Post on 18-Dec-2014
description
1
Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya
Oleh:
Early Ridho Kismawadi
11 EKNI 2364
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2013 M/1433 H
2
Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya
A. Pendahuluan
Pada awalnya ilmu takhrij hadis tidak diperlukan oleh ulama namun
seiring berjalannya waktu dan kebutuhan terhadap penunjukan hadis terhadab
sumber aslinya maka memunculkan berbagai kitab-kitab takhrij, menjelaskan
metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai kedudukanya.
Takhrij adalah menunjukkan hadits pada rujukan pokok ( asli ) yang sudah
dikeluarkan lalu disebutkan pula kedudukan hadits tersebut pada saat yang
diperlukan. Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat
perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk
mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan
banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas
sanad hadis. suatu hadis merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Dalam makalah takhrij hadis kali ini akan dibahas mengenai: Pengertian
takhrij hadis, tujuan dan manfa‟at takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan dalam
mentakhrij, cara pelaksanaan dan metode takhrij
B. Pengertian Takhrij Hadis
Secara etimologi, kata takhrij ( تخشج) berasal dari fi‟il madli kharaja (خسج)
yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata
dasar khuruj (خشج) yang berasal dari kata kharaja ( جخش ) yang berarti keluar.
Dengan demikian takhrij hadis berarti mengeluarkan hadis dari sumbernya.
3
Sedangkan secata terminology takhrij adalah menunjukkan tempat hadits
pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap
dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.1
Sedangkan menurut Al-Thahhan, setelah menyebutkan beberapa macam
pengertian takhrij di kalangan ulama hadis, menyimpulkan bahwa: takhrij hadis
adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber-
sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan.dari definisi tersebut terlihat bahwa hakikat dari
takhrij al-hadis adalah:penelusuran atau pencarian sumbernya yang asli yang
didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad-nya.2
C. Tujuan dan Manfa’at Takhrij Hadis.
Mengenai tujuan dan manfaat takhrij hadits ini, „Abd al-Mahdi melihatnya
secara terpisah antara satu dengan yang lainnya. Menurut „Abd al-Mahdi, yang
menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan
ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang
menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak.
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya:3
1 Mahmud, Al-Tahhan, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid, (Beirut:, Dar al-Qur‟an al-
Karim, 1978). h. 9.
2 Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 152.
3 Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010), h. 27.
4
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits
beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi‟
atau lainnya.
4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij,
dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja.
Sedangkan menurut „Abd al-Mahdi manfaat takhrij hadis setelah
disimpulkan sebagai berikut4:
Diantara manfaat takhrij antara lain yaitu:
1.Takhrij dapat memperkenalkan sumber hadits.
2.Takhrij dapat menambah perbedaan sanad hadits melalui kitab-kitab
yang ada.
3.Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
4.Takhrij memperjelas hukum hadits dengan banyak meriwayatkannya itu.
5.Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
6.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar.
4 Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar(Semarang: Dina Utama, 1994),
h. 6-7.
5
7.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya.
8.Takhrij dapat menafikan pemakaian “An” dalam periwayatan hadits oleh
seorang perawi mudallis.
9.Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat.
10. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya.
11. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak dapat dalam
satu sanad.
12. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam
satu sanad.
13. Takhrij dapat menghilangkan hukum “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadits.
14. Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
15. Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang
dialami oleh seorang perawi.
16. Takhrij dapat mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
17. Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan
dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma‟na (pengertian) saja.
18. Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits.
19. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat timbulnya hadits.
6
20. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan
percetakan dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada
D. Kitab-kitab yang diperlukan dalam Mentakhrij
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang
dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan
takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang
dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah: Usul al- Takhrij wa Dirasat
al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh
Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij Hadis Rasul Allah
Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan
dari kitab-kitab kamus atau mu‟jam hadis dan mu‟jam para perawi hadis,
diantaranya seperti:
AL-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini
memuat hadis-hadis dari Sembilan kitab induk hadis seperti Sahih
al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmidzi, Sunan abu Daud,
Sunan Nasa‟i, Sunan ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa‟ Imam
Malik dan Musnad Imam Ahmad.
Miftah Kunuz al- Sunna. Kitab ini memuat hadis-hadis yang
terdapat dalam empat belas buah kitab, baik mengenai Sunnah
maupun biografi Nabi. Yaitu selain dari Sembilan kitab induk
hadis yakni; musnad al-Tayalisi, Musnad Zaid ibn Ali ibn Husein
7
ibn Ali ibn Abi Talib, Al-Tabaqat al-Kubra, Sirah ibn Hisyam, Al-
Magazi.
Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadis diantaranya
adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan sebagai berikut:
a) Kitab yang memuat biografi sahabat
Al-Isti ab fi Ma`rifat al Asahab, oleh ibn „abd al-Barr al-Andalusi (w. 463
H/1071 M).
