Determination of Boiler Building Verticality in Power Plant ...

Post on 07-Jan-2023

3 views 0 download

Transcript of Determination of Boiler Building Verticality in Power Plant ...

157

JGISE Vol. 2 No. 1 (2019), 157-163 | https://doi.org/10.22146/jgise.40846

JGISE Journal of Geospatial Information Science and Engineering

ISSN: 2623-1182 | https://jurnal.ugm.ac.id/jgise

Determination of Boiler Building Verticality in Power Plant Construction using Terrestrial Laser Scanner (TLS) Mohamad Bagas Setiawan1, Yulaikhah2, Ruli Andaru2

1 Alumni Departemen Teknik Geodesi FT-UGM, Indonesia 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Geodesi FT-UGM, Indonesia

Article History: Received 12 November 2018 Received in revised form 6 June 2019 Accepted 11 June 2019 Available online 28 June 2019

ABSTRACT. Nowadays, Indonesian government is focusing on build up infrastructures, especially power plant to fulfil electrical energy needs. One of the power plants that will be built up is Waai power plant which located on Waai Village, Maluku Province. Waai power plant had been postponed since 2014. In order to build this power plant, the advisability of the building needed to be checked from its verticality level. This level was determined by Terrestrial Laser Scanner (TLS). The TLS’s point clouds were registered using two methods, there are target to target and cloud to cloud methods. There are 65 beams on the power plant boiler building, but only 31 beams that used as the samples to assign the verticality of the boiler construction. The verticality level was set on the X-axis, Y-axis, and the resultant of the X and Y axis by using Pythagoras theorem after the bottom and top coordinates from each beam was determined. The Queensland Building and Construction Admission Standards and Tolerances Guide 2016 was used as tolerance of verticality level. The result of the verticality calculation presented on the X-axis consisted from -0ᵒ 1’ 26,678” to 0ᵒ 4’ 11,778” with the average was 0ᵒ 1’ 40,820” and major direction pointed the positive axis. On the Y-axis, the average was -0ᵒ 0’ 45,772” with -0ᵒ 3’ 33,345” as minimum and 0ᵒ 1’ 25,319” as the maximum and the major direction went to the negative axis. The verticality on the resultant of X and Y axis was from 0ᵒ 0’ 45,225” until 0ᵒ 4’ 15,674” with the average was 0ᵒ 2’ 27,057” and the direction was to the southeast. After the verticality number was compared with the tolerance, the verticality level was smaller than the standard on each beam. The conclusion is the boiler building on the Waai power plant can be categorized safe to reconstruct.

Keywords: terrestrial laser scanner, tingkat verticality, konstruksi boiler, toleransi verticality, PLTU

Corresponding Author: Mohamad Bagas Setiawan Email: mohamad.bagas.st@gmail.com

© Author(s) 2019. This is an open access article under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License (CC BY-SA 4.0).

1. Pendahuluan

Dalam rangka melaksanakan kebijakan listrik 35000 mega-watt dalam kurun waktu 5 tahun (Biro Perencanaan dan Kerja Sama Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya, 2015), pemerintah melakukan pembangunan pembangkit listrik. Salah satu pembangkit listrik yang akan dibangun kembali setelah lama mangkrak terhitung dari tahun 2014 adalah PLTU di Desa Waai, Salahutu, Maluku Tengah. Oleh karena itu, pemeriksaan kelayakan bangunan perlu dilakukan dengan menentukan tingkat verticality bangunan tersebut.

Pendeteksian tingkat verticality bangunan biasanya ditentukan dengan Total Station (TS), Global Positioning

System (GPS), dan akselerometer. Namun saat ini, Terrestrial Laser Scanner (TLS) berkembang dengan prinsip kerja penginderaan jauh untuk memperoleh data berupa point cloud yang dapat digunakan pula dalam pendeteksian tingkat verticality. Data yang diperoleh dari pengukuran TLS lebih detail jika dibandingkan dengan metode lain. Terrestrial Laser Scanner (TLS) merupakan suatu sistem penginderaan jauh untuk menentukan jarak suatu objek dengan menganalisis pantulan sinar laser yang mengenai permukaan suatu objek (Soudarissanane, 2016). TLS dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat verticality

bangunan (Kregar, dkk., 2015). Selain itu, pengukuran dengan TLS dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih cepat jika dibandingkan

158

dengan metode lain (Kregar, dkk., 2015). Keunggulan pengukuran dengan TLS yaitu data point cloud yang diperoleh dapat untuk membentuk model 3D dari bangunan yang diukur.

