Post on 04-Dec-2015
description
INTERNA GELOMBANG 2
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA
A. AREA KOMPETENSI
Kompetensi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang luhur, mawas diri
dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan
pengelolaan masalah kesehatan (Gambar 1). Oleh karena itu area kompetensi disusun dengan
urutan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang Luhur
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan
Gambar 1. Pondasi dan Pilar Kompetensi
B. KOMPONEN KOMPETENSI
INTERNA GELOMBANG 2
Area Profesionalitas yang Luhur
1. Berke-Tuhanan Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa
2. Bermoral, beretika dan disiplin
3. Sadar dan taat hukum
4. Berwawasan sosial budaya
5. Berperilaku profesional
Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri
6. Menerapkan mawas diri
7. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
8. Mengembangkan pengetahuan
Area Komunikasi Efektif
9. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarga
10. Berkomunikasi dengan mitra kerja
11. Berkomunikasi dengan masyarakat
Area Pengelolaan Informasi
12. Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan
13. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada profesional
kesehatan, pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk peningkatan mutu pelayanan
kesehatan
Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
14. Menerapkan ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu
Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas yang
terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara holistik dan komprehensif.
Area Keterampilan Klinis
15. Melakukan prosedur diagnosis
16. Melakukan prosedur penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif
Area Pengelolaan Masalah Kesehatan
17. Melaksanakan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat
18. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan pada
individu, keluarga dan masyarakat
19. Melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
20. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan
INTERNA GELOMBANG 2
21. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan dalam
penyelesaian masalah kesehatan
22. Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan spesifik yang
merupakan prioritas daerah masing-masing di Indonesia
C. PENJABARAN KOMPETENSI
1. Profesionalitas yang Luhur
1.1. Kompetensi Inti
Mampu melaksanakan praktik kedokteran yang profesional sesuai dengan nilai dan
prinsip ke-Tuhan-an, moral luhur, etika, disiplin, hukum, dan sosial budaya.
1.2. Lulusan Dokter Mampu
1. Berke-Tuhan-an (Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa)
Bersikap dan berperilaku yang berke-Tuhan-an dalam praktik kedokteran
Bersikap bahwa yang dilakukan dalam praktik kedokteran merupakan upaya
maksimal
2. Bermoral, beretika, dan berdisiplin
Bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar nilai moral yang luhur dalam
praktik kedokteran
Bersikap sesuai dengan prinsip dasar etika kedokteran dan kode etik kedokteran
Indonesia
Mampu mengambil keputusan terhadap dilema etik yang terjadi pada pelayanan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
Bersikap disiplin dalam menjalankan praktik kedokteran dan bermasyarakat
3. Sadar dan taat hukum
Mengidentifikasi masalah hukum dalam pelayanan kedokteran dan memberikan
saran cara pemecahannya
Menyadari tanggung jawab dokter dalam hukum dan ketertiban masyarakat
Taat terhadap perundang-undangan dan aturan yang berlaku
Membantu penegakkan hukum serta keadilan
4. Berwawasan sosial budaya
Mengenali sosial-budaya-ekonomi masyarakat yang dilayani
Menghargai perbedaan persepsi yang dipengaruhi oleh agama, usia, gender, etnis,
difabilitas, dan sosial-budaya-ekonomi dalam menjalankan praktik kedokteran
dan bermasyarakat
INTERNA GELOMBANG 2
Menghargai dan melindungi kelompok rentan
Menghargai upaya kesehatan komplementer dan alternatif yang berkembang di
masyarakat multikultur
5. Berperilaku profesional
Menunjukkan karakter sebagai dokter yang profesional
Bersikap dan berbudaya menolong
Mengutamakan keselamatan pasien
Mampu bekerja sama intra- dan interprofesional dalam tim pelayanan kesehatan
demi keselamatan pasien
Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan dalam kerangka sistem kesehatan
nasional dan global
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
2.1. Kompetensi Inti
Mampu melakukan praktik kedokteran dengan menyadari keterbatasan, mengatasi
masalah personal, mengembangkan diri, mengikuti penyegaran dan peningkatan
pengetahuan secara berkesinambungan serta mengembangkan pengetahuan demi
keselamatan pasien.
