TUGAS 1.doc
-
Upload
ahmad-dekar -
Category
Documents
-
view
220 -
download
2
Transcript of TUGAS 1.doc
TUGAS 1
1. Kemampuan
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan (ability). Secara umum,
menurut Robbins menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas mental, berpikir, menalar dan memecahkan masalah.
Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina,
keterampilan, kekuatan dan karakteristik serupa.
2. Motivasi
Faktor motivasi juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan.
Dalam hal ini motivasi Arde N. Fransen dan Maslow mengemukan sebagai berikut
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan dengan usaha yang baru
Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
Adanya ganjaran untuk hukuman
Adanya kebutuhan untuk mendapatkan kehormatan dari masyarakat
Adanya kebutuhan kecintaan
Adanya keinginan yang harus tercapai
3. Perhatian
a. Pengertian Perhatian
Dalam istilah psikologi, perhatian diartikan sebagai suatu reaksi yang dilakukan oleh
organisme dan kesadaran seseorang. Perhatian adalah merupakan pemusatan atau konsentrasi
dari seluruh aktivitet individu yang ditujukan kepada suatu obyek atau kepada sekumpulan
obyek-obyek. Perhatian juga adalah merupakan penyeleksian terhadap stimuli yang ditermia
oleh individu yang bersangkutan.
Menurut Dr. Aryan Ardhana, perhatian adalah suatu kegiatan jiwa. Perhatian dapat
didefinisikan sebagai proses pemusatan phase-phase atau unsur-unsur pengalaman dan
mengabaikan yang lainnya.
Sedang menurut Drs. Dakir, perhatian adalah keaktifan peningkatan kesadaran dalam
pemusatannya kepada barang sesuatu baik di dalam maupun di luar diri kita.
B. Macam-Macam Perhatian
Ada beberapa macam perhatian, diantaranya ialah :
Kalau kita lihat dari derajatnya, maka akan terdapat perhatian yang tinggi dan
perhatian yang rendah. Rentetan derajat perhatian itu mempunyai perbedaan yang
kualitatif. Orang yang melakukan perhatian yang tinggi kadang-kadang sampai
melupakan waktu dan keadaan sekelilingnya.
Kalau kita lihat dari cara timbulnya, maka akan terdapat perhatian yang spontan dan
perhatian yang spontan dan perhatian yang refleksip. Dikatakan perhatian yang
spontan apabila timbulnya itu dengan sendirinya. Sedang perhatian refkeksip kalau
timbulnya dengan disengaja juga disertai dengan kemauan yang kuat.
Kalau kita lihat dari sikap batin kita, maka akan terdapat perhatian yang memusat dan
perhatian yang merata. Perhatian yang pertama kalau ditujukan kepada sesuatu objek,
misalnya seorang yang sedang belajar, seorang penyelidik, seorang yang sedang
mengintai dan sebagainya. Sedang kepada perhatian jenis kedua kalau ditujukan
kepada beberapa objek bersama-sama, misalnya seorang sopir yang sedang
menjalankan mobilnya, seorang dalang yang sedang menjalankan tugasnya dan
sebagainya.
Kalau kita lihat dari tabahnya, ada perhatian yang luas dan ada perhatian yang sempit.
Perhatian luas pada banyak hal sama dengan perhatian yang merata, sedang perhatian
yang sempit kalau hanya tertuju pada objek-objek yang tertentu juga terbatas.
Kalau kita lihat dari sifatnya, ada perhatian yang statis dan ada perhatian yang
dinamis. Orang berperhatian tetap, kalau dalam waktu yang lama berturut-turut dapat
melakukan suatu tugas dengan perhatian yang kuat. Sedangkan perhatian yang
dinamis kalau pemusatannya itu berubah-ubah atau selalu berganti objek.
Pehatian habitual yaitu perhatian yang menunjukkan pada kecenderungan individu
untuk memperhatikan kekuatan merangsang jenis tertentu dalam setiap keadaan
lingkungan dengan meninggalkan perangsang-perangsang lainnya
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perhatian
Perhatian dapat dipengaruhi oleh factor-faktor tertentu. Faktor-faktor ini dapat berupa
faktor obyektif dan subyektif. Yang dimaksud dengan faktor obyektif adalah sifat daripada
obyek atau benda-benda yang menarik perhatian kita terlepas dari kemauan dan pengalaman
kita. Sedang faktor subyektif adalah faktor-faktor berhubungan dengan keadaan, kondisi diri
pribadi, sikap dan batin tertentu yang memperhatikan obyek tersebut.
Yang termasuk dalam faktor-faktor obyektif.
Perangsang yang berubah-ubah menarik perhatian kita.
Perangsang yang luar biasa menarik perhatian kita.
