Post on 22-Jan-2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, terutama bayi. Fase oral
merupakan fase yang paling rawan terhadap terjadinya diare, karena segala sesuatu yang
dipegang cenderung dimasukan ke dalam mulut. Selain itu pemberian susu atau makanan
yang tidak higienis juga merupakan salah satu faktor terjadinya diare yang jika tidak
ditangani secara cepat dan tepat akan menyebabkan dehidrasi. Penyebab kematian diare
adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja (Depkes RI,
2010). Penanganan diare dengan dehidrasi salah satunya dari peran keluarga diantaranya
melalui rehidrasi, dukungan nutrisi, serta edukasi keluarga di rumah. Keluarga sebaiknya
mengetahui tata cara penanganan diare untuk pencegahan dehidrasi diantaranya pemberian
cairan lebih banyak dari biasanya. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit,
makanan yang cair dan atau air matang, jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat lebih baik diberikan oralit dan air matang dari pada makanan cair,
berikan larutan ini sebanyak anak mau dan teruskan hingga diare berhenti. Peran keluarga
yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan dehidrasi pada anak diare (Paryati, 2011).
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak khususnya
terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dari sekitar 4 miliar kasus diare di
dunia pada tahun 2006, terdapat 2,5 juta kasus berakhir dengan kematian dan sebagian besar
(lebih dari 90%) terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 80% kematian akibat diare
tersebut terjadi pada anak di bawah usia dua tahun. Secara umum kematian akibat diare pada
anak di dunia mencapai 42.000 per minggu, 6.000 per hari, 4 per menit, dan 1 kematian
setiap 14 detik (WHO, 2009). Di Indonesia sendiri, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap
tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya akibat diare. Tahun 2007 di Jawa Timur diare
merupakan penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak kelima (DinKes Jatim, 2008). Kasus kematian
akibat diare banyak menimpa anak berusia di bawah 5 tahun. Umumnya, kematian
disebabkan dehidrasi karena keterlambatan orang tua memberikan perawatan pertama saat
anak terkena diare. Di RSUD Dr. Soegiri Lamongan jumlah kasus diare pada tahun 2010
menempati urutan pertama sebanyak 1.246 anak dari sepuluh besar penyakit yang ada di
Ruang Anggrek. Berdasarkan data rekam medis RSUD Dr. Soegiri Lamongan bulan januari
sampai bulan Nopember tahun 2011 ditemukan bayi usia (0-12 bulan) yang dirawat di Ruang
Anggrek RSUD Dr. Soegiri Lamongan sebanyak 153 kasus diare dengan diare tanpa
dehidrasi 80 (52,3 %), dehidrasi ringan 55 (35,9 %), dehidrasi sedang 10 (6,6 %), dehidrasi
berat 8 (5,2 %). Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa masih ada bayi usia 0-12 bulan
yang mengalami diare dengan dehidrasi.
Diare dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu peran keluarga pengetahuan, peran
perawat, nutrisi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui
panca indera manusia diantaranya indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo
Notoadmodjo, 2007). Makin tinggi pengetahuan keluarga diharapkan dapat membentuk sikap
yang positif dalam perilaku pencegahan maupun perawatan bayi yang mengalami diare,
sehingga tidak terjadi dehidrasi, sebaliknya pengetahuan keluarga kurang bayi akan beresiko
mengalami diare dengan dehidrasi.
Peran perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari
yang bersifat sederhana sampai yang paling kompleks, secara langsung atau tidak langsung
kepada klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Mubarok, 2005). Peran
perawat yang bisa mengakibatkan dehidarsi pada kejadian diare salah satunya tidak
memberikan pendidikan secara benar kepada keluarga tentang penyebab diare, komplikasi
dan terapi yang tepat. Sebaliknya peran perawat yang dapat menurunkan kejadian diare
dengan dehidrasi dengan memberikan informasi tentang makanan atau diet selama diare dan
cara pemberian oralit, serta menganjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI atau
PASI.
