STUDI HADIS-HADIS AKHLAK DALAM KITAB
Transcript of STUDI HADIS-HADIS AKHLAK DALAM KITAB
STUDI HADIS-HADIS AKHLAK DALAM KITAB
ARBA’ÎN AL-NAWAWÎ
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
RIFQOH QUDSIAH
11140340000151
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1438 H
iv
ABSTRAK
Rifqoh QudsiahStudi Akhlak dalam Hadis Arbaʻîn Imâm al-Nawawî
Kata akhlak sudah sangat familiar dikalangan masyarakatkhususnya bagi kaum Muslimin yang beragama Islam. Pengertian akhlakdari asal katanya adalah anjuran untuk berbuat baik (budi pekerti,kelakuan), serta banyak contoh dan penjelasan yang berkaitan tentangakhlak dalam ayat al-Qur’ân dan Hadis. Hadis arbaʻîn al-Nawawîmerupakan kumpulan 42 hadis yang di dalamnya memuat masalahaqidah, syariah dan akhlak. Hadis ini dijadikan sebagai buku saku sertamasih banyak dijadikan rujukan utama sekolah atau universitas untukdihafalkan dan dipelajari lebih dalam lagi, akan tetapi menurut Penulistidak semua hadis arbaʻîn yang dipelajari mengena dan tertanam dalam hatidan fikiran mereka. Oleh sebab itu penulis ingin mejelaskan betapapentingnya akhlak untuk dimiliki oleh setiap orang sebagai dasar untukmengahadapi perkembangan zaman serta manfaat dan keburukan apa yangbisa didapat jika kita menerapkannya atau tidak dalam bersikap terhadapAllah Swt., manusia, dan lingkungan
Kitab arbaʻîn ini merupakan salah satu karya al-Nawawî dalambidang hadis dimana di dalamnya terdapat hadis-hadis yang berkaitandengan akhlak. Sebagian besar muatannya membahas tentang tingkah lakumanusia yang semestinya dilakukan dalam bersosialisai antar sesamamakhluk serta dalam menjalankan kewajiban mereka. Melihat dari segimatan hadis arbaʻîn, nilai akhlak yang terkandung di dalamnya tidak sesuaidengan realitas yang ada. Karena intisari kandungan hadis tersebut tidakmereka terapkan dalam kehidupan sejari-hari mereka.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yaitudengan mencari dan mengumpulkan data-data tentang objek penelitianberupa kata al-Khuluq atau tema yang tertulis dari suatu objek yang dapatdiambil dan diteliti, lalu disusun dan dijelaskan secara sistematis. Dengancara meneliti setiap Hadis arbaʻîn al-Nawawî untuk diketahui hubunganatau keterkaitannya dengan akhlak ada atau tidak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis menemukan ada 20hadis yang berkaitan dengan akhlak terhadap sesama makhluk hidup, danyang lainnya memiliki keterkaitan akhlak terhadap Allah Swt., Rasul,atau terhadap diri sendiri. Karena setiap hadis memiliki relevansi nilaiakhlak yang bisa dikaitkan dengan satu sama lain.
Kata kunci: Hadis, akhlak, Makhluk hidup, Perbuatan Baik dan Buruk.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt., Tuhan semesta alam
yang tidak pernah putus memberikan rahmat dan kasih sayangnya. Penulis
bersyukur atas pertolongan, taufik, dan hidayah-Nya akhirinya penulisan
skripsi ini berhasil diselesaikan. Semoga hal ini semakin menguatkan
keimanan penulis, sehingga mensyukuri nikmat yang begitu banyak
diberikan oleh-Nya. Karena kita tidak akan pernah bisa menghitung satu
persatu nikmat apa saja yang sudah kita terima dalam sehari saja sudah
tidak terhitung jumlahnya, sehingga angka tidak bisa menggambarkana
berapa banyak nikmat dan karunia yang telah penulis terima. Ṣalawat serta
salam kita kirimkan kepada Nabi Muhammad Saw., sebagai suri tauladan
untuk keluarga, sahabat, dan generasi setelahnya yang menjadi pengikut
beliau hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan yang bahagia ini, penulis juga ingin
berterimakasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Allah Swt., yang atas izin-Nya penulis diberikan kesehatan sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tuaku tersayang, ayahanda Achmad Hatta dan ibunda
Sulkhiah yang memberikan dukungan, semangat, selalu siap dan ada di
saat penulis butuhkan. Tanpa do’a dan restu dari keduanya maka
penulis tidak akan mendapatkan inspirasi dan hasil yang maksimal
untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
beserta para staf pembantu dekan.
5. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum. MA., selaku Ketua Program Studi Ilmu al-
Qur’ân dan Tafsir.
vi
6. Ibu Dra. Banun Binaningrum. M. Pd., selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu al-Qur’ân dan Tafsir
7. Ibu Ala’I Nadjib, MA., selaku dosen penguji proposal dan sekaligus
sebagai dosen pembimbing skripsi yang sudah banyak memberikan
kontribusi dalam proses dari awal penulisan skripsi ini berlangsung
sampai selesai. Baik berupa pengarahan, bimbingan, maupun motivasi
yang sifatnya membangun, serta selalu memberikan dedikasinya
kepada penulis, bersabar memberikan ilmu dan masukan selama
penulis berada di bawah bimbingannya. Sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Beliau juga telah banyak memberikan saran,
arahan dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis pribad dan bisa
diaplikasikan ke masyarakat.
8. Bapak Dr. M. Isa HA Salam, M.Ag. selaku dosen penasehat
akademik yang selalu memberikan masukan dan arahan dari awal
perkuliahan hingga proses pemilihan akhir judul skripsi ini
berlangsung.
9. Segenap jajaran dosen dan civitas academica Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat, khususnya
program studi Ilmu al-Qur’ān dan Tafsir yang ikhlas, tulus dan sabar
untuk mendidik kami agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan
berintelektual.
10. Kedua kakakku Syafa’at Ariful Huda, Fahd Hafidz, dan adiku
tersayang Farid Syauqi yang selalu mendo’akan, memberikan
kebahagiaan dan motivasi untuk selalu semangat dalam menuntu ilmu,
sehingga penulisan skripsi ini selesai tepat waktu.
11. Seluruh teman-teman Ilmu al-Qur’ân dan Tafsir angkatan 2014, an-
Naml, Pd.Annisa, Keluarga Harmoni Syahid21, RISMA, serta KKN
Cinema XXI yang setia mendukung serta memberikan do’anya
kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
12. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan, baik secara
langsung maupun tidak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis
vii
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk membantu
menyeselesaikan pengerjaan skripsi ini.
13. Sahabat-Sahabat dan anak-anak yatim yang lucu di Yayasan Al-
Mujaddid yang memberikan warna tersendiri dalam hidup, karena
canda tawa kalian menjadikan hidup ini lebih bermakna.
Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada semua
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis hanya bisa
mendo’akan semoga jasa dan kebaikan yang telah diberikan dibalas oleh
Allah Swt., yang Maha pemurah dan penyayang dengan balasan yang
berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik
dan saran yang membangun agar penulisan karya ilmiah ke depannya
menjadi lebih baik lagi. Namun demikian, besar pula harapan penulis
skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan bagi
pembaca untuk menambah wawasan, ilmu, inspirasi baru, agar selalu
memberikan motivasi untuk terus belajar. Âmîn...
Jakarta, 27 Agustus 2018
Rifqoh Qudsiah
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ..........................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................11
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................................12
D. Tujuan Penelitian.................................................................................12
E. Manfaat Penelitian...............................................................................13
F. Kajian Pustaka.....................................................................................14
G. Metodologi Penelitian .........................................................................16
H. Sistematika Penulisan..........................................................................18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKHLAK
A. Pengertian Akhlak .............................................................................................. 20
B. Macam-macam Akhlak .......................................................................26
C. Ruang Lingkup Akhlak Islami ............................................................29
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak.........................................32
E. Kriteria Akhlak....................................................................................38
BAB III AL-NAWAWÎ DAN HADIS ARBAʻÎN
A. Biografi al-Nawawî .............................................................................40
ix
B. Kapasitas keilmuan al-Nawawî ..........................................................42
C. Karya-karya al-Nawawî .....................................................................50
D. Latar Belakang Penulisan Hadis Arba’īn al-Nawawî ........................53
E. Kandungan Hadis Arbaʻîn al-Nawawî ..............................................58
BAB IV HASIL KAJIAN HADIS-HADIS TENTANG AKHLAK DALAMKITAB ARBAʻÎN AL-NAWAWÎ
A. Hadis Arbaʻîn al-Nawawî yang Memiliki hubungan dengan Akhlak
Terhadap Sesama Makhluk Hidup .......................................................61
B. Penjelasan Tentang Hadis-Hadis Akhlak ............................................73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................111
B. Saran-saran ........................................................................................111
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................112
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................120
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih
aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga
konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami,
tidak saja oleh mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan
juga oleh dosen, khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji, agar
terjadi saling kontrol dalam penerapan dan konsistensinya.
Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara,
antara lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari
Kementian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta
versi Paramadina.Umumnya, kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara
tersebut meniscayakan digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font
Transliterasi, Times New Roman, atau Times New Arabic.
Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulisan tugas akhir,
pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah satu
versi di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi
beberapa ciri hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini disusun dengan logika yang sama.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab
Huruf
Latin
Keterangan
a ا
Tidak dilambangkan
ب
b
Be
ت
t
Te
ث
ts
te dan es
xi
ج
j
Je
ح
h
h dengan garis bawah
خ
kh
ka dan ha
د
d
De
ذ
dz
de dan zet
ر
r
Er
ز
z
Zet
س
s
Es
ش
sy
es dan ye
ص
s
es dengan garis di bawah
ض
d
de dengan garis di bawah
ط
t
te dengan garis dibawah
ظ
z
zet dengan garis bawah
ع
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
غ
gh
ge dan ha
ف
f
Ef
ق
q
Ki
ك
k
Ka
ل
l
El
م
m
Em
ن
n
En
و
w
We
ـھ
h
Ha
xii
ء
`
Apostrof
ي
y
Ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ـــ
A
Fathah
ـــ
I
Kasrah
ـــ
U
Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ـــ ي
ai
a dan i
ـــ و
au
a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam
bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــا
â
a dengan topi di atas
ــي
î
i dengan topi di atas
ــو
û
u dengan topi di atas
xiii
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah
maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-
dîwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ـــ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah
itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Misalnya, kata ( روة ,tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah (الضر
demikian seterusnya.
6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf
ta marbûtah tersebut diikuti kata
benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No
Kata Arab
Alih Aksara
1
طریقة
Tarîqah
2
ااجلعمةا لإلاسیمة
al-jâmî’ah al-islâmiyyah
3
ودحا ةوجولد
wahdat al-wujûd
xiv
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû
Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-
Rânîrî.
8. Cara
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan di atas:
Kata Arab
Alih Aksara
ھذبا لأستاذ
dzahaba al-ustâdzu
ثتبا لأجر
tsabata al-ajru
ارحلكةا لعصریة
al-harakah al-‘asriyyah
xv
أ ن لاإ لھ إلا الله أشھد
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
ومنلاا ملكا لصلاح
Maulânâ Malik al-Sâlih
یثؤركم الله
yu’atstsirukum Allâh
الما ھرا لعقلیة
al-mazâhir al-‘aqliyyah
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama
orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad
Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang permasalahan yang sering terjadi di masyarakat
semakin kompleks1. Baik masalah dalam pendidikan, kebudayaan, ekonomi,
sosial, politik, dan agama. Semua bisa dilihat dan dirasakan pada perilaku
manusia yang sudah tidak lagi memperhatikan makhluk hidup dalam bersikap.
Akhlak menjadi hal yang amat penting dalam bergaul dan bermasyarakat. Jika
kita berakhlak baik maka orang-orang akan menyukai kita, karena akhlak ibarat
magnet2 yang mampu menarik setiap hati manusia. Dan dengan akhlak yang baik
hidup akan lebih bermakna. Baik itu akhlak terhadap Tuhan, akhlak terhadap
sesama manusia atau akhlak terhadap lingkungan.3
Contoh kecil akhlak yang baik adalah 5S, yaitu salam, senyum, sapa,
sopan dan santun. Ketika bertemu dengan siapapun dengan menggunakan 5S
niscaya dia akan tergetar hatinya. Rasanya hidup akan menjadi damai dan tentram
dengan mempraktekkan akhlak yang mulia4, yaitu akhlak yang sudah dicontohkan
oleh Rasulullah Saw., dalam segala aspek kehidupan.5
1Kompleks atau mengandung beberapa unsur yang pelik, rumit, sulit, dan salingberhubungan. Lihat Kbbi, (Jakarta: Gramedia Pustka Umum, 2008), cet 1, ed. 4, h.720.
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.855.3M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’ân, (Bandung; Mizan Media Utama, 2013), h. 347.4 Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari, Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Caara Mencapai
Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka imam Asy-Syafi’i, 2016), h.11.55 5 Teksnya hadisnya sebagai berikut:
فإن خلق نبي الله صلى الله عليه وسلم كان القرآن “Maka seseungguhnya akhlak Nabi SAW adalah al-Qur’ân”. Lihat al-Imâm Abû al-HusainMuslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, Sahīh Muslim, (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1911), No. 139(746), jld.1, h.512.
2
Melihat berita pada media sosial, baik cetak, elektronik, dan internet.
Hampir setiap hari tidak terlepas dari berita-berita perampokan, pembunuhan,
minum-minuman, pemerkosaan, ketergantungan narkoba, korupsi, tawuran, dan
lain-lain. Hal tersebut sudah menjadi sebuah peristiwa lumrah yang sering terjadi
sampai saat ini.6
Akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Kepintaran
yang tidak diiringi dengan akhlak akan menjadi sebuah kesalahan besar yang
akhirnya mengakibatkan terjadinya suatu kejahatan. Seperti arus modernitas7,
materialisme8, konsumerisme9, dan cinta dunia yang terus menerus mengikis nilai-
nilai akhlak dalam kehidupan manusia. Baik yang tinggal di kota atau pelosok
desa.
Kemajuan teknologi yang tidak dimanfaatkan secara baik dan benar,
seperti berupa informasi, game, dan hiburan yang dapat diakses dengan mudah
dan cepat mempengaruhi pembentukan akhlak. Dari anak-anak sampai orang
dewasa semua terkena imbasnya, terutama dampak negatif. Anak-anak kecanduan
game, melihat video atau berita yang belum layak untuk dilihat, begitupun orang
dewasa terlena sampai-sampai lupa kewajibannya pada Tuhan, keluarga, dan
makhluk hidup lainnya.10
Seharusnya nilai-nilai akhlak ditanamkan sejak awal, itu akan menjadi
pondasi yang kuat untuk membentengi dan menfilter arus negatif budaya luar
6 http://forum.detik.com/permasalahan-di-indonesia-semakin-komplek-t135639.html7 Modernitas atau kemodernan (hal (keadaan) modern (terbaru)). Lihat Kbbi, h.924.8Materialisme atau pandangan hidup yang mencari segala sesuatu yang
termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata denganmengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Lihat Kbbi, h.888.
9 Konsumerisme atau gerakan/kebijakan untuk melindungi konsumen denganmenata metode dan standar kerja produsen, penjual, dan pengiklan. Lihat Kbbi, h.728.
10Abu Abdullah Mushthafa ibn al-‘Adawy. Fikih Pendidikan Anak: MembentukKesalehan Akhlak Sejak Dini terj. dari Fiqh Tarbiyah Abna’ wa Tha’ifah min Nasha’ih al-Athibba’ oleh Umar Mujtahid dan Faisal Saleh (Jakarta: Qisthi Press, 2009), h.159.
3
yang masuk untuk perkembangan akhlak seorang anak. Orang tua mempunyai
peran penting dan andil besar dalam menanamkan nilai akhlak pada anaknya
karena pendidikan seorang anak pertama kali diajarkan oleh kedua orang tuanya
khususnya seorang ibu yang mendapat julukan madrasahtul ula. Seperti bunya
hadis berikut ini:
11فأبـواه يـهودانه، أو يـنصرانه، أو يمجسانه كل مولود يولد على الفطرة،
“Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasakeTuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran), maka kedua Orangtuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atauMajusi.” (HR. al-Bukhârî).
kesalehan seorang anak tergantung pada amal-amal yang diperbuat
oleh orang tuanya, karena anak-anak akan belajar dengan cepat dari apa
yang mereka lihat, dengar, dan rasakan setiap harinya. 12
Orang tua harus benar-benar mendidik, mengajarkan serta
memberikan bekal pendidikan yang baik dan menjaga anak dari
lingkungan yang justru bisa merusak nilai akhlak seseorang, karena
lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan
dalam perkembangan akhlak seorang anak. Jika salah dalam memberikan
pola asuh, tidak menjaga baik dari dalam dan luar lingkungan yang jelek
maka anak itu akan memiliki akhlak tercela. Anak-anak tidak menurut,
nakal, bandel, membangkang, terbiasa berkata kasar, dan lain-lain. Bukan
hanya mendapatkan nama yang baik tetapi seorang anak juga berhak untuk
mendapatkan pendidikan dari orang tua mereka. Seperti hadis berikut ini:
11al-Imām Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâʻîl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî,(Damaskus: Dâr, Ibn Katsîr, 2002), no.1385, jld.2, h.334 (100).
12Abu Abdullah Mushthafa ibn al-ʻAdawy. Fikih Pendidikan Anak: MembentukKesalehan Akhlak Sejak Dini, h.19-20.
4
لي النبي رجل ا ارسول االله : فـقال) ص(جاء ا حق ابي هذا قال, ي سمه : م سن ا تحا ن احس ه وضعه موضع ب د )الطوسي. (وأ
”Seorang bertanya kepada Nabi Saw dan bertanya, “Ya Rasulullah,apa hak anakku ini?” Nabi Saw menjawab, “Memberinya namayang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukanyang baik (dalam hatimu).” (HR. ath-Thusi).13
Dalam Islam akhlak bukanlah moral yang tergantung pada situasi
dan kondisi, tetapi akhlak tergantung pada isi hati seseorang. Perilaku
terpuji dan tercela yang dapat muncul sewaktu-waktu tanpa ada perintah
oleh otak, karena muncul seketika itulah akhlak. Kajian akhlak adalah
tentang tingkah laku manusia, atau tepatnya merupakan tingkah laku yang
bisa bernilai baik (mulia) atau bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini
adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni
dalam melakukan ibadah berhubungan dengan sesama, yakni bermuamalah
atau melakukan hubungan sosial antar manusia serta dengan dengan
makhluk hidup lainnya.14
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika,
jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya
berkaitan dengan tingkah laku lahiriah akhlak lebih luas maknanya, karena
bersifat batiniah yang berkaitan langsung dengan jiwa dan hati seseorang.
Akhlak diniyah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak
terhadap Allah, hingga kepada makhluk (manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa).15
13 Muhammad Faiz Almath. 1100 Hadis Terpilih terj. dari Qobasun min NûriMuhammad saw oleh A. Aziz Salim Basyarahil, (Jakarta: Gema Insani, 2017), h.178.
14 Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia (Yogyakarta; Wahana Press, 2009), h. 9.15 N Elviana, https://www.academia.edu/9209192/Pengertian_Akhlak_Moral_Dan_Etika,
diakses pada tanggal 29 Desember 2017.
5
Berkaitan dengan kondisi di atas bagaimana pentingnya akhlak
dalam kehidupan kita karena akhlak merupakan kewajiban fitrah. Dalam
al-Qur’ân ditemukan banyak sekali pokok-pokok keutamaaan akhlak yang
dapat digunakan untuk membedakan perilaku seorang muslim, seperti
perintah berbuat kebajikan, menepati janji, sabar, jujur, takut pada Allah
Swt., bersedekah dijalan Allah, berbuat adil, dan pemaaf.16
Keharusan menjunjung tinggi akhlaq al-karimah lebih dipertegas
lagi oleh Rasulullah Saw., dengan pernyataan yang menghubungkan
akhlak dengan kualitas kemauan, bobot amal, dan jaminan masuk surga.
ثـنا محمود بن غيلان ثـنا أبو داود، قال : قال حد ثـنا شعبة، عن الأعمش، قال : حد : حدعت أبا وائل يحدث، عن مسروق، عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله : سم
، ولم يكن النبي صلى الله عليه وسلم فاحشا »م أخلاقاخياركم أحاسنك «: عليه وسلم حديث حسن صحيح : هذا متـفحشا17ولا
“Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telahmeriwayatkan kepada kami Abu Dawud ia berkata, Telah memberitakankepada kami Syu'bah dari A'masy ia berkata; Aku mendengar Abu Wa`ilmenceritakan dari Masruq dari Abdullah bin Amr ia berkata; Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik orang di antarakalian adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian." Nabishallallahu 'alaihi wasallam bukanlah seorang yang buruk perangainya.Abu Isa berkata; Ini adalah hadis hasan shahih.” (HR. al-Tirmidzî)
Dalam hadis lain Rasulullah Saw., bersabda:
مني مجلسا يـوم القيامة أحاسنكم أخلاقا، وإن أبـغضكم إلي إن من أحبكم إلي وأقـربكم قون والمتـفيهقون 18وأبـعدكم مني مجلسا يـوم القيامة الثـرثارون والمتشد
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekattempat(nya) [kedudukan] dariku pada hari kiamat (kelak) adalahorang yang paling baik akhlak(nya) diantara kalian. sesungguhnyaorang yang paling aku benci dan paling jauh tempat(nya)
16Q.s. al-Baqarah/2: 177; Q.s. al-Muʻminūn/23: 1-11; Q.s. al-Nûr/24: 37; Q.s.al-Furqân/25 ;35-37; Q.s. al-Fatḥ/48:39 dan Q.s.Ali-Imran/3:134.
17 al-Imâm al-Hâfiz Abî Isî Muhammad Ibn Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, (Bairût:Dâr al-Gharbi al-Islâmî, 1996), no.1975, jld.3, h.518 (417).
18 al-Imâm al-Hâfiz Abî Isâ Muhammad Ibn Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî,, no.2018,jld.3, h.454 (438).
6
[kedudukan] dariku pada hari kiamat (kelak) adalah tsartsarun(orang yang banyak bicara), mutasyaddiqun (orang yangberlebihan dan buruk serta mencela orang-orang), danmutafaihiqun”.(HR. al-Tirmidzî)
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, kami telah mengetahui orag
yang banyak bicara dan orang yang berlama-lama bicara dengan orang-
orang, (Namun) apa makna mutafaihiqun?” Rasulullah SAW., menjawab,
“Orang-orang yang sombong” (HR. al-Tirmidzî)
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa akhlak islami bukan hanya
hasil pemikiran, dan tidak berarti lepas dari realitas hidup, melainkan
merupakan persoalan yang terkait dengan akal, ruh, hati, jiwa, realitas,
dan tujuan yang digariskan oleh akhlak qur’âniah. Dengan demikian
akhlak karimah merupakan salah satu sistem yang dapat digunakan dalam
mencapai kesempurnaan iman sesuai yang terdapat dalam nash al-Qur’ân
dan hadis.
Dalam kenyataan hidup memang kita temui ada orang yang
berakhlak karimah dan juga sebaliknya. Ini sesuai dengan fitrah dan
hakikat sifat manusia yang bisa baik dan bisa buruk (khairun wa
syarrun)19, karena manusia telah diberi potensi untuk bertauhid20, maka
tabiat asalnya berarti baik, hanya saja manusia dapat jatuh pada keburukan
karena memang diberi kebebasan dalam memilih.21
19 Teks ayatnya sebagai berikut:
فألهمها فجورها وتـقواها “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya,” (Q.s. al-Syams/91:8)20 Q.s. al-Aʻrâf/7: 172 dan Q.s. al-Rûm/30: 30.21 Teks ayatnya sebagai berikut:
حاط م سرادقـها وإن يستغيثوا يـغاثوا وقل الحق من ربكم فمن شاء فـليـؤمن ومن شاء فـليكفر إنا أعتدنا للظالمين نارا أ فقا بماء كالمهل يشوي الوجوه بئس الشراب وساءت مرت ـ
7
Kecenderungan manusia pada kebaikan terbukti dalam kesamaan
konsep pokok akhlak pada setiap peradaban zaman yaitu perilaku pada
bentuk dan penerapan yang dibenarkan Islam merupkan hal yang ma’ruf.
Karena tidak seorangpun menganggap perilaku seperti tindak kebohongan,
penindasan, keangkuhan, dan kekerasan adalah sesuatu yang baik, seperti
contoh sepuluh macam keburukan22 yang wajib dijauhi yang terdapat
dalam Q.s. al-Anʻâm/6: 152-152.23
Sebaliknya tidak ada peradaban yang menolak keharusan
menghormati kedua Orang tua, keadilan, kejujuran, pemaaf sebagai hal
yang baik. Namun demikian, kebaikan yang hakiki tidak dapat diperoleh
melalui pencarian manusia dengan akalnya saja. Kebaikan yang hakiki
hanyalah diperoleh melalui wahyu dari Allah Swt.24
Sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab, Muhammad Abduh
ketika menafsirkan Q.s. al- Baqarah/2: 286 menjelaskan bahwa kebaikan
dikaitkan dengan kasabat, sedang keburukan dikaitkan dengan iktasabat.25
Hal ini menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya adalah
cenderung kepada kebaikan, sehingga manusia dapat melakukan kebaikan
“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yangingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah iakafir". (Q.s. al-Kahfi/18: 29)
221. Menyekutukan Allah, 2. Durhaka kepada kedua orang tua, 3. Membunuh anak karenatakut miskin, 4. Berbuat keji baik secara terbuka maupun tersembunyi, 5. Membunuh orang tanpaalasan yang sah, 6. Makan harta anak yatim, 7. Mengurangi takaran dan timbangan, 8. Membebaniorang lain kewajiban melampaui kekuatannya, 9. Persaksian tidak adil, 10. Mengkhianati janjidengan Allah.
23 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan PengamalanIslam (LPPI), 2001), h.13.
24Karena Allah merupakan Dzat Yang Maha Benar dan pemilik segalakebenaran (Q.s. al-Baqarah/2: 147; Q.s. Âli-Imrân/3: 60; Q.s. al-Nisâ'/4: 170;Q.s.Yȗnus /10: 94 dan 108; Q.s.Hȗd/11: 17; Q.s. al-Kahf/18: 29; Q.s. al-Hajj/22: 54;dan Q.s. al- Sajdah/32: 3).
25M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’ân, h. 340.
8
dengan mudah tanpa paksaan. Berbeda dengan perbuatan jelek yang akan
menimbulkan kesusahan.26
Oleh karena itu akhlak sangat penting dalam masyarakat yang mulai
terkikis27 oleh kemodernan28 dan pengaruh dari arus globalisasi. Akhlak
merupakan acuan dalam kehidupan, karena akhlak akan menjadikan
seseorang menjadi terhormat dan mulia di mata Allah Swt., dan makhluk
hidup lainnya. Semua orang merasa senang kepada perilaku yang baik.
Akhlak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat universal29 karena
disukai oleh semua makhluk, baik orang jahat sekalipun, bahkan, binatang
bisa merasa nyaman tinggal di sebuah rumah yang para penghuninya
berprilaku baik. Akhlak mempunyai manfaat bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain juga masyarakat luas, yaitu sebagai bukti keimanan, 30
Rujukan hadis tentang akhlak yang utama adalah hadis yang
menjelaskan tentang akhlak Nabi Saw., yaitu adalah al-Qurʻân sebagai
akhlak Nabi Saw., untuk dijadikan cerminan, cotoh atau dijadikan panutan para
pengikutnya. Orang yang berpegang teguh dan melaksanakan apa yang terdapat
dalam al-Qur’ân di kehidupan sehari-hari mereka, maka itu sudah termasuk
meneladani akhlak Nabi Saw.
26Iktasaba dilakukan manusia guna memperoleh manfaat untuk dirinya sendiri, sedangkanarti dari kasaba lebih luas lagi daripada iktasaba karena bukan hanya memikirkan apa yangseseorang dapatkan untuk dirinya tapi juga orang lain. Lihat Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-ayat Ekonomi: Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-kata Kunci dalam al- Qur’ân (Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2012), h.142.
27Terkikis atau sudah atau terlah dikikis. Kikis atau atau kerik (hilangkan, hapuskan, dsb).Lihat KBBI, h.679.
28Kemodernan atau hal (keadaan) modern. Modern atau terbaru. Lihat KBBI, h.924.29Universal atau umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia). Lihat
KBBI, h.1530.30Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi terj. dari al-Wafi fi Syarhil
Arba’în al-Nawawiyyah oleh Rohidin Wakhid (Jakarta: Qisthi Press, 2017), cet.2, h.129.
9
Hadis arba’în al-Nawawî merupakan kumpulan hadis karya Imam
al-Nawawî. Beberapa ulama yang membukukan empat puluh hadis
diantaranya: a. Kitab al-Arbaʻîn ‘alâ mazhab al-mutahaqqîn minas
suufiyyah: al-Asbahani, Abu Nu’aim Ahmad ibn Abdillah (w.430 H), b.
Kitab al-Arbaʻîn fi faḏl al-du’â’ wad dâ’în: Karya al-Maqdisi, Abi Hasan
Ali ibn Faḏl (w. 611 H), c. Al-Arba’ûn hadistan fi qowâʻid mi al ahkam
al-syar’iyyah wa fadâ’il al-a’māl waz zuhd: Karya al-Suyuti (w. 911 H),
d. Arba’un hadistan fi maḏ al-sunnah wa zamm al-bid’ah: Karya Yusuf
ibn Ismaʻil al-Nabhani (w.1350 H), e. al-Ahadts al-Arbaʻîn fi wujub ta’at
Amir al-Mu’minin: Karya Yusuf ibn Isma’il al-Nabhani (w.1350 H)31.
Masing-masing isi kitab tersebut berbeda, ada yang hanya
berkenaan dengan pokok-pokok agama atau cabang-cabangnya, ada juga
sebagian lain yang berkaitan tentang jihad, zuhud, adab, dan khutbah-
khutbah Nabi Saw. Kemudian Imam al-Nawawî membukukan hadis yang
mencakup semua maksud di atas dalam kitab hadis arba’ân al-
Nawawîyyah, sebagian besar hadis yang diambil berasal dari Sahih al-
Bukhârî dan Sahih Muslim.32
Tidak sedikit karya-karya yang ditulis oleh Imam al-Nawawâ33.
Hadis arba’în al-Nawawâ ini sudah sangat terkenal dan beredar di
masyarakat terutama di kalangan para santri, mahasiswa, tapi masih
31Ahmad Lutfi Fathullah, 40 Hadis Mudah Dihafal Sanad dan Matan, (Jakarta: Al-Mughni Press, 2014), cet.1, h. 12-13.
32 Imam al-Nawawî. Terjemah Hadis Arba’în al-Nawawîyyah terj. dari al- Arba’în al-Nawawiyyah oleh Sholahuddin (Jakarta: Sholahuddin Press, 2004), h.4-5.
