EFEKTIVITAS BAHAN AJAR ICT
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of EFEKTIVITAS BAHAN AJAR ICT
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS ICT
Heriberty M. Siong
Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA Fkip
Undana
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini terjadi perubahan
paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang
berlangsung sekarang setidaknya menghadapi dua tantangan.
Tantangan yang pertama berasal dari adanya perubahan
pandangan terhadap belajar itu sendiri. Pandangan
behaviuorisme yang mengutamakan stimulus dan respon tidak
cukup untuk dapat memberikan hasil optimal. Untuk saat ini
pembelajaran di kelas sudah mengarah pada pandangan
konstruktivis yang harus melibatkan aktivitas yang mendukung
semua siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan
keterampilan penalaran analitis dan kritis, pemecahan
masalah, dan komunikasi, dan mencapai kebiasaan (habit)
berpikir.
Tuntutan berpikir atau belajar yang dinamis, seperti
penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah
membutuhkan suatu wahana komunikasi (baik verbal maupun
tulisan), dinyatakan dalam suatu bentuk representasi yang
merupakan bahasa yang dapat digunakan untuk mengungkapkan
ide-ide atau pikiran seseorang, dan mengkomunikasikannya
1
kepada orang lain atau diri sendiri, baik secara verbal
maupun tulisan, melalui grafik, tabel, gambar, persamaan,
atau yang lainnya. Akan tetapi, dalam implementasi proses
pembelajarannya banyak terjadi kendala, misalnya kesukaran
siswa dalam menjembatani representasi-representasi dan
secara fleksibel berpindah dari satu representasi ke
representasi lainnya (Yerushalmy, 1997). Menurut Sfard
(1992), Greer dan Harel (1998), Hong, Thomas, dan Kwon
(2000), Greeno dan Hall (dalam Zachariades, Christou, dan
Papageorgiou, 2002) siswa mempunyai kemampuan minimal dalam
menjembatani representasi-representasi tanpa memahami benang
merah antar ide konsep materi-materi yang direpresentasikan.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana dari guru untuk
menjembatani hal tersebut melalui bahn ajar yang akan
disajikan baik itu berupa modul, hand out ataupun lembar
kerja siswa.
Tantangan kedua yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat
ini adalah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
begitu pesat, yang menawarkan berbagai kemudahan dalam
pembelajaran. Kemajuan teknologi ini memungkinkan terjadinya
pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-
guided. Konstruktivisme dan teknologi, secara terpisah maupun
bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang baru dalam
proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh
maupun belajar mandiri. Salah satu alternatif pembelajaran
yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) adalah dengan menggunakan bahan ajar
berbasis ICT dapat dibuat interaktif sehingga siswa dapat
2
belajar dengan berulang-ulang sehingga memungkinkan siswa
dapat lebih memahami materi pelajaran dengan baik. McDonough
(dalam Paramata, 1996:2) menyatakan bahwa penggunaan
komputer dalam pembelajaran akan memberikan stimulus untuk
belajar, menciptakan audio-visual, membantu recalling
(pemanggilan kembali) konsep yang telah dipelajari,
mengefektifkan respon siswa, mendorong cara belajar
interaktif, membebaskan guru dari tugas-tugas yang berulang,
dan menyediakan sumber-sumber belajar yang mudah
dimodifikasi. Perangkat berbasis teknologi lainnya yang
diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengembangkan
lingkungan belajar yang lebih produktif adalah video discs,
multimedia/hypermedia, e-mail dan internet, disamping
piranti lunak Computer Assisted Instruction/Intelligent Computer Assisted
Instruction (CAI/ICAI).
Menurut Gayestik yang dikutip oleh Sunaryo Soenarto
(2009), pembelajaran interaktif merupakan pembelajaran yang
menggunakan sistem komunikasi efektif berbasis komputer yang
mampu menciptakan, menyimpan, menyajikan dan mengakses
kembali informasi berupa teks, grafik, suara, vidio atau
animasi. Komputer juga mampu membawa permasalahan dunia
nyata yang tidak mungkin dihadirkan di kelas dengan media
pembelajaran konvensional melalui teknik simulasi. Selain
itu, komputer juga mampu mengkonkritkan permasalahan yang
bersifat abstrak yang banyak terdapat pada mata pelajaran
kimia. Penjelasan beberapa konsep kimia juga cenderung
abstrak, sehingga diperlukan suatu media pelajaran yang
3
dapat membantu pemahaman para siswa mengenai konsep-konsep
kimia tersebut.
Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22
tahun 2006, tentang Standar Isi, bahwa Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar mata pelajaran Kimia tingkat SMA/MA/SMALB
mata pelajaran Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih
khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman
dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki
jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu dan teknologi. Dengan demikian jelas bahwa kebutuhan
bahan pembelajaran berbasis ICT sebagai alat untuk membantu
siswa menguasai teknologi informasi dan materi pelajaran
umum lainnya dengan lebih cepat, menyenangkan dan
meningkatkan hasil belajar, menjadi kebutuhan yang mendesak
untuk tercapainya kualitas pembelajaran yang diharapkan.
Atas dasar pentingnya bahan pembelajaran berbasis ICT
yang dirancang oleh guru bagi peningkatan kualitas
pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan
komunikasi dan untuk kepentingan publikasi komunikasi dan
informasi lembaga, maka sudah menjadi kebutuhan yang
mendesak untuk adanya peningkatan kemampuan para pelaku
pendidikan/ pelatihan terutama guru untuk memiliki kemampuan
dalam merancang multimedia interaktif untuk mengemas
berbagai materi pelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam hal ini masalah yang akan dibahas adalah:
1. Sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
4
berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang
dilakukan secara konvensional?
2. Bagaimana sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran
kimia dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain adalah:
1. Mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa
yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang
dilakukan secara konvensional.
2. Mengetahui sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran
kimia dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT.
2. KAJIAN TEORI
2.1 Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah salah satu model
pembelajaran yang hanya memusatkan pada metode pembelajaran
ceramah. Pada model pembelajaran ini, siswa diharuskan
5
untuk menghafal materi yang diberikan oleh guru dan tidak
untuk menghubungkan materi tersebut dengan keadaan sekarang
(kontekstual).
