Post on 07-Feb-2023
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Makalah ini adalah hasil karya kelompok kami dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
kami nyatakan dengan benar.
Nama : Surya Pratama
Tanda Tangan :
Tanggal : 20/9/2012
Nama : Dian Vitasari Abdurahman
Tanda Tangan :
Tanggal : 20/09/2012
Nama : Desi Purnamasari
Tanda Tangan :
Tanggal : 20/9/2012
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
i
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
Nama : Dr. Bambang Trihartanto
Tanggal : 21/9/2012
ABSTRAK
Menurut teori Irving Fisher tentang The Quantity
Theory of Money (Parkin, 2009), tingkat inflasi jangka
panjang dapat diperoleh dari hasil perhitungan tingkat
pertumbuhan uang dikurangkan dengan tingkat PDB riil.
Sejak sepuluh tahun terakhir, berdasarkan data dari
website resmi Bank Dunia, selisih antara pertumbuhan
uang dengan tingkat PDB riil di Indonesia masih sangat
besar sehingga menyebabkan tingkat inflasi pun relatif.
Dalam jangka panjang, jika kita menginginkan tingkat
inflasi tetap rendah dan stabil maka hal yang harus
dilakukan adalah memaksimalkan PDB riil. Peningkatan
PDB riil jangka panjang dapat dilakukan dengan
memaksimalkan daya beli masyarakat dalam jangka waktu
panjang melalui peningkatan tenaga kerja sehingga dalam
kondisi ini PDB potensial dapat terpenuhi dan tingkat
inflasi jangka menengah-panjang dapat ditekan. Solusi
alternatif yang ditawarkan dalam studi kasus ini adalah
melalui penerapan Entrepreneurship Targeting, yaitu
penetapan target pertumbuhan kewirausahaan di Indonesia
ii
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
sebesar minimal 2% dari total populasi. Sebagai
otoritas moneter, Bank Indonesia dapat melakukan
berbagai instrumen kebijakan seperti spesialisasi suku
bunga untuk kewirausahaan, kompensasi tingkat suku
bunga, program asistensi, dan penguatan koordinasi
dengan pemerintah. Dengan demikian, inflasi yang rendah
dan stabil jangka menengah-panjang dapat tercapai.
iii
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
I. ACUAN TEORI
Penghitungan inflasi di suatu negara dapat
dilakukan dengan menggunakan teori dari Irving Fisher
mengenai The Quantity Theory of Money atau Teori Kuantitas
Uang (Parkin, 2009) sebagai berikut.
MV=PY
Persamaan di atas menjelaskan bahwa jumlah
persediaan uang (M) dikalikan dengan velositas
sirkulasi uang yang beredar (V) akan berbanding lurus
dengan hasil kali dari tingkat harga (P) dengan PDB
riil (Y). Velositas sirkulasi uang merupakan rata-rata
waktu yang dibutuhkan dalam satuan kali oleh satu unit
mata uang untuk membeli barang atau jasa yang menyusun
komponen PDB di suatu negara. Dari persamaan di atas,
dapat ditarik kesimpulan pula bahwa perubahan pada
setiap variabel akan menghasilkan persamaan baru yaitu
∆ (MV)=∆(PY)
∆MV+M∆V=∆PY+P∆Y
Jika persamaan di atas dijabarkan lagi maka akan
didapatkan persamaan sebagai berikut
∆MM
+∆VV
=∆PP
+∆YY
Persamaan di atas menjelaskan bahwa hasil
penjumlahan dari persentase perubahan dari jumlah uang
1
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
yang beredar (money growth rate) dengan persentase
perubahan velositas sirkulasi uang (rate of velocity change)
akan berbanding lurus dengan hasil penjumlahan
persentase perubahan tingkat harga (inflation rate) dengan
persentase perubahan PDB riil (real GDP growth rate).
Sebagai informasi tambahan, penghitungan tingkat
inflasi berdasarkan perubahan harga barang dan jasa
sesuai dengan indikator penghitungan inflasi di
Indonesia, biasa dikenal dengan inflasi IHK (Indeks
Harga Konsumen) (Website resmi BI, 2012).
