Post on 10-Dec-2015
description
REFERAT
WAWANCARA Dan PEMERIKSAAN
PSIKIATRI
Disusun oleh:
Nama Sumindah
NIM 11-2014-191
Pembimbing dr. Ayesha Devina,Sp.KJ
Tanda Tangan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN
JIWARUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 22 JUNI – 25 JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
KATA PENGANTAR
1
Segala puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
kasihnya, penyusun dapat menyelesaikan referat dengan judul wawancara dan pemeriksaan
psikiatri ini tepat pada waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan
terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Ayesha Devina Sp.KJ, selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Jiwa ini dan rekan – rekan koass yang
ikut membantu memberikan dorongan semangat.
Penyusun menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga
referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Kedokteran Jiwa
khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Jakarta, Juli 2015
Penyusun
BAB I
2
PENDAHULUAN
Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
segala segi kejiwaan dari manusia dalam keadaan sehat maupun sakit dengan tujuan untuk
meneliti proses terjadinya, menegakkan diagnosa, merencanakan dan melaksanakan pengelolaan
dan pengobatan dari segala macam gangguan dan penyakit jiwa termasuk tingkah laku manusia
serta bertujuan untuk melakukan pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan, serta rehabilitasi
dari penderita dengan tujuan meningkatkan taraf kesehatan jiwa manusia.
Pemeriksaan psikiatri (gangguan jiwa) berbeda dengan pemeriksaan medis umum karena
pasien tidak sepenuhnya memiliki kemampuan untuk menyadari adanya gangguan psikiatri dan
bahkan pasien dapat datang dengan beberapa keluhan somatik/fisik. Dokterpun kadang
meremehkan keberadaan gangguan mental, bahkan beberapa tidak yakin bahwa gangguan
psikiatri sebagai gangguan medis yang “nyata” dan hanya menfokuskan pada keluhan fisik.
Wawancara psikiatrik yang baik merupakan salah satu modal dasar yang harus dimiliki oleh
psikiater karena wawancara selain merupakan alat untuk mendapatkan data juga harus bersifat
terapetik Selama melakukan wawancara, kita harus mengidentifikasi psikopatologi yang terdapat
pada pasien, menginterpretasikan psikopatologi itu ke dalam suatu gejala atau sindroma klinik
yang esensial untuk dapat menegakkan diagnosis (dalam hal ini diagnosis multiaksial dengan
menggunakan kriteria PPDGJIII) melalui suatu proses yang efisien. 1,2,4
BAB II
3
PEMBAHASAN
I. Wawancara Psikiatri
Proses wawancara dapat dilakukan pada pasien sendiri (autoanamnesa) maupun dengan
orang lain yang mengantar/keluarganya (heteroanamnesa) atas seijin pasien dan sesuai indikasi.
Dahulukan autoanamnesa secara terpisah sebagai penghargaan terhadap penderita dan tidak
menimbulkan kecurigaan, terutama pada penderita dengan kepribadian agak curiga.2
Nancy Anderson dan Donald Black telah menuliskan 11 teknik yang sering pada sebagian
besar situasi wawancara psikiatrik.4
1. Dapatkan rapport dengan pasien di awal wawancara
2. Tentukan keluhan utama pasien
3. Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan diagnosis banding sementara
4. Singkirkan atau masukkan berbagai kemungkinan diagnostik dengan menggunakan
pertanyaan yang terpusat dan terperinci
5. Ikuti jawaban yang samar-samar atau tak jelas dengan seksama untuk menentukan
keakuratan jawaban atas pertanyaan.
6. Biarkan pasien berbicara dengan cukup bebas untuk mengamati bagaimana kuatnya
pikiran berkaitan
7. Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup
8. Jangan takut untuk menanyakan tentang topik yang anda atau pasien rasakan sulit atau
memalukan
9. Tanyakan tentang pikiran atau ide bunuh diri
10. Berikan pasien kesempatan untuk menanyakan pertanyaan pada akhir wawancara
11. Simpulkan wawancara awal dengan mendapatkan rasa kepercayaan, dan jika mungkin
harapan.
