EFEKTIVITAS BAHAN AJAR ICT

35
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS ICT Heriberty M. Siong Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA Fkip Undana 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang berlangsung sekarang setidaknya menghadapi dua tantangan. Tantangan yang pertama berasal dari adanya perubahan pandangan terhadap belajar itu sendiri. Pandangan behaviuorisme yang mengutamakan stimulus dan respon tidak cukup untuk dapat memberikan hasil optimal. Untuk saat ini pembelajaran di kelas sudah mengarah pada pandangan konstruktivis yang harus melibatkan aktivitas yang mendukung semua siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan penalaran analitis dan kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi, dan mencapai kebiasaan (habit) berpikir. Tuntutan berpikir atau belajar yang dinamis, seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah membutuhkan suatu wahana komunikasi (baik verbal maupun tulisan), dinyatakan dalam suatu bentuk representasi yang merupakan bahasa yang dapat digunakan untuk mengungkapkan ide-ide atau pikiran seseorang, dan mengkomunikasikannya 1

Transcript of EFEKTIVITAS BAHAN AJAR ICT

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS ICT

Heriberty M. Siong

Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA Fkip

Undana

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini terjadi perubahan

paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang

berlangsung sekarang setidaknya menghadapi dua tantangan.

Tantangan yang pertama berasal dari adanya perubahan

pandangan terhadap belajar itu sendiri. Pandangan

behaviuorisme yang mengutamakan stimulus dan respon tidak

cukup untuk dapat memberikan hasil optimal. Untuk saat ini

pembelajaran di kelas sudah mengarah pada pandangan

konstruktivis yang harus melibatkan aktivitas yang mendukung

semua siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan

keterampilan penalaran analitis dan kritis, pemecahan

masalah, dan komunikasi, dan mencapai kebiasaan (habit)

berpikir.

Tuntutan berpikir atau belajar yang dinamis, seperti

penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah

membutuhkan suatu wahana komunikasi (baik verbal maupun

tulisan), dinyatakan dalam suatu bentuk representasi yang

merupakan bahasa yang dapat digunakan untuk mengungkapkan

ide-ide atau pikiran seseorang, dan mengkomunikasikannya

1

kepada orang lain atau diri sendiri, baik secara verbal

maupun tulisan, melalui grafik, tabel, gambar, persamaan,

atau yang lainnya. Akan tetapi, dalam implementasi proses

pembelajarannya banyak terjadi kendala, misalnya kesukaran

siswa dalam menjembatani representasi-representasi dan

secara fleksibel berpindah dari satu representasi ke

representasi lainnya (Yerushalmy, 1997). Menurut Sfard

(1992), Greer dan Harel (1998), Hong, Thomas, dan Kwon

(2000), Greeno dan Hall (dalam Zachariades, Christou, dan

Papageorgiou, 2002) siswa mempunyai kemampuan minimal dalam

menjembatani representasi-representasi tanpa memahami benang

merah antar ide konsep materi-materi yang direpresentasikan.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana dari guru untuk

menjembatani hal tersebut melalui bahn ajar yang akan

disajikan baik itu berupa modul, hand out ataupun lembar

kerja siswa.

Tantangan kedua yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat

ini adalah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang

begitu pesat, yang menawarkan berbagai kemudahan dalam

pembelajaran. Kemajuan teknologi ini memungkinkan terjadinya

pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-

guided. Konstruktivisme dan teknologi, secara terpisah maupun

bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang baru dalam

proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh

maupun belajar mandiri. Salah satu alternatif pembelajaran

yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) adalah dengan menggunakan bahan ajar

berbasis ICT dapat dibuat interaktif sehingga siswa dapat

2

belajar dengan berulang-ulang sehingga memungkinkan siswa

dapat lebih memahami materi pelajaran dengan baik. McDonough

(dalam Paramata, 1996:2) menyatakan bahwa penggunaan

komputer dalam pembelajaran akan memberikan stimulus untuk

belajar, menciptakan audio-visual, membantu recalling

(pemanggilan kembali) konsep yang telah dipelajari,

mengefektifkan respon siswa, mendorong cara belajar

interaktif, membebaskan guru dari tugas-tugas yang berulang,

dan menyediakan sumber-sumber belajar yang mudah

dimodifikasi. Perangkat berbasis teknologi lainnya yang

diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengembangkan

lingkungan belajar yang lebih produktif adalah video discs,

multimedia/hypermedia, e-mail dan internet, disamping

piranti lunak Computer Assisted Instruction/Intelligent Computer Assisted

Instruction (CAI/ICAI).

Menurut Gayestik yang dikutip oleh Sunaryo Soenarto

(2009), pembelajaran interaktif merupakan pembelajaran yang

menggunakan sistem komunikasi efektif berbasis komputer yang

mampu menciptakan, menyimpan, menyajikan dan mengakses

kembali informasi berupa teks, grafik, suara, vidio atau

animasi. Komputer juga mampu membawa permasalahan dunia

nyata yang tidak mungkin dihadirkan di kelas dengan media

pembelajaran konvensional melalui teknik simulasi. Selain

itu, komputer juga mampu mengkonkritkan permasalahan yang

bersifat abstrak yang banyak terdapat pada mata pelajaran

kimia. Penjelasan beberapa konsep kimia juga cenderung

abstrak, sehingga diperlukan suatu media pelajaran yang

3

dapat membantu pemahaman para siswa mengenai konsep-konsep

kimia tersebut.

Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22

tahun 2006, tentang Standar Isi, bahwa Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar mata pelajaran Kimia tingkat SMA/MA/SMALB

mata pelajaran Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih

khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman

dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki

jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan

ilmu dan teknologi. Dengan demikian jelas bahwa kebutuhan

bahan pembelajaran berbasis ICT sebagai alat untuk membantu

siswa menguasai teknologi informasi dan materi pelajaran

umum lainnya dengan lebih cepat, menyenangkan dan

meningkatkan hasil belajar, menjadi kebutuhan yang mendesak

untuk tercapainya kualitas pembelajaran yang diharapkan.

Atas dasar pentingnya bahan pembelajaran berbasis ICT

yang dirancang oleh guru bagi peningkatan kualitas

pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan

komunikasi dan untuk kepentingan publikasi komunikasi dan

informasi lembaga, maka sudah menjadi kebutuhan yang

mendesak untuk adanya peningkatan kemampuan para pelaku

pendidikan/ pelatihan terutama guru untuk memiliki kemampuan

dalam merancang multimedia interaktif untuk mengemas

berbagai materi pelajaran.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam hal ini masalah yang akan dibahas adalah:

1. Sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar

4

berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang

dilakukan secara konvensional?

