Post on 04-Mar-2018
TRANSFORMASI SISTEM DAKWAH MAJELIS
RASULULLAH SAW DI JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Ardiansyah
NIM: 1111051000013
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/ 2016 M
ii
ABSTRAK
Muhammad Ardiansyah (1111051000013)
Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW di Jakarta
Di Indonesia peran majelis taklim sangat besar dalam menyebarkan nilai-nilai dakwah
Islam. Majelis taklim menjadi wadah pendidikan Islam yang masih tetap bertahan hingga saat
ini baik di pedesaan maupun di perkotaan. Majelis Rasulullah SAW (MR) sebagai sistem
majelis taklim yang berada di DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Habib Munzir, hanya
berfokus pada praktek dakwah berupa pengajian yang dilakukan pada malam selasa. Namun,
untuk mempertahankan eksistensinya, praktek-praktek dakwah MR terus berkembang dan
bertransformasi hingga sekarang paska wafatnya Habib Munzir yang diteruskan oleh Dewan
Syuro.
Berdasarkan konteks di atas, transformasi yang dilakukan MR terlihat pada beberapa
praktek dakwah yang masih tetap dan akan terus dilakukan. Maka rumusan masalah dalam
penelitian ini ialah bagaimana transformasi sistem dakwah Majelis Rasulullah SAW pada
periode Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro?
Teori yang digunakan adalah teori sistem dan teori strukturasi oleh Anthony Giddens.
Sistem dapat didefinisikan sebagai sebuah entitas yang di dalamnya terdapat bagian-bagian
yang saling terikat satu sama lain. Kemudian, Anthony Giddens melihat bahwa segala
perubahan praktek sosial pasti melalui teori strukturasi. Teori strukturasi menjelaskan bahwa
terlaksananya praktek sosial tercermin dari adanya hubungan yang terjalin antara para pelaku
(agen) dan struktur yang saling mengandaikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif dengan
menjelaskan data ke dalam tulisan yang mendalam dan terstruktur. Metode deskriptif
menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Metode deskriptif
merupakan penggambaran, pemahaman, penamaan, interpretasi, penafsiran, pengembangan
dan eksplorasi terhadap suatu masalah penelitian.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, MR mencoba bertransformasi dari majelis
taklim tradisional ke modern. Dalam praktek-praktek dakwahnya, MR yang awalnya hanya
berfokus pada praktek dakwah berupa pengajian, sekarang sudah mulai masuk ke bidang
sosial dengan melakukan mitra ke berbagai perusahaan, instansi swasta dan pemerintahan.
Selain itu, MR juga memanfaatkan kemajuan teknologi informasi seperti website dan media
sosial serta aplikasi di gadget guna menunjang serangkaian program dakwahnya.
Jadi, pada periode Habib Munzir, MR masih mengadopsi sistem dakwah otoritarian
atau kediktatoran yang masih tersentral kepada penokohan Sang Habib dalam segala
prakteknya. Sedangkan paska wafatnya Habib Munzir hingga sekarang, MR yang dipimpin
oleh Dewan Syuro, mengadopsi sistem majelis taklim struktural dengan tidak adanya otoritas
pelaku melainkan kesepakatan bersama dari para pelaku yang ada di dalam dewan tersebut
Kata kunci: Transformasi, Sistem Dakwah, Majelis Rasulullah SAW, Habib Munzir,
dan Dewan Syuro.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil „alamin, segala puji berserta syukur bagi Allah SWT yang selalu
memberikan berbagai nikmat dan petunjuk kepada penulis, sehingga dapat terselesaikannya
skripsi ini. Shalawat beserta salam terhaturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
serta para keluarga dan sahabatnya yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan
menuju jalan yang terang benderang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan yang penulis miliki, dan tidak sedikit kesulitan serta hambatan yang di alami
penulis. Namun, berkat hidayah dan inayah Allah SWT dan berkat kerja penulis disertai
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan dapat diatasi
dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
atas terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah,
M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan Keuangan, dan Dr. Suhami, M.Si
selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita
Fathurokhmah, SS, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus motivator, Bintan Humeira, M.Si yang telah
banyak meluangkan waktu dan tenaganya dalam membimbing penulis.
iv
4. Dosen Penasehat Akaademik KPI A yaitu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi yang juga
memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
5. Segenap Pengurus Majelis Rasulullah SAW, Ustadz Syukron Makmun yang telah
meluangkan banyak waktunya untuk memberikan banyak informasi dan data-data yang
dibutuhkan, Habib Muhammad Al Kaff, Nurul Hidayatullah, dan para staf sekretariat
sebagai tuan rumah yang selalu mendampingi penulis di markasnya.
6. Jajaran dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, atas kontribusi memberikan
pandangan, motivasi dan ilmu selama ini.
7. Seluruh staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, perpustakaan Universitas Indonesia, dan
perpustakan Nasional Republik Indonesia.
8. Orang tua tercinta, Bapak Ansori Mukhsin dan Emak Aisyah yang selalu mendoakan,
memberikan semangat serta menjadi motivasi penulis disaat malas mengerjakan skripsi
ini.
9. Kakak dan adik penulis, Muhamad Bakir, Muhammad Firmansyah dan Nur Adliyati
yang selalu memberikan nasihat dan penyemangat.
10. Yosi Mawarni yang selalu memberi semangat, motivasi, bantuan materi dalam proses
skripsi ini.
11. Teman-teman Lailatul Qodar di antaranya Syifa, Dewi, Adul, Angki, Pici, Bani, Ziah
dan Putri yang selalu memberikan motivasi, keceriaan dan pencerahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman KPI A 2011, yang telah banyak melukiskan sejarah kehidupan penulis
selama menimba ilmu dalam satu kelas yang sama.
v
13. Ahmad Syahroji (Ojay), Fajar, Nana dan Nanta yang selalu menjadi teman diskusi
sambil ngopi serta saling memberikan motivasi, pandangan dan masukan dalam proses
menyelesaikan skripsi ini.
14. Seluruh pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat walaupun masih banyak kekurangan.
Penulis juga berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca agar dapat membuat
penelitian yang lebih sempurna.
Depok, 27 September 2016
Muhammad Ardiansyah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Fokus dan Rumusan Masalah ....................................................... 6
1. Fokus Masalah ........................................................................ 6
2. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1. Manfaat Akademis.................................................................. 6
2. Manfaat Praktis ....................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 8
BAB II KONSEP TEORITIK
A. Transformasi ................................................................................. 10
B. Sistem ........................................................................................... 10
C. Majelis Taklim.............................................................................. 15
1. Pengertian Majelis Taklim ..................................................... 15
2. Tujuan dan Fungsi Majelis Taklim......................................... 18
3. Jenis-jenis Majelis Taklim ...................................................... 19
4. Unsur-unsur Majelis Taklim ................................................... 23
D. Teori Strukturasi ........................................................................... 24
1. Dasar Pemikiran Teori Strukturasi Anthony Giddens ............ 24
2. Pelaku dan Perilaku Tindakan (agen dan agency) ................. 29
3. Struktur (structure) ................................................................. 31
vii
4. Dualitas Struktur ..................................................................... 32
5. Ruang dan Waktu ................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian .................................................................... 37
B. Metode Penelitian ......................................................................... 38
C. Pendekatan Penelitian ................................................................... 39
D. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................ 39
E. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 39
F. Sumber dan Jenis Data ................................................................. 40
G. Teknis Pengumpulan Data ............................................................ 40
1. Observasi Partisipatif.............................................................. 40
2. Wawancara Mendalam ........................................................... 42
3. Dokumentasi ........................................................................... 43
H. Teknik Analisis Data .................................................................... 44
1. Pengodean Terbuka (Open Coding) ....................................... 44
2. Pengodean Berporos (Axial Coding) ...................................... 45
3. Pengodean Berpilih (Selective Coding) .................................. 45
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA
A. Profil Majelis Rasulullah SAW .................................................... 47
1. Sejarah Berdirinya Majelis Rasulullah SAW ......................... 50
2. Visi dan Misi .......................................................................... 55
3. Struktur Kepengurusan ........................................................... 55
4. Kantor Sekertariat ................................................................... 57
5. Program-program ................................................................... 57
B. Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW .............. 61
1. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi ..................... 63
2. Transformasi dalam Bidang Dakwah ..................................... 71
3. Transformasi dalam Bidang Sosial ......................................... 81
4. Transformasi dalam Bidang Kewirausahaan .......................... 89
viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 92
B. Saran ............................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 96
LAMPIRAN ....................................................................................................... 100
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat Sistem sebagai Sebuah Metode ................................................ 12
Tabel 2.2. Konsep Struktur, Sistem dan Strukturasi .......................................... 34
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Pemberitaan MR di WSJ .............................................................. 48
Gambar 4.2. Buletin Jumat MR ......................................................................... 79
Gambar 4.3. Aplikasi MR Dakwah ................................................................... 80
Gambar 4.4. Stiker Himbauan Tertib Berlalu Lintas ........................................ 83
Gambar 4.5. Stiker Himbauan Peduli Kebersihan ............................................ 83
Gambar 4.6. Dakwah di Pelosok Provinsi Irian Jaya ........................................ 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar agama secara bersama atau berkelompok sudah dikenal
sejak awal perkembangan Islam. Kegiatan tersebut menjadi wadah yang
efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada orang-
orang yang mengambil bagian di dalamnya. Hanya saja wujud dan perhatian
terhadap kegiatan belajar bersama, tidak selalu sama pada setiap komunitas
muslim lainnya.
Kelompok belajar yang di dalamnya membahas tentang ajaran agama
Islam secara bersama sering disebut kelompok pengajian. Kelompok tersebut
biasanya menyelenggarakan kegiatan belajar rutin di bawah bimbingan orang
yang dipandang mengetahui tentang ajaran agama. Pembimbing tersebut biasa
disapa dengan sebutan Ustadz (Ustadzah untuk perempuan), Kiai, Habib,
Tuan Guru atau sapaan penghormatan lainnya. Sebutan lain yang muncul
untuk kelompok belajar tersebut di Indonesia ialah majelis taklim.
Majelis taklim sebagai lembaga pendidikan Islam non-formal memiliki
kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, yakni
sebagai wadah pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama, serta
wadah silaturahmi yang hidup dan terus berkembang. Majelis taklim juga
menjadi media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan
umat dan bangsa.1
1 Depag RI, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Hoeve, 1999), Jilid III, h. 120.
2
Dewasa ini di Indonesia tumbuh suburnya majelis taklim menjadi satu
fenomena yang mengembirakan dalam perkembangan dakwah dan pendidikan
Islam. Lahirnya banyak majelis taklim terutama di kota-kota besar, baik yang
diprakarsai oleh umat yang membutuhkannya, maupun yang terbentuk atas
prakarsa tokoh agama, lembaga keagamaan maupun tokoh politik,
menunjukkan betapa pentingnya dakwah dan pendidikan keagamaan bagi
masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan majelis taklim, tidak hanya
untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang Islam, tetapi juga berperan
di dalam meningkatkan wawasan keberagamaan masyarakat. Selain dari itu,
majelis taklim menjadi wadah yang dapat membina keakraban di antara
sesama jamaah.
Majelis taklim tampaknya memperlihatkan perkembangan yang beragam.
Hal tersebut dapat dilihat dari segi kuantitas jamaahnya. Di daerah tertentu
kegiatan majelis taklim dapat menghadirkan jamaah dalam jumlah ratusan
atau ribuan bahkan lebih dari itu mencapai puluhan ribu orang secara rutin.
Sementara ada juga sejumlah daerah yang geliat kehidupan beragama
semacam itu hampir tidak terlihat. Masyarakatnya tidak terbiasa dengan
kegiatan belajar agama secara massal. Mereka lebih memilih kegiatan belajar
agama yang hanya beberapa orang dan bersifat kursus.
Menjamurnya kelompok-kelompok belajar agama seperti majelis taklim,
menjawab kerancuan terhadap paradoks yang terjadi di masyarakat. Tak
jarang kelompok berpotensi negatif bagi individu maupun kelompok itu
sendiri. Umumnya individu-individu tersebut adalah mereka yang mengikuti
kegiatan kelompok dan kurang lebih menerima pendapat orang lain secara
3
pasif, bertindak sebagai seorang pendengar dalam diskusi dan keputusan
kelompok.2 Seperti yang dewasa ini menjadi buah bibir di tengah masyarakat
yakni kelompok teroris dengan mengatas namakan jihad dalam prosesnya,
karena bertentangan dengan norma sosial maupun agama. Selain itu, ada pula
gerakan dakwah komunitas radikalisme Islam yang berwujud paham tokoh
Muhammad ibn Abdul Wahab, yang dinamakan paham Wahabiyah.3 Menurut
pengamatan Noorhaidi Hasan, komunitas radikalisme tersebut menginjakkan
kakinya secara terbuka di dunia muslim Timur Tengah, termasuk Indonesia,
sejak tahun 1980an.4
Dari permasalahan tersebut, majelis taklim hadir dalam rangka
meluruskan kekeliruan dan kekhawatiran yang terjadi di masyarakat.
Memberikan penjelasan tentang ajaran Islam yang sesuai dengan Al Qur‟an
dan Sunnah. Maka dari itu, majelis taklim perlu mengembangkan nilai-nilai
Islam yang disampaikan serta mengorganisir sistem atau struktur dalam
mencapai tujuannya. Menjadi sebuah organisasi yang bergerak di bidang
dakwah dengan metode-metode tertentu yang digunakan.
DKI Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia terdapat sejumlah majelis
taklim yang masih bertahan menjadi wadah pendidikan agama Islam. Majelis
taklim yang memiliki ratusan bahkan sampai ribuan jamaah satiap majelis
rutin yang mereka adakan. Majelis yang tidak hanya dihadiri orang tua saja
bahkan remaja menjadi mayoritas di sana. Salah satu diantaranya ialah Majelis
Rasulullah SAW pimpinan Habib Munzir Al Musawa.
2 Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok : proses-proses diskusi
dan penerapannya, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 122-123. 3 Acep Aripudin, Sisiologi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 67.
4 Noerhaidi Hasan, Laskar Jihad : Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia
Pasca-Orde Baru, (Jakarta: LP3ES, 2008), h. 31.
4
Majelis Rasulullah SAW atau yang biasa disebut MR, merupakan majelis
taklim yang memiliki banyak jamaah. Tidak hanya jamaah dari Jakarta saja,
tetapi dari luar Jakarta bahkan Luar Pulau sampai ke Luar Negeri. MR yang
pertama di prakarsai oleh Habib Munzir di awal terbentuknya banyak
mengalami rintangan dan hambatan. Selepas Sang Habib belajar menimba
ilmu agama di Yaman pada tahun 1998 dan mulai mengamalkan apa yang
didapat di sana. Sang Habib berdakwah dari rumah kerumah yang awalnya
jamaah hanya berjumlah tidak lebih dari sepuluh orang, kemudian jamaah
sudah semakin banyak dan perlu tempat yang cukup untuk menampung
jamaah. Akhirnya pindah dari Mushola ke Mushola dan terus jamaah semakin
bertambah hingga Mushola pun tak bisa menampung jamaah. Hingga
kemudian berpindah dari Masjid ke Masjid.
MR tidak hanya sebagai majelis taklim yang di dalamnya terdapat
pembelajaran agama saja, tetapi juga sebagai Majelis Dzikir dan Majelis
Sholawat. Sebab metode yang diusung tidak hanya untuk memberikan ilmu
agama Islam tapi juga sebagai wadah mengingat Sang Pencipta dan Rasul-
Nya. Mengenalkan kepada penduduk Jakarta khususnya dan kota-kota lain
pada umumnya yang semakin disibukkan dengan urusan duniawi.
Membangkitkan semangat kaum Muslimin untuk mencintai Sunnah
Rasulullah SAW serta menyerukan ajaran-ajaran yang dibawa Rasul dengan
dakwah kedamaian, lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama.
Sejak berdirinya MR yang hingga kini sudah mencapai 18 tahun, sungguh
perjuangan yang tidak sebentar. MR berupaya beradaptasi dengan perubahan-
perubahan untuk tetap terus eksis sebagai wadah pembinaan umat. Seperti
5
sekarang ini, perkembangan teknologi yang semakin canggih dengan hadirnya
internet, mengharuskan MR untuk membuat website agar dakwahnya bisa
dilihat dunia luas melalui internet. Kemudian media sosial guna
mensosialisasikan program-programnya serta membuat aplikasi untuk
pengguna smartphone agar mempermudah dalam mengakses informasi yang
berkaitan dengan MR.
Perubahan internal yang terjadi di dalam MR sendiri yakni ketika
pembina sekaligus pendiri MR yaitu Habib Munzir bin Fuad Al Musawa
wafat pada 15 September 2013. Hal tersebut menjadi sebuah polemik yang
terjadi di dalam sistem MR. Tetapi hal tersebut tidak membuat MR menjadi
vakum atau berhenti, bahkan hingga sekarang masih tetap berjalan. Seperti
motivasi yang pernah dikatakan Mantan Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono ketika memberikan pidato kepresidenan saat bertakziah ke rumah
duka Habib Munzir, bahwa wafatnya Habib Munzir bukan berarti berakhirnya
Majelis Rasulullah SAW, majelis ilmu yakni Majelis Rasulullah akan terus
bergerak dan bertambah besar, bahkan mempengaruhi dunia baik ada atau
tidaknya Habib Munzir. Sudah masanya tonggak dakwah diambil alih oleh
jamaah dan seluruh umat Rasulullah SAW.5
MR menjadi sebuah majelis taklim yang hingga sekarang terus bertahan
dengan perubahan sistem dan tetap konsisten dengan nilai-nilai dakwah yang
dibawakan serta terus melakukan perubahan-perubahan untuk tetap berjalan
mencapai tujuannya. Dengan alasan-alasan di atas, maka penelitian ini layak
5 M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para
Kekasih Rasulullah, (Jakarta: QultumMedia, 2013), h. 134.
6
diajukan dengan judul “Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah
SAW di Jakarta”.
2. Fokus dan Rumusan Masalah
1. Fokus Masalah
Berdasarkan uraian yang disampaikan di atas, peneliti memfokuskan
penelitian ini pada pembahasan terkait transformasi sistem dakwah
Majelis Rasulullah SAW. Membagi periode majelis tersebut berdasarkan
penokohan menjadi dua yakni periode Habib Munzir dan periode setelah
wafatnya Habib Munzir yang dipimpin oleh Dewan Syuro.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: Bagaimana
transformasi sistem dakwah Majelis Rasulullah SAW pada periode Habib
Munzir hingga periode Dewan Syuro?
3. Tujuan Penelitian
Berlandaskan dari permasalah yang dijelaskan di atas, maka tujuan
penelitian ini ialah: Untuk menggambarkan transformasi sistem dakwah
Majelis Rasulullah SAW pada periode Habib Munzir hingga periode Dewan
Syuro.
4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah:
A. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmiah
dalam kajian ilmu dakwah bagi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FIDKOM) khususnya jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
7
mengenai sistem dakwah majelis taklim sebagai wadah pembinaan umat
yang masih tetap eksis dari awal berdiri dan terus berkembang hingga
sekarang.
B. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada
pembaca dan praktisi dakwah tentang transformasi sistem dakwah majelis
taklim yang masih terus bertahan dengan perubahan-perubahan situasi
ataupun kondisi serta melihat hubungan antara para pelaku yang ada
dalam majelis taklim dengan struktur yang dibentuknya.
5. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini hadir berdasarkan adanya masukan dari beberapa penelitian
sebelumnya yang membuat peneliti dapat menemukan permasalahan dalam
penelitian. Maka dari itu terdapat beberapa penelitian yang memiliki
kesamaan fokus penelitian namun tetap memiliki perbedaan di dalam
penelitiannya. Berikut beberapa penelitian yang menjadi acuan dan memiliki
kesamaan pada penelitian ini. Diantaranya yaitu:
1. Manajemen Majelis Taklim Darussa‟adah Cilandak Timur Jakarta
Selatan, skripsi Chairul Anshory. Permasalahan dalam penelitian ini ialah
melihat penerapan fungsi-fungsi manajemen pada Majelis Taklim
Darussa‟adah. Fokus pada penelitian ini menjelaskan bidang keilmuan
manajemen yang diterapkan dalam sebuah institusi islam yakni majelis
taklim. Berbeda dengan peneliti yang melihat praktek-praktek sosial yang
ada dalam sebuah majelis taklim.
