FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

19
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan daripada material yang banyak berukuran bongkah. Tingkat fragmentasi yang kecil akan menambah produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga menurunkan biaya pemuatan, pengangkutan dan proses berikutnya, dalam beberapa pekerjaan juga akan mengurangi secondary blasting. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fragmentasi hasil peledakan adalah : 1. Karakteristik Massa Batuan Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan (strength) dari batuan mempunyai hubungan yang cukup erat. Secara umum batuan yang mempunyai densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor energi yang lebih rendah, sedangkan batuan yang mempunyai densitas yang lebih tinggi memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang memuaskan.

Transcript of FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

FRAGMENTASI

Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan

suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai

keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan

daripada material yang banyak berukuran bongkah. Tingkat

fragmentasi yang kecil akan menambah produktivitas,

mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga

menurunkan biaya pemuatan, pengangkutan dan proses

berikutnya, dalam beberapa pekerjaan juga akan mengurangi

secondary blasting. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

fragmentasi hasil peledakan adalah :

1. Karakteristik Massa Batuan

Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan

(strength) dari batuan mempunyai hubungan yang cukup

erat. Secara umum batuan yang mempunyai densitas yang

rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor

energi yang lebih rendah, sedangkan batuan yang

mempunyai densitas yang lebih tinggi memerlukan

energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil

fragmentasi yang memuaskan.

Pada massa batuan yang mempunyai densitas yang

tinggi, ada beberapa cara untuk memastikan energi

peledakan yang sedang berlangsung cukup untuk

menghancurkan batuan :

a.Menambah diameter lubang ledak, agar tekanan yang

terjadi pada lubang ledak dapat ditingkatkan dengan

adanya penambahan ANFO.

b. Mengubah geometri peledakan dan rangkaian pola

penyalaan.

c. Memilih material stemming yang cocok, agar energi

peledakan dapat terdistribusi pada massa batuan

secara sempurna.

Mudstone dengan densitas rata-rata 2,05 gr/cm3 secara

teori akan memberikan ukuran boulder yang lebih kecil

dibandingkan dengan sandstone yang mempunyai densitas

2,33 gr/cm3.

1.1. Kekuatan Batuan

Kuat tekan dan kuat tarik merupakan parameter

awal untuk menentukan suatu proses peledakan. Semakin

tinggi harga dari kuat tekan dan kuat tarik dari

batuan, maka batuan tersebut akan semakin susah untuk

dihancurkan.

Mudstone yang terdapat di daerah penelitian

mempunyai kuat tekan rata-rata 18,17 MPa dan kuat

tarik rata-rata 1,92 MPa lebih mudah dihancurkan

daripada sandstone dengan kuat tekan rata-rata 20,4 MPa

dan kuat tarik rata-rata 2,13 MPa. Dari data tersebut

dapat dilihat bahwa harga kuat tarik lebih rendah dari

kuat tekan, oleh karena itu retakan-retakan yang

terjadi pada massa batuan akibat proses peledakan yang

sedang berlangsung lebih banyak disebabkan oleh

tegangan tarik yang dihasilkan dari proses peledakan

yang bersangkutan.

2. Stuktur geologi Batuan

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam

merencanakan suatu operasi peledakan adalah struktur

geologi. Adanya ketidakmenerusan dalam sifat batuan

akan mempengaruhi perambatan gelombang energi dalam

batuan. Jika perambatan energi melalui bidang

perlapisan, maka sebagian gelombang akan dipantulkan

dan sebagian lagi akan dibiaskan dan diteruskan,

karena adanya sebagian gelombang yang dipantulkan maka

kekuatan energi peledakan akan berkurang.

Kekar atau joint merupakan suatu rekahan pada

batuan yang tidak mengalami pergeseran pada bidang

rekahannya didalam massa batuan yang memiliki sifat

ketidakmenerusan (discontinuities) yang juga merupakan

bidang lemah. Jika batuan yang diledakkan terdapat

banyak kekar, maka hasil peledakannya akan membentuk

blok-blok dengan mengikuti arah kekar-kekar yang ada

maka dapat dipastikan fragmentasi batuan yang

dihasilkan menjadi tidak seragam. Untuk mengatasi hal

tersebut maka arah peledakan harus disesuaikan dengan

arah dan kemiringan umum dari kekar tersebut.

Disamping itu bidang bebas yang terbentuk juga

cenderung mengikuti arah kekar tersebut, oleh sebab

itu arah bidang bebas dari jenjang perlu disesuaikan

dengan arah kekar yang ada.