Usud al-Ghabah fi Ma`rifat al-Sahabah, oleh Iz al-Din Abi al-Hasan Ali
ibn Muhammadibn Al-asir al-Jazari (w. 630 H/ 1232 M)
Al-Ishabah fi Tamyizal-Sahabah, oleh Al-Hafiz ibn Hajar al-asqalani (w.
852 H/ 1449).
b) Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi
hadis berdasarkan tingkatan para perawi (tabaqat al-ruwat), seperti:
Al-Tabaqat al-Kubra, oleh `Abdullah Muhammad ibn Sa`ad Khatibal-
Waqidi (w. 230 H).
Tazkirat al-Huffaz, karangan Abu `Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn
Usman al-Zahabi (w. 748 H/ 1348 M).
c) Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum;
Al-Tarikh al-Kabir, oleh Imam Al-Bukhari (w 256 H/870 M)
Al-Jarh wa al-Ta`dil, karya ibn Abi Hatim (w 327 H).
d) Kitab-kitab yang memuat perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu
8
Al-Hidayah wa al-irsyad fi ma‟rifat Ahl al-Tsiqat wa al-saad oleh Abu
Nashr Ahmad ibn Muhammad al-Kalabzi (w.398 H), Khusus memuat
perawi kitab shahih bukhari
Rijal Shahih Muslim, oleh Abu Bakar Ahmad ibn al-ashfalani (w. 438 H)
Al-Ta‟rif Rijal al-Muwwaththa‟, oleh Muhammad ibn Yahya al Hidzdza‟
al-Tamimi (w. 416 H)
E. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis
Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis
dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan
huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-takhrij hadis yang berbunyi;
س ذ ل تالصشعح الشذ
Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah
yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal
matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun
oleh Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan hadis tersebut terdapat di halaman
2014. Bearti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah
diperiksa, bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah;
ا عي شج ت ل أى ش سس صل الل الل س< قال سلن عل ذ ل تاالصشعح الشذ
ذ اوا الشذ ولل الز ة فس ذالغ ع
9
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat
(perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang
disebut sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya
tatkala dia marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan
yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari
dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, mak akan sulit
unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;
ى هي راأتامنا تشض د خلق ج فض
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza
atakum ( اتامن ارا ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz
pertamanya adalah law atakum ( من اتا ل ) atau iza ja‟akum (اراجاءمن), maka hal
tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari,
karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut
mengandung arti yang sama.
2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat
dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini
tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya
sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian
hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya.
10
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam
Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi (Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis
yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih
Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa‟i, Sunan
Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa‟ malik, dan Musnad Imam Ahmad) yang
ditulis oleh A.J.Wensinck yang merupakan orientalis dan guru besar bahasa arab
pada universitas Leiden. dan Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi Takhrij.
Contohnya pencarian hadis berikut;
اى صل الث الل سلن عل ي طعام عي ؤمل أى الوتثاس
Dalam pencarian hadis di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui kata-
kata naha ( ) ta‟am ( طعام), yu‟kal (ؤمل) al-mutabariyaini (الوتثاسي). Akan tetapi
dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan
kata al-mutabariyaini (ي karena kata tersebut jarang adanya. Menurut (الوتثاس
penelitian para ulama hadis, penggunaan kata tabara (تثاس) di dalam kitab induk
hadis (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.
Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alatuntuk mencari hadis. Sebaiknya kata kunci yang dipilih
adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin bertambah asing kata tersebut
akan semakin mudah proses pencarian hadis. Setelah itu, kata tersebut
dikembalikan kepada bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar
tersebutdicarilah kata-kata itu di dalam kitab Mu‟jammenurut urutannya secara
abjad (huruf hijaiyah).
11
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang
terdapat di dalam hadis yang akan kita temukan melalui Mu‟jam ini. Di bawah
kata kunci tersebut akan ditemukan hadis yang sedang dicari dalam bentuk
potongan-potongan hadis (tidak lengkap). Mengiringi hadis tersebut turut
dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber hadis itu yang dituliskan dalm
bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat
pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
Selain mempunyai kelebihan, metode ini juga memiliki kelemahan,
diantaranya:
Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta
perangkat ilmunya secara memadai.
Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat yang
menerima Hadis dari Nabi SAW. Karenanya, untuk mengetahui
nama sahabat, harus kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah
men-takhrij-nya dengan kitab ini.
Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga
orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain5.
5 Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, h. 60
12
3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama
Takhrij ini menelusuri Hadits melalui sanad yang pertama atau yang
paling atas yakni para sahabat atau tabi‟in. berart peneliti harus mengetahui
terlebih dahulu siapa sanadnya dikalangan sahabat atau tabi‟in. dan dicari dalam
kitab-kitab Musnad, seperti Musnad Ahmad bin Hambal, dan sebagainya.