2. Bagaimana sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran

kimia dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain adalah:

1. Mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa

yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar

berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang

dilakukan secara konvensional.

2. Mengetahui sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran

kimia dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT.

2. KAJIAN TEORI

2.1 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah salah satu model

pembelajaran yang hanya memusatkan pada metode pembelajaran

ceramah. Pada model pembelajaran ini, siswa diharuskan

5

untuk menghafal materi yang diberikan oleh guru dan tidak

untuk menghubungkan materi tersebut dengan keadaan sekarang

(kontekstual).

Freire (dalam Muhammadkholik, 2011) memberikan istilah

terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu

penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” (banking concept

of education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang

sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus

“ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.

Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya

hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan

siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai

objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari

realita dunia yang diajarkan kepada mereka.

Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran

konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa

memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi

materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan

pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada

situasi kehidupan nyata.

Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu:

1. pembelajaran berpusat pada guru,

2. terjadi passive learning,

3. interaksi di antara siswa kurang,

4. tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan

5. penilaian bersifat sporadis.

Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan

pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan

6

pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga

belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut

untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah

dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.

2.2 Bahan Ajar

Bahan ajar adalah alat yang digunakan dalam pembelajaran

untuk mencapai suatu kompetensi yang harus dimiliki dimana

di dalamnya terdapat beberapa komponen seperti materi

pembelajaran, metode, batasan-batasan (Widodo dan Jasmad,

2008). Sedangkan menurut (National Center for Vocational Education

Research Ltd/National Center for Competency Based Training) bahan ajar

adalah apa saja yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu

baik tertulis maupun tidak tertulis dalam pengajaran di

dalam kelas (Setiawan, 2009).

Depdiknas menyebutkan bahwa bahan ajar adalah

serangkaian alat yang digunakan untuk mencapai kompetensi

yang harus dimiliki siswa berupa pengetahuan, keterampilan

atau materi pembelajaran (instructional materials). Secara

terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari

pengetahuan yang meliputi fakta, konsep, prinsip, prosedur,

keterampilan, dan sikap atau nilai (Depdiknas, 2006). Dari

definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

adalah alat yang digunakan untuk mencapai kompetensi dimana

terdapat beberapa komponen seperti materi, metode, batasan-

batasan baik tertulis maupun tidak dalam kegiatan

pembelajaran.

Bahan ajar setidak-tidaknya harus memiliki enam unsur,

yaitu mencakup tujuan, sasaran, uraian materi, sistematika

7

sajian, petunjuk belajar, dan evaluasi. Sebuah bahan ajar

harus mempunyai tujuan. Tujuan harus dirumuskan secara jelas

dan terukur mencakup kriteria ABCD (audience, behavior,

criterion, dan degree). Sasaran perlu dirumuskan secara

spesifik, untuk siapa bahan ajar itu ditujukan. Sasaran

bukan sekedar mengandung pernyataan subjek orang, namun juga

harus mencakup kemampuan apa yang menjadi prasyarat yang

harus sudah mereka kuasai agar dapat memahami bahan ajar

ini.

Bahan ajar terdiri dari empat jenis, yaitu:

1. visual antara lain hand out, buku, modul, lembar kerja siswa,

brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non

printed), seperti model/maket;

2. audio antara lain kaset, radio, piringan hitam, dan compact

disk audio;

3. audio visual antara lain video/film dan VCD;

4. multimedia interaktif (interactive teaching material) misalnya

CAI (Computer Assisted Instruction), Compact Disk (CD)

pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web

based learning materials) (Setiawan, 2009).

2.3 Bahan Ajar Berbasis ICT

Sebagaimana sebutannya bahan ajar berbasis ICT adalah

bahan ajar yang disiapkan, dijalankan dan dimanfaatkan

dengan media ICT. Information and Communication Technology (ICT)

adalah sistem atau teknologi yang menyajikan sebuah

informasi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk

mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan

dan menyampaikan data (Fitrihana, 2007). Sedangkan menurut

8

dictionary of computers (1993) ICT adalah teknologi pengadaan,

pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis

informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi

yang lahir karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk

menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi kelambatan

manusia mengolah informasi sehingga dapat disimpulkan bahwa

ICT adalah sistem atau teknologi yang memanfaatkan komputer

dan telekomunikasi yang menyajikan informasi pengadaan,

pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran data.

Karakteristik pembelajaran menggunakan bahan ajar

berbasis ICT antara lain:

1. Menggunakan teknologi elektronik,

2. Menggunakan komputer (media digital ataupun teknologi

jaringan/computer network),

3. Menggunakan teknologi multimedia, sehingga pembelajaran

menjadi menarik bagi siswa dan siswa lebih berperan aktif

dalam pembelajaran di kelas.

4. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning

materials). Siswa maupun guru dapat mengakses data yang

sudah disimpan dalam komputer secara mandiri.

5. Memanfaatkan pertukaran data (Information sharing) yang

secara interaktif dapat dilihat setiap saat di komputer.

Menurut Jonassen (Chaeruman, 2005) dengan menggunakan

bahan ajar berbasis ICT mendukung proses pembelajaran

didalam kelas, antara lain:

1. Active, yaitu proses pembelajaran yang menarik dan bermakna

membuat siswa terlibat aktif didalamnya.

9

2. Constructive, yaitu siswa dapat menggabungkan konsep/ide

baru didalamnya.

3. Collaborative, yaitu siswa dapat saling bekerja sama,

berbagi ide, saran, dan pengalaman kepada temannya.

4. Intentional, yaitu siswa aktif dan antusias berusaha

mencapai tujuan yang diinginkannya.

5. Conversational, yaitu siswa melakukan proses sosial dan

dialogis baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah

sehingga siswa memperoleh keuntungan dari proses

komunikasi tersebut.

6. Contextualized, yaitu siswa melakukan proses belajar pada

situasi yang bermakna (real-world).

7. Reflective, yaitu siswa merefleksikan apa yang telah

dipelajari selama ini dan dapat mengaplikasikannya dalam

kehidupan sehari-hari.

