Post on 17-Jan-2023
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam, yang
telah melimpahkan karuniaNya, sehingga Alhamdulillah buku ajar
yang berjudul Mekanika Kekuatan Bahan telah selesai disusun
sesuai dengan rencana.
Penyelenggaraan mata kuliah Mekanika Kekuatan Bahan bertujuan
agar mahasiswa memahami, kekutan bahan dengan mempelari
tegangan tarik, tekan, geser, lengkung, puntir dan tegangan
kombinasi pada suatu kontruksi mesin.
Buku ajar ini akan sangat membantu para mahasiswa dalam
mempelajari topik-topik sebagaimana disampaikan diatas.
Diharapkan buku ajar ini sebagai dasar dari perkuliahan
Mekanika Kekuatan Bahan. Untuk pendalaman materi perlu
dilakukan dengan merujuk pada daftar pustaka yang dipakai pada
buku ajar ini.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pimpinan
Fakultas dan Jurusan yang telah memfasilitasi penyusunan buku
ajar ini.. Kritik dan saran kami harapkan demi sempunanya buku
ajar ini. Akhirnya kami berharap buku ajar ini akan bermanfaat
2
khususnya dalam pengembangan mata kuliah Mekanika Teknik di
Jurusan Teknik Masin
Semarang, Oktober 2013.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................
...............................................
i
KATA
PENGANTAR.............................................
.................................................
ii
DAFTAR iv
3
ISI...................................................
......................................................
...TINJAUAN MATA
KULIAH................................................
.................................
4
Diskripsi.............................................
......................................................
................
4
Standar
Kompetensi............................................
.....................................................
4
Kompetensi
Dasar.................................................
...................................................
4
lndikator.............................................
......................................................
................
4
BAB I. Tegangan Dan Regangan
Sederhana.............................................
..............
5
1.1. Tegangan........................................
...................................................
.............
5
1.2. Regangan........................................
...................................................
.............
6
1.3. Hukum
Hooke..............................................
6
4
..................................................1.4. Modulus Elastisitas (Modulus
Young).............................................
.............
7
1.5. Deformasi Karena Gaya yang
Bekrja ............................................
...............
1.6. Latihan
1................... ..............................
...................................................
...
7
9
BAB II. KONSTANTA
ELASTISITAS...........................................
....................
10
2.1. Regangan Primer atau
Linier................................................
.........................
10
2.2. Regangan Skuder atau
Lateral..... .........................................
.........................
10
2.3. Rasio
Poisan........................................ .......
..................................................
11
2.4. Regangan
Volumetrik..................................... ......
...........................................
12
2.4.1. Regangan Volumetrik Benda Persegi Empat Yang
Mendapat Gaya
Aksial................................................
13
5
......................................................
..............2.4.2 Regangan Volumetrik Benda Empat Persegi Panjang
Yang Mendapat Tiga 2.5. Modulus
Bulk..................................................
................................................
17
2.6. Hubungan antara Modulus Bulk dengan Modulus
Young.............................
18
2.7. Tegangan
Geser ................................................
..............................................
19
2.8 Tegangan Geser
Prinsipal..........................................
....................................
20
2.9. Modulus Geser Atau Modulus
Rigiditas.............................................
.........
21
2.10. Hubungan antara Modulus Elastisitas dengan
Modulus Rigiditas.............
22
Latihan
2 ....................................................
......................................................
...
23
BAB. III. PEMBEBANAN
GESER.................................................
......................
24
Latihan
3. ...................................................
......................................................
27
6
.......BAB. IV BEBAN
PUNTIR........................... ....................
..................................
29
Latihan
4 ....................................................
......................................................
....
31
BAB. V BEBAN
LENGKUNG..............................................
...............................
33
Latihan
5 ....................................................
......................................................
....
37
BAB. VI BEBAN
TEKUK ................................................
...................................
38
Latihan
6 ....................................................
......................................................
.....
40
BAB. VII BEBAN
GABUNGAN .............................................
............................
41
Latihan
7 ....................................................
......................................................
44
7
.....DAFTAR
PUSTAKA...............................................
...............................................
45
8
TINJAUAN MATA KULIAH
Nama mata kuliah : Mekanika Kekuatan Bahan
Nomor Kode MK/ SKS : E2014107/ 2 sks
Jurusan/ Program Studi : TM/ PTM
Semester : Gasal
Diskripsi : Mendalami kekutan bahan dengan memahami
tegangan tarik,
tekan, geser, lengkung, puntir, tekuk
dan tegangan kombinasi
pada suatu kontruksi mesin.
Standar Kompetensi : Menganalisis kekuatan bahan pada
konstruksi mesin berdasar
kan beban yang bekerja.
Kompetensi Dasar :
lndikator :
1. Menjelaskan pengertian kekuatan bahan
2. Menganalisis dan menghitung tegangan dan regangan
3. Menganalisa dan menghitung tegangan tarik, tekan
4. Menganalisa dan menghitung tegangan geser
5. Menganalisa dan menghitung tegangan puntir
6. Menganalisa dan menghitung tegangan lengkung
7. Menganalisa dan menghitung tegangan tekuk
8. Menganalisis dan menghitung tegangan kombinasi
9
BAB. I
TEGANGAN DAN REGANGAN SEDERHANA
Tegangan
Setiap material adalah elastis pada keadaan alaminya. Karena
itu jika gaya luar bekerja pada benda, maka benda tersebut
akan mengalami deformasi. Ketika benda tersebut mengalami
deformasi, molekulnya akan membentuk tahanan terhadap
deformasi. Tahanan ini per satuan luas dikenal dengan istilah
tegangan. Secara matematik tegangan bisa didefinisikan sebagai
gaya per satuan luas, atau:
σ = P
A
dimana
P = beban atau gaya yang bekerja pada benda
A = Luas penampang melintang benda
Pada sistem SI, satuan tegangan adalah pascal (Pa) yang sama
dengan 1 N/m2.
10
1.2 Regangan
Deformasi per satuan panjang disebut dengan regangan. Secara
matematis ditulis:
atau
Dimana
ε = regangan,
δl = Perubahan panjang benda
l = Panjang awal benda
1.3 Hukum Hooke
Berbunyi, “Jika benda dibebani dalam batas elastisnya, maka
tegangan berbanding lurus dengan regangannya”. Secara
matematis ditulis:
1.4 Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Tegangan berbanding lurus dengan regangan, dalam daerah
elastisnya, atau:
atau
dimana
σ = tegangan 11
ε = regangan, dan
E = konstanta proporsionalitas atau disebut juga modulus
elastisitas atau modulus Young.