Freire (dalam Muhammadkholik, 2011) memberikan istilah
terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu
penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” (banking concept
of education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang
sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus
“ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.
Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya
hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan
siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai
objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari
realita dunia yang diajarkan kepada mereka.
Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran
konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa
memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi
materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan
pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada
situasi kehidupan nyata.
Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu:
1. pembelajaran berpusat pada guru,
2. terjadi passive learning,
3. interaksi di antara siswa kurang,
4. tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan
5. penilaian bersifat sporadis.
Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan
6
pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga
belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut
untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.
2.2 Bahan Ajar
Bahan ajar adalah alat yang digunakan dalam pembelajaran
untuk mencapai suatu kompetensi yang harus dimiliki dimana
di dalamnya terdapat beberapa komponen seperti materi
pembelajaran, metode, batasan-batasan (Widodo dan Jasmad,
2008). Sedangkan menurut (National Center for Vocational Education
Research Ltd/National Center for Competency Based Training) bahan ajar
adalah apa saja yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu
baik tertulis maupun tidak tertulis dalam pengajaran di
dalam kelas (Setiawan, 2009).
Depdiknas menyebutkan bahwa bahan ajar adalah
serangkaian alat yang digunakan untuk mencapai kompetensi
yang harus dimiliki siswa berupa pengetahuan, keterampilan
atau materi pembelajaran (instructional materials). Secara
terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari
pengetahuan yang meliputi fakta, konsep, prinsip, prosedur,
keterampilan, dan sikap atau nilai (Depdiknas, 2006). Dari
definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
adalah alat yang digunakan untuk mencapai kompetensi dimana
terdapat beberapa komponen seperti materi, metode, batasan-
batasan baik tertulis maupun tidak dalam kegiatan
pembelajaran.
Bahan ajar setidak-tidaknya harus memiliki enam unsur,
yaitu mencakup tujuan, sasaran, uraian materi, sistematika
7
sajian, petunjuk belajar, dan evaluasi. Sebuah bahan ajar
harus mempunyai tujuan. Tujuan harus dirumuskan secara jelas
dan terukur mencakup kriteria ABCD (audience, behavior,
criterion, dan degree). Sasaran perlu dirumuskan secara
spesifik, untuk siapa bahan ajar itu ditujukan. Sasaran
bukan sekedar mengandung pernyataan subjek orang, namun juga
harus mencakup kemampuan apa yang menjadi prasyarat yang
harus sudah mereka kuasai agar dapat memahami bahan ajar
ini.
Bahan ajar terdiri dari empat jenis, yaitu:
1. visual antara lain hand out, buku, modul, lembar kerja siswa,
brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non
printed), seperti model/maket;
2. audio antara lain kaset, radio, piringan hitam, dan compact
disk audio;
3. audio visual antara lain video/film dan VCD;
4. multimedia interaktif (interactive teaching material) misalnya
CAI (Computer Assisted Instruction), Compact Disk (CD)
pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web
based learning materials) (Setiawan, 2009).
2.3 Bahan Ajar Berbasis ICT
Sebagaimana sebutannya bahan ajar berbasis ICT adalah
bahan ajar yang disiapkan, dijalankan dan dimanfaatkan
dengan media ICT. Information and Communication Technology (ICT)
adalah sistem atau teknologi yang menyajikan sebuah
informasi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk
mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan
dan menyampaikan data (Fitrihana, 2007). Sedangkan menurut
8
dictionary of computers (1993) ICT adalah teknologi pengadaan,
pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis
informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi
yang lahir karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk
menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi kelambatan
manusia mengolah informasi sehingga dapat disimpulkan bahwa
ICT adalah sistem atau teknologi yang memanfaatkan komputer
dan telekomunikasi yang menyajikan informasi pengadaan,
pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran data.
Karakteristik pembelajaran menggunakan bahan ajar
berbasis ICT antara lain:
1. Menggunakan teknologi elektronik,
2. Menggunakan komputer (media digital ataupun teknologi
jaringan/computer network),
3. Menggunakan teknologi multimedia, sehingga pembelajaran
menjadi menarik bagi siswa dan siswa lebih berperan aktif
dalam pembelajaran di kelas.
4. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning
materials). Siswa maupun guru dapat mengakses data yang
sudah disimpan dalam komputer secara mandiri.
5. Memanfaatkan pertukaran data (Information sharing) yang
secara interaktif dapat dilihat setiap saat di komputer.
Menurut Jonassen (Chaeruman, 2005) dengan menggunakan
bahan ajar berbasis ICT mendukung proses pembelajaran
didalam kelas, antara lain:
1. Active, yaitu proses pembelajaran yang menarik dan bermakna
membuat siswa terlibat aktif didalamnya.
9
2. Constructive, yaitu siswa dapat menggabungkan konsep/ide
baru didalamnya.
3. Collaborative, yaitu siswa dapat saling bekerja sama,
berbagi ide, saran, dan pengalaman kepada temannya.
4. Intentional, yaitu siswa aktif dan antusias berusaha
mencapai tujuan yang diinginkannya.
5. Conversational, yaitu siswa melakukan proses sosial dan
dialogis baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah
sehingga siswa memperoleh keuntungan dari proses
komunikasi tersebut.
6. Contextualized, yaitu siswa melakukan proses belajar pada
situasi yang bermakna (real-world).
7. Reflective, yaitu siswa merefleksikan apa yang telah
dipelajari selama ini dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2.4. E-Learning dan Online Learning
Salah satu kosa kata yang muncul dan populer bersamaan
dengan hadirnya teknologi informasi dan komunikasi dalam
dunia pembelajaran adalah e-learning. E-Learning berasal dari
huruf ‘e’ (electronic) dan ‘learning’ (pembelajaran). Dengan
demikian e-Learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa
elektronika. Secaran umum definisi e-learning adalah pengiriman
materi pembelajaran melalui satu media elektronik seperti
internet, intranet/extranet, satelit broadcast, audio/video,
tape, TV interaktif, CDROOM, dan Computer Based Training (CBT)
secara lebih fleksibel demi mendukung dan meningkatkan
pengajaran, pembelajaran, dan penilaian. Sedangkan secara
lebih khusus e-learning didefinisikan sebagai pemanfaatan
10
teknologi internet untuk mendistribusikan materi
pembelajaran, sehingga siswa dapat mengakses dari mana saja.
