Post on 09-Apr-2023
THE RELATIONSHIP BETWEEN TYPE 2 DIABETES MELLITUS (T2DM)
WITH OBESITY AND FATTY LIVER DISEASE IN RSUP dr. WAHIDIN
SUDIROHUSODO (RSWS) MAKASSAR 2015
HUBUNGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 (DMT2) DISERTAI
OBESITAS TERHADAP KASUS PERLEMAKAN HATI DI RSUPdr.
WAHIDIN SUDIROHUSODO (RSWS) MAKASSAR
TAHUN 2015
WAODE ANNISA WAHID
NIM. 10542 0407 12
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan
Penelitian Skripsi Sarjana Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
FAKULTASKEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Skripsi, April 2016
WAODE ANNISA WAHID, NIM 10542 040712
HUBUNGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 (DMT2) DISERTAI
OBESITAS TERHADAP KASUS PERLEMAKAN HATI DI RSUP dr.
WAHIDIN SUDIROHUSODO (RSWS) MAKASSAR TAHUN 2015
(xiii + 75 halaman, 11 tabel, 5 gambar, lampiran)
ABSTRAK
TujuanPenelitian : Mengidentifikasi hubungan diabetes melitus disertai obesitas terhadap kasus
perlemakan hati (NAFLD)
MetodePenelitian :
Metode penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional, dengan
menggunakan metode pengambilan sampel total sampling. Pengolahan data dan
analisis data dilakukan dengan Uji Chi-Square mengunakan tabel 2 x 2.
Hasil : Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara Diabetes Mellitus Tipe 2
(DMT2) disertai obesitas terhadap kasus perlemakan hati (NAFLD) dengan
menunjukan nilai P < 0,05.
Kesimpulan :
Terdapat adanya hubungan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) disertai Obesitas
Terhadap Kasus Perlemakan Hati. (NAFLD)
Kata Kunci : Diabetes Mellitus Tipe 2, DMT2, Perlemakan Hati, NAFLD, Obesitas, Uji
Chi-Square, Tabel 2 x 2, Metode Total Sampling
FACULTY OF MEDICAL
MUHAMMADIYAH MAKASSAR UNIVERSITY
Undergraduate Thesis, April 2016
WAODE ANNISA WAHID, NIM 10542 0407 12 THE RELATIONSHIP BETWEEN TYPE 2 DIABETES MELLITUS (T2DM) WITH OBESITY AND FATTY LIVER DISEASE IN RSUP dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO (RSWS) MAKASSAR 2015
xii + 75 pages, 11 tables, 5 pictures, appendices
ABSTRACT
Objective : To identify the relationship of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) with obesity in the cases of Fatty Liver Disease (NAFLD)
Methods : The methods was using a cross sectional study, with total sampling methods. Process and analysis data was performing with Chi-Square Test and table 2 x 2. Result : The results showed there is a relationship between Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) with obesity in the case of Fatty Liver Disease (NAFLD) by showing the value of P <0.05. Conclution : There is a relationship between Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) with obesity in the case of Fatty Liver Disease (NAFLD)
References :
23 (2006 - 2015)
Keywords :
Type 2 Diabetes Mellitus , T2DM, Fatty Liver Disease, NAFLD, Obesity, Chi-Square
Test, Table2 x 2, Total Sampling Methods
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya berupa kesehatan dan umur yang panjang kepada kita
semua, salam dan taslim pun tak lupa pula penulis panjatkan kepada junjungan besar
kita Nabiullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebatilan
menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini sehingga mampu menyusun
skripsi ini yang berjudul “HUBUNGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 (DMT2)
DISERTAI OBESITAS TERHADAP KASUS PERLEMAKAN HATI DI
RUMAH SAKIT dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO (RSWS) MAKASSAR
TAHUN 2015”
Penulisan skripsi ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak
yang turut serta membantu penulis.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikah Rahmat dan Hidayah-Nya sehigga dalam
proses pembuatan proposal hingga proses pengolahan data penulis tidak
memperoleh kesulitan yang berarti.
2. dr. H. Machmud Ghaznawi Sp.PA(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar beserta jajarannya.
3. drg. St. Maisarah,MARS sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing,
memotivasi, dan meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
4. dr. A. Salsa Anggeraini, M.Kes sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik serta saran guna melengkapi kekurangan dalam skripsi ini.
5. Kedua orang tua saya, yaitu dr. Laode Ahmad Wahid, Sp.PD dan Waode
Suryaningsih, S.S, M.M yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, support
dan arahan sehingga dapat tepat waktu menyelesaikan skripsi.
6. DR. dr. Andi Muh. Luthfi Parewangi, Sp. PD – KGEH yang merupakan guru dan
penasehat penulis dalam melakukan analisa dan pengolahan data skripsi ini
sehingga memperoleh hasil yang valid dan dapat diterima dengan baik
7. Kakek dan nenek saya, yaitu Drs. H. Laode Abd. Kadir Gani, MSC dan Waode
St. Maniha senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dan support kepada saya
untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Adik-adikku terkasih Waode Nafisah Wahid, Laode Muh. Sultan Barda’i Agigi,
Laode Muh. Ebit Wijaya Tamsila, dan Laode Muh. Fitrah Abadi Rere yang
senantiasa memberi support kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini
9. Sahabat-sahabat saya Larasaty Berkian, Nila Ardilla, Maya Lia Zohra, Desy
Winanda, Widya Novasari, Kisri Qur’aini, Nurfadillah K, yang senantiasa
memberikan support, semangat dan menjadi teman diskusi dalam berbagai hal
termasuk dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman sepembimbingan Vence Yusuf Cesario, Vivin Andryaningsih,
Yahya Djafar yang merupakan teman paling dekat selama penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh teman-teman angkatan 2012 Trigeminus yang telah memberi semangat.
Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Saya menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu saran
dan kritik diperlukan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan bernilai ibadah di sisi-Nya. Amin ya rabbal alamin.
Makassar, April 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. i
PERNYATAAN PENGESAHAN……………………………………………… ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT…………………………………………… iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... v
BAB 1 : PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….7
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………..7
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………8
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...10
2.1 Diabetes Melitus……………………………………………...…………….10
2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus………………………………………………10
2.1.2 Manifestasi Klinik Diabetes Melitus……………..……………………..10
2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus……………………….……………..…11
2.1.4 Tipe-tipe Diabetes Melitus…………….………………………………..12
2.1.5 Pemeriksaan Fisis Diabetes Melitus ...........……………………………14
2.1.6 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus…….…………………………….14
2.1.7 Diagnosa Banding Dibetes Melitus……….……………………………14
vi
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus…….………………………..14
2.1.9 Terapi Diabetes Melitus……….………………………………………..15
2.1.10 Komplikasi Diabetes Melitus………………………………………… .17
2.2 NAFLD (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease)……………………………...18
2.2.1 Defenisi Perlemakan Hati Non-Alkoholik……………………………...18
2.2.2 Patofisiologi Perlemakan Hati Non-Alkoholik…………………………18
2.2.3 Epideomologi Perlemakan Hati Non-Alkoholik………………………..19
2.2.4 Faktor-Faktor Perlemakan Hati Non-Alkoholik………………………..19
2.2.5 Patogenesis Perlemakan Hati Non-Alkoholik…………………………..20
2.2.6 Diagnosis Perlemakan Hati Non-Alkoholik……………………………23
2.2.7 Laboratorium Perlemakan Hati Non-Alkoholik………………………..23
2.2.8 Komplikasi Perlemakan Hati Non-Alkoholik…………………………..27
2.3 Hubungan Diabetes Melitus dengan NAFLD………………………………29
2.4 Kerangka Teori……………………………………………………………..32
2.4.1 Diabetes Melitus………………………………………………………..32
2.4.2 NAFDL (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease)…………………………33
BAB 3 : KERANGKA KONSEP...………………………………………………34
3.1 Konsep Pemikiran………………………………………………………...34
3.2 Variabel Penelitian………………………………………………………..35
3.3 Hipotesis…………………………………………………………………..41
BAB 4 : METODE PENELITIAN……………………………………………….42
4.1 Objek Penelitian…………………………………………………………..42
4.2 Metode Penelitian………………………………………………………...42
vii
4.3 Teknik Pengambilan Sampel……………………………………………..42
44. Teknik Pengumpulan Sampel…………………………………………….43
4.5 Waktu dan Lokasi Penelitian……………………………………………..43
4.6 Besar Sampel……………………………………………………………...44
4.7 Kriteria Seleksi……………………………………………………………44
4.8 Jenis dan Prosedur Penelitian……………………………………………..45
4.9 Manajemen Penelitian…………………………………………………….46
4.10 Etika Penelitian………………………………………………………….46
BAB 5 : HASIL PENELITIAN..............................................................................48
5.1 Gambara Umum Lokasi Penelitian ………………………………………48
5.2 Analisis Univariat………………………………………………………...50
5.3 Analisis Bivariat…………………………………………………………..55
BAB 6 : PEMBAHASAN……...............................................................................48
6.1 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien DT2 Disertai
Obeitas……………………………………………..…………………………59
6.2 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Umur Pasien DT2 Disertai Obeitas
………………………………………………………………………………...59
6.3 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Status Gizi Pasien DT2 Disertai
Obeitas ……………………………………………………………………….60
6.4 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Keluhan Utama Pasien DT2
Disertai Obeitas………………………………………………………………61
6.5 Hubungan DMT2 Disertai Obesitas Terhadap Kasus NAFLD…………..61
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….69
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lembar Permohonan Izin Penelitian Kepada Komite Etik
Penelitian Kesehatan (KEPK) FK UNHAS
Surat Izin Penelitian Badan Koordinasi Penanaman Modal
Daerah
Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
Surat Permohonan Data kepada Ka. Instalasi Rekam Medik
RSWS
Surat Persetujuan Ijin Penelitian kepada Ka. Instalasi Rekam
Medik RSWS
Lembaran Format Penelitian
Olah Data SPSS Jenis Kelamin terhadap Perlemakan Hati
Olah Data SPSS Keluhan Utama terhadap Perlemakan Hati
Olah Data SPSS Gejala-gejala terhadap Perlemakan Hati
Olah Data SPSS Status Gizi terhadap Perlemakan Hati
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus
ditandai oleh hiperglikemi puasa dan postprandial, aterosklerotik dan
mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemi biasanya sudah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit
vaskularnya.American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes
melitus berdasarkan metode presentase klinis, umur awitan dan riwayat penyakit.
Dan telah di sahkan oleh World Health Organization (WHO). Empat klasifikasi
klinis gangguan toleransi glukosa : (1) Diabetes tipe 1 dan 2, (2) Diabetes
gestasional/diabetes kehamilan, dan (3) tipe khusus lain. 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan
dapat dibagi dalam dua subtipe : (a) Autoimun, akibat disfungsi autoimun dan
kerusakan sel-sel beta. (b) Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak
diketahui sumbernya.1
2
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas
dan tipe nondepeden insulin. Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru
tiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.1
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah
usia tua, etnik, obesitas multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes
gestasional terdahulu. Kriteria diagnosis biokimia diabetes gestasional adalah
kriteria yang diusulkan oleh O‟Sullivan dan Mahan (1973), yang menyebutkan
bahwa GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau
dilampaui sesudah pemberian 75 gr glukosa oral : puasa, 105 mg/dl; 1 jam, 190
mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl.1
Tipe khusus lain adalah (a) kelainan genetik dalam sel beta seperti yang
dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevealensi familial yang
tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resistansi terhadap insulin.1
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar
16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya di diagnosis
600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika
Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat
retinopati diabetik.1
Menurut WHO (2007) menemukan bahwa Indonesia masuk
ke dalam sepuluh negara dengan jumlah kasus diabetes mellitus terbanyak di
dunia. Indonesia berada pada peringkat keempat pada tahun 2000 dengan jumlah
3
kasus sebesar 8,4 juta orang dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030
menjadi 21,3 juta orang. Prevalensi penyakit DM di Indonesia berdasarkan
diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G)
sebesar 1,1%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosa DM oleh tenaga kesehatan
mencapai 63,3%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun
penyakit jantung. Prevalensi DM menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di
Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. Sebanyak 17 provinsi mempunyai
prevalensi penyakit diabetes mellitus di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
tengah, Gorontalo, dan Papua Barat. Prevalensi penyakit Diabetes mellitus di
Sulawesi Selatan mencapai 4,6% (Riskesdas, 2007). Kota Makassar terdiri dari 14
kecamatan. Jika dilihat berdasarkan jumlah kasus DM per kecamatan pada tahun
2012, didapatkan tiga kecamatan yang memiliki angka kejadian DM tertinggi,
yaitu kecamatan Makassar dengan 1076 kasus, kecamatan Tamalate dengan 910
kasus, dan kecamatan Biring Kanaya dengan 700 kasus (Dinas Kesehatan Kota
Makassar 2012). Kecamatan Makassar merupakan kecamatan yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi di Kota Makassar yaitu 32.093/km2. Selain itu,
Kecamatan Makassar terletak di tengah Kota Makassar. Angka kejadian Diabetes
mellitus di Kecamatan Makassar berjumlah 1076 orang pada tahun 2012.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di Puskesmas Maccini Sawah di
Kecamatan Makassar didapatkan jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun
4
2010 sebanyak 234 orang, pada tahun 2011 sebanyak 324 orang dan pada tahun
2012 sebanyak 350 orang, serta diketahui pada tahun 2012 di puskesmas maccini
sawah kecamatan Makassar pasien penderita DM yang kadar glukosa darahnya
tidak terkontrol sebesar 251 orang atau sebesar 57,53 % (Dinkes, 2012).2
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemi-nya berat dan melebihi ambang
ginjal untuk zat ini, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang meningkatan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin
besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.3
Perlemakan hati non-alkohol (non-alcoholic fatty liver disease,NAFLD)
merupakan istilah yang meliputi steatosis sederhana (perlemakan hati) tanpa
inflamasi hati, steatohepatitis non-alkohol (non-alcoholic steatohepatitis,NASH),
akibat dari infiltrasi lemak berupa inflamasi hati dan resiko kerusakan hati, dan
fibrosis serta sirosis yang merupakan akibat dari NASH.4
Prevalensi perlemakan hati non alkoholik berkisar antara 15-20 % pada
populasi dewasa di Amerika Serikat, Jepang dan Italia. Diperkirakan 20-30 %
diantaranya berada dalam fase yang lebih berat (steatohepatitis non alkoholik).
Sebuah penelitian terhadap populasi dengan obesitas di Negara maju
5
mendapatkan 60% perlemakan hati sederhana, 20-25 % steatohepatitis non
alkoholik dan 2-3 % sirosis. Dalam laporan yang sama disebutkan pula bahwa 70
% pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami perlemakan hati, sedangkan pada
pasien dislipidemia angkanya sekitar 60 % (Hasan, 2006). Di Indonesia penelitian
mengenai perlemakan hati non alkoholik masih belum banyak. Lesmana
melaporkan 17 pasien steatohepatitis non alkoholik, rata-rata berumur 43 tahun
dengan 29 % gambaran histologi hati menunjukkan steatohepatitis disertai
fibrosis. Sebuah studi populasi dengan sampel cukup besar oleh Hasan dkk
mendapatkan prevalensi perlemakan hati non alkoholik sebesar 30,6 %.5
NAFLD dapat mengenai semua kelompok usia, termasuk anak-anak,
dengan distribusi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensinya meningkat
seiring peningkatan berat badan, mengenai 10-15% individu dengan berat badan
normal dan mencapai 80% pada penderita obesitas. NASH juga mengikuti pola
yang sama mengenai 3% pada individu dengan berat badan normal dan 20% pada
penderita obesitas (IMT >35kg/ ).5
Sebagian besar NAFLD bersifat primer (idiopatik), namun dapat juga
terjadi berkaitaan dengan gangguan langka metabolisme lipid dan resistensi
insulin, meliputi : abetalipoproteinemia, diabetes lipoatropik, sindrom mauriac
dan weber-christian.6
Tabel. 1 Spektrum penyakit perlemakan hati non-alkoholik (NAFLD)
NAFLD
Steatosis
sederhana Steatohepatitis
(NASH) NASH +
fibrosis
Sirosis
6
NAFLD terutama dikaitkan dengan sindrom metabolik dan saat ini
terdapat dua serangan model patogenesis yang telah diajukan :
a. Seranganpertama terdiri dari akumulasi trigliserida yang berlebih pada
hati :
- Faktor penggeraknya adalah resistensi insulin
- Secara primer melibatkan otot dan jaringan adiposa yang berakhir pada
hiperinsulinemia
- Hati tetap sensitif terhadap insulin, yang berakibat meningkatnya
ambilan hati terhadap asam lemak bebas dan peningkatan sintesis
trigliserida hepatik
- Hal ini kemudian menyebabkan akumulasi lemak hepatik. Asam lemak
bebas merusak sinyal insulin dan menyebabkan resistensi insulin
tersebut berlanjut.
b. Hati steatonik kemudan rapuh pada serangan kedua, yang berakibat pada
inflamasi dan kerusakan hati :
- Peningkatan oksidasi asam lemak bebas akan menghasilkan radikal
bebas hepatotoksik yang berkontribusi pada terjadinya stress oksidatif
dan juga berkontribusi pada serangan kedua
- Kontributor lain pada serangan kedua meliputi : abnormalitas
mitokondrial, produksi sitokin, defek pada reseptor pengaktivasi
proliferator peroksisom (PPAR, yang terlibat dalam memicu efek
insulin), resisten terhadap leptin.
7
Manifestasi klinis dari NAFLD, jika ada, biasanya ringan dan tidak
spesifik (paling umum adalah nyeri abdomen kuadran atas). Sebagian besar pasien
tidak menunjukkan gejala sama sekali dan diagnosis ditegakkan secara tidak
sengaja.6
Beranjak dari uraian dan fakta bahwa masih sedikit penelitian yang
membahas mengenai hubungan kedua masalah tersebut maka peneliti tertarik
untuk mengangkat judul Hubungan Diabetes Melitus terhadap Kasus Perlemakan
Hati di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2015.
Dan diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa
menambah wawasan bagi para rekan sejawat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui :
- Apakah ada hubungan antara Diabetes Melitusdisertai obesitas
terhadap Kasus Perlemakan Hati di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
(RSWS) tahun 2015 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan diabetes melitus disertai
obesitasterhadap kasus perlemakan hati
8
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2
disertai obesitas di RSWS
b. Menganalisa hubungan DM disertai obesitas terhadap kasus
NAFLD/Perlemakan Hati Non-alkoholik di RSWS
c. Membandingkan dan menganalisa data pasien DMT2 disertai
obesitas yang Non-NAFLD dan NAFLD
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran dan menambah wawasan serta
pengalaman dalam mengelola data.
1.4.2 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi
serta sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut dalam rangka
meningkatkan rasa ingin tahu terhadap kasus DM dan Perlemakan hati.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
petugas kesehatan tentang pentingnya pengawasan terhadap pasien
DM untuk mencegah timbulnya Perlemakan hati non-alkoholik
(NAFLD).
9
1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, maka diabetes melitus ditandai oleh hiperglikemi puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan mikroangiopati, dan neuropati.
Manifestasi klinis hiperglikemi biasanya sudah bertahun-tahun
mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.
American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes
melitus berdasarkan metode presentase klinis, umur awitan dan riwayat
penyakit. Dan telah di sahkan oleh World Health Organization (WHO).
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa : (1) Diabetes tipe 1
dan 2, (2) Diabetes gestasional/diabetes kehamilan, dan (3) tipe khusus
lain.7
2.1.2 Manifestasi Klinik Diabetes Melitus
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau
toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemi-nya berat
11
dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.7
Diagnosis Diabetes melitus terdiri dari : Diagnosis DM, Diagnosis
komplikasi DM, Diagnosis penyakit penyerta, PemantauanPengendalian
DM. Keluhan khas pada DM adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Dan keluhan
tidak khas pada DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita8.
