transportasi

Post on 02-Feb-2016

34 views 0 download

description

penjelasan pembagian jalan

Transcript of transportasi

Hirarki Jalan

Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan.

1. Klasifikasi jalan menurut fungsi

Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan pasal 8 Undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan arteri terbagi atas :

Jalan Arteri Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kesatu yang berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus di penuhi oleh jalan arteri primer adalah :

a. Kecepatan rencana > 60 km/jam

b. Lebar badan jalan > 8,0 m

c. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata

d. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas local

e. Jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota

Jalan Arteri Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghuungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder yang lainnya atau kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri sekunder adalah :

a. Kecepatan rencana > 30 km/jamb. Lebar jalan > 8,0 mc. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata-ratad. Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan kolektor terbagi menjadi :

Jalan Kolektor Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan antar kota kedua dengan kota jenjang kedua, atau kota jenjang kesatu dengan kota jenjang ketiga. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah :

a. Kecepatan rencana > 40 km/jam

b. Lebar badan jalan > 7,0 m

c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata

d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu

e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas local

f. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota

Jalan Kolektor Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder lainnya atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor sekunder adalah :

a. Kecepatan rencana >20 km/jamb. Lebar jalan > 7,0 m

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lokal terbagi menjadi :

Jalan Lokal Primer adalah ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil. Kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal primer adalah:

a. Kecepatan rencana > 20 km/jam

b. Lebar jalan > 6,0 m

c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa

Jalan Lokal Sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, atau kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau kawasan sekunder ketiga dan seerusnya dengan perumahan. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal sekunder adalah :

a. Kecepatan rencana > 10 km/jamb. Lebar jalan > 5,0 m

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Didalam pasal 6 dan pasal 9 Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2006 tentang Jalan dijelaskan bahwa fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang merupakan bagian dari Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan antarkawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang sesuai dengan peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu lintas menerus maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara berjenjang sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.

2. Klasifikasi berdasarkan status

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

3. Klasifikasi berdasarkan muatan sumbu

Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan muatan sumbu yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.

Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan terdiri atas:

1. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;

2. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;

3. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan

4. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

STRUKTUR JALAN REL

Berdasarkan UU No.13 Tahun 1992 yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 ayat 7, prasarana kereta api adalah jalur dan stasiun kereta api termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api dapat dioperasikan. Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi pengguna jasa angkutan kereta api. Prasarana kereta api lebih terperinci lagi dapat digolongkansebagai :

a. Jalur atau jalan rel,b. Bangunan stasiun,c. Jembatan,d. Sinyal dan telekomunikasi.

Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Gambar 3.1 menjelaskan gambar konstruksi jalan rel yang tampak secara visual dan secara skematik digambarkan dalam potongan melintang.

(a) (b)

Gambar 3.1 Gambar konstruksi jalan rel (a) dan skematik potongan melintangnya Secara konstruksi, jalan rel dibagi dalam dua bentuk konstruksi, yaitu :

a. Jalan rel dalam konstruksi timbunan,b. Jalan rel dalam konstruksi galian.

Jalan rel dalam konstruksi timbunan biasanya terdapat pada daerah persawahan atau daerah rawa, sedangkan jalan rel pada konstruksi galian umumnya terdapat pada medan pergunungan. Gambar 3.2 menunjukkan contoh potongan konstruksi jalan rel pada daerah timbunan dan galian.

(a)

(b)

Gambar 3.2 Contoh potongan jalan rel pada timbunan (a) dan galian (b)

KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL

Struktur jalan rel dibagi ke dalam dua bagian struktur yang terdiri dari kumpulan komponen-komponen jalan rel yaitu :

a. Struktur bagian atas, atau dikenal sebagai superstructure yang terdiri dari komponen-komponen seperti rel (rail), bantalan rel, plat landas, penambat rel, plat besi penyambung, dan rail anchor.

b. Struktur bagian bawah, atau dikenali sebagai substructure, yang terdiri dari komponen balas (ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improve subgrade)dan tanah asli (natural ground). Tanah dasar merupakan lapisan tanah di bawah subbalas yang berasal dari tanah asli tempatan atau tanah yang didatangkan (jika kondisi tanah asli tidak baik), dan telah mendapatkan perlakuan pemadatan (compaction) atau diberikan perlakuan khusus (treatment). Pada kondisi tertentu, balas juga dapat disusun dalam dua lapisan, yaitu : balas atas (top ballast) dan balas bawah (bottom ballast).

Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun komponen-komponennya seperti rel, bantalan, penambat dan lapisan fondasi serta tanah dasar secara terpadu dan disusun dalam sistem konstruksi dan analisis tertentu untuk dapat dilalui kereta api secara aman dan nyaman. Gambar 3.3 menjelaskan bagian-bagian struktur atas dan bawah konstruksi jalan rel dan secara skematik menjelaskan keterpaduan komponen-komponennya dalam suatu system struktur.

(a) (b)Gambar 3.3 Struktur jalan rel beserta sistem komponen penyusunnya

Secara umum komponen-komponen penyusun jalan rel dijelaskan sebagai berikut :1. Rel (Rail)

Rel merupakan batangan baja longitudinal yang berhubungan secara langsung, dan memberikan tuntunan dan tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api secara berterusan. Oleh karena itu, rel juga harus memiliki nilai kekakuan tertentu untuk menerima dan mendistribusikan beban roda kereta api dengan baik. Tiap potongan batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel yang lama panjangnya hanya 5-15 m tiap potongan (segmen). Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya. Di indonesia menggunakan standar UIC yaitu :

Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram

Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram

Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal antara lain : besar tekanan maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas dan kecepatan laju KA yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle load yang sanggup diterima oleh rel tersebut. Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54 yang digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.

2. Plat Landas Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton.Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibawahnya.

3. Bantalan (Sleeper) Bantalan memiliki beberpa fungsi yang penting, diantaranya menerima beban dari rel dan mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan yang kecil, mempertahankan sistem penambat untuk mengikat rel pada kedudukannya, dan menahan pergerakan rel arah longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan konstruksinya, seperti bantalan besai, kayu maupun beton. Perancangan bantalan yang baik sangat diperlukan supaya fungsi bantalan dapat optimal. Ada tiga jenis bantalan, yakni :

Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur

Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan persinyalan elektrik

Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar daripada dua bantalan lainnya.

4. Penambat RelFungsinya untuk menambat atau mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan batang rel tersebut, agar batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.

Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta api tua. Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi. Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yang biasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi. Penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit (istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara horizontal saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama pada bantalan beton, meskipun ada juga yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi.Berbagai macam penambat elastis, antara lain:

Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.

5. Plat Besi Penyambung Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua segmen (potongan batang rel). Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup atau baut (Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. Pada setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space). Saat ini telah dikenal metode penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR). Dengan metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi celah pemuaian, sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.

6. Rail AnchorSatu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel yang disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena pada sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian.

Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk mencegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat kaku pada bantalan kayu atau besi.

7. Lapisan Fondasi Atas atau Lapisan Balas (Ballast) Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran dan diletakkan sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material balas yang baik berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari debu dan kotoran dan tidak pipih (prone). Meskipun demikian, pada kenyataannya, klasifikasi butiran di atas sukar untuk diperoleh/dipertahankan, oleh yang demikian, permasalahan pemilihan material balas yang ekonomis dan memungkinkan secara teknis masih mendapat perhatian dalam kajian dan penelitian. Lapisan balas berfungsi untuk menahan gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan.

8. Lapisan Fondasi Bawah atau Lapisan Subbalas (Subballast)Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan subbalas. Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai dengan tingkatannya.

