Post on 21-Feb-2023
Equity and Related Concepts
Disusun oleh:
Anasthasia Pramitha (1420109050)
Anna Jayanti (1420108868)
Sawitri Rahmadhani (1420109229)
Ririt Ambarsari (1420108871)
Farida Marja (1420108874)
Mella (1210107721)
Pengertian Ekuitas
Ekuitas tidak dapat didefinisikan secara independen terhadap aset
dan kewajiban. Dalam kerangka dasar Standar Akuntasi Keuangan
(2002), misalnya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisikan
ekuitas sebagai berikut (pasal 49):
Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah
dikurangi semua kewajiaban.
Definisi diatas tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan
oleh FASB dalam SFAC No. 6 sebagai berikut:
Equity or net asset is the residual interest in the assets of an
entity that remains after deducting its liabilities.
berbagai sumber yang lain mendefinisikan ekuitas yang tidaktidak
berbeda dengan defini diatas. Ekuitas didefinisikan sebagai hak
residual untuk menunjukan bahwa ekuitas buakn kewajiban. Ini
berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang.
Karena didefinisi atas dasar aset dan kewajiban, nilai ekuitas
juga bergantung pada bagaimana aset dan kewajiban diukur.
Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan
kewajiban atas dasar kriteria berikut (hlom. 421-423):
Atas dasar konsep kesatua usaha, kreditor dan pemegang saham
sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang
ditanamkan dalam perusahaan. akan tetapi terdapat, terdapat dua
karakteristik yang melekat pada hak kreditor yaitu:
jadi, klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan
padatanggal tertentu sementara klaim pemegang sahalm merupakan
jumlah residual dan tidak harus diselesaikan atau dilunasipada
tanggal tertentu.
Hak kreditor atau pemilik (pemegang saham) juga berbeda dalam hal
penggunaan aset. Kreditor pada umumya tidak mempunyai akses dan
kendali dalam penggunaan aset perusahaan. Mereka juga tidak
mempunyai hak dalam pengambilkan keputusan operasi perusahaan
secara langsung. Di lain pihak, pemilik (khusus dalam perusahaan
peseorangan) mempunyai akses, hak,dan autoritas untuk menjalankan
perusahaan dan menggunakan atau mengendalikan aset.
perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban. substansi ekonomik
perjanjian antara kreditor dengan perusahaan berbedadengan antara
pemegang saham dan perusahaan dalam hal resiko terhadap rugi.
Karena kreditor diprioritaskan, resiko mereka lebih kecil dari
pemegang saham. Pemegang saham menanggung segala resiko yang
berkaitan dengan operasi perusahaan. Oleh karena itu, hak
kreditor sebenarnya berbeda dengan hak pemegang saham, kreditor
berhak atas pelunasan sedangkan pemegang saham berhak atas
pembagian laba (residual). jadi secara substansi ekonomik,
kreditor menanggung resiko lebih kecil dan dengan demikian
mendapat imbalan tetap berupa bunga dan pokok pinjaman sedangkan
pemegang saham menanggung resiko lebih besar sehingga berhak atas
kembalian (rate of return) yang berfariasi melalui pembagian laba
(participation in profits).
Komponen Ekuitas Pemegang Saham
Dari segi riwayat dan sumbernya, ekutas pemegang saham dibagi
menjadi dua komponen penting, yaitu:
Lain-lain
Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat
dimasukan dalam komponen modal setoran lainnya atau laba ditahan
tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos ekuiatas pemegang
saham.
Tujuan Penyajian Ekuitas
Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat
dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada
pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan
informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi
kepada yang berkepintingan tentang efisiensi dan kepengurusan
manajemen. Tujuan lain adalah menyediakan informasi tentang
riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas
lainnya. Informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap
para pemegang saham dan [pihak lainnya juga merupakan tujuan
penyajian ekuitas pemegang saham ini. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, inrformasi yang harus disampaikan tentang ekuitas
pemegang saham tersebut minimal adalah:
Perbedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Ditinjau dari sumbernya, ada beberapa komponen yang membentuk
ekuitas pemegang saham yaitu:
Laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi laba
yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba-rugi. Begitu saldo laba
ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah
lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah. Seperti juga
modal setoran, laba ditahan menunjukan sejumlah hak atas seluruh
jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan
demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas aset,
laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran.
Perbedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat
penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan
indikator daya melaba sehingga laba ditahan harus selalu
dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlah akhirnya ditotal
untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga
penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana besar
yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi
pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi
rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian
dividen.
Modal Yuridis
Pengertian
Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan
bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam
rangka perlindungan terhadap pihak lain.Bentuk ketentuan hukum
ini adalah bahwa saham harus empunyai nilai nominal atau nilai
minimun yang dinyatakan untuk menunjukan hak yuridis. Modal
yuridis adalah jumlah rupiah "minimal" yang harus disetor oleh
investor sehingga membentuk modal yuridis.
Tujuan penyajian modal yuridi ini adalah untuk memberi informasi
kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan
investasinya. Akuntansi menggap pengungkapan modal yuridis
tersebut tidak penting karena akuntansi lebih menekankan pada
jumlah rupiah yang benar-benar disetor oleh pemegang saham
sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pemegang
saham.
Besarnya Modal Yuridis
Dalam hal saham bernilai nominal , modal yuridis dapat sama
dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham. Modal saham
menunjukan jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar
dengan nilai nominal persaham. Jumlah ini merupakan jumlah
rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun
dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor atau
dibayar melebihi modal yiridis tersebut.
