Post on 24-Apr-2023
Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas
Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG
(Studi Pada BEI Periode 2007-2016)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Adelima Karnila
1113081000071
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/ 2017 M
i
Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas
Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG
(Studi Pada BEI Periode 2007-2016)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
ADELIMA KARNILA
NIM : 1113081000071
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Taridi Kasbi Ridho, MBA
NIDN. 2004 1070 02
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H / 2017 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Kamis, 13 April 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa:
Nama : Adelima Karnila
NIM : 1113081000071
Jurusan : Manajemen
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs,
Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks
Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode
2007-2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 April 2017
1. Titi Dewi Warninda, SE., M.Si. (_________________________)
NIP. 19731221 2005 01 2 002 Penguji I
2. Rahmat Gunawan, M.Si. (_________________________)
NIP. - Penguji II
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, Selasa 26 September 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
Nama : Adelima Karnila
NIM : 1113081000071
Jurusan : Manajemen
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs,
Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks
Hang Seng Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode
2007-2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 September 2017
1. Ela Patriana, Ir., MM. (_____________________)
NIP. 19690528 200801 2 010 Ketua
2. Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA ( )
NIDN. 20041070 02 Sekretaris
3. Dr. Hj. Pudji Astuty, SE., MM ( )
NIDN. 0311 0658 05 Penguji Ahli
4. Dr. Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA ( )
NIDN. 20041070 02 Pembimbing I
iv
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Adelima Karnila
No. Induk Mahasiswa : 1113081000071
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhaddap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 25 Agustus 2017
Yang Menyatakan
(Adelima Karnila)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Adelima Karnila
Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 17 September 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Asem IX No. 1 RT.011/005 Cipete Selatan,
Cilandak, Jakarta Selatan 12410
Telp/ Hp : 021-7695549/ 085945253238
E-mail : adelimakarnila@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
2013 – 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 – 2013 : SMAN 74 Jakarta
2007 – 2010 : SMPN 68 Jakarta
2001 – 2007 : SDS Yapenka
vi
ABSTRACT
Capital markets have a very important role in moving the wheels of
a country's economy. So that the capital market becomes one of the
economic indicators of a country. Developments in capital markets can be
monitored through changes in the stock price index of the traded stock. In
addition to demand and supply factors, stock price index movement is also
influenced by macroeconomic factors. External factors (macro) that can
affect stock price changes such as government announcements such as the
announcement of interest rate changes and economic policy packages,
domestic political turmoil, the magnitude of inflation, changes in mining
commodity prices such as oil and gold, economic policies of other
countries, and Various other factors (Puspitarani, 2016). In addition to
being influenced by macroeconomic factors, Indonesia's capital market is
already integrated with world capital markets. This leads to the
consequence that the movement of the Indonesian capital market will be
affected by the movement of world capital markets either directly or
indirectly (Samsul, 2008). The existence of gaps in previous research
behind this research. The purpose of this research is to analyze the
influence of SBI Interest Rate, Exchange Rate, World Gold Price, Dow
Jones and Hang Seng Index on Jakarta Composite Index in 2007-2016
observation period.
The analytical method used in this study is multiple regression
analysis which is operated by using EViews 9 program. When using
multiple regression analysis, the data used must meet the classical
assumption test to make the regression equation produced is BLUE (Best,
Linear, Unbiased, Estimator). In addition, the test coefficient of
determination, F test, and t test. The data used in this study is the monthly
data of each research variable in the period 2007-2016. The result of this
research indicates that the variable of SBI Interest Rate has a negative
influence on IHSG. While the exchange rate variables, World Gold Price,
Dow Jones Index, and Hang Seng Index have a positive effect on JCI. The
adjusted R-square value is 96.6%, which means that the JCI movement
can be explained by 96.6% of the five independent variables.
Keyword: IHSG, macro economy, Capital market integration, Dow Jones
Index, Hang Seng Index
vii
ABSTRAK
Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam
menggerakan roda perekonomian suatu negara. Sehingga pasar modal
menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara. Perkembangan
pada pasar modal dapat dipantau melalui perubahan indeks harga saham
dari saham yang diperdagangkan. Selain faktor permintaan dan
penawaran, pergerakan indeks harga saham juga dipengaruhi oleh faktor
makroekonomi. Faktor eksternal (makro) yang dapat mempengaruhi
perubahan harga saham antara lain seperti pengumuman pemerintah
misalnya pengumuman perubahan suku bunga dan paket kebijakan
ekonomi, gejolak politik dalam negeri, besarnya tingkat inflasi, perubahan
harga komoditas tambang seperti minyak dan emas, kebijakan ekonomi
negara lain, dan berbagai faktor lainnya (Puspitarani, 2016). Selain
dipengaruhi oleh faktor makroekonomi, pasar modal Indonesia sudah
terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan konsekuensi
bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh
pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak
langsung (Samsul, 2008). Adanya kesenjangan dalam penelitian terdahulu
melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini
adalah untukk menganalisis pengaruh variabel Tingkat Suku Bunga SBI,
Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng
terhadap IHSG dalam periode pengamatan 2007-2016.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi berganda yang dioperasikan dengan menggunakan
program EViews 9. Saat menggunakan analisis regresi berganda, data
yang digunakan harus memenuhi uji asumsi klasik agar persamaan regresi
yang dihasilkan bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). Selain
itu, dilakukan uji koefisien determinasi, Uji F, dan Uji t. Data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data bulanan dari setiap
variabel penelitian pada periode 2007-2016.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Tingkat
Suku Bunga SBI memiliki pengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara
variabel Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks
Hang Seng berpengaruh positif terhadap IHSG. Nilai adjusted R-square
adalah sebesar 96,6%, yang berarti bahwa pergerakan IHSG dapat
dijelaskan sebesar 96,6% dari kelima variabel independen tersebut.
Keyword: IHSG, makro ekonomi, Integrasi pasar modal, Indeks Dow
Jones, Indeks Hang Seng
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya
dalam kemudahan proses penyusunan dan penulisan skripsi bagi penulis.
Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Atas izin
dari Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi
kewajiban sebagai mahasiswa sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana
dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai
Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng
Terhadap IHSG (Studi Pada BEI Periode 2007-2016)”.
Kemudahan dan kelancaran pada proses penulisan skripsi juga
dilatarbelakangi oleh berbagai bentuk dukungan, baik material maupun
moral kepada penulis dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dengan dukungan, bimbingan,
bantuan, serta doa dari pihak-pihak tersebut. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan secara materil
maupun moril kepada penulis, serta doa-doa yang diberikan untuk
menunjang kelancaran penulisan skripsi,
2. Keluarga besar Asem IX, semua tante dan om yang telah
memberikan dukungan dalam segala bentuk,
3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak
Dr. Amilin, SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade
Sofyan Mulazid, MH selaku Wadek II FEB, dan Bapak Dr.
Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku Wadek III FEB,
4. Bapak Taridi Kasbi Ridho, MBA. selaku dosen pembimbing
skripsi, karena waktu yang diberikan, kesabaran dalam pengarahan
dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses
bimbingan skripsi,
ix
5. Ibu Titi Dewi Warnida, SE, M.Si sebagai Ketua Jurusan
Manajemen FEB dan Ibu Ela Patriana, Ir., MM. selaku Sekretaris
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Ade Suherlan, SE, MBA, selaku Dosen Penasehat
Akademik yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis
menuntut ilmu di kampus ini,
7. Seluruh dosen dan tenaga pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
atas ilmu dan pelajaran bermanfaat yang telah diberikan,
8. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas ekonomi dan bisnis, yang
memudahkan penulis dalam kegiatan administrasi,
9. Irfan Setiyadi Yahya, yang telah memberikan waktu, tenaga,
kesabaran dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi,
10. Keluarga besar Warsep, terutama Alaya, Javier, Devanno, Punto,
Done, Wahyu, Adhy Dharma, Khalis, dan Ori,
11. Sahabat- sahabat Allian.she, yaitu Cindy, Shaumi, dan Riska yang
selalu membantu dan menyemangati penulis, Sahabat-sahabat
Anti-Mainstream, yaitu Tiara, Alvika, dan Umi yang tanpa bosan
selalu menemani dan mendukung penulis dari semester awal,
12. Sahabat-sahabat Manajemen Keuangan 2013, terutama Irfan, Sri,
Rio, Deby, Laras, Tika, Melani, Acong, dan Indi.
13. Seluruh teman-teman Manajemen angkatan 2013, yang telah
memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi
14. seluruh anggota KKN Lokal Daya.
15. Seluruh teman dan kerabat yang namanya tidak dapat disebutkan
satu persatu.
x
Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini
menjadi lebih baik. Selain itu, penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat
bermanfaat dan berkontribusi baik untk kepentingan akademik maupun
bisnis.
Jakarta, 4 September 2017
Adelima Karnila
NIM 1113081000071
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI.................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .......................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... v
ABSTRACT ...................................................................................................... vi
ABSTRAK........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 18
A. Landasan Teori ........................................................................................ 18
1. Ekonomi Makro .................................................................................... 18
2. Tingkat Suku Bunga SBI ...................................................................... 21
3. Nilai Kurs .............................................................................................. 24
4. Harga Emas Dunia ................................................................................ 26
5. Indeks Dow Jones.................................................................................. 28
6. Indeks Hang Seng ................................................................................. 29
8. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ............................................. 36
9. Teori Portofolio ..................................................................................... 37
10. Multi-Factor Model (MFM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) .. 38
B. Keterkaitan Antar Variabel .................................................................... 44
C. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 49
xii
D. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 67
E. Hipotesis ................................................................................................... 70
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 72
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 72
B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 72
C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 74
D. Metode Analisis Data ............................................................................... 76
1. Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 76
2. Analisis Regresi Linier Berganda ......................................................... 88
3. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 89
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................. 92
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 97
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................... 97
1. Perkembangan Bursa Efek Indonesia dan IHSG ................................ 97
B. Analisis dan Pembahasan ........................................................................ 98
1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................................ 98
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................... 108
3. Uji Hipotesis ........................................................................................ 115
a. Uji t (Parsial) .................................................................................. 115
b. Uji F (Simultan) .............................................................................. 119
c. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐) ............................................................ 120
4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda ................................... 122
C. Interpretasi Data .................................................................................. 123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 134
A. Kesimpulan ............................................................................................ 134
B. Saran ...................................................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 138
LAMPIRAN ................................................................................................... 142
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..........................................................................55
Tabel 3.1 Durbin Watson d test: Pengambilan Keputusan .................................83
Tabel 4.1 Output Uji Multikolinieritas ........................................................... 109
Tabel 4.2 Output Uji Heteroskedastisitas......................................................... 110
Tabel 4.3 Output Uji Autokorelasi .................................................................. 112
Tabel 4.4 Output Uji Autokorelasi Setelah Cochrane-Orcutt .......................... 113
Tabel 4.5 Output Uji Statistik Parametrik secara Parsial .................................. 115
Tabel 4.6 Output Uji Statistik secara Simultan (Uji F) ..................................... 119
Tabel 4.7 Koefisien Determinasi (R2) ............................................................. 120
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 .. 2
Gambar 1.2 Perbandingan Produk Domestik Bruto di Dunia ............................... 9
Gambar 1.3 Volume Perdagangan IHSG 2007-2008 ..........................................11
Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan di Bursa ..................................................33
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Variabel Tingkat Suku Bunga
SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng
terhadap IHSG ..................................................................................................67
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................68
Gambar 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016 98
Gambar 4.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI 2007-2016 ......................99
Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah 2007-2016 ..... 100
Gambar 4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia 2007-2016 ............................ 101
Gambar 4.5 Perkembangan Indeks Dow Jones 2007-2016 .............................. 105
Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Hang Seng 2007-2016 .............................. 106
Gambar 4.7 Output Uji Jarque-Bera ............................................................... 108
Gambar 4.8 Ilustrasi Posisi Angka Durbin-Watson ......................................... 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pasar modal merupakan salah satu subsektor yang memainkan peran yang
sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian suatu negara. Sehingga
pasar modal menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara. Ada dua
fungsi utama yang dijalankan oleh pasar modal, yaitu pertama, sebagai sumber
pembiayaan bagi entitas bisnis. Dimana perusahaan yang membutuhkan dana
dapat memperoleh dana dari pasar modal yang dapat digunakan untuk
pengembangan usaha maupun tambahan modal perusahaan dan sebagainya.
Kedua, sebagai sarana berinvestasi bagi masyarakat, seperti saham, obligasi dan
instrumen keuangan lainnya. Masyarakat dapat menggunakan pasar modal untuk
berinvestasi pada instrumen keuangan tersebut sesuai dengan pilihan keuntungan
dan risikonya (Raraga, et. al, 2012).
Perkembangan pada pasar modal dapat dipantau melalui perubahan indeks
harga saham dari saham yang diperdagangkan. Indeks harga saham merupakan
indikator yang menunjukkan trend dari harga saham dalam bursa. Indeks harga
saham berubah mengikuti perubahan pada harga saham yang diperdagangkan.
Pembentukan harga saham dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran
(supply) para investor atas saham tersebut. Pemantauan indeks harga saham dapat
memudahkan investor memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk
memprediksi seberapa besar pendapatan (return) yang akan diperoleh pada masa
2
yang akan datang. Hal ini disebabkan karena investor membeli sejumlah saham
pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham
di masa yang akan datang (Tandelilin, 2001).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu harga
saham, yaitu faktor internal perusahaan penerbit saham maupun eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi harga saham berasal dari kondisi perusahaan
penerbit saham itu sendiri, seperti posisi laba dan hutang perusahaan atau struktur
manajemen perusahaan tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi
terbentuknya harga saham berbeda-beda pada setiap emiten, maka dari itu resiko
yang timbul dari faktor internal merupakan resiko tidak sistematis. Risiko yang
dapat dieliminasi dengan diversifikasi disebut dengan risiko tidak sistematis
(unsystematic risk) (Sudiyatno, et. al, 2009).
Gambar 1.1
Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016
Sumber: yahoo.finance.com (data diolah)
0.001000.002000.003000.004000.005000.006000.00
1/1/
200
7
8/1/
200
7
3/1/
200
8
10/1
/20
08
5/1/
200
9
12/1
/200
9
7/1/
201
0
2/1/
201
1
9/1/
201
1
4/1/
201
2
11/1
/20
12
6/1/
201
3
1/1/
201
4
8/1/
201
4
3/1/
201
5
10/1
/20
15
5/1/
201
6
12/1
/20
16
IHSG
IHSG
3
Dari grafik diatas dapat dilihat perkembangan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) bahwa pada periode 2008-2009 IHSG mengalami
penurunan. Di pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG
mengalami tekanan kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan
perdagangan (blackout) pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari
sebesar 2.830 pada awal tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008
(www.bi.go.id). Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan
pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi
investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham.
IHSG Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen
perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar
yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak
memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan
IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan
Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil
sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga
saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran
pergerakan IHSG (www.idx.co.id). Berdasarkan data dari www.idx.co.id
bahwa saat ini kapitalisasi pasar IHSG adalah sebesar Rp 6.346 Triliun.
Yang berarti bahwa pasar IHSG berperan penting dalam perekonomian
Indonesia, dengan menguatnya kapitalisasi IHSG ini berarti bahwa
perusahaan-perusahaan (emiten) memiliki peluang yang baik untuk
mendapatkan modal untuk operasional perusahaannya, sedangkan para
4
investor dapat memiliki kesempatan untuk mendapatkan return. Dengan
hubungan tersebut maka dapat menggerakan aktivitas dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Selain dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran
(supply), harga saham juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
eksternal (makro) yang berasal dari luar perusahaan (lingkungan makro).
Faktor eksternal (makro) yang dapat mempengaruhi perubahan harga
saham antara lain seperti pengumuman pemerintah misalnya pengumuman
perubahan suku bunga dan paket kebijakan ekonomi, gejolak politik dalam
negeri, besarnya tingkat inflasi, perubahan harga komoditas tambang
seperti minyak dan emas, kebijakan ekonomi negara lain, dan berbagai
faktor lainnya (Puspitarani, 2016). Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi Indeks Saham, antara lain perubahan tingkat suku bunga
bank sentral, keadaan ekonomi global, tingkat harga energi dunia,
kestabilan politik suatu negara dan lain-lain (Blanchard, 2006). Sudjono
dalam Syarofi (2014) memperoleh bukti empiris dalam penelitiannya
bahwa variabel-variabel makro seperti bunga deposito, SBI, jumlah uang
beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan inflasi mempunyai
pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. Sedangkan menurut
Samsul dalam Raraga, et. al. (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi
pasar modal, antara lain: kurs valuta asing, kondisi perekonomian
internasional dan siklus ekonomi suatu negara. Faktor lain yang
mempengaruhi pasar modal adalah perilaku investor. Menurut Rusbariand
5
et. al (2012) variabel-variabel indikator ekonomi makro seperti harga
minyak dunia, harga emas dunia, laju inflasi sampai pada tingkat kurs
rupiah terhadap mata uang asing terus senantiasa berfluktuasi di setiap
periodenya sehingga terindikasi berpengaruh terhadap kegiatan investasi
di pasar modal yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi
suatu negara.
Investasi dalam bentuk emas dipercaya sebagai salah satu komoditi
yang menguntungkan disebabkan selain harganya yang cenderung
mengalami peningkatan, emas juga merupakan bentuk investasi yang
sangat liquid, karena dapat diterima di wilayah atau di negara mana pun.
Ketika potensi imbalan (return) berinvestasi dalam saham atau obligasi
tidak lagi menarik dan dianggap tidak mampu mengompensasi risiko yang
ada, maka investor akan mengalihkan dananya ke dalam aset riil seperti
logam mulia atau properti yang dianggap lebih layak dan aman. Bila
dibandingkan dengan investasi lain di pasar keuangan, emas hanya
memegang porsi yang sangat minim (Rusbariand et. al, 2012). Selain itu,
beberapa faktor yang mempengaruhi investor seperti tingkat inflasi,
fluktuasi pasar saham dan komoditas termasuk harga minyak. Investor
akan memikirkan untuk memilih investasi yang memiliki tingkat risiko
yang lebih kecil. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah investasi pada
produk emas yang dianggap dapat mempertahankan nilainya dengan baik
dan juga dapat digunakan untuk melakukan lindung nilai (hedging)
terhadap inflasi (Wang et al 2010). Fakta sejarah menunjukkan bahwa di
6
negara-negara selama periode kemerosotan pasar saham, emas selalu
menunjukkan tren lebih baik (Raraga, et. al, 2012). Secara umum,
perubahan harga emas berkorelasi mendekati nol dengan imbal hasil
saham, sehingga emas menjadi diversifikasi aktiva yang efektif ekuitas
investor. Hal ini konsisten dengan peran tradisional emas sebagai hedging
atas inflasi, karena inflasi yang lebih tinggi biasanya menyebabkan harga
emas juga lebih tinggi. Investor yang tertarik dengan emas tidak perlu
membatasi diri hanya ke bentuk emas batangan. Kemungkinan lain bisa
dari saham perusahaan tambang, futures emas atau logam berharga jenis
lain seperti perak (Sharpe, 2006).
Sementara itu, nilai kurs rupiah terhadap dollar AS menjadi salah
satu faktor yang turut mempengaruhi pergerakan indeks saham di pasar
modal Indonesia. Kestabilan pergerakan nilai kurs menjadi sangat penting,
terlebih bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan ekspor impor yang
tidak dapat terlepas dari penggunaan mata uang asing yaitu dollar Amerika
Serikat sebagai alat transaksi atau mata uang yang sering digunakan dalam
perdagangan. Fluktuasi nilai kurs yang tidak terkendali dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar
modal (Witjaksono, 2010).
Suku bunga acuan adalah suku bunga yang ditetapkan oleh bank
sentral yang mencerminkan langkah dan arah kebijakan ekonomi
mendatang. Suku bunga acuan di Indonesia disebut dengan BI rate. Suku
bunga ini akan menjadi acuan bagi perbankan dalam menentukan besaran
7
suku bunga tabungan, giro, dan deposito yang akan diberikan kepada
nasabah. Tingkat suku bunga yang meningkat dapat mempengaruhi
keputusan investor untuk menarik investasinya pada saham dan memilih
untuk memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito
(Tandelilin, 2001). Avonti dan Prawoto dalam Syarofi (2014) mengatakan
bahwa kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk
mengalihkan dananya dari saham ke instrumen ini maupun ke tabungan
dan deposito, karena bisa memberikan tingkat pengembalian yang lebih
baik. Kondisi seperti ini akan memicu penurunan IHSG, begitu juga
sebaliknya. Jika suku bunga SBI turun atau memberikan keuntungan yang
lebih rendah dari saham, maka investor akan berbondong-bondong masuk
ke pasar modal kembali, sehingga posisi IHSG bisa terangkat.
Mata uang yang suku bunganya turun selanjutnya akan mengalami
depresiasi (pelemahan nilai tukar). Turunnya harga saham dalam negeri
juga akan menyebabkan investor asing mengurangi permintaan mata uang
domestik. Selain itu, ketika terjadi perubahan permintaan dan pasokan
valuta asing akan menyebabkan arus keluar modal dan depresiasi mata
uang domestik. Sebaliknya, ketika harga saham naik, investor asing
menjadi bersedia untuk berinvestasi pada efek ekuitas suatu negara.
