Post on 17-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Infertilitas oleh karena faktor uterus adalah merupakan salah satu
penyebab infertilitas yang utama.1 Infertilitas oleh karena uterus, baik
akibat tidak adanya uterus atau adanya uterus non-fungsional, menjadi
masalah klinis utama untuk diatasi. Pengobatan pada infertilitas oleh
karena faktor uterus di masa depan adalah transplantasi uterus, yang
menjadi alternative selain adopsi atau ibu pengganti untuk menjadi ibu.2
Sekarang ini, dengan mencari ibu pengganti merupakan satu-satunya
pilihan untuk memiliki keturunan secara genetik pada pasien. Meskipun
terdapat perkembangan pada teknologi reproduksi yang terarah pada
beberapa dekade terakhir, belum ada pendekatan yang pasti pada saat ini
yang telah mampu mengatasi masalah infertilitas oleh karena faktor uterus
ini.1.3
Infertilitas oleh karena factor uterus mungkin terjadi akibat dari
adanya di jumpai masalah kongenital (agenesis Mullerian komplit,
hipoplasia uterus) atau yang didapat seperti histerektomi akibat alasan
maligna dan benigna (mioma, adenomiosis, perdarahan paskapartum)
atau akibat adhesi intrauterine, yang mempengaruhi sekitar 3-5% populasi
umum.1 Transplantasi uterus telah dianggap sebagai penyembuhan pada
infertilitas oleh karena faktor uterus yang absolute akibat hilangnya uterus
atau fungsi dari uterus.4
Operasi transplantasi telah mengenalkan beberapa organ/ jaringan
tambahan untuk transplantasi selama dua dekade terakhir, dan semua
jenis transplantasi baru ini dapat dikategorisasi sebagai masalah yang
nonvital yang dapat meningkatkan kualitas hidup, dibandingkan dengan
masalah utama, seperti transplantasi jantung, hati, atau paru-paru. Contoh
transplantasi jaringan nonvital baru ini adalah tangan/lengan, anggota
gerak bawah, laring, dan muka. Begitu juga, perkembangan besar telah
terjadi pada pengobatan infertilitas, ini telah sangat membantu pada
terjadinya infertilitas oleh karena faktor uterus selain beberapa jenis
intertilitas yang masih tidak dapat diobati.5
1
Tujuan akhir transplantasi uterus berbeda dari rekonstruksi fungsi
organ transplantasi padat lainnya, karena tujuannya adalah untuk
memfasilitasi kehamilan dan persalinan anak-anak sehat. Namun,
kehamilan dari transplantasi allogeneic hanya telah ditunjukkan pada tikus
dan domba.3 Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
transplantasi uterus
2
BAB II
TRANSPLANTASI UTERUS
2.1 Infertilitas uterus
Infertilitas oleh karena faktor uterus absolut merupakan salah satu
penyebab infertilitas yang utama.1 Beberapa kelompok pasien dapat
diklasifikasi sebagai infertile akibat tidak adanya uterus atau adanya jenis
disfungsi uterus yang tidak dapat diperbaiki dengan operasi atau
pengobatan hormonal atau secara farmakologi. Infertilitas oleh karena
faktor pada uterus ini dapat di jumpai atau terjadi akibat malformasi
kongenital dan termasuk penyebab dengan tidak adanya uterus dan
dengan uterus yang malfungsi.6
Secara numeric, kelompok terbesar wanita dengan infertilitas
uterus adalah wanita yang menjalani histerektomi selama usia subur.
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 600000 wanita dihisterektomi dan
proporsi operasi ini dilakukan pada pasien berusia di bawah 40 tahun.7
Pada program IVF, termasuk kehamilan dengan ibu pengganti adalah
sebagai langkah kedua, sekitar separuh dari wanita infertilitas oleh karena
faktor uterus yang sebelumnya di histerektomi.8
Infertilitas yang terjadi oleh karena faktor uterus, baik akibat tidak
adanya uterus atau adanya uterus non-fungsional, menjadi bidang klinis
untuk diatasi. Pengobatan infertilitas uterus di masa depan adalah
transplantasi uterus, yang menjadi alternatif untuk adopsi atau pengganti
gestasional untuk menjadi ibu.2 Sekarang ini, ibu pengganti merupakan
satu-satunya pilihan untuk memiliki keturunan genetik pada pasien ini.
Meskipun terdapat perkembangan pada teknologi reproduksi yang
dibimbing pada dekade terakhir, tidak ada pendekatan saat ini telah
mampu mengatasi masalah infertilitas oleh karena faktor uterus.1,3
Infertilitas faktor uterus mungkin terjadi akibat penyebab
kongenital (agenesis Mullerian komplit, hipoplasia uterus) atau yang
didapat seperti histerektomi akibat alasan maligna dan benigna (mioma,
3
adenomiosis, perdarahan paskapartum) atau akibat adhesi intrauterine,
yang mempengaruhi sekitar 3-5% populasi umum.1
2.2 Transplantasi uterus
Sejumlah besar penelitian mengenai transplantasi uterus
eksperimental telah dipublikasikan selama dekade terakhir, tetapi
kebanyakan penelitian ini tidak melibatkan tes fertilitas, yang merupakan
masalah yang sangat penting dalam perkembangan transplantasi uterus.