33 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawâ, Imam Abdurrahman Ibn Nāsir as-Sa’dî, IbnDaqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâlih Ibn Utsaimîn, Syarah Arba’in an-Nawawi: Penjelasan 42Hadis Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam terj. dari Ad-Durrah as-Salafiyyah Syarah al-Arba’în al-Nawawiyah oleh Ahmad Syaikhu (Jakarta: Darul Haq, 2015), h.xv-xvi.
10
banyak yang belum mengaplikasikan34 isi hadis tersebut dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Masih ada saja perilaku yang menyimpang dan tidak
sesuai dengan semestinya seperti bersikap egois, ingin menang sendiri,
cepat sekali marah atau emosi, tidak menjaga kebersihan lingkungan, lalai
dalam menjalankan peritah Tuhan, orang tua, dosen, guru atau aparat
penegak hukum, bersikap semena-mena terhadap makhluk hidup dan
sebagainya. Semua itu terjadi karena kurangnya pondasi akhlak yang
mereka miliki dan pemahaman tentang urgensi dari nilai akhlak tersebut
untuk kehidupan dunia maupun akhirat kelak.35
Akhlak tersebut yang seharusnya sudah tertanam dalam setiap hati
masing-masing individu mereka agar dapat bersikap dan berperilaku baik,
tidak harus diatur diperintah atau melakukan sesuatu karena ingin dilihat
baik oleh orang lain sehingga tidak dianggap buruk. Semua itu bukanlah
pengertian akhlak yang sesungguhnya jika mereka hanya melakukan
karena ingin dinilai baik atau buruk karena seperti yang dikatakan oleh
Imam al-Ghazâlî akhlak adalah suatu perilaku yang dilakukan dengan
mudah tanpa berpikir panjang maupun menghitung resiko apa yang akan
terjadi nantinya.36
Berdasarkan latar belakang di atas dan pengamatan penulis, dapat
dipahami bahwa pentingnya akhlak khususnya untuk umat Islam karena banyak
sekali prilaku manusia yang buruk seperti melakukan hal yang tidak bermanfaat,
mudah sekali emosi atau marah, tidak memiliki rasa malu bersikap sesuka hati,
34 Mengaplikasikan atau menggunakan dalam praktik. KBBI, h.81.35https://www.academia.edu/15191025/Akhlak_dan_Ruang_Lingkupnya36al-Imâm Abȗ hâmid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn
(Beirut: Dâr Ibn Hazm, 2005), h.934.
11
serta sering sekali seseorang melanggar perintah atau larangan Allah yang sudah
ditetapkan baik sebagai seorang anak, siswa/siswi, mahasiswa atau masyarakat
pada umumnya yang tidak sesuai dengan dalil yang ada. Semua itu terdapat dalam
penjelasan arba’în al-Nawawîyyah diantaranya hadis nomor 12, 16, 20 dan 30
dengan tema yang sudah disebutkan di atas. Oleh sebab itu penulis sangat tertarik
untuk mengajukan judul yang berkaitan tentang, “Studi Hadis-Hadis Akhlak
Dalam Kitab Arbaʻîn al-Nawawî”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat identifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Degradasi akhlak
2. Pemyebab rusaknya akhlak seseorang
3. Kurang kesadaran dalam berperilaku baik terhadap Tuhan, sesama
manusia, dan lingkungan
4. Nilai-nilai yang terkandung dalam hadis arbaʻîn al-Nawawî
5. Akhlak penting untuk kehidupan dunia dan akhirat
6. Merealisasi akhlak dalam pembelajaran akademis dan kehidupan
sehari-hari
7. Pendidikan akhlak sejak dini oleh orang tua sangat penting
8. Kandungan hadis yang berkaitan dengan akhlak terhadap sesama
makhluk hidup dalam hadis arbaʻîn
9. Relevansi hadis arbaʻîn dengan akhlak sehingga bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
12
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Tidak sedikit masalah yang berkaitan dengan akhlak yang dijelaskan
dalam al-Qur’în dan hadis, tentunya semua itu akan menimbulkan perbedaan
penafsiran bila kita lihat dari perspektif yang berbeda tergantung masing-masing
individu dalam memahami suatu ayat atau hadis tersebut. Karena itu untuk
mempermudah penulisan skripsi ini penulis membatasi hanya menggunakan hadis
yang ada pada arba’în al-Nawawâ. Dari 42 hadis yang terdapat dalam hadis
arba’în al-Nawawâ, penulis batasi ada 20 hadis yang berkaitan menerangkan
tentang akhlak terhadap sesama makhluk hidup.
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana kandungan hadis arbaʻîn yang berkaitan dengan akhlak
terhadap sesama makhluk hidup?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menemukan hadis nomor berapa saja yang masuk ke dalam akhlak
terhadap sesama makhluk hidup yang terdapat dalam hadis arba’în al-
Nawawî.
2. Untuk menemukan bagaimana kandungan hadis arbaʻîn yang berkaitan
dengan akhlak terhadap sesama makhluk hidup.
13
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari aspek teoritis dan aspek praktis,
yaitu:
1. Dalam aspek teoritis:
Sebagian dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah
terutama bagi pendidikan Islam.
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai akademis (academic
significance) yang akan menambah wawasan penulis, begitu juga mempunyai
arti kemasyarakatan (social significance) yang akan membantu usaha-usaha
perkembangan pemikiran dalam islam. Dengan cara meneliti tentang
kandungan hadis arba’în al-Nawawî agar dapat memahami dan
mempraktikkan kandungan nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya secara
lebih luas lagi khususnya nilai akhlak yang terkandung dalam suatu hadis.
2. Dalam aspek praktis:
a. Mahasiswa
Semoga karya ilmiah ini bisa menambah keilmuan teman-teman
mahasiswa dan menjadi referensi dalam memberikan pengajaran ilmu al-
Qur’ân dan tafsir sehingga proses pembelajaran menjadi efektif dan
efisien. Dapat menjadi penjelas tentang pentingnya nilai akhlak untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat
b. Instansi/pemerintah
Masukan pada lembaga pemerintah untuk mengambil kebijakan
dalam mengembangkan pendidikan siswa, karena dengan berkembang
pendidikan siswa maka siswa dapat dengan mudah menyelesaikan
14
permasalahan: baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Bidang ilmu al-Qur’ân dan tafsir
Sebagai karya ilmiah, tulisan ini diharapkan dapat mengetahui
sekaligus mengimplikasikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang pendidikan al-Qur’ân dan tafsir khususnya masalah yang berkaitan
dengan akhlak sehingga mahasiswa jurusan ilmu al-Qur’ân dan tafsir dapat
menjawab permasalahan tersebut secara global.
F. Kajian Pustaka
Penulis akan membuat kajian pustaka dengan tujuan untuk mengkaji buku
atau karya ilmiah yang memiliki tema berkaitan dengan judul yang dipilih oleh
penulis di antaranya sebagai berikut:
Banyak sekali buku atau karya ilmiah yang pembahasannya berkaitan
tentang akhlak diantaranya buku karya M. Quraish Shihab yang berjudul
Wawasan al-Qur’ân yang di dalam bukunya ada pembahasan tentang akhlak
terdapat pada sub bab kedua. Dalam sub bab tersebut menjelaskan berbagai
macam hal yang berkaitan dengan akhlak seperti pengertian akhlak, arti makna
baik dan buruk, bagaimana pertanggung jawabannya, apa tolok ukur untuk
kebaikan dan bagaimana sasaran akhlak itu sendiri dijelaskan di dalam buku
tersebut.
Selanjutnya berbeda dengan bukunya yang berjudul Wawasan al-Qur’ân
menjelaskan tentang pembagian atau sasaran akhlak terbagi menjadi berapa hal,
sedangkan dalam karya M. Quraish Shihab yang berjudul yang hilang dari kita
15
Akhlak ini berisi khusus pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan akhlak dan sopan santun dalam berprilaku dengan makhluk hidup.
Buku Mutu Manikam dari Kitab al-Hikam karya Ahmad Ataillah oleh
Muhammad ibn Ibrahim Ibnu 'Ibad al-Naqzi al-Rindy. Merupakan salah satu buku
yang baru penulis temukan dengan banyak sekali bab pembahasan didalamnya
yang terbagi menjadi dua bagian, pertama terdiri dari 75 bab dan kedua ada 95
bab. Diantaranya membahas tentang akidah, hukum, zuhud, serta akhlak yang
lebih mengarah kepada tasawuf Islam. Ungkapan tiap-tiap babnya sangat singkat
dan memiliki pengertian yang sangat dalam, karena itu walaupun singkat
penjelasannya dan banyak sekali bab yang terdapat dalam buku ini, kadang kita
tidak bisa hanya membaca sekali saja untuk memahaminya karena bahasa yang
digunakan penulis kitab al-Hikam ini sangat padat dan luas maknanya.
Buku Akhlak dan Adab Islami karya Coihruddin Hadhiri ini sangat bagus
sekali karena isi dari bukunya menjelaskan tentang berbagai macam akhlak dan
pembagiannya secara detail dengan menggunakan dalil al-Qur’ân sebagai penjelas
disetiap pengertian dan contoh yang diberikan.
Tesis tentang Etika guru dan murid menurut Imam al-Nawawî dan
relevansinya dengan UU RI No.14 Th.2005 dan PP RI No.17 karya Sri Andryani
Hamid ini kesimpulan dalam pembahasan tesisnya bahwa baik dalam UUGD
(undang-undang guru dan dosen) atau menurut pandangan al-Nawawî seorang
guru dan murid harus berakhlak dan berperilaku baik, menjunjung tinggi
peraturan undang-undang serta memiliki nilai-nilai agama dan etika. Perbedaan
antara keduanya jika al-Nawawî dalam hal ini menekankan pada Muroqobatullah
atau hukum Taklifi (Undang-Undang Allah), sedangkan UUGD lebih menitik
16
beratkan kepada hukum wadh’i (Undang-Undang Manusia) yang dengan
demikian dapat meningkatkan mutu pendidikan. Banyak lagi etika, perilaku
akhlak yang harus dimiliki seorang guru dan murid, seperti etika personal guru,
dalam mengajar, terhadap murid, terhadap ilmu, terhadap sesama dan etika murid
baik terhadap guru, terhadap sesama serta saat sedang belajar.
Skripsi Nilai-nilai pendidikan islam dalam kitab arbaʻîn al-Nawawî
karangan Nur Rohim hasil dari penelitian skripsi tersebut menjelaskan dan
menyebutkan ada banyak sekali nilai-nilai pendidikan Islam baik secara umum
atau khusus yang terkandung dalam dalam kitab hadis arbaʻîn al-Nawawî. Nilai
Ibadah, Ihsan, masa depan, kerahmātan, amanat, dakwah, dan tabsyir itu semua
merupakan nilai pendidikan islam secara umum sedangkan yang terkandung
dalam kitab hadis arbaʻîn al-Nawawî ada beberapa hal diantaranya tarbiyah
imaniyah (nilai pendidikan keimanan), khuluqiyah (nilai pendidikan akhlak dan
perilaku), ijtimaiyah (nilai pendidikan sosial kemasyarakatan), jinsiyah (nilai
pendidikan seks), nilai pendidikan ikhlas dalam beramal, nilai pendidikan etos
kerja, tingkah laku terpuji dan tingkah laku terpuji, ukhuwah islamiyah
(persaudaraan), ajakan kepada kebaikan.
Dari kajian pustaka yang penulis paparkan belum ada karya ilmiah yang
membahas khusus tentang hadis yang berhubungan dengan akhlak terhadap
sesama makhluk hidup. Karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul studi
hadis-hadis akhlak dalam kitab arbaʻîn al-Nawawî.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
17
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode kualitatif37.
Dimana penulis akan mencari dan mengumpulkan data-data tentang objek
penelitian berupa kata-kata tertulis dari suatu objek yang berkaitan dengan
pembahasan berdasarkan rumusan masalah di atas dan dijelaskan secara
sistematis.38
2. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini, terbagi menjadi dua kategori,
yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber data primer, merupakan
rujukan utama yang menjadi landasan data yang akan dicari dan di analisis.
Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data lain yang berkaitan
dengan tema penelitian guna memperoleh kelengkapan data penelitian.
Dengan menggunakan arbaʻîn al-Nawawîyyah sebagai data primer serta
karya lain yang dikarang oleh al-Nawawî, juga berbagai karya tulis yang
berhubungan tentang judul yang diteliti seperti, buku-buku ilmiah, tesis,
skripsis yang terdapat dalam kajian pustaka, jurnal atau artikel tentang
pendidikan akhlak dalam perspektif Islam, akhlak dan etika dalam Islam,
pendidikan karakter dalam hadis arbaʻîn al-Nawawîyyah, serta kamus sebagai
data sekunder untuk menunjang dalam proses penelitian.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian skripsi ini yaitu kepustakaan (library
research) ataun dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu dengan
mengumpulkan data 20 dari 42 hadis dari kitab arbaʻîn al-Nawawiyyah.
4. Metode Analisis Data
37 John W. Creswell, Research design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.4-5.
38 Sistematis atau teratur menurut sistem. Lihat KBBI: Pusat Bahasa, h.1321
18
Dalam menganalisa data-data yang sudah terkumpul penulis
menggunakan metode deskriptif39 dengan pendekatan analisis isi.40
a. Deskripsi
Mengumpulkan data dan mengelompokkan hadis-hadis yang sudah
dipilih, kemudian menjelaskan hadis tersebut yang terdapat di dalam arbaʻîn
al-Nawawî.
b. Analisis
Menganalisis menggunakan metode analisis tema hadis, matan atau
secara kebahasaan dengan melihat syarh hadis arbaʻîn. Di mana penulis
pertama mencari tema hadis sebagai kata kunci, kemudian melihat matan dan
syarh hadis tersebut apakan antara ketiganya memiliki relevansi dengan
akhlak. Kemudian setalah itu menyebutkan dan menguraikan dengan jelas isi
kandungan hadis arbaʻîn al-Nawawî yang berkaitan dengan akhlak terhadap
sesama makhluk hidup serta bagaimana penerapannya, agar tidak lagi terjadi
pemaknaan hadis yang dilakukan secara subjektif sehingga dapat
menghasilkan kesimpulan yang objektif41 dan komprehensif42.
H. Sistematika Penulisan
Seluruh pembahasan dalam skripsi ini akan dipaparkan ke dalam beberapa
bab agar pembahasan ini teratur maka sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:
39Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis (Jakarta: PPM,2005), h. 105-106.
40Catherine Dawson, Metode Penelitian Praktis: Sebuah Panduan, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2002), h. 145-146.
41Objektif atau mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat ataupandangan pribadi. Lihat KBBI, h.975.
42 Komprehensif atau besifat mampu menangkap (menerima) dengan baik. Lihat KBBI,h.721.
19
Bab pertama, berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab kedua, tinjauan umum tentang akhlak memuat tentang, pengertian
akhlak, macam-macam akhlak, ruang lingkup akhlak islami dan faktor-faktor
yang mempengaruhi akhlak.
Bab ketiga, berisi sekilas tentang biografi al-Nawawî, kapasitas keilmuan
al-Nawawî, karya-karya al-Nawawî, latar belakang penulisan dan kandungan isi
hadis arbaʻîn al-Nawawî.
Bab keempat, Merupakan bab inti skripsi ini karena penulis membahas
dan memaparkan hasil dari penelitian tentang akhlak yang terkadung dalam
sebuah hadis arbaʻîn al-Nawawî untuk menjawab rumusan penelitian yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Bab kelima, merupakan kesimpulan hasil penelitian yang merupakan
jawaban dari masalah yang telah dirumuskan dan saran-saran yang sekiranya
perlu penulis sampaikan berkaitan dengan hasil penelitian ini serta kata penutup.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG AKHLAK
A. Pengertian Akhlak
Untuk mendefinisikan kata akhlak, kita dapat menggunakan dua
pendekatan yaitu secara linguistic (kebahasaan) dan pendekatan terminology
(peristilahan).1
Pertama akhlak menurut Ibn Miskawaih secara bahasa terbagi
menjadi dua “pertama bahwa akhlak adalah sifat bagi jiwa (batin), kedua sifat
alami manusia yang tertanam dalam jiwa memiliki kehendak yang
kemungkinan sifatnya baik atau buruk2. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia akhlak memiliki arti budi pekerti atau kelakuan,3 kata akhlak
terambil dari bahasa Arab yaitu “al-Khuluq” )ق ل الخ ( yang merupakan jamak
dari “Akhlâq” )اخلاق ( berarti tabiat atau budi pekerti, “al-‘Âdah” )العادة (
kebiasaan, “al-Murû’ah” )روءة الم ( keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, “al-
Dîn” ين ( )الد Agama, dan “al-Ghaḏab” )الغضب ( kemarahan”. 4
Karena akhlak merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar.
Secara mendasar kata akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu
1Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.1.2Ibn Miskawaih, Tahdzîb al-Akhlâq wa Tathîr al-A’raq, (Mesir: al-Husainiyah al-
Misriyyah, 2012), cet.1, h.11.3Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustka Umum, 2008),
cet 1, ed. 4, h.27.4Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h. 364.
21
pencipta dan yang diciptakan. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah
Ta‘ala dan hubungan baik antara manusia dan manusia. Kata
“menyempurnakan” tersebut berarti akhlak itu bertingkat atau bertahap,
sehingga perlu unutk disempurnakan lagi. Hal tersebut menunjukkan
bahwasanya akhlak itu bermacam-macam, mulai dari akhlak yang sangat
buruk, buruk, sedang, baik, baik sekali hingga sempurna. Rasulullah sebelum
bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna
seperti yang sudah Allah jelaskan dalam QS. al-Qalam/68: 4.5
Dalam al-Qur’ân kata akhlâq tidak ditemukan, akan tetapi langsung
menggunakan bentuk tunggalnya yaitu al-Khuluq. Seperti yang dapat
ditemukan dalam contoh di bawah ini:
وإنك لعلى خلق عظيم ‘’Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yangagung.” (QS. al-Qalam/68: 4)6
إن هذا إلا خلق الأولين ʻ’(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang- orangdahulu.” (QS. al-Syu‘arâ/26: 137)7
8أكمل المؤمنين إيمانا أحسنـهم خلقا
‘’Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang baikakhlaknya.” (HR. al-Tirmidzî)
5Syarifah Habibah, “Akhlak dan Etika dalam Islam”, Jurnal Pesona Dasar Vol.1 No.4,(Oktober 2015): h.74.
6Mushaf al-Qur’ân Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia terj. dari YayasanPenyelenggara Penerjemah al-Qur’ân disempurnakan oleh Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’ân,(Jakarta: Pustaka Al-Huda Kelompok Gema Insani, 2002), h. 565.
7Al-Qur’ân dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, h. 573.8 Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, (al-Riyâd: Maktabah al-
ma'ârif linatsir wa tauri’), cet.1, h.276.
22
9بعثت لأتمم حسن الأخلاق
‘’Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR.Mâlik)
Dapat dilihat dari ayat pertama dan dua di atas menggunakan kata al-
Khuluq untuk arti budi pekerti dan adat kebiasaan, sedangkan dalam kedua
hadis ada yang menggunakan bentuk tunggal dan bentuk jamaknya. Dengan
demikian kata al-Khuluq atau akhlâq secara kebahasaan berarti (tabiat (budi
pekerti), merupakan sifat tingkah laku yang berasal dari (jiwa) hati seseorang
tanpa paksaan berdasarkan kehendak sendiri dan spontan melakukannya.10
Dari penjelasan di atas bisa dikatakan bahwasanya akhlak itu memiliki
beberapa arti yang berbeda, perbedaan tersebut dapat dinilai dari berbagai
aspek, salah satunya nilai kelakuan yang berhubungan dengan baik dan buruk,
kepada siapa perilaku tersebut ditujukan dan juga dapat dilihat dari
objeknya.11 Semua itu dipertegas dengan ayat al-Qur’ân yang menjelaskan
keanekaragaman kelakuan manusia12, dasar manusia yang memiliki dua
potensi untuk berkelakuan baik dan buruk.13
Kedua, adapun pengertian akhlak secara istilah sangatlah beragam
seperti di kawasan Timur dunia Islam ada al-Farabi, al-Kindi, dan Ibn
Miskawaih , dan di belahan Barat ada Ibn Majah (Iran) dan Ibn Thufail.14 Dan
9 Mâlik Ibn Anas, al-Muwatta’, (Beirut: Dâr Ihyâ al-turâs al-‘Arabi, 1985), h. 904.10 Azyumardi Azra., dkk, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005),
Jilid. 1, h.130.11M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’ân (Bandung; Mizan Media Utama, 2013), h. 337.12 Teks ayatnya sebagai berikut:
إن سعيكم لشتى ‘’Sungguh, usahamu memang beraneka macam.” (Q.S. al-Lail/92: 4)
13Teks ayatnya sebagai berikut:
وهديـناه النجدين ‘’Dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)”Q.s. al-Balad /90:10
14Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (Jakarta:Amzah, 2013), 225
23
menurut para ulama, atau para tokoh pakar yang memberikan perhatian lebih
terhadap bidang akhlak ini di antaranya:
1. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) dikenal sebagai salah satu pakar
bidang akhlak yang terkemuka dengan singkat mengemukakan, bahwa
akhlak adalah: secara bahasa “Akhlak yaitu ilmu yang pada dasarnya
untuk mengetahui keadan jiwa baik itu karakter, tabiat, penyakit,
faedah dan fungsinya bagi jiwa seseorang. Ilmu akhlak: etika yaitu
ilmu yang membahas tentang perilaku manusia dan segala bentuk
perbuatan manusia dalam kesehariannya”.15
2. Ibn al-Jauzi (w.597 H) beliau menjelaskan bahwa kata “khuluq adalah
etika yang telah dipilih seseorang”16, dinamakan khuluq karena etika
bagaikan karakter yang terdapat pada diri seseorang yang sudah
menjadi pilihan yang dipilih oleh orang tersebut secara sadar.17
3. Al-Faiḏ al-Kasyani (w.1091 H), akhlak adalah dimana menunjukan
kondisi mandiri dalam jiwa, yang menimbulkan perbuatan dengan
mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran terlebih dahulu.18
4. Al-Ghazîlî (1059-1111 M) yang dikenal sebagai Hujjatul Islam
(Pembela Islam), beliau mengemukakan pengertian akhlak lebih luas
lagi dibandingkan Ibn Miskawaih yaitu: “kekuatan sifat yang
15 Ibn Miskawaih, Tahdzîb al-Akhlâq wa Tathîr al-A’raq, h. 12.16 Ibn al-Jauzi, Zad al-Mesir, (Beirut: al-Maktab al-Islamy, 1404) , Jld. viii, h. 328.17Pendapat tesebut sesuai dengan pegertian dari Etika, karena persoalan etika ialah segala
perbuatan yang timbul dari diri seseorang dengan ikhtiar atau pemikiran secara masak-masakdengan sadar,sengaja, dan ia tahu apa yang dilakukannya. Itulah sesuatu yang dapat kita berihukum “baik dan buruk” menurut hukum etika, begitu pula segala perbuatan yang timbul tidakdengan kehendak tetapi dapat mencarikan daya upaya penjagaan sepanjang waktu. Adapun apayang timbul bukan dari kehendak, dan tidak dapat dijaga sebelumnya, maka ia bukan dari pokokpersoalan Etika (Bernapas, detak jantung). Lihat Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) terj. dari al-Akhlâq oleh Ahmad Amin alihbasa: Farid Ma’ruf (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. 8, h.2-6.
18 Nâsîr Makârim al-Syayrâzî, al-Akhlâq fî al-Qur’ân, (Qom: Madrasah al-Imâm Alî IbnAbî Tâlib, 1425), Jilid 1, h. 14-15.
24
mengakar dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan dengan
spontanitas tanpa memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan, kalau
keadaan itu berdasarkan perbuatan baik meurut akal dan syariat maka
itu dinamakan akhlak yang baik atau terpuji (khalqan hasanan).
Sedangkan jika keadaan itu berdasarkan perbuatan jelek (al-Qabîhah)
maka itu dikatakan sebagai akhlak yang buruk سيئالقاخ . 19
5. Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa “akhlak ialah kebiasaan
yang dilakukan sesuai kehendak kita”.20 Yaitu dimana menangnya
suatu keinganan dari beberapa macam keinginan manusia yang biasa
dilakukan secara terus menerus (berulang) sehingga menjadi suatu
kebiasaan itu disebut akhlak, tegatung dari keinginan yang menguasai
diri seseorang apakah keinginan yang dilakukan secara berturut-turut
itu perbuatan yang baik atau buruk. Contoh sederhananya jika
seseorang memiliki kehendak untuk membiasakan memberi, maka
kebiasaan itu adalah termasuk dalam akhlak dermawan.21
Menurut istiah definisi akhlak di atas, penulis menganggap dari segi
konsep pengertian akhlak menurut al-Ghazâlî dan Ibn Miskawaih memiliki
kesamaan. Karena keduanya sama-sama menyebutkan bahwa akhlak itu
sesuatu yang sudah tertanam dalam jiwa seseorang sehingga menjadi karakter
atau kepribadian diri orang tersebut, yang menjadikannya dapat berbuat apa
saja dengan mudah, tanpa harus memikirkan dan mempertimbangkan apa
19al-Imâm Abû hâmid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn(Beirut: Dâr Ibn Hazm, 2005), h.934.
20Ahmad Amîn, Kitâb al-Akhlâq, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Misriyyah, 1991), h. 3.21Mustopa, “Akhlak Mulia dalam Pandangan Masyarakat”, Nadwa Jurnal Pendidikan
Islam Vol.8 No.2, (Oktober 2014): h.267.
25
yang akan terjadi akibat perbuatannya tersebut. Adapun pengertian akhlak
menurut Ahmad Amin bersifat lebih umum, yakni akhlak ialah kehendak
yang dibiasakan. Sehingga kalau kehendaknya membiasakan perbuatan, dan
perbuatannya menjadi terbiasa, maka dapat dinamakan akhlak.
Sering kali istilah akhlak, dikenal juga dengan isitlah “etika” atau
moral. Sehingga secara tidak langsung ada pendapat yang menyamakan
antara ketiganya. Walaupun ada persamaan antara akhlak dan etika yaitu
sama-sama membahas tentang masalah baik-buruknya tingkah laku manusia,
akan tetapi perbedaaan keduanya juga sangat jelas.22
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethes” yang berarti adat
kebiasaan dan merupakan cabang dari ilmu filsafat, sedangkan kata akhlak
berasal dari bahasa Arab “khuluq”. Alat ukur untuk menentukan baik
burukanya perilaku seseorang antara tiga istilah tersebut tidaklah sama yaitu:
jika etika berdasarkan akal dan pikiran, moral berdasarkan kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat, keduanya memiliki kesamaan juga perbedaan,
yakni etika lebih banyak yang bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak
bersifat praktis. Dan akhlak memiliki alat tolak ukur untuk mengatakan baik
buruknya sifat seseorang menggunakan ajaran agama yaitu al-Qur’ân, al-
Hadis, dan al-Sunnah.23
22 Perbedaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumberyang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik burukberdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral serta susila berdasarkan kebiasaan yangberlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baikdan buruk itu adalah al-Qur’ân dan al- Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1992), h. 1-3.
23 Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung:Pustaka Setia, 2008), h. 207-209.
26
B. Macam-Macam Akhlak
Akhlak menurut al-Ghazâlî terbagi menjadi dua bagian yaitu akhlak
terpuji (akhlak mahmudah) dan akhlak yang buruk (mazmumah).24
1. Akhlak mahmud (yang terpuji)
Akhlak mulia merupakan suatu bentuk ketundukan dan ketakwaan
seseorang kepada Allah Swt., sehingga apapun yang kita perbuat di mana
pun dan kapan pun kita berada menimbulkan rasa malu sekaligus takut
kepada-Nya. Seperti dikutip dari Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari, al-
Mawardi mengatakan bahwa seseorang dikatakan berakhlak mulia jika
budi pekertinya halus, berwatak lembut, wajahnya ceria, tidak suka
menghardik25, dan selalu berututur kata yang baik.26
Beberapa perilaku yang termasuk kedalam akhlak mulia ini
diantaranya: beriman27, bertakwa28, rida, dan cinta kepada Allah, beriman
kepada malaikat, kitab, rasul,29 hari kiamat, takdir, taat beribadah, selalu
24 al-Imâm Abû hâmid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn(Beirut: Dâr al-Ma’rifah), h.53.
25 Menghardik atau mengata-ngatai dengan kata-kata yang keras, berasal dari kata hardikatau perkataan yang keras. Lihat Kbbi, h. 482.
26Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari, Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Caara MencapaiAkhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Imâm Asy-Syafi’i, 2016), h.12.
27Beriman atau mempunyai iman (kepercayaan, ketetapan hati). Lihat Kbbi, h. 526.28 Teks Haditsnya sebagai berikut:
حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن اتق االله ‘’Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk denganperbuatan baik, niscaya menghapusnya. Bergaulah dengan manusia dengan akhlak yag luruh.Lihat Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî,h. 451.
29Teks al-Qur’annya sebagai berikut:
يعا الذي له ملك السماوات والأرض لا إله إلا هو يحيي ويميت فآمنوا بالله ورسوله النبي قل يا أيـها الناس إني رسول الله إليكم جملله وكلماته واتبعوه لعلكم تـهتدون الأمي الذي يـؤمن با
‘’Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu AllahYang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabiyang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) danikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. Q.S.al-A’raf/7: 158.
27
menepati janji (Amanat)30, berlaku adil31, berani dalam segala hal yang
positif, bijakssana, pemaaf, murah senyum, zuhud dan tidak rakus terhadap
kehidupan duniawi.32
2. Akhlak Mazmumah (yang tercela)
Akhlak mazmumah atau sering dikenal dengan akhlak tercela,
merupakan sifat yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan
martabatnya sebagai manusia.33
Pendapat beberapa para ulama tentang akhlak yang buruk
diantaranya: Wahab Ibn Munabbih berkata: “Akhlak yang buruk itu adalah
seperti tembikar yang pecah. Tidak dapat dilekatan lagi dan tidak dapat
dikembalikan lagi menjadi tanah”. al-Fudlail berkata: “Aku lebih suka
ditemani oleh seorang yang kurang beribadah, tetapi berakhlak baik,
daripada ditemani seseorang yang baik ibadahnya, tetapi berakhlak buruk".
lbn al-Mubarak menemani seorang laki-laki yang buruk akhlaknya. Dalam
perjalanan, maka beliau menderita dari buruk akhlaknya orang itu dan
mempergaulinya dengan lemah-lembut. Sewaktu beliau berpisah dengan
orang tersebut, beliau menangis. Maka orang melihat hal itu bertanya
kepadanya, lalu beliau menjawab: “Aku menangisinya. karena kasihan
30 Teks Haditsnya sebagi berikut:
أد الأمانة إلى من ائـتمنك، ولا تخن من خانك ‘’Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberimu amanat, dan janganlah kamu berkhianatkepada orang yang telah menghianati dirimu.” Lihat Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzî,Sunan al-Tirmidzī,h. 300.
