Jurnal - Transportasi

13
ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) PENGGUNA KERETA API BANDARA (Studi Kasus: Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta) Abstrak Dalam menetapkan tarif kereta api bandara perlu mempertimbangkan kemampuan membayar (Ability to Pay, ATP) dan kesediaan membayar ( Willingness to Pay, WTP) calon pengguna (user) kereta api bandara. Penelitian ini menganalisis nilai ATP-WTP menggunakan pendekatan metode analisis pemilihan diskrit (Discrete Choice Analysis) terhadap perilaku individu dengan teknik stated preference (SP). Dimana rentang nilai ATP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5-0,9. Sedangkan nilai WTP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5. Model pemilihan moda yang digunakan adalah model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah, dengan pemilihan dua moda yang ditinjau adalah 1) Kereta api bandara dan Bus Damri, 2) Kereta api bandara dan taksi, 3) Kereta api bandara dan kendaraan pribadi (mobil). Hasil analisis ketiga model pemilihan moda menunjukkan bahwa nilai WTP Bus Damri lebih kecil daripada nilai WTP taksi dan mobil. Sehingga WTP Bus Damri dapat dijadikan batasan tertinggi tarif KA Bandara. Kata kunci : Kemampuan Membayar, Kemauan Membayar, Analisis Pemilihan Diskrit 1. PENDAHULUAN Bandar udara merupakan simpul dalam jaringan transportasi udara yang memiliki peran yang sangat penting. Salah satu bandara utama yang tersibuk di Indonesia adalah Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Akan tetapi, saat ini Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta belum didukung dengan aksesibilitas menuju bandar udara yang memadai. Sebagian besar aksesibilitas menuju bandara masih banyak menggunakan angkutan transportasi darat yang waktu perjalanannya tidak dapat diprediksi. Jika kondisi lalu lintas padat dan gangguan cuaca (banjir) seringkali membuat tidak ada kepastian waktu yang dibutuhkan untuk menuju bandara. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah angkutan rel sebagai pemadu moda menuju bandara. Kereta api merupakan moda transportasi yang bergerak di jalan rel (jalur terpisah dengan moda lainnya) dan mampu mengangkut penumpang dengan kapasitas besar, sehingga sangat cocok digunakan sebagai solusi menangani kemacetan dan juga dapat memberikan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk menuju ke bandara. Dalam rangka mendukung terciptanya angkutan menuju bandar udara tersebut, diperlukan beberapa kebijakan perlu diperhatikan, termasuk penentuan tarif yang akan diberlakukan. Tarif KA Bandara haruslah terjangkau oleh masyarakat, dalam artian penyediaan layanan angkutan sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup dan pengembangan usaha layanan jasa angkutan tersebut. Dari uraian diatas, penulis mencoba untuk menganalisis tarif KA Bandara dengan pendekatan metode Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) berdasarkan perilaku perjalanan dari sisi calon pengguna (user) kereta api bandara, dengan studi kasus pada Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan manfaat dan minimal mampu memberikan gambaran kebijakan penentuan tarif yang sesuai dengan kemampuan dan kesediaan masyarakat pengguna angkutan kereta api menuju Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

description

Analisis ATP-WTP

Transcript of Jurnal - Transportasi

Page 1: Jurnal - Transportasi

ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP)

PENGGUNA KERETA API BANDARA

(Studi Kasus: Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta)

Abstrak – Dalam menetapkan tarif kereta api bandara perlu mempertimbangkan kemampuan membayar

(Ability to Pay, ATP) dan kesediaan membayar (Willingness to Pay, WTP) calon pengguna (user) kereta api

bandara. Penelitian ini menganalisis nilai ATP-WTP menggunakan pendekatan metode analisis pemilihan

diskrit (Discrete Choice Analysis) terhadap perilaku individu dengan teknik stated preference (SP). Dimana

rentang nilai ATP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5-0,9. Sedangkan nilai

WTP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5. Model pemilihan moda yang

digunakan adalah model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah, dengan pemilihan dua moda

yang ditinjau adalah 1) Kereta api bandara dan Bus Damri, 2) Kereta api bandara dan taksi, 3) Kereta api

bandara dan kendaraan pribadi (mobil). Hasil analisis ketiga model pemilihan moda menunjukkan bahwa

nilai WTP Bus Damri lebih kecil daripada nilai WTP taksi dan mobil. Sehingga WTP Bus Damri dapat

dijadikan batasan tertinggi tarif KA Bandara.

