Post on 27-Oct-2015
description
Vaginosis Bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Gardnerella
vaginalis.
ETIOLOGI
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah
menjadi genus Gardnerella atas dasar hasil penyelidikan mengenai fenotipik dan
asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak, dan berbentuk
batang Gram-negatif atau variabel-Gram, tes katalase, oksidase, reduksi nitrat,
indole, dan urease semuanya negatif.
Kuman ini bersifat anaerob fakultatif, dengan produk akhir utama pada
fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang menghasilkan asam laktat dan
asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat.
Untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,
biotin, purin, dan pirimidin. Setelah inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
dalam kelembaban atmosfer 5%, tumbuh koloni pada agar darah manusia dengan
diameter sekitar 0,5 mm, bulat, opak, dan halus. Timbul hemolisis beta pada darah
manusia dan kelinci, tidak pada darah domba.
PATOGENESIS
Patogenesis masih belum jelas. G. vaginalis termasuk flora normal dalam
vagina melekat pada dinding. Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan
yang erat antara kuman ini dengan bakteri anaerob pada patogenesis penyakit
vaginosis bakterialis (VB).
Analisis cairan lemak dalam cairan vagina dengan gas liquid
chromatography menunjukkan bahwa pada wanita dengan V.B. perbandingan
antasa suksinat dan laktat naik menjadi lebih besar atau sama dengan 0,4 bila
dibandingkan dengan wanita normal atau dengan yang menderita vaginitis oleh
karena Candida albicans.
Sekret vagina pada V.B. berisi beberapa amin termasuk di dalamnya
putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin.
Setelah pengobatan berhasil, sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin
mempunyai peranan penting pada patogenesis V.B. karena setelah dilakukan
isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan
metronodazol, ternyata cukup efektif terhadap G. vaginalis, dan sangat efektif
untuk kuman anaerob.
Dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino
dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam
amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang
menyenangkan bagi pertumbuhan G. vaginalis. Setelah pengobatan efektif, pH
cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui dapat menyebabkan
iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh yang
keluar dari vagina berbau.
Basil-basil anaerob yang menyertai V.B., diantaranya adalah Bacterioides
bivins, B. capillosis, dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia,
menghasilkan B. lactamase dan lebih dari setengahnya resisten terhadap
tetrasiklin. Faktor hospes manakah yang menimbulkan gejala, belum diketahui.
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian
menambah deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh
pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respons inflamasi lokal yang
terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina
dan dengan pemeriksaan histopatologis. Tidak ditemukan imunitas.
Timbulnya V.B. ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah
menderita infeksi Trichomonas. G. vaginalis dapat diisolasikan dari darah wanita
dengan demam pascapartus dan pasca-abortus.
Kultur darah seringkali menunjukkan flora campuran, bakteriemia G.
vaginalis bersifat transient dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan antimikrobal.
Pada 2 penyelidikan mengenai infeksi traktus urinarius selama kehamilan, G.
vaginalis dapat diisolasikan dari urin dengan cara aspirasi suprapubik pada 15-
50% kasus. Penyakit ini biasanya menyerang laki-laki muda, dengan gejala piuria,
hematuria, disuria, polakisuria, dan nokturia. Adanya organisme ini dalam uretra
pria dapat terjadi tanpa gejala uretritis.
MANIFESTASI KLINIS
Wanita dengan V.B. akan megeluh adanya duh tubuh dari vagina yang
ringan atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan oleh penderita
sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan. Bau lebih menusuk setelah
senggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnoemal. Iritasi daerah
vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), serta kemerahan dan edema pada
vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimptomatik. Pada pemeriksaan terlihat
adanya duh yubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen, berbau dan jarang
berbusa. Gejala peradangan umum tidak ada.
Pada pria dapat terjadi prostatitis ringan sampai sedang, dengan atau tanpa
uretritis. Gejalanya berupa piuria, hematuria, disuria, polakisuria, dan nokturia.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Duh tubuh vagina berwarna abu-abu, homogen, dan berbau.