31 Teks Hadits sebagai berikut:
يه يمين، الذين يـعدلون في حكمهم وأهليهم وما ولواإن المقسطين عند االله على منابر من نور، عن يمين الرحمن عز وجل، وكلتا يد ‘’Sesungguhnya orang-orang yang adil, di sisi Allah kelak, akan berada di atas mimbar-mimbarcahaya di sebelah kanan Ar-Rahmàn 'azza wajalla, dan kedua tangan Allah adalah kanan. Merekaitu adalah orang-orang yang adil dalam menetapkan hukum, adil terhadap keluarga, serta adilterhadap apa yang menjadi tanggung jawab mereka.” Lihat al-Imâm Abû Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Saẖîẖ Muslim, (Dâr al-kutub ilmiyyah-Beirut, 1991), h.1458.
32 Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam jilid , h.131.33 Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, cet.1 edisi revisi, h. 271.
28
kepadanya, aku berpisah dengan dia dan akhlaknya tidak berpisah dengan
dia”. Umar r.a. berkata: “Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang
baik dan berpisahlah dengan mereka dengan perbuatan!”. Yahya bin
Ma’adz berkata: “Keburukan akhlak itu suatu kejahatan yang tidak
bermanfa’at dengan banyaknya perbuatan baik. Kebagusan akhlak itu
suatu kebaikan yang tidak mendatangkan melarat dengan banyaknya
perbuatan buruk”.34
Yang termasuk akhlak tercela diantaranya yaitu: berbuat zalim,
kikir35, berdusta, khianat36, pemarah, pendendam, curang, takabur,
mengadu domba, hasud (dengki atau iri hati), memutuskan tali silaturahmi,
putus asa, mencuri atau mengambil yang bukan haknya, Membicarakan
kejelekan orang lain (bergosip), membunuh, dan segala bentuk tindakan
atau perbuatan yang tercela dan dapat merugikan orang lain menurut
pandangan Islam termasuk akhlak yang buruk.37
34 al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn terj. dari Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn Menghidupkan ilmu-ilmuAgama oleh Ismail Yakub (Jakarta: Dâr Ibn Hazm, 1963), Jilid 3, h.1032.
35Teks Haditsnya sebagai berikut:
فإن الشح أهلك من كان قـبـلكم، حملهم على أن سفكوا دماءهم اتـقوا الظلم، فإن الظلم ظلمات يـوم القيامة، واتـقوا الشح، واستحلوا محارمهم
‘’Jauhilah Kezaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Jauhilahkekikiran, seseungguhnya kekikiran telah membinasakan (umat-umat) sebelum kamu, merekasaling membunuh dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan.” Lihat al-Imâm Abû HusainMuslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisābūrī, Sahîh Muslim, h.1996.
36Teks Haditsnya sebagai berikut:
إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان : لمنافق ثلاث آية ا‘’Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, danbila diamanati dia berkhianat.” Lihat al-Imâm Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî,Sahîh al-Bukhârî, (Damaskus: Dâr, Ibn Katsîr, 2002), h. 28.
37 Choiruddin Hadhiri, Akhlak dan Adab Islami: Menuju Pribadi Muslim ideal, h.24-25.
29
C. Ruang Lingkup Akhlak Islami
Sasaran akhlak Islami menurut M. Quraish Shihab terbagi menjadi
tiga bagian yaitu akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia, dan
akhlak terhadap lingkungan.38
1. Akhlak Terhadap Allah Swt
Akhlak terhadap Allah menempati urutan yang pertama. Bukan
hanya penting tapi juga harus memprioritaskannya39 terlebih dahulu,
karena sangat penting memiliki sikap atau perbuatan yang memang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt.
Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu untuk berakhlak
terhadap Allah diantaranya: Pertama, Allah-lah yang telah menciptakan
manusia.40 Kedua, Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan
pancaindra, serta akal pikiran dan hati sanubari kedapa manusia. Ketiga,
Allah-lah yang memfasilitasi41 berbagai sarana (seperti, bahan makanan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak) yang
38 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’ân, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2014), h. 347.39 Memprioritaskan (mendahulukan) atau mengutamkan sesuatu daripada yang lain. Lihat
KBBI, h. 110240Teks haditsnya sebagai berikut:
يكون في ذلك مضغة مثل ذلك، ثم يـرسل إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يـوما، ثم يكون في ذلك علقة مثل ذلك، ثم فخ فيه الروح، ويـؤمر بأربع كلمات ا بكتب رزقه، وأجله، وعمله، وشقي أو سعيد، فـوالذي لا إله غيـره إن أحدكم ليـعمل : لملك فـيـنـ
نه وبـي ـ ليـعمل نـها إلا ذراع، فـيسبق عليه الكتاب، فـيـعمل بعمل أهل النار، فـيدخلها، وإن أحدكم بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بـيـنـها إلا ذراع، فـيسبق عليه الكتاب، فـيـع نه وبـيـ "مل بعمل أهل الجنة، فـيدخلها بعمل أهل النار، حتى ما يكون بـيـ
‘’Sesungguhnya, penciptaan kalian dikumpulkan dalam rahim sang ibu selama empat puluh hariberupa sperma. Kemudian menjadi segumpa daging selama itu juga. Kemudian Allah mengutusmalaikat untuk meniupkan roh dan menulis empat perkara, yaitu rezeki, ajal, amal perbuatan,menjadi orang sengsara. Maka demi Allah tiada tuhan kecuali Dia, sungguh ada salah seorangdiantara kalian mengerjakan amalan ahli surga hingga tidak ada jarak antara dirinya dan surgakecuali tersisa satu hasta, kemudiaan ia didahului oleh takdir Allah, lalu ia mengerjakan amalanahli neraka maka iapun masuk neraka. Dan sungguh, ada diantara kalian mengerjakan amalanahli neraka hingga tiada jarak antara dirinya dan neraka kecuali tersisa satu hasta, lalu iadidahului takdir Allah, lalu ia mengerjakan amalan ahli surga maka ia pun masuk surge.” LihatLihat al-Imâm Abû Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairī al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim, h.2036.
41 Memfasilitasi atau memberikan fasilitas (sarana untuk melancarkan pelaksanaanfungsi). Lihat Kbbi, h. 389.
30
dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Keempat, Allah-lah
yang memuliakan manusia dengan diberikan kemampuan menguasai
daratan dan lautan.42
Seperti yang dikatakan oleh M.Quraish Shihab dalam bukunya
Wawasan al-Qur’ân, titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan
dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Allah tidak memaksa
makluknya untuk tunduk dan menghormatinya, karena jika kita senantiasa
berserah diri kepada-Nya, maka Allah yang akan mengatur segala urusan
makhluknya dengan sebaik-baik apa yang kita kerjakan.43
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Dalam al-Qur’ān sering kali ditemui tentang penjelasan yang
berkaitan dengan perbuatan terhadap sesama manusia, mencakup
perbuatan yang bersifat positif atau negatif sesuai dengan apa yang Allah
perintahkan dan larang. Yang juga termuat dalam hadis sebagai berikut:
ا أهلك ما ن ـ هيتكم عنه، فاجتنبوه وما أمرتكم به فافـعلوا منه ما استطعتم، فإنم
الذين من قـبلكم كثـرة مسائلهم، واختلافـهم على أنبيائهم
‘’Apa yang kularang, jauhilah. Dan apa yang kuperintah,lakukanlah semampu kalian. Sesungguhnya, yang membinasakan
42 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, h.127.43 Teks haditsnya sebagai berikut:
الله، وإذا استـعنت فاستعن بالله، غلام إني أعلمك كلمات، احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك، إذا سألت فاسأل يا فعوك بشيء لم فعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، ولو اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن يـنـ يـنـ
.يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام وجفت الصحف ‘’Wahai anak muda, aku akan mengajarimu beberapa kalimat: jagalah Allah, niscaya Allah akanmenjagamu. Jagalah Allah , niscaya kamu mendapati-Nya bersamamu. Jika kamu meminta, makamintalah kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh umat manusia bersatu untukmember manfaat kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannyakecuali dengan sesuatu yang telah ditakdirkan untukmu. Dan jika mereka bersatu untuk membuatbahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengansesuatu yang telah ditakdirkan untukmu. Pena telah diangkat dan tinta telah kering.” LihatMuhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, h. 566-567.
31
umat-umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya danberselisih dengan Nabi.” (HR. al-Muslim)44
Berdasarkan hemat penulis dari pengertian manusia merupakan
makhluk yang berakal budi45 dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah
yang lain (hewan, tumbuhan). Karena itu dapat dikatakan pula setiap
perbuatan yang dikerjakan oleh manusia berasal dari pola pikir dan budi
pekertinya yang sudah tertanam dalam fikiran dan hati seseorang.
Sehingga dapat menghasilkan sebuah akhlak (perilaku) baik atau buruk,
serta dapat dinilai dari niat orang tersebut.46
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Akhlak khusus terhadap lingkungan merupakan bagian yang
termasuk ke dalam akhlak terhadap alam. Dan akhlak terhadap alam
mecakup beberapa akhlak lain seperti akhlak umum terhadap alam, akhlak
khusus terhadap binatang, tumbuhan atau tanaman, penjabarannya secara
lengkap dapat dilihat dalam buku Akhlak dan Adab Islami Bab ke XI
karya Choiruddin Hadhiri.47
lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia serta
mempengaruhi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan dibedakan menjadi dua: lingkugan biotik dan
44 al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, nomor hadits. 1337), h.1830.
45KBBI, h.877.46 Teks haditsnya sebagai berikut:
ا لكل امرئ ما نـوى، فمن كانت هجرته إلى دنـيا يصيبـها، ا الأعمال بالنـيات، وإنم أو إلى امرأة يـنكحها، فهجرته إلى ما هاجر إليه إنم‘’Sesungguhnya, amalan itu bergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan
apa yang diniatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untukAllah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yangdinikahinya maka ia akan mendapatkan apa yang ditujunya itu.” Lihat al-Imām Abū ‘AbdillahMuhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhârî, jilid 1, h. 7.
47 Choiruddin Hadhiri, Akhlak dan Adab Islami: Menuju Pribadi Muslim ideal, h. 309-320.
32
lingkugan abiotil. Lingkungan biotik adalah lingkungan yang hidup
misalnya manusia, tanaman atau tumbuhan dan binatang. Lingkungan
abiotik mencakup benda-benda tidak hidup atau benda mati seperti rumah,
gedung, tiang listrik, udara, meja, kursi dan sebagainya. Seringkali
lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai
lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem
pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian
seseorang akhlaq.48
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
akhlak terhadap diri seseorang baik akhalk pada khususnya dan pendidikan
pada umumnya, terbagi menjadi tiga macam yaitu aliran Nativisme,
Empirisme, dan Konvergensi.49 diantaranya sebagai berikut:
1. Nativisme50
Nativisme adalah faktor yang sangat mempengaruhi terhadap
pembentukan akhlak diri seseorang merupakan faktor pembawaan dari
dalam, yang bentuknya bersifat pribadi yaitu seperti bakat, akal fikiran,
dan sebagainya. Sehingga jika seseorang sudah memiliki pembawaan yang
48Ahda Dapong Maulana, “Pengertian Lingkungan, Lingkungan hidup dan upayapelestarian,” artikel diakses pada tanggal 2 April 2018 darihttps://www.academia.edu/8123627/Pengertian_Lingkungan
49Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, h.143.50Nativisme atau sikap atau paham suatu Negara atau masyarakat terhadap kebudayan
sendiri berupa gerakan yang menolak pengaruh, gagasan, atau kaum pendatang. Lihat KBBI,h.954.
33
cenderung kepada hal yang baik, maka orang tersebut dengan sendirinya
akan berkelakuan baik atau sebaliknya.51
Karena begitu yakin dengan apa yang dimilikinya (potensi batin
yang ada dalam diri manusia), aliran ini terlihat kurang menghargai dan
memperhitungkan peran dari pembinaan dan pendidikan, karena hanya
fokus pada potensi batin yang ada pada diri manusia. Seperti arti nativisme
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sikap atau paham suatu
negara atau masyarakat terhadap kebudayaan sendiri berupa gerakan yang
menolak pengaruh gagasan atau kaum pendatang52, menurut hemat penulis
dari pengertian tersebut dapat dilihat faktor ini sangan fanatik53 dengan
apa yang ia fahami sejak awal, jika seseorang memiliki sifat demikian
maka akan sulit untuk membuka hati dan fikirannya terhadap pendapat
yang datang dari luar, karena tidak mungkin bisa dengan mudah
menerimanya tanpa adanya perlawanan.
2. Empirisme
Berbeda dengan aliran nativisme, yang mempengaruhi aliran
empirisme justru sebaliknya yaitu datangnya dari faktor luar. Lingkungan
sosial, baik di masyarakat sekitar orang itu tinggal atau lingkungan
51Selain itu faktor yang mempengaruhi seseorang dari dalam diri juga meliputi faktorfisiologis (cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zathidup(organ, jaringan, atau sel)) dan faktor psikologis (berkenaan dengan psikologi yaitu ilmuyang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya padaperilaku). Lihat Abdul Rohman, “Pembiasaan Sebagai Basis Penanaman Nilai-nilai AkhlakRemaja”, Jurnal Nadwa Vol.6 No.1, (Mei 2012): h.164.
52Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.954.53Fanatik atau teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran (politik, agama, dan
sebagainya). Lihat Kbbi, h. 387.
34
sekolah tempat mendapatkan pembinaan dan pendidikan yang diterimanya
sejak masih anak-anak.54
Aliran ini sangat percaya dengan peran pendidikan yang dilakukan
oleh dunia pendidikan dan pengajaran karena bependapat bahwasannya
yang paling mempengerahui pembentukan diri seseorang berasal dari
faktor luar (ekternal) 55 dan sesuai dengan arti dasar yang dimiliki oleh
empirisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni (semua
pengetahuan yang didapat dengan pengalaman).56
Sehingga menurut pemahaman penulis bahwasanya apa yang
seseorang dapat dari dunia pendidikan dan pengalaman lebih utama
mempengaruhi akhlak orang tersebut, jika apa yang didapat dari dunia
pendidikan dan pengajaran itu baik atau buruk, maka dapat membentuk
karakter anak menjadi baik atau buruk sesuai dengan apa yang mereka
terima.
3. Konvergensi57
Aliran konvergensi ini merupakan gabungan dari dua aliran di atas
karena faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu oleh faktor internal (pembawaan si anak), dan faktor
54 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, h.143.55Faktor eksternal yang juga mempengarahui proses pembentukan karakter (akhlak)
seseorang atau pada saat proses belajar diantaranya dari faktor non sosial dan sosial. Yaitu yangberasal dari luar diri orang tersebut dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik itulingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Lihat Apriyanus Umbu Kadu,“Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Kesulitahn Beljar Mahasiswa Semester IVAkper Husada Karya Jaya Tahun Akademik 2015/1016”, Jurnal Akademik Keperawatan HusadaKarya Jaya Vol.2 No.2, (September 2016): h.24.
56Empirisme atau alira ilmu pengetahuan dan filsafat berdasarkan metode empiris(berdasarkan pengalaman). Lihat Kbbi, h. 370.
57Konvergensi atau keadaan menuju satu titik pertemuan. Lihat KBBI, h.730.
35
eksternal dari luar (pendidikan dan pembinaan, yang dibuat khusus atau
berlangsung melalui interkasi dalam lingkungan sosial).58
Faktor-faktor pembentukan akhlak di atas tampak sesuai dengan
apa yang ada dalam ajaran Islam. Hal ini dapat kita pahami melalui ayat
dan hadis dibawah ini:
والله أخرجكم من بطون أمهاتكم لا تـعلمون شيئا وجعل لكم السمع والأبصار
كم تشكرون والأفئدة لعل
‘’Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalamkeadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamupendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.s.al-Nahl/16: 78)59
Ayat di atas memberi kita petunjuk bahwa manusia itu memiliki
potensi sejak ia dilahirkan untuk dididik, yaitu dengan apa yang Allah
berikan berupa penglihatan, pendengaran, dan hati sanubari. Semua itu
wajib harus kita syukuri60 sebagai modal awal untuk menunjukan rasa
syukur kita, maka kita harus mengisinya dengan selalu mempelajari hal
yang baik dan memeberikan pelajaran untuk anak kita nanti dengan baik.
Semua itu sesuaian dengan apa yang terdapat dalam hadis Nabi
Saw., yang berbunyi:
كل مولود يولد على الفطرة، فأبـواه يـهودانه، أو يـنصرانه، أو يمجسانه
‘’Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah(rasa ketuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran), makakedua Orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi,Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhârî).61
58 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 166-167.59 Al-Qur’ân dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, h. 275.60Akmaldin Noor dan Aa Fuad Mukhlis, al-Qur’ân Tematis Akhlak (Jakarta: SIMAQ,
2010), h.36.61 Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, h.327.
36
Ayat dan Hadis diatas bukan hanya menggambarkan kesesuaian
antara teori nativisme dan empirisme, juga dengan jelas menunjukan
pelaksanaan utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua. Itulah
sebabnya peran orang tua sangat penting untuk menentukan karekter atau
akhlak seorang anak menjadi baik atau buruk, tergantung dari pendidikan
awal yang diberikan orang tuanya. Terutama khususnya Ibu yang
mendapatkan gelar sebagai madrasahtul ula, yaitu tempat berlangsungnya
kegiatan pendidikan pertama kali.62
Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, menurut
pngamatan penulis faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
seseorang bukan hanya berasal dari dalam atau luar diri seseorang saja,
tapi keduanya sama pentingnya dan harus saling melengkapi satu sama
lain agar bisa membentuk pribadi yang memiliki akhlak Islami.63
Muliatul maghfiroh dalam kitab Tahdzîb al-Akhlâq karya Ibn
Miskawaih, menyebutkan ada tiga hal penting atau pokok yang dapat
dipahami sebagai materi pendidikan akhlak, yaitu: hal-hal yang wajib bagi
kebutuhan tubuh manusia64, hal-hal yang wajib bagi jiwa65 dan hal-hal
62kesalehan seorang anak tergantung pada amal-amal yang diperbuat oleh Orangtuanya, karena anak-anak akan belajar dengan cepat dari apa yang mereka lihat, dengar,dan rasakan setiap harinya. Lihat kesalehan seorang anak tergantung pada amal-amalyang diperbuat oleh Orang tuanya, karena anak-anak akan belajar dengan cepat dari apayang mereka lihat, dengar, dan rasakan setiap harinya. Lihat Abu Abdullah Mushthafa ibnal-‘Adawy. Fikih Pendidikan Anak: Membentuk Kesalehan Akhlak Sejak Dini terj. dari FiqhTarbiyah Abna’ wa Tha’ifah min Nasha’ih al-Athibba’ oleh Umar Mujtahid dan Faisal Saleh,(Jakarta: Qisthi Press, 2009), h.19-20.
63Kata Islam yang berada dibelakang kata akhlak memiliki poisis sebagai sifat yangmensifati akhlak tersebut. Akhlak Islam dapat dikatakan sebagai akhlak yang Islami karena semuaperbuatan yang manusia lakukan bersumber pada ajaran Islam yaitu dari Allah Swt., danRasulullah Saw. Lihat Ibrahim Bafadhol, “Pendidikan Akhlak dalam Presfektf Islam”, JurnalEdukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam Vol.06 No.12, (Juni 2017): h.45.
64 Contohnya seperti Salat dan Puasa
37
yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia66. Ketiga hal
tersebut sangat penting menurut konsep akhlak Ibn Miskawaih, karena jika
tidak seimbang akan mempengaruhi perkembangan akhlak seseorang.67
Berasal dari keturunan (orang tua) yang baik, atau berada di
lingkungan yang baik tidak manjamin orang tersebut akan menajadi baik
pula akhlaknya, walaupun orang tua memberikan pendidikan yang terbaik
untuk anaknya, jika tidak dibarengi dengan memperhatikan lingkungan
dan segala sesuatu yang ada di sekitar sang anak itu bisa mempengaruhi
dalam proses pembentukan karakter anak tersebut. Anak merupakan
cobaan yang diberikan Allah kepada manusia, karena itu jangan sampai
anak itu menjadi fitnah untuk orang tuanya,68 sebaliknya jika dapat
menghadapi cobaan (mendidik, menasehati, mengingatkan, menunjukan,
memperhatikan, mendorong mereka kepada kebaikan dan menjauhi
keburukan) dengan baik dan benar pahala yang melimbah untuk keduanya
(orang tua).69
Seseorang yang baik akhlaknya sejak masa kanak-kanak, ketika
anak itu sudah dewasa dan memiliki pemikiran sendiri dan prisip sendiri,
maka tidak menutup kemungkinan akhlak orang tersebut akan tetap baik
65Seperti pembahasan tentang akidah yang benar, meng-Esakan Allah dengan segalakebesaran-Nya serta memotivasi untuk senang terhadap ilmu.
66Contohnya eperti ilmu muamalat, pertanian, perkawinan, saling menasehati, peperangandan sebagainya.
67 Muliatul Maghfiroh, “Pendidikan Akhlak Menurut Kitab Tahdzîb al-Akhlâq KaryaIbnu Miskawaih”, Jurnal Tadrîs Vol.11 No.2, (Desember 2017): h.84
68Abu Abdullah Mushthafa ibn al-‘Adawy. Fikih Pendidikan Anak: MembentukKesalehan Akhlak Sejak Dini terj. dari Fiqh Tarbiyah Abna’ wa Tha’ifah min Nasha’ih al-Athibba’ oleh Umar Mujtahid dan Faisal Saleh, (Jakarta: Qisthi Press, 2009), h.265.
69 Teks Ayatnya sebagai berikut:
ا أموالكم وأولادكم فت ـ نة والله عنده أجر عظيم إنم‘’sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahalayang besar.” Q.S. al-Taghābun/64: 15
38
seperti waktu ia masih kecil, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan di
era globalisasi saat ini kita perlu memiliki kemampuan untuk menghadapi
segala macam situasi dan kondisi, karena itu dibutuhkan pendidikan dan
pengalaman untuk menghadapi tantangan tersebut dengan baik dan benar
sesuai dengan akhlak Islam.70
Menjadi orang tua tidak mudah dan banyak sekali tangung jawab
yang harus dilakukan, tidak terlepas hanya dengan menyekolahkan dan
mendidik anak di dalam keseharian, tetapi juga harus terus selalu
mengawasi perkembangan akhlak anaknya itu bahkan sampai ia dewasa
dan menikah, seorang anak masih sangat memerlukan peran orang tua
untuk mengarhkan kepada perilaku yang baik.71
E. Kriteria Akhlak
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memiliki banyak sekali macam
kegiatan. Akan tetapi dalam konteks akhlak, tidak semua kegiatan itu masuk
ke dalam kriteria yang dibahas oleh ilmu akhlak, tidak juga mengandung nilai
baik dan buruk karena ada kegiatan yang dilakukan di luar control atau
kehendak manusia seperti, pernapasan, peredaran darah, dan denyut jantung.
Ada juga aktivitas yang memang didorong dan didahului oleh kehendak, tekad
bahkan sudah dipikirkan lama sebelum melakukannya seperti menonton,
memuji, memaki, dan sebagainya.
Sedangkan aktifitas yang masuk kriteria akhlak adalah menyerupai
kegiatan yang dikehendaki dan di bawah control, dan meski terjadi itu
70Ahmad Muhammad al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad Saw,. Keluhuran danKemuliaannya terj. dari Min Akhlāqin-Nabiy oleh Abdul Latif As-Subky, (Jakarta: Bulan Bintang,1981), h.41-42.
71Abu Abdullah Mushthafa ibn al-‘Adawy. Fikih Pendidikan Anak: MembentukKesalehan Akhlak Sejak Dini, h.263.
39
disebabkan oleh satu atau lain sebab, misalnya perubuatan atau prilaku di
karenakan lengah, lupa, terpaksa, atau akibat gerak refleks. Hal tersebut tentu
bisa diberi penilaian setalah memperhatikan sebab-sebab terjadinya serta
dampak-dampak yang diakibatkannya.72
72 M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita Akhlak. (Tangerang Selatan: Lentera Hati,2016), h. 10.
40
BAB III
AL-NAWAWÎ DAN HADIS ARBAʻÎN
A. Biografi al-Nawawî
1. Nama dan Nasab
Nama lengkap al-Nawawî adalah Yahyâ ibn Syaraf al-Harrânî al-
Dimasyaqî al-Syâfi’î. Dia dikenal dengan sebutan al-Nawawî, karena
namanya dinisbahkan kepada tempat kelahiran dan tempat wafatnya di daerah
bernama Nawâ, sebuah Negeri di Hawran dalam kawasan Syam (Syria) di
selatan propinsi Damaskus, lahir pada bulan Muharram, tahun 631 H (1233
M).1
2. Gelar
Muhyiddīn merpakan gelar (laqab) yang al-Nawawî dapat, yang berarti
yang menghidupkan agama. Sifat tawâḏu’2 yang ada pada dirinya membuat
beliau tidak menyukai gelar tersebut. Karena itu beliau pernah berkata “Aku
tidak memberikan tempat bagi orang yang memberikan gelar “Muhyiddîn”
kepadaku.” 3 Walaupun sebenarnya beliau pantas mendapatkan gelar tersebut
karena sumbangannya dalam bidang keilmuan yang begitu besar serta
karyanya yang cukup banyak sangat membatu dan menjadi rujukan para
ulama dan kaum muslim dari sezaman sampai saat ini. Bukan hanya ilmunya
1Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Ṣâleḥ Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah,(Kairo: Dîr Ibn al-Jauzî, 2014), h. 5.
2Tawâḍu’ atau tawaduk adalah sifat rendah hati yang dimiliki seseorang. Lihat KBBI,(Jakarta: Gramedia Pustka Umum, 2008), cet 1, ed. 4, h. 1412.
3Salim Ibn ‘Ied al-Hilali, shahih dan Dha’if kitab al-Adzkâr terj. dari Sahîh kitâb al-Adzkâr wa Dha’îfuhu Oleh Muslim Arif dan M.Abdul Ghoffar, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,2004), h.31.
41
yang begitu luas seperti sifat (Zuhud4, Wara’5, Amar Ma’ruf nahi mungkar6)
yang beliau miliki Seperti yang dikatakan oleh Syekh Syamsuddin Ibn al-
Fakhr al-Hanbali dalam Syarah Arbaʻîn al-Nawawî mengatakan, “Beliau
seorang imam yang luas ilmunya dan kuat dalam berbagai ilmu yang ia
miliki, hafiz, menyusun banyak karya tulis, sangat wara’ dan zuhud dalam
berprilaku sehari-hari.”7
3. Nama Julukan al-Nawawî
Abû Zakariyâ julukan (kunyah) al-Nawawî, akan tetapi Zakariyâ
bukanlah nama anaknya, karena sampai wafatnya, beliau belum menikah.
Nisbah beliau kepada al-Hizami, dinisbatkan kepada kakek tertuanya yaitu
Hizam. Sebagian nenek moyang al- Nawawî ada yang mengatakan dan
mengaku bahwa asal dinisbatkan kepada Hizam berasal kepada ayah seorang
Sahabat yang bernama Hakim Ibn Hizam, maka beliau berkata: “Semua itu
keliru”.8
4Zuhud adalah perihal meninggalkan keduniawian, yaitu kondisi di mana terbebasnyahati seseorang dari belenggu dunia sehingga segala upayanya tercurahkan untuk meraih kemuliaandi akhirat semata. Lihat KBBI, h. 1573
5Sifat Wara’ yang dimaksud di sini adalah meninggalkan semua yang diharamkan olehAllah maupun semua hal yang yang masih Syubhat (samar-samar), serta tidak berlebih-lebihandalam melakukan apa-apa yang hukumnya mubah. Lihat Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari,Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Caara Mencapai Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Imām Asy-Syafi’i,2016), h.513.
6 Amar -ma’ruf (menyuruh berbuat kebajikan) dan Nahi-mungkar (dan melarang berbuatkejahatan), bagi orang yang melakukan perbuatan itu jika dia menyakini ajakannya tidak akanditerima maka wajib. Karena yang diwajibkan itu adalah perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar,bukan diterima atau ditolaknya. Lihat Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafiterj. dari al-Wafi fi Syarhil Arba’în al-Nawawîyyah oleh Rohidin Wakhid, (Jakarta: Qisthi Press,2017), cet.2, h.285.
7 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibn Daqîqal-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâliḥ Ibn Utsaimîn, Syarah Arba’în an-Nawawî: Penjelasan 42 HaditsShahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam terj. dari Ad-Durrah as-Salafiyyah Syarah al-Arba’înal-Nawawîyah oleh Ahmad Syaikhu, (Jakarta: Darul Haq, 2015), h.xvii.
8 Imam al-Nawawî, Terjemah Riyâdhuṣ Ṣâlihîn oleh M.Yazid Nuruddin, (JawaTengah: Cordova Mediatama, 2010), h.13.
42
4. Wafat
Setelah menetap di Damaskus, al-Nawawî berziarah ke Baitul
Maqdis, kemudian kembali pulang ke kampung halamannya, Nawâ. Lalu
beliau sakit di rumah ayahnya, al-Nawawî kemudian meninggal pada
malam rabu tanggal 24 rajab 676 H (1278 M), dan dimakamkan di
desa itu saat usianya 45 tahun.9
B. Kapasitas Keilmuan al-Nawawî
Saat masih kecil al-Nawawî lebih menyukai membaca al-Qur’ân dari
pada bermain. Beliau sudah hafal al-Qur’ân sebelum menginjak usia baligh
di bawah bimbingan seorang ulama bernama Syekh Yasin Ibn Yusuf al-
Zarkaisyi dan perhatian dari sang ayah. Dididik oleh ayahnya bernama Syaraf
Ibn Muri yang menangani langsung pemeliharaan dan pendidikannya,10 dia
9Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 5.
10Ayahnya memberikan perhatian khusus kepada anaknya dan berdo’a agar Allahmemberkahi anaknya, karena mendapatkan tanda dari Allah sewaktu Imam al-Nawawî masih
Palestina
Berziarah
Syuria (Nawâ)
631 H / w. 676 H
Damaskus (649 H)
43
terkenal dengan kesalehan dan ketakwaannya. Dikatakan bahwa al-Nawawî
yang terkenal pintar itu, di masa kecilnya selalu menyendiri dari teman-
temannya yang suka menghabiskan waktu untuk bermain. Dalam kondisi
yang demikian al-Nawawî yang dari kecilnya mendapat perhatian besar dari
orang tuanya, banyak menggunakan waktunya untuk membaca dan
mempelajari al-Qur’ân.11
Yasin Ibn Yusuf al-Zarkasyi berkata “Aku melihat Imam al-Nawawî
saat berumur 10 tahun, ia tidak suka bermain seperti layaknya anak-anak
sebayanya, bahkan sampai berlari sembari menangis ketika suatu saat diajak
bermain dengan paksa oleh teman-temannya. Yasin juga berkata “aku
mendatangi gurunya dan berwasiat kepadanya dan aku katakan
“Sesungguhnya ia (al-Nawawî) dapat diharapkan menjadi orang yang paling
pandai di zamannya, yang paling zuhud dan manusia dapat mengambil
manfaat darinya.” Maka guru tersebut berkata kepadaku, “apakah engkau ini
tukang ramal?” Aku katakan, “bukan, ini hanyalah menurut wawasan yang
Allah berikan kepadaku.”12 Melihat hal itu Yasin datang kepada orang tua al-
Nawawî dan menyarankan agar orang tuanya lebih memperhatikan
pendidikannya, sejak saat itu juga perhatian sang ayah semakin besar
terhadap Imam al-Nawawî.
