Post on 01-May-2019
STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD
(Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN
DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA
POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN
KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH
TAHUN PELAJARAN 2008/2009
SKRIPSI
Oleh :
PRIYONO
K 3304043
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD
(Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN
DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA
POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN
KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH
TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Oleh :
PRIYONO
NIM K 3304043
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si
NIP. 19650916 199103 2 003
Pembimbing II
Sri Yamtinah, S.Pd, M.Pd
NIP. 19691204 200501 2 001
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Rabu
Tanggal : 14 Juli 2010
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. ....................
Sekretaris : Endang Susilowati, S.Si, M.Si. ... .....................
Anggota I : Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si. .....................
Anggota II : Sri Yamtinah, S.Pd, M.Pd. .......................
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
v
ABSTRAK
Priyono. STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF STAD (Student Team Achievement Division) DILENGKAPI MODUL DAN DILENGKAPI LKS TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN ZAT ADITIF MAKANAN KELAS VIII SMP NEGERI 3 SURUH TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. (2) Pengaruh motivasi belajar kimia terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. (3) Ada atau tidaknya interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 3 x 3. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 3 Suruh tahun ajaran 2008/2009. Sampel terdiri dari 3 kelas, kelas VIII C sebagai kelas STAD dilengkapi modul, kelas VIII B sebagai kelas STAD dilengkapi LKS dan kelas VIII A sebagai kelas kontrol dengan metode ceramah yang dipilih secara cluster random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes obyektif untuk aspek kognitif dan metode angket untuk aspek afektif dan motivasi belajar siswa. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul lebih baik daripada metode STAD yang dilengkapi LKS untuk prestasi belajar kognitif (Fobs > Ftabel = 15,1555 > 3,08). Tetapi tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar afektif siswa (Fobs < Ftabel = 1,8180 < 3,08), (2) Ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi memperoleh prestasi belajar kognitif dan afektif yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang maupun rendah (Fobs > Ftabel = 9,1221 > 3,08 untuk aspek kognitif) dan (Fobs > Ftabel = 46,5772 > 3,08 untuk aspek afektif), (3) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan (Fobs < Ftabel = 1,9874 < 2,47 untuk aspek kognitif) dan (Fobs < Ftabel = 2,0509 < 2,47 untuk aspek afektif).
.
vi
ABSTRACT
Priyono. A COMPARATIVE STUDY OF STAD (Student Team Achievement Division) COOPERATIVE METHOD COMPLETED WITH MODULE AND COMPLETED WITH STUDENT WORK SHEET ON THE CHEMISTRY LEARNING ACHIEVEMENT VIEWED FROM STUDENT LEARNING MOTIVATION IN SUBJECT MATTER FOOD ADDITIVE OF CLASS VIII SMP NEGERI 3 SURUH IN THE ACADEMIC YEAR OF 2008/2009. Thesis, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, July 2010.
The purpose of this research is to know: (1) The difference effect of STAD learning method completed with module and STAD completed with student work sheet on the student learning achievement in the subject matter of food additive, (2) The effect of learning motivation on the student learning achievement in the subject matter of food additive, (3) Whether there is or not interaction between of STAD learning method completed with module and STAD completed with student work sheet with learning motivation on the student learning achievement in the subject matter of food additive.
Method of the research was experiment with factorial design 3 x 3. Population of the research was class VIII SMP Negeri 3 Suruh in the academic year of 2008/2009. Sample consisted of three classes, class VIII C as STAD completed with module class, class VIII B as STAD completed with student work sheet class, and class VIII A as control class with lecture that chosen by clusters random sampling. Retrieval technique of data in this research is obtained from objective test for cognitive aspect and questionaire for affective aspect and students learning motivation. Technique of data analyze employed was two-ways variance analysis with different cell frequency.
Based on the result of research it can be concluded, that : (1) There is different effect of STAD learning method completed with module and STAD completed with student work sheet on the student learning achievement in the subject matter of food additive. STAD learning method completed with module better than STAD completed with student work sheet for cognitive aspect (Fobs > Ftabel = 15.1555 > 3.08). But no different effect of learning method on the student learning achievement at affective aspect (Fobs > Ftabel = 1.8180 < 3.08), (2) There is effect of learning motivation on the student learning achievement in the subject matter of food additive. Student with high learning motivation have a cognitive and affective learning achievement better than student with low learning motivation (Fobs > Ftabel = 9.1221 > 3.08 for cognitive aspect) and (Fobs > Ftabel = 46.5772 > 3.08 for affective aspect), (3) There is no interaction between of STAD learning method completed with modul and STAD completed with student work sheet with learning motivation on the cognitive and affective student learning achievement in the subject matter of food additive (Fobs < Ftabel = 1.9874 < 2.46 for cognitive aspect) and (Fobs < Ftabel = 2.0509 < 2.46 for affective aspect).
vii
MOTTO
Tidak ada kemudahan kecuali jika Allah yang menjadikan kemudahan itu,
dan Allah pulalah yang menjadikan kesulitan itu, yang jika Allah menghendaki
akan menjadikan mudah
( H. R. Ibnu Hibban )
Tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan, kesuksesan akan datang pada mereka
yang berusaha mendapatkannya bukan pada mereka yang hanya
mengharapkannya, jangan pernah putus asa karena yang mudah putus asa tidak
pernah sukses dan orang sukses tidak pernah putus asa.
( Abu Al-Ghifari )
Usaha, doa dan kesabaran adalah kunci utama dari keberhasilan.
(Penulis)
Kemarin dan hari ini tidak akan pernah kembali, maka lakukanlah yang terbaik
untuk esok hari.
(Penulis)
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada :
Ä Bapak dan Ibuku tercinta
Ä Kakak-kakakku dan keponakanku tersayang
Ä Sobat-sobat setiaku
Ä Teman-teman kost Panderoza
Ä Teman-teman almamaterku
KATA PENGANTAR
ix
Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Program S1 Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan
dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih dan penghargaan setulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan izin
penelitian.
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si., selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah menyetujui atas
permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Tri Redjeki, M.S., selaku Ketua Program Kimia yang telah
memberikan ijin penelitian.
4. Ibu Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si., selaku pembimbing I yang telah
memberikan waktu, bimbingan dan arahan serta dukungannya bagi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Sri Yamtinah, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II atas waktu, bimbingan
dan segala dukungannya serta kesabarannya bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Haryono, M.Pd., selaku Tim Skripsi Program Studi Kimia yang
telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Endang Susilowati, S.Si, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas
waktu, bimbingan, nasehat dan ilmunya bagi penulis selama ini.
8. Bapak Drs. Waluya, M.M., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Suruh yang
telah memberikan izin serta dukungannya bagi penulis untuk mengadakan
penelitian.
x
9. Ibu Wiwik Harwanti, S.Pd., selaku Guru IPA SMP Negeri 3 Suruh atas
bimbingan, petunjuk dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.
10. Siswa-siswi Kelas VIII dan keluarga besar SMP Negeri 3 Suruh atas segala
partisipasi dan dukungannya saat penulis mengadakan penelitian.
11. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan yang terbaik serta
memberikan kasih sayang, nasehat dan dorongan serta semangat bagi penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
12. Keluarga Besar-ku atas cinta, dukungan dan doanya.
13. Sahabat-sahabatku: Bean, Mey, dan SoLebo atas persahabatan, bantuan, dan
kebersamaannya serta dukungannya.
14. Teman-teman Kost PanderoZa: Simbah, Mamen, Pocker, Toboz, Yudi, Toni,
Antok, Abaz, Zepty, dan Uliy atas kebersamaan, dukungan dan canda
tawanya selama ini.