Paper ini menentukan tingkat verticality konstruksi boiler yang ada di PLTU Desa Waai, Salahutu, Maluku Tengah, Maluku menggunakan data dari pengukuran TLS. Setelah itu, tingkat kelayakan bangunan tersebut ditentukan dengan membandingkan tingkat verticality yang diperoleh dengan stándar Queensland Building and Construction Admission Standards and Tolerances Guide tahun 2016.

2. Data dan Metodologi

2.1. Data dan Lokasi Data berupa point cloud konstruksi boiler hasil

pengukuran TLS pada bulan September 2016. Pengukuran dilakukan dengan TLS FARO Focus3D X330 dengan kerapatan point cloud (resolusi) ¼ dan quality scan 2x. Pengukuran dilakukan di PLTU Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Lokasi PLTU ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Lokasi PLTU Waai Ambon

2.2. Metodologi Verticality bangunan atau disebut pula plumbness

(Victorian Building Commision, 2015) merupakan keadaan dimana titik puncak bangunan seharusnya memiliki koordinat (x,y) yang sama dengan titik pada pondasi yang ada di bawahnya. Penentuan verticality sangat penting untuk menentukan apakah bangunan perlu diperbaiki atau tidak (CD Surveys, 2015). Penentuan verticality bangunan boiler di PLTU ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap pengukuran, registrasi data point cloud, ekstraksi garis dari point cloud, perhitungan verticality sampel, dan perbandingan hasil verticality dengan standar yang ada.

Pengukuran dilakukan dengan metode target based yang kemudain point cloud hasil pengukuran TLS yang terdiri atas beberapa scan world diregistrasi sehingga terbentuk objek konstruksi boiler yang utuh. Selanjutnya, proses ekstraksi garis dilakukan dalam Autodesk AutoCAD 2018. Dalam penentuan tingkat verticality dipilih beberapa sampel yang merupakan tiang utama yang ada pada konstruksi boiler. Contoh sampel tiang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Sampel tiang yang digunakan

Langkah selanjutnya yaitu ekstraksi titik ujung atas dan ujung bawah setiap sampel. Proses ekstraksi titik dimulai dengan memotong point cloud tiang secara horizontal dengan fitur section plane-top dengan section type slice. Selanjutnya, pembentukan segmen garis dilakukan dari hasil pemotongan point cloud dengan memasukkan beberapa parameter yaitu menentukan bagian point cloud yang akan diekstrak, geometri luaran yang diinginkan, jumlah maksimal titik pada point cloud yang diproses, serta toleransi ekstraksi (panjang garis minimal, toleransi jarak, dan toleransi sudut). Parameter-parameter tersebut merupakan parameter yang dibutuhkan untuk ekstraksi dengan metode Quality Error Metrics (QEM) (Hidaka, dkk, 2018). Setelah fitur garis terbentuk, kemudian menentukan titik ujung bawah dan ujung atas sampel yang merupakan titik perpotongan segmen garis yang terbentuk dari proses pembentukan segmen garis dari data point cloud.

Gambar 2.3. Ilustrasi tingkat verticality (modifikasi Queensland Building and Construction Commission, 2016)

Keterangan Gambar 2.3: A : titik ujung bawah tiang

159

B : titik ujung atas tiang B’ : proyeksi titik ujung atas tiang terhadap garis

vertikal α : sudut kemiringan tiang yang diuji dAB : panjang tiang ΔH : beda tinggi titik ujung bawah dan ujung atas

tiang dBB’ : besar penyimpangan

Tingkat verticality dihitung dengan teorema Phytagoras untuk memperoleh sudut kemiringan tiang sampel. Tingkat verticality masing-masing sampel dihitung pada arah sumbu X, sumbu Y, dan resultan antara sumbu X dan sumbu Y. Tingkat verticality tiang diilustrasikan pada Gambar 2.3. dan sudut kemiringan (α) dihitung dengan rumus (1).