2.2. Lulusan Dokter Mampu
1. Menerapkan mawas diri
Mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis, sosial dan budaya
diri sendiri
Tanggap terhadap tantangan profesi
Menyadari keterbatasan kemampuan diri dan merujuk kepada yang lebih mampu
Menerima dan merespons positif umpan balik dari pihak lain untuk
pengembangan diri
2. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
Menyadari kinerja profesionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan belajar
untuk mengatasi kelemahan
Berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi
3. Mengembangkan pengetahuan baru
Melakukan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan masalah kesehatan pada
individu, keluarga dan masyarakat serta mendiseminasikan hasilnya
INTERNA GELOMBANG 2
3. Komunikasi Efektif
3.1. Kompetensi Inti
Mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien
pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega, dan profesi lain.
3.2. Lulusan Dokter Mampu
1. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya
Membangun hubungan melalui komunikasi verbal dan nonverbal
Berempati secara verbal dan nonverbal
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat dimengerti
Mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahan kesehatan secara
holistik dan komprehensif
Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk,
informed consent) dan melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan
benar
Menunjukkan kepekaan terhadap aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien
dan keluarga
2. Berkomunikasi dengan mitra kerja (sejawat dan profesi lain)
Melakukan tatalaksana konsultasi dan rujukan yang baik dan benar
Membangun komunikasi interprofesional dalam pelayanan kesehatan
Memberikan informasi yang sebenarnya dan relevan kepada penegak hukum,
perusahaan asuransi kesehatan, media massa dan pihak lainnya jika diperlukan
Mempresentasikan informasi ilmiah secara efektif
3. Berkomunikasi dengan masyarakat
Melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi
masalah kesehatan dan memecahkannya bersama-sama
Melakukan advokasi dengan pihak terkait dalam rangka pemecahan masalah
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.
4. Pengelolaan Informasi
4.1. Kompetensi Inti
Mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam
praktik kedokteran.
4.2. Lulusan Dokter Mampu
INTERNA GELOMBANG 2
1. Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan
Memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi kesehatan untuk dapat belajar
sepanjang hayat
2. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada profesi kesehatan
lain, pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk peningkatan mutu pelayanan
kesehatan
Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi untuk diseminasi informasi
dalam bidang kesehatan.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
5.1. Kompetensi Inti
Mampu menyelesaikan masalah kesehatan berdasarkan landasan ilmiah ilmu kedokteran
dan kesehatan yang mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum.
5.2. Lulusan Dokter Mampu Menerapkan ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas
yang terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara holistik dan komprehensif.
Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan individu, keluarga, dan
masyarakat KONSIL KED
Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas yang berhubungan dengan prevensi masalah kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat
Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas untuk menentukan prioritas masalah kesehatan pada individu,
keluarga, dan masyarakat
Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas yang berhubungan dengan terjadinya masalah kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat
INTERNA GELOMBANG 2
Menggunakan data klinik dan pemeriksaan penunjang yang rasional untuk
menegakkan diagnosis
Menggunakan alasan ilmiah dalam menentukan penatalaksanaan masalah
kesehatan berdasarkan etiologi, patogenesis, dan patofisiologi
Menentukan prognosis penyakit melalui pemahaman prinsip-prinsip ilmu
Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan
Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas
Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas yang berhubungan dengan rehabilitasi medik dan sosial pada individu,
keluarga dan masyarakat
Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran
Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas yang berhubungan dengan kepentingan hukum dan peradilan
Mempertimbangkan kemampuan dan kemauan pasien, bukti ilmiah kedokteran,
dan keterbatasan sumber daya dalam pelayanan kesehatan untuk mengambil
keputusan
6. Keterampilan Klinis
6.1. Kompetensi Inti
Mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah kesehatan dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang
lain.