Alasan mengapa jarang ada publikasi outcome tentang fertilitas setelah
transplantasi uterus adalah bahwa perkembangan setiap model penelitian
telah menjadi beban, dengan perlunya memberi perhatian khusus di awal
terhadap operasi transplantasi uterus.9
Pada umumnya, satu masalah dasar dalam mengevaluasi hasil,
termasuk outcome fertilitas, dari transplantasi eksperimental adalah untuk
memisahkan efek yang berpotensial membahayakan dari iskemia-
reperfusi dan trauma operasi dari proses degenerative dari penolakan
transplantasi itu sendiri.6
Operasi transplantasi telah mengenalkan beberapa organ atau
jaringan tambahan untuk transplantasi selama dua dekade terakhir, dan
semua jenis transplantasi baru ini dapat dikategorisasi sebagai nonvital
dan dapat meningkatkan kualitas hidup, dibandingkan dengan yang vital,
seperti transplantasi jantung, hati, atau paru-paru. Contoh transplantasi
jaringan nonvital baru ini adalah tangan/lengan, anggota gerak bawah,
laring, dan muka. Begitu juga, perkembangan besar telah terjadi pada
pengobatan infertilitas, ini telah mengalah pada infertilitas oleh karena
faktor uterus tinggal salah satu beberapa jenis intertilitas yang masih tidak
dapat diobati.5
Usaha penelitian para ginekolog dan ahli bedah transplantasi
mungkin menyebabkan transplantasi uterus yang menjadi metode yang
terbentuk secara klinis sebagai jenis transplantasi nonvital dengan tujuan
untuk mengobati infertilitas oleh faktor uterus absolute. Saat ini, pilihan
untuk menjadi seorang ibu bagi wanita dengan infertilitas oleh karena
4
faktor uterus adalah adopsi anak untuk menjadi ibu atau mencari ibu
pengganti bagi yang memerlukan ibu secara genetik, yang harus diikuti
dengan adopsi anak dari ibu pengganti itu juga untuk menyelesaikan
masalah agar dapat menjadi seorang ibu secara legal.5
Kasus transplantasi uterus awalnya, dan sampai sekarang yang
hanya dipublikasi, terjadi 12 tahun yang lalu, dan mayoritas penelitian
hewan mengenai transplantasi uterus telah dilakukan setelah titik waktu
tersebut. Penelitian transplantasi uterus perlu perhatian khusus, karena
kemungkinan di masa datang transplantasi uterus di masa depan resiko
terkait tidak hanya akan melibatkan pasien transplantasi dan donor hidup
tetapi juga anak di masa datang nantinya.5
2.2.1 Pasien transplantasi uterus secara prospektif
kelompok pasien yang mungkin mendapat keuntungan dari
transplantasi uterus adalah yang tidak punya uterus atau dengan uterus
yang nonfungsional mengenai kemampuan hamil dengan penyebab
infertilitas oleh karena faktor dari uterus ini yang bersifat kongenital atau
yang didapat. Kelompok pasien mungkin juga terbagi menjadi infertilitas
komplit dan infertilitas relatif (tabel 1).5
Tabel1. Penyebab infetilitas faktor uterus dan prevalensi yang
diperkirakan5
5
Penyebab paling sering infertilitas oleh karena faktor uterus komplit
dan relatif adalah leiomioma, yang akan menyebabkan infertilitas kompit
jika dilakukan histerektomi karena gejala terkait leiomioma. Insidensi
leiomioma meningkat seiring dengan usia, dengan prevalensi ±10% pada
wanita berusia 33-40 tahun. Leiomioma submukosa dan intramural yang
lebih besar mungkin terkait infertilitas. Pasien leiomioma yang tidak
respon terhadap pengobatan dengan operasi akan menjadi kandidat untuk
kombinasi prosedur histerektomi dan transplantasi uterus, dengan
keuntungan yang didapat dibandingkan dengan banyaknya pasien yang
transplantasi uterus, bahwa arteri dan vena uterus asli dapat sebagian
dilindungi dan kemudian digunakan untuk anastomosis vaskular dengan
pembuluh darah graft uterus. Kombinasi histerektomi dan transplantasi
uterus pada prosedur satu langkah juga dapat diaplikasikan pada
kelompok besar pasien infertile uterus dengan malformasi uterus
kongenital yang tidak respon terhadap pengobatan operasi.5
2.2.2 Penelitian hewan pada bidang transplantasi uterus
Penelitian mengenai transplantasi uterus telah dilakukan pada
berbagai binatang, termasuk tikus, spesies domestik besar (domba, babi),
dan akhir-akhir ini juga primata bukan manusia tetapi pada kera. Satu
masalah penting pada penelitian transplantasi eksperimental yang
memungkinkan untuk pemisahan kejadian yang berbahaya dan yang
berbeda yang mungkin menyebabkan transplantasi tidak sukses. Kejadian
yang berpotensial membahayakan adalah setelah operasi pada saat
penyembuhan organ, kerusakan iskemia-reperfusi, operasi saat
transplantasi, penolakan, dan efek obat imunosupresif. Langkah pertama