15. Seluruh Teman-teman Kimia Angkatan 2004-2006 atas segala dukungannya.
16. Semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tidak ada kemutlakan bagi kebenaran yang datangnya
dari manusia. Serta penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
guna penyempurnaan penulisan lebih lanjut.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberi manfaat, khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iv
HALAMAN ABSTRAK......................................................................... v
HALAMAN MOTTO ............................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xix
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................ 5
C. Pembatasan Masalah ........................................................... 6
D. Perumusan Masalah ............................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ............................................................... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................... 8
A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8
1. Belajar dan Pembelajaran ............................................. 8
2. Metode Pembelajaran ................................................... 11
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD .......................... 12
4. Metode Ceramah .......................................................... 17
5. Modul ........................................................................... 20
6. Lembar Kerja Siswa (LKS).......................................... 22
7. Prestasi Belajar ............................................................. 24
xii
8. Motivasi Belajar ........................................................... 27
9. Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan ............................ 29
B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 41
C. Perumusan Hipotesis ........................................................... 44
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 45
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 45
1. Tempat Penelitian ........................................................... 45
2. Waktu Penelitian ............................................................ 45
B. Metode Penelitian ................................................................ 45
1. Desain Penelitian.......................................................... 46
2. Prosedur Penelitian ...................................................... 46
C. Populasi dan Sampel ........................................................... 47
1. Populasi .......................................................................... 47
2. Sampel ............................................................................ 47
D. Variabel penelitian............................................................... 47
1. Definisi Konseptual Variabel Penelitian ........................ 47
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................... 48
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 50
1. Metode Tes ..................................................................... 50
2. Metode Angket ............................................................... 51
F. Instrumen Penelitian ............................................................ 51
1. Instrumen Penilaian Kognitif ......................................... 51
2. Instrumen Penilaian Afektif dan Motivasi Belajar......... 56
G. Teknik Analisis Data ........................................................... 59
1. Uji Keseimbangan .......................................................... 59
2. Uji Prasyarat Analisis ..................................................... 61
3. Uji Hipotesis................................................................... 64
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 70
A. Deskripsi Data ..................................................................... 70
1. Data Skor Motivasi Belajar Siswa .................................. 70
2. Data Skor Tes Kemampuan Kognitif .............................. 73
xiii
3. Data Skor Kemampuan Afektif ....................................... 82
B. Pengujian Prasyarat Analisis ............................................... 91
1. Uji Keseimbangan ........................................................... 91
2. Uji Normalitas ................................................................. 92
3. Uji Independensi ............................................................. 93
4. Uji Homogenitas ............................................................. 93
C. Hasil Pengujian Hipotesis ................................................... 94
1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi
Sel Tak Sama ................................................................... 94
2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian .............................. 96
3. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ........................ 97
D. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................. 100
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................... 107
A. Kesimpulan ......................................................................... 107
B. Implikasi .............................................................................. 108
C. Saran .................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 110
LAMPIRAN............................................................................................ 113
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tabel Skor Perkembangan Individu ..................................... 15
Tabel 2. Tabel Penghargaan Tim ....................................................... 15
Tabel 3. Zat Warna Bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan
di Indonesia .......................................................................... 32
Tabel 4. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Alami ............................. 34
Tabel 5. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Sintetik ........................... 35
Tabel 6. Desain Penelitian .................................................................. 46
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Penilaian Kognitif. 52
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Daya Pembeda Penilaian Kognitif ... 53
Tabel 9. Rangkuman Hasil Validitas Penilaian Kognitif ................... 55
Tabel 10. Rangkuman Hasil Reliabilitas Penilaian Kognitif................ 56
Tabel 11. Kriteria Skor Penilaian Aspek Afektif dan Motivasi
Belajar Siswa ........................................................................ 56
Tabel 12. Rangkuman Hasil Validitas Penilaian Afektif ..................... 57
Tabel 13. Rangkuman Hasil Validitas Angket Motivasi Belajar ......... 58
Tabel 14. Rangkuman Hasil Reliabilitas Penilaian Afektif.................. 59
Tabel 15. Rangkuman Hasil Reliabilitas Angket Motivasi Belajar ..... 59
Tabel 16. Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan ............................. 61
Tabel 17. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama ...... 67
Tabel 18. Jumlah Siswa yang Memiliki Motivasi Belajara Tinggi,
Sedang, dan Rendah ............................................................. 71
Tabel 19. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD
dilengkapi Modul, Kelas STAD dilengkapi LKS dan Kelas
Ceramah ............................................................................... 71
Tabel 20. Rerata Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat
Aditif Makanan .................................................................... 73
xv
Tabel 21. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi
Modul ................................................................................... 74
Tabel 22. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi
LKS ...................................................................................... 75
Tabel 23. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas Ceramah ...................... 76
Tabel 24. Perbandingan Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul,
Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah ............. 77
Tabel 25. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa
Kelompok Motivasi Belajar Tinggi Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan .............................................................. 78
Tabel 26. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa
Kelompok Motivasi Belajar Sedang Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan .............................................................. 79
Tabel 27. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa
Kelompok Motivasi Belajar Rendah Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan .............................................................. 80
Tabel 28. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif
Siswa Jika Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa ................... 81
Tabel 29. Rerata Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan ............................................................................... 82
Tabel 30. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul .......... 83
Tabel 31. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi LKS ............. 84
Tabel 32. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas Ceramah .................................... 85
xvi
Tabel 33. Perbandingan Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul,
Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah ............. 86
Tabel 34. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi
Belajar Tinggi Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan ............ 87
Tabel 35. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi
Belajar Sedang Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan ........... 88
Tabel 36. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi
Belajar Rendah Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan .......... 89
Tabel 37. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa
Jika Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa .............................. 90
Tabel 38. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Satu Jalan Nilai
Pretest ................................................................................... 91
Tabel 39. Rangkuman Uji Normalitas Sampel dengan Uji Lilliefors .. 92
Tabel 40. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ..................................... 94
Tabel 41. Rataan dan Jumlah Rataan Selisih Nilai Prestasi Kognitif .. 94
Tabel 42. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Selisih Nilai Prestasi Kognitif .............................................. 95
Tabel 43. Rataan dan Jumlah Rataan Nilai Prestasi Afektif ................ 95
Tabel 44. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Nilai Afektif ......................................................................... 95
Tabel 45. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris Selisih Nilai
Prestasi Kognitif. .................................................................. 98
Tabel 46. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Selisih Nilai
Prestasi Kognitif ................................................................... 98
Tabel 47. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Nilai Prestasi
Afektif. ................................................................................. 99
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Contoh Makanan yang Menggunakan Pewarna Alami ..... 32
Gambar 2. Bahan Pemanis Biasa Ditambahkan pada Minuman ......... 35
Gambar 3. Ikan Asin Merupakan Contoh Pengawetan Alami ............ 37
Gambar 4. Contoh Bahan Penyedap Rasa yang Beredar di Pasaran ... 39
Gambar 5. Bagan Kerangka Pemikiran ............................................... 43
Gambar 6. Histogram Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD
Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS,
dan Kelas Ceramah ............................................................ 72
Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD
Dilengkapi Modul .............................................................. 74
Gambar 8. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD
Dilengkapi LKS ................................................................. 75
Gambar 9. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Ceramah ... 76
Gambar 10. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD
Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS,
dan Kelas Ceramah ............................................................ 77
Gambar 11. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Tinggi ..................................................... 78
Gambar 12. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Sedang .................................................... 79
Gambar 13. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Rendah ................................................... 80
Gambar 14. Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Siswa
Dilihat dari Motivasi Belajar ............................................. 81
Gambar 15. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi
Modul ................................................................................. 83
Gambar 16. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi
LKS .................................................................................... 84
xviii
Gambar 17. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas Ceramah ................ 85
Gambar 18. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Kelas STAD
Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS,
dan Kelas Ceramah ............................................................ 86
Gambar 19. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar
Tinggi. ................................................................................ 87
Gambar 20. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar
Sedang. ............................................................................... 88
Gambar 21. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar
Rendah. .............................................................................. 89
Gambar 22. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Dilihat dari
Motivasi Belajar ................................................................. 90
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Silabus dan Sistem Penilaian ......................................... 113
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pelajaran . ................................... 115
Lampiran 3. Lembar Telaah Modul .................................................... 134
Lampiran 4. Lembar Telaah LKS ....................................................... 137
Lampiran 5. Modul Zat Aditif Makanan ............................................ 140
Lampiran 6. Lembar Kerja Siswa Zat Aditif Makanan ...................... 172
Lampiran 7. Soal Kuis ........................................................................ 183
Lampiran 8. Jawaban Kuis ................................................................. 184
Lampiran 9. Kisi-Kisi Instrumen Kognitif ......................................... 186
Lampiran 10. Soal Instrumen Kognitif ................................................. 189
Lampiran 11. Kunci Jawaban Instrumen Kognitif ............................... 194
Lampiran 12. Lembar Jawaban Instrumen Kognitif ............................. 195
Lampiran 13. Kisi-Kisi Penyusunan Angket Afektif .......................... 196
Lampiran 14. Instrumen Angket Penilaian Afektif ............................. 198
Lampiran 15. Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Kimia...................... 201
Lampiran 16. Angket Motivasi Belajar Kimia ..................................... 202
Lampiran 17. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan
Daya Pembeda Soal InstrumenKognitif ......................... 206
Lampiran 18. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Afektif ................ 209
Lampiran 19. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Motivasi
Belajar Kimia ................................................................. 212
Lampiran 20. Pembagian Kelompok Kelas STAD .............................. 215
Lampiran 21. Nilai Kuis dan Skor Kelompok Kelas STAD
Dilengkapi Modul .......................................................... 217
Lampiran 22. Nilai Kuis dan Skor Kelompok Kelas STAD
Dilengkapi LKS ............................................................. 218
Lampiran 23. Daftar Nilai Kelas VIII Semester I................................. 219
xx
Lampiran 24. Data Induk Penelitian ..................................................... 222
Lampiran 25. Uji Keseimbangan .......................................................... 226
Lampiran 26. Uji Normalitas ................................................................ 228
Lampiran 27. Uji Independensi ............................................................ 249
Lampiran 28. Uji Keseimbangan Populasi ........................................... 253
Lampiran 29. Uji Homogenitas ............................................................ 255
Lampiran 30. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama .............. 262
Lampiran 31. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ................................ 270
Lampiran 32. Piagam Penghargaan ...................................................... 274
Lampiran 33. Surat Perijinan ................................................................ 275
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan nasional dewasa ini menunjukkan perkembangan yang
cukup pesat seiring dengan era globalisasi, dimana pendidikan mempunyai peranan
penting dalam perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Pendidikan bukanlah
sesuatu yang bersifat statis melainkan dinamis sehingga selalu menuntut adanya suatu
perbaikan yang bersifat terus menerus. Pendidikan sebagai proses belajar bertujuan untuk
mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa secara optimal baik kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan tetap didukung
oleh pendidikan keluarga dan masyarakat.
Upaya peningkatan mutu pendidikan telah lama dilakukan, salah satunya adalah
dengan mengadakan perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan,
mulai dari kurikulum 1968 sampai kurikulum yang saat ini sedang diterapkan dan
dikembangkan oleh pemerintah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Prinsip yang digunakan dalam pengembangan KTSP adalah berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Pada
KTSP ini, guru diberi kesempatan untuk mengembangkan indikator pembelajarannya
sendiri sehingga guru dituntut untuk kreatif dalam memilih serta mengembangkan materi
pembelajaran yang akan disampaikan di sekolah. Materi yang dipilih disesuaikan dengan
kebutuhan serta tingkat kemampuan masing-masing sekolah. Dengan kurikulum ini,
maka guru sebagai pendidik harus bisa memilih strategi pembelajaran yang tepat bagi
peserta didiknya.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Suruh, merupakan salah satu
sekolah di kabupaten Semarang yang sudah termasuk Sekolah Standar Nasional (SSN).