Tabel 1.1: Harga E (modulus elastisitas) dari berbagai
material.
No Material Modulus Elastisitas (E)
dalam GPa1. Baja 200 – 2202. Besi tempa 190 – 2003. Besi cor 100 – 1604. Tembaga 90 – 1105. Perunggu 80 – 906. Aluminium 60 – 807. Timbal 10
1.5 Deformasi Benda Karena Gaya Yang Bekerja
Misalkan sebuah benda mendapat tegangan tarik.
Misalkan P = Beban atau gaya yang bekerja pada benda
l = Panjang benda
A = Luas penampang benda
σ = Tegangan yang timbul pada benda
E = Modulus Elastisitas material benda
ε = Regangan
δl = Deformasi benda
Kita tahu bahwa tegangan:
σ = P
A
Maka regangan:
12
dan deformasi:
Catatan:
1. Rumus di atas baik juga digunakan untuk tekanan
2. Untuk sebagian besar material, modulus elastisitas untuk
kompresi sama dengan tarikan.
3. Kadang-kadang dalam perhitungan, tegangan dan regangan
tarik diberi tanda positif, dan tegangan dan regangan
tekan/kompresi diberi tanda negatif.
Contoh soal 1.1. Sebuah batang dari baja dengan panjang 1 m
dan penampang 20 mm × 20 mm mendapat gaya tarik sebesar 40 Kn.
Carilah perpanjangan batang, jika modulus elastisitas material
batang adalah 200 Gpa.
Jawab.
Diketahui: panjang (l) = 1 m = 1 ×103 mm
luas penampang (A) = 20 × 20 = 400 mm2
gaya tarik (P) = 40 Kn = 40 ×103 N
Modulus elastisitas (E) = 200 Gpa = 200 ×103 N/mm2
Perpanjangan batang:
δl = P.l
A.E
= (40 × 103) × (1 × 10 3 )
400 × (200 × 103)
= 0, 5 mm
Contoh Soal 1.2. Silinder berlobang dengan panjang 2 m
mempunyai diameter luar 50 mm dan diameter dalam 30 mm. Jika
13
silinder memikul beban sebesar 25 Kn, carilah tegangan pada
silinder. Cari juga deformasi yang terjadi pada silinder jika
harga modulus elastisitas material silinder adalah 100 Gpa.
Jawab.
Diketahui: panjang (l) = 2 m = 2 ×103 mm
diameter luar (D) = 50 mm
diameter dalam (d) = 30 mm
beban (P) = 25 Kn = 25 ×103 N/mm2
modulus elastisitas (E) = 100 Gpa = 100 ×103 N/mm2
Tegangan Pada Silinder
dan tegangan pada silinder:
Deformasi pada silinder
LATIHAN 1
1. Sebuah batang baja dengan panjang 2 m dan penampang 150 mm2
mendapat tarikan aksial sebesar 15 Kn. Carilah
perpanjangan/elongasi batang. Ambil harga E = 200 Gpa.
(jawab: 1,0 mm)
2. Sebuah batang lurus mempunyai panjang 500 mm dan penampang
500 mm2. Carilah besar beban kompresi dimana panjangnya
berkurang 0,2 mm. Ambil E material 200 Gpa. (jawab: 40 Kn)
3. Sebuah batang logam paduan dengan panjang 1 mm dan
penampang 200 mm2 mendapat gaya tekan sebesar 20 Kn. Jika 14
modulus elastisitas paduan 100 Gpa, carilah penurunan
panjang batang. (jawab: 0,5 mm)
BAB. II
KONSTANTA ELASTISITAS
Dari eksperimen ditemukan bahwa regangan aksial yang
terjadi pada sebuah benda selalu diikuti regangan dengan tanda
yang berlawanan pada bagian lain yang tegak lurus terhadapnya.
Secara umum, terdapat dua jenis regangan pada benda jika benda
tersebut mengalami tegangan:
1. Regangan primer atau linier.
2. Regangan sekunder atau lateral.
2.1 Regangan Primer atau Linier
15
Gambar 2.1: Regangan linier dan lateral
Misalkan sebuah batang mengalami gaya tarik, seperti
ditunjukkan oleh gambar 2.1(a).
Jika l = Panjang batang
d = Diameter batang
P = Gaya tarik yang bekerja pada batang
δl = Peningkatan panjang batang karena gaya tarik.
Deformasi batang per satuan panjang pada arah gaya, yaitu,
δl/l di kenal dengan regangan
primer atau linier.
2.2 Regangan Sekunder atau Lateral
Ketika sebuah batang mengalami pertambahan panjang sebesar δl
searah gaya tarik yang bekerja padanya, pada saat yang
bersamaan terjadi penurunan diameter dari d ke (d – δd),
seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.1(b). Dengan cara yang
sama, jika batang mendapat gaya tekan, panjang batang akan
menurun sebesar δl yang diikuti oleh peningkatan diameter dari
d ke (d – δd).
Jadi jelas bahwa setiap tegangan langsung selalu diikuti oleh
regangan pada arah tegangan dan regangan dengan tanda yang
berlawanan pada arah yang tegak lurus terhadap tegangan
16
tersebut. Regangan yang tegak lurus terhadap tegangan yang
bekerja ini disebut dengan regangan sekunder atau lateral.
2.3 Rasio Poisson
Dari eksperimen ditemukan bahwa jika sebuah benda mengalami
tegangan pada daerah elastisnya, regangan lateral mempunyai
rasio konstan terhadap regangan linier. Secara matematik:
Konstanta ini dikenal dengan Rasio Poisson, dan dilambangkan
dengan 1/m atau μ. Secara matematik:
Tabel 2.1: Harga rasio Poisson dari berbagai material.
Contoh soal 2.1. Sebuah batang yang terbuat dari baja dengan
panjang 2 m, lebar 40 mm dan tebal 20 mm mendapat tarikan
searah aksial sebesar 160 Kn pada arah panjangnya. Carilah
perubahan panjang, lebar dan ketebalan batang. Diketahui E =
200 Gpa dan rasio Poisson = 0,3.
Jawab.
