TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN · PDF fileTEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN...

Post on 30-Jan-2018

350 views 15 download

Transcript of TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN · PDF fileTEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN...

TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT

SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT:

-Emulsi -Salep -Suspensi -Krim -Sirup -Linimen -Eliksir -Suppositoria -Solubilisasi -Plester -Mikroemulsi

E M U L S I

Definisi : 1. Alexander : Emulsi adalah suatu dispersi yang sangat halus dari suatu cairan kedalam suatu cairan yang lain. 2. Clayton : Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri 2 fase cair, yang satu terdispersi dalam yang lain sebagai globul (butir-butir kecil) 3. Mc. Bain : Emulsi adalah suatu tetes-tetes kecil cairan yang terdispersi dalam cairan yang lain dan dapat dilihat dibawah mikroskop.

E M U L S I

Definisi : 4. P. Becher : Emulsi adalah suatu sistem heterogen terdiri dari 2 cairan yang tidak bercampur, yang satu terdispersi didalam yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil yang mempunyai diameter pada umumnya > 0,1 m. Dalam bidang farmasi: Campuran homogen dari 2 cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat bercampur (fase air dan fase minyak), dengan pertolongan suatu bahan penolong yang disebut emulgator.

Dalam sistem dispersi : fase dispers vs medium dispers fase intern vs fase ekstern fase diskontinyu vs fase kontinyu Fase yang berair : dapat terdiri dari air atau campuran sejumlah substansi hidrofil seperti : alkohol, glikol, gula, garam mineral, garam organik dll. Fase yang berminyak : fase organik padat/cair, dapat terdiri dari substansi lipofil spt : asam lemak, alkohol asam lemak, lilin, zat-zat aktif liposolubel dll.

Tipe emulsi :

a. Tipe o/w : minyak/air

b. Tipe w/o : air/minyak

c. Tipe w/o/w : air/minyak/air

d. Tipe o/w/o : minyak/air/minyak

Emulsi: campuran terner --> air + minyak + emulgator

Emulsi ganda Emulsi O/W atau W/O

Campuran biner : 2 zat Campuran terner: 3 zat

Campuran biner:

A (100%) Q P R B (100%)

Campuran Terner:

zat A + zat B + zat C

C (Brij-98)

A (Air) B (Parafin Cair)

C (brij-35)

A (air) B (par.cair)

emulsi mikroemulsi

Sol m/a

Sol a/m

Gel transp

middle

neat

STABILISASI BUTIR-BUTIR TETESAN

Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers)

dapat distabilkan dengan mekanisme teori:

1. Teori penurunan tegangan antarmuka.

2. Teori terbentuknya lapisan ganda listrik.

3. Teori terbentuknya film antarmuka.

4. Teori viskositas

Teori

penurunan tegangan antarmuka.

Tegangan Muka udara ● ● ● ● Cairan ● ● ● ●

● ● ● ● Hasil dari gaya tersebut (resultante) adalah ke arah dalam dan

mempunyai tendensi menarik molekul di permukaan ke dalam cairan, sehingga terjadi kontraksi permukaan.

Tegangan muka:

• Gaya yang harus dipergunakan secara paralel pada permukaan tersebut untuk melawan dorongan ke arah dalam, dinamakan tegangan muka dari cairan.

• Ini dinyatakan dalam :

Newton per meter (N/m)

• Atau

Dyne/cm (dalam sistem cgs)

1 dyne/cm = 1 mN/m

Secara fisika, tegangan muka dapat diterangkan sbb:

A d D D'

l F

d

B C C'

AB = l AD = d

Luas lapisan film ABCD = 2.l.d (dikalikan 2 karena

mempunyai permukaan rangkap).

Kerja adalah W = F. d ……… 1)

• Apabila adalah gaya yang ada tiap unit panjang ( =F/l), maka gaya : F = 2..l (kali 2 karena 2 muka) W = F. d = 2. .l. d • Pertambahan permukaan/surface = 2.l. d = s (2

muka) W = . s = W ................. 2) s

• maka tegangan muka, , dapat diartikan sebagai kerja (dalam Joule) yang diperlukan untuk mendapatkan 1

m2 permukaan / surface. • Atau tegangan muka dapat juga diartikan sebagai perubahan energi bebas permukaan tiap unit

permukaan yang dihasilkan.

