Post on 22-Apr-2023
KATA PENGANTAR
Tidak ada untaian kata yang Lebih indah selain ke
hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga Makalah tentang Ilegal Fishing
telah dapat terselesaikan. Tidak lupa pula kita
senantiasa haturkan salawat dan salam kepada Nabi
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dalam tahap
pengerjaan laporan lengkap ini, tidak terlepas dari
kendala yang menghambat penyusunan. Namun berkat
motifasi dan dorongan dari beberapa pihak sehingga saya
dapat menyelesaikannya tepat pada waktu yang di berikan
dan dapat mengatasi kendala dan halangan selama
penyelesaian Makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
mata kuliah Pengantar Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Ucapan terimah kasih saya haturkan kepada teman-teman
kelompok 4 yang telah bekerja sama untuk membuat
Makalah ini, serta pihak-pihak lainnya yang telah
membantu dalam menyelesaikan Makalah ini yang tidak
sempat saya sebutkan.
Dalam penyusunan Makalah ini, disadari bahwa masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sikap dan tujuannya membangun sangat kami
harapkan. Walau demikian, kami tetap berharap Makalah
tentang Illegal Fishing ini memberikan manfaat. Amin.
Illegal Fishing Page 1
Makassar, 23 November
2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .............................................
.......................................... 1
Daftar
Isi ........................................................
......................................... 2
BAB I
Latar
Belakang ...................................................
...................................... 3
Illegal Fishing Page 2
Rumusan
Masalah ....................................................
................................ 4
Tujuan
Penulisan ..................................................
.................................... 5
BAB II
Pengertian Illegal
Fishing ....................................................
...................... 6
Faktor Penyebab Illegal
Fishing ....................................................
............ 7
Wilayah yang Sering Terjadi Illegal Fishing di
Ilndonesia ......................... 8
Modus Illegal
Fishing ....................................................
............................ 9
Dampat Illegal
Fishing ....................................................
........................... 10
Upaya-Upaya Pemerintah dalam Menanggapi Illegal
Fishing ..................... 13
Illegal Fishing Page 3
Faktor Pendukung Penegakan Hukum Atas TP. Illegal
Fishing .................. 15
Faktor Penghambat Penegakan Hukum Atas TP. Illegal
Fishing ................. 16
Pihak atau Substansi yang Menangani Illegal
Fishing ................................. 21
BAB III
Kesimpulan .................................................
.............................................. 23
DAFTAR
PUSTAKA ....................................................
............................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Masalah perikanan tangkap yang melanggar hukum
atau lebih dikenal dengan istilah Illegal Fishing
sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Mengapa
dikatakan klasik? karena masalah ini telah ada dari
Illegal Fishing Page 4
zaman dulu yang seakan-akan tidak ada habisnya. Hingga
sekarang pun Illegal Fishing masih sulit untuk di berantas.Pencurian ikan oleh armada kapal ikan asing dari wilayah
laut Indonesia diperkirakan sebesar 1 juta ton/tahun (Rp 30
triliun/tahun) yang berlangsung sejak pertengahan 1980-an
(FAO, 2008).
Selain kerugian uang negara sebesar itu, pencurian
ikan oleh nelayan asing berarti juga mematikan peluang
nelayan Indonesia untuk mendapatkan 1 juta ton ikan setiap
tahunnya. Lebih dari itu, volume ikan sebanyak itu juga
mengurangi pasok ikan segar (raw materials) bagi industri
pengolahan hasil perikanan nasional serta berbagai industri
dan jasa yang terkait. Sehingga, impor ikan baik volume
maupun nilainya terus meningkat signifikan dalam 5 tahun
terakhir. Berita penangkapan kapal asing oleh patroli
kita, akhir-akhir ini sering terdengar. Akan tetapi
tetap masih saja ada kapal-kapal asing yang masuk
wilayah RI. Atau berita pengeboman ikan atau berita
nelayan kita yang menggunakan Alat Penangkapan Ikan
terlarang. Aktivitas pencurian ikan oleh para nelayan asing juga
merusak kelestarian stok ikan laut Indonesia, karena
biasanya mereka menangkap ikan dengan teknologi yang tidak
ramah lingkungan. Hal yang sangat penting diceramti adalah
apabila terus membiarkan terjadinya illegal fishing, maka
kedaulatan wilayah pun bisa terongrong, oleh karenanya,
harus ada upaya strategis dan signifikan dalam rangka
Illegal Fishing Page 5
menanggulangi aktivitas pencurian ikan secara illegal di
wilayah perairan laut Republik Indonesia .
Sebagaimana yang telah kita ketahui, peran
pemerintah dalam menjaga perairan di wilayah perbatasan
sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan minim baik
dalam hal trasportasi seperti kapal-kapal patroli
maupun dalam hal jumlah ankatan laut maritim yang siaga
berpatroli. Bayangkan saja jika kapal patroli kita,
ataupun kapal penangkap ikan kita yang umumnya
berukuran kecil dan tradisional, harus berhadapan
dengan kapal asing yang berukuran lebih besar dan
modern serta dalam jumlah yang lebih banyak.
Masalah illegal fishing adalah masalah kita
bersama. Masalah tersebut tidak akan dapat teratasi
jika kita tidak berbenah diri. Salah satu cara untuk
mengatasinya yaitu mungkin dengan menambah armada kapal
patroli kita, supaya kapal-kapal asing yang masuk ke
wilayah perairan kita yang melakukan illegal fishing
bisa ditangkap ataupun bisa dihancurkan kapal mereka.
