Post on 12-Mar-2019
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan
Oleh : Feryanto W. K.
Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnyabagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada umumnya.Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai sumber protein hewanidiperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat
Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yangmenjadi sumber zat gizi atau protein. Kebutuhan protein hewani masyarakatIndonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnyajumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukungoleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan denganmeningkatnya konsumsi protein hewani dari 6.8 liter/kapita/tahun pada tahun 2005,dan tahun 2008 konsumsi susu meningkat menjadi 7.7 liter/kapita/tahun (setaradengan 25 g/kapita/hari), angka tertinggi sejak terjadinya krisis moneter padatahun 1997 (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2006 dan Sinar Harapan, 2007 [1]).Pembangunan sub sektor petemakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah,merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhanprotein hewani dan sebagai upaya mendukung program revitalisasi putih, sebagaiupaya peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh usaha ini cukup berat baik di tingkat globaldan regional, makro serta mikro. Di tingkat global dan regional tantangan yangdihadapi adalah meningkatkan kegiatan ekspor dan substitusi impor dalam upayaperolehan dan penghematan devisa negara. Di tingkat makro tantangan yangdihadapi adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional, dalam hal ini panganprotein asal ternak, dimana untuk susu ditargetkan sebesar 6 kg/kapita/tahun .Sampai dengan akhir tahun 2003, hal tersebut telah mencapai 7.28kg/kapita/tahun, meskipun sebagian besar masih merupakan komponen impor(Statistik Peternakan, 2003). Di tingkat mikro tantangan yang dihadapi adalahmeningkatkan pendekatan kesejahteraan peternak melalui peningkatan efisiensiusaha yang terkait dengan upaya peningkatan populasi ternak dan skalausaha.Dengan adanya tantangan-tantangan dan perkembangan tersebut, makapembangunan peternakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah, ditujukankepada satu visi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif melalui
page 1 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
pembangunan peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal (Sudrajat, 2000). Visitersebut mengandung arti bahwa usaha peternakan tangguh yang diidamkan harusmemihak kepada rakyat, memanfaatkan potensi sumberdaya lokal danmemfasilitasi usaha peternakan rakyat. Salah satu yang menjadi program utamaadalah meningkatkan konsumsi susu masyarakat, sehingga upaya yang dilakukandiantaranya adalah meningkatkan supply didalam negeri dan secara bertahapmengurangi ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu (IPS)dalam kaitannya dengan distribusi dan produksi.
Permintaan terhadap komoditi susu yang tinggi dari tahun ke tahun terusmengalami peningkatan, tetapi produksi susu nasional belum mampu mencukupikebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Maka pemerintah mengeluarkankebijakan untuk melakukan impor susu dari luar negeri. Selain melakukan imporpemerintah juga melakukan ekspor susu dalam bentuk susu olahan. Dataperkembangan ekspor dan impor susu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Susu Indonesia (1999-2003)
Tahun Ekspor Susu Olahan Impor Susu BubukVolume(Kg)
Nilai (US$)
Volume(Kg)
Nilai (US$)
1999 2 060 68 953 4 876 808 2 887 970
2000 370 334 630 934 5 756 787 3 706 110
2001 561 578 1 263 956 8 589 098 7 371 636
2002 3 382 293 1 660 603 8 476 317 6 746 121
2003 4 550 200 2 448 417 10 844 437 16 501 144
Sumber : Ditjen Bina Produksi Peternakan, Tahun 2006
page 2 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
Pada Tabel 1, terlihat bahwa ekspor susu olahan dan impor susu bubuk mengalami
peningkatan dari tahun ketahun, dari tahun 1999-2003. volume ekspor susu olahan
tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar 4 550 200 Kg dengan nilai US $ 2 448
417. sedangkan volume impor tertinggi juga dicapai pada tahun 2003 sebesar 10
844 437 Kg dengan nilai US $ 16 501 144. tingginya volume impor disebabkan
karena produksi susu nasional belum mampu memenuhi permintaan Industri
Pengolahan Susu (IPS) dan kebutuhan masyarakat. Negara pengekspor susu ke
Indonesia antara lain adalah Australia, Perancis dan Selandia Baru, negara-negara
tersebut merupakan penghasil susu dengan kualitas terbaik.