Dalam jangka panjang, tingkat pertumbuhan PDB riil
diharapkan mampu memenuhi harapan PDB potensial, yaitu
jumlah produksi yang maksimal ketika perekonomian
berada pada tingkat pengangguran nol atau sangat kecil
atau dalam istilah lain dikenal dengan (full employment).
Pada kondisi ini, persentasi pertumbuhan PDB potensial
akan selalu konstan dengan pertumbuhan dari jumlah uang
yang beredar sehingga mengakibatkan tingkat pertumbuhan
velositas sirkulasi uang bernilai nol atau tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel
lainnya sehingga pada jangka panjang didapatkan
persamaan
∆MM
=∆PP
+∆YpY
∆PP
=∆MM
−∆YpY
2
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
TingkatInflasi=TingkatPertumbuhanUang−TingkatPertumbuhanPDBriil
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa
jika kita ingin menjaga nilai inflasi agar tetap rendah
dan stabil maka kita harus menjaga selisih antara
tingkat pertumbuhan uang dengan tingkat pertumbuhan PDB
riil tetap minimal dengan syarat tingkat inflasi harus
tetap bernilai positif sebab jika tingkat pertumbuhan
PDB riil lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan
uang maka dapat menyebabkan kondisi perekonomian
menjadi inflasi negatif atau deflasi dan berdampak pada
kelesuan ekonomi secara keseluruhan.
II. RUMUSAN MASALAH
Terkait dengan upaya Bank Indonesia dalam
mengontrol dan memilihara stabilitas rupiah, Bank
Indonesia menggunakan kerangka kebijakan Inflation Targeting
Framework (ITF) sejak tahun 2005 menggantikan pendekatan
pendalian jumlah uang beredar (base monetary) yang tidak
relevan lagi dengan perkembangan perekonomian di
Indonesia, khususnya di bidang moneter.
Permasalahan dengan kerangka kebijakan ITF saat
ini adalah kerangka kebijakan ini hanya mampu
mengontrol komponen-komponen disagregasi inflasi inti
yaitu interaksi permintaan dan penawaran, lingkungan
eksternal (nilai tukar rupiah dan harga komoditas
internasional, dan ekspektasi inflasi oleh masyarakat
3
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
melalui instrumen-instrumen moneter yang berpengaruh
signifikan dalam variabel pertumbuhan uang (money
growth), namun tidak dapat mengontrol komponen dari
disagregasi non inti yang secara dominan berpengaruh
pada perubahan tingkat PDB riil di Indonesia, seperti
konsumsi agregat rumah tangga, pengeluaran pemerintah,
intervensi pemerintah dalam pasar, dan kebijakan fiskal
lainnya sehingga menyebabkan keraguan atas kebijakan
moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia akibat
adanya ketidakpastian tersebut, misalnya penetapan BI
rate seperti terurai dalam kasus. Padahal, pada
kenyataannya komponen disagregasi inflasi non inti
tersebut berpengaruh besar terhadap tingkat inflasi di
Indonesia yang selanjutnya menentukan kebijakan apa
yang harus diambil oleh Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah
sebagai pengendali fiskal.