Perangsang yang luar biasa menarik perhatian kita.
Perangsang yang tiba-tiba menarik perhatian kita.
Benda-benda yang mempunyai bentuk tertentu akan lebih menarik perhatian kita
daripada benda-benda yang bentuknya tidak tertentu.
Benda-benda yang berhubungan dengan kebutuhan dasar kita biasanya menarik
perhatian itu.
Yang termasuk dalam faktor-faktor subyektif antara lain :
Pekerjaan yang sedang kita laksanakan menentukan perhatian.
Keinginan menentukan perhatian.
Minat (interest) menentukan perhatian.
Perasaan menentukan perhatian.
Mode menentukan perhatian.
Keadaan yang dibayang-bayangkan mengarahkan perhatian kepada segala sesuatu
yang ada hubungannya dengan keadaan itu.
Kebiasaan menentukan perhatian.
4. Persepsi
Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui
atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari
proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan
penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) variabel yang
menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk
melakukan perbedaan diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif
mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu
(Chaplin, 2006:358).
Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003:445) persepsi dalam arti sempit adalah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas
persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu.
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan
mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian
rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita
sendiri (Shaleh, 2009:110).
Menurut Wittig (1977:76) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus
oleh seseorang (perception is the process by which a person interprets sensory
stimuli). Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya.
Definisi persepsi yang diberikan oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 1996:51)
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan
makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah
jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna
informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi,
motivasi, dan memori.
Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002:94) adalah
proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi
tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya).
Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) persepsi merupakan
proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated
dalam diri individu.
Persepsi menurut Fielman (1999:126) adalah proses konstruktif yang mana
kita menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi (Perception a
contructive process by which we go beyond the stimuli that are presented to us and
attempt to construct a meaningful situation). Sedangkan menurut Morgan (1987:107)
persepsi mengacu pada cara kerja, suara, rasa, selera, atau bau. Dengan kata lain,
persepsi dapat didefinisikan apa pun yang dialami oleh seseorang (perception refers
to the way the work, sound, feel, tastes, or smell. In other works, perception can be
defined as what ever is experienced by a person).
Persepsi adalah proses pengolahan informasi dari lingkungan yang berupa
stimulus, `yang diterima melalui alat indera dan diteruskan ke otak untuk diseleksi,
diorganisasikan sehingga menimbulkan penafsiran atau penginterpretasian yang
berupa penilaian dari penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi
merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman
individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai
penghubung, dan dinterpretasikan oleh sistem syaraf di otak.
5. Ingatan
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ingatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ingatan diantaranya yaitu :
1) Ingatan jangka pendek (STM)
Ingatan yang disimpan di dalam STM berlangsung kurang dari 30 detik. Jika
disajikan secara serial maka jumlah aitem yang dapat disimpan dalam STM adalah
antara 2 sampai 5 aitem. Secara umum STM memiliki kapasitas mengingat objek
berkisar 7 aitem, atau antara 5 sampai dengan 9 aitem. Informasi yang disimpan
dalam STM biasanya berupa kode auditori (bunyi), tetapi dapat pula menggunakan
kode semantik dan visual.
2) Efek posisi serial (the serial position effect)
Sejumlah informasi (aitem atau objek) yang disajikan secara berurutan akan
mempengaruhi ingatan seseorang. Aitem-aitem atau objek-objek yang berada pada
posisi atau urutan bagian awal (depan) dan juga akhir (belakang) akan cenderung
diingat lebih baik daripada aitem-aitem atau objek-objek yang berada pada urutan di
tengah. Karena informasi atau aitem-atem yang terletak di bagian awal akan lebih
dulu memasuki ingatan jangka pendek, sehingga memungkinkan dilakukan
pengulangan di dalam pikiran secara memadai untuk kemudian dipindahkan ke dalam
ingatan jangka panjang. Bagi informasi yang terletak diurutan tengah, ketika
memasuki ingatan jangka pendek bersamaan waktunya dengan proses pengulangan
informasi di bagian depan, sehingga hanya sedikit kapasitas bagi pengulangan
kembali informasi yang terletak di tengah. Dengan demikian informasi yang terletak
di tengah urutan belum sampai dipindahkan ke ingatan jangka panjang. Sementara itu,
informasi yang terletak di bagian akhir cenderung diingat lebih baik, sebab
informasinya masih berada pada ingatan jangka pendek pada waktu di-recall.
3) Ingatan jangka panjang (STM)
Ingatan jangka panjang ini meliputi proses penyimpanan informasi yang bersifat
lebih permanen (berlangsung lebih lama dari beberapa menit sampai waktu yang tidak
terbatas). Selain itu, informasi akan disimpan dalam bentuk maknanya atau semantik.
