Post on 08-Aug-2015
TUGAS BIOLOGI
REVOLUSI HIJAU
“BIOFERTILIZER”
Oleh :
HENGGAR WAHYU SISWANTI
1112096000038
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi merupakan cabang ilmu biologi yang memanfaatan teknik
rekayasa terhadap makhluk hidup, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan
atau meningkatkan potensi makhluk hidup maupun menghasilkan produk dan jasa
bagi kepentingan hidup manusia. Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu ‘bio’
yang berarti makhuk hidup dan ‘teknologi’ yang berarti cara untuk memproduksi
barang atau jasa. Dalam bioteknologi, biasanya digunakan mikroorganisme sebagai
sumber atau pelaku. Mikroorganisme yang dimaksud adalah virus, bakteri,
cendawan, alga, protozoa, tanaman maupun hewan. Mikroorganisme menjadi
subyek pada proses bioteknologi karena beberapa hal berikut ini:
1. Reproduksinya sangat cepat.
Dalam hitungan menit telah dapat berkembang biak sehingga merupakan sumber
daya hayati yang sangat potensial. Mikroorganisme dapat memproses bahan-
bahan menjadi suatu produk dalam waktu yang singkat.
2. Mudah diperoleh dari lingkungan kita.
3. Memiliki sifat tetap, tidak berubah-ubah.
4. Melalui teknik rekayasa genetik para ahli dapat dengan cepat memodifikasi atau
mengubah sifat mikroorganisme sehingga dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan yang kita inginkan.
5. Dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dan tidak
tergantung musim/iklim.
Pemanfaatan mikroorganisme untuk bioteknologi sangat membantu manusia untuk
mengatasi berbagai masalah dalam berbagai bidang seperti bidang makanan,
pertanian, pengobatan, limbah, industri, dan lainnya. Bioteknologi digolongkan
menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Bioteknologi merah, merupakan bioteknologi di bidang kesehatan.
2. Bioteknologi abu-abu, merupakan bioteknologi di bidang industri.
3. Bioteknologi biru, merupakan bioteknologi di bidang perairan (kelautan).
4. Bioteknologi hijau, merupakan bioteknologi di bidang pertanian dan
perkebunan.
Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pemanfaatan bioteknologi dibidang
pertanian.
1.2 Bioteknologi Hijau
Bioteknologi hijau merupakan aplikasi (pemanfaatan) bioteknologi di
bidang pertanian, peternakan dan perkebunan. Di bidang
pertanian, bioteknologi telah mampu menciptakan tumbuhan-tumbuhan yang
memiliki sifat unggul, seperti tahan terhadap hama, produksi panen yang lebih
banyak, dan waktu panen yang lebih singkat. Pertanian organik semakin
berkembang sejalan dengan timbulnya kesadaran akan pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan dan kebutuhan akan bahan makanan yang relatif lebih sehat.
Pertanian organik itu sendiri adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan
terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara
alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas,
dan berkelanjutan. Bioteknologi pertanian berpeluang besar untuk memajukan
pertanian organik di Indonesia. Produk-produk bioteknologi yang dapat digunakan
dalam pertanian organik antara lain adalah perakitan bahan tanaman unggul yang
memiliki produktivitas tinggi dan resisten terhadap hama/penyakit, sehingga tidak
memerlukan input pestisida sintetik. Dalam sistem pertanian organik yang tidak
menggunakan masukan berupa bahan kimia buatan seperti pupuk kimia buatan dan
pestisida, biofertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatif yang layak
dipertimbangkan. Beberapa mikroba tanah seperti seperti Rhizobium,
Azaospirillum dan Azotobacter, bakteri pelarut fosfat, ektomikoriza, endomikoriza
dan MVA, mikoriza perombak selulosa dan efektif mikroorganisme dapat
dimanfaatkan sebagai biofertizer pada pertanian organik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biofertilizer
Petani organik umumnya mengandalkan kompos sebagai sumber utama
nutrisi tanaman. Akan tetapi, kandungan hara kompos rendah. Kompos yang sudah
matang kandungan haranya kurang lebih: 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K.
Dengan kata lain seratus kilogram kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP
36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya kg
Urea/ha, kg SP 36/ha dan kg KCl/ha, maka kompos yang dibutuhkan kurang lebih
sebanyak ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar memerlukan tenaga
kerja yang lebih banyak dan berimplikasi pula pada biaya produksi.
Terobosan baru untuk menghasilkan produksi tanaman pangan yang
maksimum sebagai pengganti aplikasi pupuk anorganik yaitu dengan menggunakan
biofertilizer. Biofertilizer yang disebut juga pupuk hayati dapat meningkatkan dan
mempertahankan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia dan biologi tanah.
Aplikasi biofertilizer umumnya digabung dengan pupuk organik menggunakan
mikroorganisme. Komposisi yang tepat dengan menggunakan mikroorganisme
tersebut dapat diaplikasikan sebagai pupuk hayati atau biofertilizer untuk tanaman
pangan.
Aplikasi biofertilizer pada sistem budidaya tanaman pangan diharapkan
mampu meningkatkan hasil produksi dengan mengurangi dampak dari residu
penggunaan pupuk anorganik. Meskipun biofertilizer memiliki waktu efektif
aplikasi yang lebih lama bila dibandingkan pupuk anorganik, tetapi mempunyai
dampak pada masa depan yang lebih baik untuk tetap mempertahankan unsur hara
dalam tanah. Perkembangan biofertilizer saat ini di Dunia telah pesat. Berbagai
negara seperti India, Thailand, Jepang, Cina, Brazil, Taiwan dan Negara maju
lainnya telah lama beralih dari pupuk kimia ke arah pupuk biologi.