Kegiatan Usaha peternakan sapi perah, tergabung dalam koperasi susu sapi perah,
yang memiliki unit usaha apakah penyediaan pakan ternak, pemasaran,
pengolahan susu dan sebagainya. Semua aktivitas yang dilakukan secara kolektif
dapat dilakukan dalam koperasi sesuai dengan prinsip dan nilai yang dimiliki.
Koperasi susu yang berfungsi sebagai produsen kolektif susu sapi perah yang
berasal dari peternak, berupaya untuk menyediakan kebutuhan susu dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan dan mendukung revitalisasi putih, namun dalam
pelaksanaannya koperasi susu mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya, akibat
dibukanya kran globalisasi yang membuka kesempatan bagi IPS (Industri
Pengolahan Susu), untuk mendapatkan bahan baku susu dari impor.
page 3 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia yang cukup signifkan itu tidak
terlepas dari upaya Pemerintah dalam bentuk dukungan kebijakan yang bersifat
lintas sektoral, perlindungan atau proteksi terhadap usaha peternakan rakyat dan
penyediaan fasilitas kredit serta permodalan dalarn meningkatkan skala usaha dan
populasi sapi perah di tingkat keluarga peternak. Pemerintah melalui Surat
Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Koperasi, Menteri Pertanian
dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan
INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar dari
peternak ke IPS . Dalam hal ini IPS wajib menerima susu segar dalam negeri (SSDN)
dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor.
Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini adalah
adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan serap
susu segar domestik, atau yang lebih dikenal dengan rasio BUSEP (Bukti Serap),
dan (b) penerapan tarif impor untuk bahan baku susu impor maupun produk susu
(susu bubuk, keju dan mentega). Namun, Sejak ditandatanganinya kesepakatan
antara Pemerintah RI dengan IMF pada bulan Januari 1998 tentang penghapusan
tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP juga telah dihapus. Dengan
ketentuan tersebut sesungguhnya komoditas susu telah memasuki era pasar bebas,
meskipun seharusnya baru akan dimulai pada tahun 2003 . Hal ini berarti bahwa
komoditas susu memasuki pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang
page 4 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
telah ditetapkan, sehingga harus memiliki daya saing kuat untuk mengantisipasi
masuknya bahan baku susu impor. Oleh karenanya harga SSDN yang berlaku harus
merupakan harga pasar yang kompetitif, terutama jika dipertimbangkan ancaman
dari produsen susu kaliber dunia dari negara tetangga seperti Australia dan New
Zealand.
Dari data BPS tahun 2005, terlihat bahwa produksi susu di dalam negeri belum
mampu mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat dan IPS yang sellaui
mengalami peningkatan. Kebutuhan susu nasional setiap hari mencapai 3.75 juta
liter sedangkan jumlah prosuksi susu nasional sebesar 1.25 juta. Jadi 75 persen
kebutuhan susu nasional dipenuhi oleh pemrintah dengan melakukan impor susu
dari beberapa negara seperti Australia, Prancis dan selandia Baru.
Sebagai upaya untuk melindungi peternak dan koperasi susu sapi perah Indonesia,
pada tahun 1998 terdapat instruksi Presiden No. 4 tahun1998 yang membuat
kebijakan tentang susu impor. Instruksi tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan
tiga menteri (Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi) yang berisi
bukti serap susu nasional. Apabila IPS membeli susu impor maka diwajibkan untuk
mebeli susu dari petermaka nasional. Jika IPS impor susu sebanyak dua kilogram
page 5 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
maka wajib membeli susu dari peternak atau koperasi sebanyak satu kilogram.
Pada saat Indonesia akan memasuki era perdangan bebas (WTO/World Trade
Organization) pemerintah mencabut Instruksi Presiden No. 4 tahun 1998.
Pencabutan kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan proteksi dari pemerintah
terhadap para peternak nasional. sehingga memberikan keleluasaan kepada
Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk membeli susu impor dari luar negeri. Selain itu
besarnya tarif impor untuk susu Indonesia masih tergolong rendah hanya berkisar
0-5 persen. Rendahnya tarif impor tersebut menyebabkan semakin tingginya
jumlah impor yang dilakukan oleh IPS. Hal tersebut akan mendorong semakin
rendahnya daya saing dari produsen susu, yakni peternak sapi perah dan koperasi.