biasanya yang bersifat transplantasi autolog dan syngeneic (antara
individu yang secara genetik identik).5
Model transplantasi syngeneic eksperimental dapat digunakan
untuk memisahkan efek operasi, efek iskemik dan peletakan anatomis
baru dari organ yang ditransplantasikan dari efek penolakan dan agen
imunosupresif, yang menambahkan kompleksitas transplantasi alogenik
6
eksperimental. Hubungan antara donor dan resipien pada transplantasi
syngenic adalah yang berasal dari keturunan spesies yang sama. Karena
itu, donor dan resipien secara genetik identik. Pada manusia, ini serupa
dengan transp lantasi antara kembar identik.6
Transplantasi syngeneic dapat dengan mudah digunakan dalam
eksperimen yang melibatkan tikus, karena sejumlah besar bawaan tikus
secara komersial tersedia. Pada hewan yang lebih besar, transplantasi
autolog digunakan untuk menyingkirkan efek berbahaya potensial dari
penolakan dan imunosupresi, tetapi ini seharusnya diakui bahwa situasi
eksperimen ini memaparkan hewan dengan waktu operasi yang lebih
lama dibandingkan situasi transplantasi yang normal, karena hewan yang
sama menjalani operasi pemulihan organ dan operasi transplantasi.5
2.2.2.1 Transplantasi autolog
Model hewan yang mejadi target penelitian yang melibatkan
transplantasi autolog adalah babi, domba, baboon, dan dua spesies
primata non-manusia.5,10 Operasi pada kedua penelitian awal ini
melibatkan histerektomi supraservikal dengan diseksi arteri dan vena
uterine sampai tingkat hanya di atas ureter, dimana pembuluh darah
ditranseksi, waktu operasi untuk pemulihan uterus ini adalah ±2 jam.
Flushing dilakukan dengan solusio University of Wisconsin atau Celsior
dingin atau dengan Ringer asetat, dan uterus di meja belakang selama 1-
2 jam sebelum transplantasi ulangan. Anastomosis end-to-end bilateral
dari arteri uterine dan vena uterine mayor dilakukan dengan jahitan 7-0
sampai 9-0. Yang perlu diperhatikan adalah operasi anastomosis vaskular
yang hampir-hampir dalam waktu yang lama dan dapat lebih dari 2 jam,
dimana terkadang uterus ahirnya mengalami iskemia . Alasan untuk waktu
anastomosis panjang yang sangat berlebihan ini adalah bahwa karena hal
ini dilakukan oleh ahli ginekolog dibandingkan ahli bedah transplantasi
vaskular yang dilatih untuk melakukan operasi anastomosis. Uterus yang
ditransplantasi autolog diikuti hanya untuk jangka pendek, tetapi dengan
indikasi kadar gas darah dan laktat yang dinormalisasi pada aliran vena
setelah ±1 jam, yang mengindikasikan adanya proses balik ke perfusi
7
jaringan normal. Pada penelitian lain transplantasi autolog, graft diikuti
selama beberapa hari dengan tanda-tanda thrombosis perlahan dan
progresif yang terjadi di pembuluh darah uterus di lokasi anastomosis.
Tidak terdapat penelitian mengenai fungsi jangka panjang uterus babi
setelah transplantasi autolog.5
Model domba terbukti merupakan model yang lebih unggul dalam
transplantasi uterus autolog dibanding babi, karena uterusnya berukuran
agak lebih kecil dan vaskularisasi pelvik besar, dengan dimensi serupa
dengan manusia. Kelompok penelitian kami melakukan metode dimana
aliran darah uterus meliputi kedua pembuluh darah uterina serta bagian
anterior iliaka internal. Setelah pembilasan organ dan di lakukan tindakan
sikemik cold untuk ± 1 jam, uterus ditransplantasi dengan hubungan
vaskular end-to side ke iliaka eksternal.5
8
Gambar 1. Allotransplantasi uterus pada biri-biri betina. Aorta donor
bawah dan vena kava dianastomosis end-to side dengan
pembuluh darah iliaka eksternal resipien.11
Perubahan awal reperfusi uterus domba dipelajari setelah 1 jam
iskemia cold dan setelah 1 jam lain iskemia warm. Selama reperfusi,
beberapa parameter yang terkait metabolism glukosa, stress oksidatif, dan
inflamasi yang dibalikkan menjadi normal dalam 1-2 jam, yang
mengindikasikan bahwa uterus memiliki kemampuan untuk mentoleransi
kemungkinan 1 jam iskemia warm yang dapat merusak jaringan.
Meskipun begitu, harus ditunjukkan bahwa ~30% transplant tidak
menunjukkan aliran darah segera terjadi akibat operasi anastomosis
suboptimal.5
Selama tahun-tahun terakhir, penelitian transplantasi uterus juga
telah mengikutsertakan spesies primate bukan manusia. Pada penelitian
9
yang pertama mengenai transplantasi autolog pada baboon, peneliti
memasukkan ovarium dan oviduk pada graft untuk menggunakan
perubahan kulit perineum siklik khas dari baboon perempuan sebagai
metode yang mudah dan noninvasif untuk menilai fungsi dari graft.