𝛼 = 𝑡𝑎𝑛−1 𝑑𝐵𝐵′

∆𝐻 (1)

Besarnya penyimpangan ditentukan dengan nilai koordinat titik ujung bawah (Xbawah, Ybawah, Zbawah) dan koordinat titik ujung atas (Xatas, Yatas, Zatas). Besarnya penyimpangan ada arah sumbu X (dBB’x), dihitung dengan rumus (2).

𝑑𝐵𝐵′𝑥 = 𝑋𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑋𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (2)

Besar penyimpangan pada arah sumbu Y (dBB’y), dihitung dengan rumus (3).

𝑑𝐵𝐵′𝑦 = 𝑌𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑌𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (3)

Penyimpangan pada resultan antara sumbu X dan sumbu Y (dBB’xy), dihitung dengan rumus (4).

𝑑𝐵𝐵′𝑥𝑦 = √(𝑋𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑋𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ)2 + (𝑌𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑌𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ)2 (4)

Perhitungan besarnya sudut kemiringan yang menunjukkan tingkat verticality bangunan perlu ditentukan pula beda tinggi titik ujung bawah dan ujung atas (ΔH) yang dihitung dengan rumus (5).

∆𝐻 = 𝑍𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑍𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (5)

Jika nilai penyimpangan dan beda tinggi yang ada pada rumus (1) disubstitusi dengan nilai pada rumus (2) dan (5), maka akan diperoleh rumus (6).

𝛼 = 𝑡𝑎𝑛−1 𝑋𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑋𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ

𝑍𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑍𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (6)

Jika penyimpangan dan beda tinggi pada rumus (1) disubstitusi dengan nilai pada rumus (3) dan (5) diperoleh rumus (7).

𝛼 = 𝑡𝑎𝑛−1 𝑌𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑌𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ

𝑍𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑍𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (7)

Jika besar penyimpangan dan beda tinggi pada rumus (1) disubstitusi dengan besar penyimpangan pada rumus (4) dan rumus (5) diperoleh rumus (8).

𝛼 = 𝑡𝑎𝑛−1 √(𝑋𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑋𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ)2+(𝑌𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑌𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ)2

𝑍𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑍𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (8)

Hasil perhitungan tingkat verticality perlu dibandingkan dengan nilai toleransi verticality. Toleransi verticality mengacu standar Queensland Building and Construction Admission Standards and Tolerances Guide tahun 2016. Toleransi verticality yang diperbolehkan menurut standar tersebut tidak boleh lebih dari 20 mm jika dibandingkan dengan total ketinggian tiang, sehingga toleransi verticality dapat dihitung menggunakan rumus (1) dengan mensubstitusi nilai dBB’ dengan nilai 20 mm baik pada arah sumbu X, sumbu Y, maupun resultan sumbu X dan sumbu Y. Jika hasil perhitungan tingkat verticality sampel memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan toleransi yang ada, maka sampel dikatakan tegak. Akan tetapi, jika hasil perhitungan tingkat verticality sampel memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan toleransinya, maka sampel dikatakan miring.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Hasil Ekstraksi Titik dan Hasil Tingkat Verticality Proses ekstraksi titik bagian bawah dan bagian atas

tiang menghasilkan beberapa informasi yaitu nilai koordinat ujung bawah dan ujung atas sampel. Daftar koordinat titik hasil ekstraksi ditunjukkan pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sampel ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Tabel 3.1 Koordinat titik uji ujung bawah dan ujung atas tiang

No.