4) Keahlian (expertise)
Keahlian dalam suatu bidang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
ingatan seseorang. Orang akan dapat mengingat bahan dan informasi baru dengan
baik apabila ia memiliki latarbelakang pengetahuan yang cukup baik di bidang
tersebut. Hal ini terjadi karena latar belakang pengetahuan keahlian seseorang dapat
menjadi isyarat mental (mental cues). Isyarat mental ini merupakan bagian dari
susunan pengetahuan yang sudah dipelajari secara teliti dan diorganisasikan dengan
baik. Isyarat mental dapat menimbulkan gambaran yang jelas mengenai suatu objek di
dalam mental atau pikiran seseorang. Selain itu, isyarat mental juga memiliki sifat
yang lebih menonjol, sehingga tidak mudah dikacaukan oleh informasi yang lain.
5) Pemberian kode khusus (encoding specificity)
Prinsip pemberian kode khusus ialah seseorang akan mudah mengingat kembali
suatu peristiwa yang terjadi hanya jika sesuai dengan bekas yang ditemukan di dalam
ingatannya. Dengan kata lain, orang akan mengingat kembali informasi dengan lebih
baik jika situasinya sama dengan situasi pada waktu ia melakukan proses pemberian
kode sebelumnya. Suatu informasi yang disimpan dalam bentuk makna atau semantik
akan diingat kembali lebih efektif apabila tugas yang diminta juga berbentuk makna,
dan bukan intonasinya.
6) Emosi atau afek
Aktivitas mengingat juga dipengaruhi oleh keadaan emosi seseorang. Pertama,
dalam mengingat kata-kata maka orang cenderung mengingat lebih baik pada kata-
kata yang menyenangkan daripada kata-kata yang menyedihkan. Fenomena ini
disebut Pollyanna principles, yaitu satuan informasi yang secara emosi menyenangkan
biasanya diproses lebih efisien dan tepat daripada informasi yang mengandung
kesedihan. Kedua, kesamaan suasana hati (mood congruence), yaitu ingatan menjadi
lebih baik jika bahan yang dipelajari sama dengan suasana hati yang berlangsung pada
saat ini. Ketiga, ketergantungan dengan suasana hati (state dependence).
Ketergantungan ini terjadi apabila seseorang mengingat informasi lebih baik dalam
suasana hati sekarang yang sesuai dengan suasana hati pada saat bahan itu pertama
kali dipelajari atau diterima.
7) Very-long-term memory (VLTM)
VLTM adalah ingatan yang berlangsung lebih dari tiga bulan lamanya. Jenis
ingatan ini sebenarnya merupakan perluasan dari jenis ingatan jangka pendek dan
ingatan jangka panjang. Khusus ingatan jangka panjang dapat berlangsung dari satu
menit sampai dengan seumur hidup. Pemikiran ini terlalu luas, sehingga sebagian ahli
psikologi mencoba memahami informasi yang disimpan di dalam ingatan untuk
jangka waktu yang sangat panjang. Sebab, perbedaan interval waktu (satu hari, satu
minggu, satu bulan, satu tahun, dan puluhan tahun) akan mempengaruhi ketepatan
mengingat kembali.
8) Stres
Elizabeth Loftus berpendapat bahwa perasaan cemas dapat mempersempit fokus
perhatian seseorang sehingga berbagai petunjuk penting yang menuntun memori
menjadi hilang. Ketika perasaan cemas sudah membuat kita kehilangan petunjuk-
petunjuk yang berguna, kita akan semakin sulit untuk menyimpan memori ataupun
mengingat kembali apa yang telah tersimpan dalam memori.
9) Kondisi fisik yang lelah
Kondisi fisik yang lelah juga sangat mempengaruhi daya serap informasi yang
masuk, dengan demikian secara langsung mempengaruhi kemampuan mengingat.
Para ahli mengetahui bahwa pikiran dan tubuh saling mempengaruhi satu sama lain.
Kondisi fisik yang lelah bisa disebabkan oleh waktu istirahat yang kurang atau jam
belajar yang terlalu panjang.
d. Teknik Memory
Teknik memori adalah teknik memasukkan segala informasi yang kita peroleh ke
dalam otak sesuai dengan cara kerja otak. Pada dasarnya otak sangat menyukai
dengan hal-hal seperti, sesuatu yang tidak masuk akal dan berlebihan, penuh warna,
multi sensori atau melibatkan seluruh panca indera, menggunakan asosiasi, imajinasi,
humor, simbol dan lain sebagainya. Semakin kita bisa menggunakan hal-hal tersebut,
semakin maksimal pula kemampuan mengingat kita. Adapun beberapa teknik
memori, diantaranya yaitu:
1) Teknik Asosiasi
Teknik asosiasi atau cantolan adalah bagaimana cara kita mengasosiasikan
pelbagai hal dalam memori kita. Kita dapat menggunakan asosiasi sederhana untuk
mengingat potongan-potongan informasi. Selain itu, teknik ini juga untuk
mengajarkan daftar informasi yang panjang, terutama saat kita ingin mengingat
informasi dengan urutan tertentu.