Namun, sebenarnya akar permasalahan dari adanya
keraguan atas kebijakan moneter yang akan diambil,
dikarenakan oleh tidak adanya kepastian dari kebijakan
pemerintah, disebabkan oleh dua hal, yaitu daya beli
masyarakat yang kurang sehingga menyebabkan adanya
resistensi pada setiap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan peningkatan harga konsumsi, serta
kurangnya koordinasi yang kuat antara Bank Indonesia
sebagai pemegang otoritas moneter dan pemerintah
Indonesia sebagai pengendali fiskal.4
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
Oleh sebab itu, pertanyaan yang harus dijawab
dalam solusi studi kasus ini adalah, instrumen atau
strategi seperti apa yang dapat dilakukan oleh Bank
Indonesia agar dapat secara langsung maupun tidak
langsung mengontrol komponen disagregasi inflasi non
inti yang berpengaruh secara signifikan terhadap angka
pertumbuhan PDB riil di Indonesia dengan tetap menjaga
independensinya sebagai otoritas moneter?[[
III. RUMUSAN SOLUSI ALTERNATIF
Adapun solusi alternatif yang kami tawarkan dalam
penyelesaian studi kasus ini adalah melalui penerapan
Entrepreneurship Targeting Framework, yaitu kerangka
kebijakan dengan menyatakan secara jelas proyeksi angka
peningkatan jumlah kewirausahaan di Indonesia yang
ingin dicapai selama beberapa periode kedepan sehingga
semua instrumen kebijakan, baik itu kebijakan moneter
maupun kebijakan fiskal dapat mengarah pada target
pencapaian angka kewirausahaan yang telah ditetapkan.
Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) menyatakan bahwa
proporsi kewirausahaan terhadap populasi suatu negara
yang ideal adalah minimal 2%. Saat ini, Indonesia baru
menyentuh angka 1.56%, jauh tertinggal di bawah negara
tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang sudah
menyentuh angka 4-5% dari total populasi (Bisnis
Indonesia, 2012). Kerangka kebijakan Entrepreneurship
Targeting ini diharapkan dapat menstimulasi dan
5
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
meningkatkan minat dan praktik kewirausahaan masyarakat
yang berdampak positif dalam pengembangan lapangan
kerja sekaligus meningkatkan potensi output hasil
produksi dan daya beli masyarakat dalam jangka panjang.
Kerangka kebijakan ini dapat diterapkan melalui dua
instrumen yang kami tawarkan, yaitu
1. Bank Indonesia turut berperan serta dalam proses
intensifikasi sektor informal melalui spesialisasi
suka bunga pinjaman untuk kewirausahaan guna
menstimulasi masyarakat lokal untuk meningkatkan
sektor dan investasi riil, seperti kewirausahaan dan
kegiatan produksi dalam negeri dengan tetap
berpedoman pada independensinya sebagai otoritas
moneter
2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus
memperkuat koordinasi dengan pemerintah Indonesia
sebagai pengendali fiskal dan badan-badan terkait
dalam implementasi kebijakan yang berkaitan dengan
perbaikan ekonomi, khususnya penerapan Entrepreneurship
Targeting Framework
IV. PEMBAHASAN: SOLUSI ALTERNATIF
4.1 Relevansi Entrepreneurship Targeting Sebagai Satu
Kebijakan Otoritas Moneter dalam Memelihara Inflasi
Rendah dan Stabil Jangka Menengah-Panjang
Berdasarkan data yang kami dapatkan dari website
resmi Bank Dunia (2012) dan diolah secara manual6
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
didapatkan kondisi pertumbuhan uang, PDB riil, dan
tingkat inflasi Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
sebagai berikut.
Tahun
Pertumbuhan Uang(M)
Pertumbuhan PDBRiil(Y)
SelisihM-Y
InflasiIHKRiil
2002 4.8 4.5 0.3 11.92003 8.4 4.8 3.6 6.62004 8.4 5 3.4 6.22005 16.3 5.7 10.6 10.52006 14.9 5.5 9.4 13.12007 19.3 6.3 13 6.42008 14.9 6 8.9 9.82009 13 4.6 8.4 4.82010 15.4 6.2 9.2 5.12011 16.4 6.5 9.9 5.4
Dari data diatas, dapat kita lihat bahwa inflasi
di Indonesia masih cenderung fluktuatif dan berada pada
nilai di atas 4% setiap tahunnya, hal ini masih belum
cocok dengan target inflasi Indonesia jangka menengah-
panjang, yaitu 3-4% per tahun. Tingginya tingkat
inflasi ini pada dasarnya beracuan pada besarnya
selisih (output gap) pertumbuhan uang yang beredar dengan
pertumbuhan PDB riil Indonesia sesuai dengan teori
kuantitas uang Irving Fisher. Nilai inflasi yang
didapatkan pada data diatas masih dipengaruhi oleh
perubahan velositas sirkulasi uang sebab nilai inflasi
yang tertera adalah inflasi pada jangka pendek setiap
tahunnya. Dalam jangka panjang, velositas sirkulasi
uang dianggap konstan dikarenakan perubahan PBD nominal7
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
setiap tahunnya akan sebanding dengan perubahan uang
yang beredar.