Dengan demikian, mereka akan mendapatkan manfaat dari diversifikasi
internasional. Situasi ini akan menyebabkan masuknya arus modal dan
apresiasi mata uang domestik (Raraga, et. al, 2012).
8
Karim, et al dalam Syarofi (2014) mengemukakan bahwa pasar
modal Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini
menimbulkan konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan
dipengaruhi oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung
maupun tidak langsung (Samsul, 2008).
Berdasarkan data yang bersumber dari World Bank, 3 negara yang
menempati kedudukan dengan Produk Domestik Bruto tertinggi di dunia
adalah Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Jepang. Per
tahun 2016, Amerika Serikat tercatat memilik GDP sebesar US$
18,036,648,000, sedangkan Tiongkok tercatat memiliki GDP sebesar US$
11,064,665,000, dan Jepang sebesar US$ 4,383,076,000. Sedangkan
Indonesia berada pada posisi ke 16 dengan GDP sebesar US$
861,934,000. Jumlah total GDP di dunia adalah US$ 74,188,701,000
(http://data.worldbank.org/data-catalog/gdp-ranking-table).
9
Gambar 1.2
Perbandingan Produk Domestik Bruto di Dunia
(sumber: World Bank, data diolah)
Perubahan keadaan ekonomi di kedua negara tersebut dapat
mempengaruhi perekonomian Indonesia, baik melalui kegiatan ekspor
impor barang dan jasa, aliran dana dari investor kedua negara tersebut,
atau perubahan tingkat risiko bisnis di kedua negara tersebut. Salah satu
variable ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut. Hal
ini dimungkinkan karena ketika negara tersebut memiliki prospek
perekonomian yang cerah, otomatis investor akan tertarik untuk
menanamkan dananya di pasar modal negara yang bersangkutan. Hal ini
akan mendorong terjadinya masa-masa bullish yang akan mendorong
pergerakan indeks saham. Demikian pula sebaliknya, ketika dirasakan
suasana perekonomian suram, akan tercermin pula dalam indeks sahamnya
17%
10%
4%
1%68%
GDP DUNIA
Amerika Serikat
Tiongkok
Jepang
Indonesia
lainnya
10
yang akan turun (Witjaksono, 2010). Samsul dalam Firdaus (2015)
mengemukakan bahwa itulah sebabnya investor selalu memperhatikan
indeks saham global setiap hari sebelum dan sepanjang perdagangan
berlangsung. IHSG sedikit banyak akan terpengaruh oleh indeks
global/regional tersebut disamping kondisi makro ekonomi dalam negeri
sendiri.
Seperti yang ditunjukkan pada grafik di atas bahwa Amerika
serikat memiliki total Gross Domestic Product urutan pertama di dunia,
maka pergerakan ekonomi Amerika Serikat akan mempengaruhi
pergerakan ekonomi di negara-negara lainnya, tanpa terkecuali di
Indonesia.
Contohnya ketika terjadi krisis ekonomi global pada tahun 2008
yang berdampak sistematis terhadap kondisi keuangan global
menunjukkan peran Amerika Serikat dalam pergerakan ekonomi di dunia.
Meskipun subprime mortgage inilah yang menjadi awal terciptanya krisis,
namun sebenarnya jumlahnya relatif kecil dibandingkan keseluruhan
kerugian yang pada akhirnya dialami oleh perekonomian secara
keseluruhan. Kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari
praktik pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk
sekuritas lain, yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global. Di
pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan
kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout)
pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal
11
tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (Grafik 1.2). Kecepatan
imbas krisis finansial global ini ke pasar keuangan domestik salah satunya
didukung oleh struktur pasar keuangan domestik yang telah terintegrasi
dengan pasar keuangan global. Selain itu, gejolak di pasar saham tidak
terlepas dari cukup tingginya proporsi asing dalam perdagangan saham
selama ini. (http://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakan-moneter/outlook
ekonomi/Documents).
Gambar 1.3
Volume Perdagangan IHSG 2007-2008
(sumber: bi.go.id)
Dari penjelasan diatas diketahui bahwa pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh pergerakan ekonomi di
Amerika Serikat. Dalam beberapa penelitian, pergerakan ekonomi tersebut
diukur dengan melihat Indeks saham yang terdapat di Amerika, salah
12
satunya adalah Indeks Dow Jones. Beberapa penelitian terdahulu
membuktikan bahwa Indeks Dow Jones mempengaruhi Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus
(2015), dan Ernayani & Mursalin (2015) menunjukkan bahwa Indeks
Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG.
Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di
Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri
terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow
Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan
operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola,
Exxon Mobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh
perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia. Indeks
Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian
Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan
kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian
Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik
investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran
modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh
terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010).
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Tingkok menempati
kedudukan kedua dalam urutan PDB terbesar di dunia. Belakangan ini
perekonomian Indonesia diutunjang dengan adanya kerja sama antara
Tiongkok dengan Indonesia. Dikutip dari economy.okezone.com yang
13
mengabarkan bahwa kerja sama BCSA (Bilateral Currency Swap
Agreement) yang diperpanjang pada 2013 ini akan berakhir pada Oktober
2016. Perpanjangan kerja sama BCSA tersebut mencakup kenaikan nilai
kerja sama yang telah disepakati oleh Kepala Negara RI dan China dari
100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi 130 miliar yuan atau setara
Rp266,09 triliun (Rp2047 per Yuan). Pinjaman dari PBC (People’s Bank
of China) ini akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur
di Indonesia. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa aliran dana
dari investor Tiongkok mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia
dalam periode penelitian. Sehingga adanya perubahan keadaan ekonomi di
Tiongkok dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, perubahan yang
dimaksud adalah seperti perubahan tingkat risiko bisnis di ketiga negara
tersebut. Salah satu variabel ekonomi yang dapat dijadikan pengukuran
kinerja perekonomian suatu negara adalah indeks saham di negara tersebut.
Untuk itu penelitian ini mencoba meneliti pengaruh indeks Hang Seng
terhadap IHSG.
Indeks Hang Seng digunakan untuk mendata dan memonitor
perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham
Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar saham di
Hong Kong. Ke-42 perusahaan tersebut mewakili 65% dari nilai
kapitalisasi seluruh nilai saham yang tercatat pada The Stock Exchange of
Hong Kong Ltd. (SEHK). Oleh karena itu naik atau turunnya index HSI
merupakan refleksi performance dari keseluruhan saham-saham yang
14
diperdagangkan (https://hangsengindex.wordpress.com/apa-itu-hang seng-
index).
Peneltian tentang pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG telah
dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2012) dan
Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng berpengaruh
positif dan signifikan terhadap IHSG.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ada kontradiksi atas apa
yang diungkapkan oleh Sunariyah (2006) dan M. Samsul (2007) bahwa
penurunan tingkat suku bunga, harga energi serta meningkatnya indeks
bursa dunia akan ikut meningkatkan indeks harga saham dinegara yang
bersangkutan. Hal ini tentu menarik untuk diteliti mengapa terjadi
fenomena tersebut (Witjaksono, 2010).
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh tingkat suku
bunga terhadap Indeks saham. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan
Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa tingkat
suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.
Sedangkan untuk variabel nilai tukar (kurs) pada penelitian
terdahulu menunjukkan hasil yang beragam. Ardian Agung Witjaksono
(2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012)
menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap
indeks saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ginanjar Firdaus
(2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar
berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti
15
Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak
berpengaruh terhadap IHSG.
Sama halnya dengan hasil penelitian mengenai harga emas dunia,
penemuannya beragam. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Ginanjar
Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif
signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Rusbariand et al (2012), Raraga et,
al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan tidak ada
pengaruh signifikan antara harga emas dunia dengan indeks saham.
Berdasarkan latar belakang dan adanya research gap seperti yang
telah diuraikan diatas mengenai pengaruh tingkat suku bunga SBI, Kurs,
Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), maka dilakukan penelitian yang
berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas
Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG
(Studi Pada BEI Periode 2007-2016)”.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya.
Adapun dalam penelitian ini variabel-variabel independen yang digunakan
adalah Tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow
Jones, dan Indeks Hang Seng. Serta variabel dependen adalah Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG). Periode pengamatan dalam penelitian ini
dilakukan selama 10 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2016.
16
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh antara Tingkat Suku Bunga SBI dengan IHSG?
2. Apakah terdapat pengaruh antara Kurs dengan IHSG?
3. Apakah terdapat pengaruh antara Harga Emas Dunia dengan IHSG?
4. Apakah terdapat pengaruh antara Indeks Dow Jones dengan IHSG?
5. Apakah terdapat pengaruh antara Indeks Hang Seng dengan IHSG?
6. Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara Tingkat Suku Bunga
SBI, nilai Kurs, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang
Seng terhadap IHSG?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka
penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG.
2. Untuk menganalisis pengaruh Kurs terhadap IHSG.
3. Untuk menganalisis pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG.
4. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG.
5. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG.
17
6. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara Tingkat Suku
Bunga SBI, nilai Kurs, Harga emas dunia, Indeks Dow Jones, dan
Indeks Hang Seng terhadap IHSG.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam
menjalankan praktik pasar modal.
b. Bagi pemerintah,
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk
mengatasi kondisi ekonomi makro di Indonesia.
c. Bagi pihak akademisi,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan seputar
pasar modal dan ekonomi makro.
d. Bagi peneliti,
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi serta bahan
tambahan informasi dan membantu perkembangan penelitian
selanjutnya.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Ekonomi Makro
Dalam tahun 1929-1932 terjadi kemunduran ekonomi di seluruh
dunia, yang bermula dari kemerosotan ekonomi di Amerika Serikat.
Periode itu dinamakan The Great Depression. Pada puncak kemerosotan
ekonomi itu, pendapatan nasionalnya (ukuran dari tingkat ekonomi yang
dicapai sesuatu negara) mengalami kemerosotan yang sangat tajam.
Kemunduran ekonomi yang serius itu meluas ke seluruh dunia- ke negara-
negara industri lain maupun ke negara-negara miskin.
Kemunduran ekonomi tersebut menimbulkan kesadaran kepada
ahli-ahli ekonomi bahwa mekanisme pasar tidak dapat secara otomatis
menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang teguh dan tingkat
pengangguran tenaga kerja penuh. Dan teori-teori ekonomi sebelumnya
juga tidak dapat menerangkan mengapa peristiwa kemunduran ekonomi
yang serius tersebut dapat terjadi. Ketidakmampuan tersebut mendorong
seorang ahli ekonomi Inggris yang terkemuka pada masa tersebut, yaitu
John Maynard Keynes, mengemukakan pandangan dan menulis buku
yang pada akhirnya menjadi landasan kepada teori makroekonomi
modern. Keynes berpendapat pengeluaran agregat, yaitu perbelanjaan
19
masyarakat ke atas barang dan jasa, adalah faktor utama yang
menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai suatu negara.
Seterusnya Keynes berpendapat bahwa dalam sistem pasar bebas
penggunaan tenaga kerja penuh tidak selalu tercipta dan diperlukan usaha
dan kebijakan pemerintah untuk menciptakan tingkat penggunaaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi yang teguh (Sukirno, 2012: 7).
Analisis mengenai penentuan tingkat kegiatan yang dicapai sesuatu
perekonomian merupakan bagian terpenting dari analisis makroekonomi.
Analisis tersebut menunjukkan bagaimana pengeluaran agregat
(permintaan agregat) dan penawaran agregat akan menentukan tingkat
kegiatan suatu perekonomian dalam suatu periode tertentu dan pendapatan
nasional/produksi nasional yang tercipta. Masalah makaroekonomi utama
yang akan selalu dihadapi suatu negara menurut Sukirno (2012: 9) adalah:
a. Masalah pertumbuhan ekonomi
b. Masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi
c. Masalah pengangguran
d. Masalah kenaikan harga-harga (inflasi)
e. Masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran
McConnel, et al (2004) menyatakan bahwa ekonomi makro atau
makro ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan (agregat)
yang mencakup unsur-unsur rumah tangga (household), perusahaan dan
pasar, dimana makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang
20
mempengaruhi rumah tangga (household), perusahaan dan pasar. Pasar
yang dimaksud terdiri dari tiga komponen pasar utama, yaitu pasar
komoditas, pasar uang dan pasar modal.
Kondisi makro perekonomian suatu negara merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang ada
di negara tersebut (Samsul, 2008). Faktor-faktor makro ekonomi yang
secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja
perusahaan antara lain:
a. Tingkat bunga umum domestik
b. Tingkat inflasi
c. Peraturan perpajakan
d. Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan
tertentu
e. Kurs valuta asing
f. Tingkat bunga pinjaman luar negeri
g. Kondisi perekonomian internasional
h. Siklus ekonomi
i. Faham ekonomi
j. Peredaran uang
Perubahan faktor makro ekonomi di atas tidak akan dengan
seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam
jangka panjang. Sebaliknya, harga saham akan terpengaruh dengan
21
seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena investor lebih
cepat bereaksi (Samsul, 2006).
2. Tingkat Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga
yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek
yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh
tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat,
2005:92).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/4/DPM
tanggal 16 Februari 2004 tentang penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang
selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang berjangka waktu pendek. SBI merupakan instrumen yang
digunakan dalam rangka pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka
sebagai pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
(Siamat, 2005:262).
Menurut Siamat (2005:263), sertifikat Bank Indonesia
sebagai instrumen pasar uang memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00.
22
b. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 bulan dan
paling lama 12 bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari
dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai
dengan tanggal jatuh tempo.
c. Diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto
(discounted basis).
d. Diterbitkan tanpa warkat (scriptless).
e. dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
f. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut:
Nilai diskonto = Nilai nominal – nilai
tunai
g. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto
murni (true discount)dengan menggunakan formula berikut:
Nilai Tukar = Nilai nominal x 360
360 + (Tingkat diskonto x jangka waktu)
Definisi BI rate sendiri menurut Bank Indonesia adalah
suku bunga instrument sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan
pada Rapat Dewan Gubernur triwulanan untuk berlaku selama
23
triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan
Gubernur bulanan dalam triwulan yang sama. BI rate digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter
untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1
bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada di sekitar BI
rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan
mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank dan suku bunga
jangka yang lebih panjang. Perubahan BI rate (SBI tenor 1
bulan) ditetapkan secara konsisten dan bertahap dalam
kelipatan 25 basis poin (bps) (www.bi.go.id).
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga
yaitu dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan
sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai
Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap
kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang
berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme
pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI
menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga SBI), yaitu BI
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk
pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian
24
yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti
pelelangan.(https://id.wikipedia.org/wiki/Sertifikat_Bank_Indo
nesia).
3. Nilai Kurs
Valuta asing atau foreign exchange (forex) atau foreign currency
diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang
digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan
internasional dan yang mempuyai catatan kurs resmi pada bank sentral.
Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan
hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut
sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan
kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai dibandingkan
dengan mata uang lainnya. Mata uang hard currency ini umumnya berasal
dari negara-negara industri maju seperti Dollar-Amerika Serikat (USD),
Yen-Jepang (JPY) , Euro (EUR), Poundsterling-Inggris (GBP), Dollar-
Australia (AUD), Franc-Swiss (SFR), dan lain-lain (Hady, 2012: 65).
Menurut Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat
pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu
ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya
Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Kurs
25
valuta asing dapatlah dipandang sebagai “harga” dari sesuatu mata uang
asing.
Nilai tukar menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus
diperuntukkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain dari
rasio perukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau disebut
juga kurs valuta asing (Murni, 2013:230).
Salah satu ciri era globalisasi yang menonjol saat ini yaitu adanya
arus uang dan modal dalam bentuk valas atau foreign currency antara
berbagai pusat keuangan di berbagai negara yang semakin besar dan cepat,
seakan-akan mengalir tanpa mengenal kewarganegaraan pemiliknya dan
tanpa batas wilayah (borderless). Aliran valas yang besar dan cepat untuk
memenuhi tuntutan perdagangan, investasi, dan spekulasi dari suatu
tempat yang surplus ke tempat yang defisit dapat terjadi karena adanya
beberapa faktor atau kondisi yang berbeda sehingga berpengaaruh
menimbulkan perbedaan kurs valas atau forex rate di masing-masing
tempat (Hady, 2012:109).
a. Jenis Nilai Tukar
Murni (2013:234) mengemukakan bahwa terdapat dua macam
sistem dalam penetapan kurs valuta asing berdasarkan sistem moneter
internasional sebagai berikut:
26
1) Fix exchange rate system, merupakan sistem kurs tetap atau disebut
juga kurs berdasarkan Bretton Woods System.
2) Floating exchange rate system, merupakan sistem kurs mengambang
yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan
penawaran pada bursa valuta asing.
b. Faktor-faktor yang mempengaruihi Nilai tukar
Beberapa faktor atau kondisi yang berbeda dan mempengaruhi kurs
valas di masing-masing tempat tersebut antara lain sebagai berikut (Hady,
2012:109):
1) Supply dan demand foreign currency,
2) Posisi Balance of Payment (BOP),
3) Tingkat inflasi,
4) Tingkat bunga,
5) Tingkat income,
6) Pengawasan pemerintah,
7) Ekspektasi, spekulasi, dan rumor.
4. Harga Emas Dunia
Proses penentuan harga emas dunia mengacu pada permintaan
dan penawaran, seperti halnya komoditas dan aset lainnya. Khusus
untuk emas, ada beberapa perbedaan. Harga emas internasional yang
27
paling sering digunakan di pasar emas yaitu harga emas tetap (gold fix)
dan harga emas spot (spot price).
a. Harga Gold Fix
Harga emas tetap, atau disebut juga dengan London Fix,
ditetapkan setiap hari pada pukul 10.30 GMT (ini untuk London
Gold AM Fix) dan pada pukul 15.00 GMT (untuk London Gold PM
Fix). Gold fix didasarkan pada patokan harga emas di pasar emas
London, tempat sebagian besar transaksi perdagangan emas dunia
terjadi.
Harga Gold Fix ditentukan oleh sebuah lembaga bernama
London Buillion Market Association (LBMA) yang merupakan
asosiasi perdagangan yang meliputi lebih dari 100 bank terbesar di
dunia, lembaga keuangan, dan stakeholder logam mulia. Lembaga
ini bertugas mendefinisikan standar emas dan perak, menentukan
bagaimana praktik perdagangan yang baik, dan menentukan
standar dokumentasi, yang semuanya berperan penting dalam
penentuan harga emas.
LBMA terdiri dari lima perusahaan yang berfungsi sebagai
penentu pasar. Mereka juga memiliki dua sambungan konferensi
setiap hari untuk menyepakati harga. Lima perusahaan ini tidak
hanya mewakili dirinya sendiri, namun juga anggota yang lain.
Lima perusahaan ini memberikan respon terhadap harga awal yang
disarankan. Respon ini didasarkan pada order yang mereka miliki.
28
Mereka berkonsultasi dengan klien sebelum menerima harga emas
yang diusulkan dan tentunya juga didasarkan pada kepentingan
mereka sendiri.
Setelah negosiasi, harga gold fix ditetapkan dalam satuan
US Dollar, Euro, dan Poundsterling Inggris. Harga ini yang
disepakati hampir di seluruh dunia. Pasar New York, Dubai,
Hongkong, dan yang lain memiliki perhitungan sendiri, namun
jarang digunakan di luar pasar lokal.
b. Harga Spot
Harga spot adalah harga emas yang paling banyak
digunakan. Harga spot merupakan harga emas real time yang
diperbarui setiap saat. Harga spot inilah yang dipublikasikan di
situs-situs web penjual emas dan menjadi dasar untuk menentukan
harga di toko emas lokal. Gold fix berperan sebagai dasar untuk
menentukan harga spot, namun harga spot sifatnya fluktuatif
sepanjang hari, tergantung perkembangan dan reaksi pasar
terhadap harga gold fix yang diumumkan pada 10.30 GMT dan
15.00 GMT (http://odnv.co.id/beginilah-harga-emas-internasional-
dibentuk-dan-ditentukan).
5. Indeks Dow Jones
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks
pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan
pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini
29
sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar
saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang
masih berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan
terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk
mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya,
sekarang ini menggunakan weighted average bukan rata-rata aktual dari
harga saham komponennya (http://id.wikipedia.org/wiki/Dow_Jones_Ind-
ustrial_Average).
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah sebuah indeks yang
terdiri dari 30 perusahaan terbuka terbesar di Amerika Serikat. Perusahaan
ini meliputi: AT&T, Boeing, Chevron, Coca-Cola, General Electric, Intel,
IBM, JPMorgan Chase, McDonald's, Microsoft, Nike, Verizon, Visa, Wal-
Mart, dan Disney. Komposisi indeks berubah secara periodik untuk
memasukkan perusahaan terkuat dan membuang perusahaan yang
kehilangan posisi dan pengaruh terkemuka. Dow didirikan oleh editor
Wall Street Journal Charles Dow tahun 1896, dan sejak saat itu telah
menjadi ukuran status keseluruhan pasar yang paling banyak dikutip. Dow
Jones mempertahankan berbagai indeks yang berbeda di berbagai bursa,
tetapi Industrial Average tetap menjadi yang paling
populer (https://www.ufx.com/id-ID/aset/indeks/dow-jones).