Pada saat berumur 19 tahun, sekitar tahun 649 H, beliau datang ke kota
Damaskus tinggal dan belajar di madrasah Ruwâhiyah yang berada di pojok
berumur 7 tahun pada malam ke 27 Ramadhan yang diperkitakan salah satu malam turunnyaLailatul Qadar. Beliau melihat seberkas cahaya menerangi rumahnya, karena terkejut dan belummengerti apa-apa pada saat itu ia membangunkan orangtuanya dan menceritkan hal tersebut.
11Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah: Kajian Filosofi di Balik Penulisan kitab hadis al-Arba’în al-Nawawîyyah”, Journal of Hadits Studies,Vol.1 No.2, (Juli-Desember 2017): h.31.
12 Ibn Daqîqil ‘Ied, Syarah Hadiṡ Arba’în terj. Syarh Matan Al-Arba’în al-Nawawîyyaholeh Abu Umar Abdullah Asy-Syarif, (Bogor: Pustaka al-Tibyan, 2002), h. 12.
44
timur Masjid Al-Umawi, bersama ayahnya untuk belajar kepada para ulama
besar. Karena lingkungannya di Nawâ tidak dapat memenuhi kehausannya
akan ilmu pengetahuan, sang ayah membawanya ke Damaskus. Sejak saat itu
beliau sudah memulai langkahnya dalam menuntut ilmu mencurahkan semua
waktu, pikiran, dan tenaganya untuk beajar, ia tidak pernah (banyak)
meletakkan lambungnya di atas bumi (tidur) meski jarang sekali beliau untuk
beristirahat (tidur) tapi semua itu membuahkan hasil dengan mendapatkan
banyak ilmu dari kerja kerasnya.13
Ulama yang pertama kali ditemuinya saat tiba di Damaskus adalah
seorang Imam juga khatib Masjid al-Jami’ al-Umawiyy yaitu Syekh Jamâl al-
Dîn ʼAbd al-Kafi Ibn ʼAbd Malik Ibn ʼAbd al-Kafial-Raba’i al-Dimasyqî,
kemudian imam tersebut membawa imam al-Nawawî ke majlis ilmu mufti
Syam untuk belajar dari seseorang bernama Taj al-Dîn ʼAbd al-Rahman Ibn
Ibrahim Ibn Diya’ al-Fazari yang lebih dikenal dengan panggilan Ibn al-
Firkah. Dari situ awal mula al-Nawawî mulai berusha untuk lebih
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu serta mulai hidup secara
sederhana dan zuhud. 14
Beliau bersekolah selama kurang lebih dua tahun di Ruwâhiyah. Selama
menyelesaikan pelajarannya di sekolah karena ingin mendalami semua
pelajaran yang diberikan di sana beliau mampu menghafal kitab at-Tanbîh
hanya dalam jangka waktu empat setengah bulan dan hafal Rubu’ ʼIbādat
dari kitab al-Muhadzdzab kursng dari setahun dihadapan Syek beliau al-
13Salim Ibn ‘Ied al-Hilali, Shahīh dan Dha’if kitab al-Azkâr, h.32.14Mohamad Syukri Abdul Rahman dan Mohammad b.Seman,”Ketokohan dan
Kewibawaan Imam al-Nawawî dalam bidang ke Ilmuan”, Jurnal Pengajian Islam, Akademi IslamKuis, Bil.7 Isu 1: 2014 e.ISSN: 1823-7126, h. 23.
45
Kamal Ishaq Ibn Ahmad hal itu membuat beliau kagum dan terus
membimbing termasuk mengoreksi hafalan imam al-Nawawî.15
Kesungguhan belajar imam al-Nawawî dapat dilihat pula dari mata
pelajaran yang setiap harinya beliau pelajari, ada dua belas (12) mata
pelajaran yang ditekuni dari setiap ulama yangberasa di Damaskus. Baik
dengan Syarh (penjelasan isi kitab) maupun ta’liq (penjelasan hal yang sukar
unutuk dimengerti, keterangan bahasa, dan koreksi bahas).
Kedua belas mata pelajaran tersebut diantaranya:
1. Dua pelajaran tentang kitab ʼAl-Wasith (Fikih)
2. Satu pelajaran dengan kitab Al- Muhadzdzab (Fikih)
3. Satu pelajarn dengan kitab Al- Jam’u Baina Ash-Shahihain (Metedologi
Hadis)
4. Satu pelajarn dengan kitab Shahih Muslim (Hadis)
5. Satu pelajarn dengan kitab Al-Luma’ fin Nahwi karya Ibn Jinni (Nahwu)
6. Pelajaran tentang Islahul Manṭiq
7. Satu pelajaran tentang Taṣrif (Sharf)
8. Satu pelajaran tentang Ushul Fiqh (terkadang membaca kitab Al-Luma’
karya Abu Ishaq atau terkadang membaca kitab al-Muntakhab karya
Fakhruddin ar-Razy)
9. Satu pelajaran tentang Asma’ul Rizal (kitab yang menerangkan tentang
biografi para perawi hadis)
10. Satu pelajaran tentang Ushuluddin
15Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah, Journal of Hadiṡ Studies,Vol.1 No.2, (Juli-Desember 2017): h.31.
46
11. Dan terakhir beliau pernah mempelajari ilmu kedokteran dan mengkaji
kitab al-Qanun fiṭ-Ṭibbi (Ensiklopedi Kedokteran) karya Ibnu Sina.16
Abu al-Attar mengatakan bahwa guru Imam al-Nawawî pernah
bercerita kepadanya tentang beliau yang tidak pernah menyia-siakan
waktunya sekejap pun. Waktunya dihabiskan untuk selalu membaca dan hal
ini berlangsung selama enam tahun. Selain itu beliau juga mengarang,
mengajar dan memberikan nasihat-nasihat dalam kebaikan. Sehari semalam
beliau hanya makan sekali saja pada akhir ‘Isya atau menjelang sahur, begitu
pun dengan minum. Hal ini disebabkan karena kesibukannya mengarang,
menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir dan berpuasa. Beliau tidak
memperhatikan kehidupannya yang pas-pasan, baik itu dalam hal sandang
maupun pangan. Pakaian beliau pun hanya terbuat dari kulit.17
1. Guru al-Nawawî
Dalam mencari ilmu, al-Nawawî adalah seseorang yang haus akan
ilmu. Pendidikan awalnya beliau dapatkan dari bimbingan langsung ayahnya
yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaannya. Seperti yang telah
diceritakan bahwa al-Nawawî kecil sudah menampakkan ketertarikan yang
begitu besar pada ilmu. Melihat hal ini, atas saran seorang Syekh, ayahnya
membimbingnya dalam belajar dan memasukkan beliau ke sebuah sekolah
untuk mempelajari lebih banyak ilmu. Selama menuntut ilmu beliau tidak
pernah menyianyiakan waktunya. Tampaknya beliau memahami betul
keutamaan ilmu salah satunya yaitu apabila seseorang bersungguh-sungguh
16 Imam al-Nawawî, Terjemah Riyâdhuṣ Ṣâlihîn oleh M.Yazid Nuruddin,h. 14-1517 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibnu
Daqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah Arba’în al-Nawawî: Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran, h. xiv.
47
dalam menuntut ilmu, maka ilmu itu pun akan memberikan sebagian dari
padanya kepada orang tersebut. Hal ini terbukti dengan keluhuran ilmu dan
budi pekerti yang dimiliki oleh sang imam.18
Diketahui semasa hidupnya beliau berguru pada banyak guru yang
âterkenal. Di antaranya beliau berguru pada al-Riḏâ ibn al-Burhâni, Abdul
Azîz ibn Muhammad al-Anṣârî, Zainud Dîn Abdud Dâim, Imâdud Dîn Abdul
Karîm al-Harastânî,19 gurunya di bidang hadis dan ilmu-ilmu hadis adalah:
1. Abdurrahman ibn Salim ibn Yahya al-Anbari (661 H)
2. Abdul Azîz ibn Muhammad ibn Muhsin al-Ansârî (662 H)
3. Khalid ibn Yusuf an-Nablisi (663 H)
4. Ibrahim ibn Isa al-Muradi (668 H)
5. Ismail ibn Abu Ishaq al-Tanukhi (672 H)
6. Abdurrahman Ibn Abu Umar al-Maqdisi (628 H).
Di bidang fiqih dan ushul fiqih antara lain:
1. Al-Farkah Abdurrahman Ibn Ibrahim al-Fazari (690 H). Seorang Mufti
Syam yang merupakan guru pertama Imam al-Nawawî ketika pindah ke
Dimasyq pada usia 18 tahun. Nama lengkapnya Syeikh Tajuddin Abdurrahman
bin Ibrahim bin Dhiya Al-Fazary atau lebih dikenal dengan nama Syeikh Farkah
2. Imam Abu Ibrahim Ishaq Ibn Ahmad al-Maghribi (650 H)
3. Abu Muhmammad Abdurrahman Ibn Nuh al-Maqdisi (665 H)
4. Abul Hasan Salar Ibn Hasan al-Irbili (670 H)
5. Abu Hafsh Umar Ibn Bandar al-Taflisi (672 H)
18 Jamal Ahmed Badi, Sharh Arba’een an Nawawî: Commentary of Forty Hadiths of AlNawawî, (e-book dari website: fortyhadith.com, dari The Kulliyyah of InformationCommunication Technology (KICT)-International Islamic University Malaysia (IIUM), 29November, 2001:3)
19 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 5.
48
Di bidang bahasa, sharaf, dan nahwu yaitu Ahmad Ibn Salim al-Mishri (664
H) dan Ibnu Malik.20
2. Murid al-Nawawî
Karena keluhuran ilmunya, beliau amat terkenal dan disegani oleh
banyak orang. Banyak orang yang berguru kepada al-Nawawî . Bahkan di
antara murid-muridnya tersebut adalah seorang ulama. Diantaranya adalah:
1. Alâud Dîn Ibn al-Attâr, yang mengarang kitab al-Fatawa. Kitab yang
merupakan kumpulan berbagai persoalan tidak disusun berdasarkan
tema per tema.
1. Al-Khatîb Sadrud Dîn Sulaimân al-Ja’farî
2. Syihâbud Dîn Ahmad Ibn Ja’wân
3. Syihâbud Dîn Ibn al-Arbadî21
Dari hasil didikan beliau, bermunculanlah para ulama besar seperti:
2. ʼAlaud Dîn ‘Ali Ibn Ibrahim (Ibn ʻAttar)
3. Sulaiman Ibn Hilal al-Ja’fari
4. Ahmad Ibnu Farh al-Isybili
5. Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Sa’dullah Ibn Jama’ah
6. Syamsud Dîn Ibn al-Naqib
7. Syamsud Dîn Ibn Ja’wan22
3. Sifat dan Kemuliaan Imam Al-Nawawî
Al-Nawawî terkenal akan ketakwaannya yang begitu tinggi. Beliau
adalah seseorang yang sangat menjaga dan membatasi diri dari perkara haram
20 Imam al-Nawawî, Terjemah Riyâdhus Sâlihîn oleh M.Yazid Nuruddin, h.1521Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nāsir as-Sa’dî, Ibn
Daqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arba’în al-Nawawîyyah, h. 5.22 Salim Ibn ‘Ied al-Hilali, Shahīh dan Dha’if kitab al-Adzkâr terj. dari Sahîh kitâb al-
Adzkâr wa Dha’îfuhu Oleh Muslim Arif dan M.Abdul Ghoffar, h. 33.
49
dan syubhat. Bahkan beliau pun sangat menjaga diri dari perkara yang
mubah. Hal ini dikarenakan rasa takut yang begitu besar dalam dirinya akan
rasa tamak datang kepadanya jika melakukan perkara yang mubah. Perkara
mubah ini dikhawatirkan akan menjalar menjadi perkara yang syubhat dan
akhirnya menjalar menjadi haram. Beliau sangat menjaga hal ini semata-mata
karena rasa takut yang sangat besar akan murka Allah.
Dalam diri beliau terkumpul keluasan ilmu, terutama dalam bidang
fiqih dan hadis. Di antaranya beliau meriwayatkan kitab-kitab hadis yang
muktabar dengan sanad yang tinggi kepada para imam yang menulis kitab-
kitab tersebut. Ibn aththar menyebutkan al-Nawawî adalah seorang hafidz
dalam hadis-hadis Nabi Saw., dan sangat memahami kategori hadis seperti
shahih, cacat, dan gharibnya.
4. Mazhab Imam al-Nawawî
Dalam masalah akidah Imam al-Nawawî bermazhab Syafiʻi. Kadang-
kadang beliau membuat takwil mengikut metodologi ulama muta’akhkhirin.
Banyak pandangan beliau berasaskan usul akidah ahli Sunah dipaparkan
dalam kitabnya Syarh Muslim. Bagaimanapun guru beliau dalam ilmu Tauhid
tidak dapat diketahui dengan jelas dan diyakini bahawa beliau belajar
daripada salah seorang gurunya. al-Yafi’i dan Imam al-Taj al-Subkir bertegas
menyatakan bahawa beliau bermazhab Asy’ari Beliau mempunyai risalah
dalam ilmu Tauhid yang dinamakan al-Maqasid. Risalah ini merupakan hasil
tunggal penulisan beliau dalam ilmu Tauhid. Dalam masalah Fiqh beliau
50
bermazhab Syafi’i. Beliau telah mencapai derajat mujtahid mutlak dan tetap
setia kepada mazhab Syafi’i.23
C. Karya-karya Imam al-Nawawî
Hasil dari ketekunan dalam menuntut ilmu, beliau tuangkan dalam
banyak buku yang dikarangnya. Jumlahnya sekitar 40 kitab. Beliau menulis
di berbagai bidang ilmu seperti fiqih, hadis syarah hadis, musthalah hadis,
bahasa dan akhlak. Seperti Syarh Sahîh Muslim, Riyâḏus Sâlihîn, al-Adzkâr,
al-Arbaʻîn, al-Rauḏah, al-Majmû’ at-Tibyân.24
Di antaranya adalah, dalam bidang hadis:
1. Syarh Sahîh Muslim al-Nawawî. Beliau menulis buku ini pada tahun 674
H, atau dua tahun sebelum kematiannya. Buku ini merupakan buku
terakhir yang ditulisnya dan memiliki 11 jilid
2. Riyâḏus Sâlihîn. Kitab ini memuat berbagai macam hadis, merupakan
himpunan hadis shahih yang berkaitan dengan akhlak, adab, dan
pembersihan jiwa yang tidak hanya diriwayatkan oleh al-Imam Muslim
saja, tetapi dari riwayat imam yang lain secara umum. Kitab ini juga
merupakan kapita selekta hadis-hadis sahih yang disusun secara
sistematis terdiri dari 256 bab. Dalam menampilkan hadis-hadis Nabi,
imam Nawawî selalu mengawali dengan ayat-ayat Alquran yang relevan
dan mengakhirinya dengan penjelasan kata dalam redaksi/teks hadis yang
sulit dipahami. Materi yang terdapat di dalamnya berisi anjuran untuk
23Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah, Journal of Hadiṡ Studies, h. 24.
24 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 5.
51
melaksanakan amal-amal utama dan menjauhkan diri dari perbuatan yang
terlarang (al-targhib wa al-tarhib, zuhd, dan riyadah al-nafs). Kitab ini
diselesaikan penulisannya pada hari senin tanggal 14 Ramadan 670 H.
3. Al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah. Merupakan sebuah buku saku yang
menghimpun 42 hadis Nabi yang di tulis oleh al-Nawawî. Meskipun
kitab arbaʻîn ini merupakan karya yang masuk ke dalam bidang hadis
tetapi muatannya adalah sebagian besar berkaitan akhlak.
4. Kitab Al-Irsyâd fî ʼUlum al-Hadis
5. Kitab Khulâsah fî al-Hadis
6. Taqrīb Wa at-Taisîr Li Ma’rifah Sunan al-Basyir al-Nadzir. Karya ini
merupakan ringkasan dari Kitab al-Irsyâd fî ʼUlum al-Hadis
7. Dasar-dasar ilmu Hadis. Buku ini merupakan ringkasan dari kitab al-
Irsyâd
Dalam bidang Fiqih:
1. Raudhatu At-Tâlibîn wa ʼUmdatul Muftiyîn. Kitab ini merupakan
ringkasan dari Syarah Al-Kabir karya Al-Rafi’i dan menjadi kitab fiqih
terkemuka dalam madzhab Syafi’i. al-Nawawî mulai menulis kitab ini
pada 25 Ramadhan 666 H dan selesai pada 669 H dengan 8 jilid.
2. Kitab al-Majmû’, yakni salah satu kitab karya Imam an-Nawawî yang
merupakan Syarh al-Muhadzdzab yang terdiri dari beberapa
permasalahan, antara lain yang menyangkut ibadah, muamalah,
munakahat, jinayat dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan‘ubudiyah. Masalah-masalah tersebut dibahas secara rinci dengan
menggunakan tafsiran al-Qur’ân dan hadis Nabi Saw., fatwa-fatwa
52
sahabat yang mauquf dan lain-lainnya, beberapa kaidah-kaidah dan
cabang ilmu pengetahuan yang perlu diketahui. Terdiri dari 27 juz tetapi
belum selesai.25
3. Kitab al-îdâh fî Manâsik al-Haji wa al-Umrah, yakni kitab yang
membahas secara khusus perihal manasik haji. Kitab ini disyarahi oleh
Ali bin Abdullah bin Ahmad bin al-Hasan. Karya ini merupakan
ringkasan dari karya Ibn Salah al-Shahrazuri (w. 643 H/ 1245 M) yang
berjudul Silah al-Nasik fi Sifah al-Manasik dengan beberapa tambahan
yang disusun secara sistematis oleh al-Nawawî menjadi delapan bab
tanpa disertakan dalil-dalil yang terdapat pada kitab asslinya. Karya ini
diselesaikan pada bulan Rajab 667H.
4. Kitab al-Fatwa, yakni kitab tentang fikih yang kemudian dikenal dengan
masâil al-mansyrah.
Dalam bidang bahasa:
1. Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughah. Kitab ini mengenai bahasa dan
penggunaan istilah yang tepat. Namun al-Nawawî meninggal dunia tanpa
sempat menyelesaikan kitab ini, namun demikian penulisan kitab ini sudah
hampir selesai.
2. At-Tahrîr fî al-fazh at-Tanbih. Buku ini merangkum penjelasan lafadz-
lafadz dan istilah fiqih
Dalam bidang akhlak:
1. At-Tibyân fî Adab Hamalah al-Qur’ân. Berisi hal-hal yang berkaitan
dengan adab-adab ketika berinteraksi dengan al-Qur’ân.
25Salim Ibn ‘Ied al-Hilali, Sahîh dan Dha’if kitab al-Adzkâr terj. Sahîh kitâb al-Adzkâr waDha’îfuhu Oleh Muslim Arif dan M.Abdul Ghoffar, h. 34.
53
2. Kitab Bustân al-ʻÂrifîn. Kitab ini berisi uraian tentang kezuhudan,
keikhlasan dan sifat menjauhi perkara dunia.
3. Al-Adzkâr. Kitab ini berisi himpunan dzikir, doa-doa dan amalan bagi
setiap muslim pada siang dan malam hari. Selesai ditulis pada 667 H.26
Kitab arbaʻîn tidak saya kelompokan ke dalam bidang akhlak
karena secara penulisan termasuk dalam karya al-Nawawî di bidang hadis.
Kitab-kitab yang diutarakan di atas merupakan sebagian karya yang
dihasilkan oleh al-Nawawî . Karena keberkahan yang Allah berikan dalam
hidupnya, banyak buku karangan beliau yang terus dimanfaatkan oleh para
penuntut ilmu di berbagai belahan dunia hingga saat ini.
D. Latar Belakang Penulisan Hadis Arbaʻîn al-Nawawî
Kitab Hadis Arbaʻîn al-Nawawîyyah merupakan satu kitab yang
berisikan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., disusun oleh seorang ulama
besar yaitu al-Nawawî. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang populer di
kalangan masyarakat muslim di Indonesia khususnya yang menganut
madzhab Syafi’i, sehingga membuat kitab ini sering menjadi rujukan atau
pembahasan utama di berbagai pesantren, sekolah maupun di berbagai tempat
sejenisnya. Contohnya seperti pondok pesantren al-Itqon Jakarta Barat yang
didirikan oleh KH. Mahfudz Asirun An-Nadawy, ponpes KH. Aqil Siraj
(KHAS) Kempek Cirebon, Pesantren Luhur Sabilussalam yang berada di
Ciputat atau selain itu ada Madrasah Satu Atap Nurul Falah Cadas yang
menggunakan rujukan utama hadis Arbaʻîn untuk dihafal dan dipelajari lebih
26Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah, Journal of Hadiṡ Studies,Vol.1 No.2, h. 33-34.
54
dalam lagi makna yang terkandung didalamnya dengan berbagai macam
bentuk dan metode yang digunakan terus berkembang sampai saat ini.27
Yang melatarbelakangi penulisan hadis al-Arbaʻîn Al-Nawawîyyah
yang kaya akan manfaat ini salah satunya adalah semata karena meneladani
para imam dan ulama terdahulu yang terkemuka dan Huffazhul Islam (yakni,
para penghafal hadis), yang sebenarnya masing-masing dari mereka
mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda dalam menyusun dan
menghimpun hadis–hadis tersebut.28
Dalam muqaddirnahnya, latar belakang penulisan kitab Arbaʻîn al-
Nawawîyyah yang ditulis oleh al-Nawawî diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk meneladani para Salafus Saleh yang menyusun kitab yang berisi
Jawami’ul Kalim dan Arbaʻîn.
2. Untuk mengamalkan hadis Rasulullah Saw., Beliau bersabda:
ليبـلغ الشاهد منكم الغائب ‘’Hendaklah orang yang hadir diantara kamu menyampaikankepada yang tidak hadir”29
3. Untuk mendapatkan keutamaan bagi yang menyampaikan hadis.
Rasulullah Saw., bersabda:
ع مقالتي فـوعاها عهأنضر الله امرأ سم فأداهأ كما سم
27 Wawancara pribadi dengan Filzah Syazwanah, Fradita Sholihah, Lukita Fahriana danPenida Nur Apriani, Jakarta, 14 Febuari 2018.
28 Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah”, Journal of Hadis Studies,Vol.1 No.2, h. 35.
29 al-Imam Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî,(Damaskus: Dâr, Ibn Katsîr, 2002), h. 47.
55
‘’Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar
hadisku lalu dihafalkannya dan disampaikannya (kepada orang
lain) sesuai dengan yang didengarnya.”30
4. Untuk menyempurnakan karya-karya para ulama terdahulu dan
menghimpun hadis tentang kaidah-kaidah agama.31
Khusus untuk Arbaʻîn al-Nawawîyyah ini, telah banyak ulama yang
memberikan perhatian terhadapnya yakni dengan memberikan syarh
(penjelasan) terhadap seluruh hadis yang ada di dalamnya, mereka adalah
Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibn Daqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sāleh
Ibn Utsaimîn, dan lainnya. Juga di antara ulama, ada yang mentakhrij dan
mentahqiq (meneliti) kualitas validitas32 hadis-hadis dalam kitab ini, yakni
Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah. Hal ini lantaran betapa
lengkapnya muatan dan tema yang dihimpun oleh al-Nawawî, yakni berupa
dasar-dasar agama, hukum, ibadah, muamalah, dan akhlak. Sedangkan ulama
lain, ada yang menyusun empat puluh hadis tentang persoalan tertentu saja,
ada yang akhlak saja, atau jihad, atau adab, atau zuhud. Inilah letak
keistimewaan kitab ini.33
Dalam kitab Arbaʻîn Al-Nawawîyyah, al-Nawawî mengumpulkan empat
puluh dua hadis dengan tidak menyebutkan secara lengkap sanad-sanadnya
semua itu bertujuan agar mempermudah orang untuk menghafalnya dan lebih
luas lagi manfaatnya. Dan bagi kita sebagai umat Islam disarankan untuk
30 Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî, (al-Riyâd: Maktabah al-ma'ârif linatsir wa tauri’), cet.1, h.599.
31 Imamâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibn Daqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arba’în al-Nawawîyyah, h. 9-10.
32Validatas atau sifat benar menurut bahan bukti yang ada, logika berfikir, atau kekuatanhukum. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1543.
33 Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah, Journal of Hadiṡ Studies, h.37.
56
mengambil, mempelajari dan menghafal hadis-hadis tersebut, karena
memiliki keluasan dan kelengkapan dalam kehidupan agama dan akhirat,
ketaatan dan urusan duniawi.
Muhammad Ibn Sâleḥ Ibn Utsaimîn berkata dalam kitab Syarh al-
Arbaʻîn al-Nawawîyyah: “al-Nawawî telah menyusun banyak karya tulis, di
antara karya tulis yang paling baik pernah ditulis adalah kitab ini yaitu al-
Arbaʻîn al-Nawawîyyah. Sebenarnya hadis yang tercantum di dalam nya
bukan 40 (empat puluh), tetapi 42 (empat puluh dua). Hal itu dikarenakan
kebiasaan bangsa Arab yang selalu membuang jumlah pecahan, sehingga
beliau menggenapkan nya menjadi 40 (empat puluh), walaupun jumlah hadis
nya lebih atau kurang dari 40 itu, baik satu atau dua.34
Sebelum al-Nawawî, sudah banyak para ulama atau sarjana Muslim
yang juga menyusun kitab serupa seperti yang diceritakan oleh Imam al-
Nawawî sendiri dalam mukadimah kitab ini,35 Beberapa ulama yang
membukukan empat puluh hadis diantaranya:
a. Kitâb al-Arbaʻîn ‘alâ mazhab al-mutahaqqîn minas suufiyyah: Al-
Asbahani, Abu Nu’aim Ahmad Ibn Abdillah (w.430 H)
b. Kitâb al-Arbaʻîn fi fadhl al-du’ā’ wad dâ’în: Karya al-Maqdisi,
Abi Hasan Ali Ibn Fadhl (w. 611 H)
c. Al-Arba’ûn Hadistan fi qowâ’id mi al-ahkan al-Syar’iyyah wa
fadâ’il al-a’mâl waz zuhd: Karya al-Suyuti (w. 911 H)
34 Abdullah AS, Achyar Zein, Saleh Adri, “Manhaj Imam al-Nawawî dalam kitab al-Arba’în al-Nawawîyyah, Journal of Hadiṡ Studies, h. 38.
35 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnDaqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâlih Ibn Utsaimîn, Syarah Arba’în an-Nawawî: Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam terj. dari Ad-Durrah as-Salafiyyah Syarah al-Arba’în al-Nawawîyah
57
d. Arba’unhadistan fi madh al-sunnah wa zamm al-bid’ah: Karya
Yusuf Ibn Isma’il al-Nabhani (w.1350 H)
e. Al-Ahadisal-Arba’in fi Fadha’il Sayyidil Mursalîn saw: Karya Yusuf
Ibn Isma’il al-Nabhani (w.1350 H)
f. Arba’un Hadisan fadhoo’ili Ahl Bait: Karya Yusuf Ibn Isma’il al-
Nabhani (w.1350 H)
g. Arba’un Hadisan fadhâ ’ili Ahl Bakar: Karya Yusuf Ibn Isma’il al-
Nabhani (w.1350 H)
h. Arba’un Hadisan fadhâ ’ili Ahl Umur: Karya Yusuf Ibn Isma’il al-
Nabhani (w.1350 H)
i. Al-Ahadis al-Arbaʻîn fi wujub ta’at Amir al-Mu’minin: Karya
Yusuf ibn Isma’il al-Nabhani (w.1350 H)
j. Al-Ahadisal-Arba’in min amtsal afsah al-‘alamin saw: Karya
Yusuf ibn Isma’il al-Nabhani (w.1350 H)36
Masing-masing isi kitab tersebut berbeda, ada yang hanya
berkenaan dengan pokok-pokok agama atau cabang-cabangnya, ada
juga sebagian lain lain yang berkaitan tentang jihad, zuhud, adab, dan
khutbah-khutbah Nabi Saw. Kemudian al-Nawawî membukukan hadis
yang mencakup semua maksud di atas dalam kitab hadis Arbaʻîn al-
Nawawîyyah, sebagian besar hadis yang di ambil berasal dari al-
Bukhârî dan al-Muslim.37
36Ahmad Lutfi Fathullah, 40 Hadits Mudah Dihafal Sanad dan Matan, (Jakarta: Al-Mughni Press, 2014), cet.1, h. 12-13.
37 Imam al-Nawawî. Terjemah Hadits Arba’în al-Nawawîyyah terj. dari al- Arba’în al-Nawawîyyah oleh Sholahuddin (Jakarta: Sholahuddin Press, 2004), h. ix-x.
58
E. Kandungan Hadis Arbaʻîn al-Nawawî
Hadis yang terkandung dalam kitab Arbaʻîn al-Nawawîyyah berjumlah
empat puluh dua hadis merupakan hadis-hadis pilihan yang cakupannya
sangat luas diantaranya ada yang membahas tentang tauhid, hukum, adab,
perintah dan larangan yang semua itu berkaitan dengan akhlaq. Untuk
memahaminya dengan baik dan benar tidak bisa hanya dipahami dengan
mengetahui artinya saja, karena itu perlu untuk mempelajari setiap hadisnya
dengan seksama.38 Adapun tema-tema hadis menurut penamaan yang diberika
oleh Ibn Daqîq al-ʻÎd diantaranya sebagai berikut:
Hadis 1 Ikhlas
Hadis 2 Islam, Iman, dan Ihsan
Hadis 3 Rukun Islam
Hadis 4 Nasib Manusia Telah Ditetapkan
Hadis 5 Perbuatan Bid’ah Tertolak
Hadis 6 Dalil Halal dan Haram Telah Jelas
Hadis 7 Agama adalah Nasihat
Hadis 8 Perintah Memerangi Manusia Yang Tidak Melaksanakan
Shalat dan Mengeluarkan Zakat
Hadis 9 Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan
Hadis 10 Makanlah Dari Rezeki Yang Halal
Hadis 11 Tinggalkanlah Keragu-raguan
Hadis 12 Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat
38Saksama atau teliti dalam melakukan segala hal apalagi yang berhungan denganpengetahuan, semuanya harus ada sumber yang jelas. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.1205.
