Post on 24-Apr-2023
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
FRAGMENTASI
Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan
suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai
keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana
material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan
daripada material yang banyak berukuran bongkah. Tingkat
fragmentasi yang kecil akan menambah produktivitas,
mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga
menurunkan biaya pemuatan, pengangkutan dan proses
berikutnya, dalam beberapa pekerjaan juga akan mengurangi
secondary blasting. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
fragmentasi hasil peledakan adalah :
1. Karakteristik Massa Batuan
Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan
(strength) dari batuan mempunyai hubungan yang cukup
erat. Secara umum batuan yang mempunyai densitas yang
rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor
energi yang lebih rendah, sedangkan batuan yang
mempunyai densitas yang lebih tinggi memerlukan
energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil
fragmentasi yang memuaskan.
Pada massa batuan yang mempunyai densitas yang
tinggi, ada beberapa cara untuk memastikan energi
peledakan yang sedang berlangsung cukup untuk
menghancurkan batuan :
a.Menambah diameter lubang ledak, agar tekanan yang
terjadi pada lubang ledak dapat ditingkatkan dengan
adanya penambahan ANFO.
b. Mengubah geometri peledakan dan rangkaian pola
penyalaan.
c. Memilih material stemming yang cocok, agar energi
peledakan dapat terdistribusi pada massa batuan
secara sempurna.
Mudstone dengan densitas rata-rata 2,05 gr/cm3 secara
teori akan memberikan ukuran boulder yang lebih kecil
dibandingkan dengan sandstone yang mempunyai densitas
2,33 gr/cm3.
1.1. Kekuatan Batuan
Kuat tekan dan kuat tarik merupakan parameter
awal untuk menentukan suatu proses peledakan. Semakin
tinggi harga dari kuat tekan dan kuat tarik dari
batuan, maka batuan tersebut akan semakin susah untuk
dihancurkan.
Mudstone yang terdapat di daerah penelitian
mempunyai kuat tekan rata-rata 18,17 MPa dan kuat
tarik rata-rata 1,92 MPa lebih mudah dihancurkan
daripada sandstone dengan kuat tekan rata-rata 20,4 MPa
dan kuat tarik rata-rata 2,13 MPa. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa harga kuat tarik lebih rendah dari
kuat tekan, oleh karena itu retakan-retakan yang
terjadi pada massa batuan akibat proses peledakan yang
sedang berlangsung lebih banyak disebabkan oleh
tegangan tarik yang dihasilkan dari proses peledakan
yang bersangkutan.
2. Stuktur geologi Batuan
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam
merencanakan suatu operasi peledakan adalah struktur
geologi. Adanya ketidakmenerusan dalam sifat batuan
akan mempengaruhi perambatan gelombang energi dalam
batuan. Jika perambatan energi melalui bidang
perlapisan, maka sebagian gelombang akan dipantulkan
dan sebagian lagi akan dibiaskan dan diteruskan,
karena adanya sebagian gelombang yang dipantulkan maka
kekuatan energi peledakan akan berkurang.
Kekar atau joint merupakan suatu rekahan pada
batuan yang tidak mengalami pergeseran pada bidang
rekahannya didalam massa batuan yang memiliki sifat
ketidakmenerusan (discontinuities) yang juga merupakan
bidang lemah. Jika batuan yang diledakkan terdapat
banyak kekar, maka hasil peledakannya akan membentuk
blok-blok dengan mengikuti arah kekar-kekar yang ada
maka dapat dipastikan fragmentasi batuan yang
dihasilkan menjadi tidak seragam. Untuk mengatasi hal
tersebut maka arah peledakan harus disesuaikan dengan
arah dan kemiringan umum dari kekar tersebut.
Disamping itu bidang bebas yang terbentuk juga
cenderung mengikuti arah kekar tersebut, oleh sebab
itu arah bidang bebas dari jenjang perlu disesuaikan
dengan arah kekar yang ada.
Berdasarkan hasil analisis kekar dengan
menggunakan program Dips versi 5.0 diperoleh arah dan
kemiringan umum kekar yaitu kekar mayor N 272°E/64°
dan kekar minor N 150°E/76°. Menurut R.L. Ash (1967)
untuk menyesuaikan arah peledakan dengan arah kekar
yang ada, bidang bebas diambil sejajar dengan
perpotongan kedua kekar dan menentukan arah peledakan
kearah sudut tumpul dari perpotongan kedua kekar
tersebut, sehingga didapatkan arah peledakan untuk
optimalisasi fragmentasi yaitu N 31°E dan N 211°E.
