Post on 11-Jan-2023
GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN FUNGSI KOGNITIF
PASIEN PARKINSON DI UNIT RAWAT JALAN RUMAH
SAKIT DUSTIRA BERDASARKAN MMSE DAN CDT
PERIODE 2015-2016
Nadira Sovia1, Yustiani Dikot2, Lucas Kabul3
1
Fakultas Kedokteran UNJANI Cimahi, 2Bagian Saraf Fakultas Kedokteran
UNJANI Cimahi, 3Bagian Ilmu Penyakit Jiwa Fakultas Kedokteran UNJANI
Cimahi
ABSTRACT
Parkinson's disease is a movement disorder caused by chronic progressive
neurodegenerative characterized by motor symptoms like resting tremor, rigidity,
akinesia, postural instability and non-motor symptoms like impaired cognitive
function. The aims of this study is to describe the characteristics and cognitive
function on Parkinson disease in neurology outpatient department of Dustira
hospital in 2015-2016 period. This study was held on September 2016 until
January 2017. This study uses descriptive method with cross sectional design.
Samples are taken by total sampling method. Samples which included into the
inclusion criteria are 30 patients. The result showed the characteristics of
Parkinson's mostly found in men (57%), aged 56-65 years (47%), and senior high
school patients (47%). Impaired cognitive function was found in 16 patients
(53%) based on the MMSE and 17 patients (57%) based on the CDT, age over 65
years (89%), elementary educational level based on the MMSE (67%) and based
on the CDT (75%), irregular treatment (75%), duration of illness over 5 years
(100%) and stage IV patients (100%). Impaired cognitive function involving the
prefrontal cortex due to degeneration of the nigrostriatal dopaminergic pathway
which increasingly heavier with age, duration of illness, severity clinical degrees,
and irregular treatment. This study can be concluded that with increasing age,
longer duration of illness, more severe clinical degrees, and irregular treatment,
the worse incidence of cognitive impairment in Parkinson’s patient.
Keywords: CDT, cognitive function, MMSE, Parkinson
1
ABSTRAK
Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses
neurodegeneratif progresif kronis yang ditandai dengan gejala motorik yaitu
tremor pada saat istirahat, rigiditas, akinesia, instabilitas postural dan gejala non-
motorik seperti gangguan fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik dan gambaran fungsi kognitif pasien Parkinson di unit
rawat jalan RS Dustira periode 2015-2016 berdasarkan MMSE dan CDT.
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 hingga Januari 2017. Metode
yang digunakan yaitu deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel
diambil dengan metode total sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 30 pasien. Hasil penelitian didapatkan karakteristik pasien Parkinson
paling banyak pada laki-laki (57%), usia 56-65 tahun (47%), dan tingkat
pendidikan SMA (47%). Gangguan fungsi kognitif ditemukan pada 16 pasien
(53%) berdasarkan MMSE dan 17 pasien (57%) berdasarkan CDT, terbanyak usia
>65 tahun (89%), tingkat pendidikan SD berdasarkan MMSE (67%) dan
berdasarkan CDT (75%), yang tidak teratur berobat (75%), durasi sakit >5 tahun
(100%), dan pasien stadium IV (100%). Gangguan fungsi kognitif melibatkan
korteks prefrontal akibat degenerasi jalur dopaminergik nigrostriatal yang
semakin memberat dengan meningkatnya usia, lamanya sakit, beratnya derajat
klinis, dan pengobatan yang tidak teratur sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin lanjut usia, semakin lama durasi sakit, stadium yang semakin berat, dan
tidak teratur mengkonsumsi obat, semakin besar kejadian gangguan kognitif pada
pasien Parkinson.
Kata Kunci : CDT, fungsi kognitif, MMSE, Parkinson PENDAHULUAN
Angka harapan hidup setiap tahunnya meningkat. Berdasarkan data World
Health Statistics tahun 2016, angka harapan hidup pada tahun 2015 mencapai
71,3 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan angka harapan hidup tahun 2014
yaitu sebesar 70,5 tahun. Rata-rata angka harapan hidup di kawasan Asia
Tenggara pada tahun 2015 yaitu 69 tahun, sedangkan pada tahun 2014 sebesar
68,7 tahun. Angka harapan hidup di Indonesia mencapai 69,1 tahun, dimana
angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu sebesar 68,9
tahun, hal ini merupakan suatu tanda keberhasilan program pemerintah dalam
pembangunan khususnya di bidang kesehatan sehingga menyebabkan peningkatan
jumlah lansia setiap tahunnya. Peningkatan jumlah lansia akan menyebabkan
meningkatnya jumlah angka kesakitan yang diakibatkan oleh penyakit
degeneratif, salah satunya adalah penyakit Parkinson yang menduduki peringkat
2
kedua penyakit neurodegeneratif terbanyak setelah alzheimer dan angka
kejadiannya diperkirakan terus meningkat hingga dua kali lipat di masa depan.1
Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh
proses degeneratif progresif sehubungan dengan proses menua dan faktor genetik
di sel-sel substansia nigra pars compacta (SNc) dengan gejala klinis yang ditandai
oleh tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan gerak
dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak (postural instability).