2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor resiko diabetes melitus tipe II adalah usia > 45 tahun, berat
badan > 110% berat badan ideal atau indeks massa tubuh(IMT) >
23kg/m2, hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg), Riwayat keluarga DM,
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >
4000 gr, Riwayat DM gestasional, Riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), penderita penyakit
jantung koroner, tuberkolosis, hipertiroidisme, kolesterol HDL ≤ 35
mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.8
12
2.1.4 Tipe-tipe Diabetes Melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat
absolut atau relatif, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan
peningkatan konsentrasi glukosa plasma. Diabetes melitus dapat di
klasifikasikan menjadi beberapa tipe, tergantung dari penyebab dan
perjalanan penyakitnya.8
Pada dibetes melitus tipe I (Diabetes melitus yang tergantung
insulin [IDDM]) disebut juga diabetes juvenilis, terdapat kekurangan
insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.
Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi
virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi sel pulau [ICA]) dan insulin
(autoantibodi insulin [IAA]). ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi
selama bertahun-tahun sebelum onset peyakit. Setelah kematian sel beta,
ICA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibodi
terhadap glutamat-dekarboksilase yang di ekspresikan di sel beta. Diabetes
melitus tipe 1 terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu
(HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini berarti terdapat disposisi genetik.8
Diabetes melitus Tipe II (diabetes melitus yang tidak tergantung
insulin [NIDDM]) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering
terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun,
terdapat defisiensi insulin relatif, pasien tidak mutlak tergantung pada
13
suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan
meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas yang berkurang
terhadap insulin.8
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe II memiliki berat badan
berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang
terlalu banyak dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan
antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam
lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan
glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistansi insulin
yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistansi insulin semakin meningkat. Obesitas
merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab
tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya
disposisi genetik yang menurunkan sensitivitas insulin. Sering kali,
pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah
diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya obesitas dan
diabetes melitus tipe II. Diantara beberapa faktor, kelainan genetik pada
protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi
penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes
tipe II dapat terjadi usia muda (onset maturitas diabetes pada usia
muda[MODY]).8
14
2.1.5 Pemeriksaan Fisis Diabetes Melitus
Pemeriksaan fisis lengkap, termasuk tinggi badan, berat badan,
tekanan darah, lingkar pinggang, tanda neuropati, mata (visus, lensa mata,
retina), gigi mulut, keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan
kaki.9
2.1.6 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Kriteria diagnostik diaetes melitus dn gangguan toleransi glukosa,
yaitu : kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau
kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau kadar glukosa
plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 g, atau kadar
glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gr
pada TTGO.9
2.1.7 Diagnosa Banding Diabetes Melitus
Diagnosa banding diabetes melitus adalah hiperglikemia reaktif,
toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).9
2.1.8 Pemerikaan Penunjang Diabetes Melitus
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium (Hb,
leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah, GDP, GD2PP, urinalisis
rutin, proteinuria 24 am, CCT ukur, kreatinin, SGPT, albumin/globulin,
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, HbA1C,
15
albuminuri mikro) dan pemeriksaan penunjang lain (EKG, foto thorax, dan
funduskopi)9
2.1.9 Terapi Diabetes Melitus
Terapi edukasi meliputi pemahaman tentang penyakit diabetes
melitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit
DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia,
masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung
dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan.9
Perencanaan makan meliputi standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi : KH 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-
25%. Jumlah kandungan kolesterol disarankan <300mg/hari. Diusahakan
lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono
Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 gr/hr,
diutamakan serat larut. Jumlah kalori basal per hari : Laki-laki (30kal/kg
BB idaman), Wanita (25 kal/kg BB idaman).9
Intervensi farmakologis terdiri dari :
1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
- Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa9
16
2. Insulin
Indikasi :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang diserta ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, strok)
- DM gestasional
- Gangguan fungsi ginjal/hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO9
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik
oral yang berbeda mekanisme kerjanya.9
Penilaian hasil terapi :
- Pemeriksaan glukosa darah
- Pemeriksaan A1C
- Pemerisaan glukosa darah mandiri
17
- Pemeriksaan glukosa urin
- Pemeriksaan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (lihat tabel 2)9
Baik Sedang Buruk
GD puasa (mg/dL) 80-109 110-125 ≥126
GD2PP (m/dL) 80-144 145-179 ≥180
HBA1C <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130
HDL (mg/dL) >45
Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (Kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140
80-90
>140/90
Tabel. 2 Kriteria Pengendalian DM
2.1.10 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi akut dari DM, yaitu : Ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
non ketotik, dan hipoglikemia. Komplikasi kronik DM berupa kelainan
makroangiopati, mikroangiopati, neuropati, rentan infeksi, kaki diabetik,
disfungsi ereksi.9
18
2.2 Perlemakan Hati Non-Alkoholik (Non-Alcoholic Fatty Liver
Disease/NAFLD)
2.2.1 Defenisi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Perlemakan hati non alkoholik merupakan kondisi yang semakin
disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut. Spektrum
penyakit perlemakan hati ini mulai dari perlemakan hati sederhana (simple
steatosis) sampai pada steatohepatitis non-alkoholik (non-alcoholic
steatohepatitis/NASH).10
2.2.2 Patofisiologi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Perlemakan hati non alkoholik (NAFLD) termasuk kategori
patologi klinik yang berspektrum luas. Dimulai dari steatosis lemak murni
(infiltrasi lemak > 5% di sel hepatosit) yang tampak jinak untuk kondisi
steatohepatitis alcoholic (NASH), yang dapat berkembang menjadi sirosis
hepatis, gagal hati dan karsinoma hepatoselular (HCC). Hal ini ditandai
dengan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di sel parenkim hati.
Pasien yang tidak memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol (<20 gr/hari
untuk pria dan < 10 gr/hari untuk wanita). NASH ditandai dengan adanya
bukti adanya kerusakan hepatoselular (adanya peningkatan
aminotranferase) dan pada hepatitis alkoholik secara histologi ditemukan
adanya steatosis, sel inflamasi lobular infiltrasi, Mallory hialin, dan
fibrosis.11
19
2.2.3 Epideomologi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum di seluruh dunia.
Prevalensi dilaporkan bervariasi, tergantung pada populasi penelitian dan
menggunakan kriteria diagnostik. Secara umum populasi melebihi 15%,
tetapi jauh lebih besar dalam kelebihan berat badan,obesitas, dan pada
subyek dengan diabetes tipe 2 (DMT2) sertapenderita diabetes tipe.Data
terbaru menunjukkan prevalensi tinggi pada remaja. Prevalensi
keseluruhan dari NAFLD dilaporkan 12,5%, meningkat menjadi 23,0%
pada kelebihan berat badan / obesitas, lebih tinggi di anak laki-laki dari
pada anak perempuan. NAFLD dijelaskan bahwa 60% mengalami
hiperlipidemia, dan 83% dari mereka hiperlipidemia dan adanya
peningkatan serum alanin transferase (ALT).11
2.2.4 Faktor Resiko Perlemakan Hati Non-Alkoholik
NAFLD sangat terkait dengan DMT2 dan Penyakit Cardiovaskular
(CVD). Hal ini ditandai dengan adanya resistensi insulin dan disfungsi
mitokondria. Terdapat peningkatan keparahan resistensi insulin dalam
kisaran NAFLD yang berkontribusi pada perubahan kerusakan hati. Juga,
terkait dengan peningkatan risiko penyakit ginjal pada beberapa faktor
risiko CVD dancenderung dianggap sebagai penanda CVD yang
independen. Diabetes, dislipidemia, hipertensi dan CVD hidup
berdampingan lebih sering pada individu dengan NAFLD.11
20
Biaya kesehatan tampaknya lebih besar pada individu NAFLD dari
pada populasi umum. Ketika data dari "Studi Kesehatan di Pomerania,"
Jerman, menilai hubungan penyakit perlemakan terhadap perawatan
kesehatan yang dilaporkan sendiri mengenai pemanfaatan dan biaya pada
awal dan 5 tahun setelahnya, secara umum menggunakkan metode
penelitian kohort dengan populasi 4310 orang dewasa berusia 20 sampai
79 tahun. Pada awal penelitian, subyek dengan NAFLD disertai
peningkatan serum ALT, setelah mengendalikan kondisi komorbiditas,
memiliki 26%biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi secara
keseluruhan.11
2.2.5 Patogenesis Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Patogenesis steatosis hati masih kurang dipahami tetapi
karakteristik utama dianggap resistensi insulin dan disfungsi
mitokondria.Jika resistensi insulin mendahului NAFLD atau sebaliknya,
maka sumber lemak hati berasal dari diet karbohidrat dan asam lemak serta
pelepasan lemak dari adiposit, oleh lipolisis atau lipogenesis de novo hati
menyebabkan ketidakseimbangan antara mekanisme yang dapat
dimodifikasi pada tingkat oksidasi lemak dan penghapusan lemak dari
lipolisis hati atau lipogenesis de novo hati. Cacat pada beberapa daerah
dapat memprengaruhi keseimbangan metabolik terhadap akumulasi lemak
hati yaitu seperti pasokan substrat berlebihan ke hati (glukosa dan lemak
asam), ketidakseimbangan intrahepatik antara sintesis lipid dan oksidasi,
ekspor memadai untuk jaringan perifer, dan kombinasi keduanya.11
21
Patogenesis NAFLD adalah :
- Resistansi insulin hati dan NAFLD. Resistensi insulin menyebabkan
steatosis hepatosit oleh karena stimulasi sekresi insulin dan
peningkatan lipolisis di jaringan adiposa, sehingga produksi asam
lemak bebas (FFA) menjadi berlebih. Akibatnya mitokondria
mengalami peningkatan β-oksidasi dengan konsekuensi asam lemak
bebas (FFA) makin menumpuk di dalam sel hepatosit hati. Asam
lemak merupakan substrat dan induser dari lipoxygeneses mikrosomal
sitokrom P-450 2E1 dan 4A, sehingga produksi radikal bebas oksigen
mampu merangsang peroksidasi lipid di membran hepatosit.
Hiperinsulinemia meningkatkan sintesa asam lemak di sel hepatosit
dan meningkatkan proses glikolisis.11
- Resistensi insulin pada jaringan adiposa dan NAFLD. Resistensi
insulin pada jaringan adiposa berhubungan dengan peningkatan
sintesis lemak hati, terlepas dari adanya masalah obesitas. Jumlah
jaringan adiposa yang terbentuk dari asam lemak bebas kira-kira 60%-
70% yang digunakkan untuk mensintesis trigliserida dan VLDL (very
low density lipoprotein). Selain itu juga terdapat banyak faktor yang
dapat mempengaruhi metabolisme VLDL. Adiposit merupakan organ
endokrin yang dinamis dan memiliki sensor nutrisi yang ketat,
gunanya adalah untuk mengatur pasokan energi, ketika jumlah nutrisi
yang masuk melebihi adaptasi jaringan adiposa. Ketersediaan asam
lemak bebas yang berlebih dapat menyebabkan penimbunan lemak
22
pada intramyocellular dan pembentukan berbagai metabolit yang
berpotensi sebagai racun lemak yang diturunkan seperti ceramide dan
DAG yang mengaktifkan jalur IKK / NF-kB dan menyebabkan
resistensi insulin.11
- Dari Resistensi Insulin ke NASH. Hal ini diketahui bahwa hanya 10% -
25% dari penderita NAFLD berkembang menjadi NASH. Faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut telah diteliti namun belum
sepenuhnya di pahami. Namun, data yang terfragmentasi muncul
sebagian besar dari tikus yang diberi kesulitan alami menilai jaringan
hati manusia. Perlu diingat bahwa ada perbedaan sistem metabolik
yang signifikan antara hati manusia dan hewan pengerat dan bahkan
antara spesies hewan pengerat. Dengan keterbatasan tersebut, dalam
upaya untuk mengatur pemahaman terhadap NAFLD dan NASH,
maka kerangka berpikir pun diusulkan pada perkembangan dari
resistensi insulin jaringan adiposa terhadap NAFLD dan NASH.
Sebuah "Langkah pertama" untuk NASH tampaknya resistensi insulin
pada jaringan adiposa memerlukan adanya lingkungan lipotoxic yang
menjamin pasokan substrat yang cukup untuk hati (yaitu, asam lemak
bebas yang tinggi) dan hiperinsulinemia sebagai kompensasi yang
merangsang sintesis trigliserida hati yang berlebihan dan pembentukan
asam lemak jenuh yang bersifat toksik. "Langkah kedua" NASH
merupakan pengembangan steatosis hati dan metabolisme lipidyang
diturunkan dari lipid yang bersifat toksik, sehingga dapat
23
mengaktifkanjalur inflamasi. Faktor makanan dan genetik mungkin
menjadi kondisi adaptasi metabolik hati yang dapat berbahaya pada
lingkungan Hidup. Kompensasi steatosis dapat memperburuk hati,
yaitu resistensi insulin merangsang sekresi VLDL dan meningkatkan
β-oksidasi mitokondria.11
2.2.6 Diagnosis Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Dalam mendiagnosis NASH/NAFLD ditandai dengan adanya yang
peningkatan aminotransferase asimptomatik, dan secara radiologi
ditemukan adanya hepatomegali dan hati yang berlemak. Dalam
pencitraan, meskipun menjadi bantuan untuk menentukan keberadaan dan
jumlah infiltrasi lemak dari hati, tidak bisa digunakan secara akurat
menentukan tingkat keparahan kerusakan hati. NAFLD sering didiagnosis
dengan kombinasi klinis, laboratorium dan data pencitraan, tapi kecurigaan
klinis NAFLD dan beratnya hanya dapat dikonfirmasi dengan biopsi hati.
Biopsi hati tetap alat diagnostik terbaik untuk mengkonfirmasikan NAFLD
dan mengevaluasi necroinflammation / fibrosis, serta cara yang paling
sensitif dan spesifik menyediakan informasi prognostik. Meskipun biopsi
hati adalah prosedur yang relatif aman bila, dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman, namun pada pasien miskin akan sulit untuk dilakukan.11
2.2.7 Laboratorium Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Metode non-invasif yang handal dan direproduksi untuk
mengevaluasi akumulasi lemak hepatoseluler serta variabel tingkat
24
hepatosit necroinflammation (aktivitas atau kelas penyakit) dan fibrosis
(stadium penyakit), tujuannya adalah untuk memantau perkembangan
penyakit, kemanjuran pengobatan, dan prognosis yang digunakkan sebagai
penilaian. Dengan kemajuan teknologi terbaru, teknik pencitraan memiliki
fasilitas yang canggih (sonografi dan elastography magnetik, spektroskopi
magnet) yang dapat memberikan informasi penting untuk diagnosis.11
Beberapa peneliti laboratorium mencoba untuk mengidentifikasi
biomarker baru yang berpotensial berdasarkan pengetahuan tentang
mekanisme patofisiologi yang terlibat dalam perkembangan NAFLD.
Sebuah biomarker yang ideal harus sederhana, direproduksi, murah,
mudah tersedia, dan akurat untuk proses penyakit tertentu. Potensi rasional
target untuk pengembangan biomarker di NAFLD / NASH adalah
berdasarkan peran sentral sitokin inflamasi di pengembangan NAFLD,
pada oksidasi yang berbeda produk dari beberapa jalur oksidasi, pada
mediator dari fibrogenesis / fibrosis, pada mediator / reseptor yang terlibat
dalam hepatosit apoptosis, dan biomarker. Berbeda dari mekanisme telah
diusulkan, adanya peningkatan produksi oksigen reaktif dan permeabilitas
mitokondria, menghasilkan bukti adanya peradangan (TNF-α, adiponektin,
protein C-reaktif, IL-6, resistin, dan visfatin), apoptosis hepatoseluler (Fas,
beredar caspase aktif 3), fibrogenesis, dan fibrosis (TGF- β, elastisitas
jaringan). Hal ini telah dievaluasi penggunaan napas biomarker dalam
studi NAFLD, etanol napas seperti, etana, dan napas aseton. Juga, upaya
25
yang dilakukan untuk mengidentifikasi indikator noninvasif pada fibrosis
hati dengan menggunakan variabel klinis dan biokimia.11
Saat ini belum ada pengobatan untuk NAFLD atau NASH,
meskipun penurunan berat badan dianjurkan. Beberapa intervensi farmasi
telah dievaluasi tetapi tidak ada perbaikan. Kebanyakan penelitian obat
telah difokuskan pada pasien dengan NASH karena berpotensi besar untuk
maju ke fibrosis dan sirosis hati. Namun, temuan telah dibatasi oleh variasi
dalam endpoint pengobatan dan kekurangan yang dilakukan secara acak,
plasebo terkontrol, kuat dan percobaan durasi yang cukup.11
Perubahan gaya hidup, sebagian besar berfokus pada penurunan
berat badan yang menunjukkan adanya peningkatan aminotransferase hati
dan temuan histologis pada pasien obesitas dengan perlemakan hati.
Dalam keadaan kelebihan berat badan atau obesitas dengan biopsi pada
hati dapat ditemukan adanya NASH, pengurangan berat badan dicapai
melalui intervensi gaya hidup yang mengarah ke perbaikan histologi hati.
Konten diet pelangsing tidak penting, hanya dengan menasihati untuk
menghindari alkohol dapat menyebabkan penurunan berat badan. Namun,
meskipunpenurunan berat badan tampaknya menguntungkan, penurunan
berat badan yang cepat setelahgastroplasty telah dikaitkan dengan
peningkatan hepatitis. Meskipun pengurangan steatosis pada biopsi hati
tidak memiliki efek yang signifikan dibandingkan dengan penurunan berat
badan pada pasien yang menjalani operasi bariatrik, steatosis hati menurun
dari 53% menjadi 32%, selama tiga bulan setelah operasi sebagai. Cross
26
sectional pada penelitian ini telah menunjukkan adanya hubungan
independenantara kebugaran fisik dan konsentrasi trigliserida hati.
