Post on 25-Jan-2023
TUGAS
RANGKUMAN DARI BUKU
ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
Karangan : Drs. Faisal Badroen,MBA,
Suhendra S.Ag.,MM,
M. Arief Mufraeni.Lc.,M.Si.
Ahmad D.Bashori,MA
ETIKA BISNIS ISLAM
BAB I Konsep Etika
Ketetapan itu ada sejak manusia pertama dimuka bumi ini yaitu ketetapan “boleh”
dan “tidak” yang dikisahkan dalam AL Qur’an, kedua manusia yang di perbolehkan oleh
Allah untuk menetap di surga dan akan tetapi jangan sekali kali mendekati pohon yaitu
pohon yang apabila mereka dilakukan maka akan tergolong ke dalam orang orang yang
zalim. (al-Baqarah :35):
Dan kami berfirman: "Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isterimu dalam syurga, dan makanlah
dari makanannya sepuas-puasnya apa sahaja kamu berdua sukai, dan janganlah kamu hampiri
pokok ini; (jika kamu menghampirinya) maka akan menjadilah kamu dari golongan orang-orang
yang zalim".
Kelanjutan Boleh dan Tidak ini dilanjutkan pada masa Nabi Ibrahim, Musa, Isa Dan
Muhammad SAW. Mereka di utus untuk mengsosialisasikan ketentuan Sang pencipta dan
mengarahkan manusia untuk hidup bahagia di dunia Tatanan itu digunakan ialah untuk
mencegah kerusakan ulah manusia yang cendrung egoistis dan liar. Maka Tata nilai ini lah
yang di sebut Etika
Ditengah zaman modern saat ini sudah banyak permasalahan yang di timbulkan
oleh ke liaran dan egoistis manusia yang merusak Tata nilai kehidupan seperti penyalah
gunaan minuman ber alcohol, karyawan yang mencuri, isu pengawasan kualitas, dan lain
sebagainya, ini lah yang di anggap persoalan besar yang sedang di hadapi.Semua persoalan
ini menjadi penyakit yang serius di tubuh perusahaan maka untuk itu perusahaan harus
mencari vaksin. Maka perusahaan mengambil tindakan untuk menerapkan aturan ataupun
yang di sebut sebagai etika atau kode etik dalam berbisnis.
Dunia usaha Barat sangat memperhatikan konsep kode etik dalam berbisnis dan
ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Dr. Husain Husain Shahata yaitu
Pertama” tumbuh suburnya immoralitas yang terjadi di Antara para eksekutif perusahaan
dan para pegawainya sehingga membuat perusahaan harus merugi dan gagal.
Kedua” studi lapangan yang dilakukan membuktikan bahwa perusahaan yang menerapkan
kode etik yang superior punya nama dan reputasi yang baik sehingga mendaptangkan
keuntungan. Islam yang kita kenal juga mengatur aspek aspek di atas dengan basis
moralitas. Islam menyatukan dilai nilai spiritual dengan material dalam kesatuan yang
seimbang dan menjadikan tujuan hidup manusia yang bahagia dunia dan akhirat. Tetapi
persoalan yang paling besar pada saat ini ialah dimana konsep materialistis yang menyeret
nilai spiritual di pinggirkan . hal ini terutama di kaum pembisnis yang pada giliran nya
berimbas negative pada lapisan yang lain. Paradikma yang terbangun dalam masyarakat
bahwa harta, tahata, menjadi tolak ukur “baik” atau “tidak”-nya seseorang.
(EBI) Etika Bisnis Islam menjadi alternative solusi keluar dari budaya korup dan
improfesionalisme tersebut. Bukan karena studi duania usaha barat yang mempromosikan
sebuah rangking perusahaan dengan kode etik kerja akan tetapi itu menjadi bagian dari
perwujudan dan profesionalitas yang menjadi keniscayaan ber-islamnya seseorang muslim
dan realitas adagium yang mengatakan : “a good business is a good ethic”
DEFINISI ETIKA
Asal muasal etika tidak terlepas dari asli kata ethos dalam Bahasa yunani yang berarti
kebiasaan (custom) atau karakter (character). Seperti pemaknaan kamus Webster berarti “
the distinguishing character, sentiment, moral, or guiding beliefs of person group, or
institution.(karakter istimewa, sentiment, tabiat,moral, atau keyakinan yang membimbing
seseorang kelompok atau institusi).