Mengapa harus demikian? Karena masalah illegal fishing
menimbulkan kerugian yang amat sangat besar bagi Bangsa
dan Negara Indonesia. Berapa Triliunkah uang kita
dicuri oleh Negara lain? Berapa banyak sumberdaya alam
kita dihancurkan dan dicuri oleh Negara lain?
I.2 Rumusan Masalah
Illegal Fishing Page 6
A. Apa Pengertian Illegal Fishing ?
B. Apa Saja Faktor Penyebab Illegal Fishing Terjadi
di Indonesia ?
C. Dimana Saja Tempat Terjadinya Illegal Fishing di
Perairan Indonesia ?
D. Apa Saja Modus Illegal Fishing ?
E. Apa Saja Dampak Atas Illegal Fishing di
indonesia ?
F. Cara Apa Saja Upaya-Upaya Pemerintah Dalam
Penegakan Hukum Tindak Pidana Illegal Fishing ?G. Apa Saja Faktor Pendukung Penegakan Hukum Terhadap
Tindak Pidana Illegal Fishing ?
H. Apa Saja Faktor Penghambat Penegakan Hukum Tindak
Pidana Illegal Fishing ?
I. Siapa Saja Pihak Yang Menangani Tindak Pidana
Perikanan di Indonesiaidana Illegal Fishing di
Indonesia ?
J. Bagaimana Mekanisme Penanganan Perkara Tindak
Pidana Perikanan ?
I.3 Tujuan Penulisan
a.Untuk Mengetahui Pengertian Illegal Fishing.
b.Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Illegal Fishing
Terjadi di Indonesia.
Illegal Fishing Page 7
c.Untuk Mengetahui Tempat-Tempat yang sering Terjadi
Illegal Fishing di Perairan Indonesia.
d.Untuk Mengetahui Modus Illegal Fishing.
e.Untuk Mengetahui Dapak atas Illegal Fishing di
Indonesia.
f.Untuk Mengetahui Upaya-Upaya Apa Saja yang
Dilakukan Pemerintah Dalam Penegakan Hukum Tindak
Pidana Illegal Fishing.g.Untuk Mengetahui Faktor Pendukung Penegakan Hukum
Terhadap Tindak Pidana Illegal Fishing.
h.Untuk Mengetahui Faktor Penghambat Penegakan Hukum
Tindak Pidana Illegal Fishing.
i.Untuk Mengetahui Pihak Yang Menangani Tindak
Pidana Perikanan di Indonesia.
j.Untuk Mengetahui Mekanisme Penanganan Perkara
Tindak Pidana Perikanan.
Illegal Fishing Page 8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian Illegal Fishing
Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam IUU fishing, pada dasarnya adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian ikan olehpihak asing. Keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan sebagai illegal fishing karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya, pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah.
Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing menggunakan benderanya sendiriuntuk menangkap ikan di wilayah negara lain.
Unregulated fishing, adalah kegiatan penangkapan diperairan wilayah atau ZEE suatu Negara yang tidak
Illegal Fishing Page 9
mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut. Tercakup dalam hal ini antara lain:
Penggunaan alat tangkap yang merusak seperti
trawl, bom, dan bius.
Pelanggaran wilayah tangkap.
Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikandi perairan wilayah atau ZEE suatu negara, yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya. Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup:
Kesalahan dalam pelaporannya (misreported).
Pelaporan yang tidak semestinya (under reported)
Ada pun Pendapat Lain Tentang Illegal Fishingyaitu :
Pengertian illegal fishing mengacu pada pengertian IUU(Illegal, Unreported and Unregulated) yang dikeluarkan olehInternational Plan of Action (IPOA), dimana yang disebut illegalfishing adalah aktifitas penangkapan yang meliputi tigahal :
1. Dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatuperairan yang menjadi yurisdiksi suatu negaratanpa izin dari negara tersebut, atau bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang berlakudi negara tempat berlangsungnya kegiatanpenangkapan;
2. Bertentangan dengan peraturan nasional yangberlaku dan/atau peraturan internasional;
Illegal Fishing Page 10
3. Dilakukan oleh kapal yang mengibarkan benderasuatu negara yang menjadi anggota organisasipengelolaan perikanan regional tetapi beroperasitidak sesuai dengan ketentuan pelestarian danpengelolaan yang diterapkan oleh organisasitersebut atau ketentuan hukum internasional yangberlaku
B. Faktor Penyebab Illegal Fishing Terjadi di
Indonesia.
1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi
lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi over-
demand terutama jenis ikan dari laut seperti
Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia
berburu ikan di manapun dengan cara legal atau
illegal.
2. Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh
(whole fish) di negara lain dibandingkan di
Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih
adanya surplus pendapatan.
3. Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai
habis, sementara di Indonesia masih
menjanjikan, padahal mereka harus
mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi
mereka dan harus mempertahankan produksi
pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi
lain kemampuan pengawasan khususnya armada
Illegal Fishing Page 11
pengawasan nasional (kapal pengawas) masih
sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk
mengawasai daerah rawan. Faktanya, untuk
menjaga zona laut Indonesia yang mencapai luas
5,9 juta km persegi armada AL (angkatan Laut)
yang tersedia hanya 150 unit saja. Untuk laut
Natuna contohnya yang berhadapan langsung
dengan laut China Selatan, hanya di jaga oleh 4
unit armada AL saja, akibatnya pencurian ikan
terus terjadi di area 250.000 km persegi
tersebut.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk
sistem perizinan saat ini bersifat terbuka
(open access), pembatasannya hanya terbatas pada
alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang
cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual
geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia
yang berbatasan dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana
pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari
sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan
tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik
Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak
Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah
tersebut, tentunya sangat belum sebanding
dengan cakupan luas wilayah laut yang harus
Illegal Fishing Page 12
diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan
keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak
hukum masih dalam penanganan perkara tindak
pidana perikanan masih belum solid, terutama
dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan
komitmen operasi kapal pengawas di ZEE
C. Tempat-Tempat yang sering Terjadi Illegal Fishing
di Perairan Indonesia.
1. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI )
2. Laut teritorial
3. Laut Natuna, nelayan asing yang melakukan
Illegal Fishing antara lain dari Taiwan,
Vietnam, Thailand, Malaysia
4. Sulawesi Utara bagian utara, nelayan yang
melakukan Illegal Fishing antara lain dari
Philipina
5. Laut Arafura, nelayan asing yang melakukan
Illegal Fishing antara lain Thailand, RRC,
Taiwan
Ada pun sumber lain yang mengatakan bahwa tempat
terjadinya illegal fishing di Perairan Timur
Indonesia, seperti:
a) Perairan Papua (Sorong, Teluk Bintuni, Fakfak,
Kaimana, Merauke, Perairan Arafuru)
Illegal Fishing Page 13
b) Laut Maluku, Laut Halmahera
c) Perairan Tual
d) Laut Sulawesi
e) Samudra Pasifik
f) Perairan Indonesia-Australia
g) Perairan Kalimantan Timur
2. Perairan Barat Indonesia, seperti:
a) Perairan Kalimantan bagian Utara, daerah Laut Cina
Selatan
b) Perairan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
c) Selat Malaka
d) Sumatera Utara (Perairan Pandan, Teluk Sibolga)
e Selat Karimata, Perairan Pulau Tambelan (Perairan
antara Riau dan Kalimantan Barat)
f) Laut Natuna (Perairan Laut Tiongkok Selatan)
g) Perairan Pulau Gosong Niger (Kalimantan Barat)
D. Modus Illegal Fishing.
1. Double Flagging ( penggunaan bendera kapal
ganda ) ;
2. Manipulasi data dalam mendaftarkan kapal eks.
Asing menjadi KII ( manipulasi Delition
Certificate dan Bill of Sale ) ;
3. Transhipment di tengah laut ( kapal penangkap
ikan melakukan kegiatan penangkapan ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
Illegal Fishing Page 14
dan memindahkan hasil tangkapan ke kapal pengumpul
yang sudah menunggu di batas luar ZEEI ) ;
4. Mematikan atau memindahkan Vesel Monitoring
System
( VMS ) ke kapal lain ;
5. Satu ijin untuk beberapa kapal yang sengaja
dibuat serupa ( bentuk dan warna) ;
6. Memasuki wilayah Indonesia dengan alasan
tersesat atau menghindar dari badai ;
7. Melakukan lintas damai namun tidak menyimpan
alat penangkapan ikan di dalam palka ( alat
penangkapan ikan kedapatan dalam kondisi basah ) ;
8. Alasan Traditional Fishing Right (kapal-kapal
Pump Boat);
9. Menangkap ikan tidak pada Fishing Ground yang
telah ditetapkan ;
10.Untuk alat tangkap pukat ikan ukuran mata
jaring < dari 50 mm, head rope dan ground rope
melebihi yang tertera pada ijin ;
11. Jaring insang ( Gill Nett melebihi panjang
maksimal /10.000 meter ) ;
12. Penangkapan ikan dengan menggunakan pukat
harimau
( Trawl) atau pukat yang ditarik dua kapal ( Pair
Trawl ) ;
Illegal Fishing Page 15
E. Dapak atas Illegal Fishing Di Indonesia
Pertama,
Perikanan ilegal di perairan Indonesia akan
mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan
dunia. Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau
laporannya salah (misreported), atau laporannya di
bawah standar (under reported), dan praktek
perikanan yang tidak diatur (unregulated) akan
menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan
yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat,
hampir dipastikan pengelolaan perikanan tidak akan
tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan
nasional dan global. Hal ini dapat dikategorikan
melakukan praktek IUU fishing. Dengan kata lain,
jika pemerintah Indonesia tidak serius untuk
mengantisipasi dan mereduksi kegiatan IUU diperairan
Indonesia, maka dengan sendirinya Indonesia
“terkesan” memfasilitasi kegiatan IUU, dan terbuka
kemungkinan untuk mendapat sanksi internasional.
Kedua,
Perikanan ilegal di perairan Indonesia akan
mengurangi kontribusi perikanan tangkap di wilayah
ZEEI atau laut lepas kepada ekonomi nasional (PDB).
Disamping juga mendorong hilangnya rente sumberdaya
perikanan yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia.
Pemerintah mengklaim bahwa kerugian dari praktek
Illegal Fishing Page 16
perikanan ilegal mencapai US$ 4 milyar per tahun.
Jika diasumsikan harga ikan ilegal berkisar antara
US$ 1.000-2.000 per ton maka setiap tahunnya
Indonesia kehilangan sekitar 2-4 juta ton ikan.
Perhitungan lain menyebutkan, bahwa total kerugian
negara akibat perikanan ilegal mencapai US$ 1,924
miliar per tahun. Angka ini terdiri dari pelanggaran
daerah operasi sebesar US$ 537,75 juta; dokumen
palsu US$ 142,5 juta kapal tanpa dokumen atau liar
US$ 1,2 juta dan penggunaan ABK asing US$ 780 juta.