2. Pada sediaan basah sekret vagina terlihat leukosit sedikit/tidak ada, sel epitel
banyak, dan adanya kokobasil kecil-kecil yang berkelompok. Adanya sel
epitel vagina yang granular diliputi oleh kokobasil sehingga batas sel tidak
jelas, yang disebut clue cells, adalah patognomotik. Ditemukannya clue cells
sebagai kriteria diagnostik, dilaporkan sensitivitasnya 70-90% sedangkan
spesifitasnya 95-100%. Kombinasi sediaan basah dan pewarnaan gram
usapan vagina lebih dapat dipercaya. Pada pewarnaan gram dapat dilihat
batang-batang kecil gram-negatif atau variabel-gram yang tidak dapat
dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel dengan kokobasil, tanpa ditemukan
laktobasil.
Gambaran pewarnaan Gram duh tubuh vagina diklasifikasikan menurut
modifikasi kriteria SPIEGEL dkk. Sebagai berikut:
a. Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran
jenis bakteria termasuk morfotipe Gardnerella dan batang gram-positif
atau gram-negatif yang lain atau kokus atau keduanya. Terutama dalam
jumlah besar, selain itu dengan morfotipe Lactobacillus dalam jumlah
sedikit atau tidak ada di antara flora vaginal dan tanpa adanya bentuk-
bentuk jamur.
b. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus di antara flora
vaginal dengan atau tanpa morfotipe Gardnerella dan tidak ditemukan
bentuk jamur.
c. Indeterminate kalau diantara kriteria tidak normal dan tidak konsisten
dengan vaginosis bakterial.
Pada pewarnaan Gram juga dievaluasi ada atau tidak ada bentuk batang
lengkung Mobiluncus spp.
3. Bau amis setelah diteteskan 1 tetes larutan KOH 10% pada sekret vagina. Tes
ini disebut juga tes Sniff (tes amin).
4. pH vagina 4,5-5,5.
5. Pemeriksaan kromatografi
Perbandingan suksinat dan laktat meninggi sedangkan asam lemak utama
yang dibentuk adalah asam asetat.
6. Pemeriksaan biakan
Biakan dapat dikerjakan pada media di antaranya: agar Casman, dan Protease
peptone starch agar, dibutuhkan suhu 37oC selama 48-72 jam dengan
ditambah CO2 5%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak dengan tepi yang
jelas, dan dikelilingi zona hemolitikbeta. Sebagai media transpor dapat
digunakan media transpor Stuart atau Amies.
7. Tes biokimia
Reaksi oksidase, indol, dan urea negatif, menghidrolisis hipurat dan kanji.
Untuk konfirmasi harus disingkirkan infeksi karena T. vaginalis dan C.
albicans.
PENATALAKSANAAN
- Secara topikal penyembuhan hanya bersifat sementara, preparat yang
digunakan antara lain:
1. Krim sulfonamida tripel, penyembuhannya berkisar antara 14-86%.
2. Supositoria vaginalberisi tetrasiklin atau yodium povidon 76%.
3. Buffered acid gel telah dicoba, tetapi hasilnya tidak dipublikasikan.
4. Krim sulfonamida tripel sebagai acid cream base dengan pH 3,9 dipakai
setiap hari, selam 7 hari.
- Secara sistemik digunakan:
1. Metronidazol, dengan dosis 2x500 mg setiap hari selama 7 hari, atau
tinidazol 2x500 mg setiap hari selama 5 hari.
2. Ampisilin atau amoksisilin, dengan dosis 4x500 mg per oral selam 5 hari.
Kegagalan pada pengobatan dapat diterangkan karena adanya laktamase
beta yang diproduksi oleh spesies-spesies Bacteriodes.
3. Klindamisin 300 mg per oral 2x sehari selama 7 memberi angka
kesembuhan hampir sama dengan metronidazol 500 mg per oral 2 kali
sehari 7 hari.
