Post on 27-Jun-2015
Tugas MakalahPendidikan Pancasila
“Pengamalan pancasila dalam bidang politik,ekonomi,social budaya,dan hukum”
Di susun oleh :
Nama : Robithu HukamaNim : 10410577
Dosen Pengampu: Mustaqiem, Dr. H., SH., M.Si.
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA2011
BAB I
.PENDAHULUAN
Assalamualaikum wr.wb. Pancasila merupakan filosofis yang melandasi
Negara kita, sudah sepatutnya apabila kita sebagai warga Negara yang baik
menggunakan filosofis tersebut dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Seperti
yang terdapat pada kelima sila dalam pancasila yaitu Ketuhanan yang maha esa,
Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang du
pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan
keadilan social bagi sekuruh rakyat Indonesia. Kelima tersebut merupakan pokok
filosofis dalam pancasila sendiri dan kita sebagai Negara yang memakai filosofis
tersebut sudah seharusnya mengamalkan pancasila dalam berbagai bentuk kehidupan.
Dalam makalah ini nantinya akan di bahas beberapa bentuk pengamalan
pancasila sendiri kedalam berbagai bidang. Diantaranya di bidang politik, ekonomi,
social dan budaya, juga di bidang hukum.
BAB II
.PEMBAHSAN
A. Pengertian Pancasila
Secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti lima “lima” dan
sila yang berarti “dasar”. Selain itu Arti Pancasila juga berasal dari bahasa sansekerta
India (kasta brahmana). sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta ,
memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima, syila : vokal i
pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang artinya
peraturan tingkah laku yang baik atau penting. kata kata tersebut kemudian dalam
bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan
dengan moralitas. oleh karena itu secara etimologi kata “pancasila” yang dimaksud
adalah istilah “pancasyila” dengan vokal i yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi
lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. adapun istilah “pancasyiila”
dengan huruf Dewanagari i bermakna “lima aturan tingkah laku yang penting”
Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India.
ajaran budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang
kesemuanya itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surga. ajaran pancasila
menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles,
yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya. adapun isi lengkap
larangan itu adalah : Panatipada veramani sikhapadam samadiyani, artinya “jangan
mencabut nyawa makhlum hidup” atau dilarang membunuh. Dinna dana veramani
shikapadam samadiyani, artinya “jangan mengambil barang yang tidak diberikan.”
maksudnya dilarang mencuri. Kameshu micchacara veramani shikapadam samadiyani,
artinya jangan berbuat zina. Musawada veramani shikapadam samadiyani, artinya
jangan berkata bohong atau dilarang berdusta. Sura merayu masjja pamada tikana
veramani, artinya janganlah minum-minuman yang memabukkan.
Nilai nilai pancasila secara intrinsik bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan
masyarakat indonesia nilai pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup
(pandangan hidup). nilai dan fungsi filsafat pancasila telah ada jauh sebelum indonesia
merdeka. hal ini dibuktikan dengan sejarah majapahit (1293). pada waktu itu hindu dan
budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu prapanca
menulis “negara kertagama” (1365). dalam kitab tersebut telah terdapat istilah
“pancasila”
Empu tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat
seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya
walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki
Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat
itu, yaitu agama Hindu dan Budha. bahkan salah satu kerajaan yang menjadi
kekuasaannya yaitu pasai jutru telah memeluk agama islam. Sumpah palapa yang
diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan
keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh
nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa,
jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau gurun,
seram, tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah
dikalahkan”.
Dalam kehidupan bangsa indonesia diakui bahwa nilai pancasila adalah
pandangan hidup (filsafat hidup) yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. nilai
pancasila dianggap sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa,
karenanya nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
sebagai ajaran filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan
hakiki rakyat indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan
Yang Maha Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudian juga
dijadikan fundamental kenegaraan yaitu negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa., persatuan indonesia dan seterusnya dimana nilai nilai tersebut secara bulat dan
utuh mencerminkan asa kekeluargaan, cinta sesama dan cinta keadilan.
B. Pengamalan Dalam Bidang Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) system politik Indonesia adalah dalam
pembukaan UUD 1945 alenia IV “….. maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemasusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi
seluruh rakyat indonesia”.Sehingga system politik Indonesia adalah Demokrasi
pancasila .
Dimana demokrasi pancasila itu merupakan system pemerintahan dari rakyat
dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta
dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah
wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan
keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam
organisasi sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti
pedoman pengamalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain
warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala
kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan
terwujud.Nilai dan ruh demokrasi yang sesuai dengan visi Pancasila adalah yang
berhakikat:
a. kebebasan, terbagikan/terdesentralisasikan, kesederajatan, keterbukaan,
menjunjung etika dan norma kehidupan
b. kebijakan politik atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi yang
memperjuangkan kepentingan rakyat , kontrol publik,
c. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-
luasnya
d. supremasi hukum.