Ketiga,
Perikanan ilegal mendorong ke arah penurunan tenaga
kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha
pengumpulan dan pengolahan ikan. Apabila hal ini
tidak secepatnya diselesaikan maka akan mengurangi
peluang generasi muda nelayan untuk mengambil bagian
dalam usaha penangkapan ikan.
Keempat,
perikanan ilegal akan mengurangi peran tempat
pendaratan ikan nasional (pelabuhan perikanan
nasional) dan penerimaan uang pandu pelabuhan.
Karena kapal penangkapan ikan ilegal umumnya tidak
mendaratkan ikan hasil tangkapannya di pelabuhan
perikanan nasional. Hal ini akan berdampak secara
nyata terhadap berkurangnya pendapatan nasional dari
sektor perikanan.
Illegal Fishing Page 17
Kelima,
Perikanan ilegal akan mengurangi pendapatan dari
jasa dan pajak dari operasi yang sah. Perikanan
ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan, yang
pada gilirannya akan mengurangi pendapatan dari
perusahaan yang memiliki izin penangkapan yang sah.
Keenam,
Baik secara langsung maupun tidak langsung,
multiplier effects dari perikanan ilegal memilikib
hubungan dengan penangkapan ikan nasional. Karena
aktivitas penangkapan ikan nasional akan otomotis
berkurang sejalan dengan hilangnya potensi
sumberdaya ikan akibat aktivitas perikanan ilegal.
Apabila potensi ikan yang dicuri dapat dijala oleh
armada perikanan nasional, maka sedikitnya dapat
menjamin bahan baku yang cukup bagi industri
pengolahan hasil perikanan, misalnya pengalengan
tuna. Pada umumnya ikan yang dicuri dari perairan
Indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis besar
lainnya. Jika setiap industri pengalengan ikan tuna
memerlukan bahan baku minimal 80-100 ton per hari
atau sekitar 28.000-36.000 ton per tahun, maka ikan
yang dicuri tersebut sedikitnya dapat menghidupi 42
industri pengalengan ikan tuna nasional.
Ketujuh,
Illegal Fishing Page 18
Perikanan ilegal akan berdampak pada kerusakan
ekosistem, akibat hilangnya nilai dari kawasan
pantai, misalnya udang yang dekat ke wilayah
penangkapan ikan pantai dan dari area bakau yang
boleh jadi dirusak oleh perikanan ilegal.
Selanjutnya akan berdampak pada pengurangan
pendapatan untuk masyarakat yang melakukan
penangkapan ikan di wilayah pantai.
Kedelapan,
Perikanan ilegal akan meningkatkan konflik dengan
armada nelayan tradisional. Maraknya perikanan
ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia
khususnya nelayan tradisional dalam menangkap ikan
di perairan Indonesia. Nelayan asing selain
melakukan penangkapan secara ilegal, mereka juga
sering menembaki nelayan tradisional yang sedang
melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan
(fishing ground) yang sama. Selain itu perikanan
illegal juga akan mendorong ke arah pengurangan
pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan
memperburuk situasi kemiskinan.
Kesembilan,
Perikanan ilegal berdampak negatif pada stok ikan
dan ketersediaan ikan, yang merupakan sumber protein
penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan
ikan pada pasar lokal akan mengurangi ketersediaan
Illegal Fishing Page 19
protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan
meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam
masyarakat, dan berdampak pada rencana pemerintah
untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan.
Kesepuluh,
Perikanan ilegal akan berdampak negative pada isu
kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan
pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan.
Fakta di beberapa daerah menunjukkan bahwa istri
nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitasb
penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil
tangkapan, termasuk untuk urusan pemasaran hasil
perikanan.
F. Upaya-Upaya Apa Saja yang Dilakukan Pemerintah
Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Illegal
Fishing.
Upaya Preventif
Sosialisasi berbagai peraturan perundang –
undangan yang mengatur tentang sumberdaya perikanan
dan pengelolaannya kepada masyarakat di Kabupaten
Merauke tentang dampak tindak pidana Illegal Fishing
terhadap pembangunan bangsa dan negara dimasa yang
akan datang. Masyarakat diharapkan mengetahui
tentang prosedur mendapatkan ijin penangkapan,
pengangkutan dan pengolahan ikan yang benar dan
Illegal Fishing Page 20
sekaligus untuk menambah pengetahuan masyarakat guna
menghadapi para investor perikanan yang tidak
beritikad baik.
Sosialisasi teknis proses penegakan hukum
tindak pidana Illegal Fishing kepada aparat
penegakan hukum meliputi kualifikasi aspek tindak
pidana, dan administratif dalam perkara Illegal
Fishing hal ini dimaksudkan agar para penegak hukum
tidak salah dalam menerapkan aturan hukum. Penataan
kembali administrasi perijinan perikanan pada
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, Dinas kelautan dan Perikanan Propinsi
papua dan Dinas kelautan dan Perikanan Kabupaten
merauke. Memperketat proses pemberiaan ijin
penangkapan, pengangkutan, pengolahan ikan dan
pengawasannya. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia, Dinas kelautan dan Perikanan
Propinsi papua dan Dinas kelautan dan Perikanan
Kabupaten merauke tidak kecolongan atau sembarangan
menerbitkan ijin.