Berdasarkan hasil analisis kekar dengan

menggunakan program Dips versi 5.0 diperoleh arah dan

kemiringan umum kekar yaitu kekar mayor N 272°E/64°

dan kekar minor N 150°E/76°. Menurut R.L. Ash (1967)

untuk menyesuaikan arah peledakan dengan arah kekar

yang ada, bidang bebas diambil sejajar dengan

perpotongan kedua kekar dan menentukan arah peledakan

kearah sudut tumpul dari perpotongan kedua kekar

tersebut, sehingga didapatkan arah peledakan untuk

optimalisasi fragmentasi yaitu N 31°E dan N 211°E.

3. Air Tanah

Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses

peledakan, adanya air menyebabkan bahan peledak harus

mengubah air disekitarnya menjadi uap air selama

proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu

daerah blok peledakan sangat tinggi, bahan peledak

(ANFO) kemungkinan tidak akan meledak atau rusak dan

akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan

peledak perlu dibungkus dengan bahan yang tahan air

sebelum dimasukkan ke lubang ledak atau jika lubang

ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan

udara bertekanan tinggi dari kompresor.

Selain dengan membungkus bahan peledak ANFO

dengan kantong plastik, masalah air dalam lubang ledak

juga dapat diatasi dengan mengganti bahan peledak ANFO

dengan HANFO (heavy ANFO) yaitu campuran antara ANFO

dengan emulsi dengan perbandingan tertentu.

4. Kemiringan lubang ledak

Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua,

yaitu lubang ledak tegak dan lubang ledak miring.

Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak

tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh

bidang bebas lebih sempit, sehingga kehilangan

gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang

bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya

tonjolan pada lantai jenjang. Sedangkan pada peledakan

dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang bebas

yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses

pecahnya batuan dan kehilangan gelombang tekan pada

lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar 1.1).

Gambar 1.1Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak

miring 11)

5. Pola pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan

pemboran dengan menempatkan lubang-lubang bor secara

sistematis. Berdasarkan letak lubang bor maka pola

pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam,

yaitu pola pemboran sejajar (paralel pattern) dan pola

pemboran selang-seling (staggered pattern). Pola pemboran

sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang

saling sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola

pemboran selang-seling adalah pola dengan penempatan

lubang bor secara selang-seling pada setiap kolomnya

(Gambar 1.2).

Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih

mudah diterapkan dilapangan, tetapi perolehan

fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan pola

pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di

lapangan namun fragmentasi batuannya lebih baik dan

seragam, hal ini disebabkan karena distribusi energi

peledakan yang dihasilkan lebih optimal bekerja dalam

batuan. (Gambar 1.3)

Gambar 1.2Pola pemboran

Bidang Bebas

Area tidak terkena energi peledakan

Area tidak terkena

energi peledakan

PARALEL PATTERN

STAGGERED PATTERN

Area pengaruh energi peledakan

Lubang ledak

Lubang ledak

Bidang Bebas

Area pengaruh energi peledakan

Bidang bebas

B

S Pola pemboran sejajar (paralel).

S = SpasiB = Burden

Bidang bebas

B

S Pola pemboran selang-seling (staggered).

S = SpasiB = Burden

B

6. Geometri peledakan

Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang

diterapkan pada suatu peledakan yang meliputi burden,

spasi, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi jenjang dan

kedalaman lubang ledak.

Perhitungan geometri peledakan berdasarkan rumusan

C. J. Konya yang didasarkan atas perbedaan berat jenis

batuan (SG) yaitu berat jenis rata-rata, berat jenis

minimum dan berat jenis maksimum sehingga akan didapat

tiga rancangan geometri yang dapat diterapakan sesuai

dengan kondisi lapangan. Ketiga rancangan geometri

tersebut dapat ditabulasikan pada Tabel 1.1, dengan

bentuk rancangannya pada Gambar 1.2.

Tabel 1.1Perbedaan geometri peledakan berdasarkan berat jenis

batuan

Gambar 1.3Pengaruh energi ledakan pada pola

pemboran

Geometri Peledakan B S T J H PCberat jenis batuanrata-rata 6,3 7 4,4 1,9 13,9 9,5

berat jenis batuanminimal 6,7 7,4 4,7 2 14 9,3

berat jenis batuanmaksimal 5,9 6,7 4,1 1,8 13,8 9,7

Gambar 1.4Geometri peledakan yang didasari aturan C.J. Konya

1)Ratio spasi terhadap burden

Ratio spasi terhadap burden juga mempengaruhi

tingkat fragmentasi hasil peledakan. Burden dan spasi

berkaitan dengan diameter lubang bor, kedalaman, jenis

batuan dan panjang kolom isian. Spasi lubang ledak yang

lebih kecil dari burden cenderung menyebabkan splitting

prematur antar lubang ledak. Hal ini menyebabkan lepasnya

gas ledakan secara prematur ke udara. Hilangnya energi

pengangkatan mengurangi proses pemecahan dan menghasilkan

slab batuan berukuran besar. Bagian muka lereng antar

lubang ledak tetap utuh dan akan menyebabkan kesulitan

dalam penggalian dan toe tak terbongkar. Besarnya ratio

spasi terhadap burden (Ks) =1 – 2. Burden yang

berlebihan menyebabkan :

Fragmentasi menjadi lebih kasar, produktifitas

yang lebih rendah

Terjadi overbreak, getaran tanah dan menambah

kestabilan dinding.