Olahraga teratur dapat mengurangi lemak hati dan visceralpada pasien
yang mengalami obesitas sebelumnya.11
Beberapa intervensi farmasi telah berusaha untuk menangani
NAFLD / NASH, dengan keseluruhan manfaat yang terbatas. Dari
beberapa penelitian telah melakukan uji coba dengan obat yang bekerja
sitoprotektif atau antioksidan atau tumor necrosis factor antagonis atau
penurun produksi sitokin, inhibitor TGF-β, dan semisintetik agonis
reseptor Farsenoid X dengan hasil yang moderat.11
NAFLD termasuk jinak namun dapat mengarah ke fibrosis,
chirrosis karena NASH dan HCC. Evolusi fibrosis di NASH telah
ditemukan di 25% -33% dari kasus. Faktor yang mendukung evolusi
sirosis adalah fibrosis, obesitas (visceral), diabetes, dan hipertensi. Dari
segi epidemiologi NASH dan sirosis dikaitkan dengan peningkatan risiko
kanker hati. Steatosis ringan tidak terkait dengan peningkatan risiko
kematian dibandingkan dengan populasi umum. Dalam diabetes tipe 2,
kehadiran NAFLD dikaitkan dengan peningkatan mortalitas total, terlepas
faktor risiko klasik. Penderita diabetes dengan NAFLD memiliki kematian
risiko dua kali dibandingkan dengan pasien non diabetes tanpa NAFLD,
dengan penyebab yang lebih umum kematian keganasan (33% kematian)
dan komplikasi terkait hati (19% kematian).11
27
2.2.8 Komplikasi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
NAFLD merupakan salah satu penyebab paling umum yang
menyebabkan kerusakan kronik pada hati di banyak negara di seluruh
dunia. 1 kasus NAFLD mencakup spektrum yang luas, mulai dari steatosis
sederhana yang umumnya non-progresif hingga steatohepatitis non-
alkoholik (NASH). Sebelumnya, tidak ada metode non invasif terhadap
pasien dengan NASH hingga baru-baru ini ditemukan metode yang efektif
untuk mengevalusai adanya fibrosis hati. Transient elastography adalah
tehnik terbaru yang cepat, non-invasif dan terbukti akurat untuk menilai
kekakuan jaringan hepar pada kasus fibrosis hepar dan hepatitis C
kronis.12
Kami melakukan studi untuk menentukan nilai pengukuran
kekakuan atau pengerasan jaringan hati dengan perangkat medis baru yang
disebut Fibroscan (Echosens, Paris, Prancis), berdasarkan USG
elastography sementara, pada pasien dengan NAFLD. Kami melakukan
pengukuran pengerasan hati di 67 pasien NAFLD (berarti (SD) usia, 50,4
(3,3) tahun) di antaranya diagnosis telah dikonfirmasi oleh biopsi hati dan
keparahan fibrosis telah di skoring oleh Brunt.3 Box plot menunjukkan
pengukuran elastisitas fibrosis sesuai dengan tahap histologis. Hasil
analisis mengungkapkan kenaikan bertahap dalam pengerasan hati dengan
meningkatnya keparahan fibrosis hati secara histologis (p, 0,0001 oleh
Kruskal-Wallis test).12
29
2.3 Hubungan Diabetes Melitus dengan NAFLD (Non-alcoholic Fatty Liver
Diseae)
Dari berbagai penelitian, prevalensi NAFLD tampaknya lebih
tinggi pada diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi umum,
independen kontrol glikemik. Diabetes tipe 2 memiliki sekitar 80% lemak
hati lebih banyak dibandingkan dengan pasien non diabetes berdasarkan
usia dan jenis kelamin.13
Dalam sebuah studi 2.589 individu yang berbasis masyarakat
Framingham Heart Study, pada penyesuaian multi variat untuk depot
lemak lainnya (jaringan adiposa viseral, lingkar pinggang, dan indeks
massa tubuh (IMT), fatty liver tetap terkait dengan diabetes, glukosa puasa
terganggu, hipertensi, sindrom metabolik, kolesterol HDL, trigliserida, dan
tingkat adiponektin (semuaP <0,001). Sedangkan hubungan sistolik(SBP)
dan diastolik (DBP) pada tekanan darah lemah(P >0,05).13
Ada studi yang menyoroti diabetes sebagai penanda risiko untuk
penampilan NAFLD/NASH. Dalam sebuah penelitiandari 458 pasien Italia
dengan histologis terbukti NASH, diabetes adalah penanda paling
signifikan dari NASH dan fibrosispada mereka dengan ALT yang
normal.13
Fibrosis yang parah diprediksi secara independen dapat diperoleh
dari diabetes (OR =1,8; 95% CI, 1,4-2,3) secara keseluruhan dan pada
30
mereka dengan ALT normal dan resistensi insulin menurut model
penilaian homeostasis (HOMAIR) (OR =1,97; 95% CI, 1,2-3,7) pada
pasien dengan normal ALT. Dalam penelitian kohort dari 827 pasien
dengan NAFLD, fibrosis lanjut dikaitkan dengan resistensi insulin.13
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa NAFLD memprediksi
munculnya diabetes secara independen dengan faktor resiko konvensional,
seperti obesitas, resistensi insulin, dan sindrom metabolik, menunjukkan
NAFLD yang bisa memiliki hubungan kausal langsung dengan diabetes,
akibat adanya resistensi insulin.13
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) dan NAFLD secara khusus
berkaitan erat. Hubungan ini terjadi diduga akibat adanya pengeluaran
insulin secara langsung pada vena porta, dan mengambil rute yang sama
pada proses penyerapan glukosa sehingga hati menghilangkan sebagian
besar insulin portal.14
Obesitas pada NAFLD dikaitkan dengan disfungsional jaringan
adiposa, dan lipotoxicity yang mendukung resistensi insulin dan disfungsi
sel β pankreas. Pada uji USG prevalensi NAFLD 69,4% pada 180 pasien
dengan DMT2. NAFLD dikaitkan dengan obesitas (perut),
hipertrigliseridemia dan penigkatan kadar ALT yang normal. Para penulis
menyimpulkan bahwa perkembangan NAFLD adalah bentuk independen
dari perkembangan diabetes.14
31
Peran resistensi insulin pada NAFLD adalah kompleks.Kedua
resistensi insulin hepatik dan sistemik yang sangat terkait dengan NAFLD.
Pentingnya dari seluruh lemak tubuh, karena insulin dilepaskan langsung
ke vena portal. Dalam keadaan resisten insulin, ketidakmampuan insulin
untuk menekan lipolisis menyebabkan peningkatan fluks asam lemak
bebas ke hati dari jaringan adiposa. Peningkatan denovo lipogenesis dan
meningkatkan asupan diet lemak berkontribusi untuk pengembangan
NAFLD. Dalam hati berlemak kemampuan insulin untuk menghambat
produksi glukosa hepatik terganggu menyebabkan hiperglikemia dan
resistensi insulin lebih lanjut. Lingkar studi pinggang, yang merupakan
penanda adipositas viseral, terjadinya diabetes mellitus / glukosa puasa
terganggu dan sindrom metabolik secara signifikan lebih tinggi pada
subyek denganNAFLD.15
Kelainan hati ditemukan di DMT2 yang mengalami peningkatan
enzim hati, penurunan albumin dan peningkatan bilirubin, NAFLD dan
sirosis hati pada USG. Kadar insulin pada saat puasa lebih tinggi pada
DMT2 dengan NAFLD tapi itu tidak signifikan secara statistik.16
32
2.4 Kerangka Teori
2.4.1 DIABETES MELITUS
DIABETES
MELITUS
Etiologi :
Kekurangan insulin yang
bersifat absolut atau
relatif
Klasifikasi :
DMT 1 dan DMT 2
Manifestasi Klinik:
Polidipsia, Polifagia,
Poliuri, Penurunan berat
badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
Terapi :
1. Edukasi
2. Intervensi
Farmakologi (OHO,
Insulin, Kombinasi)
Lab :
GDS > 200 mg/dL
GDP > 126 mg/dL
GD2PP> 200 mg/dL
Komplikasi :
Akut : Ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar
non ketotik, dan
hipoglikemia.
Kronik : kelainan
makroangiopati,
mikroangiopati,
neuropati, rentan infeksi,
kaki diabetik, disfungsi
ereksi
33
2.4.2 NAFLD.
NAFLD
Faktor Resiko:
1. Disipidemia
2. DMT2
3. Hipertensi
4. CVD
Lab:
Peningkatan
aminotransferase yang
asimptomatik
USG Elastography:
- Hepatomegali
- Infiltrasi lemak > 5%
di sel hepatosit
Fibroscan:
- Pengerasan hati
mencapai 0,0001
Komplikasi:
- NASH
- Fibrosis Hepar
- Sirosis Hepar
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Konsep Pemikiran
Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan sebelumnya, maka konsep
pemikiran penelitian ini, adalah sebagai berikut :
Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)
Keterangan :
: Variabel Independen (X)
: Variabel Dependen (Y)
:Variabel lain yang tidak diteliti
DMT 2 disertai
Obesitas NAFDL
DMT 2 tanpa
Obesitas
35
3.2 Variabel Penelitian
Keterangan :
: Variabel Dependen dan Variabel Independen
: Variabel Penelitian
DIABETES MELITUS TIPE 2
(DMT2)
NAFDL
- Umur
- Jenis Kelamin
- IMT
- Riwayat Keluarga
- Riwayat Obesitas (Bagi pasien
yang BB normal/underweight)
- Hasil Laboratorium (Kadar
Kolesterol Total, Kadar Tg, Kadar
HDL, Kadar LDL)
- Riwayat Minum Alkohol
- Pemeriksaan lain (USG Abdomen,
Fibroscan)
36
DEFENISI OPERASIONAL
1. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
a. Defenisi : Merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia (Kadar GDS > 200 mg/dL, atau kadar
GDP > 126 mg/dL, atau kadar GD2PP > 200 mg/dL) akibat adanya
resistensi insulin.
b. Kriteria Objektif :
- Pasien datang dengan keluhan 3P (poliuria, polidisia, polifagia)
- Pasien datang dengan keluhan penurunan BB yang tidak ditahu
penyebabnya
- Kadar GDS > 200 mg/dL.Diukur dengan cara mengambil darah perifer
(biasa darah pada jari manis) pada waktu kapan saja, darah yang telah
keluar lalu di letakkan pada strip khusus.Alat yang digunakkan untuk
membuat perlukaan adalah Pen yang sudah berisikan lancet steril. Dan
diukur dengan alat pengukur gula darah. Skala ukur menggunakkan
skala ordinal.
- Kadar GDP > 126 mg/dL. Diukur dengan cara mengambil darah
perifer (biasa darah pada jari manis) dan memiliki syarat yaitu pasien
telah berpuasa selama 10-16 jam, darah yang telah keluar lalu di
letakkan pada strip khusus. Alat yang digunakkan untuk membuat
perlukaan adalah Pen yang sudah berisikan lancet steril. Dan diukur
dengan alat pengukur gula darah. Skala ukur menggunakkan skala
ordinal.
37
- Kadar GD2PP > 200 mg/dL. Diukur dengan cara mengambil darah
perifer (biasa darah pada jari manis). Proses pengukuran GD2PP
dilakukan setelah pasien 2 jam mengkonsumsi makanan atau pasien
telah di bebani glukosa sebanyak 75 mg dan dilarutkan dalam 10 mL
air dan diminum selama 5 menit, darah yang telah keluar lalu di
letakkan pada strip khusus. Alat yang digunakkan untuk membuat
perlukaan adalah Pen yang sudah berisikan lancet steril. Dan diukur
dengan alat pengukur gula darah. Skala ukur menggunakkan skala
ordinal.
2. NAFLD (Non-Alcohol Fatty Liver Diesease)
a. Defenisi : Perlemakan hati non alkoholik merupakan kondisi yang
semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut.
Spektrum penyakit perlemakan hati ini mulai dari perlemakan hati
sederhana (simple steatosis) sampai pada steatohepatitis non-alkoholik
(non-alcoholic steatohepatitis/NASH).
b. Kriteria Objektif : Jika pada pemeriksaan USG ditemukan adanya
infiltrasi lemak > 5% di sel hepatosit hati dan pada hasil Fibroscan (+)
Pengerasan hati mencapai 0,0001
c. Cara ukur : Pemeriksaan USG Elastography dan Fibroscan
d. Alat Ukur : USG Elastography dan Fibroscan
e. Skala Ukur: Numerik (Rasio)
38
3. Umur
a. Definisi : Lamanya hidup seseorang mulai dari lahir hingga saat ini
yang diperoleh dari rekam medis pasien di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar tahun 2015
b. Kriteria Objektif : Semua jenis umur
c. Diukur dengan cara mengetahui tanggal, bulan, dan tahun kelahiran
dari pasien dari data rekam medic pasien.
d. Skala ukur yang digunakkan adalah skala rasio
4. Jenis Kelamin
a. Definisi : Perbedaan seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan
b. Kriteria Objektif :
- Laki-laki
- Perempuan
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : -
e. Skala Ukur: Nominal
5. IMT (Indeks Massa Tubuh)
a. Definisi : Pengukuran yang membandingkan berat badan dan tinggi
badan seseorang. Dari IMT seseorang dapat dikategorikan sebagai
underweight, normal, overweight, dan obesitas.
39
b. Kriteria Objektif :
No IMT Klasifikasi
1 < 18,5 Underweight
2 18,5 – 22,9 Normal (Ideal)
3 23 – 29,9 Overwight
4 30 – 34,9 Obesitas I
5 35 – 39,9 Obesitas II
6 > 40 Obesitas III
Tabel 3. Kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT)
c. Diukur dengan cara mengetahui Berat badan (Kg) dan tinggi badan
(M) pasien pada rekam medic pasien
d. Alat yang digunakkan untuk mengukur tinggi badan pasien adalah
Microtoise. Dan untuk mengukur berat badan adalah timbangan berat
badan yang dapat berupa manual dan digital.
e. Skala ukur yang digunakkan adalah skala rasio
6. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Definisi : Keadaan dimana salah satu anggota keluarga terdekat
memiliki keluhan yang sama
b. Kriteria Objektif :Keluarga terdekat pasien (Ayah, Ibu, Saudara,
Kakek, Nenek, Paman, Bibi)
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : -
e. Skala Ukur: Nominal
40
7. Riwayat Konsumsi Alkohol
a. Defenisi : Keadaan dimana pasien pernah mengkonsumsi minuman
keras/alkohol
b. Kriteria Objektif :Pada anamnesis pasien menyatakan pernah
mengkonsumsi minuman keras/alkohol
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : -
e. Skala Ukur: Nominal
8. Hasil Laboratorium
a. Defenisi : Nilai rujukan yang menjadi salah satu tolak ukur untuk
membantu mendiagnosa suatu penyakit atau gejala
b. Kriteria Objektif :
- Kadar kolesterol total :
Normal< 200 mg/dL
Borderline 200-239 mg/dL
Meningkat>240 mg/dL
- Kadar Trigliserida :
Normal < 150 mg/dL
Borderline 150 – 199 mg/dL
Meningkat 200 – 499 mg/dL
Sangat Meningkat> 500 mg/dL
- Kadar LDL :
Optimal < 100 mg/dL
41
- Kadar HDL :
Optimal 40 – 60 mg/dL
c. Cara ukur : Tabel Rujukan dan Rekam Medik
d. Alat Ukur : Alat Ukur Kolesterol, Tg, HDL, LDL
e. Skala Ukur: Numerik (Rasio)
9. Pemeriksaan Lain (USG & Fibroscan)
a. Defenisi : Pemeriksaan lanjutan untuk lebih menegakkan diagnosa
adanya perlemakan hati non-alkoholik (NAFLD)
b. Kriteria Objektif :
- Hasil USG (+) bahwa ditemukan adanya infiltrasi lemak > 5% di sel
hepatosit hati
- Hasil Fibroscan (+) Pengerasan hati mencapai 0,0001
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : USG Elastography dan Fibroscan
e. Skala Ukur: Numerik (Rasio)
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah disusun, maka hipotesis yang akan
dibuktikan bahwa terdapat adanya hubungan antara diabetes melitus disertai
obesitas terhadap kasus perlemakan hatidi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
(RSWS) Makassar tahun 2015.
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakkan sumber data sekunder rekam
medis pasien rawat inap dan rawat jalan yang di diagnosa DMT 2 di
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar dari bulan januari
2015 hingga bulan desember 2015.
4.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakkan adalah Studi Analitik
observasional, yaitu studi cross sectional yang mengamati dan
menganalisis variabel status gizi pasien yang meliputi IMT (Indeks Maasa
Tubuh). Beberapa faktor lain yang juga diamati adalah umur, jenis
kelamin, riwayat keluarga menderita DM, lama DM, riwayat obesitas (bagi
pasien yang BB normal/underweight), hasil laboratorium (kadar kolesterol
total, kadar Tg, kadar HDL, kadar LDL), riwayat minum alkohol,
pemeriksaan lain (USG Abdomen, Fibroscan).
4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah Purposive Sampling,yaitu
semua subjek (data rekam medik pasien) yang ada dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang
diperlukan terpenuhi.
43
4.4 Teknik Pengumpulan Data
- Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, dan instansi
tempat diadakannya penelitian, dalam hal ini adalahRSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar
- Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari hasil
rekam medis pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar dari bulan januari 2015 hingga bulan
desember 2015. Pengumpulan data dilakukan secara observasi sistematis.
Pengeditan data dilakukan dengan cara mempertimbangkan untuk memilih
atau memasukkan data yang penting dan benar-benar diperlukan.
- Proses pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakkan Format
Penelitian (terlampir)
4.5 Waktu dan Lokasi Penelitian
a. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan diadakan pada bulan Desember2015
sampai bulan Januari 2016
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan diadakan di Departemen Radiologi,
Poli Gastroentero-Hepatology, Ruang Instalasi Rekam Medik RSUP
dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS)
4.6 Besar Sampel
44
Perkiraan besar sampel dilakukan dengan metode dua kelompok
berpasangan, dengan menggunakkan table 2 x 2.
NAFLD
(+) (-)
OBESITAS A B
DMT2
TIDAK
OBESITAS
C D
Rumus yang digunakkan :
Np =
√ √
Atau rumus alternative :
Np =
17
4.7 Kriteria Seleksi
a. Kriteria Inklusi
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 disertai obesitas yang memiliki data
rekam medis yang lengkap dan sesuai dengan variabel yang diteliti oeh
penulis di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar
b. Kriteria Ekslusi
- Pasien Diabetes Melitus Tipe 2disertai obesitas yang memilki
riwayat minum alkohol
- Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 tanpa obesitas
45
- Pasien dengan penyakit hati kronik (baik oleh kaena Hepatitis B
dan C)
- Pasien yang memiliki data rekam medik tidak lengkap dan atau
tidak sesuai dengan variabel yang diteliti
4.8 Jenis Data dan Prosedur Penelitian
4.8.1 Jenis Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari hasil rekam medik pasien rawat inap dan rawat jalandi
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar dari bulan januari
2015 hingga bulan desember 2015.Data yang dibutuhkan berupa umur,
jenis kelamin, riwayat keluarga menderita DM, lama DM, IMT, riwayat
obesitas (bagi pasien yang BB normal/underweight), hasil laboratorium
(kadar kolesterol total, kadar Tg, kadar HDL, kadar LDL), riwayat minum
alkohol, pemeriksaan lain (USG Abdomen, Fibroscan).
4.8.2 Prosedur Penelitian
Prosedur pengambilan data diRSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
(RSWS) Makassar dimulai dengan memperoleh data rekam medik pasien
yang di diagnosa mengalami perlemakan hati pada departemen radiologi
(dengan melihat hasil USG pasien) dan departemen
Gastroenterohepatology. Data dari rekam medik tersebut kemudian di beri
identitas sesuai dengan nama dan nomor rekam medik pasien. Setelah itu
peneliti akan melanjutkan mengambil data di bagian Rekam Medik RSUP
dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) dan data pasien yang diperoleh
46
selanjutnya akan di cek statusnya apakah mengalami DMT 2 atau tidak,
setelah itudata tersebut akan dikelola dan di data sesuai dengan format
penelitian (terlampir)
4.9 Manajemen Penelitian
4.9.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan Uji Chi-Square dan
Uji alternatif : Uji Fisher
4.9.2 Penyajian Data
Data yang telah dimasukkan, dijelaskan dalam bentuk tabel dan dalam
bentuk narasi untuk memperjelas hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen. Dan dikelola dengan Program SPSS ( Statistical
Product and Service Solution ) versi 21, Microsoft Office Word 2007, dan
Microsoft Excel 2007.
4.10 Etika Penelitia
Hal – hal yang terkait dengan etika penelitian adalah :
a. Menyertakan surat pengantar yag ditujukan kepada pihak Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar sebagai
permohonan izin untuk melakukan penelitian
b. Menjaga kerahasiaan subjek penelitian dengan cara tidak menuliskan
nama subjek penelitian tetapi hanya berupa inisial pasien, sehingga
tidak ada yang merasa dirugikan dalam hal penelitian yang dilakukan.
47
c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait, dimana yang telah dijelaskan pada manfaat
penelitian dan telah disebutkan sebelumnya.
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini merupakan pusat
rujukan di Kawasan Timur Indonesia telah memiliki Pusat-pusat
pelayanan Terpadu, yaitu Infection Centre, Gastroenterohepatology
Centre, Intensive Care Centre, Cardiac Centre, Mother and Child Centre,
sertaPrivate Care Centre. Ini menjadi bagian tak terpisahkan dari langkah
strategi untuk mencapai visi baru dan menjawab tuntutan masyarakat
untuk memperoleh pelayanan publik yang baik dan berkualitas,
Sebagai pusat rujukan dan sekaligus sebagai pusat pendidikan
Fakultas Kedokteran Unhas, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo yang
terletak di Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 11 ini memiliki beban ganda,
disatu sisi harus menjalankan fungsi sosial uuntuk melayani kalangan
masyarakat kurang mampu, namun disisi lain juga harus menjadi rumah
sakit pilihan bagi masyarakat golongan atas yang selama ini berobat di
luar negeri. Peran ganda yang sangat strategis ini akanmemberikan subsidi
silang dan mewujudkan pemerataan kualitas pelayanan dan keselamatan
pasien bagi seluruh lapisan masyarakat.