Dampak dari anak yang terkena diare dengan dehidrasi antara lain asidosis, renjatan
hipovolemik, malnutrisi energi-protein, (akibat muntah dan diare yang lama atau kronik).
Untuk memberikan tindakan pencegahan dehidrasi salah satu faktor yang terpenting,
yaitu peran keluarga itu sendiri dengan cara tetap memberikan ASI atau PASI secara penuh
pada bayi yang masih menyusui sedangkan pada bayi yang minum susu formula tetap
diberikan susu yang mengandung rendah laktosa (Low Lactose Milk), dan diselingi dengan
pemberian oralit setiap kali anak mengalami diare agar diare tidak berakibat menjadi
dehidrasi. Sedangkan peran petugas kesehatan itu sendiri adalah dengan cara memberikan
penyuluhan tentang pencegahan dehidrasi pada bayi dengan diare. Karena banyaknya faktor
yang menyebabkan diare dengan dehidrasi maka area penelitian ini dibatasi pada faktor peran
keluarga dalam pencegahan dehidrasi pada bayi usia (0-12 bulan) dengan diare.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peran keluarga dalam pencegahan dehidrasi pada bayi usia (0-12 bulan)
Diare yang di rawat di Puskesmas Pasian Kab. Pamekasan
2. Bagaimana kejadian dehidrasi pada bayi usia (0-12 bulan) Adakah hubungan peran
keluarga dengan pencegahan dehidrasi pada bayi usia (0-12 bulan) Diare yang di
rawat di Puskesmas Pasian Kab. Pamekasan
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisa hubungan peran keluarga dalam pencegahan dehidrasi dengan kejadian
dehidrasi pada bayi usia (0-12 bulan) dengan diare yang dirawat di Puskesmas Pasian Kab.
Pamekasan
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi peran keluarga dalam pencegahan dehidrasi pada bayi usia (0-12
bulan) dengan diare yang di rawat di puskesmas pasian kab pamekasan.
2. Mengidentifikasi kejadian dehidrasi pada bayi usia (0-12 bulan) dengan diare yang
dirawat di Puskesmas Pasian kab. Pamekasan.
3. Menganalisis hubungan peran keluarga dengan pencegahan dehidrasi pada bayi usia
(0-12 bulan) dengan diare yang dirawat di Puskesmas Pasian Kab. Pamekasan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Akademis
Dapat digunakan sebagai masukan untuk pengelolaan program pembelajaran
khususnya mata kuliah keperawatan anak.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukan bagi profesi dalam meningkatkan tindakan promotif dan
preventif diare dengan dehidrasi di masyarakat.
2. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui peran keluarga dalam pencegahan dehidrasi dengan kejadian
dehidrasi pada bayi dengan diare yang dirawat
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit atau pelayanan kesehatan lainnya
dalam memberikan pencegahan serta perawatan kesehatan kepada penderita diare dengan
dehidrasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Pengertian
Keluarga adalah sekelompok orang, yang hidup bersama atau berhubungan erat, yang
saling memberikan perhatian dan memberikan bimbingan untuk anggota keluarga mereka
(Donna L. Wong, 2008).
Menurut pendapat dari Soekidjo Notoadmojo yang dikutip Wahit, dkk (2007).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga, anggota
keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam satu rumah tangga karena pertalian
darah dan ikatan perkawinan atau adopsi.
Dari kedua literature tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat
dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, mempunyai kewajiban
antara satu orang dengan lainnya.
2.1.2 Tipe Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) yang dikutip oleh Jhonson R (2010), pembagian tipe
keluarga, keluarga bergabung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan.
Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua yaitu :
1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang
masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun dengan perkembangan peran individu dan meningkatnya rasa individualisme,
pengelompokkan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang menjadi :
1. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga yang baru terbentuk dari
pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
2. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang
tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
3. Ibu dengan anak tanpa perkawainan (the unmarried teenage mother).
4. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendirian tanpa pernah menikah
(the single adult living alone).
5. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non merital hetero sexual
cohabiting family).
6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis sama (gay and lesbian family).
2.1.3 Fungsi Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) yang dikutip oleh Jhonson R (2010), secara umum fungsi
keluarga adalah :
1. Fungsi afektif (the affectif function) adalah fungsi keluarga untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain.
2. Fungsi sosial dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function)
adalah fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial.
3. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (the economi function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan (the health care function) yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas
tinggi.
Namun dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialisasi, fungsi
keluarga dikembangkan menjadi :
1. Fungsi ekonomi, keluarga menjadi keluarga produktif yang mampu menghasilkan nilai
tambah ekonomi.
2. Fungsi mendapat status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dikategorikan strata
sosialnya oleh keluarga yang lain.
3. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar
terhadap pendidikan anak-anaknya.
4. Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua keluarga mampu menciptakan kehidupan
sosial yang mirip dengan luar rumah.
5. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
kesehatan yang primer dalam rangka pencegahan terhadap penyakit.
6. Fungsi religious, yaitu keluarga merupakan tempat belajar agama dan tempat
mengamalkan ajaran agama.
7. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga sebagai tempat melakukan kegiatan yang dapat
mengurangi ketegangan.
8. Fungsi reproduksi, yaitu tempat untuk mengembangkan fungsi reproduksi secara universal
(menyeluruh).
9. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pamenuhan kebutuhan
psikososial sebelum di luar rumah. Indonesia membagi
fungsi keluarga menjadi delapan dengan bentuk operasional yang dapat dilakukan oleh
setiap keluarga (UU No. 10 Tahun 1942 PP No. 21 Tahun 1994), yaitu :
1. Fungsi keagamaan.
2. Fungsi cinta kasih.
3. Fungsi perlindungan.
4. Fungsi reproduksi.
5. Fungsi sosialisasi.
6. Fungsi ekonomi.
7. Fungsi budaya.
8. Fungsi pelestarian lingkungan.
2.1.4 Tahap Perkembangan Keluarga
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun
secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Jhonson R, 2010) :
1. Pasangan baru (keluarga baru), keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-
laki dan perempuaan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :
1) Membina hubungan intim yang memuaskan,
2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial,
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.
2. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama), keluarga yang menantikan kelahiran,
dimulai dari kehamilan anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30
bulan :
1) Persiapan menjadi orang tua,
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan seksual
dan kegiatan keluarga,
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
3. Keluarga dengan anak pra sekolah.
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 bulan dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman,
2) Membantu anak untuk bersosialisasi,
3) Beradapatasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga
harus terpenuhi,
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar),
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot),
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga,
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
4. Keluarga dengan anak sekolah.
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir pada usia
12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal,
sehingga keluarga sangat sibuk :
1) Membantu sosialisasi anak: tetangga, sekolah dan lingkungan,
2) Mempertahankan keintiman pasangan,
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
5. Keluarga dengan anak remaja.
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun
kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga ini
adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa:
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggunng jawab, mengingat remaja
sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya,
2) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga,
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan,
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
6. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan).
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam
rumah, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua:
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar,
2) Mempertahankan keintiman pasangan,
3) Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua,
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat,
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
7. Keluarga usia pertengahan.
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal:
1) Mempertahankan kesehatan,
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak,
3) Meningkatkan keakraban pasangan.
8. Keluarga usia lanjut.
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal:
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan,
2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan,
3) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat,
4) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat,
5) Melakukan life preview (merenungkan hidupnya).
2.2 Konsep Diare dan Dehidrasi Pada Bayi
2.2.1 Pengertian Diare
Diare adalah gejala yang terjadi karena kelalaian yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi (Donna L. Wong, 2008). Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada bayi dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Dari kedua literature tersebut dapat disimpulkan bahwa diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar 3 kali atau lebih dalam satu hari dan tinja atau feses yang keluar berupa cairan encer atau sedikit berampas, kadang juga disertai darah atau lendir.