2.4. E-Learning dan Online Learning

Salah satu kosa kata yang muncul dan populer bersamaan

dengan hadirnya teknologi informasi dan komunikasi dalam

dunia pembelajaran adalah e-learning. E-Learning berasal dari

huruf ‘e’ (electronic) dan ‘learning’ (pembelajaran). Dengan

demikian e-Learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa

elektronika. Secaran umum definisi e-learning adalah pengiriman

materi pembelajaran melalui satu media elektronik seperti

internet, intranet/extranet, satelit broadcast, audio/video,

tape, TV interaktif, CDROOM, dan Computer Based Training (CBT)

secara lebih fleksibel demi mendukung dan meningkatkan

pengajaran, pembelajaran, dan penilaian. Sedangkan secara

lebih khusus e-learning didefinisikan sebagai pemanfaatan

10

teknologi internet untuk mendistribusikan materi

pembelajaran, sehingga siswa dapat mengakses dari mana saja.

UNESCO (2002) dalam (Soekartawi, 2003) mendefinisikan

Elearning sebagai “...learning through available in the computers. Thus E-

Learning or online learning is always connectted to a computer or having

information available through the use of computer”. Sementara dalam

wikipedia.org (2009) bisa ditemukan definisi E-Learning sebagai

berikut, “Electronic Learning or E-Learning is a general term used to refer to

computer – enhanced learning. It is used interchangeably in so many contexts

that it is critical to be clear what one means when one speaks of ‘ELearning’”.

Definisi E-Learning sangat beragam yang mungkin satu sama

lain berbeda, namun satu hal yang sama tentang Elearning atau

electronic learning adalah pembelajaran melalui jasa bantuan

elektronika. Pada dasarnya E-Learning adalah pembelajaran yang

mempresentasikan keseluruhan kategori pembelajaran yang

berbasis teknologi. Sementara pembelajaran online atau juga

pembelajaran berbasis web adalah bagian dari E-Learning. Namun

seiring perkembangan teknologi dan terjadinya pergeseran

konten dan adaptivity, saat ini definisi klasik E-Learning tersebut

mengalami perubahan menjadi definisi yang lebih kontemporer,

yakni suatu pengelolaan pembelajaran melalui media internet

atau web yang meliputi aspek-aspek materi, evaluasi,

interaksi, komunikasi dan kerjasama.

Kelebihan Dan Kekurangan E-Learning

Menyadari bahwa melalui internet dapat ditemukan

berbagai informasi yang dapat diakses secara mudah, kapan

saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi

suatu kebutuhan. Dari berbagai pengalaman dan juga dari

11

berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan

petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya

dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, antara lain dapat

disebutkan sebagai berikut:

1. Tersedianya fasilitas e-moderating dimana guru dan murid

dapat berkomunikasi dengan mudah melalui fasilitas

internet secara regular atau kapan saja kegiatan

berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh

jarak, tempat, dan waktu

2. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk

belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet,

sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh

bahan ajar dipelajari

3. Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat

dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar

tersimpan dikomputer

4. Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan

dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses

di internet

5. Baik guru maupun siswa dapat melaksanakan diskusi melalui

internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang

banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

yang lebih luas

6. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi

aktif

7. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi yang mereka tinggal

jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi

12

mereka yang sibuk bekerja , bagi mereka yang bertugas di

kapal,di luar negeri, dan sebagainya.

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran

atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai

kekurangan. Berbagai kritik antara lain dapat disebutkan

sebagai berikut :

1. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa bahkan antar-

siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa

memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar-

mengajar

2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek

sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis

3. Proses belajar dan mengajarnya cenderung kearah pelatihan

daripada pendidikan

4. Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik

pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui

teknik pembelajaran yang menggunakan ICT

5. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi

cenderung gagal

6. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin

hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik,

telepon, ataupun komputer)

7. Kurangnya penguasaan komputer.

Bahan ajar berbasis web

Sebagaimana sebutannya, bahan ajar berbasis web adalah

bahan ajar yang disiapkan, dijalankan, dan dimanfaatkan

dengan media web. Bahan ajar sering juga disebut bahan ajar

berbasis internet atau bahan ajar on line. Terdapat tiga

13

karakteristik utama yang merupakan potensi besar bahan ajar

berbasis web, yakni;

1. menyajikan multimedia

2. menyimpan, mengolah, dan menyajikan infromasi

3. hyperlink

Karena sifatnya yang on line, maka bahan ajar berbasis web

mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan karakteristik

web itu sendiri. Salah satu karakteristik yang paling

menonjol adalah adanya fasilitas hyperlink. Hyperlink

memungkinkan sesuatu subjek nge-link ke subjek lain tanpa

ada batasan fisik dan geografis, selama subjek yang

bersangkutan tersedia pada web. Dengan adanya fasilitas

hyperlink maka sumber belajar menjadi sangat kaya. Search

engine sangat membantu untuk mencari subjek yang dapat

dijadikan link.

3. Pembahasan

3.1 Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT

Computer-Aided Instruction atau Computer-Asisted Intruction (CAI), di

Indonesia biasa disebut Pembelajaran Berbasis Komputer atau

pembelajaran berbantuan komputer. Penggunaan komputer di

sekolah dikatagorikan oleh Taylor (Handal, 2003) sebagai

tutor, tool dan tutee. Sebagai tutor, komputer berperan membimbing

siswa dalam belajar individual. Sebagai tool, siswa

menggunakan komputer untuk pengolah data, grafik, atau

pemodelan kimia. Sebagai tutee, komputer diprogram untuk

memecahkan masalah. Katagori tutor, tool, dan tutee diajukan

Taylor pada tahun 1980. Pada tahun 1985, Alessi dan Trollip

membuat framework untuk konseptualisasi peranan komputer

14

dalam pendidikan. Mereka mengajukan lima katagori untuk

pembelajaran berbantuan komputer (CAI), yaitu drill, tutorial, games,

dan tes. Jika dibandingkan dengan katagori yang dibuat Taylor,

maka katagori yang dibuat Alessi dan Trollip dapat dianggap

sebagai subkatagori dari tutor.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan

berubahnya paradigma pembelajaran dari behaviourisme ke

konstruktivisme, pada tahun 2001 Alessi dan Trollip mengkaji

ulang katagori yang dibuatnya dan mengajukan katagori baru

bagi peranan komputer dalam pendidikan, yaitu: drills, tutorial,

games, simulasi, hypermedia, dan tool and open-ended learning environments.