6. Indeks Hang Seng
30
Indeks Hang Seng Index (disingkat: HSI, Tionghoa: 恒生指數)
adalah sebuah indeks pasar saham berdasarkan kapitalisasi di Bursa
Saham Hong Kong. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor
perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar
saham Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar di
Hong Kong. Ke-34 perusahaan tersebut mewakili 65% kapitalisasi pasar di
bursa ini. HSI dimulai pada 24 November 1969 dirangkum dan dirawat
oleh HSI Services Limited, yang merupakan anak perusahaan penuh
dari Hang Seng Bank, bank terbesar ke-2 di Hong Kong berdasarkan
kapitalisasi pasar. Perusahaan ini bertanggung jawab untuk membuat,
menerbitkan, dan mengatur Indeks Hang Seng dan beberapa indeks saham
lainnya, seperti Hang Seng Composite Index, Hang Seng HK MidCap
Index, dan lain-lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Hang_Seng).
7. Pasar Modal Indonesia
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa
diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya
memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi
(Tandelilin, 2010:26).
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
31
Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah
kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912,
perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang
diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal
mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah
kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi
yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana
mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar
modal pada tahun 1977 dan beberapa tahun kemudian pasar modal
mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi
yang dikeluarkan pemerintah (http://www.idx.co.id/id_id/beranda_tentang
bei/sejarah.aspx).
Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock
Exchange (IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas
operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung
Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya
sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai
beroperasi pada 1 Desember 2007. BEI menggunakan sistem perdagangan
bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995,
menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya. Sejak 2 Maret
32
2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama
JATS-NextG yang disediakan OMX.
Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang
perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan
harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator
pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI
mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan sepuluh jenis indeks
sektoral. Salah satu indeks tersebut adalah IHSG, menggunakan semua
saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Indonesia).
33
Gambar 2.1
Mekanisme Perdagangan di Bursa
Sumber: www.idx.co.id
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, pengertian pasar modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Perusahaan publik
adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh
300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-
kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah
pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (UU No. 8 Tahun 1995). Efek adalah surat berharga, yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda
bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka
34
atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek (UU No. 8 Tahun 1995).
Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh
Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang
diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya (UU No. 8
Tahun 1995).
Menurut Sunariyah (2011:4) pengertian pasar modal adalah suatu
sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-
bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta
keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar
modal adalah suatu pasar (temat berupa gedung) yang disiapkan guna
memperdagankan saham-saham, obligasi, dan jenis surat berharga lainnya
dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.
Peranan pasar modal dalam suatu perekonomian negara adalah
sebagai berikut (Robert Ang,1997) :
a. Fungsi Investasi
Uang yang disimpan di bank tentu akan mengalami
penyusutan. Nilai mata uang cenderung akan turun di masa yang
akan datang karena adanya inflasi, perubahan kurs, pelemahan
ekonomi, dll. Apabila uang tersebut diinvestasikan di pasar modal,
investor selain dapat melindungi nilai investasinya, karena uang
yang diinvestasikan di pasar modal cenderung tidak mengalami
penyusutan karena aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh emiten.
35
b. Fungsi Kekayaan
Pasar modal adalah suatu cara untuk menyimpan kekayaan
dalam jangka panjang dan jangka pendek samapi dengan kekayaan
tersebut dapat dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik karena
kekayaan itu tidak mengalami depresiasi seperti aktiva lain.
Semakin tua nilai aktiva seperti, mobil, gedung, kapal laut, dll,
maka nilai penyusutannya akan semakin besar pula. Akan tetapi
obligasi saham deposito dan instrument surat berharga lainnya
tidak akan mengalami depresiasi. Surat berharga mewakili
kekuatan beli pada masa yang akan datang.
c. Fungsi Likuiditas
Kekayaan yang dissimpan dalam surat-surat berharga, bisa
dilikuidasi melalui pasar modal dengan resiko yang sangat minimal
dibandingkan dengan aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga
dapat dilakukan dengan cepat dan murah. Walaupun nilai
likuiditasnya lebih rendah daripada uang, tetapi uang memiliki
kemampuan menyimpan kekayaan yang lebih rendah daripada
surat berharga. Ini terjadi karena nilai uang mudah terganggu oleh
inflasi dari waktu ke waktu.
d. Fungsi Pinjaman
Pasar modal bagi suatu perekonomian negara merupakan
sumber pembiayaan pembangunan dari pinjaman yang dihimpun
dari masyarakat. Pemerintah lebih mendorong pertumbuhan pasar
36
modal untuk mendapatkan dana yang lebih mudah dan murah. Ini
terjadi karena pinjaman dari bank-bank komersil pada umumnya
mempunyai tingkat bunga yang tinggi. Sedangkan perusahaan-
perusahaan yang menjual obligasi pada pasar uang dapat
memperoleh dana dengan biaya bunga yang lebih rendah daripada
bunga bank.
8. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Sunariyah (2003: 147) mengemukakan bahwa Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) adalah suatu rangkaian informasi historis mengenai
pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu dan
mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja
suatu saham gabungan di bursa efek.
Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa
Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX
Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan
oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)).
Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator
pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga
seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar
untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal
tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat
pada saat itu berjumlah 13 saham. Posisi intraday tertinggi yang pernah
37
dicapai IHSG adalah 5.726,53 poin yang tercatat pada tanggal 26 April
2017. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah
5.726,53 pada tanggal 26 April 2017.
Indeks harga saham gabungan seluruh saham menggambarkan
pergerakan harga saham gabungan seluruh saham. Indeks harga saham
gabungan seluruh saham adalah nilai yang mencerminkan kinerja
gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Maka harga
yang terbentuk pada Indeks Harga saham gabungan pada Bursa Efek
Indonesia mencerminkan seluruh kinerja saham yang tercata pada Bursa
Efek Indonesia.
9. Teori Portofolio
Husnan (2001: 47) menyatakan bahwa dalam dunia yang
sebenarnya hampir semua investasi mengandung unsure ketidakpastian
atau resiko. Pemodal tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperolehnya
dari investasi yang dilakukannya. Karena pemodal mengahadapi
kesempatan investasi yang beresiko, pilihan investasi tidak dapat hanya
mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan. Apabila
pemodal mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang
tinggi, maka ia harus bersedia menanggung resiko yang tinggi pulasalah
satu karakteristik investasi pada sekuritas adalah kemudahan untuk
membentuk portofolio investasi. Artinya, pemodal dapat dengan mudah
38
menyebar (melakukan diversifikasi) investasinya pada berbagai
kesempatan investasi.
Teori Portofolio lahir dari seseorang yang bernama Harry
Markowitz (1952) yang mengemukakan teori portofolio yang dikenal
dengan model Markowitz, yaitu memperoleh imbal hasil (return) pada
tingkat yang dikehendaki dengan risiko yang paling minimum. Untuk
meminimumkan risiko, perlu dilakukan diversivikasi dalam berinvestasi,
yaitu membentuk portofolio atau menginvestasikan dana tidak di satu aset
saja melainkan ke beberapa aset dengan proporsi dana tertentu. Hal ini
berarti investasi harus dipilah-pilah (assets allocation) ada yang dalam
saham, obligasi, SBI, deposito berjangka dan Reksa Dana. Selanjutnya
harus dijelaskan secara lebih rinci, seperti dalam saham berapa persentase
untuk sektor properti, perbankan, farmasi, makanan, industri, dasar,
manufaktur, otomotif dan seterusnya. Kemudian dirinci lagi jenis saham
yang akan dipilih (stock selection). Misalnya, untuk sektor farmasi, saham
dari emiten mana yang akan dibeli (Samsul, 2006).
10. Multi-Factor Model (MFM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT)
Menurut Bodie (2014: 334) ketidakpastian imbal hasil asset
memiliki dua sumber yaitu faktor umum maupun makroekonomi, dan
kejadian khusus perusahaan. Imbal hasil saham apapun akan tanggap
terhadap sumber resiko makro dan pengaruh khusus perusahaannya
sendiri. Terdapat beberapa faktor sistematis yang digerakkan oleh siklus
39
bisnis yang mungkin mempengaruhi imbal hasil saham yaitu fluktuasi
suku bunga, tingkat inflasi, harga minyak dan sebagainya. Faktor-faktor
tersebut merupakan komponen dari makroekonomi.
Model faktor merupakan alat yang memungkinkan kita untuk
menggambarkan dan menghitung faktor berbeda yang mempengaruhi
tingkat imbal hasil sekuritas selama periode waktu kapanpun. Secara
formal, model faktor tunggal (single-factor model) digambarkan oleh
persamaan berikut (Bodie, et al, 2014: 334):
𝑟𝑖 = 𝐸(𝑟𝑖) + 𝛽𝑖𝐹 + 𝑒𝑖……………(2.1)
Pada model dua faktor. Kita asumsikan dua sumber risiko ekonomi
yang penting adalah ketidakpastian yang melingkupi kondisi siklus bisnis
akibat pertumbuhan GDP yang tidak diantisipasi sebelumnya dan
perubahan tingkat bunga. Kita akan menyebut setiap penurunan tingkat
bunga yang tidak diharapkan, yang seharusnya merupakan berita baik bagi
saham, IR. Imbal hasil suatu saham akan merespons terhadap pengaruh
faktor risiko sistematis maupun faktor spesifik perusahaan. Karena itu, kita
dapat menulis model dua faktor yang menjelaskan tingkat imbal hasil
saham i pada periode yang sama sebagai berikut (Bodie, et al, 2014: 335):
𝑟𝑖 = 𝐸𝑟𝑖 + 𝛽𝑖𝐺𝐷𝑃 + 𝛽𝑖𝐼𝑅 + 𝐼𝑅 + 𝑒𝑖…………(2.2)
Dua faktor pada sisi kanan persamaan atas faktor sistematis di
dalam perekonomian. Sebagaimana model faktor tunggal, kedua faktor
makro ini mempunyai nilai ekspektasi nol: menunjukkan perubahan pada
variabel ini yang sebelumnya tidak diantisipasi. Koefisien dari setiap
40
sektor pada persamaan (2.2) mengukur sensitivitas imbal hasil saham atas
faktor tersebut. Untuk alasan ini, koefisien sering kali disebut sebagai
sensitivitas faktor (factor sensitivity), pembebanan faktor (factor loading),
atau beta faktor (factor beta). Seperti sebelumnya, ei mencerminkan
pengaruh faktor spesifik perusahaan (Bodie, et al, 2014: 335).
Sejauh ini kita telah mengasumsikan bahwa hanya terdapat satu
faktor sistematis yang memengaruhi imbal hasil saham. Asumsi yang
disederhanakan ini kenyataannya terlalu sederhana. Kita juga telah
mencatat bahwa mudah sekali untuk memikirkan beberapa faktor yang
dipicu oleh siklus bisnis yang mungkin dapat memengaruhi imbal hasil
saham, fluktuasi tingkat bunga, tingkat inflasi, harga minyak, dan
sebagainya. Eksposur terhadap salah satu faktor ini akan memengaruhi
risiko saham dan tentu saja imbal hasilnya. Kita dapat menurunkan versi
multifaktor dari APT untuk mengakomodasi banyak sumber risiko (Bodie,
et al, 2014: 346). Anggaplah bahwa kita menyimpulkan bahwa model dua
faktor seperti yang dinyatakan dalam Persamaan (2.2) adalah sebagai
berikut:
𝑟𝑖 = 𝐸(𝑟𝑖) + 𝛽𝑖1𝐹1 + 𝛽𝑖2𝐹2 + 𝑒𝑖……….(2.3)
Pada persamaan (2.2), faktor 1 adalah penyimpangan pertumbuhan
GDP dari yang diharapkan, sedangkan faktor 2 adalah penurunan tingkat
bunga yang tidak diantisipasi. Setiap faktor memiliki imbal hasil yang
diharapkan sebesar nol karena setiap variabel mengukur kejutan (surprise)
dalam variabel sistematis, bukan tingkat variabel tersebut. Demikian juga,
41
komponen spesifik perusahaan dari imbal hasil yang tidak diharapkan, ei,
juga memiliki imbal hasil yang diharapkan sebesar nol. Memperluas
model seperti model faktor dua menjadi faktor dalam jumlah yang lebih
banyak bukan hal yang rumit (Bodie, et al, 2014: 346).
Membentuk APT multifaktor adalah mirip dengan kasus satu
faktor tersebut. Tetapi, pertama sekali kita harus memperkenalkan konsep
portofolio faktor (factor portofolio), yang merupakan portofolio
terdiversifikasi dengan baik yang dibentuk untuk mempunyai beta sebesar
1 pada satu faktor dan beta sebesar 0 untuk faktor yang lain. Kita dapat
melihat portofolio faktor sebagai portofolio tracking. Artinya, imbal hasil
portofolio tersebut melacak evolusi sumber risiko ekonomi makro tertentu,
tetapi tidak berkorelasi dengan sumber risiko yang lain. Adalah mungkin
untuk membentuk portofolio faktor seperti itu karena kita mempunyai
sejumlah besar sekuritas untuk dipilih dan hanya sedikit faktor untuk
ditentukan. Portofolio faktor akan menjadi tolok ukur untuk garis pasar
sekuritas multifaktor (Bodie, et al, 2014: 346).
Capital Asset pricing model bukanlah satu-satunya teori yang
mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh
pasar, atau bagaimana menentukan tingkat keuntungan yang layak untuk
suatu investasi. Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut
sebbagai Arbitrage Pricing Theory (APT). APT pada dasarnya
menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan
investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa
42
dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah
hokum satu harga (the law of one price). Apabila aktiva yang
berkarakteristik sama tersebut terjual dengan harga yang berbeda, maka
akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli
aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan
harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa resiko.
Perbedaan antara kedua model tersebut terletak pada perlakuan
APT terhadap hubungan antar tingkat keuntungan sekuritas. APT
mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor dalam perekonomian dan industri. Korelasi antara tingkat
keuntungan dua sekuritas terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut
dipengaruhi oleh faktor (atau faktor-faktor) yang sama.
Tingkat keuntungan dari setiap sekuritas yang diperdagangkan di
pasar keuangan terdiri dari dua komponen. Pertama, tingkat keuntungan
yang normal atau yang diharapkan. Tingkat keuntungan ini merupakan
bagian dari tingkat keuntungan actual yang diperkirakan (atau diharapkan)
oleh para pemegang saham. Tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh
informasi yang dimiliki oleh para pemodal. Kedua, adalah tingkat
keuntungan yang tidak pasti atau beresiko. Bagian tingkat keuntungan ini
berasal dari informasi yang bersifat tidak terduga. Secara formal, tingkat
keuntungan suatu sekuritas dapat dituliskan menjadi (Husnan, 2001: 197):
𝑅 = 𝐸(𝑅) + 𝑈
43
Dimana:
R = Tingkat Keuntungan Actual
E(R) = Tingkat Keuntungan yang Diharapkan
U = bagian kentungan yang tidak terduga
a. Risiko Sistematis
Menurut Husnan (2001: 200) systematic risk, merupakan
risiko yang mempengaruhi semua perusahaan. Bagian keuntungan
yang tidak terantisipasi, yaitu yang berasal dari surprise
merupakan resiko yang dihadapi oleh para pemodal. Meskippun
demikian, seumber resiko tersebut dapat berasal dari faktor yang
mempengaruhi semua (atau banyak) perusahaan, tetapi ada pula
yang spesifik perusahaan tertentu. Sebagai missal, pengumuman
tentang angka pertumbuhan GNP, tingkat bunga, merupakan
informasi yang mempengaruhi semua perusahaan. Tingkat
keuntungan yang diperoleh oleh pemodal dapat dituliskan sebagai
berikut:
𝑅 = 𝐸(𝑅) + 𝑈
= 𝐸(𝑅) + 𝑚 + 𝜖
Dimana:
R= Tingkat Keuntungan Actual
E(R) = Tingkat Keuntungan Diharapkan
m = Resiko Pasar
= Resiko Tidak Sistematis dari Perusahaan
44
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga
yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek
yang dijual secara diskonto melalui lelang. Jangka waktu jatuh
tempo SBI mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan (Siamat,
2005:92). Avonti dan Prawoto dalam Syarofi (2014) mengatakan bahwa
kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk mengalihkan
dananya dari saham ke instrumen ini maupun ke tabungan dan deposito,
karena bisa memberikan tingkat pengembalian yang lebih baik. Kondisi
seperti ini akan memicu penurunan IHSG, begitu juga sebaliknya. Jika
suku bunga SBI turun atau memberikan keuntungan yang lebih rendah dari
saham, maka investor akan berbondong-bondong masuk ke pasar modal
kembali, sehingga posisi IHSG bisa terangkat.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh tingkat suku
bunga terhadap Indeks saham. Ardian Agung Witjaksono (2010) dan
Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa tingkat
suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG. Suku
bunga SBI adalah tingkat suku bunga SBI tahunan yang dikeluarkan tiap
bulan. Tingkat bunga ini diharapkan dapat mewakili tingkat bunga secara
umum, karena kenyataannya tingkat bunga yang berlaku di pasar,
fluktuasinya mengikuti SBI (Husnan, 1998). Apabila tingkat suku bunga
di bank tinggi maka investor cenderung lebih tertarik melakukan investasi
45
pada instrumen bank seperti tabungan dan deposito, karena tingkat
pengembalian lebih baik dan resiko yang lebih kecil daripada investasi
pada instrumen pasar modal. Maka dapat disimppulkan bahwa tingkat
suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG.
2. Pengaruh Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah
Menurut Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat
pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan sesuatu
ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang asing (misalnya
Dollar US) dengan nilai mata uang domestic (misalnya Rupiah). Kurs
valuta asing dapatlah dipandang sebagai “harga” dari sesuatu mata uang
asing.
Bagi investor depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa
prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat
terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat
(Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah risiko bagi investor apabila
hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Ang, 1997). Namun,
pendapat Fidaus (2015) bahwa jika nilai tukar USD/Rupiah mengalami
peningkatan (rupiah terdepresiasi) investor dapat mulai berinvestasi atau
menahan portofolio yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian ketika nilai
tukar USD/Rupiah turun (rupiah terapresiasi) setelah periode puncak
kenaikan tersebut maka investor dapat melakukan profit taking.
46
Sedangkan untuk variabel nilai tukar (kurs) pada penelitian
terdahulu menunjukkan hasil yang beragam, Ardian Agung Witjaksono
(2010), Rusbariand et al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012)
menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap
indeks saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ginanjar Firdaus
(2015) dan Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar
berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan Rihfenti
Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar tidak
berpengaruh terhadap IHSG.
3. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG
Investor akan memikirkan untuk memilih investasi yang memiliki
tingkat risiko yang lebih kecil. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah
investasi pada produk emas yang dianggap dapat mempertahankan
nilainya dengan baik dan juga dapat digunakan untuk melakukan lindung
nilai (hedging) terhadap inflasi (Wang et al 2010). Menurut Sunariyah
(2006) salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko adalah
emas. Emas dianggap lebih baik untuk lindung nilai terhadap inflasi.
Harga Emas Dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
IHSG. Hampir sama dengan harga minyak dunia, harga emas dapat
menjadi signal investor untuk berinvestasi pada modal. Walaupun
berpengaruh positif dan signifikan, emas tetap dapat digunakan sebagai
diversifikasi karena emas cenderung aman dan bebas risiko Ginanjar
47
Firdaus (2015). Untuk itu apabila harga emas dunia meningkat maka
investor yang memiliki saham di bursa akan lebih senang berinvestasi
pada saham, karena mereka memiliki kesempatan untuk berdiversifikasi
dengan baik, maka dari itu kenaikan harga emas dunia akan menjadi sinyal
baik bagi para investor untuk meningkatkan investasinya di pasar modal,
sehingga harga emas dunia berpengaruh positif terhadap IHSG.
Penemuan Ardian Agung Witjaksono (2010) dan Ginanjar Firdaus
(2015) menemukan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif
signifikan terhadap IHSG. Sedangkan Rusbariand et al (2012), Raraga et,
al (2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) menemukan tidak ada
pengaruh signifikan antara harga emas dunia dengan indeks saham.
4. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG
Karim, et al (2009) mengemukakan bahwa pasar modal Indonesia
sudah terintegrasi dengan pasar modal dunia. Hal ini menimbulkan
konsekuensi bahwa pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi
oleh pergerakan pasar modal dunia baik secara langsung maupun tidak
langsung (Samsul, 2008). Seperti ketika terjadi krisis dunia global pada
tahun 2008, kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari praktik
pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk
sekuritas lain, yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global. Di
pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan
kuat. Hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan (blackout)
48
pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada awal
tahun menurun menjadi 1.355 pada akhir 2008 (bi.go.id).
Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar saham tertua di
Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja industri
terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow
Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Indeks Dow
Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian Amerika
Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan kondisi
perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian Indonesia
melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik investasi
langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran modal
yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh terhadap
perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Untuk itu dapat dikatakan bahwa
Indeks Dow Jones akan berpengaruh positif terhadap IHSG.
Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow
Jones mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil
Penelitian Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin
(2015) menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan
signifikan terhadap IHSG.
5. Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG
Indeks Hang Seng digunakan untuk mendata dan memonitor
perubahan harian dari perusahaan-perusahaan terbesar di pasar saham
49
Hong Kong dan sebagai indikator utama dari performa pasar saham di
Hong Kong. Ke-42 perusahaan tersebut mewakili 65% dari nilai
kapitalisasi seluruh nilai saham yang tercatat pada The Stock Exchange of
Hong Kong Ltd. (SEHK). Oleh karena itu naik atau turunnya index HSI
merupakan refleksi performance dari keseluruhan saham-saham yang
diperdagangkan (https://hangsengindex.wordpress.com/apa-itu-hang-
seng-index). Pada periode Januari–Desember 2012, Cina merupakan
negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar US$20.863,8 juta
(13,63 persen) (www.bps.go.id). Pergerakan IHSG sudah terintegrasi
dengan pasar modal di dunia. Selain itu, Indonesia telah meningkatkan
kerjasama terhadap Tiongkok, maka pergerakan indeks Hang Seng yang
menjadi indikator perekonomian Tiongkok dapat mempengaruhi kinerja
Indeks Harga Saham Gabungan. Maka Indekks Hang Seng berpengaruh
positif terhadap IHSG.
Penelitian tentang pengaruh indeks Hang Seng terhadap IHSG
telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2012)
dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang Seng
berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG.
C. Penelitian Terdahulu
Beberapa analisis telah dilakukan terkait penelitian pengaruh faktor
makroekonomi terhadap IHSG. Variabel makroekonomi yang
mempengaruhi IHSG antara lain Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs,
50
Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia. Serta bursa saham negara lain
yang juga mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam
beberapa penelitian terdahulu diantaranya adalah Indeks Dow Jones, Indeks
Nikkei 225, dan Indeks Hang Seng. Hasil beberapa penelitian terdahulu
yang dijadikan referensi dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
Witjaksono (2010) melakukan penelitian tentang Analisis
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas
Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap
IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009). Dalam
penelitian tersebut variabel dependen yang digunakan adalah IHSG,
sedangkan variabel independennya adalah Tingkat Suku Bunga SBI,
Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei
225, dan Indeks Dow Jones.metode analisis yang digunakan adalah regresi
linier berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Variabel Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah berpengaruh negatif
terhadap IHSG. Sementara variabel Harga Minyak Dunia, Harga Emas
Dunia, Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones berpengaruh positif
terhadap IHSG.
Rusbariand et al (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis
Pengaruh Tingkat Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, dan
Kurs Rupiah Terhadap Pergerakan Jakarta Islamic Index Di Bursa Efek
Indonesia. Variabel independen pada penelitian tersebut adalah Tingkat
Inflasi, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Dan Kurs Rupiah,
51
sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Jakarta Islamic Index
(JII). Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier
berganda. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Tingkat inflasi dan Kurs
rupiah berpengaruh negatif dan signifikan, Harga minyak dunia
berpengaruh positif dan signifikan, dan Harga Emas dunia tidak
berpengaruh signifikan terhadap JII.
Raraga et, al (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis
Pengaruh Harga Minyak Dan Harga Emas Terhadap Hubungan Timbal-
Balik Kurs Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek
Indonesia (BEI) 2000 -2013. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Hubungan Timbal-balik IHSG dan Kurs, sedangkan variabel penejelasnya
adalah Harga Minyak Dunia dan Harga Emas Dunia. Metode penelitian
yang digunakan adalah uji kointegrasi Johansen, Uji Kausalitas Granger,
analisis Impulse Response, dan analisis Variance Decomposition. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa Harga minyak dunia (OP) berpengaruh
tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sedangkan Harga minyak dunia (OP) berpengaruh signifikan terhadap
kurs. Harga emas dunia (GP) bepengaruh tidak signifikan terhadap IHSG.
Harga emas dunia (GP) berpengaruh tidak signifikan terhadap kurs. Kurs
berpengaruh signifikan terhadap IHSG. IHSG berpengaruh signifikan
terhadap kurs.
Ginanjar Firdaus (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dollar/ Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga
52
Minyak Dunia, Indeks Djia, Indeks Nikkei, Pembelian Bersih Asing
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia
Periode Tahun 2003 – 2013 menggunakan IHSG sebagai variabel
dependennya, serta Kurs USD/Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga Minyak
Dunia, Indeks Dow Jones, Pembelian Bersih Asing sebagai variabel
bebasnya. Hasil dari metode ARCH-GARCH menunjukkan bahwa Kurs
USD/Rupiah, Harga Emas Dunia, Harga Minyak Dunia, Indeks Dow
Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Sedangkan
Pembelian Bersih Asing berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.
Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) melakukan penelitian
yang berjudul Pengaruh Kurs Dolar, Indeks Dow Jones Dan Tingkat Suku
Bunga SBI Terhadap IHSG (Periode Januari 2005 - Januari 2015).
Variabel dependen yang digunakan adalah IHSG, sedangkan variabel
bebasnya adalah Kurs Dolarr, Indeks Dow Jones, dan Tingkat Suku Bunga
SBI. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda,
dengan metode tersebut hasil penelitian menunjukkan Kurs Dollar tidak
berpengaruh terhadap IHSG, Indeks Dow Jones berpengaruh positif
terhadap IHSG, Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh negatif terhadap
IHSG.
Panji Kusuma Prasetyanto (2016) melakukan penelitian tentang
Pengaruh Produk Domestik Bruto Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2009. IHSG
menjadi variabel terikat dalam penelitian ini, sedangkan Produk Domestik
53
Bruto Dan Inflasi menjadi variabel penjelas. Metode analisis yang
digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian yang didapatkan
adalah bahwa Produk Domestik Bruto memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap IHSG. Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap
IHSG.
Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) melakukan penelitian yang
berjudul A Study of the effect of Macroeconomic Variables on Stock
Market: Indian Perspective. Dalam penelitian tersebut variabel dependen
yang digunakan adalah Sensex yaitu Indeks saham gabungan pada
Bombay Stock Exchange, sedangkan variabel independennya adalah Index
of Industrial Production (IIP), Consumer Price Index (CPI), Call Money
Rate (CMR), Dollar Price (DP), Foreign Institutional Investment (FII),
Crude Oil Price (CO), Gold Price (GO). Metode uji hipotesis yang
digunakan adalah Regresi linier berganda dan Granger Causality test.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Foreign Institutional
Investments (FII) dan Call Money Rate (CMR) berpengaruh positif
signifikan terhadap Sensex, sedangkan Nilai tukar (Dollar Price)
berpengaruh negatif signifikan terhadap Sensex. Hasil Granger Causality
Test hanya Call Money rate yang berpengaruh jangka pendek terhadap
hampir semua sektor pada Sensex.
Joseph Tagne Talla (2013) dalam penelitiannya yaitu Impact of
Macroeconomic Variables on the Stock Market Prices of the Stockholm
Stock Exchange (OMXS30) melakukan penelitian untuk mengetahui
54
pengaruh Inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar, money supply terhadap
Indeks Harga Stockholm Stock Exchange (OMXS30). Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square,
Granger Causality test. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Inflasi
dan nilai tukar memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks
Harga Stockholm Stock Exchange, serta tingkat suku bunga dan money
supply tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga
Stockholm Stock Exchange.
Robert D. Gay, Jr. (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Effect
Of Macroeconomic Variables On Stock Market Returns For Four
Emerging Economies: Brazil, Russia, India, And China. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan Nilai tukar dan Harga Minyak Dunia sebagai
variabel bebas untuk menguji pengaruh terhadap variabel dependen yaitu
Return Index Saham (pada Brasil, Rusia, India, Cina). Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ARIMA. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap
return index saham pada Brazil, India, dan Cina, namun tidak ditemukan
pengaruh pada return index saham di Rusia. Harga minyak dunia
berpengaruh positif signifikan pada Return Index saham India, namun
tidak berpengaruh pada Return Index saham di Brasil, Rusia, dan Cina.
Lee Kuan Chao et. al (2016) dalam penelitiannya yang berjudul
Impacts of Macroeconomic Factors on The Performance of Stock Market
in Malaysia. Variabel dependen yang diteliti adalah Return Kuala Lumpur
55
Composite Index (KLCI) dan variabel bebas yang diteliti adalah Nilai
tukar (EXCHG), Industrial Production Index (IPI), Consumer Price Index
(CPI), Money Supply (M2), Tingkat suku bunga (IR). Metode uji hipotesis
yang digunakan adalah Johansen Co-integration Test, Vector Error
Correction Model, Granger Causality Test. Dari uji hipotesis yang
dilakukan, ditemukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara
return KLCI dengan nilai tukar (EXCHG), Industrial Production Index
(IPI), Consumer Price Index (CPI), Money Supply (M2), Tingkat suku
bunga (IR). Tingkat suku bunga dan money supply memiliki pengaruh
positif signifikan terhadap KLCI, sedangkan inflasi berpengaruh negatif
signifikan terhadap KLCI
56
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
.
Peneliti Judul
Variabel
Dependen &
Independen
Metode
Analisis
Hasil
1. Ardian
Agung
Witjaksono
(2010)
Analisis
Pengaruh Tingkat
Suku Bunga SBI,
Harga
Minyak Dunia,
Harga Emas
Dunia, Kurs
Rupiah,
Indeks Nikkei
225, dan Indeks
Dow Jones
terhadap
IHSG (studi
kasus pada IHSG
di BEI selama
periode 2000-
2009)
Dependen:
IHSG
Independen:
Tingkat Suku
Bunga SBI,
Harga Minyak
Dunia, Harga
Emas Dunia,
Kurs Rupiah,
Indeks Nikkei
225, dan Indeks
Dow Jones
Regresi
Linier
Berganda
Variabel
Tingkat Suku
Bunga
SBI, dan Kurs
Rupiah
berpengaruh
negatif
terhadap
IHSG.
Sementara
variabel
Harga
Minyak
Dunia, Harga
Emas Dunia,
Indeks Nikkei
225 dan
Indeks Dow
57
Jones
berpengaruh
positif
terhadap
IHSG.
2. Rusbariand
et al
(2012)
Analisis
Pengaruh Tingkat
Inflasi, Harga
Minyak Dunia,
Harga Emas
Dunia, Dan Kurs
Rupiah Terhadap
Pergerakan
Jakarta Islamic
Index
Di Bursa Efek
Indonesia
Dependen:
Jakarta Islamic
Index (JII)
Independen:
Tingkat Inflasi,
Harga Minyak
Dunia, Harga
Emas Dunia,
Dan Kurs
Rupiah
Regresi
Linier
Berganda
Tingkat
inflasi dan
Kurs rupiah
berpengaruh
negatif dan
signifikan,
Harga minyak
dunia
berpengaruh
positif dan
signifikan,
dan
Harga Emas
dunia tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap JII.
58
3. Raraga et,
al (2012)
Analisis
Pengaruh Harga
Minyak Dan
Harga Emas
Terhadap
Hubungan
Timbal-Balik
Kurs Dan Indeks
Harga
Saham Gabungan
(IHSG) Di Bursa
Efek
Indonesia (BEI)
2000 -2013
Dependen:
Hubungan
Timbal-balik
IHSG dan Kurs
Independen:
Harga Minyak
Dunia dan
Harga Emas
Dunia
uji
kointegras
i
Johansen,
Uji
Kausalitas
Granger,
analisis
Impulse
Response,
dan
analisis
Variance
Decompos
ition
Harga minyak
dunia (OP)
berpengaruh
tidak
signifikan
terhadap
Indeks Harga
Saham
Gabungan
(IHSG).
Harga minyak
dunia (OP)
berpengaruh
signifikan
terhadap kurs.
harga emas
dunia (GP)
bepengaruh
tidak
signifikan
terhadap
IHSG.
Harga emas
59
dunia (GP)
berpengaruh
tidak
signifikan
terhadap kurs.
Kurs
berpengaruh
signifikan
terhadap
IHSG.
IHSG
berpengaruh
signifikan
terhadap kurs
4. Ginanjar
Firdaus
(2015)
Analisis
Pengaruh Nilai
Tukar Dollar/
Rupiah, Harga
Emas Dunia,
Harga Minyak
Dunia, Indeks
Djia, Indeks
Nikkei,
Dependen:
IHSG
Independen:
Kurs
USD/Rupiah,
Harga Emas
Dunia, Harga
Minyak Dunia,
ARCH-
GARCH
Kurs
USD/Rupiah,
Harga Emas
Dunia, Harga
Minyak
Dunia, Indeks
Dow Jones
berpengaruh
positif dan
60
Pembelian Bersih
Asing Terhadap
Indeks Harga
Saham Gabungan
Di Bursa Efek
Indonesia
Periode Tahun
2003 - 2013
Indeks Dow
Jones,
Pembelian
Bersih Asing.
signifikan
terhadap
IHSG.
Pembelian
Bersih Asing
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
IHSG.
5. Rihfenti
Ernayani
dan Adi
Mursalin
(2015)
Pengaruh Kurs
Dolar, Indeks
Dow Jones Dan
Tingkat Suku
Bunga SBI
Terhadap IHSG
(Periode Januari
2005 - Januari
2015)
Dependen:
IHSG
Independen:
Kurs Dolarr,
Indeks Dow
Jones, dan
Tingkat Suku
Bunga SBI
Regresi
Linier
Berganda
Kurs Dollar
tidak
berpengaruh
terhadap
IHSG,
Indeks Dow
Jones
berpengaruh
positif
terhadap
IHSG,
Tingkat Suku
Bunga SBI
61
berpengaruh
negatif
terhadap
IHSG.
6. Panji
Kusuma
Prasetyanto
(2016)
Pengaruh Produk
Domestik Bruto
Dan Inflasi
Terhadap Indeks
Harga Saham
Gabungan Di
Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2002-2009
Dependen:
IHSG
Independen:
Produk
Domestik Bruto
Dan Inflasi
Regresi
Linier
Berganda
Produk
Domestik
Bruto
memiliki
pengaruh
positif
signifikan
terhadap
IHSG.
Inflasi
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
IHSG.
7. Avneet
Kaur Ahuja
et. al
(2012)
A Study of the
effect of
Macroeconomic
Variables on
Dependen:
Bombay Stock
Exchange-
Sensitive Index
Regresi
linier
berganda,
Grangger
Foreign
Institutional
Investments
(FII) dan Call
62
Stock Market:
Indian
Perspective
(Sensex)
Independen:
Index of
Industrial
Production
(IIP), Consumer
Price Index
(CPI), Call
Money Rate
(CMR), Dollar
Price (DP),
Foreign
Institutional
Investment
(FII), Crude Oil
Price (CO),
Gold Price
(GO).
Causality
Test
Money Rate
(CMR)
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
Sensex,
sedangkan
Nilai tukar
(Dollar Price)
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
Sensex. Hasil
Granger
Causality Test
hanya Call
Money rate
yang
berpengaruh
jangka
pendek
63
terhadap
hampir semua
sektor pada
Sensex.
8. Joseph
Tagne Talla
(2013)
Impact of
Macroeconomic
Variables on the
Stock Market
Prices of the
Stockholm Stock
Exchange
(OMXS30)
Dependen:
Indeks Harga
Stockholm
Stock Exchange
(OMXS30)
Independen:
Inflasi, tingkat
suku bunga,
nilai tukar,
money supply.
Ordinary
Least
Square,
Granger
Causality
test.
Inflasi dan
nilai tukar
memiliki
pengaruh
negatif
signifikan
terhadap
Indeks Harga
Stockholm
Stock
Exchange.
Tingkat suku
bunga dan
money supply
tidak
memiliki
pengaruh
signifikan
64
terhadap
Indeks Harga
Stockholm
Stock
Exchange.
9. Robert D.
Gay, Jr.
(2016)
Effect Of
Macroeconomic
Variables On
Stock Market
Returns For Four
Emerging
Economies:
Brazil, Russia,
India, And China
Dependen:
Return Index
Saham (pada
Brasil, Rusia,
India, Cina)
Independen:
Nilai tukar dan
Harga Minyak
Dunia
ARIMA Nilai tukar
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
return index
saham pada
Brazil, India,
dan Cina,
namun tidak
ditemukan
pengaruh
pada return
index saham
di Rusia.
Harga minyak
dunia
berpengaruh
65
positif
signifikan
pada Return
Index saham
India, namun
tidak
berpengaruh
pada Return
Index saham
di Brasil,
Rusia, dan
Cina.
10. Lee Kuan
Chao et. al
(2016)
Impacts of
Macroeconomic
Factors on The
Performance of
Stock Market in
Malaysia
Dependen:
Return Kuala
Lumpur
Composite
Index (KLCI)
Independen:
Nilai tukar
(EXCHG),
Industrial
Production
Johansen
Co-
integratio
n Test,
Vector
Error
Correction
Model,
Granger
Causality
Test.
Terdapat
hubungan
jangka
panjang
antara return
KLCI dengan
nilai tukar
(EXCHG),
Industrial
Production
Index (IPI),
66
Index (IPI),
Consumer Price
Index (CPI),
Money Supply
(M2), Tingkat
suku bunga (IR)
Consumer
Price Index
(CPI), Money
Supply (M2),
Tingkat suku
bunga (IR).
Tingkat suku
bunga dan
money supply
memiliki
pengaruh
positif
signifikan
terhadap
KLCI,
sedangkan
inflasi
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
KLCI.
67
D. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui serta menganalisis
hubungan dari variabel independen, dalam hal ini adalah Tingkat Suku Bunga
SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng
terhadap variabel dependen, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Gambar 2.1 adalah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk menjabarkan
pemikiran keseluruhan dari penelitian ini. Berdasarkan kerangka pemikiran yang
terdapat pada gambar 2.1 maka diperoleh model konseptual antara variabel
dependen dan variabel independen sebagai berikut (gambar 2.2):
68
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran Pengaruh antara Variabel Suku Bunga SBI,
Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng
terhadap IHSG
Tingkat Suku
Bunga SBI
Nilai
Kurs
Harga Emas
Dunia
Indeks Dow
Jones
Indeks
Hang Seng
IHSG
69
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
1. Tingkat Suku Bunga SBI
2. Nilai Kurs
3. Harga Emas Dunia
4. Indeks Dow Jones
5. Indeks Hang Seng
Variabel Dependen
Indeks Harga Saham
Gabungan
Ekonomi Makro
Bursa Efek Indonesia
Model Regresi
IHSG = 𝛽0 + 𝛽1𝑆𝐵𝐼 + 𝛽2𝐾𝑢𝑟𝑠 + 𝛽3𝐺𝑂𝐿𝐷 + 𝛽4𝐷𝐽𝐼𝐴 + 𝛽5𝐻𝑆𝐼
Uji Asumsi Klasik
Normalitas Heteroskedastisitas Multikolinieritas Autokorelasi
Regresi Linier Berganda
Uji t (Parsial) Uji F (Simultan) Koefisien Determinasi
Interpretasi
70
E. Hipotesis
Berdasarkan Kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah
dijelaskan diatas, maka hipotesis atau dugaan sementara yang dapat dirumuskan
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis untuk uji secara simultan (uji F) dirumuskan sebagai berikut:
a. H01: β1, β2, β3, β4, β5, = 0
Variabel independen Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas
Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng tidak berpengaruh secara
simultan terhadap IHSG.
b. Ha1 : β1, β2, β3, β4, β5, ≠ 0
Variabel independen Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah, Harga Emas
Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh secara
simultan terhadap IHSG.
2. Hipotesis untuk uji secara parsial (uji t) dirumuskan sebagai berikut:
a. 𝐻02 ∶ β1 = 0, Suku Bunga SBI secara parsial tidak berpengaruh terhadap
IHSG.
𝐻𝑎2 ∶ β1 ≠ 0, Suku Bunga SBI secara parsial berpengaruh terhadap
IHSG.
b. 𝐻03 ∶ β2 = 0, Nilai Kurs secara parsial tidak berpengaruh terhadap
IHSG.
71
𝐻𝑎3 ∶ β2 ≠ 0, Nilai Kurs secara parsial berpengaruh terhadap IHSG.
c. 𝐻04 ∶ β3 = 0, Harga Emas Dunia secara parsial tidak berpengaruh
terhadap IHSG.
𝐻𝑎4 ∶ β3 ≠ 0, Harga Emas Dunia secara parsial berpengaruh terhadap
IHSG.
d. 𝐻05 ∶ β4 = 0, Indeks Dow Jones secara parsial tidak berpengaruh
terhadap IHSG.
𝐻𝑎5 ∶ β4 ≠ 0, Indeks Dow Jones secara parsial berpengaruh terhadap
IHSG.
e. 𝐻06 ∶ β5 = 0, Indeks Hang Seng secara parsial tidak berpengaruh
terhadap IHSG.
𝐻𝑎6 ∶ β5 ≠ 0, Indeks Hang Seng secara parsial berpengaruh terhadap
IHSG.
72
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel
makroekonomi seperti tingkat suku bunga SBI, nilai kurs dollar terhadap rupiah,
dan harga emas dunia, serta mengetahui pengaruh integrasi pasar dalam hal ini
adalah indeks asing seperti indeks Dow Jones dan indeks Hang Seng terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Variabel-variabel tersebut akan diuji
menggunakan metode analisis regresi berganda.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah data Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG), suku bunga SBI, nilai kurs dollar terhadap rupiah,
Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng dari tahun 2007
sampai dengan 2016.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Sekaran (2003) mengungkapkan pengertian populasi sebagai
keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal-hal yang menarik bagi
peneliti untuk ditelaah (Zulganef, 2008: 133). Himpunan semua hasil yang
mungkin diperoleh dari suatu eksperimen disebut populasi atau ruang
sample (Gujarati, 2007).