3) Sistem Mata Rantai
Sistem mata rantai adalah suatu sistem penggunaan mnemonics yang paling dasar
yang menghubungkan antara item satu dengan yang lain secara berurutan. Metode ini
juga disebut dengan metode cerita, sebab dengan cerita ada item-item yang
dihubungkan secara berurutan baik dari depan maupun dari belakang dan akan mudah
diingat.
3) Sistem Pegword (kata kunci)
Sistem peg adalah suatu sistem yang terdiri dari sejumlah kata-kata benda konkrit
yang telah dihafal sebelumnya dan dihubungkan dengan nomor atau huruf abjad.
Misalnya, sistem peg yang dikembangkan oleh Henry Herdson yang menggambarkan
satu objek dengan satu nomor. Huruf 1=lilin (gambar lilin berdiri), 2=angsa, dan lain
sebagainya.
4) Sistem Loci atau Lokasi
Dengan metode ini, kita bisa mengasosiasikan informasi yang ingin kita ingat
dengan lokasi tertentu. Kita dapat mengingat informasi dengan mudah jika kita
meletakkannya di tempat tertentu.
e. Lupa (forgetting)
Pada dasarnya lupa dapat terjadi pada informasi yang disimpan didalam ingatan
seseorang. Fenomena lupa merupakan kegagalan seseorang dalam mengingat kembali
informasi yang sudah tersimpan. Kenneth menjelaskan bahwa pada dasarnya lupa
tidak terjadi dengan sendirinya, namun ada penyebabnya. Beberapa penyebab lupa,
diantaranya yaitu:
1) Keusangan, karena ingatan terhadap sesuatu tidak pernah dipekai lagi.
2) Represi (penekanan ke dalam), yaitu penekanan secara sadar terhadap peristiwa
yang tidak menyenangkan.
3) Distorsi secara sistematis, yaitu mengubah memori kita tentang berbagai hal
agar sesuai dengan apa yang kita inginkan (interest).
4) Interferensi, yaitu apa saja yang terjadi selama jangka waktu tersebut karena
hasil belajar atau informasi lain yang masuk. Proses lupa yang terjadi pada ingatan
jangka panjang merupakan akibat dari tidak adanya cara untuk mencapai informasi itu
dan bukan karena tidak adanya informasi itu sendiri. Maka, ingatan yang lemah dapat
dapat mencerminkan kegagalan pengingatan kembali dan bukan merupakan
kegagalan penyimpanan informasi. Dalam ingatan jangka pendek, di mana lupa
merupakan akibat dari kelebihan kapasitas penyimpanan. Para ahli mengajukan tiga
teori mengenai lupa, yaitu:
(a) Decay Theory (teori kerusakan)
Teori ini beranggapan bahwa lupa dapat terjadi karena informasi yang pernah
disimpan di dalam ingatan tidak pernah atau jarang digunakan, sehingga mengalami
kerusakan atau hilang dnegan sendirinya
(b) Interference Theory (teori interferensi atau terhalang)
Teori ini mendasarkan pada pandangan psikologi asosiasi. Dimana suatu asosiasi
dibentuk antara stimulus tertentu dengan respon tertentu pula. Asosiasi atau hubungan
ini tetap berlangsung di dalam ingatan, sepanjang tidak ada informasi lain yang
mengganggu atau menghalanginya. Interferensi dibagi menjadi dua yaitu retroactive
iinhibition dan proactive inhibition. retroactive iinhibition terjadi apabila materi atau
informasi yang baru menghalangi seseorang untuk mengingat informasi lama.
Sedangkan proactive inhibition yaitu apabila materi atau informasi yang lama
menghalangi seseorang untuk mengingat informasi baru.
(c) Cue-dependent Forgetting Theory (teori ketergantungan pada isyarat)
Teori ini berpandangan bahwa pada dasarnya lupa terjadi bukan disebabkan oleh
kerusakan informasi di dalam ingatan atau terhalang oleh informasi yang lain,
melainkan disebabkan oleh terlalu jauhnya letak informasi yang akan diingat kembali
oleh seseorang.
f. Cara Mengukur Memori
Ada tiga cara untuk mengukur sampai berapa banyak seseorang dapat mengingat
kembali informasi yang telah disimpan, antara lain:
1. Dengan cara memintanya untuk menceritakan apa saja yang diingatnya (recall).
2. Kita dapat memintanya untuk menyebutkan item-item yang diingatnya dari
sekelompok item-item (recognition).
