Post on 24-Apr-2015
description
UJI MODIFIKASI ATMOSFER SEBAGAI TEKNOLOGI INOVASI
PERTANIAN PRODUK PASCA PANEN
Disusun Oleh :
ARGHYA NARENDRA DIANASTYA (111510501105)(Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan S-1 PS. Agroteknologi Fakultas
Pertanian UNEJ)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara tropis, Indonesia banyak memproduksi produk hortikultura,
terutama buah-buahan dan sayuran. Produk tersebut dinilai memiliki prospek yang
cukup baik karena harganya cukup tinggi, apalagi saat produk yang dihasilkan
sedikit, sedangkan permintaan banyak. Akan tetapi, produk hortikultura yang laku
di pasaran dengan harga tinggi ialah produk yang memiliki kualitas prima (tinggi).
Kualitas produk hortikultura sangat berkaitan dengan penanganan yang dilakukan
saat pasca panen. Inilah yang menjadi masalah bagi produk hortikultura karena
belum dilakukannya penanganan yang baik pada saat pasca panen. Akibatnya,
produk mengalami kemunduran baik dari segi kualitas dan kuantitas, sehingga
keuntungan akan semakin menurun.
Produk pascapanen hortikultura segar sangat mudah mengalami kerusakan-
kerusakan fisik akibat kesalahan penanganan. Kerusakan fisik tersebut terjadi
karena benturan, gesekan, ataupun goresan yang mengakibatkan kemunduran
kualitas. Di samping itu, kandungan air produk hortikultura cukup tinggi, yakni
antara 85-98%. Sehingga, kerusakan akan lebih mudah terjadi, terutama serangan
patogen yang diakibatkan terjadinya luka pada permukaan produk hortikultura.
Produk hortikultura yang telah dipanen masih merupakan benda hidup
karena mengalami proses metabolisme dalam tubuhnya, seperti respirasi dan
transpirasi. Maka dari itu, proses metabolisme yang terjadi pada produk
hortikultura akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada produk tersebut.
Perubahan yang terjadi dapat dilihat secara visual, seperti warna, aroma,
kekerasan, maupun lainnya. Selain itu, perubahan fisiologis juga terjadi yang
menyebabkan perubahan komposisi kimiawi produk hortikultura. Dampaknya
ialah produk tersebut akan mengalami kemasakan yang cepat, sehingga mudah
busuk. Maka dari itu diperlukan suatu cara untuk menunda kemasakan produk
hortikultura, baik buah-buahan maupun sayuran dengan cara modifikasi atmosfer.
Modifikasi atmosfer merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan
suhu sekitar produk buah-buahan ataupun sayuran. Modifikasi atmosfer dapat
dilakukan dengan cara pengemasan terhadap produk hortikultura. Pengemasan
dengan plastik film adalah salah satu cara cara untuk menurunkan laju respirasi.
Penggunaan plastik film mengakibatkan adanya perubahan konsentrasi
karbondioksida dan oksigen di sekitar produk dalam kemasan. Perubahan
konsentrai kedua gas tersebut diakibatkan oleh proses respirasi produk serta
interaksinya dengan permeabilitas plastik terhadap gas oksigen dan
karbondioksida. Menurunnya konsentrasi gas oksigen dan meningkatnya
konsentrasi gas karbondioksida sebagai akibat respirasi produk. Selain itu,
karakteristik permeabilitas dari kemasan plastik juga ikut berperan dalam
mengubah konsentrasi oksigen dan karbondioksida di dalam kemasan, sehingga
mengakibatkan penurunan laju respirasi pada produk yang dikemas. Di samping
itu, untuk meningkatkan efektifitas penurunan laju respirasi, dapat pula dilakukan
cara tambahan dengan pendinginan, misalnya diletakkan dalam lemari pendingin.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini antara lain :
1. Memahami adanya interaksi metabolisme produk dengan karakteristik
permeabilitas plastik yang berpengaruh terhadap mutu produk hortikultura
segar selama penyimpanan.
2. Memahami pentingnya pengemasan dan suhu penyimpanan sebagai cara untuk
memperlambat kemunduran produk.