73
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan
data IHSG, tingkat suku bunga SBI, Kurs Dollar terhadap Rupiah, Harga
emas dunia, Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng. Periode pengamatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2007 sampai dengan
2016.
2. Sampel
Gujarati (2007) mendefinisikan sample sebagai setiap anggota,
atau hasil, di dalam ruang sampel atau populasi. Sample didefinisikan
sebagai bagian atau subset dari populasi yang terdiri dari anggota-anggota
populasi yang terpilih (Zulganef, 2008: 134). Teknik pengambilan sample
yang digunakan adalah purposive sampling, adapun dengan beberapa
kriteria pemilihan sampel sebagai berikut:
1. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperoleh dari
yahoo.finance.com. Data yang digunakan adalah data bulanan
selama tahun 2007 ssampai dengan 2016.
2. Tingkat Suku Bunga SBI, datanya diperoleh dari situs bi.go.id,
data yang digunakan adalah data tiap akhir bulan selama tahun
2007 sampai dengan 2016.
3. Data Kurs Dollar terhadap Rupiah diperoleh dari situs
investing.com. Data yang digunakan adalah nilai kurs jual akhir
periode selama tahun 2007 sampai dengan 2016
74
4. Data Harga emas dunia diperoleh dari situs fred.stlouisfed.org,
yang datanya merupakan gold fixing price 3:00pm di London
Bullion Market. Data yang digunakan adalahh data rata-rata harga
emas bulanan selama tahun 2007 sampai dengan 2016.
5. Indeks Dow Jones datanya diperoleh dari yahoo.finance.com.
data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 sampai
dengan 2016.
6. Indeks Hang Seng datanya diperoleh dari yahoo.finance.com.
data yang digunakan adalah data bulanan tahun 2007 sampai
dengan 2016.
Berdasarkan kriteria pengambilan sample diatas, maka jumlah
sample dalam penelitian ini berjumlah 120 sampel (2007-2016). Alasan
pemilihan data dari tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah agar hasil
penelitian lebih akurat dalam menggambarkan kondisi ekonomi saat ini.
Pemilihan data bulanan dilakukan untuk menghindari bias yang dapat
terjadi yang disebabkan oleh reaksi dari suatu informasi.
C. Metode Pengumpulan Data
Data dapat dikategorikan kedalam beberapa jenis yaitu data
kuantitatif, data kualitatif, data ekstern, data primer, data sekunder, data
intern, data ekstern, dan data individual (Sekaran, 2003). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, Sudjana (1992)
mengungkapkan data kuantitatif sebagai data yang berbentuk bilangan
75
(Zulganef, 2008: 159). Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data
time series yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel
tertentu (data berdasarkan rentetan waktu).
1. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder yang berasal dari beberapa sumber.
Harga Indeks harian diperoleh dari situs finance.yahoo.com dan
investing.com.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data Sekunder menurut Zulganef (2008: 161) yaitu jika data diperoleh
secara tidak langsung atau melalui sumber lain. Data Sekunder adalah data
yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan
kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2004).
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara
mengolah data sekunder Tingkat suku bunga SBI yang berasal dari situs
resmi Bank Indonesia dengan alamat situsnya www.bi.go.id, nilai kurs
dollar terhadap rupiah berasal dari situs investing.com, harga emas dunia
diperoleh dari situs resmi harga emas dunia dengan alamat situsnya
research.stlouisfed.org yang datanya bersumber dari goldfixing.com,
sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks Dow Jones,
dan Indeks Hang Seng diperoleh pada situs resmi finance.yahoo.com.
76
2. Studi Pustaka
Mengumpulkan bahan penelitian dan teori-teori dari buku,
jurnal, skripsi, tesis, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan
penelitian untuk menjadi panduan dalam menyusun penelitian.
D. Metode Analisis Data
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisis data time
series adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji autokorelasi, uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas, dan uji hipotesis
menggunakan regresi linier berganda (Uji t secara parsial, uji F secara simultan,
dan uji koefisien determinasi (R2)) dengan menggunakan program EViews 9.
1. Uji Asumsi Klasik
Gujarati (2003) menyatakan bahwa terdapat 11 asumsi utama yang
mendasari model regresi linier klasik dengan menggunakan metode
ordinary least square (OLS) atau yang dikenal dengan asumsi klasik.
a. Model regresi linier: artinya linier dalam parameter seperti dalam
persamaan di bawah ini:
𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋𝑖 + 𝜇𝑖
b. Nilai X diasumsikan non-stokastik: artinya nilai X dianggap tetap
dalam sampel yang berulang.
c. Nilai rata-rata kesalahan 𝜇𝑖 adalah nol, atau 𝐸(𝜇𝑖 | 𝑋𝑖) = 0
77
d. Homoskedastisitas: artinya varian (variance) kesalahan atau
residual sama untuk setiap periode (Homo=sama,
Skedastisitas=sebaran) dan dinyatakan dalam bentuk matematis
𝑉𝑎𝑟(𝜇𝑖 | 𝑋𝑖) = 𝜎2
e. Tidak ada autokorelasi antar-residual (antara 𝜇𝑖 dan 𝜇𝑗 tidak ada
korelasi) atau secara matematis 𝐶𝑜𝑣(𝜇𝑖, 𝜇𝑗 | 𝑋𝑖 , 𝑋𝑗) = 0
f. Antara 𝜇𝑖 dan 𝑋𝑖 saling bebas, sehingga 𝐶𝑜𝑣(𝜇𝑖|𝑋𝑖) = 0
g. Jumlah observasi (n) harus lebih besar daripada ju,lah parameter
yang diestimasi, secara alternatif, jumlah n lebih besar daripada
jumlah variabel bebas
h. Adanya variabilitas dalam nilai 𝑋𝑖, artinya nilai 𝑋𝑖 harus berbeda
i. Model regresi telah dispesifikasi secara benar. Dengan kata lain
tidak ada bias (kesalahan) spesifikasi dalam model yang digunakan
dalam analisis empirik
j. Tidak ada multikolinieritas sempurna antarvariabel bebas
k. Nilai kesalahan 𝜇𝑖 terdistribusi secara normal atau 𝜇𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎2)
Apabila ke-11 asumsi klasik di atas terpenuhi, maka menurut
teorema Gauss-Markov metode estimasi ordinary least square akan
menghasilkan unbiased linear estimator dan memiliki varian minimum
atau sering disebut dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)
(Ghozali, 2013:58-59).
78
a. Uji Multikoliniaritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau
sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel
independen X’s terjadi multikolinieritas sempurna, maka koefisien
regresi variabel X tidak dapat ditentukan dan nilai standar error
menjadi tak terhingga. Jika multikolinieritas antar variabel X’s
tidak sempurna tapi tinggi, maka koefisien regresi X dapat
ditentukan, tetapi memiliki nilai standar error tinggi yang berarti
nilai koefisien regresi tidak dapat diestimasi dengan tepat. Ada
beberapa penyebab multikolinieritas:
1) Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu sampling
pada kisaran nilai tertentu dari variabel independen dalam
populasi.
2) Adanya constraint pada model atau populasi yang
dijadikan sampel.
3) Spesifikasi model, misalkan dengan menambahkan
variabel polynomial dalam model regresi ketika kisaran
variabel X kecil. Selain itu, model dengan interaksi
antarvariabel independen (𝑋1 ∗ 𝑋2) juga dapat
menyebabkan multikolinieritas.
79
4) Overdetermined model, hal ini terjadi ketika model regresi
memiliki jumlah variabel independen yang lebih besar
daripada jumlah observasi (Ghozali, 2013: 78).
Multikolinearitas adalah adanya sebuah hubungan linear yang
“sempurna” atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan model regresi (Gujarati, 2013). Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya sifat multikolinearitas, dapat menggunakan beberapa
metode, yaitu:
a. Melihat nilai R2 dan signifikansi variabel independen. Jika
nilai R2 tinggi tetapi hanya ada beberapa variabel
independen yang signifikan, maka ada indikasi
multikolinearitas yang parah (Gujarati, 2013).
b. Melihat nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF
yang lebih besar daripada 10 dianggap menunjukkan
adanya multikolinearitas yang tinggi (Gujarati, 2013). Uji
Multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan
melihat nilai centered Variance Inflation Factors (VIF).
Apabila pada variabel bebas terdapat nilai centered VIF
lebih besar dari 10, maka terjadi multikolinieritas.
Adanya multikolinieritas atau korelasi yang tinggi
antarvariabel independen dapat dideteksi dengan beberapa cara,
80
salah satunya adalah Tolerance dan Variance Inflation Factor
(VIF). Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai Tolerance
dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran
ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh varibel independen lainnya. Dalam pengertian
sederhana setiap variabel independen menjadi variabel independen
dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena
VIF=1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolinieritas adalah Tolerance<0,10 atau
sama dengan VIF>10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat
kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Sebagai missal nilai
Tolerance=0.10 sama dengan tingkat kolineritas 0.90. Walaupun
multikolinieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF,
tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel independen-
independen mana sajakah yang saling berkorelasi (Ghozali, 2013:
80).
b. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dalam penggunaan metode OLS adalah
gangguan (disturbance) yang muncul dalam regresi populasi
81
adalah homoskedastis, yaitu semua gangguan mempunyai varian
yang sama (Gujarati, 2013). Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi,
maka terdapat heteroskedastisitas. Penelitian ini menggunakan uji
White untuk mendeteksi adanya indikasi heteroskedasitas. Uji
White cenderung lebih mudah untuk diaplikasikan, dikarenakan uji
tersebut tidak bergantung pada asumsi normalitas. Persamaan
regresi pada uji White adalah sebagai berikut:
ȗi2 = α1 + α2 X2i + α3 X3i + α4 X22i + α5 X23i + α6 X2 iX3i +
vi
Setelah melakukan regresi dengan persamaan diatas, akan
didapat nilai R2 yang akan dikali dengan ukuran observasi (n).
Dibawah hipotesis nol bahwa tidak ada heteroskedastitas, dapat
ditunjukkan bahwa ukuran sampel (n) dikali dengan nilai R2
(Obs*R-squared) mengikuti distribusi chi-square. Jika nilai
probabilitasnya (p-value) < α (5%), maka dapat disimpulkan bahwa
data tersebut bersifat heteroskedastis, begitu juga sebaliknya
(Winarno, 2009).
Model yang baik adalah yang homoskedastisitas (Ghozali,
2001). Salah satu cara untuk mengetahui apakah terdapat
heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji
heteroskedastisitas Glejser. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya
82
heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat dari nilai
Probabilitasnya (F hitung), apabila nilai probabilitas lebih besar
dari 5% maka tidak terjadi heteroskedastisitas, begitu pula apabila
nilai probabilitasnya lebih kecil maka terjadi heteroskedastisitas
pada model regresi.
Uji Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolute
residual (AbsUi) terhadap variabel independen lainnya dengan
persamaan regresi sebagai berikut:
|𝑈𝑖| = 𝛼 + 𝛽𝑋𝑖 + 𝜇𝑖
Jika koefisen variabel independen 𝑋1 (yaitu 𝛽) signifikan
secara statistik, maka mengindikasikan terdapat heteroskedastisitas
dalam model (Ghozali, 2013: 98)
Heteroskedastisitas tidak menyebabkan estimator (koefisien
variabel independen) menjadi bias karena residual bukan
komponen menghitungnya. Namun, menyebabkan estimator
menjadi tidak efisien dan BLUE lagi serta standard error dari
model regresi menjadi bias sehingga menyebabkan nilai t statistik
dan F hitung bias (misleading). Dampak akhirnya adalah
pengambilan kesimpulan statistik untuk pengujian hipotesis
menjadi tidak valid (Ghozali, 2013: 95)
83
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terdapat korelasi antara error pada periode t dengan
kesalahan penganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual
(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu
atau time series karena “gangguan” pada seorang
individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada
individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya (Ghozali,
2013: 137).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi
ada atau tidaknya autokorelasi yaitu Uji Durbin-Watson (DW
Test). Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya
intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel
lag di antara variabel bebas. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : tidak ada autokorelasi ((𝜌 = 0)
HA: ada autokorelasi ((𝜌 ≠ 0)
84
Tabel 3.1
Durbin Watson d test: Pengambilan Keputusan
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada autokorelasi
negatif
Tidak ada autokorelasi
negatif
Tidak ada autokorelasi
positif atau negatif
Tolak
No decision
Tolak
No decision
Tidak ditolak
0 > d > dl
dl ≤ d ≤ du
4 – dl < d <4
4 – du ≤ d ≤ 4 - dl
du < d < 4 – du
Ket: du: durbin Watson upper, dl: durbin Watson lower
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:
1.) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper
bound (du) dan (4 – du), maka koefisien autokorelasi sama
dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
2.) bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau
lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar
daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
85
3.) Bila nilai DW lebih besar daripada (4 – dl), maka
koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada
autokorelasi negatif.
4.) Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas
bawah (dl) atau DW terletak antara (4 – du) dan (4 – dl),
maka hasilnya tidak dapat disimpulkan (Ghozali, 2013: 38).
Untuk data dengan jumlah yang besar, Gujarati (2013)
merekomendasikan penggunaan uji autokorelasi Breusch- Godfrey.
Uji Breusch-Godfrey (BG) dikenal juga dengan uji Langrange
Multiplier (LM). Model regresi untuk melakukan uji Breusch-
Godfrey adalah sebagai berikut:
ȗt = α1 + α2 Xt + ρt ȗt-1 + ρ2 ȗt-2 + ... + ρp ȗt-p + ε
Setelah melakukan regresi dengan persamaan diatas, akan
didapat nilai R2 yang akan dikali dengan ukuran observasi (n).
Dibawah hipotesis nol bahwa tidak ada autokorelasi, dapat
ditunjukkan bahwa ukuran sampel (n) dikali dengan nilai R2
(Obs*R-squared) mengikuti distribusi chi-square. Jika nilai
probabilitasnya (p-value) < α (5%), maka dapat disimpulkan bahwa
data tersebut bersifat autokorelasi, begitu juga sebaliknya
(Winarno, 2009).
86
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali,2003).
Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dengan
menggunakan statistic Run Test. Untuk melihat ada tidaknya
autokorelasi adalah dengan menggunaka uji Durbin-Watson
(Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini uji autokorelasi dilakukan
dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang nilainya dapat
dilihat dalam equation. Nilai ini disebut dengan DW hitung. Nilai
ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan
yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan
jumlah variabel bebas dalam model regresi (k) dan jumlah
sampelnya (n). Nilai dL dan dU dapat dilihat pada Tabel DW
dengan tingkat signifikansi (error) 5% (α = 0,05).
d. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi
data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2001). Uji
normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan dalam penelitian berdistribusi secara normal atau tidak.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai
distribusi normal. Seperti diketahui, bahwa uji t dan F
mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika
87
asumsi ini tidak terpenuhi maka hasil uji statistik menjadi tidak
valid khususnya untuk ukuran sampel kecil. Terdapat dua cara
mendeteksi apakah residual memiliki distribusi normal atau tidak
yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik
merupakan cara termudah tetapi bisa menyesatkan khususnya
untuk jumlah sampel yang kecil.
Pengujian normalitas residual yang banyak digunakan
adalah uji Jarque – Bera (JB). Uji JB adalah untuk uji normalitas
sampel besar (asymptotic). Pertama, hitung nilai Skewness dan
Kurtosis untuk residual, kemudian lakukan uji JB statistik dengan
rumus seperti di bawah ini:
Di mana n = besarnya sampel, S=koefisien skewness, K=
koefisien kurtosis. Nilai JB statistik mengikuti distribusi chi-square
dengan 2 df (degree of freedom). Nilai JB selanjutnya dapat kita
hitung signifikansinya untuk menguji hipotesis berikut:
H0 : residual terdistribusi normal
HA : residual tidak terdistribusi normal
Uji JB dapat dilakukan dengan mudah dalam program
Eviews yang langsung menghitung nilai JB statistik (Ghozali,
2013:165-166).
88
Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji
Jarque-Bera. Dalam uji Jarque-Bera, keputusan terdistribusi normal
tidaknya data adalah dengan melihat nilai Probabilitas Jarque-Bera.
Jika Probabilitas Jarque Bera hitung lebih besar dari 0,05 maka
data terdistribusi secara normal, sebaliknya apabila nilainya lebih
kecil maka data tidak berdistribusi normal.
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Metode analisis untuk mengetahui variable independen yang
mempengaruhi secara signifikan terhadap profitabilitas perusahaan yaitu
dengan menggunakan persamaan OLS Regresi (Ordinary Least Square
Regression) untuk menganalisis variabel indenpenden terhadap variable
dependen. Model ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk
menentukan variable independen yang mempunyai pengaruh terhadap
variable dependen. Pada penelitian ini, data diolah dengan menggunakan
software computer. Analisis regresi merupakan studi mengenai
ketergantungan variabel independen dengan tujuan untuk menestimasi
rata – rata populasi atau nilai rata – rata variabel dependen berdasarkan
nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2005).
Regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua
atau lebih variabel independen (explanatory) terhadap satu variabel
dependen dan umumnya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
𝒀 = 𝜶 + 𝜷𝑿𝟏 + 𝜷𝑿𝟐 + 𝜷𝑿𝟑 + 𝝁
89
Model estimasi yang digunakan untuk membentuk persamaan
regresi di atas adalah metode ordinary least square (OLS) yang
diperkenalkan oleh seorang ahli matematika dari Jerman bernama Carl
Friederich Gauss. Seperti diketahui tujuan dari analisis regresi adalah
tidak hanya mengestimasi nilai 𝛽1 dan 𝛽2, tetapi juga ingin menarik
inferensi (kesimpulan) nilai yang benar dari 𝛽1 dan 𝛽2. Misalkan, kita
ingin mengetahui seberapa dekat nilai 𝛽1 dan 𝛽2 berdasarkan sampel
terhadap nilai sesungguhnya 𝛽1 dan 𝛽2 berdasarkan populasinya. Dengan
demikian kita tidak hanya menspesifikasi bentuk model fungsional, tetapi
kita juga harus membuat asumsi bagaimana nilai Y diperoleh. Seperti
terlihat pada persamaan di atas nilai Y tergantung dari kedua nilai X dan
𝝁. Jadi, untuk menaksir nilai Y, kita harus mengetahui bagaimana nilai X
dan 𝝁 diperoleh. Oleh sebab itu mengetahui asumsi tentang nilai X dan
nilai kesalahan 𝝁 sangatlah penting untuk mengestimasi dan interpretasi
terhadap regresi (Ghozali, 2013: 57-58).
3. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat
diukur dari goodness of fit. Secara statistik dapat diukur dari nilai koefisien
determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik
disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada
dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak
90
signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana H0
tidak ditolak (Ghozali, 2013: 59).
a. Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen
dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Jika
asumsi normalitas error yaitu 𝜇𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎2) terpenuhi, maka kita
dapat menggunakan uji t untuk menguji koefisien parsial dari
regresi (Ghozali, 2013: 62).
Menurut Gujarati (2013) dasar pengambilan keputusannya
adalah dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95
persen atau taraf signifikansi 5 persen dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Jika nilai probability (p-value) > α (5%), maka H0
diterima dan H1 ditolak. Artinya, variabel independen
secara individual tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
b. Jika nilai probability (p-value) < α (5%), maka H0
ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel independen
secara individual mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
91
b. Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel
dependen. Pengujian hipotesis ini sering disebut pengujian
signifikansi keseluruhan (overall significance) terhadap garis
regresi yang ingin menguji apakah Y secara linier berhubungan
dengan kedua X1 dan X2. Joint hypothesis dapat diuji dengan
teknik analisis varianve (ANOVA) (Ghozali, 2013: 61).
Menurut Gujarati (2013), dasar pengambilan keputusannya
adalah dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95
persen atau taraf signifikansi 5 persen dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Jika nilai probability (p-value) > α (5%), maka H0
diterima dan H1 ditolak. Artinya, variabel independen
secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
b. Jika nilai probability (p-value) < α (5%), maka H0
ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel independen
secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
92
c. Koefisien Determinasi (R2 dan Adjusted R2)
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur sebarapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dari variabel
independen (Ghozali, 2005). Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel
amat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Kelemahan mendasar dari penggunaan koefisien determinasi
adalah bias, yakni penambahan variabel independen yang
dimasukkan kedalam model akan menambah nilai R2 walaupun
variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, para peneliti menganjurkan penggunaan
nilai Adjusted R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila
satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,
2005).
E. Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variable yang digunakan
yaitu variable dependen dan variable independen. Variable yang berfungsi
mempengaruhi variable lain dalam suatu penelitian dinamakan variable
bebas (independen) karena dalam penelitian tersebut posisi variable bebas
93
adalah bebas mempengaruhi variable lain dalam penelitian, sedangkan
variable yang dipengaruhi oleh variable lain dinamakan variable terikat
(dependen), karena nilai-nilainya tergantung (terikat) pada nilai-nilai
variable lain (Zulganef, 2008: 65-66). Variable yang dependen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Variable independen yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Suku Bunga SBI
b. Kurs Rupiah
c. Harga Emas Dunia
d. Indeks Dow Jones
e. Indeks Hang Seng
1. Variabel Dependen (Y)
a. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG,
dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite
Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu
indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal
1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di
BEI, indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham
94
biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI
(www.idx.co.id).