Operasi pemulihan uterus termasuk diseksi bilateral arteri uterine dan
bagian anterior arteri iliaka internal, dan aliran keluar vena dilindungi
secara bilateral oleh vena ovarium. Operasi ini memakan waktu hampir 3
jam, dan persiapan sebelum operasi yang kompleks, dengan
penggabungan arteri dan vena bilateral dengan ujung vena dan arteri
common, bertahan hingga 2 jam dan dalam kondisi dingin untuk
meminimalisasi kerusakan yang dapat menyebabakan terjadinya iskemik.
Pada transplantasi uterus, ujung arteri dan vena tunggal dianastomosis
secara unilateral dengan pembuluh darah iliaka eksternal. Karena hanya
20% uterus dapat kembali menstruasi, disimpulkan bahwa transplantasi
uterus merupakan posedur sulit dan diperlukan modifikasi metode pada
waktu operasi.5
2.2.2.2 Transplantasi uterus syngeneic
Model transplantasi syngeneic hanya tersedia pada tikus,
dengan adanya beberapa bawaan. Operasi pemulihan termasuk isolasi
satu uterine horn dan rongga uterus umum dengan diseksi ipsilateral
pedikulus vaskular yang melibatkan pembuluh darah dari arteri/vena
sampai aorta dan vena cava di atas arteri mesenteric. Durasi pemulihan
uterus ini berkurang hingga ~45 menit dengan pengalaman. Ujung aorta
dan kava graft kemudian dilekatkan end-to-side, dengan microsuture 11-
0nilon, dengan bagian subrenal aorta dan vena cava tikus resipien yang
berada pada bawaan sama dengan donor uterus. Uterus resipien asli
ditinggal in situ dan serviks graft diletakkan bebas di dalam abdomen.
Kerumitan prosedur transplantasi pada hewan kecil ini diilustrasikan oleh
tingkat kelangsungan hidup untuk 20 hewan pertama hanya~40%, dengan
meningkat sampai >70% untuk hewan berikutnya, dengan tingkat
kelangsungan hidup graft~ 90% pada orang yang selama serta
10
demonstrasi kehamilan midterm setelah transfer embrio pada satu graft
uterus.5
Model tikus transplantasi uterus syngeneic heterotopik ini
kemudian dimodifikasi, karena ini jelas bahwa serviks yang diletakkan
secara intrabdomen secara akurat tidak akan mengalirkan cairan serviks,
dan pada model serviks baru ini yang berakhir pada stoma kutan serviks
pada dinding abdomen bawah. Model ini menunjukkan tampilan
makroskopik normal, dan setelah transfer embrio transmiometrium,
dengan uterus asli dan di transplantasi, tampak adanya tingkat kehamilan
serupa pada uterus asli dan yang digraft. Model heterotopik transplantasi
uterus yang dimodifikasi, dengan stoma serviks-kutan, juga digunakan
untuk menginvestigasi pengaruh iskemia cold pada fungsi uterus. Setelah
pemulihan uterus dan vaskularisasi dari donor tikus, organ dibilas dan
kemudian disimpan pada solusio University of Wisconsin cold selama 24-
48 jam sebelum transplantasi vaskular ke dalam resipien. Hasilnya adalah
graft uterin yang telah dalam keadaan iskemia cold pada 24 jam, tetapi
tidak untuk 48 jam, menjadi viable setelah transplantasi, dengan
kehamilan dan persalinan setelah transfer embrio 2 minggu etelah
transplantasi.5
2.2.2.3 Transplantasi uterus allogeneik
Model ini penting untuk penelitian mekanisme penolakan,
menemukan imunosupresan yang cocok, dan penelitian kehmailan pada
situasi yang akan mendekati transplantasi klinis. Peneliti mempelajari
perjalanan waktu penolakan pada model tikus dengan tikus BalbC sebagai
donor uterus dan resipien C57BL/6. Perubahan inflamasi minimal tampak
2 hari setelah transplantasi, dan inflamasi utama terjadi dari hari 10-15,
yang diikuti oleh nekrosis. Leukosit pertama menginvasi allograft uterus
adalah makrofag, yang diikuti oleh neutrofil dan sel T sitotoksik. Model
tikus kemudian digunakan untuk meneliti apakah monoterapi dengan
siklosporin imunosupresan akan menghambat penolakan graft uterus.