PROSES PEMISAHAN EMULSI

Minyak dispersi air

Φ antar muka = 1 cm2; apabila Φ partikel = 1 µm

Vol minyak 1 ml jml partikel = 1,909 x 109

Vol air 1 ml Luas antar muka = 6 x 104 cm2

W = . s W tinggi, tidak stabil

apabila + bahan menurunkan stabil

Tegangan antarmuka: AB = |A - B|

Teori Terbentuknya lapisan ganda listrik.

Terbentuknya lapisan ganda listrik.

Partikel-partikel cairan atau padatan dari sistem dispersi pada umumnya pembawa muatan listrik pada permukaannya. Muatan listrik tersebut dapat berbeda-beda asalnya :

1. Karena ionisasi pada permukaan dari zat yang terdispersi karena terdapat dalam lingkungan air.

2. Adsorpsi pada permukaan ion-ion yang berasal dari medium (misalnya adsorpsi molekul SAA ionik)

Terbentuknya lapisan ganda listrik.

• Contoh : R-COONa dalam air akan terhidrolisa menjadi

R-COO- dan Na+

oo- + + - o

Apapun asal dari muatan listrik, disekitar partikel

dapat diskemakan sbb : (misalkan partikel bermuatan negatif)

a b c

p - + + - + - + + - + - 1. lap stern

a - + - + - + - + - + - 2. lap difuse

r - + + - + - + - + - + + - 3. difuse rangkap

t - + - + - + - - + + - + - +

k - + + - + - - + - - + - +

e - + - + - + - - + - + + -

l - + + - + - + - + - + - - +

a' b' c'

--|----1----|----------------2---------------|-------

--|------------------3------------------------|-------

Keterangan:

• Dengan tidak adanya gerakan termik (gerakan

Brown) ion-ion yang berlawanan yang terdapat

pada larutan akan menetralkan segera muatan

partikel dengan cara penempelan.

• Dengan adanya gerakan Brown, sebagian dari

muatan saja yang dapat langsung dinetralkan

dengan cara adsorpsi ion yang berlawanan

(counter- ion).

Keterangan:

• Dalam lapisan difuse dari partikel, terdapat

kelebihan ion-ion yang berlainan dengan partikel,

namun juga terdapat ion-ion yang bermuatan sama.

Ini dikarenakan adanya energi kinetik yang

dihasilkan oleh gerakan Brown yang lebih besar

dari pada gaya tolak antara ion-ion yang bermuatan

sama yang ada pada tempat tersebut.

Lapisan stern dan lapisan difuse bersama-sama

membentuk lapisan difuse rangkap

a b c

ψo

ψ z

a’ b’ c’ jarak

PERUBAHAN POTENSIAL LISTRIK

1. Perbedaan potensial antara permukaan partikel dan titik

penetralan (pada garis c-c') Ψo. Potensial ini disebut

potensial Nernst, yaitu muatan total dari partikel.

2. Penurunan agak tajam dari potensial dalam lapisan stern

yang disebabkan adanya penetralan sebagian dari

counter-ion.

3. Penurunan secara progresif dari potensial dalam lapisan

difuse sampai mencapai penetralan (pada garis c-c').

Perbedaan antara lapisan stern (b-b') dan titik penetralan

(c-c') disebut zeta potensial Ψz, atau potensial

elektrokinetika dari partikel.

Teori

Terbentuknya film antarmuka

Terbentuknya film antarmuka

Teori ini menjelaskan adanya lapisan film yang kaku

dipermukaan antara fase dispers dan medium dispers

karena adanya bahan tambahan, sehingga secara

mekanis akan menghalangi kontak antara partikel. Cara

terbentuknya film antarmuka bisa berlainan tergantung

dari emulgator yang dipergunakan.

Membentuk lap yg kaku/rigid pada antarmuka dg cara

adsorpsi makromolekul

Makromolekul

Makromolekul

Teori Penaikan Viskositas

Rumus Stokes

EMULGATOR.