8
2. Pembinaan Akhlak Remaja melalui Majelis Taklim Al-Barkah (Studi
Kasus Majlis Taklim Remaja Masjid Jami‟ Al-Barkah Duren – Sawit
Jakarta Timur), skripsi Marfuah. Permasalahan dalam penelitian ini ialah
melihat bentuk kegiatan pembinaan akhlak remaja melalui majelis taklim
remaja Masjid Jami‟ Al-Barkah dan menjelaskan hambatan-hambatan apa
saja yang dialami majelis taklim tersebut dalam pembinaan akhlak
remaja. Penelitian ini mencoba menjelaskan tentang manfaat yang
ditimbulkan dengan hadirnya majelis taklim berupa pembinaan akhlak
remaja. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti melihat majelis taklim
sebagai sebuah sistem yang juga berfungsi sebagai pembinaan umat
dengan program atau struktur yang terbentuk dari praktek-praktek
sosialnya.
6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penlitian ini merujuk kepada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi
dkk, yang diterbitkan CEQDA (Center for Quality Development and
Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari enam sub, yakni latar
belakang, fokus dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pada bab kedua ini membahas tentang konsep teoritik yang
digunakan dalam penelitian yang terdiri dari tiga sub, yakni majelis taklim,
teori sistem dan teori strukturasi.
9
BAB III : Pada bab ketiga ini membahas tentang metodologi penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari paradigma, metode,
pendekatan penelitian, sibjek dan objek, tempat dan waktu penelitian serta
teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV : Pada bab keempat ini membahas tentang hasil dan analisis data
yang berisi gambaran umum Majelis Rasulullah SAW yang terdiri dari profil
Majelis Rasulullah SAW, sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur
kepengurusan dan program dakwah serta analisis dan interpretasi data
penelitian.
BAB V : Pada bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan
saran dari peneliti. Lanjutan dari bab ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka
beserta lampiran-lampiran yang mendukung penulis berdasarkan hasil
penelitian.
10
BAB II
KONSEP TEORITIK
1. Transformasi
Transformasi dalam bahasa Inggris adalah transform yang berarti merubah
bentuk atau rupa, sedangkan transformation yang berarti perubahan bentuk
atau penjelmaan.1 Menjelaskan istilah transformasi tanpa dikaitkan dengan
suatu yang lain menurut Ryadi Gunawan merupakan upaya pengalihan dari
sebuah bentuk kepada bentuk yang lebih mapan. Sebagai sebuah proses,
tranformasi merupakan tahapan atau titik balik yang cepat bagi sebuah makna
perubahan yang terus menerus dilakukan.2 Dalam penelitian ini maksud
transformasi ialah perubahan yang berangsur-angsur dengan proses yang
panjang terkait dengan aktifitas-aktifitas yang dilakukan dalam segala hal.
2. Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani yakni “systema” yang
mempunyai pengertian sehimpunan bagian atau komponen yang saling
berhubungan secara teratur dan menjadi satu kesatuan. Pengertian tersebut
pada perkembangannya hanya merupakan salah satu pengertian saja. Sebab
istilah itu hanya dipergunakan untuk banyak hal. Optner mengatakan bahwa
tidak semua dalam tulisan N. Jordan yang berjudul Some Thinking about
System (1960) yang mengemukakan 15 macam cara orang menggunakan
istilah sistem, penting untuk diketahui. Yang dianggap penting ialah
1 Peter Salim, The Contempory English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modern English
Press, 1996), h. 2099. 2 Ryadi Gunawan, Transformasi Sosial Politik: Antara Demokratisasi dan Stabilitas,
(Yogyakarta: KPSM, 1993), h. 228.
11
pengetahuan akan istilah sistem yang ternyata tidak hanya dipakai untuk
menunjukkan satu atau dua pengertian saja, melainkan banyak sekali.3
Secara garis besar Shrode dan Voich menjelaskan dua golongan
penggunaan istilah sistem, yaitu sistem sebagai suatu wujud (entitas) atau
benda yang memiliki aturan atau sususan strultural dari bagian-bagainnya dan
sistem sebagai suatu metode atau rencana, alat, tata cara untuk mencapai
sesuatu. Namun kedua penggunaan istilah tersebut tidaklah mempunyai
perbedaan yang cukup berarti, sebab keteraturan, ketertiban atau adanya
struktur itu merupakan hal yang mendasar bagi keduanya.
Pertama, sistem sebagai sebuah wujud (entitas). Suatu sistem dikatakan
sebagai suatu himpunan bagian yang saling berkaitan yang membentuk satu
keseluruhan yang rumit atau kompleks tetapi merupakan satu kesatuan.
Contoh sistem sebagai wujud atau entitas dari pengertian tersebut sangat
beragam, misalnya manusia, mobil, jam, lembaga pemerintahan, lembaga
keagamaan, alam semesta dan masih banyak lagi. Menganggap sistem sebagai
suatu wujud atau entitas pada dasarnya bersifat deskriptif atau
menggambarkan. Hal demikian berguna sekali ketika memberikan gambaran
dan membedakan antara benda-benda yang berlainan, untuk mempermudah
serta menetapkan suatu batasan untuk kepentingan analisa dan untuk
mempermudah pemecahan masalah.
Kedua, sistem sebagai suatu metode. Penggunaan istilah sistem sebagai
suatu metode mempunyai makna metodologik. Berbeda dengan penggunaan
istilah sistem sebelumnya yang bersifat deskriptif, dalam penggunaan istilah
3 Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2010), h. 1-2.
12
sistem disini bersifat preskriptif yakni menggandung makna adanya
pendekatan yang rasional dan logik dalam mencapai tujuannya. Untuk dapat
memahami antara kedua sifat tersebut dapat diperhatikan contoh dalam tabel
berikut:
Deskriptif Preskriptif
Ini sebuah mobil
Ini program investasi
Ini perlengkapan keamanan
versus
versus
versus
Ini mobil yang bisa memberikan
layanan transportasi yang ekonomik.
Ini program investasi yang akan
meningkatkan deviden.
Ini perlengkapan keamanan yang
akan mencegah kecelakaan.
(Tabel 2.1)
Sifat Sistem sebagai Sebuah Metode
Contoh-contoh tersebut masing-masing menunjuk pada suatu wujud
barang atau benda dalam pengertian deskriptif yang berlainan dengan benda
yang dipergunakan dalam pengertian preskriptif, yaitu sebuah metode atau
alat untuk mencapai sesuatu. Maka sebagai metode, sistem dikenal dengan
pendekatan sistem yang pada dasarnya merupakan penerapan dari metode
ilmiah di dalam pemecahan masalah. Pendekatan sistem memandang sesuatu
bersegi banyak (multidimensi) dan rumit, serta memandang sesuatu sistem
sebagai bagian dari sistem yang lebih luas atau besar.4
Dapat disimpulkan bahwa definisi lengkap tentang suatu sistem tertentu
menunjukkan unsur-unsur sistem, tujuan sistem, kegiatan yang dilakukan
sistem untuk mencapai tujuan, dan apa yang diproses oleh sistem itu serta apa
hasilnya beserta ukuran keberhasilan pemrosesan tersebut. Dalam penelitian
4 Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, h. 6-8.
13
ini, sistem yang dimaksud ialah sistem majelis taklim. Majelis taklim sebagai
sebuah entitas lembaga keagamaan non formal yang bergerak dibidang
dakwah dan didalamnya terdapat bentuk-bentuk praktek pengaplikasian yang
menjadi tujuan dakwahnya.
Littlejohn lebih mendalam menyatakan tentang sistem yang memiliki
beberapa sifat. Di antaranya:
1. Keseluruhan dan saling ketergantungan (wholeness and interdependence)
Suatu sistem adalah suatu keseluruhan yang unik, karena bagian-
bagiannya berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipahami secara
terpisah. Suatu sistem adalah produk dari kekuatan-kekuatan atau
interaksi-interaksi diantara bagian-bagiannya. Dan bagian-bagian dari
sistem saling bergantungan atau saling mempengaruhi tidak bebas.
2. Hirarki (hierarchy)
Sistem cenderung untuk melekatkan satu dengan yang lain.
Maksudnya suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar.
Sistem yang lebih besar kemudian disebut sebagai Suprasistem dan yang
lebih kecil disebut dengan subsistem. Suatu sistem terdiri dari dua atau
lebih subsistem dan setiap subsistem terdiri lagi dari subsistem yang lebih
kecil dan begitu seterusnya. Adanya tingkatan dalam sebuah bagian sistem
itulah yang disebut hirarki.
3. Pengaturan diri dan kontrol (self-regulation and control)
Sistem-sistem paling sering dipandang sebagai organisasi yang
berorientasi kepada tujuan. Aktifitas-aktifitas suatu sistem dikendalikan
oleh tujuan-tujuannya dan sistem itu mengatur perilakunya untuk
14
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Suatu sistem memiliki kontrol dalam
memberikan masukan (input) kepada setiap aktifitas yang dilakukan
subsistem dan keluaran (output) yang diperlukan sebagai masukan bagi
subsistem lain.
4. Pertukaran dengan lingkungan (interchange with environment)
Suatu sistem mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Segala aktifitas yang dilakukan karena adanya umpan
balik antara sistem dengan lingkungan tersebut. Sistem memasukan energi
kepada lingkungan ataupun sebaliknya.
5. Keseimbangan (balance)
Keseimbangan, seringkali merujuk kepada homeostatis (merawat
sendiri). Salah satu tugas dari suatu sistem jika ingin tetap ada adalah
dapat tinggal dalam keseimbangan. Sistem haruslah mampu mendeteksi
bilamana ada bagian dari sistem yang rusak dan membuat penyesuaian
untuk kembali di atas jalurnya. Bila tidak mampu menyeimbangkan
sistemnya misalkan adanya penyimpangan atau perubahan yang akan
merusak dirinya, pada akhirnya sistem itu akan rusak dan runtuh.
6. Kemampuan berubah dan beradaptasi (change and adaptibity)
Karena sistem tetap ada dalam suatu lingkungan yang dinamis, sistem
haruslah dapat beradaptasi. Sebaliknya untuk bertahan hidup, suatu sistem
haruslah memiliki keseimbangan tapi ia juga harus berubah. Sistem-sistem
yang kompleks seringkali perlu berubah secara struktural untuk
beradaptasi terhadap lingkungan, dan jenis perubahan itu berarti keluaran
dari keimbangan untuk sesaat. Sistem-sistem yang telah maju haruslah
15
mampu mengatur kembali dirinya untuk menyesuaikan terhadap tekanan-
tekanan lingkungan. Pengertian teknis bagi perubahan sistem adalah
morfogenesis yakni proses perubahan yang dilakukan bagian-bagian
sistem sesuai dengan tugas masing-masing bagian sistem.
7. Batas akhir (equifinality)
Finalitas adalah tujuan yang dicapai atau penyelesaian tugas dari suatu
sistem. Equifinalty adalah suatu keadaan final tertentu bisa jadi
diselesaikan dengan cara-cara yang berbeda dan titik-titik awal yang
berbeda. Sistem-sistem yang dapat beradaptasi, yang memiliki keadaan
final suatu tujuan, dapat mencapai tujuan itu dalam suatu beragam kondisi
lingkungan. Sistem mampu dalam memproses masukan-masukan dengan
cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan keluarannya.5
3. Majelis Taklim
A. Pengertian Majelis Taklim
Kata “majelis” berasal dari Bahasa Arab, yakni dari kata jalasa-
yajlisu-juluusan yang berarti tempat duduk, tempat sidang, dewan.6
Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia, majelis adalah pertemuan atau
perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul.7 Dari
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa majelis adalah suatu
5 Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss (Eds), Encyclopedia of Communication
Theory, (Los Angeles: SAGE Publication, 2009), h. 950-951. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1999), cet. ke-10, h. 615. 7 Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Depag RI, 1987/1988), jilid 2,
h.556.
16
tempat atau wadah yang didalamnya terdapat sekelompok orang atau
manusia yamg melakukan segala aktifitas dan perbuatan.8
Sedangkan kata “taklim” berasal dari kata Arab a‟llama-yua‟llimu-
ta‟liiman yang berarti pengajaran.9 Menurut Mahmud Yunus taklim
diartikan dengan allamahul i‟lma, yang berarti mengajarkan ilmu
kepadanya.10
Bila digabungkan kata majelis dan taklim menjadi majelis taklim,
maka dapat diartikan dengan tempat pengajaran atau tempat memberikan
dan mengajarkan agama.11
Jika dilihat dari asal katanya, maka majelis
taklim merupakan wadah atau tempat berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar agama. Di dalamnya terdapat orang yang belajar, yaitu jamaah,
guru atau ustadz, materi yang diajarkan, sarana dan tujuan.12
Koordinasi
Dakwah Islam mendefinisikan majelis taklim secara lughawiyah (bahasa)
adalah tempat melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam.13
Pada Musyawarah majelis taklim se-DKI Jakarta yang berlangsung
pada tahun1980, memberikan batasan tentang definisi majelis taklim.
Yakni majelis taklim adalah lembaga pendidikan Islam non-formal yang
memiliki kurikulum pembelajaran tersendiri, diselenggarakan secara
berskala dan teratur, diikuti jamaah yang relatif banyak, dan bertujuan
untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi
antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya,
8 Achmad Warson Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1997), cet. ke-14, h. 108. 9 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hilda Karya Agung,
2007), h. 277. 10
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, h. 90. 11
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, h. 277. 12
Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, h.556-557. 13
Koordinasi Dakwah Islam, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI, 1990), h.5.
17
dan antara manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina
masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.14
Dari beberapa pengertian di atas tentang majelis taklim, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Majelis taklim adalah suatu tempat atau wadah yang didalamnya
terdapat sekumpulan orang, diantaranya jamaah, guru atau ustadz dan
orang yang membantu terlaksananya majelis taklim, yang melakukan
kegiatan pengajian atau pembelajaran tentang agama Islam.
2. Majelis taklim merupakan lempaga pendidikan non-formal Islam yang
memiliki pedoman dan kurikulum pembelajaran tersendiri serta
bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan baik antara
Allah, manusia dan lingkungannya dengan santun dan serasi,
diselenggarakan berskala secara rutin, baik itu mingguan, bulanan
atupun tahunan.
Sedangkan dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan majelis taklim
ialah suatu tempat atau wadah berkumpul orang untuk melaksanakan
pengajian atau pembelajaran agama Islam, tidak hanya pengajian semata,
namun dengan malaksanakan kegiatan yang dapat mengembangkan bakat
dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi para jamaah khususnya
berkaitan dengan ajaran agama Islam. Majelis taklim dalam penelitian ini
ialah Majelis Rasulullah SAW.
14
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 96.
18
B. Tujuan dan Fungsi Majelis Taklim
Dalam proses terbentuknya, majelis taklim memiliki beberapa tujuan.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Ensiklopedi Islam, diantaranya:15
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan
masyarakat khususnya jamaah, meningkatkan amal ibadah jamah,
mempererat tali silaturrahmi antar jamaah dan membina kader dikalangan
jamaah.
Manfred Zimek mengatakan bahwa tujuan majelis taklim adalah
menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran
agama, maupun tentang gambaran akhlak yang membentuk kepribadian
dan memantapkan akhlak.16
Mengenai bermacam-macamnya rumusan yang menjadi tujuan dari
terbentuknya majelis taklim, Dr. Hj. Tutty Alawiyah merumuskan tujuan
majelis taklim dari segi fungsinya. Pertama berfungsi sebagai tempat
belajar, maka tujuan majelis taklim adalah menambah ilmu dan keyakinan
agama, yang akan mendorong pengalaman ajaran agama. Kedua berfungsi
sebagai kontak sosial, maka tujuannya adalah untuk silaturrahmi. Ketiga
berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya untuk meningkatkan
kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamahnya.17
Majelis taklim merupakan suatu lembaga dakwah dan juga sebagai
lembaga pengajaran masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari
kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang berkepentingan untuk
15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Majelis, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Haeve, 1994), h. 122. 16
Manfred Zimek, Pesantren dan Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 57. 17
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, (Bandung: Mizan,
1997), h. 78.
19
kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu, majelis taklim dapat disebut
sebagai lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan kepada
Ta‟awun dan Ruhama‟u bainahum (tolong menolong dan berkasih
sayang).18
Sebagai lembaga dakwah dan juga sebagai lembaga pendidikan Islam
non-formal, majelis taklim memiliki fungsi:19
Membina dan
mengembangkan ajaran Islam dalam hal membentuk masyarakat yang
bertakwa kepada Allah SWT, sebagai taman rekreasi rohaniah, sebagai
wadah berlangsungnya silaturrahmi yang dapat menghidupkan dakwah
dan ukhuwah Islamiyah, sebagai sarana bertemu dan berdialog antara
ulama dan umara‟ dengan umat secara berkesinambungan, sebagai media
penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan
bangsa secara umum.
C. Jenis-jenis Majelis Taklim
Dalam penyelenggaraan majelis taklim bersifat tidak mengikat dan
tidak pula selalu mengambil tempat-tempat ibadah seperti masjid, langgar
atau mushola, tetapi bisa di rumah keluarga, ruang aula di suatu instansi,
lapangan yang bisa menampung jamaah dengan skala besar, hotel, kantor,
balai pertemuan dan lain sebagainya pelaksanaannya pun bervarisasi,
tergantung pada pemimpin atau panita dalam majelis taklim tersebut.
a. Ditinjau dari lingkungan jamaah majelis taklim, maka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Majelis taklim pinggiran. Maksud
pinggiran dalam istilah ini bukan berarti pinggiran kota, melainkan
18
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.
94. 19
Hasbullah, Kapita Selekta, h. 101.
20
menunjuk pada daerah pemukiman lama yang umumnya dialami atau
yang mayoritas masyarakat ekonomi lemah. Majelis taklim gedongan.
Majelis taklim ini terdapat di daerah elit lama dan baru yang mayoritas
penduduknya dianggap kaya dan terpelajar. 2) Majelis taklim
komplek. Biasanya suatu instansi tertentu membangun perumahan
karyawannya. Kemudian di komplek tersebut membuat majelis taklim
yang mereka sebagai jamaah yang terdiri dari kalangan menengah dan
terkait dengan instansinya. 3) Majelis taklim pemukiman baru. Majelis
taklim yang terbentuk di suatu perumahan baru, jamaah terpelajar,
ekonomi menengah dan tidak terikat dengan instansi tertentu. 4)
Majelis taklim kantoran. Diselenggarakan oleh karyawan kantor, yang
memiliki ikatan dengan kebijakan kantor. 5) Majelis taklim khusus.
Pengajian yang dikhususkan kepada orang tertentu, misalnya
pengajian para pejabat, khsusus untuk jamaah pendiri organisasi
tertentu. 6) Majelis taklim umum. Pengajian yang jamaahnya siapa
saja, tanpa ada perbedaan. 20
b. Ditinjau dari tempat penyelenggaraannya, majelis taklim memiliki
beberapa klasifikasi. Diantaranya:21
Di masjid atau mushola, di
madrasah atau ruang khusus, di rumah secara tetap atau berpindah-
pindah, di ruang atau aula kantor dan di lapangan.
c. Ditinjau dari metode penyajian atau penyampaian materi majelis
taklim, terdiri dari:22
20
Koordinasi Dakwah Islam, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Jakarta, (Jakarta:
KODI, 1987), h. 3. 21
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, h. 77. 22
Koordinasi Dakwah Islam, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Jakarta, h. 9-11.
21
a. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode ceramah.
Metode ini dilaksanakan dengan dua cara: Ceramah Umum.
Guru/Ustadz/Kiai bertindak aktif dengan memberikan materi atau
ceramah, sedangkan peserta atau jamaah pasif yaitu hanya
mendengarkan dan menerima materi yang disampaikan melalui
ceramah. Ceramah Terbatas. Guru/ Ustadz/ Kiai maupun peserta
atau jamaah sama-sama aktif. Terdapat kesempatan bertanya dari
jamaah kepada pemberi materi atau penceramah.
b. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode halaqah.
Dalam hal ini Guru/Ustadz/Kiai memberikan pengajaran biasanya
dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta atau jamaah
mendengarkan apa yang disampaikan oleh pengajar sambil
menyimak kitab yang sama atau melihat ke papan tulis atau ke
layar dimana pengajar menuliskan segala hal yang diterangkan.
Berbeda dengan metode ceramah terbatas, metode halaqoh
menjadikan pengajar sebagai pembimbing jamaah jauh lebih
menonjol. Guru/Ustadz/Kiai sering kali mengulang-ulang suatu
bacaan dengan diikuti atau ditirukan oleh jamaah serta
membetulkan bacaan dari jamaah yang salah atau keliru.
c. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah.
Metode ini dilaksanakan dengan cara menukar pendapat atau
diskusi mengenai suatu masalah yang disepakai untuk dibahas.