UNESCO (2002) dalam (Soekartawi, 2003) mendefinisikan
Elearning sebagai “...learning through available in the computers. Thus E-
Learning or online learning is always connectted to a computer or having
information available through the use of computer”. Sementara dalam
wikipedia.org (2009) bisa ditemukan definisi E-Learning sebagai
berikut, “Electronic Learning or E-Learning is a general term used to refer to
computer – enhanced learning. It is used interchangeably in so many contexts
that it is critical to be clear what one means when one speaks of ‘ELearning’”.
Definisi E-Learning sangat beragam yang mungkin satu sama
lain berbeda, namun satu hal yang sama tentang Elearning atau
electronic learning adalah pembelajaran melalui jasa bantuan
elektronika. Pada dasarnya E-Learning adalah pembelajaran yang
mempresentasikan keseluruhan kategori pembelajaran yang
berbasis teknologi. Sementara pembelajaran online atau juga
pembelajaran berbasis web adalah bagian dari E-Learning. Namun
seiring perkembangan teknologi dan terjadinya pergeseran
konten dan adaptivity, saat ini definisi klasik E-Learning tersebut
mengalami perubahan menjadi definisi yang lebih kontemporer,
yakni suatu pengelolaan pembelajaran melalui media internet
atau web yang meliputi aspek-aspek materi, evaluasi,
interaksi, komunikasi dan kerjasama.
Kelebihan Dan Kekurangan E-Learning
Menyadari bahwa melalui internet dapat ditemukan
berbagai informasi yang dapat diakses secara mudah, kapan
saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi
suatu kebutuhan. Dari berbagai pengalaman dan juga dari
11
berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan
petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya
dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, antara lain dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Tersedianya fasilitas e-moderating dimana guru dan murid
dapat berkomunikasi dengan mudah melalui fasilitas
internet secara regular atau kapan saja kegiatan
berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat, dan waktu
2. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk
belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh
bahan ajar dipelajari
3. Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat
dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan dikomputer
4. Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan
dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses
di internet
5. Baik guru maupun siswa dapat melaksanakan diskusi melalui
internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang
banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas
6. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi
aktif
7. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi yang mereka tinggal
jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi
12
mereka yang sibuk bekerja , bagi mereka yang bertugas di
kapal,di luar negeri, dan sebagainya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran
atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai
kekurangan. Berbagai kritik antara lain dapat disebutkan
sebagai berikut :
1. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa bahkan antar-
siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa
memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar-
mengajar
2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek
sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis
3. Proses belajar dan mengajarnya cenderung kearah pelatihan
daripada pendidikan
4. Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik
pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT
5. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi
cenderung gagal
6. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin
hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik,
telepon, ataupun komputer)
7. Kurangnya penguasaan komputer.
Bahan ajar berbasis web
Sebagaimana sebutannya, bahan ajar berbasis web adalah
bahan ajar yang disiapkan, dijalankan, dan dimanfaatkan
dengan media web. Bahan ajar sering juga disebut bahan ajar
berbasis internet atau bahan ajar on line. Terdapat tiga
13
karakteristik utama yang merupakan potensi besar bahan ajar
berbasis web, yakni;
1. menyajikan multimedia
2. menyimpan, mengolah, dan menyajikan infromasi
3. hyperlink
Karena sifatnya yang on line, maka bahan ajar berbasis web
mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan karakteristik
web itu sendiri. Salah satu karakteristik yang paling
menonjol adalah adanya fasilitas hyperlink. Hyperlink
memungkinkan sesuatu subjek nge-link ke subjek lain tanpa
ada batasan fisik dan geografis, selama subjek yang
bersangkutan tersedia pada web. Dengan adanya fasilitas
hyperlink maka sumber belajar menjadi sangat kaya. Search
engine sangat membantu untuk mencari subjek yang dapat
dijadikan link.
3. Pembahasan
3.1 Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT
Computer-Aided Instruction atau Computer-Asisted Intruction (CAI), di
Indonesia biasa disebut Pembelajaran Berbasis Komputer atau
pembelajaran berbantuan komputer. Penggunaan komputer di
sekolah dikatagorikan oleh Taylor (Handal, 2003) sebagai
tutor, tool dan tutee. Sebagai tutor, komputer berperan membimbing
siswa dalam belajar individual. Sebagai tool, siswa
menggunakan komputer untuk pengolah data, grafik, atau
pemodelan kimia. Sebagai tutee, komputer diprogram untuk
memecahkan masalah. Katagori tutor, tool, dan tutee diajukan
Taylor pada tahun 1980. Pada tahun 1985, Alessi dan Trollip
membuat framework untuk konseptualisasi peranan komputer
14
dalam pendidikan. Mereka mengajukan lima katagori untuk
pembelajaran berbantuan komputer (CAI), yaitu drill, tutorial, games,
dan tes. Jika dibandingkan dengan katagori yang dibuat Taylor,
maka katagori yang dibuat Alessi dan Trollip dapat dianggap
sebagai subkatagori dari tutor.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan
berubahnya paradigma pembelajaran dari behaviourisme ke
konstruktivisme, pada tahun 2001 Alessi dan Trollip mengkaji
ulang katagori yang dibuatnya dan mengajukan katagori baru
bagi peranan komputer dalam pendidikan, yaitu: drills, tutorial,
games, simulasi, hypermedia, dan tool and open-ended learning environments.
Katagori-katagori ini dapat saling beririsan. Sebagai
contoh, prestasi tutorial dapat diorganisir melalui
jaringan-jaringan informasi, sehingga dapat berperan sebagai
hypermedia.
Tipe drills menampilkan serangkaian pertanyaan-pertanyaan
untuk direspon siswa dan komputer memberikan umpan balik.
Karakteristiknya yang repetitif, merefleksikan pendekatan
behaviourisme yang berfokus pada ketuntasan belajar.
Tipe tutorial, tidak hanya menampilkan informasi, tetapi
juga membimbing siswa melalui proses pembelajarannya.
Tutorial dimulai dengan introduksi terhadap pelajaran, baru
kemudian informasi ditampilkan. Selanjutnya siswa menjawab
serangkaian pertanyaan, dan program mengevaluasinya. Respon
yang muncul biasanya kata-kata ”maaf”, ”bagus”, ”coba lagi”,
atau ”jawaban yang benar adalah ...”. Pengguna tutorial
dapat dapat mengatur sendiri kecepatan belajarnya.