2.2.2 Macam-macam Diare
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2009, diare dapat dikelompokan menjadi :1) Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari.
2) Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
3) Diare kronik, bila diare berlangsung lebih dari 14 hari.
Sedangkan menurut pedoman MTBS (2006), diare dikelompokkan menjadi:1) Diare akut, terbagi atas:
(1) Diare dengan dehidrasi berat
(2) Diare dengan dehidrasi ringan atau sedang
(3) Diare tanpa dehidrasi
2) Diare persiten bila diare berlangsung 14 hari atau lebih, terbagi atas:
(1) Diare persiten dengan dehidrasi
(2) Diare persiten tanpa dehidrasi
3) Disentri apabila diare berlangsung disertai dengan darah.
2.2.3 Etiologi
Faktor infeksi:1) Bakteri: enteropathogenic Escherichia coli, salmonella, yersinia enterocolitica.
2) Virus: heterovirus echoviruses, adenovirus, human retrovirus seperti agen, rotavirus.
3) Jamur: candida enteritis.
4) Parasit: giardiaclambia, cryptosporidium.
5) Protozoa
Bukan faktor infeksi:1) Alergi makanan: susu, protein.
2) Gangguan metabolik atau malabsorbsi, penyakit celiac, cytic fibrosis pada pankreas.
3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.
4) Obat-obatan: antibiotik.
5) Penyakit usus: colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis.
6) Emosional atau stress.
7) Obstruksi usus..
8) Penyakit infeksi: otitis media, bronkopneumonia, tonsillitis, faringitis, ensefalitis (Suriadi
dan Rita Yuliani, 2006).
2.2.4 Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pertama faktor infeksi, diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadinya perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau adanya toksin, bakteri akan menyebabkan sistem transfer aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor makanan, terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik, sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan dapat menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare (Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam (2005), mekanisme timbulnya diare sebagai berikut:1) Gangguan Osmotik
Terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
2) Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus, akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, selanjutnya timbul diare, karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3) Gangguan Mobilitas Usus
Hyperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun maka akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, sehingga timbul diare.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, keram abdominalis, demam, mual dan muntah, anoreksia, lemah, pucat, perubahan tanda-tanda vital : nadi dan pernafasan cepat, menurun atau tidak ada pengeluaran urine, terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).1) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
2) Kultur tinja.
3) Pemeriksaan elektrolit: BUN, creatinine, dan glukosa.
4) Pemeriksaan tinja: PH, leukosit, glukosa dan adanya darah.
2.2.7 Komplikasi Diare
Menurut Nursalam (2005). Akibat diare dan dehidrasi secara mendadak dapat terjadi komplikasi sebagai berikut:1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
2) Renjatan hipovolemik (volume darah menurun, bila 15-25% BB akan menyebabkan
tekanan darah menurun).
3) Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi).
4) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactose.
5) Hipoglikemia.
6) Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare lama atau kronik).
2.2.8 Pencegahan
Menurut Widyono (2008), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain:1) Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah 3 tidak, yaitu tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak berasa.
2) Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman
penyakit.
3) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah
buang air besar (BAB).
4) Memberikan ASI pada anak sampai berusia 2 tahun.
5) Menggunakan jamban yang sehat.
6) Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
2.2.9 Penatalaksanaan Diare
Tabel 2.1: Terapi cairan standar (isohiponatremi).Derajat dehidrasi
Kebutuhan cairan Jenis cairan Cara/lama pemberian
Berat 10 % Gagal sirkulasi (Plan C)
+ 30 ml/kg/1 jam (+ 10 tt/kg/menit)
NaCL 0,9 %Ringger laktat
IV / 1 jam
Sedang 6-9 % + 70 ml/kg/3jam(+5 tt/kg/menit)
NaCL 0,9 %Ringger laktat atau ½ Darrow
IV / 3 jam atauIG / 3jam atauOral 3 jam
Ringan 5%(Plan B)
+ 50 ml/kg/3 jam (+3 – 4 tt/kg/menit)
½ Darrow atau oralit
IV / 3 jam bila oralit tidak mungkin atau IG
Tanpa dehidrasi(Plan A)
+ 10 – 20 ml/kgSetiap kali diare
Oralit atau cairan rumah tangga
Oralit sampai diare berhenti
Sumber : Nursalam, 2005.
Keterangan: I G: Intraga IV: Intraven Untuk neonates (< 3 bulan) Plan C: 30 ml/kg/2 jam, cairan neonate Plan B: 70 ml/kg/6 jam, cairan neonates
Untuk diare dengan penyakit penyerta Plan C: 30 ml/kg/2 jam, cairan ½ darrow Plan B: 70 ml/kg/6 jam, cairan ½ darrow
Untuk dehidrasi hipernatremi Defisit (70 ml) + rumatan (100 ml) + 2 hari + ongoing losses (25 ml) x 2 hari = + 320 ml/kg, diberikan dalam waktu 48 jam, jenis cairan ½ darrow.
Menurut Widoyono (2008), pengertian diare berdasarkan derajat dehidrasinya.1) Tanpa dehidrasi, dengan terapi A (Pencegahan Dehidrasi).
Pada keadaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari (mencret). Anak yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau makan dan minum seperti biasa. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh ibu atau keluarga lainnya dengan memberikan makanan dan minuman yang ada dirumah seperti air kelapa, larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh maupun oralit.
Ada tiga cara pemberian cairan yang dapat dilakukan dirumah:a. Memberikan anak lebih banyak cairan.
b. Memberikan makanan terus-menerus.
c. Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari.
2) Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terapi B
Pengobatan diare dengan dehidrasi ringan dan sedang, yaitu pada 3 jam pertama jumlah oralit yang digunakan umur < 1 tahun jumlah oralit 300 ml, umur 1-4 tahun jumlah oralit 600 ml, umur > 5 tahun jumlah oralit 1200 ml. Setelah itu, tambahkan setiap kali mencret umur < 1 tahun jumlah oralit 100 ml, 1-4 tahun jumlah oralit 200 ml, umur > 5 tahun jumlah oralit 400 ml.
3) Dehidrasi berat, dengan terapi C
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus-menerus, biasanya lebih dari 10 x disertai muntah. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk di infus RL (ringer laktat).
4) Teruskan pemberian makan, pemberian makan seperti semula diberikan
sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk bayi ASI tetap diberikan bila sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan susu formula.
5) Antibiotik bila perlu, sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus yang tidak
memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan diare karena tidak bermanfaat dan efek
sampingnya merugikan penderita.
2.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare dengan dehidrasi pada bayi
atau anak sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia diantaranya indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2007).
2) Peran perawat
Peran perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling kompleks, secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Mubarok, 2005).
3) Nutrisi
Nutrisi merupakan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Setiap anak mempunyai kebutuhan nutrisi yang berbeda dan karakteristik yang khas dalam mengkonsumsi makanan atau zat gizi tersebut (Supartini,2004).
4) Peran keluarga
Menurut (Suprajitno, 2004), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang tinggal bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
2.3Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga pada pasien TB
2.3.1 Pengertian Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis,
dinamis dan terus - menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah
kesehatan pasien/klien,dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisis data dan
penentuan masalah), diagnosis keperawatan, pelaksanaan, dan penilaian tindakan
keperawatan. (Ali, 1997)
2.3.1.1Tujuan Asuhan Keperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain :
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidan kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara
optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya
d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal
2.3.1.2Fungsi Asuhan Keperawatan
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga
keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan .
b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.
c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.
