik dan Nirkekerasan. Yogyakarta: LESFI, 2002.
Banchoff, Thomas, Religious Pluralism, Globalization and Word Politics, (New
York: Oxford University Press, 2008).
Banks James A. and Cheryl A. McGee, Multicultural Education. USA: Alley and
Bacon, 1993.
Beckford, James A. “Re-Thinking Religious Pluralism”, in Religious Pluralism
Framing Religious Diversity in the Contemporary World, eds, Giuseppe
Giordan dan Enzo Pace. New York: Springer, 2014.
Berg, Bruce Lawrence & Howard Lune. Qualitative Research Methods for the
Sosial Sciences. Boston: Pearson, 2004.
Blackburn, Simon. Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford: Oxford University
Press.
Braaten, Carl E. dan Robert W. Jenson, A Map of Twentieth Century Theology:
Readings from Karl Barth to Radical Pluralism. Minneapolis, Fortrees
Press, 1995.
Brown B, L. Applying Constructivism in Covational and Career Education,
Information Series No. 378, Colombus: ERIC Clearinghouse on Adult,
Career, and Covational Education, Center on Education and Training for
Employement, College of Education, The Ohio State University, 1998.
Bruce Steve, Fundamentalisme: Pertautan Sikap Keberagamaan dan Modernitas,
(Jakarta: Erlangga, 2000).
Buijs, Joseph A. Faith Reason, and Worldvies- A Critical Response to William
Sweet and Hendrik Hart, Responses to the Enlightenment: An Exhange on
Foundations, Faith, and Community (Amsterdam and New York: Rodopi,
2013.
Byne, Peter. Prolegomena to Religion Pluralism: Reference and Realism in
Religion. London and New York: Maemillan Press and St. Martin‟s Press.
263
Connolly, Peter. Aneka Pendekatan Studi Agama. Cet. 2; Yogyakarta: LKis, 2009.
Craig, Edward. “Pluralism” In the Shorter Routledge Encyclopedia of Philosophy,
eds., London and New York: Routledge, 2005.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
-------. dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Daud, Wan Mohd. Nor Wan. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed
Muhammad Naquib al-Attas. Bandung: Mizan, 1998.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007.
Degenhardt, Jane Hwang. Islamic Conversion and Christian Resistance on The
Early Modern Stage (Cet. 1; England: Edinburgh University Press, 2015).
Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Naisonal. Jakarta:
Direktorat Jenderal Keagamaan Islam, 2005.
Durka, Gloria. The Philosophical and Theoretical Aspects of Interreligious
Education (International Handbook of Inter-Religious Education: Springer
Dordrecht Heidelberg London New York, 2010.
Eck, Diana L. A New Religious America. “Christian Country” Has Becomes
World‟s Most Religiously Diverse. New York: Harper San Fransisco, 2001.
Eechoud, J.P.K. Van. Vergeten Aarde: Nieuw Guinea, (Amsterdam: De Boer, 1951.
Efendi, Djohan. Merayakan Kebebasan Beragama. Cet. 1; Jakarta: Indonesia
Conference On Religion and Peace, 2009.
Effendi, Bachtiar. Masyarakat, Agama dan Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta:
Galang Press, 2002.
Fauzi, Ihsan Ali. et al, Membela Kebebasan beragama Percakapan Tentang
Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme. Jakarta: Democracy Project
Yayasan Abad Demokrasi, 2011.
Freire, Paulo. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S, 2000.
-------. Politik Pendidikan: Pendidikan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
Fuadi, Afnan. Keragaman Dalam Dinamika Sosial Budaya: Kompetensi Sosial
Kultural Perekat Bangsa. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020.
Geertz. Clifford. The Interpretation of Cultures (New York: Basic Book, Inc
Publishers, 1973.
Gelpke, J.H.F. Sollewijn. On The Origin of The Name Papua, 1993.
Ghafur, Hanief Saha. Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi di Indonesia:
Suatu Analisis Kebijakan. Cet. 2; Jakarta: Bumi Aksara,2010.
Ghufron. Relasi Antar Kelompok Agama Berbeda: Studi tentang PErdamaian dan
Ketegangan Muslim Kristen. Cet. 1; Jawa Tengah: Penerbit Parist, 2016.
Gibson, Janice T. Educational Psychology. New York: Appleton Century Crofts,
1972.
264
Halili. Indeks Kota Toleran (IKT) Tahun 2018. Cet. 1; Jakarta Selatan: Pustaka
Masyarakat Setara, 2018.
Hamdie, Ilham Masykuri. “Akar-akar Pluralisme dan Dialog Antar Agama dalam
Sufisme,” dalam Abd. Muqshit dan Djohan Effendi. Merayakan Kebebasan
Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta:
Buku Kompas, 2009.
Hardjana, AM. Penghayatan Agama: Yang Otentik dan Tidak Otentik. Yogyakarta:
Kanisius, 1993.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Ed. Revisi; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2009.
Helmawati dan Rudihartono Ismail, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia:
Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua. Cet. 1; Bandung:
Alfabeta, 2018.
Hick, John “Religious Pluralism and Salvation” dalam Philip L. Quinn dan Kevin
Meeker (ed), The Philosophical Challenge of Religious Diversity. Oxford:
Oxford University Press, 2000.
------- “A Philosophy of Religious Pluralism”, dalam Paul Badham (ed), A John
Bick Reader, (London: Macmillan, 1990.
-------. God Has Many Names, (Philadelphia: The Westminster Press, 1982.
Hidayat, Komaruddin. Menafsirakan Kehendak Tuhan.Jakarta: Teraju, 1998.
Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Mesir: Maktabah wa Matba‟ah Mustafa al-Bab al-
Halabi, 1375.
Husaini, Adian. Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual. Cet.
1; Surabaya: Risalah Gusti, 2005.
-------. Wajah Peradaban Barat. Jakarta: Gema Insani, 2005.