Katagori-katagori ini dapat saling beririsan. Sebagai

contoh, prestasi tutorial dapat diorganisir melalui

jaringan-jaringan informasi, sehingga dapat berperan sebagai

hypermedia.

Tipe drills menampilkan serangkaian pertanyaan-pertanyaan

untuk direspon siswa dan komputer memberikan umpan balik.

Karakteristiknya yang repetitif, merefleksikan pendekatan

behaviourisme yang berfokus pada ketuntasan belajar.

Tipe tutorial, tidak hanya menampilkan informasi, tetapi

juga membimbing siswa melalui proses pembelajarannya.

Tutorial dimulai dengan introduksi terhadap pelajaran, baru

kemudian informasi ditampilkan. Selanjutnya siswa menjawab

serangkaian pertanyaan, dan program mengevaluasinya. Respon

yang muncul biasanya kata-kata ”maaf”, ”bagus”, ”coba lagi”,

atau ”jawaban yang benar adalah ...”. Pengguna tutorial

dapat dapat mengatur sendiri kecepatan belajarnya.

15

Katagori berikutnya adalah games atau permainan dan

simulasi. Keduanya merupakan aktivitas yang berorientasi

pada tujuan. Dengan menggunakan simulator atau games, siswa

memasuki situasi dinamis yang melibatkan multimedia di mana

mereka harus meresponnya. Berbeda dengan games, dalam

simulasi tidak ada kompetisi.

Hypermedia, berbeda dengan yang lainnya dalam hal

pengorganisasian informasi. Pendekatan hypermedia

mengkombinasikan hypertext dengan multimedia. Multimedia adalah

gabungan berbagai format seperti teks, suara, gambar, dan

vidio yang saling mendukung. Hypertext didefenisikan sebagai

suatu databese yang memiliki penghubung aktif yang

memungkinkan pembaca (pengguna) untuk berpindah dari satu

bagian ke bagian lain sesuai keinginannya (Schneiderman dan

Kearsley, 1989 dalam Handal, 2003). Jadi, hypermedia adalah

lingkungan belajar di mana pengetahuan disampaikan melalui

jaringan-jaringan informasi.

Katagori terakhir adalah tool and open-ended learning

environment. Dalam pendidikan kimia, alat (tool) seperti

spreadsheet, database, dan graphics packages membantu pemecahan

masalah dan mendukung pembelajaran open-ended. Guru dapat

menggunakan alat-alat ini (tools) untuk membantu siswa

mempelajari kimia melalui proses berfikir tingkat tinggi,

dan bukan mempelajari tools tersebut secara sederhana.

Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer harus

dilakukan dengan perencanaan yang matang. Chaeruman (2005)

merincikan lima tahap (prosedur umum) pengembangan media

pembelajaran, yaitu: analisis, desain, pengembangan,

16

implementasi, dan evaluasi. Analisis kebutuhan, analisis

instruksional dan analisis garis besar isi program dilakukan

pada tahap pertama. Tahap kedua yaitu desain, adalah tahap

dimana garis besar isi program dijabarkan. Pada tahap ini

desain pembelajaran, desain komunikasi visual, dan diagram

alur program dipersiapkan. Tahap berikutnya adalah tahap

pengembangan. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan

dukungan software yang sesuai. Media pembelajaran dikembangkan

mengikuti alur yang telah direncanakan. Tahap terakhir

adalah tahap implementasi dan evaluasi terhadap pengguna.

Evaluasi juga dilakukan di setiap tahap, untuk kemudian

dilakukan revisi berdasarkan hasil evaluasi.

Penilaian terhadap kelayakan suatu media pembelajaran

dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti yang dikemukakan

oleh McAlpine dan Weston (Chaeruman, 2005). Aspek-aspek

tersebut yaitu: desain instruksional, substansi materi,

bahasa, dan teknis penyajian. Berikut ini rincian dari

masing-masing aspek media pembelajaran yang harus

diperhatikan:

1. Desain instruksional

Aspek desain instruksional dari suatu media pembelajaran

harus terlihat memiliki: kejelasan sasaran; kejelasan tujuan

pembelajaran; kejelasan uraian materi; pemberian latihan dan

umpan balik; pemanfaatan aspek pendagogis; ketepatan

evaluasi; konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi;

ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dan lain-lain.

2. Substansi materi

17

Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam suatu

media pembelajaran berdasarkan aspek substansi materi

adalah: kebenaran isi; kecukupan materi; keluasan dan

kedalaman materi; aktualitas; dan kontektualitas.

3. Bahasa

Bahasa sangat menentukan kelayakan suatu media pembelajaran.

Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam penggunaan

bahasa adalah: pemilihan kosa kata; pemilihan struktur

kalimat; pemilihan bahasa komunikatif dan menantang;

penggunaan kalimat aktif dan pasif; sistematika (heading

subheading; dan lain-lain)

4. Teknis penyajian

Teknis penyajian adalah aspek yang paling kompleks yang

dapat dilihat dari suatu media pembelajaran. Hal-hal yang

harus diperhatikan adalah: struktur program; logika berfikir

pemprograman; kompatibilitas; kreativitas; kemudahan

penggunaan; grafis, teks, huruf, movie, animasi, warna,

musik, navigasi, dan efek suara.

Dalam pengembangan media pembelajaran berbasis komputer,

Budiwaspada (2005) menyatakan bahwa kebenaran materi adalah

mutlak, sedangkan menarik atau tidaknya suatu bahan ajar

sangat tergantung pada ”kedekatan bahasa” komunikasinya

antara penyaji dan penerima pesan, dan hal ini dapat dicapai

jika pengembang bahan ajar memahami betul-betul keinginan

target audience (dalam hal ini siswa). Tidak perlu seluruh layer

dan durasi pengajaran dieksplorasi secara kreatif.

Adakalanya materi pelajaran disajikan dalam visualisasi yang

bernada datar dan biasa-biasa saja, untuk kemudian pada

18

materi tertentu (yang menjadi pokok permasalahan)

visualisasi diolah secara optimum, bahkan bila perlu

disertai ilustrasi dan gerak (animasi maupun video) dan

suara (narasi, dialog, dan sound effect) yang tepat. Penekanan

ini akan membuat para siswa merasakan bahwa materi

tersebutlah yang menjadi pokok permasalahannya.

5. Tutorial Interaktif

Media pembelajaran yang kiranya tepat untuk digunakan dalam

pembelajaran berbasis komputer di sekolah adalah multimedia

interaktif berbentuk tutorial, atau disebut juga tutorial

interaktif. Kelebihan-kelebihan multimedia telah dibahas

pada bagian terdahulu. Sedangkan kelebihan-kelebihan dan

juga kekurangan tutorial dibahas dalam bab ini.

