Post on 25-Oct-2015
description
PENDAHULUAN
Upaya perbaikan gizi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950-an yang
dimulai dengan pembentukan panitia perbaikan makanan rakyat di Jawa Tengah. Pada
tahun yang hampir bersamaan dilaksanakan kegiatan serupa di berbagai negara lain.
FAO dan WHO merumuskan suatu program yang dinamakan Applied Nutrition
Program (ANP) yaitu upaya yang bersifat edukatif untuk meningkatkan gizi rakyat
terutama golongan rawan gizi dengan peran serta masyarakat setempat dengan
dukungan dari berbagai instansi secara terkordinasi. Tahun 1969 melalui pertemuan
berbagai instansi dilahirkan nama UPGK dengan menggunakan konsep ANP (Applied
Nutrition Program) dari FAO-WHO. Dalam perkembangannya pada tahun 1984
dicanangkan oleh masyarakat dengan bantuan alat dan tenaga khusus dari pemerintah.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD). PKMD merupakan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada
pelayanan kesehatan dasar, kerjasama lintas sektoral dan peran serta msyarakat. Tujuan
dari Posyandu adalah mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita
serta penurunan angka kelahiran, mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai
dengan kebutuhan.
TINJAUAN PUSTAKA
Posyandu digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1. Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum optimal
kegiatannya dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya tiap bulan dan
kader aktifnya masih terbatas.
1
2. Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau lebih,
tetapi cakupan program utamanya (KB,KIA,GIZI dan Imunisasi) masih rendah
yaitu kurang dari 50%. Kelestarian dari kegiatan posyandu ini sudah baik tetapi
masih rendah cakupannya.
3. Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensi pelaksanaannya
lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau
lebih, cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI dan Imunisasi) lebih dari
50% sudah dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan bahkan sudah ada
Dana Sehat yang masih sederhana.
4. Posyandu tingkat mandiri adalah posyandu yang sudah bisa melaksanakan
programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus, ada
program tambahan Dana Sehat dan telah menjangkau lebih dari 50% Kepala
Keluarga (KK).
Posyandu merupakan lanjutan dari Taman Gizi/Pos Penimbangan, selama ini
dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan
Kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan
melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Upaya
keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan keterpaduan 5 program tersebut baik
dari segi lokasi, sarana maupun kegiatan dalam diri petugas, akan sangat memudahkan
dalam memberikan pelayanan. Oleh sebab itu, sebaiknya Posyandu berada pada tempat
yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri seperti
ditempat pertemuan RT/RW atau tempat khusus yang dibangun masyarakat. Pelayanan
gizi di posyandu diupayakan dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat
dan berakar pada msyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK.
Dengan semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di
2
pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga.
Keterpaduan pelayanan kesehatan dasar khususnya untuk ibu dan anak,
posyandu akan menjadi ujung tombak dalam penanggulangan masalah kurang gizi.
Kegiata pelayanan gizi di posyandu meliputi :
1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita antara lain dengan
penimbangan berat badan secara teratur sebulan sekali.
2. Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah darah untuk ibu hamil
dan pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas (menyusui) dan anak
balita pada daerah rawan GAKY serta pemeberian vitamin A pada bayi, balita
dan ibu nifas (menyusui).
3. Pemberian makanan tambahan sumber energi dan protein bagi anak balita KEP,
jenis makanan tambahan disesuaikan dengan keadaan setempat dan sejauh
mungkin menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
4. Pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan dan persiapan persalinan
terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk kebutuhan gizi bayi.
Penyelenggaraan Posyandu dilaksanakan dengan pola lima meja. Kegiatan
Posyandu dilaksanakan oleh kader. Pola lima meja tersebut adalah :
Meja 1 : Pendaftaran
Meja 2 : Penimbangan bayi dan balita
Meja 3 : Pencatatan (pengisian KMS)
Meja 4 : Penyuluhan perorangan meliputi :
- Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil penimbangan
berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A
dosis tinggi.
- Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi
3
tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah.
- Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar menjadi
anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan alat
kontrasepsi.
Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, KB,
imunisasi serta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.
Kegiatan diatas dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 4
merupakan kegiatan UPGK di Posyandu. Sedangkan kegiatan UPGK di luar jadwal
Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan, motivasi dan penggerakkan UPGK
melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan pemberian ASI dalam keluarga dapat
dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari UPGK dalam keluarga.