Ibnu Katsir, Imaduddin Abul Fida Ismail Khatib Abu Hafs Umar. Tafsir Ibnu
Katsir.(Cet. ..; Beirut: ,
J. M, Dirkx, and Haston L., Context in the Xontextualized Curriculum: Adult life
world as unitary or Multoplistic ? “ (St. Louis: University of Missoury at St.
Louis, 1999.
Jatmiko, Y. Sari. dan A. Feri T. Indarto. Pendidikan Multikultural Yang Berkeadilan
Sosial (Yogyakarta: Dinamika Edukasi Dasar, 2006.
Jena, Jeremias. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Galaxy
Puspa Mega, 2001.
Kaelan. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, 1996.
Kamma, Dit Wonderlijke Werk, 1976, diterjemahkan oleh Koesalah Soebagyo Toer
Ajaib di Mata Kita: Masalah Komunikasi antara Timur dan Barat dilihat
dari sudut pengalaman selama seabad pekabaran Injil di Irian Jaya.
Kasiyanto. Analisis Wacana dan Teoritis Penafsiran Teks, Burhan Bungin, Analisis
Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo, 2003.
Khisbiya, Yayah, dkk. Mencari Pendidikan Yang Menghargai Pluralisme dalam
Membangun Masa Depan Anak-Anak Kita.Yogyakarta: Lkis, 2008.
265
Khoirunnisa. Multikulturalisme dan Politik Identitas. Cet. 1; Ciputat Timur: Young
Progresive Muslim, 2012.
Knitter, Paul F. No Other Name? A Critical Survey of Christian in Human Nature.
Harmondsworth: Penguin Books, 1982.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi. Pustaka Antara, 1970.
Kuntowijoyo, Konvergensi dan Politik Baru Islam, dalam Abdul Munir Mulkhan,
Runtuhnya Mitos Politik Santri. Yogyakarta: Sipress, 1999.
Legenhausen, Muhammad. Islam dan Religious Pluralism. London: Al-Hoda, 1999.
Lewis, K. Character Education Manifesto. New York: Boston University, 1996.
Lickona, T. Education fo Character Education: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility, (New York: Bantam, 1991).
Lumintang, Stevri I. Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun
Pluralisme dalam Teologi Kristen Masa Kini. Malang: Gandum Press, 2004.
M., Clifford, and Wilson, M., Contextual Teaching, Professional Learning, and
Student Experiences: Lessons Learned From Implementation. Educational
Brief No. 2. Madison: Center on Education and Work, University of
Wisconsin-Madison, Desember 2000.
Madjid, Nur Cholis. Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan. Jakarta: Paramadina,
1995.
Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural, (Cet. 4; Jogjakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme, dan
Sekularisme Agama, (Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Maksum, Ali. Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan
Agama Islam di Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing, 2011.
Mandzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Jilid III (Kairo: Dar al-Hadits, 2003.
Manser, Martin. H. Oxford Learner, Pocket Dictionary. Cet. 5; Oxford: University
Press, 1995.
Mansoben, Johszua Robert. Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta: LIPI,
1995.
Marshall, Andrew J. Ekologi Papua. Cet. IV; Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2007.
Masduqi, Irwan. Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama.
Cet. 1; Bandung: PT Mizan Pustaka, 2011.
Mashad, Dhurorudin. Muslim Papua: Membangun Harmoni Berdasar Sejarah
Agama di Bumi Cenderawasih. Cet. 1; Pustaka Al-Kautsar: 2020.
McMahan, D.L. The Making of Buddhist Modernism. (Oxford: Oxford University
Press, 2008).
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 1995.
Mook, J.H. Van. Indonesie, Nederland en de Wereld. Amsterdam: 1949.
266
Muchsin, M. Bashori. Dkk. Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan
Pembebasan Anak. Cet. 1; Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.
-------. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. Bandung: PR Remaja Rosdakarya, 2012.
-------. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
-------. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyana, Rohmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai.Bandung: Alfabeta, 2004.
Nafis, Muhammad Wahyuni. eds. Pluralisme Keberagaman: Sebuah Tanggung
Jawab Bersama, dalam Kontekstualisasi Ajaran Islam. Jakarta: Paramadina,
1995.
Naim, Ngainun. dan Ahmad Sauqi. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group, 2008.
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 2005.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner:
Normatif Parenalis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen,
Teknologi, Informasi, Kebudayaan, politik, hukum. Cet; Jakarta: Rajawali
Press, 2009.
-------. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010.
-------. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Grafindo, 2000.
-------. Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multi
Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, Cet; Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005.
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Cet. 2;
Yogyakarta: Gajah Mada Univeristy Press, 1995.
Nugiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1995.
Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. Cet. 4; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Osman, M. Fathi. Islam, Pluralisme, dan toleransi Keagamaan: Pandangan al-
Qur‟an, Kemanusiaan, Sejarah dan Peradaban. Jakarta: Democracy Project
Yayasan Abad Demokrasi, 2012.
Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2007
tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan.
Pijnappel, J. Gz. Tinjauan Buku: The Native Races of the Indian Archipelago:
Papuans by George Windsor Earl, London: 1853.
267
Rachman, Budhy Munawar. Argumen Islam Untuk Pluralisme: Islam Progresif dan
Perkembangan Diskursusnya. Jakarta: Kompas Gramedia, 2010.
-------. Resolusi Konflik Agama dan Masalah Klaim Kebenaran: Dari Seragam
Menuju Keberagaman. Jakarta: Wacana Multikultural Dalam Media, 1999.
Rahardjo, Dawam. Merayakan Kemajemukan Kebebasan dan Kebangsaan. Cet. 1;
Jakarta: Kencana, 2010.
Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition.