Modal saham ini juga merupakan batastanggung jawab pemegang saham
dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham.
artinya, dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat
menuntun pembagian kekayaan atas dasar modal yang disetor
(kecuali adanya sisa untuk itu). Sebaliknya, dalam hal hasil
penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh hutang
perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang
lebih dari modal saham atau modal yang telah disetor kecuali
pemegang saham sebagai direksi.
Modal Setoran Lain
Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektip saham
sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham
sebenarnya tidak bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai
nominal saham lebih merupakan alat untuk pemerataan distribusi
pemilikan daripada untuk menunjukan nilai salaham itu sendiri.
Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanppa
nilai nominal. Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai
nominal yaitu:
Pasal 42 undang-undang no 1 tahun 1995 menetapkan bahwa
saham tanpa nilai nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini
sebenarnya dimaksudkan untuk menentukan modal yuridis. Nilai
niminal merupakan jumlah rupiah minimal yang harus disetor
investor sehingga membentuk modal yuridis. Jika modal saham
terjual dengan harga diatas nominal, dapatkah selisihnya
diperlakukan sebagai laba ditahan karen modal yuridis telah
terpenuhi?
Dalam hal ini, Patton danLittleton (1970) menegaskan bahwa
perseroan merupakan kesatun usaha maupun kesatuan hukum. Sifat
ganda ini menjadikan akuntasni mempunyai fungsi ganda pula yaitu
menyajikan data ekonomik sekaligus mencerminkan aspek yuridis
yang sebenarnya. Fungsi ganda ini menimbulkan masalah pelaporan
ekuitas pemegang saham karena konsep kesatuan usaha dan konsep
hukum sangat berbeda. Dari segi hukum ada tendesi untuk memandang
ekuitas pemegang saham sebagai jumlah rupiah tertentu yang
menjadi batas penarikan kembali dana yang ditanamkan oleh
pemegang saham tanpa memperhatikan setoran yang sesungguhnya.
Dari segi akuntansi, yang menganut substansi dari pada bentuk,
memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh jumlah yang
secara ekonomik tertanam diperusahaan termasuk laba ditahan.
Perubahan Modal Setoran
Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah
untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi
operasi dan perubahan akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan
modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah
memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal sebagai laba
sehingga timbul kesan adanya jumlah yang trsedia untuk pembagian
dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan
berbagai masalah teoretisnya adalah:
1. Pemesanan saham
2. obligasi terkonversi atau brhak tukar
3. saham istimewa terkonversi atau brhak tukar
4. dividen saham
5. hak beli saham, opsi, dan warna
6. saham treasuri
Pemesanan Saham
Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham harus
memesan lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai
dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Yang menjadi masalah
adalah apakan jumlah rupiah saham pesanan tersebut dapat diakui
sebagai modal setoran?
Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti
kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat
diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut
dipenuhu:
Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan
karakteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan
saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam hal periode
konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut diambil (exercised),
yang terjadi adalab perubahan status kewajiban menjadi modal
setoran. Masalah teoritisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang
dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan
kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan. Dalam
hal ini, ada 2 nilai yang dapat diguakan sebagai basis
kapitalisasi, yaitu:
Dasar pertama mereklasifikasi nilai buku menjadi modal saham
dan premium atau disebut modal saham tergantung kasusnya. Dengan
demikian, tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat
transaksi pertukaran tersebut. Esensi transaksi tersebut hanyalah
mengubah status jumlah rupiah utang menjadi utang pemegang saham.
Pendekatan didasari konsep kesatuan usaha karena kreditor dan
pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama sebagai investor
dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran
tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik sehingga tidak dapat
menimbulkan untung atau rugi. Alasan yang lain adalah bahwa pada
saat obligasi diterbitkan semua penerimaan kas diperlukan sebagai
utang. Artinya, tidak dipisahkan jumlah rupiah yang melekat pada
obligasi sebagai obligasi biasa dan pada hak tukar. Hak tukar
dianggap melekat pada obligasi sehingga tidak dapat diukur secara
pasti nilainya.karena hak tukar tidak dapat di ukur dengan pasti,
nilai buku obligasi murni juga jika harga pasar obligasi dapat
ditentukan. Jadi, kepraktisan dan objektifitas pengukuran tidak
menghendaki pengakuan untung dan rugi.
Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal
setoran dapat menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi.
Dengan pendapatan pertama, nilai nominal saham prioritas plus
porsi premium atau diskun ditransfer kemodal pemegang saham dan
premium atau diskun modal pemegang saham biasa. Tidak ada untung
atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut ini berarti
bahwa jumlah rupiah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan
saham prioritas dianggap sebagai modal setoran mula-mula untuk
saham biasa. Perlu dicatat bahwa jumlah rupiah ini buka merupakan
nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi saham
prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi
premiun atau diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium
tidak ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi
saham biasa maka akan terjadi kejanggalan karena akan dapat
premium saham prioritas padahal tidak ada saham prioritas yang
beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan status atau
hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai
penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat
saham prioritas atau istimewa.
Dividen saham merupakan distribusi dividen dalam bentuk
saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbiotkan. Bila
distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba
ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham. Pemecahan
saham adalah penurunan nominal (atau nilai nyata) persaham dengan
cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih
saham baru yang nilai nominal per sahamnya merupakan pecahan dari
nilai nominal saham semula. Bila perusahaan mendistribusi dividen
saham 20% tanpa disertai kapitalisasi, perusahaan sebenarnya
telah menurunkan nilai nominal per saham menjadi 100/120 dari
nilai nominal semula.
Bagi pemegang saham, dividen saham buak merupakan pendapatan
atau laba. Berbagai teori atau argumen diajukan
untuk menjelaskan mengapa dividen saham bukan merupakan laba
bagi penerimanya. Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen
saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan
aset perusahaan atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda
dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima
karena ada transfer kemakmuran ke pemegang saham.