Ethics menjadi padanan dan etika. Definisi lain tentang etika sebagai philosophical inquiry
into the nature and grounds of morality. Dalam dalam makna yang lebih tegas yaitu kutipan
buku kuliah etika mendefinikan etika secara terminology yang artinya :bahwa etika
merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai ,baik,buruk,harus,benar salah dan
lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk
mengaplikasikanyan atas apa saja.
Istilah etika dalam Al-Qur’an yaitu al-khuluq, untuk mendeskripsikan konsep kebajikan .
DEFENISI MORAL
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang
beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan
(akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan
yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud
dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun
dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma
kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa
Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau
peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
DEFINISI NORMA
Norma menurut Drs. Achmad Charris Zubaik bahwa norma adalah nilai yang
menjadi milik mersama ,tertanam, dan disepakati semua pihak dalam masyarakat yang
berangkat dari nilai baik,cantik atau berguna yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan
kemudian menghadirkan ukuran atau norma. Artinya norma bermula dari penilaian
,nilai,dan norma.
Sebuah norma adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran, taitu sesuatu yang
bersifat pasti dan tidak berubah. Dengan adanya norma kita dapat memperbandingkan
sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya, serta kualitasnya kita ragukan. Norma
berguna untuk menilai baik-buruknya tindakan masyarakat sehari-hari. Sebuah norma bisa
bersifat objektif dan bisa pula bersifat subjektif. bila norma objektif adalah norma yang
dapat diterapkan diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif adalah
norma yang bersifat moral dan tidak dapat memberikan ukuran atau patokan yang
memadai.
Macam Norma :
Norma-norma Khusus
adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya
aturan olah raga, aturan pendidikan dan lain-lain
Norma-norma Umum
sebaliknya lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu boleh dikatakan
bersifat universal.
Norma Sopan santun
adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah dalam pergaulan
sehari-hari.
Norma Hukum
adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena
dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat.
Norma Moral
yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.
Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan
dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.
ETIKA CABANG FILSAFAT
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat.
Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut
kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas
dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui
sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas
sendiri. (Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama,
estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep
dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia
berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah
dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup
dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat. (rangkuman Maksufi Alwi
IAIN)
Macam-macam Aliran Etika Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas antara lain:
A. Teori Teleologi
Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud,
dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala
kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian
Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-
gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan,
sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam
arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi,
atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran
filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik
buruknya suatu tindakan dilakukan, Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana
yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan
akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan
berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya
menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan
tindakan yang benar menurut hukum. Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi
dengan “benar” dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan
hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik bagi diri sendiri.
Berdasarkan pembahasan etika teleologi ini, kemudian muncul aliran-aliran teleologi, yaitu
egoisme dan utilitarianisme.
a. Egoisme
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Perilaku yang dapat
diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan
dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya
sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan
pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia
cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi
diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Memaksimalkan
kepentingan kita terkait erat dengan akibat yang kita terima.
Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa yang
paling baik bagi kita sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai
kewajiban alami terhadap orang lain. Meski mementingkan diri sendiri, bukan berarti
egoisme etis menafikan tindakan menolong. Mereka yang egoisme etis tetap saja menolong
orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan orang lain. Atau
menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk menciptrakan keuntungan bagi diri
sendiri. Menolong di sini adalah tindakan berpengharapan, bukan tindakan yang ikhlas
tanpa berharap pamrih tertentu.
Contoh: R.Budi dan Michael Hartono, misalnya, memiliki kekayaan US$ 11 miliar dan
menempati perigkat pertama. Kekayaan ini diperoleh dari antara lain kelapa sawit dan
industri rokok (Djarum). Angka kekayaan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan total
kekayaan 40 orangterkaya sebanyak US$ 71 miliar. sesungguhnya sudah bisa melihat
karakter egoisme etis pada mereka. Yang mana? Jikalau mereka altruisme, bisa dipastikan
tak akan berbisnis rokok. Orang-orang altruisme akan berpikir rokok merupakan komoditas
yang “mematikan” banyak orang, maka harus dicegah utnuk memperbanyak alat pembunuh
itu. Sebaliknya, egoisme etis mengabaikan rokok yang disepadankan dengan alat
pembunuh. Egoisme etis harus meneguhkan hati, “Ini cuma bisnis, jadi harus diabaikan
dampak-dampak yang ditimbulkan. Salah sendiri orang lain mau membeli rokok sang
pembunuh ini”.
b. Utilitarianism
Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya. Berasal dari bahasa
latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang
tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan
perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari
prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
Contoh: Industri rokok “menolong” kemajuan olahraga dengan menggelontorkan dana
sebanyak-banyaknya, namun berpengharapan para penggila olahraga ini (pemain atau
penonton) menjadi perokok aktif maupun pasif. Jelas, menolong yang dilakukan adalah
berdasarkan keterpautan kepentingan diri sendiri.