59
Hadis 13 Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya
Sendiri
Hadis 14 Larangan Berzina, Membunuh, dan Murtad
Hadis 15 Berkata Yang Baik Atau Diam
Hadis 16 Tidak Mudah Marah
Hadis 17 Berbuat Baik Dalam Segala Urusan
Hadis 18 Setelah Melakukan Kesalahan Disusul Dengan Kebaikan
Hadis 19 Mintalah Tolong Kepada Allah
Hadis 20 Memiliki Sifat Malu
Hadis 21 Berlaku Istikamah
Hadis 22 Menjalankan Syari’at Islam Dengan Sepenuhnya
Hadis 23 Suci Adalah Sebagian Dari Iman
Hadis 24 Larangan Berbuat Zalim
Hadis 25 Bersedekah Dari Kelebihan Harta
Hadis 26 Segala Macam Perbuatan Baik Adalah Sedekah
Hadis 27 Jauhilah Perbuatan Yang Meresahkan
Hadis 28 Berpegang Kepada Sunnah Rasulullah dan Khulafaur
Rasyidin
Hadis 29 Shalat Malam Mneghapus Dosa
Hadis 30 Patuhilah Perintah dan Larangan Agama
Hadis 31 Jauhilah Kesenangan Dunia, Niscaya Dicintai Allah
Hadis 32 Tidak Boleh Berbuat Kerusakan
Hadis 33 Orang Yang Menuduh Wajib Menunjukan Bukti
Hadis 34 Kewajiban Memberantas Kemungkaran
60
Hadis 35 Jangan Saling Mendengki
Hadis 36 Membantu Kesulitan Sesama Muslim
Hadis 37 Pahala Kebaikan Berlipat Ganda
Hadis 38 Melakukan Amal Sunnah Menjadikan Kita Wali Allah
Hadis 39 Prilaku Yang Diampuni
Hadis 40 Hiduplah Laksana Seorang Pengembara
Hadis 41 Menundukan Hawa Nafsu
Hadis 42 Allah Mengampuni Segala Dosa Orang Yang Tidak
Berbuat Syirik.39
39 Daqîq al-ʻÎd, Syarhul Arbaʻîna Haditsan al-Nawawî, (Yogjakarta: Media Hidayah,2005), h. 3-65.
61
BAB IV
HASIL KAJIAN HADIS-HADIS TENTANG AKHLAK DALAM KITAB
ARBAʻÎN AL-NAWAWÎ
A. Hadis Arbaʻîn al-Nawawî yang Memiliki Relevansi dengan Akhlak
Terhadap Sesama Makhluk Hidup
Dari empat puluh dua hadis arbaʻîn dilakukan pemilihan dengan cara,
pertama hadis yang dipilih menggunakan kata al-khuluq sesuai dengan
definisi akhlak yang terdapat dalam bab dua atau segala prilaku berkaitan
dengan interaksi sesama makhluk hidup yang terdapat dalam kandungan
hadis arbaʻîn, kedua berdasarkan tema karena dalam bab satu metode
penelitian ini menganalisa datanya menggunakan tema. Dari 42 hadis yang
dikumpulkan penulis klasifikasikan sebagaimana pembagian akhlak yang
saya paparkan di bab sebelumnya maka hadis arbaʻîn yang berhubungan
dengan akhlak terhadap sesama makhluk hidup (manusia dan lingkungan) ada
20 hadis. Berikut ini sanad dan matan ke dua puluh hadis tersebut
diantaranya:
1. Agama Adalah Nasihat (Hadis ke 7)
الله عليه وسلم قال أن النبي صلى : االله عنه رقـية تميم بن أوس الداري رضي عن أبي
ين النصيحة « ة المسلمين وعامتهم «: لمن؟ قال : قـلنا» الد »لله ولكتابه ولرسوله ولأئم
‘’Dari Abû Ruqayyah Tamîm ibn Aus al-Dâry r.a., bahwa Nabi Saw.,bersabda. “Agama adalah nasihat.” Para sahabat pun bertanya,“Untuk siapa?” Rasulullah menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya,
61
62
Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum Muslimin dan Musliminpada umumnya.” (HR. al-Muslim)1
2. Makanlah Dari Rezeki Yang Halal (Hadis ke 10)
إن االله طيب لا : صلى الله عليه وسلم االله ل ل رسو اق : ل اق رضي هريـرة عن أبي
يا أيـها {: تـعالي يـقبل إلا طيبا، وإن االله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين، فـقال
] ٥١: المؤمنون[} الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحا، إني بما تـعملون عليم
ثم ذكر ] ١٧٢: البقرة[} يا أيـها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقـناكم {: وقال
، ومطعمه الرجل يطيل الس ، يا رب فر أشعث أغبـر، يمد يديه إلى السماء، يا رب
ب له حرام، ومشربه حرام، وملبسه حرام، وغذي بالحرام، فأنى يستجا
‘’Dari Abû Hurairah r.a., berkata, Rasulullah Saw., bersabda.“Sesungguhnya, Allah Maha baik, dan tidak menerima kecuali yangbaik. Seseungguhnya, Allah telah memerintah orang-orang yangberiman sepeerti apa yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Diaberfirman: ‘Wahai para Rasul, makanlah segala yang baik danberamal salehlah.’ (QS. al-Mulminūn/ : 51) dan Dia juga berfirman:‘Wahai orang-orang beriman, makanlah apa-apa yang baik yangtelah kami anugerahkan unutk kalian.’ (QS. al-Baqarah/2: 172)Kemudian Rasulullah menyebutkan seseorang yang menempuhperjalanan jauh, rambutnya tidak rapih dan wajahnya penuh dengandebu. Orang itu mengulurkan kedua tangannya ke langit sembariberkata: ‘Ya Rabb, Ya Rabb.’ Sementara itu, makanannya haram, dandiberi makan yang haram. Jadi, bagaimana mungkin do’anya akandikAbûlkan’?” (HR. al-Muslim)2
3. Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaaat (Hadis ke 12)
من حسن إسلام : وسلم صلى الله عليه االله ل ل رسو اق : ل اق رضي عن أبي هريـرة
المرء تـركه ما لا يـعنيه
1 al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, Sahîh Muslim,(Beirût: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991), h.74.
2 al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, Sahîh Muslim,No. 1015, Jld. 2, h. 703.
63
‘’Dari Abû Hurairah r.a., berkata, Rasulullah Saw., bersabda.“Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan yangtidak berguna baginya.” (HR. al-Tirmidzî)3
4. Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri (Hadis
ke 13)
عن , صلى الله عليه وسلم االله ل خادم رسو , االله عنه رضي عن أبي حمزة أنس بن مالك
حتى يحب لأخيه ما يحب لنـفسه لا يـؤمن أحدكم،:النبي صلى الله عليه وسلم قال
‘’Dari Abû Hamzaah Anas ibn Malik r.a., menjelaskan bahwaRasulullah Saw., bersabda. “Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian hingga mencintai saudaranya seperti mencintai dirinyasendiri.” (HR. al-Bukhârî)4
5. Berkata Yang Baik atau Diam (Hadis ke 15)
من كان يـؤمن : قال صلى الله عليه وسلم االله ل رسو عن عنه االله رضي عن أبي هريـرة
را أو ليصمت، ومن كان يـؤمن بالله واليـوم الآخر فـليكرم بالله واليـوم الآخر فـليـقل خيـ
فه جاره، ومن كان يـؤمن بالله واليـوم الآخر فـليكرم ضيـ
‘’Dari Abû Hurairah r.a., menjelaskan bahwa, Rasulullah Saw.,bersabda. “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,hendaknya berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada Allahdan hari akhir hendaknya ia memuliakan tetangga. Siapa yangberiman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakantamunya." (HR. al-Muslim)5
6. Tidak Mudah Marah (Hadis ke 16)
3 al-Imâm al-Ḥâfiẓ Abî Isâ Muhammad Ibn Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, (Beirût:Dâr al-Gharbi al-Islâmî, 1996), jilid 3, No. 2317, Jld. 4, h. 148.
4al-Imâm Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî,(Damaskus: Dâr, Ibn Katsîr, 2002), jilid 1, h. 13.
5 al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, Sahîh Muslim,jilid 1, h. 68 .
64
» لا تـغضب «صلى الله عليه وسلم قال النبي أن رجلا عنه االله رضي هريـرة عن أبي
»لا تـغضب «: فـردد مرارا، قال
‘’Dari Abû Hurairah r.a., menjelaskan bahwa, Rasulullah Saw.,bersabda. “Jangan marah!” Orang tersebut pun mengulang-ulangpermohonan wasiatnya beberapa kali. Beliau bersabda, “Janganmarah!” (HR. al-Bukhârî)6
7. Berbuat Baik Dalam Segala Urusan (Hadis ke 17)
ادعن أبي :وسلم قال صلى الله عليه رسول االله عن االله عنه رضي بن أوس يعلي شد
لة، وإذا ذبحتم حسان على كل شيء، فإذا قـتـلتم فأحسنوا القتـ إن االله كتب الإ
بح، وليحد أحدكم شفرته، فـليرح ذبيحته فأحسنوا الذ
‘’Dari Abû Yaʻlâ Syaddad ibn Aus r.a., menjelaskan bahwaRasulullah Saw., bersabda. “Sesungguhnya Allah mewajibkanberbuat baik dalam segala urusan. Jika kamu membunuh (yangdibenarkan syariat), bunuhlah dengan cara yang baik. Hendaklahsalah seornag diantara kamu menajamkan pisaunya dan membuatnyaman hewan yang akan disembelih.” (HR. al-Muslim)7
8. Setelah Melakukan Kesalahan Disusul Dengan Kebaikan (Hadis ke 18)
ما، رسول االله عنه رضي بن جبل عبد الرحمن معاذ أبيو ،جندب بن جنادة ذر عن أبي
حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، تق االله ا : الله عليه وسلم قال صلى االله
وخالق الناس بخلق حسن
‘’Dari Abû Dzar Jundubi ibn Junâdah dan Abû Abdurrahman Muʻadzibn Jabal r.a., Rasulullah Saw., bersabda. “Bertakwalah kamu kepadaAllah di mana pun kamu berada. Iringilah perbuatan jelek denganperbuatan baik, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya, dan
6al-Imâm Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî,jilid 8, h.1529.
7 al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, Sahîh Muslim,jilid 3, h. 1548.
65
pergaulilah orang-orang dengan akhlak yang baik.” (HR. al-Tirmidzî)8
9. Memiliki Sifat Malu (Hadis ke 20)
رسول قال : قال االله عنه رضي البدري ري بن عمر والأنصاري عن أبي مسعود عقبة
إذا لم تستحي : إن مما أدرك الناس من كلام النبـوة الأولى : صلى الله عليه وسلم االله
ئت فاصنع ما ش
‘’Abû Masʻud Uqbah ibn Amr al-Ansari al-Badri r.a., berkataRasulullah Saw., “Sesungguhnya, salah satu hal yang diingat olehorang-orang dari perkataan Nabi terdahulu adalah jika kamu tidakmalu, lakukanlah apa pun sesukamu.” (HR. al-Bukhârî)9
10. Suci Adalah Sebagian Dari Iman (Hadis ke 23)
صلى الله رسول االله قال : قال االله عنه رضي الحارث بن عاصم الأثعري عن أبي مالك
:عليه وسلم
يمان والحمد لله تملأ الميزان، وسبح أو -ان االله والحمد لله تملآن الطهور شطر الإ
ر ضياء، -تملأ ما بـين السماوات والأرض، والصلاة نور، والصدقة بـرهان والصبـ
ة لك أو عليك فمعتقها أو موبقهاع نـفسه ئ ، كل الناس يـغدو فـباوالقرآن حج
‘’Dari Abû Mâlik al-Hârits ibn ʻÂsim al-Asyʻari r.a., berkata,Rasulullah Saw., “Kesucian itu sebagian dari iman. Pahala ucapan‘al-ḥamdulillah’ bisa memenuhi tempat antara langit dan bumi.Shalat itu cahaya, sedekah itu bukti (benarnya keimanan), sabar itucahaya, dan al-Qur’ān itu bisa menjadi hujjah yang bermanfaat ataumembawa mudharat bagimu. Setiap manusia bekerja sampai ada
8 al-Imâm al-Ḥâfiẓ Abî Isâ Muhammad Ibn Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, jilid 3, h.ز526
9 al-Imâm Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, jilid 4, h.863.
66
yang menjual dirinya, hingga ia jadi merdeka atau bahkan celaka.”(HR. al-Muslim)10
11. Larangan Berbuat Zalim (Hadis ke 24)
ربه عن فيما يرويه :صلى الله عليه وسلم النبي ، عن االله عنه رضي الغفاري ذر عن أبي
: ل اق عزوجل أنه
نكم محرما، فلا تظالموا، يا يا عبادي إني حرمت الظلم على نـفسي، وجعلته بـيـ
عبادي كلكم ضال إلا من هديـته، فاستـهدوني أهدكم، يا عبادي كلكم جائع، إلا
عبادي كلكم عار، إلا من كسوته، من أطعمته، فاستطعموني أطعمكم، يا
نوب فاستكسوني أكسكم، يا عبادي إنكم تخطئون بالليل والنـهار، وأنا أغفر الذ
لغوا ضر يعا، فاستـغفروني أغفر لكم، يا عبادي إنكم لن تـبـ لغوا جم ي فـتضروني ولن تـبـ
فعوني، يا عبادي لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم كانوا على أتـقى نـفعي، فـتـنـ
م وآخركم قـلب رجل واحد منكم، ما زاد ذلك في ملكي شيئا، يا عبادي لو أن أولك
وإنسكم وجنكم كانوا على أفجر قـلب رجل واحد، ما نـقص ذلك من ملكي شيئا،
يا عبادي لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم قاموا في صعيد واحد فسألوني
قص المخيط إذا فأعطيت ك ل إنسان مسألته، ما نـقص ذلك مما عندي إلا كما يـنـ
ا هي أعمالكم أحصيها لكم، ثم أوفيكم إياها، فمن وجد أدخل البحر، يا عبادي إنم
را، فـليحمد االله وم ر ذلك، فلا يـلومن إلا نـفسه خيـ ن وجد غيـ
‘’Dari Abû Dzar al-Ghifâri r.a., meriwatkan bahwa Nabi Saw.,bersabda, “Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku telahmengharamkan kezaliman kepada diri-Ku dan Aku mengharamkan
10al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, jilid 1, h. 203.
67
kezaliman di antara kalian. Karena itu, janganlah kalian salingmenzalimi! Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat, kecualiorang yang telah mendaat petunjuk-Ku. Karena itu, mintalah petunjukkepada-Ku, pasti Aku akan beri petunjuk! Wahai hamba-hamba-Ku,kalian semua kelaparan, kecuali orang yang telah Aku beri makan.Karena itu, mintalah makanan kepada-Ku, pasti Aku akan berimakan! Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua telanjang, kecualiorang yang Aku beri pakaian. Karena itu, mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu pakaian! Hai hamba-Ku, kamusekalian senantiasa berbuat salah pada malam dan siang hari,sementara Aku akan mengampuni segala dosa dan kesalahan. Olehkarena itu, mohonlah ampunan kepada-Ku, niscaya aku akanmengampunimu! Hai hamba-Ku, kamu sekalian tidak akan dapatmenimpakan mara bahaya sedikitpun kepada-Ku, tetapi kamu merasadapat melakukannya. Selain itu, kamu sekalian tidak akan dapatmemberikan manfaat sedikitpun kepada-Ku, tetapi kamu merasadapat melakukannya. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yangterdahulu dan orang-orang yang belakangan serta manusia dan jin,semuanya berada pada tingkat ketakwaan yang paling tinggi, makahal itu sedikit pun tidak akan menambahkan kekuasaan-Ku. Haihamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orangyang belakangan serta jin dan manusia semuanya berada padatingkat kedurhakaan yang paling buruk, maka hal itu sedikitpun tidakakan mengurangi kekuasaan-Ku. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semuajin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku,kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itutidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkanhanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalamlautan. Hai hamba-Ku. sesungguhnya amal perbuatan kaliansenantiasa akan Aku hisab (adakan perhitungan) untuk kalian sendiridan kemudian Aku akan berikan balasannya. Barang siapamendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah Subhanahuwa Ta'ala. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu (kebaikan),maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri." (HR. al-Muslim)11
12. Bersedekah Dari Kelebihan Harta (Hadis ke 25)
أن ناسا من أصحاب النبي صلى االله عليه وسلم قالوا للنبي ، عنه االله رضي ذر عن أبي
ثور بالأجور، يصلون كما نصلي، : صلى االله عليه وسلم يا رسول االله، ذهب أهل الد
11 al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, jilid 4, h. 203.
68
أوليس قد جعل االله لكم : " قون بفضول أموالهم، قال ويصومون كما نصوم، ويـتصد
قون؟ إن بكل تسبيحة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل ما تصد
نـهي عن منكر صدقة، وفي بضع أحدكم تـهليلة صدقة، وأمر بالمعروف صدقة، و
أرأيـتم لو «: يا رسول االله، أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال : صدقة، قالوا
ها في الحلال كان له أجر وضعها في حرام أكان عليه فيها وزر؟ فكذلك إذا وضع
‘’Dari Abû Dzar r.a., menjelaskan bahwa sebgaian sahabatRasulullah Saw., berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya bisa mendapatkan banyak pahala. Mereka shalat sepertikami salat, berpuasa seperti kami berpuasa, dan bersedekah dengankelebihan harta mereka (sedangkan kami tidak bisa).” Rrasulullahbersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang bisakalian sedekahkan? Sesungguhnya, setiap tasbis, takbir, tahmid, dantahlil adalah sedekah. Āmar ma’ruf dan nahi mungkar adalahsedekah. Bahkan, jima’ adalah sedekah mereka bertanya, “WahaiRasulullah, apakah jika kami menyalurkan hasrat kepada istri jugamendapatkan pahala?” Rasulullah pun menjawab, “Bukankah jikadisalurkan kepada yang haram adalah dosa? Begitu pun jikadisalurkan pada yang halal, akan mendapat pahala.” (HR. al-Muslim) 12
13. Segala Macam Perbuatan Baik Adalah Sedekah (Hadis ke 26)
:صلى الله عليه وسلم رسول االله قال :قال عنه االله رضي هريـرة أبيعن
كل سلامى من الناس عليه صدقة، كل يـوم تطلع فيه الشمس، يـعدل بـين الاثـنـين
ها متاعه صدقة، والكلمة ها، أو يـرفع عليـ صدقة، ويعين الرجل على دابته فـيحمل عليـ
دقة، وكل خطوة يخطوها إلى الصلاة صدقة، ويميط الأذى عن الطريق صدقة الطيبة ص
‘’Dari Abû Hurairah r.a., berkata, Rasulullah Saw., bersabda.“Semua persedian manusia memerlukan sedekah, setiap harimatahari terbit engkau mendamaiakan dua orang yang berselisihdengan adil adalah sedekah, engkau memberikan tumpangan pada
12al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, jilid 2, h. 697..
69
seseorang atau membawakan barang bawaanya adalah sedekah,kalimat yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang kau lakukanmenuju masjid untuk shalat adalah sedekah, dan engkaumenyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah.” (HR. al-Bukhârî) 13
14. Jauhilah Perbuatan Yang Meresahkan (Hadis ke 27)
لبر حسن ا :صلى الله عليه وسلم قال النبي عن االله عنه رضي عن النـواس بن سمعان
ثم ما حاك في صدرك، وكرهت أن يطلع عليه الناس الخلق، والإ
“Dari Nawwās ibn Samʻān r.a., berkata, Nabi Saw., bersabda,“Kebaikan adalah akhlak terpuji, sedangkan dosa adalah sesuatuyang mengganggu jiwamu dan kamu tidak suka jika orang lainmelihatnya.” (HR. al-Muslim)14
15. Jalan Menuju Surga (Hadis ke 29)
أخبرني بعمل يدخلني الجنة يا رسول االله : قلت : قال االله عنه رضي عن معاذبن جبل
لقد سألتني عن عظيم، وإنه ليسير على من يسره الله عليه، : ويـباعدني عن النار، قال
اة، وتصوم رمضان، وتحج تـعبد الله ولا تشرك به شيئا، وتقيم الصلاة، وتـؤتي الزك
الصوم جنة، والصدقة تطفئ الخطيئة كما : ألا أدلك على أبـواب الخير : ثم قال , البـيت
جافى جنوبـهم عن تـت {ثم تلا : يطفئ الماء النار، وصلاة الرجل من جوف الليل قال
ألا أخبرك برأس الأمر كله وعموده، : ثم قال } , يـعملون {، حتى بـلغ }المضاجع
رأس الأمر الإسلام، وعموده الصلاة، : بـلى يا رسول االله، قال : وذروة سنامه؟ قـلت
بـلى يا نبي االله، : ألا أخبرك بملاك ذلك كله؟ قـلت : ثم قال , روة سنامه الجهاد وذ
يا نبي االله، وإنا لمؤاخذون بما نـتكلم : كف عليك هذا، فـقلت : فأخذ بلسانه قال
13 al-Imâm Abû ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, jilid 4,h. 736-737.
14al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, jilid 4, h. 1980.
70
كلتك أمك يا معاذ، وهل يكب الناس في النار على وجوههم أو على ث : به؟ فـقال
.مناخرهم إلا حصائد ألسنتهم
‘’Dari Muʻâdz ibn Jabal r.a., berkata, “Aku pernah berkata, “WahaiRasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang suatu amal yang akanmemasukkanku kedalam surga dan menjauhkanku dari neraka.'Beliau menjawab: "Kamu telah menanyakan kepadaku tentangperkara yang besar, padahal sungguh ia merupakan perkara ringanbagi orang yang telah Allah jadikan ringan baginya, yaitu: Kamumenyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulanRamadhan, berhaji ke Baitullah." Kemudian beliau bersabda:"Maukah kamu aku tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasaadalah perisai dan sedekah akan memadamkan kesalahansebagaimana air memadamkan api, dan shalat seorang laki-laki padapertengahan malam." Kemudian beliau membaca; "Lambung merekajauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnyadengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian darirezki yang Kami berikan kepada mereka. (16) Seorang pun tidakmengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasanterhadap apa yang telah mereka kerjakan." (As-Sajdah: 16-17).Kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku tunjukkan pokokperkara agama, tiang dan puncaknya?" Aku menjawab: "Ya, wahaiRasulullah." Beliau bersabda: "Pokok dari perkara agama adalahIslam, tiangnya adalah shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.'Kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku kabarkan dengansesuatu yang menguatkan itu semua?" Aku menjawab; 'Ya, wahaiNabi Allah.' Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda:"'Tahanlah (lidah) mu ini." Aku bertanya; 'Wahai Nabi Allah,(Apakah) sungguh kita akan diadzab disebabkan oleh perkataan yangkita ucapkan? ' Beliau menjawab, 'Semoga ibumu kehilanganmu!(ungkapan terkejut). Tidak ada yang menjatuhkan manusia di ataswajah-wajah mereka-atau beliau bersabda, hidung-hidung mereka,melainkan hasil lisan mereka (yang buruk)'.” (HR.al-Tirmidzî)15
16. Jauhilah Kesenangan Dunia, Niscaya Dicintai Allah (Hadis ke 31)
النبي جاء رجل إلي :ل اق االله عنه رضي العباس سهل بن سعد الساعدي عن أبي
يا رسول الله دلني على عمل إذا أنا عملته أحبني الله : قال ف ـصلى الله عليه وسلم
15 al-Imâm al-Hâfiẕ Abî Isâ Muhammad Ibn Isâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, jilid.4, h.362-363.
71
نـيا يحبك الله، وازهد فيما في أيدي الناس يحبك «: وأحبني الناس؟ فـقال ازهد في الد
»اس الن
‘’Dari Abû Abbâs Sahl ibn Saʻad al-â ʻidî r.a., berkata, “Seseorangdatang kepada Rasulullah, lalu bertanya: “Wahai Rasulullah,tunjukan kepadaku amal perbuatan, yang jika kulakukan, aku dicintaiAllah dan dicintai semua manusia. ‘Rasul pun menjawab”‘Berzuhudlah dengan dunia, niscaya engkau dicintai Allah danberzuhudlah dengan apa yang dimiliki orang lain, niscaya engkaudicintai mereka.” (HR. Ibn Mâjah)16
17. Tidak Boleh Berbuat Kerusakan (Hadis ke 32)
صلى الله عليه أن رسول االله عنه االله رضي سعيد سعدبن سنان الخدري عن أبي
»لا ضرر ولا ضرار «:قال وسلم
‘’Dari Abû Saʻid ibn Sinān al-Khudriy r.a., berkata, Rasulullah Saw.,bersabda, “Tidak boleh membahayakan orang lain dan tidak bolehmembalas bahaya orang lain melebihi bahaya yangdiberikannya.”17(HR. Ibn Mâjah)
18. Kewajiban Memberantas Kemungkaran (Hadis ke 34)
صلى الله عليه وسلم سمعت رسول االله : قال عنه االله رضي سعيد الخدري عن أبي
فبلسانه، فإن لم يستطع من رأى منكم منكرا فـليـغيـره بيده، فإن لم يستطع : ل و ق ي ـ
يمان فبقلبه، وذلك أضعف الإ
‘’Dari Abû Saʻīd al-Khudriy r.a., berkata, Aku mendengar RasulullahSaw., bersabda, “Siapa saja diantara kalian yang melihatkemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidakmampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu (juga), ubahlahdengan hatiya; dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. al-Muslim)18
16al-Ḥâfiẓ Abî Abdillah Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwînî, Sunan Ibn Mâjah, (Dâr Ihnyâal-Kitab al-ʼArabiyyah), jilid.2, h.1373.
17al-Ḥâfiẓ Abî Abdillah Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwînî, Sunan Ibn Mâjah, h.784.18al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, Sahîh
Muslim, jilid 1, h. 69.
72
19. Jangan Saling Mendengki (Hadis ke 35)
لا تحاسدوا، : صلى الله عليه وسلم رسول االله قال :قال عنه االله رضي هريـرة عن أبي
ولا تـناجشوا، ولا تـباغضوا، ولا تدابـروا، ولا يبع بـعضكم على بـيع بـعض، وكونوا عباد
ويشير » يحقره التـقوى هاهنااالله إخوانا المسلم أخو المسلم، لا يظلمه ولا يخذله، ولا
بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم، كل المسلم «إلى صدره ثلاث مرات
على المسلم حرام، دمه، وماله، وعرضه
“Dari Abû Hurairah r.a., berkata, Rasulullah Saw., bersabda.“Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci,saling membelakangi. Dan janganlah sebagian kalian membelibarang yang sedang dibeli sebagian lainnya. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalahsaudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzalimi, berdusta, danmerendahkannya. Takwa itu di sini-Rasulullah menunjuk ke dadanyasebanyak tiga kali. Cukuplah seseorang dianggap jelek jikamerendahkan saudaranya sesama muslim. Darah, harta, dankehormatan setiap muslim adalah haram bagi muslim lainnya.” (HR.al-Muslim)19
20. Membantu Kesulitan Sesama Muslim (Hadis ke 36)
من نـفس عن : صلى الله عليه وسلم قال النبي ، عن عنه االله رضي عن أبي هريـرة
نـيا، نـفس االله عنه كربة من كرب يـوم القيامة، ومن يسر على مؤمن كربة من كرب الد
ن ـ نـيا والآخرة، ومن ستـر مسلما، ستـره االله في الد يا معسر، يسر االله عليه في الد
والآخرة، واالله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه، ومن سلك طريقا يـلتمس فيه
لون علما، سهل االله له به طريقا إلى الجنة، وما اجتمع قـوم في بـيت من بـيوت االله، يـتـ
19al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, jilid 4, h. 1986.
73
هم كت هم الرحمة وحفتـ نـهم، إلا نـزلت عليهم السكينة، وغشيتـ اب االله، ويـتدارسونه بـيـ
الملائكة، وذكرهم االله فيمن عنده، ومن بطأ به عمله، لم يسرع به نسبه
‘’Dari Abû Hurairah r.a., berkata, Nabi Saw., bersabda. “Siapa yangmelepaskan satu kesusahan di dunia dari seorang mukmin maka Allahakan melepaskan kesusahan baginya di hari kiamat. Siapa yang memberkemudahan kepada orang yang telah ditimpa kesulitan maka Allah akanmemberinya kemudahan baik di dunia maupun di akhirat. Siapa yangmenutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di duniadan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selagi ia menolongsesamanya. Siapa yang menumpuh jalan dalam rangka menuntut ilmumaka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklahsuatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca al-Qur’ān dan mempelajarinya bersama-sama, malainkan turun ketenangankepada mereka, diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan disebut-sebutAllah di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya. Dan siapa yang cacatamalnya maka nasabnya tidak bisa menyempurnakannya” (HR. al-Muslim)20
B. Penjelasan Tentang Hadis-Hadis Akhlak
1. Agama adalah Nasihat (Hadis ke 7)
Menurut al-khattabîref dalam Syarh al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah
berpendapat bahwasannya sebuah nasihat itu merupakan kata yang ringkas
tetapi padat (istilah), mengandung makna yang bisa memberikan
pengertian yang berbeda-beda kepada yang dinasihatinya. Nasihat bisa
diumpakamakan seperti menjahit pakaian, perbuatan yang dilakukan
karena demi kebaikan pihak yang diberikan nasihat.21
20al-Imâm Abû al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarûrî, SahîhMuslim, jilid 4, h. 2074.
21 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah,(Kairo: Dîr Ibn al-Jauzî, 2014), h. 61.
74
Nasihat itu disebut Din (agama) dan Islam menurut Ibnu Baṭṭal
berdasarkan potongan hadis di atas ين النصيحة الد (Agama itu Nasihat)
menjelaskan agama itu dapat dilakasanakan dengan amalan (perbuatan)
seperti ucapan.22 Contohnya seperti nasihat untuk seorang pemimpin, kita
bukan hanya harus membela, menaati,23 mendukung, membantu serta
menolong mereka dalam perkara yang wajib dibantu atas dasar kebenaran
bukan semata-mata karena ada maksud lain yang tersembunyi.24 Tapi kita
juga memiiki tanggung jawab untuk mengingatkan mereka dengan lemah
lembut saat seorang pemimpin lalai dari perintah Allah Swt., memberitahu
tentang apa yang mereka lalaikan, mencegah mereka dari menyelisihkan
kebenaran, berbuat zalim dan menyampaikan kepada mereka tentang hak-
hak kaum Muslimin.25
Baik pemimpin yang besar (presiden) hingga para pemerintahan,
hakim, semua orang yang memiliki jabatan umum atau khusus, kita harus
mengakui kepemimpinan, mendengarkan, mematuhi mereka,26 menurut
penulis bukan hanya berapa banyak hak yang diperoleh oleh seorang
pemimpin dan yang dipimpin (makhluk hidup), tetapi juga tahu betul apa
22 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 62.23 Q.s. al-Nisâ'/4: 59. Hukumnya wajib patuh kepada para pemimpin kaum Muslimin
(yang memberlakukan syariat Islam)24 Tersembunyi atau dirahasiakan. Lihat Kbbi V, Badan pengembangan dan pembinaan
Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.25 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Ibn Daqîq al-ʻÎd, Syarah al-Arbaʻîn al-
Nawawîyyah, h. 61-64.26 Nasehat untuk para pemimpin kaum muslimin menurut Syekh as-Sa’dî dalam Syarah
al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 65.