Diketahui: l = 2 m = 2 × 103 mm
b = 40 mm
17
t = 20 mm
P = 160 Kn = 160 × 103 N
E = 200 Gpa = 200 × 103 N/mm2
rasio Poisson, 1/m = 0,3
Perubahan panjang:
Regangan Linier
dan regangan lateral:
Jadi perubahan lebar:
δb = b × regangan lateral = 40 × 0, 0003 = 0, 012 mm
Perubahan ketebalan:
δt = t × regangan lateral = 20 × 0, 0003 = 0, 006 mm
2.4 Regangan Volumetrik
Jika sebuah benda mendapatkan gaya, maka benda tersebut akan
mengalami perubahan dimensi. Perubahan dimensi sebuah benda
akan menyebabkan perubahan volumenya.
Rasio perubahan volume terhadap volume awal disebut dengan
regangan volumetrik.
Secara matematik, regangan volumetrik:
dimana:
Δv = Perubahan volume
V = Volume awal.
18
Walaupun ada berbagai cara gaya bekerja pada benda, kondisi
berikut perlu untuk mengetahui regangan volumetrik pada suatu
benda:
1. Benda persegi empat mendapat sebuah gaya aksial.
2. Benda persegi empat mendapat tiga gaya yang saling tegak
lurus.
Gambar 2.2: Regangan Volumetrik.
2.4.1 Regangan Volumetrik Benda Persegi Empat Yang Mendapat
Gaya Aksial
Misalkan sebuah batang dengan penampang persegi panjang,
mendapat gaya tarik aksial, seperti yang ditunjukkan oleh
gambar 2.2.
Misalkan P = Beban atau gaya tarik yang bekerja pada benda
l = Panjang benda
b = Lebar batang
t = Tebal batang
E = Modulus Elastisitas
1/m = Rasio Poisson
Kita tahu bahwa perubahan panjang:
(2.1)
dan tegangan linier:
sehingga:
19
dan regangan lateral:
maka perubahan ketebalan:
dan perubahan lebar:
Sebagai hasil dari gaya tarik ini, misal panjang akhir = l –
δl
lebar akhir (tanda negatif karena kompresi) = b – δb
dan panjang akhir (tanda negatif karena kompresi) = t – δt
Kita tahu bahwa volume awal benda:
V = l.b.t
dan volume akhir:
Dengan mengabaikan variabel-variabel yang nilainya kecil,
maka:
Perubahan volume:
20
dan regangan volumetrik:
Catatan: Rumus di atas berlaku juga untuk gaya tekan.
Contoh soal 2.2. Sebuah batang yang terbuat dari baja dengan
panjang 2 m, lebar 20 mm dan tebal 15 mm mendapat beban tarik
sebesar 30 Kn. Carilah peningkatan volume, jika rasio Poisson
= 0,25 dan modulus Young = 200 Gpa.
Jawab.
Diketahui: l = 2 m = 2 × 103 mm
b = 20 mm
t = 15 mm
P = 30 Kn = 30 × 103 N
rasio Poisson, 1/m = 0,25
modulus Young, E = 200 Gpa = 200 × 103 N/mm2
Volume awal batang:
21
Jadi peningkatan volume:
Δv = 0, 00025 × V = 0, 00025 × (600 × 103 ) = 150 mm3
2.4.2 Regangan Volumetrik Benda Empat Persegi Panjang Yang
Mendapat Tiga Gaya Yang Saling Tegak Lurus
Misalkan sebuah benda persegi empat mendapat tegangan langsung
pada ketiga sumbunya yang saling tegak lurus, seperti yang
diperlihatkan oleh Gambar 2.3.
Gambar 2.3: Regangan Volumetrik.
Misalkan
σx = Tegangan pada arah x-x
σy = Tegangan pada arah y-y
σz = Tegangan pada arah z-z
E = Modulus Young
Regangan pada arah X-X karena tegangan εx,
dengan cara yang sama,
ɛy = σy
ERegangan pada ketiga arah bisa dicari dengan prinsip
superposisi, yaitu dengan menambahkan secara aljabar regangan
di setiap arah karena setiap tegangan individu.
Untuk ketiga tegangan tarik yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3
(dengan memakai tanda positif sebagai regangan tarik dan
22
negatif sebagai regangan tekan), regangan resultan pada arah
x-x:
dengan cara yang sama
Regangan volumetrik bisa dicari dengan:
Contoh soal 2.3. Sebuah batang dengan panjang 500 mm dan
penampang 100 mm × 50 mm menerima gaya-gaya seperti gambar
2.4. Berapakah perubahan volume batang? Ambil modulus
elastisitas untuk material batang 200 Gpa dan rasio Poisson
0,25.
Gambar 2.4:
Jawab
Diketahui: l = 500 mm
b = 100 mm
t = 50 mm
23
Gaya pada arah x = Px = 100 Kn = 100 × 103 N (tarik)
Gaya pada arah y = Py = 200 Kn = 200 × 103 N (tarik)
Gaya pada arah z = Pz = 300 Kn = 300 × 103 N (tekan)
E = 200 Gpa = 200 × 103 N/mm2
rasio Poisson = 1/m = 0,25 atau m = 4
Volume awal batang:
V = l × b × t = 500 × 100 × 50 = 2, 5 × 106 mm3
dan tegangan pada arah x-x:
dengan cara yang sama:
dan
Kita juga tahu bahwa regangan resultan pada arah x-x, dengan
mempertimbangkan tarikan adalah positif dan kompresi adalah
negatif adalah:
dengan cara yang sama:
regangan volumetrik:
24
2.5 Modulus Bulk
Jika sebuah benda mendapat tiga tegangan yang saling tegak
lurus, dengan besaran yang sama, rasio tegangan langsung
terhadap regangan volumetrik disebut sebagai modulus bulk,
dilambangkan dengan K. Secara matematik:
2.6 Hubungan Antara Modulus Bulk dengan Modulus Young
Misalkan sebuah kubus ABCD A1B1C1D1 seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 2.5. Katakan kubus mendapat tiga tegangan tarik
yang saling tegak lurus dengan besaran yang sama.
Ambil
σ = Tegangan pada permukaan
l = Panjang kubus
E = Modulus Young untuk material kubus
Gambar 2.5: Kubus ABCD A1B1C1D1
25
Misalkan deformasi pada satu sisi kubus (katakan AB) karena
tiga tegangan tarik.