Tiang

Ujung Atas Tiang Ujung Bawah Tiang

Xb (m) Yb (m) Zb (m) Xa (m) Ya (m) Za (m)

2 13,588 184,963 38,814 13,574 184,965 19,400

4 19,930 177,024 39,000 19,915 177,020 19,400

5 22,427 173,471 33,877 22,409 173,468 19,125

6 22,475 172,024 41,413 22,474 172,040 19,375

7 20,484 170,526 42,765 20,483 170,545 19,454

8 23,916 166,061 44,287 23,924 166,077 19,487

9 26,166 167,260 40,382 26,156 167,277 19,032

11 30,105 163,655 42,595 30,091 163,653 19,468

12 34,880 167,489 43,356 34,876 167,493 20,647

15 49,128 178,452 43,731 49,119 178,459 19,400

16 53,864 182,106 40,537 53,844 182,109 19,400

19 68,132 193,129 42,688 68,115 193,128 19,250

21 77,221 200,987 42,580 77,205 200,984 19,252

22 80,013 202,270 42,750 79,995 202,277 19,450

24 74,722 209,141 44,760 74,705 209,149 19,400

26 70,258 214,940 45,907 70,241 214,949 19,250

28 63,769 223,632 36,247 63,750 223,636 19,400

160

30 57,154 231,901 37,697 57,145 231,913 19,400

32 50,002 226,423 38,946 49,991 226,436 19,400

34 40,952 218,557 31,750 40,945 218,557 19,150

37 26,685 207,571 34,354 26,675 207,565 19,150

39 16,758 200,787 38,787 16,742 200,795 19,300

41 7,672 192,919 33,982 7,665 192,934 19,300

42 38,807 164,870 50,729 38,807 164,884 19,100

45 50,778 174,491 50,641 50,767 174,492 19,400

48 59,536 163,113 51,314 59,521 163,110 19,400

51 46,968 153,444 53,287 46,982 153,455 19,256

54 57,278 179,493 43,450 57,261 179,483 19,400

57 69,737 188,704 46,500 69,721 188,712 19,250

60 78,123 177,802 50,100 78,106 177,802 19,500

63 66,079 168,545 53,100 66,083 168,538 19,400

Koordinat pada Tabel 3.1 menunjukkan posisi sampel yang digunakan untuk melakukan perhitungan tingkat verticality. Secara visual, koordinat tiang-tiang yang digunakan sebagai sampel dapat digambarkan pada Gambar 3.1.

Tingkat verticality diperoleh dari selisih koordinat hasil ekstraksi titik bagian atas dan bagian bawah sampel. Selisih koordinat dihitung pada arah sumbu X dan sumbu Y. Selisih koordinat (penyimpangan) masing-masing tiang pada arah sumbu X berkisar antara -1,4 hingga 1,9 cm dengan mayoritas mengarah ke arah sumbu-X positif. Penyimpangan masing-masing tiang pada arah sumbu Y berkisar antara -1,9 hingga 1,0 cm dengan mayoritas

mengarah ke arah sumbu-Y negatif. Setelah diperoleh selisih koordinat masing-masing tiang, selanjutnya dihitung nilai resultan dari kedua sumbu tersebut dan diperoleh penyimpangan yang berkisar antara 0,55 cm hingga 1,96 cm. Selain diperoleh penyimpangan pada arah sumbu X, sumbu Y, dan resultannya, diperoleh pula tinggi masing-masing sampel tiang yang berkisar antara 12,600 hingga 34,032 meter.

Gambar 3.1. Posisi sampel tiang

Berdasarkan besarnya penyimpangan dan beda tinggi yang diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan tingkat verticality menggunakan rumus 6, rumus 7, dan rumus 8 sehingga diperoleh tingkat verticality pada arah sumbu X, sumbu Y, dan resultannya. Tingkat verticality pada arah sumbu X ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Grafik tingkat verticality pada arah sumbu X

Berdasarkan Gambar 3.2. dapat diperoleh tingkat verticality terhadap sumbu X berkisar antara -0ᵒ 1’ 26,678” hingga 0ᵒ 4’ 11,778”. Arah penyimpangan mayoritas mengarah ke sumbu X positif dengan jumlah 28 tiang. Tingkat verticality pada arah sumbu Y ditunjukkan pada Gambar 3.3.