Dengan persiapan-persiapan di atas maka seorang dokter psikiatri dapat membuat sebuah
wawancara yang baik, memperoleh kepercayaan dari pasien, yang dapat digunakan untuk
4
membuat suatu diagnosis yang tepat. Untuk mendapatkan hasil yang baik seorang dokter
psikiatri perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
Pendahuluan
Mulailah dengan memperkenalkan diri. Jelaskan secara jujur status dan kapasitas anda,
bangun kepercayaan tunjukkan sikap penuh pengertian dan minat, serta selalu waspada jangan
sampai mengganggu rasa harga diri penderita mengingat cara pemeriksaan dan keadaan
lingkungan waktu pemeriksaan mempengaruhi reaksi penderita. 2
Penatalaksanaan Waktu
Untuk sebuah konsultasi awal hendaklah suatu wawancara berkisar antara 30 menit hingga 1
jam, tergantung pada keadaan. Wawancara dengan pasien psikotik atau pada pasien dengan
penyakit medis biasanya singkat, hal ini dikarenakan oleh pasien yang mungkin merasakan
bahwa wawancara adalah suatu hal yang menegangkan. Wawancara yang panjang mungkin
diperlukan di ruang gawat darurat. Kunjungan yang kedua maupun kunjungan selanjutnya
beserta wawancara psikiatrik yang terus menerus juga bervariasi dalam lamanya.4
Seringkali, pasien datang lebih awal baik beberapa menit maupun jam dan mungkin sangat
awal. Dari sini dapat ditemukan suatu kesimpulan apakah pasien sedang mengalami suatu
kecemasan ataupun suatu kebutuhan yang mendesak (dalam hal ini dapat dianggap sebagai suatu
petunjuk berat ringannya suatu keluhan).Pada umumnya setelah wawancara yang pertama,
wawancara yang berikutnya memungkinkan seorang pasien untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahan informasi yang telah diberikan pada kesalahan pertama. Untuk itu perlu untuk
ditanyakan apakah ia telah berpikir mengenai wawancara yang pertama. Pada umumnya, saat
rasa nyaman dan akrab pasien dengan dokter meningkat, mereka menjadi semakin mampu untuk
mengungkapkan perincian tentang kehidupan mereka.4
Screening dan Follow Up
Awali dengan pertanyaan terbuka (open ended question), kemudian sesuaikan gaya
wawancara dengan komunikasi yang berjalan spontan saat itu. Ingatlah untuk tetap fleksibel,
menjauhkan dari asumsi pribadi terhadap keadaan penderita, dan waspada terhadap reaksi
emosional yang mungkin terjadi. Gunakan pertanyaan tertutup (closed ended question) pada
saaat yang tepat untuk mengumpulkan berbagai detil yang tidak dapat diformulasikan menjadi
gambaran klinis atau diagnosis. Pendekatan yang baik adalah dengan mengkombinasikan
5
keduanya dengan teknik yang berkelanjutan dari pertanyaan luas ke pertanyaan yang terfokus
dan tajam. Memulai topik baru dengan pertanyaan terbuka yang luas; lanjutkan dengan
memfokuskan pada satu topik target; dan akhiri dengan serial pertanyaan yang semakin
menyempit, sesekali tertutup – tipe ya/tidak. Pertanyaan ya/tidak dapat digunakan untuk
verivikasi, spesifik, atau memancing respon. Jika ingin menghindari pertanyaan tertutup,
gunakan pertanyaan terbuka yang tajam dan fokus.
Penderita gangguan jiwa sering mengalami distorsi tranferensi. Kewaspadaan dan
penghargaan tetang dinamika hubungan penderita dan dokter serta potensinya untuk distorsi
transferensi tentang dokter dari penderita, merupakan faktor yang sangat penting bagi dokter
agar tetap obyektif, menjaga jarak, menunjukkan empati dan tidak terlalu banyak sehingga tidak
hanyut dalam perasaan terhadap pasien. Dengan pandangan demikian maka dokter akan tetap
sabar, toleran dan cukup bebas dari cemas pribadi menghadapi penderita.