Kata kunci : Kemampuan Membayar, Kemauan Membayar, Analisis Pemilihan Diskrit

1. PENDAHULUAN

Bandar udara merupakan simpul dalam jaringan transportasi udara yang memiliki peran

yang sangat penting. Salah satu bandara utama yang tersibuk di Indonesia adalah Bandar

Udara Internasional Soekarno-Hatta. Akan tetapi, saat ini Bandar Udara Internasional

Soekarno-Hatta belum didukung dengan aksesibilitas menuju bandar udara yang memadai.

Sebagian besar aksesibilitas menuju bandara masih banyak menggunakan angkutan

transportasi darat yang waktu perjalanannya tidak dapat diprediksi. Jika kondisi lalu lintas

padat dan gangguan cuaca (banjir) seringkali membuat tidak ada kepastian waktu yang

dibutuhkan untuk menuju bandara. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah angkutan

rel sebagai pemadu moda menuju bandara. Kereta api merupakan moda transportasi yang

bergerak di jalan rel (jalur terpisah dengan moda lainnya) dan mampu mengangkut

penumpang dengan kapasitas besar, sehingga sangat cocok digunakan sebagai solusi

menangani kemacetan dan juga dapat memberikan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk

menuju ke bandara.

Dalam rangka mendukung terciptanya angkutan menuju bandar udara tersebut, diperlukan

beberapa kebijakan perlu diperhatikan, termasuk penentuan tarif yang akan diberlakukan.

Tarif KA Bandara haruslah terjangkau oleh masyarakat, dalam artian penyediaan layanan

angkutan sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat dengan tetap memperhatikan

kelangsungan hidup dan pengembangan usaha layanan jasa angkutan tersebut. Dari uraian

diatas, penulis mencoba untuk menganalisis tarif KA Bandara dengan pendekatan metode

Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) berdasarkan perilaku perjalanan dari

sisi calon pengguna (user) kereta api bandara, dengan studi kasus pada Bandar Udara

Internasional Soekarno-Hatta. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan

manfaat dan minimal mampu memberikan gambaran kebijakan penentuan tarif yang sesuai

dengan kemampuan dan kesediaan masyarakat pengguna angkutan kereta api menuju

Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Page 2: Jurnal - Transportasi

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Permintaan

Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga.

Permintaan atas barang dan jasa umumnya sangat bergantung pada pendapatan konsumen

dan pada harga dari barang dan jasa tersebut relatif terhadap harga-harga lainnya. Hukum

permintaan (The Law of demand), pada hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka

makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu

barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Dari hipotesa tesebut

dapat disimpulkan, bahwa:

1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain yang dapat

digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya apabila barang tersebut

turun, konsumen akan menambah pembelian terhadap barang tersebut.

2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berkurang, sehingga

memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang yang akan naik

harganya.

Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva

permintaan berikut ini.

Gambar 1 Kurva Permintaan

2.2 Konsep Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)

Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang

diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Sedangkan Willingness To Pay

(WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang

diperolehnya. Nilai ATP dan WTP ini perlu diketahui untuk melindungi konsumen dari

penyalahgunaan potensi kekuatan monopoli utilitas yang mengendalikan kontrol harga dan

kontrol kualitas layanan (The CIE, 2001).

2.1.1 Ability to Pay (ATP)

Salah satu metode yang digunakan dalam menganalisis nilai ATP yaitu metode biaya

perjalanan (Travel Cost Method, TCM). Metode TCM mengasumsikan bahwa demand

perjalanan menuju lokasi tertentu tergantung pada biaya perjalanan, pendapatan,

karakteristik situs, harga pengganti, dan lainnya. Biaya perjalanan tersebut dapat berbeda

dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya tergantung jaraknya, dimana biaya yang rendah

untuk orang-orang di dekat lokasi dan biaya yang tinggi bagi orang yang tinggal lebih jauh.

Selain metode TCM, analisis ATP juga dapat dilakukan dengan pendekatan normatif yang

mendasari teori perpajakan (Musgrave. 1975). Prinsip ATP ini sejalan dengan kemampuan

ekonomi wajib pajak, yang berarti bahwa untuk proyek publik, orang yang mampu untuk

membayar lebih harus membayar lebih. Prinsip ATP tersebut biasanya disebut

pengorbanan marjinal yang sama (equal marginal sacrifice principle).

Page 3: Jurnal - Transportasi

2.1.2 Willingness to Pay (WTP) Secara umum, analisis WTP dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, antara lain

Metode Valuasi Kontingensi (Contigent Valuation Method, CVM), Conjoint Analysis dan

Discrete Choice Analysis.