6.2. Lulusan Dokter Mampu
1. Melakukan prosedur diagnosis
Melakukan dan menginterpretasi hasil auto-, allo- dan hetero-anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan khusus sesuai dengan masalah pasien
Melakukan dan menginterpretasi pemeriksaan penunjang dasar dan mengusulkan
pemeriksaan penunjang lainnya yang rasional
2. Melakukan prosedur penatalaksanaan masalah kesehatan secara holistik dan
komprehensif
Melakukan edukasi dan konseling
Melaksanakan promosi kesehatan
Melakukan tindakan medis preventif
INTERNA GELOMBANG 2
Melakukan tindakan medis kuratif
Melakukan tindakan medis rehabilitatif
Melakukan prosedur proteksi terhadap hal yang dapat membahayakan diri sendiri
dan orang lain
Melakukan tindakan medis pada kedaruratan klinis dengan menerapkan prinsip
keselamatan pasien
Melakukan tindakan medis dengan pendekatan medikolegal terhadap masalah
kesehatan/kecederaan yang berhubungan dengan hukum
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan
7.1. Kompetensi Inti
Mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, terpadu dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan
kesehatan primer.
7.2. Lulusan Dokter Mampu
1. Melaksanakan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat
Mengidentifikasi kebutuhan perubahan pola pikir, sikap dan perilaku, serta
modifikasi gaya hidup untuk promosi kesehatan pada berbagai kelompok umur,
agama, masyarakat, jenis kelamin, etnis, dan budaya
Merencanakan dan melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka
promosi kesehatan di tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
2. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan pada
individu, keluarga dan masyarakat
Melakukan pencegahan timbulnya masalah kesehatan
Melakukan kegiatan penapisan faktor risiko penyakit laten untuk mencegah dan
memperlambat timbulnya penyakit
Melakukan pencegahan untuk memperlambat progresi dan timbulnya komplikasi
penyakit dan atau kecacatan
3. Melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya menjadi diagnosis
Menginterpretasi data kesehatan keluarga dalam rangka mengidentifikasi masalah
kesehatan keluarga
Menginterpretasi data kesehatan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi dan
merumuskan diagnosis komunitas
INTERNA GELOMBANG 2
Memilih dan menerapkan strategi penatalaksanaan yang paling tepat berdasarkan
prinsip kendali mutu, biaya, dan berbasis bukti
Mengelola masalah kesehatan secara mandiri dan bertanggung jawab (lihat Daftar
Pokok Bahasan dan Daftar Penyakit) dengan memperhatikan prinsip keselamatan
pasien
Mengkonsultasikan dan/atau merujuk sesuai dengan standar pelayanan medis
yang berlaku (lihat Daftar Penyakit)
Membuat instruksi medis tertulis secara jelas, lengkap, tepat, dan dapat dibaca
Membuat surat keterangan medis seperti surat keterangan sakit, sehat, kematian,
laporan kejadian luar biasa, laporan medikolegal serta keterangan medis lain
sesuai kewenangannya termasuk visum et repertum dan identifikasi jenasah
Menulis resep obat secara bijak dan rasional (tepat indikasi, tepat obat, tepat
dosis, tepat frekwensi dan cara pemberian, serta sesuai kondisi pasien), jelas,
lengkap, dan dapat dibaca.