Upaya Represif
Dalam pelaksanaan kegiatan gelar patroli
keamanan laut yang dilakukan sejak Tahun 2005 sampai
dengan 2009 dilaksanakan oleh Kapal Pengawas milik
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Illegal Fishing Page 21
Indonesia maupun milik TNI - Angkatan Laut yang mana
kegiatan patroli keamanan laut tersebut melibatkan
unsur penyidik TNI - Angkatan Laut dan penyidik
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan
Perikanan – Republik Indonesia yang terlaksana
secara terpadu. Menindak lanjuti temuan maupun
informasi yang berasal dari petugas intelegen maupun
informasi dari masyarakat tentang adanya tindak
pidana Illegal Fishing. Keseriusan menangani perkara
Illegal Fishing dengan memprioritaskan penanganan
perkara Illegal Fishing dalam waktu yang relatif
singkat untuk selanjutnya diserahkan ke Kejaksaan
dan diproses lebih lanjut.
Kejaksaan sebagai Instansi tingkat kedua
dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana
Illegal Fishing setelah Penyidik mengkualifikasikan
perkara Illegal Fishing sebagai perkara prioritas
yang perlu ditangani serius. Hal ini merupakan
bentuk keseriusan pemerintah melalui Kejaksaan dalam
memberantas penangkapan ikan secara ilegal di
Indonesia walaupun masih ada kendala terutama dalam
proses membuat tuntutan terhadap pelaku Illegal
Fishing yang cukup panjang atau relatif lama karena
harus diajukan kepada Kejaksaan Tinggi dan
diteruskan ke Kejaksaan Agung.
Illegal Fishing Page 22
Pengadilan sendiri telah berupaya untuk
serius menangani perkara Illegal Fishing terutama
oleh para Hakim dengan menerapkan aturan hukum yang
benar terhadap para pelaku dan memutuskan perkara
dalam waktu yang relatif singkat dengan berdasarkan
kepada rasa keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan yang tercermin dalam putusannya.
Terlepas dari semua itu masyarakat sebagai pihak
yang awam terhadap hukum akan selalu mempertanyakan
putusan pengadilan dengan adanya praktek– praktek
yang unprofesional oleh aparat penegak hukum baik
PPNS Perikanan, TNI - Angkatan Laut, Penyidik Polri,
Jaksa maupun Hakim namun tentu saja hal tersebut
harus mempunyai dasar yang kuat agar Lembaga Penegak
Hukum sendiri tidak dirugikan dengan tudingan –
tudingan yang tidak berdasar. Sebaliknya jika
tudingan tersebut terbukti, maka oknum Penegak Hukum
tersebut harus segera ditindak dengan tegas
berdasarkan aturan hukum dan hal ini berarti Lembaga
Penegak Hukum perlu melakukan pembaharuan
G. Faktor Pendukung Penegakan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Illegal Fishing.
Adanya seperangkat aturan (norma hukum) yang
mengatur tentang tindak pidana perikanan yaitu:
Illegal Fishing Page 23
1) Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan
perubahannya Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan,
2) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil serta aturan
pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha
Perikanan,
3) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan,
4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
Perikanan,
5). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan
Tindak Pidana di Bidang Perikanan,
6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian
Sumber Daya Ikan,
7). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau
Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan
Komersial,
8). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap,
Illegal Fishing Page 24
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di
Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2008
tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring
Ingsang (Gill Net) di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI).
Tersedianya Lembaga Penegak Hukum di kabupaten
Merauke yang terdiri atau yang meliputi : Kepolisian
Resort Merauke, Lantamal - XI Merauke, Kejaksaan
Negeri Merauke, Pengadilan Negeri Merauke, Advokat
dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Merauke,
sarana dan Prasarana teknologi dan telekomunikasi
sebagai penunjang proses penegakan hukum Tindak
Pidana Illegal Fishing di Perairan Laut Arafura
Kabupaten Merauke. Walaupun dalam kenyataannya dan
pelaksanaannya berbagai sarana dan prasarana
tersebut belum memadai, dan respon yang sangat
positif dari Pemerintah Daerah dalam membantu
Kegiatan Pengawasan Gelar Patroli Keamanan Laut
dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana
Illegal Fishing yang semakin marak di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonsia.
H. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Tindak Pidana
Illegal Fishing.
Illegal Fishing Page 25
Obyek Penegak Hukum Sulit Ditembus Hukum
Obyek yang dimaksud disini adalah pelaku yang
terlibat dalam kejahatan Illegal Fishing yaitu
pelaku yang menjadi otak dari kegiatan tersebut.
Terutama dalam hal ini adalah oknum Pejabat
Penyelenggara Negara, oknum Aparat Penegak Hukum
atau oknum Pegawai Negeri Sipil yang tidak diatur
secara khusus dalam Undang – Undang tentang
Perikanan tersebut. Penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHP
yang mengkualifikasikan pelaku tindak pidana sebagai
orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan
yang turut serta melakukan perbuatan pidana dapat
juga diterapkan dalam kejahatan Illegal Fishing yang
melibatkan banyak pihak. Namun demikian beban pidana
yang harus ditanggung secara bersama dalam
terjadinya tindak pidana Illegal Fishing juga dapat
mengurangi rasa keadilan masyarakat, karena dengan
kualitas dan akibat perbuatan yang tidak sama
terhadap pelaku turut serta, dapat dipidanakan
maksimum sama dengan si pembuat menurut ketentuan
Pasal 56 ayat (1) KUHP, sedangkan ternyata peranan
pelaku utamanya sulit ditemukan.
Lemahnya Koordinasi Antar Penegak Hukum
Lemahnya koordinasi antar Instansi Penegak
Hukum dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan
dan kebijakan masing – masing, sehingga sangat rawan
Illegal Fishing Page 26
menimbulkan konflik kepentingan. Penegakan hukum
yang tidak terkoordinasi merupakan salah satu
kendala dalam penanggulangan kejahatan Illegal
Fishing.