Anamnesis, bertujuan untuk menggali data subyektif dengan menanyakan alasan berobat dari
keluhan utama pasien, riwayat gangguan sekarang, gangguan dahulu, riwayat perkembangan diri,
latar belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan. Jangan terlalu berharap
pada wawancara yang pertama, tapi pupuklah kepercayaan pelan-pelan sehingga dengan
pertanyaan-pertanyaan yang halus kita dapat membuka rahasia hidup penderita tanpa
menimbulkan rasa cemas yang berlebihan. Penderita yang sangat terganggu secara akut harus
diperiksa secepat mungkin sebab keadaannya mungkin cepat berubah.2,3
Klarifikasi Riwayat
Tiap pasien mempunyai cara menjawab yang berbeda - beda. Beberapa pasien menjawab
pertanyaan dengan jelas, yang lainnya menjawab secara sempit, tidak sesuai dengan pertanyaan,
tidak jelas, atau sirkumstansial. Dalam beberapa situasi, pewawancara perlu membantu pasien
untuk dapat memberi jawaban yang lebih jelas. Teknik yang dapat membantu pasien
memperjelas jawabannya adalah specification, generalization, checking symptom, leading
question, probing, interrelation, dan summarizing. Spesifikasi dilakukan bila pasien yang
memberikan jawaban tidak jelas maka pertanyaan bias ubah menjadi lebih tertutup, generalisasi
dilakukan bila pasien hanya memberikan informasi yang spesifik saat pewawancara memerlukan
penjelasan mengenai pola perilaku secara keseluruhan. Pewawancara dapat mengajukan beberapa
daftar gejala (checking symptom) kepada pasien untuk membentu menilai adanya psikopatologi, hal
tersebut dilakukan jika cerita yang disampaikan pasien tidak jelas. Leading question mengarahkan
6
pasien pada jawaban yang spesifik. Pasien kadang menyampaikan makna dan pentingnya suatu
situasi yang ia alami tanpa menjelaskan alasannya. Pewawancara harus mencoba untuk menemukan
alasan tersebut dengan teknik yang disebut probing. Pewawancara harus melakukan eksplorasi
mengenai hubungan (interrelation) yang tidak logis yang disampaikan oleh pasien dalam wawancara.
Teknik summaries berguna pada pasien yang memberikan jawaban yang tidak jelas atau
sirkumstansial, asosiasi longgar, flight of ideas, seperti pada pasien bipolar atau siklotimia. Teknik
ini membantu memfokuskan perhatian pasien. Dengan teknik ini pewawancara juga dapat
merefleksikan kembali pada pasien apa yang dipikirkan oleh pewawancara mengenai kata-kata
pasien. Pewawancara perlu berhati-hati dalam menggunakan teknik ini karena dapat mengarahkan
pasien dan pewawancara meletakkan kata-katanya pada pasien.3
Identifikasi
Meliputi pertanyaan tentang identitas dan orientasi. Bermanfaat untuk administrasi dan agar tidak
salah mengenali pasien. Selain itu, komponen-komponen ini ada kaitannya dengan penyakit tertentu.