2. Variabel Independen (X)
a. Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat
berharga yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan
utang jangka pendek yang dijual secara diskonto melalui
lelang. Jangka waktu jatuh tempo SBI mulai dari 1 bulan,
3 bulan, dan 6 bulan (Siamat, 2005:92).
b. Kurs Dollar terhadap Rupiah
Sukirno (2012: 21) kurs valuta asing adalah salah satu alat
pengukur lain yang selalu digunakan untuk menilai keteguhan
sesuatu ekonomi adalah perbandingan nilai sesuatu mata uang
asing (misalnya Dollar US) dengan nilai mata uang domestic
(misalnya Rupiah). Nilai kurs yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nilai kurs tengah dollar terhadap rupiah. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Kurs Tengah = Kurs Jual+Kurs Beli
2
c. Harga Emas Dunia
95
Harga emas dunia adalah harga standar pasar emas London
yang dijadikan patokan harga emas dunia. Dimana sistem yang
digunakan dikenal dengan London Gold Fixing. Proses penentuan
harga dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pukul 10.30 (Gold
A.M) dan pukul 15.00 (Gold P.M). Mata uang yang digunakan
dalam menentukan harga emas adalah Dolar Amerika Serikat,
Poundsterling Inggris dan Euro. Harga yang digunakan sebagai
patokan harga kontrak emas dunia adalah harga penutupan atau
Gold P.M (www.goldfixing.com).
d. Indeks Dow Jones
Indeks Dow Jones adalah indeks yang digunakan untuk
mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika
Serikat, dimana Indeks Dow Jones Industrial Average pada
awalnya terdiri dari 12 saham dari berbagai industri terpenting di
Amerika Serikat. Sekarang ini pemilihan daftar perusahaan yang
berhak tercatat dalam Indeks Dow Jones Industrial Average
dilakukan oleh editor dari Wall Street Journal. Pemilihan ini
didasarkan pada kemampuan perusahaan, aktivitas ekonomi,
pertumbuhan laba dan lain-lain. Perusahaan yang dipilih pada
umumnya adalah perusahaan Amerika yang kegiatan ekonominya
telah mendunia (en.wikipedia.org).
e. Indeks Hang Seng
96
Indeks Hang Seng adalah sebuah indeks pasar saham
berdasarkan kapitalisasi di Bursa Saham Hong Kong. Indeks ini
digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari
perusahaan - perusahaan terbesar di pasar saham Hong Kong dan
sebagai indikator utama dari performa pasar di Hong Kong
(id.wikipedia.org).
97
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Bursa Efek Indonesia dan IHSG
Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock
Exchange (IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas
operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung
Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek
Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan
ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. BEI menggunakan sistem
perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22
Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya.
Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan
sistem baru bernama JATS-NextG yang disediakan OMX.
Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang
perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan
harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator
pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI
mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan sepuluh jenis indeks
sektoral. Salah satu indeks tersebut adalah IHSG, menggunakan semua
98
saham tercatat sebagai komponen kalkulasi Indeks
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_Efek_Indonesia).
Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa
Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX
Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan
oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)).
Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator
pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga
seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar
untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal
tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat
pada saat itu berjumlah 13 saham. Posisi intraday tertinggi yang pernah
dicapai IHSG adalah 5.726,53 poin yang tercatat pada tanggal 26 April
2017. Sementara posisi penutupan tertinggi yang pernah dicapai adalah
5.726,53 pada tanggal 26 April 2017.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Pengolahan data penelitian ini menggunakan software EViews 9
untuk dapat menjelaskan dan menganalisis variabel-variabel yang diteliti
dalam penelitian ini, antara lain variabel dependen yaitu IHSG (Indeks
Harga Saham Gabungan) dan variabel independennya adalah Suku bunga
99
SBI, Kurs (nilai tukar rupiah terhadap US$), Harga emas dunia, Indeks
Dow Jones, dan Indeks Hang Seng.
a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat perkembangan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) Selma periode pengamatan yaitu tahun
2007 sampai 2016. Dapat dilihat bahwa pada bulan Oktober tahun 2008,
Indeks Harga Saham Gabungan mencapai nilai terendah yaitu sebesar Rp
1.355,00. Hal tersebut disebabkan terjadinya krisis keuangan global akibat
subprime mortgage yang berdampak pada seluruh dunia. Nilai tertinggi
yang dicapai oleh IHSG selama periode pengamatan tahun 2007 sampai
dengan 2016 adalah senilai Rp 5.518,67 pada bulan Februari tahun 2015.
Sedangkan rata-rata indeks harga saham tahun 2007 sampai dengan 2016
adalah senilai Rp 3.704,62.
Gambar 4.1
Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2007-2016
(Sumber: yahoo.finance.com, data diolah)
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
6000.00
1/1
/20
07
7/1
/20
07
1/1
/20
08
7/1
/20
08
1/1/
200
9
7/1
/20
09
1/1/
201
0
7/1
/20
10
1/1
/20
11
7/1
/20
11
1/1
/20
12
7/1
/20
12
1/1
/20
13
7/1/
201
3
1/1
/20
14
7/1/
201
4
1/1
/20
15
7/1
/20
15
1/1
/20
16
7/1
/20
16
IHSG
IHSG
100
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 12,13% sehingga
berakhir pada 4,593.01 poin pada 30 Desember 2015 di tengah
ketidakpastian global yang parah akibat ancaman pengetatan kebijakan
moneter di Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi yang besar
dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (www.indonesia-investments.com).
b. Suku Bunga SBI
Tingkat Suku Bunga SBI selama periode pengamatan tahun 2007
sampai dengan 2016 berdasarkan tabel diatas cenderung mengalami
penurunan. Nilai terendah tingkat suku bunga SBI sebesar 3,82% yang
terdapat pada bulan Februari tahun 2008, sedangkan nilai tertinggi
mencapai 10,49% pada bulan Januari tahun 2009. Nilai rata-rata tingkat
suku bunga SBI selama periode pengamatan adalah sebesar 6,83%.
Gambar 4.2
Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI 2007-2016
(Sumber: bi.go.id, data diolah)
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
1-J
an-2
00
7
1-J
ul-
20
07
1-J
an-2
00
8
1-J
ul-
20
08
1-J
an-2
00
9
1-J
ul-
20
09
1-J
an-2
01
0
1-J
ul-
20
10
1-J
an-2
01
1
1-J
ul-
20
11
1-J
an-2
01
2
1-J
ul-
20
12
1-J
an-2
01
3
1-J
ul-
20
13
1-J
an-2
01
4
1-J
ul-
20
14
1-J
an-2
01
5
1-J
ul-
20
15
1-J
an-2
01
6
1-J
ul-
20
16
SBI
SBI
101
c. Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa selama periode
pengamatan, nilai US$ menguat terhadap Rupiah. Dilansir dalam
www.ekonomi.kompas.com pada tahun 2016, menurut Gubernur BI apabila
perekonomian AS menunjukkan perbaikan, maka nilai tukar rupiah bisa
mengalami pelemahan akibat risiko kenaikan suku bunga acuan AS Fed
Fund Rate. Berdasarkan data diatas bahwa nilai Dollar terhadap Rupiah
selama periode pengamatan 2007 sampai dengan 2016, nilai kurs tertinggi
mencapai Rp 14.650,00 sedangkan nilai kurs terendah senilai Rp8.500,00.
Rata-rata nilai kurs Dollar terhadap Rupiah selama periode pengamatan
tahun 2007 sampai dengan 2016 adalah sebesar Rp 10.590,36.
Gambar 4.3
Perkembangan Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah 2007-2016
(Sumber: investing.com, data diolah)
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Jan
'07
Jun
'07
No
v '0
7
Ap
r '0
8
Sep
'08
Feb
'09
Jul '
09
Des
'09
Mei
'10
Okt
'10
Mar
'11
Ags
'11
Jan
'12
Jun
'12
No
v '1
2
Ap
r '1
3
Sep
'13
Feb
'14
Jul '
14
Des
'14
Mei
'15
Okt
'15
Mar
'16
Ags
'16
KURS
KURS
102
d. Harga Emas Dunia
Gambar 4.4
Perkembangan Harga Emas Dunia 2007-2016
(Sumber: fred.stlouisfed.org, data diolah)
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat secara keseluruhan
perkembangan Harga emas dunia dalam periode pengamatan tahun 2007
sampai dengan 2016. Harga emas dunia terendah senilai US$ 631,17,
sedangkan harga tertinggi mencapai US$ 1771,85. Rata-rata harga emas
dunia selama periode pengamatan adalah sebesar US$ 1208,91.
Berdasarkan data yang direlease oleh Kitco, maka rata-rata
akumulatif harga emas dunia pada tahun 2011 adalah USD 1571.22/oz. Ini
berarti mengalami kenaikan sekitar 28.33% dibandingkan rata-rata
akumulatif harga emas dunia di tahun 2010 yang berada pada angka
USD 1224.53/oz. Harga emas Antam, pada awal tahun 2011 harga dasar
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
2007
-01
-01
2007
-07
-01
2008
-01
-01
2008
-07
-01
2009
-01
-01
2009
-07
-01
2010
-01
-01
2010
-07
-01
2011
-01
-01
2011
-07
-01
2012
-01
-01
2012
-07
-01
2013
-01
-01
2013
-07
-01
2014
-01
-01
2014
-07
-01
2015
-01
-01
2015
-07
-01
2016
-01
-01
2016
-07
-01
Harga Emas Dunia
Harga Emas Dunia
103
emas Antam dipatok pada kisaran harga Rp. 400.000/gr. Sementara pada
perdagangan hari terakhir Desember 2011 harga dasar emas Antam
dipatok pada kisaran harga Rp. 495.000/gr. Yang berarti telah mengalami
kenaikan sekitar 23.75% (www.odnv.co.id).
Dapat dilihat bahwa harga emas dunia kembali mengalami
kenaikan di tahun 2016, hal tersebut disebabkan oleh salah satunya adalah
isu Brexit (keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa akibat hasil jajak
pendapat terakhir yang terkait dengan Uni Eropa pada Juni 2016)
(www.sahabatpegadaian.com).
Selain faktor jumlah penawaran, permintaan, dan produksi emas,
faktor isu politik juga dapat menyebabkan kenaikan harga emas dunia. Isu
politik seperti resesi global, perselisihan antar negara dapat menjadi
penyebab pergerakan harga emas dunia. Pada tahun 2016 sedang
maraknya perbincangan mengenai keluarnya Britania Raya dari Uni eropa
yang akan memberikan dampak bagi pergerakan harga emas dunia.
Harga emas melesat ke level tertinggi dalam lebih dari dua tahun
menyusul keputusan mengejutkan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa
(Brexit). Logam mulia melonjak setinggi 1.359,08 dolar AS per ounce,
tingkat tertinggi sejak 19 Maret 2014 sebelum menetap di 1.318,80 dolar
AS pada sekitar pukul 06.50 GMT (pukul 13.50 WIB). Investor
berbondong-bondong ke investasi yang secara tradisional dinilai aman
(safe haven) di tengah kekhawatiran atas dampak global dari keputusan
Inggris untuk menarik diri dari blok 28 negara Uni Eropa, setelah
104
pertarungan sengit dua kubu dalam pemungutan suara referendum tentang
keanggotaan Inggris di Uni Eropa (www.market.bisnis.com).
e. Indeks Dow Jones
Grafik di bawah menggambarkan perkembangan Indeks Dow
Jones pada periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Dari
data tercatat nilai terendah Indeks Dow Jones selama tahun 2007-2016
adalah senilai US$ 7.062,93 pada Februari 2009 dan nilai terringgi
mencapai US$ 19.762,60 pada akhir tahun 2016. Rata-rata harga Indeks
Dow Jones selama periode pengamatan adalah sebesar US$ 13.646,40.
Jatuhnya Indeks Dow Jones senilai US$ 7.062,93 pada Februari
2009 disebabkan oleh subripme mortgage yang melanda Amerika serikat.
Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada
September 2008, yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan
beberapa lembaga keuangan. Awal mula masalah tersebut terjadi pada
periode 2000-2001, saat saham saham perusahaan dotcom di Amerika
Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham
tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal
tersebut, The Fed (Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga
yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan
pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh developer dan
dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-rumah
murah, dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki
105
jaminan keuangan yang memadai. Dengan runtuhnya nilai saham
perusahaan-perusahaan tersebut, bank menghadapi gagal bayar dari para
debiturnya (developer dan perusahaan pembiayaan perumahan) (Nezky,
2013).
Berdasarkan grafik dibawah, dapat dilihat bahwa setelah krisis
2008, indeks Dow Jones mulai mengalami kenaikan secara konstan. Dow
Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 109,32 poin ke level
13.200,20. Sementara Nasdaq naik 26,68 poin (1,09%) ke level 2.547,98.
Menurut Jocelynn Drake dari Riset investasi Schaeffer seperti dikutip
dari AFP, kenaikan Wall Street itu dipicu oleh sentimen positif dari berita
potensi merger dan akuisisi. Salah satunya adalah adanya laporan dari
broker online TD Ameritrade dan E-Trade Financial Group yang sedang
menjajaki merger untuk membentuk perusahaan dengan nilai US$ 20
miliar. Demikian pula New York Merchantile Exchange yang sedang
menjajaki merger. Semakin pulihnya Wall Street itu ikut memacu
semangat bursa-bursa regional. Seperti Nikkei-225 di Bursa Saham Tokyo
yang dibuka langsung naik hingga 397,13 poin (2,5%) ke level 16.297,77.
Kenaikan bursa-bursa utama itu diharapkan bisa menjadi sentimen positif
bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ
(www.finance.detik.com). Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bagaimana
Amerika Serikat mempengaruhi pergerakan ekonomi seluruh di dunia.
106
Gambar 4.5
Perkembangan Indeks Dow Jones 2007-2016
(Sumber: yahoo.finance.com, data diolah
f. Indeks Hang Seng
Grafik dibawah menggambarkan perkembangan indeks Hang Seng
selama periode pengamatan tahun 2007 sampai dengan 2016. Dapat dilihat
bahwa harga terendah senilai HK$ 12.811,57 pada Januari 2009 serta
harga tertinggi pada indeks Hang Seng terdapat pada bulan September
2007 sebesar HK$ 31.352,58. Rata-rata harga indeks Hang Seng pada
periode pengamatan 2007 sampai dengan 2016 adalah HK$21.781,75.
0.00
5000.00
10000.00
15000.00
20000.00
25000.00
1/1/
200
7
7/1/
200
7
1/1/
200
8
7/1/
200
8
1/1/
200
9
7/1/
200
9
1/1/
201
0
7/1/
201
0
1/1/
201
1
7/1/
201
1
1/1/
201
2
7/1/
201
2
1/1/
201
3
7/1/
201
3
1/1/
201
4
7/1/
201
4
1/1/
201
5
7/1/
201
5
1/1/
201
6
7/1/
201
6
Indeks Dow Jones
Indeks Dow Jones
107
Gambar 4.6
Perkembangan Indeks Hang Seng 2007-2016
(Sumber: yahoo.finance.com, data diolah)
Indeks saham acuan Hong Kong merosot tajam sejak terjadinya
krisis keuangan global akibat kegaduhan ekuitas di daratan China berdesir
di seluruh Asia. Indeks Hang Seng jatuh 5,8% ke level 23,516.56 pada
penutupan perdagangan hari ini, penurunan terbesar sejak November 2008,
setelah merosot sebanyak 8,6%. Semua kecuali satu saham dalam 50-
anggota indeks merosot di tengah volume perdagangan 148% lebih tinggi
dari rata-rata 30-hari. Indeks saham Asia menuju penurunan tertajam
dalam dua tahun terakhir (www.sg-insight.com).
Dari grafik dapat dilihat bahwa pergerakan indeks Hang Seng
setelah krisis keuangan global tahun 2008 relatif lebih stabil. Selain itu,
grafik diatas menunjukkan bahwa indeks Hang Seng mengalami kenaikan
0.00
5000.00
10000.00
15000.00
20000.00
25000.00
30000.00
35000.001/
1/2
007
7/1/
200
7
1/1/
200
8
7/1/
200
8
1/1/
200
9
7/1/
200
9
1/1/
201
0
7/1/
201
0
1/1/
201
1
7/1/
201
1
1/1/
201
2
7/1/
201
2
1/1/
201
3
7/1/
201
3
1/1/
201
4
7/1/
201
4
1/1/
201
5
7/1/
201
5
1/1/
201
6
7/1/
201
6
Indeks Hang Seng
Indeks Hang Seng
108
yang signifikan pada tahun 2015. Bursa saham Hong Kong bergerak
menuju level penutupan tertinggi sejak Oktober 2015, ditopang oleh
penguatan saham perbankan (www.market.bisnis.com).
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data
normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2001). Uji normalitas dilakukan
untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian
berdistribusi secara normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas
menggunakan uji Jarque-Bera. Dalam uji Jarque-Bera, keputusan
terdistribusi normal tidaknya data adalah dengan melihat nilai Probabilitas
Jarque-Bera. Jika Probabilitas Jarque Bera hitung lebih besar dari 0,05
maka data terdistribusi secara normal, sebaliknya apabila nilainya lebih
kecil maka data tidak berdistribusi normal. Berikut gambar hasil uji
normalitas data:
109
Gambar 4.7
Output Uji Jarque-Bera
0
4
8
12
16
20
-500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600
Series: ResidualsSample 1 120Observations 120
Mean -1.34e-12Median -4.218665Maximum 575.4933Minimum -459.2247Std. Dev. 218.6004Skewness 0.318655Kurtosis 2.631669
Jarque-Bera 2.709161Probability 0.258056
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque
Bera pada penilitian ini adalah 0,258056 maka nilai probabilitas Jarque
Bera pada penelitian ini lebih besar daripada 0,05. Sehingga data dalam
penelitian ini terdistribusi secara normal.
b. Uji Multikolinieritas
Dalam penelitian diperlukan uji Multikolinieritas untuk
mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel independen. Model
regresi yang baik adalah yang variabel bebasnya tidak menunjukkan
adanya korelasi satu sama lain. Uji Multikolinieritas dalam penelitian ini
dilakukan dengan melihat nilai centered Variance Inflation Factors (VIF).
Apabila pada variabel bebas terdapat nilai centered VIF lebih besar dari
110
10, maka terjadi multikolinieritas. Berikut table hasil Uji Multikolinieritas
pada penelitian ini:
Tabel 4.1
Output Uji Multikolinieritas
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Pada table diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel bebas
yang memiliki nilai centered VIF lebih besar dari pada 10 (VIF>10). Maka
dapat dikatakan tidak terdapat multikolinieritas pada model regresi dalam
penelitian ini.
c. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui apakah terdapat ketidaksamaan varian dalam
model regresi dilakukan uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas
Variance Inflation Factors
Date: 10/09/17 Time: 01:23
Sample: 1 120
Included observations: 120
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
SBI 118.2481 4.255507 3.358214
KURS 0.000681 188.4063 4.974510
GOLD 0.017625 65.77164 3.805410
DJISQRT 13.48818 442.8173 5.698910
HSI 0.000108 125.1744 2.290166
C 80729.58 194.2093 NA
111
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model yang baik adalah
yang homoskedastisitas (Ghozali, 2001). Salah satu cara untuk mengetahui
apakah terdapat heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji
heteroskedastisitas Glejser. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya
heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat dari nilai
Probabilitasnya (F hitung), apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5%
maka tidak terjadi heteroskedastisitas, begitu pula apabila nilai
probabilitasnya lebih kecil maka terjadi heteroskedastisitas pada model
regresi. Tabel berikut menunjukkan hasil uji heteroskedastisitas pada
penelitian ini:
Tabel 4.2
Output Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic 0.578773 Prob. F(5,114) 0.7162
Obs*R-squared 2.970761 Prob. Chi-Square(5) 0.7045
Scaled explained SS 2.682275 Prob. Chi-Square(5) 0.7488
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Table diatas dapat dilihat pada nilai Prob. F (F Hitung) adalah
0,7162, nilai tersebut lebih besar daripada tingkat alpha yaitu 0,05 (5%)
112
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada
penelitian ini.
d. Uji Autokorelasi
Model regresi yang baik adalah yang terbebas dari autokorelasi.
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sekarang
dengan periode sebelumnya (Witjaksono, 2010). terjadi korelasi maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya
(Ghozali,2003). Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi adalah dengan
menggunaka uji Durbin-Watson (Ghozali,2001). Dalam penelitian ini uji
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang
nilainya dapat dilihat dalam equation. Nilai ini disebut dengan DW hitung.
Nilai ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan
yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan jumlah
variabel bebas dalam model regresi (k) dan jumlah sampelnya (n). Nilai
dL dan dU dapat dilihat pada Tabel DW dengan tingkat signifikansi (error)
5% (α = 0,05). Hasil uji autokorelasi dalam penelitian disajikan dalam
table berikut:
113
Tabel 4.3
Output Uji Autokorelasi
(
Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Dari output eviews diatas dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson
adalah sebesar 0,767018. Nilai Durbin Watson berdasarkan table dengan
derajat kepercayaan sebesar 5% adalah dL=1,616 dan dU=1,789. Sehingga
nilai 4-Du adalah 2,211. Nilai Durbin Watson pada penelitian ini adalah
0,767018, lebih kecil daripada dL=1,616 dan dU=1,789, maka terjadi
autokorelasi positif.