Dalam bidang farmasi, emulgator yang sering

dipergunakan sebagai bahan tambahan dapat

digolongkan dalam jenis sbb :

1. Surfaktan/SAA

2. Hidrokoloid.

3. Zat padat halus yang terdispersi.

1. Surfaktan/SAA.

Surfaktan : diskripsi ?

O

C17H35 - C - O - Na

Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau

zat ini terhidrolisa dalam air:

a. Surfaktan anionik.

b. Surfaktan kationik.

c. Surfaktan amfoterik.

d. Surfaktan non-ionik.

a. Surfaktan anionik.

inkompatibilitas: ?

Jenis:

a). Karboksilat.

[ R-COO ] Contoh : Sabun alkali

Sabun alkali tanah

b). Sulfat.

O

R - O - S – O Contoh :- Na-lauril-sulfat

O (Duponol,Texapon K12)

- Na-setil-stearil-sulfat(Lanette E)

a. Surfaktan anionik.

inkompatibilitas: ?

Jenis:

c). Sulfonat.

O Contoh : Na-dioktilsulfosuksinat

R - S - O (Manoxol OT,Aerosol OT)

O

d). Fosfat.

O

R - O - P = O Contoh : Ester ortofosfat

O dari alkohol asam lemak

b. Surfaktan kationik.

inkompatibilitas: ?

Ammonium kwarterner

R2 + X R1, R2, R3 dan R4 = radikal alkil yg.

R1 - N - R3 sama atau berlainan.

R4 X = Cl-, Br- atau J-

Contoh : Cetrimide atau CTAB

(Cetil trimetil amonium bromida)

c. Surfaktan amfoterik.

CH2 - OOC - R Contoh : Lecithin.

|

CH - OOC - R

| +

CH2 - O - P - O - CH2 - CH2 - N (CH3)3

|

O

d. Surfaktan nonionik

a). Ester gliserol.

CH2 – O – OC – R

CH – OH Contoh : Gliserol monostearat

CH2 – OH

b). Ester glikol.

CH2 – O – OC – R Contoh :

(CH2)n Etilenglikol stearat

CH2 – OH Propilenglikol stearat

d. Surfaktan nonionik

c). Derivat Polietilenoksida (PEO).

1. Ester asam lemak dari PEG (Mirj)

CH2 – O – OC – R

(CH2 – O – CH2)n

CH2 – OH

2. Ester alkohol lemak dari PEG (Brij)

CH2 – O – R

(CH2 – O – CH2)n

CH2 – OH

d. Surfaktan nonionik

c). Derivat Polietilenoksida (PEO).

3. Ester dari sorbitan.

CH2 - OH CH2 CH2

HC-OH HC-OH HC-OH

HO-CH -H2O HO-CH O R-COOH HO-CH O

HC-OH HC HC

HO-CH HC-OH HC-OH

CH2-OH CH2-OH CH2-O-OC-R

Sorbitol 1,4-sorbitan Span (arlacel)

d. Surfaktan nonionik

c). Derivat Polietilenoksida (PEO).

3. Ester dari sorbitan.

CH2

HC-O-(C2H4O)w-H

(CH2-CH2-O)n H-(C2H4O)x-O-CH O

HC

HC-O-(C2H4O)y-H

n=w+x+y+z CH2-O-(C2H4O)z-OC-R

Sorbitan monoester PEO (Tween)

Span dan Tween diberi nomer yang menunjukkan jenis rantai

asam lemak yang meng-ester-kan sorbitan, misalnya :

20 Asam laurat (C 12)

40 Asam palmitat (C 16)

60 Asam stearat (C 18)

80 Asam oleat (C 18=)

65 Tri stearat

85 Tri oleat

83 Sesqui oleat (2 inti sorbitan untuk 3 asam lemak)

PERHITUNGAN HLB

Menurut Griffin perhitungan HLB adalah :

HLB = 20 ( 1 - S )

A

dimana S = Bilangan ester.

A = Bilangan asam dari asam bebas nya.