Dalam metode ini mengandaikan bahwa Guru/Ustadz/Kiai tidak
ada karena semua peserta biasanya terdiri dari orang-orang yang
22
memiliki pemahaman dan pengetahuan agamanya setaraf atau
terdiri dari para ulama. Namun peserta awam biasanya diberi
kesempatan untuk mengikutinya sebagai pendengar.
d. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode campuran.
Yakni suatu majelis taklim yang menyelenggarakan kegiatan
pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan
dengan berbagai metode dengan cara bergantian atau berseling-
seling.
Sedangkan berdasarkan organisasi jamaah, makan majelis taklim
mempunyai beberapa klasifikasi, di antaranya: pertama majelis taklim
yang dibuka, dipimpin dan bertempat khusus yang dibuat oleh pengurus
atau guru yang menjadi pengajar. Kedua majelis taklim yang didirikan,
dikelola dan ditempati bersama. Mereka memiliki pengurus dapat berganti
sesuai periode kepengurusan (di pemukiman dan di kantor). Ketiga majelis
taklim yang mempunyai organisasi induk.23
Majelis taklim ditinjau dari lingkungan jamaahnya sepintas dapat
dilihat beberapa perbedaan baik dari lingkungan sosial maupun fungsi
sosial dari masing-masing majelis taklim tersebut. pembentukan suasana
belajar dan pergaulan akan berbeda ketika ditinjau dari tempat
penyelenggaraannya. Materi-materi yang diajarkan akan berbeda pula.
Pengklasifikasian organisasi majelis taklim mungkin akan menunjukkan
mutu materi dan kegiatan tambahan dari majelis taklim.
23
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, h. 77-78.
23
D. Unsur-unsur Majelis Taklim
Majelis taklim terdiri dari beberapa unsur yang dibagi menjadi dua
bagian yaitu organik (guru, jamaah) dan anorganik (materi, media).24
Berikut penjelasan dari unsur-unsur tersebut:
1) Guru/Ustadz/Kiai
Peran guru dalam meningkatkan kemakmuran majelis taklim
sangan besar. Dari para guru, diharapkan meningkatkan tanggung
jawab jamaah terhadap kemakmuran majelis taklim. Oleh sebab itu,
memiliki sumber daya guru yang berkualitas bagi majelis taklim
merupakan sesuatu yang amat penting. Sangat disayangkan justru
ketika ada majelis-majelis taklim mengalami krisis guru, artinya
majelis taklim tidak memiliki guru dalam jumlah yang memadai atau
cukup jumlah gurunya akan tetapi kurang memiliki kualitas yang
memadai. Bahkan ada pula majelis taklim tidak memiliki guru dan
cadangannya, sehingga ketika pengurus dan jamaah majelis taklim
kebingungan saat guru yang diundang atau dijadwalkan belum datang.
2) Jamaah
Jamaah merupakan bagian yang tidak kalah penting dari unsur-
unsur majelis taklim lain. Sebab, sukses tidaknya majelis taklim bisa
terlihat dari jumlah jamaah yang ada. Keterlibatan jamaah dalam
majelis taklim memang dirasakan masih amat rendah bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk muslim disekitar majelis
taklim, hal demikian dapat dirasakan oleh banyak pengurus majelis
24
Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990), h. 5.
24
taklim. Walaupun juga biasanya banyak jamaah yang datang dengan
jumlah yang tidak sedikit, itupun hanya pada peringatan tertentu
seperti Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj dan peringatan lain yang lain.
Sementara untuk kegiatan rutin diikuti oleh jamaah dalam jumlah yang
sedikit.
3) Materi
Secara garis besar, terdapat dua kelompok materi dalam majelis
taklim. Diantaranya: Kelompok pengetahuan agama. Ajaran-ajaran
dalam kelompok ini merujuk pada ilmu agama Islam yakni tauhid,
fiqih, hadits, akhlak dan b. Arab. Kelompok pengetahuan umum.
Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema yang
disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya dengan
kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan agama,
artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut dibahas dalam
kajian Islam yang merujuk pada dalil Al Qur‟an dan Hadits.
4) Media
Banyak media-media yang digunakan oleh majelis taklim,
diantaranya media elektronik (televisi, radio), media cetak (koran,
majalah, buletin) dan media cyber (internet dan aplikasi).
4. Teori Strukturasi
a. Dasar Pemikiran Teori Strukturasi Anthony Giddens
Sebelum melihat lebih dalam tentang teori strukturasi yang digunakan
dalam penelitian ini, penulis memaparkan terlebih dahulu hal-hal yang
menjadi landasan pemikiran Anthony Giddens dalam teorinya. Sejarah
25
pemikiran ilmu sosial terbentuk oleh perdebatan dua kubu mazhab teoritis
besar. Pada kubu pertama memprioritaskan pemikiran bahwa gejala
keseluruhan di atas pengalaman pelaku perorangan seperti fungsionalisme,
strukturalisme dan post-strukturalisme. Pemikir kubu pertama di antaranya
Karl Marx, Emile Durkheim, Talcott Parsons dan Louis Althusser. Kubu
kedua memprioritaskan tindakan pelaku perorangan di atas gejala
keseluruhan, diantaranya fenomenologi, etnometodologi dan psikoanalisis.
Mereka antara lain Erving Goffman, Alfred Schuts, Harold Garfinkel dan
dalam hal tertentu juga termasuk Max Weber.25
Anthony Giddens memulai pemikiran teorinya dari dua kubu mazhab
besar ilmu sosial tersebut. Giddens secara khusus memfokuskan perhatian
pada masalah dualisme yang menjadi gejala dalam teori ilmu-ilmu sosial.
Dualisme itu berupa tegangan antara subjektivisme dan objektivisme,
voluntarisme dan determinisme. Subjektivisme dan voluntarisme
merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan tindakan
atau pengalaman individu di atas gejala keseluruhan. Sedangkan
objektivisme dan determinisme merupakan kecenderungan cara pandang
yang memprioritaskan gejala keseluruhan di atas tindakan atau
pengalaman individu.26
Menurut Giddens, akar dualisme terletak pada kerancuan melihat
objek kajian ilmu sosial. Objek utama ilmu sosial bukan “peran sosial”
seperti dalam fungsionalisme Parson, bukan pula “kode tersembunyi”
seperti dalam strkturalisme Levi-Strauss, bukan. Bukan keseluruhan,
25
Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi
sosial dan perilaku sosial, ( Jakarta: Kencana, 2013), h. 291. 26
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, ( Jakarta: KPG, 2016), h. 5.
26
bukan bagian struktur dan bukan bagian pelaku perorangan, melainkan
titik temu antara struktur dan pelaku. Itulah praktek sosial yang berulang
dan terpola dalam lintas ruang dan waktu.27
Praktek sosial itu bisa berupa
korupsi, praktek lalu lintas di jalan atau kebiasaan sekolah mengadakan
ujian nasional.
Gagasan tersebut perlu dipahami lebih dalam ketika Giddens mulai
membangun teorinya, yaitu ketika ilmu-ilmu sosial dikuasai oleh mazhab
pemikiran fungsionalisme dan strukturalisme. Dalam refleksi Giddens,
mahzab tersebut hanya memprioritaskan pada struktur dengan menisbikan
pelaku. Ia melihat bahwa kaitan yang memadai antara keseluruhan dan
bagian hanya bisa dimulai dari kekurangan yang ada yakni kurangnya
teori tindakan. Untuk memahami refleksi kritis itu, baiknya bisa melihat
dua contoh kritik Giddens terhadap fungisonalisme dan strukturalisme.
Pertama, kritik terhadap fungsionalisme Talcott Parsons yang
merupakan mazhab pemikiran yang cukup laris di Indonesia. Dalam
tindakan apapun, kita sebagai anggota masyarakat merupakan pelaksana
peran-peran sosial tertentu. Peran sosial inilah yang menjadi fokus utama
kajian ilmu sosial dalam mahzab ini, entah peran itu disebut buruh,
manajer, guru ataupun murid. Peran tidak diciptakan oleh individu, karena
apa yang menjadi isi peran sosial adalah apa yang dituntut atau diharapkan
oleh peran tersebut.
Ada tiga hal yang membuat Giddens keberatan dengan pemikiran ini.
Pertama, fungsionalisme meniadakan fakta bahwa kita sebagai anggota
27
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial
masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), h. 3.
27
masyarakat bukan orang-orang dungu. Kita mengetahui apa yang terjadi di
sekitar kita dan buka pula robot yang bertindak berdasarkan naskah peran
yang sudah ditentukan. Kedua, yang juga merupakan kunci dari kritik ini
bahwa fungsionalisme merupakan cara berfikir yang mengklaim sistem
sosial punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Tetapi menurut Giddens,
sistem sosial tidak punya kebutuhan apapun melainkan kita sebagai pelaku
yang punya kebutuhan. Sebagai contoh bahwa tidak mungkin ada
kediktatoran tanpa ada tindakan otoriter dari seseorang. Ketiga,
fungsionalisme membuang dimensi ruang dan waktu dalam menjelaskan
gejala sosial.
Kedua, kritik terhadap strukturalisme yang merupakan gagasan dalam
filsafat bahasa Ferdianand de Saussure.28
Dalam ilmu-ilmu sosial,
strukturalisme merupakan penerapan analisis bahasa ke dalam gejala
sosial. Pokok strukturalisme yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial
adalah perbedaaan antara bahasa (lengue) dan ujaran/percakapan (parole).
Sebagai contoh kata „presiden‟ merupakan kata umum dalam tataran
lengue. Pada tataran itu kata tersebut bisa merujuk pada Barack Obama di
Amerika ataupun Joko Widodo di Indonesia. Adapun „presiden yang
memerintah Indonesia selama 32 tahun‟ merupakan ujaran spesifik pada
taraf parole. Yang tidak mungkin menunjuk selain kepada Soeharto dari
tahun 1966 sampai 1998.
Ketika diterapkan dalam ilmu sosial seperti yang dilakukan oleh
Claude Levi-Strauss, hanya menjelaskan secara analogis. Analisis sosial
28
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 13.
28
yang menjadi pokok utamanya adalah menemukan „kode tersembunyi‟
yang ada di balik gejala kasat mata, sebagaimana langue menjadi kunci
otonom untuk memahami arti parole. Kode tersembunyi itulah yang
disebut struktur. Dari contoh di atas, istilah „presiden‟ dipakai bukan
karena orang yang menjadi kepala negara dalam pemerintahan
presidensial, melainkan karena kaitan dan perbedaanya dengan kata-kata
„gubernur‟, „camat‟, „raja‟ dan lain sebagainya. Begitu juga halnya dengan
kata „kursi‟ yang tidak ada kaitannya dengan benda yang kita duduki. Itu
disebut kursi karena ada hubungannya dengan kata lain seperti „meja‟,
„lemari‟, „pintu‟ dan sebagainya. Dengan kata lain, pada tataran logue,
semua bisa dipahami secara lepas atau otonom, dan tidak terikat dengan
objek yang ditunjuk.
Giddens mengakui bahwa dia mengartikan struktur dalam pengertian
yang lebih dekat dengan yang dipakai mazhab strukturalisme ketimbang
dengan apa yang dipakai dalam fungsionalisme. Akan tetapi, Giddens
tetap tidak menerima bahwa subjek tersingkirkan di dalam strukturalisme
tersebut.29
b. Pelaku dan Perilaku Tindakan (agen dan agency)
Dalam teori strukturasi, yang dimaksud pelaku atau agen adalah orang-
orang yang secara konkret dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa.30
Orang-orang yang melakukan tindakan dengan terus menerus dan terpola
melintasi ruang dan waktu. Setiap individu dalam pengalaman
kesehariannya bertindak dengan rangkaian hasil dari apa yang dilihatnya.
29
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 17. 30
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 18.
29
Mereka melihat kondisi-kondisi di mana dan kapan tindakan itu dilakukan.
Maka tidak mungkin ada suatu tindakan tanpa adanya pelaku.
Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku yang didasari dari
gagasan Freud, yaitu motivasi tak sadar, kesadaran diskursif dan kesadaran
praktis.31
Motivasi tidak sadar menunjuk pada keinginan pelaku yang
berpotensi mengarahkan tindakan, tetapi bukanlah tindakan itu sendiri.
Berbeda dengan motivasi tak sadar, kesadaran diskursif mengacu pada
kapasitas pelaku merefleksikan dan memberikan penjelasan secara rinci
atas tindakan yang dilakukan. Sedangkan kesadaran praktis adalah
kawasan diri pelaku yang berisi pengetahuan praktis yang tidak bisa selalu
diuraikan secara eksplisit.
Kesadaran praktis merupakan kunci memahami proses bagaimana
berbagai tindakan dan praktik sosial yang dilakukan para pelaku yang
lambat laun akan menjadi struktur dan bagaimana struktur tersebut
mengekang serta memampukan tindakan atau praktek sosial. Reproduksi
sosial berlangsung lewat keterulangan praktek sosial yang jarang
dipertanyakan kembali. Namun tidak berarti bahwa yang terjadi hanyalah
reproduksi tanpa adanya perubahan. Dalam refeksi Giddens, perubahan
selalu terlibat dalam proses strukturasi, betapapun kecilnya perubahan
itu.32
Batas antara kesadaran praktis dan kesadaran diskursif sangat cair dan
fleksibel serta tidak ada dinding pemisah, tidak seperti kesadaran diskursif
dengan motivasi tak sadar. Dengan mengadopsi gagasan Ervin Goffman,
31
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial
masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 10-12. 32
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 30.
30
Giddens mengajukan argumen bahwa setiap pelaku mempunyai
kemampuan untuk introspeksi atau mawas diri.33
Gagasan tersebut terlihat
sebagaimana gambar berikut:
(Gambar 2.1)
Kemampuan Introspeksi Pelaku
Pada level monitoring tindakan reflektif, aktifitas merupakan ciri dari
terus menerusnya tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku yang tidak
hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Pada intinya, para
pelaku tidak hanya senantiasa memonitoring arus aktivitasnya sendiri,
tetapi mengharapkan orang lain melakukan seperti yang dilakukan.
Pada level rasionalitas tindakan, monitoring tindakan reflektif
dihadapkan kepada latar belakang rasionalitas tindakan, yakni kemampuan
pelaku menjelaskan mengapa mereka bertindak berdasarkan alasan yang
mereka lakukan. Pada level inilah tindakan dapat ditemukan motif dan
alasan tindakan aktor.
Sementara itu, pada level atau komponen motivasi tindakan yakni
bagian atau aspek kesadaran dan ketidaksadaran pengetahuan serta emosi
33
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial
masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 6-7.
31
aktor. Giddens mengatakan bahwa konsepsi ketidak sadaran adalah
sesuatu yang sangat penting dalam teori sosial.34
c. Struktur (structure)
Teori strukturasi memang berpijak pada pandangan tentang struktur.
Namun konsep tentang struktur Giddens berbeda dengan pandangan
strukturalisme ataupun post-strukturalisme, meskipun hingga pada batas
tertentu konsep Giddens mengenai struktur tidak mudah dipahami dan
mengundang kritik.35
Dalam teori ini struktur dapat diartikan sebagai
sebuah aturan (rules) dan sumber daya (resourse) yang terbentuk dari dan
membentuk perulangan praktek sosial. Aturan yang dimaksud bisa bersifat
konstitutif dan regulatif, guna memberikan kerangka pemaknaan dan
norma. Adapun sember daya menunjuk pada sumber alokatif (ekonomi)
dan sumber otoritatif (politik).
Berbeda dengan pandangan strukturalisme yang memandang struktur
berada di luar (eksternal) yang menentang dan mengekang pelaku, teori
strukturasi Giddens memandang struktur tidak bersifat eksternal
melainkan melekat pada tindakan dan praktek sosial yang kita lakukan.
Struktur bukanlah benda melainkan skema yang hanya dapat terlihat
dalam pengorganisasian berbagai praktek-praktek sosial.36
Dari berbagai prinsip struktural, Giddens melihat ada tiga gugus besar
dalam struktur. Pertama, struktur penanda atua signifikasi (signification)
yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana.
34
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2002), h. 305-308. 35
Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi
sosial dan perilaku sosial, h. 316. 36
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 23.
32
Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup
skema penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga,
struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut
skema peraturan normative, yang terungkap dalam tata hukum.37
Dari ketiga gugus tersebut, Giddens memberikan analisisnya terkait
dengan kekuasaan. Dualitas struktur yang terbingkai dalam gugus di atas
dapat berfungsi sebagai alat analisis kehidupan sosial yang penting
terutama mengenai hubungan antara tindakan manusia dengan struktur.
Ketiga gugus tersebut dalam prosesnya saling berkaitan satu dengan
lainnya. Struktur signifikasi pada gilirannya mencakup struktur dominasi
dan legitimasi. Begitu pula dengan struktur dominasi, dengan adanya
struktur signifikasi memiliki kekuasaan dengan membuat struktur
legitimasi.
d. Dualitas Struktur
Hubungan pelaku dan struktur merupakan poros dari pemikiran
Giddens dalam teori strukturasi. Mengatakan bahwa pelaku berbeda
dengan struktur sama dengan mengatakan sesuatu yang sudah jelas. Begitu
pula jika mengatakan bahwa struktur terkait dengan pelaku dan
sebaliknya. Masalah yang mendasar ialah perbedaan antara pelaku dan
struktur berupa dualisme (pertentangan) ataukah dualitas (timbal balik)?
Disini Giddens melihat bahwa ilmu-ilmu sosial dijajah oleh gagasan
dualisme pelaku vesus struktur. Ia memproklamirkan hubungan keduanya
37
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h.26.
33
dengan relasi dualitas, yakni tindakan dan struktur saling mengandaikan
seperti dua mata koin.
Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam proses dimana struktur
sosial merupakan sarana (medium) dan sekaligus hasil (outcome) dari
praktek sosial.38
Terdapat proses dinamis yang terjadi secara berkelanjutan
dan terpola dari dan dalam suatu struktur. Reproduksi hubungan dan
praktek sosial juga sekaligus suatu proses produksi, sebab tidak dilakukan
oleh subjek yang pasif. Oleh karena itu, suatu struktur sosial dapat
dipandang sebagai sistem aturan dan sumber daya yang diperoleh dari
tindakan manusia, dimana proses dan hasil produksi tersebut hanya
mungkin terjadi bila ada struktur yang menjadi saranannya.
Bagi Giddens struktur merujuk pada aturan-aturan dan sarana-sarana
atau sumber daya yang memiliki perlengkapan-perlengkapan struktural
yang memungkinkan pengikatan ruang dan waktu yang mereproduksi
praktik-praktik sosial dalam sistem-sistem sosial kehidupan masyarakat.
Giddens memformulasikan konsep struktur, sistem, dan strukturasi sebagai
berikut:39
Strktur Sistem Strukturasi
Aturan dan sumber
daya, atau seperangkat
relasi transformasi
terorganisasi sebagai
kelengkapan-
kelengkapan dari
Relasi-relasi yang
direproduksi di antara
para aktor atau
kolektivitas,
terorganisasi sebagai
praktek-praktek sosial
regular.
Kondisi-kondisi yang
mengatur
keterulangan atau
transformasi struktur-
struktur, dan
karenanya reproduksi
sistem-sistem sosial
38
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300. 39
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial
masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 40.
34
sistem-sistem sosial. itu sendiri.
(Tabel 2.2)
Konsep Struktur, Sistem dan Strukturasi
Dalam hal ini, struktur, sistem dan strukturasi dapat dikatakan
memiliki wujudnya masing-masing. Struktur digambarkan sebagai sebuah
aturan dan sumber daya atau rangkaian jaringan perubahan dalam bentuk
properti praktek sosial. Struktur mengikat ruang dan waktu, dan ditandai
dengan tanpa kehadiran subjek. Sementara sistem sosial memuat tentang
situasi aktivitas manusia sebagai pelaku melakukan proses produksi dan
reproduksi sepanjang ruang dan waktu. Sedangkan strukturasi merupakan
mode dimana sistem sosial didasarkan pada aktivitas aktor yang diketahui
yang juga menggambarkan aturan dan sumber daya dalam berbagai
konteks tindakan.40
e. Ruang dan Waktu
Berkaitan dengan ruang dan waktu, dalam teori strukturasi Giddens
memberikan kritiknya terhadap beberapa teori-teori sosial yang cenderung
memperlakukan waktu dan ruang sebagai lingkungan (environment)
tempat suatu tindakan sosial dilakukan atau sebagai faktor yang tidak
tetap. Padahal menurut Giddens, ruang dan waktu turut serta membentuk
tindakan atau kegiatan sosial. Tanpa ruang dan waktu tidak akan ada suatu
yang dimaknakan sebagai tindakan. Misalnya ketika mahasiswa
mendengarkan dosen di kelas (ruang) pada jam 8 sampai jam 10 (waktu),
tindakan tersebut dimaknakan sebagai berkuliah.