1. Metode Valuasi Kontingensi (Contigent Valuation Method, CVM)

Metode valuasi kontingensi adalah metodologi berbasis survei untuk mendapatkan nilai

atas suatu barang, jasa, dan fasilitas. Studi valuasi kontingen pertama dilakukan oleh Davis

(1963) untuk memperkirakan nilai berburu (big game hunting) di Maine. Seperti yang

didefinisikan oleh Klose (Klose 1999, dalam Mataria), CVM adalah teknik survei

hipotesis langsung yang digunakan untuk menilai jumlah maksimum uang yang responden

akan bersedia membayar untuk mendapatkan keuntungan dari komoditas yang

bertawarkan. Metode CV memperkirakan suatu nilai barang ketika pasarnya belum ada

(kategori metode stated reference), dimana metode revealed preference tidak dapat

diaplikasikan.

2. Conjoint Analysis

Analisis conjoin diperkenalkan pertama kali dalam literatur pemasaran oleh Green and

Rao (1971). Secara umum, analisis conjoint adalah teknik untuk mengukur struktur

preferensi individu melalui variasi sistematis dari atribut produk dalam desain

eksperimental. Atribut produk dianggap sebagai satu set kemungkinan realisasi, yang

disebut sebagai tingkatan atribut. Responden disajikan sejumlah profil produk yang terdiri

dari realisasi atribut produk dan mengatur profil tersebut sesuai dengan preferensi yang

dirasakan, misalnya dengan menunjukkan urutan peringkat sehubungan dengan tingkat

preferensi. Evaluasi preferensi secara keseluruhan digunakan untuk membuat kesimpulan

dari kontribusi relatif dari tingkat atribut yang berbeda. Tahapan terakhir adalah bagian

penilaian dan evaluasi stimulus produk secara lengkap yang disebut sebagai utilitas

produk. 3. Discrete Choice Analysis

Sebuah pendekatan langsung yang cukup sederhana untuk memprediksi pilihan di pasar

diberikan oleh teori pilihan diskrit (discrete choice), teori ini diformulasikan untuk analisis

ekonomi oleh McFadden (1974). Dasar konseptual untuk analisis McFadden pada analisis

ekonomi didasarkan pada gagasan utilitas acak Thurstone (1927). Dengan

mengasumsikan bahwa individu membuat pilihan yang dapat memaksimalkan utilitas

mereka, dimana utilitas tersebut merujuk pada perilaku dan persepsi individu. Analisis

discrete choice juga disebut sebagai analisis conjoint berbasis pilihan (Louviere dan

Woodworth, 1983). Hubungannya dengan analisis conjoint terletak pada kemampuan

kedua metode untuk menguraikan produk ke tingkat atribut dan memperkirakan penilaian

utilitas untuk setiap tingkatannya. Metodologi kedua metode tersebut cukup berbeda.

Analisis conjoint memperkirakan penilaian untuk setiap responden secara individual

berdasarkan data responden, sedangkan analisis discrete choise memperkirakan pada

tingkat agregat menggunakan data dari semua responden.

2.3 Model Pemilihan Diskrit

Menurut Tamin (2008), secara umum model pemilihan diskrit dinyatakan sebagai peluang

setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik

pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas

(didefinisikan sebagai sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu). Domencich

and McFadden (975) dan Williams (1977), sebagaimana dikutip dari Tamin (2008),

Page 4: Jurnal - Transportasi

mengemukakan bahwa setiap set pilihan utilitas Uin untuk setiap individu n. Pemodel yang

juga merupakan pengamat sistem tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap

tentang semua unsur yang dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan.

Sehingga dalam membuat model diasumsikan bahwa Uin dapat dinyatakan dalam dua

komponen, yaitu :

1. Vin yang terukur sebagai fungsi dari atribut terukur.

2. Bagian acak ɛin, yang mencerminkan hal tertentu dari setiap individu, termasuk

kesalahan yang dilakukan oleh pemodel.

Secara umum, pengaruh tersebut dapat diekspresikan menjadi :

Uin = Vin + ɛin

dimana :

Uin = utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n

Vin = fungsi deterministik utilitas moda i bagi individu n

ɛin = kesalahan acak (random error) atau kompenen stokastik dan berfungsi distribusi

tertentu

Persamaan tersebut dapat menjelaskan hal-hal yang tidak rasional. Contohnya, dua

individu dengan atribut yang sama dan mempunyai set pilihan yang sama mungkin

memilih pilihan yang berbeda dan beberapa individu tidak selalu memilih alternatif yang

terbaik. Agar persamaan tersebut benar, dibutuhkan populasi yang homogen. Individu yang

berada dalam suatu populasi yang homogen akan bertindak secara rasional dan memiliki

informasi yang tepat sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang dapat

memaksimumkan utilitas individunya masing-masing sesuai dengan batasan hukum, sosial,

fisik, waktu dan uang.