Misalnya schizophrenia serangan pertamanya biasanya pada usia kurang dari 45 tahun, depresi lebih
banyak terjadi pada wanita. Daerah Blitar secara epidemiologis banyak penduduknya yang terkena
schizophrenia. Identifikasi pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku bangsa/latar
belakang, kebudayaan, status sipil, pendidikan, dan pekerjaannya. Orientasi dinilai dengan
menanyakan posisi pasien sekarang dalam ruang dan waktu.2,3
Keluhan utama
Sebab utama yang menyebabkan seseorang secara aktif/pasif datang/dibawa berobat (tidak harus
ke dokter) menurut pasien dan/atau keluarganya. Misalnya, tertawa sendiri tanpa sebab, nangis tanpa
sebab, gaduh gelisah, bingung, kemudian dikaitkan dengan fungsi mental yang mana. Lakukan
autoanamnesa terlebih dahulu dengan menanyakan alasan pasien datang/berobat, berapa lama ia
mengalami gangguan tersebut, apakah ada pencetus yang berhubungan dengan awal keluhannya, dan
bagaimana pasien memahami gangguannya. Heteroanamnesa yang ditanyakan meliputi sejak kapan
tampak perilaku tidak yang wajar tersebut, perkiraan mengapa hal tersebut terjadi, dan berapakali
kambuhnya. 2,3
Riwayat Penyakit Sekarang
Bertitik tolak dari keluhan utama yaitu permulaan gangguan (gejala/tanda pertama) hingga
keadaan sekarang. Susun secara sistematis dan kronologis. Didapatkan dari anamnesa baik secara
heteroanamnesa atas ijin penderita (bila diindikasikan agar secara cepat tahu gambaran gejala)
7
maupun autoanamnesa (dahulukan) dengan prinsip 5W+How. Tanyakan fungsi jiwa secermat
mungkin antara lain:
Afek emosi : apa pasien pernah menangis/tertawa tanpa sebab
Proses berfikir : apakah pasien pernah berbicara melantur. Rincilah apa yang dibicarakan
nilailah bentuk dan isi pikiran, sedangkan arus pikiran tidak bisa dinilai karena tidak direkam
saat itu.
Presepsi : pernahkan melihat/mendengar sesuatu yang tidak dilihat/didengar orang lain
Kemauan : bagaimana tentang perawatan diri, pekerjaan, pergaulan sosial 2,3
Riwayat Penggunaan Obat-obatan
Tanyakan pola penggunaan obat-obatan terlarang termasuk intake alkohol dan penggunaan
mariyuana, kokain, heroin dan halusinogen.
Riwayat Psikiatri terdahulu
Tanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami gangguan yang sejenis, termasuk apakah
sudah pernah menemui dokter dan mendapat pengobatan. Bila sudah, rinci jumlah, warna obat yang
pernah diterima dan hasil pengobatan serta riwayat perawatan di rumah sakit.
Riwayat Perkembangan dan Sosial
Riwayat pribadi ditanyakan antara lain mengenai perkembangan fisik dan mental, hubungan
antar manusia, hidup, emosi, sifat, minat, kemampuan, prestasi, ketrampilan, pengalaman penting,
kepercayaan, gangguan jiwa yang pernah dialami yang dapat dibagi dalam masa-masa : graviditas
ibunya, kelahiran bayi, kanak-kanak, pubertas, adolesens, dewasa, tua/senja usia. Misalnya
menanyakan penderita anak ke berapa dari berapa bersaudara (predesposisi anak ke-1 dan terakhir
atau anak tunggal), masa kelahiran, pertumbuhan, dididik, tinggal dengan siapa, riwayat
perkembangan pendidikan, riwayat pekerjaan (suka pindah? kenapa?), bakat, minat, penggunaan
waktu luang dan riwayat pernikahan. 2,3
Faktor Premorbid
Untuk mengetahui penyebab dan prognosa penyakit. Mulai dari lahir, balita, sekolah dasar,
hingga sekarang. Berhubungan dengan keturunan, riwayat perkembangan dan stressor psikososial.
Kepribadian premorbid, diperlukan untuk mengetahui prognosa. Tentukan sifat-sifat sebelum
timbulnya gangguan bila tidak ditemukan gangguan kepribadian sebutkan ciri-ciri kepribadian. Jika
ditemukan sesuaikan dengan kriteria PPDGJ III. 4
8
Faktor Keturunan
Riwayat keluarga orang tua, saudara, susunan keluarga, susunan anggota rumah tangga dalam
rumah yang ditempatinya, anggota keluarga yang pernah atau sedang menderita gangguan jiwa atau
penyakit fisik lain. Apakah ada keluarga (ayah, ibu, saudara, suami/istri) yang menderita gangguan
jiwa dan apakah pernah sampai masuk rumah sakit.
Faktor Pencetus
Faktor pencetus/stressor psikososial, peristiwa apa yang mendahului gejala, untuk mengetahui
prognosa dan cara terapi.