40
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300-301.
35
Dalam berbicara tentang ruang, Gidens mengartikan ruang sebagai
lokal (locale) daripada tempat. Dalam konteks ini Giddens menawarkan
konsep regionalitas (regionalization) dimana konsep tersebut menujuk
pada pola lokalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari manusia
dalam ruang dan waktu. Saat di kampus misalnya, terdapat ruang kelas,
ruang dosen dan kamar mandi. Berbagai ruang tersebut tidaklah sama
waktu penggunaan, siapa yang menggunakan, aktivitas apa yang
dilakukan, maupun cara menggunakannya. Contoh tersebut sebagai
ilustrasi sederhana yang memberikan gambaran adanya regionalisasi atau
penzonaan tindakan sosial sehari-hari dalam konteks ruang dan waktu.
Guna mengkaji lebih dalam tentang ruang dan waktu dalam
strukturasi, Giddens memberikan konsep perentangan waktu-ruang (time-
space distanciation). Yang sebenarnya berisi pencabutan waktu dari
ruang. Perentangan waktu-ruang merupakan merentangkan sistem-sistem
sosial melintasi ruang-waktu, atas dasar mekanisme sistem sosial dan
integrasi sistem. Dalam konteks ini, integrasi sosial adalah timbal balik
antara pelaku individual atau kelompok dalam rentang waktu yang lebih
luas di luar kehadirannya satu sama lain (co presence).41
Dari konsep ini,
Giddens membedakan masyarakat moderen dengan masyarakat tradisional
melihat pada bentuk pengkoordinasian ruang dan waktu dalam praktek-
praktek sosial yang dilakukan. Pada masyarakat tradisional, koordinasi
sosial beserta praktek-prakteknya dilakukan melalui pertemuan atau
kehadiran pelaku (co presence). Transaksi jual beli harus dengan
41
Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi
sosial dan perilaku sosial, h.303.
36
pertemuan antara pembeli dan penjual. Memakan waktu yang cukup lama
jika melihat jarak antara pembeli dan penjual berada di daerah yang
berbeda. Sedangkan dalam konteks masyarakat moderen, transaksi tesebut
bisa dilakukan dalam sekejap lewat telepon. Pada konteks ini, transaksi
jual beli moderen tersebut merupakan tindakan pencabutan
(disembedding) waktu dari ruang.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Paradigma Penelitian
Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita
yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi
kehidupan mereka dengan yang lain dalam konstruktivis, setiap individu
memiliki pengalaman unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi
seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam
memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas
pandangan tersebut.1
Creswell menyatakan hal yang serupa dengan Patton dalam hal
menafsirkan kerangka konstruktivisme. Individu-individu berusaha
memahami dunia tempat mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan
makna-makna subjektif yang mengarah pada objek tertentu dalam
menafsirkan pengalaman mereka. Para peneliti konstruktivis sering kali
berfokus pada proses interaksi di antara individu. Mereka juga memfokuskan
penelitiannya pada konteks spesifik di mana masyarakat hidup dan bekerja
dalam rangka untuk memahami latar belakang sejarah kebudayaan para
partisipan.2
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma
konstruktivis bersifat subjektif. Data adalah sesuatu yang menjadi perasaan
dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya dengan penafsiran
1 Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd ed.
(California: Sage Publications, Inc, 2002), h. 96-97. 2 John W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima
Pendekatan, penerjemah Ahmad Lintang, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014), h. 32-33.
38
atau konstruksi makna.3 Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan
posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan
berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi
pemahaman subjek yang akan diteliti.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk
menemukan atau memperoleh data yang diperlukan.4 Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah mencari keadaan,
variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi. Metode deskriptif
menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting).
Metode deskriptif ini tidak menguji sebuah hipotesis atau membuat prediksi.5
Metode deskriptif merupakan penggambaran, pemahaman, penamaan,
interpretasi, penafsiran, pengembangan dan eksplorasi terhadap suatu masalah
penelitian. Metode ini mengharuskan peneliti untuk terjun ke lapangan serta
tidak berusaha memanipulasi variabel. Penggambaran yang dilakukan
berkenaan dengan transformasi yang ada pada sistem Majelis Rasulullah SAW
dalam praktek-praktek dakwahnya. Teori strukturasi juga memerlukan
penafsiran dan penggambaran secara deskriptif dalam melihat hubungan para
pelaku dan struktur yang terpapar dalam praktek-praktek dakwah di Majelis
Rasulullah SAW.
3 Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan, h.
32. 4 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
h. 9. 5 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Analisis Statistik
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 24-25.
39
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui
pengumpulan data yang mendalam.6
Dengan mengamati kasus dari berbagai sumber data yang digunakan
untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif, berbagai
aspek individu, kelompok suatu program, organisasi atau peristiwa secara
sistematis. Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam
instrumen pengumuman data. Karena itu, periset menggunakan wawancara,
observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi, rekaman bukti-bukti fisik.7
4. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam riset ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan sesuatu
yang berkaitan dengan apa dan siapa yang ditelaah.8 Yang menjadi subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah pelaku yang ada dalam sistem Majelis
Rasulullah SAW diantaranya Habib Munzir, Dewan Syuro, Tim Inti, Staf,
Crew, Aktivis dan Jamaah. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah
praktek sosial yang ada di Majelis Rasulullah SAW.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekretariat Majelis Rasulullah SAW dan pada
Majelis Rasulullah SAW rutin malam Senin di Masjid Al Munawar Pancoran,
Jakarta Selatan. Adapun waktu penelitian ini sejak April 2016 – Agustus
2016.
6 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 56. 7 Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, h. 25.
8 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 66.
40
6. Sumber dan Jenis Data
Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, peneliti
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari narasumber melalui observasi dan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti di lapangan. Dalam menetapkan informan untuk
pengambilan sampel dengan bantuan key-informan, dari key-informan inilah
akan berkembang sesuai petunjuknya.9 Dalam hal ini peneliti hanya
mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel. Data
sekunder adalah data yang peneliti peroleh dari sumber-sumber tertulis seperti
yang terdapat dalam buku, jurnal, dokumentasi atau arsip-arsip dan literatur
lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.10
Data sekunder
tidak hanya berupa tulisan tetapi juga berupa data yang diperoleh dari
informan yang mengetahui informasi tentang apa yang sedang diteliti serta
mendukung penelitian tersebut.
7. Teknis Pengumpulan Data
1. Observasi Partisipatif
Secara luas, observasi atau pengamatan berarti kegiatan untuk
melakukan pengukuran.11
Proses pengumpulan data primer dengan
cara pengamatan langsung dan melakukan pencatatan terhadap objek-
objek terkait. Yang termasuk dalam teknik observasi adalah interaksi
(perilaku) yang terjadi di antara subjek yang diriset.12
Menurut
9 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), h. 31. 10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2009), h. 137. 11
Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 69. 12
Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 110.
41
Stainback, dalam obeservasi partisipatif peneliti mengamati hal-hal
yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan
ikut berpartisipasi dalam kegiatan mereka.13
Penelitian ini mengkhususkan observasi partisipatif ke dalam
bentuk partisipasi lengkap (complete participation). Dalam melakukan
pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap segala
kegiatan yang dilakukan sumber data.14
Peneliti pada penelitian ini
masih menjadi jamaah aktif yang rutin hadir di Majelis Rasulullah
SAW selama kurang lebih 6 tahun hingga sekarang dan mengalami
masa kepemimpinan Habib Munzir sebagai pendiri serta masa setelah
wafatnya Habib Munzir yakni Dewan Syuro.
Alasan peneliti menggunakan pengamatan ini ialah pertama untuk
memperoleh pandangan secara menyeluruh tentang gejala yang diteliti,
kedua menemukan hal-hal yang tidak terkungkap dalam wawancara,
ketiga menemukan hal yang di luar dari persepsi narasumber
wawancara, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih
komprehensif dan keempat untuk memperkaya data penelitian dengan
menjelaskan perasaan suasana situasi dan kondisi sosial yang diteliti.
Objek pengamatan dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan
Spradley ialah sebagai situasi sosial.15
Objek tersebut terdiri dari tiga
komponen yaitu place, tempat berlangsungnya aktivitas dalam situasi
sosial yakni dalam penelitian ini Majelis Rasulullah SAW di Masjid Al
Munawar. Actor, orang atau pelaku yang melakukan aktivitas tertentu
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 310. 14
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 312. 15
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 313.
42
yakni Dewan Syuro, Dewan Guru, Staff, Crew atau panitia dan Jamaah
Majelis Rasulullah SAW. Activity kegiatan yang dilakukan oleh para
pelaku dalam situasi sosial yang sedang berlangsung yakni tindakan-
tindakan yang dilakukan para pelaku dalam Majelis Rasulullah SAW.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.16
Wawancara menurut Esterberg (2002) merupakan pertemuan dua
orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab
sehingga dapat digambarkan makna dalam topik tertentu.17
Wawancara juga sebagai teknik pelengkap dalam proses
mengumpulkan data penelitian setelah observasi untuk mengetahui
lebih mendalam tentang partisipan atau situasi dan fenomena yang
hendak diteliti. Bahkan lebih dari itu, Esterberg (2002) juga
mengatakan bahwa wawancara merupakan hatinya penelitan sosial.
Bila kita melihat penelitian ilmu sosial, maka akan dapat ditemui
wawancara menjadi dasar dalam penelitian tersebut.18
Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah
wawancara semiterstruktur (semistructure interview) yakni tidak
menggunakan pertanyaan tertulis dan tidak menggunakan jawaban
sebagai alternatif yang digunakan ketika bertanya kepada narasumber
seperti pada wawancara terstruktur.19
Peneliti dalam wawancara ini
16
Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 100. 17
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 316. 18
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 317. 19
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 318.
43
telah membuat atau merumuskan kerangka dan garis besar pokok-
pokok yang akan ditanyakan, meskipun tidak ditanyakan secara
berurutan. Pokok-pokok wawancara hanyalah berisi petunjuk secara
garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar
pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.20
Pada penelitian ini, narasumber yang akan diwawancarai adalah
orang-orang yang mengalami periode kepemimpinan Habib Munzir
dan Dewan Syuro. Pertama ialah Muhammad Syukron Makmun selaku
tim inti pada masa Habib Munzir dan sebagai salah satu bagian Dewan
Pengurus Pusat pada masa Dewan Syuro. Habib Muhammad Al Kaff
dan Nurul Hidayat selaku bagian lain dari Dewan Pengurus Pusat.
Dalam prosesnya, alat-alat yang digunakan dalam wawancara ialah
buku catatan untuk mencatat poin yang disampaikan oleh narasumber
dan tape recorder untuk merekam percakapan agar tidak terlewatkan
yang sebelumnya sudah diberikan izin oleh sumber data untuk
menggunakannya.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan suatu kejadian atau peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, video, atau
karya-karya monumental dari seseorang.21
Penggunaan data
dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi
yang berhubungan dengan data-data tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan objek yang diteliti yakni Majelis Rasulullah
20
Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 67. 21
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 326.
44
SAW. Dokumentasi tersebut bersumber dari buku-buku, artikel, situs
milik Majelis Rasulullah SAW, Wikipedia, youtube, dan media-media
online serta VCD dan DVD ceramah ataupun perjalanan dakwah
Majelis Rasulullah SAW.
8. Teknik Analisis Data
Menurut Patton seperti yang dikutip oleh Moleong, bahwa analisis data
adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu
pola, mengkategorikan pola dan memberikan uraian dasar dari katergori-
kategori tersebut.22
Pengertian tersebut memberikan gambaran tentang betapa
pentingnya kadudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian serta
untuk menemukan teori dari data tersebut sebagai prinsip pokok dari
penelitian kualitatif.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan prosedur
analisis yang dikemukakan oleh Strauss dan Corbin dengan tiga jenis
pengkodean utama, yaitu:23
A. Pengodean Terbuka (Open Coding)
Pengodean terbuka merupakan bagian analisis berhubungan dengan
penamaan dan pengkategorian suatu fenomena melalui pegujian data
sacara detail dan teliti. Selama proses pengodean terbuka, data dipecah ke
dalam bagian-bagian yang terpisah. Kemudian diuji secara cermat,
dibandingkan persamaan ataupun perbedaanya dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tercermin dalam data.
22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 103. 23
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Teknik-teknik Teoritisasi Data, penerjemah Shodiq dan Imam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), h. 55-156.
45
Proses dalam pengodean terbuka dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, memberikan pelabelan pada fenomena. Yakni menguraikan dan
mengonseptualisasikan dalam hasil data observasi, transkip wawancara,
ataupun dokumentasi baik itu berupa kalimat, paragraf, insiden, ide, atau
peristiwa, menjadi sebuah konsep yang mewakili suatu fenomena. Kedua,
menemukan kategori-kategori setelah mengidentifikasi fenomena dalam
data. Mengelompokkan konsep yang sangat banyak menjadi satu kesatuan
yang memiliki keterhubungan makna yang bisa disebut pengkategorian.
Ketiga, pemberian nama sebuah kategori yang berikan oleh peneliti. Nama
yang dipilih ialah nama yang logis berhubungan dengan data yang
mewakilinya. Pengkategorian tersebut juga tidak terlepas dari teori yang
digunakan peneliti dalam penelitian.
B. Pengodean Berporos (Axial Coding)
Pengodean berporos merupakan seperangkat prosedur penempatan
data kembali dengan cara-cara baru setelah pengodean terbuka, membuat
dimensi hubungan antara kategori dan subkategori berdasarkan kondisi
kausal yang memunculkannya. Teori substantif muncul melalui pengujian
adanya persamaan dan perbedaan dalam tata hubungan tersebut.
Pengodean berporos pada umumnya menyederhanakan kategori-kategori
yang kompleks menjadi dimensi-dimensi untuk mempermudah
mengaitkan dengan teori substantif yang digunakan.
C. Pengodean Berpilih (Selective Coding)
Pengodean berpilih juga merupakan proses pemilihan kategori inti,
pengaitan kategori inti terhadap kategori lainnya secara sistematis,
46
pengabsahan hubunganannya, mengganti kategori yang perlu diperbaiki
dan dikembangkan lebih lanjut. Langkah yang digunakan dalam
pengodean selektif diantaranya ialah membuat cerita (story) deskriptif
tentang fenomena penelitian yang utama, dikembangkan menjadi alur
cerita (story line) berupa konseptualisasi cerita dan dimunculkan kategori
inti (core category) yakni berupa fenomena utama yang menggabungkan
kategori-kategori lainnya. Menghubungkan kategori-kategori tambahan di
sekitar kaegori inti dengan paradigma lalu menghubungkan kategori-
kategori pada level dimensionalnya.
47
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA
1. Profil Majelis Rasulullah SAW
Majelis Rasulullah SAW merupakan salah satu majelis terbesar dan
terbanyak jamaahnya di Jakarta. Pada setiap majelisnya, lebih dari seribu
orang berkumpul untuk mengikuti acara pengajian. Terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang dibatasi hijab1 pada setiap acara tersebut. Pada Peringatan
Hari Besar Islam (PHBI) seperti, Isra Mi‟raj, Nudzulul Qur‟an, Maulid Nabi
Muhammd SAW, tahun baru Hijriah atau Muharram dan lain sebagainya,
jamaah MR hingga mencapai 100 ribu orang bahkan lebih dari berbagai
daerah di Indonesia hingga mancanegara. Acara tersebut hingga
mendatangkan para ulama Internasional diantaranya, Habib Umar bin Hafidz
(Hadramaut, Yaman), Habib Ali al Jufri (Abu Dhabi, Arab), Habib Zein bin
Smith (Madinah, Arab Saudi), Habib Salim As Syatiri (Mekah, Arab Saudi),
serta ulama lain. Para ulama Indonesia pun banyak yang datang menghadiri
acara tersebut diantaranya KH. Arifin Ilham, Ust. Yusuf Mansyur, KH. Idris
Marzuki (Lirboyo), KH. Muhyiddin (Cirebon) dan ulama lainnya.
1 HIjab merupakan dinding pemisah antara jamaah laki-laki dan perempuan. Biasanya
terbuat dari kain berwarna hitam yang dijulurkan untuk membatasi jamaah.
48
Gambar 4.1
Pemberitaan MR di WSJ
Sumber: www.majelisrasulullah.org
MR mendapat perhatian khusus dari Wall Street Journal (WSJ) Amerika
Serikat dengan melakukan peliputan pada peringatan Maulid Nabi tahun 2012.
Media asal negeri Paman Sam tersebut memberikan apresiasi dengan
mengangkat judul, “Moderat Islamic Preachers Gain Follower in Indonesia”.
Mayoritas jamaah yang terdiri dari muda-mudi dalam gemerlapnya kota
metropolitan Jakarta tertunduk khusyuk‟ di bawah bendera MR menjadi
ketertarikan tersendiri bagi WSJ.2 Pada tahun yang sama duta besar Amerika
untuk Indonesia yakni Scot Marciel melakukan pertemuan khusus dengan
pimpinan MR yakni Habib Munzir bin Fuad al Musawa. Dalam pertemuan
singkat tersebut Scot berbincang dengan Habib Munzir terkait toleransi
beragama dan dialog lintas agama, guna merekatkan persatuan antara umat
manusia di Amerika dan Indonesia, khususnya di Jakarta. Selain WSJ yang
meliput kegiatan MR, media asal Jepang NHK pada 18 April 2016 juga
melakukan kegiatan yang sama. Peliputan tersebut dilakukan pada pengajian
rutin yang diadakan MR setiap Malam Selasa di Masjid Al Munawar,
Pancoran, Jakarta Selatan. Mashu Uruta yang menjabat sebagai Program
Director NHK Jepang mengatakan bahwa dirinya tidak menyangka
athmosphere acara pengajian di Indonesia hampir mirip dengan sebuah acara
festival, ada banner, orang bermain alat musik, dan dia sangat menyukai cara
pengajian semacam itu, dengan cara berdoa mendengarkan musik yang
2 www.wsj.com, diakses pada 23 Juli 2016 pukul 17.00 WIB, (item Articles).
49
terdengar sangat bagus.3 Tak kalah dengan media asing, media lokal pun
gencar melakukan pemberitaan pada setiap acara besar MR, baik media cetak,
elektronik maupun online.
Selain berdakwah secara langsung dalam majelis, Habib Munzir sebagai
pendiri MR pada masa hidupnya juga sering mengisi tausiah pada program
acara televisi diantaranya, Damai Indonesiaku (TV One), Titian Qalbu (TPI),
OASIS (Metro TV), Mutiara Subuh (ANTV), Embun Pagi (Indosiar).
Metode pengajian yang dilakukan MR yaitu melakukan pengkajian kitab-
kitab kuning4 seperti, Kitab As Syifa karya Imam Qadhi Iyadh, Fathul Baari
karya Imam Hajar al Asqolany, Sahih Bukhori karya Imam Bukhori, Nurul
Iman dan Qutuful Falihin karya Habib Umar bin Hafidh (Hadits), Ar Risalah
Al Jami‟ah karya Habib Zein bin Smith, Safinatun Najah karya Syeikh Salim
bin Sumair (Fiqih). Metode pengajarannya yaitu dilakukan secara sistematis
dan terjadwal. Para petugas (kru MR) biasanya menfotokopi lembaran
hadist/kitab yang akan dibahas dan mendistribusikannya kepada jamaah MR.
Setelah wafatnya Habib Munzir yang merupakan pimpinan MR pada 15
September 2013, tampuk kepemimpinan majelis sementara dipegang oleh
Dewan Syuro yang terdiri dari Habib Mukhsin bin Idrus al Hamid, Habib
Nabiel bin Fuad al Musawa (kakak dari Habib Munzir) dan Habib Ahmad al
Bahar. Hingga kini sepak terjang dakwah MR tidak hanya tersentralisir di
Jakarta dan pulau Jawa. Dakwah MR meliputi, Bali, Papua, Sumatera,
Kalimantan, serta daerah lain di Indonesia, hingga ke beberapa negara
3 www.majelisrasulullah.org, diakses pada 23 Juli 2016 pukul 17.30 WIB, (item Artikel).
4 Kitab kuning merupakan istilah nama untuk menyebutkan nama kitab-kitab terdahulu
yang dikarang oleh para ulama besar. Kitab Kuning tetap bersandar pada Al Qur‟an dan Hadist
serta ijma‟ (kesepakatan) ulama. Metode kitab kuning di Indonesia khususnya masih dipakai
dalam kurikulum diberbagai pesantren dan sekolah Islam.