Tutorial selangkah lebih maju dibanding aktivitas drill and

practice, karena tutorial tidak hanya menampilkan informasi

tetapi juga memberikan bimbingan kepada siswa melalui proses

belajar. Tutorial mempunyai potensi untuk diterapkan dalam

pembelajaran interaktif secara online, karena tutorial

menyediakan berbagai peluang untuk memotivasi siswa melalui

kapabilitas multimedia. Tutorial memungkinkan siswa untuk

belajar secara mandiri dan menyediakan kesempatan untuk

melakukan penguatan (reinforcement), memperbaiki kesalahan, dan

menjelaskan tentang kesalahpahaman (Schwier&Misanchuk, dalam

Handal, 2003). Tutorial cukup efektif untuk menampilkan

informasi faktual, untuk mempelajari strategi pemecahan

masalah (Handal, 2003).

Tutorial berguna untuk memfasilitasi pembelajaran mandiri,

akan tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam belajar

19

berkolaborasi. Salah satu keuntungan dari tutorial adalah

memiliki potensi untuk mengajar siswa yang tidak memiliki

guru yang qualified dalam penguasaan materi tertentu. Hal ini

sangat relevan dengan keadaan pendidikan kimia di Indonesia

yang menunjukkan bahwa tingkat penguasaan guru kimia SLTP

yang rata-rata kerjanya 10 tahun dalam mata pelajaran kimia

masih rendah yaitu sebesar 51,5 %. Hal yang sama juga

terjadi pada guru SMA. Kemampuan mengajar guru kimia SMA,

yang sepintas tampak seperti menguasai topik yang sedang

diajarkannya, tetapi ternyata yang dikuasainya hanya fakta,

dan sebagian dari faktapun ada yang tidak dikuasainya.

Tutorial yang dikembangkan dengan baik kiranya dapat

membantu siswa maupun guru untuk memahami topik yang belum

dikuasainya.

Penggunaan software tutorial dapat dilakukan dengan berbagai

cara sesuai tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, tutorial

dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat pembelajaran

di kelas, untuk mengajarkan topik-topik tertentu, untuk

mengaktifkan pengetahuan awal siswa dalam suatu bahasan

sebelum masuk ke materi pokok, atau untuk mengembangkan

diskusi kelas atau kerja kelompok. Tutorial juga dapat

digunakan sebagai pembelajaran pengganti untuk siswa yang

ketinggalan pelajaran, untuk mengulang pelajaran terdahulu

atau untuk remidiasi.

6. Sikap dan Minat

Perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai merupakan watak

perilaku yang tercakup dalam ranah afektif. Menurut Popham

(Tim Peneliti UNY, 2004), ranah afektif menentukan

20

keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki

minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai

keberhasilan studi secara optimal. Oleh karena itu, semua

guru harus mampu membangkitkan minat semua siswa terhadap

pelajaran yang diajarkannya. Keberhasilan pembelajaran pada

ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan ditentukan

oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat

belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa

senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga

diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut Krathwohl (Tim Peneliti PPS UNY, 2004) bila

ditelusuri, hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen

afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl

ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, voluing, organization,

dan characterization. Pada level receiving atau attending, siswa

memiliki keinginan menghadiri atau mengunjungi fenomena

khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku,

dan sebagainya.

Langkah-langkah pengembangan bahan ajar berbasis web

Secara makro, pengembangan bahan ajar mencakup langkah-

langkah analisis kebutuhan, perancangan, pengembangan,

implementasi dan evaluasi. Secara mikro, langkah-langkah

pengembangan bahan ajar berbasis web adalah sebagai berikut:

1. Penentuan sasaran

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sebuah

bahan ajar adalah menentukan secara jelas siapa sasaran

bahan ajar tersebut. Di dalam kelas konvensional, sasaran

telah sangat terstruktur, misalnya siswa kelas dua SMA

21

semester pertama. Pernyataan tersebut telah mengandung

indikasi yang jelas tentang siapa mereka, kemampuan apa yang

harus mereka kuasai, serta di mana kedudukan bahan belajar

yang akan disajikan dalam keseluruhan kurikulum sekolah.

Demikian pula pada penyusunan bahan belajar berbasis web

sasaran harus dicantumkan secara spesifik.

2. Pemilihan topik

Setelah sasaran ditentukan, langkah selanjutnya adalah

memilih topik yang sesuai dengan kebutuhan sasaran tersebut.

Pemilihan topik dapat dilakukan dengan pertimbangan, antara

lain; materi sulit, penting diketahui, bermanfaat, merupakan

sesuatu yang baru, sesuatu yang belum banyak diketahui, atau

bahasan dari sudut pandang lain, dll.

3. Pembuatan peta materi

Peta materi sangat membantu dalam merumuskan keluasan dan

kedalaman materi yang akan dibahas. Membuat peta materi

dapat diibaratkan menggambar sebuah batang pohon yang

bercabang dan beranting, semakin banyak cabang maka semakin

luas bahasan materi. Sedangkan apabila kita menghendaki

bahasan yang fokus dan spesifik, maka kembangkanlah bagian

ranting-ranting.

4. Perumusan tujuan

Gambar peta materi akan sangat bermanfaat untuk menentukan

tujuan. Setiap ranting dapat dirumuskan menjadi sebuah

indikator tujuan yang spesifik. Sedangkan cabang menjadi

besaran tujuan tersebut. Tujuan besar (cabang) dapat dicapai

dengan memenuhi semua tujuan yang spesifik (ranting).

5. Penyusunan alat evaluasi

22

Setelah merumuskan tujuan, langsung diikuti dengan perumusan

alat evaluasi. Alat evaluasi dimaksudkan untuk mejawab

dengan cara bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu tujuan

itu telah tercapai. Setiap indikator tujuan harus dapat

diukur keberhasilannya. Sebuah rumusan tujuan dapat diukur

dengan satu butir alat evaluasi. Dapat satu set alat

evaluasi mengukur serangkai tujuan. Misalnya kita merumuskan

tujuan mampu mengendari sepeda motor, maka alat evaluasi

yang mungkin adalah lembar observasi tentang kemampuan

mengendarai sepeda motor.