Chicago & London: The University of Chicago Press, 1982.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Cet. 2;
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Rochmat Wahab, Pembelajaran PAI di PTU: Strategi Pengembangan Kegiatan
Kurikuler dan Ekstra Kurikuler: dalam Dinamika Pemikiran Islam di
Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin & Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999.
Rosyada, Dede. Madrasah dan Profesionalisme Guru: Dalam Arus Dinamika
Pendidikan Islam di Era Otonomi Khusus. Cet. 1; Depok: PT. Kharisma
Putra Utama, 2017.
Rouffaer, G.P. De Javaansche Naam „Seran‟ van Zuid West Nieuw-Guinea voor
1545; en een Raport van Rumphius over die Kust van 1684. ( 1915, TAG
25: 308-347), h. Cf.
Rumadi (ed). Membangun Demokrasi Dari Bawah, Pusat Pengembangan Sumber
Daya Manusia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Cet. 1; Jakarta: PPSD,
2006.
Rusman. Seri Manajemen Sekolah Bermutu: Model-Model Pembelajaran,
Mengembangkan Profesionalisme Guru. Cet. 2; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Sachedina, Abdul Aziz. Beda Tapi Setara: Pandangan Islam terhadap Non-Islam,
terj. Satrio Wahono. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.
-------. Dialogical Conversation to Search for Principles of Interfaith Relations: The
Future of Pluralistik World Other, in Joint Cristian-Muslim Theological
Reflections, (German: The Lutheran World Fereation, 2015.
-------. The Islamic Roots of Democratic Pluralism. New York: Oxford University
Press, 2001.
Sagala, Syaiful. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta, 2009.
Saihu. Pendidikan Pluralisme Agama di Bali. Disertasi; Tangerang Selatan: Cinta
Buku Media, 2018.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Cet. 3; Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
Sarojo, Riyadi. Penelitian Kualitatif Pendidikan, Cet. 1; Malang: PPs IKIP Malang,
1992.
268
Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi
Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Sen, Amarty. Identity And Violence: The Illusion of Destiny. London: W.
Norton.Co, 2006.
Shihab, M. Quraish. al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Lentera Hati, 2006.
-------. Membumikan al-Qur‟an. Bandung: Mizan, 1992.
Sihab, Alwi. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Bandung:
Mizan, 2001.
Simatupang, T.B. dkk. Peranan Agama-Agama dan kepercayaanTerhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam Negara Pancasila yang Membangun. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 1987.
Simuh dkk. Islam dan Hegemoni Sosial. Cet. 2; Jakarta: Mediacita, 2002.
Soerat Chabar Penjoeloeh 8 September 1946 dan penjelasan pribadi Kasiepo kepada
Sollewijn Gelpke, 1993.
Sopingi, Imam. Pendidikan Agama Islam Berwawasan Pluralisme. Cet. 1; Bandung:
Pustaka Aura Semesta, 2015.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2010.
-------. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Cet. Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2008.
Suparta, Mundzier. Pendidikan Kedewasaan Beragama. Jakarta: Gifani Alfatama
Sejahtera, 2009.
Suryadi, Ace. dan Dasim Budimansyah, Paradigma Pembangunan Pendidikan
Nasional. Bandung: Widya Aksara Press, 2009.
Syaefullah, Asep. Merukunkan Umat Beragama Studi Pemikiran Tarmizi Taher
tengan Kerukukunan Umaat Beragama. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu,
2007.
Tang, Muhammad. dkk, Pendidikan Multikultural: Telaah Pemikiran dan
Implementasinya dalam Pembelajaran PAI.Yogyakarta: Idea Press, 2009.
Taufan, Aneu. Pendidikan Toleransi Beragama: Kajian Atas Pembelajaran Agama
di Binus School Jakarta. Cet. 1; Jakarta: Cinta Buku Media, 2016.
Teguh, Muhammad. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi (Ed. I.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
The New International Webster‟s Comprehensive Dictionary fo The English
Language, (Chicago: Trident Press International, 1996.
Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Gema Insani Press, 2007.
Tim Peneliti Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Badan Intelijen Negara, Deradikalisasi
(Jakarta: BIN RI, 2009.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Undang-Undang Nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
269
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Weber, Max. Sosiologi Agama.Yogyakarta: IRCisoD, 2002.
Wijnen, D.J. Van. Pangkal Pinang: Werkelijkheden der Minderheden. Batavia:
Regerings Voorlichtings Dienst, 1946.
William F. O‟neil, Educational Ideologies. Diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
William Jeynes, Religion, Education, and Academic Success, Cet. United States:
Libraryof Congress in-Publication Data, 2003.
Yakin, Ayang Utriza. Islam Moderat dan Isu-Isu Kontemporer. Cet. 1; Jakarta:
Kencana, 2016.
Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross-Understanding untuk Demokrasi
dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya
Agung, 1993.
Zainudin, M. Pluralisme Agama: Pergulatan Dialogis Islam-Kristen di Indonesia
(Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Daradjat, Zakiah. dkk. Ilmu Pengetahuan Islam. Cet. 8; Jakarta: Bumi Aksara-
Depag RI, 2008.
Zebiri. Muslim and Christian: Face to Face. Oxford: Oneworld Kate, 1997.
JURNAL
Abdullah, Irwan. “Dari Bounded System ke Borderless Society: Krisis Metode
Antropologi dalam Memahami Masyarakat Masa Kini”, Jurnal Antropologi
Indonesia, Volume 30 Nomor 2, 2006.
Abdullah, Rachmad. “Pengaruh Agama Liberalisme Radikal Dalam Kurikulum
Pendidikan Nasional”. Jurnal Tawazun, Volume 8 Nomor 2, Juli 2015.
Achmad. “Pluralisme Dalam Problema”. Jurnal Jsh: Jurnal Sosial Humaniora,
Volume 7 Nomor 2, November 2014.
Ahmad, Rois. “Pendidikan Islam Multikultural”. Jurnal Episteme: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman, Volume 8 Nomor 2, Nopember 2013. ISSN
1907-7491.