Revitalisasi Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar
dan peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum terpuruk sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kemampuan setiap keluarga dalam memaksimalkan potensi
pengembangan kualitas sumber daya manusia diperlukan dalam upaya revitalisasi
Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat yang langsung dapat
dimanfaatkan untuk melayani pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan kualitas
manusia dini, sekaligus merupakan salah satu komponen perwujudan kesejahteraan
keluarga. Peran Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggaraan gizi serta derajat
kesehatan ibu dan anak.pelayanan kebutuhan kesehatan dasar dalam rangka
peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Agar Posyandu dapat melaksanakan fungsi
dasarnya maka perlu upaya revitalisasi terhadap fungsi dan kinerja Posyandu yang telah
dilaksanakan sejak krisis ekonomi yang melanda bangsa kita. Upaya revitalisasi
posyandu telah dilaksanakan sejak tahun 1999 di seluruh Indonesia, tetapi fungsi dan
kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Oleh
karena itu pula, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan
agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran rawan gizi.
4
Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja
Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam
kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status
Sedangkan secara khusus bertujuan sebagai :
Meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan kader Posyandu.
Meningkatkan pengelolaan dalam pelayanan Posyandu.
Meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana, alat, dan obat di Posyandu.
Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat untuk kesinambungan
kegiatan Posyandu.
Meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan Posyandu.
Pelayanan Dasar Gizi
Pelayanan dasar adalah pelayanan utama yang harus diberikan kepada golongan
masyarakat yang rawan terhadap risiko kurang gizi dan terserang penyakit. Kelompok
tersebut adalah wanita, balita dan usia lanjut. Pelayanan untuk wanita meliputi
pelayanan kepada wanita remaja calon ibu, wanita hamil, wanita nifas dan wanita
menyusui. Di negara berkembang seperti di Indonesia, apabila ditelusuri ke belakang,
status gizi kurang dan buruk pada balita ada hubungannya dengan status gizi ibunya
ketika masih remaja. Pada usia remaja terjadi perubahan fisik yang cepat. Oleh karena
itu, mereka harus didukung oleh keadaan gizi kesehatan yang optimal. Menurut hasil
Survey Kesehatan Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan
tahun 1995; 39% remaja wanita menderita KEP tingkat ringan dan 15.8% KEP buruk.
Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada remaja laki-laki. Remaja wanita juga
menderita anemi sebesar 49.2% dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sebesar
29.6%. Pelayanan dasar yang diberikan kepada wanita biasanya berupa pengetahuan
tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan diri dan keluarga, mengatur gizi
seimbang dan pentingnya keluarga berencana. Selain itu, mereka disiapkan secara fisik
dengan memberikan imunisasi pada waktu akan menikah dan jika perlu untuk penderita
anemi besi diberikan suplemen pil zat besi atau tablet tambah darah (TTD), pelayanan
5
pendidikan gizi, kesehatan dan Keluarga Berencaan (KB). Pelayanan ini dapat
diberikan melalui berbagai program seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK),
program makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS), kesehatan sekolah, kesehatan
keluarga dan melalui kegiatan rutin puskesmas. Pelayanan dasar yang diberikan untuk
ibu hamil dan meyusui terutama berupa pemeriksaan kehamilan dan sebelum persalinan
(prenatal care), pertolongan persalinan dan pelayanan pasca persalinan (post-natal
care). Pelayanan gizi dasar bagi ibu hamil dan menyusui dapat berupa penyuluhan gizi
seimbang, pemantauan pertambahan berat badan waktu hamil, suplemen zat yodium,
suplemen pil zat besi dan suplemen energi dan protein. Salah satu pengetahuan gizi
yang harus ditanamkan kepada ibu hamil adalah mengenai pentingnya Air Susu Ibu
(ASI) bagi bayi. Pada masa setelah melahirkan, selain pengetahuan tentang ASI,
diperlukan pengetahuan tentang pentingnya makanan pendamping ASI (MP-ASI)
sesudah bayi berumur 4 bulan. Pelayanan ini dapat dilaksanakan melalui program
UPGK, Posyandu, Puskesmas dan kesehatan keluarga atau program khusus lainnya.
Pelayanan dasar bagi balita (0-5 tahun) terutama ditujukan untuk menjaga agar
pertumbuhan potensional (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir dapat
berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit. Dengan
pertumbuhan fisik yang normal, perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat
dipicu dengan lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung.