Data di atas juga menunjukkan bahwa pertumbuhan
uang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan PDB riil Indonesia akan berakibat pada
besarnya inflasi, dan semakin besarnya inflasi maka
tingkat fluktuasinya pun akan semakin besar sehingga
akan membuat banyak kondisi yang tidak pasti dalam
jangka panjang dan banyaknya spekulasi pada jangka
pendek. Satu-satunya cara untuk mempertahankan agar
inflasi tetap rendah dan stabil pada jangka menengah-
panjang adalah dengan meningkatkan pertumbuhan PDB riil
dalam jangka panjang pula.
Jika kita lihat komponen penyusun PDB melalui
persamaan pendekatan pengeluaran Y=C+I+G+(X−M) dengan
Y sebagai nilai PDB, C sebagai konsumsi agregat
masyarakat, I sebagai nilai investasi, dan (X-M) sebagai
net export, komponen yang memberikan kontribusi
terbesar dalam penghitungan PDB di Indonesia adalah
dari variable konsumsi (C) dengan persentase rata-rata
setiap tahunnya adalah 50-55% dari total PDB (Dharizal,
2012) dan kemudian dari komponen investasi sebesar 30-
35% dari total PDB setiap tahunnya, dan sisanya dari
variabel lain (Malik, 2012).
Jika dianalisis lebih lanjut faktor utama penyebab
rendahnya konsumsi dan investasi, khususnya investasi
8
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
domestik di Indonesia disebabkan oleh rendahnya daya
beli masyarakat, hal ini juga tercermin dari adanya
resistensi ataupun protes dari masyarakat terhadap
setiap kebijakan pemerintah yang berusaha meningkatkan
harga, misalnya harga BBM, tarif dasar listrik, dan
sebagainya sehingga menimbulkan ketidakpastian ekonomi.
Lemahnya daya beli masyarakat ini disebabkan oleh
rendahnya penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Faktanya, jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun
2010 mencapai 7,41% dari total angkatan kerja atau
senilai 8,6 juta orang pengangguran dan mengalami
penurunan yang tidak terlalu signifikan pada tahun 2011
sehingga jumlah pengangguran mencapai 6,8% dari total
angkatan kerja (Elhida, 2011). Angka pengangguran ini
masih tergolong besar, selain itu tenaga kerja pun
masih banyak yang terserap pada sektor formal sehingga
peningkatan pendapatan mereka cenderung lamban.
Oleh sebab itulah, solusi yang paling tepat untuk
memelihara nilai PDB riil Indonesia semakin tinggi dan
menjaga selisih antara pertumbuhan uang dan pertumbuhan
PDB riil tetap rendah dan stabil adalah dengan
menerapkan kerangka kebijakan Entrepreneurship Targeting.
Kerangka kebijakan ini diharapkan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja melalui sektor informal,
seperti kewirausahaan sehingga daya beli masyarakat,
termasuk masyarakat miskin dapat meningkat dan dalam
jangka panjang akan mendorong peningkatan konsumsi dan9
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
investasi secara agregat lalu berimplikasi pada
peningkatan PDB riil jangka menengah-panjang dan pada
akhirnya nilai inflasi yang rendah dan stabil jangka
menengah-panjang dapat dipertahankan.