15
Katagori berikutnya adalah games atau permainan dan
simulasi. Keduanya merupakan aktivitas yang berorientasi
pada tujuan. Dengan menggunakan simulator atau games, siswa
memasuki situasi dinamis yang melibatkan multimedia di mana
mereka harus meresponnya. Berbeda dengan games, dalam
simulasi tidak ada kompetisi.
Hypermedia, berbeda dengan yang lainnya dalam hal
pengorganisasian informasi. Pendekatan hypermedia
mengkombinasikan hypertext dengan multimedia. Multimedia adalah
gabungan berbagai format seperti teks, suara, gambar, dan
vidio yang saling mendukung. Hypertext didefenisikan sebagai
suatu databese yang memiliki penghubung aktif yang
memungkinkan pembaca (pengguna) untuk berpindah dari satu
bagian ke bagian lain sesuai keinginannya (Schneiderman dan
Kearsley, 1989 dalam Handal, 2003). Jadi, hypermedia adalah
lingkungan belajar di mana pengetahuan disampaikan melalui
jaringan-jaringan informasi.
Katagori terakhir adalah tool and open-ended learning
environment. Dalam pendidikan kimia, alat (tool) seperti
spreadsheet, database, dan graphics packages membantu pemecahan
masalah dan mendukung pembelajaran open-ended. Guru dapat
menggunakan alat-alat ini (tools) untuk membantu siswa
mempelajari kimia melalui proses berfikir tingkat tinggi,
dan bukan mempelajari tools tersebut secara sederhana.
Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer harus
dilakukan dengan perencanaan yang matang. Chaeruman (2005)
merincikan lima tahap (prosedur umum) pengembangan media
pembelajaran, yaitu: analisis, desain, pengembangan,
16
implementasi, dan evaluasi. Analisis kebutuhan, analisis
instruksional dan analisis garis besar isi program dilakukan
pada tahap pertama. Tahap kedua yaitu desain, adalah tahap
dimana garis besar isi program dijabarkan. Pada tahap ini
desain pembelajaran, desain komunikasi visual, dan diagram
alur program dipersiapkan. Tahap berikutnya adalah tahap
pengembangan. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan
dukungan software yang sesuai. Media pembelajaran dikembangkan
mengikuti alur yang telah direncanakan. Tahap terakhir
adalah tahap implementasi dan evaluasi terhadap pengguna.
Evaluasi juga dilakukan di setiap tahap, untuk kemudian
dilakukan revisi berdasarkan hasil evaluasi.
Penilaian terhadap kelayakan suatu media pembelajaran
dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti yang dikemukakan
oleh McAlpine dan Weston (Chaeruman, 2005). Aspek-aspek
tersebut yaitu: desain instruksional, substansi materi,
bahasa, dan teknis penyajian. Berikut ini rincian dari
masing-masing aspek media pembelajaran yang harus
diperhatikan:
1. Desain instruksional
Aspek desain instruksional dari suatu media pembelajaran
harus terlihat memiliki: kejelasan sasaran; kejelasan tujuan
pembelajaran; kejelasan uraian materi; pemberian latihan dan
umpan balik; pemanfaatan aspek pendagogis; ketepatan
evaluasi; konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi;
ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dan lain-lain.
2. Substansi materi
17
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam suatu
media pembelajaran berdasarkan aspek substansi materi
adalah: kebenaran isi; kecukupan materi; keluasan dan
kedalaman materi; aktualitas; dan kontektualitas.
3. Bahasa
Bahasa sangat menentukan kelayakan suatu media pembelajaran.
Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam penggunaan
bahasa adalah: pemilihan kosa kata; pemilihan struktur
kalimat; pemilihan bahasa komunikatif dan menantang;
penggunaan kalimat aktif dan pasif; sistematika (heading
subheading; dan lain-lain)
4. Teknis penyajian
Teknis penyajian adalah aspek yang paling kompleks yang
dapat dilihat dari suatu media pembelajaran. Hal-hal yang
harus diperhatikan adalah: struktur program; logika berfikir
pemprograman; kompatibilitas; kreativitas; kemudahan
penggunaan; grafis, teks, huruf, movie, animasi, warna,
musik, navigasi, dan efek suara.
Dalam pengembangan media pembelajaran berbasis komputer,
Budiwaspada (2005) menyatakan bahwa kebenaran materi adalah
mutlak, sedangkan menarik atau tidaknya suatu bahan ajar
sangat tergantung pada ”kedekatan bahasa” komunikasinya
antara penyaji dan penerima pesan, dan hal ini dapat dicapai
jika pengembang bahan ajar memahami betul-betul keinginan
target audience (dalam hal ini siswa). Tidak perlu seluruh layer
dan durasi pengajaran dieksplorasi secara kreatif.
Adakalanya materi pelajaran disajikan dalam visualisasi yang
bernada datar dan biasa-biasa saja, untuk kemudian pada
18
materi tertentu (yang menjadi pokok permasalahan)
visualisasi diolah secara optimum, bahkan bila perlu
disertai ilustrasi dan gerak (animasi maupun video) dan
suara (narasi, dialog, dan sound effect) yang tepat. Penekanan
ini akan membuat para siswa merasakan bahwa materi
tersebutlah yang menjadi pokok permasalahannya.
5. Tutorial Interaktif
Media pembelajaran yang kiranya tepat untuk digunakan dalam
pembelajaran berbasis komputer di sekolah adalah multimedia
interaktif berbentuk tutorial, atau disebut juga tutorial
interaktif. Kelebihan-kelebihan multimedia telah dibahas
pada bagian terdahulu. Sedangkan kelebihan-kelebihan dan
juga kekurangan tutorial dibahas dalam bab ini.