Seiring bertambahnya kompetitor-kompetitor baru dari pada
pemodal asing di bidang pelayanan kesehatan yang ada di Makassar, tidak
membuat RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi tersaingi, namun
49
harus menjadi cambuk untuk terus berupaya meningkatkan kualitas
pelayanan dan keselamatan pasien, terus berpacu mengejar mimpi yang
telah di tetapkan dalam visi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Visi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu “Menjadi
Academic Health Center Terkemuka di Indonesia Tahun 2019”
Misi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu
1. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan, dan
penelitian di bidang kesehatan yang berkualitas dan
komprehensif
2. Menumbuhkan sistem manajemen organisasi yang
efektif
3. Mengampu rumah sakit jejaring di wilayah Indonesia
Timur
Motto RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu
“Dengan Budaya SIPAKATAU Kami Melayani Dengan Hati”
Fasilitas-fasilitas yang terdapat di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar berupa : Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan
Rawat Darurat, Pelayanan Intensif, Pelayanan Bedah Sentral, Pelayanan
Rehab Medik, Pelayanan Radiologi, Pelayanan Farmasi, Pelayanan
Laboratorium, Pendidikan dan Pelatihan, Pelayanan Laundry, serta
Pelayanan Penunjang Lainnya.
50
Pusat Pelayanan yan terdapat di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, yaitu Cardiac Centre, Pusat Pelayanan,
Pendidikan, dan Penelitian Gastroenterohepatologi, Infection Centre,
Mother and Child Centre, Pelayanan Intensif, Private Care Centre (PCC).
5.1.1 Deskripsi Sampel Penelitian
Penelitian dan pendataan informasi pada rekam medik dilakukan di
dalam ruang Rekam MedikRSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Adapun hasil pendataan yang diperoleh adalah kasus Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease (NAFLD) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
berjumlah sebanyak 72 kasus.
Persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2 adalah sebanyak
26%. Persentase tersebut diperoleh dari jumlah kasus Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease (NAFLD) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
sebanyak 72 kasus dibagi dengan jumlah kasus DMT2 dalam populasi
yang berjumlah 272 kasus di kali seratus persen.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Jenis Kelamin
Hasil analisis jenis kelamin pada penelitian ini menggambarkan
distribusi pasien berdasarkan data demografi. Hasil data jenis
kelamin didapatkan sebagai berikut:
51
Tabel 5.1 Distribusi Penyakit BerdasarkanJenis Kelamin Pasien
Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki
Perempuan
Total
23
49
72
31.9
68.1
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien
berjenis kelamin perempuan (68.1%) dan sebagian kecil pasien
berjenis kelamin laki-laki (31.9%).
5.2.2 Umur
Hasil analisis umur pada penelitian ini menggambarkan distribusi
pasien berdasarkan data demografi. Hasil data umur didapatkan
sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Penyakit Berdasarkan Kelompok Umur
Pasien
Frekuensi Persentase (%)
19 - 48 thn
49 - 60 thn
61 - 74 thn
Total
22
40
10
72
30
56
14
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang
terbanyak berasal dari kelompok umur 49 - 60 tahun, yaitu terdapat
52
40 orang pasien (56%).Selain itu, tabel 5.2 juga memperlihatkan
bahwa kelompok umur pasien termuda yaitu umur 19 - 48 tahun
(30%), dan umur pasien tertua yaitu umur 61 - 74 tahun (14%).
5.2.3 Status Gizi
Hasil analisis status gizi pada penelitian ini diperoleh dari IMT
(Indeks Massa Tubuh) pasien yaitu hasil bagi BB (Berat Badan)
dengan TB (Tinggi Badan) pasien.Hasil data status gizi didapatkan
sebagai berikut:
Tabel 5.3Distribusi Penyakit Berdasarkan Status Gizi Pasien
Frekuensi Persentase (%)
Underweight
Normal
Overweight
Obese
Total
8
20
28
16
72
11.1
27.8
38.9
22.2
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang
terbanyak berasal dari kelompok status gizi pasien yang mengalami
overweight (38.9%), disusul oleh pasien yang memiliki status gizi
normal (27,8%), lalu kelompok status gizi pasien yang mengalami
obese (22.2%).
53
5.2.4 Keluhan Utama Pasien
Hasil analisis keluhan utama pasien pada penelitian ini diperoleh
dari data pada rekam medik, berdasarkan keluhan utama yang
dirasakan oleh pasien saat pertama kali masuk rumah sakit. Hasil
data keluhan utama pasien didapatkan sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Penyakit Berdasarkan Keluhan Utama
Pasien
Frekuensi Persentase
Mual dan Muntah
BB turun drastic
Check Up
Mudah Lelah
Nyeri Perut Kanan Atas
Nyeri Ulu Hati
Perut Kembung
Riwayat Fatty Liver
Total
5
1
8
21
9
21
5
2
72
6.9
1.4
11.1
29.2
12.5
29.2
6.9
2.8
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa jumlah keluhan utama
terbanyak pada pasien saat pertama kali masuk rumah sakit adalah
mudah lelah (29.2%) dan nyeri ulu hati (29.2%).
54
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat menggunankan uji chi-square dan menggunakkan
tabel 2 x 2. Analisis bivariat dilakukan pada beberapa variabel lainnya
yaitu, analisa hubungan jenis kelamin, gejala dan keluhan utama pada
pasien DMT2 disertai obesitas terhadap NAFLD namun tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.Namun pada variabel
status gizi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hasil analisis
bivariat didapatkan sebagai berikut :
5.3.1 Analisis Hubungan DMT2 disertai Obesitas Terhadap NAFLD
Tabel 5.5 Analisis Hubungan DMT2 disertai Obesitas Terhadap
NAFLD
PERLEMAKAN HATI P
nonNAFLD NAFLD
Status Gizi Underweight 8 0 0.000
Normal
Overweight
Obese
35
3
7
2
8
9
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa denganmenggunankan uji
chi-square tabel 2 x 2, menunjukkan adanya hubungan antara DMT2
disertai obesitas terhadap kasus perlemakan hati (NAFLD) karena tabel
tersebut menunjukkan nilai P < 0,05.
55
5.3.2 Membandingkan dan menganalisa data pasien DMT2 disertai
Obesitas yang Non-NAFLD dan NAFLD
Tabel 5.6 Perbandingan Data Pasien DMT2 disertai Obesites
yang Non-NAFLD dan NAFLD
NonNAFLD NAFLD
Frekuensi Rata-Rata Frekuensi Rata-Rata
Umur 53 52.1 19 49.5
TB 53 56.6 19 74.5
BB 53 154.8 19 159.4
Status Gizi 53 24.2 19 29.2
Kolesterol Total 53 191.5 19 245
TG 53 175.6 19 195.1
Onset DM 53 2.8 19 2.5
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.6 diatas dapat dilihat perbandingan data pasien DMT2
disertai obesitas yang Non-NAFLD dan NAFLD. Pada variabel umur,
pasien nonNAFLD rata-rata terjadi pada umur 52.1 tahun dan pada pasien
NAFLD rata-rata terjadi pada umur 49.5 tahun.
Pada variabel status gizi, pasien nonNAFLD rata-rata memiliki
status gizi 24.2 kg/m2 dan pada pasien NAFLD rata-rata memiliki status
gizi 29.2 kg/m2
56
Pada variabel kadar total kolesterol, pasien nonNAFLD rata-rata
memiliki kadar total kolesterol 191.5 mg/dL dan pada pasien NAFLD rata-
rata memiliki kadar total kolesterol 245 mg/dL
Pada variabel kadar trigliserida, pasien nonNAFLD rata-rata
memiliki kadar trigliserida 175.6 mg/dL dan pada pasien NAFLD rata-rata
memiliki kadar trigliserida 195.1 mg/dL
Pada variabel onset atau lama pasien menderita DMT2, pasien
dengan nonNAFLD memiliki oneset rata-rata 2.8 tahun dan pada pasien
NAFLD memiliki onset rata-rata 2.5 tahun.
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien DMT2
Disertai Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
sebagian besar pasien berjenis kelamin perempuan (68.1%) dan sebagian kecil
pasien berjenis kelamin laki-laki (31.9%). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
kepustakaan yang disusun oleh Nurman, dkk pada tahun 200618
, selain itu juga
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suzanna Ndraha, dkk pada
tahun 2013.19
6.2 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Umur Pasien DMT2 Disertai
Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jumlah pasien yang terbanyak berasal dari kelompok umur 60 tahun, yaitu
terdapat 7 orang pasien (9.7%).Urutan kedua berasal dari kelompok umur 49
tahun, yaitu terdapat 6 orang pasien (8.3%). Selain itu, tabel 5.2 juga
memperlihatkan bahwa kelompok umur pasien termuda yaitu umur 19 tahun
(1.4%), dan umur pasien tertua yaitu umur 74 tahun (1.4%).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan rentang umur pasien adalah 49-
60 tahun, hal tersebut sesuai denganhasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Suzanna Ndraha, dkk pada tahun 2013.19
58
Disebutkan pula berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasien termuda
dengan usia 19 tahun, hal tersebut sesuai dengan jurnal ilmiah yang disusun oleh
Gábor Firneisz, dkk pada tahun 2014menjelaskan bahwa di Amerika Serikat pada
tahun 1993-2003 telah dilaporkan adanya 742 kasus otopsi medikolegal yang
dilakukan pada anak obesitas usia 2-19 tahun yang menderita NAFLD atau setara
dengan 9.6% dari populasi NAFLD pada pediatric di Amerika Serikat.20
6.3 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Status Gizi Pasien DMT2 Disertai
Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jumlah pasien yang terbanyak berasal dari kelompok status gizi pasien yang
mengalami overweight (38.9%), disusul oleh pasien yang memiliki status gizi
normal (27,8%), lalu kelompok status gizi pasien yang mengalami obese (22.2%).
Perlu diketahui bahwa seluruh sampel yang diambil pada penelitian ini
adalah pasien DMT2 yang memiliki status gizi awal saat masuk RS adalah
obesitas, sehingga pada hasil penelitian status gizi telah terjadi pergeseran
indikator dimana pasien overweight lebih tinggi, disusul pasien yang memiliki
status gizi normal, dan pasien yang obesitas. Fenomena ini terjadi akibat adanya
terapi diet yang sehat dan perubahan pola hidup (lifestyle)yang disarankan oleh
dokter kepada pasien tersebut, hal tersebut sesuai dengan jurnal ilmiah yang
disusun oleh Mavrogiannaki dan Migdalis pada tahun 2013, yang menjelaskan
bahwa pada saat ini terapi yang tepat untuk NAFLD belum ada, namun perubahan
gaya hidup dan diet sehat yang teratur sangat direkomendasikan.21
59
6.4 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Keluhan Utama Pasien DMT2
Disertai Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jumlah keluhan utama terbanyak pada pasien saat pertama kali masuk rumah sakit
adalah mudah lelah (29.2%) dan nyeri ulu hati (29.2%). Hasil penelitian tersebut
sesuai dengan kepustakaan yang disusun oleh Nurman, dkk pada tahun 200622
6.5 HubunganDMT2 Disertai Obesitas Terhadap Kasus NAFLD
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
terdapat adanya hubungan antara DMT2 disertai obesitas terhadap kasus
perlemakan hati (NAFLD) karena tabel tersebut menunjukkan nilai P < 0,05. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mavrogiannaki dan
Migdalis pada tahun 2013 di Yunani yang menjelaskan bahwa pada pasien yang
menderita DMT2 memiliki kerusakan pada metabolisme lemak di hati, sehingga
pada pasien dengan DMT2 memiliki peningkatan 80% penumpukan lemak di hati
jika dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DMT2 pada umur dan jenis
kelamin yang sama. Dan keadaan tersebut pun diperburuk dengan keadaan pasien
DMT2 yang memiliki status gizi yang mengalami obesitas, walaupun sudah
melakukan diet dan perubahan pola hidup. Selain itu,dengan adannya masalah
hipertensi, profil lipid yang tergangu juga tambah memperburuk keadaan
tersebut.23
60
BAB VII
TINJAUAN ISLAM
7.1 Tinjauan Islam Mengenai Makan Berlebih-lebihan
Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka
bumi ini. Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT dan ghaib, namun Islam memiliki aturan dan
tuntunan yang bersifat komprehensif, harmonis, jelas dan logis. Salah satu
kelebihan Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perihal perspektif
Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia'' demikian
sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia,
sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya
istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya
jalan dengan melaksanakan perintah perintah-Nya dan meninggalkan larangan-
Nya.Allah berfirman:
''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman'' (QS:Yunus 57).
61
Rasulullah adalah contoh nyata sosok manusia yang paling bugar dan
paling sehat yang pernah ada di dunia.Berdasarkan sejarah hidup Rasulullah,
tercatat bahwa hanya dua kali menderita sakit yakni setelah menerima wahyu
pertama di Gua Hira dan pada saat menjelang wafat.Fakta ini mengindikasikan
bahwa Rasulullah memiliki ketahanan fisik yang luar biasa.Padahal kondisi alam
di Jazirah Arab sangat keras, tandus, dan memiliki temperatur yang sangat sangat
ekstrim baik siang dan malam hari.Seperti diketahui, bahwa Nabi Muhammad
adalah suri tauladan yang baik bagi kita semua. Allah berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Qs.Al-Ahzab:21)
Karenanya segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah suatu
kebaikan untuk kita tiru dan amalkan. Salah satu nya kebiasaan Rasulullah yang
makan tidak terlalu banyak
اتيقمنصلبهفإنكانالبدفاعالفثلثلطعمامألآدميوعاءشرامنبطنهبحسبابنآدملقيم
( رواهاإلمامأحمدوالترمذيوغيرهما ( امهوثلثلشرابهوثلثلنفسه
62
“Tidaklah seorang anak Adam (manusia) mengisi bejana (kantong) yang lebih
buruk daripada perutnya.Cukuplah baginya beberapa suap yang bisa menegakkan
tulang sulbinya.Jikalau memang harus berbuat, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR.
Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan rahimahumullah)
Selain itu, Allah SWT pun berfirman :
“Makan dan minumlah kalian, namun jangan berlebih-lebihan (boros) karena
Allah tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (Al-A’raf:31).
Ayat dan hadis diatas sangat berhubungan dengan hasil penelitian yang
diperoleh peneliti, karena seluruh data sampel adalah pasien dengan DMT2
disertai obesitas pada saat pertama kali masuk rumah sakit. Jika pasien tersebut
menjaga pola makan dan tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi makanan maka
mereka tidak akan mengalami DMT2 dan NAFLD.
7.2 Tinjauan Islam Mengenai Disiplin
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu
sistemyang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan
peraturanyang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan
danketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
63
Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Qur‟an dan Hadist yang
memerintahkandisiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan,
antara lain suratAn Nisa ayat 59:
فإوأ رمىأكمأ مأ سىلىأوليالأ فياأيهاالذيىآمىىاأطيعىااللهىأطيعىاالر تمأ تىازعأ
سىتؤأو لكخيأروأحأ ذ خر مالأ مىىوباللهىالأيىأ تؤأ وأكىأتمأ سىل وهإلىاللهىالر ءفرد يشيأ
يل
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Baik atau buruk, untung atau rugi hasil suatu pekerjaan, tergantung dari
usaha pelakunya. Seperti firman Allah pada QS al-„Ashr (103): 1-3
”Demi masa.Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati
dalam kebenaran dan saling menasihati supaya bersikap sabar.”
64
Dalam surat tersebut, paling tidak ada beberapa hal yang saling berkaitan,
hubungannya dengan disiplin kerja, yaitu waktu, amal (usaha), kerugian (hasil
usaha). Seolah-olah surat Alquran tersebut ingin menegaskan bahwa waktu yang
Allah luangkan, harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak, yang
bersangkutan sendiri yang akan rugi. Pendek kata, surat tersebut mengajarkan kita
berdisiplin kerja dan berdisiplin waktu.
Banyak hadis Nabi s.a.w. yang memeringatkan manusia agar
mempergunakan waktu sebaik mungkin. Antara lain sabda Nabi,
ةوالأفراغ ح بىنفيهماكثيرمهالىاسالص متانمغأ وعأ
”Dua nikmat yang sering disia-siakan oleh banyak orang, yaitu kesehatan dan
waktu luang.”(HR al-Bukhari dari Ibnu „Abbas).
Ayat dan hadis diatas sangat berhubungan dengan hasil penelitian yang
diperoleh peneliti, karena seluruh data sampel adalah pasien dengan DMT2
disertai obesitas pada saat pertama kali masuk rumah sakit. Jika pasien tersebut
disiplin dalam mengontrol kadar gula darah, profil lipid, berat badan dan disiplin
dalam minum obat maka pasien DMT2 tersebut tidak akan mengarah ke NAFLD.
65
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Terdapat adanya hubungan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) disertai
Obesitas Terhadap Kasus Perlemakan Hati.
2. Persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2 di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) selama tahun 2015 adalah sebanyak 26%.
3. Rata-rata pasien DMT2 disertai obesitas yang mengalami perlemakan hati
memiliki status gizi, kadar kolesterol, kadar trigliserida lebih tinggi
dibanding rata-rata pasien DMT2 disertai obesitas yang non perlemakan
hati.
4. Walaupun pasien DMT2 disertai obesitas telah melaksanakan program diet
dan perubahan gaya hidup (lifestyle), namun kecenderungan untuk terkena
NAFLD tidak berkurang.
5. Terdapat banyak Ayat di Al-Qur‟an dan Al-Hadist megenai pentingnya
mejaga diri, menjaga pola makan, dan menegakkan kedisiplinan
khususnya dalam menjaga kualitas kesehatan dan kebugaran diri.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih luas mengenai
hubungan DMT2 disertai obesitas terhadap kasus perlemakan
66
hatidilihat dari faktor predisposisi DMT2, tingkat pengetahuan dan
pendidikan pasien, dan berbagai aspek lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian di rumah sakit besar lainnya di Makassar
mengenai persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2 disertai
obesitas.
67
DAFTAR PUSTAKA
1 A. Price Sylvia, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Edisi 6, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta:2012
2A.Desi Purnama Sari, Citrakesumasari, Sri‟ah Alharini. Upaya Penanganan dan
Perilaku Pasien Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Maccini Sawah
Kota Makassar Tahun 2013.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5519/JURNAL.pdf?seq
uence=1. Diunduh pada tanggal 25 oktober 2015
3 A. Price Sylvia, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Edisi 6, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta:2012
4Emmanuel Anton, Stephen Inns, Lecture Notes : Gastroenterologi dan
Hepatologi, Penerbit Erlangga, Jakarta:2014
5 Maya Kurniasari. Refarat Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH).
http://eprints.undip.ac.id/44142/2/BAB_1.pdf. Diunduh tanggal 25 oktober 2015
6 Emmanuel Anton, Stephen Inns. Lecture Notes : Gastroenterologi dan
Hepatologi, Penerbit Erlangga, Jakarta:2014
7A. Price Sylvia, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Edisi 6, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2012
8Silbernagi Stefan, Florian Lang. Teks & Atlas Bewarna Patofisiologi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2007
68
9Aziz A. Rani, Sidartawan soegondo,dkk. Panduan Pelayanan Medik –
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta : 2006
10W. Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
11Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
12Yoneda. M, K. Fujia, M. Inamori, A. Nakajima, et al. Transient Elastography in
patients with Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). 2007.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1954961/ . Diunduh pada tanggal
12 November 2015
13 Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
14 FirneiszGábor.WJG 20
thAnniversary Special Issues (12): Nonalcoholic fatty
liver disease. Non-alcoholic fatty liver disease and type 2 diabetes mellitus: The
liver disease of our
69
age?.2014.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4112878/pdf/WJG-20-
9072.pdf . Diunduh pada tanggal 24 oktober 2015
15 ÖnnerhagKristina, Peter M. Nilsson, Stefan Lindgren. Insulin resistance with
impaired fasting glucose increases the risk of NAFLD.
2013.http://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=34097Diundu
h pada tanggal 22 november 2015
16 NdrahaSuzanna, Marshell Tendean, Fendra Wician, Henny Tannady Tan,
Helena Yap. Liver Disorders in Type 2 Diabetes Mellitus. 2013. http://www.ina-
jghe.com/journal/index.php/jghe/article/view/417/ Diunduh pada tanggal 22
november 2015.