4.1.1 Program Spesialisasi Suku Bunga Pinjaman
untuk Kewirausahaan
Saat ini Bank Indonesia mengelompokkan kredit
berdasarkan penggunaan dana menjadi tiga jenis kredit,
yaitu kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit
konsumsi. Kredit modal kerja adalah kredit jangka
pendek yang digunakan untuk membiayai kegiatan
operasional usaha. Kredit investasi adalah kredit
jangka menengah atau panjang yang digunakan untuk
membiayai barang-barang modal dalam rangka
rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian
proyek baru, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan
barang-barang modal yang dibiayai. Kredit konsumsi
adalah kredit yang digunakan untuk pembelian barang
yang digunakan langsung oleh debitur.
Berdasarkan data yang kami dapatkan dari BPS yang
bersumber dari website resmi Bank Indonesia dan diolah
secara manual terlihat perbedaan besaran suku bungan
pinjaman berdasarkan penggunaan dana seperti table
berikut
Jenis Bank Kredit (%)
10
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
ModalKerja
Investasi
Konsumsi
Bank Persero 13.44 11.98 13.68Bank Pemda 14.19 13.06 14.18Bank Swasta Nasional
13.85 13.66 15.13
Bank Umum 13.46 12.96 15.51
Dari tabel di atas, disimpulan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat suku bunga
pinjaman yang diberikan oleh bank kepada debitur yang
didasarkan pada penggunaan. Perbedaan yang kurang
signifikan ini menimbulkan satu indikasi bahwa pihak
bank tidak terlalu mempertimbangkan penggunaan dana
kredit yang diberikan kepada debitur. Artinya jika ada
A dan B dalam kondisi ekonomi yang sama, namun meminjam
dana dari bank untuk kepentingan yang berbeda, misalnya
A meminjam uang untuk membeli motor sedangkan B
meminjam uang untuk membuka usaha, maka tidak ada
perbedaan bunga pinjaman yang signifikan bagi keduanya.
Bahkan berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah
satu pegawai Bank Swasta Nasional, pada beberapa bank
umum dan bank swasta nasional, tingkat suku bunga
kredit untuk modal usaha dan investasi cenderung lebih
besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman
konsumsi dikarenakan resiko pada kredit modal usaha dan
investasi lebih besar daripada kredit konsumsi sehingga
hal tersebut dikompensasi pada tingginya tingkat suku
bunga. Hal ini mengindikasikan bahwa belum ada
11
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
perhatian khusus dari sektor perbankan yang dinaungi
oleh Bank Indonesia dalam menstimulasi wirausaha baru
di Indonesia dalam hal penyediaan pinjaman modal guna
usaha.
Berdasarkan penjelasan di atas, kami memberikan
usulan kepada Bank Indonesia untuk mengadakan program
khusus berupa spesialisasi suku bunga pinjaman khusus
kewirausahaan, baik modal kerja maupun investasi dimana
tingkat suku bunga kreditnya perlu diatur tetap rendah
berkisar (6-8%). Hal ini mengingat bahwa modal usaha
merupakan momok dan alasan utama lesunya kewirausahaan
di Indonesia dan sektor perbankan merupakan salah satu
akses yang paling banyak dikenal oleh masyarakat dalam
hal penyediaan dana pinjaman sehingga jika suku bunga
pinjaman atas modal kerja dan investasi tersebut tinggi
maka masyarakat akan sungkan untuk meminjam dana sebab
bunga yang akan dibayarkan pun besar. Satu-satunya cara
menstimulasi masyarakat agar menggiatkan sektor
informal kewirausahaannya ialah melalui pemberian suku
bunga pinjaman khusus kewirausahaan yang rendah
sehingga jumlah uang beredar di masyarakat yang
digunakan untuk peningkatan lapangan kerja pun
meningkat. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi
meningkatkan potensial output di Indonesia sehingga
berimplikasi pada PDB riil yang mendekati PDB potensial
(kondisi ketika penyerapan tenaga kerja sangat tinggi
atau full employment).12
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
4.1.2 Kompensasi Tingkat Suku Bunga
Kami menyadari bahwa penetapan tingkat suku bunga
pinjaman di bank didasarkan pada besarnya resiko atas
penggunaan dana yang dipinjamkan dan kami juga
menyadari bahwa penggunaan kredit modal usaha dan
kredit investasi resikonya lebih besar dibandingkan
dengan kredit konsumsi seperti cicilan motor, mobil,
KPR, dan sebagainya karena tingkat kepastiannya lebih
jelas. Namun, jika kita analisis lebih jauh, pemberian
suku bunga kredit yang rendah atas pinjaman untuk
kegiatan konsumsi akan meningkatkan jumlah uang yang
beredar di masyarakat menjadi meningkat dan diikuti
pula dengan kegiataan permintaan atas barang-barang
konsumsi yang meningkat pula. Jika permintaan atas
barang-barang konsumsi yang terjadi dalam jangka
panjang ini tidak diikuti dengan adanya peningkatan
lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja maka
berpotensi meningkatkan harga barang tanpa diikuti
peningkatan daya beli secara mandiri dan dapat
berakibat meningkatkan inflasi.