Albert, Wanda. “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding
Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,
Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004.
Al-Mufti, Alex Yusron. “Media dan Kontribusinya dalam Internalisasi Nilai
Pluralisme Agama di Indonesia”. Jurnal Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan
Studi Keagamaan. Volume 5 Nomor 2, 2017, ISSN 2354-6147 EISSN
2476-9649.
Anam, Ahmad Muzakkil. “Konsep Pendidikan Pluralisme Abdurrahman Wahid
(Gusdur)”. Jurnal Cendekia, Volume 17, Nomor 1, Januari 2019.
Asrori, Ahmad. “Rekonstruksi dan Reposisi Pendidikan Islam di Indonesia Berbasis
Pendekatan Multikultural” Akademika, Vol. 21, No. 1 Januari-Juni 2016.
270
Ayazi, Michelle. “Islamic Sufism and Education for Peace”, dalam Spirituality
Religion and Peace Education, Editor Edwar J Brantmejer, dkk. Charlotte,
North Carolina: Information Age Publishing, 2010.
Azra, Azyumardi. “Managing Pluralism in Southeast Asia: Indonesian Experience”,
Peace Research, 2004.
Basya, M. Hilaly. “The Concept of Pluralism in Indonesia: a Study of MUI‟s Fatwa
and The Debate Among Muslim Scholars”, dalam Indonesian Journal of
Islam and Muslim Societies (IJIMS), Volume 1 Number 1, 2011.
Biyanto. “Pluralism in The Perspective of Semitic Religions”. Indonesian Journal of
Islam and Muslim Societies. Volume 5, Number 2, 2015. pp.255-282, doi:
10.18326/ijims.v5i2.255.282.
Burley, Mikel. “Religious Pluralisms: From Homogenization to Radicality”, Journal
Sophia. 2018. doi: 10.1007/s11841-017-0636-3.
Casram. “Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural”. Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Volume 1 Nomor 2, Juli 2016.
Chaer, Moh. Toriqul, “Islam dan Pendidikan Cinta Damai”. Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 2 Nomor 1, 2016.
Dastmalchian, Amir. “Hick‟s Theory of Religion and the Traditional Islamic
Narrative”, Sophia, 53 2014.
Deda dan Mofu. “Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat di Provinsi Papua Barat
sebagai Orang Asli Papua ditinjau dari sisi adat dan budaya”. Jurnal
Adminstrasi Publik, Volume 11, Nomor 2, 2 2014.
Dzakie. Fathonah. “Meluruskan Pemahaman Pluralisme dan Pluralisme Agama di
Indonesia, Jurnal Al-Adyan, No.1 Januari 2014.
Fahy, John. “Emergent Religious Pluralism”. Journal.researchgate.net Januari
2019. /publication/ 336046138. doi: 10.1007/978-3-030-13811-0.
Farhana, Nur. “Religious Tolerance: Problems and Challenges”, International
Journal of Islamic Thought, Vol. 3 No. 1 Juni 2013.
Farhana, Nur. “Religious Tolerance: Problems and Challenges”. International
Journal of Islamic Thought, Volume 3, 2016.
Fata, Ahmad Khoirul. “Diskursus dan Kritik Terhadap Teologi Pluralisme Agama di
Indonesia”. Jurnal Miqot. Volume 42 Nomor 1, Januari 2018.
Fawwaz, Ahmad Ghiyats. “Religious Pluralism in Indonesia: Its Advantages And
Challenges”. Journal.researchgate.net. Desember 2018. publication/
330311757, doi: 10.13140/RG.2.2.20955.62241.
Firdausia, Nury. “Al Quran Menjawab Tantangan Pluralisme Terhadap Kerukunan
Umat Beragama”. Jurnal Ulul Albab, Volume 14 Nomor 1, Tahun 2013.
Fitri, Agus Zaenul. “Masa Depan Perguruan Tinggi Islam”. Jurnal Episteme: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8, Nomor 2 November 2013. ISSN
1907-7491.
Fitrijah, Hidayati, dkk. “Madrasah dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam”. Jurnal Nur
El-Islam, Volume 6, Nomor 1, April 2019.
271
Gada, Mohd Yaseen. “On Pluralism, Religious „Other‟, And The Quran: a Post
September-11 Discourse”. Indonesian Journal of Islam and Muslim
Societies. Volume 6 Number 2, 2016. Pp.241-271, doi: 10.18326 /
ijims.v6i2.241-271,
Ghazali, Adeng Muchtar, “The Concept of Tolerance in Islamic Education”. Journal
of Education, Volume 1, 2014.
Hapsin, Abu. Komarudin, M. Arja Imroni. “Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik
Umat Beragama: Perspektif Tokoh Lintas Agama”. Jurnal Walisongo,
Volume 22 Nomor 2, November 2014.
Hersh, Ricard H. “Moral and Character Education: A Ground Truth Perspective”.
Journal of Character Education Volume 11, 2015.
Ibrahim, Rustam. “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya
dengan Tujuan Pendidikan Islam”. Jurnal Addin, Volume 7 Nomor 1
Februari 2013.
Janah, Nasitotul. “Merumuskan Kembali Teologi Hubungan Lintas Agama di
Tengah Pengalaman Kemajemukan: Sebuah Pendekatan Terhadap Ayat
Makkiyah dan Madaniyah”. Jurnal Tarbiyatuna, Volume 7 Nomor 1, Juni
2016.
Karomi, Kholid. “Penolakan Ibnu Arabi Terhadap Pluralisme Agama”. Jurnal
Kalimah, Volume 12 Nomor 1, Maret 2014.
Khaerurrozikin, Ahmad. “Problem Sosiologis Pluralisme di Indonesia”. Jurnal
Kalimah, Volume 13 Nomor 1, Maret 2015.