Proses peradilan mulai dari penyidikan hingga ke
persidangan membutuhkan biaya yang sangat besar,
proses hukum yang sangat panjang dan sarana /
prasarana yang sangat memadai membutuhkan keahlian
khusus dalam penanganan kasus tersebut. Dalam satu
Instansi tentu tidak memiliki semua komponen,
data/informasi ataupun sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam rangka penegakan hukum. Oleh karena
itu diperlukan koordinasi dan kerjasama yang
sinergis antar Instansi yang terkait dalam upaya
penegakan hukum terhadap Illegal Fishing tersebut.
Dalam pemberantasan kejahatan Illegal Fishing
yang terjadi di Indonesia sering ditemui bahwa yang
merupakan salah satu kendala dalam pemberantasan
Illegal Fishing ialah disebabkan oleh kurangnya
koordinasi yang efektif dan efisien antara berbagai
Instansi yang terkait, yang mana sesuai dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER/11/MEN/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Nomor PER/13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi
Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan yaitu
dalam hal ini terdapat 10 (sepuluh) Instansi yang
Illegal Fishing Page 27
terkait yang berada dalam satu mata rantai
pemberantasan Illegal Fishing yang sangat menentukan
proses penegakan hukum kejahatan perikanan yaitu :
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian
Republik Indonesia,
TNI - Angkatan Laut, Kejaksaan Agung,
Kementerian Hukum dan HAM Ditjen Keimigrasian,
Kemeterian Perhubungan Ditjen Perhubungan Laut,
Kementerian Keuangan Ditjen Bea dan Cukai,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ditjen
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Mahkamah Agung
dan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Koordinasi antar berbagai Instansi tersebut sangat
menentukan keberhasilan dalam penegakan hukum pidana
terhadap kejahatan Illegal Fishing yang merupakan
kejahatan terorganisir yang memiliki jaringan yang
sangat luas mulai dari penangkapan ikan secara
ilegal, tanshipment ikan ditengah laut hingga
eksport ikan secara ilegal.
Masalah Pembuktian
Berbicara mengenai masalah pembuktian yang
dianut oleh hukum pidana Indonesia adalah sistem
negatif (negatif wettelijke stelsel) yang merupakan
gabungan dari sistem bebas dengan sistem positif
(Syahrani, 1983:129). Lebih lanjut menurut Syahrini
bahwa dalam sistem negatif Hakim hanya boleh
Illegal Fishing Page 28
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila
berdasarkan bukti – bukti yang sah menurut hukum
sehingga Hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwalah
yang telah bersalah melakukan tindak pidana. Hal ini
berdasarkan ketentuan Pasal 183 UU No. 8 Tahun 1981
KUHAP, yang menyatakan bahwa : “ Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah
ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya”.
Alat bukti utama yang dapat dijadikan dasar
tuntutan dalam tindak pidana Illegal Fishing adalah
keterangan saksi ahli untuk menjelaskan keadaan laut
ataupun akibat dari penangkapan ikan secara ilegal
yang disebabkan oleh kajahatan oleh para pelaku
Illegal Fishing, proses ini juga sangat memerlukan
waktu yang cukup lama dari tindak pidana umum serta
sangat dibutuhkan ketelitian dalam proses
penanganannya. Pembuktian terhadap tindak pidana
Illegal Fishing yang masih mengacu pada KUHAP
seperti tersebut diatas, adalah merupakan kewajiban
penyidik dan penuntut umum untuk membuktikan
sangkaannya terhadap tersangka, kemudian alat – alat
bukti yang juga mengacu pada KUHAP seperti halnya
tindak pidana biasa, sangat sulit untuk menjerat
Illegal Fishing Page 29
pelaku – pelaku yang berada di belakang kasus
tersebut. Belum diaturnya mekanisme proses untuk
mengakses alat – alat bukti seperti akses informasi
pada bank atau ketentuan yang memerintahkan kepada
bank untuk meblokir rekening tersangka yang diduga
sebagai pelaku tindak pidana.
Ruang Lingkup Tindak Pidana yang Masih Sempit
Ruang lingkup tindak pidana yang diatur dalam
Undang –Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya
Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan belum meliputi tindak pidana korporasi,
tindak pidana penyertaan dan tindak pidana pembiaran
(ommission). Tindak pidana Pembiaraan atau
(ommission) adalah terutama yang dilakukan oleh
pejabat yang memiliki kewenangan dalam masalah
penanggulangan Illegal Fishing
Rumusan Sanksi Pidana
Rumusan sanksi pidana dalam pasal Undang -
Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang -
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang
memiliki sanksi pidana denda yang sangat berat
dibandingkan dengan ketentuan pidana yang lain,
ternyata belum memberikan efek jera kepada pelaku
kejahatan Illegal Fishing. Ancaman hukuman penjara
yang paling berat 6 (enam) tahun bagi pelaku yang
melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki atau
Illegal Fishing Page 30
membawa SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dan
paling berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan
pemalsuan dan memakai ijin palsu berupa SIUP, SIPI,
SIKPI. Pidana denda yang paling banyak Rp.
20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah).
Rumusan sanksi dalam Undang – Undang ini tidak
mengatur rumusan
sanksi paling rendah atau minimum sehingga
seringkali sanksi pidana yang dijatuhkan tidak
memberi efek jera kepada pelaku. Demikian juga belum
diatur tentang sanksi pidana bagi Korporasi serta
sanksi pidana tambahan terutama kepada tindak pidana
pembiaran.