Bila dividen saham dipandang sebagai pendapatan in natura
karena menaikan nilai investasi, pendapatan tersebut belum
terealisasi bila belum dijual oleh penerimanya. Investasi naik
karena dividen saham dapat di jual atau kalau tidak dijual
penerima berhak menerima dividen tunai dimana yang akan datang
atas saham tersebut.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan
merupakan laba bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba
perseroan juga merupakan laba [pemilik. oleh karena itu dividen
kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik dari
sesuatu yang memang sudah menjadi haknya sehingga tidak ada
tambahan kemakmuran. Dividen saham juga bukan merupakan laba
tetapi sekedar teklasifikasi ekuitas. karena sudut pandang
akuntansi adalah kesatuan usaha, apakan dividen saham pendapatan
bagi pemegang saham sebenarnya bukan masalah yang relevan. Yang
relevan bagi perusahaan adalah apakah dividen saham dipansang
sebagai reklasifikasi ekuitas dan bila demikin bagaimana
kapitalisasi diukur. Kapitalisasi dapat didasarkan atas:
Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah
untuk menunjukan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi
dividen saham harus hanya sebesar nilai nominal atau nyataannya:
jumlah ini sebesarnya merupakan jumlah minimal yang harus
dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan yuridis. Alasan pendukung
kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah bahwa divisen
saham bukan merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar
harga pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut merupaka
pendapatan yang direinvestasi kedalam perusaahn. Alasan lain yang
dianggap cukup kuat adalah bahwa harga pasar menggambarkan harga
seluruh ekuitas pemegang saham (modal setoran dan laba ditahan).
Jadi sangat tridak logis mentransfer jumlah yang merefleksi
elemen modal setoran dan laba ditaha ke modal setoran itu sendir.
Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai
divide keduanya dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh
karena itu, dividen saham dapat di pandang sebagai pengganti
dividen kas karena dividen daham mempunyai nilai. Paling tidak,
pemegang saham dapat menjual saham tersebut kalau dividen kas
yang diharapkan dan investasi semula tidak berubah. Nilai
tersebut diukur atas dasar harga saham. dengan demikian harga
pasar merupakan dasar yang tepat untuk menentukan kapitalisasi
berbagai dasar pikiran mendukung hal ini.
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham
lama untuk membeli sejumlah saham (proposional dengan pemilikan).
Hak ini biasanya dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan
pemegang saham lama. Pada umumnya, hak beli saham umurnya tidak
lama dan beli harga saham dengan hak beli tersebut biasanya lebih
rendah dari harga pasar saham bersangkutan. Oleh karena itu, hak
beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul
pendapat bahwa hak beli saham tersebut dikapitalisasi. Harga
pasar hak beli saham ini adalah sebesar selisih harga pasar saham
sengan harga yang harus dibayar pemegang saham yang mempunyai hak
beli saham. Perlukah jumlah rupiah selisih ini dikapitalisasi?
Bila dividen saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham
juga dapat dikapitalisasi karena hak beli saham dapat dianggap
sebagai dividen saham dengan nilai sebesar harga pasar hak beli
saham. jumlah ini dikapitalisasi ke modal setoran lain. Argumen
dibantah dengan alasan bahwa kapitalisasi hak belisaham menjadi
modal setoran adalah tidak logis karena tidak ada sumber ekonomi
yang disetorkan oleh pemegang saham dan tidak ada saham baru yang
diterbitkan. Lain halnya dengan kupon beli saham atau waran yang
di bahas sesudah opsi saham berikut.
Secara umum opsi diartikan sebagai klaim untuk membeli atau
menjual saham tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor
untuk dijual kepada investor lain. Dalam arti khusus, opsi saham
adalah semacam kontrak yang membeli hak kepada karyawan
perusahaan (termasuk manager atau pemimpin) untuk membeli saham
perusahaan dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang tertentu
pula. pada umumnya harga pengambilan dibawah harga pasar saham
yang bersangkutan atau harga yang ditawarkan kepada pihak lain.
Kebijakan semacam ini sering disebut dengan program opsi saham
karyawan. Opsi saham ini biasanya digunakan sebagai sarana untuk
meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan
mereka pemilik perusahaan dan utnuk menambah penghasilan karyawan
(sebagai konvensasi tambahan). Banyaknya saham yang dapat dibeli
dan harga opsi dapat ditentukan pasa saat hak opsi diberikan atau
bergantung pada beberapa kejadian dimasa mendatang seperti
pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham.
Dalam hal opsi saham karyawan, ada kalanya harga pengambilan
begitu rendah di banding harga pasar sehingga selisihnya dapat
dipandang sebagai kompensasi atau imbalan jasa karyawan. Dengan
demikian, masalah akuntansi yang berkaitan dengan opsi sahal
karyawan adalah:
Opsi saham dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
Ada kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk tujuan
meningkatkan kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status
karyawansebagai pemilik perusahaan dan untuk membantu perusahaan
menambah dana. APB Opinion No.25 pasal 7 menentukan bahwa opsi
saham dapat dikategorikan sebagai nonimbalan jika:
jika program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi
saham nonimbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi
saham imbalan.
