Post on 25-Jul-2015
Termoregulasi
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah
elemen-elemen dari homeostasis. Homeostasis adalah kemampuan untuk menjaga sebuah
lingkungan internal yang relative stabil dalam dunia yang selalu berubah-ubah. Jika terjadi
penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme homeostasis yang membantu
memproduksi panas melalui mekanisme feed back negatif untuk dapat meningkatkan suhu
tubuh ke arah normal (Tortora, 2000).
Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan
hewan berdarah panas (warm-blood animals). Manusia seperti mamalia lain adalah
homoioterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun suhu lingkungan berfluktuasi jauh di
atas atau di bawah suhu tubuhnya. Berkaitan dengan usaha mempertahankan suhu tubuh
tersebut kulit mempunyai peranan yang penting. Di dalam kulit terdapat jaring-jaring
pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan oleh sistem syaraf. Disamping itu di
dalam kulit juga terdapat reseptor berbagai macam sensasi, satu diantaranya adalah
termoreseptor. Bila suhu tubuh manusia panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan
kehilangan panas ke lingkungan, bila tubuh merasa dingin maka kecenderungannya
menurunkan kehilangan panas.
Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi konveksi
sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan lingkungan eksternal. Bagian pusat
tubuh merupakan ruang yang memiliki suhu yang dijaga tetap sekitar 37º C. mengelilingi
pusat tubuh adalah lapisan kulit dimana terjadi pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan
luar. Dalam usaha memelihara suhu tubuh yang konstan, kapasitas insulatif dan suhu kulit
dapat diatur ke berbagai gradien suhu antara kulit dan lingkungan eksternal, dengan cara
demikian mempengaruhi tingkat kehilangan panas.
Suhu tubuh diatur seluruhnya oleh mekanisme persyarafan umpan balik dan hampir
semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada hipotalamus.
Agar mekanisme umpan balik ini dapat berlangsung harus juga tersedia pendetektor suhu
untuk menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin. Area preoptik
hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap
panas yang jumlahnya kira-kira sepertiga neuron yang sensitif terhadap dingin. Neuron-
neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh.neuron-
neuron yang sensitif terhadap panas ini meningkatkan kecepatan kerjanya sesuai dengan
peningkatan suhu, kecepatannya kadang meningkat 2-10 kali lipat ganda pada kenaikan suhu
tubuh sebesar 10 º C. Neuron yang sensitif terhadap dingin, sebaliknya, meningkatkan
kecepatan kerjanya saat suhu tubuh turun.
Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh denagn segera mengeluarkan
banyak keringat sementara pada wkatu yang sama pembuluh darah kulit di seluruh tubuh
menjadi sangat berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan
tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Disamping itu pembentukan panas tubuh yang berlebihan dihambat. Oleh karena itu
jelas bahwa area preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai
termostatik pusat kontrol suhu tubuh. Apabila seluruh kulit tubuh menggigil, terjadi pengaruh
refleks yang segera dibangkitkan untuk meningkatkan suhu tubuh melalui beberapa cara,
yaitu:
1. Memberikan rangsangan kuat sehingga menyebabkan menggigil dengan akibat
meningkatnya kecepatan pembentukan panas tubuh.
2. Menghambat proses berkeringat bila hal ini harus terjadi
3. Meningkatkan vasokonstriksi kulit untuk menghilangkan pemindahan panas tubuh ke
kulit.
Reseptor suhu tubuh bagian dalam juga ditemukan pada bagian tertentu dari tubuh,
terutama di medulla spinalis, di organ dalam abdomen dan di sekitar vena-vena besar.
Reseptor dalam ini berbeda fungsinya dengan reseptor kulit karena reseptor tersebut lebih
bamyak terpapar dengan suhu inti tubuh daripada suhu permukaan tubuh. Namun seperti
halnya reseptor suhu kulit, reseptor tersebut lebih banyak mendeteksi dingin daripada hangat.
Adalah suatu kemungkian bahwa baik reseptor kulit maupun reseptor bagian dalam berperan
mencegah hipotermia yaitu mencegah suhu tubuh rendah. Sewaktu pusat temperatur
hipotalamus mendeteksi bahwa temperatur tubuh terlalu panas atau terlalu dingin, pusat akan
memberikan prosedur penurunan atau peningkatn temperatur yang sesuai. Sistem pengatur
temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika
temperatur menjadi sangat tinggi yaitu:
1. Vasolidasi. Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat.
Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokonstriksi. Vasolidasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan
panas ke kulit sebnayak 8 kali lipat.
2. Berkeringat. Peningkatan temperatur tubuh 1ºC menyebabkan keringat yang cukup banyak
untuk mebuang 10 kali lebih besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukanpanas
tubuh.
3. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas
berlebihan seperti menggigl dan termogenesis kimia dihambat dengan kuat.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu
suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga
pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu
permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan
lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C.
Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :
Jika suhu tubuh meningkat diatas normal maka putaran mekanisme feed back negatif
berlawanan dengan yang telah disebutkan diatas. Tingginya suhu darah merangsang
termoreseptor yang mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic, dimana sebaliknya
merangsang pusat penurun panas dan menghambat pusat peningkatan panas. Impuls syaraf
dari pusat penurun panas menyebabkan dilatasi pembuluh darah di kulit. Kulit menjadi
hangat, dan kelebihan panas hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi bersamaan
dengan peningkatan volume aliran darah dari inti yang lebih hangat ke kulit yang lebih
dingin. Pada waktu yang bersamaan, metabolisme rate berkurang, dan tidak terjadi
menggigil. Tingginya suhu darah merangsang kelenjar keringat kulit melalui aktivasi syaraf
simpatis hipotalamik. Saat air menguap melalui permukaan kulit, kulit menjadi lebih dingin.
Respon ini melawan efek penghasil panas dan membantu mengembalikan suhu tubuh
kembali normal.
a. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area tubuh. Vasodilatasi
ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang
memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat
lebih banyak.
b. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas
kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas
melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran
keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari
metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salah satu
mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat
dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf
simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic
kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat
mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
c. Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil
dihambat dengan kuat.
Organ-organ pengatur suhu tubuh
Pusat pengaturan suhu tubuh di Hipotalamus Anterior dan Posterior (Pre-Optic Area).
Hipotalamus anterior lebih berperan dalam upaya tubuh untuk melepaskan panas, seperti
vasodilatasi pembuluh darah kulit, aktivasi kelenjar keringat. Sementara, hipotalamus
posterior memegang peranan penting dalam meningkatkan simpanan panas tubuh, dengan
menurunkan aliran darah (vasodilatasi), piloerektil, menggigil, meningkatkan sekresi hormon
dari kelenjar tiroid, epinefrin dan norepinefrin, serta meningkatkan laju metabolisme tubuh.
Secara fisiologis, mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan koordinasi dari sistem syaraf
(simpatis dan parasimpatis) serta sistem hormonal (contoh: TRH / TSH).
Aliran darah dari inti tubuh ke permukaan kulit digunakan tubuh dalam proses
perpindahan panas inti ke permukaan (besarnya aliran darah dari pembuluh ke kapiler darah
di kulit). Semakin besar aliran darah ke kapiler semakin cepat laju perpindahan panas ke
permukaan kulit, demikian pula sebaliknya.
Peran syaraf otonom dalam mekanisme ini:
1) Syaraf Simpatis
Vasokonstriksi pembuluh darah << aliran darah << pelepasan panas tubuh (saat tubuh
mengalami penurunan suhu; kondisi lingkungan dingin).
* Aktivasi kelenjar keringat pengeluaran keringat >>.
2) Syaraf Parasimpatis
Vasodilatasi pembuluh darah >> aliran darah >> pelepasan panas tubuh
(saat tubuh mengalami kenaikan suhu; kondisi lingkungan panas).
* << Aktivasi kelenjar keringat.
Gambar 1 Hipotalamus anterior dan poterior (sumber: http://thebrain.mcgill.ca/flash/d/d_11/d_11_cr/d_11_cr_cyc/d_11_cr_cyc_1a.jpg)
Peran sistem hormon dalam mekanisme regulasi suhu tubuh:
Aktivasi TSH dan TRH sehingga memacu sekresi hormon tiroksin yang dapat
meningkatkan laju metabolisme tubuh dan meningkatkan panas tubuh. Sementara itu, inhibisi
terhadap TSH, TRH dan tiroksin akan menurunkan laju metabolisme, sehingga akan
menurunkan suhu tubuh.
Mekanisme hilangnya panas tubuh:
1) Radiasi
60% total kehilangan panas tubuh, dalam bentuk gelombang panas (infra merah) ke
segala penjuru. Gelombang panas juga akan dipancarkan dari lingkungan ke tubuh. Bila suhu
tubuh > suhu lingkungan, maka panas tubuh akan dipancarkan ke lingkungan. Sebaliknya,
bila suhu tubuh < suhu lingkungan, panas lingkungan akan dipancarkan ke tubuh.
2) Konduksi
Terjadi kontak langsung antara kulit (tubuh) dengan suatu objek, sehingga terjadi
perpindahan suhu, sampai suhu tubuh sama dengan suhu objek tersebut.
3) Konveksi
Aliran panas yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat (contohnya: aliran
udara).
*Konveksi (Efek Pendinginan Tubuh oleh Angin)
Pajanan tubuh oleh angin menggantikan lapisan udara yang berdekatan dengan
kulit dengan udara baru mempercepat hilangnya panas tubuh.
*Konduksi dan Konveksi Panas dengan Berdiam di Air
Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih besar daripada udara. Setiap unit
bagian air yang berdekatan dengan kulit dapat mengabsorpsi jumlah panas tubuh yang lebih
besar (konduktivitas panas di air > konduktivitas panas di udara) kecepatan hilangnya
panas ke air beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan hilangnya panas ke udara.
4) Evaporasi
Penguapan yang terjadi dari tubuh, sebagai upaya melepaskan panas (ekskresi
keringat). Melepaskan panas 0,58 Kkal/ 1 gram air. Evaporasi yang tidak terlihat (bila tidak
berkeringat) tetap terjadi melalui kulit dan paru-paru sebanyak 600-700 ml/ hari (16-19 kal/
jam).