3. Kita dapat juga mencoba untuk mengetahui mudah tidaknya ia mempelajari
materi tersebut untuk kedua kalinya (relearning).
g. Cara Meningkatkan Kinerja Ingatan Secara garis besar daya mengingat atau
kapasitas ingatan setiap orang dapat ditingkatkan, paling sedikit penggunaannya dapat
dioptimalkan melalui latihan-latihan dan strategi-strategi tertentu. Adapun strategi dan
teknik untuk membantu meningkatkan kinerja ingatan seseorang diantaranya yaitu:
1) Imajeri Visual
Imajeri visual yaitu gambaran mengenai sesuatu di dalam pikiran. Misalnya,
mengingat kata kerbau, maka orang dapat membayangkan di dalam pikirannya
mengenai gambar kerbau di buku atau seekor kerbau berada ditengah sawah. Dengan
mengingat suatu peristiwa, orang dapat melakukannya dengan membayangkan
kembali peristiwa itu di dalam pikirannya.
2) Organisasi
Mengorganisasikan informasi sehingga membentuk suatu tatanan atau pola
tertentu, misalnya berupa serial atau hirarki. Organisasi serial dapat dipergunakan
ketika seseorang harus mengingat banyak kejadian. Ia dapat menyusun secara urutan
kejadian-kejadian itu sesuai dengan waktu kejadian, dari yang sudah lama sampai
yang baru terjadi, atau sebaliknya.
4) Mediasi
Menggunakan mediasi atau perantara. Cara ini dilakukan dengan menambahkan
kata-kata atau gambar-gambar di dalam materi yang akan diingat. Misalnya kata
cerdas, agar lebih mudah mengingat artinya maka seseorang dapat menambahkan kata
tersebut dengan solusi cerdas atau orang cerdas. Selain itu, mediasi juga dapat
dilakukan dengan membuat singkatan.
5) Simbol
Mengganti simbol terhadap objek yang ingin diingat, misalnya mengganti simbol
huruf dengan angka atau sebaliknya.
REFERENSI
Bimo Walgito. 1990. Pengantar Psikologi Umum. Edisi Revisi, Cetakan ke 2.
Jogjakarta. Penerbit Andi OFFSET.
6. Lupa
Lupa merupakan peristiwa tidak dapat memproduksi tanggapan-tanggapan
atau situasi gejala dimana informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan
kembali untuk digunakan.
Daya ingatan kita tidaklah sempurna. Banyak hal-hal yang pernah diketahui,
tidak dapat diingat kembali, atau dilupakan. Ada empat cara untuk menerangkan
proses lupa. Keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan saling mengisi :
1. Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak. Kalau materi
yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses metabolisme
otak, lambat laun jejak materi itu akan terhapus dari otak dan kita tak dapat
mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan, materi itu lenyap sendiri.
2. Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami
perubahan-perubahan secara sistematis, mengikuti prinsi-prisip sebagai berikut :
a. Penghalusan : Materi berubah bentuknya kearah bentuk yang lebih simetris,
lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuknya asli tidak diingat lagi.
b. Penegasan : Bagian-bagian yang paling menyolok dari suatu hal adalah yang
paling mengesankan, dan karena itu dalam ingatan bagian-bagian ini
dipertegas, sehingga yang diingat hanya bagian-bagian yang menyolok ini dan
bentuk keseluruan tidak begitu diingat. Misalnya, kita melihat seseorang
dengan hidung mancung. Karena terkesan oleh hidungnya, maka dalam
mengingat orang itu kita hanya ingat akan hidungnya, sedangkan bagaimana
wajah orang itu sebenarnya tidak kita ingat lagi.
c. Asimilasi : Bentuk yang mirip botol, misalnya, akan kita ingat sebagai botol,
sekalipun bentuk itu bukan botol sama sekali. Dengan demikian kita hanya
ingat akan sebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk yang asli. Perubahan materi
disini disebabkan karena kita cenderung untuk mencari bentuk yang ideal dan
lebih sempurna.
3. Kalau kita mempelajari hal yang baru, mungkin hal-hal yang sudah kita ingat,
tidak dapat kita ingat lagi. Misalnya, seorang anak menghafal nama kota-kota
dijawa barat. Setelah itu ia mengahafal nama kota-kota dijawa tengah. Pada waktu
ia sudah menghafal materi kedua, materi pertama sudah lupa lagi. Dengan
perkataan lain, materi kedua menghambat dapat diingatnya materi pertama.
Hambatan seperti ini disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya, mungkin pula
materi yang baru kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan, karena terhambat
oleh adanya materi lain yang sudah terlebih dahulu dipelajari. Hambatan seperti
ini disebut hambatan proaktif.