2.4 Model Logit Binomial

Pengambilan keputusan pada model logit binomial ditentukan pada sepasang alternatif

diskrit, dimana alternatif yang akan dipilih adalah yang mempunyai utilitas terbesar,

utilitas dalam hal ini dipandang sebagai utilitas acak (random utility). Pada penelitian ini

perilaku pemilihan moda angkutan penumpang yang akan diamati adalah antara kereta api

bandara dan moda eksisting (Bus Damri, taksi dan mobil). Dengan dua alternatif moda

maka persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut.

dan

dimana:

PKA adalah probabilitas untuk KA Bandara

PModa adalah probabilitas untuk moda eksisting, yaitu: Bus Damri/ taksi/ mobil

Dengan menggunakan metode penaksiran regresi-linear, terdapat dua jenis model yang

sering digunakan, yaitu model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah.

Pada model logit-binomial-selisih, probabilitas bahwa individu memilih kereta api bandara

adalah fungsi selisih utilitas antara kedua moda. Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas

linier, maka perbedaan utilitas dapat diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam

sejumlah n atribut yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut:

UKA – Umoda = β0 + β1.(X1KA – X1moda) + β2.(X2KA – X2moda) + ... + βn.(XnKA – Xnmoda)

dimana UKA – Umoda adalah respon individu terhadap pernyataan pilihan, β0 adalah

konstanta, β1, β2 dan βn adalah koefisien masing-masing atribut yang ditentukan melalui

Page 5: Jurnal - Transportasi

multiple linear regression. Sehingga, nilai probabilitas kedua moda yang ditinjau dapat

ditulis dalam bentuk persamaan berikut.

Nilai utilitas sebagai respon individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk probabilitas

memilih moda tertentu, yang dikenal dengan transformasi Berkson-Theil, persamaannya

adalah sebagai berikut.

*

+ ( – ) ( – ) ( – )

( – )

Sedangkan untuk model logit-binomial-nisbah, proporsi PKA dinyatakan dengan persamaan

sebagai berikut.

(

)

dan

dimana (

) adalah rasio atribut kereta api bandara dengan moda eksisting. Dengan

melakukan beberapa penyederhanaan, persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi

persamaan berikut.

[ (

)

]

(

)

Persamaan tersebut selanjutnya dapat ditulis kembali dalam bentuk logaritma seperti

persamaan berikut.

(

)

2.5 Teknik Survey

Ketika kita melakukan suatu penelitian, secara tradisional kita mengamati atau

menanyakan apa yang sebenarnya individu lakukan. Dalam data tersebut karena perilaku

individu yang sebenarnya diketahui, yang biasanya diasumsikan bahwa informasi yang

dapat dipercaya dan dapat diperoleh dari kuesioner retrospektif, data ini disebut data

preferensi terungkap (Revealed Preference, RP). Di sisi lain, dalam suatu kuesioner atau

wawancara survei kita bertanya, "Jika Anda menghadapi situasi tertentu, apa yang akan

Anda lakukan?" Dalam data ini karena reaksi yang diberikan oleh responden bukan

merupakan perilaku yang sebenarnya, tetapi hanya pernyataan preferensi, data tersebut

disebut data Stated Preference (SP). Karakteristik data RP dan SP dirangkum dalam tabel

berikut ini (Morikawa dan Ben-Akiva, 1992).

Tabel 1 Karakteristik Data RT dan SP

Data RP Data SP

Informasi

Preferensi Hasilnya merupakan perilaku

sebenarnya

Perilaku konsisten dalam pasar

Tanggapan merupakan situasi

yang hipotesa

Kemungkinan perilaku tidak

Page 6: Jurnal - Transportasi

Data RP Data SP

sebenarnya

Hasilnya adalah pilihan

konsisten dalam pasar

sebenarnya

Hasilnya adalah pemeringkatan,

penilaian dan pilihan

Alternatif Hanya alternatif eksisting Alternatif eksisting dan tidak

eksisting

Atribut Mengukur kesalahan

Tingkatan atribut yang terbatas

Kemungkinan adanya korelasi

diantara atribut

Tidak mengukur kesalahan

Tingkatan atribut dapat diperluas

Korelasi diantara atribut dapat

dikontrol

Set Pemilihan Tidak jelas Jelas

Jumlah Respon Satu respon per responden Satu atau lebih respon per reponden

Untuk penelitian mengenai kereta api bandara ini dipakai teknik Stated Prefence (SP),

dimana alternatif hipotesa yang akan diberikan merupakan pilihan antara kereta api

bandara dengan moda eksisting (Bus Damri, taksi dan mobil). Sesuai dengan penjelasan

sebelumnya, teknik SP ini dicirikan oleh adanya penggunaan desain eksperimen untuk

membangun alternatif hipotesa terhadap situasi (hypothetical situation), yang kemudian

disajikan kepada responden. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam desain

eksperimen SP adalah sebagai berikut:

1. Respon kuesioner (Penilaian / Peringkat / Pilihan / Tingkat preferensi)

2. Metode Analisis

Untuk menganalisa hasil pemilihan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

Naive atau metode grafik

Non-metric scaling

Metode regressi

Analisa logit dan probit

3. Jumlah sampel

Untuk mengumpulkan data diperlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu,

setelah metode analisis ditentukan, maka selanjutnya dapat diputuskan jumlah sampel

yang diperlukan.

4. Atribut (Pengukuran)

Faktor ini perlu diperhatikan untuk menentukan atribut apa yang akan ditinjau dan

bagaimana mengekspresikan tingkatan atribut, khususnya untuk atribut kualitatif.

5. Tingkatan atribut

Faktor ini mempertimbangkan berapa banyak tingkat harus diperlakukan dan cara

mengatur atribut (nilai absolut, persentase dan sebagainya). Tingkatan atribut dalam

desain eksperimental biasanya bersifat 'ortogonal', yaitu untuk memastikan bahwa

atribut disajikan kepada responden bervariasi secara independen dari satu sama lain.

Hasilnya adalah bahwa efek dari setiap tingkat atribut pada respon lebih mudah

diisolasi. Hal ini untuk menghindari 'multi-kolinearitas' antara atribut, yang

merupakan masalah umum dengan data RP.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Pada umumnya perjalanan menuju bandara merupakan perjalanan sesekali (occasional

trip). Sehingga dalam melakukan perjalanan tersebut, penentuan pemilihan moda

transportasi ke bandara biasanya didasarkan pada utilitas (nilai guna) moda transportasi

yang ditawarkan. Konsep ini dapat diterapkan untuk penentuan nilai ATP-WTP kereta api

Page 7: Jurnal - Transportasi

bandara, yaitu dengan pendekatan analisis pemilihan diskrit (discrete choice analysis).

Nilai ATP-WTP ditentukan berdasarkan nilai probabilitas pemilihan moda yang ditinjau.

Dalam pemilihan moda transportasi, pengambil keputusan (konsumen) cenderung

memaksimalkan utilitas suatu pilihan. Sehingga alternatif moda yang mempunyai utilitas

yang tertinggi memiliki peluang besar untuk dipilih.

Pemilihan moda transportasi dapat dipengaruhi oleh variabel atribut perjalanan dan

pelayanan dari setiap alternatif moda serta kondisi sosial ekonomi. Dengan asumsi bahwa

pemilihan moda angkutan umum penumpang yang akan digunakan oleh pelaku perjalanan

merupakan keputusan individu maka penelitian ini dilakukan pendekatan pada level

disaggregate. Pengumpulan data penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu data sekunder

dan data primer. Data sekunder dan primer yang telah didapatkan kemudian diolah agar

dapat digunakan sebagai data masukan dalam proses analisis selanjutnya.

3.1 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini menggunakan data rencana pengembangan ka bandara,

data moda transportasi eksisting dan data kuesioner yang didapat dari laporan studi ATP-

WTP kereta api lintas pelayanan menuju Bandara (Soekarno-Hatta, Juanda-Surabaya,

Kualanamu-Medan dan Minangkabau-Padang). Data kuesioner yang telah dikumpulkan

terdiri dari data karakteristik penumpang, data perjalanan penumpang dan data stated

preference KA Bandara. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah dan lokasi pengambilan

sampel survei kuesioner.

