Tugas 8.doc

52
MANAJEMEN PERPAJAKAN 2015 PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI 05/18/2015 TAX PLANNING DIBUAT OLEH : 1. KRISTIANTO SETIAWAN FOREIGN EXCHANGE LOSS CAPITAL EXPENDITURE VERSUS REVENUE EXPENDITURE PEMILIHAN METODE PERSEDIAAN PEMILIHAN METODE PENYUSUTAN MENYIASATI SE-46/PJ.4/1995 CADANGAN KERUGIAN PIUTANG TAK TERTAGIH BIAYA ENTERTAINMENT PERSYARATAN BEBAN PROMOSI SESUAI PERATURAN PERPAJAKAN PENGUJIAN UNTUK MENGUJI KEBENARAN BEBAN POKOK

Transcript of Tugas 8.doc

MANAJEMEN PERPAJAKAN

2015

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI05/18/2015

TAX PLANNING

DIBUAT OLEH :

1. KRISTIANTO SETIAWAN2. PUSPITA MARCHIANGGITA

FOREIGN EXCHANGE LOSS

CAPITAL EXPENDITURE VERSUS REVENUE EXPENDITURE

PEMILIHAN METODE PERSEDIAAN

PEMILIHAN METODE PENYUSUTAN

MENYIASATI SE-46/PJ.4/1995

CADANGAN KERUGIAN PIUTANG TAK TERTAGIH

BIAYA ENTERTAINMENT

PERSYARATAN BEBAN PROMOSI SESUAI PERATURAN PERPAJAKAN

PENGUJIAN UNTUK MENGUJI KEBENARAN BEBAN POKOK PENJUALAN

PENDAHULUAN

Peranan penerimaan dalam negeri sangatlah penting, karena diselenggarakannya roda

pemerintahan dan pembangunan nasional tidak mungkin tanpa hal ini. Sumber-sumber

penerimaan dalam negeri yaitu : penerimaan minyak bumi dan gas (migas), dan penerimaan

bukan migas yaitu : penerimaan sektor pajak dan bukan sektor pajak.

Dalam hal ini peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan nasional melalui

pembayaran pajak penting bagi pemerintah. Pemerintah dari tahun ke tahun mencoba

meningkatkan penghasilan dari sektor pajak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa

penerimaan pemerintah dari sektor perpajakan merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang

bersifat stabil dan dinamis. Pungutan pajak yang dilakukan oleh negara berdasarkan undang-

undang yang berlaku untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, dan juga disertai

sanksi dan denda bagi siapapun yang tidak mematuhinya.

Pajak adalah pungutan oleh Negara yang mengakibatkan arus dana keluar (cash outflows)

dan akan mengurangi hak pemilik perusahaan. Ditinjau dari entity theory, pajak dianggap

sebagai laba yang merupakan hak dari Negara. Sebaliknya, konsep proprietory menganggap

semua kekayaan dan kewajiban perusahaan adalah hak dan kewajiban pemilik, sehingga semua

pengeluaran yang mengurangi hak pemilik perusahaan dianggap beban, tidak terkecuali pajak.

Anggapan, bahwa pungutan pajak tidak berbeda dengan beban usaha yang lain akan

menimbulkan hasrat untuk mengurangi pajak. Suatu manajemen pajak – antara lain melalui

fungsi perencanaan pajak – diperlukan untuk mengurangi beban pajak, karena peraturan pajak

sedemikian kompleks dan dinamis ( Basri Musri , 2004)

Menurut Susan M. Lycons (1993:303), perencanaan pajak adalah “Arrangement of a

person’d business and/or private in order to minimize tax liability.”

Robert K. Eskew (1988:762) menyebutkan perencanaan pajak adalah “The practice of

evaluating the tax effects of contemplated actions or transactions.” .

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 2

Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang menekankan kepada pengendalian

setiap transaksi yang memiliki konsekuensi pajak. Tujuan tindakan ini adalah mengefisienkan

jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui penghindaran pajak / tax avoidance,

bukan penyeludupan pajak / tax evasion (Mohammad Zain,2003). Pada tahap ini, pengumpulan

dan penelitian terhadap peraturan perpajakan dilakukan untuk menyeleksi jenis tindakan

penghematan pajak. Penekanan pada perencanaan pajak adalah meminimumkan kewajiban pajak

(Erly Suandy,2003).

Tiap perusahaan tentunya menginginkan untuk meminimalkan jumlah pajak penghasil

terutangnya. Dilain pihak pemerintah juga sedang mengupayakan untuk meningkatkan

pendapatan negara yang salah satunya dari sektor pajak, yang memang merupakan salah satu

pendapatan negara yang terbesar, yaitu dengan cara menambah objek yang dapat dijadikan

obyek pajak.

Oleh karena itu setiap wajib pajak badan yang ada saat ini di Indonesia mencari cara untuk

meminimalkan pajak penghasilannya dengan cara-cara yang legal tentunya. Hal ini lazim disebut

dengan tax planning.

Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total pajak yang harus

dibayar oleh wajib pajak. Tax planning adalah tindakan legal karena penghematan pajak hanya

dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya

bukan untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih

dari jumlah yang seharusnya.Pada makalah ini akan dibahas mengenai tax planning, khususnya

atas pengendalian unsur-unsur beban pokok penjualan dan pengurang penghasilan bruto.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 3

PEMBAHASAN

1. Foreign Exchange Loss

Dalam menghitung besarnya keuntungan sebagai penghasilan kena pajak Wajib Pajak

harus menghitung juga adanya keuntungan selisih kurs mata uang asing dari harta dan kewajiban

moneter yang dimilikinya seperti kas, bank, utang, dan piutang. Jika ternyata selisihnya timbul

kerugian maka kerugian tersebut merupakan beban yang dapat dikurangkan dari keuntungan

Wajib Pajak.

Selama ini pajak mengenal dua macam metode pengakuan keuntungan atau kerugian

selisih kurs, yaitu menggunakan kurs tetap dan menggunakan kurs akhir tahun. Kurs akhir tahun

yang dipakai umumnya adalah kurs tengah BI.

Ada perbedaan mendasar dari kedua penerapan kurs tersebut. Pada kurs tetap terjadinya fluktuasi

kurs mata uang asing tidak mempengaruhi keuntungan atau kerugian selisih kurs. Keuntungan

atau kerugian baru diakui pada saat direalisasikan yaitu pada saat utang atau piutang dilunasi

atau saat saldo kas atau bank mata uang asing benar-benar dikonversikan atau dituarkan dengan

mata uang rupiah.

Sedangkan dengan kurs tengah BI akhir tahun fluktuasi kurs mata uang asing diakui

setiap akhir tahun buku yang dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian. Wajib Pajak harus

menyesuaikan saldo perkiraan moneter dalam mata uang asing dengan menggunakan kurs tengah

BI yang berlaku pada tanggal tutup buku tersebut.