75
kewajiban yang harus mereka jalankan. Karena itu kita harus selektif27
dalam memilih seorang pemimpin.
Sedangkan nasihat untuk kaum Muslimin menurut Syekh Utsaimin
yaitu memberikan arahan dengan menyeru kepada Allah, mengajak
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Yang
pertama kali masuk kedalam kategori kaum Muslimin adalah diri kita
sendiri, Oleh karena itu pertama-tama sebelum memberikan nasihat
kepada orang lain harus menasehati dirinya sendiri.28
Kita seharusnya senantiasa selalu menasehati dalam hal kebaikan, jika
kondisi dan kesempatan megizinkan, bukan hanya pada perkara yang
berhubungan dengan duniawi saja tetapi juga yang berhubungan dengan
ibadah demi kemaslahatan29 hidup mereka didunia dan akhirat kelak.
Untuk menghindari salah faham ketika kita menyampaikan sebuah
nasihat harus menggunakan bahasa yang sopan, lembut jangan sampai
menyinggung perasaan orang itu ketika mengatakannya. Jangan pula
mengingatkan atau menasehati di depan orang banyak bahkan sampai
membuka aib seseorang, karena itu pemilihan tempat, waktu, situasi, dan
kesempatan yang tepat sangat mempengaruhi nasihat kita akan diterima
degan baik atau tidaknya oleh yang mendengarkan nasihat tersebut.30
2. Do’a dan Makanan Halal (Hadis ke 10)
Hadis ini menjelaskan bahwasanya ada beberapa hal yang membuat
diterima do’a seseorang karena “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak
27 Selektif adalah dengan melalui seleksi atau penyaringan. Lihat Kbbi.28 Muhammad Ibn Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 66.29 Kemaslahatan atau kegunaan. Lihat kbbi30Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak, terj. dari Fiqh al-Akhlâk wa al-Muʻāmâlat baina al-
Muʻminîn Salim Bazemool dan Taufik Daamas, (Jakarta: Qisthi Press, 2010), h. 325.
76
merima kecuali yang baik.” Contohnya jika ingin mendekatkan diri
kepada-Nya tidak boleh sedekah31 dengan yang haram dan hukumnya
makruh jika kita bersedekah makanan yang buruk atau dengan yang berisi
syubhat.32
karena dengan jelas bisa diketahui yang menyebabkan tidak
terkAbûlnya do’a dalam hadis diatas adalah menggunakan barang yang
haram, baik makanan, minuman, pakaian karena itu kita harus
memperhatikan semua amalan yang kita kerjakan apakah sudah terjaga
(baik) lagi bersih dari noda riya’ (pamrih), ʻujub (kagum diri), sum’ah
(cari popularitas) dan sejenisnya agar do’a kita dikAbûlkan oleh Allah
Swt.33 Seperti yang terdapat dalam Q.s. al-Muʻminȗn/23: 51
يا أيـها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحا
‘’Wahai para Rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik,dan kerjakanlah amal yang saleh.”
3. Meninggalkan Sesuatu yang Tidak Bermanfaat (Hadis ke 12)
Menurut imam al-Nawawî dalam syaraḥnya jika orang yang masih
berakal berfikir dengan baik, dan akalnya tidak dikalahkan oleh hawa
nafsunya seharusnya memahami zamanya, memperhatikan keadaannya,
dan menjaga lisannya. Karena jika seseorang memperhitungkan ucapannya
daripada amalnya, maka ia akan sedikit sekali berbicara kecuali itu perkara
31 Q.s. al-Dzariyat/51: 19. Hak untuk orang miskin, Q.s. al-Baqarah/2: 264-266. Sedekahtanpa harus menyaiti perasaan yang menerimanya.
32 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 77.33 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imam
al-Nawawî terj. dari al-Wafi fi Syarhil Arbaʻîn al-Nawawî yyah oleh Rohidin Wakhid. Jakarta:Qisthi Press, 2017. cet.2. h. 85.
77
yang berguna baginya.34 Seperti hadis berikut ini: yang artinya “Celakalah
orang yang berlebih-lebihan.” Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.
35قالها ثلاثا» هلك المتـنطعون «
Dengan demikian jika seseorang memperhitungkan ucapannya dari
pada amalnya, ia akan banyak diam dan berbicara hanya untuk perkara
yang penting saja. Semoga saat lisan kita diam, diamnya itu bermanfaat
untuk dirinya dan orang lain bukan sebaliknya, tetapi yang banyak
berbicara bukan berarti tidak bermanfaat, hanya saja kita seharusnya tidak
berlebihan berbicaralah sesuai dengan kebutuhan. Apalagi jika itu bersifat
duniawi karena Allah tidak suka segala sesuatu yang berlebih-lebihan.36
Kandungan hadis ini juga menjelaskan bahwa jika seseorang tidak
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya, maka saam halnya
ia berbuat buruk dalam keIslaman mencakup ucapan dan perbuatan yang
terlarangan. Maka dari itu kita seharusnya bersikap jujur dalam berbicara,
menunaikan amanat, dan meninggalkan apa yang tidak berguna baginya.37
4. Mencintai Kebaikan untuk Orang Lain (Hadis ke 13)
Iman seseorang dalam hadis ini dijelaskan tidak akan sempurna jika
ia tidak mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri, cinta
disini yang bersifat ukhrawi bukan kemanusiaan karena maksud mencintai
disini yaitu mengingikan kebaikan dan kemanfaatan. Dengan demikian
34 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 82.35al-Imâm Abū al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarȗrî, Sahîh
Muslim, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991), no. 2670, jld. 4, h. 2055.36 Q.s. al-Aʻrâf/7:3 dan HR. Sahîh Muslim.37 Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, dan Ibn Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-
Nawawîyyah, h. 83-84.
78
selama seseorang tidak mencintai untuk saudaranya, dan segala yang
dicintainya hanya untu dirinya sendiri maka ia termasuk sebagai orang
yang dengki.38
Seperti yang dikatakan al-Ghazāli yang mengelompokan kedengkian
menjadi tiga macam diantaranya: pertama, ia menginginkan hilangnya
kenikmatan dari orang lain dan meraihnya untuk dirinya. Kedua,
mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain, meskipun nikmat
tersebut tidak diraihnya. Demikian pula jika ia memiliki sepertinya, atau ia
tidak meyukainnya, dan ini lebih buruk lagi dari yang pertama. Ketiga, ia
tidak mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain, akan tetapi ia tidak
suka jika orang tersebut mengungguli bagian dankedudukannya. Ia riḍa
bila setara, tapi tidak riḍa bila melebihinya39, akan tetapi prilaku tesebut
jelas diharamkan oleh syariat Islam karena tidak ridha dengan pembagian
Allah Swt.40
Persahabatan atau terjalinnya sebuah persaudaraan itu semua
merupakan buah dari hasil prilaku baik (kebaikan akhlak) kita terhadap
orang lain. Sedangkan perseteruan atau perselisihan lebih sebagai buah
dari prilaku yang buruk (keburukan akhlak). Karena kebaikan akhlak
merupakan sumber awal atau akar dari terciptanya kasih sayang dan
keburukan akhlak merupakan akar dari kebencian, kedengkian, dan
permusuhan (segala sesuatu yang bersifat buruk atau tercela). Oleh karena
38 Dengki adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangatkepada keberuntungan orang lain. Lihat Kbbi.
39 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 85-86.40 Q.s. al-Zukhruf//43:32
79
itu buah dari akhlak yang baik adaalh segala sesuatu yang bersifat
terpuji.41
5. Dermawan dan Diam (Hadis ke 15)
Dalam syaraḥ imam al-Nawawî makna hadis ke 15 ini jika ada
seseorang yang hendak berbicara, maka harus memikirkannya terlebih
dahulu. Apakah ucapannya itu tidak merugikannya maka bicaralah atau
sebaliknya jika ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu untuk
mengatakannya, maka sebaiknya tahanlah (jangan berbicara atau diam).42
Ada beberapa syarat yang harus kita ketahui saat ingin berbicara
agar ketika mengucapkannya dapat terhindar dari ketergelinciran dan
selamat dari cacatnya (tidak menyinggung orang lain saat berbicara) ada
empat diantaranya:
a) Pembicaraan itu untuk seorang da’i yang mengajak guna menarik
kemanfaatan atau menolak kemudaratan.
b) Meletakan pembicaraan tepat pada tempatnya dan sengaja mencari
kesempatan yang benar.
c) Berbicaara dengan pembicaraan sekedar keperluan, dan
d) Memilih kata-kata yang akan dibicarakan.43
Dermawan atau perbuatan murah hati merupakan sifat yang
termasuk kedalam akhlak yang terpuji,44 dalam hadis ini megandung
anjuran untuk kita memuliakan tetangga dan tamu. Tetangga yang
41 al-Imâm al-Ghazâlî, Ihya Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama. dariIhyâ ‘Ulȗm al-Dîn oleh Ibnu Ibrahim Ba’adillah, (Jakarta: Republika, 2011), jld. 3, h. 182.
42 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 91.43Abul Hasan Ali al-Mawardi, Mutiara Akhlak al-Karimah, (Jakarta: PUSTAKA
AMANI, 1993), h. 136-137.44Lihat Akhlak di Seputar Sikap Dermawan dan Suka Memberi, al-Imâm Al-Ghazâlî,
Ihya Ulumuddi, h.386-387.
80
berdekatan, masih kerabat lagi Muslim mempunyai tiga hak, tetangga jauh
lagi Muslim mempunyai dua hak, dan yang bukan kerabat lagi Muslim
mempunyai satu hak. Sama halnya seperti menjamu tamu yang
mempunyai hak seperti hak tetangga, hanya saja berbeda pada bagian
ketiga yaitu jika ia kafir bukan kerabat, ia tetap mempunyai satu hak: hak
sebagai tetangga.45
Penulis kitab al-Ifsâḥ (al-Ṭabari) mengatakan, ʻʼTanda kepahaman
dalam agama, ialah seseorang meyakini bahwa memuliakan tamu adalah
ibadah yang tidak berkurang pahalanya bila menyambut orang kaya
sebagai tamu, dan tidak mengurangi pahalanya bila ia menghidangkan
keapada tamunya sedikit dari apa yang dimilikinya.”46
Dalam bertetangga kita harus selalu bersikap sopan santu dalam
berprilaku, ada ungkapan ketika ingin membeli rumah yaitu “Tetangga
sebelum rumah”, karena tetangga itu yang dekat dengan kita dan paling
cepat memberikan pertolongan jika terjadi sesuatu kepada kita. Karena itu
tetangga memiliki peran yang amat penting dalam ketenteraman hidup
kita, apa gunanya rumah mewah, luas, tetapi penghuninya merasa tidak
tenteram jika tetangganya menggagu dan tidak baik.47
Penghormatan kepada tamu ada tingkatannya dan beragam. Agama
tidak menentukan serta membedakan tamu berdasarkan status sosial
mereka semuanya sama saja, akan tetapi yang terpenting adalah dalam
bersikap kita harus sewajarnya dan sesuai dengan kedudukan sang tamu
45 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , dan Muhammad Ibn Sâleh Ibn Utsaimîn,Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 93 dan 95.
46Ibnu Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 94.47 M. Quraidh Shihab, Yang Hilang Dari Kita Akhlak, (Tangerang Selatan: Lentera Hati,
2016), h.259-260.
81
tersebut. Misalnya menghormati tamu yang ulama, guru, atau orang yang
terpandang dalam masyrakat berbeda dengan tamu yang “biasa” pada
umumnya. Yang mutlak dari penghormatan itu adalah menyambutnya
dengan wajah yang ceria dan kata-kata yang menunjukan kegembiraan.48
Menunjukan kekesalan kita kepada tamu merupakan sifat tercela
tuan rumah, seperti keluar masuk ruangan, menghardik atau memarahi
anak-anak, semua itu akan membuat tamu merasa tidak nyaman. Karena
itu alangkah baiknya jika kita ingin bertamu atau berkunjung hendaknya
menyampaikan kepada yang akan dikunjungi terlebih dahulu tentang
rencaan kedatangannya. Ini dilakukan agar tidak merepotkan tuan rumah
dan yang bersangkutan tidak dikecewakan.49seperti tata cara bertamu yang
baik yang dijelaskan dalam Q.s. al-Ahzâb/33: 53.
6. Larangan Marah (Hadis ke 16)
Marah itu sifat tercela yang berasal dari setan Q.s. al-Aʻraf/: 200-
202.50 Dan dalam hadis riwayat Ahmad juga mengatakan hal yang sama
إن الغضب من الشیطان “Seseungguhnyan kemarahan itu berasal dari setan”.
Karena itu akibat kemarahan manusia keluar dari keadaannya yang lurus,
berbicara dengan kasar, melakukan sesuatu yang tercela, meniatkan
kedengkian dan permusuhan, serta hal-hal tercela lagi diharamkan lainnya,
semua itu berasal dari kemarahan.51
Maka dari itu tidak boleh mengeluarkan keputusan ketika sedang
marah, lelah dan tidak menguasai permasalahannya, karena semua
48 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, H.108.
49 M. Quraidh Shihab, Yang Hilang Dari Kita Akhlak, h. 265-266.50 Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak, h. 388.51 Ibnu Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 98.
82
keputusan itu akan dipengaruhi oleh setan. Seperti hadis yang
diriwayatkan Ahmad “Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah,
diamlah. Jika engkau marah, diamlah!”52 disamping merupakan bisikan
setan, marah juga dapat menutup nakar dan akal sehat kita untuk berfikir
dengan jerni. Karena itu ada sejumlah ulama yang tidak mengesahkan
cerai karena marah yang beralasan dari sebuah hadis.53
Jangan marah artinya agar kita jangan sampai meluapkan amarah
itu. Larangan tersebut bukan merujuk pada kemarahan itu sendiri, hal itu
merupakan sifat atau tabiat manusia kita tidak bisa menyalahkannya
karena manusia tidak akan sanggup mengenyahkan itu dari dirinya,54 oleh
karena itu mohonlah selalu perlindungan dari Allah Swt., Seperti yang
dikatakan Isa a.s., kepada Yahya As ibn Zakariyah a.s., ketika beliau
mengajarkan suatu ilmu yang bermanfaat; jangan marah! Kemudian Yahya
As bertanya “Bagaimana caraku agar tidak marah?” Isa As menjawab,
“Jika dikatakan kepadamu apa yang kamu miliki, maka katakanlah, 'Dosa
yang kamu sebutkan, aku memohon ampun kepada Allah darinya.' Jika
dikatakan kepadamu apa yang tidak terdapat padamu, maka pujilah Allah,
karena tidak ada apapun yang Allah berikan kepada kita yang membuat itu
menjadi alasan kita dicela.55
Menurut al-Saʻdî larangan jangan marah ini mengandung dua
perkara penting daintaranya. Pertama, berisi perintah agar kita selalu
berusaha, dan senantiasa berakhlak mulia santun dan sabar serta selalu
52HR. Ahmad nomor 2425, 3269.53 Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak, h. 390.54 Mengenyahkan aatu mengusir. Lihat KBBI.55 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 97-98.
83
memepersiapkan diri kita jika suatu saat menghadapi prilaku yang biasa
dialakukan manusia berupa ucapan dan perbuatannya yang menyakitkan.
Kedua, menganjurkan agar ketika sesudah marah, agar tidak meluapkan
kemarahannya. Karena pada dasarnya kemarahan itu umumnya manusia
tidak daapt menolaknya, tetapi mampu untuk menahannya atau tidak
meluapkannya.56
7. Lemah Lembut dan Berbuat Baik (Hadis ke 17)
Lemah lembut merupakan sifat baik hati yang dimiliki oleh
seseorang,57 sifat tersebut juga sangat disukai oleh Allah Swt., yang juga
Mahalembut. Seperti dalam sebuah hadis dibawah ini:
إن الله رفيق يحب الرفق في الأمر كله
‘’Sesungguhnya Allah Swt., Maha lembut, dan Dia mencintaikelembutan dalam setiap perkara.”58 (HR. al-Bukhârî)
Dalam hadis kata الإحسان علي كل شيء كتب إن االله (Ssesungguhnya
Allah Mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal serta menganjurkan agar
kita untuk selalu berbuat baik seperti yang terdapat dalam firman Allah
Swt., berikut:
ومن جاء بالسيئة فكبت وجوههم في النار هل تجزون إلا ما كنتم تـعملون
‘’Dan barang siapa membawa kejahatan, makadisungkurkanlah wajah mereka ke dalam neraka. Kamu tidakdiberi balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang telah kamukerjakan.’’59
56Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibn Daqîq al-Îd, dan Muhammad Ibn Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 99.
57 Lihat KBBI58 Abȗ ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhârî, (Damaskus: Dâr,
Ibn Katsîr, 2002), no. 6927, jld. 9, h. 1713 (16).59Q.s., al-Naml/27: 90
84
lemah lembut dalam setiap perkara karena hal itu bisa dikatakan
sebagai kunci bagi kebaikan dan keburuntungan. Karena jika seorang
muslim menanamkan sifat ihsan ini dalam hatinya niscaya bisa
meluluhkan hati seorang makhluk dalam kondisi dan situasi apa pun.
Jangan kan makhluk Allah saja menyukai orang yang berbuat baik
terdapat dalam Q.s. al-Baqarah/2: 195 ʻʼwa aḥsinū, innallāha yuḥibbul-
muḥsinīn(a)” (ʻʼDan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik”).60
Berbuat baik merupakan anjuran yang pada dasarnya sudah jelas
hukumnya yaitu wajib, 61 dengan demikian kita harus menunaikan hak-hak
mereka (makhlauk hidup) yang sifatnya wajib seperti berbakti kepada
kedua orang tua, menyambung tali silaturahmi, dan berlaku adil dalam
segala muamalah.62
Berbuat baik dan lemah lembut dalam segala urusan dijelaskan
dalam kandungan hadis ini bahkan ketika ingin membunuh harus dengan
cara yang baik, dan tidak berniat untuk menganiaya. Contohnya dalam al-
qiṣāṣ atau menyembelih, harus menajamkan pisau, tidak boleh memotong
suatu tubuhnya hingga mati, memberikan air sebelum disembelih, jangan
menyembelih binatang yang banyak air susunya dan memiliki anak hingga
tidak membutuhkannya lagi.63
60Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Cara MencapaiAkhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Imâm Asy-Syafi’i, 2016), h. 261.
61Q.s. al-Nisâ’/4: 2662Mualamalah adalah hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata,
dan sebagainya)63 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 101
85
Karena itu ketika ingin menyembelih binatang sekalipun harus
dengan cara yang baik dan lemat lembut harus mengikuti proses yang baik
juga seperti, mengarahkannya kearah kiblat, tidak menjatuhkannya
sekaligus dan menariknya dari satu tempat ke tempat lain, menyebut nama
Allahh dengan sungguh-sungguh, memotong tenggorokan dan dua urat
leher, membiarkan hingga dingin.64
Berbuat baik (ihsan) menurut Syekh as-Sa’dī bahwasannya
mengandung dua perintah yang terdapat dalam hadis arba’īn yang ke 17
ini. Yaitu yang pertama, anjuran untuk kita selalu berbuat adil, kemudia
menunaikan kewajiban terhadap makhluk menurut kadar dan hak-hak
yang kamu dapatkan. Kedua, berbuat baik yang sudah jelas dianjurkan,
seperti memencurahkan segala sesuatu baik itu memanfaatkan badan,
harta, perbuatan, yang bersifat kebaikan ukhrawi atau kemaslahatan
duniawi. Karena segala sesuatu yang behubungan dengan kebajikan dan
semua yang membuat orang lain gembira adalah sedekah.65
8. Bertakwa Kepada Allah dan Akhlak Terpuji (Hadis ke 18)
Faedah atau intisari kandungan hadis ini yaitu ada tiga hal yang
pertama, perintah wajib untuk bertaqwa kepada Allah Swt., saat sendiriian
atau saat berada di khalayak ramai, karena ia tahu bahwa Allah Swt., Maha
melihat segala sesuatu yang hambanya lakukan di manapun mereka
berada. Kedua, amalan-amalan shaleh itu dapat menghapus keburukan.
64 Ibn Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 101-10265Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 102-103
86
Ketiga, anjuran agar kita berinteraksi dengan manusia dengan akhlak yang
baik (terpuji).66
Karena pada dasarnya hakikat takwa itu merupakan segala sesuatu
yang mencakup semua hal yang dibawa oleh Islam baik itu akidah, ibadah,
muamalah, dan juga akhlak yang diterkandung dalam Q.s. al-Baqarah/2:
177) pengertian takwa seperti itu bukanlah sesuatu yang harus di ucapkan
atau sesuatu yang harus dituntut tanpa adanya bukti apa pun, melainkan itu
semua merupakan pengalaman dari segala bentuk ketaatan kepada Allah
Swt., secara terus menerus dan meninggalkan segala macam perbuatan
durhaka kepada-Nya.67
Jika mendengar kata akhlak terpuji pasti yang terfikir oleh kita
pertama kali adalah Nabi, Rasul, dan kaum mukminin pilihan lainnya. Itu
semua karena mereka adalah sebagai sosok pribadi atau cerminan yang
memiliki sifatt tersebut karena mereka tidak membalas keburukan dengan
keburukan, tetapi dengan mudahnya memaafkan dan berbuat baik kepada
orang yang berbuat salah kepada mereka, meskipun mendapatkan
keburukan.68
Akhlak terpuji yang utama tidak menyakiti orang lain dalam
bentuk apapun itu, serta walaupun berat kita harus senantiasa memaafkan
berbagai bentuk keburukan serta gangguan yang kita terima dari orang lain
dan membalasnya dengan perbuatan maupun ucapan yang baik.
66 Hany asy-Syaikh Jum’ah Sahal, Mutiara Arbaʻîn: Syarah Hadits Arbaʻîn al-Nawawîuntuk pemula terj. dari Syarah Hadits Arbaʻîn al-Nawawî oleh Bukhari Abdul Mu’id. (Bogor:Hilal Media, 2016), h. 57.
67 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, h. 125-126.
68 Ibnu Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 10.
87
Sedangkan perkara yang khusus yang berkaitan dengan akhlak terpuji
ialah, santun terhadap manusia, bersabar, tidak marah, berwajah ceria,
berkata-kata lembut, kata-kata indah yang menyenangkan teman, serta
memberikan kegembiraan kepadanya, menghilangkan kesunyiannya dan
kemarahannya yang berat, senda gurau kadangkala menjadi kebaikan, jika
ada kemaslahatannya akan tetapi tetap tidak boleh berlebihan dalam
melakukannya.69
9. Malu dan Iman (Hadis ke 20)
Diantara akhlak mulia seseorang harus memiliki sifat malu, baik
itu malu kepada Allah maupun malu kepada setiap makhluk, dapat
dikatakan malu merupakan kunci dari setiap kebaikan. Menurut Ibnul
Qayyim sifat malu ini termasuk yang utama dan luhur kedudukannya,
sebab merupakan amalan hati yang paling bermanfaat menurut syariat
Islam. Seseorang dianggap tidak memiliki kebaikan sedikitpun jika tidak
memiliki akhlak mulia ini, karena malu dapat mendorong seseorang
menunaikan kewajiban, memenuhi hak orang lain, menyambung tali
silaturahmi, berbakti kepada kedua orang tua, serta memberikan semangat
untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan yang Allah
Swt., perintahkan.70
Dalam hadis ke 20 ini mengandung makna yang memperbolehkan
untuk berbuat sesuka hatimu, akan tetapi boleh dilakukan jika itu tidak
membuat kita malu baik terhadap Allah maupun manusia, maka
69 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnDaqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sāliḥ Ibn Uṡaimīn, Syarah Arba’în an-Nawawî : Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam terj. dari Ad-Durrah as-Salafiyyah Syarah al-Arba’în al-Nawawî yah oleh Ahmad Syaikhu, (Jakarta: Darul Haq, 2015), h. 194.
70 Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Cara MencapaiAkhlak Mulia, h.529.
88
lakukanlah. Makna “Lakukanlah apa yang kamu suka” di dalamnya
terdapat dua tinjauan71.
Pertama, makna tersebut berbentuk perintah dengan makna
ancaman, dan tidak dimaksudkan sebagai perintah untuk kebolehan
dilakukan seperti dalam Q.s. al-Fussilat/41: 40 ʻʼiʻmalȗ mâ syi'tum”
(ʻʼLakukanlah apa yang kamu kehendaki”), seperti apa yang boleh
dikerjakan dan harus mereka ditinggalkan sesuai perintah Allah Swt.
Kedua, bermakna kerjakan segala sesuatu yang tidak membuat kita
malu saat mengerjakannya. Makna tersebut senada seperti hadis dibawah
ini:
72الحياء من الإيمان
‘’Malu itu sebagian dari iman.” (HR. al-Bukhârî)
Dengan demikian, jika sikap malu itu dapat menghalangi kita
untuk meninggalkan suatu prilaku yang buruk dan membawa kepada yang
baik, kedudukannya sama atau menyamai seperti iman yaitu menghalangi
orang yang beriman dari pebuatan yang hina (kenistaan) menuju kepada
ketaatan.73
Menamkan sifat malu ini merupakan salah satu kewajiban seorang
ayah dan guru dengan menggunkan metode pendidikan yang tepat, yaitu
dengan pengawasan74 prilaku dan perbuatan anak-anak, meluruskan sifat-
sifat yang bertentangan degan rasa malu, memilihkan teman bermain yang
baik dan menjauhkan dari teman bermain yang jahat, serta mengarahkan
71 Tinjauan adalah hasil dari meninjau bisa berubah pandangan atau pendapat (sesudahmenyelidiki, mempelajari, dan sebagainnya). Lihat KBBI
72 al-Imām Abū ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhârî, no. 24,jld. 1, h. 16 (14)
73 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Ibn Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 119-220.
74 Pengawasan lebih luas lagi maknanya diabndingkan dengan mengawasi yaitu hanyamelihat dan memperhatikan. Sedangkan pengawasan jga memiliki arti penjagaan. Lihat KamusBesar Bahasa Indonesia.
89
pada buku-buku bacaan yang bermanfaat, dan menjauhkan mereka dari
media yang merusak.75
10. Sarana-Sarana Kebaikan (Hadis ke 23)
Initisari dari kandungan hadis ini merupakan anjuran bagi kita
untuk selalu bersabar dalam meghadapi segala ujian, terutama bagi
seorang Muslim yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar,
karena setiap kebaikan adalah sedekah. Termasuk anjuran amar ma’ruf
nahi mungkar merupakan salah satu sarana kebaikan yang banyak sekali
macam pebuatannya dan hal tersebut wajib dilakukan sesuai dengan
Firman Allah Swt.76
هون عن المنكر وأولئك ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف ويـنـ
)١٠٤(هم المفلحون
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yangmenyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) kepada yangma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulahorang-orang yang beruntung.”
Dengan demikian perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar
(memerintahkan berbuat kebaikan dan mencegah kejahatan) adalah
pokok pembicaraan yang menjadi dasar agama.77
Selain itu ada beberapa faedah lain yang terkandung dari hadis ke
23 arba’īn ini diantaranya:
a) Anjuran untuk bersuci, karena bersuci itu sebagian dari iman.
75 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, h. 157.
76 Q.s. Âli-ʻImrân/3: 10477 al-Ghazâlî, Ihya Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, jld. 3, h. 333.
90
b) Anjuran untuk memuji Allah SWT., dan bertasbih keapadaNya,
karena itu dapat memenuhi timbangan yang akan memenuhi antara
langit dan bumi dari tasbih dan pujian yang kita lakukan.
c) Anjuran untuk menunaikan shalat.
d) Anjuran untuk bersedekah.
e) Anjuran untuk bersabar
f) Memohon kepada Allah agar menjadikan al-Qur’ān sebagai hujjah
yang akan memela kita dan bermanfaat bagi kita.
g) Setiap manusia itu pasti bekerja dan memiliki keinginan.
h) Anjuran untuk memilih orang yang bekerja itu bisa jadi ia
membebaskan dirinya atau malah justru ia membinasakan dirinya
sendiri.
i) Menjelaskan kebebesan yang hakiki itu melaksanakan ketaatan
kepada Allah, bukan dengan cara menusia bebas melakukan apa saja
yang di iginkannya.78
11. Haramnya Kezaliman (Hadis ke 24)
Zalim merupakan sifat yang sangat buruk yaitu prilaku bengis
artinya bersifat keras tidak memiliki belas kasihan kepada makhluk hidup
(suka berbuat aniaya (kejam), tidak menaruh belas kasihan, tidak adil,
dan kejam.79
Intisari hadis ini menjelaskan bahwasannya kezaliman adalah
sesuatu yang mustahil Allah Swt., lakukan, karena itu adalah perbuatan
yang melampaui batas dan betindak pada (sesuatu) milik orang lain.
78 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-Îd, dan Muhammad Ibnu Ṣāleḥ Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 134.
79 Lihat KBBI
91
Kedua hal tersebut adalah mustahil bagi Allah Swt. Pekataan dalam hadis
“Sesungguhnya aku mengharmkan kezaliman atas diri-Ku” Sesuai
dengan apa yang sudah jelas disebutkan dan terkandung dalam al-
Qur’ān.
م للعبيد 80)٢٩(ما يـبدل القول لدي وما أنا بظلا
‘’Keputusan-Ku tidak dapat diubah, dan Aku tidak menzakimihamba-hamba-Ku.”
81)٤٤(الناس أنـفسهم يظلمون إن الله لا يظلم الناس شيئا ولكن
‘’Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikitpun,tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri.”
82)٤٠(أجرا عظيما إن الله لا يظلم مثـقال ذرة وإن تك حسنة يضاعفها ويـؤت من لدنه
‘’Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupunsebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarra), niscayaAllah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yangbesar dari sisiNya.”
Berdasarkan hadis dan ayat al-Qur’ān di atas jelas bahwasannya
Allah tidak mungkin menzalimi hamba-hambaNya, maka bagaimana
mungkin seseorang menyangka bahwa Dia menzalimi hambaNya untuk
(membantu) hamba lainnya.83
Dalam hadis arba’īn ke 24 ini juga menjelaskan celaan terhadap
segala perbuatan yang membuat malu setiap Mukmin. Manusia sering
sekali melakukan banyak kesalahan pada malam dan siang hari, Allah
80 Q.s. Qâf/50: 2981 Q.s. Yȗnus/10: 4482 Q.s. al-Nisâ’/4: 4083Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibn
Daqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sāliḥ Ibn Uṡaimīn, Syarah Arba’în an-Nawawî : Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam, h, 246.