Subyek dan Pelaku Tindak Pidana
Subyek atau pelaku yang diatur dalam
ketentuan pidana Perikanan secara tersurat hanya
dapat diterapkan kepada pelaku yang secara langsung
melakukan penangkapan ikan secara ilegal maupun
kepada kapal ikan yang yang melakukan transhipment
secara ilegal. Ketentuan tentang pidana perikanan
itu belum menyentuh pelaku lain termasuk pelaku
intelektual yang terkait dengan Illegal Fishing
secara keseluruhan seperti Korporasi, Pejabat
Penyelenggara Negara, Pegawai Negeri Sipil,
TNI/POLRI, dan Pemilik Kapal.
Proses Penyitaan
Illegal Fishing Page 31
Barang bukti berupa kapal perikanan, ikan dan
dokumen – dokumen kapal dalam tindak pidana
perikanan khususnya ikan dalam proses penyitaan
sebagai barang bukti sangat perlu diperhatikan
dimana barang bukti tersebut memiliki sifat yang
cepat membusuk sehingga dalam proses penyitaan
sebagai barang bukti harus dilakukan secara baik
yaitu setelah barang bukti tersebut disita
selanjutnya segera di lelang dengan persetujuan
Ketua Pengadilan kemudian uang hasil lelang tersebut
digunakan sebagai barang bukti di Pengadilan.
Ganti Kerugian Ekologis
Tindak pidana Illegal Fishing adalah tindak
pidana yang mempunyai dampak terhadap kerugian
lingkungan (ekologis) sehingga sangat perlu
dirumuskan pasal tentang perhitungan kerugian secara
ekologis. Hal ini juga belum diatur dalam Undang –
Undang Perikanan.
Kurangnya Wawasan dan Integritas Para Penegak Hukum
Salah satu faktor yang sangat menentukan
dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana Illegal
Fishing adalah adanya wawasan dan integritas para
penegak hukum terutama menyangkut penguasaan hukum
materil dan formil, hal ini dikarenakan begitu
cepatnya perkembangan masyarakat yang semakin
moderen, telekomunikasi dan teknologi sehingga
Illegal Fishing Page 32
banyak kejahatan baru yang bermunculan dengan jenis
dan modus operandi yang baru dan beraneka jenis,
termasuk kejahatan tindak pidana Illegal Fishing.
Adanya perkembangan jenis maupun modus operandi
suatu tindak pidana harus dibarengi dengan
peningkatan wawasan dan integritas para penegak
hukum agar tidak salah dalam menerapkan hukum dan
dapat menegakkan hukum dengan sebaik – baiknya.
I. Pihak Yang Menangani Tindak Pidana Perikanan di
Indonesia dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang TP.
Perikanan, antara lain :
1. Terkait pengawasan dan penegakan hukum, yaitu :- Mekanisme koordinasi antar instansi penyidikdalam penyidikan TP. Perikanan ( Bakorkamla ) ;- Penerapan sanksi ( pidana badan atau denda ) ;- Hukum Acara Pidana ( limitatif batas waktupenyelesaian perkara ) - Adanya kemungkinan upaya penenggelaman kapalberbendera asing .2. Terkait pengelolaan perikanan, antara lain :- Ke-Pelabuhan perikanan ;- Konservasi ;- Perijinan ;- Ke-syahbandaran .3. Terkait perluasan Yurisdiksi PengadilanPerikanan .
G. Mekanisme Penanganan Perkara TP. Perikanan :- Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikankepada Penuntut Umum ( SPDP ) paling lama 7 (tujuh)
Illegal Fishing Page 33
hari sejak ditemukan adanya tindak pidana di bidangperikanan ;- Penerimaan berkas perkara ( tahap satu ), yaitubahwa :
1. Penyidikan kasus TP. di bidang Perikanan diwilayah pengelolaan perikanan RI dilakukan oleh PPNSPerikanan, Penyidik Perwira TNI AL dan atau PenyidikPolri ;
2. Untuk Locus Delicti di wilayah ZEEI, JPU hanyamenerima berkas perkara yang disidik oleh PPNSperikanan ( PSDKP ) dan penyidik perwira TNI AL danberkas perkara TP. Perikanan dengan locus delicti diZEEI yang disidik oleh penyidik Polri, JPU agarmemberikan petunjuk untuk dilakukan penyidikan ulangoleh penyidik yang berwenang sesuai pasal 73 ayat 2 UUNomor 45 tahun 2009, yaitu penyidik PPNS Perikanan(PSDKP) atau penyidik perwira TNI AL ;
3. Penelitian berkas perkara ( Pra Penuntutan )oleh JPU harus melakukan penelitian syarat formil yaitumencakup identitas tersangka, penangkapan, penahanan,penggeledahan, penyitaan BB, daftar BB, dan penelitiansyarat materiil yaitu antara lain unsur pasal yangdisangkakan terkait wilayah ( ZEEI atau diluar ZEEI )dimana khusus untuk wilayah ZEEI wajib dijuncto-kandengan pasal 102 UU nomor 45 / 2009, tempos dan locusdelicti ( terkait kompetensi absolut dan relatif ),peran masing-masing tersangka, keterangan saksi danahli .4.Tenggang waktu penelitian berkas perkara maksimal 5(lima) hari terhitung sejak tanggal diterimanya berkasperkara hasil penyidikan ;5. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalamwaktu 5 hari, JPU tidak mengembalikan berkas perkarakepada penyidik ;6. Dalam waktu paling lama 10 hari terhitung sejaktanggal penerimaan berkas perkara, penyidik harusmenyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada JPU;
Illegal Fishing Page 34
7. JPU melimpahkan berkas perkara kepada Ketua PNpaling lama 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal berkasperkara dinyatakan lengkap oleh JPU.