17 Prof. DR. Dr. Satroasmoro Sudigdo, Sp. A (K), Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A
(K).Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. 2011. Sagung Seto : Jakarta
18W. Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
19NdrahaSuzanna, Marshell Tendean, Fendra Wician, Henny Tannady Tan,
Helena Yap. Liver Disorders in Type 2 Diabetes Mellitus. 2013. http://www.ina-
jghe.com/journal/index.php/jghe/article/view/417/ Diunduh pada tanggal 22
november 2015.
20FirneiszGábor.WJG 20
thAnniversary Special Issues (12): Nonalcoholic fatty
liver disease. Non-alcoholic fatty liver disease and type 2 diabetes mellitus: The
70
liver disease of our
age?.2014.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4112878/pdf/WJG-20-
9072.pdf . Diunduh pada tanggal 24 oktober 2015
21Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
22W. Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
23Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus
ditandai oleh hiperglikemi puasa dan postprandial, aterosklerotik dan
mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemi biasanya sudah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit
vaskularnya.American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes
melitus berdasarkan metode presentase klinis, umur awitan dan riwayat penyakit.
Dan telah di sahkan oleh World Health Organization (WHO). Empat klasifikasi
klinis gangguan toleransi glukosa : (1) Diabetes tipe 1 dan 2, (2) Diabetes
gestasional/diabetes kehamilan, dan (3) tipe khusus lain. 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan
dapat dibagi dalam dua subtipe : (a) Autoimun, akibat disfungsi autoimun dan
kerusakan sel-sel beta. (b) Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak
diketahui sumbernya.1
2
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas
dan tipe nondepeden insulin. Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru
tiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.1
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah
usia tua, etnik, obesitas multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes
gestasional terdahulu. Kriteria diagnosis biokimia diabetes gestasional adalah
kriteria yang diusulkan oleh O‟Sullivan dan Mahan (1973), yang menyebutkan
bahwa GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau
dilampaui sesudah pemberian 75 gr glukosa oral : puasa, 105 mg/dl; 1 jam, 190
mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl.1
Tipe khusus lain adalah (a) kelainan genetik dalam sel beta seperti yang
dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevealensi familial yang
tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resistansi terhadap insulin.1
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar
16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya di diagnosis
600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika
Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat
retinopati diabetik.1
Menurut WHO (2007) menemukan bahwa Indonesia masuk
ke dalam sepuluh negara dengan jumlah kasus diabetes mellitus terbanyak di
dunia. Indonesia berada pada peringkat keempat pada tahun 2000 dengan jumlah
3
kasus sebesar 8,4 juta orang dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030
menjadi 21,3 juta orang. Prevalensi penyakit DM di Indonesia berdasarkan
diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G)
sebesar 1,1%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosa DM oleh tenaga kesehatan
mencapai 63,3%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun
penyakit jantung. Prevalensi DM menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di
Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. Sebanyak 17 provinsi mempunyai
prevalensi penyakit diabetes mellitus di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
tengah, Gorontalo, dan Papua Barat. Prevalensi penyakit Diabetes mellitus di
Sulawesi Selatan mencapai 4,6% (Riskesdas, 2007). Kota Makassar terdiri dari 14
kecamatan. Jika dilihat berdasarkan jumlah kasus DM per kecamatan pada tahun
2012, didapatkan tiga kecamatan yang memiliki angka kejadian DM tertinggi,
yaitu kecamatan Makassar dengan 1076 kasus, kecamatan Tamalate dengan 910
kasus, dan kecamatan Biring Kanaya dengan 700 kasus (Dinas Kesehatan Kota
Makassar 2012). Kecamatan Makassar merupakan kecamatan yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi di Kota Makassar yaitu 32.093/km2. Selain itu,
Kecamatan Makassar terletak di tengah Kota Makassar. Angka kejadian Diabetes
mellitus di Kecamatan Makassar berjumlah 1076 orang pada tahun 2012.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di Puskesmas Maccini Sawah di
Kecamatan Makassar didapatkan jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun
4
2010 sebanyak 234 orang, pada tahun 2011 sebanyak 324 orang dan pada tahun
2012 sebanyak 350 orang, serta diketahui pada tahun 2012 di puskesmas maccini
sawah kecamatan Makassar pasien penderita DM yang kadar glukosa darahnya
tidak terkontrol sebesar 251 orang atau sebesar 57,53 % (Dinkes, 2012).2
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemi-nya berat dan melebihi ambang
ginjal untuk zat ini, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang meningkatan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin
besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.3
Perlemakan hati non-alkohol (non-alcoholic fatty liver disease,NAFLD)
merupakan istilah yang meliputi steatosis sederhana (perlemakan hati) tanpa
inflamasi hati, steatohepatitis non-alkohol (non-alcoholic steatohepatitis,NASH),
akibat dari infiltrasi lemak berupa inflamasi hati dan resiko kerusakan hati, dan
fibrosis serta sirosis yang merupakan akibat dari NASH.4
Prevalensi perlemakan hati non alkoholik berkisar antara 15-20 % pada
populasi dewasa di Amerika Serikat, Jepang dan Italia. Diperkirakan 20-30 %
diantaranya berada dalam fase yang lebih berat (steatohepatitis non alkoholik).
Sebuah penelitian terhadap populasi dengan obesitas di Negara maju
5
mendapatkan 60% perlemakan hati sederhana, 20-25 % steatohepatitis non
alkoholik dan 2-3 % sirosis. Dalam laporan yang sama disebutkan pula bahwa 70
% pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami perlemakan hati, sedangkan pada
pasien dislipidemia angkanya sekitar 60 % (Hasan, 2006). Di Indonesia penelitian
mengenai perlemakan hati non alkoholik masih belum banyak. Lesmana
melaporkan 17 pasien steatohepatitis non alkoholik, rata-rata berumur 43 tahun
dengan 29 % gambaran histologi hati menunjukkan steatohepatitis disertai
fibrosis. Sebuah studi populasi dengan sampel cukup besar oleh Hasan dkk
mendapatkan prevalensi perlemakan hati non alkoholik sebesar 30,6 %.5
NAFLD dapat mengenai semua kelompok usia, termasuk anak-anak,
dengan distribusi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensinya meningkat
seiring peningkatan berat badan, mengenai 10-15% individu dengan berat badan
normal dan mencapai 80% pada penderita obesitas. NASH juga mengikuti pola
yang sama mengenai 3% pada individu dengan berat badan normal dan 20% pada
penderita obesitas (IMT >35kg/ ).5
Sebagian besar NAFLD bersifat primer (idiopatik), namun dapat juga
terjadi berkaitaan dengan gangguan langka metabolisme lipid dan resistensi
insulin, meliputi : abetalipoproteinemia, diabetes lipoatropik, sindrom mauriac
dan weber-christian.6
Tabel. 1 Spektrum penyakit perlemakan hati non-alkoholik (NAFLD)
NAFLD
Steatosis
sederhana Steatohepatitis
(NASH) NASH +
fibrosis
Sirosis
6
NAFLD terutama dikaitkan dengan sindrom metabolik dan saat ini
terdapat dua serangan model patogenesis yang telah diajukan :
a. Seranganpertama terdiri dari akumulasi trigliserida yang berlebih pada
hati :
- Faktor penggeraknya adalah resistensi insulin
- Secara primer melibatkan otot dan jaringan adiposa yang berakhir pada
hiperinsulinemia
- Hati tetap sensitif terhadap insulin, yang berakibat meningkatnya
ambilan hati terhadap asam lemak bebas dan peningkatan sintesis
trigliserida hepatik
- Hal ini kemudian menyebabkan akumulasi lemak hepatik. Asam lemak
bebas merusak sinyal insulin dan menyebabkan resistensi insulin
tersebut berlanjut.
b. Hati steatonik kemudan rapuh pada serangan kedua, yang berakibat pada
inflamasi dan kerusakan hati :
- Peningkatan oksidasi asam lemak bebas akan menghasilkan radikal
bebas hepatotoksik yang berkontribusi pada terjadinya stress oksidatif
dan juga berkontribusi pada serangan kedua
- Kontributor lain pada serangan kedua meliputi : abnormalitas
mitokondrial, produksi sitokin, defek pada reseptor pengaktivasi
proliferator peroksisom (PPAR, yang terlibat dalam memicu efek
insulin), resisten terhadap leptin.
7
Manifestasi klinis dari NAFLD, jika ada, biasanya ringan dan tidak
spesifik (paling umum adalah nyeri abdomen kuadran atas). Sebagian besar pasien
tidak menunjukkan gejala sama sekali dan diagnosis ditegakkan secara tidak
sengaja.6
Beranjak dari uraian dan fakta bahwa masih sedikit penelitian yang
membahas mengenai hubungan kedua masalah tersebut maka peneliti tertarik
untuk mengangkat judul Hubungan Diabetes Melitus terhadap Kasus Perlemakan
Hati di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2015.
Dan diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa
menambah wawasan bagi para rekan sejawat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui :
- Apakah ada hubungan antara Diabetes Melitusdisertai obesitas
terhadap Kasus Perlemakan Hati di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
(RSWS) tahun 2015 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan diabetes melitus disertai
obesitasterhadap kasus perlemakan hati
8
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2
disertai obesitas di RSWS
b. Menganalisa hubungan DM disertai obesitas terhadap kasus
NAFLD/Perlemakan Hati Non-alkoholik di RSWS
c. Membandingkan dan menganalisa data pasien DMT2 disertai
obesitas yang Non-NAFLD dan NAFLD
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran dan menambah wawasan serta
pengalaman dalam mengelola data.
1.4.2 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi
serta sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut dalam rangka
meningkatkan rasa ingin tahu terhadap kasus DM dan Perlemakan hati.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
petugas kesehatan tentang pentingnya pengawasan terhadap pasien
DM untuk mencegah timbulnya Perlemakan hati non-alkoholik
(NAFLD).
9
1.4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, maka diabetes melitus ditandai oleh hiperglikemi puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan mikroangiopati, dan neuropati.
Manifestasi klinis hiperglikemi biasanya sudah bertahun-tahun
mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.
American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes
melitus berdasarkan metode presentase klinis, umur awitan dan riwayat
penyakit. Dan telah di sahkan oleh World Health Organization (WHO).
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa : (1) Diabetes tipe 1
dan 2, (2) Diabetes gestasional/diabetes kehamilan, dan (3) tipe khusus
lain.7
2.1.2 Manifestasi Klinik Diabetes Melitus
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau
toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemi-nya berat
11
dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.7
Diagnosis Diabetes melitus terdiri dari : Diagnosis DM, Diagnosis
komplikasi DM, Diagnosis penyakit penyerta, PemantauanPengendalian
DM. Keluhan khas pada DM adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Dan keluhan
tidak khas pada DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita8.
2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor resiko diabetes melitus tipe II adalah usia > 45 tahun, berat
badan > 110% berat badan ideal atau indeks massa tubuh(IMT) >
23kg/m2, hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg), Riwayat keluarga DM,
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >
4000 gr, Riwayat DM gestasional, Riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), penderita penyakit
jantung koroner, tuberkolosis, hipertiroidisme, kolesterol HDL ≤ 35
mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.8
12
2.1.4 Tipe-tipe Diabetes Melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat
absolut atau relatif, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan
peningkatan konsentrasi glukosa plasma. Diabetes melitus dapat di
klasifikasikan menjadi beberapa tipe, tergantung dari penyebab dan
perjalanan penyakitnya.8
Pada dibetes melitus tipe I (Diabetes melitus yang tergantung
insulin [IDDM]) disebut juga diabetes juvenilis, terdapat kekurangan
insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.
Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi
virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi sel pulau [ICA]) dan insulin
(autoantibodi insulin [IAA]). ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi
selama bertahun-tahun sebelum onset peyakit. Setelah kematian sel beta,
ICA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibodi
terhadap glutamat-dekarboksilase yang di ekspresikan di sel beta. Diabetes
melitus tipe 1 terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu
(HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini berarti terdapat disposisi genetik.8
Diabetes melitus Tipe II (diabetes melitus yang tidak tergantung
insulin [NIDDM]) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering
terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun,
terdapat defisiensi insulin relatif, pasien tidak mutlak tergantung pada
13
suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan
meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas yang berkurang
terhadap insulin.8
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe II memiliki berat badan
berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang
terlalu banyak dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan
antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam
lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan
glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistansi insulin
yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistansi insulin semakin meningkat. Obesitas
merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab
tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya
disposisi genetik yang menurunkan sensitivitas insulin. Sering kali,
pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah
diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya obesitas dan
diabetes melitus tipe II. Diantara beberapa faktor, kelainan genetik pada
protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi
penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes
tipe II dapat terjadi usia muda (onset maturitas diabetes pada usia
muda[MODY]).8
14
2.1.5 Pemeriksaan Fisis Diabetes Melitus
Pemeriksaan fisis lengkap, termasuk tinggi badan, berat badan,
tekanan darah, lingkar pinggang, tanda neuropati, mata (visus, lensa mata,
retina), gigi mulut, keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan
kaki.9
2.1.6 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Kriteria diagnostik diaetes melitus dn gangguan toleransi glukosa,
yaitu : kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau
kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau kadar glukosa
plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 g, atau kadar
glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gr
pada TTGO.9
2.1.7 Diagnosa Banding Diabetes Melitus
Diagnosa banding diabetes melitus adalah hiperglikemia reaktif,
toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).9
2.1.8 Pemerikaan Penunjang Diabetes Melitus
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium (Hb,
leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah, GDP, GD2PP, urinalisis
rutin, proteinuria 24 am, CCT ukur, kreatinin, SGPT, albumin/globulin,
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, HbA1C,
15
albuminuri mikro) dan pemeriksaan penunjang lain (EKG, foto thorax, dan
funduskopi)9
2.1.9 Terapi Diabetes Melitus
Terapi edukasi meliputi pemahaman tentang penyakit diabetes
melitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit
DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia,
masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung
dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan.9
Perencanaan makan meliputi standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi : KH 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-
25%. Jumlah kandungan kolesterol disarankan <300mg/hari. Diusahakan
lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono
Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 gr/hr,
diutamakan serat larut. Jumlah kalori basal per hari : Laki-laki (30kal/kg
BB idaman), Wanita (25 kal/kg BB idaman).9
Intervensi farmakologis terdiri dari :
1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
- Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa9
16
2. Insulin
Indikasi :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang diserta ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, strok)
- DM gestasional
- Gangguan fungsi ginjal/hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO9
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik
oral yang berbeda mekanisme kerjanya.9
Penilaian hasil terapi :
- Pemeriksaan glukosa darah
- Pemeriksaan A1C
- Pemerisaan glukosa darah mandiri
17
- Pemeriksaan glukosa urin
- Pemeriksaan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (lihat tabel 2)9
Baik Sedang Buruk
GD puasa (mg/dL) 80-109 110-125 ≥126
GD2PP (m/dL) 80-144 145-179 ≥180
HBA1C <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130
HDL (mg/dL) >45
Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (Kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140
80-90
>140/90
Tabel. 2 Kriteria Pengendalian DM
2.1.10 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi akut dari DM, yaitu : Ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
non ketotik, dan hipoglikemia. Komplikasi kronik DM berupa kelainan
makroangiopati, mikroangiopati, neuropati, rentan infeksi, kaki diabetik,
disfungsi ereksi.9
18
2.2 Perlemakan Hati Non-Alkoholik (Non-Alcoholic Fatty Liver
Disease/NAFLD)
2.2.1 Defenisi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Perlemakan hati non alkoholik merupakan kondisi yang semakin
disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut. Spektrum
penyakit perlemakan hati ini mulai dari perlemakan hati sederhana (simple
steatosis) sampai pada steatohepatitis non-alkoholik (non-alcoholic
steatohepatitis/NASH).10
2.2.2 Patofisiologi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Perlemakan hati non alkoholik (NAFLD) termasuk kategori
patologi klinik yang berspektrum luas. Dimulai dari steatosis lemak murni
(infiltrasi lemak > 5% di sel hepatosit) yang tampak jinak untuk kondisi
steatohepatitis alcoholic (NASH), yang dapat berkembang menjadi sirosis
hepatis, gagal hati dan karsinoma hepatoselular (HCC). Hal ini ditandai
dengan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di sel parenkim hati.
Pasien yang tidak memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol (<20 gr/hari
untuk pria dan < 10 gr/hari untuk wanita). NASH ditandai dengan adanya
bukti adanya kerusakan hepatoselular (adanya peningkatan
aminotranferase) dan pada hepatitis alkoholik secara histologi ditemukan
adanya steatosis, sel inflamasi lobular infiltrasi, Mallory hialin, dan
fibrosis.11
19
2.2.3 Epideomologi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum di seluruh dunia.
Prevalensi dilaporkan bervariasi, tergantung pada populasi penelitian dan
menggunakan kriteria diagnostik. Secara umum populasi melebihi 15%,
tetapi jauh lebih besar dalam kelebihan berat badan,obesitas, dan pada
subyek dengan diabetes tipe 2 (DMT2) sertapenderita diabetes tipe.Data
terbaru menunjukkan prevalensi tinggi pada remaja. Prevalensi
keseluruhan dari NAFLD dilaporkan 12,5%, meningkat menjadi 23,0%
pada kelebihan berat badan / obesitas, lebih tinggi di anak laki-laki dari
pada anak perempuan. NAFLD dijelaskan bahwa 60% mengalami
hiperlipidemia, dan 83% dari mereka hiperlipidemia dan adanya
peningkatan serum alanin transferase (ALT).11
2.2.4 Faktor Resiko Perlemakan Hati Non-Alkoholik
NAFLD sangat terkait dengan DMT2 dan Penyakit Cardiovaskular
(CVD). Hal ini ditandai dengan adanya resistensi insulin dan disfungsi
mitokondria. Terdapat peningkatan keparahan resistensi insulin dalam
kisaran NAFLD yang berkontribusi pada perubahan kerusakan hati. Juga,
terkait dengan peningkatan risiko penyakit ginjal pada beberapa faktor
risiko CVD dancenderung dianggap sebagai penanda CVD yang
independen. Diabetes, dislipidemia, hipertensi dan CVD hidup
berdampingan lebih sering pada individu dengan NAFLD.11
20
Biaya kesehatan tampaknya lebih besar pada individu NAFLD dari
pada populasi umum. Ketika data dari "Studi Kesehatan di Pomerania,"
Jerman, menilai hubungan penyakit perlemakan terhadap perawatan
kesehatan yang dilaporkan sendiri mengenai pemanfaatan dan biaya pada
awal dan 5 tahun setelahnya, secara umum menggunakkan metode
penelitian kohort dengan populasi 4310 orang dewasa berusia 20 sampai
79 tahun. Pada awal penelitian, subyek dengan NAFLD disertai
peningkatan serum ALT, setelah mengendalikan kondisi komorbiditas,
memiliki 26%biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi secara
keseluruhan.11
2.2.5 Patogenesis Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Patogenesis steatosis hati masih kurang dipahami tetapi
karakteristik utama dianggap resistensi insulin dan disfungsi
mitokondria.Jika resistensi insulin mendahului NAFLD atau sebaliknya,
maka sumber lemak hati berasal dari diet karbohidrat dan asam lemak serta
pelepasan lemak dari adiposit, oleh lipolisis atau lipogenesis de novo hati
menyebabkan ketidakseimbangan antara mekanisme yang dapat
dimodifikasi pada tingkat oksidasi lemak dan penghapusan lemak dari
lipolisis hati atau lipogenesis de novo hati. Cacat pada beberapa daerah
dapat memprengaruhi keseimbangan metabolik terhadap akumulasi lemak
hati yaitu seperti pasokan substrat berlebihan ke hati (glukosa dan lemak
asam), ketidakseimbangan intrahepatik antara sintesis lipid dan oksidasi,
ekspor memadai untuk jaringan perifer, dan kombinasi keduanya.11
21
Patogenesis NAFLD adalah :
- Resistansi insulin hati dan NAFLD. Resistensi insulin menyebabkan
steatosis hepatosit oleh karena stimulasi sekresi insulin dan
peningkatan lipolisis di jaringan adiposa, sehingga produksi asam
lemak bebas (FFA) menjadi berlebih. Akibatnya mitokondria
mengalami peningkatan β-oksidasi dengan konsekuensi asam lemak
bebas (FFA) makin menumpuk di dalam sel hepatosit hati. Asam
lemak merupakan substrat dan induser dari lipoxygeneses mikrosomal
sitokrom P-450 2E1 dan 4A, sehingga produksi radikal bebas oksigen
mampu merangsang peroksidasi lipid di membran hepatosit.