50
tetangga seperti, Singapura, Malaysia, Hongkong, Jepang, Korea, dan
beberapa negara lain. Metode dakwah yang dilakukannya tetap sama seperti di
Jakarta yaitu melalui pengajian rutin dan kegiatan sosial-keagamaan lain. Pada
masa Habib Munzir pimpinan majelis diberbagai cabang tersebut merupakan
rekomendasi langsung darinya. Hingga kini kegiatan MR terus berlanjut dan
dinamis hingga merambah ke ranah dakwah virtual seperti website, media
sosial, aplikasi, dan video streaming.
A. Sejarah Berdiri Majelis Rasulullah SAW
Majelis Rasulullah SAW didirikan oleh Habib Munzir bin Fuad Al
Musawa. Awal berdirinya majelis ini ialah ketika sang habib pulang
menuntut ilmu agama dari Hadramaut, Yaman. Habib Munzir dan
ketigapuluh sembilan temannya dari Indonesia berangkat menuju Yaman
pada tahun 1994 dan kembali ke Indonesia tahun 1998. Mereka memikul
amanah yang sama, yakni menyebarkan ilmu yang sudah didapat selama
di Yaman kepada umat.
Pada awal dakwahnya kepada umat setelah menimba ilmu agama di
Yaman, Habib Munzir berbeda dengan ketigapuluh sembilan teman
seangkatannya dari Yaman yang lain. Dia hanyalah anak dari seorang
mantan wartawan yang tidak punya pesantren ataupun institusi sebagai
tempat bernaung untuk menyebarkan ilmu agama. Berbeda dengan teman
seangkatannya yang langsung menempati posisi penting di pesantren
ataupun di institusi milik keluaganya. Dengan keadaan yang demikian,
Habib Munzir tidak putus asa karena memang sudah kewajibannya
menyebarkan ilmu agama sebagai seorang ulama. Meskipun beliau sadar
51
bahwa perjalanan dakwahnya akan menemui kesukaran dan medan yang
berat.
Habib Munzir memulai perjalanan dakwahnya di daerah Cipanas,
Bogor, namun tidak berkembang. Lalu ia memutuskan untuk berdakwah di
Jakarta dengan mulai mencari jamaah atau mendatangi umat, bukan
sebaliknya umat yang mendatanginya. Tak ada pilihan lagi, hanya cara
tersebut yang bisa ia lakukan agar kewajibannya sebagai seorang
pendakwah (Da‟i) bisa ditunaikan. Mengawalinya dengan mendatangi
rumah demi rumah, mengetuk pintu demi pintu yang berkenan menerima
dakwah beliau, duduk dan bercengkrama dengan jamaahnya, hingga
mendengarkan masalah para jamaah serta berusaha mencarikan solusi
terkait permasalahan tersebut.
Berawal dari enam orang jamaah yang setia mendampingin dakwah
Habib Munzir. Merekapun kemudian mengusulkan kepada Habib Munzir
agar mendirikan majelis taklim. Beliaupun setuju dan memilih malam
selasa sebagai jadwal majelis taklimnya. Malam selasa dipilih oleh Habib
Munzir karena ingin mengikuti kebiasaan gurunya yakni Habib Umar bin
Hafidh yang juga membuat majelis pada malam tersebut.
Walau berdakwah di Jakarta, Habib Munzir tetap tinggal bersama
Ibunya di daerah Cipanas, Bogor. Setiap akan menghadiri majelis malam
selasa, ia berangkat dari Cipanas hari senin dengan menumpang bus
karena minimnya biaya. Tak jarang ia berangkat pada malam seninnya
karena khawatir dengan „olok-olokan‟ orang terminal bus. Sebab, cara
berpakaiannya dianggap tak lazim yakni dengan memakai sorban, peci
52
yang tak seperti orang berpergian pada umumnya. Kemudian jika sampai
di Jakarta sudah sangat malam, biasanya beliau berjalan mendatangi
rumah-rumah para jamaahnya itu.
Habib Munzir rela berjalan berkilo-kilo meter untuk mengunjungi
satu demi satu rumah para jamaahnya itu untuk sekedar menumpang
istirahat serta menginap hingga malam Selasa tiba. Terkadang jamaah
yang ia datangi rumahnya tidak membukakan pintu, mungkin mereka
sudah tertidur pulas karena lelah dan sudah malam sehingga tidak
mendengar ketukan dan salamnya. Bila sudah demikian, ia akan berjalan
menuju jamaahnya yang lain dan melakukan hal yang sama. Ketika mulai
kelelahan untuk berjalan kerumah jamaah lain yang hanya segelintir, ia
memutuskan untuk tidur di emperan toko atau di teras rumah jamaahnya
yang hanya berbantalkan sorban tanpa selimut.5
Majelis pada malam selasa tersebut berkembang pesat dari minggu ke
minggu. Jamaah semakin banyak sehingga rumah pun tidak bisa
menampung para jamaah. Akhirnya Habib Munzir membawa para
jamaahnya untuk berpindah dari satu Mushola ke Mushola yang lain. Dan
terus bertambah jamaah hingga Musholah pun tak mencukupi para jamaah
yang semakin banyak, hingga ia pun membawa para jamaah berpindah
dari Masjid ke Masjid. Pada saat itu memang mayoritas jamahnya berasal
dari kalangan awam tentang ilmu agama bahkan ada pula yang berumur
lebih tua darinya.
5 www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item,
biografi majelis rasulullah).
53
Dikisahkan bahwa ketika Habib Munzir sudah duduk dan siap
mengajar, para jamaah masih duduk santai sambil ngobrol, minum kopi
dan merokok. Tetapi dengan berpegang teguh kepada cara dakwah
gurunya, yakni mengajar dengan lemah lembut dan kasih sayang, ia tak
membantah dan memaksa untuk segera memulai pengajian. Bahkan ia
mempersilahkan mereka untuk merokok, minum kopi dan ngobrol sampai
puas. Mereka tak jarang berkata, “santai dulu ya, Bib. Kita ngopi dulu,
ngerokok dulu, sambil nunggu yang lain”.6
Di saat banyaknya jamaah yang hadir pada majelis malam selasa
tersebut, maka Habib Munzir mengambil lokasi di empat masjid besar
dengan bergantian tiap minggunya. Masjid besar tersebut diantaranya
Masjid Raya Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan, Masjid Raya At-
Taqwa di Pasar Minggu Jakarta Selatan, Masjid Raya At-Taubah Rawa
Jati Jakarta Selatan, dan Ma‟had Darul Ishlah Pimpinan KH. Amir
Hamzah di jalan Raya Buncit Kalibata Pulo. Namun dikarenakan semakin
banyaknya jamaah yang hadir, sehingga apabila sering berpindah-pindah
tempat kasihan dengan jamaah yang tidak memiliki kendaraan. Maka
Habib Munzir memutuskan majelis malam selasa hanya di Masjid Raya Al
Munawar Pancoran Jakarta Selatan.7
Sejak pertama kali pindah ke Masjid Al Munawar, jamaah hanya
berkisar separuh dari ruangan Masjid. Kemudian Habib Munzir berucap
kepada jamaah, “Jamaah semakin banyak. Setelah setengah dari Masjid
6 M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para
Kekasih Rasulullah, (Jakarta: QultumMedia, 2013), h. 29. 7 www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item,
biografi majelis rasulullah).
54
ini, nanti mereka akan memenuhi Masjid, kemudian sampai keluar Masjid.
Insya Allah”.8 Ternyata doanya tersebut diijabah oleh Allah, jamaah
semakin banyak dan majelis ini pun memerlukan nama untuk kepentingan
surat-menyurat, izin serta undangan dan lain sebagainya. Kemudian ada
yang memberikan saran kepadanya untuk menamakan majelisnya dengan
nama Majelis Habib Munzir, beliau pun tidak menyetujuinya. Dengan
spontan beliau berkata, ”Majelis Rasulullah saja, kan hakikatnya setiap
majelis itu mengajarkan ajaran Rasulullah SAW”. Kemudian disepakati
majelis tersebut bernama Majelis Rasulullah SAW.9
Sebenarnya Habib Munzir mengambil nama Majelis Rasulullah SAW
bukan berdasarkan kaidah tata bahasa Arab yang benar. Ia menghindari
persepsi yang salah dari masyarakat awam. Secara kaidah bahasa Arab
yang benar ialah Majelis Rasulillah, tetapi masyarakat yang saat itu
menjadi jamaahnya kebanyakan dari kalangan awam. Dikhawatirkan kalau
memakai kata Rasulillah persepsi mereka bahwa ini adalah Majelis Nabi
baru, karena yang mereka tahu hanyalah Rasulullah SAW sebagai Nabi
terakhir.10
Hingga kini majelis malam selasa yang menjadi awal mula lahirnya
nama Majelis Rasulullah SAW tetap berlangsung hingga sekarang.
Banyak majelis di Malam lain yang Majelis Rasulullah SAW buat, tetapi
majelis malam selasa tetap ada dan bahkan menjadi majelis induk. Kini
8 M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para
Kekasih Rasulullah, h. 29. 9 www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item,
biografi majelis rasulullah). 10
M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para
Kekasih Rasulullah, h. 30-31.
55
jamaah berkisar 10.000 yang hadir pada majelis tersebut setiap
minggunya.11
B. Visi dan Misi
Visi dari Majelis Rasulullah SAW yaitu mengajak masyarakat secara
umum untuk dapat mengenal secara menyeluruh sosok Kemuliaan dan
Keagungan Rasulullah SAW, yang dengan mengenalnya akan bangkitlah
kecintaan kepada beliau SAW, bangkitlah kecintaan kepada sunnah-
sunnah-nya SAW dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola, sebagai
contoh dan sebagai sandaran, hingga terciptalah masyarakat yang Nabawi.
Dakwah adalah Misi utama dari seluruh aktifitas kegiatan yang
dilakukan oleh “MAJELIS RASULULLAH SAW” dan dakwah tersebut
selalu diperluas serta bervariatif yang kesemuanya itu untuk memberikan
pilihan atau kemudahan kepada masyarakat luas pada umumnya dan para
pemuda serta pemudi khususnya sehingga mereka dapat menerima
penyampaian dakwah yang dilakukan oleh “MAJELIS RASULULLAH
SAW”.12
C. Struktur Kepengurusan
Dewan Kehormatan : Habib Umar bin Hafidh
Dewan Syuro
Ketua : Habib Mukhsin bin Idrus Al Hamid
Wakil Bidang Dakwah : Habib Nabiel bin Fuad Al Musawa
Wakil Bidang Kewirausahaan : Habib Ahmad Al Bahar
Dewan Pengurus Pusat
11
www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item,
biografi majelis rasulullah). 12
Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
56
Ketua Dewan Guru : Habib Ja‟far bin Baqir Al Athas
Wakil Ketua Dewan Guru : Habib Alwi Al Habsyi
Ketua Pengurus Harian : Habib Baqir bin Alwi bin Yahya
Sekretaris Umum : Muhammad Syukron Makmun
Wakil Sekretaris 1 : Muhammad Ainiy
Wakil Sekretaris 2 : Muhammad Thohir
Bendahara Umum : Habib Ramzi bin Fuad Al Musawa
Wakil Bendahawa Umum : Fauzan Hakim
Ketua Pengelolaan Aset : Sumardin
Wakil Ketua Pengeolaan Aset : Adhi
Humas Bidang Umum : Habib Muhammad bin Alwi Al Kaf
Humas Bidang Keagamaan : Ust. Ahmad Afif Abdullah
Ketua Koordinator Multimedia : Ashadi Perwira
Desain Grafis & Opt. Video : Nurul Hidayatullah
Cameraman : Mahfudz
Juru Tulis Materi Ceramah : Abdul Rojak
Dokumentasi Database File V/A : Fauzan Romhdoni
Duplicator V/A13
: Alan
Ketua KTU14
: Nasrullah
Wakil Ketua KTU : Baihaqi
Ketua PPMRS : Hikmah
Projectorman : Daud
Ketua Tim Hadroh : Muhammad Qolby
13
Video atau Audio 14
Koordinator Teknis Umum
57
Wakil Ketua Tim Hadroh : Muhammad Ali
Driver : Komaruzaman & Ari
Staff Rumah Tangga Markaz : Fadhli – Munawwir15
D. Kantor Sekertariat
MARKAS MAJELIS RASULULLAH SAW
Jl.Cikoko barat V Rt.03/05 No.66 Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan –
12770.
Telp.021-7986709.
E. Program-program
Sejak awal berdirinya MR konsen pada dakwah dan pengajian secara
langsung dengan membahas berbagai disiplin ilmu agama, namun di
tengah perkembangan dakwah MR yang dinamis, tercetus beberapa
program diantaranya: program pengajian, program sosial, program
kewirausahaan dan program dakwah virtual.
1. Program Pengajian atau Majelis
Pengajian Malam Selasa merupakan program majelis rutin
mingguan yang berperan sebagai induk karena menjadi awal
munculnya pengajian MR pada malam-malam lain. Pengajian tersebut
berlangsung pada pukul 20.15 s/d 22.00 WIB yang bertempat di
Masjid Al Munawar Pancoran, Jakarta Selatan. Acara pengajian
diawali dengan membaca Maulid atau Sejarah Nabi Muhammad SAW
dengan diiringi tabuhan Hadroh. Kemudian dilanjutkan dengan
ceramah agama dengan pembahasan kitab Hadits dan Fiqih yang
15
Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
58
disampaikan oleh Habib Munzir atau Dewan Pengajar MR. Biasanya
hadits atau kitab yang akan dibahas diperbayak (foto copy) kemudian
didistribusikan kepada jamaah. Acara diakhiri dengan dzikir dan doa
penutup.
Selain Majelis Malam Selasa, ada Majelis Malam Jumat
merupakan majelis rutin kedua MR. Pengajian tersebut menetap di
Gedung Dalail Khoirat, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Secara
umum waktu dan runtutan acara pada majelis ini sama seperti acara
pada malam selasa. Yang membedakan hanya tidak adanya distribusi
lembaran hadits sebab ceramah agama yang disampaikan sebagai
perluasan dari pembahasan hadits pada malam selasa.
Majelis Keliling juga merupakan majelis yang diadakan MR pada
hari-hari lain selain malam selasa dan malam jumat. Pengajian tersebut
biasanya diadakan karena adanya undangan dari masyarakat atau
majelis lain. Secara teknis, waktu runtutan acara sama seperti pada
malam jumat. Yang membedakan pada majelis malam minggu selepas
acara majelis selesai, dilanjutkan dengan ziarah kubur ke makam
ulama-ulama di sekitar Jakarta.
Selain acara rutin mingguan yang diadakan MR, ada majelis rutin
tahunan yang diadakan yang biasa disebut dengan Event Akbar atau
Tabligh Akbar. Majelis ini merupakan kegiatan MR yang diadakan
dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam atau pada momen
tertentu. Seperti Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang
diadakan pada pagi hari pukul 07.00 s/d 09.00 WIB di Lapangan
59
Silang Monas dan atau Masjid Istiqlal Jakarta Pusat, selain itu ada
perayaan Isra‟ Mi‟raj, Nudzulul Qur‟an beserta Haul Ahlul Badr, Nisfu
Sya‟ban, Tahun Baru Hijriah atau Muharram bertepatan dengan
kedatangan Habib Umar bin Hafidh (Hadromaut, Yaman) safari
dakwah ke Indonesia dan Tahun Baru Masehi yang diadakan pada
malam hari pukul 20.30 s/d 22.00 WIB di lapangan silang Monas,
Jakarta Pusat atau Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
2. Program Sosial
Pada tahun 2010, MR dijadikan mitra dakwah oleh Kepolisian
Polda Metro Jaya untuk pembinaan mental para pemuda Jakarta.
Sebab berdasarkan hasil survey yang dilakukan tim sensus Kepolisian
Polda Metro Jaya bahwa terdapat penurunan tingkat kriminalitas yang
dilakukan oleh para pemuda di Jakarta dengan alasan telah mengikuti
majelis taklim yang mayoritas menjawab mengikuti majelis taklim
MR. Selain itu, MR dipercaya BNN (Badan Narkotika Nasional)
sebagai mitranya dalam melakukan rehabilitasi terhadap korban
ketergantungan obat-obatan terlarang dan memberikan bimbingan
spiritual keagamaan agar tidak kembali terjerumus.
Program sosial lain yang diadakan MR ialah motivasi spiritual
keagamaan pada Instansi Pemerintahan dan Perusahaan Swasta seperti
Departemen Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Bank Danamon
dengan memberikan tausiyah agama dan khotbah jumat yang
disampaikan oleh Habib Munzir. Selain itu juga menjadi mitra dengan
60
partai politik yakni PKS untuk mengadakan perayaan maulid Nabi
Muhammad SAW bersama dengan MR.
Program terbaru MR yakni go to school, Office and University
merupakan program dakwah yang merambah ke sekolah, kantor dan
universitas dengan metode penyampaian berbentuk seminar, diskusi
dan tanya jawab dengan MR sebagai penyajinya.
3. Program Kewirausahaan
Kios Nabawi, toko yang didalamnya menjual barang-barang yang
terkait dengan perlengkapan majelis seperti jaket, baju kaos, baju
koko, tas, helm yang berlogokan MR, kitab yang sering dibahas pada
setiap majelinya, buku yang ditulis oleh Habib Munzir, VCD
dokumentasi ceramah atau majelis MR, pakaian muslim dan muslimah
dengan berbagai usia dan lain sebagainya.
MR juga memiliki usaha membuat air minum dalam kemasan
(AMDK), konveksi yang didalamnya memproduksi pakaian muslim
dan muslimah, usaha mendokumentasikan acara pengajian, ceramah
ataupun perjalanan MR dalam sebuah VCD untuk dijual dengan
membuat Kamar Hijau, dan usaha Travel Haji dan Umroh. Selain itu
juga, MR membuat usaha jual beli dalam sebuah sistem aplikasi yakni
dengan membuat MR Shop.
4. Program Dakwah Virtual
Program dakwah ini merupakan program mempublikasikan MR
dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang terus berkembang.
Diantaranya dengan membuat website yakni dengan situs
61
www.majelisrasulullah.org. di dalamnya berisi hal-hal yang
berhubungan dengan MR seperti biografi, transkrip ceramah pada
setiap majelisnya, info jadwal majelis, forum tanya jawab dan lain
sebagainya.
MR juga memanfaatkan media sosial sebagai media publikasinya
dengan membuat akun resmi pada media sosial facebook dengan akun
MajelisRasulullahSAW, twitter dengan akun @Mjl_Rasulullah,
Instagram dengan akun Majelisrasulullahsaw_official. Membuat live
streaming baik video atau radio bagi jamaah yang tidak bisa
menghadiri dengan mengaksesnya di Youtube dengan subscribe
Majelis Rasulullah atau bisa mengaksesnya di website MR. Selain itu
juga MR membuat aplikasi dakwah di gawai smartphone yang bisa
diunduh di PlayStore untuk sistem android dan AppStore untuk sistem
IOS dengan nama aplikasi MR Dakwah.
2. Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW
Majelis Rasulullah SAW sebagai sebuah majelis taklim dapat
dikategorikan sebagai organisasi pendidikan luar sekolah yaitu lembaga
pendidikan non-formal. Lembaga yang tidak didukung dengan aturan
akademik seperti kurikulum, lamanya waktu belajar, buku rapot, ijazah dan
sebagainya sebagaimana menjadi syarat pada lembaga penddikan formal
seperti sekolah.
Dalam proses dakwahnya sebagai sebuah majelis taklim, Majelis
Rasulullah SAW (MR) terus berkembang menyesuaikan sistemnya dengan
kondisi dan situasi, baik sosial, ekonomi, dan teknologi. Hal tersebut menjadi
62
penting mengingat MR berpusat di Ibukota DKI Jakarta yang umumnya
masyarakat bersifat heterogen. Langkah tersebut diambil untuk
mempertahankan eksistensi sistem MR dan memberi gambaran pada publik
bahawasanya MR merupakan sebuah komunitas yang bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Selain itu untuk menepis wacana islamofobia16
yang
berkembang di Negara Barat dimana Islam mendapat diskriminasi terutama
komunitas-komunitas Islam.
Untuk mempertahankan eksistensinya, MR bertransformasi pada praktek
dakwah yang lebih modern dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sebagai sebuah landasan dalam hal ini terdapat pada Al Qur‟an surat Al Ra‟d
ayat 11:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada
yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung selain Dia. (QS Al
Ra‟d [13]: 11)
Inti dari ayat tersebut ialah pada kalimat “sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri”. Keadaan yang dimaksud disini salah satunya adalah
16
Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi
pada Islam dan Muslim (orang-orang Islam). Istilah itu sudah ada sejak 1980-an, tetapi menjadi
lebih popular setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997 Runnymede Trust
seorang Inggris mendefinisikan islamofobia sebagai rasa takut dan kebencian terhadap Islam.