Kumbara, A.A. Ngurah Anom, “Pluralisme dan Pendidikan Multikultural di
Indonesia”. Jurnal Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya, Volume 4 Nomor 7,
2009.
Lehe, Robert T., “A. Critique of Peter Byne‟s Religious Pluralism”. Journal
Religious Studies, 2014.
Ma‟mun, Sukron. “Pluralisme Agama dan Toleransi dalam Islam Perspektif Yusuf
al-Qardhawi”. Journal Binu University: Humaniora, Volume 4 Number 2,
2013.
Magdalena, “Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum”, Jurnal Ta‟allum: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 1 Nomor 2, Nopember 2013. ISSN: 2337-1891.
Mahali, Imam. “Peace Education dan Deradikalisasi Agama”. Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 2 Nomor 1, 2013.
Mahmudin, Afif Syaiful. “Pendidikan Islam dan Kesadaran Pluralisme” Ta‟limuna,
Vol. 7 No. 1 Maret 2018, ISSN 2085-2975, h. 36.
Mahmudin, Afif Syaiful. “Pendidikan Islam dan Kesadaran Pluralisme”. Jurnal
Ta‟limuna: Jurnal Pendidikan Islam. Volume 7 Nomor 1, Maret 2018. ISSN
2085-2975.
Mampioper, A. Sistem Birokrasi dan Institusi Budaya Irian Jaya: Pokok
Pembahasan tentang Sejarah Perjalanan Pemerintahan di Irian Jaya
sebelum tahun 1963 dan sebelum berlakunya UU No. 5 Tahun 1979,
Makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Irian Jaya dan
272
Penelitian Indonesia Bagian Timur II (18-23 Juli 1988), Jayapura: Uncen,
1988.
Mansyur, Saidin. “Agama dan Konflik Sosial: Upaya Merajut Harmoni dalam
Keragaman”, Jurnal Equilibrium: Jurnal Pendidikan, Volume 1 Nomor 2,
2013.
Mardhatillah, Fuad. “Paradigma “Perlawanan” Dalam Konstruksi Pendidikan
Islam”. Jurnal Mudarrisuna, Volume 3 Nomor 2, Juli 2013.
Masyithoh, Novita Dewi. “Dialektika Pluralisme Hukum: Upaya Penyelesaian
Masalah Ancaman Keberagaman dan Keberagamaan di Indonesia”. Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, Volume 24 Nomor 2, November 2016.
McGrath, Alister, “The Challenge of Pluralism for The Contemporary Christian
Church”, Journal JETS, Vol. 35, No. 3, September 1992.
Miller, John P. “Educating for Wisdom”, dalam Spirituality Religion and Peace
Education, Editor Edwar J Brantmejer, dkk. Charlotte, Nort Carolina:
Information Age Publishing, 2010.
Misbah, M. Islahuddin. dkk., “Pendidikan Toleransi dalam Keluarga Beda Agama”.
Jurnal Mu‟allim, Volume 1 Nomor 1, 2019. E-ISSN: 2655-8912.
Muawanah. “Pentingnya Pendidikan Untuk Tanamkan Sikap Toleran di
Masyarakat”. Jurnal Vijjacariya, Volume 5 Nomor 1, 2018.
Mursalin. “Pendidikan Berbasis Karakter”, The Globe Journal, Vol. 3 No.1 Februari
2013.
Mutakallim, “Pendidikan Pluralisme Melalui Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kemajemukan”, Volume VII, No.2 Juli-Desember 2018.
Nadirsyah Hosen, “Pluralism, Fatwa, and Court in Indonesia: the Case of Yusman
Roy”, Journal of Indonesian Islam, Volume 6 Number 1, Juni 2012, ISSN:
1978-6301.
Pandei, Daud Alfons. “Konsep “Satu Tungku Tiga Batu: Sosio-Kultural Fakfak
Sebagai Model Interaksi Dalam Kehidupan Antarumat Beragama”, Societas
Dei 4, ISSN 2407-0556, Vol. 5 No.1 April 2018.
Rouf, Abdul. “Potret Pendidikan Agama Islam di Sekolah” Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol.3 No.1. Mei 2015.
Sabara “Kiprah Setengah Abad Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Papua:
Membangun Harmoni Beragama Melalui Dunia Pendidikan” Jurnal Al-
Qalam” Volume 24 Nomor 1 Juni 2018.
Sahidul, Hasan. “The Pala Dynasty and Religious Pluralism in Bengal”.
Jurnal.researchgate./publication/ 335055943/ Maret 2019.
Saihu,dkk. “Implementasi Pendidikan Pluralisme pada Mata Pelajaran PAI”
Belajea: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 5 No. 1 2020. p-ISSN 2548-3390; e-
ISSN 2548-3404.
Sakirin, Ahmad. “Mengenal Pluralisme Disintegratif Menuju Pluralisme Integratif
Masyarakat Beda Agama”. Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis
Sains, Volume 3 Nomor 2, Tahun 2018.
273
Salman, Abdul Matin bin. “Tuhan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”.
Jurnal el-Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10 Nomor 1, 2017.
Samiyono, David. “Resistensi Agama dan Budaya Masyarakat”. Jurnal Walisongo,
Volume 21 Nomor 2, November 2013.
Setiawan, Johan. “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme Agama Dalam
Konteks Keindonesiaan” Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 5. No. 1
Juli 2019,
Setyanto, Eddy. Hardianto. “Developing Trust Towards Educational Institutions in
Indonesia”. Journal.researchgate.net /publication/333185410. doi:
10.4108/eai.21-11-2018.2282036, Maret 2019.
Siddiq, Akhmad. “Islamic Pluralism In Indonesia: Comparing Fundamentalist And
Liberalist View”. Jurnal Teosofi: Tasawuf dan Pemikiran Islam, Volume 1
Nomor 1, Juni 2011.