Untuk itu pelayanan dasar bagi balita meliputi pemberian imunisasi, pendidikan dan
penyuluhan gizi pada ibu, menciptakan lingkungan yang bersih, penyediaan fasilitas
stimulasi perkembangan mental dan kecerdasan anak dan penyediaan oralit untuk
mengurangi bahaya penyakit diare. Pelayanan dasar gizi dan kesehatan untuk anak
balita dapat dilaksanakan melalui Posyandu, Puskesmas, program kesehatan keluarga
dan program lain. Berbagai lembaga pelayanan dasar tersebut harus bisa terjangkau
baik secara fisik (mudah dicapai) maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap
keluarga, termasuk mereka yang miskin dan tinggal di daerah terpencil.
Status Gizi dan Pengukurannya
Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di
6
dalam tubuh. Mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang
atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu.
Pencapaian status gizi yang baik, didukung oleh konsumsi pangan yang mengandung
zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka
pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Bayi yang berstatus gizi lebih baik dan sehat,
lebih berpeluang mempunyai kemampuan mental dan intelektual yang lebih baik dan
mempunyai usia harapan hidup dan waktu produktif yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
perhatian akan pemenuhan kecukupan gizi dan kesehatan pada bayi menjadi semakin
penting. Cukup beralasan bahwa salah satu tujuan kebijakan pangan dan gizi di
Indonesia adalah perbaikan mutu gizi makanan penduduk, khususnya golongan rawan
gizi seperti anak dibawah lima tahun termasuk bayi dan ibu menyusui Status gizi pada
saat bayi dapat memberi andil terhadap status gizi anakanak bahkan masa dewasa.
Mengingat pentingnya status gizi masa bayi, maka orang tua dalam hal ini ibu
mempunyai peran yang penting untuk dapat mengendalikan agar status gizi anaknya
dapat mencapai optimal. Kebutuhan nutrisi pada saat menyusui jauh lebih besar
dibandingkan pada saat kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama melahirkan, berat seorang
bayi menjadi dua kali lipat dibandingkan pada saat umur sembilan bulan di dalam
kandungan. Susu yang dihasilkan selama 4 bulan mengandung energi yang ekuivalen
dengan energi total pada waktu kehamilan. Tetapi, meskipun demikian sejumlah energi
dan banyak dari nutrien yang dimakan selama kehamilan dipergunakan untuk
mendukung produksi dari ASI. Jumlah ASI yang diproduksi pada masa menyusui,
energi dan kandungan dari nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan ibu serta nutrisi yang
tersedia. Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat hingga 500 kal/hari yang
disertai dengan peningkatan kebutuhan protein, vitamin dan mineral. Masa menyusui
yang cukup lama merupakan masa drainase zat-zat makanan bagi ibu, karena melalui
ASI, sang ibu memberikan kepada bayinya zat-zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan
bayi normal. Oleh karena itu ibu menyusui memerlukan sejumlah zat-zat gizi yang
lebih banyak dari ibu yang sedang hamil, apalagi bila ibu itu tetap bekerja secara aktif
7
di rumah atau di luar rumah. Bila ibu tidak mendapat tambahan gizi yang cukup, maka
ibu akan menjadi kurus dan mudah letih, karena zat-zat makanan yang diperlukan untuk
ASI diambil dari jaringan tubuh ibu. Oleh karena itu selama masa ASI ekslusif atau
sebelum bayi mendapatkan makanan pendamping, tidak dianjurkan untuk melakukan
diet penurunan berat badan. Proses menyusui dapat dikatakan berhasil jika bayi
berkembang dengan baik dan status biokimia yang normal. Jumlah ASI yang
dikonsumsi bayi dan komposisi nutrisi dari ASI biasa digunakan sebagai dasar untuk
melihat adekuatnya nutrisi dari ibu pada masa menyusui. Penilaian status gizi dapat
diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan
cara :
1. Anthropometri yaitu diartikan secara umum ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot dan jumlah air dalam tubuh. Anthropometri merupakan metode pengukuran
secara langsung dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah
gizi utama yaitu masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita
hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Pengukuran status
gizi dengan menggunakan anthropometri dapat memberikan gambaran tentang
status konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, anthropometri
sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah
kurang energi-protein. Indikator anthropometri yang sering dipakai ada tiga
macam yaitu : berat badan untuk mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk
mengetahui dimensi linear panjang tubuh dan tebal lipatan kulit serta lingkar
lengan atas untuk mengetahui komposisi dalam tubuh, cadangan energi dan
protein. dalam penggunaan indikator anthropometri tersebut selalu
dibandingkan dengan umur dari yang akan diukur. Atas dasar itu maka
8
penentuan status gizi dengan menggunakan anthropometri adalah dengan indeks
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat
badan menurut tinggi (BB/TB), dan lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U).