Illegal Fishing Page 35
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan Dari pemaparan materi di atas penulis dapat
menyimpulkan beberapa gagasan yaitu :1. Illegal Fishing adalah suatu kegiatan adalah
kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan
wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu
Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak
memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari
Negara bersangkutan.yang terbagi atas dua jenis
illegal fising yaitu pencurian semi-ilegal dan
pencurian murni ilegal.
2. Beberapa Faktor Penyebab Illegal Fishing Terjadi di
Indonesia adalah kebutuhan ikan dunia yang
meningkat, disparitas(perbedaan),fishing ground,
laut indonesia yang sanagt luas dan terbuka, sistem
pengelolaan perikanan dalam bentuk perizinan
bersifat terbuka, masih terbatas sarana dan
prasarana, dan yang trahir adalah kinerja
pemerintah yang belum solid.
Illegal Fishing Page 36
3. Tempat Terjadinya Illegal Fishing di Perairan
Indonesia mencakup wilayah-wilayah Indonesia bagian
Timur dan Barat , di bagian timur seperti
Perairan Papua (Sorong, Teluk Bintuni, Fakfak,
Kaimana, Merauke, Perairan Arafuru), Laut Maluku,
Laut Halmahera, Perairan Tual, Laut Sulawesi,
Samudra Pasifik. Perairan Indonesia-Australia,
Perairan Kalimantan Timur, Perairan Kalimantan
bagian Utara, daerah Laut Cina Selatan, Perairan
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Selat Malaka,
Sumatera Utara (Perairan Pandan, Teluk Sibolga),
Selat Karimata, Perairan Pulau Tambelan (Perairan
antara Riau dan Kalimantan Barat), Laut Natuna
(Perairan Laut Tiongkok Selatan), Perairan Pulau
Gosong Niger (Kalimantan Barat)
4. Dampak Atas Illegal Fishing di indonesia, dapat
merusak ekosistem alam dan merugikan negara,
5. Upaya-Upaya Pemerintah Dalam Penegakan Hukum
Tindak Pidana Illegal Fishing adalah dengan cara
Sosialisasi berbagai peraturan perundang – undangan
yang mengatur tentang sumberdaya perikanan dan
pengelolaannya dan Dalam pelaksanaan kegiatan gelar
patroli keamanan laut yang dilakukan sejak Tahun 2005
sampai dengan 2009 dilaksanakan oleh Kapal Pengawas
milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia maupun milik TNI - Angkatan Laut yang mana
Illegal Fishing Page 37
kegiatan patroli keamanan laut tersebut melibatkan
unsur penyidik TNI - Angkatan Laut dan penyidik Pegawai
Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan –
Republik Indonesia yang terlaksana secara terpadu.
Menindak lanjuti temuan maupun informasi yang berasal
dari petugas intelegen maupun informasi dari masyarakat
tentang adanya tindak pidana Illegal Fishing.6. Faktor Pendukung Penegakan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Illegal Fishing adalah adanya seperangkat aturan
hukum yang mengatur tentang penindak tegasan atas tindak
pidana perikanan.
7. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Tindak Pidana
Illegal Fishing ada 10 diantaranya adalah : objek
pengelolaan sulit di tembus,lemahnya kordinasi antar penegak
hukum, masalah pembuktian, ruang lingkup tindak pidana yang
masih sempit, rumusan sanksi pidana, subyek pelaku tindak
pidana, proses penyitaan, ganti kerugian ekologis, dan
kurangnya wawasan dan integritas para penegak hukum.
Dan kesimpulan terahir yang dapat di ambil olehpenulis adalah bahwa Indonesia saat ini sayangmemerlukan SDM yang kualitatif bukan Kuantitatfi agardapat menyelesaikan kasus Illegal fishing yang sejakdulu tidak ada penyelesaiannya,
Illegal Fishing Page 38
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.Z. (2002). Kebijakan Publik. Yayasan Pancur
Siwah, Jakarta.
Aspek Hukum Penanganan TP. Perikanan (Illegal Fishing),
materi narasumber pada Diklat Teknis Penanganan TP.
Perikanan Angkatan II, Pusdiklat Kejagung RI,
Makalah, Maret 2013 .
Bahan ceramah Sesjampidsus pada Diklat Penanganan TP.
Perikanan Tahun 2013, Makalah, April 2013 .
Buku kumpulan Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara
Tindak Pidana Perikanan, Oktober 2012 .
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana ( KUHP ), Prof.
Moelyatno.
Anatomi permasalahan Illegal Fishing di
Indonesia,
Prof.Dr. Rohmin Dahuri, Makalah, Tahun 2012 .
Illegal Fishing Page 39
Mantjoro, E dan O. Pontoh. (1993). International
Fisheries Policy (Kebijaksanaan Perikanan
International). Seri Dokumentasi dan Publikasi
Ilmiah Ilmu sosial Ekonomi Perikanan.Dharma
Pendidikan. Laboratorium Ekonomi dan Bisnis
Perikanan. Fakultas Perikanan Universitas Sam
Ratulangi. Manado.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
Perikanan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan
Tindak Pidana di Bidang Perikanan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian
Sumber Daya Ikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau
Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan
Komersial,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
Illegal Fishing Page 40
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di
Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap
Ikan Jaring Ingsang (Gill Net) di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI)
Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya
Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan,
Undang - Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil serta
aturan pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha
Perikanan,
Illegal Fishing Page 41