Faktor Organik/Riwayat penyakit medis terdahulu
Pernahkah mengalami penyakit fisik misalnya kejang (mulai lahir sampai sekarang), DM, stroke,
Hipertensi.
Riwayat Pengobatan
Tanyakan obat-obatan yang sering ia gunakan baik yang dengan resep atau tanpa resep.
II. Pemeriksaan Status Mental
Selanjutnya psikiater melakukan pemeriksaan mental yang dapat membantu memahami
keadaan sakit pasien yang kemudian dicatat dalam status pemeriksaan mental. Status
pemeriksaan mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan jumlah total
observasi pemeriksa dan kesan atau impresi tentang pasien psikiatri saat wawancara.4
Deskripsi Umum : Merupakan gambaran tampilan dan kesan keseluruhan terhadap
pasien yang direfleksikan dari postur, sikap, cara berpakaian dan berdandan. Seorang
dokter harus memperhatikan tatapan mata, kerutan dahi, tremor atau keringat di muka
yang merupakan tanda adanya kecemasan. Perlambatan dari pergerakkan tubuh, aktivitas
tanpa tujuan, hiperaktivitas, dan agitasi perlu diperhatikan. Penilaian terhadap sikap
pasien dapat digambarkan sebagai sikap yang kooperatif, bersahabat, penuh perhatian,
jujur.2
Mood dan Afek :Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasive
dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
Pemeriksaan dapat menilai suasana perasaan pasien dari pernyataan yang disampaikan
9
oleh pasien, dari ekspresi wajah, perilaku motorik, atau bila perlu dapat dinyatakan
kepada pasien tentang suasana perasaan yang dialaminya.2
Afek merupkan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai melalui ekspresi
wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuh pasien (bahasa tubuh). Afek
mencerminkan situasi emosi sesaat, dapat bersesuaian dengan mood maupun tidak.
Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal, terbatas, tumpul, atau mendatar.2
Pembicaraan: Seorang dokter harus dapat menilai pembicaraan pasien apakah ia
berbicara spontan atau tidak, kecepatan berbicara, dan kualitas bicara. Amati cara pasien
berbicara seperti banyak berbicara, mengomel, fasih, pendiam, tidak sopan atau berespon
normal terhadap isyarat yang disampaikan. Pembicaraan dapat cepat atau lambat,
tertekan, ragu-ragu, emosional, dramatik, monoton, keras, berbisik, cadel, terpatah-patah,
atau bergumam.2
Persepsi : Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi dapat dihayati pasien terhadap
diri dan lingkungannya. Gangguan persepsi melibatkan sistem sensorik seperti auditorik,
visual, olfaktorik, atau taktil, isi halusinasi atau ilusi perlu digambarkan.2
Pikiran: Pikiran dapat dibagi menjadi proses dan isi pikir. Proses pikir merupakan cara
saat seseorang menyatukan semua ide-ide dan asosiasi-asosiasi yang membentuk
pemikiran seseorang. Pada proses pikir dapat ditemukan adanya arus pikir yang cepat,
yang secara ekstrim disebut flight of ideas. Perhatikan apakah pasien sungguh-sungguh
menjawab pertanyaan yang disampaikan pemeriksa, apakah respons yang disampaikan
pasien relevan atau tidak. Sedangkan isi pikir merujuk kepada apa yang dipikirkan oleh
seseorang berupa ide, keyakinan, preokupasi, dan obsesi.2
Sensorium dan Kognisi: Bertujuan untuk menilai fungsi kognitif, orientasi, daya ingat,
kalkulasi, kemampuan membaca dan menulis, kemampuan visuospasial, dan berbahasa.
Gangguan kesadaran biasanya menunjukkan adanya gangguan otak organik. Kesadaran
berkabut merupakan penurunan kewaspadaan menyeluruh terhadap lingkungan. Pasien
yang mengalami perubahan kesadaran biasanya ditandai dengan gangguan orientasi.