63
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka selama mereka tidak merubah
sebab-sebab kemunduran mereka.17
Jadi, Islam pun memiliki nilai yang secara
universal mengajarkan umatnya untuk senantiasa berubah kearah yang lebih
baik (transformatif). Sebagaimana diketahui bahwa pada awal periode
kepemimpinan Habib Munzir, MR masih bersifat majelis tradisional di mana
di dalamnya hanya berfokus pada praktek keagamaan yaitu pengajian rutin
yang diadakan setiap malam selasa. Penggunaan perkembangan teknologi
seperti website dan media sosial belum dimaksimalkan sebagaimana yang
dilakukan pada peride sekarang yaitu periode Dewan Syuro.
Peneliti mencatat beberapa tranformasi yang dilakukan sistem MR dari
periode kepemimpinan Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro. Di
antaranya: 1) tranformasi dalam aspek internal organisasi; 2) transformasi
dalam bidang dakwah; 3) transformasi dalam bidang sosial; dan 4)
transformasi dalam bidang kewirausahaan.
a. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi
Sosok pendiri dalam sebuah organisasi memiliki kedudukan yang
kuat di dalam sebuah struktur organisasi. Di awal berdirnya organisasi MR
pada tahun 2000, Habib Munzir membuat struktur kepengurusan yang
terdiri dari pemimpin sekaligus pengajar, tim inti, staf, kru dan aktivis.
Habib Munzir sendiri berposisi sebagai pimpinan sekaligus pengajar tetap
di MR. Sebagai seorang pemimpin, Habib Munzir menjadi motor
penggerak roda dakwah yang dijalankan di MR. Di bawah pimpinan,
Habib Munzir membentuk tim inti yaitu adalah orang-orang yang dipilih
17
Al-Qur‟an wa Tarjamatu Maanihi ilal Lughotil Indonesia, (Saudi Arabia: Mujamma‟
al-Malik Fahd li Thia‟at al-Mushaf asy-Syarif, 1415 H), h. 370.
64
langsung oleh Habib Munzir karena kedekatan pribadi dengan Sang
Habib dan turut serta mendampinginya dalam terbentuknya organisasi
MR. Mereka di antaranya, Saiful Zahri, H. Hamidi, Ust. Syukron
Makmun, Muhammad Ainiy, Syafi‟i, Muhammad Qolby, KH. Ahmad
Baihaqi.
Dalam teori strukturasi, otoritas bukanlah gejala yang terkait dengan
struktur ataupun sistem, melainkan kapasitas yang melekat pada pelaku.18
Saat merumuskan ide dan teknis setiap program atau kegiatan dakwahnya,
Sang Habib selalu berdiskusi dengan Tim Inti dalam sebuah rapat internal.
Dalam diskusi tersebut, Habib Munzir sebagai pemimpin memiliki otoritas
penuh dalam memutuskan hasil rapat. Tak jarang rapat tersebut hanya
membahas teknis pelaksanaannya saja, sebab ide program atau kegiatan
dakwah dari Sang Habib bersifat mutlak. Seperti yang diungkapkan
Giddens bahwa struktur mirip pedoman ini menjadi sarana (medium),
dalam hal ini sebuah rapat internal yang memunculkan praktek-praktek
sosial yakni program atau kegiatan dakwah yang dilakukan di MR.
Pada sosok Habib Munzir sebagai pelaku sentral di MR, segala
kebijakan yang dikeluarkannya merupakan aturan yang dalam perspektif
Giddens merupakan sebuah struktur pada bingkai legitimasi. Segala yang
diucapkannya menjadi aturan dalam MR. Habib Munzir sebagai
pemangku kebijakan berpengaruh terhadap apapun yang terjadi pada
sistem MR. Dalam proses perekrutan, Habib Munzir memiliki
pertimbangan sendiri dalam memilih orang-orang yang akan diberikan
18
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, ( Jakarta: KPG, 2016), h. 33
65
tugas. Misalnya saat perekrutan staf, Habib Munzir berdiskusi dengan tim
inti dengan pertimbangan kesiapan waktu, sebab staf yang bertugas
memonitoring kinerja dan koordinator dari kru di lapangan harus siap
kerja 24 jam bila dibutuhkan oleh Habib Munzir.
Dalam perekrutan kru yang bertugas membantu tugas staf dalam hal
teknis di lapangan, Habib Munzir mencari pemuda-pemuda yang
bersemangat membantu dakwah MR yang umumnya mereka dari kalangan
pelajar, mahasiswa, maupun jamaah. Hal tersebut dilakukan Sang Habib
sebagai upaya menanamkan nilai dakwah kepada para pemuda dan
pemanfaatan waktu luang mereka untuk kegiatan yang positif yakni
membantu dakwah Islam.
Begitu pula dengan aktivis yang bertugas ketika MR mengadakan
acara besar tahunan, contohnya pada peringatan tahun baru Islam atau
Muharram, Isra‟ Mi‟raj, peringatan Maulid Nabi, peringatan malam
Nudzulul Qur‟an, dan lain sebagainya. Menurut Giddens, Skema yang
mirip aturan ini merupakan struktur yang dibangun oleh Habib Munzir
(pelaku) sebagai sarana berlangsungnya praktek sosial yakni perekrutan.19
Dalam hal perekrutan ini, tidak ada unsur paksaan atau intervensi dari
pihak MR. Umumnya para jamaah secara sukarela mengajukan diri untuk
menjadi bagian dari sistem MR. Misalnya seorang yang ingin menjadi kru
harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari staf, kemudian staf
mengajukan kepada tim inti yang berkoordinasi langsung dengan Habib
Munzir dan seterusnya.
19
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 22.
66
Dalam menjaga keharmonisasian sistemnya, Habib Munzir terkadang
turut memberikan pandangan kepada staf dan kru dalam praktek di
lapangan. Arahan yang diberikan Sang Habib bersifat motivasi, seperti
memberi kesadaran kepada mereka bahwa membantu mensyiarkan
dakwah merupakan hal yang mulia. Mengingat melihat realita yang
terjadi hari ini banyak orang yang disibukkan oleh urusan duniawi
sehingga melupakan nilai-nilai Islam. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan Giddens dalam konsep monitoring tindakan. Setiap pelaku
tidak hanya memonitoring tindakan atau aktifitasnya sendiri, tetapi juga
memonitoring segala aktifitas yang dilakukan orang lain dimana aktifitas
tidak hanya melibatkan individu tetapi juga tindakan orang lain. Habib
Munzir juga sebagai pelaku yang berada pada taraf rasionalisasi tindakan
yang mengerti tentang betapa pentingnya syiar dakwah, memberikan
penjelasan kepada orang-orang yang membantunya tentang hal tersebut.
Seperti yang dikisahkan oleh Sang Habib ketika bersama-sama dengan staf
dan kru menziarahi pemakaman salah satu kru MR yang wafat yakni Doni
Andrianto yang bertugas memasang umbul-umbul dan baliho pada setiap
pengajian yang dilakukan MR:
“Kalau Rasul memandang seluruh umatnya di barat dan timur di
muka bumi, berapakah hati yang perduli dakwah Sayyidina
Muhammad? Siapa yang perduli dengan dakwah Rasul di masa
ini? Siapa yang perduli dengan Rasul di masa ini? Umat
Muhammad tidak perduli dengan Rasul SAW apalagi dakwahnya.
Namun beliau (Doni) dengan semangat, hujan, panas, atau dalam
keadaan apapun tetap selalu yang beliau kerjakan mendirikan
bendera Sayyidina Muhammad SAW. Kalian tau tempat orang-
orang yang mendirikan bendera Sayyidina Muhammad SAW?
Semestinya bukan kita yang mendoakan beliau, tetapi kita yang
mengalap berkah dari beliau, karena beliau orang yang dimuliakan
67
Allah sebagai laskar Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW
dengan dakwah kelembutan dengan dakwah kasih sayang yang
dimana beliau salah satu diantaranya.”20
Untuk memberi semangat kepada para pengurus yang telah
membantu dakwah MR, Habib Munzir menjuluki mereka „Ahlul
Khidmah‟ yang bermakna orang-orang yang dengan sepenuh hati
membantu dakwah MR, dan pengurus yang keseluruhannya berjumlah 313
orang, Sang Habib mengikuti jumlah para sahabat yang ikut berperang
dalam Perang Badar. Hal tersebut untuk mengambil keberkahan dari para
syuhada yang turut serta membantu dakwah Nabi Muhammad SAW.
Pemaknaan tersebut merupakan skema yang dimunculkan Habib Munzir
dalam bingkai signifikasi atau penandaan.
Melihat pada perubahan yang terjadi pada internal organisasi MR
paska wafatnya Habib Munzir, otoritas kepemimpinan dipegang oleh
Dewan Syuro yakni sebuah lembaga yang dibentuk oleh guru dari Habib
Munzir yaitu Habib Umar bin Hafidh, atau dalam hal ini selaku Dewan
Kehormatan. Dewan tersebut terdiri dari tiga orang yakni Habib Mukhsin
al Hamid, Habib Nabiel al Musawa, dan Habib Ahmad al Bahar.
Dalam struktur organisasi tradisional, sistem pemilihan
kepemimpinan dengan cara aklamasi yaitu ditunjuk dari pemimpin
sebelumnya. Habib Munzir sebagai tokoh sentral dalam internal MR yang
segala kebijakannya bersifat otoritatif. Semasa hidupnya tidak pernah
menyebut nama seseorang sebagai pengganti kedudukannya dikemudian
20
www.youtube.com, Pesan Penting Habib Munzir saat Ziarah ke Makam Crew MR (29
September 2012, diakses pada 5 September 2016 pukul 10.00 WIB, (Subscribe: Pesukan
Sayyidina Muhammad).
68
hari. Habib Munzir hanya memberikan pesan bahwa majelis yang
dibangunnya ini merupakan wujud bakti terhadap Rasul SAW dan
gurunya yaitu Habib Umar bin Hafidh. Dengan demikian, bentuk otoritas
Habib Munzir pada konteks pemilihan kepemimpinan MR setelahnya
merujuk pada otoritas dari Habib Umar bin Hafidh.
Secara fungsional, Dewan Syuro setara dengan pimpinan. Hanya
yang membedakan ialah di masa Habib Munzir segala kebijakan dan
otoritas berada pada sosok Sang Habib. Sedangkan pada saat ini, segala
kebijakan dan otoritas bersifat mufakat yakni, kesepakatan antara orang-
orang yang berada dalam Dewan Syuro. Segala bentuk birokrasi dalam
internal organisasi harus melalui prosedur yang dibuat dewan tersebut.
Meskipun demikian, secara umum program ataupun kegiatan dakwah yang
dilakukan Dewan Syuro hanya mengikuti apa yang sudah dibentuk Habib
Munzir di masa kepimpinannya.
Melihat pada konteks perubahan kepemimpinan, MR sebagai sebuah
organisasi tradisional mencoba menyesuaikan sistemnya menjadi
organisasi ke arah lebih modern. Dari organisasi yang menisbikan sosok
Habib Munzir dalam prakteknya seperti menjadi pimpinan organisasi
sekaligus penanggung jawab dalam hal pengajaran, kerjasama-kerjasama
ekternal, dan menjadi pengontrol dalam pergerakan dakwah. Kesemua itu
berada pada sosok Sang Habib. Dalam konteks sekarang, terbentuknya
Dewan Syuro seperti yang dikemukakan Giddens merupakan salah satu
bentuk praktek signifikasi yang dilakukan MR sebagai suatu pelembagaan
institusi yang memiliki dominasi setara dengan kepemimpinan. Dengan
69
dominasinya sebagai sebuah dewan yang diberikan otoritas, Dewan Syuro
memiliki kewenangan untuk memberikan legitimasi berupa aturan-aturan
terkait perannya dalam sistem MR. Peran tersebut tercermin dalam tugas
yang diberikan kepada orang-orang yang ada di dalam Dewan Syuro.
Tugas tersebut diantaranya pada bidang keorganisasian dipegang oleh
Habib Mukhsin al Hamid, pada bidang dakwah dipegang oleh Habib
Nabiel al Musawa dan pada bidang kewirausahan dipegang oleh Habib
Ahmad al Bahar.
Transformasi MR dalam keorganisasian salah satunya juga
terbentuknya Dewan Guru sebagai pengajar yang pada masa Habib
Munzir hanya dipegang beliau sendiri. Langkah tersebut diambil untuk
menggantikan sosok Habib Munzir yang sangat memiliki pengaruh bagi
para jamaah. Dewan ini merupakan bentukan dari Habib Umar bin Hafidh.
Di dalam dewan tersebut ada tiga pengajar tetap di antaranya, Habib Ja‟far
al Athas (Ketua), Habib Alwi al Habsyi (Wakil), dan Habib Bagir bin
Yahya (Ketua Pengurus Harian). Mereka yang dipilih Habib Umar bin
Hafidh juga merupakan muridnya ketika menimba ilmu di Yaman seperti
halnya Habib Munzir. Dengan demikian, MR menjadi sebuah organisasi
modern yang bersifat struktural yang sudah tidak lagi berporos pada
penokohan Habib Munzir.
Sosok pengajar dalam MR sangat memperhitungkan sanad keguruan.
Guru yang mempunyai riwayat guru-guru hingga sampai kepada Nabi
Muhammad SAW. Sosok guru yang benar-benar memanut gurunya.
Pedoman ini terus dipegang oleh MR sampai terbentuknya Dewan Guru
70
yaitu mereka yang memiliki sanad keguruan yang jelas langsung dari
Habib Umar bin Hafidh seperti halnya Habib Munzir. Hal tersebut
dilakukan guna menjaga kemurnian ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul
yang diteruskan dibawa oleh Sahabat kemudian oleh Tabi‟in, terus
berlanjut sampai kepada para Imam Hadits dan seterusnya hingga sampai
kepada mereka para guru baik Habib Munzir ataupun Dewan Guru di MR
dan disampaikan kepada umat. Sanad ini peneliti lampirkan pada bagian
lampiran dalam penelitian ini.
Dalam konteks ini peneliti melihat, ralasi antara pelaku dan struktur
pada periode kepemipinan Habib Munzir nampaknya belum tercermin
seperti dalam konsepsi Giddens yang menggambarkan relasi tersebut
berupa dualitas atau saling mengandaikan. Segala bentuk struktur yakni
aturan dan sumber daya, masih tersentral pada sosok pelaku yaitu Habib
Munzir. Tidak adanya struktur tanpa adanya pelaku yaitu sosok Habib
Munzir. Tidak mungkin struktur di MR itu ada tanpa keputusan yang
dibuat olehnya. Sang Habib sebagai pelaku sekaligus segala hal yang
diucapkannya menjadi sebuah struktur yang suatu saat bisa berubah sesuai
keinginannya. Hal tersebut dikarenakan signifikasinya sebagai seorang
pendiri, pemimpin sekaligus pengajar di MR membuat sosoknya dominan.
Maka, sistem yang digunakan MR pada periode Habib Munzir masih
mengadopsi sistem otoritarianisme atau kediktatoran.
Pada periode sekarang yaitu periode Dewan Syuro, relasi antara
pelaku dan struktur sudah bersifat dualitas. Dewan Syuro terbentuk
dikarenakan struktur kepemimpinan memerlukan pelaku sebab wafatnya
71
Habib Munzir. Begitu pula sebaliknya, para pelaku yang berada dalam
dewan tersebut tak mungkin bergerak pada posisinya sebagai pemimpin
melainkan sudah adanya skema atau struktur kepemimpinan yang
terbentuk pada periode Habib Munzir. Secara fungsional, semua aktifitas
yang dilakukan Dewan Syuro dalam sistem MR hanya mengikuti skema
yang sudah dibangun oleh Habib Munzir. Sama halnya dengan
terbentuknya Dewan Guru pada periode sekarang. Skema pengajaran yang
terbentuk pada periode Habib Munzir memampukan terbentuknya Dewan
Guru dan begitu pula relasi sebaliknya. Maka dari relasi dualitas tersebut,
pada periode Dewan Syuro, MR mulai mengadopsi sistem struktural.
b. Transformasi dalam Bidang Dakwah
Seperti majelis taklim lain pada umumnya, fokus awal Majelis
Rasulullah SAW ialah pada pengajian atau majelis. Pengajian menjadi
wadah utama dalam mengawali pergerakan dakwahnya. Dilihat dari awal
proses terbentuknya MR pada tahun 2000. Habib Munzir sebagai seorang
Da‟i mendapat amanat dari gurunya untuk mengamalkan ilmu yang
didapatnya serta mengabdi pada masyarakat melalui berdakwah. Hal
tersebut sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 104:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran
[2]: 104)
72
Karakter dakwah yang dilakukan oleh MR melalui pengajian,
tercermin dalam sosok Habib Munzir. Sang Habib dalam dakwahnya yang
identik dengan kelemah lembutan, kasih sayang terhadap sesama, dan
tidak pernah mencampuri dakwahnya dengan urusan politik. Sang Habib
terus menanamkan hakikat tujuan utama manusia diciptakan yakni untuk
ibadah kepada Allah SWT. Bukan berarti beribadah dengan duduk berzikir
sepanjang hari tanpa bekerja atau melakukan urusan yang bersifat dunia
lainnya, tetapi mewarnai setiap hari-hari dengan kehidupan yang islami
dalam tuntunan Nabi Muhammad SAW. Kalau seorang itu adalah
mahasiswa, dia harus menjadi mahasiswa yang islami yang dalam
belajarnya diliputi sunah-sunah yang diajarkan Rasul. Jika seorang itu
adalah pengusaha, dia harus menjadi pedagang yang islami dengan
meneladani cara Rasul dalam berdagang. Begitu pula seterusnya jika
seorang itu pengusaha, petani, pegawai dan lain sebagainya.
Pada masa kepemimpinannya, Habib Munzir memiliki otoritas penuh
terhadap proses pengajaran yang ada di MR. Sang Habib sebagai pimpinan
berposisi sebagai pengajar tunggal. Meskipun demikian, otoritas Habib
Munzir dalam konteks tertentu juga harus merujuk kepada otoritas Habib
Umar bin Hafidh sebagai gurunya dalam ilmu agama. Konteks tersebut
salah satunya berkenaan dengan kajian dan kitab bahasan yang akan
dibahas setiap pengajiannya. Kitab-kitab yang dipilih oleh Habib Umar
bin Hafidh, itulah yang digunakan oleh Habib Munzir. Adapun beberapa
bidang ilmu yang diajarkan setiap pertemuan, dilakukan secara sistematis
dengan menuntaskan atau mengkhatamkan satu kitab. Kitab yang
73
diajarkan di antaranya, Kitab Hadits Bukhori Muslim (hadits), As Syifa
(Akidah akhlak), Kitab Ar Risalah Al Jamiah (fiqih), dan disiplin ilmu
agama lain.
Sebagai seorang pengajar yang memiliki otoritas penuh dan pengaruh
yang kuat dalam pengajiannya, Habib Munzir tidak pernah memanfaatkan
posisinya itu untuk urusan yang sifatnya pribadi atau untuk urusan yang
keluar dari ajaran Rasul di dalam pengajiannya. Sang Habib tidak pernah
mengajari jamaahnya untuk memberontak kepada negara, menyakiti
sesama muslim dan memerangi orang-orang yang berseberangan dalam
memahami ajaran Islam. Dakwah dengan lemah lembut dan kasih sayang
menjadi pakaian dakwahnya.
Pada periode Habib Munzir terdapat banyak perkembangan terutama
bertambahnya jamaah yang hadir setiap minggunya. Dalam menjaga
komitmen jamaahnya, Sang Habib menginsiasi untuk mendistribusikan
kepada para jamaah berupa pembahasan hadits yang di fotokopi dan
dibagikan di pintu masuk sebelum pengajian dimulai. Praktek
pendistribusian tersebut hanya dilakukan pada pengajian rutin malam
selasa. Hal yang demikian sebagai upaya menarik jamaah untuk tetap
hadir pada pengajian selain malam selasa sebab di malam-malam lain
hanya memperluas pembahasan dari hadits yang dibagikan pada pengajian
malam selasa.
Seiring dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang, pada
tahun 2004 MR membuat website resmi yakni www.majelisrasulullah.org.