Kita tahu bahwa sisi ini mengalami regangan-regangan berikut:
1. Tegangan tarik sebesar σ karena tegangan pada
permukaan BB1 CC1 dan AA1 DD1.
E
2. Regangan lateral tekan sebesar karena
tegangan pada permukaan AA1 BB1 dan
DD1 CC1.
3. Regangan lateral tekan sebesar karena tegangan pada
permukaan ABCD dan
A1B1C1D1.
Sehingga, regangan tarik netto yang dialami oleh sisi AB
karena tegangan-tegangan ini:
(2.2)
Volume awal kubus: V = l3 dan turunannya terhadap l adalah Δv
= 3l2 atau
V
Substitusikan harga dari persamaan 2.2:
atau
sehingga
26
atau
Contoh soal 2.4. Jika harga modulus elastisitas dan rasio
poisson sebuah paduan masing-masing adalah 150 Gpa dan 0,25,
carilah harga modulus bulk paduan tersebut.
Jawab
Diketahui: E = 150 GP = 150×103 N /mm2
rasio Poisson, 1/m = 0,25 atau m = 4
Modulus bulk paduan:
2.7 Tegangan Geser
Ketika suatu penampang mendapat dua gaya yang sama besar dan
berlawanan arah, dan bekerja secara tangensial pada penampang
tersebut, akibatnya benda tersebut cendrung robek melalui
penampang tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.6,
tegangan yang ditimbulkan disebut tegangan geser. Regangannya
disebut regangan geser.
27
Gambar 2.6: Tegangan geser pada keling.
Gambar 2.7: Regangan geser.
Misalkan sebuah kubus dengan panjang l mempunyai tumpuan tetap
pada permukaan dasar AB. Misalkan sebuah gaya P diberikan pada
permukaan DC, tangensial terhadap permukaan AB. Karena gaya,
misalkan kubus berubah dari ABCE ke ABC1D1 melalui sudut θ
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.7.
Dan Teagangan Geser =
2.8 Tegangan Geser Prinsipal
Tegangan geser prinsipal adalah tegangan geser pada penampang
sebuah bidang, dan selalu diikuti oleh tegangan geser
penyeimbang (balancing shear stress) pada penampang bidang dan
normal terhadapnya.
Bukti
28
Misalkan sebuah blok segiempat ABCD mendapat tegangan geser _
pada permukaan AD dan CB seperti yang ditunjukkan oleh gambar
2.8. Misalkan ketebalan satu satuan.
Maka gaya yang bekerja pada permukaan AD dan CB:
Gambar 2.8: Tegangan Geser Prinsipal
Dapat dilihat bahwa gaya-gaya ini membentuk sebuah kopel,
dimana harga momennya adalah _.AB x AB yaitu gaya X jarak.
Jika balok dalam keadaan setimbang, maka harus ada kopel
penyeimbang yang besar momennya harus sama dengan besar momen
ini. Misalkan tegangan geser _ 0 terdapat pada permukaan AB
dan CD seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.8. Maka gaya-
gaya yang bekerja pada permukaan AB dan CD:
Kita bisa melihat bahwa gaya-gaya ini juga membentuk kopel
yang besar momennya sama dengan _.AB x AB. Dengan menyamakan
kedua momen ini maka:
atau:
Sebagai akibat dari kedua kopel, diagonal BD balok akan
mendapat gaya tarik, sedangkan diagonal AC mendapat gaya
tekan.
29
Tegangan disebut regangan komplementer.
Modulus Geser atau Modulus Rigiditas
Secara eksperimen diperoleh bahwa di dalam batas elastik,
tegangan geser proporsional (berbanding lurus) terhadap
regangan geser. Secara matematik:
atau
Tabel 2.2: Harga modulus Rigiditas berbagai material.
Hubungan Antara Modulus Elastisitas dan Modulus Rigiditas
Misalkan sebuah kubus dengan panjang l mendapat tegangan geser
_ seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.9(a). Terlihat bahwa
karena tegangan-tegangan tersebut, kubus mengalami distorsi,
seperti diagonal BD akan bertambah panjang dan diagonal AC
akan bertambah pendek. Misalkan tegangan geser _ akan
menimbulkan regangan _ seperti yang ditunjukkan oleh gambar
2.9(b). Terlihat bahwa diagonal BD akan mengalami distorsi
menjadi BD’.
30
Kita lihat bahwa regangan linier diagonal BD adalah setengah
dari regangan geser dan berupa tarik. Dengan cara yang sama
dapat dibuktikan bahwa diagonal AC adalah juga setengah dari
regangan geser, tetapi berupa tekan. Regangan linier diagonal
BD:
Gambar 2.9:
(2.3)
dimana:
C = Modulus rigiditas
Misalkan tegangan geser ini bekerja pada sisi AB, CD, CB dan
AD. Kita tahu bahwa
akibat dari tegangan ini akan berupa tegangan tarik pada
diagonal BD dan tegangan
tekan pada diagonal AC. Maka regangan tarik pada diagonal BD
karena tegangan tarik
pada diagonal BD:
(2.4)
dan regangan tarik pada diagonal BD karena tegangan tekan pada
diagonal AC:
(2.5)
31
Efek kombinasi dari kedua tegangan di atas pada diagonal BD
(2.6)
Dengan menyamakan persamaan 2.3 dan 2.6:
Contoh soal 2.5. Sebuah spesimen paduan mempunyai modulus
elastisitas 120 Gpa dan modulus rigiditas 45 Gpa. Carilah
rasio Poisson material tersebut.
Jawab.
Diketahui: E = 120 Gpa
C = 45 Gpa
Modulus rigiditas:
LATIHAN 2
1. Sebuah batang baja dengan panjang 1,5 m dan diameter 20 mm
mendapat tarikan aksial sebesar 100 Kn. Carilah perubahan
panjang dan diameter batang, jika E = a dan 1/m = 0,32
2. Carilah perubahan panjang, lebar dan tebal dari sebuah
batang baja yang panjangnya 4 m, lebar 30 mm dan tebal 20
mm, jika mendapat tarikan aksial sebesar 120 Kn pada arah
panjangnya. Ambil E = 200 Gpa dan rasio Poisson 0,3.