Mengidentifikasi berbagai indikator keberhasilan pengobatan, memonitor
perkembangan penatalaksanaan, memperbaiki, dan mengubah terapi dengan tepat
Menentukan prognosis masalah kesehatan pada individu, keluarga, dan
masyarakat
Melakukan rehabilitasi medik dasar dan rehabilitasi sosial pada individu,
keluarga, dan masyarakat
Menerapkan prinsip-prinsip epidemiologi dan pelayanan kedokteran secara
komprehensif, holistik, dan berkesinambungan dalam mengelola masalah
kesehatan
Melakukan tatalaksana pada keadaan wabah dan bencana mulai dari identifikasi
masalah hingga rehabilitasi komunitas
4. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan
Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat agar mampu
mengidentifikasi masalah kesehatan actual yang terjadi serta mengatasinya
bersama-sama
Bekerja sama dengan profesi dan sektor lain dalam rangka pemberdayaan
masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
5. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan dalam
penyelesaian masalah kesehatan
INTERNA GELOMBANG 2
Mengelola sumber daya manusia, keuangan, sarana, dan prasarana secara efektif
dan efisien
Menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pelayanan kesehatan primer dengan
pendekatan kedokteran keluarga
Menerapkan manajemen kesehatan dan institusi layanan kesehatan
6. Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan spesifik yang
merupakan prioritas daerah masing-masing di Indonesia
Menggambarkan bagaimana pilihan kebijakan dapat memengaruhi program
kesehatan masyarakat dari aspek fiskal, administrasi, hukum, etika, sosial, dan
politik.
Daftar Kepustakaan
a. Anonim. Quality Improvement in Basic Medical Education: WFME International
Guidelines. University of Copenhagen, Denmark, 2000.
b. Cerraccio C, Wolfsthal SD, Englander R, Ferentz K, Martin C. Shifting paradigms:
From Flexner to competencies, Academic Medicine, 2002: 77(5).
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
INTERNA GELOMBANG 2
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2000 tentang Standar Nasional Pendidikan.
h. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia; Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002.
INTERNA GELOMBANG 2
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Bahwa membangun kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagai dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945
Bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat
Bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang
memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus
harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi,
registrasi, lisensi, serta pembinaan pengawasan, dan pemantauan agar penyelanggaraan
praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Bahwa untuk memberikan perlindungan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
membentuk Undang-Undang tentang praktik Kedokteran;
Mengingat
Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Prektek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan;
INTERNA GELOMBANG 2
Dokter dan dokter gigi adalah dokter , dokter spesialis dokter gigi, dan dokter spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di dalam maupun luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatau badan otonom, mendiri, nonstructural dan Konsil
kedokteran Gigi.
Sertifikat Konpentensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter
atau dokter gigi untuk menjalankan prektek kedokteran si seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki
sertifikat konpetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara
hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
Regisrasi adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan doktr gigi yang telah diregistrasi
setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter
gigi yang menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberika oleh Konsil
Kedokteran Indonesia kepada dookter dan dokter gigi yang telah diregistrasi
Sarjana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan
yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedoktaran gigi.
Pasein adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter atau dokter gigi.
Profesi kedokeran atau kedoketran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran
gigi yang dilaksanakan berdasarkan auatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi
Indonesia untuk dokter gigi.
Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah badan yang
dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas
mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwanang untuk
menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dan dokter dan dokter gigi dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sangsi.
Menteri dalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
INTERNA GELOMBANG 2
Pasal 5
Konsil Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Funsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 6
Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi peraturan, pengesaha, serta pembinaan
dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan medis.
Pasal 7
Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi.
Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan
bersama lembaga terakit sesuai dengan fungsi masing-masing.
Standar pendidikan profesi dikter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan
kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran
gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagai mana dimaksud Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia
mempunyai wewenang.
Menyetujui dan menolak peermohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
Mengesahkan standar kompetensi doktrer dan dokter gigi;
Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaanetika
profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.
Pasal 9
Ketentuan labih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 10
INTERNA GELOMBANG 2
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 11
Susunan Organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :
Konsil Kedokteran; dan
Konsil Kedokteran Gigi.