4. Ada kalanya kita melupakan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-peristiwa
yang mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan sebagainya, pendek
kata semua hal yang tidak dapat diterima oleh hati nurani akan kita lupakan
dengan sengaja (sekalipun proses lupa yang sengaja ini kadang-kadang tidak kita
sadari, terjadi diluar alam kesadaran kita). Pada bentuknya yang ekstrim represi
dapat menyebabkan amnesia, yaitu lupa akan namanya sendiri, akan alamatnya
sendiri, akan orang tua, akan anak-istri dan akan semua hal yang bersangkut-paut
dengan dirinya sendiri. Amnesia ini dapat ditolong atau disembuhkan melalui
suatu peristiwa yang begitu dramatisnya sehingga menimbulkan kejutan kejiwaan
pada penderita.
Faktor-faktor penyebab lupa dalam belajar dan kiat mengatasinya
a. Faktor-faktor penyebab lupa
Pertama, lupa dapat terjadi karena sebab gangguan konflik antara item-item
informasi atau materi yang ada dalam system memori siswa. Dalam interference
theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua,
yaitu: 1) practice interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best
1989; Anderson 1990)
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena sebab adanya tekanan
terhadap item yang telah ada baik sengaja maupun tidak. Penekanan ini terjadi
karena beberapa sebab, yaitu:
1) Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan
sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan
sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran
2) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi
yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroactive
3) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan
ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan
Ketiga, lupa dapat terjadi karena sebab perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti
proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap
dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan
terhadp guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Keempat, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi
karena sebab materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunaakan atau
dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan
demikian akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk
dengan materi pelajaran baru.
Kelima, lupa tentu saja dapat terjadi karena sebab perubahan urat syaraf otak.
Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan
alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan atau item-item informasi yang
ada dalam memori permanennya.
b. Kiat mengurangi lupa dalam belajar
Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal
siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya
ingatannya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990),
adalah sebagai berikut:
Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas
penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Over learning terjadi apabila
respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran
atas respon tersebut dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat
dipakai untuk over learning, antara lain pembacaan teks Pancasila pada setiap
hari Senin memungkinkan ingatan siswa terhadap teks Pancasila lebih kuat.
Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi
waktu belajar atau penambahan frekuensi aktivitas belajar. Penambahan
alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar,
misalnya dari satu jam menjadi dua jam waktu belajar. Penambahan frekuensi
belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya
dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis
karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut
mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk
memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa.
Clustering (pengelompokkan) ialah menata ulang item-item materi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-
item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip.
Penataan ini direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item
materi sehingga mudah untuk dihafalkan.
7. Retensi (daya ingat)
Retensi merupakan suatu fase-fase informasi baru yang di peroleh harus
dipindahkan dari memori jangka pendek ke mmori jangka panjang dan dapat terjadi
melalui pengulangan kembali untuk praktek dan elaborasi
Daya ingat (retensi) yang baik merupakan kebutuhan setiap siswa untuk
belajar optimal. Ini karena hasil belajar siswa di sekolah diukur berdasarkan
penguasaan siswa atas materi pelajaran, yang prosesnya tidak terlepas dari kegiatan
mengingat (kemampuan menggunakan daya ingat). Maka dengan daya ingat yang
baik, siswa akan dapat belajar dengan mudah dan mencapai hasil optimal. Namun,
tidak setiap siswa memiliki daya ingat yang baik. Dalam setiap kelas, misalnya, pasti
ada siswa yang memiliki daya ingat baik dan ada pula yang memiliki daya ingat
buruk. Hal ini sesuai pendapat Kapadia (2003) yang menyatakan bahwa beberapa
orang memiliki daya ingat yang baik dan yang lainnya berdaya ingat buruk (Admin,
2009).
Proses pembelajaran di kelas akan berlangsung lancar bila seluruh siswa
memiliki daya ingat yang baik. Tetapi ketika sebagian besar siswa memiliki daya
ingat buruk ditandai dengan kesulitan siswa dalam mengingat materi pelajaran
tentunya akan timbul masalah karena proses pembelajaran menjadi lamban.
Lambannya proses pembelajaran akan berdampak tidak tercapainya target yang
ditentukan. Atau kalau target tercapai, daya serapnya justru tidak tercapai. Jika ini
terjadi, berarti pembelajaran tidak berhasil (Admin, 2009).