Kemudian bagaimana cara men-takhrij sebuah hadits dengan
menggunakan metode ini?, berikut contoh Hadits dalam Musnad Ahmad:
تشاالقاهح االراى شفع اى تالل اهش قال هالل تي اس عي
Sahabat perawi sudah diketahui yaitu Anas bin Malik, terlebih dahulu
Anas bin Malik itu dilihat dalam daftar isi sahabat dalam kitab Musnad, maka
didapati adanya sahabat Anas pada juz 3 h. 98. Bukalah kitab dan halaman
tersebut didalam kitab Musnad Anas, dicari satu persatu hadits yang ingin dicari
sampai ditemukan, maka ditemukan pada hlm. 103. Dari pentakhrijan ini dapat
dikatakan : Hadits itu ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya Juz 3, h.
103.6
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis
Arti takhrij kedua ini adalah penelusuran Hadits yang didasarkan pada
topik, misalnya bab Al-kalam, Al-khadim, Al-Ghusl, Ad-Dhahiyah, dan lain-lain.
Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu Hadits kemudian
ditelusuri melalui kamus Hadits tematik. Salah satu kamus Hadits tematik adalah
Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari aslinya
6 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010), h. 126
13
bahasa inggris A Handbook of Early Muhammadan karya A.J. Wensinck pula.7
Kitab-kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih
banyak dari pada Takhrij bi Lafdzi diatas yaitu 8 kitab sebagaimana diatas
ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu sebagai
berikut:
Shahih Al-bukhari dengan diberi lambang: تخ
Shahih Muslim dengandiberi nama: هس
Sunan abu Dawud dengan diberi lambang:تذ Sunan At-Tirmidzi dengan diberi lambang: تش
Sunan An-Nasa‟i dengan diberi lambang:س
Sunan Ibnu Majah dengan diberi lambang:هج
Sunan Ad-Darimi dengan diberi lambang:ه
Muwattha Malik dengan diberi lambang:ها
Musnad Ahmad dengan lambang:حن
Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi dengan diberi lambang:ط
Musnad Zaid bin Ali: ص
Sirah Ibnu Hisyam:ش
Maghazi Al-Waqidi:قذ
Thabaqat Ibnu Sadim:عذ
Kemudian arti singkatan-singkatan lain dipakai dalam kamus ini adalah
sebagai berikut:
7 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, h. 122.
14
Kitab :ك
Hadits :ح
Jus : ج
Bandingkan (Qabil):قا
Bab :ب
Shahifah :ص
Bagian (qismun):ق
Misalnya ketika ingin men-takhrij Hadits yaitu:
هث هث الل صالج
Hadits tersebut temanya shalat malam. Dalam kamus Miftah dicari pada bab
Al-Layl tentang shalat malam. Disana dicantumkan yaitu sebagai berikut:
a. 51 ب =5 ك, 5ب 589 ك, 8> ب > ك-تخ
b. 58-589 ح :ك-هس<
c. 6 ب9ك-تذ:
d. 618 ب 6 ك -تش
e. 6;5 ب 6 ك – هج
f. 65 599 ب 6 ك – ه
g. 57 ح ; ك – ها h
h. 51 = 9 ص ثاى – حن
Diantara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya menuntut
pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz
pertamanya, pengetahuan bahasa arab dengan perubahan katanya, atau pengetahuan
lainnya8, metode ini menuntut agar kita memahami hadis, mengatahui maksud dari
hadis tersebut dan hadis lain yang serupa.
8 Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 167
15
Namun demikian metode ini tidak dapat diterapkan pada suatu hadis yang
tidak diketahui secara pasti tema atau topic, selain itu pemahaman yang berbeda
antara mukharrij dengan penyusun kitab yang berbeda juga menjadi kendala dalam
penerapan metode ini, umpamanya hadis yang dipahami oleh mukharrij sebagai hadis
ekonomi namun penyusun kitab tidak demikian.
5. Takhrij Berdasarkan Status Hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian
hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan
lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah
melakukan takhrij al hadis.9
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini
karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-
sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun,
karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam
karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini.10
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
9 Ibid. h. 168
10 Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW,
h. 195.
16
Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan Al-
Suyuthi.
Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadis al-Qadsiyyah oleh al-Madani.
Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
F. Kesimpulan
Takhrij hadis adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada
sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan
Secara umum ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya:
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits
beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi‟
atau lainnya, dan lain-lain.
Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah:
Usul al- Takhrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi
Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij
17
Hadis Rasul Allah Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd
al Hadi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan dari
kitab-kitab kamus atau mu‟jam hadis dan mu‟jam para perawi hadis, selain itu juga
diperlukan kitab yang memuat biografi para perawi hadis
Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis
2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis
3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis
Daftar Pustaka
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar.
Semarang: Dina Utama, 1994.
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW
Al-Tahhan, Mahmud, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid. Beirut:, Dar al-Qur‟an
al-Karim, 1978.
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits. Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010.
http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/takhrij-hadis-smt-2sjb/ (Akses 09
September 2012)
18
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/metode-takhrij-hadits/ (Akses 09 September 2012)
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits. Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010.
Yuslem, Nawir, Kitab Induk Hadis. Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011.
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, Cet. Kedua,
2003