2) Stemming

Stemming adalah tempat material penutup di dalam

lubang ledak, yang letaknya di atas kolom isian bahan

peledak.

Stemming akan menambah fragmentasi dan perpindahan

batuan dengan mengurangi keluarnya gas ledakan bertekanan

tinggi ke udara bebas. Fungsi stemming adalah agar

terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil

ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang

maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk

mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrock) dan

ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.

a. Jenis stemming

Material berbutir, kering merupakan stemming terbaik

karena mereka mempunyai resistensi inersial dan

resistensi friksi tinggi untuk menahan. Panjang stemming

dapat dikurangi jika digunakan stemming yang efektif akan

menghasilkan distribusi bahan peledak dan memperbaiki

fragmentasi.

Ukuran butir stemming 10 – 15% dari diameter lubang

ledak merupakan material stemming yang paling efektif .

Material stemming yang saling mengunci akan memberikan

drajat pengurungan gas hasil ledakan yang lebih baik

daripada material dengan ukuran halus.

b.Panjang stemming

Stemming yang tidak memadai menambah hancurnya

batuan di bagian atas, tetapi mengurangi fragmentasi

secara keseluruhan dan perpindahan karena gas keluar ke

udara bebas lebih cepat dan mudah. Disamping itu juga

menimbulkan batu terbang (fly rock), overbreak pada permukaan

dan ledakan udara (air blast). besarnya ratio stemming (Kt)

= 0,5 - 1

7. Priming (penyalaan awal)

Hal yang penting mengenai penyalaan awal adalah

letak primer dalam kolom bahan peledak. Umumnya primer

pada atau dekat level (bootom priming). Bootom priming

mempunyai keuntungan :

Memperbaiki fragmentasi

Mengurangi masalah toe, lantai lebih baik, muka

yang lebih bersih

Mengurangi suara, ledakan udara, batu terbang

dan overbreak pada permukaan

Lebih sedikit terjadi cut off dan gagal ledak.

8. Pola penyalaan

Urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval

waktu antar detonasi berikutnya mempunyai pengaruh yang

besar terhadap kinerja peledakan secara keseluruhan

(lihat Gambar 1.5). Kinerja peledakan produksi hanya

dapat dioptimalkan bila isian diledakkan dalam suatu

urutan yang terkendali pada selang yang sesuai. Alokasi

waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung

pada beberapa faktor dianyaranya :

Sifat massa batuan (rock mass properties)

Geometri peledakan

Diameter, kemiringan dan panjang lubang ledak

Karakteristik bahan peledak

Sistem inisiasi

Jenis dan lokasi primer

Batasan lingkungan

Hasil yang diinginkan

Gambar 3.11Pengaruh waktu tunda

Rancangan peledakan yang akan diterapkan adalah

metode non elektrik (NONEL) sedangkan pola peledakan

yang akan diterapkan adalah pola peledakan beruntun

perlubang dengan menggunakan NONEL surface delay dan inhole

delay. Untuk surface delay bervariasi antara 17 ms, 25 ms, 42

ms dan 65 ms sedangkan inhole delay menggunakan 500 ms tiap

lubang ledak.

Penggunaan NONEL down hole delay 500 ms dimaksudkan

untuk meningkatkan faktor keamanan terhadap terjadinya

cut-off yaitu kondisi adanya sejumlah bagian kolom bahan

peledak yang gagal meledak karena terjadinya

ketidakmenerusan kolom bahan peledak. Ketidakmenerusan

tersebut dapat disebabkan karena terjadinya rongga saat

pengisian atau karena adanya material lain yang masuk ke

kolom bahan peledak. NONEL Surface delay terdiri dari waktu

tunda pada control row dan echelon row. Waktu tunda pada

echelon row adalah waktu tunda peledakan antar lubang dalam

satu baris sedangkan pada control row adalah waktu tunda

peledakan antar baris. Waktu tunda 17 atau 25 ms

digunakan untuk penundaan antar lubang ledak dalam satu

baris sedangkan waktu tunda 42 ms atau 65 ms digunakan

untuk penundaan antar baris. Pemakaian waktu tunda antar

baris yang besar dimaksudkan untuk memberikan waktu yang

cukup untuk proses peledakan pada baris sebelumnya

sehingga akan terbentuk bidang bebas bagi peledakan baris

berikutnya.