Pengakuan Selisih Kurs Dalam UU Perpajakan

Dalam UU Pajak Penghasilan sebelum diperbaharui dengan UU No. 36 Tahun 2008, Pajak

menerapkan dua azas dalam menghitung keuntungan atau kerugian selisih kurs yaitu azas

realisasi dan azas konservatif. Penggunaan kurs tetap merupakan implementasi dari azas realisasi

dan penggunaan kurs tengah BI akhir tahun merupakan implementasi dari azas konservatif.

Wajib Pajak boleh memilih azas yang dikehendaki asalkan diterapkan secara konsisten.

Keharusan bahwa keuntungan selisih kurs diakui sebagai penghasilan diatur dalam Pasal 4 ayat 1

huruf L, sedangkan kerugian selisih kurs diakui sebagai pengurang penghasilan diatur dalam

Pasal 6 ayat 1 huruf (e). Mengenai metode pengakuannya dijelaskan dalam penjelasan pasal

tersebut.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 4

Dengan berlakunya UU No. 36 Tahun 2008 telah terjadi perubahan ketentuan perpajakan

mengenai penghitungan selisih kurs yaitu dicabutnya penerapan azas realisasi murni dan

menghendaki Wajib Pajak untuk segera mengakui adanya keuntungan atau kerugian selisih kurs

pada setiap tanggal neraca terhadap aktiva dan kewajiban moneter yang dimilikinya.

Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat perbandingan antara bunyi penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf

l dan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e dalam UU PPh lama dan UU PPh No. 36 Tahun 2008.

1. Bunyi Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan Pasal 6 ayat (1) huruf e dalam UU Lama:

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l:

“Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya

kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi

kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut

oleh Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas.”

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e:

“Kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang

terjadi sehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Kerugian

selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan

berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib

Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan

kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asing

tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah

Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya

dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang

sebenarnya berlaku pada akhir tahun.”

Perhatikanlah kalimat yang dicetak tebal di atas terutama pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf

e bahwa pengakuan selisih kurs bisa menggunakan kurs tetap (histories) dan kurs tengah BI akhir

tahun. Apabila menggunakan kurs tetap kerugian diakui pada saat realisasi. Sedangkan kurs

tengah BI mengakui adanya keuntungan pada akhir tahun.

Dari penjelasan tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut:

1. Pada tanggal 1 September 2008 perusahaan membeli mata uang US sebanyak $50.000 dengan

kurs Rp 10.000,-. Dalam hal ini perusahaan akan mencatat uang tunai dalam mata uang asing

sebesar Rp 500.000.000,-

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 5

2. Pada tanggal 31 Desember 2008, kurs tengah BI yang berlaku untuk 1$ mata uang US adalah

Rp. 10.100,-

Dengan kurs tetap: Wajib Pajak tidak melakukan penyesuaian saldo mata uang asing,

Dengan kurs tengah BI akhir tahun: Wajib Pajak melakukan penyesuaian saldo mata uang

asing dengan kurs pada tanggal neraca sebesar Rp 10.100,- sehingga nilai saldo mata uang

asingnya menjadi Rp 50.500.000,-. Dalam hal ini Wajib Pajak mengakui adanya keuntungan

atas kenaikan selisih kurs sebesar Rp 500.000,-.

3. Pada tanggal 31 Maret 2009, seluruh mata uang US sebanyak $50.000,- dijual dengan kurs Rp

9.750,-

Dengan kurs tetap: Wajib Pajak mengakui adanya penurunan mata uang dari Rp 10.000

menjadi Rp 9.750,- sehingga Wajib Pajak mengakui adanya kerugian sebesar Rp 1.250.000,-

Dengan kurs tengah BI akhir tahun: Wajib Pajak mengakui kerugian kurs sebesar Rp

1.750.000,- yaitu penurunan kurs dari Rp 10.100,- menjadi Rp 9.750,-.

2. Penjelasan Dalam UU baru (UU No. 36 Tahun 2008):

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa telah terjadi perubahan dalam penjelasan pasal-pasal yang

mengatur keuntungan dan kerugian selisih kurs. Adapun bunyi penjelasan pasal-pasal tersebut

adalah sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l:

Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e:

Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang

dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku

di Indonesia.

Kedua cara mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing,yang dalam hal ini

wajib pajak harus konsisten memilih salah satu dari kedua cara tersebut.Apabila wajib pajak

telah memilih menggunakan kurs tetap,pengakuan penghasilan atau kerugian ini dilakukan setiap

kali terjadi perubahan nilai kurs dan setiap terjadi realisasi pembayaran.Dengan demikian untuk

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 6

menunda pengakuan penghasilan atau kerugian kurs hanya dapat dilakukan pada akhir tahun

karena pada prinsipnya pengusaha tidak menghendaki adanya pengunduran pembayaran atas

piutangnya.

Sedangkan bagi wajib pajak yang telah memilih menggunakan kurs tengah BI,maka tidak

ada alasan lagi untuk menunda pengakuan penghasilan ataupun kerugian.Perubahan selisih kurs

yang menyebabkan keuntungan atau kerugian bagi wajib pajak harus diakui,walaupun belum

direalisasi,seperti yang masih menjadi piutang.

Sedangkan untuk penghasilan yang sudah dikenakan pph final,adanya perubahan kurs

yang menyebabkan keuntungan atu kerugian bagi wajib pajak bukan lagi merupakan penghasilan

atupun biaya bagi wajib pajak karena sudah dikenakan PPh final.

2. Capital Expenditure VS Revenue Expenditure

Dalam hal ini pendekatan yang dibahas mengenai kebijakan memperoleh aset dengan cara

membeli atau melalui leasing.Apabila wajib pajak membeli suatu aset maka akn menjadi capital

expenditure.Dengan capital expenditure wajib pajak akan dapat mengurangi penghasilan bruto

melalui beban penyusutan yang dibebankan berdasarkan masa manfaat yang diatur dalam UU

perpajakan.Sedangkan apabila wajib pajak memilih leasing,yaitu financial lease wajib pajak

dapat memanfaatkan pembayaran angsuran leasing sebagai pengurang penghasilan bruto.Yang

menjadi pertimbangan dalam perencanaan pajak adalah : jika jangka waktu leasing lebih pendek

daripada masa manfaat aset maka lebih baik memilih leasing karena akan mendapatkan angsuran

leasing lebih besar daripada beban penyusutan sehingga meningkatkan biaya dan mengurangi

hutang pajak.Pertimbangan lainnya:apabila wajib pajak ingin memanfaatkan rugi fiskal pilih

biaya yang menghasilkan biaya pajak rendah,sedangkan jika wajib pajak ingin mengurangi pajak

wajib pajak dapat memilih metode yang menghasilan biaya pajak lebih besar.