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu:
Divisi Registrasi;
Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan
Divisi Pembinaan
Pasal 12
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang merangkap anggota,
Pimpinan Konsil Kedokteran dan Pimpinan Konsil Kedokteran gigi masing-masing 1 (satu)
orang merangkap anggota; dan
Pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokter Gigi masing-masing 1 (satu)
orang merangkap anggota
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara
kolektif.
Pimpinan konsil Kedokteran Indonesia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
penanggung jawaban tertinggi.
Pasal 13
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang kedua dan 2 (dua) orang wakil
ketua.
Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seseorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua devisi
Pasal 14
Jumlah Anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-
unsuryang berasal dari :
Organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;
Organisasi profesi kedokteran gigi 2 (duaA) orang;
INTERNA GELOMBANG 2
Asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;
Asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;
Kolegium kedokteran 1 (satu) orang;
Kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;
Asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;
Tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;
Departemen Kesehatan 2 (dua) orang;
Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.
Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagai mana domaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.
Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus berdasarkan
usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia diatur
dengan Peraturan Presiden.
Pasal 15
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan Konsil
Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi
dipilih oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
Pasal 16
Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 17
Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mencakup
sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden
Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas
ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun
juga, tidak memberikan atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga
suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung
tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan dokter atau dokter gigi.
INTERNA GELOMBANG 2
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertaruhkan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara
Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya
ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan
jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban
saya dengan sebaik-baiknya, serta serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak
mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan
tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang kepad saya".
Pasal 18
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Warga negara Republik Indonesia
Sehat jasmani dan rohani
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
Berkelakuan baik
Berusia sekurang-kurangnya 40(empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh
lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia
Pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi, kecuali untuk wakil dari
masyarakat
Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integrasi lainnya pada saat diangkat dan selama
menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia
Melepaska jabatan structural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat danselama menjadi
anggota Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 19
Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhanti atau diberhentikan karena :
Berakhir masa jabatan sebagai anggota.
Mengundurka diri atas permintaan sendiri
Meninggal dunia
Bertampat timggal di luar wilayah Republik Indonesia
INTERNA GELOMBANG 2
Tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan, atau
Dipindahkan karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak podana kejahatan,
diberhentikan sementara dari jabatannya.
Pemberhentiaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) bukan anggota Konsil Kedokteran
Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnyha sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil
Kedokteran Indonesia.
Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 20
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia dibantu sekretaris
yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
Sektretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pemimpinan Konsil
Kedokteran Indonesia.
Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 21
Pelaksanaan tugas secretariat dilakukan oleh pagawai Konsil Kedokteran Indonesia
Pegawai sebagai mana dimaksud pada ayat (1) untuk pada peraturan perundang-undangan
tentang kepegawaian.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 22
Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat
pleno anggota.
Rapat Pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh oaling sedikit
setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat
dilakukan pemungutan suara.
Pasal 23
INTERNA GELOMBANG 2
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas
anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 25
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Kedokteran Indonesia dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB IV
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKETERAN DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 26
Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pemdidikan profesi kedokteran gigi
disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia
Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan
kedokteran atau kedokeran gigi; dan
Untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter atau dokter gigi spesialis disusun oleh
kkolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
Asosiasi institusi pendidikan kedokterann atau kedokteran gigi dalam menyusun standar
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hururf a berkoordinasi dengan
organisasi profesi, kolegium,asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan
Nasional, dan Departemen Kesehatan.
Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi dengan organisasi profesi,
asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasiolan, dan Departemen Kesehatan.
INTERNA GELOMBANG 2
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEDOKTERAN DANNKEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan kompetensi
kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan pendidikan standar pendidikan
profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 28
Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi
dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi
profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
BAB VI
REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI
Pasal 29
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagai mana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus
memilih persyaratan :
Memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;
Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janjji dokter atau dokter gigi;
Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
Memiliki sertifikat kompetensi; dan
Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasidokter gigi berlaku selama 5 (lima)
tahun dan registrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) huruf c dan huruf d.
Ketua Konsil Kedokteran dan Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus
mendengar pertimbangan ketuqa divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.
