Makalah Pancasila Perbaikan
-
Upload
agiaominknug5666 -
Category
Documents
-
view
320 -
download
3
Transcript of Makalah Pancasila Perbaikan
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada kami semua. Sehinggga saya
mampu menyelesaikan makalah Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan waktu yang
diharapkan dan direncanakan. Makalah ini saya buat dalam rangka memenuhi syarat
penilaian perbaikan mata kuliah Pancasila.
Saya sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula
dalam penyusunan makalah ini yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saya mohon maaf atas segala kekurangannya.
Saya menucapkan terima kasih kepada Prof. DR. Sri Mulyani Soegiono, SH
sebagai dosen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan kesempatan kepada saya
dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang telah ikut
berpatisipasi. Sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..…………………………………………………………………….….i
Daftar Isi…….…………………………………………………………………….…..ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………....…2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..2
BAB II PERMASALAHAN……………………………………………………….….3
2.1 Analisa Permasalahan………………………………………………………….….3
2.2 Pembahasan…………………………………………………………………….…4
2.3 Makna Sila-Sila Pancasila…………………………………………………….…..4
2.4 Pancasila Dasar Hukum……………………………………………………….….9
2.5 Pengaruh mengancam Konsistensi Pancasila……………………………………13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………….……………………………………..16
3.2 Saran……………………………………….……………………………………17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan
dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum
nasional Indonesia. Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen
UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari
Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap
hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap
berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai
kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non
diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan Notonagoro , menerangkan bahwa
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata
bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam
GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama
karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui
adanya unsur universal dalam setiap agama.
Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai
kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita
mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara,
yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.
Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian bangsa
Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri, anarkis, sering
terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan sosial saat ini, kalau
diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan diamalkannya Pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
Pancasila merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai
dan sumber norma bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya seperti
undang-undang dasar, undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan
seterusnya. Hal demikian ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
menegaskan: “Pancasila merupakan sumber dari segala hukum”.
Selain itu, Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.
Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak saja
memiliki makna strategis dan fundamelntal sebagai common denominator, sebagai
way of life atau weltanschaung kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
Bahkan lebih dari pada itu, dalam konteks juridis Pancasila merupakan prinsip hukum
yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum lainnya
yang berlaku di Indonesia.
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
· melengkapi tugas untuk perbaikan nilai mata kuliah Pancasila
· salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal, pemikiran
dan realitas kehidupan warga negara
· upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang Pancasila itu sendiri.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Analisa Permasalahan
Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945
belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD
1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai
pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan
pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran
yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan
di hadapan hukum.
Padahal sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Selama ini terdapat berbagai macam
ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Dilihat dari tanggung jawab generasi, pengamalan Pancasila dalam era tinggal
landas nanti pada dasarnya adalah tanggung jawab Generasi Penerus. Bahkan dalam
sejarah perkembangannya Pancasila sendiri ingin menggantikan Pancasila dengan
Peraturan hukum yang lain dan sering kali diwarnai konflik sosial politik baik dalam
aras horizontal maupun vertikal, dengan latar belakang yang cukup beragamseperti
SARA.
Hal ini terjadi dalam peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada tahun
1948 dan peristiwa G 30. Bahkan ketika era reformasi tiba meruntuhkan Orde Baru,
Pancasila pun ikut terdorong ke belakang. Pancasila dianggap tidak bisa lagi
dipergunakan di dalam mengelola negara dan bangsa. Bahkan untuk menyebutkannya
saja orang menjadi segan termasuk pejabat-pejabat pemerintah. Tetapi pada masa
orde baru Pancasila diproklamasikan sebagai asas tunggal.
Bahkan Akhir-akhir ini muncul isu yang mengkhawatirkan, yakni adanya
orang-orang yang ingin mengganti Pancasila. Ada juga perbincangan untuk membela
Pancasila. Semua itu menandakan adanya kesadaran akan pentingnya Pancasila di
negara Indonesia untuk dilestarikan.
2.2 Pembahasan
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Untuk lebih memahami
apa itu pancasila dan penjelasan dari setiap sila-sila pancasila maka berikut adalah
penjelasan tentang sila-sila Pancasila.