3. Pemilihan metode persediaan

Persediaan adalah suatu jenis aktiva atau barang yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau

badan usaha (saat) tertentu, yang akan dijual kembali atau akan dikonsumsi (dipakai) dalam

operasi normal perusahaan. (F.X. Sudarsono ; 1996,106). Metode yang dapat dipakai untuk

menentukan besarnya nilai persediaan ada beberapa macam. Nilai persediaan mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap penyusunan laporan keuangan baik dalam neraca maupun

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 7

laporan perhitungan laba rugi. Nilai persedian yang tercantum dalam neraca menunjukkan nilai

kekayaan yang berdasarkan prinsip hati-hati menghendaki nilai mana yang terendah. Sedangkan

nilai persediaan untuk kepentingan perhitungan laba rugi dihadapkan kepada kepentingan

penentuan laba yang diperoleh perusahaan.

Perhitungan harga pokok penjualan selalu berkaitan dengan perhitungan bahan baku

maupun bahan bantu serta persediaan barang dalam proses dan barang jadi. Perhitungan

persediaan juga terkait dengan metode perhitungan persediaan.

Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 6 metode

persediaan yang diperkenalkan dalam perpajakan hanya ada 2 yaitu metode rata-rata (average)

atau metode FIFO (First In First Out). Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan

kekurangan, yang secara finansial menjadi pertimbangan bagi wajib pajak mana yang akan

dipilih. Pertimbangan secara fiskal dari pemakaian metode perhitungan persediaan ini sama

dengan pertimbangan secara finansial. Wajib pajak tentu akan memilih untuk memakai metode

yang menghasilkan PPh terutang yang lebih rendah.

1. Metode Rata – Rata (Average)

Metode harga pokok rata-rata adalah suatu metode penilaian persediaan yang didasari atas

harga rata-rata dalam periode yang bersangkutan. Besar kecilnya nilai persediaan yang masih ada

dan harga pokok barang yang dijual, dipengaruhi oleh metode yang dipakai dalam metode rata-

rata adalah : (1) sistem fisik yang dibagi menjadi metode rata-rata sederhana dan metode rata-

rata tertimbang ; (2) sistem perpetual (metode rata-rata bergerak). Rumus yang digunakan pada

metode rata-rata adalah sebagai berikut :

a. Metode rata – rata sederhana

Biaya perunit   = Total harga perunit pembelian

Frekuensi pembelian

Nilai persediaan akhir = Persediaan akhir x biaya perunit

Harga pokok penjualan = unit yang dikeluarkan x biaya perunit

b. Metode rata – rata tertimbang

Biaya perunit                           = Jumlah harga perunit x banyaknya unit

Banyaknya Unit

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 8

Nilai persediaan akhir             = persediaan akhir x biaya perunit

Harga pokok penjualan           = unit yang dikeluarkan x biaya perunit

c. Metode rata – rata bergerak

Metode ini diselenggarakan dengan kartu persediaan dan harga pokok perunit

persediaan selalu berubah setiap terjadi pembelian barang baru.

Harga pokok rata-rata = harga perolehan lama + harga perolehan baru

Unit barang lama + unit barang baru

2. Metode Firts In Firts Out (FIFO)

Metode First In First Out (FIFO) adalah metode penilaian persediaan yang menganggap

barang yang pertama kali masuk diasumsikan keluar pertama kali pula. Pada umumnya

perusahaan menggunakan metode ini, sebab metode ini perhitungannya sangat sederhana baik

sistem fisik maupun sistem perpetual akan menghasilkan penilaian persediaan yang sama.

Cara menghitung persediaan akhir adalah sebagai berikut :

Persediaan awal                      xxx

Pembelian                                xxx +

Tersedia untuk dijual              xxx

Penjualan                                 xxx –

Persediaan akhir                      xxx

Metode FIFO yang didasarkan atas sistem fisik, nilai persediaan akhir ditentukan dengan

cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit barang yang terakhir kali masuk, bila

saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk maka sisanya diambilkan dari

harga pokok perunit yang masuk sebelumnya. Sedangkan pada sistem perpetual pencatatan

persediaan dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan. Pada sistem ini apabila ada

transaksi penjualan maka akan dijurnal dua kali, pertama mencatat harga pokok penjualan dan

yang kedua mencatat harga pokok barang yang dijual, seperti berikut ini :

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 9

Kas/ Piutang Dagang              xxx

Penjualan                                 xxx

HPP                                         xxx

Persediaan barang                   xxx

Simulasi

PT. Dirgantara bergerak pada industri elektronik, dalam menghitung pemakaian persediaan

bahan menggunakan metode rata-rata seperti berikut :

No.Pembelian HPP Penjualan Sisa

Kw @ Rp Kw @ Rp Kw @ Rp1. 100 400.000 40.000.0002. 50 415.000 20.750.000 150 405.000 60.750.0003. 50 420.000 21.000.000 200 408.750 81.750.0004. 60 408.750 24.525.000 140 408.750 57.225.0005. 60 408.750 24.525.000 80 408.750 32.700.0006. 50 430.200 21.510.000 130 417.000 54.210.0007. 50 438.600 21.930.000 180 423.000 76.140.0008. 60 423.000 25.380.000 120 423.000 50.760.0009. 60 423.000 25.380.000 60 423.000 25.380.000

85.190.000 240 99.810.000

Namun apabila dihitung mempergunakan metode FIFO maka akan menghasilkan angka seperti

berikut:

No. Pembeliaan HPP Penjualan Sisa

Kw @ Rp Kw @ Rp Kw @ Rp

1. 100 400.000 40.000.0002. 50 415.000 20.750.000 100 400.000 40.000.000

50 415.000 20.750.0003. 50 420.000 21.000.000 100 400.000 40.000.000

50 415.000 20.750.00050 420.000 21.000.000

4. 60 400.000 24.000.000 40 400.000 16.000.00050 415.000 20.750.000

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 10

50 420.000 21.000.0005. 40 400.000 16.000.000 30 415.000 12.450.000

20 415.000 8.300.000 50 420.000 21.000.0006. 50 430.200 21.510.000 30 415.000 12.450.000

50 420.000 21.000.00050 430.200 21.510.000

7. 50 438.600 21.930.000 30 415.000 12.450.00050 420.000 21.000.00050 430.200 21.510.00050 438.600 21.930.000

8. 30 415.000 12.450.000 20 420.000 8.400.00030 420.000 12.600.000 50 430.200 21.510.000

50 438.600 21.930.0009. 20 420.000 8.400.000 10 430.200 4.302.000

40 430.200 17.208.000 50 438.600 21.930.00085.190.000 240 98.958.000 26.232.000

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa penggunaan metode FIFO pada kondisi harga

bahan yang cenderung naik terus akan menghasilkan biaya pemakaian bahan yang rendah

sebesar Rp. 99.810.000 – Rp. 98.958.000 atau sebesar Rp. 852.000

Pada kasus ini sebaiknya dipilih metode rata-rata karena akan menghasilkan HPP yang lebih

besar sehingga laba berkurang dan pembayaran pajak semakin rendah.