INTERNA GELOMBANG 2
Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara
dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.
Pasal 30
Dokter dan dokter gigi lulusan luar negriyang akan melaksanakan praktik kedokteran di
Indonesia harus dilakukan evaluasi.
Evaluasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi :
Kesahan ijazah;
Kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan suarat keterangan
telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi.
Mempunyai surat pernyataan telah megucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi.
Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia
Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan
ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh
Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 33
Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
Habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
Atas permintaan yang bersangkutan;
Yang bersangkutan meninggal dunia; atau
Dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan
registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 35
Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang
melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang
terdiri atas :
Mewawncarai pasien;
Memeriksa fisik dan mental pasien;
Menentukan pemeriksaan penunjang;
Menegakkan diagnosis;
INTERNA GELOMBANG 2
Menetukan penataletakan dan pengobatan pasien;
Melakukan tindakan kedokteran atau tindakan kedokteran gigi;
Menulis resep obat dan alat kesehatan;
Menerbitka surat keterangan dokter atau dokter gigi;
Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diijinkan; dan
Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang prektik di daerah terpencil yang
tidak ada apotik.
Selain kewenangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
Surat izin praktik sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 36 dikeluarkann oleh pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi
dilaksanakan.
Suatu izin peraktik dokter atau dokter gigi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
Suatu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau
dokter gigi harus :
memiliki surat tanda registrasi kedokteran atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
Mempunyai tempat praktik; dan
Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
Tempat izin praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin paraktik diatur Peraturan Materi.
INTERNA GELOMBANG 2
Bagian Kedua
Palaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau doktrer
gigi dengan pasien dalam upaya untuk memelihara kesehatan, pencegahan penyakit,
meningkatkan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 40
Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan
praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama
praktik kedokteran.
Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik disarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana
pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang
tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran disarana pelayanan
kesehatan tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragaraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar
pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
Standar pelayanan sebagaimana pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana
pelayanan kesehatan.
Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Mentri.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
INTERNA GELOMBANG 2
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapatkan
penjelasan secara lengkap.
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
Alternatif tindakan lain dan resikonya;
Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun
lisan.
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetuajuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalanka praktik kedokteran wajib membuat rekam
medis.
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai meneriman pelayanan kesehatan.
Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
Dokumen rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
Rekam medis sebagaimana simaksudkan pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
INTERNA GELOMBANG 2
Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
paraturan penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Pasal 49
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi
wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan audit medis.
Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
Memberika pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dookter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien;
INTERNA GELOMBANG 2
Merujuk pasien kedokter atau kedokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kamampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia;
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran, mempunyai hak:
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam pasal 45 ayat (3);
Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Menolak tindakan medis; dan
Mendapat isi rekam medis.
Paragraf 8
Pembinaan
Pasal 54
Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melidungi masyarakat
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, perlu dilakukan
pembinaan terhadap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
Pembinaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.
BAB VIII
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI
Bagian Kesatu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 55
Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
INTERNA GELOMBANG 2
Majelis Kehormatan Disiplin Kedoktrean Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil
Kedokteran Indonesia.
Mejelis Kehormatan Disiplin Indonesia dalam menjalankan tugasnya bersifat independent.
Pasal 56
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Konsil
Kedokteran Indonesia.
Pasal 57
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota negara
Republik Indonesia.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil
Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 58
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua,
seorang wakil, dan seorang sekretaris.
Pasal 59
Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia tersiri atas 3 (tiga) orang
dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter
dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
Warga negara Republik Indonesia;
Sehat jasmani dan rahani;
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
Berkelakuan baik;
Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun
pada saat diangkat;
Bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10
(sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi;
Bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik dibidang hukum paling sedikit 10 (sepuluh)
tahundan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan
Cakap, juju, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang
baik.
Pasal 60
INTERNA GELOMBANG 2
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas
usul organisasi profesi.