Hiperinsulinemia meningkatkan sintesa asam lemak di sel hepatosit
dan meningkatkan proses glikolisis.11
- Resistensi insulin pada jaringan adiposa dan NAFLD. Resistensi
insulin pada jaringan adiposa berhubungan dengan peningkatan
sintesis lemak hati, terlepas dari adanya masalah obesitas. Jumlah
jaringan adiposa yang terbentuk dari asam lemak bebas kira-kira 60%-
70% yang digunakkan untuk mensintesis trigliserida dan VLDL (very
low density lipoprotein). Selain itu juga terdapat banyak faktor yang
dapat mempengaruhi metabolisme VLDL. Adiposit merupakan organ
endokrin yang dinamis dan memiliki sensor nutrisi yang ketat,
gunanya adalah untuk mengatur pasokan energi, ketika jumlah nutrisi
yang masuk melebihi adaptasi jaringan adiposa. Ketersediaan asam
lemak bebas yang berlebih dapat menyebabkan penimbunan lemak
22
pada intramyocellular dan pembentukan berbagai metabolit yang
berpotensi sebagai racun lemak yang diturunkan seperti ceramide dan
DAG yang mengaktifkan jalur IKK / NF-kB dan menyebabkan
resistensi insulin.11
- Dari Resistensi Insulin ke NASH. Hal ini diketahui bahwa hanya 10% -
25% dari penderita NAFLD berkembang menjadi NASH. Faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut telah diteliti namun belum
sepenuhnya di pahami. Namun, data yang terfragmentasi muncul
sebagian besar dari tikus yang diberi kesulitan alami menilai jaringan
hati manusia. Perlu diingat bahwa ada perbedaan sistem metabolik
yang signifikan antara hati manusia dan hewan pengerat dan bahkan
antara spesies hewan pengerat. Dengan keterbatasan tersebut, dalam
upaya untuk mengatur pemahaman terhadap NAFLD dan NASH,
maka kerangka berpikir pun diusulkan pada perkembangan dari
resistensi insulin jaringan adiposa terhadap NAFLD dan NASH.
Sebuah "Langkah pertama" untuk NASH tampaknya resistensi insulin
pada jaringan adiposa memerlukan adanya lingkungan lipotoxic yang
menjamin pasokan substrat yang cukup untuk hati (yaitu, asam lemak
bebas yang tinggi) dan hiperinsulinemia sebagai kompensasi yang
merangsang sintesis trigliserida hati yang berlebihan dan pembentukan
asam lemak jenuh yang bersifat toksik. "Langkah kedua" NASH
merupakan pengembangan steatosis hati dan metabolisme lipidyang
diturunkan dari lipid yang bersifat toksik, sehingga dapat
23
mengaktifkanjalur inflamasi. Faktor makanan dan genetik mungkin
menjadi kondisi adaptasi metabolik hati yang dapat berbahaya pada
lingkungan Hidup. Kompensasi steatosis dapat memperburuk hati,
yaitu resistensi insulin merangsang sekresi VLDL dan meningkatkan
β-oksidasi mitokondria.11
2.2.6 Diagnosis Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Dalam mendiagnosis NASH/NAFLD ditandai dengan adanya yang
peningkatan aminotransferase asimptomatik, dan secara radiologi
ditemukan adanya hepatomegali dan hati yang berlemak. Dalam
pencitraan, meskipun menjadi bantuan untuk menentukan keberadaan dan
jumlah infiltrasi lemak dari hati, tidak bisa digunakan secara akurat
menentukan tingkat keparahan kerusakan hati. NAFLD sering didiagnosis
dengan kombinasi klinis, laboratorium dan data pencitraan, tapi kecurigaan
klinis NAFLD dan beratnya hanya dapat dikonfirmasi dengan biopsi hati.
Biopsi hati tetap alat diagnostik terbaik untuk mengkonfirmasikan NAFLD
dan mengevaluasi necroinflammation / fibrosis, serta cara yang paling
sensitif dan spesifik menyediakan informasi prognostik. Meskipun biopsi
hati adalah prosedur yang relatif aman bila, dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman, namun pada pasien miskin akan sulit untuk dilakukan.11
2.2.7 Laboratorium Perlemakan Hati Non-Alkoholik
Metode non-invasif yang handal dan direproduksi untuk
mengevaluasi akumulasi lemak hepatoseluler serta variabel tingkat
24
hepatosit necroinflammation (aktivitas atau kelas penyakit) dan fibrosis
(stadium penyakit), tujuannya adalah untuk memantau perkembangan
penyakit, kemanjuran pengobatan, dan prognosis yang digunakkan sebagai
penilaian. Dengan kemajuan teknologi terbaru, teknik pencitraan memiliki
fasilitas yang canggih (sonografi dan elastography magnetik, spektroskopi
magnet) yang dapat memberikan informasi penting untuk diagnosis.11
Beberapa peneliti laboratorium mencoba untuk mengidentifikasi
biomarker baru yang berpotensial berdasarkan pengetahuan tentang
mekanisme patofisiologi yang terlibat dalam perkembangan NAFLD.
Sebuah biomarker yang ideal harus sederhana, direproduksi, murah,
mudah tersedia, dan akurat untuk proses penyakit tertentu. Potensi rasional
target untuk pengembangan biomarker di NAFLD / NASH adalah
berdasarkan peran sentral sitokin inflamasi di pengembangan NAFLD,
pada oksidasi yang berbeda produk dari beberapa jalur oksidasi, pada
mediator dari fibrogenesis / fibrosis, pada mediator / reseptor yang terlibat
dalam hepatosit apoptosis, dan biomarker. Berbeda dari mekanisme telah
diusulkan, adanya peningkatan produksi oksigen reaktif dan permeabilitas
mitokondria, menghasilkan bukti adanya peradangan (TNF-α, adiponektin,
protein C-reaktif, IL-6, resistin, dan visfatin), apoptosis hepatoseluler (Fas,
beredar caspase aktif 3), fibrogenesis, dan fibrosis (TGF- β, elastisitas
jaringan). Hal ini telah dievaluasi penggunaan napas biomarker dalam
studi NAFLD, etanol napas seperti, etana, dan napas aseton. Juga, upaya
25
yang dilakukan untuk mengidentifikasi indikator noninvasif pada fibrosis
hati dengan menggunakan variabel klinis dan biokimia.11
Saat ini belum ada pengobatan untuk NAFLD atau NASH,
meskipun penurunan berat badan dianjurkan. Beberapa intervensi farmasi
telah dievaluasi tetapi tidak ada perbaikan. Kebanyakan penelitian obat
telah difokuskan pada pasien dengan NASH karena berpotensi besar untuk
maju ke fibrosis dan sirosis hati. Namun, temuan telah dibatasi oleh variasi
dalam endpoint pengobatan dan kekurangan yang dilakukan secara acak,
plasebo terkontrol, kuat dan percobaan durasi yang cukup.11
Perubahan gaya hidup, sebagian besar berfokus pada penurunan
berat badan yang menunjukkan adanya peningkatan aminotransferase hati
dan temuan histologis pada pasien obesitas dengan perlemakan hati.
Dalam keadaan kelebihan berat badan atau obesitas dengan biopsi pada
hati dapat ditemukan adanya NASH, pengurangan berat badan dicapai
melalui intervensi gaya hidup yang mengarah ke perbaikan histologi hati.
Konten diet pelangsing tidak penting, hanya dengan menasihati untuk
menghindari alkohol dapat menyebabkan penurunan berat badan. Namun,
meskipunpenurunan berat badan tampaknya menguntungkan, penurunan
berat badan yang cepat setelahgastroplasty telah dikaitkan dengan
peningkatan hepatitis. Meskipun pengurangan steatosis pada biopsi hati
tidak memiliki efek yang signifikan dibandingkan dengan penurunan berat
badan pada pasien yang menjalani operasi bariatrik, steatosis hati menurun
dari 53% menjadi 32%, selama tiga bulan setelah operasi sebagai. Cross
26
sectional pada penelitian ini telah menunjukkan adanya hubungan
independenantara kebugaran fisik dan konsentrasi trigliserida hati.
Olahraga teratur dapat mengurangi lemak hati dan visceralpada pasien
yang mengalami obesitas sebelumnya.11
Beberapa intervensi farmasi telah berusaha untuk menangani
NAFLD / NASH, dengan keseluruhan manfaat yang terbatas. Dari
beberapa penelitian telah melakukan uji coba dengan obat yang bekerja
sitoprotektif atau antioksidan atau tumor necrosis factor antagonis atau
penurun produksi sitokin, inhibitor TGF-β, dan semisintetik agonis
reseptor Farsenoid X dengan hasil yang moderat.11
NAFLD termasuk jinak namun dapat mengarah ke fibrosis,
chirrosis karena NASH dan HCC. Evolusi fibrosis di NASH telah
ditemukan di 25% -33% dari kasus. Faktor yang mendukung evolusi
sirosis adalah fibrosis, obesitas (visceral), diabetes, dan hipertensi. Dari
segi epidemiologi NASH dan sirosis dikaitkan dengan peningkatan risiko
kanker hati. Steatosis ringan tidak terkait dengan peningkatan risiko
kematian dibandingkan dengan populasi umum. Dalam diabetes tipe 2,
kehadiran NAFLD dikaitkan dengan peningkatan mortalitas total, terlepas
faktor risiko klasik. Penderita diabetes dengan NAFLD memiliki kematian
risiko dua kali dibandingkan dengan pasien non diabetes tanpa NAFLD,
dengan penyebab yang lebih umum kematian keganasan (33% kematian)
dan komplikasi terkait hati (19% kematian).11
27
2.2.8 Komplikasi Perlemakan Hati Non-Alkoholik
NAFLD merupakan salah satu penyebab paling umum yang
menyebabkan kerusakan kronik pada hati di banyak negara di seluruh
dunia. 1 kasus NAFLD mencakup spektrum yang luas, mulai dari steatosis
sederhana yang umumnya non-progresif hingga steatohepatitis non-
alkoholik (NASH). Sebelumnya, tidak ada metode non invasif terhadap
pasien dengan NASH hingga baru-baru ini ditemukan metode yang efektif
untuk mengevalusai adanya fibrosis hati. Transient elastography adalah
tehnik terbaru yang cepat, non-invasif dan terbukti akurat untuk menilai
kekakuan jaringan hepar pada kasus fibrosis hepar dan hepatitis C
kronis.12
Kami melakukan studi untuk menentukan nilai pengukuran
kekakuan atau pengerasan jaringan hati dengan perangkat medis baru yang
disebut Fibroscan (Echosens, Paris, Prancis), berdasarkan USG
elastography sementara, pada pasien dengan NAFLD. Kami melakukan
pengukuran pengerasan hati di 67 pasien NAFLD (berarti (SD) usia, 50,4
(3,3) tahun) di antaranya diagnosis telah dikonfirmasi oleh biopsi hati dan
keparahan fibrosis telah di skoring oleh Brunt.3 Box plot menunjukkan
pengukuran elastisitas fibrosis sesuai dengan tahap histologis. Hasil
analisis mengungkapkan kenaikan bertahap dalam pengerasan hati dengan
meningkatnya keparahan fibrosis hati secara histologis (p, 0,0001 oleh
Kruskal-Wallis test).12
29
2.3 Hubungan Diabetes Melitus dengan NAFLD (Non-alcoholic Fatty Liver
Diseae)
Dari berbagai penelitian, prevalensi NAFLD tampaknya lebih
tinggi pada diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi umum,
independen kontrol glikemik. Diabetes tipe 2 memiliki sekitar 80% lemak
hati lebih banyak dibandingkan dengan pasien non diabetes berdasarkan
usia dan jenis kelamin.13
Dalam sebuah studi 2.589 individu yang berbasis masyarakat
Framingham Heart Study, pada penyesuaian multi variat untuk depot
lemak lainnya (jaringan adiposa viseral, lingkar pinggang, dan indeks
massa tubuh (IMT), fatty liver tetap terkait dengan diabetes, glukosa puasa
terganggu, hipertensi, sindrom metabolik, kolesterol HDL, trigliserida, dan
tingkat adiponektin (semuaP <0,001). Sedangkan hubungan sistolik(SBP)
dan diastolik (DBP) pada tekanan darah lemah(P >0,05).13
Ada studi yang menyoroti diabetes sebagai penanda risiko untuk
penampilan NAFLD/NASH. Dalam sebuah penelitiandari 458 pasien Italia
dengan histologis terbukti NASH, diabetes adalah penanda paling
signifikan dari NASH dan fibrosispada mereka dengan ALT yang
normal.13
Fibrosis yang parah diprediksi secara independen dapat diperoleh
dari diabetes (OR =1,8; 95% CI, 1,4-2,3) secara keseluruhan dan pada
30
mereka dengan ALT normal dan resistensi insulin menurut model
penilaian homeostasis (HOMAIR) (OR =1,97; 95% CI, 1,2-3,7) pada
pasien dengan normal ALT. Dalam penelitian kohort dari 827 pasien
dengan NAFLD, fibrosis lanjut dikaitkan dengan resistensi insulin.13
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa NAFLD memprediksi
munculnya diabetes secara independen dengan faktor resiko konvensional,
seperti obesitas, resistensi insulin, dan sindrom metabolik, menunjukkan
NAFLD yang bisa memiliki hubungan kausal langsung dengan diabetes,
akibat adanya resistensi insulin.13
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) dan NAFLD secara khusus
berkaitan erat. Hubungan ini terjadi diduga akibat adanya pengeluaran
insulin secara langsung pada vena porta, dan mengambil rute yang sama
pada proses penyerapan glukosa sehingga hati menghilangkan sebagian
besar insulin portal.14
Obesitas pada NAFLD dikaitkan dengan disfungsional jaringan
adiposa, dan lipotoxicity yang mendukung resistensi insulin dan disfungsi
sel β pankreas. Pada uji USG prevalensi NAFLD 69,4% pada 180 pasien
dengan DMT2. NAFLD dikaitkan dengan obesitas (perut),
hipertrigliseridemia dan penigkatan kadar ALT yang normal. Para penulis
menyimpulkan bahwa perkembangan NAFLD adalah bentuk independen
dari perkembangan diabetes.14
31
Peran resistensi insulin pada NAFLD adalah kompleks.Kedua
resistensi insulin hepatik dan sistemik yang sangat terkait dengan NAFLD.
Pentingnya dari seluruh lemak tubuh, karena insulin dilepaskan langsung
ke vena portal. Dalam keadaan resisten insulin, ketidakmampuan insulin
untuk menekan lipolisis menyebabkan peningkatan fluks asam lemak
bebas ke hati dari jaringan adiposa. Peningkatan denovo lipogenesis dan
meningkatkan asupan diet lemak berkontribusi untuk pengembangan
NAFLD. Dalam hati berlemak kemampuan insulin untuk menghambat
produksi glukosa hepatik terganggu menyebabkan hiperglikemia dan
resistensi insulin lebih lanjut. Lingkar studi pinggang, yang merupakan
penanda adipositas viseral, terjadinya diabetes mellitus / glukosa puasa
terganggu dan sindrom metabolik secara signifikan lebih tinggi pada
subyek denganNAFLD.15
Kelainan hati ditemukan di DMT2 yang mengalami peningkatan
enzim hati, penurunan albumin dan peningkatan bilirubin, NAFLD dan
sirosis hati pada USG. Kadar insulin pada saat puasa lebih tinggi pada
DMT2 dengan NAFLD tapi itu tidak signifikan secara statistik.16
32
2.4 Kerangka Teori
2.4.1 DIABETES MELITUS
DIABETES
MELITUS
Etiologi :
Kekurangan insulin yang
bersifat absolut atau
relatif
Klasifikasi :
DMT 1 dan DMT 2
Manifestasi Klinik:
Polidipsia, Polifagia,
Poliuri, Penurunan berat
badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
Terapi :
1. Edukasi
2. Intervensi
Farmakologi (OHO,
Insulin, Kombinasi)
Lab :
GDS > 200 mg/dL
GDP > 126 mg/dL
GD2PP> 200 mg/dL
Komplikasi :
Akut : Ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar
non ketotik, dan
hipoglikemia.
Kronik : kelainan
makroangiopati,
mikroangiopati,
neuropati, rentan infeksi,
kaki diabetik, disfungsi
ereksi
33
2.4.2 NAFLD.
NAFLD
Faktor Resiko:
1. Disipidemia
2. DMT2
3. Hipertensi
4. CVD
Lab:
Peningkatan
aminotransferase yang
asimptomatik
USG Elastography:
- Hepatomegali
- Infiltrasi lemak > 5%
di sel hepatosit
Fibroscan:
- Pengerasan hati
mencapai 0,0001
Komplikasi:
- NASH
- Fibrosis Hepar
- Sirosis Hepar
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Konsep Pemikiran
Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan sebelumnya, maka konsep
pemikiran penelitian ini, adalah sebagai berikut :
Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)
Keterangan :
: Variabel Independen (X)
: Variabel Dependen (Y)
:Variabel lain yang tidak diteliti
DMT 2 disertai
Obesitas NAFDL
DMT 2 tanpa
Obesitas
35
3.2 Variabel Penelitian
Keterangan :
: Variabel Dependen dan Variabel Independen
: Variabel Penelitian
DIABETES MELITUS TIPE 2
(DMT2)
NAFDL
- Umur
- Jenis Kelamin
- IMT
- Riwayat Keluarga
- Riwayat Obesitas (Bagi pasien
yang BB normal/underweight)
- Hasil Laboratorium (Kadar
Kolesterol Total, Kadar Tg, Kadar
HDL, Kadar LDL)
- Riwayat Minum Alkohol
- Pemeriksaan lain (USG Abdomen,
Fibroscan)
36
DEFENISI OPERASIONAL
1. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
a. Defenisi : Merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia (Kadar GDS > 200 mg/dL, atau kadar
GDP > 126 mg/dL, atau kadar GD2PP > 200 mg/dL) akibat adanya
resistensi insulin.
b. Kriteria Objektif :
- Pasien datang dengan keluhan 3P (poliuria, polidisia, polifagia)
- Pasien datang dengan keluhan penurunan BB yang tidak ditahu
penyebabnya
- Kadar GDS > 200 mg/dL.Diukur dengan cara mengambil darah perifer
(biasa darah pada jari manis) pada waktu kapan saja, darah yang telah
keluar lalu di letakkan pada strip khusus.Alat yang digunakkan untuk
membuat perlukaan adalah Pen yang sudah berisikan lancet steril. Dan
diukur dengan alat pengukur gula darah. Skala ukur menggunakkan
skala ordinal.
- Kadar GDP > 126 mg/dL. Diukur dengan cara mengambil darah
perifer (biasa darah pada jari manis) dan memiliki syarat yaitu pasien
telah berpuasa selama 10-16 jam, darah yang telah keluar lalu di
letakkan pada strip khusus. Alat yang digunakkan untuk membuat
perlukaan adalah Pen yang sudah berisikan lancet steril. Dan diukur
dengan alat pengukur gula darah. Skala ukur menggunakkan skala
ordinal.
37
- Kadar GD2PP > 200 mg/dL. Diukur dengan cara mengambil darah
perifer (biasa darah pada jari manis). Proses pengukuran GD2PP
dilakukan setelah pasien 2 jam mengkonsumsi makanan atau pasien
telah di bebani glukosa sebanyak 75 mg dan dilarutkan dalam 10 mL
air dan diminum selama 5 menit, darah yang telah keluar lalu di
letakkan pada strip khusus. Alat yang digunakkan untuk membuat
perlukaan adalah Pen yang sudah berisikan lancet steril. Dan diukur
dengan alat pengukur gula darah. Skala ukur menggunakkan skala
ordinal.
2. NAFLD (Non-Alcohol Fatty Liver Diesease)
a. Defenisi : Perlemakan hati non alkoholik merupakan kondisi yang
semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut.