Produk dimana bg hidrofil tdr dari PEO (polietilenoksida) yaitu yg bersifat hidrofil, maka rumus menghitung HLB adalah :

HLB = E

5

E = harga % berat EO

Atau: HLB = 1/5 dari % berat bagian hidrofil.

Secara teoritis bila suatu surfaktan non-ionik terdiri dari 100% bagian hidrofil (dalam kenyataannya tidak ada) seharusnya akan didapatkan 100.

Namun supaya nilainya tidak terlalu tinggi, dikalikan 1/5 supaya memudahkan penggunaannya, menjadi 20.

KELARUTAN SURFAKTAN DALAM AIR

Tergantung hidrofili dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai

kelarutan yang berlainan. Sifat kelarutan atau terdispersinya dalam air

dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan harga HLB surfaktan,

yaitu bila :

HLB

1. Tak terdispersi dalam air 1 - 4

2. Terdispersi dengan kasar 3 - 6

3. Seperti susu dengan penggojogan kuat 6 - 8

4. Dispersi seperti susu dan stabil 8 - 10

5. Terjadi dispersi yang translusid 10 - 13

6. Terjadi larutan jernih > 13

HLB CAMPURAN SURFAKTAN

Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB

campuran dapat diperhitungkan sbb :

Misal : Campuran surfaktan terdiri dari :

70 bagian Tween 80 (HLB = 15,0)

30 bagian Span 80 (HLB = 4,3)

maka HLB campuran kedua surfaktan tersebut adalah :

Tween 80 = 70/100 x 15,0 = 10,5

Span 80 = 30/100 x 4,3 = 1,3 +

HLB campuran = 11,8

HLB CAMPURAN SURFAKTAN

Selain HLB campuran surfaktan dapat dihitung, surfaktan

dapat saling diganti dan nilai HLB nya merupakan aditif

artinya berapapun nilai HLB dan jenisnya HLB campuran

merupakan jumlah dari masing-masing nilai HLB nya.

PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB

Kadang-kadang dalam menggunakan campuran surfaktan

kita tidak selalu harus menghitung HLB dari surfaktan-

surfaktan yang telah diketahui perbandingannya, tetapi kita

harus menggunakan campuran surfaktan pada suatu nilai

HLB tertentu. Untuk itu kita harus menghitung berapa

perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan.

PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB

Contoh : Kita akan membuat emulsi pada suatu harga HLB

(HLB = X) menggunakan surfaktan campuran Tween-80 dan

Span-80. Maka rumus yang kita pergunakan untuk

menghitung perbandingan tersebut adalah :

( X - HLBspan 80 ) % Tween 80 = x 100 (HLBtween 80 - HLBspan 80)

% Span 80 = 100 - % Tween 80

dimana X = nilai HLB yang diinginkan.

HLB OPTIMUM UNTUK MENGEMULSIKAN MINYAK

HLB Optimum fase minyak.

Minyak, cera dan produk lain yang dapat diemulsikan pada suatu HLB yang optimum, yang disebut HLB Optimum. Sebagai contoh adalah adalah dalam tabel sbb :

HLB Optimum untuk emulsi o/w.

-----------------------------------------------------------------------------------------

N a m a HLB N a m a HLB

-----------------------------------------------------------------------------------------

Desil asetat 11 Asetofenon 14

Asam laurat 16 Asam linoleat 16

Asam oleat 17 Asam risinolat 16

Setil alkohol 15 Desil alkohol 15

HLB Optimum untuk emulsi o/w.(cont’d)

-----------------------------------------------------------------------------------------

N a m a HLB N a m a HLB

-----------------------------------------------------------------------------------------

Isodesil alkohol 14 Lauril alkohol 14

Etil benzoat 13 Cotton oil 6

Klorobenzen 13 Cera carnauba 12

Parafin padat 10 Sikloheksana 15

Oleum ricini 14 Minyak mineral aromatik 12

Minyak mineral parafin 10 Kerosen 14

Lanolin anhidrat 12 Metil silikon 11

Vaselin 7 - 8 Xylen 14

Esense mineral 14 Klor parafin 8

Apabila HLB optimum emulsi parafin tipe o/w adalah 10

artinya bhw surfaktan/campuran-surfaktan dg HLB 10 dapat

menghasilkan emulsi parafin tipe o/w lebih stabil dibandingkan

dengan harga HLB selain 10.