0.0

41

0.0

43

0.0

70

.00

20

.00

2-0

.01

90

.02

5 0.0

35

0.0

08 0

.02

10

.05

30

.04

20

.04

0.0

43

0.0

38

0.0

36

0.0

63

0.0

29

0.0

32

0.0

31

0.0

37

0.0

45

0.0

28

00

.02 0.0

27

-0.0

24

0.0

39

0.0

35

0.0

33

-0.0

07

-0.04

-0.02

0

0.02

0.04

0.06

0.08

2 4 5 6 7 8 91

11

21

51

61

92

12

22

42

62

83

03

23

43

73

94

14

24

54

85

15

45

76

06

3

Tin

gk

at

Ver

tica

lity

(De

raja

d D

esi

ma

l)

Nomor Tiang

Tingkat Verticality Pada Arah Sumbu X

Verticality

161

Gambar 3.3. Grafik tingkat verticality pada arah sumbu Y

Berdasarkan Gambar 6, tingkat verticality pada arah sumbu Y berkisar antara -0ᵒ 3’ 33,345” hingga 0ᵒ 1’ 25,319”. Mayoritas sampel mengarah ke arah sumbu Y negatif yaitu berjumlah 21 tiang. Tingkat verticality

resultan sumbu X dan sumbu Y ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Grafik tingkat verticality resultan antara sumbu-X dan sumbu-Y

Berdasarkan Gambar 3.4. dapat diketahui bahwa tingkat verticality dari resultan antara sumbu X dan sumbu Y berkisar antara 0ᵒ 0’ 45,225” hingga 0ᵒ 4’ 15,674”. Berdasarkan ke-31 sampel tiang yang digunakan terdapat 19 tiang dengan penyimpangan mengarah ke arah Tenggara, 2 tiang ke arah Barat Daya, 1 tiang mengarah ke arah Barat Laut, dan 9 tiang mengarah ke arah Timur Laut. Berdasarkan hasil tersebut, maka mayoritas sampel yang digunakan menyimpang ke arah Tenggara.

3.2. Hasil Uji Tingkat Verticality

Pengujian tingkat verticality dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan tingkat verticality

masing-masing sampel dengan nilai toleransinya. Menurut standar yang diterbitkan oleh Queensland Building and Construction Commission (2016), dijelaskan bahwa untuk suatu tiang dalam 12 bulan pertama sejak selesai dibangun dikatakan tidak vertikal apabila mengalami penyimpangan dari garis vertikal sebesar lebih dari 20 mm untuk total ketinggian tiang. Toleransi tingkat verticality dihitung menggunakan rumus 1 dengan mensubtitusikan nilai dBB’ dengan nilai toleransi verticality yaitu 20 mm (0,020 m).

Masing-masing tiang memiliki toleransi yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan beda tinggi setiap titik ujung bawah dan titik ujung atas masing-masing tiang sampel memiliki nilai yang berbeda. Nilai beda tinggi tersebut

-0.0

03

0.0

12

0.0

12

-0.0

41

-0.0

47 -0

.03

7-0

.04

40

.00

5-0

.01

1-0

.01

6-0

.00

70

.00

30

.00

7-0

.01

8-0

.01

8-0

.02

-0.0

13

-0.0

39

-0.0

39

0.0

02

0.0

24

-0.0

24

-0.0

59

-0.0

26

-0.0

02

0.0

05

-0.0

19

0.0

24

-0.0

16

00

.01

-0.07

-0.06

-0.05

-0.04

-0.03

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

2 4 5 6 7 8 91

11

21

51

61

92

12

22

42

62

83

03

23

43

73

94

14

24

54

85

15

45

76

06

3

Tin

gk

at

Ver

tica

lity

(De

raja

d D

esi

ma

l)