9. Penggunaan bahan peledak (Powder factor)

Besarnya powder factor berkaitan dengan diameter

lubang ledak yang diguanakan. Berdasarkan hasil

perhitungan, untuk rancangan geometri peledakan yang

dihitung dengan rumusan Konya didapatkan nilai powder

factor berkisar antara 0,23 kg/m3 sampai 0,38 kg/m3, secara

teori akan menghasilkan prosentase bongkah kurang dari

15%. semakin tinggi powder factor yang digunakan maka

bongkah yang dihasilkan semakin rendah.

10. Bidang bebas

Perpindahan kedepan material yang diledakkan dapat

terjadi dengan mudah jika mempunyai bidang bebas yang

cukup. Pergerakan massa batuan adalah perlu untuk

memungkinkan terjadinya propagasi retakan. Dengan

bertambahnya pergerakan ini akan membantu propagasi

retakan dan memperbaiki fragmentasi.

Dalam rangka mengetahui kisaran nilai powder factor

yang sesuai maka dilakukan analisis pengaruh jumlah bahan

peledak yang digunakan terhadap prosentase bongkah yang

dihasilkan pada rancangan geometri peledakan ini. Analis

ini dilakukan dengan menggunakan model Kuzram berdasarkan

perubahan isian bahan peledak (powder charge) hingga

mendapatkan kisaran powder factor yang sesuai.

Tabel 1.2Pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase

bongkah untukRancangan geometri peledakan berdasarkan densitas

batuan rata-rata

Powdercharge(m)

Powderfactor

(kg/m3)

Prosentase bongkah

(%)9,5 0,48 0,29,0 0,45 0,58,5 0,43 1,18,0 0,40 2,27,5 0,38 3,87,0 0,35 6,16,5 0,33 8,06,0 0,30 11,55,5 0,28 14,85,0 0,25 20,7

R2 = 0,9021

0

5

10

15

20

25

0,24 0,26 0,28 0,30 0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 0,42 0,44 0,46 0,48Pow der factor (kg/m 3)

Prosentase Bon

gkah (%

)

Gambar 1.5Kurva pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentasebongkah untuk rancangan geometri peledakan berdasarkan

densitas batuan rata-rata

Pada gambar diatas untuk kisaran powder factor 0,27 –

0,38 kg/m3 dengan powder charge antara 5,5 – 7,5 m dan

volume batuan yang terbongkar 529 m3 akan menghasilkan

prosentase bongkah sebesar 3,8% sampai 14,8%.

Tabel 1.2Pengaruh burden dan spasi Terhadap prosentase bongkah

Prosentase Bongkah PCB =6,3

B =6,5 B = 7 B =

7,5 B = 8 B =8,5 B = 9 B =

9,5B =10

S =7,0 3,8 4,5 6,6 8,8 11,1 13,5 15,8 18,1 20,3

S =7,5 4,3 5,1 7,4 9,7 12,2 14,7 17,1 19,4 21,7

S =8,0 4,9 5,8 8,2 10,7 13,3 15,8 18,3 20,7 23,0

S =8,5 5,5 6,4 9,0 11,7 14,4 17,0 19,6 22,0 24,3

S =9,0 6,1 7,1 9,8 12,6 15,4 18,2 20,8 23,3 25,6

S =9,5 6,8 7,8 10,7 13,6 16,5 19,3 22,0 24,5 26,8

S =10,0 7,4 8,6 11,6 14,5 17,6 20,5 23,2 25,7 28,1

S =10,5 8,1 9,3 12,5 15,6 18,7 21,6 24,4 26,9 29,3

S =11,0 8,8 10,1 13,4 16,6 19,8 22,8 25,5 28,1 30,4

Pengaruh Burden dan Spasi Terhadap Prosentase Bongkah Dengan PC 7,5 m

0,05,010,015,020,025,030,035,0

7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0Spasi (m )

Prosentase Bon

gkah (%

)

B = 6,3 B = 6,5 B = 7 B = 7,5 B = 8B = 8,5 B = 9 B = 9,5 B = 10

Gambar 1.6Kurva pengaruh burden dan spasi terhadap prosentase

bongkah dengan PC 7,5 m

Dari analisis Kuzram diperoleh nilai kisaran atau

range burden, spasi dan powder factor untuk tiap powder charge

(PC) yang dapat ditabulasikan sebagai berikut :

Tabel 1.3Range burden, spasi dan powder factor pada powder charge 6,0

m – 7,5 m

Range burden(m)

Range spasi(m)

Range Pf(kg/m3)

PC 6,0m 6,3 - 6,5 7,0 - 7,5 0,27 - 0,30

PC 6,5m 6,0 - 7,0 7,0 - 8,0 0,26 - 0,33

PC 7,0 6,3 - 7,5 7,0 - 8,5 0,24 - 0,35

mPC 7,5

m 6,3 - 7,5 7,0 - 9,5 0,23 - 0,38