Begitu pula standar demokrasinya yang :
a. bermekanisme ‘checks and balances’, transparan, akuntabel,
b. berpihak kepada ‘social welfare’, serta
c. meredam konflik dan utuhnya NKRI.
perbaikan moral tiap individu yang berimbas pada budaya anti-korupsi serta
melaksanakan tindakan sesuai aturan yang berlaku adalah sedikit contoh aktualisasi
Pancasila secara Subjektif. Aktualisasi secara objektif seperti perbaikan di tingkat
penyelenggara pemerintahan. Lembaga-lembaga negara mesti paham betul bagaimana
bekerja sesuai dengan tatanan Pancasila. Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus
terus berubah seiring tantangan zaman.
(Kompas, 01 April 2003). “Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam
masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan”. Pada
kalimat itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung
akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai,
mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk
memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya
kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu
adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.
Penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi pancasila dan
mekanisme Undang Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidak seimbangan
kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara dan makin jauh dari cita-cita demokrasi
dan kemerdekaan yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang
bercorak absoluth karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebih (The Real
Executive ) yang melahirkan budaya Korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga
terjadi krisis multidimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Ini bisa dilihat betapa banyaknya pejabat yang mengidap penyakit “amoral”
meminjam istilah Sri Mulyani-moral hazard. Hampir tiap komunitas (BUMN maupun
BUMS), birokrasi, menjadi lumbung dan sarang “bandit” yang sehari-hari menghisap
uang negara dengan praktik KKN atau kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Sejak Republik Indonesia berdiri, masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme selalu
muncul ke permukaan. Bermacam-macam usaha dan program telah dilakukan oleh
setiap pemerintahan yang berkuasa dalam memberantas korupsi tetapi secara umum
hukuman bagi mereka tidak sebanding dengan kesalahannya, sehingga gagal untuk
membuat mereka kapok atau gentar. Mengapa tidak diterapkan, misalnya hukuman
mati atau penjara 150 tahun bagi yang terbukti.
Para elit politik dan golongan atas seharusnya konsisten memegang dan
mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap tindakan. Dalam era globalisasi saat
ini , pemerintah tidak punya banyak pilihan. Karena globalisasi adalah sebuah
kepastian sejarah, maka pemerintah perlu bersikap. ”Take it or Die” atau lebih dikenal
dengan istilah ”The Death of Government”. Kalau kedepan pemerintah masih ingin
bertahan hidup dan berperan dalam paradigma baru ini maka orientasi birokrasi
pemerintahan seharusnya segera diubah menjadi public services management.
C. Pengamalan Dalam Bidang Ekonomi
Pengamalan pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem
ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social
(sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi
kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan,
penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang
memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan
terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut
hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila
sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha
menengah, kecil, dan mikro (UMKM).selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila
tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia
juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan,
kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan
bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian
pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan
bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar
dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus
berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama
menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila yang meliputi:
1. ekonomika etik dan ekonomika humanistik
2. nasionalisme ekonomi & demokrasi ekonomi
3. ekonomi berkeadilan social.
Namun pada kenyataannya, sejak pertengahan 1997 krisis ekonomi yang
menimpa Indonesia masih terasa hingga hari ini. Di tingkat Asia, Indonesia yang oleh
sebuah studi dari The World Bank (1993) disebut sebagai bagian dari Asia miracle
economics, the unbelieveble progress of development, ternyata perekonomiannya tidak
lebih dari sekedar economic bubble, yang mudah sirna begitu diterpa badai krisis
(World Bank, 1993).
Krisis ekonomi terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia Orde Baru dan
Orde Lama yang dialami sekarang ini telah mencuatkan tuntutan reformasi total dan
mendasar (radically). Bermula dari krisis moneter (depresi rupiah) merambah ke
lingkungan perbankan hingga ke lingkup perindustrian.
Kebijakan perekonomian Indonesia yang diterapkan tidak membumi, hanya
sebatas “membangun rumah di atas langit” dan akibatnya upaya pemberdayaan
ekonomi masyarakat menjadi tersingkirkan. Rakyat masih terus menjadi korban
kegagalan kebijakan pemerintah.
Potret perekonomian Indonesia semakin buram, memperhatikan kebijakan
pemerintah yang selalu “pasrah” dengan Bank Dunia atau pun International Monetary
Fund (IMF) dalam mencari titik terang perbaikan ekonomi Indonesia. Belum lagi
menumpuknya utang luar negeri semakin menghimpit nafas bangsa Indonesia, sampai-
sampai seorang bayi baru lahir pun telah harus menanggung hutang tidak kurang dari 7
juta rupiah.