Nomor Tiang

Tingkat Verticality Pada Arah Sumbu Y

Verticality

0.0

41

0.0

45

0.0

71

0.0

41

0.0

47

0.0

41 0

.05

10

.03

50

.01

40

.02

70

.05

30

.04

20

.04

10

.04

70

.04

20

.04

10

.06

40

.04

90

.05

10

.03

10

.04

40

.05

10

.06

60

.02

60

.02 0

.02

80

.03

10

.04

60

.03

80

.03

30

.01

3

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

2 4 5 6 7 8 91

11

21

51

61

92

12

22

42

62

83

03

23

43

73

94

14

24

54

85

15

45

76

06

3

Tin

gk

at

Ver

tica

lity

(De

raja

d D

esi

ma

l)

Nomor Tiang

Tingkat Verticality Resultan antara Sumbu X dan Sumbu Y

Verticality

162

merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan toleransi tingkat verticality dari suatu tiang. Pengujian tingkat verticality dilakukan pada arah sumbu X, pada arah sumbu Y, dan resultan antara sumbu X dan sumbu Y.

Pada ilustrasi perbandingan antara tingkat verticality dan toleransi dalam satu grafik, tingkat verticality perlu diabsolutkan terlebih dahulu karena nilai toleransi verticality selalu bernilai positif dapat dilihat pada Gambar 3.5. s.d. 3.7. Grafik perbandingan antara tingkat verticality dengan toleransi pada arah sumbu X ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Grafik perbandingan tingkat verticality dan toleransinya pada arah sumbu X

Berdasarkan Gambar 3.5, dapat diketahui bahwa tingkat verticality masing-masing sampel tiang yang digunakan memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan toleransinya. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat verticality masing-masing sampel berada di bawah garis toleransinya. Grafik tingkat verticality dan toleransi pada arah sumbu Y ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Grafik perbandingan tingkat verticality dan toleransinya pada arah sumbu Y

Gambar 3.6. menunjukkan tingkat verticality sampel tiang pada arah sumbu Y berada di bawah nilai toleransi masing-masing sampel. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa nilai tingkat verticality masing-masing sampel pada arah sumbu Y lebih kecil dibandingkan dengan toleransinya. Grafik perbandingan tingkat verticality dan

toleransi pada resultan antara sumbu X dan sumbu Y ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Grafik perbandingan tingkat verticality dan toleransinya pada resultan antara sumbu X dan sumbu Y

Gambar 3.7. menunjukkan bahwa keseluruhan sampel yang digunakan memiliki tingkat verticality yang lebih kecil dibandingkan dengan toleransinya pada resultan antara sumbu X dan sumbu Y. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat verticality keseluruhan sampel yang digunakan berada dibawah garis toleransinya.

Berdasarkan ketiga grafik tersebut, diperoleh tingkat verticality yang bernilai lebih kecil daripada toleransinya baik pada arah sumbu X, sumbu Y, maupun pada resultan antara sumbu X dan sumbu Y. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat verticality masing-masing tiang masih dalam toleransi. Untuk mengetahui kelayakan suatu bangunan diperlukan pengujian kekuatan pondasi dan tingkat verticality. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kajian ini, dari sisi tingkat verticality bangunan boiler di PLTU Waai Ambon masih berada dalam batas toleransi, hal tersebut mengindikasikan bahwa salah satu syarat kelayakan bangunan telah terpenuhi dan masih sangat mungkin untuk dilanjutkan pembangunannya tanpa harus melakukan pembangunan ulang.

Tingkat verticality yang bervariasi disebabkan karena tinggi masing-masing sampel tiang yang diuji berbeda-beda. Tinggi sampel tiang yang berbeda juga mempengaruhi besarnya toleransi verticality untuk masing-masing tiang. Semakin tinggi tiang, risiko bangunan mengalami kemiringan akan lebih tinggi dan toleransinya akan semakin ketat. Selain itu, jika dilihat dari arah kemiringan resultan sumbu X dan sumbu Y mayoritas mengarah ke arah tenggara. Informasi arah kemiringan tersebut berguna untuk mengantisipasi terjadinya kemiringan ke arah yang sama, sehingga perlu dilakukan perkuatan pada bangunan untuk mengurangi besar kemiringan ke arah tersebut agar bangunan boiler tetap dapat dilanjutkan pembangunannya.