Berdasarkan pengamatan di kelas, khususnya kelas VIII dan dari wawancara dengan Ibu
Wiwik Harwanti, S.Pd, guru IPA yang mengajar materi kimia dan beberapa siswa di
sekolah tersebut pada tanggal 25 Februari 2009 dapat diidentifikasi permasalahan-
permasalahan yang terjadi. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut: 1
xxii
1. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi kimia;
2. Kurangnya penggunaan media pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran kimia;
3. Kurang lengkapnya fasilitas multimedia serta alat dan bahan di Laboratorium IPA;
4. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran kimia;
5. Pada umumnya banyak siswa yang masih sulit memahami dan menguasai konsep
pada materi kimia khususnya pada materi zat aditif makanan.
Mata pelajaran kimia merupakan pelajaran yang tergolong baru bagi siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP), hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya
kesulitan bagi mereka dalam mengikuti pembelajarannya. Berdasarkan hasil wawancara
tersebut dapat diketahui bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa disebabkan oleh
penyajian materi kimia yang kurang menarik dan membosankan karena pembelajaran
masih menggunakan metode ceramah, akibatnya banyak siswa SMP yang kurang
menguasai konsep-konsep dasar pelajaran kimia, minat belajar menjadi berkurang atau
bahkan tidak tertarik dengan mata pelajaran kimia, sehingga terkesan sulit dan
menakutkan bagi siswa.
Oleh karena itu, diharapkan para guru kimia dapat menyajikan dan
mengajarkan materi kimia dengan lebih menarik dan bersahabat, sehingga anggapan yang
keliru selama ini bahwa kimia merupakan mata pelajaran sulit bagi siswa SMP akan
hilang dari mereka. Untuk menyajikan materi kimia menjadi lebih menarik, guru harus
memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya sedemikian rupa
sehingga tujuan dan hasil pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.
Selain itu salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah
motivasi belajar siswa. Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain
berbeda-beda, maka tugas guru adalah meningkatkan motivasi belajar para siswanya.
Besar kecilnya motivasi belajar akan menentukan seberapa besar kemauan seorang siswa
untuk belajar. Motivasi belajar diharapkan dapat menentukan sikap seorang siswa dalam
belajar kimia. Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah
atau semangat belajar, sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai
energi lebih banyak untuk belajar dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi
xxiii
belajar rendah. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya interaksi antara metode dan
media pembelajaran dengan motivasi belajar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diupayakan suatu bentuk pembelajaran yang
tidak hanya memandang dari segi materi pelajaran saja tetapi juga dari segi psikologis
dengan memperhatikan motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa, sehingga selain
diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar juga diharapkan metode pembelajaran
yang diterapkan dapat membuat siswa aktif terlibat dalam proses kegiatan belajar
mengajar semaksimal mungkin. Salah satu cara yang tepat untuk mengajak siswa agar
lebih aktif adalah dengan mengembangkan interaksi kooperatif pada diri siswa, yaitu
dengan cara siswa menerapkan pengetahuannya, belajar memecahkan masalah,
mendiskusikan masalah dengan teman-temannya, mempuyai keberanian menyampaikan
ide atau gagasan, dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya.
Perlunya penerapan metode pembelajaran yang tepat dan mengingat pentingnya
interaksi kooperatif tersebut, maka penggunaan metode pembelajaran kooperatif dalam
pendidikan menjadi sangat penting. Metode STAD (Student Team Achievement
Divisions) adalah sebagai contoh metode pembelajaran kooperatif yang telah digunakan
dalam berbagai mata pelajaran yang ada, mulai dari matematika, bahasa, seni, sampai
dengan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan ilmiah lainnya mulai dari siswa kelas dua
sampai perguruan tinggi. Dengan metode STAD ini, siswa dapat saling bantu membantu
dalam kelompoknya dalam menguasai konsep pada materi yang diajarkan oleh guru.
(Slavin, 2008: 12). Disisi lain, metode pembelajaran STAD ini merupakan metode
pembelajaran kooperatif yang kegiatan kelompoknya relatif lebih mudah dikendalikan
dan diawasi.
Menurut Robert E. Slavin (2008: 148-149) metode pembelajaran kooperatif
STAD dapat dilengkapi dengan sebuah lembar kegiatan, sebuah lembar jawaban, dan
sebuah kuis untuk setiap unit yang diajarkan. Oleh karena itu pembelajaran dengan
metode STAD dapat dilengkapi dengan media cetak berupa modul dan lembar kerja
siswa (LKS), karena kedua media tersebut memuat lembar kegiatan dan soal-soal yang
dapat dikerjakan oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.
Modul kimia dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai
xxiv
tujuan secara optimal. Dengan modul, siswa yang mengikuti pembelajaran kimia lebih
banyak mendapat kesempatan untuk belajar kimia secara mandiri, membaca uraian, dan
petunjuk dari lembar kegiatan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, serta melaksanakan
tugas-tugas yang harus diselesaikan, karena media tersebut dapat disusun disesuaikan
dengan kebutuhan pada kegiatan pembelajaran serta tujuan atau target yang ingin dicapai
dalam suatu pembelajaran.
Penggunaan LKS sebagai media dalam memuat tugas-tugas siswa yang dapat
dikerjakan siswa secara kolaboratif di dalam kelompok. LKS yang digunakan dibuat
sendiri oleh guru yang disesuaikan dengan kondisi kegiatan pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil penelitian dari Chaerun Anwar dalam Sari Damayanti (2008: 3)
menyebutkan bahwa LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibuat sendiri oleh guru ternyata
efektif membentuk habits of mind (kebiasaan berfikir). Karena guru dapat menentukan
target pembelajaran yang bisa dicapai, atau perubahan perilaku yang bisa diungkap serta
sikap mental yang bisa dibentuk melalui pembelajaran tersebut.
Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka penulis bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul : “Studi Komparasi Penggunaan Metode Kooperatif
STAD (Student Team Achievement Division) Dilengkapi Modul dan Dilengkapi LKS
Terhadap Prestasi Belajar Kimia Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa pada Pokok
Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh Tahun Pelajaran
2008/2009”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Kesulitan siswa SMP dalam mempelajari kimia dikarenakan minat dan motivasi
belajar rendah serta anggapan bahwa kimia itu sulit.
2. Pembelajaran kimia di SMP Negeri 3 Suruh masih menggunakan metode ceramah
dan belum menggunakan media pembelajaran yang tepat.
3. Selama ini guru kurang memperhatikan aspek motivasi belajar siswa untuk dilibatkan
dalam proses pembelajaran.
4. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh mengalami kesulitan dalam memahami
pelajaran kimia terutama pada pokok bahasan zat aditif makanan.
xxv
5. Apakah metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang
dilengkapi LKS dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami
pokok bahasan zat aditif makanan untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh?
6. Apakah metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang
dilengkapi LKS dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan metode pembelajaran yang selama ini digunakan di SMP Negeri 3 Suruh?
7. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar dengan metode
STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS?
8. Apakah ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok
bahasan zat aditif makanan dengan metode STAD yang dilengkapi modul dan STAD
yang dilengkapi LKS?
9. Apakah ada interaksi antara pembelajaran dengan metode STAD yang dilengkapi
modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar siswa?
C. Pembatasan Masalah
Supaya penelitian ini lebih terfokus dan terarah, maka perlu diadakan pembatasan
masalah. Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah metode pembelajaran
kooperatif STAD yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan metode
ceramah sebagai kontrol.
2. Aspek motivasi belajar dalam pembelajaran kimia dibatasi pada motivasi siswa
dalam mempelajari dan mengikuti pembelajaran kimia di sekolah.
3. Prestasi belajar siswa diukur dari nilai gens skor yaitu selisih antara nilai pretest dan
nilai postest pada pokok bahasan zat aditif makanan untuk kemampuan kognitif.
Sedangkan untuk prestasi belajar afektif berdasarkan hasil tes kemampuan afektif
yang dilakukan pada akhir pembelajaran.
xxvi
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas , maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa
pada pokok bahasan zat aditif makanan?
2. Adakah pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap
prestasi belajar pada pokok bahasan zat aditif makanan?
3. Adakah interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan
STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa
pada pokok bahasan zat aditif makanan?
E. Tujuan Penelitan
Sesuai dengan masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul
dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
zat aditif makanan.
2. Pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi
belajar pada pokok bahasan zat aditif makanan.
3. Interaksi antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang
dilengkapi LKS dengan motivasi belajar yang dimiliki siswa terhadap prestasi belajar
zat aditif makanan.
xxvii
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Informasi mengenai penggunaan metode pembelajaran STAD (Student Team
Achievement Divisions) dilengkapi modul dan LKS pada pokok bahasan zat aditif
makanan.
2. Sebagai masukan bagi Sekolah dalam mengembangkan metode pembelajaran STAD
(Student Team Achievement Divisions) dilengkapi modul dan LKS untuk
pembelajaran-pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.
3. Sumbangan bagi guru dalam membantu meningkatkan kualitas pendidikan melalui
pemilihan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran khususnya materi
pelajaran kimia di SMP Negeri 3 Suruh.
4. Masukan bagi guru dalam mendesain pembelajaran, bahwa selain penggunaan media
dan metode pembelajaran perlu memperhatikan karakteristik psikologis siswa, salah
satunya yaitu motivasi siswa dalam belajar.
5. Sebagai khasanah pengetahuan bagi pembaca dan bahan referensi bagi peneliti lain
yang akan melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan upaya pencerdasan dan pendewasaan kemandirian manusia
yang dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun lembaga. Upaya ini telah dimulai
sejak berabad-abad silam dan sekarang telah mengalami perkembangan yang pesat berkat
kemajuan teknologi dan peradaban masyarakat serta kerja keras para ahli dibidangnya.