3. Mampu mengidentifikasi perubahan-perubahan karakteristik mutu produk
segar akibat pengemasan plastik dan suhu selama penyimpanan.
4. Mampu mebuat laporan tertulis secara kritis.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Produk hortikultura terdiri atas buah-buahan, sayuran, obat-obatan, dan
tanaman hias. Sehingga, berdasarkan hal tersebut, Purwono dan Heni (2007)
menyatakan bahwa tanaman hortikultura memiliki beberapa fungsi, yaki sebagai
sumber bahan makanan, hiasan atau keindahan, dan juga pekerjaan. Menurut
Basuki (2010), komoditi hortikultura mudah sekali mengalami kerusakan setelah
dipanen. Penetapan umur panen, cara panen, pengangkutan, dan pengemasan yang
kurang tepat akan mengakibatkan kerusakan pada produk hortikultura. Kerusakan
tersebut berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan mikrobiologis,
sehingga mutu produk hortikultura mengalami penurunan.
Program utama penanganan pascapanen ditekankan pada peningkatan mutu
produk yang masih rendah serta penekanan kehilangan hasil setelah panen yang
masih cukup tinggi. Hal itu disebabkan oleh penggunaan teknologi pascapanen
yang belum memadai. Rekayasa teknologi pascapanen yang mencakup teknologi
saat panen yang tepat, cara pemanenan, penanganan segar, pengolahan, dan
penyimpanan akan memperkecil kehilangan hasil, sedangkan pengembangan
produk dapat memperluas pemasaran dan menciptakan nilai tambah ekonomi
(Muhadjir, 2010).
Teknologi pascapanen juga dilakukan untuk mengendalikan hama dan
penyakit dengan tujuan untuk menghindari kerusakan atau mengontrol produk,
melindungi konsumen, dan mengamankan lingkungan. Demikian pula rekayasa
teknologi untuk memperpanjang masa simpan produk segar hasil pertanian perlu
dikembangkan, seperti teknologi pengemasan dan penyimpanan yang ramah
lingkungan dan aman bagi kesehatan masyarakat (Muhadjir dan Wardah, 1992
dalam Muhadjir, 2010).
Tahap awal dari penanganan segar hasil hortikultura adalah pemanenan.
Dalam pemanenan, berperan ilmu fisiologi pemanenan yang berhubungan dengan
tingkat ketuaan, tingkat kematangan, dan tingkat kemekaran (degree of blooming),
sesuai jenis komoditasnya (Muhadjir dan Sitorus, 1998 dalam Muhadjir, 2010).
Fisiologi ketuaan menerangkan translokasi hasil metabolisme dari daun ke buah,
yang terjadi pada malam hari sebagai hasil dari proses fotosintesis pada siang hari,
sehingga buah berubah dari kecil menjadi besar atau dari muda menjadi tua.
Fisiologi pematangan menerangkan proses biosintesis, yaitu perubahan fotosintat
karbohidrat menjadi gula atau protopektin menjadi pektin sehingga buah menjadi
lebih manis dan lebih lunak atau matang (Muhadjir, 2010).
Penelitian yang dilakukan untuk mempertahankan kualitas buah masih
terbatas pada penggunaan penggunaan bahan pengemas, penyimpanan suhu
rendah, atmosfer terkendali, modifikasi atmosfer, penggunaan zat kimia berupa
CaCO3, dan pelapisan kulit buah dengan emulsi lilin yang dikenal dengan istilah
pelapisan (coating) atau edible film (Rachmawati, 2010).
Selama distribusi, pemasaran, dan penyimpanan produk buah dan syuran
akan mengalami perubahan sifat yang mengarah ke penurunan mutu (Suhardjo
dkk., 1995 dalam Santosa, 2007). Salah satu masalah utama produk hortikultura
setelah dipanen adalah sifatnya yang mudah rusak oleh pengaruh mekanis serta
kandungan air yang tinggi, sehingga memungkinkan adanya aktivitas enzim dan
mikroorganisme pembusuk. Kulit buah sangat mudah mengalami kerusakan
karena goresan atau gesekan, sehingga diperlukan penanganan pasca panen yang
benar. Tujuannya ialah agar produk hortikultura tersebut tetap dalam keadaan
matang segar, menarik, dan kandungan gizi yang tinggi ketika sampai di
konsumen (Rahmawati, 2011).