Slamet. “Nahdlatul Ulama dan Pluralisme: Studi Pada Strategi Dakwah Pluralisme
NU di Era Reformasi”. Jurnal Komunika, Volume 8 Nomor 1, Januari 2014.
Sugiyarto, “Tantangan Terhadap Eksistensi Negara Bangsa dan Pemaknaan Kembali
Nasionalisme”. Humanika, Volume 16 Nomor 9, tahun 2012.
Sujadmoko, Emmanuel. “Hak Warga Negara Memperoleh Pendidikan”. Jurnal
Konstitusi, Volume 7 Nomor 1, Februari 2010.
Sulisto, Kristian. “Teologi Pluralisme Agama John Hick: Sebuah Dialog Kritis dari
Perspektif Partikularis”, Jurnal Veritas Vol. 2, No. 1, April 2001.
Susanto, Edi. “Pemahaman Pluralisme Agama Pada Mahasiswa STAIN
Pamekasan”. Jurnal Nuansa, Volume 10 Nomor 1, Januari 2013.
Suyatno. “Multikulturalisme Dalam Sistem Pendidikan Agama Islam: Problematika
Pendidikan Agama Islam di Sekolah”. Jurnal Addin, Volume 7 Nomor 1,
Februari 2013.
Syakban, Ismail. “Studi Kritis Konsep Pendidikan Berbasis Pluralisme di Maarif
Isntitute” Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No. 1 Juni 2019, e-
ISSN: 2654-5845, h. 128-150.
Tahir, Saidna Zulfiqar Bin. “Religious Pluralism of The Indonesian Traditional
Islamic Education Institutions”. Journal.researchgate.net. /publication/
392414556, Desember 2018.
Thomassen, Einar. “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding
Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,
Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004. h.
252.
Thomassen, Einar. “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding
Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,
Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004.
Tjeppy. “Understanding of Religious Values As A Means To Prevent Violence In
Educational Institutions In Indonesia”. Journal Mimbar. Vol. 32 No.1 2019.
274
Umam, Khaerul dan Abdul Muiz Ghazali. “Pandangan Tokoh Agama di
Karesidenan Cirebon Dalam Memandang Pluralitas Beragama”. Jurnal
Nuansa: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam. Volume 16
Nomor 1, Januari 2019.
Utoyo, Marsudi. “Akar Masalah Konflik Keagamaan di Indonesia”. Jurnal Ilmu
Hukum, Volume 3 No. 1, Desember 2016. doi: http: //doi.org/ 10.5281/
zenodo.1257747.
Utoyo, Marsudi. “Wewenang dan Tugas Pemerintah dalam Perkembangan Paham
Pluralisme Agama”. Jurnal Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2,
Nomor 1, Desember 2015, p-issn: 2407-3849, e-issn: 2621-9867, doi:
10.5281/zenodo.1257415.
Waghid, Yusef. “Conceptions Of Islamic Education: Pedagogical Framings”. Vol.3;
New York: Peter Lang Publising, 2011.
Wahid, Abdul. “Tendensi Pluralisme dalam Pendidikan Agama Islam: Kritik Teks
Buku Ajar PAI SMU/SMK,” Ulumuna: Jurnal Studi Islam dan Masyarakat,
Vol. 12. No. 2 Juli – Desember 2003.
Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni
Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding
Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,
Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004. h.
263.
Wasino. “Indonesia: From Pluralism to Multiculturalism”. Dalam Jurnal Paramita.
Volume 23, Nomor 2, Juli 2013. ISSN: 0854-0039.
Wekke, Ismail Suardi. “Islam di Papua Barat: Tradisi dan Keberagaman”. Jurnal
Pendidikan Antropologi Sosial UNY.
Wibisono, M. Yusuf. “Agama, Kekerasan dan Pluralisme Dalam Islam”. Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam. Volume 9 Nomor 2, Desember 2015.
Wibisono, Yusuf. “Agama, Kekerasan dan Pluralisme dalam Islam” Kalam: Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9, No. 2, Desember 2015.
Wichmann, A. Nova Guinea: Entdeckungsgerschichte von Neu-Guinea [2 Vol.]
(Leiden: Brill, 1909-1910), h. 1-5.
Wichmann, Nova Guinea: Entdeckungsgeschichte von Neu-Guinea, (Leiden: Brill,
1909) (2 Vol.1) 10 h. 10-13, cf. M.W. Stirling, The Native People of New
Guinea. Washington: Smithsonian Institute, 1943.
Wimberley, James. Education for Intercultural and Interfaith Dialogue: A New
Initiative by The Council of Europe Prospects, Vol. 33. No. 2, 2003.
Yahya, Muhammad. “Pendidikan Islam Pluralis dan Multikultural” Lentera
Pendidikan, Vol. 13. No. 2 Desember 2010.
Yahya, Muhammad. “Pendidikan Islam Pluralisme”. Jurnal :Lentera Pendidikan
Vol. 13 No. 2 Desember 2010.
Yani, M. Turhan, dkk. “The Religious Construction of Kiai on Pluralism and
Multiculturalism”. Jurnal el Harakah, Volume 20, Number 2, 2018.
doi:10.18860/el.v20i2.5074.
275
Zuhdi, Muhammad Harfin. “Pluralisme dalam Perspektif Islam”, Jurnal Akademia:
Jurnal Pemikiran Islam, Volume 17 Nomor 1 2012. ISSN 2356-2420.
DISERTASI
Aneu, Taufan. Pendidikan Toleransi Beragama: Kajian Atas Pembelajaran Agama
di Binus School Jakarta, Disertasi SPs UIN Jakarta, Cet. 1; Jakarta: Cinta
Buku Media, 2016.
Assagaf, Husen. Toleransi Beragama Berbasis Budaya Lokal. Disertasi SPs UIN
Jakarta, Tangerang: Cordova Corporation, 2017.
Saihu. Pendidikan Pluralisme Beragama di Bali. Disertasi SPs UIN Jakarta, Cet.1;
Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2018.