Mycobacterium leprae
A. DEFINISI
• Infeksi Kronik, progresif
• Inf bakteri Mycobacterium . Leprae
• Menyerang saraf tepi (primer)→kulit, mulut, saluran napas atas,RES,
mata, otot, tulang, testis , kec susunan saraf pusat
B. ETIOLOGI
• Kuman Mycobacterium leprae dg pengecatan Ziehl Nielson bersifat tahan
asam
• Bentuk batang (bacil)
• Soliter maupun berkelompok
• Hidup intraseluler terutama jaringan bersuhu dingin
C. KLASIFIKASI
Menurut Ridley dan Jopling
1. Tipe tuberkuloid (TT)
2. Tipe borderline tuberculoid (BT)
3. Tipe mid borderline (BB)
4. Tipe borderline lepromatous (BL)
5. Tipe lepromatosa (LL)
Tipe tuberkuloid (TT)
• Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas
jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau
central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi
• Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan
otot, dan sedikit rasa gatal
Tipe borderline tuberculoid (BT)
• Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak
• Sering disertai lesi satelit di tepinya Jumlah lesi dapat satu atau beberapa,
tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak
sejelas tipe tuberkuloid.
• Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris.
Tipe mid borderline (BB)
• Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum
penyakit kusta. (bentuk dimorfik)
• Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap,
batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan
cenderung sirnetris.
• Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya.
Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.
Tipe borderline lepromatous (BL)
• Lesi dimulai dengan makula, sedikit à cepat menyebar keseluruh badan.
• Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Walaupun masih kecil,
papul dan nodus lebih tegas ,simetris dan beberapa nodus tampaknya
melekuk pada bagian tengah.
• Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi,
berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul
dibandingkan dengan tipe LL.
Tipe lepromatosa (LL)
• Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa,
berkilap, berbatas tidak tegas
• Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga
menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina
yang dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis.
• Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat
menjadi atrofi testis.
• Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking & glove
anaesthesia.
D. PATOFISIOLOGI
• Kuman masuk melalui sal pernapasan & kulit yg tidak utuh
• Sumber penularan penderita kusta multibasiler yg belum diobati
• Kuman masuk dalam tubuh à menuju tempat predileksi saraf tepi
• 95% populasi kebal alami terhadap M.Leprae
E. EPIDEMIOLOGI
• Dapat menyerang semua umur→25-35 th
• Anak 1,5 x lebih mudah
• Pria = wanita
• Insiden tinggi pd negara berkembang→sosio-ekonomi rendah
• Indonesia no-3 tertinggi→prevalensi 2,9→angka kecacatan 8% per tahun
• Total penderita 2005 diperkirakan 21.000 kasus
G. GEJALA KLINIS
1. Kelainan syaraf tepi
Sensorik Motorik Autonomik
Hipoastesi
Anaestesi
Kelemahan otot :
ekstremitas atas, bawah,
muka, otot mata
Persyarafan kelenjar
keringat
Lesi tampak kering
Pembesaran syaraf tepi yang dekat dengan permukaan kulit :
n. ulnaris, n auricularis magnus, n. peruneus komunis, n. tibialis posterior &
beberapa syaraf tepi 2. Kelainan Kulit dan organ lain
• Hipopigmentasi /eritematus dengan gangguan estesi yg jelas
• Lanjut :
– Fasies leonina ( gejala infiltrasi yg diffuse dimuka)
– Penebalan cuping telinga
– Madarosis( penipisan alis mata bagian lateral)
– Anestesi simetris pada kedua tangan – kaki (gloves & stocking
anaestesia )
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. KULIT:
gangguan sensibilitas : suhu, nyeri, rasa raba pada lesi yg dicurigai
Gangguan Tes
Sensibilitas suhu Tes panas, dingin
Nyeri Jarum pentul
Rasa raba Kapas
Autonom Gunawan test
Guratan tes àpenderita exersise
àpositif bila tinta masih jelas
PEMERIKSAAN FISIK
2. Syaraf tepi
Nervus Cara Pemeriksaan
N. Auricularis magnus Kepala menoleh kearah yang berlawanan, teraba
syaraf menyilang
muskulus Sternokleidomastoidius bagian 1/3 atas
dan tengah
N. Ulnaris Posisi tangan dalam keadaan pronasi ringan, sendi
siku fleksi, jabat tangan penderita, raba
epikondilus medialis humerus, dibelakang dan atas
pada sulkus ulnaris. Urut kearah proksimal untuk
membedakan dengan tendon
N. Peroneus lateralis Penderita duduk dalam keadaan keadaan lutut
fleksi 90 derajat, raba kapitulum fibulae, kearah
bagian atas dan belakang
N. Tibialis posterior Raba maleulus medialis kaki, raba bagian
posterior dan urutkan kebawah kearah tumit.