Tutorial selangkah lebih maju dibanding aktivitas drill and
practice, karena tutorial tidak hanya menampilkan informasi
tetapi juga memberikan bimbingan kepada siswa melalui proses
belajar. Tutorial mempunyai potensi untuk diterapkan dalam
pembelajaran interaktif secara online, karena tutorial
menyediakan berbagai peluang untuk memotivasi siswa melalui
kapabilitas multimedia. Tutorial memungkinkan siswa untuk
belajar secara mandiri dan menyediakan kesempatan untuk
melakukan penguatan (reinforcement), memperbaiki kesalahan, dan
menjelaskan tentang kesalahpahaman (Schwier&Misanchuk, dalam
Handal, 2003). Tutorial cukup efektif untuk menampilkan
informasi faktual, untuk mempelajari strategi pemecahan
masalah (Handal, 2003).
Tutorial berguna untuk memfasilitasi pembelajaran mandiri,
akan tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam belajar
19
berkolaborasi. Salah satu keuntungan dari tutorial adalah
memiliki potensi untuk mengajar siswa yang tidak memiliki
guru yang qualified dalam penguasaan materi tertentu. Hal ini
sangat relevan dengan keadaan pendidikan kimia di Indonesia
yang menunjukkan bahwa tingkat penguasaan guru kimia SLTP
yang rata-rata kerjanya 10 tahun dalam mata pelajaran kimia
masih rendah yaitu sebesar 51,5 %. Hal yang sama juga
terjadi pada guru SMA. Kemampuan mengajar guru kimia SMA,
yang sepintas tampak seperti menguasai topik yang sedang
diajarkannya, tetapi ternyata yang dikuasainya hanya fakta,
dan sebagian dari faktapun ada yang tidak dikuasainya.
Tutorial yang dikembangkan dengan baik kiranya dapat
membantu siswa maupun guru untuk memahami topik yang belum
dikuasainya.
Penggunaan software tutorial dapat dilakukan dengan berbagai
cara sesuai tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, tutorial
dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat pembelajaran
di kelas, untuk mengajarkan topik-topik tertentu, untuk
mengaktifkan pengetahuan awal siswa dalam suatu bahasan
sebelum masuk ke materi pokok, atau untuk mengembangkan
diskusi kelas atau kerja kelompok. Tutorial juga dapat
digunakan sebagai pembelajaran pengganti untuk siswa yang
ketinggalan pelajaran, untuk mengulang pelajaran terdahulu
atau untuk remidiasi.
6. Sikap dan Minat
Perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai merupakan watak
perilaku yang tercakup dalam ranah afektif. Menurut Popham
(Tim Peneliti UNY, 2004), ranah afektif menentukan
20
keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki
minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai
keberhasilan studi secara optimal. Oleh karena itu, semua
guru harus mampu membangkitkan minat semua siswa terhadap
pelajaran yang diajarkannya. Keberhasilan pembelajaran pada
ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan ditentukan
oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat
belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa
senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga
diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Menurut Krathwohl (Tim Peneliti PPS UNY, 2004) bila
ditelusuri, hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen
afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl
ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, voluing, organization,
dan characterization. Pada level receiving atau attending, siswa
memiliki keinginan menghadiri atau mengunjungi fenomena
khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku,
dan sebagainya.
Langkah-langkah pengembangan bahan ajar berbasis web
Secara makro, pengembangan bahan ajar mencakup langkah-
langkah analisis kebutuhan, perancangan, pengembangan,
implementasi dan evaluasi. Secara mikro, langkah-langkah
pengembangan bahan ajar berbasis web adalah sebagai berikut:
1. Penentuan sasaran
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sebuah
bahan ajar adalah menentukan secara jelas siapa sasaran
bahan ajar tersebut. Di dalam kelas konvensional, sasaran
telah sangat terstruktur, misalnya siswa kelas dua SMA
21
semester pertama. Pernyataan tersebut telah mengandung
indikasi yang jelas tentang siapa mereka, kemampuan apa yang
harus mereka kuasai, serta di mana kedudukan bahan belajar
yang akan disajikan dalam keseluruhan kurikulum sekolah.
Demikian pula pada penyusunan bahan belajar berbasis web
sasaran harus dicantumkan secara spesifik.
2. Pemilihan topik
Setelah sasaran ditentukan, langkah selanjutnya adalah
memilih topik yang sesuai dengan kebutuhan sasaran tersebut.
Pemilihan topik dapat dilakukan dengan pertimbangan, antara
lain; materi sulit, penting diketahui, bermanfaat, merupakan
sesuatu yang baru, sesuatu yang belum banyak diketahui, atau
bahasan dari sudut pandang lain, dll.
3. Pembuatan peta materi
Peta materi sangat membantu dalam merumuskan keluasan dan
kedalaman materi yang akan dibahas. Membuat peta materi
dapat diibaratkan menggambar sebuah batang pohon yang
bercabang dan beranting, semakin banyak cabang maka semakin
luas bahasan materi. Sedangkan apabila kita menghendaki
bahasan yang fokus dan spesifik, maka kembangkanlah bagian
ranting-ranting.
4. Perumusan tujuan
Gambar peta materi akan sangat bermanfaat untuk menentukan
tujuan. Setiap ranting dapat dirumuskan menjadi sebuah
indikator tujuan yang spesifik. Sedangkan cabang menjadi
besaran tujuan tersebut. Tujuan besar (cabang) dapat dicapai
dengan memenuhi semua tujuan yang spesifik (ranting).
5. Penyusunan alat evaluasi
22
Setelah merumuskan tujuan, langsung diikuti dengan perumusan
alat evaluasi. Alat evaluasi dimaksudkan untuk mejawab
dengan cara bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu tujuan
itu telah tercapai. Setiap indikator tujuan harus dapat
diukur keberhasilannya. Sebuah rumusan tujuan dapat diukur
dengan satu butir alat evaluasi. Dapat satu set alat
evaluasi mengukur serangkai tujuan. Misalnya kita merumuskan
tujuan mampu mengendari sepeda motor, maka alat evaluasi
yang mungkin adalah lembar observasi tentang kemampuan
mengendarai sepeda motor.
6. Pengumpulan referensi
Tidak ada bahan ajar yang berdiri sendiri tanpa sumber
referensi. Referensi digunakan untuk memberi dukungan
teoretis, data, fakta, ataupun pendapat. Referensi juga
dapat memperkaya khasanah bahan belajar, sehingga pembaca
yang menginginkan pendalaman materi yang dibahas dapat
mencari dari sumber yang disebutkan. Dalam web, pembaca
dapat dengan mudah diberikan link ke sumber referensi
tersebut.