Spektrum penyakit perlemakan hati ini mulai dari perlemakan hati
sederhana (simple steatosis) sampai pada steatohepatitis non-alkoholik
(non-alcoholic steatohepatitis/NASH).
b. Kriteria Objektif : Jika pada pemeriksaan USG ditemukan adanya
infiltrasi lemak > 5% di sel hepatosit hati dan pada hasil Fibroscan (+)
Pengerasan hati mencapai 0,0001
c. Cara ukur : Pemeriksaan USG Elastography dan Fibroscan
d. Alat Ukur : USG Elastography dan Fibroscan
e. Skala Ukur: Numerik (Rasio)
38
3. Umur
a. Definisi : Lamanya hidup seseorang mulai dari lahir hingga saat ini
yang diperoleh dari rekam medis pasien di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar tahun 2015
b. Kriteria Objektif : Semua jenis umur
c. Diukur dengan cara mengetahui tanggal, bulan, dan tahun kelahiran
dari pasien dari data rekam medic pasien.
d. Skala ukur yang digunakkan adalah skala rasio
4. Jenis Kelamin
a. Definisi : Perbedaan seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan
b. Kriteria Objektif :
- Laki-laki
- Perempuan
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : -
e. Skala Ukur: Nominal
5. IMT (Indeks Massa Tubuh)
a. Definisi : Pengukuran yang membandingkan berat badan dan tinggi
badan seseorang. Dari IMT seseorang dapat dikategorikan sebagai
underweight, normal, overweight, dan obesitas.
39
b. Kriteria Objektif :
No IMT Klasifikasi
1 < 18,5 Underweight
2 18,5 – 22,9 Normal (Ideal)
3 23 – 29,9 Overwight
4 30 – 34,9 Obesitas I
5 35 – 39,9 Obesitas II
6 > 40 Obesitas III
Tabel 3. Kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT)
c. Diukur dengan cara mengetahui Berat badan (Kg) dan tinggi badan
(M) pasien pada rekam medic pasien
d. Alat yang digunakkan untuk mengukur tinggi badan pasien adalah
Microtoise. Dan untuk mengukur berat badan adalah timbangan berat
badan yang dapat berupa manual dan digital.
e. Skala ukur yang digunakkan adalah skala rasio
6. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Definisi : Keadaan dimana salah satu anggota keluarga terdekat
memiliki keluhan yang sama
b. Kriteria Objektif :Keluarga terdekat pasien (Ayah, Ibu, Saudara,
Kakek, Nenek, Paman, Bibi)
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : -
e. Skala Ukur: Nominal
40
7. Riwayat Konsumsi Alkohol
a. Defenisi : Keadaan dimana pasien pernah mengkonsumsi minuman
keras/alkohol
b. Kriteria Objektif :Pada anamnesis pasien menyatakan pernah
mengkonsumsi minuman keras/alkohol
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : -
e. Skala Ukur: Nominal
8. Hasil Laboratorium
a. Defenisi : Nilai rujukan yang menjadi salah satu tolak ukur untuk
membantu mendiagnosa suatu penyakit atau gejala
b. Kriteria Objektif :
- Kadar kolesterol total :
Normal< 200 mg/dL
Borderline 200-239 mg/dL
Meningkat>240 mg/dL
- Kadar Trigliserida :
Normal < 150 mg/dL
Borderline 150 – 199 mg/dL
Meningkat 200 – 499 mg/dL
Sangat Meningkat> 500 mg/dL
- Kadar LDL :
Optimal < 100 mg/dL
41
- Kadar HDL :
Optimal 40 – 60 mg/dL
c. Cara ukur : Tabel Rujukan dan Rekam Medik
d. Alat Ukur : Alat Ukur Kolesterol, Tg, HDL, LDL
e. Skala Ukur: Numerik (Rasio)
9. Pemeriksaan Lain (USG & Fibroscan)
a. Defenisi : Pemeriksaan lanjutan untuk lebih menegakkan diagnosa
adanya perlemakan hati non-alkoholik (NAFLD)
b. Kriteria Objektif :
- Hasil USG (+) bahwa ditemukan adanya infiltrasi lemak > 5% di sel
hepatosit hati
- Hasil Fibroscan (+) Pengerasan hati mencapai 0,0001
c. Cara ukur : Rekam Medik
d. Alat Ukur : USG Elastography dan Fibroscan
e. Skala Ukur: Numerik (Rasio)
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah disusun, maka hipotesis yang akan
dibuktikan bahwa terdapat adanya hubungan antara diabetes melitus disertai
obesitas terhadap kasus perlemakan hatidi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
(RSWS) Makassar tahun 2015.
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakkan sumber data sekunder rekam
medis pasien rawat inap dan rawat jalan yang di diagnosa DMT 2 di
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar dari bulan januari
2015 hingga bulan desember 2015.
4.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakkan adalah Studi Analitik
observasional, yaitu studi cross sectional yang mengamati dan
menganalisis variabel status gizi pasien yang meliputi IMT (Indeks Maasa
Tubuh). Beberapa faktor lain yang juga diamati adalah umur, jenis
kelamin, riwayat keluarga menderita DM, lama DM, riwayat obesitas (bagi
pasien yang BB normal/underweight), hasil laboratorium (kadar kolesterol
total, kadar Tg, kadar HDL, kadar LDL), riwayat minum alkohol,
pemeriksaan lain (USG Abdomen, Fibroscan).
4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah Purposive Sampling,yaitu
semua subjek (data rekam medik pasien) yang ada dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang
diperlukan terpenuhi.
43
4.4 Teknik Pengumpulan Data
- Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, dan instansi
tempat diadakannya penelitian, dalam hal ini adalahRSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar
- Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari hasil
rekam medis pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar dari bulan januari 2015 hingga bulan
desember 2015. Pengumpulan data dilakukan secara observasi sistematis.
Pengeditan data dilakukan dengan cara mempertimbangkan untuk memilih
atau memasukkan data yang penting dan benar-benar diperlukan.
- Proses pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakkan Format
Penelitian (terlampir)
4.5 Waktu dan Lokasi Penelitian
a. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan diadakan pada bulan Desember2015
sampai bulan Januari 2016
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan diadakan di Departemen Radiologi,
Poli Gastroentero-Hepatology, Ruang Instalasi Rekam Medik RSUP
dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS)
4.6 Besar Sampel
44
Perkiraan besar sampel dilakukan dengan metode dua kelompok
berpasangan, dengan menggunakkan table 2 x 2.
NAFLD
(+) (-)
OBESITAS A B
DMT2
TIDAK
OBESITAS
C D
Rumus yang digunakkan :
Np =
√ √
Atau rumus alternative :
Np =
17
4.7 Kriteria Seleksi
a. Kriteria Inklusi
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 disertai obesitas yang memiliki data
rekam medis yang lengkap dan sesuai dengan variabel yang diteliti oeh
penulis di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar
b. Kriteria Ekslusi
- Pasien Diabetes Melitus Tipe 2disertai obesitas yang memilki
riwayat minum alkohol
- Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 tanpa obesitas
45
- Pasien dengan penyakit hati kronik (baik oleh kaena Hepatitis B
dan C)
- Pasien yang memiliki data rekam medik tidak lengkap dan atau
tidak sesuai dengan variabel yang diteliti
4.8 Jenis Data dan Prosedur Penelitian
4.8.1 Jenis Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari hasil rekam medik pasien rawat inap dan rawat jalandi
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar dari bulan januari
2015 hingga bulan desember 2015.Data yang dibutuhkan berupa umur,
jenis kelamin, riwayat keluarga menderita DM, lama DM, IMT, riwayat
obesitas (bagi pasien yang BB normal/underweight), hasil laboratorium
(kadar kolesterol total, kadar Tg, kadar HDL, kadar LDL), riwayat minum
alkohol, pemeriksaan lain (USG Abdomen, Fibroscan).
4.8.2 Prosedur Penelitian
Prosedur pengambilan data diRSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
(RSWS) Makassar dimulai dengan memperoleh data rekam medik pasien
yang di diagnosa mengalami perlemakan hati pada departemen radiologi
(dengan melihat hasil USG pasien) dan departemen
Gastroenterohepatology. Data dari rekam medik tersebut kemudian di beri
identitas sesuai dengan nama dan nomor rekam medik pasien. Setelah itu
peneliti akan melanjutkan mengambil data di bagian Rekam Medik RSUP
dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) dan data pasien yang diperoleh
46
selanjutnya akan di cek statusnya apakah mengalami DMT 2 atau tidak,
setelah itudata tersebut akan dikelola dan di data sesuai dengan format
penelitian (terlampir)
4.9 Manajemen Penelitian
4.9.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan Uji Chi-Square dan
Uji alternatif : Uji Fisher
4.9.2 Penyajian Data
Data yang telah dimasukkan, dijelaskan dalam bentuk tabel dan dalam
bentuk narasi untuk memperjelas hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen. Dan dikelola dengan Program SPSS ( Statistical
Product and Service Solution ) versi 21, Microsoft Office Word 2007, dan
Microsoft Excel 2007.
4.10 Etika Penelitia
Hal – hal yang terkait dengan etika penelitian adalah :
a. Menyertakan surat pengantar yag ditujukan kepada pihak Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar sebagai
permohonan izin untuk melakukan penelitian
b. Menjaga kerahasiaan subjek penelitian dengan cara tidak menuliskan
nama subjek penelitian tetapi hanya berupa inisial pasien, sehingga
tidak ada yang merasa dirugikan dalam hal penelitian yang dilakukan.
47
c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait, dimana yang telah dijelaskan pada manfaat
penelitian dan telah disebutkan sebelumnya.
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini merupakan pusat
rujukan di Kawasan Timur Indonesia telah memiliki Pusat-pusat
pelayanan Terpadu, yaitu Infection Centre, Gastroenterohepatology
Centre, Intensive Care Centre, Cardiac Centre, Mother and Child Centre,
sertaPrivate Care Centre. Ini menjadi bagian tak terpisahkan dari langkah
strategi untuk mencapai visi baru dan menjawab tuntutan masyarakat
untuk memperoleh pelayanan publik yang baik dan berkualitas,
Sebagai pusat rujukan dan sekaligus sebagai pusat pendidikan
Fakultas Kedokteran Unhas, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo yang
terletak di Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 11 ini memiliki beban ganda,
disatu sisi harus menjalankan fungsi sosial uuntuk melayani kalangan
masyarakat kurang mampu, namun disisi lain juga harus menjadi rumah
sakit pilihan bagi masyarakat golongan atas yang selama ini berobat di
luar negeri. Peran ganda yang sangat strategis ini akanmemberikan subsidi
silang dan mewujudkan pemerataan kualitas pelayanan dan keselamatan
pasien bagi seluruh lapisan masyarakat.
Seiring bertambahnya kompetitor-kompetitor baru dari pada
pemodal asing di bidang pelayanan kesehatan yang ada di Makassar, tidak
membuat RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi tersaingi, namun
49
harus menjadi cambuk untuk terus berupaya meningkatkan kualitas
pelayanan dan keselamatan pasien, terus berpacu mengejar mimpi yang
telah di tetapkan dalam visi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Visi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu “Menjadi
Academic Health Center Terkemuka di Indonesia Tahun 2019”
Misi RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu
1. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan, dan
penelitian di bidang kesehatan yang berkualitas dan
komprehensif
2. Menumbuhkan sistem manajemen organisasi yang
efektif
3. Mengampu rumah sakit jejaring di wilayah Indonesia
Timur
Motto RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu
“Dengan Budaya SIPAKATAU Kami Melayani Dengan Hati”
Fasilitas-fasilitas yang terdapat di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar berupa : Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan
Rawat Darurat, Pelayanan Intensif, Pelayanan Bedah Sentral, Pelayanan
Rehab Medik, Pelayanan Radiologi, Pelayanan Farmasi, Pelayanan
Laboratorium, Pendidikan dan Pelatihan, Pelayanan Laundry, serta
Pelayanan Penunjang Lainnya.
50
Pusat Pelayanan yan terdapat di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, yaitu Cardiac Centre, Pusat Pelayanan,
Pendidikan, dan Penelitian Gastroenterohepatologi, Infection Centre,
Mother and Child Centre, Pelayanan Intensif, Private Care Centre (PCC).
5.1.1 Deskripsi Sampel Penelitian
Penelitian dan pendataan informasi pada rekam medik dilakukan di
dalam ruang Rekam MedikRSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Adapun hasil pendataan yang diperoleh adalah kasus Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease (NAFLD) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
berjumlah sebanyak 72 kasus.
Persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2 adalah sebanyak
26%. Persentase tersebut diperoleh dari jumlah kasus Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease (NAFLD) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
sebanyak 72 kasus dibagi dengan jumlah kasus DMT2 dalam populasi
yang berjumlah 272 kasus di kali seratus persen.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Jenis Kelamin
Hasil analisis jenis kelamin pada penelitian ini menggambarkan
distribusi pasien berdasarkan data demografi. Hasil data jenis
kelamin didapatkan sebagai berikut:
51
Tabel 5.1 Distribusi Penyakit BerdasarkanJenis Kelamin Pasien
Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki
Perempuan
Total
23
49
72
31.9
68.1
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien
berjenis kelamin perempuan (68.1%) dan sebagian kecil pasien
berjenis kelamin laki-laki (31.9%).
5.2.2 Umur
Hasil analisis umur pada penelitian ini menggambarkan distribusi
pasien berdasarkan data demografi. Hasil data umur didapatkan
sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Penyakit Berdasarkan Kelompok Umur
Pasien
Frekuensi Persentase (%)
19 - 48 thn
49 - 60 thn
61 - 74 thn
Total
22
40
10
72
30
56
14
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang
terbanyak berasal dari kelompok umur 49 - 60 tahun, yaitu terdapat
52
40 orang pasien (56%).Selain itu, tabel 5.2 juga memperlihatkan
bahwa kelompok umur pasien termuda yaitu umur 19 - 48 tahun
(30%), dan umur pasien tertua yaitu umur 61 - 74 tahun (14%).
5.2.3 Status Gizi
Hasil analisis status gizi pada penelitian ini diperoleh dari IMT
(Indeks Massa Tubuh) pasien yaitu hasil bagi BB (Berat Badan)
dengan TB (Tinggi Badan) pasien.Hasil data status gizi didapatkan
sebagai berikut:
Tabel 5.3Distribusi Penyakit Berdasarkan Status Gizi Pasien
Frekuensi Persentase (%)
Underweight
Normal
Overweight
Obese
Total
8
20
28
16
72
11.1
27.8
38.9
22.2
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang
terbanyak berasal dari kelompok status gizi pasien yang mengalami
overweight (38.9%), disusul oleh pasien yang memiliki status gizi
normal (27,8%), lalu kelompok status gizi pasien yang mengalami
obese (22.2%).
53
5.2.4 Keluhan Utama Pasien
Hasil analisis keluhan utama pasien pada penelitian ini diperoleh
dari data pada rekam medik, berdasarkan keluhan utama yang
dirasakan oleh pasien saat pertama kali masuk rumah sakit. Hasil
data keluhan utama pasien didapatkan sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Penyakit Berdasarkan Keluhan Utama
Pasien
Frekuensi Persentase
Mual dan Muntah
BB turun drastic
Check Up
Mudah Lelah
Nyeri Perut Kanan Atas
Nyeri Ulu Hati
Perut Kembung
Riwayat Fatty Liver
Total
5
1
8
21
9
21
5
2
72
6.9
1.4
11.1
29.2
12.5
29.2
6.9
2.8
100.0
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa jumlah keluhan utama
terbanyak pada pasien saat pertama kali masuk rumah sakit adalah
mudah lelah (29.2%) dan nyeri ulu hati (29.2%).
54
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat menggunankan uji chi-square dan menggunakkan
tabel 2 x 2. Analisis bivariat dilakukan pada beberapa variabel lainnya
yaitu, analisa hubungan jenis kelamin, gejala dan keluhan utama pada
pasien DMT2 disertai obesitas terhadap NAFLD namun tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.Namun pada variabel
status gizi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hasil analisis
bivariat didapatkan sebagai berikut :
5.3.1 Analisis Hubungan DMT2 disertai Obesitas Terhadap NAFLD
Tabel 5.5 Analisis Hubungan DMT2 disertai Obesitas Terhadap
NAFLD
PERLEMAKAN HATI P
nonNAFLD NAFLD
Status Gizi Underweight 8 0 0.000
Normal
Overweight
Obese
35
3
7
2
8
9
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa denganmenggunankan uji
chi-square tabel 2 x 2, menunjukkan adanya hubungan antara DMT2
disertai obesitas terhadap kasus perlemakan hati (NAFLD) karena tabel
tersebut menunjukkan nilai P < 0,05.
55
5.3.2 Membandingkan dan menganalisa data pasien DMT2 disertai
Obesitas yang Non-NAFLD dan NAFLD
Tabel 5.6 Perbandingan Data Pasien DMT2 disertai Obesites
yang Non-NAFLD dan NAFLD
NonNAFLD NAFLD
Frekuensi Rata-Rata Frekuensi Rata-Rata
Umur 53 52.1 19 49.5
TB 53 56.6 19 74.5
BB 53 154.8 19 159.4
Status Gizi 53 24.2 19 29.2
Kolesterol Total 53 191.5 19 245
TG 53 175.6 19 195.1
Onset DM 53 2.8 19 2.5
Sumber : Data Sekunder RSUP dr. Wahidin Susirohusodo,2015
Pada tabel 5.6 diatas dapat dilihat perbandingan data pasien DMT2
disertai obesitas yang Non-NAFLD dan NAFLD. Pada variabel umur,
pasien nonNAFLD rata-rata terjadi pada umur 52.1 tahun dan pada pasien
NAFLD rata-rata terjadi pada umur 49.5 tahun.
Pada variabel status gizi, pasien nonNAFLD rata-rata memiliki
status gizi 24.2 kg/m2 dan pada pasien NAFLD rata-rata memiliki status
gizi 29.2 kg/m2
56
Pada variabel kadar total kolesterol, pasien nonNAFLD rata-rata
memiliki kadar total kolesterol 191.5 mg/dL dan pada pasien NAFLD rata-
rata memiliki kadar total kolesterol 245 mg/dL
Pada variabel kadar trigliserida, pasien nonNAFLD rata-rata
memiliki kadar trigliserida 175.6 mg/dL dan pada pasien NAFLD rata-rata
memiliki kadar trigliserida 195.1 mg/dL
Pada variabel onset atau lama pasien menderita DMT2, pasien
dengan nonNAFLD memiliki oneset rata-rata 2.8 tahun dan pada pasien
NAFLD memiliki onset rata-rata 2.5 tahun.
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien DMT2
Disertai Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
sebagian besar pasien berjenis kelamin perempuan (68.1%) dan sebagian kecil
pasien berjenis kelamin laki-laki (31.9%). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
kepustakaan yang disusun oleh Nurman, dkk pada tahun 200618
, selain itu juga
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suzanna Ndraha, dkk pada
tahun 2013.19
6.2 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Umur Pasien DMT2 Disertai
Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jumlah pasien yang terbanyak berasal dari kelompok umur 60 tahun, yaitu
terdapat 7 orang pasien (9.7%).Urutan kedua berasal dari kelompok umur 49
tahun, yaitu terdapat 6 orang pasien (8.3%). Selain itu, tabel 5.2 juga
memperlihatkan bahwa kelompok umur pasien termuda yaitu umur 19 tahun
(1.4%), dan umur pasien tertua yaitu umur 74 tahun (1.4%).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan rentang umur pasien adalah 49-
60 tahun, hal tersebut sesuai denganhasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Suzanna Ndraha, dkk pada tahun 2013.19
58
Disebutkan pula berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasien termuda
dengan usia 19 tahun, hal tersebut sesuai dengan jurnal ilmiah yang disusun oleh
Gábor Firneisz, dkk pada tahun 2014menjelaskan bahwa di Amerika Serikat pada
tahun 1993-2003 telah dilaporkan adanya 742 kasus otopsi medikolegal yang
dilakukan pada anak obesitas usia 2-19 tahun yang menderita NAFLD atau setara
dengan 9.6% dari populasi NAFLD pada pediatric di Amerika Serikat.20
6.3 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Status Gizi Pasien DMT2 Disertai
Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jumlah pasien yang terbanyak berasal dari kelompok status gizi pasien yang
mengalami overweight (38.9%), disusul oleh pasien yang memiliki status gizi
normal (27,8%), lalu kelompok status gizi pasien yang mengalami obese (22.2%).