Tabel 2 Jumlah Sampel Data Sekunder

No Keterangan Moda

Bus Damri Taksi Mobil

1 Responden Penumpang keberangkatan dan kedatangan, dengan daerah

asal/tujuan perjalanan DKI Jakarta

2 Jumlah Sampel

a. Penumpang

Keberangkatan 87 Orang 42 Orang 41 Orang

b. Penumpang

Kedatangan 66 Orang 50 Orang 48 Orang

3 Lokasi Survei 1. Bandara Soekarno-

Hatta

2. Terminal Bus Damri

a. Stasiun Gambir

b. Blok M

Bandara

Soekarno-

Hatta

Bandara

Soekarno-Hatta

3.2 Pengumpulan Data Primer

Data primer dalam penelitian ini didapatkan melalui teknik Stated Preference (SP). Teknik

tersebut dilakukan dengan perpaduan dua metode dasar, yaitu survei kuesioner

(questionnaire survey) dan survei wawancara (interview survey). Pengumpulan data

tersebut menggunakan kuesioner yang disebarkan oleh tenaga survei (surveyor) secara

langsung kepada responden dan surveyor juga bertindak sebagai pewawancara. Hal ini

dimaksudkan agar surveyor dapat memberikan gambaran penelitian secara keseluruhan

dan lebih memperjelas maksud dari pertanyaan pada lembar kuesioner sehingga dapat

membantu responden dalam mengisi kuesioner dengan baik. Survei tersebut dilakukan

dengan mengambil sampel sebanyak 75 sampel per segmen, dimana segmen ditentukan

berdasarkan tujuan perjalanan responden, yaitu bisnis dan non-bisnis. Sehingga survei

Page 8: Jurnal - Transportasi

pengumpulan data primer dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 450 responden.

Tabel berikut ini menunjukkan jumlah dan lokasi pengambilan sampel survei.

Tabel 3 Jumlah Sampel Data Primer

No. Moda Jumlah Sampel Lokasi Survey

1 Bus Damri 139 Orang

1. Terminal Bus Damri :

a. Gambir

b. Blok-M

2. Bandara Soekarno-Hatta

2 Taksi 141 Orang Bandara Soekarno-Hatta

3 Kendaraan Pribadi (Mobil) 122 Orang Bandara Soekarno-Hatta

4. HASIL DAN ANALISIS

Berdasarkan hubungan antara nilai selisih tarif kereta api bandara dan moda eksisting

(mobil, taksi dan bus damri) dengan nilai probabilitas pemilihan antara kedua moda akan

diketahui nilai ATP-WTP pengguna kereta api bandara. Penentuan nilai ATP dan WTP

dilakukan dengan pendekatan teori permintaan. Dimana rentang nilai ATP yang didapat

merupakan nilai atribut tarif pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5

sampai dengan probabilitas 0,9. Sedangkan nilai WTP yang didapat merupakan nilai

atribut tarif pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5. Pada probabilitas

ini kemungkinan untuk memilih KA Bandara adalah sama dengan moda eksisting.

4.1 Nilai ATP-WTP Penumpang Keberangkatan

Pada nilai ATP-WTP penumpang keberangkatan digunakan 2 (dua) set data sebagai

berikut.

A. Data Pertama

Pemodelan pemilihan moda untuk data pertama menggunakan skenario dengan atribut

tarif, waktu tempuh, toleransi keterlambatan, tingkat pelayanan (service) dan waktu antara

(headway). Nilai ATP-WTP penumpang untuk data pertama ini dianalisis menggunakan

model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah. Gambar berikut ini

menampilkan diagram WTP untuk setiap modelnya.

Page 9: Jurnal - Transportasi

Gambar 2 Diagram WTP Model Logit-Binomial-Selisih

Gambar 3 Diagram WTP Model Logit-Binomial-Nisbah

B. Data Kedua

Pemodelan pemilihan moda untuk data kedua menggunakan skenario dengan atribut tarif,

waktu tempuh, toleransi keterlambatan, tingkat pelayanan (service) dan waktu antara

(headway). Nilai ATP-WTP penumpang untuk data pertama ini dianalisis menggunakan

model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah. Gambar berikut ini

menampilkan diagram WTP untuk setiap modelnya.

Rp. 50.000

Rp. 100.000

Rp. 150.000

Rp. 200.000

Tarif Bus Damri = Rp. 30.000

Biaya Mobil = Rp. 18.000

Tarif Taksi = Rp. 130.000

Tarif KA Bandara = Rp. 100.000**

Tarif KA Bandara = Rp. 75.000* WTP(Mobil) = Rp. 72.000 WTP(Bus Damri) = Rp. 69.391