Kerusakan produk hortikultura disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor intern
dan ekstern. Faktor intern ialah respirasi,transpirasi, dan serangan
mikroorganisme. Sedangkan faktorn ekstern ialah waktu pemetikan, penanganan
yang kurang tepat, suhu dan lainnya (Dinarwi, 2008). Menurut Pantastico (1986),
kerusakan berupa pembusukan pada produk hortikultura dikarenakan masih
terjadi proses metabolisme. Hal itu menandakan bahwa produk tersebut masih
hidup, hanya saja memiliki batasan waktu yang singkat. Karena apabila cadangan
makanan habis, maka produk hortikultura mengalami kerusakan. Menurut
Rahmawati (2011), kerusakan pasca panen produk hortikultura di daerah tropis
berkisar antara 5-50%.
Kerusakan akan terjadi pada hasil pertanian selama penyimpanan apabila
terdapat oksigen, terutama apabila proses anaerobik masih berjalan. Pada
umumnya kerusakan tersebut merupakan perubahan bau dan rasa. Tiap-tiap hasil
pertanian mempunyai ketahanan sendiri-sendiri terhadap oksigen. Kebanyakan
buah-buahan akan rusak apabila oksigen dalam udara lebih dari 5% (Kays, 1991).
Kerusakan suatu produk hortikultura disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1) hilangnya pasokan air ke produk panenan,
2) tidak tersedianya sinar untuk aktivitas fotosintesis,
3) suhu lingkungan baru di luar suhu normal lingkungannya,
4) kerusakan mekanis yang terjadi saat pemanenan, dan
5) kepekaaan yang meningkat terhadap infeksi mikroorganisme penyebab busuk.
Kerusakan dapat dikendalikan dengan menggunakan kemasan dengan
tambahan bahan kimia Natrium Hidroksida (NaOH) yang merupakan basa kuat
yang mempunyai sifat menyerap gas CO2 yang ada pada kemasan akibat dari
proses respirasi oleh buah. Sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk
hortikultura (Basuki dkk., 2010). Untuk memperpanjang umur simpan buah, dapat
mengatur komposisi oksigen dan karbondioksida dalam kemasan (Amiarsi, 2012).
Pengaturan komposisi atmosfer di sekitar buah yang didasarkan pada
pengurangan komponen gas oksigen secara teoritis akan mengurangi laju respirasi
dan proses metabolisme. Sebagai akibatnya, umur simpan buah akian bertambah
panjang (Dinarwi, 2008). Untuk memperlambat laju kemunduran pasca panen
komoditas buah-buahan dan sayuran diperlukan suatu cara penanganan dan
perlakuan yang baik, sehingga laju respirasi dan transpirasi dapat ditekan
serendah mungkin. Cara yang paling efektif untuk menurunkan laju respirasi
adalah dengan memodifikasi atmosfer sekitar produk. Salah satu cara
memodifikasi atmosfer adalah dengan cara pengemasan (Kays, 1991). Oksigen
yang masuk ke dalam kemasan sama dengan oksigen yang dikonsumsi produk.,
demikian pula karbondioksida. Oksigen dalam udara tidak dapat dihilangkan
seluruhnya karena masih berfungsi menjaga kelangsungan metabolisme.
Penyimpanan modifikasi atmosfer adalah penyimpanan dimana kandungan O2
dikurangi, sedangkan kandungan CO2 ditambah, sehingga menghasilkan
konsentrasi tertentu melalui interaksi keduanya (Dinarwi, 2008). Menurut
Pantastico (1993), konsentrasi O2 yang rendah dapat mempunyai pengaruh
terhadap prosuk hortikultura. Pengaruh tersebut antara lain :
1) Laju respirasi dan oksidasi substrat menurun,
2) Pematangan tertunda, sehingga umur komoditi menjadi lebih panjang,
3) Perombakan klorofil tertunda ,
4) Produksi C2H4 rendah,
5) Laju pembentukan asam askorbat berkurang,
6) Asam-asam lemak tak jenuh berubah,
7) Laju degaradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara.