Untungnya, daya ingat itu dapat diperbaiki. Ini sesuai pendapat Stine (2003)
bahwa orang yang memiliki ingatan tajam (daya ingat baik) tidak dilahirkan tetapi
diciptakan. Melalui teknik yang tepat, orang dapat mendayagunakan daya ingat
sehingga memperoleh yang terbaik darinya, memproses dan mengakses informasi
dengan mudah. Untuk memudahkan pemahaman tentang pendayagunaan daya ingat,
kita perlu mengetahui cara kerjanya. Menurut Kapadia, cara kerja daya ingat mirip
dengan cara kerja perekam. Dia mengibaratkan daya ingat sebagai tape recorder.
Tombol “play” diwakili indera (peraba, perasa, pembau, penglihat, pendengar).
Tombol perekam diwakili benak (pemusatan pikiran). Putar ulang diwakili kemauan,
dan listrik diwakili energi lingkungan.
Rendahnya daya ingat siswa terhadap meteri pelajaran merupakan salah satu masalah
yang sering dihadapi guru. Retensi sebagai bagian dari ingatan memegang peranan
penting agar dapat terjadi perubahan yang relatif permanan dalam tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman, yaitu proses belajar. Tanpa adanya retensi, proses
belajar tidak mungkin terjadi, begitu pula sebaliknya. Retensi siswa dapat
ditingkatkan dengan cara melibatkan mereka secara aktif
dalam proses pembelajaran. Peran aktif siswa dalam belajar dapat bervariasi mulai
dari yang paling minimal hingga maksimal (Aryanti,. et all, 2007).
8. Transfer
a. Proses belajar
Proses belajar, kesungguhan motivasi belajar, dan kadar konsentrasi terhadap
terhadap pelajaran. Siswa diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah materi
pelajaran, dan ini juga tergantung dari motivasi belajar dan sejauhmana kadar
konsentrasinya. Maka, siswa yang kurang melibatkan diri dalam proses belajar,
kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang mendalam dalam mengolah materi
pelajaran, tidak diharapkan akan mengadakan transfer belaJar. Semua ini berkaitan
dengan tata cara belajar atau tekhnik-tekhnik studi, apakah efisien dan efektif. Maka
makin tata cara belajar itu, makin meningkat pula kemungkinan siswa akan
mengadakan transfer belajar.
b. Hasil belajar
Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan
(informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan
motorik dan sikap.Hasil belajar yang lama dapat memudahkan untuk menerima
stimulus yang baru. Jadi baik atau tidaknya, sedikit atau banyaknya hasil belajar yang
diperoleh sebelumnya dapat mempengaruhi transfer belajar atau proses belajar
selanjutnya.
c. Bahan/materi bidang-bidang studi
Bahan atau materi dalam bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti
dan sikap dibutuhkan dalam bidang studi. Transfer belajar mengendalikan adanya
kesamaan, maka kesamaan antara daerah/bidang studi atau antara bidang studi dan
kehidupan sehari-hari itu, secara nyata harus ada. Adanya kesamaan juga meliputi
taraf intelegensi, minat, dan perhatian.
d. Faktor-faktor subyektifitas dipihak siswa
Faktor-faktor subyektif siswa, antara lain taraf intelegensi (kemampuan
belajar), minat, motivasi dan perhatian.
Misalnya, Siswa yang memiliki motivasi intrinsik, yang merasa senang dalam
belajar di sekolah dan yang mampu mengolah dengan baik dan secara mendalam,
akan jauh lebih siap untuk mengadakan transfer belajar, dibandingkan dengan siswa
yang kurang bermotivasi, kurang berperasaan senang dan kurang mampu mengolah
dengan baik.
e. Sikap dan usaha guru
Kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi siswa dalam mengadakan
transfer belajar. Sikap guru yang menyadari, bahwa tanggungjawab nya tidak hanya
terbatas paa bidang studi tertentu, tetapi juga mencakup usaha jujur untuk membentuk
kepribadian siswa secara kesluruhan, dalam perkembangan intelektual, efektif (sikap)
dan sosial.
9. Kondisi belajar
Kondisi belajar merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar. Kondisi belajar yang baik akan mempengaruhi proses dan hasil belajar
yang baik, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan menurut Gagne dalam bukunya “Condition of learning” (1977)
menyatakan bahwa “Kondisi belajar adalah suatu situasi belajar (learning situation)
yang dapat menghasilkan perubahan perilaku (performance) pada seseorang setelah ia
ditempatkan pada situasi tersebut”.
Gagne membagi kondisi belajar atas dua, yaitu:
a. Kondisi internal (internal condition) adalah kemampuan yang telah ada pada diri
individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh
seperangkat proses transformasi.
b. Kondisi Eksternal (eksternal condition) adalah situasi perangsang di luar diri si
belajar.
Kondisi belajar yang diperlukan untuk belajar berbeda-beda untuk setiap
kasus. Begitu pula dengan jenis kemampuan belajar yang berbeda akan
membutuhkan kemampuan belajar sebelumnya yang berbeda dan kondisi
eksternal yang berbeda pula.