Penyakit ini muncul pada usia 20-80 tahun, rata-rata di atas usia 55 tahun dan
lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.
Hal ini diakibatkan karena risiko pada laki-laki lebih besar terpapar dengan
toksin-toksin dari lingkungan, kurangnya mengkonsumsi antioksidan dan pola
hidup yang tidak sehat dengan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar,
kurangnya olahraga, serta faktor-faktor lain antara lain riwayat infeksi, atau
trauma kepala sebelumnya. Perbedaan jenis kelamin ini juga berhubungan dengan
hormonal, dikatakan bahwa estrogen bersifat protektif terhadap penyakit
degeneratif seperti penyakit Parkinson. 2,3
Angka prevalensi penyakit Parkinson diperkirakan sekitar 160 per 100.000
penduduk dengan insidensinya sekitar 20 per 100.000 penduduk pertahun. Pada
usia 70 tahun, prevalensinya meningkat sekitar 550 per 100.000 penduduk dan
insidensinya menjadi 120 per 100.000 penduduk per tahun. Berdasarkan laporan
Kelompok Studi (Pokdi) Movement Disorder Perhimpunan Dokter Saraf Seluruh
Indonesia (PERDOSSI) diperkirakan pertambahan jumlah pasiennya mencapai 10
orang per 100.000 penduduk per tahun, dan estimasi sementara terdapat 200.000-
400.000 pasien Parkinson di Indonesia. Fungsi kognitif dan emosi sering
terganggu pada pasien Parkinson. Faktor yang dapat mempengaruhi fungsi
kognitif tersebut bervariasi diantaranya yaitu usia, stadium penyakit, tingkat
pendidikan, onset penyakit, durasi sakit, dan keteraturan berobat. Penurunan
fungsi kognitif ini terdiri dari normal, mild cognitive impairment (MCI) dan
demensia. Diperkirakan bahwa sedikitnya terdapat 50% orang yang terkena
penyakit Parkinson mengalami MCI. Gangguan kognitif yang memenuhi kriteria
demensia telah dilaporkan terjadi pada 20-30% pasien penyakit Parkinson, bahkan
3
pada pasien yang baru di diagnosis. Gangguan kognitif pasien penyakit Parkinson
dapat ditemukan mulai pada usia 60-69 tahun berdasarkan MMSE, sedangkan
berdasarkan CDT mulai tampak pada usia 40-49 tahun. Perbedaan usia tersebut
diakibatkan karena pada pemeriksaan CDT lebih sensitif dalam mendeteksi
adanya gangguan kognitif, sehingga dapat ditemukan adanya gangguan kognitif di
usia yang lebih dini.3,4,5,6,7,8
Fungsi kognitif yang sering terganggu pada pasien Parkinson adalah fungsi
eksekutif, visuospasial, atensi, dan memori. Gangguan non-kognitif yang sering
muncul adalah depresi dan halusinasi. Identifikasi MCI pada penyakit Parkinson
sangat penting, karena memprediksi penurunan kognitif di masa depan yang dapat
berkembang menjadi demensia. Manifestasi gangguan kognitif pada pasien
penyakit Parkinson merupakan hal yang sangat mempengaruhi kualitas
hidupnya.9,7
Evaluasi status mental merupakan penilaian fungsi kognitif dan emosi yang
sistematis. Pemeriksaan status mental menilai beberapa komponen yaitu tingkat
kesadaran, atensi, orientasi, berbahasa, memori, pengetahuan umum, berhitung,
abstraksi, gnosia, praksia, dan respons emosional. Alat deteksi dini untuk menilai
fungsi kognitif yang paling sering digunakan adalah mini mental state
examination (MMSE), namun pemeriksaan ini kurang diskriminatif dalam
menangkap aspek-aspek tertentu dari gangguan kognitif pasien Parkinson. Oleh
karena itu, dilengkapi dengan pemeriksaan clock drawing test (CDT) untuk
menilai fungsi eksekutif dan visuospasial. Atas dasar tersebut, peneliti tertarik
untuk mengetahui fungsi kognitif pada pasien Parkinson yang dinilai berdasarkan
pemeriksaan MMSE dan CDT.5,10
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Pengumpulan data dengan melihat data rekam medik dan melakukan
pemeriksaan menggunakan MMSE dan CDT terhadap pasien penyakit Parkinson
yang berobat jalan di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data rekam medik tahun 2015-2016 didapatkan pasien Parkinson
sebanyak 33 orang, namun yang memenuhi kriteria inklusi hanya 30 orang.