Berat badan mencerminkan masa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka
terhadap perubahan sesaat karena adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh
karena itu, indeks BB/U menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan
menggambarkan skeletal yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur
dan tidak begitu peka terhadap perubahan sesaat. Oleh karena itu indeks TB/U
lebih banyak menggambarkan keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks
BB/TB mencerminkan perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal
yang menggambarkan keadaan gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna
apabila umur yang diukur sulit diketahui. lingkar lengan atas memberi gambaran
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Seperti halnya
dengan berat badan, indikator LLA dapat naik dan turun dengan cepat, oleh
karenanya LLA/U merupakan indikator status gizi saat ini. Diantara indikator-
indikator anthropometri yang telah disebutkan, indeks BB/U merupakan pilihan
yang tepat untuk dipergunakan dalam rangka pemantauan status gizi sebab
sensitif terhadap perubahan mendadak dan dapat menggambarkan keadaan gizi
saat ini (Khumaidi 1997). Penilaian status gizi berdasarkan indikator BB/U,
hasilnya kemudian dibandingkan dengan data anthropometri standar WHO-
NCHS (National Center for Health Statistics) (WHO 1995), dengan kriteria
adalah gizi lebih bila skor-z > 2; normal bila skor- z antara -2 dan 2, gizi kurang
bila skor-z < -3 hingga -2 dan gizi buruk bila skor-z < -3.
2. Pemeriksaan secara klinis yaitu metode yang sangat penting untuk menilai
9
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survei
klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3. Biokimia yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen
yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk
suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang spesifik.
4. Penilaian status gizi secara biofisik yaitu merupakan metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu
seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara :
1. Survei konsumsi makanan yaitu metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik Vital yaitu pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan
dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.
3. Faktor Ekologi, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan
lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Status gizi ditentukan oleh banyak faktor, yang sering dikelompokkan kedalam
penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat disebabkan oleh
kurangnya konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat
disebabkan oleh rendahnya daya beli terutama untuk konsumsi pangan yang
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan
lingkungan serta berbagai faktor lainnya. Faktor tidak langsung yang dapat
mempengaruhi status gizi pada anak yang merupakan faktor resiko yaitu pendidikan
orang tua yang rendah, pendapatan yang rendah, terlalu banyak jumlah anggota
keluarga, anak menderita infeksi yang akut atau kronis seperti diare dan sanitasi di
dalam dan di luar rumah yang tidak cukup baik. Salah satu hal yang terpenting strategi
UNICEF dalam status gizi adalah kerangka kerja konseptual untuk menganalisis
penentu kekurangan gizi dalam konteks spesifik. Dalam penentuan status gizi ada tiga
elemen yang harus dipenuhi, yaitu makanan, kesehatan dan perawatan. Adapun
kerangka kerja konseptual UNICEF dalam status gizi disajikan pada.
Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang
dikonsumsi. Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab
rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan
mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas
kerja dan menurunkan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang
konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya.
Penelitian yang dilakukan Megawangi (1991) di tiga propinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap status gizi anak
balita. Bagaimana hubungan antara pendapatan dan status gizi tidak secara langsung,
tetapi melalui variabel antara misalnya distribusi makanan dalam keluarga, kesehatan
dan keadaan sanitasi, pengetahuan dan keterampilan orang tua, dan banyak faktor
lainnya. Makanan adalah kebutuhan utama manusia sehingga dalam keadaan
pendapatan rendah (terbatas) sebagian besar pendapatan tersebut akan dipakai atau
dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Semakin meningkat pendapatan
biasanya semakin berkurang presentase yang dibelanjakan untuk makan. Hal tersebut
sesuai dengan hukum Engel yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat,
proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap pendapatan total menurun, tetapi
pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini tidak berlaku pada
masyarakat miskin, yang sudah memiliki pengetahuan absolut untuk makanan sudah
sangat rendah (dibawah kebutuhan minimum) sehingga jika terjadi peningkatan
pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk makan pun meningkat.
Pendidikan dan Pengetahuan Ibu
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk
pengembangan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan semakin meningkat produktivitas,
serta semakin meningkat kesejahteraan keluarga. Suatu model hubungan antara
pendidikan dan status gizi anak dikemukakan oleh Leslie (1985) bahwa pendidikan ibu
akan mempengaruhi pengetahuan mengenai praktek kesehatan dan gizi anak sehingga
anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Hubungan tersebut dapat digambarkn.
Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya. Anakanak dari ibu
mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan
hidup serta tumbuh lebih baik, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Bangladesh menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terbadap asupan
protein pada anak-anak pra sekolah, terutama anak yang berusia muda (tahun pertama
kehidupannya). Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya
terhadap perawatan kesehatan, higiene, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-
anak dan keluarganya. Ibu yang berpendidikan rendah memiliki akses yang lebih
sedikit terhadap informasi dan keterampilan yang terbatas untuk menggunakan
informasi tersebut, sehingga mempengaruhi kemampuan ibu dalam merawat anak-anak
mereka dan melindunginya dari gangguan kesehatan.
Zat Gizi, Vitamin dan Mineral
Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat lemak
dan protein yang berada di dalam makanan yang kita makan. Dalam kondisi normal
jumlah energi yang kita peroleh sangat tergantung dari jumlah sumber energi yang kita
makan.
Protein Protein adalah bagian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh
sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi
lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein tersusun
oleh polimer asam amino. Daging, ikan merupakan sumber protein yang sangat bagus.
Sebagai contoh ikan salmon mengandung 30 gram protein dalam 100 gram.
Vitamin A Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata
di lebih 70 negara. Pada tahun 1995, diperkirakan sekitar 3 juta anak-anak di seluruh
dunia setiap tahun menunjukkan xerophthalmia. Vitamin A mempunyai keunikan
sebagai vitamin larut lemak yang pertama kali diketahui. Fungsi yang paling dikenal
dari vitamin A adalah peranannya dalam penglihatan. Bentuk retinol (11-cis-
retinaldehyde) dari vitamin A diperlukan oleh mata untuk transduksi cahaya menjadi
sinyal-sinyal syaraf yang diperlukan untuk penglihatan. Bentuk asam retinoat
diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi kornea dan membran konjugtiva,
sehingga mencegah xerophthalmia. Vitamin A juga dibutuhkan untuk untuk integritas
sel ephitel di seluruh tubuh (Muhilal & Sulaiman 2004). Makanan yang berasal dari
hewan merupakan sumber dari vitamin A yang sudah jadi (preformed vitamin A) atau
retinol, kebanyakan berada dalam bentuk retynil ester. Hati merupakan tempat
penyimpanan vitamin A. Daging, unggas, ikan dan telur mengandung vitamin A dalam
jumlah yang cukup tinggi. Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan, sayuran
berdaun hijau, akar, dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak
sawit merah mengandung vitamin A dalam bentuk prekursor atau karotenoid
provitamin A.
Vitamin C Manusia dan beberapa hewan memerlukan vitamin C dari makanan karena
tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-a-lactone oxidase, yang diperlukan untuk
sintesa vitamin C. Vitamin C pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%,
transportasi dalam bentuk bebas di plasma dan mudah diambil oleh jaringan yang
memerlukan. Absorpsi akan meningkat sampai dosis 150 mg per hari. Ekstraksi melalui
urin dalam bentuk metabolitnya yaitu asam oksilat. Asupan lebih dari 60 mg akan
meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional. Sumber utama vitamin C
adalah buah dan sayuran segar. Biasanya sumber vitamin C dikaitkan dengan jeruk
walaupun buah dan sayuran daun yang lain juga merupakan sumber yang baik. Dalam
menetapkan Angka Kecukupan (AKG) Vitamin C perlu diketahui jumlah cadangan
dalam tubuh yang dapat memelihara fungsi vitamin C dan laju turn over yang terjadi.
Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum yang dapat dimetabolisir di
jaringan tubuh dan dapat mencerminkan aktivitas fisiologis yang optimal. Dengan
jumlah cadangan yang demikian maka perkirakaan turn over vitamin C adalah 60 mg
per hari. Dengan memperhitungkan kemampuan absorpsi maka jumlah yang diperlukan
adalah 70-75 mg yang mungkin bisa meningkat untuk beberapa individu sampai 100
mg. Untuk ibu hamil dan menyusui perlu diperhatikan kebutuhan janin dalam
kandungan ataupun bayi yang menyusu. Penambahan pada ibu hamil harus
memperhatikan peningkatan kebutuhan ibu dan kebutuhan janin yang dikandungnya.