3. Air Tanah
Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses
peledakan, adanya air menyebabkan bahan peledak harus
mengubah air disekitarnya menjadi uap air selama
proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu
daerah blok peledakan sangat tinggi, bahan peledak
(ANFO) kemungkinan tidak akan meledak atau rusak dan
akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan
peledak perlu dibungkus dengan bahan yang tahan air
sebelum dimasukkan ke lubang ledak atau jika lubang
ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan
udara bertekanan tinggi dari kompresor.
Selain dengan membungkus bahan peledak ANFO
dengan kantong plastik, masalah air dalam lubang ledak
juga dapat diatasi dengan mengganti bahan peledak ANFO
dengan HANFO (heavy ANFO) yaitu campuran antara ANFO
dengan emulsi dengan perbandingan tertentu.
4. Kemiringan lubang ledak
Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua,
yaitu lubang ledak tegak dan lubang ledak miring.
Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak
tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh
bidang bebas lebih sempit, sehingga kehilangan
gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang
bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya
tonjolan pada lantai jenjang. Sedangkan pada peledakan
dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang bebas
yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses
pecahnya batuan dan kehilangan gelombang tekan pada
lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar 1.1).
Gambar 1.1Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak
miring 11)
5. Pola pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan
pemboran dengan menempatkan lubang-lubang bor secara
sistematis. Berdasarkan letak lubang bor maka pola
pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu pola pemboran sejajar (paralel pattern) dan pola
pemboran selang-seling (staggered pattern). Pola pemboran
sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang
saling sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola
pemboran selang-seling adalah pola dengan penempatan
lubang bor secara selang-seling pada setiap kolomnya
(Gambar 1.2).
Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih
mudah diterapkan dilapangan, tetapi perolehan
fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan pola
pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di
lapangan namun fragmentasi batuannya lebih baik dan
seragam, hal ini disebabkan karena distribusi energi
peledakan yang dihasilkan lebih optimal bekerja dalam
batuan. (Gambar 1.3)
Gambar 1.2Pola pemboran
Bidang Bebas
Area tidak terkena energi peledakan
Area tidak terkena
energi peledakan
PARALEL PATTERN
STAGGERED PATTERN
Area pengaruh energi peledakan
Lubang ledak
Lubang ledak
Bidang Bebas
Area pengaruh energi peledakan
Bidang bebas
B
S Pola pemboran sejajar (paralel).
S = SpasiB = Burden
Bidang bebas
B
S Pola pemboran selang-seling (staggered).
S = SpasiB = Burden
B
6. Geometri peledakan
Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang
diterapkan pada suatu peledakan yang meliputi burden,
spasi, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi jenjang dan
kedalaman lubang ledak.
Perhitungan geometri peledakan berdasarkan rumusan
C. J. Konya yang didasarkan atas perbedaan berat jenis
batuan (SG) yaitu berat jenis rata-rata, berat jenis
minimum dan berat jenis maksimum sehingga akan didapat
tiga rancangan geometri yang dapat diterapakan sesuai
dengan kondisi lapangan. Ketiga rancangan geometri
tersebut dapat ditabulasikan pada Tabel 1.1, dengan
bentuk rancangannya pada Gambar 1.2.
Tabel 1.1Perbedaan geometri peledakan berdasarkan berat jenis
batuan
Gambar 1.3Pengaruh energi ledakan pada pola
pemboran
Geometri Peledakan B S T J H PCberat jenis batuanrata-rata 6,3 7 4,4 1,9 13,9 9,5
berat jenis batuanminimal 6,7 7,4 4,7 2 14 9,3
berat jenis batuanmaksimal 5,9 6,7 4,1 1,8 13,8 9,7
Gambar 1.4Geometri peledakan yang didasari aturan C.J. Konya
1)Ratio spasi terhadap burden
Ratio spasi terhadap burden juga mempengaruhi
tingkat fragmentasi hasil peledakan. Burden dan spasi
berkaitan dengan diameter lubang bor, kedalaman, jenis
batuan dan panjang kolom isian. Spasi lubang ledak yang
lebih kecil dari burden cenderung menyebabkan splitting
prematur antar lubang ledak. Hal ini menyebabkan lepasnya
gas ledakan secara prematur ke udara. Hilangnya energi
pengangkatan mengurangi proses pemecahan dan menghasilkan
slab batuan berukuran besar. Bagian muka lereng antar
lubang ledak tetap utuh dan akan menyebabkan kesulitan
dalam penggalian dan toe tak terbongkar. Besarnya ratio
spasi terhadap burden (Ks) =1 – 2. Burden yang
berlebihan menyebabkan :
Fragmentasi menjadi lebih kasar, produktifitas
yang lebih rendah
Terjadi overbreak, getaran tanah dan menambah
kestabilan dinding.