Untuk mengatasi terjadinya autokerlasi positif, peneliti
menggunakan metode Cochrane-Orcutt yang biasanya digunakan untuk
membesakan nilai DW hitung pada penelitian. Berikut table output regresi
setelah dilakukan metode Cochrane-Orcutt:
R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400
Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337
Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060
F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018
Prob(F-statistic) 0.000000
114
Tabel 4.4
Output Uji Autokorelasi Setelah Cochrane-Orcutt
Dependent Variable: JKSE
Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)
Date: 07/13/17 Time: 13:01
Sample: 1 120
Included observations: 120
Convergence achieved after 24 iterations
Coefficient covariance computed using outer product of gradients
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -5958.706 526.8696 -11.30964 0.0000
SBI -46.90862 11.72431 -4.000970 0.0001
KURS 0.135044 0.043175 3.127822 0.0022
GOLD 1.707036 0.196817 8.673202 0.0000
DJISQRT 41.55674 4.989792 8.328352 0.0000
HSI 0.065580 0.008915 7.355899 0.0000
AR(1) 0.710231 0.077446 9.170665 0.0000
SIGMASQ 27630.45 3709.963 7.447634 0.0000
R-squared 0.981408 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.980246 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 172.0583 Akaike info criterion 13.20373
Sum squared resid 3315654. Schwarz criterion 13.38957
Log likelihood -784.2241 Hannan-Quinn criter. 13.27920
F-statistic 844.6020 Durbin-Watson stat 1.823597
Prob(F-statistic) 0.000000
Inverted AR Roots .71
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Setelah dilakukan metode Cocrane-Orcutt dalam persamaan
regresi, dapat dilihat hasil Durbin-Watson Stat. (DW hitung) menjadi
115
1,823597. Nilai Durbin Watson berdasarkan table dengan derajat
kepercayaan sebesar 5% adalah dL=1,616 dan dU=1,789. nilai 4-Du
adalah 2,211. Nilai DW hitung setelah metode Cochrane-Orcutt dilakukan
menjadi sebesar 1,823597, maka lebih besar daripada nilai dU=1,789 dan
lebih kecil daripada nilai 4-dU= 2,211. Maka dapat dikatakan tsetelah
dilakukan metode Cochrane-Orcutt tidak terjadi autokorelasi dalam
penelitian ini.
Gambar 4.8
Ilustrasi Posisi Angka Durbin-Watson
3. Uji Hipotesis
a. Uji t (Parsial)
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
dari variabel independen (SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia,
Indeks Dow Jones, Indeks Hang Seng) terhadap variabel dependen
yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil uji t pada
EViews dapat dilihat pada nilai probabilitas t hitung (prob.),
Autokorelasi Positif
Ragu-ragu Tidak ada Autokorelasi
Autokorelasi negatif
Ragu-ragu
0 dL= 1,616 dU= 1,789 4-dU=2,211 4-dL=2,384 4
116
apabila nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi α=5%
maka dapat dikatakan bahwa variabel independen memiliki
pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan
apabila nilai Prob. nya lebih besar daripada tingkat signifikansi
maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial
didalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2001).
Table dibawah menunjukkan hasil ouput penelitian ini:
Table 4.5
Output Uji Statistik Parametrik secara Parsial
Dependent Variable: JKSE
Method: Least Squares
Date: 07/13/17 Time: 12:58
Sample: 1 120
Included observations: 120
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
SBI -81.79353 10.87419 -7.521803 0.0000
KURS 0.078332 0.026087 3.002714 0.0033
GOLD 1.471983 0.132759 11.08761 0.0000
DJISQRT 51.98421 3.672625 14.15451 0.0000
HSI 0.048796 0.010376 4.702686 0.0000
C -5855.205 284.1295 -20.60752 0.0000
R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400
Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337
117
Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060
F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018
Prob(F-statistic) 0.000000
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
1) Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa
Tingkat Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar
0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5%
(0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien -
81,79353 yang menunjukkan arah negatif. Maka dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku bunga
SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG).
2) Pengaruh Nilai Kurs Rupiah terhadap Dollar terhadap IHSG
Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa Kurs
Dollar terhadap Rupiah memiliki angka signifikansi sebesar
0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5%
(0,0033 > 0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien senilai 0.078332,
yang menunjukkan hubungan posiitf. Maka dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs
Dollar terhadap Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap
Indeks Harga Saham Gabugan (IHSG).
118
3) Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG
Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa
Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.
Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05).
Harga emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983
yang menunjukka hubungan positif. Maka dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti harga emas
memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG).
4) Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG
Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa
Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.
Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05).
Koefisien regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang
menunjukkan arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima
dan Hipotesis nol ditolak, Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh positif signifikan antara variabel bebas Indeks Dow Jones
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
5) Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG
119
Dari hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa
indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000
lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif
diterima dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi
ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat disimpulkan bahwa
Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan.
b. Uji F (Simultan)
Untuk mengetahui apakah model regresi dalam penelitan
layak digunakan perlu dilakukan uji kelayakan model atau uji F.
Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakah variabel-variabel
bebas mempengaruhi variabel terikat secara bersama-sama
(simultan). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independent yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara simultan terhadap semua variabel
dependen (Ghozali,2001). Apabila nilai prob. F hitung lebih kecil
dari tingkat kesalahan/error (alpha) 0,05 (yang telah ditentukan)
maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang diestimasi layak,
sedangkan apabila nilai prob. F hitung lebih besar dari tingkat
kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang
diestimasi tidak layak. Berikut table output hasil penelitian ini:
120
Tabel 4.6
Output Uji Statistik secara Simultan (Uji F)
R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400
Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337
Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060
F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018
Prob(F-statistic) 0.000000
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Dari hasil output diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau
prob. F hitung adalah sebesar 0,000000 dan nilai F hitung adalah sebesar
692,251. Nilai prob. F hitung lebih kecil daripada 5% yaitu 0,000000,
maka dapat dikatakan bahwa model regresi adalah layak dan variabel
independen yaitu Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas
Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng berpengaruh secara
simultan terhadap variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG).
c. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐)
Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabel-
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Atau dapat pula dikatakan
sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
121
Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai R-Square atau
Adjusted R-Square. Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai yang kecil berarti
kemampuan variabel independent dalam menerangkan variabel dependen
sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independent
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Adjusted R-Square digunakan
pada saat variabel bebas lebih dari satu. Tabel berikut menunjukkan nilai
koefisien determinasi dalam penelitian ini.
Tabel 4.7
Koefisien Determinasi (𝐑𝟐)
R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400
Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337
Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060
F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018
Prob(F-statistic) 0.000000
(Sumber: data diolah menggunakan Eviews9)
Pada table diatas dapat dilihat nilai Adjusted R-Square adalah
sebesar 0,966 atau 96,6%, yang artinya variabel dependen (Indeks Harga
Saham Gabungan) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dependen yaitu
122
Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks Dow
Jones, dan Indeks Hang Seng sebesar 96,6%, sedangkan sisanya sebesar
3,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau yang tidak terdapat pada
model regresi dalam penelitian ini seperti politik, kebijakan pemerintah,
pajak, dan lain sebagainya.
4. Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda
Persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan dari output
diatas adalah sebagai berikut:
JKSE = - 5855.205 - 81.79353*SBI + 0.078332*KURS +
1.471983*GOLD + 51.98421*DJISQRT + 0.048796*HSI + e
Berdasarkan persamaan diatas diketahui nilai konstanta sebesar -
5855,205 yang menunjukkan apabila variabel tingkat suku bunga SBI,
Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah, harga emas dunia, Indeks Dow Jones,
dan Indeks Hang Seng bernilai 0 maka nilai Indeks Harga Saham
Gabungan adalah sebesar -5855,205 dengan asumsi variabel lain dianggap
tetap.
Nilai koefisien regresi tingkat suku bunga SBI bertanda negatif
maka jika variabel SBI mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan
menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 81.79353 kali dengan
asumsi variabel lainnya dianggap tetap.
123
Nilai koefisien regresi variabel Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah
bertanda positif artinya jika variabel kurs mengalami kenaikan sebesar 1%
maka akan meningkatkan IHSG sebesar 0.078332 kali dengan asumsi
variabel lainya dianggap tetap.
Nilai koefisien regresi variabel harga emas dunia bertanda positif
artinya jika variabel harga emas dunia mengalami kenaikan sebesar 1%
maka akan meningkatkan IHSG sebesar 1.471983 kali dengan asumsi
variabel lainya dianggap tetap.
Nilai koefisien regresi variabel Indeks Dow Jones bertanda positif
artinya jika variabel Indeks Dow Jones mengalami kenaikan sebesar 1%
maka akan meningkatkan IHSG sebesar 51.98421 kali dengan asumsi
variabel lainya dianggap tetap. Nilai koefisien regresi variabel Indeks
Hang Seng bertanda positif artinya jika variabel Indeks Hang Seng
mengalami kenaikan sebesar 1% maka akan meningkatkan IHSG sebesar
0.048796 kali dengan asumsi variabel lainya dianggap tetap.
C. Interpretasi Data
a. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Tingkat Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar
0,0000 Nilainya tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5%
(0,0000<0,05). Tingkat suku bunga SBI memiliki nilai koefisien -
81,79353. Maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti Tingkat suku
124
bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG).
Ketika tingkat suku bunga di bank tinggi maka investor cenderung
lebih tertarik melakukan investasi pada instrumen bank seperti tabungan
dan deposito, karena tingkat pengembalian lebih baik dan resiko yang
lebih kecil daripada investasi pada instrumen pasar modal. Tingkat suku
bunga SBI yang tinggi akan mempengaruhi suku bunga yang ditetapkan di
bank pada instrumen perbankan seperti tabungan, giro, dan deposito.
Instrumen bank seperti tabungan, giro, dan deposito merupakan bentuk
investasi yang resikonya lebih rendah daripada instrument pasar modal
seperti saham. Maka apabila investor memilih untuk berinvestasi pada
tabungan, giro, dan deposito, permintaan pada saham-saham di pasar
modal akan menurun, apabila permintaan atas saham yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan maka kinerja saham yang
tercatat di bursa akan menurun dan berdampak pada penurunan IHSG.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Stanley S. C. Huang bahwa
perubahan suku bunga dapat mempengaruhi harga saham (Yasmiandi,
2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardian Agung
Witjaksono (2010) dan Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) yang
menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan
terhadap IHSG. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat suku
bunga SBI akan mendorong kenaikan IHSG. Pertumbuhan perekonomian
125
Indonesia ini tidak lepas dari kebijakan Bank Indonesia yang mendorong
pemotongan tingkat suku bunga SBI secara berkala untuk meningkatkan
penyaluran kredit oleh bank umum kepada masyarakat (www.bi.go.id).
b. Pengaruh Nilai Kurs terhadap IHSG
Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki tingkat signifikansi sebesar
0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5%
(0,0033>0,05). Kurs Rupiah memiliki koefisien regresi senilai 0.078332,
yang menunjukkan hubungan positf. Maka dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap
Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham
Gabugan (IHSG).
Dollar Amerika Serikat merupakan mata uang asing yang
digunakan pada setiap perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan
internasional seperti ekspor-impor menggunakan US$, sehingga
permintaan atas US$ cenderung tinggi. Maka fluktuasi nilai US$ terhadap
mata uang domestik suatu negara akan mempengaruhi perekonomian suatu
negara tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh tidak langsung fluktuasi nilai kurs dollar terhadap rupiah
dapat dilihat dari pergerakan indikator pasar modal yaitu IHSG. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kurs dollar terhadap rupiah
berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Pengaruh tersebut didukung
oleh fakta yang didapat dari idx.co.id bahwa tahun 2017 komposisi trading
value oleh investor asing adalah sebesar 37%. Kondisi dollar yang
126
terapresiasi dan rupiah yang melemah merupakan saat yang
menguntungkan bagi investor asing, dimana mereka dapat melakukan
profit taking ketika harga saham sedang turun akibat rupiah yang
terdepresiasi. Ketika dollar terapresiasi maka investor asing di pasar modal
yang sudah memiliki portofolio akan merespon kondisi tersebut dengan
meningkatkan frekuensi jual beli saham sebelum harga rupiah menjadi
stabil. Peningkatan frekuensi perdagangan saham akan meningkatkan
permintaan saham-saham di bursa sehingga akan meningkatkan kinerja
IHSG.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Ginanjar Firdaus (2015) dan
Robert D. Gay, Jr. (2016) yang menunjukkan bahwa nilai tukar
berpengaruh positif signifikan terhadap indeks saham. Namun tidak sesuai
dengan penelitian Ardian Agung Witjaksono (2010), Rusbariand et al
(2012), dan Avneet Kaur Ahuja et. al (2012) yang menemukan bahwa nilai
tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks saham. Sedangkan
Rihfenti Ernayani dan Adi Mursalin (2015) menemukan bahwa nilai tukar
tidak berpengaruh terhadap IHSG. Pada saat terjadi krisis global 2008,
memberi dampak pada melemahnya nilai kurs rupiah terhadap Dollar AS.
Menurut Rusbariand et. al (2012) Dampak melemahnya nilai rupiah
memicu naiknya harga komoditas, termasuk barang-barang produksi.
Tentunya hal ini berdampak pada meningkatnya biaya produksi, dan
menurunnya laba perusahaan. Turunnya laba perusahaan akan
berpengaruh pada kebijakan deviden, terutama deviden kas dan hal ini
127
daya tarik investor. Menurunnya minat investor terhadap saham dapat
berdampak pada menurunnya harga saham, sehingga harga saham akan
mengalami penurunan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan,
didukung oleh pendapat Fidaus (2015) bahwa jika nilai tukar USD/Rupiah
mengalami peningkatan (rupiah terdepresiasi) investor dapat mulai
berinvestasi atau menahan portofolio yang telah dimiliki sebelumnya,
kemudian ketika nilai tukar USD/Rupiah turun (rupiah terapresiasi) setelah
periode puncak kenaikan tersebut maka investor dapat melakukan profit
taking. Ketika investor melakukan profit taking, maka perdagangan saham
di bursa akan meningkat, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan akan
akan mengalami peningkatan.
c. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap IHSG
Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.
Tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga
emas dunia memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang
menunjukkan hubungan positif. Maka H0 ditolak dan Ha diterima yang
berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
Emas merupakan asset bebas resiko yang memiliki nilai lindung
terhadap inflasi, hal tersebut ditunjukkan dari harga emas yang cenderung
meningkat setiap tahunnya. Sehingga emas disukai oleh investor sebagai
bentuk diversifikasi portofolio. Hampir sama dengan harga minyak dunia,
128
harga emas dapat menjadi signal investor untuk berinvestasi pada pasar
modal. Walaupun berpengaruh positif dan signifikan, emas tetap dapat
digunakan sebagai diversifikasi karena emas cenderung aman dan bebas
risiko (Ginanjar Firdaus, 2015).
Dengan meningkatnya harga emas maka, investor akan memiliki
kesempatan untuk membentuk portofolio yang baik, karena emas
merupakan salah satu investasi yang memiliki resiko kecil dan mudah
diperjualbelikan. Sesuai denga teori Portofolio bahwa untuk
meminimumkan risiko, perlu dilakukan diversivikasi dalam berinvestasi,
yaitu membentuk portofolio atau menginvestasikan dana tidak di satu aset
saja melainkan ke beberapa aset dengan proporsi dana tertentu. Maka
apabila harga emas meningkat investor dapat mengatur proporsi aset bebas
resikonya dalam bentuk emas untuk melindungi nilai portofolio yang
dimilikinya tanpa harus khawatir untuk berinvestasi pada saham di bursa.
Untuk itu apabila harga emas dunia meningkat maka investor yang
memiliki saham di bursa akan lebih senang berinvestasi pada saham,
karena mereka memiliki kesempatan untuk berdiversifikasi dengan baik,
maka dari itu kenaikan harga emas dunia akan menjadi sinyal baik bagi
para investor untuk meningkatkan investasinya di pasar modal. Sinyal
tersebut akan memicu perdagangan saham-saham di bursa efek, sehingga
akan meningkatkan kinerja IHSG.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
Penelitian ini sesuai dengan Penemuan Ardian Agung Witjaksono (2010)
129
dan Ginanjar Firdaus (2015) menemukan bahwa harga emas dunia
berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Menurut Sunariyah (2006)
salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas risiko adalah emas.
Emas dianggap lebih baik untuk lindung nilai terhadap inflasi.
d. Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG
Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000.
Tingkat signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien
regresi Indeks Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan
arah positif. Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol
ditolak, Maka terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas
Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia
(www.bi.go.id). Selain itu Amerika Serikat merupakan negara dengan
GDP tertinggi di dunia. Sehingga pergerakan perekonomian AS akan
mempengaruhi pergerakan ekonomi seluruh dunia baik secara langsung
maupun tidak langsung karena Amerika serikat memiliki banyak
perusahaan multinasional yang memiliki cabang di seluruh dunia. Untuk
itu kondisi perekonomiannya akan secara cepat mempengaruhi negara-
negara lain. Dampak tidak langsung yang dimaksudkan disini adalah
ketika kenaikan atau penurunan IHSG dipengaruhi oleh kenaikan atau
penurunan Indeks Dow Jones. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar
saham tertua di Amerika Serikat dan merupakan representasi dari kinerja
industri terpenting di Amerika Serikat. Perusahaan yang tercatat di Indeks
130
Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan
operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola,
Exxon Mobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh
perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia. Indeks
Dow Jones yang bergerak naik, menandakan kinerja perekonomian
Amerika Serikat secara umum berada pada posisi yang baik. Dengan
kondisi perekonomian yang baik, akan menggerakkan perekonomian
Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal masuk baik
investasi langsung maupun melalui pasar modal (Sunariyah,2006). Aliran
modal yang masuk melalui pasar modal tentu akan memiliki pengaruh
terhadap perubahan IHSG (Witjaksono, 2010). Perusahaan-perusahaan
multinasional diatas menjadi indikator pergerakan indeks Dow Jones,
sehingga kemunduran dan kenaikan perekonomian Amerika akan
dicerminkan pada pergerakan indeks Dow Jones.
Pasar modal Indonesia telah terintegrasi oleh pasar modal di dunia.
Integrasi pasar modal Indonesia yang terus mengalami peningkatan
(Husnan, 2001:238). Hal tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa
pergerakan pasar modal di dunia akan mempengaruhi pergerakan pasar
modal Indonesia. dalam penelitian ini didapat bahwa Indeks Dow Jones
sebagai indikator pergerakan perekonomian Amerika serikat
mempengaruhi IHSG sebagai indikator perekonomian Indonesia. Apabila
kinerja indeks dow jones meningkat maka akan meningkatkan kinerja
IHSG.
131
Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa sebabnya
investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum
dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan
terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro
ekonomi dalam negeri sendiri. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa
pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar
modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008).
Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa Indeks Dow Jones
mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hasil Penelitian
Witjaksono (2010), Firdaus (2015), dan Ernayani & Mursalin (2015)
menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan
terhadap IHSG. Menurut Firdaus (2015) Indeks Dow Jones merupakan
salah satu indeks saham yang sering dijadikan patokan atas kondisi
ekonomi dunia bagi investor dalam proses pengambilan keputusan
investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis. Ketika Indeks Dow
Jones mengalami kenaikan, hal ini biasanya diikuti oleh beberapa indeks
saham di dunia termasuk IHSG.
e. Pengaruh Indeks Hang Seng terhadap IHSG
Indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000
lebih kecil daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima
dan hipotesis nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar
0.048796. Maka dapat dikatakan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh
positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
132
Belakangan ini perekonomian Indonesia diutunjang dengan adanya
kerja sama antara Tiongkok dengan Indonesia. Dikutip dari
economy.okezone.com yang mengabarkan bahwa kerja sama BCSA
(Bilateral Currency Swap Agreement) yang diperpanjang pada 2013 ini
akan berakhir pada Oktober 2016. Perpanjangan kerja sama BCSA
tersebut mencakup kenaikan nilai kerja sama yang telah disepakati oleh
Kepala Negara RI dan China dari 100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi
130 miliar yuan atau setara Rp266,09 triliun (Rp2047 per Yuan). Pinjaman
dari PBC (People’s Bank of China) ini akan dipakai untuk membiayai
proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dari pernyataan tersebut dapat
dikatakan bahwa aliran dana dari investor Tiongkok mempengaruhi
kondisi perekonomian di Indonesia dalam periode penelitian. Sehingga
adanya perubahan keadaan ekonomi di Tiongkok dapat mempengaruhi
perekonomian Indonesia, perubahan yang dimaksud adalah seperti
perubahan tingkat risiko bisnis di negara tersebut. Salah satu variabel
ekonomi yang dapat dijadikan pengukuran kinerja perekonomian suatu
negara adalah indeks saham di negara tersebut. Maka dari itu apabila
indeks Hang Seng mengalami peningkatan maka sama halnya dengan
IHSG. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan
hipotesis yang diajukan.