Untuk ibu menyusui, hendaknya disesuaikan dengan produksi ASI dan kandungan
vitamin C dalam ASI serta intik bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Vitamin B1 (Tiamin) Nama lain dari vitamin B1 adalah Tiamin. Tiamin merupakan
koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Vitamin ini larut
dalam air dan tidak tahan panas. Tiamin merupakan faktor pada dekarboksilat oksidatif
dari asam a-ketoglutarat. Selain itu, ia terlibat pada pembentukan dan degradasi keton
oleh transketolase yang mengkatalis interkonversi gula dengan 3 sampai 7 atom
karbon. Dengan demikian kebutuhan tiamin dikaitkan dengan asupan karbohidrat.
Absorspsi vitamin dalam jumlah asupan sehari-hari relatif mudah di bagian proksimal
intestin. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk tiamin asetat atau metabolitnya.
Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat
badan. Aktivitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan energi, sehingga aktivitas fisik
rata-rata perhari perlu diperhatikan untuk penetapan jumlah asupan yang dianjurkan.
Food and Nutrition Board USA memberikan rekomendasi berdasarkan beberapa studi
jumlah 0,5 mg per 1000 Kal dan minimal 1 mg untuk asupan energi kurang dari 2000
Kal. Untuk ibu hamil dan menyusui diperlukan tambahan sebesar 0,3 mg per hari.
Kalsium (Ca) Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan
sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Tubuh orang dewasa mengandung
sekitar 1000-1300 g kalsium yang kurang dari 2% berat tubuh. Kandungan normal
kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 ml. Sekitar 48 % serum kalsium adalah ionik
dimana 46 % dalam senyawa protein darah . Sisanya dalam bentuk senyawa komplek
yang mudah difusi, seperti dalam bentuk sitrat . Sumber utama kalsium untuk
masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi (kaya) adalah susu dan hasil olahnya
yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah
sayuran hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan. Faktor yang
mempengaruhi kebutuhan adalah biovailabilitas, aktivitas fisik dan keberadaan zat gizi
lain. Penyerapan kalsium kurang baik pada bahan makanan yang mengandung tinggi
asam oksalat (bayam, ubi jalar) atau asam fitat (biji-bijian, kacang-kacangan). ASI
merupakan sumber zat gizi utama bagi bayi 0-6 bulan. Kadar kalsium ASI relatif tetap
rata-rata 260 mg/L. Asumsi rata-rata volume ASI untuk Indonesia adalah 750 ml/hari
untuk 6 bulan pertama dan 600 ml untuk 6 bulan kedua. Jika 80% asupan kalsium
berasal dari ASI rata-rata penyerapannya 61 %. Kalsium dari makanan tidak
berpengaruh negatif terhadap biovailibilitas kalsium dari ASI. Retensi kalsium pada
bayi diperhitungkan 68 mg/hari berdasarkan kehilangan kalsium. Tingkat penambahan
kalsium dihitung 30-35 mg/hari untuk bayi 0-4 bulan dan 50-55 mg/hari untuk bayi 5-
11 bulan. Selama masa menyusui diperlukan 250 mg sehari kalsium agar kualitas ASI
tetap baik. Kehilangan kalsium selama menyusui akan segera dapat teratasi setelah
penyapihan. Sama seperti ibu hamil, diperkirakan sekitar 50% ibu menyusui di
Indonesia masih dalam usia pertumbuhan. Jika untuk pertumbuhan diperlukan
tambahan kaslium sekitar 300 mg/hari. Maka ibu menyusui di Indonesia perlu
tambahan 150 mg/hari. Oleh sebab itu, asupan kalsium selama masa menyusui
ditetapkan sama dengan selama masa kehamilan yaitu 950 mg/hari.
Fosfor (F) Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh. Dalam
tubuh fosfor mempunyai peran struktural dan fungsional. Penetapan kecukupan fosfor
untuk bayi 0-11 bulan adalah didasarkan pada AI (asupan ratarata). ASI merupakan
sumber fosfor satu-satunya pada bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Tidak
ada laporan tentang kekurangan fosfor pada bayi lahir cukup bulan yang mendapat ASI
eksklusif. Kadar fosfor dalam ASI rata-rata 110 mg/L. Rata-rata penyerapan fosfor dari
ASI adalah 85%. Retensi fosfor pada bayi diperhitungkan 59 mg/hari. Rata-rata
penyerapan fosfor dari makanan pada anak adalah 70% sedangkan pada dewasa adalah
60%. AI fosfor untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan fosfor dari ASI sekitar
750 ml sehari yaitu 100mg/hari. Kecukupan fosfor untuk bayi 7-11 bulan didasarkan
pada asupan ASI 600 ml/hari atau 75 mg fosfor sehari ditambah asupan dari MP-ASI
sekitar 150mg/hari. MP-ASI umumnya mengandung tinggi fosfor dibanding ASI.