Hal tersebut sebagai upaya dari sistem MR dalam beradaptasi dengan
74
perubahan zaman yang dinamis. Hadirnya website tersebut melihat pada
pentingnya media komunikasi dan publikasi antara MR dengan jamaahnya
yang sudah semakin luas cakupannya. Pemanfaatan website tidak hanya
diperuntuhkan untuk jamaah MR saja, melainkan untuk semua orang yang
ingin mengetahui informasi terkait MR lebih jauh. Dengan demikian,
upaya tersebut juga sebagai bagian dari cara MR menjaga komitmen
jamaahnya dan meraih jamaah lebih banyak.
Mengingat bertambahnya jumlah jamaah hingga merambah
Jabodetabek, Habib Munzir dibantu pengurus MR berinisiatif
mencetuskan radio dan video live streaming yang bisa diakses melalui
website resmi MR yaitu www.majelisrasulullah.org. Selain itu juga, hal
tersebut guna menjawab keresahan jamaah yang berhalangan hadir
mengikuti pengajian yang setiap minggunya dilakukan di Masjid Al
Munawar, Pancoran, Jakarta Selatan atau pengajian di malam-malam lain
yang berlokasi berpindah-pindah sesuai undangan.
Fungsi website MR bisa dikatakan sangat kompleks dalam
menunjang dakwah Sang Habib. Pada setiap pengajiannya Habib Munzir
selalu menulis resensi terkait apa saja yang disampaikannya kemudian
diposting pada website MR tesebut. Hal demikian dilakukan untuk
menjaga keharmonisan antara Habib dengan para jamaah yang
berhalangan hadir maupun yang kurang memahami apa yang disampaikan
pada saat pengajian.
Transformasi dalam bidang dakwah pada periode Habib Munzir yang
tak kalah penting ialah dibentuknya forum tanya jawab. Forum tanya
75
jawab dilakukan di website MR dan cukup mendapat antusias dan respon
yang baik. Baik dari jamaah khususnya dan umumnya kepada publik. Pada
forum ini berisi pertanyaan seputar akidah, akhlak, hadits, fiqih, dan
masalah lain yang berkaitan dengan agama. Forum ini dikelola langsung
oleh Habib Munzir dalam menjawab pertanyaan yang ada di dalamnya.
Forum ini dibuat untuk menjaga keharmonisasian MR dengan para
jamaahnya guna mempermudah jamaah untuk bertanya kepada Habib
Munzir.
Untuk pembahasan lebih jauh seputar agama, Habib Munzir turut
serta menyumbangkan karyanya untuk ilmu pengetahuan agama dengan
menulis beberapa buku di antaranya, Kenalilah Akidahmu jilid 1,
Kenalilah Akidahmu jilid 2, Meniti Kesempurnaan Iman, 70 Ceramah
Habib Munzir Almusawa, dan 77 Ceramah Habib Munzir Almusawa.
Tidak hanya berupa buku, beberapa karya Sang Habib berupa ceramah
agama juga dituangkan dalam bentuk audio-visual misalnya, kaset tape
recorder, DVD, maupun rekaman ceramah yang diunggah ke Youtube.
Pemanfaatan media sosial (medsos) sebagai sarana dakwah juga tak
luput dari pandangan Habib Munzir. Beliau memanfaatkan facebook dan
twitter untuk membahas pengetahuan agama dan menjawab pertanyaan
dari publik maupun informasi seputar MR. Kesemuanya dikelola oleh tim
yang dipilih langsung oleh Sang Habib. Begitu pula dengan konten yang
akan diupload pada medsos tersebut, kesemuanya atas pantauan dan
persetujan dari Sang Habib. Tim ini biasa disebut oleh Habib Munzir
dengan nama Tim Milist MR.
76
Dalam hal ini, seperti yang diungkapkan Giddens dalam teori
strukturasinya tentang konsep perentangan ruang dan waktu sebagai
pembeda antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Dahulu
seperti halnya majelis taklim pada umumnya, segala praktek pengajian
dilakukan dengan adanya pertemuan muka atau kehadiran (co presence).
Ketika jamaah ingin bertanya seputar masalah agama maupun mencari
informasi tentang MR, harus menghadiri pengajian MR. Tetapi sekarang,
jamaah yang ingin tetap ingin mengikuti pengajian bisa menggunakan
video dan radio live streaming kapanpun dan dimanapun dia ingin
mengaksesnya pada website resmi MR. Begitu pula dengan jamaah yang
ingin bertanya seputar agama bisa bertanya pada forum tanya jawab yang
ada di website tersebut.
Paska wafatnya Habib Munzir, MR terus mengalami perkembangan
mengikuti situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat. Pada periode
kepemimpinan Dewan Syuro, transformasi yang dilakukan Habib Munzir
di masanya disempurnakan. Dan kesemuanya dikontrol langsung oleh
Dewan Syuro melalui beberapa tim yang ditugaskan untuk melakukan
rutinitas yang ada pada masa Habib Munzir seperti forum tanya jawab.
Pada masa Dewan Syuro, forum tersebut dikelola oleh Dewan Guru.
Dalam pemanfaatan media sosial, pada masa Dewan Syuro dikelola oleh
tim yang dibentuknya dengan menambahkan instagram sebagai salah satu
tambahan sarana dakwah di media sosial.
Pada proses pengajaran yang pada masa Habib Munzir dipegang
langsung olehnya, paska wafatnya posisi pengajaran digantikan oleh
77
Dewan Guru sebagaimana yang telah peneliti paparkan di atas tentang
aspek internal organisasi MR. Tiga Dewan Guru yang ditugaskan
mempunyai tugasnya masing-masing. Habib Ja‟far al Athas membahas
kajian fiqih, Habib Alwi al Habsyi membahas kajian hadits, dan Habib
Baqir bin Yahya membahas kajian umum dan dzikir. Tugas yang diemban
mereka merupakan instruksi yang diberikan Habib Umar bin Hafidh
selaku Dewan Kehormatan MR.
Media audio-visual tak luput dari bidikan periode Dewan Syuro
khususnya dengan diproduksinya film Sang Raja Sanubari 1 dan 2 sebagai
salah satu metode dakwah yang menceritakan perjalanan dakwah Habib
Munzir. Sang Raja Sanubari merupakan julukan yang diberikan Habib
Umar bin Hafidh kepada mendiang Habib Munzir. Habib Umar
menggunakan istilah “Sultonul Qulub” atau dalam bahasa Indonesia yang
berarti raja sanubari (hati). Julukan tersebut didapatnya dari
kekagumannya terhadap sosok Habib Munzir yang bisa mengumpulkan
ratusan bahkan ribuan hati untuk tunduk khusyuk dalam majelisnya demi
mensyiarkan agama Islam. Di dalam film tersebut, tim MR atau dalam hal
ini selaku sutradara menceritakan kembali bagaimana sosok Habib Munzir
lebih dekat dalam berdakwah di MR. Hal tersebut sebagai upaya yang
dilakukan MR untuk menambah semangat jamaah untuk tetap hadir dalam
setiap pengajian yang diadakan MR melihat dari perjuangan Sang Habib
dalam berdakwah.
Dalam hal infrastruktur Dewan Syuro mendirikan Kamar Hijau (KH)
sebagai labolatorium untuk para tim atau pengurus yang bergerak dibidang
78
audio-visual memproduksi karya-karyanya. Di antaranya, film Sang Raja
Sanubari 1 dan 2, memoar Khodimul Ummah 1 dan 2, dan dokumentasi
event-event besar yang dilakukan MR. Kamar Hijau sendiri bertempat
terpisah dari markas MR maupun kediaman Habib Munzir.
Diproduksinya buletin jumat MR merupakan salah satu transformasi
yang dilakukan Dewan Syuro. Buletin tersebut mulai diproduksi oleh MR
pada tahun 2016 yang di dalamnya berisi artikel islami, ensiklopedia
Islam, tanya jawab seputar agama Islam dan komik nabawi serta kalam-
kalam para ulama. Hal tersebut sebagai upaya dari MR menjaga nilai-nilai
Islam yang dianutnya yakni dengan berpegang pada pemahaman Ahlus
Sunnah Wal Jamaah. Melihat pada fenomena hari ini, banyaknya paham-
paham yang bersebrangan dengan paham yang dianut MR seperti paham
Wahabiyah. Mereka menyebarkan paham tersebut salah satunya dengan
menyebarkan buletin-buletin jumat yang dibagikan di masjid-masjid
ketika sholat jumat.
79
Gambar 4.2
Buletin Jumat MR
Sumber: www.majelisrasulullah.org
Dalam perkembangannya, periode Dewan Syuro juga merambah
ranah teknologi dengan membuat aplikasi MR Dakwah. Langkah tersebut
diambil sebagai bentuk adaptasi sistem MR dalam lingkungan masyarakat
di era digital. MR Dakwah bisa di download secara gratis pada gawai di
Play Store (Android) dan App Store (IOS). Hal tersebut cukup praktis
untuk mengakses segala hal yang kaitannya dengan MR.
80
Gambar 4.3
Aplikasi MR Dakwah
Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
Pemanfaatan aplikasi MR Dakwah ini ditunjukkan untuk
mempermudah para jamaah yang ingin mencari informasi seputar kegiatan
MR. Di dalamnya terdapat video ceramah, medsos resmi, waktu sholat,
link ke website resmi MR hingga jadwal pengajian yang diadakan MR.
Lokasi pengajian juga ada di dalam aplikasi tersebut untuk mempermudah
jamaah yang tidak mengetahui lokasi pengajian atau majelis yang pada
hari-hari tertentu berpindah-pindah. Hal tersebut dipermudah lagi dengan
terhubungnya lokasi majelis dengan satelit Google Map, di mana setiap
penggunannya akan ditunjukkan rute ke lokasi majelis dengan dibantu
navigasi dari sistem Google Map tersebut. Hal yang demikian dilakukan
MR secara umum menjaga komitmen jamaahnya agar tetap hadir dalam
setiap pengajian atau majelis yang diadakan MR tanpa harus kebingungan
mencari alamat lokasi pengajian.
81
Untuk menjawab perkembangan teknologi, MR juga melahirkan
Nabawi TV. Sebuah stasiun televisi yang fokus bergerak di bidang
dakwah Islam. Nabawi TV merupakan tv cable yang dimotori oleh Habib
Mukhsin selaku owner sekaligus ketua Dewan Syuro MR. Di dalamnya
berisi program-program yang diperuntuhkan untuk menambah khazanah
ajaran Islam. Di antaranya ada . Hal tersebut dilakukan sebagai media
perluasan dakwah yang pada realitanya praktek dakwah bersifat fleksibel
tidak monoton hanya pengajian semata.
c. Transformasi dalam Bidang Sosial
Sebagai sebuah sistem yang bergerak di bidang dakwah, MR tidak
hanya berfokus pada seputar kegiatan dakwah yang umumnya seperti
pengajian, tabligh akbar, dan kegiatan berbau keagamaan lain. MR sebagai
sebuah sistem mampu bertransformasi ke dalam aspek sosial, seperti di
antaranya: a) mitra kepolisian; b) mitra BNN; c) mitra tv; d) mitra instansi
swasta dan pemerintahan; dan e) pembentukan cabang-cabang MR.
Langkah tersebut diambil MR sebagai upaya menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan sebagai bukti bahwa MR adalah sebuah lembaga
yang tidak hanya mementingkan aspek keagamaan, tetapi juga sosial.
Kegiatan tersebut sudah berlangsung sejak periode kepemimpinan Habib
Munzir. Sebagai orang yang memiliki otoritas pada sistem MR, Sang
Habib bisa dikatakan punya kedekatan khusus dengan beberapa lembaga
maupun tokoh berpengaruh di Indonesia. Hal tersebut guna mensyiarkan
Islam dan menegakkan dakwah Islam.
1. Mitra Kepolisian
82
Jakarta sebagai kota metropolitan rentan dengan prilaku negatif
orang-orang di dalamnya yang biasanya menimpa usia remaja seperti
mabuk-mabukan, perjudian, narkotika, free sex, perampokan dan
prilaku kejahatan lainnya. Menurut survey yang dilakukan Polda
Metro Jaya sejak tahun 1999 hingga 2010, angka kriminalitas yang
menimpa usia remaja merosot tajam. Saat dilakukan observasi lebih
lanjut kepada para remaja sebagai pelaku tindak kriminalitas,
pemerosotan terjadi akibat keikutsertaanya dalam kegiatan yang
dilakukan MR. Hal tersebut diungkapkan sekertaris MR Muhammad
Syukron Makmun saat diwawancarai di Sekertariat Majelis Rasulullah
SAW.
Hubungan khusus antara MR dengan kepolisian berlangsung sejak
kepemimpinan Habib Munzir hingga sekarang. Pada setiap
pengajiaannya, MR yang dalam hal ini sebagai mitra terus berupaya
menghimbau jamaahnya untuk taat pada hukum baik agama maupun
negara. Disamping itu, MR juga mensosialisasikan himbauan yang
berupa tertib berlalu lintas pada stiker yang dibagikan kepada jamaah
atau famplet pada setiap kegiatan acara pengajiaanya.
83
Gambar 4.4
Stiker Himbauan Tertib Berlalu Lintas
Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
MR sebagai sebuah majelis taklim tidak jarang menggelar
kegiatannya di ruang publik seperti lapangan, masjid-masjid besar dan
lain sebagainya. Biasanya kegiatan tersebut diselenggarakan pada
event-event tertentu, untuk menghindari membeludaknya jamaah yang
ikut serta dalam pengajian tersebut. Hal yang sering dirisaukan usai
acara berlangsung adalah terkait kebersihan. Dalam menjaga
keharmonisasian sistemnya pada lingkungan luarnya, MR selalu
menghimbau untuk peduli terhadap kebersihan. Hal tersebut juga
tertuang pada striker atau famplet yang dibagikan kepada jamaah saat
acara berlangsung.
Gambar 4.5
Stiker Himbauan Peduli Kebersihan
Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
Pada masa Habib Munzir, beliau sering kali diundang untuk
memberi ceramah dan motivasi spiritual kepada anggota kepolisian.
84
Kegiatan tersebut terus berlangsung paska wafatnya Habib Munzir dan
digantikan oleh Dewan Guru selaku penanggung jawab dibidang
pengajaran pada periode Dewan Syuro.
Bentuk kerjasama lain antara MR dengan kepolisian yakni
keterlibatan Polsek Pancoran saat pengajian rutin MR pada malam
selasa di Masjid Al Munawar membantu menertibkan arus lalu lintas
saat selesai pengajian.
2. Mitra BNN
Sebagai sebuah sistem yang bergerak dibidang dakwah Islam, MR
juga konsen pada isu kriminalitas terutama narkotika. Sejak tahun
2010 MR dipercaya Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai
mitranya dalam mengurangi angka pengguna narkotika di Indonesia
khususnya di kalangan remaja. Pada masa Habib Munzir beberapa kali
ia diminta untuk memberi motivasi spiritual pada penghuni lapas
BNN. Kegiatan tersebut berlangsung hingga sekarang setelah wafatnya
Habib Munzir dan digantikan oleh Dewan Guru.
3. Mitra TV
Sebagai sebuah majelis taklim, MR juga dikawal oleh stasiun
televisi swasta yakni TV One untuk mensyiarkan nilai Islam secara
luas. Terlihat dalam beberapa kegiatan seperti tabligh akbar misalnya,
MR diliput secara langsung oleh TV One pada program Damai
Indonesiaku. Kegiatan ini berlangsung sejak kepemimpinan Habib
Munzir dan terus berlangsung hingga sekarang. Hal tersebut tentunya
tidak mudah begitu saja, melihat bahwa stasiun televisi mempunyai
85
beberapa kriteria tertentu untuk menjadikan sebuah tanyangan layak
untuk dikonsumsi publik. MR yang pada dasarnya adalah majelis
tradisional mampu menyesuaikan diri dengan klasifikasi yang diminta
stasiun televisi tersebut.
4. Mitra Instansi Swasta dan Pemerintahan
Hubungan kerjasama yang dilakukan MR dengan lembaga lain
yaitu pada instansi swasta dan pemerintahan. Kerjasama MR dengan
instansi swasta seperti Bank Danamon dan dengan instansi
pemerintahan seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
Kerjasama yang dilakukan tersebut dalam bentuk ceramah agama.
Pada periode Habib Munzir metode ceramahnya dengan bertutur
secara langsung kepada para audiens sedangkan pada periode Dewan
Syuro metode yang digunakan dalam bentuk presentasi melalui layar
proyektor dalam memaparkan beberapa kajian agama dan lebih
interaktif dengan adanya tanya jawab dengan audiens.
Pada instansi pendidikan lebih khusus MR membentuk program
MR go to scool, office, university. Kegiatan ini baru dibentuk pada
periode Dewan Syuro. Hal tersebut sebagai bentuk kepedulian MR
pada akidah Islam di kalangan remaja yang biasanya bersifat labil dan
rentan dengan perbuatan atau perilaku negatif. Metode yang
disampaikan presentasi dan diskusi yang dipaparkan oleh Dewan
Guru.
Dalam konteks kerjasama ini, seperti yang kekemukakan dalam
Teori Strukturasi tentang konsep regionalisasi praktek-praktek sosial.
86
Konsep yang merujuk pada lokalisasi atau penzonaan segala aktivitas
tertentu dalam ruang dan waktu. Pengajian yang menjadi praktek
utama sebuah majelis taklim pada zona tertentu tereduksi dengan
kondisi dimana tempat mereka melakukan praktek tersebut. MR
dengan pengajian yang biasa dilakukannya dengan metode ceramah,
ketika memasuki ranah instansi perusahaan dan sekolah ataupun
universitas mengikuti aktivitas yang biasa dilakukan di instansi terkait.
Kebutuahan dari instansi tersebut menjadi pertimbangan oleh MR.
Dengan menggunakan model praktek berupa seminar atau diskusi
ketika memasuki zona instansi, merupakan bagian dari cara sistem MR
dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan guna menyebarkan nilai-
nilai dakwah yang menjadi prinsipnya. Jadi, MR membuat
regionalisasi praktek dakwahnya pada zona instansi swasta ataupun
swasta dengan menggunakan metode lain yakni dengan seminar dan
presentasi berupa diskusi.
5. Pembentukan Cabang-Cabang MR
Dalam memperluas cakupan dakwahnya, MR membuat cabang di
beberapa kota di Jabodetabek yang berkisar 300 majelis. Cabang
tersebut berupa kerjasama antar majelis taklim lain diberbagai kota di
Jabodetabek dengan MR yang memiliki kesamaan paktek dakwah
yakni pengajian. Cabang tersebut bersifat partnership yakni tidak
adanya keterikatan secara struktural dengan sistem MR hanya sebatas
pengadaan pengajian bersama. Biasanya cabang tersebut diberikan
jadwal oleh MR setiap bulannya untuk mengadakan pengajian
87
gabungan. Jadi jika terjadi penyalahgunaan yang mengatas namakan
MR, MR bisa mengklarifikasi tidak adanya keterikatan struktural
antara MR dengan cabang misalnya terkait pendanaan acara yang
dilakukan cabang tersebut.
Sepak terjang MR tidak hanya pada lingkup kota-kota besar di
Jabodetabek saja. Sejak tahun 2000, MR melalui Habib Munzir sudah
mulai menebarkan jejaring dakwahnya ke berbagai pelosok Nusantara
diantaranya Mojokerto, Malang, Sekorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo,
Surabaya, Probolinggo, Situbondo, dan Banyuwangi untuk wilayah
Jawa Timur. Wilayah Bali diantaranya Klungkung, Negara Singaraja,
dan Denpasar. Begitu pula dibeberapa wilayah lain seperti NTB,
Madura, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Gambar 4.6
Dakwah di Pelosok Provinsi Irian Jaya
Sumber: www.majelisrasulullah.org
Pada dakwahnya di Provinsi Irian Jaya yakni daerah Manokwari
dan Kokoda, daerah tersebut umumnya merupakan daerah yang
terisolir dan minimnya Da‟i yang menyebarkan ilmu agama Islam.
88
Dari kegiatan dakwah tersebut Habib Munzir memberi perhatian
khusus dengan mendirikan pesantren yang dikhususkan untuk putra-
putri Papua yang harapannya adalah untuk mensyiarkan Islam lebih
jauh ke pedalaman Papua. Pesantren tersebut diberi nama Pondok
Pesantren Darur Rasul. Hal ini dimotori oleh kegelisahan Sang Habib
melihat realita yang terjadi pada dakwahnya yaitu melihat minimnya
para Da‟i, sarana ibadah, dan madrasah Islam yang tidak seperti di
kota-kota besar pada umumnya.