Samsul dalam Firdaus (2015) mengemukakan bahwa sebabnya
investor selalu memperhatikan indeks saham global setiap hari sebelum
dan sepanjang perdagangan berlangsung. IHSG sedikit banyak akan
133
terpengaruh oleh indeks global/regional tersebut disamping kondisi makro
ekonomi dalam negeri sendiri. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa
pergerakan pasar modal Indonesia akan dipengaruhi oleh pergerakan pasar
modal dunia baik secara langsung maupun tidak langsung (Samsul, 2008).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2012) dan Syarofi (2014) menunjukkan bahwa Indeks Saham Hang
Seng berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Menurut Syarofi
(2014) pengarung Indeks Hang Seng terhadap IHSG tersebut
dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa Pada periode Januari–Desember
2012, Cina merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar
US$20.863,8 juta (13,63 persen) (www.bps.go.id).
134
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembasan yang telah dibahas
pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Hasil uji t (parsial) secara statistik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
semua variabel bebas yaitu suku bunga SBI, Nilai Kurs, Harga Emas Dunia,
Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang seng memiliki pengaruh signifikan terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tingkat signifikansi 𝛼 = 5%.
1. Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 Nilainya
tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Tingkat suku
bunga SBI memiliki nilai koefisien -81,79353 yang menunjukkan arah
negatif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang
berarti Tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
2. Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki angka signifikansi sebesar
0,0033, nilainya lebih kecil daripada tingkat signifikansi 5% (0,0033>0,05).
Kurs Rupiah memiliki koefisien senilai 0.078332, yang menunjukkan
hubungan posiitf. Maka dapat disimpulkan bahwa
135
H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan Kurs Dollar terhadap
Rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham
Gabugan (IHSG).
3. Harga Emas Dunia memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat
signifikansinya lebih kecil daripada 5% (0,0000<0,05). Harga emas dunia
memiliki koefisien regresi sebesar 1,471983 yang menunjukka hubungan
positif. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang
berarti harga emas memiliki pengaruh positif singnifikan terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
4. Indeks Dow Jones memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000. Tingkat
signifikansinyya lebih kecil dari 5% (0,0000<0,05). Koefisien regresi Indeks
Dow Jones adalah sebesar 51,98421 yang menunjukkan arah positif.
Sehingga Hipotesis alternatif diterima dan Hipotesis nol ditolak, Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara variabel bebas
Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
5. Indeks Hang Seng memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,0000 lebih kecil
daripada 0,05 (5%). Yang berarti hipotesis alternatif diterima dan hipotesis
nol ditolak, Nilai koefisien regresi ditunjukkan sebesar 0.048796. Maka dapat
disimpulkan bahwa Indeks Hang Seng berpengaruh positif signifikan
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
6. Hasil Uji F yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua variabel bebas
yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI, Kurs, Harga Emas Dunia, Indeks
136
Dow Jones, dan Indeks Hang seng berpengaruh secara bersama-sama
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 𝛼 = 5%.
Nilai Adjusted R-Square adalah sebesar 0,966 atau 96,6%, yang
artinya variabel dependen (Indeks Harga Saham Gabungan) dapat dijelaskan
oleh variabel-variabel dependen yaitu Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah,
Harga Emas Dunia, Indeks Dow Jones, dan Indeks Hang Seng sebesar 96,6%,
sedangkan sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lain atau yang
tidak terdapat pada model regresi dalam penelitian ini seperti politik,
kebijakan pemerintah, pajak, dan lain sebagainya.
137
B. Saran
Dibawah ini merupakan beberapa saran dari penulis untuk para peneliti
yang tertarik melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini:
1. Penelitian fokus pada faktor makro ekonomi untuk menganalisis Indeks
Harga Saham Gabungan. Maka disarankan kepada peneliti untuk mencoba
menambahkan faktor ekonomi makro lainnya seperti inflasi, harga emas
dunia, Produk Domestik Bruto, dan berbagai faktor makro ekonomi lainnya
untuk memperluas lingkup penelitian mengenai Indeks Harga Saham
Gabungan.
2. Disarankan bagi peneliti sebelumnya untuk memperbaharui periode
penelitian agar mendapat hasil penelitian yang lebih baik dan dapat mendapat
fenomena yang dapat mempengaruhi variabel.
3. Untuk penelitian selanjutnya akan lebih menarik apabila memperluas indeks
negara lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini, misalnya indeks Nikkei
225, NASDAQ, dan lain sebagainya
138
DAFTAR PUSTAKA
Blanchard, Oliver. Macroeconomic 4 Edition. Pearson Prentice Hall. New
Jersey. 2006.
Bodie Z, Kane A, dan Markus AJ. Manajemen Potofolio dan Investasi.
Edisi Kesembilan. Dalimunthe Z, Wibowo B, penerjemah; Jakarta.
2014.
Ang, Robert. “ Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia “, First Edition
Mediasoft Indonesia. 1997.
Antonello D”Agostino, Luca Sala, and Paolo Surico. “The Fed and the
Stock Market”. Available: www.ideas.repec.org. 2005.
Ben S. Bernanke and Kenneth N. Kuttner. “What Explaint the Stock
Market’s Reaction to Federal Reserve Policy”. Available:
www.federalreserve.gov. 2003.
Bernd Hayo and Ali M. Kutan. “The Impact of News, Oil Prices, and
Global Market Developments on Russian Financial Markets”.
Available: www.ideas.repec.org. 2004.
Chao, Lee Kuan. et. al. Impacts Of Macroeconomic Factors On The
Performance Of Stock Market In Malaysia. Faculty Of Business And
Finance Department Of Finance: Universiti Tunku Abdul Rahman.
2016.
Ernayani dan Mursalin. Pengaruh Kurs Dolar, Indeks Dow Jones Dan
Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG (Periode Januari 2005 –
Januari 2015). Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan
Akuntansi (SNEMA) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
2015.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit UNDIP. 2001.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang:
Badan Penerbit UNDIP. 2005.
Ghozali, Imam. Analisis Multivariat dan Ekonometrika: Teori, Konsep,
dan Aplikasi dengan Eviews 8. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
2013.
Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. 2003.
139
Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. 2007.
Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. 2013.
Hady, Hamdy. Manajemen Keuangan Internasional. Edisi Ketiga. Mitra Wacana Media. Jakarta. 2012.
Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2001.
Kodrat, David Sukardi et. al. Manajemen Investasi, Pendekatan Teknikal dan Fundamental untuk Analisis Saham. Edisi
Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2010.
Madura, Jeff. Financial Institutions and Markets. New York:
Thomson South Western. 2006.
Murni, Asfia. Ekonomi Makro. Bandung: Refika Aditama. 2013.
Prasetyanto, Panji Kusuma. Pengaruh Produk Domestik Bruto dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2009. Jurnal Riset Akuntansi
dan Bisnis Airlangga Vol.1 No.1. 2016.
Puspitarani, Shinta. Analisis Pengaruh Inflasi, Bi Rate, Kurs Rupiah/Us$, dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,
Semarang. 2016.
Raraga, Filus et. al. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dan Harga Emas Terhadap Hubungan Timbal-Balik Kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2000 -2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,
Semarang. 2012.
Rusbariand, Septian Prima et. al. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Harga
Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, dan Kurs Rupiah Terhadap
Pergerakan Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia. Forum
Bisnis & Keuangan I: Universitas Gunadarma. 2012.
Samsul, Mohammad. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Erlangga, Jakarta. 2008.
140
Sari, Yuni Kemala. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia, Indeks Saham Hang Seng, Kurs Dollar As dan Indeks
Saham Dow Jones Industrial Average terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 -2010. Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2012.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Edisi Kelima. Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.
Sukirno, Sadono. Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. RajaGrafindo
Persada, Jakarta. 2012.
Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Ketiga,
UPP-AMP YKPN, Yogyakarta. 2003.
Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima,
UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2006.
Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Keenam.
UPP STIM YKPN, Yogyakarta. 2011.
Syarofi, Faris Hamam. Analisis Pengaruh Suku Bunga Sbi, Kurs Rupiah/Us$, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Djia, Nikkei 225 dan Hang Seng Index Terhadap Ihsg Dengan Metode Garch-M (Periode Januari 2003 – Mei 2013). Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. 2014.
Tandelilin, Eduardus. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi
Pertama. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA. 2001.
Wardani, Anastasia Putri Kusuma. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham Sektor Pertambangan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006 – 2015. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,
Semarang. 2016.
Witjaksono, Ardian Agung. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.
2010.
Yasmiandi, Fauzan. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga,
Harga Minyak, dan Harga Emas Terhadap Return Saham. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
141
Zulganef. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 2008.
www.bi.go.id
www.bps.go.id
www.economy.okezone.com
www.ekonomi.kompas.com
www.finance.detik.com
www.finance.yahoo.com
www.fred.stlouisfed.org
www.idx.co.id
www.id.wikipedia.org
www.indonesia-investments.com
www.investing.com
www.market.bisnis.com
www. odnv.co.id
www.sg-insight.com
142
LAMPIRAN
DATA- DATA
Data Tingkat Suku Bunga SBI
Sumber: bi.go.id
Data Nilai Kurs Rupiah Terhadap Dollar
Sumber: investing.com
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 9.50% 8.00% 10.49% 6.60% 6.08% 4.88% 4.84% 7.23% 6.93% 6.65%
Februari 9.25% 8.00% 9.20% 6.59% 6.71% 3.82% 4.86% 7.17% 6.67% 6.55%
Maret 9.00% 8.00% 8.74% 6.56% 6.72% 3.83% 4.87% 7.13% 6.65% 6.60%
April 9.00% 8.00% 8.17% 6.50% 7.18% 3.93% 4.89% 7.14% 6.66% 6.60%
Mei 8.75% 8.25% 7.58% 6.58% 7.36% 4.24% 5.02% 7.15% 6.66% 6.60%
Juni 8.75% 8.50% 7.07% 6.60% 7.36% 4.32% 5.28% 7.14% 6.67% 6.40%
Juli 8.25% 8.75% 6.81% 6.63% 7.28% 4.46% 5.52% 7.09% 6.69% 6.40%
Agustus 8.25% 9.00% 6.67% 6.63% 6.78% 4.54% 5.86% 6.97% 6.75% 6.40%
September 8.25% 9.25% 6.58% 6.64% 6.28% 4.67% 6.96% 6.88% 7.10% 6.15%
Oktober 8.25% 9.50% 6.60% 6.37% 5.77% 4.75% 6.97% 6.85% 7.10% 5.90%
November 8.25% 9.50% 6.59% 6.42% 5.22% 4.77% 7.22% 6.87% 7.10% 5.90%
Desember 8.00% 9.25% 6.59% 6.26% 5.04% 4.80% 7.22% 6.90% 7.10% 5.90%
BulanTahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 9100 9246.5 11380 9350 9048 8990 9697.5 12210 12667.5 13775
Februari 9131.5 9065 11980 9337 8821.5 9020 9663.5 11609 12925 13372
Maret 9120 9215 11555 9090 8707.5 9144 9717.5 11360 13075 13260
April 9088 9222 10585 9012.5 8564 9190.5 9722.5 11561.5 12962.5 13185
Mei 8827 9315 10290 9175 8535.5 9400 9795 11675 13224 13660
Juni 9035 9220 10207.5 9060 8576.5 9392.5 9925 11855 13332.5 13212.5
Juli 9225 9095 9925 8940 8500 9445 10277.5 11577.5 13527.5 13098.5
Agustus 9390 9150 10080 9035 8533 9535 10920 11690 14050 13267.5
September 9145 9415 9645 8925 8790 9570 11580 12185 14650 13051
Oktober 9097.5 10900 9550 8937.5 8852.5 9605 11272.5 12085 13687.5 13048
November 9370 12025 9455 9034 9110 9593.5 11962.5 12204 13835 13552.5
Desember 9392.5 10900 9425 9010 9067.5 9637.5 12170 12385 13787.5 13472.5
BulanTahun
143
Data Harga Emas Dunia
Sumber: fred.stlouisfed.org
Data Indeks Dow Jones
Sumber: finance.yahoo.com
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 631.17 889.60 858.69 1117.96 1356.40 1656.12 1670.96 1244.80 1251.85 1097.38
Februari 664.75 922.30 943.16 1095.41 1372.73 1742.62 1627.59 1300.98 1227.19 1199.91
Maret 654.90 968.43 924.27 1113.34 1424.01 1673.77 1592.86 1336.08 1178.63 1246.34
April 679.37 909.71 890.20 1148.69 1473.81 1650.07 1485.08 1299.00 1197.91 1242.26
Mei 666.86 888.66 928.65 1205.43 1510.44 1585.51 1413.50 1287.53 1199.05 1259.40
Juni 655.49 889.49 945.67 1232.92 1528.66 1596.70 1342.36 1279.10 1181.51 1276.41
Juli 665.30 939.77 934.23 1192.97 1572.81 1593.91 1286.72 1310.97 1130.04 1337.33
Agustus 665.41 839.03 949.38 1215.81 1755.81 1626.03 1347.10 1295.99 1117.48 1341.09
September 712.65 829.93 996.59 1270.98 1771.85 1744.45 1348.80 1238.82 1124.53 1326.03
Oktober 754.60 806.62 1043.16 1342.02 1665.21 1747.01 1316.19 1222.49 1159.25 1266.57
November 806.25 760.86 1127.04 1369.89 1738.98 1721.14 1275.82 1176.30 1085.70 1235.98
Desember 803.20 816.09 1134.72 1390.55 1652.31 1688.53 1225.40 1202.29 1068.25 1151.40
BulanTahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 12621.69 12650.36 8000.86 10067.33 11891.93 12632.91 13860.58 15698.85 17164.95 16466.30
Februari 12268.63 12266.39 7062.93 10325.26 12226.34 12952.07 14054.49 16321.71 18132.70 16516.50
Maret 12354.35 12262.89 7608.92 10856.63 12319.73 13212.04 14578.54 16457.66 17776.12 17685.09
April 13062.91 12820.13 8168.12 11008.61 12810.54 13213.63 14839.80 16580.84 17840.52 17773.64
Mei 13627.64 12638.32 8500.33 10136.63 12569.79 12393.45 15115.57 16717.17 18010.68 17787.20
Juni 13408.62 11350.01 8447.00 9774.02 12414.34 12880.09 14909.60 16826.60 17619.51 17929.99
Juli 13211.99 11378.02 9171.61 10465.94 12143.24 13008.68 15499.54 16563.30 17689.86 18432.24
Agustus 13357.74 11543.96 9496.28 10014.72 11613.53 13090.84 14810.31 17098.45 16528.03 18400.88
September 13895.63 10850.66 9712.28 10788.05 10913.38 13437.13 15129.67 17042.90 16284.70 18308.15
Oktober 13930.01 9325.01 9712.73 11118.49 11955.01 13096.46 15545.75 17390.52 17663.54 18142.42
November 13371.72 8829.04 10344.84 11006.02 12045.68 13025.58 16086.41 17828.24 17719.92 19123.58
Desember 13264.82 8776.39 10428.05 11577.51 12217.56 13104.14 16576.66 17823.07 17425.03 19762.60
BulanTahun
144
Data Indeks Hang Seng
Sumber: finance.yahoo.com
Data Indeks Harga Saham Gabungan
Sumber: finance.yahoo.com
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 19651.51 24331.67 12811.57 20608.70 23338.02 21680.08 23020.27 22836.96 24823.29 19111.93
Februari 19800.93 22849.20 13576.02 21239.35 23527.52 20555.58 22299.63 22151.06 24900.89 20776.70
Maret 20318.98 25755.35 15520.99 21108.59 23720.81 21094.21 22737.01 22133.97 28133.00 21067.05
April 20634.47 24533.12 18171.00 19765.19 23684.13 18629.52 22392.16 23081.65 27424.19 20815.09
Mei 21772.73 22102.01 18378.73 20128.99 22398.10 19441.46 20803.29 23190.72 26250.03 20794.37
Juni 23184.94 22731.10 20573.33 21029.81 22440.25 19796.81 21883.66 24756.85 24636.28 21891.37
Juli 23984.14 21261.89 19724.19 20536.49 20534.85 19482.57 21731.37 24742.06 21670.58 22976.88
Agustus 27142.47 18016.21 20955.25 22358.17 17592.41 20840.38 22859.86 22932.98 20846.30 23297.15
September 31352.58 13968.67 21752.87 23096.32 19864.87 21641.82 23206.37 23998.06 22640.04 22934.54
Oktober 28643.61 13888.24 21821.50 23007.99 17989.35 22030.39 23881.29 23987.45 21996.42 22789.77
November 27812.65 14387.48 21872.50 23035.45 18434.39 22656.92 23306.39 23605.04 21914.40 22000.56
Desember 23455.74 13278.21 20121.99 23447.34 20390.49 23729.53 22035.42 24507.05 19683.11 23360.78
BulanTahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 1740.97 2721.94 1285.48 2549.03 3470.35 3985.21 4795.79 4620.22 5450.29 4770.96
Februari 1830.92 2447.30 1434.07 2777.30 3678.67 4121.55 4940.99 4768.28 5518.67 4845.37
Maret 1999.17 2304.52 1722.77 2971.25 3819.62 4180.73 5034.07 4840.15 5086.42 4838.58
April 2084.32 2444.35 1916.83 2796.96 3836.97 3832.82 5068.63 4893.91 5216.38 4796.87
Mei 2139.28 2349.10 2026.78 2913.68 3888.57 3955.58 4818.90 4878.58 4910.66 5016.65
Juni 2348.67 2304.51 2323.24 3069.28 4130.80 4142.34 4610.38 5088.80 4802.53 5215.99
Juli 2194.34 2165.94 2341.54 3081.88 3841.73 4060.33 4195.09 5136.86 4509.61 5386.08
Agustus 2359.21 1832.51 2467.59 3501.30 3549.03 4262.56 4316.18 5137.58 4223.91 5364.80
September 2643.49 1256.70 2367.70 3635.32 3790.85 4350.29 4510.63 5089.55 4455.18 5422.54
Oktober 2688.33 1241.54 2415.84 3531.21 3715.08 4276.14 4256.44 5149.89 4446.46 5148.91
November 2745.83 1355.41 2534.36 3703.51 3821.99 4316.69 4274.18 5226.95 4593.01 5296.71
Desember 2627.25 1332.67 2610.80 3409.17 3941.69 4453.70 4418.76 5289.40 4615.16 5294.10
BulanTahun
145
LAMPIRAN
HASIL OUTPUT EVIEWS
Output Uji Normalitas Jarque-Bera
0
4
8
12
16
20
-500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600
Series: ResidualsSample 1 120Observations 120
Mean -1.34e-12Median -4.218665Maximum 575.4933Minimum -459.2247Std. Dev. 218.6004Skewness 0.318655Kurtosis 2.631669
Jarque-Bera 2.709161Probability 0.258056
Output Uji Heteroskedastisitas (Glejser Test)
Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic 0.578773 Prob. F(5,114) 0.7162
Obs*R-squared 2.970761 Prob. Chi-Square(5) 0.7045
Scaled explained SS 2.682275 Prob. Chi-Square(5) 0.7488
146
Output Uji Multikolinieritas (VIF)
Variance Inflation Factors
Date: 10/09/17 Time: 01:23
Sample: 1 120
Included observations: 120
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
SBI 118.2481 4.255507 3.358214
KURS 0.000681 188.4063 4.974510
GOLD 0.017625 65.77164 3.805410
DJISQRT 13.48818 442.8173 5.698910
HSI 0.000108 125.1744 2.290166
C 80729.58 194.2093 NA
147
Output Regresi Linier Sederhana
Dependent Variable: JKSE
Method: Least Squares
Date: 07/13/17 Time: 12:58
Sample: 1 120
Included observations: 120
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
SBI -81.79353 10.87419 -7.521803 0.0000
KURS 0.078332 0.026087 3.002714 0.0033
GOLD 1.471983 0.132759 11.08761 0.0000
DJISQRT 51.98421 3.672625 14.15451 0.0000
HSI 0.048796 0.010376 4.702686 0.0000
C -5855.205 284.1295 -20.60752 0.0000
R-squared 0.968114 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.966716 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 223.3428 Akaike info criterion 13.70400
Sum squared resid 5686550. Schwarz criterion 13.84337
Log likelihood -816.2400 Hannan-Quinn criter. 13.76060
F-statistic 692.2518 Durbin-Watson stat 0.767018
Prob(F-statistic) 0.000000
148
Output AR(1) (Cochrane-Orcutt)
Dependent Variable: JKSE
Method: ARMA Maximum Likelihood (OPG - BHHH)
Date: 07/13/17 Time: 13:01
Sample: 1 120
Included observations: 120
Convergence achieved after 24 iterations
Coefficient covariance computed using outer product of gradients
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -5958.706 526.8696 -11.30964 0.0000
SBI -46.90862 11.72431 -4.000970 0.0001
KURS 0.135044 0.043175 3.127822 0.0022
GOLD 1.707036 0.196817 8.673202 0.0000
DJISQRT 41.55674 4.989792 8.328352 0.0000
HSI 0.065580 0.008915 7.355899 0.0000
AR(1) 0.710231 0.077446 9.170665 0.0000
SIGMASQ 27630.45 3709.963 7.447634 0.0000
R-squared 0.981408 Mean dependent var 3704.621
Adjusted R-squared 0.980246 S.D. dependent var 1224.200
S.E. of regression 172.0583 Akaike info criterion 13.20373
Sum squared resid 3315654. Schwarz criterion 13.38957
Log likelihood -784.2241 Hannan-Quinn criter. 13.27920
F-statistic 844.6020 Durbin-Watson stat 1.823597
Prob(F-statistic) 0.000000
Inverted AR Roots .71