2.3.1.3Tahap Proses Keperawatan
1. Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi
pasien baik fisik, mental, social maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini
mencakup tiga kegiatan,yaitu pengumpulan data,analisis data,dan penentuan
masalah kesehatan serta keperawatan.
1. Identifikasi Data
Nama, umur, jenis kelamin, agama, nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah, alamat tempat tinggal keluarga dan diagnose keperawatan
2. Komposisi keluarga
Umur penderita yang sering terjadi kurang energi protein pada usia balitan di bawah 5
tahun (Ngastiyah 2005).
3. Tipe keluarga
Garis keturunan atau silsilah keluarga dari tiga generasi apakah ada yangb menderita
kurang energi protein sebelumnya
4. Latar belakang budaya
Adat istiadat di tempat tinggal keluarga, suku bangsa, agama, sosial, budaya, rekreasi,
kegiatan pendidikan, kebiasaan makan dan berpakaian. Adanya pengaruh budaya pada
peran keluarga dan kekuatan struktur, bentuk rumah, bahasa yang digunakan sehari-
hari, komunikasi dalam keluarga, penggunaan tempat pelayanan kesehatan.
5. Pola spiritual
Agama yang dianut dalam keluarga dan kegiatan agama yang diikuti.
6. Status sosial ekonomi budaya
Penghasilan keluarga yang dapat menyebabkan kurang energi protein karena keadaan
gizi menurun dan daya tahan tubuh semua anggota keluarga rendah. Sehingga
kemungkinan terserang kurang energi protein sangat besar. Sedangkan kurang energi
protein memerlukan perawatan yang lama, rutin, dan biaya untuk pengobatan.
7. Pendidikan
Keadaan ekonomi yang rendah sangat berkaitan dengan masalah pendidikan, ini
disebabkan karena ketidakmampuan keluarga dalam mengatasi masalah yang mereka
hadapi dan kurangnya pengetahuan tentang masalah kurang energi protein pada salah
satu anggota keluarga, sehingga tidak mampu merawat balita dengan baik yang
mengakibatkan kondisi bertambah buruk, dan timbul komplikasi.
8. Aktivitas rekreasi keluarga
Identifikasi aktivitas dalam keluarga, frekuensi aktivitas tiap anggota keluarga dan
penggunaan waktu senggang.
9. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan setiap anggota keluarga dari yang usia bayi sampai lanjut usia.
10. Riwayat keluarga sebelumnya
Riwayat kesehatan dalam keluarga adakah anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit kronis, penyakit menular atau penyakit yang sifatnya herediter,dan riwayat
gangguan tumbuh kembang
11. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Lingkungan : lingkungan sangat mempengaruhi pada pasien kurang energi protein
lingkungan dengan ekonomi keluarga menengah kebawah
c. Macam lingkungan tempat tinggal yang sempit, padat, sanitasi yang tidak terjaga,
lingkungan dengan keluarga ekonomi menengah ke bawah.
d. Mobilitas geografis keluarga, status rumah yang dihuni oleh keluarga apakah
rumah sendiri atau menyewa, sudah berapa lama tinggal di daerah tersebut, dan
pindah dari daerah mana.
e. Interaksi keluarga dengan masyarakat
2. Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Carpenito,2000). Perumusan diagnosa keperawatan :
Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di
lakukan intervensi.
Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera
yang lebih tinggi.
Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnose keperawatan actual
dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu.
3. Rencana asuhan keperawatan
Rencana asuhan Keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh
perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga
mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Potter, 1997).
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih
dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang
di harapkan (Gordon,1994).
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut :
a. Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi
yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
b. Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan
tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :
independen,dependen,dan interdependen.
c. Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman / rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.
Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut :
Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi. Hasil evaluasi Terdapat 3 kemungkinan
hasil evaluasi yaitu :
Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan / kemajuan sesuai
dengan criteria yang telah di tetapkan.
Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses
keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien,seluruh
tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi
keperawatan.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Potter,
2005).