Meskipun digunakan dosis tinggi siklosporin, penolakan tidak sepenuhnya
11
diinhibisi. Inhibitor kalsineurin utama lain, takrolimus, kemudian dicoba
pada model tikus alogeneik transplantasi uterus dengan tikus Dark Agouti
sebagai donor dan tikus Lewis sebagai resipien. Ini juga merupakan
kehamilan pertama kali dilaporkan setelah transplantasi allogeneic pada
spesies manapun. Eksperimen berakhir dengan seksio sesaria untuk
dapat menilai tingkat kehamilan yang sedang berlangsung dan yang
diserap, dengan hasil yang menunjukkan tingkat serupa pada hewan yang
ditransplantasi dan kelompok kontrol.5
Pada domba, transplantasi uterus allogeneik dilakuakn dengan
anastomosis end-to end arteri dan vena uterina atau anastomosis
potongan aortakaval dengan iliaka eksternal. Prosedur tadi hanya dapat
dilakukan pada situasi klinis dimana histerektomi dilakukan sebagai
bagian prosedur pada r esipien, dan prosedur selanjutnya dapat diaplikasi
ketika organ pulih dari deceased donor. Pada rangkaian eksperimental
pertama yang melibatkan transplantasi uterus allogeneik doma, dengan
anastomosis pada tingkat pembuluh darah uterine, sepuluh hewan
mendapat siklosporin terus menerus dan kortikosteroid selama 2 minggu
pertama. Setelah waktu follow-up lama 6 bulan, jaringan uterus viable dan
lokasi anastomosis paten terjadi pada 6 dari 10 biri-biri betina.5
2.2.3 Kemungkinan transplantasi uterus pada manusia
Transplantasi uterus pertama pada manusia dilakukan pada tahun
2000 di Saudi Arabia ketika seorang pasien berusia 26 tahun, yang
beberapa tahun lalu menjalani histerektomi peripartum karena perdarahan
yang mengancam jiwanya, mendapat sebuah uterus dengan oviduk yang
melekat dari donor hidup tidak terkait berusia 46 tahun.5,12,13 Donor
dijadwalkan utnuk opersi elekif karena adanya kista ovarium bilateral,
yang diangkat secara prosedur operasi awal. Histerosalpingektomi
melibatkan pemisahan pedikulus vaskular dengan panjang -3cm dari arteri
ovarium dengan melekatnya vena uterine. Akibat relatif pendeknya
pedikulus vaskular, kedua arteri dan vena diperpanjang dengan graft
saphenous untuk memfasilitasi anastomosis –nd-to-side bilateral dengan
iliaka eksternal resipien. Resipien diobati dengan iunosupresi triple
12
standar dengan satu episode penolakan akut yang dikontrol oleh globulin
antitimosit. Operasi resipien dan donor penting dan uterus menunjukkan
fungsionalitas mengenai menstruasi. Dukungan struktural yang tidak
memadai menyebabkan terjadinya prolapsus uterus setelah 3 bulan,
uterus nekrotik yang prolaps dengan pembuluh darah ditrombosis
diangkat. Terlepas dari kasus awal ini, penelitian transplantasi manusia
kedua dilakukan di Turkey pada tahun 2011, dengan uterus dari deceased
donor.5
Dalam merencanakan transplantasi manusia selanjutnya, penting
untuk menggali semua informasi klinis berguna yang mungkin dari dua
kasus manusia ini dan untuk mengkombinasi dengan semua data ilmiah
transplantasi hewan. Ada beberapa persoalan mengenai pasien donor
uterus dan transplant yang harus dilakukan sebelum penelitian
transplantasi uterus pada manusia. Donor uterus harus donor hidup,
dengan situasi umum pada transplantasi rendal dan parsial hati, atau
deceased donor (braind dead heart-beating donor). Keuntungan
deceased donor adalah bahwa risiko operasi tidak terkena pada orang
kedua. Ketidakuntungan dengan menggunakan organ dari deceased
donor, dibandingkan donor hidup adalah dapat terjadi perubahan inflamasi
sistemik kematian otak mayor yang mungkin secara negatif
mempengaruhi kelangsungan hidup graft,14 dengan efek terkait interval
waktu antara kematian otak dan pemulihan organ. Usia donor uterus
harus ≥50 tahun, karena diketahui bahwa tingkat kehamilan masih cocok
pada uterus tersebut.15 Namun, harus diketahui bahwa insidensi outcome
perinatal yang merugikan lebih parah para ibu >45 tahun dibandingkan ibu
lebih muda, tetapi ini mungkin akibat lebih tingginya insidensi penyakit
sistemik pada populasi lebih tua.15 Resipien uterus seharusnya hampir-
hampir berusia muda (<38 tahun) dengan kepastian ultrasound dan
pengukurang hormone antimullerian bahwa terdapat simpanan ovarium
yang baik. Alamiah, resipien seharusnya dalam kondisi kesehatan baik,
dan pada kasus kanker serviks≥5 tahun seharusnya melewati setelah
operasi kanker untuk memastikan tidak ada resiko rekurensi penyakit.