Dahulu belajar lebih kepada memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar
xxviii
sehingga pebelajar memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap
pengetahuan yang dipelajari atau yang lebih dikenal dengan belajar behavioristik. Namun
sekarang muncul teori belajar konstruktivistik yang memandang bahwa pebelajar sebagai
potensi yang perlu digali, ditumbuhkan, dan dikembangkan agar berpikir kritis dan
mandiri.
Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi
kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara sendiri
dan pendidikan dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan
yang mengarah lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zehra A. Gazi (2009), dari Educational Sciences Department, Eastern
Mediterranean University yang mengemukakan bahwa pendekatan
konstruktivisme di dalamnya dilengkapi dengan pengetahuan dan pengalaman
dalam berbagai arah subyek yang penting. Pendekatan konstruktivisme juga
menambah lebih jauh tentang belajar aktif dalam meningkatkan derajat berfikir
yang lebih tinggi, berfikir secara kritis, pandai menganalisis, komunikasi, umpan
balik, kerja sama dan meningkatkan kemampuan presentasi siswa (The Turkish
Online Journal of Educational Technology – TOJET April 2009 ISSN: 1303-6521
volume 8 Issue 2 Article 7). Dalam perkembangannya, belajar konstruktivistik
juga tidak terlepas dari belajar kognitif dan interaksi sosial.
Menurut pandangan psikologi kognitif, belajar merupakan hasil interaksi
antara apa yang diketahui, informasi yang diketahui, dan apa yang dilakukan
ketika belajar. Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan dan
perkembangan kognitif yang sebagian besar bergantung pada seberapa jauh siswa
aktif berinteraksi dengan siswa lain, guru, dan lingkungan, dalam arti pengetahuan
itu merupakan sebuah proses (Martinis Yamin, 2008: 10).
Proses belajar juga melibatkan interaksi antara pebelajar dengan
lingkungan sekitarnya dalam mempengaruhi hasil dan tujuan dari belajar. Oleh
karena itu, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang
lain yang mempunyai pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural
8
xxix
telah berkembang dengan baik dalam hal ini adalah teman dan guru (Cobb dalam
Paul Suparno, 1997: 46).
Interaksi yang terjadi dalam proses belajar pada hakikatnya adalah
interaksi multiarah yang melibatkan proses komunikasi yaitu proses penyampaian
informasi melalui saluran atau media tertentu ke penerima informasi. Sehingga
media mempengaruhi keberhasilan dari proses belajar. Media belajar yang
menarik dapat digunakan untuk menyalurkan informasi serta dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga dapat
membantu guru untuk menciptakan proses belajar yang efektif dan efisien.
Penyajian media belajar yang menarik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
diharapkan dapat meningkatkan motivasi yang berupa minat, hasrat, dorongan, dan
keinginan siswa untuk pencapai hasil pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu,
motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Selain itu,
keberhasilan proses belajar tidak terlepas dari peran serta guru dalam memperhatikan
karakteristik peserta didiknya. Guru akan selalu berhadapan dengan peserta didik yang
berbeda karakter sesuai dengan tingkat umur dan jenjang satuan pendidikan yang
dihadapinya. Misalnya dalam penelitian ini guru dihadapkan pada siswa SMP yang
berada dalam fase mulai berpikir kritis dan mandiri.
Menurut J. Piaget (dalam Martinis Yamin, 2008: 211-212) bahwa anak dalam
masa ini termasuk dalam fase operasi konkrit, yaitu operasi internalisasi, artinya dalam
menghadapi masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan
yang nyata, ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun, pada taraf operasi
konkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata.
Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau konkrit
atau yang belum pernah dialami sebelumnya. Oleh sebab itu, anak didik pada fase ini
masih membutuhkan arahan, dorongan, dan bimbingan sehingga mereka mampu
menganalisa, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dari fenomena-fenomena
xxx
yang ada pada materi pelajaran yang memerlukan pemikiran yang bersifat konkrit
maupun abstrak.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi
multiarah demi menghasilkan perubahan-perubahan baik tingkah laku, pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, maupun nilai sikap dan didapatkannya kecakapan baru yang
bersifat relatif konstan dan berbekas dengan menumbuhkan motivasi dan memperhatikan
karakteristik psikologis peserta didik dalam kaitannya dengan materi pelajaran dan tujuan
pembelajaran.
b. Pengertian Pembelajaran
Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan
yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer dalam kegiatan belajar
pembelajaran tersebut, sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan sekunder yang
diupayakan untuk dapat tercapainya kegiatan belajar yang optimal.
Beberapa definisi pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1) Pembelajaran adalah mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di
sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan
kegiatan belajar (Nana Sudjana, 1996: 7).
2) Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba
menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan
(Slameto, 2003: 32).
3) Menurut Mursell, pembelajaran digambarkan sebagai mengorganisasikan belajar,
sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi lebih berarti atau bermakna
bagi siswa (Slameto, 2003: 33).
xxxi
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah pengajaran yang mempunyai arti proses, perbuatan, cara mengajar atau
mengajarkan dari pengajar untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
perubahan pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku pada diri pebelajar yang
melibatkan interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa
dengan lingkungannya sehingga tercipta interaksi multiarah.
2. Metode Pembelajaran
Menurut Poerwodarminto (2003: 652), ”Metode adalah cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan atau cara kerja yang
bersistem untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan”.
Ada beberapa pendapat lain mengenai pengertian metode. Metode merupakan
cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar
menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi
belajar anak yang memuaskan (Mulyani Sumantri, 2001: 114). Sedangkan menurut
Mulyati Arifin (1995: 107) metode mengajar menyangkut permasalahan fisik apa yang
harus diberikan kepada siswa, sehingga kemampuan intelektualnya dapat berkembang
dan belajar dapat berjalan dengan efisien dan bermakna bagi siswa.
Untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan, maka guru harus dapat
memilih dan mengembangkan metode mengajar yang tepat, efisien dan efektif sesuai
dengan apa yang diajarkan. Dengan pemilihan metode yang tepat, maka akan
mempengaruhi belajar siswa dengan baik sehingga siswa benar-benar memahami materi
yang diberikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian metode pembelajaran adalah
cara yang digunakan untuk menyampaikan pengetahuan, membimbing, mengarahkan,
xxxii
dan mendorong siswa untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan serta
menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan, sehingga belajar dapat
berjalan secara efisien dan bermakna bagi siswa.
3. Pembelajaran Koperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok-
kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar
yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok (Robert E. Slavin, 1997: 284-
285).
Dalam pembelajaran kooperatif para peserta didik dikelompokkan secara arif dan
proporsional. Pengelompokan peserta didik dalam suatu kelompok dapat didasarkan
pada: fasilitas yang tersedia, perbedaan individu dalam minat belajar dan kemampuan
belajar, jenis pekerjaan yang diberikan, wilayah tempat tinggal peserta didik, jenis
kelamin, dan berdasarkan lotre atau random. Dalam pembagian kelompok ini, kelompok
dibagi secara heterogen baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin agar
terjadi dinamika kegiatan belajar yang lebih baik dari kelompok, sehingga tidak terkesan
ada kelompok yang kuat dan ada kelompok yang lemah (Mulyani Sumantri, 2001: 127-
128).
Bekerja sama berarti melakukan sesuatu bersama saling membantu dan bekerja
sebagai tim (kelompok). Jadi, pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling
membantu pembelajaran agar setiap anggota baik. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa
dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi siswa mereka
sebelumnya, kesukaan/kebiasaan, dan jenis kelamin. Menurut Lee Manning dan Lucking
belajar kooperatif mempunyai kelebihan yang tidak ditemukan dalam kegiatan individual
seperti interaksi sosial, pertanggungjawaban individu dan kerja sama dengan kelompok.
xxxiii
Dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak
memperhatikan lingkungan sekitarnya (Robert E. Slavin: 1995: 3).
Menurut penelitian dari Koo Ah Choo, Ahmad Rafi Mohamed Eshaq, Khairul
Anuar Samsudin, Balachandher Krishnan Guru (2009), dari Faculty of Creative
Multimedia, Multimedia University, Cyberjaya, Selangor, Malaysia, siswa yang ikut
terlibat dalam pembelajaran kooperatif, mereka diharuskan berlatih untuk
mengekspresikan ide atau gagasan dengan percaya diri tanpa merasa takut akan membuat
kesalahan dan juga memiliki kemampuan interpersonal yang lebih baik untuk membuat
keputusan dan bekerja sama dengan orang lain (The Turkish Online Journal of
Educational Technology – TOJET January 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 1
Article 2).
Salah satu contoh metode pembelajaran kooperatif adalah STAD (Student Team
Achievement Division). Metode STAD dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan kawan-
kawannya di Universitas John Hopkin, yang merupakan pendekatan pembelajaran
kooperatif paling sederhana. Arends (1997: 119) menyatakan bahwa metode STAD
adalah metode yang berdasarkan pada pembelajaran kooperatif, dimana siswa dibagi
menjadi kelompok untuk bekerjasama dalam tim kelompoknya dalam melaksanakan
tugas yang akan diberikan. Dalam metode STAD dibutuhkan hubungan kerja yang baik
dan keterampilan siswa dalam kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil
belajarnya.
Secara umum, metode pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari 5 komponen
utama, yaitu:
a. Presentasi Kelas
Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas.
Presentasi kelas bisa dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau pengajaran
diskusi dengan guru, tetapi bisa juga presentasi menggunakan audio visual. Presentasi
kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena dalam STAD
xxxiv
hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui
pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian, siswa dituntut untuk bersunguh-
sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas
karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya
juga akan mempengaruhi skor dari tim mereka.
b. Tim atau Kelompok
Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi, jenis kelamin, maupun
suku. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai materi yang diberikan dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam
menghadapi kuis, sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik.