7. Penyusunan bahan
Setelah bahan-bahan pendukung siap, maka penulisan dapat
dimulai. Penulisan bahan hendaklah konsisten dengan peta
materi dan tujuan yang telah disusun. Secara umum struktur
penulisan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga bagian, yaitu
pendahuluan, isi, dan penutupan. Pada pendahuluan kita harus
sudah menyampaikan secara ringkas apa yang akan dibahas pada
bahan belajar ini. Sedangkan bagian isi menguraikan secara
gamblang seluruh materi. Agar lebih jelas, uraian bisa
23
dilengkapi dengan contoh-contoh. Untuk mengecek pemahaman,
pada bagian ini dapat pula diberikan latihan-latihan. Pada
bagaian penutup sampaikan kembali secara ringkas apa yang
telah dibahas. Proses selanjutnya adalah editing, upload,
dan testing.
3.2 Efektetivitas Penggunaan Bahan Ajar ICT
Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja,
yaitu ketika terjadi interaksi antara pebelajar dengan
sumber belajar, interaksi dapat terjadi melalui media.
Itulah sebabnya, media berguna dalam pembelajaran
(Chaeruman, 2005). Media pembelajaran yang sedang populer
saat ini adalah multimedia interaktif. Multimedia dapat
didefenisikan sebagai gabungan dari teks, gambar, animasi,
grafik, suara dan video, untuk menampilkan informasi di
bawah kendali komputer interaktif artinya bahwa rancangan
multimedia dapat berinteraksi dengan penggunanya melalui
tombol-tombol navigasi.
Aplikasi multimedia dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran siswa. Pembelajaran yang aktif menunjukkan
bahwa prosentase ingatan: 10% berasal dari apa yang dibaca,
20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50%
dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang
dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan
(Todd, 1997 dalam Eskicioglu dan Kopec, 2003). Hasil
pengamatan lain mengungkapkan, siswa mengingat 20% dari apa
yang dilihat, 30% dari apa yang didengar, 50% dari apa yang
dilihat dan didengar, dan 80% dari apa yang dilihat,
24
didengar, dan dirasakannya dengan interaksi langsung
(Waggoner, 1998 dalam Eskcioglu dan Kopec, 2003).
Pengunaan media ICT di dunia pendidikan, baik di dalam
negeri maupun luar negeri, sudah berkembang pesat, dan sudah
menjadi salah satu alternatif media pembelajaran yang cukup
diandalkan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran
interaktif dengan ICT memiliki beberapa keuntungan, yaitu
mampu meningkatkan kemampuan siswa, kecepatan siswa dalam
menguasai konsep yang dipelajari, dan retensi (daya ingat)
yang lebih lama. Dengan demikian, ICT dapat menciptakan
iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat, tetapi
juga dapat memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih
cepat (Sutrisno, 2009). Dengan desain dan pemakaian strategi
pembelajaran yang baik akan menunjang pengoptimalan
penggunaan ICT di sekolah.
Beberapa hasil penelitian yang lain pun menyatakan bahwa
penggunaan media ICT pada proses pembelajaran dapat
meningkatkan hasil evaluasi belajar ke arah yang lebih baik.
Di samping itu juga terjadi perubahan hubungan guru dengan
siswa di dalam kelas, peningkatan motivasi dan kesadaran
untuk belajar yang lebih tinggi pada saat menggunakan media
ICT. Demikian juga dengan proses pembelajaran, mengalami
perubahan dari teacher center menjadi student center, artinya guru
hanya sebagai fasilitator yang mendukung pembelajaran
sedangkan siswa aktif belajar mandiri dan terjalin kerjasama
tim siswa dengan siswa lebih dominan dalam kegiatan
pembelajaran (Barajas 2002). Siswa pada sekolah yang
25
menggunakan ICT juga lebih kreatif dan produktif dalam
pembelajaran, interaksi terjalin dengan kuat antara teman
sebaya dalam mencari dan mengolah materi pelajaran dan rasa
percaya diri meningkat, sehingga materi pelajaran dapat
dikuasai dengan baik (The Digest, 2009).
Menurut Arnold (dalam Suryawirawan, 2010), meskipun
sulit untuk mengasess efektivitas system pembelajaran yang
menggunakan bantuan komputer, namun sejumlah studi telah
melaporkan bahwa Computer-Asisted Intruction (CAI) telah berhasil
meningkatkan skor ujian, memperbaiki sikap siswa, dan
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pengajaran.
Petunjuk yang substansial dari hasil studi yang sangat
beragam, adalah bahwa pembelajaran berbantuan komputer dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang
pendidikan.
Dalam kaitannya dengan kimia, merupakan bidang studi
yang memiliki kajian keilmuan yang bersifat abstrak atau
formal (Effendy, 2002: 9) dan menekankan penguasaan konsep
hingga ke tingkat mikroskopik (molekuler) simbolik, serta
tergolong mata pelajaran yang sulit (Johnstone, 2000: 9).