Perusahaan dapat juga menjual hak beli saham kepada
nonpemegang saham dengan cara menjual kupon pembelian saham atau
waran. Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisikan waran sebagai
berikut:
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan
yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari
perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu (pasal
30). perbedaan waran dengan hak beli saham dan opsi saham dalam
beberapa aspek, yaitu:
PSAK No.41 telah menetapkan perlakuan akuntansi untuk
berbagai jenis waran sebagai berikut:
Jumlah rupiah hasil p[enerbitan sekuritas (utang atau ekuitas
yang disertai waran lepas dialokasi ke sekuritas dan waran atas
dasar nilai wajar masing-masing komponen pada saat penerbitannya.
jumlah rupiah yang melekat pada sekuritas dilaporkan sebagai
kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 15).
apabila waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran
dikapitalisasi ke modal saham dan agio saham (bila ada) apa bila
waran tidak diambil sampai masa opsi berakhir, jumlah rupiah
tecatat warantetap diperlakukan sebagai modal setoran lain (pasal
16).
seluruh jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang/ekuitas)
yang disertai waran lekat diakui seluruhnya sebagai kewajiban
atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 17).
penerbitan waran bebas diperlakukan sebagai modal setoran lain
sebesar jumlah rupiah hasil penerbitan tersebut. bila waran bebas
diterbitkan secara cuma-cuma, tidak diperlukan penaksiran nilai
waran untuk diakui sebagai modal setoran lain (pasal 18-19).
Berbagai sumber perubahan modal setoran yang dibahas diatas
bersifat menaikan atau menambah modal setoran. Pada umumya lebih
banyak faktor yang bersifat menaikan modal setoran dari pada yang
menurunkan modal setoran. Alasannya adalah bahwa begitu modal
disetor dan tertanam dalam perusahaan, modal tersebuat akan
menjadi investasi permanen dalam perusahaan. kalau pemegang saham
ingin melepaskan investasinya, pemegang saham akan menjualnya ke
pasar saham sehingga apa yang dilakukan pemegang saham tidak
mempengaruhi operasi atau posisi keuangan perusahaan.
paton dan littleton (1970) menegaskan bahwa ditinjau dari segi
penilaian pasar terhadap perusahaan, tidak ada alasan untuk
menggap bahwa baik perseroan mewakili (mereka yang masih memegang
saham) maupun pemegang saham yang mengembalikan haknya (yang
menyerahkan sahamnya) memperoleh laba efektif, atau menderita
rugi efektif dalam transaksi modal tersebut jika harga yang
dibayarkan untuk tiap saham yang ditarik kembali lebih rendah
dari pada kos saham pada saat penarikan kembali tersebut, maka
dapat dianggap bahwa penilaian pasar terhadap perusahaan secara
keseluruhan (atas dasar nilai likuidasi pada saat itu) adalah
lebih rendah dari pada jumlah rupiah yang tercatat untuk aset
seperti kas, piutang dan kos aset lainnya demikian pula kalau
harga yang dibayarkan untuk saham yang ditarik kembali l;ebih
tinggi dari pada nilai bukunya ini berarti bahwa penilaian pasar
pada saat itu memp[erhitungkan adanya apresiasi aset yang
tercatat maupun aset tak berwujud lainnya yang tidak tercatat.
Hal ini bukan berarti bahwa akuntansi perseroan yang mendasarkan
diri pada kos histories adalah keliru atau tidak sesuai dengan
kenyataan. Yang perlu ditekankan adalah bahwa penilaian pasar
tidak menjadi alasan kuat untuk merevisi ekuitas modal pemegang
saham tanpa adanya transaksi modal.
Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah
penarikan kembali saham untuk sementara menjadi saham treasuri.
Beberapa alasan perusahaan melakukan penarikan kembali saham
sebagai sahan treasuri adalah:
Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri
adalah:
1. Penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap
sebagai pengurangan modal setoran dan laba ditahan
2. Pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis
bila saham treasuri dijual kembali.
Mengenai hal ini, ada dua pendekatan atau konsep yang dapat
diterapkan, yaitu:
Konsep ini disebut juga dengan metoda kos karena jumlah rupiah
total yang dibayarkan dianggap seakan-akan merupakan kos
pembelian saham tresuri. Disebut satu transaksi karena pembelian
saham treasuri dan penjualannya kembali dianggap sebagai satu
transaksi. Artinya pembelian dan penjualan dianggap sebagai
kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan
transaksi saham treasuri tersebut.
jika saham treasuri dijual kembali dengan harga diatas kos
maka jelaslah bahwa selisihnya akan menambah agio saham atau
penguraian disagio saham. Dengan kata lain, selisihnya dibedakan
ke modal setoran lain. Dengan cara ini, modal saham (yuridis)
akan tetap terpelihara seperti semula.
Namun, bila saham treasuri dijual kembali dengan harga dibawah
kos, bagaimanakah kedudukan selisihnya? sebagai contoh seksi
ekuitas modal pemegang saham dalam neraca suatu perusahaan pada 1
januari 2005 menunjukan modal saham Rp1.000.000 dan agio saham
Rp200.000. Dalam tahun 2005 perusahaan memperoleh kembali 25%
sahamnya sebagai saham treasuri dengan harga Rp400.000 dan
kemudian saham tersebut diterbitkan kembali dengan harga
Rp340.000. Bagaimana perlakuan terhadap selisih "rugi" Rp60.000?
Apakan sebagai likuidasi setoran atau pembagian dividen
(dibebankan ke laba ditahan)? Hendriksen dan Van Breda (1992,
hlm.820-821) membahas tiga alternatif berikut ini.
Alternatif pertama adalah memperlakukan seluruh selisih
(Rp60.000) sebagai pengembalian modal setoran dan karenanya harus
didebit ke premium atau diskun saham yang sekelas. Hanya dalam
premium atau diskon saham yang sekelas sudah habis maka selisih
tersebut dapat dibebankan ke laba ditahan. Dasar pikiran yang
mendukung perlakuan ini adalah bahwa substansi lebih penting dari
pada bentuk (konsep dasar substance over form). Substansi
transaksi saham treasuri adalah transfer antara pemegang saham
yang satu ke yang lain dengan perusahaan sebagai agen dan cacah
saham yang satu ke yang lain dan beredar tidak berubah. Secara
teoritis, distribusi modal setoran ke pemegang saham yang tidak
mengubah cacah saham yang beredar tidak selayaknya mempengaruhi
laba ditahan.