Tidak semua jenis surfaktan menghasilkan emulsi yang sama

walaupun dipergunakan pada HLB 10 jenis surfaktan dapat

mempengaruhi hasilnya.

Apapun jenis surfaktan yang dipergunakan, harga 10 adalah

harga yang paling baik untuk jenis surfaktan yang sama.

HLB optimum untuk campuran fase minyak. Misal kita akan membuat emulsi tipe o/w dari fase minyak

yang terdiri dari campuran :

30 % esense mineral

50 % cotton oil

20 % klor parafin

HLB optimum campuran adalah :

Esense mineral 30% x HLB opt. 14 = 4,2

Cotton oil 50% x HLB opt. 6 = 3,0

Klor parafin 20% x HLB opt. 8 = 1,6 +

Prakiraan HLB untuk emulsi = 8,8

Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w

HLB optimum emulsi o/w ditentukan dengan mengemulsikan:

fase minyak 20%

emulgator surfaktan 5%

Air 75%

Surfaktan bisa dicari yg HLB optimumnya dg HLB rendah

sampai HLB tinggi:

1. Dengan percobaan orientasi

2. Dengan SLD (simplex lattice design)

1. Dengan percobaan orientasi

Dibuat kombinasi surfaktan sedemikian rupa hingga diperoleh harga range HLB antara 4-18.

Dibuat dg cara yg sama range HLB dipersempit

Dicari kombinasi surfaktan paling ideal

Tanda-tanda emulsi pada HLB optimum adalah :

1. Emulsi paling stabil (harga F paling besar)

2. Diameter rata-rata partikel paling kecil.

3. Ada reflek biru pada dinding botol, atau reflek kemerahan bila ditembus sinar matahari.

Misal: fase minyak 20%, emulgator surfaktan 5%, Air 75%

Surf kombinasi Tween-80 (HLB 16) dan Span-80 (HLB 4,6)

Tahap 1:

F-1 F-2 F-3 F-4 F-5 F-6

T-80 100 80 60 40 20 0 bag

S-80 0 20 40 60 80 100 bag

HLB 16 13,7 11,4 9,2 6,9 4,6

Misal yg paling bagus: F-3

Tahap 2:

F-1 F-2 F-3 F-4 F-5 F-6

T-80 70 65 60 55 50 45 bag

S-80 30 35 40 45 50 55 bag

HLB 12,6 12 11,4 10,8 10,2 9,6

Misal yg paling bagus: F-5

emulsi paling baik pada HLB ± 10,2

Tahap 3:

F-1 F-2 F-3 F-4

T80 T60 T40 T20

S80 S60 S40 S20

HLB 10,2 10,2 10,2 10,2

Misal yg paling bagus: F-2

emulsi paling baik pada HLB ± 10,2 dengan kombinasi

Tween-60 dan Span-60

DESIGN FACTORIAL 2 KOMPONEN

Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B)

Formula A B

Formula I 1 0

Formula II 0 1

Formula III 0,5 0,5

Misalnya data respons hasil diameter partikel formula:

I = 5 ; II = 10 ; III = 15

DESIGN FACTORIAL 2 KOMPONEN

Persamaan: Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B)

5 = a(1) + b(0) + ab(1)(0) maka a = 5

10 = a(0) + b(1) + ab (0)(1) maka b = 10

15 = a(0,5) + b(0,5) + ab(0,5)(0,5) maka ab = 30

dari persamaan Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B)

persamaan menjadi Y = 5(A) + 10(B) + 30(A)(B)

Artinya: penambahan A atau B atau kombinasi A+B

bersifat menaikkan

Contoh formula dg program DX

Surfaktan

Tween 80 (A) : 1,0 0,75 0,5 0,0

Span 80 (B) : 0,0 0,25 0,5 1,0

Harga F : 70% 90% 95% 35%

Formula: quadratic

hasil terbaik (97%) pada T80:S80 = 63:37

METODE EKSPERIMENTAL UNTUK DETERMINASI HLB

• Walaupun cara tsb dpt digunakan mendeterminasi

sejumlah surfaktan non-ionik, beberapa surfaktan terutama

yg tdr der. propilen-oksida, butilen-oksida dan nitrogen atau

sulfur tidak menunjukkan hubungan dg komposisinya.