Sehingga rata-rata asupan 225 mg/hari fosfor sehari akan dapat memenuhi
kecukupannya. Selama masa kehamilan ataupun menyusui efisiensi penyerapan fosfor
adalah 60% dan EAR ditetapkan 490 mg/hari. Belum ada informasi yang menyatakan
bahwa selama masa kehamilan dibutuhkan fosfor lebih banyak dibanding masa tidak
hamil. Kecukupan fosfor rata-rata selama masa kehamilan sama dengan selama masa
menyusui yaitu 600 mg/hari. Jika kehamilan ataupun menyusui terjadi pada umur
kurang dari 19 tahun maka kecukupan fosfor adalah 1100 mg/hari.
Besi (Fe) Besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang
digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat
besi sebagai metal atau senyawa besi. Dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro dan
bentuk ferri. AI besi untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan besi dari ASI sekitar
750 ml sehari yaitu 0.27 mg/hari. Simpanan besi cukup untuk 6 bulan pertama
kehidupan bayi. Oleh sebab itu kecukupan besi bayi 0-6 bulan adalah 0.50 mg/hari.
Masa menyusui pada bulan pertama tidak ada kehilangan besi akibat menstruasi dan
setelah 6 bulan dipastikan sudah mendapatkan menstruasi lagi. Kecukupan besi selama
masa menyusui memperhitungkan kehilangan besi akibat menstruasi serta kebutuhan
untuk mempertahankan kualitas besi ASI. Jika kecukupan besi pada keadaan normal
(tidak hamil) adalah 26 mg/hari. Ekskresi besi melalui ASI sekitar 0.25 mg/hari atau
dibutuhkan sekitar 2.5 mg/hari jika tingkat penyerapan 10 %. Oleh sebab itu,
kecukupan besinya adalah 32 mg/hari.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, banyak hal yang tidak sesuai antara teori dengan
pelaksanaan kegiatan posyandu di lapangan.
Dalam pelaksanaannya di posyandu borobudur tidak sesuai dengan teori yang ada, di
posyandu borobudur hanya terdapat 4 meja, yaitu meja pendaftaran, meja penimbangan
bayi dan balita, meja pencatatan (pengisian KMS), dan meja unutk imunisasi. Jadi di
posyandu borobudur hanya terdapat 4 meja, disana tidak ada meja khusus untuk
penyuluhan. Selain itu masalah lainnya antara lain mekanisme pengaturan tempat yag
tidak teratur, Komunikasi antara peserta posyandu dan tenaga medis yang kurang dan
kurangnya fasilitas.
Deskripsi Permasalahan
Ketika mengunjungi posyandu, kami menemukan beberapa permasalah, diantaranya :
1. Tidak ada meja khusus untuk penyuluhan
2. Mekanisme pengaturan tempat
3. Komunikasi antara peserta posyandu dan tenaga medis
4. Kurangnya fasilitas
Beberapa masalah ini menurut kami perlu dilakukan perbaikan agar posyandu
yang dilaksanakan bisa berfungsi secara maksimal. Adapun masalah di atas akan
kami bahas satu persatu sesuai dengan kondisi di lapangan.
1. Tidak ada meja khusus untuk penyuluhan, berdasar teori yang ada harusnya
terdapat meja untuk penyuluhan yang meliputi :
- Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil
penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan, oralit
dan vitamin A dosis tinggi.
- Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi
tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah.
- Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar
menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan
alat kontrasepsi.
2. Mekanisme pengaturan tempat, seharusnya meja pendaftaran di letakan di paling
pojok agar agar rutenya beraturan : registrasi, penimbangan, tempat melakukan
anamnesis, imunisasi dan penyuluhan. Posisi tempat yang tidak beraturan
menyebabkan tempat yang sudah kecil semakin sempit. Bagi kami kondisi
tempat juga mempengaruhi kedisiplinan pasien untuk selalu hadir dan membuat
kondisi itu agar bisa di senangi anak-anak.
3. Komunikasi antara peserta posyandu dan tenaga medis, peserta posyandu perlu di
ajak komunikasi sekitar perkembangan KMS. Jika ada permasalahan bisa
dikonsultasikan langsung. Dan kita sebagai tenaga medis harus bisa peka
terhadap apa yang menjadi permasalahan pasien sebagai peserta posyandu. Hal
ini juga mempengaruhi kedisplinan peserta posyandu dalam ikut aktif dan
disiplin melaksanakan imunisasi.