32
3. Sebuah pelat baja mempunyai modulus elastisitas 200 Gpa dan
rasio Poisson 0,3.
Berapakah harga modulus bulk material tersebut?
4. Pada sebuah eksperimen, sebuah batang paduan dengan panjang
1 m dan penampang 20 mm × 20 mm diuji untuk menambah
panjang sampai 1 mm ketika diberikan beban tarik aksial
sebesar 6,4 Kn. Jika modulus bulk batang 133 Gpa, carilah
harga rasio Poisson.
BAB. III
PEMBEBANAN GESER
Pada pembebanan geser, maka akan timbul tegangan geser
dan regangan geser. Tegangan geser merupakan tegangan yang
bekerja sejajar atau menyinggung permukaan. Perjanjian tanda
untuk tegangan geser sebagai berikut:
Tegangan geser yang bekerja pada permukaan positif suatu
elemen adalah positif apabila bekerja dalam arah positif dari
salah satu sumbu-sumbu positif dan negatif apabila bekerja
dalam arah negatif dari sumbu-sumbu. Tegangan geser yang
bekerja pada permukaan negatif suatu elemen adalah positif
apabila bekerja dalam arah negatif sumbu dan negatif apabila
bekerja dalam arah positif.
33
Prinsip Tegangan Geser
Sifat-sifat suatu bahan dalam keadaan geser dapat ditentukan
secara eksperimental dari uji-uji geser langsung (direct
shear) atau puntiran (torsion). Uji-uji yang kemudian
dilakukan dengan memuntir pipa-pipa berongga, sehingga
menghasilkan suatu keadaan geser murni.
Sebagai suatu contoh dapat dilihat pada sambungan baut.
Tegangan geser pada baut diciptakan oleh aksi langsung dari
gaya-gaya yang mencoba mengiris bahan. Tegangan geser dapat
diperoleh dengan membagi gaya geser terhadap luas.
Bagian awal dari diagram tegangan-regangan geser sebuah garis
lurus, seperti dalam keadaan tarik. Untuk daerah elastis
linier, tegangan geser berbanding lurus dengan regangan geser,
jadi diperoleh persamaan berikut bagi hukum Hooke untuk
keadaan geser.
34
Tegangan geser pada permukaan-permukaan yang berhadapan
besarnya sama tapi arahnya berlawanan.
Tegangan geser pada permukaan-permukaan yang saling tegak
lurus besarnya sama tetapi memiliki arah-arah yang sedemikian
rupa sehingga kedua tegangan mengarah ke, atau menjauhi garis
perpotongan kedua permukaan.
Tegangan geser yang diakibatkan adanya beban P pada sebuah
paku keling dengan luas penampang A, diformulasikan sebagai
berikut :
Contoh Soal dan Penyelesaian
Contoh 1
Suatu plat baja sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.7
dihubungkan oleh dua buah baut dengan diameter 19 mm. Apabila
bekerja beban tarik sebesar 80 Kn, hitung gaya geser rata-rata
pada baut.
35
Penyelesaian
Dianggap beban ditahan sama besar oleh masing-masing baut dan
tegangan geser yang ditimbulkan adalah terdistribusi merata
pada setiap baut. Karena hanya ada satu bidang geser setiap
baut, geser reaksi bekerja pada lingkaran dengan diameter 19
mm.
Masing-masing baut menahan 40 Kn (setengah dari total beban).
Gaya geser rata-rata adalah:
τ = P = 40.000 N = 141 Mpa
A π/4. (0,019)2
Contoh 2
Tiga buah kayu yang direkatkan satu sama lain (lihat Gambar
4.8) akan digunakanuntuk menguji kekuatan geser sambungan lem.
Beban P sebesar 50 Kn bekerja padakayu. Hitung tegangan geser
rata-rata tiap sambungan.
Luasan tahanan geser masing-masing sambungan adalah :
A = 0,075 x 0,1 = 7,5 x 10-3 m2
36
bba a PP
Dianggap bahwa beban P adalah sama dengan gaya reaksi tiap
sambungan yang belum yang ditahan dan bahwa tegangan gesr
adalah distribusi merata melalui sambungan. Jadi masing-masing
menahan 25 Kn (setengh dari beban total). Tegangan geser rata-
rata :
τ = P = 25 x 10 3 N = 3,33 Mpa
A 7,5 x 10-3 m2
Contoh 3
Struktur baja karbon rendah seperti gambar, diameter 25 mm
tegangan geser maksimum 300 Mpa dan tebal bahan 10 mm. Jika
modulus elastisitas 80 GN/m2, carilah regangan geser saat
tegangan geser yang diberikan 150 Mpa.
Penyelesaian
Latihan 3:
1. Suatu sambungan dengan baut ditunjukan pada gambar dibawah.
Besarnya gaya tarik P adalah 30 kN dan diameter baut adalah
10 mm. Tentukan nilai rata-rata tegangan geser yang terjadi
pada bidang a-a atau b-b.
37
45oPP
Las laser 1/16 in
2. Suatu plat titanium campuran dengan tebal 1/16 in, lebar
1.75 in disambungkan dengan pengelasan laser dengan sudut
pengelasan 45° seperti gambar dibawah. Pengelasan dilakukan
dengan menggunakan sistem laser karbon-dioksida 100 kW. Jika
tegangan geser titanium campuran adalah 65,000 lb/in2 dan
sambungan diasumsikan mempunyai efisiensi 100%, tentukan
gaya P yang dapat diberikan.
3. Sebuah shaft dan puli pada sebuah lubang kunci seperti yang
diperlihatkan pada gambar, gaya putar T pada puli 1 kNm,
kunci berukuran 10 mm x 10 mm x 75 mm. Carilah tegangan
geser yang terjadi pada penampang kunci.
4. Sebatang baja siku dilas pada sebuah plat baja. Tegangan
geser yang diijinkan adalah 140 MPa dan besarnya leg
10 mm.Tentukan panjang pengelasan minimum pada baja siku
tersebut agar dapat menahan beban maksimum P sebesar 180
kN.
38
BAB. IV
BEBAN PUNTIRAN
Bila suatu bidang dibebani demikian rupa sehingga pada tiap-
tiap penampang normal bekerja suatu kopel yang terletak dalam
39
bidang penampan tersebut, maka batang itu dibebani puntiran.