Salim, Arhanuddin. Pendidikan Agama Lintas Iman. Disertasi SPs UIN Jakarta,
Tahun 2016.
Sari, Ramadhanita Mustika. Toleransi Pada Masyarakat Akademik: Studi Kasus di
SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Disertasi SPs UIN Jakarta, Tangerang
Selatan: Young Progressive Muslim, 2015.
Slamet, Mohamad Ibnu Sulaiman. Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat
Majemuk. Disertasi PPs UIN Makassar, 2011, diterbitkan di repositori UIN
Alauddin Makassar.
Wanggai, Toni V.M., Rekonstruksi Sejarah Agama Islam di Papua, Disertasi SPs
UIN Jakarta, Cet. 1; Bandung: 2008.
276
Biodata Penulis
Penulis adalah orang Papua secara geografis karena lahir dan besar
di Papua pada tahun 1981 tanggal 23 Januari, sekalipun disebut
sebagai Papua namun penulis secara etnografi berasal dari suku
Buton karena orang tua dari Sulawesi Tenggara hal ini dapat
diketahui dari nama orang tua La Rakedu dan Ibu Wa Hante, kedua
orang tua inilah penulis diberi nama Hasruddin Dute. Berada di
tengah-tengah keluarga sangat sederhana dan dibesarkan pada kelurahan tanjung ria
dok IX Jayapura, penulis merupakan anak ke-4 dari 7 (tujuh) bersaudara yang
tumbuh dan besar di Jayapura Papua. Pendidikan dasar diselesaikan pada Madrasah
Ibtidaiyah Nurul Huda Yapis Jayapura di sore hari. Kemudian di tahun 1993, penulis
melanjutkan pendidikan M.Ts. pada Pondok Pesantren Babussalam Dolopo Madiun,
belum genap setahun menimba ilmu, penulis melanjutkan pendidikan di Pondok
Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur selama enam tahun untuk
jenjang yang setara dengan madrasah Tsanawiyah dan Aliyah selesai di tahun 1999.
Pendidikan tinggi diselesaikan tahun 2002-2007 pada Universitas Yapis
Papua Jayapura dengan minat PAI pada Fakultas Agama Islam. Pendidikan Magister
diselesaikan tahun 2010-2012 melalui beasiswa kemenag Affirmative Action Dosen
Indonesia Timur pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan
konsetrasi Pendidikan dan Keguruan. Pengembaraan menimba ilmu penulis lakukan
lebih jauh lagi dari Makassar dengan bersekolah pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi pilihan
Pendidikan Agama Islam, pada 2018 dan selesai 4 Agustus 2021.
Mengawali karier sebagai guru dimulai pada pondok pesantren Al-Syaikh
Abdul Wahid Bau-Bau selama setahun di tahun 2000, guru pengabdian setelah lulus
sebagai santri Gontor, kemudian pengembaraan pengabdian dilakukan di Jayapura
dengan menjadi guru ngaji di masjid al-Ikhlas dok IX Jayapura serta guru ngaji
privat di tahun 2001. Tahun berikutnya mengadu nasib dijalur yang berbeda dengan
berprofesi sebagai ojek pangkalan, kerja di toko buku, pendistribusi ikan-ikan laut
ke beberapa warung makan. Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan sambil
melanjutkan pendidikan sarjana pada Sekolah Tinggi Agama Islam Yapis Papua,
dimana pada tahun 2006 STAIS Yapis dimarger menjadi salah satu fakultas agama
Islam pada perguruan tinggi Universitas Yapis Papua, pada kampus tersebutlah
penulis menyelesaikan stata satu yang ditempuh selama 5 tahun.
Selama menjadi mahasiswa dan dalam penyelesaian studi, penulis sepertinya
harus kembali ke basic keilmuan yaitu guru dengan mengajar pada SMA Hikmah
Yapis Jayapura sampai lulus sarjana. Menjadi guru tetap dilakukan pasca lulus dari
FAI Uniyap Jayapura dengan mengajar di SMAN 5 Jayapura. Tahun 2010
dipekerjakan paruh waktu pada program studi PAI Uniyap Jayapura yang menjadi
jalan bagi penulis mendapatkan beasiswa Affirmasi Dosen Indonesia Timur dari
Kemenag RI yang menjadikan penulis dapat melanjutkan studi S2 di Makassar.
Setelah penyelesaian studi magister 2012, penulis kembali ke Jayapura mengabdi
sebagai guru pada perguruan tinggi Yapis hingga sekarang. Kemudian melanjutkan
277
studi S3 pada tahun 2018 mendapatkan beasiswa 5000 Doktor dan dapat
menyelesaikan studi S3 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Agustus 2021.
Riwayat organisasi, menjadi bagian dari Banser atau barisan anshor serbaguna
ketika menjadi mahasiswa. Kemudian pada tahun 2015 dipercaya menjadi bagian
dari pengurus cabang Nahdlatul Ulama kota Jayapura hingga sekarang.
Karya Ilmiah yang penulis lakukan pada skripsi: Pengaruh sholat pada
disiplin belajar siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura, Manajemen Peserta Didik
SMA Negeri 5 Jayapura termuat di Jurnal Khazanah Provinsi Papua; Peranan
Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Sikap Toleransi Beragama Siswa di
SMA Negeri 4 Jayapura, termuat di Tesis; Peranan PAI dalam Meningkatkan
Toleransi Beragama, termuat di Jurnal Tadib; Kebijakan Pemerintah Terhadap
Pendidikan Agama di Sekolah Umum pada Pra Kemerdekaan dan Pasca
Kemerdekaan, Jurnal At-Ta‟dib; Pendidikan Toleransi Hidup Beragama di Yapis
Papua, Jurnal Ilmu Al-Qur‟an; Pembelajaran PAI pada Mahasiswa Multikultural;
Jurnal At-Ta‟dib; Hak Asasi Manusia di Dunia Islam, Jurnal At-Tadib.