13
Pada situasi donasi uterus dari donor hidup atau sudah meninggal,
penting untuk mengesampingkan beberapa kondisi patologi terkait uterus
sebelum trasnplantasi, dan ini perlu waktu yang lama dan dapat
merugikan pada donasi yang sudah meninggal. Infeksi human
pavillomavirus, dysplasia serviks, leiomioma, dan polip endometrium
merupakn sebagian kondisi yang harus disingkirkan dengan tes yang
sesuai. Dengan jenis donasi uterus ini, harus dipastikan golongan darah
cocok tetapi cocok jenis jaringan kurang penting adanya, berdasarkan
standar modern pada operasi transplantasi. Pada fase awal transplantasi
uterus manusia dan donasi hidup, peneliti berpikir bahwa keluarga dekat,
seperti kakak lebih tua (setelah usia subur), ibu, atau tante (paternal atau
maternal) mungkin merupakan donor yang sesuai karena kemungkinakan
jenis darah/jaringan yang cocok akan tinggi. Donor hidup harus memiliki
kesehatan secara umum yang baik untuk meminimalisasi risiko operasi
histerektomi. Uterus diberikan oleh donor hidup juga harus diperiksa
dengan pencitraan, termasuk magnetic resonance imaging, untuk
mendiagnosis anomali vaskular atau aterosklerosis pembuluh darah
uterus, yang mungkin mendiskualifikasi uterus dari transplantasi.5
Kumpulan vaskular pada graft uterus secara alamiah akan lebih
luas pada donasi uterus dari donor yang meninggal dibandingkan donor
hidup. Pada pemulihan uterus dari donor yang sudah meninggal,
pembuluh arteri dan vena besar dapat dipulihkan dengan graft uterus, dan
ini akan membuat operasi anastomosis saat tranplantasi lebih mudah
(gambar 2). Pada satu penelitian yang memeriksa kepraktisan pemulihan
uterus dari donor yang sudah meninggal, arteri dan vena iliaka internal
komplit dan bilateral dipuliha dengan dua dari 7 graft, dan pedikulus
vaskular memasukkan pembuluh darah sampai bagian anterior iliaka pada
lima graft tetapi dengan hilangnya pembuluh darah uterus unilateral pada
dua dari ini. Pemulihan uterus ini dilakukan oleh ahli ginekolog.5
14
Gambar 2 Gambaran skematis lokasi anastomosis yang mungkin untuk
transplantasi uterus dari donor yang sudah meninggal5
Baru-baru ini juga peneliti melakukan penelitian dengan diseksi
vaskular arteri dan vena uterine saat histerektomi radikal pada pasien
dengan kanker serviks. Penelitian tersebut dilakukan utnuk mendapat
informasi apakah uterus dapat dipulihkan pada donasi hidup dengan
pedikulus vaskular yang lumayan panjang sehingga pemanjangan dengan
graft saphenous, seperti digunakan pada usaha transplantasi uterus
manusia yang dipublikasikan, tidak diperlukan. Panjang arteri uterine yang
bebas hampir 70mm dan bahwa vena uterine 50mm atau sedikit lebih
panjang. Panjang ini akan cukup untuk anastomosis bilateral langsung
15
dengan iliaka eksternal, dengan perkirakan jarak antara pembuluh darah
~100mm. pada donor uterus hidup paskamenopause, jugalah mungkin
menggunakan satu atua dua vena ovarium (gambar 3), tetapi jelas bahwa
ooforektomi harus menjadi bagian dari prosedur kasus tersebut.5
Aspek penting lain yang harus dipertimbangkan adalah fiksasi
uterus (gambar 3), yang mungkin gagal pada usaha transplantasi manusia
yang telah dipublikasi, dimana terjadi prolaps uterus. Pinggir vagina dari
graft akan secara alamiah dianastomosis ke vault vagina dari resipien.
Graft uterus seharusnya dipulihkan dengan ligament bulat untuk difiksasi
ke dinding samping pelvik. Pada semua kelompok pasien degan infertilitas
faktor uterus, kecuali pasien yang dihisterektomi secara ultraradikal deagn
pasien kanker serviks, ligament uterosakral dilindungi, dan ini penting
untuk memfiksasinya pada bagian posterior bawah uterus. Ligamen
uterosakral ini dan mungkin rekonstruksi ligamne kardial akan
memberikan dukungan struktural paling penting untuk bagian bawah
uterus dan serviks untuk menghindari pergeseran dan prolaps. di
sarankan bahwa bagian peritoneum kandung kemih harus dilindungi pada
graft uterus dan bahwa ini dapat dijahit di puncak kandung kemih sebagai
fiksasi ekstra.5
16
Gambar 3. Gambaran skematis dari lokasi anastomosis yang mungkin
untuk transplantasi uterus dari donor hidup. Lokasi yang
disarankan untuk fiksasi uterus ditunjukkan dengan warna
hijau.5
Transplantasi uterus kedua pada manusia dilaporkan pada Agustus
2011 di Turki. Setelah operasi, menstruasi periodik dikonfirmasi denagn
uterus yang ditransplantasi, dan transfer embrio diusahakan dari lebih dari
1 tahun setelah operasi. Akibatnya, kehamilan dicapai pada bulan April
2013, berdasarkan informasi dari media, meskipun terjadi aborsi pada
trimester pertama. Pada bulan September 2012, kelompok di Sweden
melakukan dua transplantasi uterus dengan donor hidup, sebagai
prosedur pertama antara ibu dan anaknya. Data ini menunjukkan bahwa
transplantasi uterus sekarang mencapai periode perselihan untuk aplikasi
klinis.3
17
Imunosupresi pada transplantasi uterus harus bahwa dari terapi
induksi modern, yang termasuk globulin antitimosit untuk menurunkan
jumlah sel T yang bersirkulasi, dan ini seharusnya diikuti oleh
imunosupresi triple standar (takrolimus/ siklosporin, kortikosteroid, agen
antiproliferatif). Jenis protokol imunosupresi ini menyebabkan 100%
kelangsungan hidup graft dari jaringan gabungan sangat imunogenik
seperti tangan dan wajah.5
Pada satu-satunya kasus transplantasi manusia sejauh ini,
imunosupresan digunakan secara preoperative, siklosporin A 6 jam
sebelum operasi. Juga, mereka diberikan secara intraoperasi: prednisolon
(untuk mempertahankan perfusi uterus), dan paskaoperasi : siklosporin A
konvensional, azatioprin, prednisolon dan boost oleh antitimosit globulin.