• Sila ketuhana yang maha esa Inti sila ketuhanan yang mahaesa adalah kesesuaian
sifat-sifat dan hakikat Negara dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti
kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam segala aspek penyelenggaraan Negara
Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai yang berasal dari tuhan, yaitu
nila-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok dalam
penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan
kodrat manusia adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk
tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara manusia dengan tuhan juga
memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah sebagai sebab yang pertama
atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah merupakan
ciptaan tuhan (Notonagoro) Hubungan manusia dengan tuhan, yang
menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban manusia sebagai
makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama. Maka menjadi suatu
kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan, untuk merealisasikan nilai-nilai
agama yang hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disis lain Negara adalah suatu
lembaga kemanusiaan suatu lembaga kemasyarakatan yang anggota-
anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia untuk manusia,
bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai warganya.
Maka Negara berkewajiban untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran,
kesejahteraan, keadilan perdamaian untuk seluruh warganya. Maka dapatlah
disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari manusia, karena Negara
adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri atas manusia-
manusi adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi hubungan
Negara dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab akibat
yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia dan
manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka sudah menjadi suatu keharusan
bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang berasal dari tuhan.
Jadi hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila
ketuhanan yang mahaesa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan
tidak langsung. Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa
nilai-nilai agama , nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu kala yang konsekuensinya harus direalisasikan
dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara
• Sila kemanusiaan yang adil dan beradab Inti sila kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya dalam setiap aspek
penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan
Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara Negara dan
lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat
dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas
manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai
suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan
Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang
monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok
Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai
individu dan makhluk social. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat
Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara
Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat
makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan
sifat mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam
masyarakat secara keseluruhan . maka sifat dan hakikat Negara Indonesia
adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk social
secara serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara
Indonesia bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga
bukan hanya menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus
sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan
secara serasi dan seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan
sifat Negara harus sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk berdiri seniri dan makhluk tuhan.
• Sila persatuan Indonesia Inti sila persatuan Indonesia yaitu hakikat dan sifat
Negara dengan hakikat dan sifat-sifat satu. Kesesuaian ini meliputi sifat-sifat
dan keadaan Negara Indonesia yang pada hakekatnya merupakan suatu
kesatuan yang utuh, setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi Negara
merupakan suatu kesatuan yang utuh , setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-
sendiri. Jadi Negara Indonesia ini merupakan suatu kesatuan yang mutlak
tidak terbagi-bagi , merupakan suatu Negara yang mempunyai eksistensi
sendiri, yang mempunyai bentuk dan susunan sendiri. Mempunyai suatu sifat-
sifat dankeadaan sendiri. Kesuaian Negara dengan hakikat satu tersebut
meliputi semua unsur-unsur kenegaraan baik yang bersifat jasmaniah maupun
rohania, baik yang bersifat kebendaan maupun kejiwaan. Hal itu antara lain
meliputi rakyat yang senantiasa merupakan suatu kesatuan bangsa Indonesia,
wilayah yaitu satu tumpah darah Indonesia, pemerintah yaitu satu
pemerintahan Indonesia yang tidak bergantung pada Negara lain, satu bahasa
yaitu bahasa nasional indoneisa,satu nasib dalam sejarah, satu jiwa atau satu
asas kerokhanian pancasila. Kesatuan dan persatuan Negara, bangsa dan
wilayah Indonesia tersebut, membuat Negara dan bangsa indoneisa
mempunyai keberadaan sendiri di antara Negara-negara lain di dunia ini
Dalam kaitannya dengan sila persatuan Indonesia ini segala aspek
penyelenggaraan Negara secara mutlak harus sesuai dengan sifat-sifat dan
hakikat satu. Oleh karena itu dalamn realisasi penyelenggaraan negaranya,
baik bentuk Negara, penguasa Negara, lembaga Negara, tertib hukum, rakyat
dan lain sebagainya harus sesuai dengan hakikat satu serta konsekuensinya
harus senantiasa merealisakan kesatuan dan persatuan. Dalam pelaksanaannya
realisasi persatuan dan kesatuan ini bukan hanya sekedarberkaitan dengan hal
persatuannya namun juga senantiasa bersifat dinamis yaitu harus sebagaimana
telah dipahami bahwa Negara pada hakekatnya berkembang secara dinamis
sejalan dengan perkembangan zaman, waktu dan keadaan.
• Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan Inti sila keempat adalah kesesuaian sifat-sifat
dan hakikat Negara dengan sifat-sifat dan hakikat rakyat. Dalam kaitannya
dengan sila keempat ini, maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus
sesuai dengan sifat-sifat dan hakekat rakyat, yang merupakan suatu
keseluruhan penjumlahan semua warga Negara yaitu Negara Indonesia. Maka
dalam penyelenggaraan Negara bukanlah terletak pada suatu orang dan semua
golongan satu buat semua, semua buat satu. Dalam hal ini Negara berdasarkan
atas hakikat rakyat , tidak pada golongan atau individu. Negara berdasarkan
atas permusyawaratan dan kerjasama dan berdasarkan atas kekuasaan rakyat.
Negara pada hakikatnya didukung oleh rakyat oleh rakyat itu dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan. Negara dilakukan untuk kepentingan
seluruh rakyat , atau dengan lain perkataan kebahagian seluruh rakyat
dijamain oleh Negara. Dalam praktek pelaksanaannya pengertian kerakyatan
bukan hanya sekedar berkaitan dengan pengertian rakyata secara kongkrit saja
namun mengandung suatu asas kerokhanian , mengandung cita-cita
kefilsafatan. Maka pengertian kesesuaian dengan hakikat rakyat tersebut, juga
menentukan sifat dan keadaan Negara, yaitu untuk keperluan seluruh rakyat .
maka bentuk dan sifat-sifat Negara mengandung pengertian suatu cita-cita
kefilsafatan yang demokrasi yang didalam pelaksanaannya meliputi demokrasi
politik dan demokrasi politik dan demokrasi si=osial ekonomi. Telah
dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok Negara adalah manusia yang
bersifat monodualis sedangkan rakyat pada hakikatnya terdiri atas manusia-
manusai. Oleh karena itu kesesuaian Negara dengan hakikat rakyat ini
berkaitan dengan sifat Negara kita, yaitu Negara demokrasi monodualis, yang
berarti demokrasi yang sesuai dengan sifat kodrat manusia yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk social dalam suatu kesatuan dwitunggal, dalam
keseimbangan dinamis yang selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan
zaman. Dalam pelaksanaannya demokrasi monodualis ini juga bersifat
kekeluargaan yaitu prinsip hidup bersama yang bersifat kekeluargaan.
• Sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia Inti sila kelima yaitu “keadilan”
yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia harus
sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat
manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia , yaitu
hubungan keadilan antara manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan
hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam hubungan hidup manusia dengan
dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai dengan makna yang
terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan
beradab. Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila
kedua ini terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga
apa yang telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila keadilan social adalah
memenuhi hakikat adil. Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara
kongkrit keadilan social ini mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber
pada sifat kodrat manusia monodualis , yaitu sifat kodrat manusia sebagai
individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut realisasi keadilan dalam
kaitannya dengan Negara Indonesia sendiri (dalam lingkup nasional) maupun
dalam hubungan Negara Indonesia dengan Negara lain (lingkup internasional)
Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi
(keadilan segitiga) yaitu:
Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya.
Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib
membagi-bagikan terhadap warganya apa yang telah menjadi haknya.
Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap
Negara. Jadi dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib
memenuhi keadilan terhadap negaranya.
Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang
lainnya, atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga
Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi seluruh
unsur manusia, jadi juga bersifat monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya
hakikat mutlak manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan
maupun yang kejiwaan, baik dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari orang lain,
semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan
hubungan manusia dengan Tuhannya.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, merupakan pedoman tingkah laku
bagi warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan kepada bangsa Indonesia
merupakan sari dan puncak dari sosial budaya yang senatiasa melandasi tata
kehidupan sehari-hari.