4.Pemilihan metode penyusutan

Berdasarkan Pasal 11 UU Pajak Penghasilan terdapat dua metode penyusutan yang dapat

digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aktiva tetap bukan bangunan, yaitu metode

garis lurus dan metode saldo menurun. Tarif penyusutan untuk kedua metode tersebut diatur

dalam Pasal 11 ayat (6) sebagai berikut :

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 11

Dari kedua metode penyusutan tersebut, metode mana yang paling menguntungkan untuk

diterapkan dalam perhitungan pajak penghasilan ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, simak ilustrasi berikut ini :

PT X membeli sebuah mesin dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan

Rp 1 Milyar. Mesin tersebut termasuk dalam kelompok I dan masa manfaat 4 tahun.

Dengan menggunakan tarif sesuai Pasal 11 ayat (6) UU PPh, dapat dilakukan perhitungan

dan perbandingan besarnya penyusutan antara metode garis lurus dan saldo menurun (dalam Rp)

sebagai berikut :

Dari tabel perbandingan ini ternyata besarnya biaya penyusutan untuk setiap tahunnya berbeda

tetapi akumulasinya pada akhir tahun masa manfaat yaitu tahun ke-4 jumlahnya sama yaitu Rp 1

Milyar. Perbedaan ini dalam perpajakan dikenal sebagai beda waktu/beda sementara (timing

difference/temporary difference).

Adanya perbedaan jumlah biaya penyusutan yang merupakan perbedaan waktu dapat

dimanfaatkan untuk melakukan perencanaan pajak. Kalau kita memperkirakan Penghasilan Kena

Pajak pada tahun pertama besar, dan tahun-tahun berikutnya akan mengecil, maka penggunaan

metode saldo menurun lebih menguntungkan karena akan memperkecil Penghasilan Kena Pajak

tersebut sebesar Rp 250 Juta untuk tahun pertama. Sedangkan kalau kita menggunakan metode

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 12

garis lurus, beban penyusutannya adalah sama. Sehingga kalau variabel lainnya adalah sama,

dengan tarif pajak 25% maka penghematan pajak yang diperoleh pada tahun pertama adalah

sebesar 25% x Rp 250 Juta atau Rp 62,5 Juta. Dari segi cashflow dan time value of money hal ini

cukup menggiurkan.Walaupun secara keseluruhan pada akhir tahun ke-4 jumlah akumulasinya

adalah sama, tetapi kita telah dapat memanfaatkan penghematan pajak ini.

Demikian pula dari sudut pandang time value of money, jika kita hitung dalam nilai tunai

(present value) dengan discount factor tertentu misalnya 20%, maka nilai akumulasi kedua

metode tersebut pada tahun ke-4 tidak sama. Tabel di bawah ini (dalam Rp) memperlihatkan

perbedaan tersebut.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai tunai dari akumulasi biaya penyusutan mesin dengan

menggunakan metode garis lurus adalah sebesar Rp 647.175.000, dan menggunakan metode

saldo menurun sebesar Rp 722.875.000. Dengan demikian, nilai tunai akumulasi penyusutan

dengan metode saldo menurun lebih besar daripada garis lurus. Ini berarti biaya penyusutan yang

dibebankan dengan metode saldo menurun akan lebih besar nilainya dari metode garis lurus,

sehingga pajak yang harus dibayar jika menggunakan metode saldo menurun lebih sedikit

daripada menggunakan metode garis lurus.

Dengan tarif pajak 25% maka besarnya penghematan pajak yang dapat diperoleh perusahaan

kalau menggunakan metode saldo menurun adalah:

25% x Rp.722.875.000,- = Rp.216.862.500,-

25% x Rp.647.175.000,- = Rp.194.152.500,-

Penghematan pajak = Rp. 22.710.000,-

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 13

5. Menyiasati SE-46/PJ.4/1995

Berikut adalah pasal 1-5 dari SE-46/PJ.4/1995:

1. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1994, maka atas bunga

deposito, tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh baik oleh Wajib Pajak

badan maupun oleh Wajib Pajak orang pribadi dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat

final.

2. Berdasarkan Pasal 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994, untuk

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk

Usaha tetap (BUT), biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang

pengenaan pajaknya bersifat final yang diatur tersendiri berdasarkan Pasal 4 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1994, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

3. Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau

tabungan lainnya langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal

dari pihak ketiga yang dibebani biaya bunga. Apabila hal tersebut terjadi Wajib Pajak dapat

memperkecil Penghasilan Kena Pajak secara tidak wajar, karena bunga yang terutang atau

dibayar atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima

atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau

tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak karena

telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%.

4. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, dengan ini diberikan penegasan sebagai

berikut :

a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-

rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka bunga

yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan

sebagai biaya.

b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan

dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang boleh

dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 14

yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau

tabungan lainnya.

Contoh :

Pada tahun 1995 PT. A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum

sebesar Rp 200.000.000,00 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut telah

diambil pada bulan Pebruari sebesar Rp 125.000.000,00, pada bulan Juni diambil lagi

sebesar Rp 25.000.000,00 dan sisanya (Rp 50.000.000,00) diambil pada bulan Agustus.

Disamping itu Wajib Pajak mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito

dengan perincian sebagai berikut:

bulan Pebruari s/d Maret sebesar Rp. 25.000.000,00bulan April s/d Agustus sebesar Rp. 46.000.000,00bulan September s/d Desember sebesar Rp. 50.000.000,00Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah sebagai berikut:

Rata-rata pinjaman Pinjaman Jangka Waktu

Bulan Januari Rp 0 1 bulan = Rp 0

bulan Pebruari s/d MaretRp 125.000.000,00

4 bulan = Rp 500.000.000,00

bulan Juni s/d JuliRp 150.000.000,00

2 bulan = Rp 300.000.000,00

bulan Agustus s/d DesemberRp 200.000.000,00

5 bulan = Rp 1.000.000.000,00

Jumlah Rp 1.800.000.000,00

Rata-rata pinjaman perbulan Rp 1.800.000.000,00 : 12 = Rp 150.000.000,00

 

Rata-rata Dana Berupa Deposito

Pinjaman Jangka Waktu

Bulan Januari Rp 0 1 bulan = Rp 0

bulan Pebruari s/d MaretRp 25.000.000,00

2 bulan = Rp 50.000.000,00

bulan April s/d AgustusRp 46.000.000,00

5 bulan = Rp 230.000.000,00

bulan September s/d Desember

Rp 50.000.000,00

4 bulan = Rp 200.000.000,00

Jumlah Rp 480.000.000,00

Rata-rata deposito perbulan = Rp 480.000.000,00 : 12 = Rp 40.000.000,00

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 15

Bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya = 20% x (Rp 150.000.000,00 - Rp 40.000.000,00) = Rp 22.000.000,00

5. Menyimpang dari ketentuan tersebut pada butir 4, bunga yang dibayarkan atau terutang

atas pinjaman Wajib Pajak dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai biaya sesuai dengan

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dalam hal :

a. dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas jasanya

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final,

b. adanya keharusan bagi Wajib Pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada

suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan

tersebut: misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito

atau tabungan di Bank Pemerintah,

c. dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari

tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000, atas bunga

deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%. Bila perusahaan tidak

mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila perusahaan tersebut

mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito,

perusahaan tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak

Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai

biaya.