• Dengan kata lain cara tsb tidak cocok digunakan dalam

menghitung HLB surfaktan non-ionik yang dipergunakan

berasal dari golongan tsb.

• HLB dari surfaktan ionik tidak mengikuti rumus perhitungan

persentase berat tsb. walaupun bagian hidrofil dari

surfaktan ionik mempunyai persentase berat yang kecil

terionkan kuat dan memberikan hasil yang lebih hidrofil.

METODE EKSPERIMENTAL UNTUK DETERMINASI HLB

• Bila menghitung HLB surfaktan golongan ionik, ia harus

dianggap sebagai surfaktan non-ionik, HLB ditentukan

secara eksperimental.

• HLB surfaktan ionik tidak menunjukan gambaran persentase

berat bagian hidrofilnya.

• Contoh : HLB Na-lauril-sulfat adalah 40.

tidak berarti mempunyai bg hidrofil sebanyak 200%, bahwa

HLB 40 ditetapkan dg menggunakan kombinasi dengan

surfaktan nonionik yang lain yg telah diketahui HLB nya,

dipergunakan mengemulsikan minyak yg HLB optimum nya

telah diketahui.

2. HIDROKOLOID

• Emulgator hidrokoloid menstabilkan emulsi membentuk

lapisan yang rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada permukaan

minyak-air.

• Zat ini bersifat larut dalam air membentuk emulsi tipe o/w.

Prinsip mekanisme penstabilan emulsi tersebut adalah :

1. Pembentukan lapisan viskoelastik di permukaan minyak-air.

2. Penaikan viskositas miliu.

3. Pembentukan agregat dengan cara adsorpsi makromolekul

yang sama pada permukaan partikel hubungan jembatan

hidrokarbon.

2. HIDROKOLOID

Yang termasuk emulgator hidrokoloid :

1. Gom : Gom arab; tragacanth.

2. Ganggang laut : Agar-agar; alginat; caragen.

3. Biji-bijian : Guar gum.

4. Selulosa : Karboksimetilselulosa (CMC); metilselulosa (MC).

5. Collagen : Gelatin.

6. Lain-lain : polimer sintetik; protein; dll.

3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI.

Supaya padatan berfungsi sbg emulgator

ukuran partikel hrs << ukuran partikel fase dispers

mempunyai sifat pembasahan pada permukaan 2 cairan.

Dalam sistem terner air-minyak-padatan maka bila :

1. Jika PM > AM + PA padatan tersuspensi dlm fase air.

2. Jika PA > AM + PM padatan tersuspensi dlm fase minyak.

3. Jika AM > PA + PM atau salah satu tidak lebih besar dari

jumlah 2 lainnya padatan terkonsentrasi di permukaan air

minyak.

3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI.

Modifikasi persamaan Young dapat dipergunakan :

PM - PA = AMcosθ θ = sudut kontak.

θ θ θ

•Jika PA < PM, cos pos. <90o terbasahi air tipe o/w.

•Jika PM < PA, cos neg. >90o terbasahi oil tipe w/o

•Teoritis jika PA = PM cos = 0 atau = 90o terbasahi

air dan minyak.

Makin halus padatan, semakin naik sifat sebagai emulgator.

oksida-oksida atau hidroksida yang dibuat baru (recente paratus) dan hidrat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bentuk keringnya.

Contoh : - Mg, Al, Ca hidroksida.

- Mg trisilikat.

• Clay/tanah liat seperti grup montmorillonit (bentonit,veegum, laponite), membentuk emulsi tipe o/w.

• Carbon hitam sebaliknya membentuk emulsi tipe w/o

PEMBUATAN EMULSI:

1. Cara pencampuran

2. Alat yang digunakan

1. Bila menggunakan surfaktan.

a). Surfaktan (sabun) belum tersedia (hasil reaksi)

Substansi yg larut dlm minyak larutkan dalam minyak.