B. Teori Deontologi
Teori Deontologi yaitu : berasal dari bahasa Yunani, “Deon“ berarti tugas
dan “logos” berarti pengetahhuan. Sehingga Etika Deontologi menekankan kewajiban
manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan
berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakanyang dilakukan, melainkan
berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa
tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat
dari tindkan itu. Contoh: jika seseorang diberi tugas dan melaksanakanny sesuai dengan
tugas maka itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
Teori ini menafikan konsep Teori Teleologikal karena golongan deontologist ini
ialah golongan yang tidak percaya dengan akibat. Teori ini menegaskan bahwa betul atau
salahnya sesuatu tindakan itu tidak berdasarkan atau ditentukan oleh akibat-akibat tindakan
tersebut. Mengikut teori ini, nilai moral suatu tindakan tidak boleh dinilai ke atas
kesudahannya iaitu hasil atau kebaikan yang akan didapati kerana kesudahan sesuatu
tindakan adalah tidak jelas dan tidak dapat ditentukan hasilnya semasa tindakan tersebut
dibuat tetapi bergantung pada niat seseorang itu yang membuat keputusan atau melakukan
tindakan.
Immanuel Kant, seorang ahli falsafah German (1724-1804) yang pernah mengajar
di University of Konigsberg di bahagian barat Rusia merupakan seorang ahli falsafah yang
sering dikaitkan dengan Teori Deontologikal ini. Hal ini kerana, beliau percaya bahawa apa
yang memberi nilai moral kepada sesuatu tindakan bukan akibatnya kerana akibat-akibat
tindakan kita tidak sentiasa berada di bawah kawalan kita tetapi motif atau niat tindakan
kita adalah di bawah kawalan kita. Oleh itu, kita harus bertanggungjawab secara moral atas
motif kita untuk membuat kebaikan atau keburukan.
Teori Deontologikal ini terbagi kepada dua aspek yaitu deontologikal tindakan
(eksistensialisme) dan deontologikal peraturan (prinsip kewajiban). Eksistensialisme
bermaksud kebebasan moral bertindak tanpa amanah, paksaan dan larangan iaitu
merangkumi aspek kebebasan; kebebasan jasmani, kebebasan kehendak dan kebebasan
moral. Eksistensialisme berasal daripada perkataan existent yang bermaksud wujud atau
ada. Deontologikal tindakan ini dipelopori oleh Jean Paul Satre yang menekankan
kebebasan iaitu manusia bebas memilih tindakannya. Individu bebas buat pilihan atau
keputusan moral dan tidak membenarkan pilihan atau keputusannya dipengaruhi orang
lain.
Eksistensialisme juga dikaitkan dengan pilihan moral (First Hand Choice) iaitu
membuat pilihan terus dari akal rasional berdasarkan kepada sesuatu keputusan moral yang
sentiasa berubah, tidak universal, bersifat subjektif, tidak mutlak, tidak kekal dan
individualistik. Contohnya, seseorang individu tidak dilahirkan terus untuk menjadi guru,
tetapi merupakan pilihan individu tersebut untuk menjadi guru atau pekerjaan lain. Begitu
juga dengan pelaksaan tindakan lain oleh seseorang yang dirasakan yakin dan betul untuk
dilaksanakan. Aspek ini mementingkan kebebasan individu untuk memilih tanpa
dipengaruhi oleh faktor lain tetapi masih dalam konteks rasional membuat pemilihan.
Prinsip kewajiban pula membawa maksud sesuatu tindakan dianggap bermoral jika
dilakukan dengan kerelaan hati atau tanggungjawab yang diakui. Arti kata lain, prinsip ini
menegaskan tanggungjawab dilaksanakan semata-mata karena amalan itu merupakan
kewajipan. Sebagi contoh, menunaikan janji yang telah dikotakan. Seorang ayah yang telah
berjanji akan memberi hadiah atau ganjaran kepada anaknya sekiranya berjaya di dalam
peperiksaan, perlu menunaikan janjinya. Jika tidak si anak akan hilang kepercayaan
terhadap ayahnya dan berputus asa untuk meneruskan kejayaannya kerana janji yang
dikotakan tidak dilaksanakan. Bagi mengambil sesuatu tindakan bermoral, kita perlu
mempraktikkan formula berikut:
Kebebasan + Keadilan + Kebijaksanaan + Pilihan (rujukan Maxim) = Tindakan Bermoral.