Pasal 61
Masa bakti keanggotaan Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) kali masa jabatan.
Pasal 62
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum mengaku jabatan wajib
mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama masing-masing di hadapan Ketua
Kedokteran Indonesia
Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
"Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas
ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun
juga, tidak memberikan atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga
suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung
tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan dokter atau dokter gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertaruhkan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara
Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya
ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan
jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban
saya dengan sebaik-baiknya, serta serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak
mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan
tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang kepada saya".
Pasal 63
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh
rapat pleno anggota.
INTERNA GELOMBANG 2
Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
Identitas pengadu;
Nama dan alat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan
Alasan pengaduan.
Pengaduan sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Bagian Keempat
Pemeriksaan
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan kepurusan
terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika. Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi.
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi,
dan Konsil Kedokteran Indonesia.
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau
pemberian sangsi disiplin
Sangsi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
Pemberian peringatan tertulis;
Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek; dan /atau
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi.
Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara
pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
INTERNA GELOMBANG 2
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 71
Pemerintah Pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintahan daerah, organisasi profesi
membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan tugas masing-
masing.
Pasal 72
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan untuk :
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter gigi;
Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi; dan
Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
Pasal 73
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
Setiap orang dilarang menggunakan alat, netode atau cara lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan prundang-undangan.
Pasal 74
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik dokter
dapat dilakukan audit medis.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana
penjara palikg lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Setiap dokter atau dokter gigi warganegara asing yang dengan sengaja melakukan
praktiknkedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
dengan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
INTERNA GELOMBANG 2
Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
palling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 77
Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuklain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paloing banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (1);
Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai mana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.
Pasal 80
Setiap orang yang dengan sengaja memperkejakan dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau dengan paling banyak Rp. 300.000.00,00 (tigaratus juta rupiah).
INTERNA GELOMBANG 2
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan uang
merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 82
Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat izin praktik,
dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik berdasarkan Undang-
undang ini.
Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus
disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, suraat registrasi dokter gigi, dan surat izin
praktik berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun setelah Konsil Kedokteran
Indonesia terbentuk.
Pasal 83
Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya Majelis
Kehoramatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat Banding.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsur-unsur profesi untuk
memberikan pertimbangan.
Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
atau Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Pasal 84
Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh Menteri dan
diangkat oleh Presiden.
Keanggotan Konsil Kedokteran Indonesiasebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
uintuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.
INTERNA GELOMBANG 2
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Dengan Undang-Undang ini maka Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 86
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus dibentuk
paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 87
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dibentuk paling
lambat 1(satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) berakhir.
Pasal 88
Undang-Undang ini mulai berlaku
INTERNA GELOMBANG 2
BATASAN UMUR GERIATRI
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup
batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium)
ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun
atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur,
yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
KOMA HEPATIKUM
Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsinya sehingga dapat menyebabkan terjadinya
gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat toksik. Keadaan klinis gangguan
sistem saraf otak pada penyakit hati tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik yang
disebut sebagai koma hepatik atau ensefalopati hepatik.
Tabel 1. Tingkat derajat koma hepatik
Tingkat Gejala-gejala Tanda-tanda EEG
Prodromal Afektif hilang,
eufori Depresi,
apati, kelakuan tak
wajar, perubahan
kebiasaan tidur
Asteriksis, kesulitan
bicara, kesulitan
menulis
(+)
Koma mengancam Kebingungan,
disorientasi,
mengantuk
Asteriksis, fetor
hepatik
(++)
Koma ringan Kebingungan nyata,
dapat bangun dari
Asteriksis, fetor
hepatik, lengan
(+++)
INTERNA GELOMBANG 2
tidur, bereaksi
terhadap
rangsangan
kaku, hipereflek,
klonus, reflek
menggenggam,
mengisap
Koma dalam Tidak sadar, hilang
reaksi rangsangan
Fetor hepatic, tonus
otot hilang
(++++)
Koma hepatikum berdasarkan terjadinya dibagi dua:
1. tipe akut/sub akut : tipe akut, koma dalam waktu kurang dari 8 hari, sedangkan tipe
sub akut dalam waktu 8 minggu dari gejala pertama
2. tipe kronik : timbul akibat faktor pencetus seperti diuresis yang berlebihan dan sering
terjadi pada sirosis hepatis tahap terminal
KOMPLIKASI DM
a. Komplikasi akut DM
Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar gula darah jangka pendek.
- Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan dan gejala
hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah turun. Keluhan pada
hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak
mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek
samping hormon lain yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah
- Ketoasidosis Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar insulin
yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai
gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan lemak
tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan
ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut
dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun
gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah kadar
gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih,
INTERNA GELOMBANG 2
mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga
koma.
- Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada
sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang
ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia
dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan ketoasidosis
diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin
yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di atas.
Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, dan
tanda-tanda neurologis yang bervariasi (Brunner & Suddarth, 2001).
b. Komplikasi Kronis DM
- Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM adalah
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah
perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya menderita
hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan (Nabyl, 2009). Komplikasi ini timbul akibat
aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluhpembuluh darah besar, khususnya arteri akibat
timbunan plak ateroma. Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada
diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. Berbagai studi
epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan
diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi makroangiopati
umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah
terbukti secara epidemiologi bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu
faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan
resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan
meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini
dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan
timbulnya komplikasi makrovaskular
INTERNA GELOMBANG 2
- Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam jangka waktu yang
cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara
efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan
pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain (Tandra, 2007).
Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses
terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabutserabut
saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan.
- Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada DM.
Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati
ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana
gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis pada
mata, atau dikenal dengan istilah retinopati diabetes, disebabkan oleh perubahan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil di retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil
di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat
menjadi penyebab utama kebutaan.
PERBEDAAN PENGOBATAN DM DENGAN GDS 200 DAN GDS 700
Beda terapi pada penderita DM dengan GDS >200 dengan <200 . Pada GDS >200
dengan keluhan khas (+), maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status
gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan sesuai kebutuhan. Sedangkan <200 dengan
keluhan khas (+) maka diulang GDS,bila hasil selanjutnya GDS >200, maka terdiagnosa
diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan
sesuai kebutuhan. Bila hasil selanjutnya <200 maka diuji TTGO GD 2 jam. Jika hasil >200,
maka maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan
perencanaan makan sesuai kebutuhan. Bila 140-199, maka terdiagnosa toleransi glukosa
terganggu, maka diberikan nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat
idaman, dan belum perlu obat penurunan glukosa. Sedangkan bila <140, maka glukosa darah
puasa terganggu diberikan nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat idaman,
dan belum perlu obat penurunan glukosa.
INTERNA GELOMBANG 2
Pada keluhan khas (-) dengan GDS >200, maka diulang GDS, bila hasil selanjutnya
>200 maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan
perencanaan makan sesuai kebutuhan. Bila hasil selanjutnya <200 maka diuji TTGO GD 2
jam. Jika hasil >200, maka maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status
gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan sesuai kebutuhan. Bila 140-199, maka
terdiagnosa toleransi glukosa terganggu, maka diberikan nasehat umum, perencanaan makan,
latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat penurunan glukosa. Sedangkan bila
<140, maka glukosa darah puasa terganggu diberikan nasehat umum, perencanaan makan,
latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat penurunan glukosa. Sedangkan pada
GDS 110-199 maka di uji TTGO GD 2 jam. Bila hasil >200, maka maka terdiagnosa diabetes
mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan sesuai
kebutuhan. Bila 140-199, maka terdiagnosa toleransi glukosa terganggu, maka diberikan
nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat
penurunan glukosa. Sedangkan bila <140, maka glukosa darah puasa terganggu diberikan
nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat
penurunan glukosa.