Penilaian orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang. Dokter harus menentukan apakah
pasien dapat menyebutkan dengan tepat tanggal, waktu, dan hari. Penilaian terhadap
tempat dapat dinilai dari bagaimana mereka berperilaku dan mengetahui dimana mereka
10
berada. Penilaian terhadap orang dapat dinilai dengan menanyakan nama-nama orang
terdekat.2
Gangguan konsentrasi dapat disebabkan oleh adanya gangguan fungsi kognitif, ansietas,
depresi, dan halusinasi auditorik. Selain itu seorang psikiatri harus menguji kemampuan
membaca dan menulis pasien dengan meminta pasien menuliskan satu kalimat kemudian
dibacakan. Pemeriksa juga harus memperhatikan intelegensi pasien yang berhubungan
dengan kosa kata dan pengetahuan umum yang dimilikinya seperti nama presiden saat ini
dan informasi-informasi terkini.2
Pengendalian Impuls : Seorang dokter harus menilai kemampuan pasien untuk
mengontrol impuls seksual, agresi, dan impuls lainnya. Penilaian terhadap impuls
dilakukan untuk menilai apakah pasien berpotensi membahayakan diri dan orang lain.2
Daya Nilai dan Tilikan : Selama wawancara psikiatrik berlangsung, pemeriksa perlu
memperhatikan kemampuan daya nilai sosial pasien. Apakah pasien dapat memahami
akibat dari perbuatan yang dilakukannya dan apakah pemahamannya ini mempengaruhi
dirinya. Selain itu dokter perlu menilai pemahaman pasien terhadap penyakit yang
dideritanya. Derajat tilikan terdiri atas:2
- tilikan derajat 1 menyangkal bahwa dirinya sakit
- tilikan derajat 2 Mengakui dan menyangkal bahwa dirinya sakit pada saat yang
bersamaan.
- tilikan derajat 3 menyalahkan orang lain/faktor eksternal sebagai penyebab sakitnya
- tilikan derajat 4 sadar bahwa sakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui
dalam dirinya
- tilikan derajat 5 sadar bahwa dirinya sakit tetapi tidak bisa menerapkan dalam
mengatasinya (tilikan intelektual)
- tilikan derajat 6 sadar bahwa dirinya sakit dan sudah bisa menerapkannya sampai
kesembuhannya (tilikan emosional sejati)
Reliabilitas :Pemeriksaan psikiatrik juga memperhatikan kesan pemeriksa terhadap
kemampuan pasien untuk dapat dipercaya dan bagaimana ia menyampaikan peristiwa dan
situasi yang terjadi secara akurat. Pemeriksa dapat menilai kejujuran dan keadaan yang
sebenarnya dari yang dikatakan pasien.2
11
Setelah pemeriksa melakukan wawancara psikiatrik komprehensif, pemeriksaan status
mental, informasi yang didapat dirangkum dalam bentuk laporan psikiatrik, dengan
susunan sesuai standar riwayat psikiatrik dan status mental. Setelah itu pemeriksa
menyarankan pemeriksaan lebih lanjut bila diperlukan dan membuat resume tentang
penemuan yang bermakna dan tidak, membuat diagnosa multiaksial sementara, membuat
prognosis, bila perlu membuat formulasi psikodinamik dan terakhir membuat rencana
penatalaksanaan.2
III. Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan
Status Internus : Merupakan pemeriksaan fisik secara umum sesuai dengan bidang
penyakit dalam untuk mengetahui penyakit-penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan
fisik umum harus mengikuti format standar yang berlaku, meliputi sistem-sistem per
organ di tubuh mulai dari kepala hingga kaki.1
Status neurologis : Merupakan pemeriksaan fisik di bidang neurologi. Evaluasi
neurologis secara detail, umumnya penting pada pasien psikiatrik untuk mengetahui
tanda-tanda kelainan neurologis yang mungkin dikeluhkan oleh pasien.1
Wawancara diagnostik lanjutan
Wawancara dengan anggota keluarga, teman atau tetangga oleh pekerja sosial
Tes psikologis, neurologis, atau laboratorium sesuai indikasi, seperti;
elektroensefalogram, scan tomografi komputer pencitraan resonansi magnetik, tes untuk
gangguan medis lainnya, tes pemahaman membaca dan menulis, tes untuk afasia, tes
psikologi proyektif, tes supresi deksametasone, tes urine 24 jam untuk intoksikasi logam
berat.1
IV. Diagnosis
Secara garis besar, fenomena perilaku bermanifestasi dalam tiga aspek besar, yaitu perilaku,
pikiran, dan perasaan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai gangguan jiwa apabila memenuhi
kriteria gangguan jiwa. Menurut WHO orang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang merasa
sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.1
12
Klasifikasi diagnostik dibuat menurut edisi empat “American Psychiatric Association’s
Diagnosis dan Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV)”. DSM-IV menggunakan suatu
skema klasifikasi multiaksial yang terdiri dari lima aksis, masing-masing harus dicantumkan
dalam diagnosis.4
1. Aksis I, terdiri dari semua sindroma klinis (contoh : gangguan suasana perasaan,
skizofrenia, gangguan kecemasan umum) dan kondisi lain yang merupakan pusat
perhatian klinis.