Tekad baik dapat diterangkan lebih jelas dengan tindakan manusia dalam
melakukan tugas dan tanggungjawabnya semata-mata kerana desakan nilai dalaman yang
dipanggil ‘good will’ atau tekad baik dan bukan disebabkan oleh motif-motif lain seperti
ganjaran, hukuman atau tekanan. Jika seseorang melakukan tugas dan tanggungjawabnya
disebabkan keseronokan, simpati atau kasihan tetapi bukan disebabkan ‘good will’, maka
tindakannya dikatakan tidak mempunyai nilai moral walaupun mendapat sanjungan dan
pujian.
Prinsip kewajiban terbagi kepada dua kategori iaitu categorikal imperative (perintah
mutlak) dan practical imperative. Categorical imperative atau perintah mutlak
menerangkan perintah yang wujud tanpa sebarang pengecualian atau syarat-syarat.
Terdapat tiga prinsip utama dalam perintah mutlak ini iaitu prinsip tersebut mestilah
diterima secara umum, dapat menghormati manusia dan pihak yang bertanggungjawab
sanggup diperlakukan sedemikian sekiranya dia berada dalam kedudukan
teraniaya. Practical imperative (Praktikal Imperatif) menyatakan bahawa kemanusiaan
hendaklah sentiasa menjadi matlamat dan bukan alat perlakuan individu. Malah,
kemanusiaan adalah suatu nilai intrinsik manusia.
Contoh yang berkaitan dengan kehidupan seharian yang boleh dikaitkan
dengan categorical imperative atau perintah mutlak ialah situasi semasa peperiksaan.
Ramai yang mengetahui meniru atau menipu di dalam peperiksaan merupakan satu
tindakan yang salah, namun atas sifat mementingkan diri dan ingin mencapai kejayaan
dengan mudah masih ramai yang berani meniru atau menipu di dalam peperiksaan.
Perlakuan ini akan sentiasa dihina kerana ia merupakan satu perbuatan yang tidak adil bagi
individu yang jujur dan berusaha untuk mencapai kejayaan.
Hasil daripada pembacaan dan pemahaman saya berkaitan Teori Deontologikal ini,
dapat saya ulaskan bahwa setiap tindakan yang dilakukan diletakkan atas niat, tujuan dan
motif, bukan pada apa yang dilakukannya atau kesan dan akibat hasil daripada tindakannya.
Setiap tindakan yang diambil akan mempunyai nilai moral yang baik jika dilakukan atas
kerelaan hati dan motif tindakannya ialah satu tanggungjawab kepada masyarakat bukan
kerana paksaan atau desakan. Sekiranya disebabkan desakan atau paksaan, tindakan
tersebut mempunyai nilai moral yang buruk. Selain itu, setiap tindakan yang dianggap betul
dari segi moral tidak dianggap memadai jika dilakukan semata-mata untuk kepentingan
diri. Contohnya seperti menderma, menderma merupakan satu tindakan yang baik dan
setiap individu digalakkan untuk menderma. Menderma juga dikatakan salah satu tindakan
yang bermoral dan mempunyai nilai yang baik jika dilakukan dengan penuh keikhlasan
serta kerelaan hati penderma. Namun, menderma masih menjadi tindakan bermoral tetapi
mempunyai nilai yang buruk jika berlaku desakan yang memaksa penderma untuk
menderma.
3. Teori Hybrid
Teori Hybrid merupakan kombinasi atau suatu yang berlainan dari teori teleologi dan
deontologi. Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi:
1) Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, di mana perbuatan etikal diukur bukan dengan
keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi
semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini
percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
2) Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan
individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan,
bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang
dianggap penting oleh pengambil keputusan yang dalam hal ini adalah yang bersangkutan.
3) Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar
perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua
benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai
karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
4) Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari
situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk
menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.
5) Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan
pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang
tidak dapat ditawar.
kutipan :
PERSAINGAN BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Penulis : Ratnawati
Suatu perusahaan didirikan dengan tujuan aktivitas bisnis yang jelas, harus juga mampu
menyiapkan diri menghadapi persaingan yang akan terjadi di masa mendatang.Di era
globalisasi seperti sekarang, banyak pedagangan bebas dan terbuka diikuti dengan
kecanggihan teknologi dan kecepatan informasi, membuat banyaknya bisnis baru yang
salingbersaing untuk mendapatkan keuntungan besar.
Menurut pendapat Muhammad Asep Zaelani, salah seorang pekerja sosial dan juga
mantan santri Pesantren Daarut Tauhid, “Persaingan dalam bisnis bukan menjadi persoalan
yang tabu, tapi justru persaingan dijadikan sebagai sarana untuk bisa berprestasi secara fair
dan sehat (fastabikul al-khayrat). Jika Allah tidak menghendaki adanya persaingan, maka
tentu Allah tidak akan menciptakan kita dalam beragam etnis dan budaya yang berbeda.
Adanya persaingan justru harus bisa memacu umat Islam untuk menjadi umat yang terbaik
(khairu ummat). Jadikanlah sebagai partner untuk memicu kita agar menjadi manusia-
manusia yang kreatif dan terus berinovasi untuk menghasilkan produk-produk baru.” Bagi
seorang muslim, bisnis yang dilakukan adalah dalam rangka memperoleh dan
mengembangkan kepemilikan harta. Seorang muslim akan memandang berbisnis sebagai
pelaksanaan perintah Allah untuk bertebaran di muka bumi dalam mencari karunia-Nya.
Baginya, yang disebut persaingan adalah berebut menjadi yang terbaik. Terbaik di hadapan
Allah yang dicapai dengan cara bekerja keras dan penuh tawakal. Sebagaimana firman
Allah SWT : ”Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran,
dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (QS. 13:
11). Persaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau
melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Persaingan yang tajam merupakan akibat dari
sejumlah faktor-faktor struktural yang saling berinteraksi (Michael E Porter, alih bahasa
Agus Maulana, Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing, Erlangga,
Jakarta, 1980).
Dengan banyaknya pesaing yang bermunculan dalam dunia bisnis, membuat setiap
perusahaan mengatur strategi yang tepat guna memenangkan persaingan. Mulai dengan
meningkatkan kualitas produk, memperbaiki mutu layanan dan sebagainya.
Namun tidak jarang juga, strategi yang digunakan menyebabkan kerugian bagi pesaing atau
pun para pelanggannya dengan berbuat curang atau tidak adil. Hal tersebut tentu
bertentangan dengan ajaran Islam yang menyerukan kepada umatnya untuk selalu berbuat
adil dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya : “...Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. 5: . Islam
mengkombinasikan nilai-nilai spiritual dan material dalam kesatuan yang seimbang dengan
tujuan menjadikan manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi, kemudian konsep
materialistik yang berkembang di zaman modern seperti sekarang ini sehingga menyeret
manusia pada keadaan di mana nilai-nilai spiritual terpinggirkan. Hal ini terutama terjadi di
kalangan pebisnis, yang mengharapkan keuntungan material sebanyak mungkin (Drs.
Faisal Badroen, MBA, Suhendra, S.Ag.,MM, Arief Mufraini, Lc, M.Si, Ahmad D. Bashori,
MA, Etika Bisnis Dalam Islam, UIN Jakarta Pers, Jakarta, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Rangkuman dari buku Etika Bisnis Islam (Drs.faisal badroel.MBA) (Suhendra, S.Ag.,MM
http://r4hm190.wordpress.com/2011/10/11/pengertian-contoh-dari-etika-teleologi-deontologi-teori-hak-teori-
keutamaan/, Oktober 11, 2011, 9:56 am.
http://bembyagus.blogspot.com/2012/04/teori-teori-etika-bisnis-etika.html, Minggu, 08 April 2012
http://taufananggriawan.wordpress.com/2011/10/10/a-etika-teleologi-b-deontologi-c-teori-hak-d-teori-
keutamaan-virtue/
http://taufananggriawan.wordpress.com/2011/10/10/a-etika-teleologi-b-deontologi-c-teori-hak-d-teori-
keutamaan-virtue/[5] http://bembyagus.blogspot.com/2012/04/teori-teori-etika-bisnis-etika.html, Minggu, 08
April 2012
http://notakuliahpismp.blogspot.com/4/4/2013/19.00
http://yinwlungz.blogspot.com/2011/06/business-ethics.html
http://jumadibismillahsukses.blogspot.com