6. Pengumpulan referensi

Tidak ada bahan ajar yang berdiri sendiri tanpa sumber

referensi. Referensi digunakan untuk memberi dukungan

teoretis, data, fakta, ataupun pendapat. Referensi juga

dapat memperkaya khasanah bahan belajar, sehingga pembaca

yang menginginkan pendalaman materi yang dibahas dapat

mencari dari sumber yang disebutkan. Dalam web, pembaca

dapat dengan mudah diberikan link ke sumber referensi

tersebut.

7. Penyusunan bahan

Setelah bahan-bahan pendukung siap, maka penulisan dapat

dimulai. Penulisan bahan hendaklah konsisten dengan peta

materi dan tujuan yang telah disusun. Secara umum struktur

penulisan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga bagian, yaitu

pendahuluan, isi, dan penutupan. Pada pendahuluan kita harus

sudah menyampaikan secara ringkas apa yang akan dibahas pada

bahan belajar ini. Sedangkan bagian isi menguraikan secara

gamblang seluruh materi. Agar lebih jelas, uraian bisa

23

dilengkapi dengan contoh-contoh. Untuk mengecek pemahaman,

pada bagian ini dapat pula diberikan latihan-latihan. Pada

bagaian penutup sampaikan kembali secara ringkas apa yang

telah dibahas. Proses selanjutnya adalah editing, upload,

dan testing.

3.2 Efektetivitas Penggunaan Bahan Ajar ICT

Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja,

yaitu ketika terjadi interaksi antara pebelajar dengan

sumber belajar, interaksi dapat terjadi melalui media.

Itulah sebabnya, media berguna dalam pembelajaran

(Chaeruman, 2005). Media pembelajaran yang sedang populer

saat ini adalah multimedia interaktif. Multimedia dapat

didefenisikan sebagai gabungan dari teks, gambar, animasi,

grafik, suara dan video, untuk menampilkan informasi di

bawah kendali komputer interaktif artinya bahwa rancangan

multimedia dapat berinteraksi dengan penggunanya melalui

tombol-tombol navigasi.

Aplikasi multimedia dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran siswa. Pembelajaran yang aktif menunjukkan

bahwa prosentase ingatan: 10% berasal dari apa yang dibaca,

20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50%

dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang

dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan

(Todd, 1997 dalam Eskicioglu dan Kopec, 2003). Hasil

pengamatan lain mengungkapkan, siswa mengingat 20% dari apa

yang dilihat, 30% dari apa yang didengar, 50% dari apa yang

dilihat dan didengar, dan 80% dari apa yang dilihat,

24

didengar, dan dirasakannya dengan interaksi langsung

(Waggoner, 1998 dalam Eskcioglu dan Kopec, 2003).

Pengunaan media ICT di dunia pendidikan, baik di dalam

negeri maupun luar negeri, sudah berkembang pesat, dan sudah

menjadi salah satu alternatif media pembelajaran yang cukup

diandalkan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran

interaktif dengan ICT memiliki beberapa keuntungan, yaitu

mampu meningkatkan kemampuan siswa, kecepatan siswa dalam

menguasai konsep yang dipelajari, dan retensi (daya ingat)

yang lebih lama. Dengan demikian, ICT dapat menciptakan

iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat, tetapi

juga dapat memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih

cepat (Sutrisno, 2009). Dengan desain dan pemakaian strategi

pembelajaran yang baik akan menunjang pengoptimalan

penggunaan ICT di sekolah.

Beberapa hasil penelitian yang lain pun menyatakan bahwa

penggunaan media ICT pada proses pembelajaran dapat

meningkatkan hasil evaluasi belajar ke arah yang lebih baik.

Di samping itu juga terjadi perubahan hubungan guru dengan

siswa di dalam kelas, peningkatan motivasi dan kesadaran

untuk belajar yang lebih tinggi pada saat menggunakan media

ICT. Demikian juga dengan proses pembelajaran, mengalami

perubahan dari teacher center menjadi student center, artinya guru

hanya sebagai fasilitator yang mendukung pembelajaran

sedangkan siswa aktif belajar mandiri dan terjalin kerjasama

tim siswa dengan siswa lebih dominan dalam kegiatan

pembelajaran (Barajas 2002). Siswa pada sekolah yang

25

menggunakan ICT juga lebih kreatif dan produktif dalam

pembelajaran, interaksi terjalin dengan kuat antara teman

sebaya dalam mencari dan mengolah materi pelajaran dan rasa

percaya diri meningkat, sehingga materi pelajaran dapat

dikuasai dengan baik (The Digest, 2009).

Menurut Arnold (dalam Suryawirawan, 2010), meskipun

sulit untuk mengasess efektivitas system pembelajaran yang

menggunakan bantuan komputer, namun sejumlah studi telah

melaporkan bahwa Computer-Asisted Intruction (CAI) telah berhasil

meningkatkan skor ujian, memperbaiki sikap siswa, dan

mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pengajaran.

Petunjuk yang substansial dari hasil studi yang sangat

beragam, adalah bahwa pembelajaran berbantuan komputer dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang

pendidikan.

Dalam kaitannya dengan kimia, merupakan bidang studi

yang memiliki kajian keilmuan yang bersifat abstrak atau

formal (Effendy, 2002: 9) dan menekankan penguasaan konsep

hingga ke tingkat mikroskopik (molekuler) simbolik, serta

tergolong mata pelajaran yang sulit (Johnstone, 2000: 9).

Sehingga Pengintegrasian ICT dalam pembelajaran kimia dengan

menggunakan strategi yang tepat akan akan membantu peserta

didik dalam membangun struktur kognitif siswa dan penguasaan

materi dengan mendalam melalui interaksi dengan lingkungan

fisik dan sosialnnya berdasarkan pengetahuan informal yang

telah dipunyainya. Sehingga, siswa yang bertindak sebagai

subjek didik ini akan lebih aktif dan termotivasi dalam

mengeksplorasi dan menganalisis konsep-konsep yang

26

ditemukan, bahkan siswa mampu mengembangkan makna belajarnya

di dunia nyata (kontekstual).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pulu (2012) tentang

penerapan metode demonstrasi dengan bantuan media animasi

dan video pada materi pokok larutan asam basa dapat

diketahui bahwa pada kelas kontrol yang menerapkan

pembelajaran konvensional, persentase minat belajar siswa

yang rendah sebesar 12,12%, minat belajar kimia yang tinggi

87,88%, dan kategori minat belajar siswa yang sangat tinggi

tidak ada (0%). Sedangkan pada kelas eksperimen yang

menerapkan pembelajaran berbasis ICT menggunakan animasi

video, tidak ada siswa yang memiliki minat belajar yang

rendah apalagi sangat rendah, tetapi siswa memiliki minat

belajar kimia yang tinggi mencapai presentase 43,24%, dan

bahkan terdapat siswa yang memiliki minat belajar yang

sangat tinggi (56,76%). Sementara itu, hasil tes prestasi

akhir menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan

metode pembelajaran demonstrasi dengan bantuan media animasi

dan video jauh lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan

dengan metode ceramah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai uji-

t (thitung = 5,892 > ttabel = 1,671) pada taraf signifikan =

0,05 dan t (1-). Ini membuktikan bahwa pembelajaran kimia

menggunakan metode pembelajaran berbasis ICT dapat

meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.