Untuk menghindari masalah tersebut, beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan, antara

lain:

a. Perusahaan sebaiknya menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk

rekening giro, tidak dalam bentuk deposito. Jika memungkinkan dilakukan negosiasi

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 16

dengan bank yang bersangkutan agar bunga gironya lebih besar dari biasanya karena

saldo yang kita miliki cukup besar.

b. Alternatif lain yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan dana tersebut di dalam

instrumen keuangan yang tidak terkena pajak final, misalnya promes, didepositokan di

luar negeri, atau dipinjamkan pada perusahaan afiliasi.

6. Cadangan kerugian piutang tak tertagih

Menurut peraturan perundang-undangan perpajakan, penyisihan piutang macet/cadangan

untuk mengantisipasi kerugian piutang tak tertagih/kerugian lainnya hanya diperbolehkan

untuk jenis perusahaan tertentu, yaitu:

a. Perbankan.

b. Sewa Guna Usaha (leasing) dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen

ataupun perusahaan anjak piutang.

c. Perusahaan asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial juga cadangan penjaminan untuk Lembaga

Penjamin Sosial.

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan termasuk cadangan biaya

reboisasi untuk usaha kehutanan.

e. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri

untuk usaha pengolahan limbah industri.

Menurut UU PPH Pasal 6 (1) huruf H, piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih

dapat dibebankan sebagai biaya dengan syarat :

Telah dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan rugi – laba komersial.

Telah diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan

Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang / pembebasan utang antar kreditur dan debitur bersangkutan.

Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.

WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen

Pajak.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 17

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif. Syarat kedua dapat dilakukan dengan

memberikan bukti publikasi yang sudah didapatkan. Alternatif lain adalah menjual

piutang kepada pihak lain (debt factoring) dengan harga yang telah dikurangi dengan

penghapusan piutang tak tertagih dan mengurangkan kerugian penjualan sebagai beban.

7. Biaya Entertainment

Biaya yang diperuntukan untuk menjamu relasi atau rekanan bisnis perusahaan. Pada

dasarnya biaya ini diakui sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan sepanjang pengeluaran tersebut sesuai dengan kelaziman dan kewajaran

dalam praktek dunia usaha sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.

Biaya entertainment menjadi pengurang penghasilan bruto jika dipergunakan untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta

dapat dibuktikan kebenarannya, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang biaya entertainment dan sejenisnya (seri

PPh Umum 18) yang menyebutkan bahwa :

Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-

undang Pajak Penghasilan 1984.

Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-

benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan

perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan

(materiil).

Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari

penghasilan brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat

Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif

Perusahaan seringkali melakukan koreksi fiscal positif atas biaya entertainment dalam

laporan keuangan fiskalnya, sehingga mereka akan membayar pajak lebih besar dari

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 18

biaya total entertainment yang dikoreksi positif. Perusahaan dapat mengurangi beban

pajak dengan membuat daftar nominative dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh

Badan dan menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Hal ini akan

menghemat pajak dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.

Daftar nominative berisi :

Nomor Urut

Tanggal “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.

Nama tempat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.

Alamat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.

Jenis“entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.

Jumlah (Rp) “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.

Relasi usaha yang diberikan “entertainment” dan sejenisnya sesuai dengan nomor

urut tersebut di atas (nama, posisi, nama perusahaan, dan jenis usaha).

Perusahaan kadangkala membebankan juga pemberian uang tips, pengurusan dokumen

atau izin, dan jamuan pemimpin proyek ke dalam biaya entertainment atau biaya lain –

lain, sementara yang tidak didukung daftar nominative harus dikoreksi ketika menghitung

PPh Badan pada akhir tahun. Perusahaan dapat mereklasifikasi biaya tersebut ke dalam

pemberian honor atau imbalan kepada pihak ketiga untuk menghemat PPh. Penghitungan

pajak dilakukan dengan cara gross-up, sehingga penghematan pajak dapat optimal. Akan

tetapi, bila perusahaan merugi, maka PPh Badannya akan nihil, sehingga pembebanan ke

biaya entertainment dapat dilakukan untuk menghemat pajak.

Perlakuan pemberian uang tips yang dicatat ke dalam biaya entertainment menggunakan

tariff 5% untuk PPh pasal 21 didasarkan pada asumsi bahwa setiap orang menerima uang

tips tidak lebih dari Rp. 25 juta. Sesuai dengan ketentuan pasal 5 huruf e, angka 6 dan

pasal 11, Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 jo Per-15/PJ/2006, honorarium,

uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi,

beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan

kegiatan yang dilakukan oleh WP dalam negeri, diantaranya terdiri dari pemberi jasa

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 19

dalam segala bidang termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi,

elektronika, fotografi, ekonomi dan social, dipotong PPh pasal 21 bedasarkan pasal 17

UU PPh, yaitu 5%.

8. Persyaratan – persyaratan beban promosi sesuai peraturan perpajakan

BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010.

Biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak

dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik

langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan

penjualan.

Besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan

akumulasi dari biaya periklanan (media cetak, elektronik dan/atau media lainnya), biaya

pameran produk, biaya pengenalan produk baru dan/atau biaya sponsorship yang

berkaitan dengan promosi produk.

Berikut ini adalah biaya promosi yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

dalam menghitung penghasilan neto :

pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam

bentuk apapun, kepada fihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan

penyelenggaraan kegiatan promosi.

biaya promosi untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang

bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya

yang dapat dikurangkan adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan

sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 20

Kewajiban Pemotongan PPh

Kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan ditegaskan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri

Keuangan ini di mana jika biaya promosi dibebankan kepada fihak lain dan merupakan

objek pemotongan Pajak Penghasilan, maka wajib dilakukan pemotongan sesuai

ketentuan yang berlaku.

Kewajiban pemotongan PPh ini misalnya jika biaya promosi berupa iklan maka harus

dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto sesuai ketentuan

dalam Pasal 23 UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.  Contoh lain misalnya jika

promosi dilakukan berupa kegiatan pameran atau acara yang dilakukan dengan

menggunakan jasa event organizer, maka atas jasa tersebut wajib dilakukan pemotongan

PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan yang sesuai.