Pada tahun 2005, Habib Munzir mendirikan cabang resmi MR di
berbagai wilayah besar di Indonesia. Seperti di MR Bali, MR Surabaya
dan MR Papua yang menggunakan nama MR cabang dari wilayah
tersebut. MR di Jakarta yang menjadi pusat dari cabang-cabang
tersebut. Secara struktural mereka terikat dengan MR pusat. Segala
bentuk kegiatan dakwah yang dilakukan cabang resmi itu terkoordinasi
dengan pergerakan yang ada di MR pusat seperti pengajian, mengikuti
prosedur pengajian yang ada di pusat. Baik itu jadwal pengajian rutin
pada malam selasa maupun materi kajian atau kitab yang dibahas,
kesemuanya mengikuti MR pusat atas instruksi dari Sang Habib.
Umumnya mereka yang ingin menjadi cabang MR ialah pengajian
yang belum memiliki nama majelis taklim. Maka dengan melihat
popularitas MR yang memiliki banyak jamaah dan kesamaan gerak
dakwah, mereka mengusulkan untuk membuat pengajiannya sama
seperti MR. Mereka yang memimpin dan mengajar di cabang tersebut
89
juga umumnya para murid dari Habib Umar bin Hafidh sama seperti
Habib Munzir.
Lebih jauh di tahun yang sama, MR mengepakkan sayapnya ke
beberapa negara dengan membuat cabang resmi seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Australia serta Amerika
Serikat pada tahun 2012. Kesemuanya juga menggunakan nama MR
dan pimpinan sekaligus pengajar merupakan teman-teman Habib
Munzir ketika menimba ilmu di Yaman bersama-sama. Kesemua
cabang tersebut langsung disahkan dan diberi izin oleh Sang Habib.
Paska wafatnya Habib Munzir, pembentukkan cabang dan segala
aturannya dilanjutkan oleh Dewan Syuro yang dalam hal ini ialah
Habib Nabiel al Musawa sebagai orang yang diberi kewenangan dalam
dewan mengurusi terbentuknya cabang MR. Hingga saat ini cabang
resmi MR terus bertambah baik di dalam maupun di luar negeri, di
antaranya cabang Jawa Barat yang berada di Cirebon, Hongkong dan
Korea Selatan.
d. Transformasi dalam Bidang Kewirausahaan
Sebagai sebuah sistem yang bergerak di bidang dakwah tentunya MR
membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengoptimalkan serangkaian
program yang telah dibuatnya. Sumber dana yang biasa didapat MR,
biasanya melalui amal jariyah yang diberikan para jamaah dan donatur
secara sukarela. MR tidak mempunyai sumber dana tetap yang di dapat
baik dari orang maupun instansi. Maka pada periode kepemimpinan Habib
Munzir tercetuslah untuk membuat Kios Nabawi yang merupakan sumber
90
dana MR yang dikelola oleh beberapa orang yang ditunjuk langsung oleh
Sang Habib. Di dalamya menjual beraneka ragam kebutuhan untuk sarana
ritual keagamaan yang ada di MR serta atribut lain seperti baju muslim,
jaket, kopiah, sarung dan lain sebagainya. Kios Nabawi didirikan sejak
tahun 2005 yang bertempat di Jalan Pancoran, Jakarta Selatan. Pada setiap
kegiatan pengajan rutin maupun event tabligh akbar, kios nabawi sering
terlihat pada kegiatan tersebut dengan mendirikan stand kios nabawi. Di
dalamnya kios nabawi memproduksi sendiri beberapa keperluan jamaah
tersebut yang kesemuanya dialokasikan untuk dakwah MR.
Pada periode Dewan Syuro bidang kewirausahaan MR diperluas
seperti jual beli online dengan menggunakan aplikasi MR Shop. Untuk
menjawab perkembangan teknologi digital dimana masyarakat pada
umumnya lebih menyukai hal praktis yaitu dengan mengakses internet
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membayar tagihan telepon,
kartu kredit, PDAM, sampai dengan isi pulsa. Aplikasi jual beli online ini
baru diluncurkan pada tahun 2016 dan mendapat antusias yang baik dari
jamaah MR pada khususnya. Hal yang melatar belakangi dibuatnya MR
Shop ini karena MR melihat bahwa banyaknya praktek jual beli online di
tengah masyarakat digital sekarang ini. Perusahaan-perusahaan jual beli
online tersebut banyak dimonopoli oleh kalangan orang non-muslim yang
hasil keuntungannya diasumsikan masuk ke kantong-kantong pribadi
pengusaha tertentu. Maka MR mencoba membuat salah satu wadah jual
beli online yang segala transaksinya sesuai dengan syariat Islam dan
keuntungannya diperuntuhkan untuk perkembangan dakwah MR.
91
MR sebagai sebuah sistem terus menjaga keseimbangan sistem
khususnya dalam pembiayaan setiap kegiatan dakwahnya. Dalam hal ini
MR juga membuat usaha air minum dalam kemasan (AMDK). Usaha ini
bertujuan untuk menjadi sumber pendanaan yang diperuntuhkan untuk
kegiatan dakwah MR dan juga sebagai lapangan pekerjaan baik untuk
jamaah maupun masyarakat luas. Selain itu juga MR pada periode Dewan
Syuro ingin membuat usaha lain yaitu Travel Haji dan Umroh. Meskipun
saat ini masih dalam tahap perencanaan. Langkah demikian sebagai upaya
yang dilakukan sistem MR beradaptasi dan terus mengikuti perkembangan
zaman yang semakin modern. Memberikan penggambaran bahwa sebuah
majelis taklim yang identik dengan kegiatan dakwah seperti pengajian,
bisa masuk ke ranah bisnis dengan tetap membawa nilai-nilai Islam yang
dibawanya.
92
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Majelis Rasulullah SAW sebagai sebuah sistem majelis taklim terus
bertranformasi dalam segala kondisi dan situasi, baik sosial ekonomi dan
teknologi. MR mencoba bertransformasi dari majelis taklim tradisional ke
modern. Transformasi yang dilakukan MR sebagai upaya mempertahankan
eksistensi sistemnya yang merupakan lembaga pendidikan Islam non-formal
yang bergerak dibidang dakwah Islam. Dalam teori strukturasi, relasi antara
para agen dalam MR dan struktur yang terbangun menghasilkan produksi dan
reproduksi praktek-praktek sosial atau dakwah yang terus berulang dari
periode Habib Munzir hingga Dewan Syuro. Keterulangan tersebut tercermin
pada transformasi yang dapat terlihat dari beberapa aspek di antaranya:
A. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi
Pada periode kepemimpinan Habib Munzir, sosoknya menjadi
sentralitas dari segala praktek yang ada di MR. Identitasnya sebagai
pendiri, pimpinan, dan pengajar yang memampukannya memiliki otoritas
dalam segala kebijakan yang ada. Misalnya dalam proses perekrutan dan
proses rapat, kesemua aturan dan hasil akhir mutlak atas keputusannya.
Sedangkan paska wafatnya Habib Munzir, terjadi perubahan pola dalam
internal keorganisasian di MR. Dari organisasi yang menisbikan kepada
sosok satu orang yakni Habib Munzir, menjadi sebuah dewan yaitu Dewan
Syuro yang menempati posisi kepemimpinan dan Dewan Guru yang
menempati posisi pengajar. Segala bentuk kebijakan bersifat mufakat atau
93
adanya kesepakatan dalam dewan tersebut yang di dalamnya terdiri dari
tiga orang.
B. Transformasi dalam Bidang Dakwah
MR sebagai majelis taklim yang memulai dakwahnya dengan
pengajian rutin pada malam selasa, banyak terjadi perubahan dan
perkembangan dalam prosesnya. Pada periode Habib Munzir, dalam
proses menyebarkan informasi, meraih jamaah dan menjaga komitmen
jamaahnya, hanya melalui kehadiran personal orang yang hadir kemudian
diinformasikan kepada jamaah lain. Seiring dengan perkembangan zaman,
hadirnya internet membantu mempermudah proses tersebut dengan
membuat website dan media sosial. Pengajian yang dahulu hanya bisa
diikuti dengan hadir ke setiap pengajiaannya, kini dengan munculnya
radio dan video live streaming mempermudah jamaah yang tidak sempat
hadir, bisa tetap mengikuti pengajiannya secara langsung dengan
mengakses pada website resminnya. Forum tanya jawab juga
dimanfaatkan oleh MR sebagai upaya menjaga komitmen jamaahnya.
Forum yang dulunya ada ketika hanya pengajian saja oleh Habib Munzir,
kini guna dipermudah dengan memuatnya di website dan langsung
dijawab oleh Sang Habib. Begitu pula paska wafatnya Habib Munzir,
perkembangan MR dalam bidang dakwah yang sudah diawali oleh Habib
Munzir terus disempurnakan oleh Dewan Syuro. Berkembangnya
masyarakat yang semakin digital, kemudian MR pada periode Dewan
Syuro membuat aplikasi yang mempermudah jamaahnya untuk dapat
mendapat informasi terkait MR dengan nama aplikasi MR Dakwah.
94
C. Transformasi dalam Bidang Sosial
MR dalam perkembangannya tidak hanya berfokus pada kegiatan
dakwah yang umumnya pengajian dan kegiatan keagamaan lain, tetapi
juga bertransformasi ke dalam aspek sosial. Diantaranya, bermitra dengan
kepolisian dalam menekan angka kriminalitas pemuda-pemudi di Jakarta.
Lalu, bermitra dengan BNN dalam membantu proses rehabilitasi para
korban narkotika. Kemudian, sebagai sebuah sistem, MR mencoba
memberikan output kepada sistem diluarnya dengan masuk ke ranah
instansi swasta dan pemerintahan, dengan munculnya program go to
school, go to office dan go to university. Metode yang digunakan tidak
seperti pengajian yang biasa dilakukan MR, melainkan berupa seminar
berbentuk diskusi. Dalam mengembangkan dakwahnya di bidang sosial,
MR juga membentuk cabang-cabang resmi di berbagai daerah di Indonesia
dan luar negeri. Skema perkembangan tersebut terus berjalan dari periode
Habib Munzir sampai sekarang pada periode Dewan Syuro.
D. Transformasi dalam Bidang Kewirausahan
Sebagai majelis taklim yang masih eksis hingga kini, MR
membutuhkan pendanaan guna menunjang segala program yang telah
dibuatnya. Dulu, pada periode Habib Munzir, MR tidak hanya
mengandalkan amal jariyah jamaah dan donatur secara sukarela, tetapi
MR membentuk sebuah usaha berupa toko yang bernama kios Nabawi,
yang keuntungannya dialokasikan untuk kegiatan dakwahnya. Kini, pada
periode Dewan Syuro, usaha tersebut terus bertambah dan berkembang. Di
antaranya, dengan membuat usaha jual beli online dalam bentuk aplikasi
95
dengan nama MR Shop, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) MR, dan
Travel Haji dan Umroh yang masih dalam perencanaan.
Jadi, pada periode Habib Munzir, MR masih mengadopsi sistem
dakwah otoritarian atau kediktatoran yang masih tersentral kepada
penokohan Sang Habib dalam segala prakteknya. Sedangkan paska
wafatnya Habib Munzir hingga sekarang, MR yang dipimpin oleh Dewan
Syuro, mengadopsi sistem majelis taklim struktural dengan tidak adanya
otoritas pelaku melainkan kesepakatan bersama dari para pelaku yang ada
di dalam dewan tersebut.
b. Saran
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan saran yang semoga
dapat menjadi masukan bagi berlangsungnya dakwah Islam, diantaranya:
1. Bagi para pengurus Majelis Rasulullah SAW, diharapkan bisa terus
menyesuaikan sistemnya dan terus beradaptasi dengan perkembangan
zaman yang semakin dinamis.
2. Bagi para jamaah MR, diharapkan tidak hanya menjadi jamaah pasif yang
sekadar hadir mengikuti pengajian saja, tetapi jadilah jamaah aktif dengan
membantu semampunya kegiatan dakwah yang dilakukan MR.
3. Bagi masyarakat umum, diharapkan bisa menggunakan fasilitas-fasilitas
dakwah yang dibuat MR untuk menyebarkan ajaran Islam.
96
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, Tutty. Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim. Bandung:
Mizan, 1997.
Al-Qur‟an wa Tarjamatu Maanihi ilal Lughotil Indonesia, (Saudi Arabia:
Mujamma‟ al-Malik Fahd li Thia‟at al-Mushaf asy-Syarif, 1415 H.
Amirin, Tatang M. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2010.
Aripudin, Acep, Sisiologi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Creswell, John W. Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima
Pendekatan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014.
Departemen Agama RI. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Depag RI, 1987/1988.
----. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Hoeve, 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Majelis, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Haeve, 1994.
Giddens, Anthony. Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial
masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010.
Goldberg, Alvin A., dan Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok: proses-proses
diskusi dan penerapannya. Jakarta: UI Press, 2006.
Guntur, M. dan Tim Majelis Rasulullah. Habib Munzir: Menanam Cinta untuk
Para Kekasih Rasulullah. Jakarta: QultumMedia, 2013.
97
Gunawan, Ryadi. Transformasi Sosial Politik: Antara Demokratisasi dan
Stabilitas, Yogyakarta: KPSM, 1993.
Hasan, Noerhadi. Laskar Jihad: Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di
Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: LP3ES, 2008.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995.
----. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Huda, Nurul. Pedoman Majelis Taklim. Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990.
Koordinasi Dakwah Islam. Pedoman Majelis Taklim. Jakarta: KODI, 1990.
----. Pola Pembinaan Majelis Taklim di Jakarta. Jakarta: KODI, 1987.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Littlejohn, Stephen W., and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication
Theory. Los Angeles: SAGE Publication, 2009.
Maliki, Zainuddin. Rekonstruksi Teori Sosial Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2002.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Munawwir, Achmad Warson. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Progressif, 1997.
Patton, Michael Quinn. Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd ed.
California: Sage Publications, Inc, 2002.
Priyono, B. Herry. Anthony Giddens: suatu pengantar Jakarta: KPG, 2016.
Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Analisis
Statistik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
98
Salim, Peter. The Contempory English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern
English Press, 1996.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011.
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif:
Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 2006.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Wirawan, Ida Bagus. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial,
definisi sosial dan perilaku sosial. Jakarta: Kencana, 2013.
Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT Hilda Karya
Agung, 2007.
Zimek, Manfred. Pesantren dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1986.
WEBSITE
“Biografi Majelis Rasulullah.” Artikel diakses pada 18 Juli 2016 dari
http://www.majelisrasulullah.org/biografi-majelis-rasulullah/
“Moderate Islamic Preachers Gain Followers in Indonesia.” Artikel diakses pada
23 Juli 2016 dari
http://www.wsj.com/articles/SB10000872396390443635404578038541261
622144
“Pesan Penting Habib Munzir saat Ziarah ke Makam Crew MR (29 September
2012).” Artikel diakses pada 5 September 2016 dari
https://www.youtube.com/watch?v=Qa5rL609XwY
99
WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan Ust. Syukron Makmun, Jakarta, 24 Mei 2016.
Wawancara pribada dengan Habib Muhammad Al Kaff, Jakarta, 13 Mei 2016
Wawancara Pribadi dengan Nurul Hidayat, Jakarta, 24 Agustus 2016
100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh
Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
Habib Munzir Al Musawa
Sumber: www.majelisrasulullah.org
Dari Kiri Habib Mukhsin bin Idrus Al Hamid dan Habib Nabil Al Musawa
(Dewan Syuro Majelis Rasulullah SAW)
Sumber: www.majelisrasulullah.org
Dari Kiri Habib Ja’far Al Athas, Habib Alwi Al Habsyi, dan Habib Baqir bin
Yahya
(Dewan Guru Majelis Rasulullah SAW)
Sumber: www.majelisrasulullah.org
Wawancara dengan Ust. Syukron Makmun (Sekretaris MR)
SANAD KEILMUAN GURU DI MR Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
SANAD KEPADA IMAM BUKHARI
Dari guru Mulia Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Muhammad bin Salim
bin Hafidh,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Ibrahim bin Umar bin Aqil bin
Yahya
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi
(kwitang)
Alhafidh,,
Dari guru beliau Al Muhaddits Al Musnid Alhabib Idrus bin Umar Alhabsyi
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdullah bin Husein bin Thahir
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Segaf Assegaf
Alhafidh,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Segaf bin
Muhammad
bin Umar Assegaf Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah
Balfaqih
Alhafidh,,
Dari guru beliau Al Allamah Al Muhaddits Al Musnid Alhabib Abdullah bin Alwi
Alhaddad
shohiburratib Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah bin
Ahmad
Baharun Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abubakar bin Abdurrahhman
Ibn
Shihabuddin Alhafidh,,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib
Abdurrahman bin
Shihabuddin Ahmad bin Abdurrahman bin Syeikh Ali Alhafidh,
Dari guru beliau Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Muhammad bin Ali
Khird
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Muhammad bin
Abdurrahman Al
Asqa‟ Balfaqih Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Abdullah
Alaydrus Al
Akbar bin Abubakar, Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Umar Al Muhdhor bin Imam Abdurrahman
Assegaf
Alhafidh,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Abdurrahman Assegaf
bin
Muhamad, Alhafidh,,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Muhammad bin Alwi shohibul „Amaa‟im,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Abdullah bin Alwi, Alhafidh,
Dari ayahanda beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Alwi bin Faqihil
Muqaddam
Muhammad bin Ali, Alhafidh,
Dari ayahanda beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Faqihil
Muqaddam
Muhammad bin Ali Ba‟alawiy, Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadiid,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Ibn Abi Shaif
Alyamaniy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Assyeikh Al Musnid Abil Hasan Ali bin Humaid bin Ammar Al
Athrabalsiy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Assyeikh Al Musnid Abu Maktum Isa bin Abi Dzarr Al harawiy,
Alhafidh,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Assyeikh Abu Dzarr bin Abd bin Ahmad
Al harawiy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Abu Ishaq Ibrahim bin Amad Al Balakhiy Almustamaliy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Matharr AL
Firabriy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Hujjatul Islam wa Barakatul Anaam Al Imam Abu Abdillah
Muhammad bin
Ismail bin Bardizbah Al Bukhari rahimahullah.
SANAD KEPADA IMAM MUSLIM
Dari guru mulia Al Allamah Almusnid Alhabib Umar bin Hafidh,
Dari Almusnid Alhabib Ibrahim bin Aqil bin Yahya,
Dari Almusnid Assayyid Salim Assirri,
Dari Almusnid Alhabib Muhammad bin Ibrahim Balfaqih,
Dari Almusnid Alhabib Ahmad bin Ali Aljunaid,
Dari Almusnid Alhabib Abdullah bin Husein Balfaqih,
Dari ayahnya, Almusnid Alhabib Husein bin Abdullah Balfaqih,
Dari ayahnya, Almusnid Alhabib Abdullah bin Alwi balfaqih,
Dari Almusnid Alhabib Idrus bin Abdurrahman Balfaqih,
Dari Almusnid Al Imam Alhabib Idrus bin Abdurrahman Balfaqih,
Dari Almusnid Al Imam Alhabib Abdurrahman bin Abdullah Balfaqih
Dari hujjatul IslamAl Musnid Al Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad,
Dari Almusnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Baharun,
Dari Almusnid Al Imam Alhabib Abubakar bin Abdurrahman bin Syahab,
Dari ayahnya Almusnid Al Imam Abdurrahman bin Syahabuddin,
Dari Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Ali Khirid,
Dari Al Muhaddits Al Imam Assayyid Muhammad bin Abdurrahman Al Asqa‟,
Balfaqih,
Dari Al Imam Abdullah bin Abi Bakar Alaidrus,
Dari Al Imam Umar Almuhdhor bin Abdurrahman Assegaf,
Dari Al Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail,
Dari Al Imam Abdurrahman bin Muhammad Assegaf,
Dari Almusnid Al Imam Muhammad bin Alwi shahibul „amaim,
Dari Almusnid Assayyid Abdullah bin Alwi bin Alfaqihilmuqaddam,
Dari ayahnya, Al Musnid Assayyid Alwi bin Al Faqihilmuqaddam Muhammad,
Dari ayahnya, Hujjatul Islam Al Imam Muhammad Faqihil Muqaddam
Muhammad bin Ali,
Dari Al Imam Alhafidh Assayyid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadiid,
Dari Al Hafidh Al Imam Abi Ali bin Husein Al Anshariy Al Batlyusiy,
Dari Assyeikh Abi Abdillah Muhammad bin Alfadhl Assha‟idiy Al farrawiy,
Dari Alhusein Abdulghafir bin Muhammad bin Abdulqadir Al Farisiy,
Dari Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Isa Al Jaludiy Annaisaburiy,
Dari Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan ALfaqiih Azzahid,
Dari Hujjatul Islam Al Imam Abul Husein Muslim bin Hajjaj Alqusyairiy
Annaisaburiy
Rahimahullah (Imam Muslim).