Rendahnya O2 dan tingginya CO2 dalam udara penyimpanan akan
memperlambat pematangan buah, penurunan laju respirasi, penurunan produksi
etilen, dan perlambatan pembusukan (Dinarwi, 2008). Pengemasan dengan plastik
film adalah salah satu cara cara untuk menurunkan laju respirasi tersebut.
Penggunaan kemasan plastik untuk produk segar akan menyebabkan adanya
perubahan konsentrasi CO2 dan O2 sekitar produk di dalam kemasan, sebagai
akibat dari proses respirasi produk serta interaksinya dengan permeabilitas plastik
terhadap gas O2 dan CO2 (Pantastico, 1986).
Penggunaan bahan plastik sebagai bahan pengemas karena dapat
melindungi dan mengawetkan buah-buahan dan sayuran selama penyimpanan. Itu
diakibatkan oleh menurunnya konsentrasi O2 dan meningkatnya konsentrasi CO2.
Keseimbangan yang terjadi antara konsentrasi O2 dan CO2 sangatlah kecil. Contoh
kemasan yang cocok untuk penyimpanan buah dan sayur adalah PE (polietilen)
dan PP (polipropilken) karena memiliki kerapatan yang rendah (Dinarwi, 2008).
Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat
memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar. Kemasan plastik
memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan yang berbeda dengan
udara normal, sehingga perubahan fisiologis seperti pemasakan dan pelayuan
terhambat (Setyadjit dan Sjaifullah, 1992). Pemilihan ketebalan kemasan plastik
untuk buah-buahan dan sayuran merupakan hal yang kritis karena berhubungan
dengan permeabilitas terhadap O2, CO2, dan uap air (Pantastico, 1986).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum tentang “Modifikasi atmosfer dengan pengemasan untuk produk
hortikultur” dilaksanakan pada Hari Rabu, Tanggal 24 Oktober 2012 di ruang 7
Fakultas Pertanian UNEJ.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Ruang pendingin.
3.2.2 Bahan
1. Buah dan sayur yang telah ditentukan
2. Plastik Polietilen Densitas Rendah (LDPE)
3.3 Cara Kerja
1. Memilih salah satu jenis buah dan sayuran daun sebagai bahan percobaan.
2. Mengemas bahan dengan jumlah dan berat tertentu sebagai unit percobaan
dengan plastik LDPE dengan dua ketebalan berbeda.
3. Memeriksa ulang agar tidak ada kebocoran udara pada bagian sambungan
kemasan plastik.
4. Menempatkan bahan percobaan yang telah dikemas pada suhu dingin dan suhu
kamar.
5. Mengulang perlakuan dalam percobaan ini sebanyak dua kali.
6. Mengamati perubahan mutu bahan percobaan selama periode penyimpanan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Jenis Komoditi
Pengepakan
Kekerasan Warna Pembusukan
Waktu Pengamatan
Waktu Pengamatan
Waktu Pengamatan
5 10 5 10 5 10
Pisang
Tanpa Plastik 4 3 4 3 4 2
Plastik 5 4 5 4 4 4
Timun
Tanpa Plastik 4 3 4 2 4 2
Plastik 4 3 4 4 4 3
Tomat
Tanpa Plastik 3 2 3 2 5 4
Plastik 3 2 4 3 4 4
4.2 Pembahasan
Peningkatan umur simpan produk pasca panen hortikultura dapat dilakukan
dengan modifikasi atmosfer. Modifikasi atmisfer ialah pengaturan oksigen dan
karbondioksida pada ruang simpan suatu produk. Pengemasan dengan plastik
adalah salah satu cara dalam memodifikasi atmosfer. Pengemasan merupakan hal
yang penting dalam memberikan suatu kondisi yang optimal bagi produk pasca
panen hortikultura, sehingga laju kemunduran produk akan diperlambat. Bahan
pengemas yang digunakan harus dipilih dengan memerhatikan ketebalan
pengemas, kecocokan dengan produk, dan tidak berbahaya. Penggunaan
pengemas yang salah akan menimbulkan masalah, terutama bagi kesehatan.