2.2 Mikroba untuk Biofertilizer
Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium
(K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia
melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara
tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat
menyerap N dari udara. N harus difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah
bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang
bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula yang hidup bebas di sekitar perakaran
tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara
tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang lama
diberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi
(jenuh). Namun, hara fosfat ini sedikit tersedia bagi tanaman, karena terikat pada
mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut fosfat.
Mikroba ini akan melepaskan ikatan fosfat dari mineral liat tanah dan
menyediakannya bagi tanaman. Beberapa mikroba yang digunakan dalam
bifertilizer diantaranya:
1. Bakteri Rhizobium
Bakteri rhizobium adalah salah satu bakteri yang berkemampuan sebagai
bakteri penyedia hara bagi tanaman. Peranan rhizobium terhadap pertumbuhan
tanaman khususnya berkaitan dengan ketersediaan nitrogen bagi tanaman
inangnya.
2. Azospirillium dan Azotobacter
Azosprillium mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai
pupuk hayati. Bakteri ini bayak dijumpai berasosiasi dengan tanaman jenis
rerumputan termasuk jenis serelia, tanaman jagung dan gandum. Sampai saat
ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan dalam
menghambat nitrogen, yaitu azosprillium brasilense, A. Lipoferum, A.
Amazonese.
3. Mikroba Pelarut Fosfat
Di dalam tanah, terutama di daerah sekitar perakaran tanaman (rhizosphere)
banyak ditemukan mikroba-mikroba yang dapat melarutkan fosfat dari sumber-
sumber yang sukar larut. Mikroba ini akan melarutkan fosfat dan
menyediakannya untuk tanaman. Mikroba-mikroba tersebut antara lain:
(bakteri) Bacillus sp, Pseudomonas sp, (jamur) Aspergillus niger, Penicillium
sp, Trichoderma sp. Mikroba-mikroba ini menghasilkan asam-asam organik
atau senyawa lain yang bisa melarutkan fosfat. Mikroba pelarut fosfat sudah
ditemukan sejak akhir perang dunia kedua oleh ilmuwan di Rusia. Sejak tahun
1940-an sudah diaplikasikan ke tanah-tanah pertanian di Eropa.
4. Mikoriza
Ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu:
ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza seringkali ditemukan pada
tanaman-tanaman keras/berkayu, sedangkan endomikoriza ditemukan pada
banyak tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan. Mikoriza hidup
bersimbiosis pada akar tanaman. Mikoriza berperan dalam melarutkan fosfat
dan membantu penyerapan hara fosfat oleh tanaman. Selain itu tanaman yang
bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza
yang sering ditemukan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.
5. Mikoroza Perombak Selulosa
Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai
sumber bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang
sangat tinggi sehingga memerlukan proses dekomposisi yang relatif lama.
Beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus, dan Penecillium mampu
merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol,
CO2 dan asam-asam organik laiinya dengan dikeluarkannya enzim selulase.
6. Mikroorganisme Efektif
Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur campuran beberapa jenis
mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, dan
jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan
keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kualitas tanah
dan selanjutnya memperbaiki dna meningkatkan produksi tanaman.
BAB III
KESIMPULAN
Pertanian organik semakin berkembang sejalan dengan timbulnya kesadaran akan
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kebutuhan akan bahan makanan yang
relatif lebih sehat. Pertanian organik itu sendiri adalah sistem produksi pertanian yang
holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem
secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas,
dan berkelanjutan. Bioteknologi pertanian berpeluang besar untuk memajukan pertanian
organik di Indonesia. Produk-produk bioteknologi yang dapat digunakan dalam
pertanian organik antara lain adalah perakitan bahan tanaman unggul yang memiliki
produktivitas tinggi dan resisten terhadap hama/penyakit, sehingga tidak memerlukan
input pestisida sintetik. Dalam sistem pertanian organik yang tidak menggunakan
masukan berupa bahan kimia buatan seperti pupuk kimia buatan dan pestisida,
biofertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatif yang layak
dipertimbangkan. Beberapa mikroba tanah seperti seperti Rhizobium, Azaospirillum
dan Azotobacter, bakteri pelarut fosfat, ektomikoriza, endomikoriza dan MVA,
mikoriza perombak selulosa dan efektif mikroorganisme dapat dimanfaatkan sebagai
biofertizer pada pertanian organik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Bioteknologi dan Peranannya Dalam Kehidupan. http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_XIII_BIOTEKNOLOGI_DAN_PERANANNYA_BAGI_KEHIDUPAN diakses pada 2 Desember 2012 pukul 16.05 WIB
Anonim. 2008. Artikel Pertanian: Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik. http://awhik.blogspot.com/2008/03/artikel-pertanian-bioteknologi-mikroba.html diakses pada 2 Desember 2012 pukul 16.00 WIB
Krisno, Agus. 2011. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/25/pemanfaatan-biofertilizer-pada-pertanian-organik-3/ diakses pada 2 Desember 2012 pukul 16.00 WIB.
Wahyudi. 2009. Aplikasi Biofertilizer Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan. http://yu22.multiply.com/journal/item/3/Biofertilizer?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem diakses pada 2 Desember 2012 pukul 16.00 WIB