Berdasarkan penelitian Prasetya, dkk (2008) tentang

pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis komputer

dengan pendekatan chemo-edutainment terhadap hasil belajar

kimia siswa diperoleh hasil analisis uji kesamaan dua rata-

27

rata data hasil pre test, diketahui bahwa kedua kelompok

berangkat dari kondisi awal yang sama. Kelompok eksperimen

yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan media berbasis

komputer dengan pendekatan chemoedutainment (CET) memiliki rata-

rata hasil belajar (post test) sebesar 75,79 dari hasil pre test

sebelumnya yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 34,15. Dari

angka tersebut dapat dilihat bahwa kelas eksperimen tersebut

mengalami peningkatan nilai rata-rata hasil belajar yaitu

sebesar 41,64. Sedangkan pada kelompok kontrol yang mendapat

pembelajaran secara konvensional memiliki rata- rata hasil

belajar (post test) sebesar 67,18 dari hasil pre test sebelumnya

yaitu sebesar 35,79. Jadi peningkatan nilai rata-rata hasil

belajar untuk kelompok kontrol tersebut adalah sebesar

31,39. Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh harga thitung

sebesar 5,661 dan harga ttabel sebesar 1,665, karena thitung

lebih besar dari ttabel dapat disimpulkan hasil belajar

kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol.

Hasil uji t data post test menunjukkan bahwa rata-rata hasil

post test kelompok eksperimen lebih baik dibanding kelompok

kontrol. Analisis pengaruh penggunaan media pembelajaran

berbasis komputer dengan pendekatan CET menghasilkan harga

koefisien korelasi biseri (rb) sebesar 0,676 dengan pengaruh

positif terhadap hasil belajar sebesar 45,70%.

Berdasarkan dua penelitian diatas dapat dilihat bahwa

hasil uji t post test kelas eksperimen, thitung selalu lebih

besar dari ttabel. Rata-rata yang diperoleh dari hasil kedua

penelitian tersebut adalah thitung sebesar 5,7765 sedangkan

ttabel sebesar 1,668. Dengan demikian hasil belajar dengan

28

menggunakan pembelajaran berbasis ICT lebih baik dibanding

hasil belajar dengan menggunakan metode pembelajaran

konvensional.

Beberapa penelitian terkait penggunaan bahan ajar dan

atau media pembelajaran berbasis ICT. Banurea (2009) dengan

penelitiannya tentang penggunaan software visio untuk peta

konsep dalam pembelajaran berbasis masalah pada pokok

bahasan hidrokarbon dapat mempengaruhi motivasi dan mampu

meningkatkan hasil belajar siswa. Hasim dan Lesmana (2012)

dengan penelitiannya berjudul rancang bangun aplikasi

pembelajaran tabel periodik dan ikatan kimia berbasis

multimedia, berhasil menyimpulkan bahwa aplikasi

pembelajaran ini mudah dimengerti dan dipahami serta juga

dapat digunakan alternatif sebagai pengganti buku sebagai

media pembelajaran tabel periodik dan ikatan kimia. Law, et

al (2010) dengan penelitiannya mengenai learning motivation in e-

learning facilitated computer programming courses, hasil dari

penelitiannya menunjukkan bahwa pengaturan baik difasilitas

e-learning menggunakan komputer dapat motivasi belajar dan

efektivitas mahasiswa. Cukusic, et al (2010) meneliti

tentang adanya hubungan yang jelas antara perencanaan dan

pengendalian dari proses e-learning dan hasil belajar. Hogo

(2010) dengan penelitiannya yang berjudul evalution of e-learning

systems based on fuzzy clustering model and statistical tools, menyatakan

bahwa dengan sistem e-learning siswa yang kemampuannya buruk

menjadi lebih baik. Wu, et al (2010) dalam penelitiannya

yang berjudul a study of student satisfaction in a blended e-learning system

environment menjelaskan bahwa sistem e-learning dapat

29

meningkatkan aktivitas dan kepuasan belajar siswa.

Fitriawati (2011) dengan penelitiannya tentang pengembangan

bahan ajar sejarah berbasis multimedia interaktif dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi. Walida (2010)

dalam penelitiannya yang berjudul pengembangan bahan ajar

dalam bentuk multimedia interaktif pada mata kuliah teori

graph untuk pembelajaran kimiaa berbasis digital berhasil

menunjukkan bahwa produk bahan ajar yang dihasilkan telah

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan

hasil belajar mahasiswa.

4. Penutup

4.1 Simpulan

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar

berbasis ICT dapat mempengaruhi motivasi dan mampu

meningkatkan hasil belajar siswa (skor ujian), memperbaiki

sikap siswa, dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk

pengajaran. Berdasarkan hasil eksperimen, rata-rata post tes

yang diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan uji

t adalah thitung sebesar 5,7765 sedangkan ttabel sebesar 1,668,

dimana thitung selalu lebih besar dari ttabel. Dengan demikian

hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis ICT

lebih baik dibanding hasil belajar dengan menggunakan metode

pembelajaran konvensional.

Penggunaan bahan ajar berbasis ICT juga dapat

meningkatkan keaktifan, minat dan prestasi belajar siswa

dalam memahami konsep kimia dilihat dari hasil penelitian

siswa memiliki minat belajar kimia yang tinggi mencapai

30

presentase 43,24%, dan bahkan terdapat siswa yang memiliki

minat belajar yang sangat tinggi (56,76%).

4.2 Saran

Diharapkan kepada semua guru khususnya guru kimia agar dalam

proses pembelajaran dapat menggunakan bahan ajar berbasis

ICT.