Bukti awal menunjukkan adnaya perfusi darah baik dan viabilitas uterus
yang ditransplantasi, karena dua perdarahan withdrawal terjadi segera
setelah berhentinya pemberian estrogen dan progesterone. Namun, 99
hari setelah transpantasi, pasien mengalami sekret berbau per vaginam.
USG Doppler menunjukkan adanya berhentinya aliran darah uterus yang
menunjukkan adanya hambatan mekanik pembuluh darah uterus yang
menyebabkan infark uterus.4
Lebih dari 14000 kelahiran di antara wanita dengan transplant organ
padat telah dilaporkan, dan data menunjukkan bahwa adanya peningkatan
risiko prematuritas ringan, berkurangnya berat badan lahir, dan
hipertensi/preeklamsia, tetapi tidak ada peningkatan tingkat malformasi
kongenital yang tampak.5,16,17,18 Dianjurkan untuk pengobatan dan IVFpada
pasangan sebelum menjalani transplantasi uterus untuk memastikan
fertilitas pada pasangan dan untuk memungkinkan penyimpanan embrio
untuk percobaan transfer yang dilakukan ≥ 12 bulan setelah transplantasi,
sejalan dengan rekomendais internasional untuk pasien transplant.5,16
Satu-satunya penelitian lengkap yang berbasis populasi mengenai
outcome kehamilan setelah transplantasi organ maternal menunjukkan
hasil serupa dengan meningkatnya risiko untuk kelahiran prematur,
preekamsia, dan kecil untuk usia gestasi pada populasi ini, tetapi odds
18
ratio serupa ditemukan pada kehamilan sebelum dan setelah
transplantasi.19
2.3 Transplantasi uterus dan Etika
Etika mengenai transplantasi uterus secara alamiah akan
dipengaruhi oleh debat bioetik aktif yang meliputi operasi transplantasi
dan pengobatan reproduksi dan assisted reproduksi.20 pada transplantasi
uterus manusia, kehamilan oleh transfer embrio harus dicoba setahu
setelah stabilitasi paska transplantasi organ, karena dosis imunosupresif
biasanya akan menurun setelah periode awal ini. Kehamilan manapun
setelah transplantasi uterus seharusnya pada stadium awal dianggap
sebagai kehamilan risiko tinggi dan dirawat oleh spesialis dalam
pengobatan obstetrik maternal-fetal risiko tinggi dan dokter tersebut
seharusnya berpengalaman dalam kehamilan dari wanita yang
ditransplantasi organ lainnya.6
BAB III
KESIMPULAN
Infertilitas oleh karena faktor uterus absolut merupakan salah satu
penyebab infertilitas yang utama. Infertilitas uterus, baik akibat tidak
adanya uterus atau adanya uterus non-fungsional, menjadi masalah
klinisyang utama untuk diatasi. Pengobatan infertilitas uterus di masa
depan adalah transplantasi uterus, yang menjadi alternative untuk adopsi
19
atau pengganti untuk menjadi ibu. Sekarang ini, ibu pengganti merupakan
satu-satunya pilihan untuk memiliki keturunan genetik pada pasien.
Meskipun terdapat perkembangan pada teknologi reproduksi yang
terbimbing pada dekade terakhir, tidak ada pendekatan saat ini telah
mampu mengatasi masalah infertilitas oleh karena faktor uterus.
Infertilitas faktor uterus mungkin terjadi akibat penyebab kongenital
(agenesis Mullerian komplit, hipoplasia uterus) atau yang didapat seperti
histerektomi akibat alasan maligna dan benigna (mioma, adenomiosis,
perdarahan paskapartum) atau akibat adhesi intrauterine, yang
mempengaruhi sekitar 3-5% populasi umum. Transplantasi uterus telah
dianggap sebagai penyembuhan untuk infertilitas oleh karena faktor
uterus absolute akibat hilangnya uterus atau fungsi uterus.