Daftar Nominatif

Untuk dapat mengurangkan biaya promosi yang dibayarkan kepada pihak lain, Wajib

Pajak harus membuat daftar nominatif yang yang paling sedikit memuat informasi nama,

NPWP dan alamat penerima serta tanggal, bentuk dan jenis biaya promosi, besarnya

biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yang dipotong. Bentuk daftar

nominatif ini sudah diatur dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Daftar nominatif ini nantinya dilaporkan sebagai lampiran SPT Tahunan yang

disampaikan Wajib Pajak. Apabila ketentuan di atas tentang daftar nominatif ini tidak

dipenuhi maka biaya promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

9. Berbagai pengujian untuk menguji kebenaran beban pokok penjualan

Menurut pasal 29 ayat 1 UU KUP tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan/SPT wajib pajak. Dalam prakteknya, pengujian SPT

PPh badan misalnya, akan meliputi antar lain:

Kebenaran peredaran usaha

Kebenaran harga pokok penjualan

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 21

Kebenaran hasil lain dari luar usaha

Kebenaran pengurangan hasil bruto

Kebenaran penghitungan pajak yang terutang, kebenaran perhitungan/kredit pajak

Kebenaran kewajiban perpajakan lain.

Yang keseluruhannya diuji apakah:

a) Penerapan Undang-undang pajak oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.

b) Kebenaran material huruf a s/d f tersebut diatas benar-benar sesuai dengan

dokumen pembukuan dan keabsahannya.

1. Penting bagi si pemeriksa pajak untuk memahami teknik-teknik dalam pemeriksaan.

Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan dapat terbukti dengan baik dan benar. Ada

beberapa teknik dalam melakukan pemeriksaan pajak, yaitu:

Melakukan Evaluasi khususnya terhadap kebenaran formal SPT mengenai informasi

umum kegiatan usaha, kelengkapan SPT beserta lampiran-lampirannya dan juga

Sistem pengendalian intern untuk pemisahan fungsi rangkap (penentuan apakah

terdapat duplikasi/multi fungsi pada satu/beberapa orang)

2. Analisis Angka-angka

SPT vs Laporan keuangan

Perbandingan beberapa tahun terakhir (komparasi antarwaktu)

Perbandingan dengan standar yang berlaku (komparasi di dalam perusahaan

sendiri atau dengan perusahaan lain yang sejenis)

Rasio (nisbah) biaya terhadap penjualan, produksi, dll

3. Melacak dan Memeriksa Dokumen

Dokumen intern & ekstern (bila pengendalian intern sudah baik, tidak perlu

dilakukan pelacakan & pemeriksaan atas dokumen intern)

Pihak yang menerbitkan dokumen

Keabsahan dokumen (vouching)

Proses dokumen

4. Pengujian Kaitan (Re-test atas proses dokumen)

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 22

DO (delivery order) yang merupakan bukti pengiriman barang.

Dokumen dasar. Contoh: faktur penjualan (commercial/pajak)

Arus barang. Rumusnya adalah persediaan awal ditambah pembelian

dikurangi persediaan akhir lalu dicocokkan dengan buku penjualan.

Arus uang. Rumusnya adalah saldo awal kas/bank + penerimaan –

pengeluaran = saldo akhir atau saldo akhir + pengeluaran – saldo awal =

penerimaan. Lalu dicocokkan antara cash opname dengan buku kas.

Arus utang-piutang. Untuk utang akan diuji kaitannya dengan pembelian

kredit. Rumusnya adalah saldo akhir utang + pelunasan utang – saldo awal

utang = pembelian kredit. Sedangkan untuk piutang akan diuji kaitannya

dengan penjualan kredit. Rumusnya adalah saldo akhir piutang + penerimaan

piutang – saldo awal piutang = penjualan kredit

5. Pengujian atas Mutasi Setelah Tanggal Neraca

Penekanan terhadap pos-pos yang sangat relevan dengan kelengkapan penjualan &

utang-piutang pembelian.

6. Pemanfaatan Informasi dari Pihak Ketiga

Hasil pemeriksaan pajak WP lain

Data dari berbagai instansi pemerintah, BUMN/BUMD

Pihak ketiga lainnya : WP lain dan pengaduan masyarakat

7. Pengujian Fisik

stock opname Barang dagang

Kascash opname

Inventaris/aktiva tetapuntuk mendeteksi apakah ada pencatatan fiktif/ganda,

terutama untuk perusahaan group

8. Peninjauan ke Tempat-tempat Produksi, Penyimpanan, dan Penjualan

Untuk mengetahui proses produksi, uji atas metode penilaian persediaan barang

dagang, dan mengetahui arus barang

9. Rekonsiliasi

Adalah upaya mencocokkan angka-angka dari 2 (dua) atau lebih sumber yang

terpisah mengenai hal yang sama. Contoh :

Penjualanantara pencatatan pembukuan penjualan dengan SPT Masa PPN

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 23

Biaya karyawan antara pencatatan pembukuan (audit report) dengan SPT

Tahunan PPh Pasal 21

Rekonsiliasi bankantara saldo rekening koran dengan buku kas/bank

perusahaan

10. Konfirmasi

Upaya mendapatkan keterangan dari pihak ketiga untuk meyakinkan

kebenaran atau keabsahan data atau informasi dari WP yang diperiksa melalui

korespondensi (surat, facsimile atau bukti tertulis lain)

Melakukan pemeriksaan keterkaitan terhadap pihak ketiga yang berhubungan

dengan WP yang sedang diperiksa (dimintakan kepada Instansi pemeriksa

pajak)

11. Sampling

Pengujian sebagian bukti-bukti yang dipilih berdasarkan metode tertentu

(statistical & non statitistical sampling) dan representative (mewakili)

Perencanaan. Dalam penentuan sampel harus dilihat hubungan antar sampel

yang akan dipilih dengan tujuan pemeriksaan

Seleksi. Sampel yang dipilih harus dapat mewakili populasi

Tujuan. Untuk menghemat waktu & tenaga dalam menentukan sampai sejauh

mana penyimpangan/deviasi dapat ditolerir.

Pemakaian teknik sampling, dapat ditentukan oleh pemeriksa

12. Pemeriksaan WP yang pembukuannya menggunakan sistem computer

Tanpa menggunakan computer (audit around the computer)

Contoh : pemeriksaan dokumen konvensional untuk faktur pajak

dibandingkan dengan output computer

Menggunakan computer (audit through the computer)

Ada 2 metode dalam pemeriksaan pajak yaitu metode langsung dan tidak langsung. 

a) Metode langsung

Pengujian kebenaran/validitas angka-angka SPT secara langsung terhadap:

Laporan keuangan

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 24

Sistem akuntansi/pembukuan (catatan, jurnal, buku besar/ledger/trial

balance, dsb)

Dokumen-dokumen pendukung pencatatan

b) Metode tidak langsung

Pengujian kebenaran/validitas angka-angka SPT secara tidak langsung melalui

perhitungan tertentu, antara lain:

Digunakan untuk melengkapi metode metode langsung, apabila metode

langsung tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Indikatornya antara lain :

- Pembukuan/catatan WP tidak lengkap/tidak dipercaya kebenarannya

- Buku/catatan/dokumen pendukung tidak ada/hilang

- Diketemukan ketidakberesan dalam pembukuan/catatan WP

(pengendalian intern lemah)