Karakteristik Pasien
Tabel 1 memperlihatkan dari 30 orang yang didiagnosis Parkinson, didapatkan
pasien laki-laki lebih banyak dengan jumlah 17 orang (57%) dibandingkan
perempuan berjumlah 13 orang (43%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Okubadejo pada tahun 2010, bahwa rasio penyakit Parkinson lebih
banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pekerjaan, lingkungan, dan gaya hidup. Laki-laki lebih
sering terpapar dengan toksin-toksin baik secara langsung maupun tidak langsung
akibat mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar, kurangnya
olahraga, kurang mengkonsumsi antioksidan, serta faktor lain seperti riwayat
infeksi, trauma kepala, dan perbedaan hormonal. Perempuan memiliki hormon
estrogen yang bersifat protektif terhadap penyakit degeneratif seperti penyakit
Parkinson.
Klasifikasi usia dibagi ke dalam tiga kelompok menurut kriteria Depkes RI
tahun 2009. Usia 56-65 tahun paling banyak menderita penyakit Parkinson yaitu
sebanyak 14 orang (47%), diikuti usia >65 tahun sebanyak 9 orang (30%), lalu
usia 46-55 sebanyak 7 orang (23%). Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Karin Windefeldt tahun 2011 yang menyatakan bahwa gejala penyakit Parkinson
mulai timbul diatas usia 55 tahun. Usia lanjut merupakan faktor risiko yang harus
diperhatikan sebagai penyebab timbulnya Parkinson. Bertambahnya usia
mengakibatkan paparan terhadap unsur-unsur seperti toksin, infeksi atau
gangguan sekunder lain lebih besar dengan durasi yang lebih panjang.
Karakteristik menurut tingkat pendidikannya, didapatkan pendidikan SMA paling
banyak yaitu berjumlah 14 orang (47%), diikuti lulusan SD berjumlah 12 orang
(40%), SMP dan sarjana memiliki jumlah yang sama yaitu berjumlah 2 orang
(7%).
5
Tabel 1 Karakteristik pasien
No Variabel Jumlah Persentase
1 Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
17
13
57
43
2 Usia
46-55 tahun 7 23
56-65 tahun 14 47
>65 tahun 9 30
3 Tingkat Pendidikan
SD 12 40
SMP 2 7
SMA 14 47
SARJANA 2 7
Gambaran Fungsi Kognitif
Tabel 2 menunjukkan hasil pemeriksaan fungsi kognitif pasien Parkinson
berdasarkan MMSE menunjukkan bahwa 13 orang (43%) kemungkinan
mengalami gangguan kognitif, dan 3 orang (10%) diantaranya ada gangguan
kognitif, sedangkan 14 orang (47%) lainnya dinyatakan normal. Berdasarkan hasil
pemeriksaan CDT, didapatkan 17 orang (57%) mengalami gangguan kognitif dan
13 orang (43%) lainnya normal. Gangguan kognitif yang paling sering dilaporkan
adalah fungsi eksekutif. Gangguan kognitif ini mengindikasikan keterlibatan
lobus frontal khususnya korteks prefrontal dorsolateral akibat degenerasi jalur
dopaminergik nigrostriatal atau mesokortikal. Fungsi eksekutif secara spesifik
berkaitan dengan korteks prefrontal dan stuktur subkortikal yang berhubungan
dan membentuk sirkuit kontrol "striatal-kortikal-frontal". Sirkuit ini kemudian
membentuk jaras ke globus palidus dan talamus dan kembali lagi ke korteks
prefrontal. Kerusakan substansia grisea dan atau substansia alba pada sirkuit ini
berhubungan dengan defisit fungsi eksekutif.45,46
6
Tabel 2 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan MMSE dan CDT
No Pemeriksaan Skor Jumlah Persentase
1 MMSE skor 0-16 (definite gangguan 3 10 kognitif) skor 17-23 (probable gangguan 13 43 kognitif) skor 24-30 (normal) 14 47
2 CDT skor <4 (ada gangguan) 17 57
skor 4 (normal) 13 43