Operasi transplantasi telah mengenalkan beberapa organ/ jaringan
tambahan untuk transplantasi selama dua dekade terakhir, dan semua
jenis transplantasi baru ini dapat dikategorisasi sebagai masalah yang
nonvital dan dapat meningkatkan kualitas hidup, dibandingkan dengan
transplantasi organ vital seperti, seperti transplantasi jantung, hati, atau
paru-paru. Contoh transplant jaringan yang juga nonvital pada baru-baru
ini adalah pada tangan,lengan, anggota gerak bawah, laring, dan muka.
Begitu juga, perkembangan besar telah terjadi pada pengobatan
infertilitas, ini telah mengalah pada infertilitas oleh karena faktor uterus
tinggal salah satu beberapa jenis intertilitas lagi yang masih tidak dapat di
atasi.
Tujuan akhir transplantasi uterus berbeda dari rekonstruksi fungsi
organ transplan padat lainnya, karena tujuannya adalah untuk
memfasilitasi kehamilan dan persalinan anak-anak sehat. Namun,
kehamilan dari transplantasi allogeneic hanya telah ditunjukkan pada tikus
dan domba.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Akar, M.E. et al. 2013. Clinical pregnancy after uterus transplantation.
Fertil Steril 100: 1358-63.
2. Johannesson, L. et al. 2012. Uterus transplantation in a non-human
primate: long term follow-up after autologous transplantation. Human
Reproduction Vol 27 No6 pp. 1640-1648.
3. Kisu, I. et al. 2014. Uterus allotransplantation in cynomolgus macaque:
A preliminary experience with non-human primate models. J obstet
gynaecol res. doi:10.1111/jog.12302.
4. Saso, S., Ghaem-Maghami, S., Louis, L.S., Ungar, L., Del Priore, G.,
Smith, J.R. 2013. Uterine transplantation: What else needs to be done
before it can become a reality? Journal of Obstetrics and Gynaecology
33: 232-238.
5. Brannstrom, M., Diaz-Garcia, C., Hanafy, A., Olausson, M., Tzakis, A.
2012. Uterus transplantation: animal research and human possibilities.
Fertil Steril 97: 1269-76.
6. Diaz-Garcia, C., Brannstrom, M. 2013. Uterus transplantation:
potential patients, fertility in animal models and ethics. J
Reproduktionsmed Endokrinol 10 (Special Issue 1): 72-81.
7. Farquhar CM, Steiner CA. Hysterectomy rates in the United States
1990–1997. Obstet Gynecol 2002; 99: 229–34.
8. Goldfarb JM, Austin C, Peskin B, Lisbona H, Desai N, de Mola JR.
Fifteen years experience with an in-vitro fertilization surrogate
gestational pregnancy programme. Hum Reprod 2000; 15: 1075–8.
9. Brannstrom M, Wranning CA, Altchek A. Experimental uterus
transplantation. Hum Reprod Update 2010; 16: 329–45.
10. Gauthier, T. et al. 2011. 2011. Uterine allotransplantation in ewes
using an aortocava patch. Human reproduction vol 26, No11, pp 3028-
3036.
21
11. Enskog A, Johannesson L, Chai DC, Dahm-Kahler P, Marcickiewicz J,
Nyachieo A et al. Uterus transplantation in the baboon: methodology
and long-term function after autotransplantation. Hum Reprod 2010;
25: 1980–7.
12. Priore, G.D. et al. 2013. Uterine transplantation- a real possibility? The
Indianapolis Consensus. Human Reproduction Vol28, No.2 pp 288-
291
13. Hanafy, A., Diaz-Garcia, C., Olausson, M., Brannstrom, M. 2011.
Uterine transplantation One human case followed by a decade of
experimental research in animal models. Australian and New Zealan
Journal of Obstetrics and Gynaecology 51:199-203.
14. Segev DL, Gentry SE, Warren DS, Reeb B, Montgomery RA. Kidney
paired donation and optimizing the use of live donor organs. JAMA
2005;293:1883–90.
15. Soares SR, Troncoso C, Bosch E, Serra V, Simon C, Remohi J, et al.
Age and uterine receptiveness: predicting the outcome of oocyte
donation cycles. J Clin Endocrinol Metab 2005;90:4399–404.
16. McKay DB, Josephson MA. Pregnancy in recipients of solid organs—
effects on mother and child. N Engl J Med 2006;354:1281–93.
17. Armenti VT, Ahlswede KM, Ahlswede BA, Cater JR, Jarrell BE, Mortiz
MJ, et al. Abstract Variables affecting birthweight and graft survival in
197 pregnancies in cyclosporine-treated female kidney transplant
recipients. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
7878749. [ Accessed on 13th June 2014].
18. Armenti VT, Radomski JS, Moritz MJ, Gaughan WJ, Hecker WP,
Lavelanet A, et al. Abstract Report from the National Transplantation
Pregnancy Registry (NTPR): outcomes of pregnancy after
transplantation. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
17424726. [Accessed on 13th June 2014].
19. Kallen B, Westgren M, Aberg A, Olausson PO. Abstract Pregnancy
outcome after maternal organ transplantation in Sweden. Available
22
from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15957990. [Accessed on
13th June 2014].
20. Dondorp W, de Wert G. Innovative reproductive technologies: risks
and responsibilities. Hum Reprod 2011; 26: 1604–8.
23