92
menciptakan malam agar Dia ditaati didalamnya dandisembah dengan
ikhlas, dimana amalan-amalan pada waktu tersebut umumnya terbebas
dari riyaʻ dan kemunafikan dan siang hari diciptakan untuk disaksikan
oleh manusia. Karena itu apakah kita tidak malu jika melakukan
kesalahan dan dosa baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi,
oleh karena itu orang yang cerdas semestinya menaati Allah dan tidak
menampakan kesalahan di hadapan manusia.84
Dapat diambil kesimpulan dari kandungan hadis tersebut bahwa
tujuan terpenting dalam Islam adalah menegakan keadilan dan mencegah
dari perbuatan zalim antara sesama makhluk. Hak ini dikarenakan
keadilan merupakan fondasi hukum dan peradaban. Sedangkan
kezaliman ini berperan sebagai pemicu penyebab keterpurukan bangsa,
hancurnya peradaban dan hilangnya kedamaian dalam kehidupan ini.85
12. Keutamaan Zikir (Hadis ke 25)
Dalam hadis arba’īn ke 25 ini menjelaskan banyak sekali cara atau
jalan melakukan kebaikan, baik itu manfaatnya untuk diri kita sendiri
atau makhluk hidup lainnya. Seperti yang sudah jelas dikatakan dalam
hadis pada setiap tasbih, takbir, tahmid (pujian kepada Allah yang
dilakukan secara berulang-ulang), tahlil (pengucpan kalimat tauhid
“Tidak ada Tuhan selain Allah”), menyuruh yang ma’ruf mencegah yang
mungkar, semua itu terdapat pahala sedekah di dalamnya.86
84 Ibnu Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 138.85 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imam
al-Nawawî, h. 194.86 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibnu
Daqîq al-Îd, dan Muhammad Ibnu Ṣāleḥ Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 144-147.
93
Diantara semuanya peluang dalam melakukan amar ma’ruf nahi
mungkar merupakan salah satu perbuatan yang memiliki kesempatan
sangat terbuka dan luas untuk semua orang bisa melakukannya. Karena
orang yang melakukan itu akan mendapatkan pahala yang tidak kalah
besar dengan orang yang bersedekah. Bahkan, mungkin bisa lebih
banyak lagi.87
88كل معروف صدقة
“Setiap perbuatan baik adalah sedekah.” (HR. al-Bukhârî)
Bukan hanya kebaikan dan sedekah yang disebutkan dalam hadis
ini saja, tapi masih banyak lagi bahkan tidak terbatas macam kebaikan
dan amal saleh yang belum disebutkan satu persatu yang bisa dilakukan
oleh seorang Muslim untuk mendapatkan pahala yang sebanding dengan
bersedekah. Faedah hadis lainnya diantaranya sebagai berikut:
a) Semangat para sahabat untuk berlomba-lomba dalam melakukan
kebaikan.
b) Niat yang baik akan merubah hal-hal yang mubah menjadi ibadah,
manusia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut jika
diniatkan untuk ibadah.89
c) Bijaksana dalam menghadapi permasalahan dan mencari solusinya,
juga senantiasa membahagiakan orang lain.
d) Disunnahkan bagi orang fakir untuk bersedekah jika hal itu tidak
memberatkan diri dan keluarganya.
87 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi, h. 198.88 al-Imâm Abȗ ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhârî, No.
6021, jld. 8, h. 1510 (11)89 Hany asy-Syaikh Jum’ah Sahal, Mutiara Arbaʻîn: Syarah Hadits Arbaʻîn al-Nawawî
untuk pemula, h. 86.
94
e) Makruh bersedekah bagi orang yang sebeneranya ia sendiri belum
mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Bahkan bsa menjadi
haram jika memkasakan sampai keluarganya terlantar.
f) Bersedekah bagi orang kaya lebih utama dari pada berdzikir.
g) Keutamaan orang kaya yang bersyukur lagi senang bersedekah dan
orang miskin yang sabar lagi senang mencari pahala (dengan
bedzikir)
h) Anjuran untuk bertanya tentang hal-hal yang bermanfaat.
i) Menjelaskan dalil kepada orang yang sedang belajar (murid),
terutama yang belum dipahaminya agar lebih jelas dan meyakinkan
untuk dikerjakan.90
j) Seseorang ketika meyebutkan sesuatu semestinya menyebutkan
alasanya.
k) Boleh meminta penjelasan tentang berita, meskipun berita tersebut
berasal dari orang yang jujur.91
13. Jalan Menuju Kebaikan (Hadis ke 26)
Kata “Semua persedian manusia memerlukan sedekah” artinya
setiap ruas tulang sendi manusia yang berjumlah 360 anggota, maksud
sedekah disini merupakan anjuran bukan kewajiban ataupun suatu
keharusan untuk dilakukan.92 Dalam hadis Al-Muslim dijelaskan sebagai
berikut:
90 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, h. 200-201.
91 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-Îd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 147.
92 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Ibnu Daqîq al-Îd, Syarah Arba’în an-Nawawî :Penjelasan 42 Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam, h. 268-269.
95
د إنه خلق كل إنسان من بني آدم على ستين وثلاثمائة مفصل، فمن كبـر االله، وحم
االله، وهلل االله، وسبح االله، واستـغفر االله، وعزل حجرا عن طريق الناس، أو شوكة
أو عظما عن طريق الناس، وأمر بمعروف أو نـهى عن منكر، عدد تلك الستين
93لامى، فإنه يمشي يـومئذ وقد زحزح نـفسه عن النار والثلاثمائة الس
‘’Sesungguhnya Allah menciptakan setiap manusia dari Bani Adamdengan 360 persendian. Barangsiapa yang bertakbir, bertauhid,bertahlil, bertasbih, dan beristighfar serta menyingkirkan batu daritengah jalan, duri, atau tulang dari tengah jalan yang dilewatimanusia, menyuru yang ma’ruf, atau mencegah yang mungkarsebanyak 360 persendian tersebut; maka ia berjalan pada hari itudalam keadaan telah mengentaskan94 dirinya dari neraka.” (HR.al-Muslim)
Oleh karena itu dalam hadis ke 26 ini menjelaskan tiap-tiap
anggota (persendian) itu darinya ada sedekahnya setiap hari. Semua amal
merupakan sedekah, menunaikan dua rakaat (shalat dhuha) pada awal
harinya maka dia telah menunaikan zakat untuk badanya lalu ia
memelihara sisanya. Dalam hadis disebutkan:
95ول النـهار، أكفك آخره ابن آدم، صل لي أربع ركعات من أ : قال الله تـعالى
‘’Allah SWT., berfirman, 'Manusia, shalatlah untukKu empatrakaat di awal siang, maka Aku mencukupimu pada akhirnya.”(HR. al-Dârimî)
Dari penjelasan hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
dengan kita mengerjakan dua rakaat sudah mencukupi dari sedekah-
sedekah anggota tubuh ini. Karena shalat itu merupakan amalan untuk
93al-Imâm Abȗ al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarȗrî, SahîhMuslim, No. 1007, jld. 2, h. 698.
94 Mengentaskan disini maksudnya adalah memperbaiki (menjadikan, mengangkat) ataukeadaan yang kurang baik kepada yang (lebih) baik. Lihat KBBI V.
95 Abū Muhammad Abdullah Ibn Abd al- Rahmān Ibn al-Fadl Ibn Bahrām al-Darimī,Sunnan al-Dārimī, (Riyād: Dār al-Mugni Linnasyr al-Tūzī, 1421), No. 1492, jld. 2, h. 909.
96
semua anggota tubuh. Jika mengerjakan shalat, maka semua angota tubuh
melakukan tugasnya.96
Sebagai contoh lain perbuatan sedekah yang disebutkan dalam
kandungan hadis arba’īn ke 26 ini yaitu jika kita menjumpai dua orang
yang sedang berselisih kemudian kita berlaku adil97 kepada keduanya
maka itu termasuk sedekah, karena itu merupakan sedekah yang utama98
sesuai dengan Firman Allah Swt., berikut ini:
ر في كثير من نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلاح بـين الناس لا خيـ
)١١٤(فعل ذلك ابتغاء مرضات االله فسوف نـؤتيه أجرا عظيما ومن ي ـ
‘’Tidak ada kebaikan dari banyak pembiraan rahasia merekakecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia)bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaiandi antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencarikeridaan Allah, maka kelak kami akan memberinya pahala yangbesar.”99
Menurut Ibn Miskawaih adil adalah sifat utama bagi manusia yang
timbul dari tiga sifat utama lainnya yaitu kebijaksanaan, memelihara diri
dari maksiat, dan keberanian. Ketiganya itu saling berdampingan satu
sama lain, kerjasama ketiganya itu menghasilkan manusia memiliki sifat
yang adil sehingga dengan sifat itu dapat selalu adil terhadap dirinya dan
orang lain.100
14. Kebaikan dan Dosa (Hadis ke 27)
96Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Ibnu Daqîq al-Îd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h.148-149.
97 Adil adalah tidak berat sebelah atau memihak diantara salah satunya. Lihat KamusBesar Bahasa Indonesia.
98 Muhammad Ibnu Ṣâleḥ Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 149.99 Q.s. al-Nisâ’/4: 114100Ahmad Muhammad al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad Saw. Keluhuran dan
Kemuliaannya terj. dari Min Akhlāqin-Nabiy oleh Abdul Latif As-Subky. (Jakarta: Bulan Bintang,1981), h. 133.
97
Faedah dari hadis ke 27 ini pada intinya membahas dua pokok
pembahasan yaitu, keutamaan akhlak yang baik dan cirri-ciri perbuatan
dosa adalah terasa mengganggu jiwa saat kita hendak atau sesudah
melakukannya, hati merasa tidak tenang saat akan melakukan perbuatan
tersebut dan tidak suka jika orang lain mngetahui perbuatan tersebut.101
Kata “Kebaikan adalah akhlak terpuji” mengadung makna bahwa
akhlak yang baik artinya manusia memiliki hati yang luas, lapang dada,
berhati tenang, dan bermuamalah dengan baik. Karena itu jika manusia
berakhlak baik bersama Allah dan bersama hamba-hambanya (makhluk
hidup) makan itu semua merupakan suatu bentuk perbuatan yang
nantinya akan menghasilkan banyak sekali kebaikan terutama bagi orang
yang mengerjakannya.102
Sedangkan kata “Dosa adalah sesuatu yang mengganggu jiwamu
dan kamu tidak suka jika orang lain melihatnya” yaitu sesuatu yang jika
kita bimbang dalam melakukannya apakah itu baik atau buruk untuk
dikerjakan bahkan sampai membuat hati tidak tenang dan
membimbangnkan dalam dadamu, maka hal itu adalah dosa. Sekalipun
kita sudah bertanya atau ada yang memberikan fatwa103 berkali-kali
tentang apa yang kita ragukan, akan tetapi semua itu tidak bisa
menghilangkan perasaan jiwa yang masih tidak merasa tentram dan dada
101 Hany asy-Syaikh Jum’ah Sahal, Mutiara Arbaʻîn: Syarah Hadits Arbaʻîn al-Nawawîuntuk pemula, h. 91.
102Muhammad Ibnu Ṣāleḥ Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 153.103 Fatwa merupkan jawaban (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti (orang
yang memberikan fatwa untuk memutuskan suatu masalah yang berhubungan dengan hukumIslam) tentang suatu masalah. Lihat KBBI
98
teasa sesak tidak menjadi lapang jawabannya tetap sama, “Hal sepeti itu
adalah dosa, maka jauhilah.”104
Akhlak yang baik merupakan perbutan yang dianjurkan oleh Allah
Swt., terdapat dalam Q.s. al-Qasas/28: 77 ʻʼwa aḥsin kamā aḥsanallāhu
ilaika” (ʻʼDan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu”), salah satu contohnya menurut Ibnu
Daqīq al-ʼĪd dalam syaraḥnya akhlak yang baik yaitu berbuat adil dalam
kemasyarakatan atau adil dalam hukum.105
Dalam bekerja berusaha, baik pengusaha, pedagang, dan pelaku
usaha lainnya, tidak diperbolehkan untuk mempersulit orang lain.
Misalnya tidak bersikap adil, melakukan tekanan dan paksaan, penipuan,
serta tidak berbuat jujur, berbohong dan yang sejenisnya semua itu tidak
seharusnya manusia lakukan karena termasuk kepada prilaku yang buruk
atau tercela.106
15. Jalan Menuju Surga (Hadis ke 29)
Dalil yang didasari oleh pertanyaa Muadz, “Tunjukan kepadaku
amal perbuatan yang bisa memasukanku kedalam surga.” Hal itu juga
didasari oleh firman Allah SWT., terdapat dalam Q.s. al-Aʻrâf/7: 43 ʻʼ wa
nȗdȗ an tilkumul-jannatu ȗritstumȗhâ bimâ kuntum taʻmalȗn” (ʻʼItulah
surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu
104 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnDaqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sāliḥ Ibn Uṡaimīn, Syarah Arba’în an-Nawawî : Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam, h. 280.
105 Ibn Daqîq al-ʼÎd, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 152.106 al-Ghazâlî, Ihya Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, jld. 3, h. 105.
99
kerjakan”), 107 akan tetapi amal perbuatan saja tidak akan cukup untuk
memasukan seseorang kedalam surga harus ada yang menyertai amalan
itu agar diterima, yaitu dengan rahmat dan karunia Allah Swt., serta
amalan lainya seperti dalam firmannya:
وليـقولوا قـولا ا عليهم فـليتـقوا االله تـركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافو وليخش الذين لو
سديدا
‘’Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yangsekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakangmereka yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan)nya.Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, danhendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”108
Kata “Hasil (keburukan) lisan mereka”, itu merupakan suatu
kejahatan lisan yang dilakukan terhadap manusia dengan mengatakan
atau mengusik kehormatan mereka, pergi kesana kemari untuk mengadu
domba, menggunjing, berbohong, tuduhan palsu, kata-kata kufur109,
mengolok-olok, dan mengingkari janji. Semua itu merupakan bahaya
yang bisa lisan lakukan sehigga membuat kita dibendi di sisi Allah ini
sesuai dengan firman Allah Swt., Q.s. al-Sâffât/37: 3.110
Dalam hadis ini menjelaskan bahwasannya kunci dan kendali dari
setiap amal perbuatan adalah menjaga lisannya, hal itu juga dijelaskan
dalam hadis tentang pentingnya menjaga lisan kita:
107 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, h. 227.
108 Q.s. al-Nisâ’/4: 9.109 Kufur adalah tidak percaya kepada Allah Swt dan Rasul-Nya orang yang melakukan
hal tersebut dinamakan kafir. Lihat KBBI.110Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 163.
100
را أو ليصمت 111من كان يـؤمن بالله واليـوم الآخر فـليـقل خيـ
‘’Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirhendaklah berbicara yang baik-baik atau diam.” (HR. al-Bukhârî)
Kemudian dari sabda Nabi Saw., kepada Mu’az:
ماسكت فاذا تكلمت فـعليك اولك يا معاذ انت سالم
‘’Wahai Mu’az, kamu adalah selamat selama kamu diam, jikakamu berbicara, maka (bahayanya) atasmu, dan (untungnya)bagimu.”112
Lisan seperti senjata yang berbahaya jika kita tidak menjaganya
dengan hati-hati kita juga akan terluka karenanya, oleh karena itu kita
tidak boleh asal bicara saja dengan apa yang kita ucapkan kepada orang
lain karenaa semua itu akan diminta pertanggung jawabnya baik oleh
makhluk dan Allah Swt., kelak diakhir zaman seperti terdapat dalam Q.s.
al-Isrâ’/17: 36.113
penulis mempunyai perumpamaan seperti air yang ada dalam teko
apakah isi airnya itu bersih atau kotor kita tidak mengetahuinya jika tidak
menuangkannya terlebih dahulu, sama halnya seperti lisan atau ucapan
seseorang bisa sebagai cerminan dari hati dan fikiran orang tersebut
seperti apa. Maka dari itu sesuai dengan syaraḥ Syekh Ibnu Utsaimîn kita
harus selalu menjaga lisan kita jangan mengumbarnya dengan kata-kata
yang tidak penting karena itu berbahaya.114
111al-Imâm Abȗ ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâ’îl al-Bukhâri, Sahîh al-Bukhârî, No.6135, Jld. 8, h. 1533 (32)
112 Abul Hasan Ali al-Mawardi, Mutiara Akhlak al-Karimah, h.134.113 Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak,h. 142.114 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibnu
Daqîq al-Îd, dan Muhammad Ibnu Ṣāleḥ Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 167.
101
16. Keutamaan Zuhud (Hadis ke 31)
Zuhud menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perihal
meninggalkan keduniawian, yaitu kondisi di mana terbebasnya hati
seseorang dari belenggu dunia sehingga segala upayanya tercurahkan
untuk meraih kemuliaan di akhirat semata.115 Sedangkan menurut Ibnu
Taimiyah dalam buku akhlak salaf berkata bahwa zuhud ialah
meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat.116
Intisari dari hadis arba’īn ke 31 ini menjelaskan tentang keutamaan
zuhud di dunia, yaitu siapa yang bezuhud di dunia, niscaya dia akan
dicintai oleh Allah, karena bezuhud di dunia sudah pasti mencintai
akhirat seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa makna zuhud yaitu
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat. Orang yang bersifat
zuhud akan terpancar darinya sifat qanaah, seperti yang dikatakan oleh
imam al-Nawawî sederhana dalam penghidupan adalah kamu (merasa)
cukup dengan setangah beban (kebutuhan kehidupan).117 Beruntung
orang yang memiliki sifat qanaah, mereka selalu merasa cukup dengan
rezeki yang Allah berikan karena qanaah seperti perbendaharaan
(kekayaan) yang tidak terhingga nilainya dan tidak akan ada habisnya,
sehingga seseorang tidak akan pernah merasa kekurangan dalm kondisi
115 Lihat KBBI, (Jakarta: Gramedia Pustka Umum, 2008), cet 1, ed. 4, h. 1573116 Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Cara Mencapai
Akhlak Mulia, h.491.117Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibn
Daqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâlih Ibn Uṡaimīn, Syarah Arba’în an-Nawawî : Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam, h. 320.
102
apa pun dan ia bisa memfokuskan dirinya untuk meraih keutaman-
keutamaan akhirat.118
قد أفـلح من أسلم، ورزق كفافا، وقـنـعه االله بما آتاه
‘’Beruntunglah orang yang tunduk kepada Rabbnya dan telahdikarunia rezeki yang cukup, lalu Allah membuatnya merasa cukupdengan apa yang dikaruniakan-Nya kepadanya.”119
Hadis ini mengajarkan kita bagaimana agar diasayangi sesama
makhluk, yaitu dengan cara zuhud terhadap apa yang dimiliki oleh
mereka seperti ikut senang dengan apa yang mereka senangi sebaliknya
jika kita menginginkan apa yang mereka senangi atau miliki hal itu
bukan menumbuhkan kasih sayang tetapi mereka akan benci kepada
kita.120
Zuhud yang tidak benar yaitu menolak segala sesuatu kenikmatan
dunia.121Akan tetapi hal itu sekarang sudah tidak berlaku karena manusia
sangat giat dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga
sampai berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan dunia dan melupakan
akhirat. Disinilah pentingnya sifat zuhud yang akan menyelamatkan
mereka dari cinta dunia dan melalaika akhirat.122
17. Larangan Membahayakan Orang lain (Hadis ke 32)
118 Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Cara MencapaiAkhlak Mulia, h.501.
119 al-Imām Abū al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarȗrî, al-Muslim,No. 1054, Jld. 2, h. 730.
120 Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak, h. 75.121Zuhud seperti ini terjadi pada masa pemerintahan Abasiyah. Mereka tidak mau bekerja,
dan mereka berpakaian lusuh. karena mereka hanya mengamndalkan sedekah dari orang lain saja.Mereka mengganggap apa yang mereka lakukan itu sebagai sifat zuhud, padahal Islam tidakmengajarkan hal tersebut bahkan Islam melarang untuk meminta belas kasih manusia.
122 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, h. 247-248.
103
Kata “Tidak boleh membahayakan” menurut al-Nawawî adalah
segala perbuatan membahayakan yang tidak boleh dilakukan seseorang
dengan tanpa hak kepada orang lain. Apalagi memulai kejahatan atau
permusuhan terlebih dahulu hal tersebut tidak boleh dilakukan karena itu
kita harus menghindarinya.123
Dan kata “Tidak boleh membalas bahaya orang lain dengan bahaya
lagi” artinya dengan kata lain yaitu balas dendam. Kita tidak boleh
membalas seseorang yang berlaku tidak adil atau jahat kepada kita,
seperti jika ada yang mencaci makimu, memukulmu, maka jangan
membalasnya tapi tuntutlah hakmu darinya kepada hakim dengan tanpa
membalas terlebih dahulu apa yang mereka lakukan kepada kita. Karena
jika kita saling memaki atau dua orang saling membalas perbuatan jahat
tidak akan berlaku tuntut balas, tetapi kedua masing-masing berhak
menuntut haknya diapadapan hakim.124
ما لم يـعتد المظلوم منهما الإثم المستبان ما قالا فـعلى البادئ
‘’Sesuatu yang diucapkan oleh dua orang yang saling mencacimaki, maka dosanya dilimpahkan kepada yang lebih dulumemulainya selagi orang yang dizalimi tidak melampaui batas.”125
(HR. al-Muslim)
Rasulullah Saw., bukanlah orang yang suka mendendam meskipun
memiliki kesempatan untuk bisa membalas dendam beliau tidak pernah
melakukan itu, Karena hal tersebut dapat merusak hubungan antara
sesama manusia. Selain itu jika kita memiliki sifat tercela itu akan
123 Q.s. al-Nisâ’/4: 29, 88-89 dan Q.s. al-Anfâl/8: 64124 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 178125al-Imâm Abȗ al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarȗrî, Sahîh
Muslim, No. 2587, Jld. 4, h. 2000.
104
menambah beban perasaan sendiri. Semoga Allah SWT., menghilangkan
rasa dendam yang ada pada hati kita Q.s. al-Hijr/15: 47.126
Dengan demikian kita sebagai seorang Muslim harus miliki sifat
pemaaf agar bisa saling memaafkan satu sama lain, bukan hanya
memafaatkan di mulut saja tapi sampai ke dalam hati kita karena itulah
arti memaafkan yang sebenarnya. Dan hendaklah kita suka memaafkan
terlebih dahulu sebelum ia meminta maaf.127 Seperti yang terdapat dalam
Q.s. al-Mâ’idah/5: 13 ʻʼfaʻfu ʻanhum wasfah, innallâha yuhibbul-
muhsinīn” (ʻʼmaka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka. Sungguh,
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”).
18. Merubah Kemungkaran (Hadis ke 34)
Mungkar merupakan salah satu sifat yang dibenci Allah karena
mungkar adalah durhaka128 atau melanggar perintah yang telah Allah
tetapkan untuk makhluknya taati, karena pada dasarnya tujuan manusia
diciptakan adalah hanya untuk beribada kepada Allah SWT., seperti
dalam FirmanNya berikut ini:
نس إلا 129ليـعبدون وما خلقت الجن والإ
‘’Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar merekaberibadah kepada-Ku.”
Berdasarkan dalil diatas sudah jelas bahawwasannya setiap Muslim
hendaknya sadar tugas utama mereka sebagai manusia, oleh karena itu
dalam kandungan hadis arba’īn yang ke 34 ini Allah memerintahkan
126al-Imâm al-Ghazâlî, Ihya Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, h.381.
127 Choiruddin Hadhiri,, Akhlak dan Adab Islami: Menuju Pribadi Muslim ideal, (Jakarta:Qibla, 20015), h. 130.
128 Lihat KBBI129 Q.s. al-Dzâriyât/51: 56
105
manusia untuk merubah kemungkaran yang manusia lain perbuat. Agar
keseimbangan ekosistem yang Allah ciptakan tidak rusak., maka manusia
wajib untuk mengamalkan menjaga, dan memelihara yang ada di langit
dan bumi, FirmanNya sebagai berikut.130
وأقيموا الوزن بالقسط ) ٨(ألا تطغوا في الميزان ) ٧(والسماء رفـعها ووضع الميزان
)٩(ولا تخسروا الميزان
“Dan Langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakankeseimbangan, agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dantegakanlah keseimbangan itu dengan adil dan jangan kamumengurangi keseimbangan itu.131
Intisari dari hadis arb’īn yang ke 34 ini yaitu wajib bagi kita untuk
merubah kemungkaran yang kita lihat berdasarkan tingkatan-tingkatanya
sesuai dengan kadar kemampuan kita. Pertama, merubahnya dengan
tangan, contohnya hal ini hanya bisa dilakukan oleh para penguasa.
Kedua, merubahnya dengan lisan hal ini biasanya dilakukan oleh para dai
(orang yang kerjanya berdakwa), yang deket yaitu orang tua, guru dan
orang yang berpengaruh ucapanya dan bisa di dengar oleh orang yang
melakukan perbuatan mungkar tersebut. Ketiga, jika jika kedua cara itu
tidak mampu kita lakukan untuk merubahnya, baik dengan tangan atau
lisan, maka hendaklah dia merubahnya dengan hatinya.132
Sebuah peringatan atau mengingatkan seseorang yang sedang
melakukan prilaku buruk kadang harus mengiringi ucapan kita dengan
130 KUPI, Dokumen Resmi dan Hasil Kengres Ulama Perempuan Indonesia, (Jakarta:KUPI, 2017), h. 128.
131 Q.s. al-Rahmân/55: 7-9132 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî, Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibnu
Daqîq al-Îd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h. 190.
106
menyebutkan kebaikan atau perbuatan terpuji mereka agar apa yang kita
sampaikan tidak membuat mereka marah dan tersinggung.133
19. Persaudaraan dan Hak Seorang Muslim (Hadis ke 35)
Persaudaraan ibarat anggota tubuh yang suda melekat satu sama
lain, oleh karena itu untuk membangun persaudaraan dan ukhuwah
islamiah yang kuat kita harus saling menjaga satu sama lain (sesama
manusia) seperti sabda Nabi Saw., berikut:
هم، وتـعاطفهم مثل ا لجسد إذا اشتكى منه عضو مثل المؤمنين في تـوادهم، وتـراحم
134تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى
‘’Pereumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan mereka,kasih sayang mereka, dan keakraban mereka seperti satu badan.Jika salah satu anggota badan sakit, maka untuknya seleruhanggota badan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. al-Muslim)
Menurut al-Ghazāli mengatakan bahwasannya persaudaraan atau
persahabatan tidak ada bedanya dengan ikatan pernikahan, sebagaimana
hak-hak dan kewajiban yang muncul dari ikatan tersebut, demikian pula
sama halnya dengan ikatan persaudaraan yang lahir darinya sebuah hak
serta kewajiabn.
Beliau menyebutkan hak-hak persaudaraan dan persahabatan
tersebut ada delepan diantaranya: 1. Memaafkan kesalahan teman, Hak
dalam kekayaan dan kepemilikan, 2. Menempatkan posisi sahabat
setingkat dengamu, 3. Menempatkan kebutuhan kawa di atas kebutuhan
sendiri, 4. Beri dan tunjukan perlakuan yang baik kepada teman kita
(baik perkataan maupun perbuatan), 5. 6. Berdo’a untuk teman ketika
133 Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak, h. 287-288.134al-Imâm Abȗ al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâibarȗrî, Sahîh
Muslim, No. 2586, Jld. 4, h. 1999.
107
hidup dan sesudah mati, 7. Kesetian dan keikhlasan, 8. Tidak
menyusahkan atau berusaha untuk meringankan beban seorang
sahabat.135
Faedah hadis arbaʻîn ke 35 yang berhubungan dengan sesama
makhluk diantaranya:
a) Larangan untuk bersikap dengki
Dengki adalah sifat tercela perasaan tidak suka yang
berlebihan karena iri terhadap apa yang apa yang dimiliki orang lain,
hingga mengharapkan hilangnya nikmat yang didapatkan oleh orang
tersebut. agar beralih kepada dirinya atau kepada orang lain selain
dirinya. Oleh karena itu kita tidak boleh mementingkan diri sndiri
tetapi juga harus memperhatikan atau mengutamakan orang lain.136
Hukum bagi orang yang dengki menurut kesepakatan
seluruh kaum Muslim bahwa dengki hukumnya haram. Diantaranya
terdapt dalam Q.s. al-Baqarah/2: 109, Q.s. al-Nisâ’/4: 54.
Dengki terbagi menjadi tiga macam. Pertama, orang
mengharapkan hilangnya nikmat yang didapatkan oleh orang lain
dengan berbuat zalim kepadanya baik dengan perkataan atau
perbuatan. Kedua, golongan yang apabila dengki kepada orang lain
tidak akan melakukan perbuatan apapun itu termasuk menzaliminya.
Ketiga, golongan yang apabila dengki kepada orang lain maka
mereka akan berusaha untuk menghilangkannya.137
135al-Imâm al-Ghazâlî, Ihya Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu, h. 205-225.136Q.s. Hȗd/11: 116.137Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imam
al-Nawawî, h. 299-300.
108
b) Syari’at Islam melarang segala hal yang mengarah kepada
permusuhan dan memutus hubungan di antara kaum Muslimin.138
خر له ما من ذنب أجدر أن يـع نـيا، مع ما يد جل الله لصاحبه العقوبة في الد
139في الآخرة، من البـغي، وقطيعة الرحم
‘’Tidak ada perbuatan dosa yang akan disegerakan siksanyabagi pelakunya oleh Allah di dunia dan ditangguhkan(disimpan) baginya di akhirat melainkan berbuat sewenag-wenang dan memutuskan tali silaturrahmi.” (HR. Ibn Mâjah)
Dalam hadis di atas jelas menjelaskan tentang hukuman yang
akan diberikan kepada kita atau orang-orang disekitar kita. Karena
sikap yang kasar, masa bodo, suka memaki dan menghardik apa saja
yang membuatnya kesal. Selain itu silaturrahmi juga memberi
dampak lain yang positif seperti jika masyarakat terkesan dengan
sikap kita yang ramah dan terbuka, maka mereka juga akan
membuka diri dan mencintai anda bahkan ucapan anda akan sering
di dengar dan disebut-sebut namanya.140
c) Larangan saling membenci satu sama lain karena semua orang
mukmin itu bersaudara.141
d) Diharmkannya berdusta dan mendustakan142
e) Diharamkannya menipu orang lain, karena hal tersebut mengandung
kezaliman terhadap orang lain dan menjadi sebab saling membenci
138 Hany asy-Syaikh Jum’ah Sahal, Mutiara Arbaʻîn: Syarah Hadits Arbaʻîn al-Nawawîuntuk pemula,h. 114.
139 al-Ḥâfiẓ Abî Abdillah Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwînî, Sunan Ibn Mâjah, No. 4211,Jld. 2, h. 1408.
140 Musthafa al-ʻAdawy, Fikih Akhlak, h. 416.141 Q.s. al-Hujurât/49: 10.142 Q.s. al-Baqarah/2: 11
109
satu sama lain. Karena itu kita dilarang untuk menipu dan
terpedaya.143
f) Larangan saling diam dan membelakangi144
20. Berbagai Bentuk Kebaikan (Hadis ke 36)
Peduli sosial merupakan salah satu bentuk perhatian kita kepada
orang lain dan masyarakat sekitar yang membutuhkan pertolongan.
tolong menolong merupakan salah satu kebersamaan yang membuat
suatu masyrakat kukuh, karena setiap jiwa masing-masing berusaha
untuk saling membantu dan memenuhi kebutuhan orang lain dengan
harta dan tahta dengan begitu semuanya merasa seperti satu tubuh,
saling membantu dalam kebaikan.145 Seperti yang Allah perintahkan
terdapat dalam Q.s. al-Mâ’idah/5: 2 ʻʼwa taʻâwqnȗ ʻalal-birri wat-
taqwâ” (ʻʼDan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan takwa”).