Pemeriksaan harus dibandingkan kiri dan kanan
dalam hal besar, bentuk, seratnya, lunaknya
I. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
• Pewarnaan Ziel Nielson
• Sediaan dari kedua cuping telinga & lesi yg ada dikulit
• Cara pengambilan sediaan :
– Bagian yg diambil lebih dulu dilakukan tindakan asepsis
– Bagian tersebut dicepit diantara kedua ibu jari tangan sehingga
tampak jaringan kulit menjadi pucat agar kemungkinan perdarahan
sedikit
– Dengan scalpel steril dibuat sayatan ½ cm panjang sampai
mencapai dermis kemudian scalpel diputar 90derajat sambil
mengeruk sisi dan dasar sampai didapat bubur jaringan
– Bahan tersebut dibuat sediaan apus
• Sediaan yg telah dicat dilihat dibawah mikroskop, pembesaran 1000 x
Bentuk kuman yang mungkin ditemukan :
Solid ( utuh) Dinding sel tidak putus
Mengambil zat warna secara merata
Panjang kuman 4-5 kali lebar
Ujung tumpul
Fragmented Pecah-pecah
Granular Seperti titik titik tersusun garis atau berkelompok
Globus Bentuk solid, fragmented, granuler
Clump Granular, berbentuk pulau
Didapatkan BTA Positip dengan pewarnaan Ziel Nielsen
à Berupa gambaran globi
Indeks bakteri Ukuran semi kauntitatif dengan nilai 1+
samapi 6+
Indeks morfologi Merupakan persentasi bentuk utuh/solid
terhadap seluruh Basil Tahan Asam
J. PEMERIKSAAN SEROLOGIS
LEPROMIN TEST Untuk mengetahui imunitas seluler dan
membantu menentukan tipe kusta
MLPA ( Mycobacterium Lepra Particle
Agglutination )
Untuk mengetahui imunitas humoral
terhadap antigen yg berasal dari M.
leprae
PCR ( Polimerase Chain Reaction) Sangat sensitif
Dapat mendeteksi 1- 10 kuman
Sediaan biasanya diambil dari jaringan
K. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
à Sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis & menentukan tipe kusta
DIAGNOSIS
1. Adanya Cardinal sign :
• Kelainan kulit yg hipopigmentasi atau eritematosa dengan anatesi yang
jelas
• Kelainan syaraf tepi berupa penebalan syarf dengan anastesi
• Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam
Diagnosa ditegakkan bila dijumpai satu tanda utama tersebut diatas.