Oleh sebab itu, dalam kerangka kebijakan
Entrepreneurship Targeting ini, kami memberikan usulan
kepada Bank Indonesia untuk menetapkan suku bunga
pinjaman khusus kewirausahaan yang rendah dan
mengompensasinya pada suku bunga pinjaman konsumsi.
Dengan kata lain, suku bunga pinjaman untuk kegiatan
13
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
konsumsi ditingkatkan guna menstimulasi masyarakat
untuk memprioritaskan kegiatan produksi melalui
peminjaman modal kerja dan investasi. Hal ini, dalam
jangka panjang, diharapkan dapat menekan tingkat
peredaran uang di masyarakat yang secara dominan
digunakan untuk konsumsi dan diseimbangkan dengan
peningkatan kewirausahaan sehingga angka pertumbuhan
kewirausahaan minimal 2% dari total populasi dapat
dicapai. Sebagai otoritas moneter, BI dapat menentukan
BI rate rate yang dijadikan sebagai dasar dalam
penentuan tingkat suku bunga pinjaman oleh bank-bank
yang beroperasi di Indonesia dan membuat kebijakan
moneter berupa spesialisasi suku bunga khusus
kewirausahaan agar dapat menunjang pertumbuhan iklim
usaha di Indonesia. Dengan strategi spesialisasi
tingkat suku bunga BI terhadap kegiatan kewirausahaan
ini maka inflasi dalam jangka menengah-panjang akan
menjadi lebih terkontrol karena masyarakat akan
cenderung melakukan kredit untuk melakukan kegiatan
kewirausahaan dibanding dengan kegiatan konsumtif.
4.1.3 Program Asistensi Sebagai Upaya Meminimalisasi
Resiko Pinjaman
Kami memahami bahwa alasan suku bunga pinjaman
untuk modal kerja dan investasi cenderung tinggi
diakibatkan karena besarnya resiko yang akan terjadi di
masa depan. Hal ini disebabkan oleh kualifikasi debitur
14
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
yang masih belum bankable sehingga potensi terjadinya
kredit macet sangat besar. Apalagi sebagian besar
masyarakat yang bertendensi melakukan pinjaman modal
usaha dan investasi adalah dari sektor mikro bahwa
masyarakat dengan pendapatan rendah dan belum memiliki
pengalaman berwirausaha. Oleh sebab itulah, dalam
kerangka kebijakan Entrepreneurship Targeting ini, Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter tidak seharusnya
hanya bersifat antisipatif dan pasif. Ketakutan akan
adanya gagal bayar ratas pinjaman untuk modal usaha dan
investasi dari masyarakat tidak seharusnya selalu
dikompensasi dengan tingkat suku bunga yang tinggi.
Sudah saatnya Bank Indonesia bersikap preventif dan
aktif dalam menetapkan setiap kebijakan yang
berpengaruh pada jangka panjang. Misalnya saja, dalam
impelementasi kerangka kebijakan Entrepreneurship Targeting
ini Bank Indonesia dapat secara aktif melalukan program
asistensi bagi masyarakat yang melakukan pinjaman untuk
kewirausaahaan.