WTP(Taksi) = Rp. 72.381

Rp. 50.000

Rp. 100.000

Rp. 150.000

Rp. 200.000

Tarif Bus Damri = Rp. 30.000

Biaya Mobil = Rp. 18.000

Tarif Taksi = Rp. 130.000

Tarif KA Bandara = Rp. 100.000**

Tarif KA Bandara = Rp. 75.000* WTP(Mobil) = Rp. 69.578

WTP(Bus Damri) = Rp. 61.839 WTP(Taksi) = Rp. 68.772

Page 10: Jurnal - Transportasi

Gambar 4 Diagram WTP Model Logit-Binomial-Selisih

Gambar 5 Diagram WTP Model Logit-Binomial-Nisbah

4.2 Nilai ATP-WTP Penumpang Kedatangan

Pada nilai ATP-WTP penumpang kedatangan menggunakan data pertama. Dimana

pemodelan pemilihan moda untuk data pertama menggunakan skenario dengan atribut

tarif, waktu tempuh, toleransi keterlambatan, tingkat pelayanan (service) dan waktu antara

(headway). Nilai ATP-WTP penumpang untuk data pertama ini dianalisis menggunakan

model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah. Gambar berikut ini

menampilkan diagram WTP untuk setiap modelnya.

Rp. 50.000

Rp. 100.000

Rp. 150.000

Rp. 200.000

Tarif Bus Damri = Rp. 40.000

Biaya Mobil = Rp. 18.000

Tarif Taksi = Rp. 130.000

Tarif KA Bandara = Rp. 100.000**

Tarif KA Bandara = Rp. 75.000*

WTP(Mobil) = Rp. 100.000

WTP(Bus Damri) = Rp. 75.000

WTP(Taksi) = Rp. 133.397

Rp. 50.000

Rp. 100.000

Rp. 150.000

Rp. 200.000

Tarif Bus Damri = Rp. 40.000

Biaya Mobil = Rp. 18.000

Tarif Taksi = Rp. 130.000

Tarif KA Bandara = Rp. 100.000**

Tarif KA Bandara = Rp. 75.000*

WTP(Mobil) = Rp. 101.600

WTP(Bus Damri) = Rp. 65.650

WTP(Taksi) = Rp. 154.108

Page 11: Jurnal - Transportasi

Gambar 6 Diagram WTP Model Logit-Binomial-Selisih

Gambar 7 Diagram WTP Model Logit-Binomial-Nisbah

*Batas Bawah Indikasi Tarif KA Bandara (Sumber: www.keretaekspressoetta.com)

**Batas Atas Indikasi Tarif KA Bandara (Sumber: www.keretaekspressoetta.com)

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) untuk Kereta

Api Bandara Internasional Soekarno-Hatta, maka dapat diambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pada analisis nilai ATP-WTP penumpang keberangkatan dapat diketahui bahwa nilai

WTP pengguna Bus Damri lebih kecil daripada nilai WTP pengguna taksi dan mobil.

Hal ini berarti pengguna moda bus Damri memiliki kesediaan membayar tarif KA

Bandara yang lebih rendah daripada pengguna moda taksi dan mobil.

2. Sedangkan untuk analisis nilai ATP-WTP penumpang kedatangan, dapat diketahui

bahwa nilai WTP pengguna Bus Damri juga lebih kecil daripada nilai WTP pengguna

taksi dan mobil. Hal ini berarti pengguna moda bus Damri memiliki kesediaan

membayar tarif KA Bandara yang lebih rendah daripada pengguna moda taksi dan

mobil.

Rp. 100.000

Rp. 50.000

Rp. 150.000

Rp. 200.000

Tarif Bus Damri = Rp. 30.000

Biaya Mobil = Rp. 18.000

Tarif Taksi = Rp. 130.000

Tarif KA Bandara = Rp. 100.000**

Tarif KA Bandara = Rp. 75.000*

WTP(Mobil) = Rp. 68.684 WTP(Bus Damri) = Rp. 66.566

WTP(Taksi) = Rp. 70.919

Rp. 50.000

Rp. 100.000

Rp. 150.000

Rp. 200.000

Tarif Bus Damri = Rp. 30.000

Biaya Mobil = Rp. 18.000

Tarif Taksi = Rp. 130.000

Tarif KA Bandara = Rp. 100.000**

Tarif KA Bandara = Rp. 75.000* WTP(Mobil) = Rp. 64.600

WTP(Bus Damri) = Rp. 58.820 WTP(Taksi) = Rp. 62.655

Page 12: Jurnal - Transportasi

3. Jika dibandingkan nilai WTP antara penumpang keberangkatan dan kedatangan,

diketahui bahwa nilai WTP penumpang keberangkatan lebih besar daripada

penumpang kedatangan. Perbedaan nilai tersebut menunjukkan penumpang

keberangkatan lebih membutuhkan kepastian waktu yang diberikan KA Bandara untuk

menuju bandara sehingga mereka bersedia membayar lebih.