Pengemasan produk pasca panen hortikultura memang harus dilakukan. Hal
itu diakarenakan produk pasca panen hortikultura sangat rentan terhadap
kerusakan dan pembusukan. Maka dari itu, bahan pengemas yang dipilih harus
mampu mempertahankan kualitas produk, mencegah kerusakan produk, sehingga
umur simpannya lebih lama. Pengemasan pada produk hortikultura dilakukan
karena produk tersebut memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga
mudah mengalami kerusakan. Disamping itu, produk pasca panen hortikultura
adalah benda hidup, sehingga masih mengalami metabolisme seperti respirasi dan
transpirasi. Kedua aktivitas tersebut merupakan penyebab semakin cepatnya
produk pasca panen hortikultura mengalami kemunduran. Maka dari itu, untuk
mencegah kemuduran produk tersebut, maka pengemasan dengan plastik perlu
dilakukan. Pengemasan dengan plastik juga memerhatikan keadaan dalam
kemasan yang hubungannya dengan kandungan udara.
Pengemasan produk pasca panen hortikultura harus memerhatikan kondisi
udara dalam kemasan. Pengemasan yang paling baik ialah apabila dalam kemasan
terdapat udara (tidak kedap udara) atau disebut sebagai pengemasan aerob. Hal itu
dikarenakan produk pasca panen hortikultura masih melakukan proses respirasi
dan proses tersebut membutuhkan oksigen. Apabila oksigen pada ruang simpan
atau kemasan terbatas, maka akan terjadi respirasi anaerob yang dapat
mempercepat pembusukan. Respirasi anaerob akan menghasilkan alkohol dan
terjadi kerusakan pada jaringan produk. Selain itu, produk tersebut mengalami
perubahan warna dan bau yang menandakan bahwa produk tersebut membusuk.
Maka dari itu, pengemasan yang terdapat udara dalam kemasan mampu
memperlambat pembusukan karena ketersediaan oksigen masih cukup untuk
melakukan respirasi yang lambat.
Pengemasan produk pasca panen hortikultura dapat menurunkan laju
respirasi karena terjadi perubahan konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam
kemasan. Perubahan konsentrasi keduanya disebabkan oleh proses respirasi
produk serta interaksinya dengan permeabilitas plastik terhadap gas oksigen dan
karbondioksida. Proses respirasi pada produk dan karakteristik permeabilitas
plastik mengakibatkan penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan
konsentrasi karbondioksida, sehingga kondisi tersebut mampu meningkatkan
umur simpan produk. Respirasi dan permeabilitas terhadap oksigen,
karbondioksida, dan uap air sangat dipengaruhi oleh ketebalan kemasan. Hal itu
dikarenakan ketebalan plastik sangat berkaitan dengan kelembaban relatif di
sekitar produk. Menurut Roosmalasari (2009), jenis plastik polietilen densitas
rendah biasanya digunakan untuk mengemas buah-buahan dan sayuran. Hal itu
dikarenakan plastik polietilen mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2 dan
penurunan konsentrasi O2, sehingga mampu memperlambat proses pematangan
dan umur simpan.
Pengemasan yang tidak berhasil atau gagal terjadi apabila di dalam kemasan
terkadung gas karbondioksida tinggi, sedangkan gas oksigen terbatas. Akibatnya
akan terjadi respirasi anaerob yang mengakibatkan matinya sel-sel produk akibat
terhambatnya aktivitas enzim pada proses respirasi. Dampaknya ialah pada proses
pengubahan pati menjadi gula tidak terjadi, namun yang terjadi ialah pati menjadi
alkohol. Pada pengamatan terhadap produk yang dikemas dengan yang tidak
dikemas, diketahui bahwa produk yang dikemas lebih baik daripada yang tidak
dikemas didasarkan pada parameter kekerasan, perubahan warna, dan
pembusukan. Maka dari itu, perlakuan dengan pengemasan mampu menghambat
pembusukan. Alasannya ialah bahwa konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida
dalam kemasan seimbang. Pada saat terjadi repspirasi, maka kandungan oksigen
akan menurun dan kandungan karbondioksida akan meningkat. Akibatnya, proses
respirasi akan berjalan lambat dan pembusukan juga terhambat. Selain itu,
penggunaan plastik yang berisi udara (tidak kedap udara) juga menjadi faktor
keberhasilan pengemasan. Hal itu dikarenakan pada plastik tidak kedap udara,
kandungan oksigen tidak terbatas, sehingga proses respirasi masih berjalan tetapi
lambat. Namun apabila kemasan tersebut kedap udara, maka kandungan oksigen
terbatas dan akan terjadi respirasi anaeroba yang mampu mempercepat kerusakan
produk pasca panen hortikultura.
Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap produk pasca panen
hortikultura pisang, timun, dan tomat, diketahui bahwa pada perlakuan plastik
perubahan kekerasan, warna, dan pembusukan lebih baik daripada tanpa
pengemasan. Pada pengemasan plastik sampai hari ke-10, produk pisang
mengalami perubahan hanya 25% saja yang diukur berdasarkan parameter
kekerasan, perubahan warna, dan pembusukan, sedangkan tanpa pengemasan
perubahan kekerasan dan warna sampai 50% dan pembusukan berubah sebesar
75%. Maka dari itu, sangat jelas pengaruh plastik terhadap produk pasca panen
hortikultura. Plastik dengan kandungan udara di dalamnya (tidak kedap udara)
mampu memperlambat proses respirasi karena oksigen tersedia di dalam kemasan.
Sehingga, dengan adanya oksigen, proses respirasi tetap berjalan tetapi lambat.
Sedangkan, pada produk yang tidak dikemas, kandungan oksigen di atmosfer
sangat tinggi, sehingga proses respirasi berjalan cepat dan mengakibatkan
perubahan kekerasan, warna, dan pembusukan yang cukup besar.
Pada produk timun dalam kemasan plastik mengalami perubahan kekerasan
dan pembusukan 50%, sedangkan perubahan warnanya hanya 25%. Pada produk
timun tanpa kemasan, kekerasannya berubah 50% dan perubahan warna dan
pembusukan hanya 75%. Sama halnya dengan pisang, produk timun dalam
kemsan plastik lebih baik daripada tanpa kemasan. Hal itu karena dalam kemasan
plastik terjadi modifikasi atmosfer simpan, dimana kandungan oksigen lebih
rendah daripada karbondioksida, sehingga proses respirasi berjalan lambat.
Dampaknya ialah umur simpan produk semakin lama. Sedangkan pada produk
tanpa kemasan, tingkat perubahannya lebih besar karena kandungan oksigen di
udara lebih tinggi daripada karbondioksi, sehingga proses respirasi berjalan lebih
cepat yang mengakibatkan perubahan kekerasan, warna, dan pembusukan yang
lebih besar.
Pada produk tomat yang dikemas, diketahui bahwa perubahan kekerasan
75%, perubahan warna 50%, dan perubahan pembusukan 25%. Sedangkan pada
produk tomat tanpa kemasan perubahan kekerasan dan warna sebesar 75%,
perubahan pembusukan 25%. Produk tomat yang dikemas dan tidak dikemas
memiliki tingkat perubahan kekerasan dan pembusukan yang sama. Hal itu
dikarenakan produk tomat memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sehingga
perubahan kekerasan dan pembusukan juga semakin cepat. Disamping itu, alasan
lainnya ialah kondisi kemasan yang kandungan udaranya sedikit (hampir kedap
udara), sehingga kandungan oksigen terbatas yang mengakibatkan terjadinya
respirasi anaerob. Respirasi anaerob mampu mempercepat perubahan produk baik
dari segi kekerasan dan pembusukan serta perubahan warna. Perubahan warna
lebih baik pada produk dalam kemasan. Seharusnya apabila terjadi respirasi
anaerob, perubahan warna justru sama ataupun lebih buruk daripada tanpa
pengemasan. Akan tetapi, alasan yang mungkin ialah umur produk dalam
kemasan lebih muda daripada produk di luar kemasan, sehingga perubahan
warnya lebih rendah daripada produk tanpa kemasan.