4. Kesimpulan

Kesimpulan hasil kajian ini sebagai berikut: a. Tingkat verticality pada 31 sampel memiliki nilai yang

bervariasi. Tingkat verticality pada arah sumbu X

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

2 4 5 6 7 8 91

11

21

51

61

92

12

22

42

62

83

03

23

43

73

94

14

24

54

85

15

45

76

06

3

Tin

gkat

Ver

tica

lity

(Der

ajad

Des

imal

)

Nomor Tiang

Tingkat Verticality pada Arah Sumbu X

Verticality Toleransi

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

2 4 5 6 7 8 91

11

21

51

61

92

12

22

42

62

83

03

23

43

73

94

14

24

54

85

15

45

76

06

3

Tin

gkat

Ver

tica

lity

(Der

ajad

Des

imal

)

Nomor Tiang

Tingkat Verticality pada Arah Sumbu Y

Verticality Toleransi

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

2 4 5 6 7 8 91

11

21

51

61

92

12

22

42

62

83

03

23

43

73

94

14

24

54

85

15

45

76

06

3

Tin

gkat

Ver

tica

lity

(Der

ajad

Des

imal

)

Nomor Tiang

Tingkat Verticality Resultan antara Sumbu X dan Sumbu Y

Verticality Toleransi

163

mayoritas menuju ke arah sumbu X positif. Tingkat verticality pada arah sumbu Y mayoritas menuju ke arah sumbu Y negatif. Pada resultan antara sumbu X dan sumbu Y diperoleh nilai tingkat verticality antara 0ᵒ 0’ 45,225” hingga 0ᵒ 4’ 15,674”, dengan rata-rata tingkat verticality sebesar 0ᵒ 2’ 27,057” pada semua tiang yang diuji.

b. Tingkat verticality yang diperoleh dari hasil pengukuran TLS tersebut memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan toleransi yang ada pada standar Queensland Building and Construction Admission Standards and Tolerances Guide tahun 2016 pada semua tiang yang diuji. Oleh karena itu, konstruksi bangunan boiler yang ada di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku masih memenuhi persyaratan untuk dapat dilanjutkan pembangunannya tanpa harus membangun ulang konstruksi bangunan boiler tersebut.

5. Pernyataan Konflik Kepentingan

Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam artikel ini (The authors declare no competing interest).

6. Referensi

Biro Perencanaan dan Kerja Sama Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya (2015) Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2015-2019. Jakarta: Kementrian ESDM.

CD Surveys (2015) Site Engineering Services. Available at: http://www.cdsurveys.com/site-engineering-services.

Genchten, B. Van (2008) Theory and Practice on Terrestrial Laser Scanning, Learning Tools for Advanced Three-dimensional Surveying in Risk Awareness Project. doi: 978-84-8363-312-0.

Hidaka, N., Michikawa, T., Motamedi, A., Yabuki, N., dan Fukuda, T (2018) ‘Polygonization of point clouds of repetitive components in civil infrastructure based on geometric similarities’, Automation in Construction, 86(November 2017), pp. 99–117. doi: 10.1016/j.autcon.2017.10.014.

Kregar, K. Ambrožič, T., Kogoj, D., Vezočnik, R., dan Majertič, A. (2015) ‘Determining the inclination of tall chimneys using the TPS and TLS approach’, Measurement: Journal of the International Measurement Confederation, 75, pp. 354–363. doi: 10.1016/j.measurement.2015.08.006.

Queensland Building and Construction Commission (2016) Standards and Tolerances Guide. Available at: https://www.qbcc.qld.gov.au/sites/default/files/Standards_and_Tolerances_Guide_0.pdf.

Soudarissanane, S. (2016) The Geometry of Terrestrial Laser Scanning: Identification of Errors, Modeling and Mitigation of Scanning Geometry.

Victorian Building Commision (2015) Guide to Standards and Tolerance