2. Aksis II, terdiri dari ganguan kepribadian dan retardasi mental.
3. Aksis III, terdiri dari tiap penyakit medis (contoh : epilepsi, penyakit kardiovaskuler,
penyakit gastrointestinal, gangguan endokrin).
4. Aksis IV, dimaksudkan pada masalah psikologi dan lingkungan (contoh : perceraian,
kematian orang yang dicintai,dll).
5. Aksis V, berhubungan dengan penilaian global yang ditunjukkan oleh pasien selama
wawancara (contoh : fungsi sosial, pekerjaan, dan psikologis): digunakan skala ranking
yang berurutan dari 100 (berfungsi superior) sampai 1 (fungsi sangat terganggu).
V. Prognosis
Prognosis adalah suatu pendapat tentang kemungkinan perjalanan segera dan di masa
datang, tingkat dan akibat gangguan. Faktor prognosis yang baik dan buruk, seperti yang telah
diketahui dan dituliskan.4
BAB III
KESIMPULAN
Kasus Psikiatri ditegakkan bila mana terdapat gejala klinis yang nyata berupa sindroma
perilaku dan psikologi (terdapat gangguan fungsi kognitif, afektif dan psikomotor), ditemukan
kondisi penderitaan atau distress berupa rasa nyeri, tak nyaman, disfungsi organ, dan lainnya
serta timbulnya disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan
untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, pekerjaan, social, dan
lainnya). Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti prosedur klinis yang lazim dilakukan dalam
13
praktek kedokteran klinis, yaitu meliputi langkah-langkah sebagai berikut : Anamnesis,
merupakan pemeriksaan yang terpenting dalam mendiagnosis gangguan jiwa. Ada dua jenis
anamnesis yaitu :
Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan kepada keluarga, saudara atau
teman dekat penderita dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang : Gejala
gangguan jiwa saat ini, Riwayat gangguan jiwa sebelumnya, Riwayat perkembangan,
Riwayat penyakit dalam keluarga (nuclear dan extended), Silsilah keluarga, Riwayat
pribadi penderita, dan Stressor psikososial.
Autoanamnesis, menggali informasi, tanda dan gejala langsung kepada penderita :
Menggali gejala yang ada, karena penderita psikotik memiliki insight yang buruk ,
Menggali stressor yang dialami bagi penderita non psikotik ,Menggali riwayat kehidupan,
pekerjaan dan informasi lainnya bagi penderita non psikotik.
Daftar Pustaka
1. Darce J., Kopelman P., 2004, Buku Saku Ketrampilan Klinis, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
2. Linda B. Andrews, 2009, The Psychiatric Interview and Mental Status Examination, in The
American Psychiatric Publishing Textbook of Clinical Psychiatry, 5th Edition. Edited by
Robert E. Hales, Stuart C. Yudofsky, Glen O. Gabbard, American Psychiatric Publishing,
Inc, www.psychiatryonline.com, akses 03-11-2009
3. Sadock BJ, Sadock VA. 2003, Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry. 9th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. 1. Maslim R.1998. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ
– III. Jakarta.
5. Kaplan dan Sadock, 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh. Binarupa Aksara, Jakarta
14