Substansi yg larut dalam air dilarutkan dalam air.

Fase minyak ditambahkan kedalam fase air sambil diaduk.

Contoh: R/ Parafin cair 20

Asam stearat 4

KOH 1

Air ad 100

b). Surfaktan telah tersedia

Minyak + surfaktan (misalnya Tween dan Span) 60o - 70o C

Air (60o-70oC) + kan porsi/porsi diaduk hingga tbt emulsi

Dinginkan sampai temperatur kamar sambil diaduk.

Temperatur dinaikkan supaya viskositas masa turun, sehingga mempermudah pengadukan. Dengan demikian akan memper-mudah terjadinya emulsifikasi.

Contoh: R/ Parafin cair 20

Tween 80 3,5

Span 80 1,5

Air ad 100

2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan

yang terdispersi.

a. Hidratasi emulgator thd air lambat (Metoda Anglosaxon)

Dibuat musilago dari emulgator dengan sebagian air

Minyak dan air ditambahkan sedikit demi sedikit secara bergantian sambil diaduk.

Contoh: R/ Parafin cair 10

CMC-Na 1,5

Air ad 100

2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan

yang terdispersi.

b. Hidratasi emulgator cepat (Metoda continental) (4-2-1) Minyak 4 bagian ditambah gom 1 bagian dihomogenkan dalam

mortir kering Tambahkan 2 bagian air Diaduk hingga terjadi korpus emulsi Tambahkan sisa air sedikit-sedikit sambil diaduk. Contoh: R/ Parafin cair 10 p.g.a. 5 Air ad 100

Pengawetan emulsi.

• Pd emulsi/suspensi karena sifat bahan yang digunakan sering mudah ditumbuhi mikroba

menggunakan bahan yang sedikit terkontaminasi oleh mikroba

menambahkan preservative/pengawet.

• Pengawet sebaiknya mempunyai sifat :

- toksisitas rendah,

- stabil (dalam panas dan penyimpanan)

- dapat campur dengan bahan lain,

- efektif sebagai antimikroba.

• Selain karena mikroba, emulsi dapat juga rusak karena oksidasi pengawet dapat berupa antioksidan.

Alat yg digunakan untuk membuat emulsi

Semua alat pembuat emulsi mempunyai karakteristik sbb :

• Memperkecil ukuran partikel, menghomogenkan campuran.

• Hanya memperkecil ukuran partikel saja kurang efektif dalam menghomogenkan campuran

Dalam pelaksanaannya efektifitas memperkecil ukuran partikel atau efektifitas penghomogenannya bisa berlainan tergantung jenis alat yang dipergunakan

1. Pengaduk (mixer)

• Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ?

• Efektivitas penghomogenan

• Terjadinya buih: Problema

Cara mengatasi

Untuk menghindari ini bisa dilakukan a.l. :

a. Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 90o masing-masing mempunyai lebar + 1/12 diameter tempat pencampuran.

b. Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk volume kecil).

c. Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan.

1. Pengaduk (mixer)

1. Pengaduk (mixer)

2. Blender

Perbedaan dengan mikser?

Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ?

Efektivitas penghomogenan

3. Homogenizer.

Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ?

Cara ini sangat efektif sehingga bisa

didapatkan diameter partikel rata-rata < 1 um

Efektivitas penghomogenan

Cara menaikkan efektivitas penghomogenan

4. Colloid mill.

Mekanisme Pengecilan

ukuran partikel ?

Efektivitas penghomogenan

Cara menaikkan efektivitas

penghomogenan

Contoh : Ultra Turrax.

5. Ultrasonik.

Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ?

Efektivitas penghomogenan

Cara menaikkan efektivitas penghomogenan

Alat ini cocok untuk pembuatan emulsi yang cair atau dengan viskositas menengah.

KETIDAK STABILAN EMULSI.

1. Creaming.

2. Breaking

3. Inversi

1. Creaming.

Peristiwa creaming flokulasi

1. Creaming.

Peristiwa creaming flokulasi

2. Breaking.

Emulsi pecah/breaking 1. Koalesensi

2. Ostwald Ripening

Koalesensi

2. Breaking.

Emulsi pecah/breaking 1. Koalesensi

2. Ostwald ripening

Ostwald ripening

3. Inversi.

Penyebab peristiwa :

• suhu,

• komposisi bahan penyusun emulsi.