Program asistensi yang dimaksud di atas adalah
dengan menetapkan mekanisme kontrol baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada para debitur yang
melakukan pinjaman kewirausahaan, misalnya dengan
mengharuskan setiap bank umum, bank swasta nasional,
dan bank lain yang meminjamkan kredit kewirausahaan
membentuk tim pembinaan bagi masyarakat, dalam hal ini
debitur, dalam menjalankan aktivitas bisnis, bahkan15
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
dalam proses seleksi dan perencanaan bisnis, bekerja
sama dengan berbagai perusahaan dalam penyediaan sumber
daya dan pelatihan bagi masyarakat lokal yang
menggunakan jasa pinjaman kewirausahaan mengenai teknik
produksi (memberikan nilai tambah pada suatu benda),
pencatatan keuangan, dasar-dasar kewirausahaan, dan
sebagainya. Hal ini tentu saja sangat efektif dalam
mengatasi resiko ketidakpastian atas pinjaman yang
diberikan karena telah dikontrol dan dibina secara
langsung, dengan demikian potensi gagal bayar pun akan
semakin kecil. Melalui kegiatan ini, pihak perbankan
pun nantinya dapat membangun komitmen yang sustainable
dengan para debitur, misalnya para debitur harus selalu
memanfaatkan jasa dari bank tempat ia mendapatkan
pinjaman kewirausahaan seperti menabung, deposito
berjangka, kredit lainnya, dan sebagainya sehingga akan
menjadi insentif tersendiri bagi bank yang memberikan
pinjaman.
4.2 Penguatan Koordinasi Otoritas Moneter dan
Pengendali Fiskal dalam Implementasi Enterpreneurship
Targeting Framework
Inflasi pada dasarnya disebabkan oleh multifaktor
yang tidak sepenuhnya dikontrol oleh Bank Indonesia,
tetapi juga dikontrol oleh kebijakan fiskal pemerintah,
dan sektor-sektor formal lainnya sehingga dibutuhkan
partisipasi dari semua pihak untuk mengontrolnya. Bank
16
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
Indonesia bersifat independen dalam membuat kebijakan
moneter namun dalam proses pembuatan kebijakan
tersebut, Bank Indonesia harus melakukan koordinasi
dengan pemerintah dan lembaga negara terkait lainnya
untuk menyesuaikan kebijakan moneter yang akan dibuat
dengan kondisi fiskal dan sektor lainnya.
Terkait dengan upaya pencapaian Entrepreneurship
Targeting, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan
pemerintah sebagai pengendali fiskal dalam mekanisme
KUR (Kredit Usaha Rakyat). Pada dasarnya, KUR memang
bagian dari kebijakan pemerintah, tapi penetapan suku
bunga KUR harus dikoordinasikan dengan Bank Indonesia
misalnya dengan penetapan suku bunga yang rendah dan
diikuti dengan program asistensi tadi. Selain itu, Bank
Indonesia juga dapat menyarankan pemerintah agar
kebijakan KUR tidak hanya diberikan kepada masyarakat
yang belum bankable atau belum pernah menerima pinjaman
serupa dari bank, tetapi tetap memberikan kesempatan
kepada masyarakat yang pernah memanfaatkan jasa ini,
misalnya untuk melakukan ekspansi atau mengembangkan
usahanya. Hal ini tentu akan sejalan dengan kebijakan
Bank Indonesia yang kami usulkan tadi dalam hal
spesialisasi suku bunga pinjaman untuk kewirausahaan
dan program kompensasi serta asistensi tadi yang
tujuannya ialah untuk menstimulasi pertumbuhan
kewirausahaan di Indonesia. Dengan adanya koordinasi
yang erat ini, maka kebijakan yang diambil pun nantinya17
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
dapat selaras dalam mencapai satu tujuan control
inflasi jangka menengah-panjang yang tetap rendah dan
stabil.