Kondisi Belajar Untuk Berbagai Jenis Belajar
Gagne (dalam Richey, 2000) menyatakan bahwa dibutuhkan belajar yang
efektif untuk berbagai jenis/ kategori kemampuan belajar. Kondisi belajar dibagi
atas lima kategori belajar sebagai berikut:
1. Keterampilan intelektual (Intellectual Skill): kondisi belajar yang dibutuhkan
adalah pengambilan kembali keterampilan keterampilan bawahan (yang
sebelumnya), pembimbing dengan kata-kata atau alat lainnya, pendemonstrasian
penerapan oleh siswa dengan diberikan balikan, pemberian review.
2. Informasi verbal (Verbal Information): kondisi belajar yang dibutuhkan
adalah pengambilan kembali konteks dari informasi yang bermakna, kinerja
(performance) dari pengetahuan baru yang konstruktsi, balikan
3. Stategi kognitif (Cognitive Strategy/problem solving): kondisi belajar yang
dibutuhkan adalah pengambilan kembali aturan-aturan dan konsep-konsep yang
relevan, penyajian situasi masalah baru yang berhasil, pendemonstrasian solusi
oleh siswa.
4. Sikap (Attitude): kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan
kembali informasi dan keterampilan intelektual yang relevan dengan tindakan
pribadi yang diharapkan. Pembentukan atau pengingatan kembali model manusia
yang dihormati, penguatan tindakan pribadi dengan pengalaman langsung yang
berhasil maupun yang dialami oleh orang lain dengan mengamati orang yang
dihormati.
5. Keterampilan motorik (Motor Skill): kondisi belajar yang dibutuhkan
adalah pengambilan kembali rangkaian unsur motorik, pembentukan atau
pengingatan kembali kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan, pelatiahn
keterampilan-keterampilan keseluruahn, balikan yang tepat.
10. Tujuan Belajar
Diantara beberapa tujuan belajar adalah sebagai berikut: (Sadirman, 2008:28)
Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan
kemampuan berfikir sebagai yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain tidak
dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya
kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan ialah yang memiliki
kecenderungan lebih besar perkembanganya di dalam kegiatan belajar. Dalam
hal ini peran guru sebagai pengajar lebih menonjol.
1. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan
suatu keterampilan. Keterampilan itu memang dapat di didik, yaitu dengan
banyak melatih kemampuan.
2. Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik,
guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatanya. Untuk ini
dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa
menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak dapat dibagi menjadi dua yaitu :
(Slamet, 1996:34)
1. Faktor yang berasal dari diri anak
Faktor fisiologi yaitu faktor yang meliputi jasmani anak. Apakah anak sehat, tidak
sehat (sakit)
2. Faktor psychology yaitu faktor yang meliputi rohani yang mendorong aktivitas
belajar anak. Hal ini berpengaruh pada : taraf intelegensi, motivasi belajar,
sosial ekonomi, sosial budaya dan lain-lain.
Faktor yang berasal dari luar diri anak
1. Faktor non sosial yang meliputi keadaan udara; waktu (pagi; siang dan sore),
tempat dan alat-alat yang dipakai dalam pembelajaran.
2. Faktor sosial yang meliputi pendidik, metode pengajaran.
11. Umpan Balik
Dengan adanya umpan balik mahasiswa/siswa dapat mengerti sejauh mana
penampilan mereka dibandingkan dengan tujuan belajar yang harus dicapai. Umpan
balik member informasi tentang keberhasilan. Mahasiswa/siswa perlu diikutsertakan
dalam prosedur pemberian umpan balik, misalnya dengan jalan memonitor diri
sendiri, menilai diri sendiri, dan menentukan tujuan-tujuan belajarnya secara
individual.
Worell&Stilwell (1981) memberi saran bagaimana dosen/guru dapat
memanipulasi umpan balik untuk memperlancar proses belajar mengajar, yaitu :
a. Dosen/guru harus yakin kemampuan awal yang dutuhkan sudah dimiliki
oleh mahasiswa/siswa sebelum memulai tugas barunya.
b. Umpan alik perlu diberikan secara teratur, jangan ditangguhkan
c. Bila mungkin member kesempatan kepada mahasiswa/siswa untuk
mengontrol umpan balik yang diberikan
d. Dosen/guru member komentar yang bersifat memperbaiki
e. Sedapat mungkin dihindari sarkasme
f. Mahasiswa/siswa harus diberi dorongan untuk berusaha memperbaiki
kesalahan
g. Dosen/guru memberi umpan balik verbal yang dapat memberikan insentif
h. Dosen/guru member umpan bali yang dapat membangkitkan motivasi.