9. Lapisan Tanah Dasar (Sugrade)Lapisan tanah dasar merupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel yang harus dibangun terlebih dahulu. Fungsi utama dari lapisan tanah dasar adalah menyediakan landasan yang stabil untuk lapisan balas dan subbalas. Perilaku tanah dasar adalah komponen substruktur yang sangat penting yang mana memiliki peranan yang signifikan berkait pada sifat teknis dan perawatan jalan rel.

KRITERIA STRUKTUR JALAN REL

1. Kekakuan (Stiffness)Kekakuan struktur untuk menjaga deformasi vertikal dimana deformasi vertikal yang diakibatkan oleh distribusi beban lalu lintas kereta api merupakan indikator utama dari umur, kekuatan dan kualitas jalan rel. Deformasi vertikal yang berlebihan akan menyebabkan geometrik jalan rel tidak baik dan keausan yang besar diantara komponen-komponen struktur jalan rel.

2. Elastisitas (Elastic/Resilience)Elastisitas diperlukan untuk kenyamanan perjalanan kereta api, menjaga patahnya as roda, meredam kejut, impact, getaran vertikal. Jika struktur jalan rel terlalu kaku, misalnya dengan pemakaian bantalan beton,maka untuk menjamin keelastikan struktur dapat menggunakan pelat karet (rubber pads) di bawah kaki rel.

3. Ketahanan terhadap Deformasi TetapDeformasi vertikal yang berlebihan akan cenderung menjadi deformasi tetap sehingga geometrik jalan rel (ketidakrataan vertikal, horisontal dan puntir) menjadi tidak baik, yang pada akhirnya kenyamanan dan keamanan terganggu

4. StabilitasJalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang tetap/semula (vertikal dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk ini diperlukan balas dengan mutu dan kepadatan yang baik, bantalan dengan penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik.

5. Kemudahan untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan pemeliharaan sehingga dapat dikembalikan ke posisi geometrik dan struktur jalan rel yang benar jika terjadi perubahan geometri akibat beban yang berjalan.

Emplasemen

Emplasemen adalah bagian dari komplek stasiun yang berupa lapangan terbuka dan terdapat susunan jalan-jalan rel kereta api (sepur) beserta kelengkapannya. Tipe Emplasemen yaitu :

a. Menurut luas dan kecilnya emplasemen

1. Emplasemen stasiun kecilUntuk memungkinkan kereta api bersilang dan bersusulan, di empasemen stasiun kecil terdapat dua atau tiga stasiun kecil terddapat dua atau tiga jalan rel, yang terdiri atas satu jalan rel tersusun dan satu atau dua jalan rel bersilangan/susunan

2. Emplasemen stasiun sedangEmplasemen stasiun sedang mempunyai jumlah jalan rel lebih banyak dibandingkan pada stasiun kecil.

3. Emplasemen stasiun besarJalan-jalan rel di emplasemen stasiun besar tidak semuanya akan berdampingan letaknya, tetapi dapat dalam bentuk perpanjangan. Pada stasiun yang sangat besar, stasiun penumpang, pelayani barang dan langsiran dipisahkan. Pemisahan ini bukan berarti bahwa jalan rel untuk langsiran harus terletak jauh dari jalan rel utama, tetapi dapat dengan cara memasang jalan rel isolasi.

b. Menurut kegunaannya

1. Emplasemen Stasiun / Penumpang Emplasemen penumpang yang gunanya untuk memberi kesempatan kepada penumpang untuk memberi karcis, menunggu datangnya kereta api sampai naik ke kereta api melalui peron.

2. Emplasemen barang

Khusus melayani pengiriman dan penerimaan barang dan letaknya dekat dengan daerah industri, perniagaan, dan lalu lintas umum. Sepur gudang dapat dibuat disatu sisi atau pada kedua sisi gudang dan didalam gudang satu sepur atau lebih.Untuk cadangan perluasan dan ketentraman kota bisa dibuat diluar kota.