Penampang normal adalah penampang yang berdiri tegak lurus
terhadap sumbu batang. Pasangan seperti itu disebut “momen
puntir’ dan tegangan tegangan yang terjadi disebut “tegangan
puntir’ Lihat gambar.
Tegangan puntir ditulis secara simbolik dengan τp
Wp = 0,2 D untuk batang silindris pejal. Dalam momen
kelembaman telah kita ketahui bahwa untuk batang yang
berbentuk pipa di mana garis tengah luarnya D, dan garis
tengah dalamnya = d, maka momen tahanan polarnya adalah:
Untuk batang dengan penampang persegi atau persegi empat
b h
40
b
b
Wp = 1/6 b3 dan Wp = 1/6 bh2
Tegangan puntir yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan
puntir yang diizinkan. Sehingga momen puntir yang diizinkan
menjadi:
Torsi pada poros berdiameter konstan
T = Torsi (N.m)
L = Panjang batang (m)
J = Momen Inersia Polar, batang silindris pejal = π/32.D4 (m4)
G = C = Modulus Geser/Rigiditas (Mpa)
Dalam peristiwa puntiran terdapat hubungan antara
Torsi/puntiran, tegangan puntir dan susdut puntir sebagai
berikut:
41
Dimana:
τ = tegangan puntir (N/mm2/ Pa)
r = jari-jari poros (m)
T = torsi atau momen puntir (N.m)
J = momen inersia polar (m4)
C = G = modulus geser/gelincir (Mpa)
Ɵ = sudut puntir (rad)
L = panjang poros (m)
CONTOH- CONTOH SOAL TEGANGAN PUNTIR (PUTAR) :
1. Untuk pembebanan putar / unter pada perancangan poros
pejal ( tidak berlobang ) :
Suatu poros pemindah daya memindahkan daya sebesar 97,5 Kw,
pada 180 rpm, tegangan puntir material 60 N/mm2, G =
80x103N/mm2, sudut puntir tidak boleh lebih dari 10/3m.
Tentukan diameter poros tersebut.
Penyelesaian : mencari torsi yang terjadi
P = 2 π.n.T/4500
97,5x104 = 2.π.180.T/60
T = 97,5 x 102 x 60/2.π.180 = 5172 N.m = 5172 x 103 N.mm
Mencari diameter poros
T = π/16. Tegangan puntir material. d3
5172 x 103 = π/16.60. d3
d = 76 mm
Mempertimbangkan keamanan dengan mempertimbangkan susut puntir
tidak boleh lebih dari 10/3m, maka gunakan persamaan T/J =
G.Ɵ/L
5172 x 10 3 = 80 x 10 3 . π/180 π /32 d4 3000d4 = 113200000 d = 105 mm
42
Dengan demikian diameter poros yang dipakai menggunakan yang
105 mm
2. Untuk pembebanan putar/unter pada perancangan poros
berlobang (Hollow Shaft):Suatu poros berlubang memindahkan daya
sebesar 800 Hp torsi pada putaran 110 rpm, torsi maksimum =
20% lebih besar dari rata-rata. Tegangan geser = tegangan
puntir tidak lebih dari 630 kg/cm2, sudut puntir tidak boleh
lebih dari 1,40/3m, perbandingan diameter luar dengan diameter
dalam = 3:8, modulus rigiditas 8,4x104kg/cm2. Tentukan diameter
luar.
Penyelesaian:
Diketahui :
P = 800 h.p
n = 110 r.p.m
Tmax = 1,2 Tmean
Tegangan puntir maximal bahan = 630 kg/cm2
Panjang poros = 300 cm
Sudut puntir maximum = 1,40 = 1,4 x π/180 rad
Rasio diameter internal dengan eksternal (k) = 3/8
Modulus rigiditas (G) = 8,4 x 104 kg/cm2
Mencari momen puntir rata-rata atau torsi rata-rata Tmean
P = 2 π.n.Tmean /4500
800 = 2 π.110.Tmean/4500
Tmean = 5209 kg.m = 520900 kg.cm
Tmax = 1,2 Tmean = 1,2 . 520900 = 625080 kg.cm
Mencari diameter poros
Tmean = π/16 x τp x do3 [1 – (di /do)4]
43
do3 = 5114
do = 17,23 cm
Mencari diameter poros dengan mempertimbangkan momen inersia
polar sebagai berikut :
Latihan 41.
2. Pores pejal dari alumunium (G = 4x102) panjang 6 feet,
diameter 3 inchi dengan pembebanan seperti gambar. Tentukan
besar sudut unter pada C dan tegangan geser maksimum pada
poros tersebut.
3. Carilah tegangan puntir pada seksi A dan B dari potongan a-a
44
BAB. V
TEGANGAN LENGKUNG
Misalnya, pada poros-poros mesin dan poros roda yang dalam
keadaan ditumpu. Jadi, merupakan tegangan tangensial.
½ L ½ L
Mb = momen lengkung
= RA.1/2 L
Momen lengkung dapat dicari sesuai dengan konstruksi dan
bagaimana pembebanannya dan jenis beban (beban titik, beban
merata, beban campuran).
Wb = momen tahanan lengkung
momen tahanan lengkung (Wb) = I/c
Untuk penampang bulat:
c = jarak dari sumbu netral ke lapisan terluar (untuk bahan
berpnampang bulat c = ½ d)
I = momen inersia ( bahan berpenampang bulat I = π/64. D4 )
Wb = π/64. D 4
½.d
Wb = π /32. D3 = 0,1 d3
46
Untuk penampang lain, dapat dicari dari tabel momen inersia
terhadap garis yang melalui titik pusatnya
Contoh soal
1. Sebuah batang silindris dijepit seperti gambar, jika
tegangan maksimum 150 MN/mm2 , tentukan diameter batang
tersebut.
Penyelesaian :
Mb = 2m x 2 Kn = 4 Kn.m = 400 Kn.mm
Wb = π /32. D3 = 0,1 d3
τb = 150 x 106 N/mm2
4000 = 150 x 10 6 N/mm 2
π /32. D3
Atau dengan cara lain
47
2. Diketahui sebuah balok kantilevel seperti gambar
dibawah, mempunyai
penampang balok segi empat.
Tentukan tegangan lentur maksimum yang terjadi pada
sebuah irisan 2 m dari
Ujung bebas.