Sesudah guru mempresentasikan materi, anggota tim secara bersama-sama
mempelajari lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini siswa
mendiskusikan masalah atau kesulian yang ada, membandingkan jawaban dari masing-
masing anggota tim, dan membetulkan kesalahan konsep dari anggota tim.
Tim merupakan hal penting yang harus ditonjolkan dalam STAD. Dalam setiap
langkah, titik beratnya terletak pada ingatan anggota tim agar bisa bekerja yang terbaik
demi timnya dan cara yang terbaik dalam tim adalah bekerjasama dengan baik.
c. Kuis
Setelah satu atau dua kali pertemuan guru mempresentasikan materi di kelas
dan setelah satu atau dua kali tim melakukan latihan dalam kelompoknya, siswa diberi
kuis secara individu. Jadi setiap siswa bertanggung jawab secara individu dalam
menguasai materi pelajaran yang diberikan. Hasil selanjutnya diberi skor. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman materi setiap individu.
d. Skor Perkembangan Individu
xxxv
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan nilai pada setiap siswa jika mereka
mengerjakan dengan baik. Masing-masing siswa diberi skor ”cukup” yang berasal dari
rata-rata siswa pada kuis yang sama. Setelah siswa mendapatkan nilai, maka siswa berhak
mendapatkan urutan tingkatan nilai dari skor kuis dan berusaha untuk melampaui skor
cukup.
Ide skor perkembangan individu adalah untuk menyampaikan tujuan presentasi
masing-masing siswa yang dapat dicapai jika siswa bekerja lebih keras dan lebih baik
daripada materi yang telah lampau. Keadaannya mungkin siswa mengalami peningkatan
skor atau bahkan menurun.
Kemudian guru menghitung besarnya skor perkembangan yaitu dengan
membandingkan skor tes materi yang lalu dengan yang baru. Untuk skor tes dengan skala
100 berlaku ketentuan sebagai berikut:
Tabel 1. Tabel Skor Perkembangan Individu
Skor Individu Skor Perkembangan Individu
Turun lebih dari 10 5
Turun sampai dengan 10 10
Tetap atau naik sampai dengan 10 20
Naik lebih dari 10 30
Tetap di puncak atau maksimal 30
e. Pengakuan / Penghargaan Tim
Tim akan mendapatkan penghargaan atau hadiah jika dapat melampaui kriteria
yang telah ditentukan. Skor tim siswa akan digunakan untuk menentukan tingkatan
pemahaman siswa. Penghargaan yang akan diperoleh tim tersebut berdasarkan skor rata-
rata tim dengan ketentuan sebagai berikut:
xxxvi
Tabel 2. Tabel Penghargaan Tim
Rata-rata Skor Kelompok Penghargaan
15 Good Team (Tim Baik)
20 Great Team (Tim Hebat)
25 Super Team (Tim Istimewa)
Dalam pelaksanaannya, metode pembelajaran kooperatif STAD mempunyai
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tahap Penyajian Materi Pelajaran
Pada tahap ini, bahan atau materi pelajaran kimia diperkenalkan melalui
pengajaran secara langsung. Dalam penyajian ini, maka perlu ditekankan pada:
1) Pendahuluan
Dalam pendahuluan guru menekankan pada apa yang akan dipelajari peserta
didik (siswa) dan mengapa itu penting. Hal ini dilaksanakan untuk memotivasi siswa
dalam mempelajari konsep yang telah diajarkan.
2) Pengembangan
- Menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai
- Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami makna
dan bukan hafalan.
- Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau
salah.
- Beralih pada konsep yang lain jika siswa menguasai pakok masalahnya.
3) Praktek Terkendali
- Menyuruh siswa mengerjakan soal atau pertanyaan yang diberikan.
- Memanggil peserta didik secara random untuk menyelesaikan soal.
xxxvii
- Pemberian tugas kelas.
b. Kegiatan Kelompok
Selama kegiatan kelompok masing-masing siswa bertugas mempelajari materi
yang telah disajikan oleh guru dan membantu teman sekelompok untuk menguasai materi
pelajaran tersebut. Guru memberikan lembar kegiatan dan kemudian siswa
mengerjakannya secara mandiri dan selanjutnya saling mencocokkan jawabannya dengan
teman sekelompoknya. Apabila diantara teman sekelompok tersebut ada yang kurang
memahami, maka anggota kelompok yang lain membantunya.
c. Kuis (individu)
Kuis dilaksanakan secara individu. Siswa tidak diijinkan meminta atau
memberi bantuan kepada siswa lain dalam mengerjakan kuis. Hal ini untuk mengetahui
pemahaman materi setiap individu dan selanjutnya akan diadakan perbaikan skor dimana
pemberian skor didasarkan skor pretest dan posttest.
(Robert E. Slavin, 1995: 71-84)
4. Metode Ceramah
a. Pengertian Metode Ceramah
Ceramah merupakan suatu bentuk interaksi untuk menyampaikan
informasi melalui ungkapan atau ujaran lisan, atau lebih dikenal dengan kegiatan
berbicara. Menurut Mulyati Arifin, dkk (2005: 77) menyatakan “Metode ceramah
atau kuliah mimbar adalah penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan
penjelasan-penjelasan secara lisan kepada peserta didik”. Pendapat ini senada
dengan Roestiyah N.K. (2001: 136) yang mengemukakan “Cara mengajar dengan
ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara
mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan/informasi, atau uraian
tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan”.
xxxviii
Mengajar dengan metode ceramah sama ketika mengadakan komunikasi
secara lisan kepada peserta didik. Dalam komunikasi terhadap peserta didik
terdapat komponen-komponen yang membentuknya, yaitu:
1) Komunikator, yaitu guru sebagai pemberi pesan
2) Komunikan, yaitu peserta didik sebagai penerima pesan
3) Pesan yang disampaikan, yaitu materi pelajaran
Metode ceramah merupakan metode yang sudah lama digunakan oleh
guru, bahkan sampai sekarang. Metode ini dirasa paling mudah dilaksanakan
sehingga banyak guru yang menyukainya. Metode ceramah efektif digunakan
ketika menyampaikan informasi kepada peserta didik. Menurut Roestiyah N.K.
(2001: 137) “Biasanya guru menggunakan teknik ceramah bila memiliki tujuan
agar siswa mendapatkan informasi tentang suatu pokok atau persoalan tertentu”.
Dengan metode ceramah, guru juga dapat mengorganisir kelas dengan mudah. Hal
ini disebabkan karena terjadi komunikasi satu arah, guru memberi informasi,
peserta didik memperhatikan guru. Guru sebagai pusat perhatian sehingga dapat
mengetahui apabila ada siswa yang kurang memperhatikan.
b. Prosedur Mengajar dengan Metode Ceramah
Mengingat mengajar adalah suatu proses, maka tak lepas dari suatu
prosedur yang harus dilaksanakan agar pengajaran dapat efektif dan efisien.
Menurut Roestiyah N.K. (2001: 140) prosedur pelaksanaan metode ceramah
adalah:
1) Guru harus secara terampil dan berdasarkan pemikiran yang mendalam perlu
merumuskan tujuan instruksional yang khusus dan konkrit, sehingga betul-betul
dapat tercapai bila pelajaran telah berlangsung.
2) Anda perlu mempertimbangkan dari banyak segi, apakah pilihan Anda dengan
menggunakan teknik berceramah itu telah tepat, sehingga dapat mencapai tujuan
seperti yang telah Anda rumuskan. Bila semua hal itu telah terjawab, baru Anda
tanpa ragu-ragu lagi pakailah teknik berceramah itu bagi bahan pelajaran yang
akan Anda sajikan.
3) Anda perlu memahami bahan pelajaran itu dari segi sequence dan scope (urutan
dan luasnya isi), sehingga Anda dapat menyusun bahan pelajaran yang siswa
dapat tertarik pada pelajaran itu.
xxxix
Sedangkan menurut E. Mulyasa (2005: 114) pelaksanaan mengajar dengan
metode ceramah ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, yaitu:
1) Rumuskan tujuan instruksional khusus, mengembangkan pokok-pokok materi
belajar mengajar, dan mengkajinya apakah hal tersebut tepat diceramahkan.
2) Apabila akan divariasi dengan metode lain, perlu dipikirkan apa yang akan
disampaikan melalui ceramah dan apa yang akan disampaikan dengan metode
yang lainnya.
3) Siapkan alat peraga atau media pelajaran secara matang, alat peraga atau media
apa yang akan digunakan, bagaimana penggunaannya dan kapan akan digunakan.
Demikian halnya kalau menggunakan alat pengeras suara.
4) Perlu dibuat garis besar bahan yang akan diceramahkan, minimal berupa cacatan
kecil yang akan dijadikan pegangan guru dalam berceramah.
c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Ceramah
Sebagai metode pengajaran, metode ceramah memiliki sejumlah
keunggulan dan kelemahan. Apabila ditinjau dari pengelolaan kelas, metode
ceramah sangat mudah dilaksanakan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 110) metode ceramah memiliki
kelebihan, yaitu:
1) Mudah menguasai kelas
2) Mudah mengoganisasi tempat duduk
3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar
4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya
5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.
Kemudahan pengelolaan kelas ini adalah kelebihan yang paling nampak.
Hal ini didukung oleh ketertiban dan ketenangan kelas, masing-masing siswa
mendengarkan ceramah guru dengan seksama. Sehingga dapat memudahkan guru
dalam mengatur kelas dan menyampaikan materi dengan baik.
Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah memang
memberikan keuntungan terutama dalam hal efektivitas penyampaian materi dan
kemudahan pengelolaan kelas. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, metode
ceramah juga memiliki keterbatasan. Martinis Yamin (2008: 75), mengungkapkan
sejumlah keterbatasan dari metode ceramah, yaitu:
xl
1) Keberhasilan siswa tidak terukur
2) Perhatian dan motivasi siswa sulit diukur
3) Peran serta siswa dalam pembelajaran rendah
4) Materi kurang terfokus
5) Pembicaraan sering melantur
Keterbatasan metode ceramah berdasarkan pendapat di atas yang paling
menonjol adalah bahwa dalam metode ceramah pemahaman dan prestasi siswa
tidak dapat diukur. Hal ini disebabkan karena siswa hanya mendengarkan secara
pasif semua informasi dari guru. Keterbatasan lainnya adalah dalam ceramah guru
sering melantur keluar pokok bahasan, sehingga menyebabkan materi tidak
terfokus. Ketidakfokusan terhadap materi juga diakibatkan oleh rasa bosan siswa
dalam mendengarkan ceramah guru, sehingga siswa menjadi melamun dan tidak
konsentrasi terhadap pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
penggunaan metode ceramah, perencanaan pengajaran perlu dipersiapkan secara
matang oleh guru. Semakin matang perencanaan pengajaran maka akan semakin
baik proses belajar mengajarnya, dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar siswa.
5. Modul
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu
yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta
didik, disertai pedoman penggunaannya (E. Mulyasa, 2003: 98). Menurut E. Mulyasa
(2003: 98) menyatakan bahwa pada umumnya modul terdiri dari beberapa komponen,
yaitu lembar kegiatan siswa, lembar kerja, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar
jawaban, dan kunci jawaban. Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format
modul, sebagai berikut:
a) Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
xli
b) Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta
didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan
tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
c) Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui
kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan
apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
d) Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran
khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang
tujuan belajar yang dicapainya.
e) Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan
digunakan oleh peserta didik.
f) Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan
pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas
tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan
sumber belajar apa yang harus digunakan.
2) Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk
melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus :
(1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan
kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang
telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang
spesifik dan dapat diukur.
3) Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta
didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan
mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran
(role playing), simulasi dan berdiskusi.
4) Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik
dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak
menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
xlii
5) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta
didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai
ketuntasan belajar
Selain harus memenuhi karakteristik seperti yang diuraikan di atas, pelaksanaan
pembelajaran dengan modul memiliki perencanaan kegiatan sebagai berikut:
a) Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran.
b) Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model
pembelajaran kooperatif konstruktivistik.
c) Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan tugas-
tugas latihan yang terstruktur.
d) Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan
feeddback yang terstruktur paling lambat sebelum pembelajaran unit materi ajar
berikutnya.
e) Memberi kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai materi ajar
berdasarkan hasil analisis tes penggalan dan sumatif, dipertimbangkan sebagi hasil
diagnosis untuk menyelenggarakan program remidial pada siswa di luar jam
pembelajaran.
(I Wayan Santyasa, 2009 : 9)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa modul adalah suatu
proses pembelajaran mengenai suatu satuan materi tertentu yang disusun secara sistematis
dan terdiri atas berbagai komponen. Dengan sistem modul, siswa yang mengikuti
pembelajaran kimia lebih banyak mendapat kesempatan untuk belajar kimia secara
mandiri, membaca uraian, dan petunjuk dari lembar kegiatan, menjawab pertanyaan-
pertanyaan, serta melaksanakan tugas-tugas yang harus diselesaikan baik secara individu
maupun secara kelompok.
6. Lembar Kerja Siswa (LKS)
xliii
Lembar Kerja Siswa atau LKS adalah lembaran-lembaran yang berisi pedoman
bagi siswa untuk melakukan suatu kegiatan yang terprogram. Dalam lembaran itu di
dalamnya terdapat informasi dan instruksi dari guru kepada siswa supaya siswa dapat
mengerjakan sendiri suatu aktivitas. Menurut Djago Tarigan (1990 : 47), menyebutkan
bahwa lembar kerja dapat digunakan dalam membahas sesuatu pokok bahasan.
Dalam Sosialisasi KTSP (2007: 8) dijelaskan bahwa beberapa pengertian LKS
yaitu :
- Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas
yang harus dikerjakan oleh siswa.
- Lembar kegiatan berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.
- Tugas-tugas yang yang diberikan kepada siswa dapat berupa teori dan atau praktik.
LKS adalah materi ajar yang dikemas secara terintegrasi sehingga
memungkinkan siswa mempelajari materi tersebut secara mandiri (Puslata, 2007: 1). Oleh
karena itu, LKS merupakan media pembelajaran yang cukup efektif dalam mengarahkan
kegiatan pembelajaran apabila LKS tersebut disusun sendiri oleh guru dengan memenuhi
persyaratan yang ada. Apabila guru menggunakan lembar kerja sebagai sarana maka
lembar kerja harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sesuai syarat dan ketentuannya.
Suatu lembar kerja harus memenuhi berbagai persyaratan di antaranya :
a) susunannya sistematis,
b) terarah kepada pencapaian tujuan instruksional
c) tegas, jelas, mudah dipahami siswa
d) mengembangkan kreativitas siswa
e) produknya dapat dinilai.
(Djago Tarigan, 1990 : 47)
Beberapa hal mengenai pengembangan dan pemanfaatan LKS dalam
pembelajaran :
a) Dalam LKS siswa akan mendapat uraian materi, tugas, dan latihan yang
berkaitan dengan materi yang diberikan.
xliv
b) Desain untuk LKS harus memperhatikan variabel ukuran, kepadatan halaman,
dan kejelasan.
c) Empat langkah dalam pengembangan LKS adalah: (1) penentuan tujuan
instruksional, (2) pengumpulan materi, (3) penyusunan elemen, (4) cek dan
penyempurnaan.
(Puslata, 2007: 1)
Jadi dapat dapat disimpulkan bahwa LKS adalah suatu lembar kegiatan yang
berisi petunjuk atau arahan dari guru kepada siswa agar dapat melaksanakan kegiatan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. LKS mempunyai peran
yang cukup penting dalam mengefektifkan proses belajar mengajar dan diharapkan dapat
membantu siswa untuk memahami konsep materi pelajaran secara mandiri melalui
lembar kerja.
7. Prestasi Belajar
a. Pengertian
Prestasi belajar terdiri dari kata “prestasi” dan “belajar”. Menurut Zainal
Arifin (1991: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie”,
kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha.
Dalam kamus bahasa Indonesia, arti dari prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru.
Menurut Winkel W. S. (1991: 52) bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan yang
dicapai. Jadi, hasil prestasi belajar menunjukkan tingkat keberhasilan seorang
siswa dalam proses belajar.
Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar,
karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Prestasi
belajar siswa dapat diketahui dengan adanya evaluasi belajar atau penilaian hasil
belajar. Suharsimi Arikunto (2001: 32) mengemukakan bahwa prestasi belajar
xlv
sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif,
afektif dan psikomotor.
1) Aspek Kognitif
Berupa pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang terdiri dari produk
ilmiah dan proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, generalisasi, teori, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari. Sedangkan proses ilmiah meliputi pengamatan, pemahaman, aplikasi,
analisis dan evaluasi.
2) Aspek Afektif
Berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, penerimaan atau penolakan suatu
objek. Dalam aspek ini digunakan penilaian kecakapan hidup meliputi
kesadaran diri, kecakapan berfikir rasional, kecakapan sosial dan akademik.
3) Aspek Psikomotorik
Pengukuran keberhasilan pada aspek ketrampilan ditunjukkan dalam ketrampilan
merangkai alat, keterampilan kerja, ketelitian dalam mendapatkan hasil.
b. Fungsi Prestasi Belajar
Menurut Zainal Arifin (1991: 3-4), prestasi belajar semakin terasa penting
untuk dipermasalahkan, karena mempunyai fungsi utama antara lain:
1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah
dikuasai oleh anak didik.
2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
4. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
5. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak
didik.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Pencapaian prestasi belajar antara siswa yang satu tidak sama dengan yang
lain. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Hal ini sesuai dengan pendapat Moh Uzer Usman
(1993: 9) yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik yang berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya
xlvi
(eksternal). Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil
interaksi antara berbagai faktor tersebut.
1) Faktor yang Berasal dari Diri Sendiri (Internal)
Yang termasuk faktor internal adalah:
a) Faktor jasmaniah (fisiologi)
Faktor jasmaniah yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat bersifat
bawaan maupun bukan bawaan (tidak dibawa sejak lahir).
Contoh: panca indera, siswa yang memiliki panca indera yang normal dan
berfungsi dengan baik cenderung dapat mencapai prestasi belajar yang lebih
baik.
b) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas:
§ Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial (yang dapat berupa kecerdasan dan
bakat) dan faktor kecakapan nyata (prestasi yang dimiliki).
§ Faktor non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
c) Faktor kematangan fisik maupun psikis
Contoh kematangan fisik: kemampuan organ tubuh untuk berfungsi dengan
baik.
Contoh kematangan psikis: kemampuan siswa dalam mengendalikan diri.
2) Faktor yang Berasal dari Luar Diri (Eksternal)
Faktor eksternal meliputi:
a) Faktor sosial, yang terdiri atas:
§ Lingkungan keluarga
Faktor lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
misalnya: hubungan orang tua dengan siswa, sikap dan tingkah laku orang
tua dan anggota keluarga yang lain, pola didik keluarga terhadap anak-
anaknya.
§ Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, misalnya:
hubungan guru dengan sesama guru, hubungan siswa dengan siswa lain,
pola guru dalam mengajar dan mendidik siswa, metode pembelajaran yang
digunakan guru, alat-alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
xlvii
§ Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi prestasi belajar,
misalnya: suasana kehidupan masyarakat disekitar siswa.