Perlu diketahui bahwa seluruh sampel yang diambil pada penelitian ini
adalah pasien DMT2 yang memiliki status gizi awal saat masuk RS adalah
obesitas, sehingga pada hasil penelitian status gizi telah terjadi pergeseran
indikator dimana pasien overweight lebih tinggi, disusul pasien yang memiliki
status gizi normal, dan pasien yang obesitas. Fenomena ini terjadi akibat adanya
terapi diet yang sehat dan perubahan pola hidup (lifestyle)yang disarankan oleh
dokter kepada pasien tersebut, hal tersebut sesuai dengan jurnal ilmiah yang
disusun oleh Mavrogiannaki dan Migdalis pada tahun 2013, yang menjelaskan
bahwa pada saat ini terapi yang tepat untuk NAFLD belum ada, namun perubahan
gaya hidup dan diet sehat yang teratur sangat direkomendasikan.21
59
6.4 Distribusi Kasus NAFLD Berdasarkan Keluhan Utama Pasien DMT2
Disertai Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jumlah keluhan utama terbanyak pada pasien saat pertama kali masuk rumah sakit
adalah mudah lelah (29.2%) dan nyeri ulu hati (29.2%). Hasil penelitian tersebut
sesuai dengan kepustakaan yang disusun oleh Nurman, dkk pada tahun 200622
6.5 HubunganDMT2 Disertai Obesitas Terhadap Kasus NAFLD
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
terdapat adanya hubungan antara DMT2 disertai obesitas terhadap kasus
perlemakan hati (NAFLD) karena tabel tersebut menunjukkan nilai P < 0,05. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mavrogiannaki dan
Migdalis pada tahun 2013 di Yunani yang menjelaskan bahwa pada pasien yang
menderita DMT2 memiliki kerusakan pada metabolisme lemak di hati, sehingga
pada pasien dengan DMT2 memiliki peningkatan 80% penumpukan lemak di hati
jika dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DMT2 pada umur dan jenis
kelamin yang sama. Dan keadaan tersebut pun diperburuk dengan keadaan pasien
DMT2 yang memiliki status gizi yang mengalami obesitas, walaupun sudah
melakukan diet dan perubahan pola hidup. Selain itu,dengan adannya masalah
hipertensi, profil lipid yang tergangu juga tambah memperburuk keadaan
tersebut.23
60
BAB VII
TINJAUAN ISLAM
7.1 Tinjauan Islam Mengenai Makan Berlebih-lebihan
Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka
bumi ini. Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT dan ghaib, namun Islam memiliki aturan dan
tuntunan yang bersifat komprehensif, harmonis, jelas dan logis. Salah satu
kelebihan Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perihal perspektif
Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia'' demikian
sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia,
sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya
istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya
jalan dengan melaksanakan perintah perintah-Nya dan meninggalkan larangan-
Nya.Allah berfirman:
''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman'' (QS:Yunus 57).
61
Rasulullah adalah contoh nyata sosok manusia yang paling bugar dan
paling sehat yang pernah ada di dunia.Berdasarkan sejarah hidup Rasulullah,
tercatat bahwa hanya dua kali menderita sakit yakni setelah menerima wahyu
pertama di Gua Hira dan pada saat menjelang wafat.Fakta ini mengindikasikan
bahwa Rasulullah memiliki ketahanan fisik yang luar biasa.Padahal kondisi alam
di Jazirah Arab sangat keras, tandus, dan memiliki temperatur yang sangat sangat
ekstrim baik siang dan malam hari.Seperti diketahui, bahwa Nabi Muhammad
adalah suri tauladan yang baik bagi kita semua. Allah berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Qs.Al-Ahzab:21)
Karenanya segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah suatu
kebaikan untuk kita tiru dan amalkan. Salah satu nya kebiasaan Rasulullah yang
makan tidak terlalu banyak
اتيقمنصلبهفإنكانالبدفاعالفثلثلطعمامألآدميوعاءشرامنبطنهبحسبابنآدملقيم
( رواهاإلمامأحمدوالترمذيوغيرهما ( امهوثلثلشرابهوثلثلنفسه
62
“Tidaklah seorang anak Adam (manusia) mengisi bejana (kantong) yang lebih
buruk daripada perutnya.Cukuplah baginya beberapa suap yang bisa menegakkan
tulang sulbinya.Jikalau memang harus berbuat, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR.
Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan rahimahumullah)
Selain itu, Allah SWT pun berfirman :
“Makan dan minumlah kalian, namun jangan berlebih-lebihan (boros) karena
Allah tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (Al-A’raf:31).
Ayat dan hadis diatas sangat berhubungan dengan hasil penelitian yang
diperoleh peneliti, karena seluruh data sampel adalah pasien dengan DMT2
disertai obesitas pada saat pertama kali masuk rumah sakit. Jika pasien tersebut
menjaga pola makan dan tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi makanan maka
mereka tidak akan mengalami DMT2 dan NAFLD.
7.2 Tinjauan Islam Mengenai Disiplin
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu
sistemyang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan
peraturanyang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan
danketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
63
Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Qur‟an dan Hadist yang
memerintahkandisiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan,
antara lain suratAn Nisa ayat 59:
فإوأ رمىأكمأ مأ سىلىأوليالأ فياأيهاالذيىآمىىاأطيعىااللهىأطيعىاالر تمأ تىازعأ
سىتؤأو لكخيأروأحأ ذ خر مالأ مىىوباللهىالأيىأ تؤأ وأكىأتمأ سىل وهإلىاللهىالر ءفرد يشيأ
يل
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Baik atau buruk, untung atau rugi hasil suatu pekerjaan, tergantung dari
usaha pelakunya. Seperti firman Allah pada QS al-„Ashr (103): 1-3
”Demi masa.Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati
dalam kebenaran dan saling menasihati supaya bersikap sabar.”
64
Dalam surat tersebut, paling tidak ada beberapa hal yang saling berkaitan,
hubungannya dengan disiplin kerja, yaitu waktu, amal (usaha), kerugian (hasil
usaha). Seolah-olah surat Alquran tersebut ingin menegaskan bahwa waktu yang
Allah luangkan, harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak, yang
bersangkutan sendiri yang akan rugi. Pendek kata, surat tersebut mengajarkan kita
berdisiplin kerja dan berdisiplin waktu.
Banyak hadis Nabi s.a.w. yang memeringatkan manusia agar
mempergunakan waktu sebaik mungkin. Antara lain sabda Nabi,
ةوالأفراغ ح بىنفيهماكثيرمهالىاسالص متانمغأ وعأ
”Dua nikmat yang sering disia-siakan oleh banyak orang, yaitu kesehatan dan
waktu luang.”(HR al-Bukhari dari Ibnu „Abbas).
Ayat dan hadis diatas sangat berhubungan dengan hasil penelitian yang
diperoleh peneliti, karena seluruh data sampel adalah pasien dengan DMT2
disertai obesitas pada saat pertama kali masuk rumah sakit. Jika pasien tersebut
disiplin dalam mengontrol kadar gula darah, profil lipid, berat badan dan disiplin
dalam minum obat maka pasien DMT2 tersebut tidak akan mengarah ke NAFLD.
65
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Terdapat adanya hubungan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) disertai
Obesitas Terhadap Kasus Perlemakan Hati.
2. Persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2 di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) selama tahun 2015 adalah sebanyak 26%.
3. Rata-rata pasien DMT2 disertai obesitas yang mengalami perlemakan hati
memiliki status gizi, kadar kolesterol, kadar trigliserida lebih tinggi
dibanding rata-rata pasien DMT2 disertai obesitas yang non perlemakan
hati.
4. Walaupun pasien DMT2 disertai obesitas telah melaksanakan program diet
dan perubahan gaya hidup (lifestyle), namun kecenderungan untuk terkena
NAFLD tidak berkurang.
5. Terdapat banyak Ayat di Al-Qur‟an dan Al-Hadist megenai pentingnya
mejaga diri, menjaga pola makan, dan menegakkan kedisiplinan
khususnya dalam menjaga kualitas kesehatan dan kebugaran diri.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih luas mengenai
hubungan DMT2 disertai obesitas terhadap kasus perlemakan
66
hatidilihat dari faktor predisposisi DMT2, tingkat pengetahuan dan
pendidikan pasien, dan berbagai aspek lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian di rumah sakit besar lainnya di Makassar
mengenai persentase kejadian NAFLD pada pasien DMT2 disertai
obesitas.
67
DAFTAR PUSTAKA
1 A. Price Sylvia, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Edisi 6, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta:2012
2A.Desi Purnama Sari, Citrakesumasari, Sri‟ah Alharini. Upaya Penanganan dan
Perilaku Pasien Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Maccini Sawah
Kota Makassar Tahun 2013.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5519/JURNAL.pdf?seq
uence=1. Diunduh pada tanggal 25 oktober 2015
3 A. Price Sylvia, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Edisi 6, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta:2012
4Emmanuel Anton, Stephen Inns, Lecture Notes : Gastroenterologi dan
Hepatologi, Penerbit Erlangga, Jakarta:2014
5 Maya Kurniasari. Refarat Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH).
http://eprints.undip.ac.id/44142/2/BAB_1.pdf. Diunduh tanggal 25 oktober 2015
6 Emmanuel Anton, Stephen Inns. Lecture Notes : Gastroenterologi dan
Hepatologi, Penerbit Erlangga, Jakarta:2014
7A. Price Sylvia, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit, Edisi 6, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2012
8Silbernagi Stefan, Florian Lang. Teks & Atlas Bewarna Patofisiologi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2007
68
9Aziz A. Rani, Sidartawan soegondo,dkk. Panduan Pelayanan Medik –
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta : 2006
10W. Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
11Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
12Yoneda. M, K. Fujia, M. Inamori, A. Nakajima, et al. Transient Elastography in
patients with Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). 2007.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1954961/ . Diunduh pada tanggal
12 November 2015
13 Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
14 FirneiszGábor.WJG 20
thAnniversary Special Issues (12): Nonalcoholic fatty
liver disease. Non-alcoholic fatty liver disease and type 2 diabetes mellitus: The
liver disease of our
69
age?.2014.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4112878/pdf/WJG-20-
9072.pdf . Diunduh pada tanggal 24 oktober 2015
15 ÖnnerhagKristina, Peter M. Nilsson, Stefan Lindgren. Insulin resistance with
impaired fasting glucose increases the risk of NAFLD.
2013.http://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=34097Diundu
h pada tanggal 22 november 2015
16 NdrahaSuzanna, Marshell Tendean, Fendra Wician, Henny Tannady Tan,
Helena Yap. Liver Disorders in Type 2 Diabetes Mellitus. 2013. http://www.ina-
jghe.com/journal/index.php/jghe/article/view/417/ Diunduh pada tanggal 22
november 2015.
17 Prof. DR. Dr. Satroasmoro Sudigdo, Sp. A (K), Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A
(K).Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. 2011. Sagung Seto : Jakarta
18W. Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
19NdrahaSuzanna, Marshell Tendean, Fendra Wician, Henny Tannady Tan,
Helena Yap. Liver Disorders in Type 2 Diabetes Mellitus. 2013. http://www.ina-
jghe.com/journal/index.php/jghe/article/view/417/ Diunduh pada tanggal 22
november 2015.
20FirneiszGábor.WJG 20
thAnniversary Special Issues (12): Nonalcoholic fatty
liver disease. Non-alcoholic fatty liver disease and type 2 diabetes mellitus: The
70
liver disease of our
age?.2014.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4112878/pdf/WJG-20-
9072.pdf . Diunduh pada tanggal 24 oktober 2015
21Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
22W. Sudoyo Aru, Bambang Setiyohadi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
23Mavrogiannaki A. N. , I. N. Migdalis. Nonalcoholic Fatty Liver Disease,
Diabetes Mellitus and Cardiovascular Disease: Newer Data. 2013.
http://www.hindawi.com/journals/ije/2013/450639/ . Diunduh pada tanggal 8
Oktober 2015
RIWAYAT HIDUP
Nama : Waode Annisa Wahid
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 26 November 1995
Alamat : Jl. Adipura II, no. 7 Makassar
Agama : Islam
Telp/Hp : 085342218584
E-mail : wodedenisa26@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
TK : TK KUNCUP PERTIWI KOTA KENDARI, Sultra
SD :SD. INP NEGERI KALUKUANG IV KOTA
MAKASSAR
SMP : SMP NEGERI 10 KOTA MAKASSAR
SMA : SMA NEGERI 2 KOTA RAHA, Sultra
Riwayat Organisai :
MARCH FK UNISMUH
AMSA FK UNISMUH
AMSA INDONESIA
BAPIN – ISMKI
Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
Oneway
nonNAFLD
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum
Maxim
um
Lower
Bound
Upper
Bound
UMUR 53 52.1321 10.70233 1.47008 49.1821 55.0820 19.00 74.00
BB 53 56.6189 14.14420 1.94286 52.7202 60.5175 33.00 96.00
TB 53 154.8113 10.68978 1.46835 151.8649 157.7578 100.00 180.00
VAR00006 53 24.2089 10.02882 1.37756 21.4446 26.9732 14.67 86.00
Tc 53 191.5283 67.41878 9.26068 172.9454 210.1112 100.00 486.00
TG 53 175.6604 97.51330 13.39448 148.7824 202.5384 59.00 600.00
ONSET 53 2.8755 2.79704 .38420 2.1045 3.6464 .50 15.00
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum
Maxim
um
Lower
Bound
Upper
Bound
UMUR 72 51.4583 10.43820 1.23015 49.0055 53.9112 19.00 74.00
BB 72 61.3722 15.80665 1.86283 57.6578 65.0866 33.00 102.00
TB 72 156.0278 10.32974 1.21737 153.6004 158.4551 100.00 180.00
VAR00006 72 25.5447 9.04487 1.06595 23.4193 27.6702 14.67 86.00
tc 72 205.6389 70.21161 8.27452 189.1400 222.1378 100.00 486.00
TG 72 180.7917 87.79456 10.34669 160.1610 201.4224 59.00 600.00
ONSET 72 2.7806 2.55727 .30138 2.1796 3.3815 .50 15.00
NAFLD
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum
Maxim
um
Lower
Bound
Upper
Bound
UMUR 19 49.5789 9.68570 2.22205 44.9106 54.2473 34.00 65.00
BB 19 74.6316 12.46867 2.86051 68.6219 80.6413 54.00 102.00
TB 19 159.4211 8.61727 1.97694 155.2677 163.5744 143.00 178.00
VAR00006 19 29.2711 3.49656 .80217 27.5858 30.9563 19.36 35.34
Tc 19 245.0000 63.97135 14.67603 214.1668 275.8332 115.00 365.00
TG 19 195.1053 51.37649 11.78658 170.3426 219.8679 118.00 286.00
ONSET 19 2.5158 1.75887 .40351 1.6680 3.3635 1.00 8.00
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
UMUR
Between Groups 91.168 1 91.168 .835 .364
Within Groups 7644.707 70 109.210
Total 7735.875 71
BB
Between Groups 4537.902 1 4537.902 24.062 .000
Within Groups 13201.462 70 188.592
Total 17739.364 71
TB
Between Groups 297.200 1 297.200 2.858 .095
Within Groups 7278.745 70 103.982
Total 7575.944 71
VAR00006
Between Groups 358.404 1 358.404 4.603 .035
Within Groups 5450.083 70 77.858
Total 5808.487 71
tc
Between Groups 39989.404 1 39989.404 9.029 .004
Within Groups 310017.208 70 4428.817
Total 350006.611 71
TG
Between Groups 5288.199 1 5288.199 .683 .411
Within Groups 541971.676 70 7742.453
Total 547259.875 71
ONSET
Between Groups 1.809 1 1.809 .274 .602
Within Groups 462.503 70 6.607
Total 464.313 71
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JENISKELAMIN * PERLEMAKANHATI 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
KU * PERLEMAKANHATI 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
GEJALA1 * PERLEMAKANHATI 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
GEJALA2 * PERLEMAKANHATI 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
GEJALA3 * PERLEMAKANHATI 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
STATUSGIZI * PERLEMAKANHATI 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
JENISKELAMIN * PERLEMAKANHATI
Crosstab
Count
PERLEMAKANHATI Total
nonNAFLD NAFLD
JENISKELAMIN LAKI-LAKI 15 8 23
PEREMPUAN 38 11 49
Total 53 19 72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.226a 1 .268
Continuity Correctionb .673 1 .412
Likelihood Ratio 1.192 1 .275
Fisher's Exact Test .390 .205
Linear-by-Linear Association 1.209 1 .272
N of Valid Cases 72
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.07.
b. Computed only for a 2x2 table
KU * PERLEMAKANHATI
Crosstab
Count
PERLEMAKANHATI Total
nonNAFLD NAFLD
KU
MUAL DAN MUNTAH 4 1 5
BB TURUN DRASTIS 1 0 1
CHEEK UP 7 1 8
MUDAH LELAH 17 4 21
NYERI PERUT KANAN ATAS 6 3 9
NYERI ULU HATI 14 7 21
PERUT KEMBUNG 3 2 5
RIWAYAT FATTY LIVER 1 1 2
Total 53 19 72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.636a 7 .821
Likelihood Ratio 3.924 7 .788
Linear-by-Linear Association 2.621 1 .105
N of Valid Cases 72
a. 10 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .26.
GEJALA1 * PERLEMAKANHATI
Crosstab
Count
PERLEMAKANHATI Total
nonNAFLD NAFLD
GEJALA1
MUAL DAN MUNTAH 18 5 23
MUDAH LELAH 17 6 23
NYERI PERUT KANAN ATAS 1 1 2
NYERI ULU HATI 11 5 16
PERUT KEMBUNG 2 2 4
RIWAYAT FATTY LIVER 1 0 1
SERING BAK 3 0 3
Total 53 19 72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.608a 6 .730
Likelihood Ratio 4.420 6 .620
Linear-by-Linear Association .000 1 .985
N of Valid Cases 72
a. 9 cells (64.3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .26.
GEJALA2 * PERLEMAKANHATI
Crosstab
Count
PERLEMAKANHATI Total
nonNAFLD NAFLD
GEJALA2
BB TURUN DRASTIS 1 0 1
MUAL DAN MUNTAH 18 8 26
MUDAH LELAH 16 4 20
NYERI PERUT KANAN ATAS 4 2 6
NYERI ULU HATI 7 2 9
PERUT KEMBUNG 4 1 5
RIWAYAT KOLESTEROL TINGGI 0 1 1
SERING BAK 3 1 4
Total 53 19 72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.163a 7 .761
Likelihood Ratio 4.312 7 .743
Linear-by-Linear Association .055 1 .815
N of Valid Cases 72
a. 11 cells (68.8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .26.
GEJALA3 * PERLEMAKANHATI
Crosstab
Count
PERLEMAKANHATI Total
nonNAFLD NAFLD
GEJALA3
KONSTIPASI 0 1 1
MUAL DAN MUNTAH 8 2 10
MUDAH LELAH 7 5 12
NYERI PERUT KANAN ATAS 12 4 16
NYERI ULU HATI 7 2 9
PERUT KEMBUNG 10 1 11
RIWAYAT FATTY LIVER 2 1 3
RIWAYAT KOLESETEROL TINGGI 2 1 3
SERING BAK 5 2 7
Total 53 19 72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.398a 8 .603
Likelihood Ratio 6.546 8 .586
Linear-by-Linear Association .347 1 .556
N of Valid Cases 72
a. 12 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .26.
STATUSGIZI * PERLEMAKANHATI
Crosstab
Count
PERLEMAKANHATI Total
nonNAFLD NAFLD
STATUSGIZI
UNDERWEIGHT 8 0 8
NORMAL 35 2 37
OVERWEIGHT 3 8 11
OBESE 7 9 16
Total 53 19 72
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 30.759a 3 .000
Likelihood Ratio 32.718 3 .000
Linear-by-Linear Association 21.620 1 .000
N of Valid Cases 72
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2.11.