Sehingga Pengintegrasian ICT dalam pembelajaran kimia dengan
menggunakan strategi yang tepat akan akan membantu peserta
didik dalam membangun struktur kognitif siswa dan penguasaan
materi dengan mendalam melalui interaksi dengan lingkungan
fisik dan sosialnnya berdasarkan pengetahuan informal yang
telah dipunyainya. Sehingga, siswa yang bertindak sebagai
subjek didik ini akan lebih aktif dan termotivasi dalam
mengeksplorasi dan menganalisis konsep-konsep yang
26
ditemukan, bahkan siswa mampu mengembangkan makna belajarnya
di dunia nyata (kontekstual).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pulu (2012) tentang
penerapan metode demonstrasi dengan bantuan media animasi
dan video pada materi pokok larutan asam basa dapat
diketahui bahwa pada kelas kontrol yang menerapkan
pembelajaran konvensional, persentase minat belajar siswa
yang rendah sebesar 12,12%, minat belajar kimia yang tinggi
87,88%, dan kategori minat belajar siswa yang sangat tinggi
tidak ada (0%). Sedangkan pada kelas eksperimen yang
menerapkan pembelajaran berbasis ICT menggunakan animasi
video, tidak ada siswa yang memiliki minat belajar yang
rendah apalagi sangat rendah, tetapi siswa memiliki minat
belajar kimia yang tinggi mencapai presentase 43,24%, dan
bahkan terdapat siswa yang memiliki minat belajar yang
sangat tinggi (56,76%). Sementara itu, hasil tes prestasi
akhir menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan
metode pembelajaran demonstrasi dengan bantuan media animasi
dan video jauh lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan
dengan metode ceramah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai uji-
t (thitung = 5,892 > ttabel = 1,671) pada taraf signifikan =
0,05 dan t (1-). Ini membuktikan bahwa pembelajaran kimia
menggunakan metode pembelajaran berbasis ICT dapat
meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan penelitian Prasetya, dkk (2008) tentang
pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis komputer
dengan pendekatan chemo-edutainment terhadap hasil belajar
kimia siswa diperoleh hasil analisis uji kesamaan dua rata-
27
rata data hasil pre test, diketahui bahwa kedua kelompok
berangkat dari kondisi awal yang sama. Kelompok eksperimen
yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan media berbasis
komputer dengan pendekatan chemoedutainment (CET) memiliki rata-
rata hasil belajar (post test) sebesar 75,79 dari hasil pre test
sebelumnya yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 34,15. Dari
angka tersebut dapat dilihat bahwa kelas eksperimen tersebut
mengalami peningkatan nilai rata-rata hasil belajar yaitu
sebesar 41,64. Sedangkan pada kelompok kontrol yang mendapat
pembelajaran secara konvensional memiliki rata- rata hasil
belajar (post test) sebesar 67,18 dari hasil pre test sebelumnya
yaitu sebesar 35,79. Jadi peningkatan nilai rata-rata hasil
belajar untuk kelompok kontrol tersebut adalah sebesar
31,39. Berdasarkan hasil analisis uji t diperoleh harga thitung
sebesar 5,661 dan harga ttabel sebesar 1,665, karena thitung
lebih besar dari ttabel dapat disimpulkan hasil belajar
kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol.
Hasil uji t data post test menunjukkan bahwa rata-rata hasil
post test kelompok eksperimen lebih baik dibanding kelompok
kontrol. Analisis pengaruh penggunaan media pembelajaran
berbasis komputer dengan pendekatan CET menghasilkan harga
koefisien korelasi biseri (rb) sebesar 0,676 dengan pengaruh
positif terhadap hasil belajar sebesar 45,70%.
Berdasarkan dua penelitian diatas dapat dilihat bahwa
hasil uji t post test kelas eksperimen, thitung selalu lebih
besar dari ttabel. Rata-rata yang diperoleh dari hasil kedua
penelitian tersebut adalah thitung sebesar 5,7765 sedangkan
ttabel sebesar 1,668. Dengan demikian hasil belajar dengan
28
menggunakan pembelajaran berbasis ICT lebih baik dibanding
hasil belajar dengan menggunakan metode pembelajaran
konvensional.
Beberapa penelitian terkait penggunaan bahan ajar dan
atau media pembelajaran berbasis ICT. Banurea (2009) dengan
penelitiannya tentang penggunaan software visio untuk peta
konsep dalam pembelajaran berbasis masalah pada pokok
bahasan hidrokarbon dapat mempengaruhi motivasi dan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Hasim dan Lesmana (2012)
dengan penelitiannya berjudul rancang bangun aplikasi
pembelajaran tabel periodik dan ikatan kimia berbasis
multimedia, berhasil menyimpulkan bahwa aplikasi
pembelajaran ini mudah dimengerti dan dipahami serta juga
dapat digunakan alternatif sebagai pengganti buku sebagai
media pembelajaran tabel periodik dan ikatan kimia. Law, et
al (2010) dengan penelitiannya mengenai learning motivation in e-
learning facilitated computer programming courses, hasil dari
penelitiannya menunjukkan bahwa pengaturan baik difasilitas
e-learning menggunakan komputer dapat motivasi belajar dan
efektivitas mahasiswa. Cukusic, et al (2010) meneliti
tentang adanya hubungan yang jelas antara perencanaan dan
pengendalian dari proses e-learning dan hasil belajar. Hogo
(2010) dengan penelitiannya yang berjudul evalution of e-learning
systems based on fuzzy clustering model and statistical tools, menyatakan
bahwa dengan sistem e-learning siswa yang kemampuannya buruk
menjadi lebih baik. Wu, et al (2010) dalam penelitiannya
yang berjudul a study of student satisfaction in a blended e-learning system
environment menjelaskan bahwa sistem e-learning dapat
29
meningkatkan aktivitas dan kepuasan belajar siswa.
Fitriawati (2011) dengan penelitiannya tentang pengembangan
bahan ajar sejarah berbasis multimedia interaktif dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi. Walida (2010)
dalam penelitiannya yang berjudul pengembangan bahan ajar
dalam bentuk multimedia interaktif pada mata kuliah teori
graph untuk pembelajaran kimiaa berbasis digital berhasil
menunjukkan bahwa produk bahan ajar yang dihasilkan telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan
hasil belajar mahasiswa.
4. Penutup
4.1 Simpulan
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar
berbasis ICT dapat mempengaruhi motivasi dan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa (skor ujian), memperbaiki
sikap siswa, dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk
pengajaran. Berdasarkan hasil eksperimen, rata-rata post tes
yang diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan uji
t adalah thitung sebesar 5,7765 sedangkan ttabel sebesar 1,668,
dimana thitung selalu lebih besar dari ttabel. Dengan demikian
hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis ICT
lebih baik dibanding hasil belajar dengan menggunakan metode
pembelajaran konvensional.
Penggunaan bahan ajar berbasis ICT juga dapat
meningkatkan keaktifan, minat dan prestasi belajar siswa
dalam memahami konsep kimia dilihat dari hasil penelitian
siswa memiliki minat belajar kimia yang tinggi mencapai
30
presentase 43,24%, dan bahkan terdapat siswa yang memiliki
minat belajar yang sangat tinggi (56,76%).
4.2 Saran
Diharapkan kepada semua guru khususnya guru kimia agar dalam
proses pembelajaran dapat menggunakan bahan ajar berbasis
ICT.
DAFTAR PUSTAKA
Banurea. 2009. Penggunaan Software Visio untuk Peta Konsep
dalam Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pokok Bahasan
Hidrokarbon terhadap motivasi dan hasil belajar siswa di
SMA Negeri 9 Medan, Tesis, Pascasarjana. Medan: Unimed.