Alternatif kedua dilandasi oleh tujuan mempertahankan modal
saham atau modal yuridis. Jumlah rupiah selisih dipecah secara
proporsional atas dasar modal saham dan agio saham sebelum
penarikan saham treasuri. Kemudian, jumlah yang berkaitan dengan
agio saham dibebankan dengan agio saham tetapi yang berkaitan
dengan modal saham dibebankan ke laba ditahan. Dengan demikian,
modal saham (modal yuridis tetap tuh. Landasan utama perlakuan
ini adalah peraturan hukum yang mengharuskan modal saham
dipertahankan keutuhannya dengan contoh angka diatas, pemecah
selisih dilakukan sebagai berikut:
Komponen Jumlah Pemecah selisih (untuk 25%) Perlakuan:
modal
setoran
rupiah Dibebankan
keModal
saham
Agio
saham
Rp1.000.
000
Rp200.00
0
Rp250.000/
Rp300.000XRp60.000=Rp50.000
Rp50.000/
Rp300.000XRp60.000=Rp10.000
Laba
ditahan
Alternative ketiga membebankan seluruh selisih ke bala
ditahan. Alasan perlakuan ini semata-mata kepraktisan dan
konservatisma. Alas an teoritisnya adalah jika pembelian dan
penjualan dianggap sebagai satu transaksi maka esensi selisih
tersebut adalah distribusi asset (semacam dividen) kepada
beberapa pemegang saham secara selektif. Setiap distribusi asset
kepada pemegang saham tanpa mengurangi cacah saham yang beredar
harus diperlakukan sebagai sebagai distribusi laba ditahan(kalau
laba ditahan masih tersedia). Modal setoran harus tetap
dipertahankan keutuhannya. Alas an lain adalah laba ditahan
harus dipandang sebagai penyangga umum bila tujuan tertentu
harus dicapai.
Konsep ini disebut dengan pendekatan nilai nominal karena harga
penarikan atau penjualan kembali ditandingkan dengan nilai
nominal. Selisihnya, baik dalam penarikan atau penjualan,
dikompensasi ke modal setoran lain seluruhnya atau sebatas porsi
modal setoran lain mula-mula dan selisihnya dikompensasi kelaba
ditahan. Dengan contoh angka sebelumnya penarikan dan penjumlahan
akan dicatat sebagai berikut:
Pada saat penarikan:
Modal
saham
250.000
Agio
saham
150.000
Kas
400.000
Pada saat penjualan:
Kas
340.000
Modal
saham
250.000
Agio
saham
90.000
Hasil akhir cara diatas akan sama dengan alternative pertama
dalam pendekata satu transksi. Dapat juga transaksi diatas
dicatat sebaai berikut:
Pada saat penarikan:
Modal
saham
250.000
Agio saham (Rp50.000 mula-mula + Rp10.000) 60.000
Laba
ditahan
90.000
Kas
400.000
Pada saat penjualan:
Kas
340.000
Modal
saham
250.000
Agio saham (jumlah
semula) 50.000
Laba
ditahan
40.000
Hasil akhir cara ini juga sama dengan alternative kedua dalam
pendekatan satu transaksi. Dapat juga dicatat sebagai berikut:
Pada saat penarikan:
Modal
saham
250.000
Agio
saham
50.000
Laba
ditahan
100.000
Kas
400.000
Pada saat penjualan:
Kas
340.000
Modal
saham
250.000
Agio
saham
50.000
Laba
ditahan
40.000
Cara diatas bertujuan mempertahankan keutuhan ekuitas pemegang
saham.laba ditahan kan berkurang sebesar Rp60.000 dan jumlah ini
sama dengan selisih antara kos pemerolehan (Rp400.000) dan harga
jual saham (Rp340.000) . dengan demikian hasil akhir akan sama
dengan alternative ketiga dalam konsep satu transaksi.
Perubahan Laba Ditahan
Jika pemisahan antara transaksi modal dan transaksi operasi harus
tetap dipertahankan, Hanya terdapat dua faktor utama yang
mempengaruhi besarnya laba ditahan yaitu laba atau rugi periodic
dan pembagian dividen. Laba yang dipindahkan dari laba akun laba
– rugi (income summary) adalah laba yang pindahkan dari akun
selisih seluruh elemen transaksi operasi dalam arti luas disebut
laba komprehensif. Transaksi lain yang dapat mempengaruhi laba
yang ditahan adalah transaksi yang tergolong dalam transaksi
modal seperti yang diuraikan di atas . pengaruh beberapa
transaksi diatas langsung dimasukan dalam laba di tahan dan tidak
melalui statemen laba – rugi perioda terjadi transaksi tersebut
karena transaksi tersebut merupakan transaksi modal.
Sebagai ketentuan umm,selain karena pos – pos transaksi modal dia
atas laba di tahan dalam suatu perioda hanya berubah karena laba
atau rugi operai (dalam arti luas)dan pembagian dividen.namun
demikian , terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabakan
laba di tahan dalam suatu perioda berubah selain karena transaksi
modal tapi karena transaksi khusus yaitu :
Masalah teoritis dalam setiap pembahasan hal – hal diatas ,enjadi
penting bila dihubungkan dengan pelaporan hal- hal tersebut dalam
statemen laba – rugi . inilah yang masih menjadi maslah
perekayasaaan penyajian statemen laba – rugi dan laba di
tahan.artinya,apakah pos - pos yang berkaitan dengan hal di atas
langsung di sesuaikan ke laba di tahan atau dilaporkan dahulu
dalam statemen laba rugi perioda terjadinya hal-hal diatas?