§ Lingkungan kelompok
Lingkungan kelompok yang dapat mempengaruhi prestasi belajar,
misalnya: latar belakang dan tingkah laku teman-teman anggota kelompok
siswa, hubungan siswa dengan anggota kelompoknya.
b) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pemgetahuan, teknologi dan kesenian.
c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.
d) Faktor lingkungan spiritual dan keagamaan, seperi dasar agama dan pengalaman
spiritual siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu
indikator keberhasilan dalam penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, sebagai hasil perubahan tingkah laku yang
meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat
diketahui dengan adanya evaluasi belajar atau penilaian hasil belajar dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari diri siswa (internal) maupun
dari luar diri siswa (eksternal).
8. Motivasi Belajar
a) Pengertian Motivasi Belajar
Manusia adalah makhluk yang aktif dan dinamis, aktifitas manusia didorong
oleh adanya kekuatan daya penggerak dari dalam manusia itu sendiri yang disebut
motivasi dan motivasi itu mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam melakukan
kegiatan.
Motivasi berkaitan dengan keseimbanagan atau equilibrium yaitu upaya untuk
membuat dirinya memadai dalam hidup ini, sehingga individu dapat mengatur dirinya
sendiri dalam hidup ini, relatif bebas dari dorongan orang lain untuk menjadi lebih
kompeten. Motivasi juga berkaitan dengan emosi sehingga bisa menjadi kekuatan
pendorong (driving force) untuk mempelajari sesuatu (A. Suhaenah Suparno, 2001: 100).
Motivasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,
mangarahkan, dan menjaga tingkah laku seseoarang agar ia terdorong untuk bertindak
xlviii
(beraktivitas) sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dalam kegiatan belajar,
motivasi ini bertujuan untuk menggerakkan dan menggugah seseorang agar timbul
keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Ngalim Purwanto,
2002: 71). Motivasi merupakan suatu proses mengarahkan motif untuk tujuan tertentu
yang menjadi pendorong dan pemberi arah perilaku seseorang.
Winkel W. S (1996: 362 ) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar
dan menjamin kelangsungan belajar itu demi mancapai tujuan pembelajaran. Dalam
kegiatan belajar, motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan
semangat dan rasa senang. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan menampakkan
semangat yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan belajar. Dengan motivasi yang tinggi
itu pula, siswa diharapkan akan memperoleh hasil belajar yang baik.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
dalam bidang studi kimia adalah kemampuan atau kekuatan serta semangat untuk
melakukan proses belajar dalam bidang studi kimia. Dengan motivasi belajar yang tinggi,
diharapkan para siswa akan meraih prestasi belajar kimia yang memuaskan.
b) Macam-macam Motivasi Belajar
Dilihat dari proses terjadinya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi
yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi
yang terjadi akibat adanya rangsangan-rangsangan dari luar.
Motivasi sangat dipengaruhi oleh tujuan. Adanya tujuan yang jelas dan disadari
akan mempengaruhi kebutuhan dan hal itu akan mendorong timbulnya motivasi, sehingga
tujuan akan dapat membangkitkan motivasi. Motivasi yang timbul didorong oleh adanya
tujuan yang kadang kala tidak essensial. Misalnya keinginan belajar siswa karena ingin
mendapat pujian dari temannya bukan karena ingin mencari sesuatu yang lebih essensial.
Dalam kegiatan belajar, motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non
intelektual. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan memiliki banyak energi untuk
melakukan kegiatan belajar (Hamzah B. Uno, 2008: 71).
Motivasi belajar yang dimiliki oleh seorang siswa sebagian besar berasal dari
dalam individu itu sendiri yang meliputi:
a) Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, yaitu: dorongan untuk membaca dan
mengerjakan soal-soal kimia, dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-
hal yang belum jelas, dan dorongan untuk membaca buku baru.
xlix
b) Keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, yaitu: dorongan untuk selalu maju
dalam menekuni pelajaran kimia, dorongan untuk selalu mendapat nilai baik,
dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan kesungguhan siswa dalam merespon
pelajaran kimia.
c) Rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu: dorongan untuk menguasai materi pelajaran
secara mandiri, memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, dan
adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran (Robertus Angkowo, 2007: 45).
9. Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
a. Pengertian Zat Aditif Makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88,
BTP (Bahan Tambahan Pangan) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan atau minuman dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Berdasarkan peraturan tersebut di atas, BTP digolongkan ke dalam 11
jenis, sebagai berikut:
1) Antioksidan (Antioxidant)
2) Antikempal (Anticaking Agent)
3) Pengatur keasaman (Acidity Regulator)
4) Pemanis buatan (Artificial Sweetener)
5) Pemutih dan pematang tepung (Flour Treatment Agent)
6) Pengemulsi, pemantap dan pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickner)
7) Pengawet (Preservatif)
8) Pengeras (Firming Agent)
9) Pewarna (Colour)
10) Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour Enhencer )
l
11) Sekuestran (Sequwstrant)
(Wisnu Cahyadi, 2007 : 3)
Contoh bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam pangan
diantaranya: Asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan senyawanya,
dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang
dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin (formaldeida).
Secara umum penggunaan zat aditif pada makanan harus memperhatikan
hal-hal berikut :
- Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan.
- Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
- Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
- Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
Penggunaan zat aditif memberikan keuntungan dan kerugian. Berikut
penjelasan beberapa keuntungan dan kerugian penggunaan zat aditif makanan.
1) Keuntungan penggunaan zat aditif
a) Mempertahankan dan meningkatkan nilai gizi pada makanan
Makanan dan minuman seperti susu mudah sekali bereaksi dengan oksigen
yang dapat menimbulkan beberapa akibat seperti: bau, kadar gizi menurun,
atau bahkan menimbulkan penyakit disentri. Jika dikonsumsi dengan
menggunakan tambahan zat tertentu seperti pewarna, pengawet, penyedap,
pemanis maka akibat-akibat buruk tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan
sama sekali dengah menambahkan zat tersebut.
b) Membuat makanan menjadi lebih menarik
Dengan penambahan zat-zat tertentu, misalnya pewarna dalam masakan
(makanan), maka penampilan makanan menjadi lebih menarik dan
meningkatkan selera makan.
c) Mengawetkan makanan
Zat-zat kimia dalam makanan dapat berfungsi sebagai mengawetkan
makanan dalam waktu yang relatif lebih lama. Hal ini dikarenakan
li
penambahan zat aditif makanan akan dapat membunuh atau menekan
aktivitas bakteri pembusuk.
d) Menambah cita rasa tinggi pada makanan
Penambahan zat aditif makanan (penyedap) dapat menambah cita rasa pada
makanan dan memberikan ciri khas rasa tersendiri pada makanan tertentu.
e) Untuk konsumsi sebagian orang yang memerlukan diet.
2) Kerugian penggunan zat aditif makanan
Bahan-bahan tambahan pada makanan dapat menimbulkan beberapa
kerugian, diantaranya adalah dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia. Munculnya penyakit kanker disebabkan salah satu jaringan tubuh
mengalami perkembangan sel yang tidak normal salah satu penyebabnya
adalah penggunaan zat aditif makanan seperti MSG, sakarin secara berlebih.
b. Jenis-jenis Zat Aditif Makanan
1) Bahan Pewarna Makanan
Bahan pewarna adalah bahan kimia yang ditambahkan pada makanan atau
minuman yang berfungsi untuk memberikan warna agar lebih menarik sehingga
menimbulkan selera orang untuk memakannya.
Bahan-bahan kimia tambahan yang digunakan untuk meningkatklan kualitas
warna suatu makanan atau minuman dapat berupa bahan pewarna alami maupun
bahan pewarna sintetik.
a) Bahan Pewarna Alami
Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral.
Berikut ini adalah contoh-contoh bahan yang sering digunakan sebagai
pewarna makanan :
· Kunyit
Kunyit mengandung senyawa kurkumin yang dapat memberikan warna
kuning pada nasi, gulai, daging, ikan, telur, dan lain-lain.
lii
· Wortel
Wortel mengandung senyawa beta karoten yang dapat memberikan warna
jingga pada jajanan pasar.
· Daun Pandan dan Daun Suji
Daun pandan dan daun suji mengandung klorofil yang dapat memberikan
warna hijau pada makanan-makanan tradisional seperti dadar gulung, kue
moci, dan bolu pandan.
· Cabe Merah
Cabai merah mengandung kapsantin yang dapat memberikan warna merah
pada nasi goreng, daging, telur, tahu, tempe, ikan, dan lain-lain.
b) Bahan Pewarna Sintetik
Pada dasarnya bahan-bahan pokok untuk membuat suatu makanan atau
minuman telah mengandung zat warna sendiri. Akan tetapi, pada kenyataannya
warna-warna alami yang terdapat pada bahan makanan tersebut kurang bisa
digunakan untuk menciptakan variasi-variasi yang lebih menarik dari suatu bahan
makanan atau minuman. Zat warna sintetik bagi makanan dan minuman yang
diizinkan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Zat Warna Bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan di Indonesia
Warna Nama Nomor Indeks nama Merah Carmoisine 14720 Merah Amaranth 16185 Merah Erytrosim 45430 Oranye Sunset yellow FCF 15985 Kuning Tartrazine 19140
Gambar 1 Contoh olahan makanan yang menggunakan pewarna alami
liii
Warna Nama Nomor Indeks nama Kuning Quineline yellow 47005 Hijau Fast green FCF 42053 Biru Brilliant blue FCF 42090 Biru Indigocarmine 42090 ungu Violet GB 42640
(F.G. Winarno 2002: 183-184)
Tidak semua bahan pewarna dapat digunakan untuk memberikan warna
pada makanan karena beresiko tinggi menyebabkan gangguan kesehatan pada
manusia. Berikut ini zat warna yang dilarang untuk digunakan dalam makanan
yaitu : Auramine, Alkanet, Butter yellow, Black 7984, Crysoine, Chocolate brown
FB, Indigotin, Kuning FCF11, Burn umber, Chrysoidine, Citrus red no 2, Fast red
E, Fast yellow AB,Guinea green B, Indanthrene blue RS, Magenta, Metanil
yellow, Oil orange SS, Orchil and Orcein, Ponceau 3Rp, Ponceau SX, Ponceau
6Rp, Oil orange XO, Oil yellow AB, Ol yellow OB, Orange G, Orange GGN,
Orange RN, Rhodamin B, Sudan I, Scarlet GN, Violet 6B.