2) Stemming
Stemming adalah tempat material penutup di dalam
lubang ledak, yang letaknya di atas kolom isian bahan
peledak.
Stemming akan menambah fragmentasi dan perpindahan
batuan dengan mengurangi keluarnya gas ledakan bertekanan
tinggi ke udara bebas. Fungsi stemming adalah agar
terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil
ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang
maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk
mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrock) dan
ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.
a. Jenis stemming
Material berbutir, kering merupakan stemming terbaik
karena mereka mempunyai resistensi inersial dan
resistensi friksi tinggi untuk menahan. Panjang stemming
dapat dikurangi jika digunakan stemming yang efektif akan
menghasilkan distribusi bahan peledak dan memperbaiki
fragmentasi.
Ukuran butir stemming 10 – 15% dari diameter lubang
ledak merupakan material stemming yang paling efektif .
Material stemming yang saling mengunci akan memberikan
drajat pengurungan gas hasil ledakan yang lebih baik
daripada material dengan ukuran halus.
b.Panjang stemming
Stemming yang tidak memadai menambah hancurnya
batuan di bagian atas, tetapi mengurangi fragmentasi
secara keseluruhan dan perpindahan karena gas keluar ke
udara bebas lebih cepat dan mudah. Disamping itu juga
menimbulkan batu terbang (fly rock), overbreak pada permukaan
dan ledakan udara (air blast). besarnya ratio stemming (Kt)
= 0,5 - 1
7. Priming (penyalaan awal)
Hal yang penting mengenai penyalaan awal adalah
letak primer dalam kolom bahan peledak. Umumnya primer
pada atau dekat level (bootom priming). Bootom priming
mempunyai keuntungan :
Memperbaiki fragmentasi
Mengurangi masalah toe, lantai lebih baik, muka
yang lebih bersih
Mengurangi suara, ledakan udara, batu terbang
dan overbreak pada permukaan
Lebih sedikit terjadi cut off dan gagal ledak.
8. Pola penyalaan
Urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval
waktu antar detonasi berikutnya mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kinerja peledakan secara keseluruhan
(lihat Gambar 1.5). Kinerja peledakan produksi hanya
dapat dioptimalkan bila isian diledakkan dalam suatu
urutan yang terkendali pada selang yang sesuai. Alokasi
waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung
pada beberapa faktor dianyaranya :
Sifat massa batuan (rock mass properties)
Geometri peledakan
Diameter, kemiringan dan panjang lubang ledak
Karakteristik bahan peledak
Sistem inisiasi
Jenis dan lokasi primer
Batasan lingkungan
Hasil yang diinginkan
Gambar 3.11Pengaruh waktu tunda
Rancangan peledakan yang akan diterapkan adalah
metode non elektrik (NONEL) sedangkan pola peledakan
yang akan diterapkan adalah pola peledakan beruntun
perlubang dengan menggunakan NONEL surface delay dan inhole
delay. Untuk surface delay bervariasi antara 17 ms, 25 ms, 42
ms dan 65 ms sedangkan inhole delay menggunakan 500 ms tiap
lubang ledak.
Penggunaan NONEL down hole delay 500 ms dimaksudkan
untuk meningkatkan faktor keamanan terhadap terjadinya
cut-off yaitu kondisi adanya sejumlah bagian kolom bahan
peledak yang gagal meledak karena terjadinya
ketidakmenerusan kolom bahan peledak. Ketidakmenerusan
tersebut dapat disebabkan karena terjadinya rongga saat
pengisian atau karena adanya material lain yang masuk ke
kolom bahan peledak. NONEL Surface delay terdiri dari waktu
tunda pada control row dan echelon row. Waktu tunda pada
echelon row adalah waktu tunda peledakan antar lubang dalam
satu baris sedangkan pada control row adalah waktu tunda
peledakan antar baris. Waktu tunda 17 atau 25 ms
digunakan untuk penundaan antar lubang ledak dalam satu
baris sedangkan waktu tunda 42 ms atau 65 ms digunakan
untuk penundaan antar baris. Pemakaian waktu tunda antar
baris yang besar dimaksudkan untuk memberikan waktu yang
cukup untuk proses peledakan pada baris sebelumnya
sehingga akan terbentuk bidang bebas bagi peledakan baris
berikutnya.