Hanya terjadi pada :

emulsi yang menggunakan surfaktan sebagai emulgatornya, dan

pada suatu harga HLB yang dekat dengan perubahan sifat

hidrofil dan lipofil.

Pada emulsi dengan emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir

tidak pernah terjadi karena hidrokoloid lebih bersifat hidrofil.

Proses degradasi emulsi

KONTROL EMULSI.

1. Determinasi tipe emulsi.

a. Metoda pengenceran :

KONTROL EMULSI.

1. Determinasi tipe emulsi.

a. Metoda pengenceran :

b. Metoda pewarnaan :

c. Konduktibilitas elektrik :

Bila emulsi dapat menghantar aliran listrik maka emulsi

tersebut bertipe o/w. Sebaliknya bila tidak menghantar listrik

bertipe w/o. Jika suatu emulsi distabilkan dengan surfaktan

nonionik kemungkinan konduktabilitasnya lemah sekali. Untuk

mendeteksi dapat ditambahkan NaCl.

KONTROL EMULSI.

2. Distribusi granulometrik.

Diameter rata-rata maka ini bisa untuk mengevaluasi kestabilan emulsi vs waktu.

Koalesensi diameter rata-rata lebih besar

Distribusi granulometrik

1. Mikroskopik : Dengan menggunakan mikrometer baik secara visual dengan mata atau dengan bantuan komputer.

2. Optik : dengan alat difraksi sinar

3. Elektronik : dengan Coulter Counter, namun ini sulit dilaksanakan untuk emulsi tipe w/o

4. Sentrifugasi : cara ini berdasarkan rumus Stokes, dengan menghitung perbedaan bobot jenis tiap fraksi emulsi. Dengan cara ini dapat diketahui distribusi ukuran partikel nya.

KONTROL EMULSI.

3. Determinasi sifat rheologi.

- Sifat rheologi emulsi penting perubahan konsistensi dapat

disebabkan karena proses : fabrikasi atau penyimpanan,

sehingga dapat mempengaruhi pemakaiannya.

Misal : mudah tidaknya penggunaan pada parenteral, ketepatan

pengambilan dosis, kemudahan dan regularitas pengisian,

kemudahannya dalam penggunaan pada kulit untuk produk

kosmetika dsb.

- Dalam hal stabilitas fisika, perubahan viskositas akan

mempengaruhi pengendapan ataupun terjadinya creaming

- Tidak hanya viskositasnya saja namun setiap perubahan sifat

rheologi akan mempengaruhi kestabilan emulsi.

Banyak faktor yang mempengaruhi sifat alir dari emulsi

1. Fase intern : a. Fraksi volume.

b. Interaksi partikel : flokulasi, koalesensi.

c. Ukuran partikel.

d. Viskositas fase intern.

e. Jenis kimia.

2. Fase ekstern : Viskositas yang tergantung pula pada susunan kimia, adanya pengental,

elektrolit, pH dll.

3. Emulgator. a. Jenis kimia.

b. Konsentrasi.

c. Ketebalan dan sifat rheologi dari film antarmuka kedua

fase.

KONTROL EMULSI

4. Test penyimpanan yang dipercepat.

Test ini dimaksudkan untuk memperpendek waktu pengamatan suatu sediaan emulsi.

Ada beberapa cara test pada penyimpanan yang dipercepat :

1. Temperatur 40-60oC : penyimpanan pd suhu relatif lebih tinggi, viskositas menurun tergantung sifat emulsi. Penurunan viskositas akan mempengaruhi kestabilan fisika emulsi.

2. Sentrifugasi : pengusingan kecepatan tertentu menaikkan harga g (gravitasi) pada rumus Stokes. terjadi pemisahan partikel yang lebih cepat pula.

3. Shock termik : disimpan suhu tinggi dan rendah bergantian pd wkt tertentu 60oC 1 hari 4oC 1 hari. Diulangi 4 kali, kmd diamkan suhu kamar dilakukan pembacaan hasil.