Jayapura, 20 Agustus 2021
Hasruddin Dute
278
INDEKS
Lembaga pendidikan, 2, 3, 13, 30, 33,
88, 117, 122, 123, 124, 125, 159
MASYARAKAT PLURALISTIK, i,
x, xiv, 32
non Muslim, 11, 14, 18, 26, 122, 125,
126, 127, 161, 163, 169, 182, 187,
196, 199, 210, 241
PAI, ii, vii, x, xii, xiii, xiv, xv, 1, 3, 4,
10, 11, 12, 13, 14, 21, 24, 26, 27,
30, 43, 44, 51, 54, 59, 69, 87, 89,
93, 96, 130, 131, 137, 139, 140,
141, 142, 143, 144, 151, 152, 155,
156, 157, 158, 159, 162, 164, 165,
166, 167, 168, 169, 170, 171, 172,
173, 174, 175, 177, 178, 179, 180,
181, 183, 184, 185, 186, 187, 188,
189, 190, 191, 192, 193, 194, 195,
196, 197, 199, 200, 201, 202, 203,
204, 205, 206, 207, 208, 209, 210,
211, 212, 213, 214, 215, 216, 217,
218, 219, 220, 221, 222, 223, 224,
225, 226, 227, 228, 229, 230, 231,
233, 234, 236, 237, 238, 239, 240,
241, 242, 243, 244, 245, 246, 248,
249, 250, 251, 253, 256, 259, 260,
262, 7, 8, 13, 14, 5, 6
Papua, ii, iv, v, vi, vii, x, xii, xiii, xv,
1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,
14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23,
24, 25, 26, 27, 30, 32, 99, 100, 101,
102, 103, 104, 105, 106, 107, 108,
109, 110, 111, 112, 113, 114, 115,
116, 117, 118, 119, 121, 122, 123,
124, 125, 126, 127, 128, 129, 130,
131, 132, 134, 135, 136, 138, 139,
140, 141, 142, 143, 144, 145, 146,
147, 148, 149, 150, 151, 152, 153,
154, 155, 156, 158, 159, 160, 161,
162, 163, 164, 165, 169, 170, 171,
172, 175, 176, 177, 180, 182, 184,
185, 186, 188, 189, 191, 192, 194,
195, 200, 201, 210, 211, 212, 219,
223, 224, 225, 228, 231, 235, 236,
237, 238, 239, 240, 241, 242, 243,
246, 247, 248, 249, 250, 251, 253,
254, 255, 256, 257, 258, 259, 261,
262, 263, 3, 4, 5, 10, 13, 14, 15, 5,
7, 8
Pendidikan, ii, iv, v, vi, vii, x, xiii,
xiv, xv, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,
21, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 32,
33, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,
43, 44, 45, 46, 47, 48, 50, 51, 52,
55, 56, 57, 59, 69, 73, 74, 75, 79,
85, 86, 87, 89, 90, 91, 94, 95, 96,
97, 98, 109, 110, 112, 113, 114,
115, 116, 117, 119, 120, 125, 126,
127, 128, 130, 131, 136, 137, 138,
142, 143, 144, 145, 147, 149, 150,
153, 154, 155, 156, 157, 158, 159,
160, 161, 162, 163, 164, 165, 167,
168, 169, 170, 171, 172, 174, 176,
182, 183, 184, 186, 192, 193, 194,
195, 197, 198, 200, 204, 205, 206,
207, 208, 209, 210, 211, 212, 215,
216, 226, 232, 236, 237, 242, 250,
251, 252, 253, 254, 255, 262, 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15
pluralistik, vii, 1, 3, 4, 10, 11, 12, 13,
14, 30, 32, 33, 45, 97, 131, 145,
147, 152, 155, 262
SMA Hikmah Yapis Jayapura, x, xii,
xv, 11, 14, 26, 131, 132, 133, 134,
147, 148, 151, 152, 157, 158, 162,
192, 216, 217, 218, 219, 220, 221,
222, 223, 224, 225, 226, 227, 228,
229, 230, 231, 232, 233, 234, 235,
237, 240, 241, 245, 247, 250, 255,
258, 259, 260, 2, 3, 9
279
SMK Hikmah Yapis Jayapura, x, xii,
14, 26, 131, 134, 135, 136, 137,
147, 151, 152, 157, 158, 162, 192,
193, 194, 195, 196, 197, 198, 199,
200, 201, 202, 203, 204, 205, 206,
207, 208, 209, 210, 212, 214, 215,
216, 239, 240, 241, 245, 247, 254,
260, 2, 3
strategi pembelajaran, vii, 2, 14, 24,
60, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 69, 159,
218, 262
Undang-undang nomor 20 tahun
2003, 6, 39, 47
Universitas Yapis Papua Jayapura,
14, 24, 128, 155, 177, 188
YAPIS, x, xiii, 1, 30, 113, 114, 116,
136, 161, 13
Yayasan Pendidikan Islam, iv, v, vi,
vii, 12, 13, 21, 30, 113, 114, 115,
128, 136
282
B. Foto Dokumentasi
Wawancara SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara Dengan Yapis Kota
Praktek Ibadah SMA Hikmah Yapis Jayapura
283
Wawancara Dengan Guru SMA Yapis Wa. Dengan Siswi SMK Yapis
Wawancara Dengan Guru PAI Wawancara Wakil Ketua Yapis Papua
Sekolah dan Kepala Sekolah dibawah Yapis Cabang Kota Jayapura
284
Pembelajaran PAI Pada FTSI dan Fakultas Ilmu Hukum UNIYAP
Wawancara Dengan Mahasiswa FEB Kampus II dan Fakultas Ilmu Hukum
Wawancara Mahasiswa FEBI Uniyap Wawancara Mahasiswa FTSI