Koperasi susu, merupakan kelompok koperasi terbaik yang dimiliki oleh negara
Indonesia. Namun, berdasarkan pertemuan International Cooperative Alliance
(ICA)— organisasi gerakan koperasi internasional—Oktober 2007, Global 300
menyajikan profil 300 koperasi kelas dunia, berasal dari 28 negara yang
turnover-nya mulai dari 63.45 juta dollar AS hingga 654 juta dollar AS. Koperasi
terbanyak bergerak di sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit
union) sebesar 40 persen, disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) 33
page 6 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
persen, koperasi ritel/wholesale 25 persen, sisanya koperasi kesehatan, energi,
manufaktur, dan sebagainya. Dari 300 koperasi itu, 63 berada di Amerika Serikat,
55 di Perancis, 30 di Jerman, 23 di Italia, dan 19 di Belanda. Jepang menempatkan
13 koperasinya dalam Global 300, salah satu yang terbesar adalah Zen Noh,
koperasi pertanian yang turnover-nya 63.45 juta dollar AS dan aset 18.35 juta dollar
AS (2005),. Kemudian, Korea Selatan menempatkan dua koperasi, India
menempatkan tiga koperasi, bahkan Singapura menempatkan dua koperasi.
Dalam kelompok/daftar koperasi negara berkembang, disebut Developing 300
Project, dengan turnover tertinggi US$ 504 juta, ada negara, seperti Malaysia,
Thailand, Vietnam, atau Filipina, sementara dari Afrika, seperti Etiopia, Kenya,
Tanzania, dan Uganda, masing-masing menyumbangkan lima koperasi (Baga, 2008
dan Djohan, 2008). Informasi ini juga menjelaskan bahwa tak satupun koperasi dari
Indonesia yang terjaring dan masuk peringkat koperasi terbaik dunia.
Permasalahan susu bukan hanya jumlah produksi nasional yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi juga adalah masalah lain seperti
rendahnya posisi tawar koperasi dan peternak. Menurut Gabungan Koperasi Susu
Indonesia (GKSI) Jawa Barat harga susu lokal tahun 2008 perliternya Rp 3 400,
sedangkan harga susu impor mencapai Rp. 4 000-Rp. 5 000 per liternya.
Disamping itu IPS juga tetap menuntut penurunan harga beli susu di tingkat
peternak dan koperasi, bahkan sejak 11 Desember 2008 harga pembelian susu oleh
page 7 / 8
feryanto.wk's blog | Susu : Komoditi Potensial Yang TerabaikanCopyright Feryanto William Karo-karo feryanto.wk@ipb.ac.idhttp://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/20/susu-komoditi-potensial-yang-terabaikan/
IPS sudah turun [2]. Harga produk susu impor sebenarnya lebih mahal dari harga
susu nasional, tetapi IPS lebih banyak membeli susu impr karena kualitasnnya lebih
baik dan diperkirakan total impor susu sebesar 70-73 persen dari kebutuhan
nasional. Sehingga dengan demikian perlu dilakukan tinjauan ulang terhadap
kebijakan terdahulu untuk melihat arah kebijakan persusuan nasional, serta
diperlukan niatan yang ”kuat” dari pemerintah untuk memberikan perhatian
terhadap sektor yang sangat potensial ini agar diperoleh peternak dan koperasi
yang berdaya saing tinggi. Wallahu’alam !.
[1] Sinar Harapan. 2007. “Tragedi 15 tetes susu”. opini tentang perkembangan
peternakan sapi perah dan koperasi, menjelaskan bahwa pada tahun 2006
konsumsi susu masyarakatnya Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan
dengan Negara India mencapai 44,9 liter/orang/tahun. Begitu juga dengan Malaysia
yang 25 liter/orang/tahun; Thailand 25 liter, Singapura 20 liter, Filipina 11
liter/orang/tahun dan Vietnam 8,5 liter/orang/tahun
[2] Harian Kompas, 17 Februari 2009. Judul berita “ Harga Susu Sementara Tidak
Akan Diturunkan”
page 8 / 8