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan gangguan kognitif terbanyak pada usia >65
tahun dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yaitu sebanyak 1 orang dengan
skor 0-16 (11%), dan 7 orang dengan skor 17-23 (78%) berdasarkan MMSE,
sedangkan berdasarkan CDT dengan jumlah 8 orang (89%). Hal ini membuktikan
bahwa penurunan fungsi kognitif lebih banyak terjadi pada usia lanjut dan
kejadiannya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena pada
usia lanjut terjadi proses penuaan yaitu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan jaringan yang berfungsi untuk memperbaiki dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga jaringan tersebut tidak dapat bertahan terhadap
jejas. Hal ini sesuai dengan etiologi penyakit Parkinson yaitu diduga adanya
proses penuaan. Berdasarkan penelitian, didapatkan adanya suatu reaksi
mikroglial pada neuron yang rusak, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses
penuaan merupakan faktor risiko yang mempermudah terjadinya proses
degenerasi di SNC.44
Tabel 3 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan usia
No Pemeriksaan Skor Usia
46-55 56-65 >65
n % n % n %
1 MMSE 0-16 0 0 2 14 1 11
17-23 2 29 4 29 7 78
24-30 5 71 8 57 1 11
Total 7 100 14 100 9 100
7
Tabel 3 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan usia
2 CDT <4 2 29 7 50 8 89
4 5 71 7 50 1 11
Total 7 100 14 100 9 100
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi
kognitif setiap individu. Tabel 4 menunjukkan fungsi kognitif berdasarkan tingkat
pendidikannya yang dikelompokkan menjadi tingkat SD, SMP, SMA, dan
Sarjana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan pasien dengan lulusan
SD lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan
pasien yang berpendidikan lebih tinggi yaitu sebanyak 8 orang (67%) berdasarkan
penilaian MMSE, dan 9 orang (75%) berdasarkan penilaian CDT. Hal ini sesuai
dengan penelitian Graves et al yang mendapatkan orang yang berpendidikan
tinggi memiliki kapasitas otak yang jauh lebih besar dan jumlah sinaps yang lebih
banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah sehingga semakin lama
pendidikan seseorang maka fungsi kognitifnya akan semakin baik.36
Tabel 4 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan tingkat pendidikan
No Pemeriksaan Skor Pendidikan
SD SMP SMA Sarjana
n % n % n % n %
1 MMSE 0-16 2 17 0 0 1 7 0 0
17-23 6 50 1 50 6 43 0 0
24-30 4 33 1 50 7 50 2 100
Total 12 100 2 100 14 100 2 100
2 CDT <4 9 75 1 50 8 57 0 0
4 3 25 1 50 6 43 2 100
Total 12 100 2 100 14 100 2 100
8
Tabel 5 dibawah menunjukkan fungsi kognitif berdasarkan durasi sakitnya
yang terbagi atas durasi sakit ≤5tahun dan >5tahun. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa pasien Parkinson dengan durasi sakit >5 tahun lebih banyak
mengalami kemungkinan gangguan fungsi kognitif sebanyak 83% dan 17% ada
gangguan kognitif berdasarkan MMSE dan seluruh pasien mengalami penurunan
fungsi kognitif berdasarkan CDT, sedangkan dengan durasi sakit ≤5 tahun
sebanyak 38% kemungkinan mengalami penurunan fungsi kognitif dan 8% ada
gangguan kognitif, sedangkan berdasarkan CDT didapatkan 50% mengalami
penurunan fungsi kognitif. Hal ini sesuai dengan data PERDOSSI tahun 2013
yang menyebutkan 25-30% pasien yang mengkonsumsi Levodopa akan
memberikan komplikasi motorik ataupun non motorik seperti gangguan kognitif,
50% akan timbul setelah durasi >5 tahun dan 80% akan timbul setelah 10 tahun.