Dari nilai-nilai inilah kemudian lahir adanya sikap yang mengutamakan
kerukunan, kehormonisan, dan kesejahteraan yang sebenarnya sudah lama
dipraktekkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Pandangan hidup bagi suatu bangsa
seperti Pancasila sangat penting artinya karena merupakan pegangan yang stabil agar
tidak terombang-ambing oleh keadaan apapun, bahkan dalam era globalisasi kini yang
2.3 Pancasila Dasar Hukum
Pancasila sebagai dasar negara negara digunakan sebagai dasar untuk
mengatur penyelenggaraan kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan yang meliputi
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan hukum-keamanan. Sebagai
dasar negara, Pancasila diatur dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang
merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut sebagai ideologi negara.
Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua
peraturan peraturan hukum/ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila
haruslah dicabut. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam
bentuk peraturan perundang-undangan bersifat imperatif (mengikat) bagi; (1)
penyelenggara negara, (2) lembaga kenegaraan (3) lembaga kemasyarakatan, (4)
warga negara Indonesia di mana pun berada, dan (5) penduduk di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu
berkembang secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar yang
statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Dalam kapasitasnya
Pancasila merupakan cita-cita bangsa yang merupakan ikrar segenap bangsa
Indonesia dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil maupun spirituil.
Sebagai salah satu peranannya yang merupakan Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, sudah seharusnya Pancasila menjadi
tolak ukur untuk menentukan pembentukan landasan-landasan hukum lain seperti
misalnya Undang-Undang. Tetapi untuk membentuk peraturan perundang-undangan
yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata
cara penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya.
Indonesia sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang berlaku di Indonesia.
Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, diatur secara tumpang tindih baik peraturan yang berasal dari
masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, yaitu:
1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb.
1847: 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan.
Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB
tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan nasional.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk
Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan
Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta.
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang
Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita
Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan
Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai
Undang-Undang Federal.
4. Selain Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai
Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah;
b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang
Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara, dari Departemen Kehakiman
ke Sekretariat Negara;
c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia;
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden.
5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah,
berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara
pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah serta
pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-undang dan peraturan daerah usul
inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah.
Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang
diharapkan mampu mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan
secara objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari
sebagai individu.
Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan
menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang
sangat mendasar inilah yang tidak boleh berubah. Yang kita lakukan adalah
melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam menjawab tantangan-
tantangan baru yang terus menerus muncul dalam perkembangan masyarakat kita dan
masyarakat dunia yang sangat dinamis.
Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat nasional,
Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila,
masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita
miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan
dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai
kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.
Selain itu , Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara lain
temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang
bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya
azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah
tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal
("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya
diklim ada dalam setiap agama.
Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum
yang menguasai hukum dasar negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-
cita negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan
nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran yang dapat
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang
melindungi dan meliputi seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi
segala paham perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang
berkedaulatan rakyat.
Mengenai hal evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai
Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal
Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD
1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" = pernyataan jati diri bangsa =
cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa
Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas
diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya
jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-
pilah.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, selalu
mengalami polemik-polemik dalam permasalahan hukum misalnya mengenai Perda-
Perda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang disampaikan 56
anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda-perda yang ditengarai
bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Belum lagi petisi ini ditanggapi, telah
ada lagi kontra-petisi dari 134 anggota DPR lainnya yang justru meminta supaya tidak
dengan mudah mencabut perda-perda seperti itu.
Adanya perda-perda itu dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang
menetapkannya. Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira. Tetapi
bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang penduduknya
tidak terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, seperti NTT, Sulawesi Utara,
Papua, dan seterusnya. Bahkan, ada yang mengancam untuk melepaskan diri dari
NKRI. . Tidak mudah memperoleh jawaban bagi sebuah negeri yang masyarakatnya
sangat majemuk ditinjau dari berbagai segi: suku, agama, ras, etnis, dan golongan.
Munculnya berbagai peraturan daerah yang secara substansial bertumpang
tindih dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan sistim kodifikasi hukum
publik nasional semakin menghambat penerapan sistim hukum nasional dan merusak
instrument penegakan hukum dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-perda yang
dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah,
perda-perda itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa.