Penyesuaian Perioda Lalu
Penyeuaian ini adlah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang
memepengaruhi operasi perioda masa lalu.bukan segai pengurang
atau penambah perhitungan laba tahun sekarang. Tetapi sebagai
penyesuai terhadap laba dithan awal perioda sekarang .perlakuan
semacam ini dimaksudkan untuk menjadikan laba di tahan awal
perioda sekarang menunjkuan saldo yang semestinya seadainya
jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam perioda yang lalu.
Beberapa pendapat mendukung dan beberapa menolak perlakuan rugi
tersebut sebagai penyesuaian perioda lalu. Pihak yang mendukung
penyesuaian perioda lalu biasanya mengajukan argumentasi sebagai
berikut:
Sementara itu pihak yang menola penyesuaian perioda lalu
mengajukan argument sebagai berikut :
FASB menganut gagasan paton dan Littleton di atas dan menrtakan
secara umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan dengan perioode
lalu harus diperlakuakn senagai kompenen staemen laba rugi
sekarang kecuali syarat-syarat tertentu diprnuhi. Suatu jumlah
rupiah baru dapat diperlkukan sebagai penyesuaian perioda lalu
kalau jumlah rupiah tersebut :
Terjadinya jumlah rupiah yang emenuhi keempat syarat diatas
biasanya jarang sekali sehingga praktis penyesuaian perioda lalu
tidak pernah dilakukan.Pada umunya,penyesuaian periosda lalu
berkaitan dengan masalah ketidakpastian di msa lalu tentang suatu
kejadian atau jumlah dalam peristiwa yang sngat
khusus.ketidakpastian semacam ini dalam akuntansi biasanya
digolongkan dalam apa yang disbut dengan kenergantian rugi.Rugi
bergantung dapat diakui dalam perioda tmbulnya kemungkinan
asalkan dipenuhi kedua criteria pengakuan berikut:
Koreksi Kesalahan
System akuntansi biasanya sudah dengan cukup cermat sehingga
kesalahan dalam pencatatan akan segera dapat dideteksi sehingga
dapat segera dilakukan koreksi. Dalam hal tertentu, kesalahan
tidak segera diketahui dan baru diketahui beberapa waktu atau
bahkan beberapa perioda setelah statemen keuangan disusun dan
diterbitkan. APB opinion no. 20 paragraf 13 mendefinisikan
kesalahan sebagai berikut:
Errors in financial statements result from mathematical mistakes, mistakes in
application of accounting principles, or oversight or misuse of facts that axisted at the
time the financial statements were prepared.
Jadi, untuk dapat disebut kesalahan, suatu jumlah rupiah harus
berasal dari kesalahan hitung, kesalahn aplikasi atau penerapan
prinsif akuntansi, atau kekhilafan atau kekeliruan menggunakan
fakta yang tersedia pada saat penyusunan laporan keuangan.
Menurut pandangan ini, penyesuaian yang diperlukan terhadap laba
yang pernah dilaporkan harus dilakukan langsung terhadap akun
laba ditahan untuk semua kasus kecuali untuk koreksi-koreksi yang
jumlahnya tidak terlau besar (material) sehingga tidak mengganggu
pelaporan laba normal. Ii berarti, koreksi tidak tampak dalam
statemen laba-rugi. Pendekatan ini disarankan dalam APB No. 20
paragraf 36 yang menyatakan bahwa kesalahan dalam perioda
sebelumnya harus diperlakukan sebagai penyesuaian periode-lalu.
Laba ditahan awal perioda berjalan disesuaikan dengan jumlah
rupiah pengaruh komulatif kesalahan terhadap perhitungan laba
perioda-perioda sebelumnya dan jika statemen komparatif
disajikan, pengaruh retroaktif kesalahan harus ditunjukan dalam
statemen keuangan perioda-perioda yang terpengaruh
Paton dan littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang
berkaitan dengan penggunaan aset dengan perioda-perioda yang lalu
dengan alasan apapun hendaknya dipisahkan dengan premium modal
saham.premium modal saham merupakan komponen modal setoran dan
jka pemisahan antara modal setoran dan modal operasi (laba) harus
tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk menggunakan modal
setoran untuk menyerap modal koreksi atas laba yang pernah
dilaporkan kecuali jika:
Paton dan Littleton (1970) mendukung perlakuan ini dengan alasan
bahwa statemen laba-rugi komulatif yang didasarkan atas statemen-
statemen terdahulu harus menunjukan laba atau rugi komprehensif
sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal sekarang. Dengan
demikian, jika koreksi langsung dilakukan dalam akun laba ditahan
tanpa ada petunjuk atau penjelasan apapun dalam statemen laba-
rugi, beberapa statemen laba-rugi yang pernah diterbitkan tidak
dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Perubahan akuntansi
Karena alasan tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan
kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap konsistensi dalam
proses akuntansi dan pelaporan keuangan yang disebut dengan
perubahan akuntansi. Ada tiga macam perubahan akuntansi yaitu;
Masalah perekayasaan yang bersangkutan dalam hal ini adalah untuk
perioda mana saja pengaruh komulatif perubahan harus diakui. Ada
tiga alternatif atau metoda yang diusulkan yaitu penyesuaian
retroaktif, penyesuaian sekarang, dan penyesuaian sekarang dan
prospektif.