3. Emplasemen langsirKereta api barang dari semus jurusan yang menuju ke empalsemen langsir gerbong-gerbongnya dipisah-pisahkan dalam kelompok-kelompok menurut jurusan dan tempat tujuannya. Letak emplasemen harus jauh dari pemukiman agar pekerjaan melangsir gerbong tidak mengganggu ketertiban umum.

4. Emplasemen Penyusun / Depo KeretaTempat untuk membersihkan, memeriksa, memperbaiki kerusakan kecil dan melengkapi kereta-kereta kembali menjadi rangkaian kereta api untuk disiapkan di sepur berangkat di emplasemen penumpang pada saat kereta api mulai atau mengakhiri perjalanannya.

5. Emplasemen Depo LokomotifUntuk kebutuhan lokomotif-lokomotif yang menginap. Diperlukan ditempat-tempat peralihan dari jalan dataran ke jalan pegunungan untuk pergantian lokomotif dan di tempat-tempat yang harus melayani lokomotif-lokomotif untuk keperluan di emplasemen langsir

6. Emplasemen Pelabuhan Terdiri dari dua jurusan, yaitu daerah pedalaman ke pangkalan sebaliknya. Kereta api barang yang datang dari pedalaman diceraikan di emplasemen pelabuhan menurut kelompok-kelompok pembagi, kemudia gerbong-gerbong dibawa ke kelompok pembagi masing-masing, dimana dilakukan penyusunannya menurut pangkalan-pangkalan dan gudang-gudang.

Peron Peron adalah pelataran (halaman) pada stasiun kereta api, tempat penumpang menunggu atau tempat turun naik dari kereta.

MonorelMonorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan denfan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda karetnya terbuat dari karet sehingga tidak sebising kereta konvensional. Sampai saat ini terdapat dua jenis manorel yaitu :

a. Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan diatas relb. Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju dibawah rel

Kelebihan dari monorel ini adalah :a. Membutuhkan ruang kecil baik ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar

kereta dan karena dibuat diatas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyanggab. Terlihat lebih ringan daripada kereta konvensional dengan rel terelevasi dan hanya menutupi sebagian

kecil langitc. Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan diatas betond. Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, resiko terguling jauh lebih kecile. Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibandingkan kereta bawah tanah

Kekurangan dari monorel adalah :a. Dibanding dengan kereta bawah tanah monorel terasa lebih memakan tempatb. Dalam keadaan darurat penumpang tidak bisa langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali

stasiunc. Kapasitasnya masih dipertanyakan.

LRT (Light Rail Transit)kereta api ringan dikenal juga dengan LRT adalah salah satu sistem kereta api penumpang yang beroperasi dikawasan perkotaan yang konstruksinya ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau dalam lintasan khusus yang disebut dengan tram. Tipe kereta api ringan :

a. Kereta api ringan dijalan b. Kereta api ringan di jalur eksklusif

MRT (Mass Rapid Transit) MRT (mass rapid transit) adalah sebuah sistem transportasi transit tercepat dan dalam jumlah besar. Beberapa bentuk MRT antara lain :

a. Berdasarkan jenis fisik : BRT (Bus Rapid Transit), LRT (Light Rail Transit) yaitu kereta api rel listrik, yang dioperasikan menggunakan kereta (gerbong) pendek seperti monorel dan heavy rail transit yang memiliki kapasitas besar.

b. Berdasarkan area pelayanan : metro yaitu heavy rail transit dalam kota dan commuter rail yang merupakan jenis MRT untuk mengangkut penumpang dari daerah pinggir kota kedalam kota dan mengantarkannya kembali kedaerah penyangga.

SHUTTLE BUS

Tempat perhentian bus atau halte bus atau shelter atau stopan bus (dari bahasa Inggrisnya bus stop) adalah tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus, biasanya ditempatkan pada jaringan pelayanan angkutan bus. Di pusat kota ditempatkan pada jarak 300 sampai 500 m dan di pinggiran kota antara 500 sampai 1000 m.