4. Dari dua (2) data set yang dianalisis pada penumpang keberangkatan, terlihat bahwa

rentang nilai WTP dari hasil analisis kedua data adalah berbeda. Dapat disimpulkan

bahwa nilai WTP dipengaruhi oleh atribut yang ditinjau. Perbedaan atribut yang

ditinjau dapat memberikan nilai WTP yang berbeda.

5. Pada analisis nilai ATP-WTP berdasarkan karakteristik tujuan perjalanan responden,

dapat diketahui responden bisnis mempunyai nilai WTP yang lebih besar daripada

responden non-bisnis. Hal ini dapat dikarenakan biaya perjalanan responden bisnis

biasanya ditanggung oleh perusahaan/instansi tempat responden bekerja. Sehingga,

responden bisnis cenderung mempertimbangkan kepastian waktu dan kecepatan

perjalanan yang diberikan KA Bandara untuk menuju bandara.

6. Dari grafik sensitivitas atribut tarif dapat diketahui kemiringan garis menunjukkan

arah negatif, yaitu menyatakan bahwa semakin besar tarif (KA Bandara – Moda

Eksisting) maka akan semakin memperkecil probabilitas memilih kereta api bandara.

7. Berdasarkan hasil analisis elastisitas, untuk ketiga model pemilihan moda diketahui

bahwa atribut yang paling sensitif mempengaruhi probabilitas pemilihan moda adalah

atribut tarif.

8. Jika tarif KA Bandara ditetapkan berdasarkan indikasi tarif KA Bandara (Rp. 75.000 –

100.000) maka nilai WTP yang berada dibawah indikasi tarif tersebut memerlukan

subsidi untuk mencapai probabilitas 50% KA Bandara.

6. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (2013), Jakarta Dalam Angka 2013, Badan

Pusat Statistik: DKI Jakarta.

Ben-Akiva, M. and Steven R. Lerman (1985), Discrete Choice Analysis : Theory and

Application To Travel Demand, Cambridge, MA:MIT Press.

Breidert, Christoph (2005). Estimation of Willingness-to-Pay, Gabler Edition

Wissenschaft.

Breidert C., Hahsler M., Reutterer T. (2006), A Review of Methods For Measuring

Willingness-to-Pay, Preprint to appear in Innovative Marketing.

Center for International Economics (2001), Review of Willingness to Pay

Methodologies, Canberra & Sydney.

Hensher, David A., and Lester W.J. (1981), Applied Discrete-Choice Modelling, Halsted

Press, John Wiley & Sons, Inc, New York.

Joewono, Tri Basuki (2009), Exploring the Willingness and Ability to Pay for Paratransit

in Bandung, Indonesia, Journal of Public Transportation, Vol. 12, No.2.

Kanafani, A. (1983), Transportation Demand Analysis, McGraw-Hill, New Yok, USA.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (2011), Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk

Angkutan Orang Dengan Kereta Api, Sekretariat Negara: Jakarta.

Mukti, Elsa Tri (2001), Kompetisi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antar Kota

Antara Moda Kereta Api dan Bus : Studi Kasus Rute Bandung – Jakarta, Tesis

Magister, Rekayasa Transportasi, Institut Teknologi Bandung.

Novirani, Dwi (2007), Kajian Tarif Terhadap Vehicle Operation Cost serta Willingness to

Pay Penumpang, Tesis Magister, Rekayasa Transportasi, Institut Teknologi

Bandung.

Page 13: Jurnal - Transportasi

Ortuzar, J.D and Willumsen, L.G. (1994), Modelling Transport, Fourth Edition, Jonh

Wiley & Sons.

Permain, D. and Swanson, J. (1991), Stated Preference Techniques : A Guide to

Practice, Steer Davies Gleave and Haque Consulting Group, London.

Republik Indonesia (2007), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian, Sekretariat Negara.

Tamin, Ofyar Z., Rahman, H., Kusumawati, A., Munandar, AR., Setiadji, BH. (1999), Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis ‘Ability to Pay’ (ATP) dan

‘Willingnes to Pay’ (WTP) di DKI Jakarta, Jurnal Transportasi, Vol. 1 No. 2.

Tamin, Ofyar Z. (2009), Perencanaan, Pemodelan, & Rekayasa Transportasi: Teori,

Contoh Soal, dan Aplikasi, Penerbit ITB.

SANKO, Nobuhiro (2001), Guidelines for Stated Preference Experiment Design.

Warpani, Suwardjoko P. (2002), Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Penerbit

ITB.

Website : www.keretaekspressoetta.com (diakses April 2015)