Metode ini mengakui pengaruh kumulatif perubahan dalam laba
perioda yang lalu sebagai penyuasuaian perioada yang lalu.Ini
berarti saldo awal akun laba ditahan perioda sekarang
disesuaikan ddengan pengaruh kumulatif tersebut dan laporan –
laporan perioda sebelumnya disusun kembali dengan perubahan
tersebut. menggunakan prinsip yang berbeda untuk pos yang sama
dalam statemen keuangan komparatif dapat meninmbulakan
interpretasi yang salah mengenai kecenderungan (trend)atau
analisis lainnya. prinsip akuntansi harus sama antara perioda
sekarang dengan beberapa perioda sebelumnya .Jadi,kalau terjadi
perubahan akuntansi statemen keuangan perioda lalu harus disusun
kembali untuk mereflesikan prinsip akuntansi yang baru.
Metode ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba
perioda yang lalu sebagai komponen dalam menghitung laba perioda
sekarang.Metode ini dikaitkan dengan beberapa gagasan
diantaranya:
Metode ini meyebar pengaruh kumulatif perubahan dalam laba
perioda yang lalu ke perioda sekarang dan beberapa perioda yang
datang yang sesuai.Perlakuan ini dilandasi oleh argumen bahwa
perubahan akuntansi merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindari dalam proses akuntansi yang bersifat memenuhi kebutuhan
yang berkembang.
Karena setiap metoda diatas mempunyai keunggulan dan kelemahan
masing-masing,ketentuan umum yang digariskan dalam standar
perioda umumnya merupakan kompromi dari ketiga perlakuan diatas
bergantung dari sifat dan jenis perubahan akuntansinya. berikut
ini adalah pedoman umum yang di berikan dalam APB no 20
diantaranya:
Perubahan ini merupakan pergantian metoda depresiasi dari
presentese nilai buku ke garis lurus atau sebaliknya.perubahan
dapat disebabkan oleh terbitnya standar baru yang menetapkan
penggunaan metoda tertentu atau menolak sama sekali metoda
tertentu.Akan tetapi metoda yang lama di terapkan untuk suatu
kejadian yang khusus dan tidak terulang selayaknya ganti:
sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau informasi baru
atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan
bersangkutan dengan taksiran tertentu.
Perubahan kestuan atau subjek
Perubahan entitas pelaporan ini berarti perubahan
organisasi atau lingkungan hidup atau kesatuan usaha dilaporkan
dalam statemen keuangan.adapun hal-hal perubahan dalam APBO
No.20 antara lain:
1. Penyajian statemen keuangan konsolidasian atau gabungan
sebagai ganti statemen perusahaan secara individual
2. Perubahan grup perusahaan anak yang di masukan dala
statemen keuangan konsolidasian.
3. Perubahan grup perusahaan –perusahaan yang membentuk
statemen keuangan gabungan.
Kuasi reorganisasi
Kuasi reorganisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadi
suatu defisit.PSAK no.51 pasal 9 mendeskripsikan pengertian kuasi
reorganisasi sebagai berikut
“kuasi reorganisasi adalah reorganisasi tanpa melalui reorganisasi secara hukum yang
dilakukan dengan menilai kembali akun – akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar
dan mengeliminasi saldo defisit”.
Proses kuasi reorganisasi biasanya terdiri atas langkah- langkah
sebagai berikut:
1. Aset dan kewajiban dinilai kembali atas dasar nilai pasar
atau nilai wajar pada saat reorganisasi
2. Modal setoran lain atau agio saham harus ditentukan
jumlahnya sehingga sehingga cukup besar untuk menutup
defisit .bila suduh cukup besar maka defisit dapat langsung
di kompensasi dengan agio modal saham ini.Kalau tidak
cukup,nominal saham atau nilai yuridis saham harus
diturunkan atau di mintakan kesedian dari pemegang saham
untuk menutup defisit dengan mendonasikan sebagai modal
sahamnya ini berarti sebagai modal saham dilikuidasi tanpa
kompensasi siapapun kepada pemegang saham.
3. Saldo debit lama di tahan (defisit) dieliminasi dengan cara
mendebit agio atau premium modal saham
Dewan standar akunansi menegaskan bahwa kuasi-reorganisasi bukan
sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi keuangan yang lebih
baik tetapi juga cara untuk menyelamatkan perusahaan yang
terbebani defisit yang meterial padahal perusahaan tersebut
memiliki prospek yang baik. Jika prospek memang tidak baik,
defisit merupakan kegagalan perusahaan dan kepailitan merupakan
hal yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, dewan standar
akuntansi menetapkan syarat-syarat perusahaanyang dapat melakukan
kuasi-reorganisasi yaitu (PSAK No. 51 pasal 11):
Pengaruh defisit terhadap krediator
Setiap defisit akan mengurangi batas perlindungan (margin of
protection) yang sebelumnya dinikmati oleh kreditor perseroan dan
tingkat pengurangan ini akan menjadi makin berpengaruh kalau
defisit semakin besar.Kalau laba di tahanlah cukup untuk meyerap
rugi tetrtentu maka tidak akan timbul defisit ditinjau dari segi
neraca meskipunmeskipun posisi kreditor menjadi kutang terjamin
dibandingkan dengan posisi sebelum terjadinya rugi.
Proses pengurangan modal saham yudiris untuk menyerap defisit
akan mendekatkan posisi perusahaan pada garis batas yang menandai
timbulnya hak kreditor yaitu hak yang berkaitan dengan kesulitan
keuangan.
Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam
neraca sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi
perusahaan mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan
dilikuidasi.dalam terjadinya defisit,. adapun urutannya adalah
sebagai berikut:
secara umum kos yang telah di korbankan menjado biaya akan
diserap melalui aliran pendapatan kotor.Hal ini dikaitkan pada
umumnya dengan pengakuan biaya atas dasra konsumsi manfaat dalam
kondisi operasi normal. Adapun urutan penyerapan biaya ,rugi,dan
rugi luar biasa dapat di gambarkan sebagai berikut:
1. Pendapatan kotor
Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan debit atau beban
(charges) yang berasal dari transaksi nonprmilik.