- Antara penghasilan dengan pengeluaran pribadi tidak serasi

- WP memilih untuk menggunakan norma penghitungan

Hasil perhitungan metode tidak langsung merupakan petunjuk awal

(sehingga masih perlu dilakukan pembuktian secukupnya untuk dapat

mengambil kesimpulan) ketidakbenaran angka-angka dalam SPT

Metode tidak langsung dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu

Metode transaksi tunai

1. Landasan/dasar pemakaian metode ini adalah perkiraan kas secara sederhana :

Debet semua penerimaan

Kredit seluruh pengeluaran

Catatan: Didalam penerimaan & pengeluaran tsb, termasuk yang

bukan obyek pajak dan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan

2. Sumber data :

SPT

Buku kas/buku bank

Salinan rekening Koran

Hasil wawancara (tanya-jawab) dengan WP

3. Informasi lain yang perlu diperoleh :

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 25

Pinjaman : bank, relasi dagang, afiliasi, lainnya

Pengeluaran yang bersifat pribadi

Pemilikan harta

Jumlah tanggungan keluarga

4. Hasil perhitungan :

Jika jumlah kredit lebih besar daripada jumlah debet maka ada indikasi

WP tidak melaporkan penghasilan yang sebenarnya

Jika jumlah debet lebih besar daripada jumlah kredit maka perlu

penelitian yang lebih seksama karena kemungkinan WP tidak

melaporkan seluruh pengeluarannya (khususnya yang memiliki

implikasi pemotongan/pemungutan pajak)

5. Untuk keperluan Perhitungan PKP :

Penghasilan yang bukan obyek pajak akan dikurangkan

Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan akan ditambahkan

6. Saldo awal/akhir piutang & utang akan dimasukkan dalam perkiraan kas

(dalam hal WP menggunakan sistem pembukuan akrual basis) :

Piutang merupakan sumber uang tunai. Saldo awal dicatat di debet &

saldo akhir dicatat di kredit

Utang merupakan kewajiban. Saldo awal dicatat dikredit (akan

menjadi pengeluaran) & saldo akhir dicatat didebet (karena merupakan

pengeluaran yang ditunda)

Metode transaksi bank

1. Dasar Pemakaian :

Jika sebagian besar penerimaan dan pengeluarannya melalui bank

Tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan

2. Formula perhitungan :

Jumlah semua setoran ke bank = A

Setoran yang bukan obyek pajak = B

Setoran yang merupakan obyek pajak C = A-B

Peneriman yang tidak disetorkan ke Bank = D

Peredaran usaha/penerimaan bruto seharusnya E = C+D

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 26

Peredaran usaha/penerimaan bruto menurut SPT = F

Koreksi peredaran usaha (yang tidak dilaporkan) G = E-F

3. Sumber data: Semua rekening bank, baik atas nama pribadi maupun atas nama

badan usahanya

Metode sumber dan penggunaan dana

1. Mekanisme: Debet merupakan sumber dana sedangkan kredit merupakan

penggunaan dana

2. Sumber dana, terdiri dari :

Penurunan dalam pos-pos harta

Kenaikan pos-pos utang

Penghasilan baik yang menjadi obyek pajak maupun yang

bukan obyek pajak

kas/bank Biaya-biaya yang tidak memerlukan penggunaan uang

penyusutan/amortisasi

Kompensasi kerugian tahun lalu

3. Penggunaan dana, terdiri dari :

Kenaikan dalam pos-pos harta

Penurunan pos-pos utang

Pengeluaran pribadi

Kerugian dari penjualan aktiva tetap

Metode perbandingan kekayaan bersih

1. Persamaan Akuntansi: Harta – Utang = Kekayaan Bersih

2. Formula perhitungan :

Kekayaan bersih akhir tahun = A

Kekayaan bersih awal tahun = B

Selisih kekayaan bersih C = A-B

Biaya yang tidak boleh dikurangkan = D

Penghasilan yang bukan obyek pajak = E

Penghasilan yang merupakan obyek pajak F = C+D-E

3. Baik harta maupun utang, tidak ada yang fiktif atau yang ditinggikan nilainya

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 27

4. Harta dan utang milik/kewajiban pribadi masuk dalam perhitungan (bagi

WPOP)

5. Baik kenaikan maupun penurunan kekayaan bersih, harus diteliti sebab-

sebabnya.

Metode perhitungan presentase

Perbandingan angka-angka prosentase dengan prosentase pada perusahaan sejenis

berdasarkan :

Publikasi komersial

Hasil pemeriksaan pada perusahaan sejenis

Data-data tahun-tahun sebelumnya yang ada pada perusahaan itu sendiri

Indikator yang dapat dijadikan bahan perbandingan :

Jenis komoditinya sejenis

Besarnya kegiatan usaha relatif sama

Letak usaha

Masa (tahun) yang diperiksa

Kebijaksanaan perdagangan umum

Metode satuan dan volume

1. Digunakan dalam hal:

Jenis komoditi yang diusahakan terbatas

Harga relatif stabil sepanjang tahun

Umumnya dilakukan untuk perusahaan perdagangan & industri (kurang

lazim diterapkan atas perusahaan jasa)

2. Contoh penerapan:

Peredaran usaha menurut SPT = Rp 120.000.000,-

Laba kotor menurut SPT = Rp 12.000.000,-

Rasio laba kotor terhadap peredaran usaha = 10%

Data tersedia:

Komoditi yang terjual sebanyak 150 satuan

Harga jual rata-rata setiap komoditi @ Rp 1.250.000,-

Perhitungan kembali:

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 28

Peredaran usaha = 150 X Rp 1.250.000,- = Rp 187.500.000,-

Laba kotor = 10% x Rp 187.500.000,- = Rp 18.750.000,-

Metode pendekatan produksi

1. Inti: Penghitungan jumlah produk atau barang yang dapat diproduksi

berdasarkan kapasitas yang tersedia atau terpasang dan/atau rendemen

setelah memperhitungkan persediaan awal

2. Biasanya diterapkan terhadap perusahaan pabrikasi/manufaktur/industry

Pendekatan biaya hidup

1. Diterapkan terhadap WP OP yaitu untuk menguji kewajaran jumlah

penghasilan yang dilaporkan dalam SPT dibandingkan dengan biaya

hidupnya

2. Rumusnya adalah: Penghasilan neto dikurangi dengan PPh terutang

(dengan memperhitungkan PTKP dan sumber penerimaan lainnya yang

bukan obyek pajak atau yang telah dipungut PPh yang bersifat final) lalu

dikurangi dengan pengeluaran biaya hidup. Hasilnya merupakan koreksi

penghasilan (dianggap penghasilan yang belum dilaporkan)

3. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan jumlah biaya hidup yang

wajar adalah jumlah tanggungan WP, pola dan gaya hidup WP dan

keadaan tempat tinggal WP. Hal-hal lain yang dianggap mempengaruhi

besarnya biaya hidup (misalnya: kebijakan pemerintah atas patokan

minimal biaya hidup untuk masing-masing daerah

10. Ekualisasi beban pokok penjualan dan beban operasional dengan DPP PPN

Masukan

Analisis Perolahan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) yang harus dibayarkan oleh

Perusahaan atau Pengusaha Kena Pajak apabila Perusahaan melakukan transaksi

pembelian Barang Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Masukan

dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak

dapat dikreditkan.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 29

Efisiensi pajak masukan :

Memastikan faktur pajak standar yang diterima dari pemasok tidak cacat.