Penyelesaian :
48
3. Seperti soal nomor 2, andaikata penampang potongan c-c
seperti gambar berikut :
satuan: mm
Penyelesaian :
Menentukan titik berat penampang
Dicari momen inersia luasan penampang terhadap sumbu z-z. Maka
:
49
Besarnya tegangan lentur maksimum pada potongan c-c 2m dari
ujung bebas
Latihan 5.
1. Tentukan tegangan lengkung maksimum dalam balok dengan
penampang seperti gambar.
2. Tentukan panjang batang maksimum yang diperbolehkan
untuk sebuah balok
sederhana berpenampang empat persegi panjang 150 mm x
300 mm yang dikenakan suatu beban tersebar merata q
= 8 Kn/m, jika tegangan lentur ijinnya 8.2 Mpa.
50
3. Suatu balok kantilever berpenampang bulat dengan diameter
100 mm menahan beban seperti pada gambar. Tentukan tegangan
lentur maksimumnya.
51
BAB. VI
TEGANGAN TEKUK
Pada batang yang panjang jika diberi beban tekan maka akan
terjadi lengkungan dan ini dinamakan tekukan. Oleh karena
penurunan rumus untuk tekukan tidak mudah, maka akan diberikan
rumus-rumus yang banyak dipakai. Euler membedakan empat hal
tentang tekukan seperti dijelaskan dibawah ini.
Keterangan :
Ptk = Pembebanan tekuk (kg) P = Pembebanan yang dijinkan
v = koefisien keamanan E = Modulus elastisitas (kg/cm2)
Im = momen inersia linier garis terkecil (cm4) Pd = Panjang batang (cm)
σtk = Tegangan tekuk = Ptk/A = tegangan tekuk yang terjadi
(kg/cm2)
Hal-Tekukan I (lihat gambar).
Pada batang ini satu udjungnja didjepit sedangkan udjung
jang lain bebas.
Hal-Tekukan II (Lihat gambar). 52
Pembebanan yang diijinkan P = Ptk/v
Pada batang ini kedua ujung ditumpu secara engsel dan
titik engsel hanya dapat bergerak kearah sumbu batang.
Hal-Tekukan III (lihat gambar).
Batang dijepit pada satu ujung, sedangkan ujung yang tain
dapat bekerkerja sebagai
engsel. Ujung yang engsel hanya dapat bergerak kearah
sumbu batang.
Halt-Tekukan IV (lihat gambar).
Batang dijepit pada kedua-belah ujung, sedangkan gerakan
dari dari ujung hanja dapat dilakukan kearah sumbu batang.
53
Pembebanan yang diijinkan P ≤ Ptk/v
dalam praktiknya pembebanan yang diijikan
dan pembebanan yang diijinkan P ≤ Ptk/v
Rumus Euler hanya berlaku jika angka kerampingan batang (λ) >
Jika angka kerampingan batang lebih kecil, maka menggunakan
rumus empiris dari Von Tetmajer.
Apabila untuk suatu bahan tertentu diketahui E dan σp,
maka kita dapat menghitung angka kerampingan batang,
hasilnya untuk menentukan apakah boleh memakai rumus Euler
atau tidak.
Berikut adalah tabel, besarnya E, σp dan λ dari bahan
Rumus berikut ini dapat dipakai untuk kerampingan antara
10 dan 105.
Untuk badja dengan E:2.100.0000 kg/cm2 dan σp : 1900 kg/cm
, maka untuk hal tekukan II (kedua ujung bekerdja sebagai
engsel), rumus Von Tetmayer untuk pembebanan tekuk:
Pembebanan yang diijinkan :
Untuk baja dengan E :2.200.000 dan σp:2500. Maka pembebanan
tekuk :
54
Ptk
dan pembebanan yang diijinkan P
≤ Ptk/v
dalam praktiknya pembebanan
Pembebanan yang diijinkan :
Rumus berikut ini dapat dipakai untuk kerampingan batang
antara 10 dan 90.
Untuk besi tuang dengan E : 1000.000 dan σp : 1500
Pembebanan jang diidjinkan
Contoh soal :
1. Suatu batang mempunyai panjang 3 m dan penampang jang
berbentuk lingkaran dari 5 cm. Bahan itu terdiri dari
badja dengan E : 2.100.000 kg/cm2 dan σp, : 1900 kg/cm2.
Berapa pembebanan-tekan yang diijinkan maks, apabila
kedua udjung dari batang dilekatkan hingga dapat
bekerja sebagai engsel dan koefisien-keamananya harus =
5.
Penyelesaian :
Pertama-tama dihitung kerampingan batang yaitu
λ = 300 = 230 √33/19,7
Jadi harus memakai rumus Euler, karena 230 > 105.
Untuk hal ini kita harus memakai rumus
55
2. Pandjang dari suatu batang adalah 1 m, ketentuan lain
seperti contoh soal nomor 1. Berapakah besarnja
pembebanan jang diidjinkan?
Penyelesaian :
Karena angka kerampingan bahan lebih kecil yaitu 76,5 < 105,
maka menggunakan rumus empiris dari Von Tetmajer
Latihan. 6
1. Suatu batang berpenampang persegi panjang
30mm x 20mm, dibebani tekuk seperti gambar.
Panjang batang 2 m, E = 200 Gpa.
hitunglah tegangan tekuknya.
2. Suatu batang berpenampang persegi
dibebani tekuk seperti gambar.
E = 2.109 psi. hitunglah tegangan tekuknya.
56
A B
P
A B
PP Cos αP Sin α
BAB. VII
TEGANGAN BEBAN GABUNGAN
1. Beban tekan dan lengkung/bending
P1 a P2
A B
+P2.a Wb
A B -P2.a Wb
-P1 -P1
A A
+P2. a - P1 -P2.a – P1 Wb A
Wb A
Jadi Tegangan di A = +P2 - P1 dan Tegangan di B = -P2.a –
P1
Wb A Wb A
2. Beban tidak sejajar sumbu batang
57
a
Teg. A = P.Cos α + P Sin α. a A
Wb
Teg. B = P.Cos α - P
A B
P
A B
P
P Cos α P Sin α Teg. A = - P.Cos α + P Sin α. a A Wb
Teg. B = - P.Cos α - P Sin α. a A Wb
h
b
AAB
CD
P2
P2
a1
a2
a
Da
Dalam hal terakhir, perlu diperiksa terhadap tegangan tekuk
yang diijinkan, yaitu
P1 = Beban tekuk yang diijinkan
Pada bahaya tekuk maka σtk + σb ≤ 1 σtk = P.Cos αdan σb = P Sin α. a σtk σb
A Wb
3. Lengkung berganda
P1 menyebabkan momen lengkung terhadap ABCD yaitu Mb1 = P1.a1.