Seorang pengamat Ekonomi Indonesia, Prof. Laurence A. Manullang,
mengatakan bahwa selama bertahun-tahun berbagai resep telah dibuat untuk
menyembuhkan penyakit utang Internasional, tetapi hampir disepakati bahwa langkah
pengobatan yang diterapkan pada krisis utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan
adalah Indonesia sudah mencapai tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat
tinggi terhadap utang luar negeri. Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur
untuk bisa keluar dari belitan utang. Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang
melekat pada praktik yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional, tepatnya
negara-negara donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993).
Keputusan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan
untuk segera memasuki industrialisasi dengan meninggalkan agraris, telah
menciptakan masalah baru bagi national economic development. Bahkan menurut
sebagian pakar langkah Orde baru dinilai sebagai langkah spekulatif seperti mengundi
nasib, pasalnya, masyarakat Indonesia yang sejak dahulu berbasis agraris Sebagai
konsekuensinya, hasil yang didapat, setelah 30 tahun dicekoki ideologi ‘ekonomisme’
itu justru kualitas hidup masyarakat Indonesia semakin merosot tajam (dekadensia).
Jika hingga saat ini kualitas perekonomian belum menampakkan perubahan
yang signifikan, tidak menutup kemungkinan, akan mendapat pukulan mahadasyat dari
arus globalisasi. Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses
pemberdayaan masyarakat lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara
kemanjaan (ketergantungan) pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan
akomodasi bentuk perekonomian masyarakat yang tersebar (diversity of economy style)
di seluruh pelosok negeri tidak tersentuh. Hal ini juga terlihat jelas pada kebijakan-
kebijakan pemerintah yang tidak proporsional, tidak mencerminkan model
perekonomian yang telah dibangun oleh para Founding Father terdahulu. Hal ini dapat
dilihat pada beberapa kasus, misalnya, pencabutan subsidi di tengah masyarakat yang
sedang sulit mencari sesuap nasi, mengelabuhi masyarakat dengan raskin (beras untuk
rakyat miskin), atau jaring pengaman sosial (JPS) lain yang selalu salah alamat.
D. Pengamalan Dalam Bidang Sosial Budaya
Perkembangan dunia yang tanpa batas dapat menimbukan dampak positif
maupun dampak negativ. Dari setiap dampak yang ditimbulkan, dalam bidang sosial
budaya tampak nyata berpengaruh dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat
Indonesia. Hal ini dapat ditunjukan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang
semakin modern dan konsumtif, bahkan menggeser nilai-nilai lokal yang selama ini
diprtahankan. Sikap yang harus ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia sebagai
pengamalan dari Pancasila dalam menghadapi nilai-nilai globalisasi, terutama dalam
kehidupan social budaya.
Pertama, gaya hidup masyarakat harus diselaraskan dengan nilai, norma,
estetika, terutama yang berkaitan dengan mode pakaian, pergaulan dan kebiasaan
hidup, serta adapt istiadat. Sikap yang harus ditunjukkan terhadap pengaruh tersebut ,
adalah dengan adanya himbauan, pendidikan, bahkan aturan yang tegas terhadap
fenomena tersebut dalam menjaga nilai-nilai yang selama ini dijaga oleh bangsa
Indonesia. Cara efektif dalam menangkalnya adalah dengan melalui pendidikan formal
maupun nonformal, baik disekolah, pendidikan keagamaan dan acara-acara lain yang
memberikan perhatian terhadap etika dan moral bangsa Indonesia.
Kedua, sikap individualisme yang memengaruhi budaya masyarakat Indonesia
yang biasa bergotong-royong dan kekeluargaan. Hal tersebut perlu diperhatikan dalam
kehidupan social masyarakat Indonesia.
Ketiga, pengaruh sikap materialistis dan sekularisme, yaitu sikap yang lebih
mementingkan nilai materi daripada yang lainnya sehingga dapat merusak sendi-sendi
kehidupan yang menjunjung keadilan dan moralitas. Selain itu, sekularisme perlu juga
diwaspadai karena Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai
Ketuhanan.
E. Pengamalan Dalam Bidang Hukum
Pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam
nilai-nilai Pancasila, antara lain :
> Perdamaian—bukan perang.
> Demokrasi—bukan penindasan.
> Dialog—bukan konfrontasi.
> Kerjasama—bukan eksploitasi.
> Keadilan—bukan standar ganda.
Pertahanan dan Keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi
tercapainya hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin
hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan hankam.
Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai
soatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
Pertahanan dan Keamanan, Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of
appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision
should give way to State’s discretion in enacting or enforcing its law,
striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and a permitted
derogation (limitation), Move principle of justification than interpretation,
Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform
Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging
confrontantions.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan
mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa
“law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law
enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law awareness”.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan
kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:
1. Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses
amandemen
2. Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia
3. Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers menentukan urutan
Pancasila.