Memintakan faktur pajak masukan dengan segera agar dapat dikreditkan denga

pajak keluaran pada saat pelaporan SPT Masa PPN.

Melakukan transaksi dengan pemasok yang telah dikukuhkan sebagai PKP agar

seluruh pajak masukan dapat dikreditkan dan tanggung jawab renteng yang diatur

dalam pasal 33 UU KUP dapat dihindari (pasal 33 tersebut sudah dihapus dalam

UU No.18/2007)

Menuangkan di dalam klausul perjanjian, bahwa PPN yang dipungut oleh

pemasok, disetorkan dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang

berlaku; bila tidak, maka sanksi dapat dikenakan terhadap pemasok yang wan

prestasi. Upaya ini perlu dilakukan, karena pada saat pemeriksaan petugas selalu

menempuh prosedur konfirmasi atas setiap PPN yang telah dipungut. Konfirmasi

dilakukan pada KPP tempat pemasok tersebut terdaftar. Bila jawaban konfirmasi

negative, pemeriksa pajak tidak dapat mengakui pengkreditan yang telah

dilakukan oleh PKP yang tengah diperiksa.

Ekualisasi atau rekonsiliasi adalah mencocokkan saldo 2 (dua) atau lebih angka yang

mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Apabila hasilnya terdapat perbedaan,

maka perbedaan tersebut harus dapat dijelaskan.

Prosedur Pemeriksaan yang dapat ditempuh :

Tentukan saldo-saldo atau pos-pos yang akan dicocokkan (misalnya penjualan,

penyerahan DPP PPN, pembelian);

Gunakan saldo-saldo:

1) peredaran usaha dan penghasilan lain-lain dengan jumlah penyerahan menurut SPT

Masa PPN;

2) peredaran usaha dengan objek PPh Pasal 22 Kegiatan Usaha di Bidang Lain;

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 30

3) pembelian (bahan baku, barang jadi, dan aktiva) dengan Dasar Pengenaan Pajak PPN

Masukan;

4) pembelian dengan objek PPh Pasal 22 pedagang pengumpul;

5) biaya yang merupakan objek pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan dengan

objek PPh Pemotongan Pemungutan;

6) objek pemotongan PPh dengan DPP PPN Masukan;

7) objek PPh Pasal 26 dengan objek PPN jasa luar negeri;

8) buku besar bank dengan rekening koran;

9) dan sebagainya, untuk meyakini kebenaran angka dengan melakukan penghitungan

berdasarkan formula;

Lakukan permintaan data/keterangan Wajib Pajak atas perbedaan yang terjadi;

Pastikan pemfakturan antara waktu telah dilakukan tepat waktu;

dan sebagainya.

Formula yang digunakan untuk menuangkan hasil ekualisasi Objek PPN Dalam Negeri

dalam rangka menghitung Objek PPN Dalam Negeri:

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 31

.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Menurut pajak hanya 2 metode yang diperkenankan yaitu : kurs tetap dan kurs tengah BI

dan wajib pajak diharuskan menerapkan secara konsisten.

2. Apabila jangka waktu leasing lebih pendek dibanding masa manfaat sebaiknya memilih

jalan leasing dalam memperoleh aset karena akan mengurangi laba.

3. Metode persediaan yang diakui di pajak hanya 2, yaitu : metode rata-rata dan metode

FIFO.Untuk persediaan dengan tingkat kecenderungan harga meningkat disarankan

menggunakan metode rata-rata karena akan menghasilkan HPP yang lebih besar.

4. Metode penyusutan yang diperbolehkan di pajak adalah garis lurus dan saldo

menurun.Dari sisi time value of money sebaiknya perusahaan menggunakan saldo

menurun.

5. Apabila perusahaan memiliki pinjaman pada pihak ketiga dan memiliki dana lebih

sebaiknya tidak menempatkan dana tersebut dalam bentuk deposito.

6. Piutang yang secara nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang

penghasilan bruto, namun harus memenuhi syarat yang berlaku, atau dengan alternative

lain dengan debt factoring.

7. Biaya entertainment dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto dengan

membuat daftar nominative biaya entertainment, hal ini dapat menghemat pajak WP.

8. Biaya promosi dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto dengan membuat daftar

nominative biaya promosi, dan terdapat kewajiban pemotongan PPh sesuai dengan

ketentuan berlaku.

9. Pengujian untuk menguji kebenaran beban pokok penjualan melalui serangkaian metode

dan teknik yang mencakup secara luas, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 32

10. Ekualisasi beban pokok penjualan dan beban operasional dengan DPP Masukan

merupakan proses pencocokan 2 saldo yang saling berhubungan dan melalui prosedur

yang dapat ditempuh.

Saran

Penulis berharap makalah ini mampu dipahami pembaca selain untuk memenuhi tugas mata

kuliah manajemen pajak.Dalam penulisan makalah ini terbesit harapan besar untuk wajib pajak

agar dapat menghemat pembayaran pajak yang tidak bertentangan dengan  peraturan pajak.

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 33

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.03/2010 TENTANG BIAYA

PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.4/1995. Jakarta.

Erly Suandy. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi ke-5.Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.

Rahman, Abdul. 2012. Tax Planning ( Perencanaan Pajak ), Perlukah? Kajian Praktis Menuju

Administrasi Perpajakan yang Efisien.

UU no.36 Tahun 2008

SE-46/PJ.4/1995

http://www.slideshare.net/puspa/tax-planning-hpp-and-pengurang

http://www.academia.edu/7068080/

PERENCANAAN_PAJAK_MELALUI_METODEKEBIJAKAN_AKUNTANSI

http://www.slideshare.net/gudangmakalah9/makalahtpwpop

https://docs.google.com/document/d/

124RO_7JX4UcvmKCO5BksWogDWCqIvNZ00f2ih1bL7tU/preview?pli=1

http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/biaya-promosi-yang-dapat-dikurangkan.html

http://perpajakanbrevet22.blogspot.com/2013/05/02pmk032010-biaya-promosi.html

http://www.ortax.org/files/downaturan/12PJ_PER04.pdf

http://pajak36.blogspot.com/2008/11/pemeriksaan-dan-penyidikan-pajak.html

https://primarycons.wordpress.com/2008/01/21/teknik-pemeriksaan-pajak-terpadu/

Manajemen Perpajakan – Tax Planning Page 34