Tegangan bengkok/bending (σb1) = Mb1/Wb1 = P1.a1
1/6.b.h2
σb1 adalah tegangan tarik pada AB dan tegangan tekan pada CD
58
P1 P1
AB
CD
σtk =P1
a1
a2
P1
P2P
a/2
P1
P2
P1
a/2
P2 menyebabkan momen lengkung terhadap ABCD yaitu Mb2 = P2.a2
Tegangan bengkok/bending (σb2) = Mb2/Wb2 = P2.a2
1/6.h.b2
σb2 adalah tegangan tarik pada AD dan tegangan tekan pada BC
Dititik A dari penampang ABCD, kedua momen tersebut
menyebabkan tegangan tarik maksimum sehingga didapat σbA = σb1 +
σb2. Sedangkan dititik C, kedua momen tersebut menyebabkab
tegangan tekan maksimum sehingga didapat σbC = - σb1 - σb2.
4. Lengkung dengan puntiran
σb = tegangan bengkok ijin, σb = tegangan bengkok yang terjadi,σb = σb, vv = faktor keamanan (safety factor)
5. Tarik atau tekan dengan puntiran
59
Pada penampang yang diarsir terjadi Momen bengkok Mb = P1 x a1 dan Momen puntir Mpt = P x a2
Akibat adanya dua momen ini, maka terjadi apa yang disebut dengan Momen Bengkok Ideal Mi = √ Mb
2 + Mpt2
(Rumus Guest untuk bahan yang liat)
Bahwa peristiwa yang menimbulkan momen lengkung akan terdapat
tegangan lengkung dan tegangan tersebut juga merupakan
tegangan tarik atau tekan. Maka pada peristiwa tarik/tekan
dengan puntiran dapat dipakai rumus peristiwa lengkung dan
puntiran yaitu Mi (momen ideal). Adanya momen ideal dapat
dicari tegangan ideal yaitu : σi = Mi / Wb = √ Mb2 + Mpt
2
σi2 = Mb
2 + Mpt2 untuk penampang bulat Wb = ½ Mpt
Wb
Wb2 Wb
2
σi2 = Mb
2 + Mpt2 = σb
2 + 4 σpt2 …….. jadi σi = √ σb
2 + 4 σpt2
Wb2 ¼ Wpt
2
Oleh karena tegangan lengkung sama dengan tegangan tarik atau
tekan, maka untuk peristiwa tarik atau tekan dengan puntir
diperoleh : jadi σi = √ σt2 + 4 σpt
2
σt = P2/A
σpt = Mpt = P1. a
Wpt 0,2.d3
Pada peristiwa tekan dengan puntir untuk bahan getas
σi = μ – 1. σt + μ + 1. √ σt2 + 4 σpt
2
2. μ 2. μ
μ = koefesien kontraksi, untuk bahan dari baja μ – 1. = 0,35dan μ + 1. = 0,65 2. μ
2. μContoh soal tegangan gabungan.
1. Bila pada gambar diketahui :
P1 = P2 = 6000 kg
a = 10 cm 60
a P2P1
A B
Penampang dari tiang adalah segi panjang dengan sisi – sisi 10
cm dan 6 cm. Maka tegangan maksimumnya dapat kita cari sebagai
berikut :
Penyelesaian :
Tegangan di A = σa = +P2.a - P1Wb A
Dalam hal ini :
A = 10 x 6 = 60 cm2
Wb = 1/6 x lebar x tinggi kwadrat.
Wb = 1/6 x 10 x 62 = 60 cm3
Jadi σa = 6000 x10 - 6000 = 900 kg/cm2
60 60
σa = 900 kg / cm2
Tegangan di titik B : σB = - P2.a - P1Wb A
= - 6000 x 10 - 60
= - 1100 kg / cm2
Jadi tegangan maksimum adalah suatu tegangan tekan sebesar
1100 kg / cm2 , sedangkan tegangan tarik maksimum adalah 900 kg
/ cm2.
Latihan. 7
1. Suatu plat seperti gambar disamping, dibebani tarik.
Tentukan distribusi tegangan pada penampang A-A.
2. Suatu konstruksi seperti gambar dibawah ini.
Tentukan tegangan di titik A dan B
61
40kN
A A
1010
B E F D
30 30
3. Kait baja yang ukurannya terlihat pada gambar, memikul beban
kebawah sebesar 71,2 kN
Tentukan tegangan maksimum dalam pengait ini.
150 mm
71,2 kN
50 mm
150 mm
62
40kN
XC 6
DAFTAR PUSTAKA
A. Nash, B., Sturgess, C.E.N., 1972. Theoy and Problem ofStrength of Material, Schaum’s Outline series, McGraw-HillInternational Book Company, Singapore.
Hearn, E.J., 1985, Mechanical of Material, Second Edition, Volume1; 2, UK: Pergamon
Press Limited.
Khurmi, R.S., 1984, Strength of Materials, New Delhi: S. Chand &Company Ltd.
Mott, R.L., 1985, Machine Elements in Mechanical Design, Charles E.Merrill Publishing
Compan, Columbus, Ohio, USA.
Popov, E.P., Nagarajan, S., Lu, Z.A., Tanisan Zainul
63
Astamar, Z., Mekanika Teknik,Edisi kedua (versi SI), Penerbit Erlangga, Jakarta, 1994.
Ress, D.W.A., 1922, the Mechanic of Solid and Structures, Singapore:McGraw-Hil Book
Company.
Singer, F.L., Sebayang, D., Kekuatan Bahan, PenerbitErlangga, Edisi3, Jakarta, 1985.
Timoshenko, S., Strength of Material,Part 1 Elementry,Third Edition, Robert E. Kriager
Publishing Company, Huntington, New York, 1976.
Timoshenko, S., Strength of Material,Part 2 Advanced,Third Edition, Robert E. Kriager
Publishing Company, Huntington, New York, 1976b.
64