Berdasarkan penjelasan di atas, secara umum penggunaan plastik mampu
meningkatkan umur simpan produk yang ditandai dengan kecilnya perubahan
kekerasan, warna, dan pembusukan. Hal itu sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Amiarsi (2012) yang hasilnya sebagai berikut :
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa perubahan warna sangat jelas
berbeda pada konsentrasi oksigen 1% dan karbondioksida 5,0-5,8%. Kandungan
oksigen yang terbatas mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob. Akibat dari
respirasi anaerob tesebut ialah terjadinya kerusakan pada produk yang ditandai
dengan tingginya perubahan warna dan pembusukan. Oleh karena itu,
penyimpanan dengan pengemasan harus memerhatikan kandungan oksigen dalam
kemasan yang dapat diatur dengan pengemasan kedap udara ataupun tidak kedap
udara.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pengemasan merupakan salah satu cara mempertahankan produk dengan
mengatur kondisi atmosfer dalam kemasan.
2. Pengemasan tidak kedap udara memberikan hasil yang lebih baik daripada
kedap udara karena produk masih mengalami respirasi, sedangkan bila kedap
udara, maka kemunduran produk semakin cepat karena mengalami respirasi
anaerobik.
3. Kandungan oksigen yang terbatas mengakibatkan respirasi anaerobik pada
produk pasca panen hortikultura.
4. Perlakuan plastik dapat menghambat pembusukan produk karena respirasi
berjalan lambat akibat kandungan oksigen yang rendah.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum, praktikan harus lebih teliti dalam
menentukan nilai tiap parameter pengamatan. Penggunaan kemasan kedap udara
dan tidak kedap udara harus benar-benar diperhatikan karena akan berpengaruh
pada perubahan produk. Untuk perubahan warna, sebaiknya menggunakan colour
chart agar lebih tepat dalam menentukan warna pada produk hortikultura.
DAFTAR PUSTAKA
Amiarsi, D. 2012. Pengaruh Konsentrasi Oksigen dan karbondioksida dalam kemasan terhadap Daya Simpan Buah Mangga Gedong. J. Hort, 22(2): 197-204.
Basuki, E., A. Prarudiyanto, dan U. Wiliyanto. 2010. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kualitas Mangga CV. Madu Selama Penyimpanan dalam Plastik Polietilen. Jurnal Agroteksos. Vol XX (1): 31-40.
Dinarwi. 2008. Pengaruh Penggunaan Gas Oksigen dan Karbondioksida terhadap Umur Simpan Buah Mangga. Berita Litbang Industri, 39 (1): 24-35.
Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book, NY.
Muhadjir, Imam. 2010. Pengembangan Industri Hasil Hortikultura melalui Inovasi Teknologi Proses Minimal. Pengembangan Inovasi Pertanian, 3 (3): 184-198.
Pantastico, E.B., T.K. Chattopadhay dan H. Subramaryam. 1986. Penyimpanan dan Operasi Penyimpanan Secara Komersil. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pantastico, ERB. 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purwono dan Heni, P. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rachmawati. 2010. Kajian Sifat Kimia Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) dengan Pelapisan Khitosan selama Penyimpanan untuk Memprediksi Masa simpannya.Teknologi Pertanian, 6 (1): 20-24.
Rahmawati, IS., Hastuti, ED., dan Darmanti, S. 2011. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Kalsium Klorida (CaCl2) dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Asam Askorbat Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Jurnal Anatomi dan Fisiologi,19 (1): 62-70.
Roosmalasari, A.A. 2009. Pengaruh Beberapa Jenis Plastik Untuk Pengemasan Individu Terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah Manggis. Skripsi Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Santosa, Budi. 2007. Penentuan Umur Petik dan Pelapisan Lilin sebagai Upaya Menghambat Kerusakan Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan dalam Suhu Ruang. Teknologi Pertanian, 8 (3): 153-159.
Setyadjit dan Sjaifullah. 1992. Pengaruh Ketebalan Plastik untuk Penyimpanan Atmosfir Termodifikasi Mangga Cv. Arumanis dan Indramayu. Jurnal Hortikultura, 2(1): 31-42.