Barajas. 2002. Impact of ICT-supported learning innovations.
http://www.pjb.co.uk/npl/bp39.pdf.
Budiwaspada, A. E. (2005). ”Desain Komunikasi Visual untuk
Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi”.
Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba
Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.
Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks, Martin G. (1993). The
case for constructivist classrooms. Alexandria, VA: ASCD
Chaeruman, U. A. (2005). ”Prinsip dan Prosedur Pengembangan
Media Pembelajaran”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan
Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA
31
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum,
Jakarta.
Cukusic, M., Alfirevic, Niksa, Garaca, Zeljko. 2010. E-
Learning process management and the E-Learning
Perfomance: Results of a European Empirical Study,
Computers & Education; Sep 2010, 55:554-565.
Depdiknas. 2006. Pengembangan Bahan Ajar.
(http://www.jardiknas.org, diakses 30 Desember 2012)
Effendy. 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam
Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik
Kognitif. Media Komunikasi Kimia, 2 (6): 1-12.
Eskicioglu, A.M. dan Kopec, D. (2003). ”TheIdeal Multimedia-
Enabled Classroom: Perspectives from Psychology,
Education, and Information Science”. Journal of
Educational Multimedia and Hypermedia. 12(2), 199-219.
USA:AACE.
Fitrihana, Noor. 2007. ICT dan Perubahan Sosial,
(http://batikyogya.wordpress.com/author/batikyogya/,
diakses 30 Desember 2012)
Greer, B. Dan Harel, G. 1998. “The Role of Isomorphisms in
Mathematical Cognition.” Dalam Journal of Mathematical
Behavior, 1, 5-24.
Handal, B. (2003). “Re-examining Categories of Computer_Based
Learning in Mahtematics Education”. Contemporary Issues
in Technology and Teacher Education, 3 (3), 275-287.
[Online]. Tersedia://www.citejournal.org. [20 September
2005].
32
Hasim, Tommy S. dan Lesmana, Indra. 2012. Rancang Bangun
Aplikasi Pembelajaran Tabel Periodik Dan Ikatan Kimia
Berbasis Multimedia. STMIK MDP
Hogo, M. A., 2010. Evaluation of E-Learning Systems based on
Fuzzy Clustering models and Statistical Tools, Expert
Systems with Applications; Okt 2010, 37: 6891-6903.
Hong, Y. Y., Thomas, M., dan Kwon, O. 2000. “Understanding
Linear Algebraic Equations via Super-calculator
Representations.” Dalam T. Nakahara dan M. Koyama
(Eds.): Proceedings of the 24th Annual Conference of the
International Group for The Psychology of Mathematics
Education (Vol. 3, pp. 57-64). Hirosima, Japan:
Programme Committee.
Johnstone, Alex H. 2000. Teaching of Chemistry-Logical or
Psychological. Chemistry Education:Research and Practice
in Europe,1(1):pg. 9-15
Law, Kris M. Y., Lee, Victor C. S., Yu, Y. T. 2010. Learning
motivation in e-learning facilitated computer
programming courses, Computers & Education; Aug 2010,
55: 218-228.
Muhammadkholik. 2011. Metode pembelajaran Konvensional.
http://muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/evaluasi-
pembelajaran/
Prasetya, Agung T., Priatmoko, S., Miftakhudin. 2008. Pengaruh
Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer dengan
Pendekatan Chemo-Edutainment terhadap Hasil Belajar
Kimia Siswa. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA, Universitas
Negeri Semarang.
33
Pulu, Jekson H. 2012. Penerapan Metode Demonstrasi dengan
Bantuan Media Animasi dan Video pada Materi Pokok
Larutan Asam Basa untuk Meningkatkan Minat dan Prestasi
Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Kupang Tahun
Ajaran 2011/2012. Kupang: UNDANA.
Setiawan, Irwan. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Cetak Dan
Berbasis ICT.
(http://bandono.web.id/2009/04/02/pengembangan-bahan-
ajar.php, diakses 30 Desember 2012)
Sfard, A. 1992. “Operational Origins of Mathematical Objects
and the Quandary of Reification-The Case of Function.”
Dalam E. Dubinsky dan G. Harel (Ed.), The Concept of
Funtion: Aspects of Epistemology and Pedagogy, USA:
Mathematical Association of America.
Soekartawi. 2003. E-learning di Indonesia dan Prospeknya di
Masa Mendatang. Makalah disampaikan pada seminar
nasional di Universitas Petra, Surabaya, 3 Februari
2003.
Sunaryo, Soenarto. 2009. Multimedia Interaktif dan
Implementasinya. Makalah Pelatihan Meltimedia
Pembelajaran. P3AI: UNY.
Suryawirawan, Edi. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT.
(http://edismanta.blogspot.com/2010/03/pengembangan-
bahan-ajar-berbasis-ict.html)
Sutrisno, Budi. 2009. Pemanfaatan ICT, (Online),
(http://budisutrisnompd.blogspot.com/2009/05/pemanfaatan
-ict.html)
34
The Digest. 2009. The use of ICT in schools in the digital
age: what does the research say?
http://cunningham.acer.edu.au/dbtw-wpd/textbase/NSWIT/NS
W_Digest_1_09.html .
Tim Peneliti Program Pascasarjana UNY. 2004. Pedoman Penilain
Afektif. Yogyakarta: Direktorat Pendidikan Umum
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama
UNESCO. 2006. Regional Secretariat for Gender Equity in
Science and Technology.
(http://gab.wigsat.org/resgest.pdf).
Widodo dan Jasmad. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Alex Media Komputindo.
Wu, Jen-Her., Tennyson, Robert D., Hsia, Tzyh-Lih. 2010. A
Study of Student Satisfaction in a Blended E-Learning
System Environment, Journal Computers & Education; Aug
2010, 55: 155-164.
Yerushalmy, M. 1997. “Designing Represntations: Reasoning
about Functions of Two Variables.” Dalam Journal for
Research in Mathematics Education, 27(4), 431-466.
Zachariades, T., Christou, C., dan Papageorgiou, E. 2002. The
Difficulties and Reasoning of Undergraduate Mathematics
Students in the Identification of Functions. University
of Athens.
35