Tabel 5 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan Durasi Sakit
No Pemeriksaan Skor Durasi Sakit
≤5 tahun >5 tahun
n % n %
1 MMSE 0-16 2 8 1 17
17-23 9 38 5 83
24-30 13 54 0 0
Total 24 100 6 100
2 CDT <4 12 50 6 100
4 12 50 0 0
Total 24 100 6 100
Stadium penyakit Parkinson pada penelitian ini dibagi menjadi lima sesuai
dengan klasifikasi Hoehn and Yahr. Berdasarkan tabel 6, didapatkan pemeriksaan
MMSE dengan skor 24-30 (normal) paling banyak pada stadium I dan II yaitu
sebesar 67%, skor 17-23 (kemungkinan gangguan kognitif) sebesar 33%, dan
tidak didapatkan skor 0-16 (pasti gangguan kognitif). Pada stadium III didapatkan
seluruh pasien kemungkinan mengalami gangguan fungsi kognitif dengan skor
17-23. Pada stadium IV, didapatkan adanya gangguan kognitif paling banyak
9
dengan skor 0-16 yaitu sebesar 60%, dan skor 17-23 sebesar 40%. Pada penelitian
ini tidak didapatkan pasien Parkinson stadium V sehingga tidak dilakukan
pemeriksaan fungsi kognitif pada stadium ini. Pemeriksaan CDT pada masing-
masing stadium menunjukkan seluruh pasien stadium III dan IV mengalami
gangguan fungsi kognitif dengan skor <4.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa faktor stadium penyakit berkorelasi
dengan kejadian gangguan kognitif pada penyakit Parkinson. Pada penelitian yang
dilakukan Vingerhoets dan kawan-kawan pada tahun 2003 dengan sampel
sebanyak 100 orang menemukan hasil yang mendukung hal tersebut. Hasil yang
sama didapatkan pada penelitian Locascio dan kawan-kawan pada tahun 2003
dengan sampel sebanyak 104 orang. Pada penelitian Levy dan kawan-kawan pada
tahun 2002 ditemukan bahwa insidensi demensia berhubungan dengan beratnya
gejala ekstrapiramidal pada penyakit Parkinson. Alexander, DeLong dan Stick
menggambarkan lima sirkuit ganglia basal – thalamocortical yang bekerja paralel
dan mempengaruhi berkurangnya porsi lobus frontal. Salah satu sirkuit ini adalah
sirkuit prefrontal dorsolateral yang mendukung fungsi kognitif.35,45
Tabel 6 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan Stadium penyakit
No Pemeriksaan Skor Stadium
I II III IV V
N % n % n % n % n %
1 MMSE 0-16 0 0 0 0 0 0 3 60 0 0
17-23 4 33 3 33 4 100 2 40 0 0
24-30 8 67 6 67 0 0 0 0 0 0
Total 12 100 9 100 4 100 5 100 0 0
2 CDT <4 4 33 3 33 4 100 5 100 0 0
4 8 67 6 67 0 0 0 0 0 0
Total 12 100 9 100 4 100 5 100 0 0
10
Tabel 7 menunjukkan gambaran fungsi kognitif yang dikelompokkan
berdasarkan pasien yang berobat secara teratur dan tidak teratur. Pasien yang
berobat teratur cenderung memiliki fungsi kognitif normal dengan skor 24-30
yaitu sebanyak 46%, sedangkan skor 17-23 sebanyak 42%, dan skor 0-16
sebanyak 11%. Pasien yang tidak teratur berobat cenderung memiliki penurunan
fungsi kognitif yaitu sebanyak 75%, dibandingkan dengan yang normal dengan
persentase 25%. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien yang tidak berobat
teratur didapatkan adanya penurunan fungsi kognitif yang lebih parah
dibandingkan dengan pasien yang berobat teratur.
Tabel 7 Gambaran fungsi kognitif berdasarkan keteraturan berobat
No Pemeriksaan Skor Keteraturan Berobat
Teratur Tidak teratur
n % n %
1 MMSE 0-16 3 12 0 0
17-23 11 42 3 75
24-30 12 46 1 25
Total 26 100 4 100
2 CDT <4 15 58 3 75
4 11 42 1 25
Total 26 100 4 100
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 orang pasien Parkinson, didapatkan
kesimpulan:
1. Karakteristik pasien Parkinson di Rumah Sakit Dustira periode 2015-2016
berdasarkan jenis kelamin paling banyak pada laki-laki (57%), berdasarkan
usia paling banyak 56-65 tahun (47%), dan berdasarkan tingkat
pendidikannya yaitu SMA (47%).
2. Gangguan fungsi kognitif paling banyak terjadi pada pasien usia >65 tahun
sebanyak 89% berdasarkan MMSE dan CDT.
11
3. Gangguan fungsi kognitif paling banyak terjadi pada pasien dengan tingkat
pendidikan SD sebanyak 67% berdasarkan MMSE dan 75% berdasarkan
CDT.
4. Gangguan fungsi kognitif berdasarkan durasi sakitnya paling banyak terjadi
pada durasi >5tahun sebanyak 100% berdasarkan MMSE dan CDT,
sedangkan berdasarkan stadiumnya paling banyak pada stadium IV sebanyak
100% berdasarkan MMSE dan CDT .
5. Gangguan fungsi kognitif berdasarkan keteraturan berobat paling banyak
terjadi pada pasien yang tidak teratur berobat sebanyak 75% berdasarkan
MMSE dan CDT .