Menurut imam al-Nawawî dalam hadis arba’în ke 36 ini amalan
yang paling utama adalah melapangkan kesusahan. Yaitu anjuran untuk
menutupi aib atau rahasia seseorang ketika melihatnya melakukan
perbuatan keji. Seperti yang terdapat FirmanNya:
نـيا إن الذين يحبون أن تشيع الفاحشة في الذين آمنوا لهم عذاب أليم في الد
146وأنـتم لا تـعلمون يـعلم والآخرة واالله
143 Q.s. al-Anʻâm/6: 112.144 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, Ibnu
Daqîq al-Îd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah, h.190-191.
145 Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi Syarah Hadits Arba’în Imamal-Nawawî, h. 322.
146 Q.s. al-Nȗr/24: 19.
110
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yangsnagat keji itu (berita bohong) tersiar dikalangan orang-orangyang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dandi akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidakmengetahui.”
Beliau juga mengatakan hadis ini memiliki beberapa syarat
diantaranya. 1. Mengamalkan apa yang sudah kita ketahui, 2.
Menyebarkannya (guna memperdalam pengetahuan tentang agama dan
untuk member peringatan) Q.s. al-Taubah/9: 122, 3. Tidak untuk
menandingi dan berdebat, 4. Mencari pahala dalam menyebarkannya
dan tidak pelit Q.s. al-Anʻâm/6: 90, 5. Tidak gengsi atau malu untuk
mengatakan “Saya tidak tahu”, 6. Memiliki sifat rendah diri Q.s. al-
Furqân/25: 63, 7. Tabah terhadap gangguan dalam menyampaikan
nasihat, 8. Ia memberikan ilmunya pada orang yang lebih
membutuhkan pengajaran, hal itu sama seperti memberikan sedekah
hartanya kepada orang yang lebih membutuhkan.147
147Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnDaqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sāliḥ Ibn Uṡaimīn, Syarah Arba’în an-Nawawî : Penjelasan 42Hadits Shahih tentang Pokok-pokok Ajaran Islam, h. 360-363.
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, hadis arba’în
karangan al-Nawawî yang memuat 42 hadis ini, setiap hadisnya memiliki
hubungan yang berkaitan dengan akhlak baik itu akhlak terhadap Allah
Swt., terhadap sesama manusia atau terhadap lingkungan.
Penulis menemukan dari 42 hadis ada 20 hadis yang berkaitan
dengan akhlak terhadap sesama makhluk hidup, itu semua dapat dilihat
berdasarkan hadis yang mengandung kata al-Khuluq dan tema hadis saja.
Tetapi juga malihat dari segi redaksi, isi, syarh, dan latar belakang
turunnya hadis tersebut.
Setiap hadis memiliki nilai akhlak yang berbeda-beda, akan
tetapi semua itu bisa dikaitkan dengan Kehidupan bermasyarakat.
Contohnya hadis nomor tujuh yang membahas tentang nasehat untuk
seorang pemimpin, atau hadis nomor 15 tentang anjuran untuk menjaga
lisan dan prilaku kita terhadap orang lain. Khususnya terhadap tetangga
serta tamu yang dijelaskan dalam hadis tersebut agar tidak menyakiti
perasaan mereka.
B. Saran-Saran
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kata cukup
apalagi sempurna. Oleh karena itu dalam skripsi ini tentu penulis sadar
111
112
terdapat kesalahan-kesalahan dan kekurangan. Sehingga menurut penulis,
penelitian ini dapat dilanjutkan dengan kajian yang lebih melekat satu
sama lain dan dapat mewakili penelitian tersebut dengan sempurna sesuai
dengan fungsi yang diwakilinya. Di antara beberapa hal yang dapat dikaji
dalam hal ini adalah:
Pertama, melakulan penelitian secara mendetail tentang mengapa
banyak ayat atau hadis yang berhubungan dengan akhlak yang terbagi
menjadi akhlak yang baik dan buruk mengapa tidak fokus pada satu sifat,
dan mengapa setiap hadis memiliki nilai akhlak yang berkaitan dengan
berbagai objek, bukan hanya fokus pada satu objek saja. Mengingat bahan
bacaan penulis pada penelitian ini sangat terbatas karena keterbatasan itu
penulis masih perlu banyak belajar lagi.
Kedua, penelitian tentang hadis akhlak yang membahas satu objek
masih sangat sedikit dan penulis belum menemukan karya tulis yang
membahas atau berkaitan dengan hadis akhlak secara khusus. Berbeda jika
pembahasannya hanya sebatas akhlak saja, sudah banyak sekali yang
mengkaji dan membahasnya. Karena itu besar harapan penulis ada yang
akan terinspirasi dan ingin mengangkat tentang satu hadis yang berkaitan
tentang akhlak dari segi apapun untuk diteliti lebih mendalam lagi, atau
membahas satu buku yang menjelaskan tentang pembagian hadis terkait
tentang akhlak.
113
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
‘Adawy, Al, Abu Abdullah Musthafa ibn. Fikih Pendidikan Anak: Membentuk
Kesalehan Akhlak Sejak Dini. terj. dari Fiqh Tarbiyah Abna’ wa Tha’ifah
min Nasha’ih al-Athibba’ oleh Umar Mujtahid dan Faisal Saleh. Jakarta:
Qisthi Press, 2009.
ʻ_______, Fikih Akhlak. terj. dari Fiqh al-Akhlâk wa al-Muʻâmalât baina al-
Muʻminîn Salim Bazemool dan Taufik Daamas. Jakarta: Qisthi Press,
2010.
‘Ied, Ibn Daqîqil. Syarah Hadis Arbaʻîn terj. Syarh Matan al-Arbaʻîn al-
Nawawîyyah oleh Abu Umar Abdullah Asy-Syarif. Bogor: Pustaka al-
Tibyan, 2002.
‘Ied, Ibn Daqîqil. Syarhul Arbaʻîna Haditsan al-Nawawî. Yogjakarta: Media
Hidayah, 2005.
Almath, Muhammad Faiz. 1100 Hadis Terpilih. terj. dari Qobasun min Nȗri
Muhammad saw oleh A. Aziz Salim Basyarahil. Jakarta: Gema Insani,
2017.
Al-Qur’an Tematis Akhlak. Jakarta: SIMAQ, 2010.
Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhlak) terj. dari al-Akhlâq oleh Ahmad Amin
alihbasa: Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan Bintang, 1995. cet. 8.
Amīn, Ahmad. Kitāb al-Akhlâq. Kairo: Dâr al-Kutub al-Misriyyah, 1991.
Anas, Mâlik Ibn. al-Muwatta’. Beirut: Dār Ihyâ al-turâs al-‘Arabi, 1985.
114
Anwar, Rosihon. Akidah Akhlak. Bandung:Pustaka Setia, 2008.
AS, al-Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992.
Attaillah, Syekh Ahmad ibn Muhammad. Mutu Manikam dari Kitab al-Hikam
terj. dari Al-Hikam oleh Syekh Muhammad ibn Ibrahim Ibnu 'Ibad al-
Naqzi al-Rindy. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010.
Azra, Azyumardi., dkk. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2005. Jilid 1.
Badi, Jamal Ahmed. Sharh Arba’in an Nawawi: Commentary of Forty Hadiths of
An Nawawi, (e-book dari website: fortyhadith.com, dari The Kulliyyah of
Information Communication Technology (KICT)-International Islamic
University Malaysia (IIUM), 29 November, 2001:3)
Bugha, Al, Musthafa Dieb dan Muhyiddin Mistu. al-Wafi terj. dari al-Wafi fi
Syarhil Arbaʻîn al-Nawawiyyah oleh Rohidin Wakhid. Jakarta: Qisthi
Press, 2017. cet.2.
Bukhârî, Al, al-Imâm Abū ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismâʻīl. Sahīh al-Bukhârî.
Damaskus: Dār, Ibn Katsīr, 2002.
Creswell, John W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Darimī, Al, Abū Muhammad Abdullah Ibn Abd al- Rahmān Ibn al-Fadl Ibn
Bahrâm. Sunnan al-Dârimî. Riyâd: Dâr al-Mugni Linnasyr al-Tȗzî, 1421.
Dawson, Catherine. Metode Penelitian Praktis: Sebuah Panduan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002.
115
Fathullah, Ahmad Lutfi. 40 Hadis Mudah Dihafal Sanad dan Matan. Jakarta: Al-
Mughni Press, 2014. cet. 1.
Ghazâlî, Al, al-Imâm Abū hâmid Muhammad Ibn Muhammad Ihyâ ‘Ulȗm al-
Dîn. Beirut: Dār Ibn Hazm, 2005.
_______, Ihyâ ‘Ulȗm al-Dîn terj. dari Ihyâ ‘Ulȗm al-Dîn Menghidupkan ilmu-
ilmu Agama oleh Ismail Yakub. Jakarta: Dâr Ibn Hazm, 1963. Jld. 3.
_______, Ihya Ulumuddin terj. dari Ihyâ ‘Ulȗm al-Dîn oleh Ibnu Ibrahim
Ba’adillah. Jakarta: Republika, 2011. jld. 3.
_______, Ihyâ ‘Ulȗm al-Dîn. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, tt.
Hadhiri, Choiruddin. Akhlak dan Adab Islami: Menuju Pribadi Muslim ideal.
Jakarta: Qibla, 20015.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakrta:Amzah, 2013.
Hilali, Al, Salim Ibn ‘Ied. Sahîh dan Dha’if kitab al-Adzkâr terj. Sahîh kitâb al-
Adzkâr wa Dha’îfuhu Oleh Muslim Arif dan M.Abdul Ghoffar. Bogor:
Pustaka Imam Syafi’i, 2004.
Hufy, Al, Ahmad Muhammad. Akhlak Nabi Muhammad SAW. Keluhuran dan
Kemuliaannya terj. dari Min Akhlâqin-Nabiy oleh Abdul Latif As-Subky.
Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Ihsan, Ummu dan Abu Ihsan al-Atsari. Ensiklopedi Akhlak Salaf:13 Cara
Mencapai Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka Imām Asy-Syafi’i, 2016.
Jauzi, Al, Ibn. Zad al-Mesir. Beirut: al-Maktab al-Islamy, 1404. Jilid VIII.
116
Kountur, Ronny. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:
PPM, 2005.
Marzuki. Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Yogyakarta; Wahana Press, 2009.
Maskawaih, Ibn. Tahzīb al-Akhlâq wa Tathīr al-A’raq. Mesir: al-Husainiyah al-
Misriyyah, 2012. cet.1.
Mawardi, Al, Abul Hasan Ali. Mutiara Akhlak al-Karimah. Jakarta: Pustaka
Amani, 1993.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997.
Mushaf al-Qur’ân Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia terj. dari
Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’ān disempurnakan oleh
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’ân. Jakarta: Pustaka Al-Huda
Kelompok Gema Insani, 2002.
Naisâbȗrî, Al, al-Imâm Abȗ al-Husain Muslim Ibn al-Hajjâj al-Qusyairî. Al-
Muslim. Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1911.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Nawawî, Al, Imam Yahyâ Ibn Syaraf, Imam Abdurrahman Ibn Nāsir as-Sa’dî,
Ibn Daqīq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibn Ṣāleḥ Ibn Utsaimīn, Syarah al-
Arbaʻîn al-Nawawîyyah. Kairo: Dâr Ibn al-Jauzî, 2014.
Nawawî, Al, Imam, Yahyâ Ibn Syaraf, Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî,
Ibn Daqîq al-ʼÎd, dan Muhammad Ibn Sâliḥ Ibn Utsaimîn, Syarah
Arba’in an-Nawawi: Penjelasan 42 Hadis Shahih tentang Pokok-pokok
117
Ajaran Islam terj. dari ad-Durrah as-Salafiyyah Syarah al-Arbaʻîn al-
Nawawiyah oleh Ahmad Syaikhu. Jakarta: Darul Haq, 2015.
Nawawî, Al, Imam. Terjemah Hadis Arbaʻîn al-Nawawîyyah terj. dari al- Arbaʻîn
al- Nawawîyyah oleh Sholahuddin. Jakarta: Sholahuddin Press, 2004.
Nawawî, Al, Imam. Terjemah Riyâdhuṣ Sâlihîn oleh M.Yazid Nuruddin.
Jawa Tengah: Cordova Mediatama, 2010.
Noor, Akmaldin dan Aa Fuad Mukhlis. al-Qur’ân Tematis Akhlak. Jakarta:
Simaq, 2010.
Qazwînî, Al, al-Ḥâfiẓ Abî Abdillah Muhammad Ibn Yazîd. Sunan Ibn Mâjah. Dār
Ihnyâ al-Kitab al-ʼArabiyyah, tt.
Sahal, Hany asy-Syaikh Jum’ah. Mutiara Arbaʻîn: Syarah Hadis Arbaʻîn al-
Nawawî untuk pemula terj. dari Syarah Hadis Arbaʻîn al-Nawawî oleh
Bukhari Abdul Mu’id. Bogor: Hilal Media, 2016.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung; Mizan Media Utama, 2013.
_______, Yang Hilang Dari Kita Akhlak. Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2016.
_______, Wawasan Al-Qur’ân. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2014.
Syayrâzî, Al, Nâsîr Makârim. al-Akhlâq fî al-Qur’ân. Qom: Madrasah al-Imâm
Alî Ibn Abî Ṯâlib, 1425. Jld. 1.
Tarigan, Azhari Akmal Tafsir. Ayat-ayat Ekonomi: Sebuah Eksplorasi Melalui
Kata-kata Kunci dalam al-Qur'ân. Bandung: Cipta pustaka Media
Perintis, 2012.
118
Tirmidzî, Al, al-Imâm al-Hâfiz Abî Isâ Muhammad Ibn Isâ. Sunan al-Tirmidzî.
Beirut: Dâr al-Gharbi al-Islâmî, 1996.
Skripsi, Tesis, dan Disertasi:
Alfian, Muhammad. “Pendidikan Karakter dalam Hadis Arbaʻîn al-
Nawawiyyah.” Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.
Hamid, Sri Andryani. “Imam Nawawî dan Relevansinya dengan UU RI No.14 Th.
2005 dan PP RI No.17.” Tesis S2 Program Pasca Sarjana, UIN Sultan
Syarif Kasim Riau, 2011.
Jaʻfar, Abdul. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Buku “Dari Hati ke Hati”
Karya Buya Hamka.” Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Rohim, Nur. “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Kitab Arbaʻîn al-Nawawiyyah.”
Skripsi S1 Fakultas Pendidikan Agama Islam, STAIN Salatiga, 2013.
Rahim, Abd. “Akhlak menurut Hamka.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN
Sultan Syarif Kasim Riau, 2013.
Rifkhianah, Nova Fitri. “Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti.” Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
IAIN Walisongo Semarang, 2014.
Jurnal:
AS, Abdullah, Achyar Zein, dan Saleh Adri. “Manhaj Imam al-Nawawī dalam
kitab al-Arbaʻîn al-Nawawiyyah.” Journal of Hadis Studies, Vol. 1, No.
2, (Juli-Desember 2017):
119
Bafadhol, Ibrahim. “Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam.” Jurnal Edukasi
Islam Jurnal Pendidikan Islam,Vol. 06, No. 12, (Juni 2017):
Habibah, Syarifah. “Akhlak dan Etika dalam Islam.” Jurnal Pesona Dasar, Vol. 1,
No. 4, (Oktober 2015):
Maghfiroh, Muliatul. “Pendidikan Akhlak Menurut Kitab Tahdzīb al-Akhlāq
Karya Ibnu Miskawaih.” Jurnal Tadrīs, Vol. 11, No. 2, (Desember 2017):
Mustopa, “Akhlak Mulia dalam Pandangan Masyarakat.” Nadwa Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 8, No. 2, (Oktober 2014):
Rohman, Abdul. “Pembiasaan Sebagai Basis Penanaman Nilai-nilai Akhlak
Remaja.” Jurnal Nadwa, Vol. 6, No. 1, (Mei 2012):
Rahman, Mohamad Syukri Abdul dan Mohammad b. Seman. ”Ketokohan dan
Kewibawaan Imam al-Nawawî dalam bidang ke Ilmuan.” Jurnal
Pengajian Islam, Akademi Islam Kuis, Bil.7 Isu 1: 2014 e.ISSN: 1823-
7126.
Umbu Kadu, Apriyanus. “Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi
Kesulitahn Belajar Mahasiswa Semester IV Akper Husada Karya Jaya
Tahun Akademik 2015/1016.” Jurnal Akademik Keperawatan Husada
Karya Jaya, Vol. 2, No. 2, (September 2016):
Website:
http://forum.detik.com/permasalahan-di-indonesia-semakin-komplek-
t135639.html
Agusrianto. “Akhlak dan ruang lingkupnya,” artikel diakses pada tanggal 29
Desember 2017 dari
https://www.academia.edu/15191025/Akhlak_dan_Ruang_Lingkupnya
120
Elviana, N. artikel diakses pada tanggal 29 Desember 2017
https://www.academia.edu/9209192/Pengertian_Akhlak_Moral_Dan_Eti
ka
Manana, Abd. “Pengertian Akhlak, Etika, Moral, dan Perbedaannya,” artikel
diakses pada tanggal 29 Desember 2017 dari
https://www.academia.edu/9119979/Arti_Akhlak
Maulana, Ahda Dapong. “Pengertian Lingkungan, Lingkungan hidup dan upaya
pelestarian,” artikel diakses pada tanggal 2 April 2018 dari
https://www.academia.edu/8123627/Pengertian_Lingkungan
Nurmila., dkk. “Manfaat dan Pembentukan Akhlak,” artikel diakses pada tanggal
29 Desember 2017 dari
https://www.academia.edu/17547067/Manfaat_and_Pembentukan_Akhla
k
121
LAMPIRAN
Daftar Hadis Tentang Akhlak Terhadap Sesama Makhluk Hidup Dalam
Kitab Arbaʻīn
No Tema Hadis Relevansi Hadis dengan
Akhlak
Keterangan
1 Ikhlas
ا الأعمال بالنـيات ... ...إنم
(HR. al-Bukhârî, No.1,
Jld1.1)
Keikhlasan,
niat, kunci amal,
Akhlak terhadap
Allah Swt.
2 Islam, Iman, dan Ihsan
سلام أن ... تشهد أن لا إله إلا الإالله وأن محمدا رسول الله صلى الله
...عليه وسلم (HR. al-Muslim, No.1,
Jld.1)
Mengesakan Allah
sebagai rabb yang
disembah
Akhlak terhadap
Allah Swt.
3 Rukun Islam
...علي خمس الإسلام بني ...
(HR. al-Bukhârî, No.8,
Jld.1)
Akidah dan amal Akhlak terhadap
Allah Swt.
1 Jld atau Jilid
122
4 Nasib Manusia Telah
Ditetapkan
خلقه في بطن يجمح أحدكمإن ...
...أمه أربعين يوما نطفة
(HR. al-Bukhârî, No.3208,
Jld.4)
Kebesaran Allah dan
mukjizat ilmiah
Akhlak terhadap
Allah Swt.
5 Perbuatan Bid’ah Tertolak
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس ... ...منه فـهو رد
(HR. al-Bukhârî, No.2697,
Jld.3)
Amalan yang tertolak Akhlak terhadap
Allah Swt.
6 Dalil Halal dan Haram
Telah Jelas
... إن الحلال بـين وإن الحرام بـين...
(HR. al-Bukhârî, No.52
dan 2051, Jld.1 dan 3)
Berhati-hati dalam
masalah agama dan
kehormatan
Akhlak terhadap
Allah Swt.
7 Agama adalah Nasihat
ين النصيحة ... ...الد
(HR. al-Muslim, No. 55,
Jld.1)
Nasihat wajib dilakukan
sesuain dengan
kemampuan
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
123
8 Perintah Memerangi
Manusia Yang Tidak
Melaksanakan Shalat dan
Mengeluarkan Zakat
حتى أمرت أن أقاتل الناس ... ...يشهدوا أن لا إله إلا الله
(HR. al-Bukhârî, No.25,
Jld.1)
Kewajiban memerangi
para penyembah berhala,
darah dan harta kaum
muslimin terpelihara
Akhlak terhadap
Allah Swt.
9 Melaksanakan Perintah
Sesuai Kemampuan
...ما نـهيتكم عنه فاجتنبوه ... (HR. al-Muslim, 1337
Jld.4)
Kewajiban haji hanya
sekali seumur hidup bagi
yang mampu
Akhlak terhadap
Allah Swt.
10 Makanlah Dari Rezeki
Yang Halal
...يـقبل إلا طيباإن االله طيب لا ...
(HR. al-Muslim,
No.1015 Jld.2)
Anjuran untuk
bersedekah dengan yang
halal
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
11 Tinggalkanlah Keragu-
raguan
...دع ما يريبك إلى ما لا يريبك ... (HR. al-Tirmidzî,
No.2518, Jld.4)
Menaati perintah Allah Akhlak terhadap
Allah Swt.
124
12 Meninggalkan Yang Tidak
Bermanfaat
...من حسن إسلام ...
(HR. al-Tirmidzî,
No.2317, Jld.4)
Amar ma’ruf nahi
mungkar
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
13 Mencintai Milik Orang Lain
Seperti Mencintai Miliknya
Sendiri
...لا يـؤمن أحدكم ...
(HR. al-Bukhârî, No.13,
Jld.1)
Menjalin persaudaraan,
menjauhi sifat dengki,
benci, dan dendam
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
14 Larangan Berzina,
Membunuh, dan Murtad
أنمسلم يشهد امرئ دم لايحل ... ...لاإله إلا االله
(HR. al-Bukhârî, No.2878,
Jld.9)
Saling menghormati dan
terlindungi darah seorang
muslim
Akhlak terhadap
Allah Swt.
15 Berkata Yang Baik Atau
Diam
من كان يـؤمن بالله واليـوم ...
...الآخر
(HR. al-Muslim, No.15,
Jld.1)
Berkata Baik
Memuliakan Tetangga
dan Tamu
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
125
16 Tidak Mudah Marah
...لا تـغضب ...
(HR. al-Bukhârî, No.6116,
Jld.8)
Mencegah dari perkataan
dan perbuatan yang
diharamkan
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
17 Berbuat Baik Dalam Segala
Urusan
حسان على كل ... إن االله كتب الإ
...شيء
(HR. al-Muslim, No.1955,
Jld.3)
Berbuat ihsan dalam
setiap perkara, bahkan
dalam hal menghilangkan
nyawa
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
18 Setelah Melakukan
Kesalahan Disusul Dengan
Kebaikan
اتق االله حيثما كنت، وأتبع السيئة ...
...الحسنة تمحها
(HR. al-Tirmidzî, No.1987,
Jld 3)
Sempurnanya iman dan
peranggai orang bertakwa
adalah berahlak terpuji
serta menjaga pergaulan
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
19 Mintalah Tolong Kepada
Allah
يا غلام إني أعلمك كلمات ...
...حفظ الله يحفظك ا
Jagalah Allah, Niscaya
Allah pun Menjagamu
Akhlak terhadap
Allah Swt.
126
(HR. al-Tirmidzî,
No.2512, Jld.4,)
20 Memiliki Sifat Malu
إن مما أدرك الناس من كلام النبـوة ...
...الأولى
(HR al-Bukhârî, No.3483,
Jld.4)
Berbuatlah sesuka
hatimu
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
21 Berlaku Istikamah
سلام ... يا رسول الله قل لي في الإ...قـولا
(HR. al-Muslim, No.38,
Jld.1)
Senantiasa istikamah di
atas ketauhidan dan
ikhlas dalam beribdah
kepada-Nya
Akhlak terhadap
Allah Swt.
22 Menjalankan Syari’at Islam
Dengan Sepenuhnya
أرأيت إذا صليت الصلوات ... ...المكتوبات
(HR. al-Muslim, No.15,
Jld.1)
Bertanya tentang syari’at
Islam, perkara yang
wajib, halal dan haram
kepada ahlinya jika dia
tidak mengetahui hal itu
Akhlak terhadap
Allah Swt.
127
23 Suci Adalah Sebagian Dari
Iman
يمان ... ...الطهور شطر الإ
(HR. al-Muslim, No.223,
Jld.1)
Sabar terhadap segala
ujian, terutama bagi
muslim yang senantiasa
melakukan amar ma’ruf
nahi mungkar
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
24 Larangan Berbuat Zalim
يا عبادي إني حرمت الظلم على ...
...نـفسي
(HR. al-Muslim, No.2577,
Jld.4)
Larangan menzalimi
orang lain
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
25 Bersedekah Dari Kelebihan
Harta
ثور ... يا رسول االله، ذهب أهل الد
...بالأجور
(HR. al-Muslim, No.1006,
Jld.2)
Bersikap bijaksana,
bersedekah yang lebih
utama
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
26 Segala Macam Perbuatan
Baik Adalah Sedekah
كل سلامى من الناس عليه صدقة ...
...
(HR. al-Bukhârî, No.2989,
Jld.4)
Segala perbuatan yang
bermanfaat bagi diri
sendiri dan orang lain
adalah sedekah
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
128
27 Jauhilah Perbuatan Yang
Meresahkan
...البر حسن الخلق ...
(HR. al-Muslim, No.2553,
Jld.4)
Anjuran untuk selalu
berakhlak mulia karena
dapat mencegah dari
perbuatan dosa
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
28 Berpegang Kepada Sunnah
Rasulullah dan Khulafaur
Rasyidin
وعظنا رسول الله صلى الله عليه ... ها القلوب وسلم موعظة وجلت منـ
...(HR. al-Tirmidzî, No.2676,
Jld.4
Meminta nasihat kepada
orang-orang yang
berilmu, serta larangan
mengada-ada sesuatu
yang baru
Akhlak terhadap
Allah Swt.
29 Shalat Malam Mneghapus
Dosa
يا رسول االله أخبرني بعمل ... :
...يدخلني الجنة ويـباعدني عن النار
HR. al-Tirmidzî, No.2616,
Jld.4)
Bahaya lisan dan
kewajiban untuk
menjaganya
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
129
30 Patuhilah Perintah dan
Larangan Agama
فـرائض فلا فـرض تـعالي إن االله ... ...تضيـعوها
(HR. al-Dâruquṭnî,
No.2705, Jld.3)
Melaksanakan segala
kewajiban, komitmen
dengan hukum-hukum
Allah dan tidak boleh
berlebihan dalam agama
Allah
Akhlak terhadap
Allah Swt.
31 Jauhilah Kesenangan
Dunia, Niscaya Dicintai
Allah
جاء رجل إلي النبي صلى الله عليه ...
...وسلم
(HR. Ibn Mâjah,
No.4102, Jld.2)
Lebih yakin kepada apa
yang ada pada Allah
dibandingkan apa yang
ada padamu
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
32 Tidak Boleh Berbuat
Kerusakan
...لا ضرر ولا ضرار ...
(HR. Ibnu Mājah,
No.2341, Jld.2)
Sesuatu yang berbahaya
dan membahayakan
tidak diperbolehkan
dalam syari’at
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
33 Orang Yang Menuduh
Wajib Menunjukan Bukti
بدعواهم لادعي الناس يعطيلو...
...رجال أموال قوم ودماءهم
Menuduh harus dengan
bukti dan sumpah bagi
yang mengingkari
Akhlak terhadap
Allah Swt.
130
(HR. al-Bayhaqî, No.10
atau 252)
34 Kewajiban Memberantas
Kemungkaran
من رأى منكم منكرا فـليـغيـره ...
...بيده
(HR. al-Muslim, No.49,
Jld.1)
Saling mengingatkan
untuk tidak melakukan
perbuatan yang tercela
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
35 Jangan Saling Mendengki
...لا تحاسدوا ...
(HR. al-Muslim, No.2564,
Jld.4)
Tidak boleh memutuskan
silaturrahmi, saling
membenci, mendengki
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
36 Membantu Kesulitan
Sesama Muslim
من نـفس عن مؤمن كربة من كرب ...
نـيا ...الد
(HR. Al-Muslim, No.2699,
Jld.4)
Berbuat baik kepada
sesama makhluk adalah
jalan mendapatkan cinta
Allah
Akhlak terhadap
sesama makhluk
hidup
131
37 Pahala Kebaikan Berlipat
Ganda
الله كتب الحسنات والسيئات إن ... ...ثم بـين
(HR. al-Muslim,
No.207(131), Jld.1)
Allah membalas satu
kebaikan dengan 10
hingga 700 kali lipat,
bahkan lebih banyak dari
itu
Akhlak terhadap
Allah Swt.
38 Melakukan Amal Sunnah
Menjadikan Kita Wali
Allah
من عادي لي وليا فـقد آذنته ... ...
...بلحرب
(HR. al-Bukhârî, No.6502,
Jld.8)
Siapa yang menyakiti
orang beriman maka
Allah akan
memeranginya
Akhlak terhadap
Allah Swt.
39 Prilaku Yang Diampuni
طأ لي الله تجاوز إن ... عن أمتي الخ...والنسيان وما استكرهوا عليه (HR. Ibnu Mâjah,
No.2045, Jld.1)
Kesalahan, kelalaian
dan apa yang
dipaksakan terhadapnya
Akhlak terhadap
Allah Swt.
40 Hiduplah Laksana Seorang
Pengembara
نـيا كأنك ... بمنكبي فـقال كن في الد...غريب أو عابر سبيل
(HR. al-Bukhârî, No.6416,
Jld.8)
Jadilah kamu didunia ini
seperti orang asing,
memanfaatkan masa
sehat dan hidup sebelum
datang masa sakit dan
mati
Akhlak terhadap
Allah Swt.
132
41 Menundukan Hawa Nafsu2
...لا يـؤمن أحدكم ...Wajib meninggalkan
keinginan yang
menyelisih syariat Allah
dan mematuhi apa yang
dibawa oleh Rasulullah
Akhlak terhadap
Allah Swt
42 Allah Mengampuni Segala
Dosa Orang Yang Tidak
Berbuat Syirik
يـقول قال الله تـعالى يا ابن آدم ...إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك
...كمنعلى ما كان (HR. al-Tirmidzî,
No.3540, Jld.5)
Dosa sepenuh langit
bahkan sebesar gunung
sekalipun, jika kita
memohon ampun
kepada-Nya maka Allah
akan mengampuninya
Akhlak terhadap
Allah Swt.
2 Imam Yahyâ Ibn Syaraf al-Nawawî , Imam Abdurrahman Ibn Nâsir as-Sa’dî, IbnuDaqîq al-ʻÎd, dan Muhammad Ibnu Sâleh Ibn Utsaimîn, Syarah al-Arbaʻîn al-Nawawîyyah,(Kairo: Dîr Ibn al-Jauzî, 2014), h. 231.