4. Kurangnya fasilitas, seperti ketersediaan meja. Menurut kami meja yang
disediakan kurang jumlahnya. Dengan pengaturan meja yang baik beserta alat-
alat yang disediakan, kemungkinan keteraturan antrian hingga pelaksanaan
posyandu bisa tercipta.
DOKUMENTASI KEGIATAN POSYANDU
PEMBAHASAN
Berdasarkan deskripsi kegiatan posyandu diatas beberapa masalah yang
terjadi di posyandu tersebut harus segera dilakukan perbaikan. Kegiatan posyandu
seharusnya sesuai dengan dasar teori yang ada, karena bila terdapat satu
komponen yang kurang maka tujuan posyandu untuk menanggulangi masalah
kesehatan masyarakat terutama masalah kurang gizi tidak akan tercapai.
Masalah-masalah yang terjadi di posyandu :
1. Meja khusus untuk penyuluhan
Pada dasar teori dijelaskan, bahwa adanya meja penyuluhan bertujuan
untuk memberikan :
- Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil
penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan,
oralit dan vitamin A dosis tinggi.
- Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko
tinggi tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet
tambah darah.
- Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar
menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan
pelayanan alat kontrasepsi.
Pada posyandu yang kami datangi tidak terdapat meja khusus untuk
penyuluhan, seharusnya hal ini diperhatikan oleh kader posyandu. Tidak adanya
meja khusus penyuluhan akan menghambat masyarakat untuk mendapatkan
informasi kesehatan yang seharusnya mereka ketahui. Kedepannya seharusnya
posyandu menyediakan meja khusus penyuluhan yang sangat penting dalam
menunjang program posyandu untuk lebih optimal.
2. Mekanisme pengaturan tempat
Meja disusun tidak sesuai dengan urutan kegiatan. Susunan meja
berdasarkan teori posyandu yang kami dapat :
Meja 1 : pendaftaran
Meja 2 : penimbangan bayi dan balita
Meja 3 : pencatatan KMS
Meja 4 : penyuluhan
Meja 5 : pelayanan tenaga profesional sesuai kebutuhan setempat
Pada posyandu yang kami datangi, meja tidak disusun urut sehingga
urutan kegiatan menjadi tidak teratur. Seharusnya meja disusun berdasar urutan
kegiatan sehingga masyarakat akan lebih nyaman dalam mengikuti program
posyandu.
3. Komunikasi
Pada kegiatan posyandu yang kami ikuti kemarin, komunikasi antara
tenaga medis dan masyarakat cukup baik. Tetapi seharusnya tenaga medis dapat
lebih komunikatif dalam memberikan informasi seputar perkembangan KMS serta
efek samping yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi. Sehingga bila
anaknya mengalami demam, ibu sudah mengerti bahwa hal itu merupakan efek
yang timbul setelah pemberian imunisasi dan tentunya hal ini akan lebih
memaksimalkan peran posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggaraan gizi
serta derajat kesehatan ibu dan anak dalam peningkatan sumber daya manusia.
4. Fasilitas yang kurang
Fasiltas posyandu yang kami datangi masih memiliki kekurangan seperti
meja kegiatan dan tempat duduk yang tidak tersedia. Sehingga saat menunggu
antrian para ibu harus menunggu dengan duduk di pelataran rumah-rumah warga.
Seharusnya meja kegiatan dan tempat duduk tersedia dengan baik sehingga
masyarakat akan lebih disiplin dan aktif dalam mengikuti program posyandu.
KESIMPULAN
Menurut kami pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan posyandu sudah
cukup baik. Masyarakat terlihat antusias dalam mengikuti program posyandu
dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak serta mengontrol
kesehatan anaknya. Hanya saja masih terdapat beberapa kekurangan seperti meja
kegiatan yang kurang serta susunannya yang tidak teratur dan kenyamanan
masyarakat saat menunggu antrian pemeriksaan. Selain itu komunikasi antara
tenaga medis dan masyarakat seharusnya lebih ditingkatkan sehingga tujuan
program posyandu akan terwujud sesuai yang diinginkan.
SARAN
Untuk terwujudnya program posyandu yang optimal antara kader
posyandu, tenaga medis dan masyarakat harus memiliki hubungan timbal balik
yang sesuai. Penyediaan fasilitas yang sesuai dengan teori yang ada tentunya akan
menjadikan masyarakat lebih nyaman saat mengikuti program posyandu sehingga
peran posyandu dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan
peningkatan gizi masyarakat akan optimal.