9. Penggunaan bahan peledak (Powder factor)
Besarnya powder factor berkaitan dengan diameter
lubang ledak yang diguanakan. Berdasarkan hasil
perhitungan, untuk rancangan geometri peledakan yang
dihitung dengan rumusan Konya didapatkan nilai powder
factor berkisar antara 0,23 kg/m3 sampai 0,38 kg/m3, secara
teori akan menghasilkan prosentase bongkah kurang dari
15%. semakin tinggi powder factor yang digunakan maka
bongkah yang dihasilkan semakin rendah.
10. Bidang bebas
Perpindahan kedepan material yang diledakkan dapat
terjadi dengan mudah jika mempunyai bidang bebas yang
cukup. Pergerakan massa batuan adalah perlu untuk
memungkinkan terjadinya propagasi retakan. Dengan
bertambahnya pergerakan ini akan membantu propagasi
retakan dan memperbaiki fragmentasi.
Dalam rangka mengetahui kisaran nilai powder factor
yang sesuai maka dilakukan analisis pengaruh jumlah bahan
peledak yang digunakan terhadap prosentase bongkah yang
dihasilkan pada rancangan geometri peledakan ini. Analis
ini dilakukan dengan menggunakan model Kuzram berdasarkan
perubahan isian bahan peledak (powder charge) hingga
mendapatkan kisaran powder factor yang sesuai.
Tabel 1.2Pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase
bongkah untukRancangan geometri peledakan berdasarkan densitas
batuan rata-rata
Powdercharge(m)
Powderfactor
(kg/m3)
Prosentase bongkah
(%)9,5 0,48 0,29,0 0,45 0,58,5 0,43 1,18,0 0,40 2,27,5 0,38 3,87,0 0,35 6,16,5 0,33 8,06,0 0,30 11,55,5 0,28 14,85,0 0,25 20,7
R2 = 0,9021
0
5
10
15
20
25
0,24 0,26 0,28 0,30 0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 0,42 0,44 0,46 0,48Pow der factor (kg/m 3)
Prosentase Bon
gkah (%
)
Gambar 1.5Kurva pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentasebongkah untuk rancangan geometri peledakan berdasarkan
densitas batuan rata-rata
Pada gambar diatas untuk kisaran powder factor 0,27 –
0,38 kg/m3 dengan powder charge antara 5,5 – 7,5 m dan
volume batuan yang terbongkar 529 m3 akan menghasilkan
prosentase bongkah sebesar 3,8% sampai 14,8%.
Tabel 1.2Pengaruh burden dan spasi Terhadap prosentase bongkah
Prosentase Bongkah PCB =6,3
B =6,5 B = 7 B =
7,5 B = 8 B =8,5 B = 9 B =
9,5B =10
S =7,0 3,8 4,5 6,6 8,8 11,1 13,5 15,8 18,1 20,3
S =7,5 4,3 5,1 7,4 9,7 12,2 14,7 17,1 19,4 21,7
S =8,0 4,9 5,8 8,2 10,7 13,3 15,8 18,3 20,7 23,0
S =8,5 5,5 6,4 9,0 11,7 14,4 17,0 19,6 22,0 24,3
S =9,0 6,1 7,1 9,8 12,6 15,4 18,2 20,8 23,3 25,6
S =9,5 6,8 7,8 10,7 13,6 16,5 19,3 22,0 24,5 26,8
S =10,0 7,4 8,6 11,6 14,5 17,6 20,5 23,2 25,7 28,1
S =10,5 8,1 9,3 12,5 15,6 18,7 21,6 24,4 26,9 29,3
S =11,0 8,8 10,1 13,4 16,6 19,8 22,8 25,5 28,1 30,4
Pengaruh Burden dan Spasi Terhadap Prosentase Bongkah Dengan PC 7,5 m
0,05,010,015,020,025,030,035,0
7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0Spasi (m )
Prosentase Bon
gkah (%
)
B = 6,3 B = 6,5 B = 7 B = 7,5 B = 8B = 8,5 B = 9 B = 9,5 B = 10
Gambar 1.6Kurva pengaruh burden dan spasi terhadap prosentase
bongkah dengan PC 7,5 m
Dari analisis Kuzram diperoleh nilai kisaran atau
range burden, spasi dan powder factor untuk tiap powder charge
(PC) yang dapat ditabulasikan sebagai berikut :
Tabel 1.3Range burden, spasi dan powder factor pada powder charge 6,0
m – 7,5 m
Range burden(m)
Range spasi(m)
Range Pf(kg/m3)
PC 6,0m 6,3 - 6,5 7,0 - 7,5 0,27 - 0,30
PC 6,5m 6,0 - 7,0 7,0 - 8,0 0,26 - 0,33
PC 7,0 6,3 - 7,5 7,0 - 8,5 0,24 - 0,35