DAFTAR PUSTAKA

Banurea. 2009. Penggunaan Software Visio untuk Peta Konsep

dalam Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pokok Bahasan

Hidrokarbon terhadap motivasi dan hasil belajar siswa di

SMA Negeri 9 Medan, Tesis, Pascasarjana. Medan: Unimed.

Barajas. 2002. Impact of ICT-supported learning innovations.

http://www.pjb.co.uk/npl/bp39.pdf.

Budiwaspada, A. E. (2005). ”Desain Komunikasi Visual untuk

Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi”.

Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba

Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi

Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.

Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks, Martin G. (1993). The

case for constructivist classrooms. Alexandria, VA: ASCD

Chaeruman, U. A. (2005). ”Prinsip dan Prosedur Pengembangan

Media Pembelajaran”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan

Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA

31

Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum,

Jakarta.

Cukusic, M., Alfirevic, Niksa, Garaca, Zeljko. 2010. E-

Learning process management and the E-Learning

Perfomance: Results of a European Empirical Study,

Computers & Education; Sep 2010, 55:554-565.

Depdiknas. 2006. Pengembangan Bahan Ajar.

(http://www.jardiknas.org, diakses 30 Desember 2012)

Effendy. 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam

Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik

Kognitif. Media Komunikasi Kimia, 2 (6): 1-12.

Eskicioglu, A.M. dan Kopec, D. (2003). ”TheIdeal Multimedia-

Enabled Classroom: Perspectives from Psychology,

Education, and Information Science”. Journal of

Educational Multimedia and Hypermedia. 12(2), 199-219.

USA:AACE.

Fitrihana, Noor. 2007. ICT dan Perubahan Sosial,

(http://batikyogya.wordpress.com/author/batikyogya/,

diakses 30 Desember 2012)

Greer, B. Dan Harel, G. 1998. “The Role of Isomorphisms in

Mathematical Cognition.” Dalam Journal of Mathematical

Behavior, 1, 5-24.

Handal, B. (2003). “Re-examining Categories of Computer_Based

Learning in Mahtematics Education”. Contemporary Issues

in Technology and Teacher Education, 3 (3), 275-287.

[Online]. Tersedia://www.citejournal.org. [20 September

2005].

32

Hasim, Tommy S. dan Lesmana, Indra. 2012. Rancang Bangun

Aplikasi Pembelajaran Tabel Periodik Dan Ikatan Kimia

Berbasis Multimedia. STMIK MDP

Hogo, M. A., 2010. Evaluation of E-Learning Systems based on

Fuzzy Clustering models and Statistical Tools, Expert

Systems with Applications; Okt 2010, 37: 6891-6903.

Hong, Y. Y., Thomas, M., dan Kwon, O. 2000. “Understanding

Linear Algebraic Equations via Super-calculator

Representations.” Dalam T. Nakahara dan M. Koyama

(Eds.): Proceedings of the 24th Annual Conference of the

International Group for The Psychology of Mathematics

Education (Vol. 3, pp. 57-64). Hirosima, Japan:

Programme Committee.

Johnstone, Alex H. 2000. Teaching of Chemistry-Logical or

Psychological. Chemistry Education:Research and Practice

in Europe,1(1):pg. 9-15

Law, Kris M. Y., Lee, Victor C. S., Yu, Y. T. 2010. Learning

motivation in e-learning facilitated computer

programming courses, Computers & Education; Aug 2010,

55: 218-228.

Muhammadkholik. 2011. Metode pembelajaran Konvensional.

http://muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/evaluasi-

pembelajaran/

Prasetya, Agung T., Priatmoko, S., Miftakhudin. 2008. Pengaruh

Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer dengan

Pendekatan Chemo-Edutainment terhadap Hasil Belajar

Kimia Siswa. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA, Universitas

Negeri Semarang.

33

Pulu, Jekson H. 2012. Penerapan Metode Demonstrasi dengan

Bantuan Media Animasi dan Video pada Materi Pokok

Larutan Asam Basa untuk Meningkatkan Minat dan Prestasi

Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Kupang Tahun

Ajaran 2011/2012. Kupang: UNDANA.

Setiawan, Irwan. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Cetak Dan

Berbasis ICT.

(http://bandono.web.id/2009/04/02/pengembangan-bahan-

ajar.php, diakses 30 Desember 2012)

Sfard, A. 1992. “Operational Origins of Mathematical Objects

and the Quandary of Reification-The Case of Function.”

Dalam E. Dubinsky dan G. Harel (Ed.), The Concept of

Funtion: Aspects of Epistemology and Pedagogy, USA:

Mathematical Association of America.

Soekartawi. 2003. E-learning di Indonesia dan Prospeknya di

Masa Mendatang. Makalah disampaikan pada seminar

nasional di Universitas Petra, Surabaya, 3 Februari

2003.

Sunaryo, Soenarto. 2009. Multimedia Interaktif dan

Implementasinya. Makalah Pelatihan Meltimedia

Pembelajaran. P3AI: UNY.

Suryawirawan, Edi. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT.

(http://edismanta.blogspot.com/2010/03/pengembangan-

bahan-ajar-berbasis-ict.html)

Sutrisno, Budi. 2009. Pemanfaatan ICT, (Online),

(http://budisutrisnompd.blogspot.com/2009/05/pemanfaatan

-ict.html)

34

The Digest. 2009. The use of ICT in schools in the digital

age: what does the research say?

http://cunningham.acer.edu.au/dbtw-wpd/textbase/NSWIT/NS

W_Digest_1_09.html .

Tim Peneliti Program Pascasarjana UNY. 2004. Pedoman Penilain

Afektif. Yogyakarta: Direktorat Pendidikan Umum

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah

Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama

UNESCO. 2006. Regional Secretariat for Gender Equity in

Science and Technology.

(http://gab.wigsat.org/resgest.pdf).

Widodo dan Jasmad. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Alex Media Komputindo.

Wu, Jen-Her., Tennyson, Robert D., Hsia, Tzyh-Lih. 2010. A

Study of Student Satisfaction in a Blended E-Learning

System Environment, Journal Computers & Education; Aug

2010, 55: 155-164.

Yerushalmy, M. 1997. “Designing Represntations: Reasoning

about Functions of Two Variables.” Dalam Journal for

Research in Mathematics Education, 27(4), 431-466.

Zachariades, T., Christou, C., dan Papageorgiou, E. 2002. The

Difficulties and Reasoning of Undergraduate Mathematics

Students in the Identification of Functions. University

of Athens.

35