V. KESIMPULAN
Daya beli masyarakat yang rendah akibat kurang
terserapnya tenaga kerja di Indonesia menjadi
permasalahan utama timbulnya berbagai ketidakpastian
kebiajakan fiskal yang diambil oleh pemerintah yang
ternyata berdampak pada inefisiensi kebijakan moneter
dalam menjaga inflasi tetap rendah dan stabil jangka
menengah-panjang. Oleh sebab itulah, solusi yang paling
tepat untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan
menstimulasi variabel jangka panjang agar tetap konstan
baik. Inflasi jangka panjang dapat terlihat dari
terpenuhinya PDB potensial sehingga kita perlu
menstimulasi peningkatan output produksi Indonesia
melalui peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Entrepreneurship Targeting merupakan strategi khusus yang
kami anggap relevan untuk mengatasi permasalahn ini,
yaitu melalui penetapan target pertumbuhan
kewirausahaan di Indonesia selama beberapa periode
kedepan sehingga setiap kebijakan yang diambil mengarah
pada target tersebut. Terkait dengan otoritas Bank
Indonesia sebagai pengendali moneter, banyak hal yang
dapat dilakukan dalam mencapai Entrepreneuship Targeting
ini, misalnya dengan melakukan program spesialisasi
18
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
suku bunga pinjaman untuk kewirausahaan, kompensasi
tingkat suku bunga, penggalakan program asistensi,
serta penguatan koordinasi dengan pemerintah sebagai
pengendali fiskal dan instansi terkait lainnya.
VI. SARAN
Kami berharap Bank Indonesia dapat melakukan riset
lebih jauh lagi mengenai kerangka kebijakan
Entrepreneurship Targeting dan seluruh instrument yang kami
usulkan sehingga diharapkan dapat berkontribusi positif
dalam pemeliharaan tingkat inflasi yang rendah dan
stabil di Indonesia jangka menengah-panjang.
19
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
DAFTAR REFERENSI
Website
Bisnis Indonesia, 8 Maret 2012. Diakses pada tanggal 16September 2012.http://www.bisnis.com/articles/wirausaha-muda-jumlahnya-capai-angka-ideal-2-percent.
Dharizal. 2012. Pendapatan Nasional. Diakses pada tanggal 16September 2012.http://xdharizal.blogspot.com/2011/05/pendapatan-nasional.html
Elhida. 2012. Jumlah Pengangguran di Indonesia Tersisa 8,12 Juta orang.Diakses pada tanggal 16 September 2012.http://finance.detik.com/read/2011/05/05/124514/1633086/4/jumlah-pengangguran-di-indonesia-tersisa-812-juta-orang
Malik, Dusep. 2012. Proporsi Investasi Harus di Atas 30% Untuk JagaPertumbuhan. Diakses pada tanggal 16 September 2012.http://www.indonesiafinancetoday.com/read/31263/Proporsi-Investasi-Harus-di-Atas-30-untuk-Jaga-Pertumbuhan
Website Resmi Bank Indonesia. Suku Bunga Dasar Kredit. Diaksespada 17 September2012http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Suku+Bunga+Dasar+Kredit/19/09/2012
Website Resmi Badan Pusat Statistik. Jumlah Pengangguran diIndonesia. Diakses pada 17 September 2012http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=13¬ab=16/19/09/2012
Website Resmi Bank Dunia. 2012. Money Growth. Diakses pada 17September 2012http://data.worldbank.org/indicator/FM.LBL.MQMY.ZG/19/09/2012
Website Resmi Bank Dunia. 2012. Real GDP Growth. Diakses pada17 September 2012http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG/countries/19/09/2012
Website Resmi Bank Dunia. 2012. Inflation CPI Rate. Diakses pada17 September 2012
20
Strategi Pencapaian Sasaran Inflasi Jangka Menengah-Panjang yang Kompetitif
http://data.worldbank.org/indicator/SL.UEM.TOTL.ZS/19/09/2012
BukuMishkin, Frederic et all. 2012. Financial Markets and Institutions 7th
Edition. England: Pearson Education LimitedParkin, Michael. 2009. Economics 8th Edition. Chapter 25 pg 603-
605.
21