2. Laba bersih
Hal ini tejadi pendapatan kotor tidak cukup untuk menutup semua
kos tehabiskan (expired cost) baik yang berasal dari konsumsi
manfaat maupun hilangnya manfaat (misalnya rugi luar biasa).Bila
digunakan pendekatan laba komprehensif ,laba bersih akan menjadi
laba komprehensif.
3. Laba di tahan
Hal ini dapat dilakukan apabila laba bersih perioda berjalan
tidak cukup untuk meyerap suatu rugi tertentu atau rugi luar
biasa.
4. Premium modal saham
Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi kalau laba di tahan dan
laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu rugi.dengan kata
lain,modal saham harus tetap di jaga keutuhannya sampai premium
modal benar- benar telah habis.
5. Modal Saham
Bila keutuhan modal yuridis telah Berpengaruh secara
substansial,kebijakan untuk melakukan kuasi reorganisasi atau
bahkan likuidasi perusahaan mungkin di perlukan.
Walaupun demikian atas dasar sifat pendanaan (financing) dan
operasi perusahaan serta penekanan konsep kontinuitas cukup
validlah untuk menganggap dalam kelompok modal pemegang
saham ,modal saham atau yuridis adalah bagian terakhir (residual)
dalam kaitannya penyerapan rugi.
Urutan perlindungan menunjukan siapa yang harus didahulukan
dalam menerima distribusi aset atau siapa yang harus menanggung
akibat dalam kasus perusahaan yang dilikuidasi.dtinjau dari segi
ini urtan perlindungan yang menerima aset yaitu:
1. karyawan dan pemerintah
pihak ini dapat di pandang sebagai kreditor yang diperioritaskan
yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan pemerintah dengan baik
atau pajak terhutang.
2. Kreditor berjaminan.
Pihak ini adalah pemegang obligasi atau kreditor lain yang haknya
dijamin dengan hak sita (liens) atas aset tertentu.
3. Kreditor tak berjaminan (unguanteed creditors)’
Pihak ini terdiri atas para kreditor yang tidak dijamin yang
terefleksi dalam utang usaha atau utang wesel baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
4. Pemegang saham perioritas
Pihak ini dilindungi oleh laba di tahan sebagai penyangga modal
saham atau yuridis
5. Pemegang saham biasa.
Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa kekayaan (residual
interest) yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus
menanggung dahulu rugi atau defisit. \
Dengan urutan perlindungan diatas pemegang modal saham biasa
adalah paling akhir dilindungi alias tidak ada perlindungan sama
sekali.Modal saham biasa ini merupakan hak atas kekayaan yang
terbuka terhadap resiko dan paling berpengaruh terhadap hasil
kegiatan perusahaan.
Bila komponen –komponen tertentu yang berasal dari
transaksi operasi dilaporkan langsung ke laba di tahan,laba di
tahan dapat di sajikan dan di rincikan atas dasr sumber(by
sources) .Terdapat pula kebiasaan bahwa laba di tahan disajikan
dengan memerincinya atas dasar tujuan(by purpose) dengan cara
yang di sebut dengan aprosiasi (apropriation) dan pembatasan
(restriction).
Dengan dasar ini ,laba ditahan dapat di rinci menjadi laba
di tahan yang berasal Dri operasi normal atau rutin dan dasar
yang berasal dari laba luar biasa .Dapat saja pembedaan antara
kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam.Namun ,sebenarnya
tidak cukup beralasan untuk memecah kembali jumlah rupiah bersih
laba periodik atas dasar klasifikasi sumber bilamana statemen
llaba- rugi telah memuat semua faktor yang menetukan laba bersih
dan laba komprehensif ini telah menjadi dan d transfer ke laba di
tahan menjadi bagian dari ekuitas laba di tahan pemegang saham.
Jadi,bila perubahan akibat transaksi operasi dipisahkan
secara tegas dengan transaksi modal statemen laba- rugi telah
merefleksi sumber laba di tahan sehingga perincian laba di tahan
akan percuma.
Dalam praktik ,perincian ini ditujukan untuk adanya pos
cadangan jaminan sosial ,laba di tahan terbatas (restricted
retained earnings) dan cadangan umum.perincian semacam itu
sebenarnya sama saja dengan mengaitkan laba di tahan dengan aset
tertentu (asset imputation).Artinya dlam aset apa saja laba
ditahan sebagaimana terikat.Klasifikasi ini mendasarkan pada
tujuan penggunaan terkait laba ditahan sebagaimana ditunjukan
oleh komponene aset yang terkait.
Bentuk lain dari proses ini adalah dengan cara proses
peyisihan yaitu dengan bertujuan untuk penyerapan kemungkina rugi
atau ketidakpastian lainnya.Penyisihan ini juga tidak
bermakna karena pada dasarnya total jumlah rupiah laba di tahan
juga dapat dipandang sebagai suatu tuntuna ganti rugi atau klaim
yang suatu saat memang harus dipenuhi maka jumlah rupiahnya harus
ditunjukan sebagai kewajiban.
Proses penyisihan laba di tahan hendaknya tidak dikacaukan
dengan proses akuntansi untuk pengukuran laba.Dengan demikian
masa;ah cadangan laba di tahan harus dibedakan secara tegas
dengan maslah teoritis yang berkaitan dengan akun-akun “cadangan
“ utang (misalnya diskun utang obligasi),”cadangan
“aset(depresiasi akumulasian),cadangan kerugian piutang,dan