Mengingat TNI sebagai bagian integral bangsa Indonesia senantiasa memegang
teguh jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional berperan
serta mewujudkan keadaan aman dan rasa aman masyarakat, sesuai perannya
sebagai alat petahanan NKRI. TNI sebagai bagian dari rakyat berjuang bersama rakyat,
senantiasa menggugah kepedulian TNI untuk mendorong terwujudnya kehidupan
demokrasi, juga terwujudnya hubungan sipil militer yang sehat dan persatuan kesatuan
bangsa melalui pemikiran, pandangan, dan langkah-langkah reformasi internal ini.
Beberapa arah kebijakan negara yang tertuang dalam GBHN, dan yang harus
segera direlisasikan, khususnya dalam bidang hukum antara lain:
1. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui
dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbarui Undang-
undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk
ketidak adilan gender dan ketidak sesuaiaannya dengan tuntutan reformasi
melalui program legislasi.
2. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan para penegak hukum,
termasuk Kepolisian RI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan
meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum,
pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
3. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh
penguasa dan pihak manapun.
4. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya
kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan
tegaknya negara hukum.
Satu hal yang perlu kita garis bawahi, bahwa Indonesia adalah negara hukum,
artinya semua lembaga, institusi maupun person yang ada di dalamnya harus tunduk
dan patuh pada hukum. Maka ketika hukum di Indonesia betul-betul ditegakkan dengan
tegas, dan dikelola dengan jujur, adil dan bijaksana, insya Allah negeri ini akan makmur
dan tentram
Namun saat ini betapa rapuhnya sistem dan penegakkan hukum (law
enforcement) di negeri ini dan karena itu merupakan salah satu kendala utama yang
menghambat kemajuan bangsa, sistem hukum yang masih banyak mengacu pada
sistem hukum kolonial, penegakkan hukum yang masih terkesan tebang pilih, belum
konsisten merupakan mega pekerjaan rumah serta jalan panjang yang harus ditempuh
dalam bidang hukum, Kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum, termasuk
lembaga-lembaga penegak hukum, kian terpuruk . contohnya setelah putusan Kasasi
Akbar Tanjung, sebagian besar masyarakat menganggap putusan Mahkamah Agung
itu mengusik keadilan masyarakat sehingga menimbulkan rasa kekecewaan yang
sangat besar. Akibatnya, kini ada kecenderungan munculnya sinisme masyarakat
terhadap setiap gagasan dan upaya pembaharuan hukum yang dimunculkan oleh
negara maupun civil society.
Patut kita jadikan referensi tersendiri kasus-kasus menarik MA, berawal dari isu
kolusi dalam kasus Ghandi Memorial School (GMS), yang menjadi sangat menarik
karena kasus ini justru berasal dari Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto. Dan kasus
korupsi dana non bagiter bulog senilai 40 miliar, yang menjadi tersangka utama ketua
DPR RI, yang sekaligus Ketua Umum Partai yang berlambang pohon beringin, Akbar
Tanjung. Yang kesemuanya itu merupakan representasi dari berbagai putusan
pengadilan atas kasus-kasus korupsi lainnya yang mengabaikan rasa keadilan
masyarakat dan sense of crisis. Sejak komitmen reformasi dicanangkan tahun 1998,
mandat reformasi hukum paling utama adalah “ Membersihkan sapu kotor” agar mampu
Membersihkan “lantai kotor”. Sapu kotor menggambarkan institusi penegak hukum kita
kepolisian, kejaksaan, dan peradilan yang belum steril dari praktek korupsi sehingga
menyulitkan untuk melaksanakan mandat penegakan hukum secara tidak diskriminatif.
BAB III
. PENUTUP
Dari semua penjelasan tadi dapat disimpulakan bahwa. dalam bidang
politik ,Pengembangan politik yang dilandasi kedaulatan rakyat sesuai dengan hak
asasi manusia sagatlah penting adanya. Dalam bidang ekonomi sendiri,
Pengembangan ekonomi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
menciptakan kesejahteraan yang merata harus di timbulkan dalam Negara kita. Bidang
social budaya, Bangsa yang memiliki beragam jenis budaya harus terus dilestarikan.
Karena bangsa Indonesia adalah bhineka tunggal ika. Di bidang hukum, Jadi dengan
pengembangan – pengembangan yang sudah di jelaskan diatas dapat mewujudkan
bangsa ini menjadi lebih baik lagi.
Itulah gambaran dari pengamalan pancasila dalam berbagai bidang yang ada di
Indonesia. Apabila terdapat kesalahan pendapat dalam makalah ini mengingat selaku
terbatasnya sumber yang saya dapatakan saya selaku pembuat makalah ini memohon
maaf. Wassalamualaikum wr.wb