Kendati penyusunan perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab
kepentingan-kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-
hal yang bersifat ideologis.
Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan dalam
penegakan hukum telah menimbulkan kondisi ketidakpercayaan terhadap hukum dan
aparat hukum, terutama dengan dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan dan
atau tindakan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum
dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada gilirannya
mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak nyamanan, keresahan dan hilangnya rasa
aman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku dan rasa
pengabdian di kalangan serta institusi penegak hukum menimbulkan kekuatiran yang
endalam akan semakin sulitnya mewujudkan supremasi hukum di Indonesia sebagai
negara yang berdasarkan hukum.
Semakin berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang
terefleksi dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai daerah
dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa kebangsaan
dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional yang berbasis pada nilai-
nilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan kepribadian bangsa Indonesia.
Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan
sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan
hukum-hukum yang ingin ditegakkan di Indonesia. Apakah hal-hal yang bersifat
ideolgis ataukah hal-hal yang bersifat konkret?
Kita harus sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-
hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu lalu
Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kalau benar-
benar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten melaksanakan prinsip ini.
Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang
dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan
berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus
dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang
berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju
terus ke depan.
Pancasila seharusnya disikapi dengan arif dan kepala dingin, dengan berpikir
dan bertindak agar Pancasila tetap sakti dan lestari sebagai falsafah, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan sebagai dasar dan ideologi negara. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupakan perjanjian luhur seluruh anak bangsa Indonesia
yang sangat majemuk, dan menghormati serta menjamin hak dan martabat
kemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu peranan Pancasila adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam
Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional
Indonesia.
Pancasila merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai
dan sumber norma bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya seperti
undang-undang dasar, undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan
seterusnya. Hal demikian ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
menegaskan: “Pancasila merupakan sumber dari segala hukum”.
Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu
berkembang secara dinamis. Dengan kata lain, Pancasila menjadi dasar yang statis,
tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis.
Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum
yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana
kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.
Selain itu Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita
hukum yang menguasai hukum dasar negara.
3.2 Saran
Untuk menjaga agar Pancasila tetap terpelihara dan lestari, maka harus
dilakukan peningkatan pemahaman pada semua lapisan masyarakat. Yang lebih
penting lagi, para pemimpin harus menjadi teladan dalam pengamalan Pancasila.
Pancasila akan menjadi ideologi yang kuat apabila diamalkan dalam semua aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menuju negara aman, damai,
tentram, adil, makmur dan sejahtera dalam semua aspek kehidupan terutama dalam
penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Seandainya nilai-nilai Pancasila tersebut dapat diimplementasikan
sebagaimana yang terkandung di dalamnya, baik oleh rakyat biasa maupun para
pejabat penyelenggara negara, niscayalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan
negara bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan secara nyata. Terlebih lagi
hingga kini kita selaku bangsa tentulah malu terhadap para pendiri negara yang telah
bersusah payah meletakkan pondasi negara berupa Pancasila, sedangkan kita kini
seakan lupa dengan tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila yang sangat sakti
tersebut.
Daftar Pustaka
1.Bakry Noor M, 1998, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta.
2. id.advantacell.com/wiki/Pancasila
3. Kansil, Christine S. T. l, Pancasila dan UUD 1945: bagian 1. Pendidikan
Pancasila, Volume 1. Indonesia.
4. Kuliahade.wordpress.com/2010/07/30/pancasila-penjelasan-sila-sila
5. Notonagoro, 1957, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila Cet. 2,
Pantjoran tujuh Jakarta.
6.Surya Saputra, Lukman. 2003 Pendidikan Kewarganegaraan:
Menumbuhkan Nasionalisme dan Patriotisme. Indonesia.
7 .Sari pendidikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2002, Tiara
Wacana Yogya.
8. Soeprapto, Sri (1997). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: LP-3-UGM
9. www.waspada.co.id/index:makna-kesaktian-pancasila
10. Yamin, Muhammad. Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia. Jakarta: Prapanca
MAKALAH PANCASILA
“Makna Dari Sila-Sila Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa”
Oleh:
Nama: Agia Dwi Nugraha
Nim: 2007730005
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammdiyah Jakarta
Tahun 2010