Tanda Kardinal :
1. Bercak kulit yang mati rasa→makula hipopigmentasi or eritematus→tes
sensibilitas: nyeri, suhu, raba
2. Penebalan saraf tepi→gangguan fs sensoris, motoris, otonom
3. Pemeriksaan Laboratorium→kuman bacil tahan asam→BI dan MI→PB
BTA (-)<2, MB BTA >+2
Dx: 1 tanda kardinal, bila tdk ada→periksa ulang 3-6 bln
Menurut Ridley & Joplin
SIFAT LEPROMATUS BL BB
Bentuk Makula, papula,
infiltrat difus
Makula, plakat,
papul
Plakat, punched-out
Jumlah Tak terhitung,
hampir tidak ada
kulit yang sehat
Sukar dihitung,
masih tampak
kulit sehat
Dapat dihitung, kulit sehat
jelas terlihat
Distribusi simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar
Batas Tdk jelas Agak jelas Lebih jelas
Anestesi Tdk ada sampai tdk
jelas
Tdk jelas Lebih jelas
SIFAT BT TT
Bentuk Makula dibatasi
infiltrat, infiltrat
saja
makula saja, macula dibatasi
infiltrat
Jumlah Beberapa atau satu
dengan lesi satelit
Satu atau beberapa
Distribusi Masih asimetris Asimetris
Permukaan Kering bersisik Kering bersisik
Batas Jelas Jelas
Anestesi Jelas Jelas
KLASIFIKASI WHO
Pembanding Tipe Pausibasiler (PB) Tipe Multibasiler (MB)
Lesi kulit 1-5 lesi
Makula
hipopigmentasi atau
eritema
Distribusi tidak
simetris
Hilangnya sensasi
jelas
Lebih dari 5 lesi
Makula datar, papul
dan nodul
Distribusi simetris
Anestesi tidak jelas
Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
MH tipe Multibasiler ( BL)
Regio thorakalis posterior dan Ekstremitas à superior tampak makula
eritematus batas jelas dengan diameter bervariasi 2-5 cm, jumlah > 5, Anestesi
(+).
Untuk Menghindari Kecacatan
Cuci tangan dan kaki setiap sesudah bekerja dengan sedikit sabun
Rendam jari tangan dan kaki sekitar 20 menit dengan air dingin.
Apabila kulit sudah lembut, gosok kaki dengan busa agar kulit kering
terkelupas
Untuk menambah kelembaban dapat diolesi minyak
Secara teratur periksa kaki, apakah ada luka, kemerahan atau nyeri dan
segera mencari pertolongan medis
Lindungi jari tangan dan kaki misalnya memakai sepatu, hindari
berjalan jauh dan hindari bersentuhan dengan benda-benda tajam.
Usahakan untuk melatih jari-jari tangan selama 10 detik oleh orang
lain atau diri sendiri.
DIAGNOSA BANDING
• Tipe I→tinea versikolor, pitiriasis alba, dermatitis seboroika
• Tipe TT→ tinea korporis, psoriasis, lupus eritematosus diskoid, pitiriasis
rosea
• Tipe BB, BT, BL→ selulitis, erisipelas
• Tipe LL → lupus eritematus sistemik, erupsi obat
Penyulit
1. Sekunder infeksi
2. Reaksi
3. Kecacatan
PENATALAKSANAAN
Waktu terapi Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Dewasa Anak Dewasa Anak
Sekali sebulan
(dengan
pengawasan)
Rifampisin
600 mg
Rifampisin
450 mg
Rifampisin 600
mg, Klofazimin
300 mg
Rifampisin 450 mg,
Klofazimin 200 mg
Setiap hari Dapson
100mg
Dapson 50 mgDapson 100 mg,
Klofazimin 50mg
Dapson 50 mg,
Klofazimin 50mg
Jangka
pemberian
6 – 9 bulan 12 – 18 bulan
Ulkus Molle
Penyakit infeksi genital akut, setempat, auto-inoculable, disebabka haemophilus
ducreyi, dengan gejala klinis khas à ulkus pada tempat masuk, seringkali disertai
supurasi KGB regional.
Etiologi :
H. ducreyi
Merupakan bakteri gram negative
Anaerobic fakultatif
Bentuk batang pendek, ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk
spora.
Memerlukan hemin untuk pertumbuhannya
Pathogenesis
Trauma/ abrasi à kuman mengeinfeksi à penetrasi pada epidermis à limfa
(limfadenitis) à inflamasi dan supurasi
Gambaran Klinis :
Masa inkubasi 1-5 hari
Awal : makila atau papula à pustule à pecah à ulkus yang khas
Sifat ulkus : multiple, lunak, nyeri tekan, dasarnya kotor, mudah berdarah,
tepi ulkus menggaung, kulit sekitar ulkus berwarna merah.
Pria : di daerah preputium, glans penis, batan penis, frenulum, dan anus.
Wanita : vulva, klitoris, serviks, dan anus.
Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus
yang disertai radang akut. Kelenjar melunak à pecah à sinus (sangat
nyeri disertai febris).
Variasi bentuk klinis :
Giant Chancroid : ulkus hanya satu, cepat meluas, bersifat destruktif.
Transient chancroid : ulkus kecil, sembuh sendiri setelah 4-6 hari,
disusul perlunakan kelenjar limfe inguinal 10-20 hari kemudian.
Ulkus mole serpiginosum : terjadi inokulasi dan penyebaran dari lesi
yang konfluen pada preputium, skrotum pada paha. Ulkus bertahan
bertahun-tahun.
Ulkus molle gangrenosum : varian yang disebabkan super infeksi
dengan bakteri fusosprikhetosis, menimbulkan ulkus fagadenik. Dapat
menyebabkan destruksi jaringan yang cepat dan dalam.
Ulkus molle folikularis (folikular cancroid) : pada folikel rambut
terdiri atas ulkus kecil multiple. Dapat terjadi di vulva atau pada
daerah genitalia yang berambut. Lesi sangat superficial.
Ulkus molle popular (ulkus molle elevatum) : papul à berulserasi dan
granulomatosa.
Pemeriksaan :
a. Laboratorium :
Pemeriksaan langsung bahan ulkus à pewarnaan gram.
Positif jika ditemukan kelompok basil yang tersusun seperti
barisan ikan.
Kultur pada media agar Muller Hinton atau media yang
mengandung serum dengan vancomysin. Positif bila kuman
tumbuh dalam waktu 2-4 hari (dapat sampai 7 hari).
Tes serologi Ito-reenstierna (0,1 ml antigen disuntikkan
intradermal pada kulit lengan bawah). Positif bila setelah
24 jam atau lebih timbul indurasi yang berdiameter 5 mm)
Tes ELISA dengan menggunakan whole lysed H. ducreyi.
Tes lain yang dapat digunakan adalah tes fiksasi
komplemen, presipitin, dan agglutinin.
b. Anamnesa :
Gejala klinik yang khas.
Pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diberi pewarnaan
gram.
Penatalkasanaan
Sistemik :
1. Azithromycin 1 gr oral single dose
2. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM
3. Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari
4. Eritromisin 4x 500 ng selama 7 hari
5. Amoksisilin+ asam klavunat 3x125 mg selama 7 hari
6. Sterptomisin 1 gr sehari sekali selama 10 hari
Local :
1. Kompres dengan larutan normal salin 2 kali sehari selama 15 menit
2. Aspirasi abses transkutaneus untuk bubo berukuran > 5 cm dengan
fluktuasi di tengahnya.
PEDIKULOSIS KORPORIS
DEFINISI
Infeksi kulit yang disebabkan oleh pedikulus corporis.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang
dengan hygiene yang buruk, misalnya penggembala, disebabkan mereka jarang
mandi atau jarang mengganti dan mencucu pakaian. Maka penyakit ini sering
disebut sebagai penyakit vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak melekat pada
kulit, tetapi pada serat-serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien
ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit,
lebih sering di daerah yang beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal
dan jarang dicuci.
CARA PENULARAN
1. Melalui pakaian
2. Pada orang yang dadanya berambut terminal kutu ini dapat melekat
pada rambut tersebut dan dapat ditularkan melalui kontak langsung.
PATOGENESIS
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan
rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu
pada waktu menghisap darah
GEJALA KLINIS
Umumnya hanya ditemukan bekas bekas garukan pada badan, karena gatal
baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul
infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.
PEMBANTU DIAGNOSIS
Menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian.
DIAGNOSIS BANDING
Neuritic excoriation
PENGOBATAN
Pengobatannya ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan
tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam. Setelah itu penderita
disuruh mandi. Obat lain adalah emulsi benzyl benzoate 25% dan
bubuk malathion 2%. Pakaian agar direbus dan disetrika, maksudnya
untuk membunuh telur dan kutu. Jika terdapat infeksi sekunder diobati
dengan antibiotic secara sistemik dan topical