(http://teknofood.blogspot.com/2007/04/pewarna_makanan.html)
Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis penggunaan pewarna
alami mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :
- Seringkali memberikan rasa dan aroma khas yang tidak diinginkan
- Konsentrasi pigmen rendah
- Stabilitas pigmen rendah
- Keseragaman warna kurang baik
- Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.
2) Bahan Pemanis
Bahan pemanis adalah bahan kimia yang ditambahkan pada makanan atau
minuman yang berfungsi untuk memberikan rasa manis. Rasa manis yang ada
pada makanan disebabkan oleh adanya kandungan karbohidrat atau zat gula dalam
bahan makanan tersebut. Namun untuk memperoleh rasa manis yang sesuai
dengan selera seseorang, maka biasanya perlu ditambahkan suatu bahan yang
berfungsi sebagai pemanis.
liv
a) Bahan Pemanis Alami
· Gula Tebu
Gula tebu diperoleh dengan mengambil ekstrak (sari) dari batang tanaman
tebu kemudian dipisahkan dari zat lain dengan cara pengendapan kotoran
melalui proses liming, yaitu pengendapan kotoran dengan menggunakan
kalsium dalam bentuk kapur. Langkah selanjutnya adalah proses
pendidihan, penguapan, dan pengkristralan (kristalisasi).
· Gula Kelapa
Gula kelapa atau disebut juga gula jawa merupakan gula yang diperoleh
dari air sadapan kelapa yang diolah lebih lanjut, sehingga gula yang
berwarna cokelat dengan bentuk-bentuk tertentu.
· Madu
Madu merupakan salah satu pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah
dimana pemanfaatannya adalah sebagai bahan pemanis jamu-jamuan,
campuran pada minuman, dan juga pemanis kue.
Tabel 4. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Alami
No Nama Zat Pemanis Kemanisan relatif*
1 Gula tebu -
2 Gula Kelapa -
3 Madu 150
*Kemanisan relatif terhadap sukrosa dengan nilai 100
Selain bahan-bahan di atas terdapat sumber pemanis lainnya antara lain
gula bit, gula aren, gula kurma, gula sorgum, dan gula yang diperoleh dari buah-
buahan.
b) Bahan Pemanis Sintetik
Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis
atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,
sedangkan kalor yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula atau bahan
tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang tidak
atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
lv
Bahan pemanis yang sering digunakan adalah gula pasir (gula tebu ) dan
gula merah. Gula merupakan karbohidrat yang nilai kalorinya tinggi yang
nantinya akan diubah menjadi energi. Kelebihan energi akan disimpan tubuh
dalam bentuk lemak. Tingginya angka penderita obesitas (kelebihan berat badan)
yang diakibatkan oleh tingginya konsumsi gula, mendorong penggunaan pemanis
sintetis (buatan) sebagai pengganti gula yang mempunyai nilai kalorinya rendah
atau bahkan tidak mengandung kalori. pemanis sintetik makanan dan minuman
yang diizinkan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Beberapa Contoh Bahan Pemanis Sintetik
No Nama Zat Pemanis Kemanisan relatif* 1 Siklamat 3000 2 Sakarin 50000 3 Aspartam 18000 4 Acesulfam K 20000 5 P-4000 400000
*Kemanisan relatif terhadap sukrosa (gula tebu) dengan nilai 100
(Michael Purba, 2006: 62)
P-4000 adalah zat termanis yang pernah dibuat, memiliki tingkat
kemanisan 4000 kali gula, namun mempunyai efek toksik (racun) sehingga
penggunaannya dilarang. Aspartam dan Acesulfam K telah menggantikan
penggunaan Sakarin yang dapat menyebabkan kanker. Aspartam 180 kali lebih
manis daripada gula tebu namun nilai kalorinya hanya 1/10 kali dari gula tebu.
Sedangkan Acesulfam K memiliki tingkat kemanisan 200 kali lebih manis
daripada sukrosa dan mutu kemanisannya berada di antara sakarin dan siklamat.
Sorbitol adalah salah satu jenis pemanis sintetis yang tidak terurai dalam
mulut sehingga tidak merusak gigi. Tetapi pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan diare.
Gambar 2
Bahan pemanis biasa ditambahkan pada minuman
lvi
3) Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi (pembusukan), pengasaman, atau peruraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme sehingga makanan tidak
mudah rusak atau menjadi busuk. Secara umum penambahan bahan pengawet
pada pangan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada
pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen sehingga dapat
memperpanjang umur simpan pangan.
Kerusakan pada makanan terjadi karena pertumbuhan mikroba yang
menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin di dalam bahan
pangan tersebut. Setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi
lingkungan yang optimum misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, dan
ketersediaan air. Sehingga dengan membuat kondisi yang dapat menghambat
terjadinya reaksi tersebut maka kerusakan makanan dapat dikurangi. Pendinginan
makanan akan menghambat reaksi enzimatis dari bakteri pembusuk, sedangkan
pemanasan pada suhu tinggi (≥100°C) dapat menghambat bahkan merusak
mikroorganisme dan enzim. Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi
tinggi dan proses pengeringan akan mengakibatkan pengeluaran air dalam bahan
pangan sehingga akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam bahan pangan,
kemudian akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat
laju reaksi kimia maupun enzimatis.
Berikut adalah beberapa teknik pengawetan standar yang telah dikenal
secara umum oleh masyarakat luas:
§ Pendinginan
Teknik ini dilakukan dengan memasukkan makanan pada tempat atau ruangan
yang bersuhu sangat rendah ( kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan
menaruh di wadah yang berisi es).
§ Pengasapan
Cara ini sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu
yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan
pengeringan.
§ Pengeringan
lvii
Teknik pengawetan ini dilakukan dengan menjemur, mengoven, dan
memanaskan dengan maksud mengurangi kadar air pada makanansehingga
memperlambat proses pembusukan makanan.
§ Pemanisan
Cara ini dilakukan dengan meletakkan makanan pada medium yang mengandung
gula dengan konsentrasi 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika
dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan.
Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, manisan pala,
dan lain sebagainya.
§ Pengasinan
Teknik ini sering disebut penggaraman dimana prosesnya sama seperti pada
pemanisan hanya saja bahan yang digunakan adalah garam dapur, NaCl.
(http://organisasi.org/teknik_dan_teknologi_pengawetan_pada_makanan)
a) Bahan pengawet alami
Berikut ini beberapa contoh bahan pengawet alami diantaranya:
· Garam dapur
Proses pengawetannya sering disebut pengasinan. Contoh penggunaannya
adalah dalam pengawetan ikan sehingga dapat awet selama berminggu-
minggu. Selain itu, garam juga digunakan untuk membuat telur asin dan
ikan asin.
· Gula Jawa dan Gula Pasir
Proses pengawetannya sering disebut pemanisan. Contoh penggunaannya
adalah pada pembuatan kecap dan manisan buah.
b) Bahan Pengawet Sintetik
Gambar 3 Ikan asin merupakan contoh pengawetan secara alami
lviii
Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen
POM), bahan pengawet anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya (Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 772/Menkes/Per/88) adalah Belerang
dioksida, Kalium atau Natrium bisulfit, kalium atau Natrium metabisulfit, Kalium
atau Natrium nitrat, Kalium atau Natrium nitrit, Kalium atau Natrium sulfit.
Asam benzoat dan Natrium benzoat adalah bahan pengawet yang biasa
digunakan untuk jus buah dan berbagai minuman lainnya. Sedangkan Natrium
(sodium) nitrit biasa digunakan untuk mengawetkan daging disamping bisa
memberikan warna merah muda pada daging, dan menghambat pertumbuhan
bakteri patogen (bakteri yang dapat menimbulkan penyakit).
4) Bahan Penyedap Rasa
Bahan penyedap rasa atau penegas rasa adalah zat yang dapat
meningkatkan cita rasa makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan
menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Adapun tujuan
penambahan bahan penyedap rasa diantaranya:
- Menguatkan rasa dan aroma makanan, sehingga dapat meningkatkan cita rasa
makanan.
- Memperbaiki dan menambah nilai suatu makanan atau minuman.
- Memberikan ciri khusus suatu bahan/ makanan, seperti aroma jeruk manis,
jeruk nipis, lemon, cokelat, dan lain-lain
a) Bahan Penyedap Alami
Berikut ini beberapa contoh bahan penyedap alami:
· Garam Dapur,
Penggunaan bahan ini akan menyebabkan rasa gurih dan lezat
· Kunyit
Selain digunakan sebagai pewarna alami, kunyit juga digunakan sebagai
penyedap rasa atau bumbu pada makanan karena sifatnya yang dapat
menghilangkan bau amis dari bahan makanan seperti daging, udang, ikan,
telur, dan lain-lain.
· Seledri
lix
Irisan batang dan daunnya digunakan sebagai penyedap pada makanan
berkuah seperti : soto, baso, dan lontong kari
b) Bahan Penyedap Sintetik
Penyedap sintetik pada dasarnya merupakan tiruan dari yang ada di alam,
tetapi karena kebutuhannya jauh melebihi dari yang tersedia maka sejauh
mungkin dibuatlah tiruannya. Contoh bahan penyedap sintetik diantaranya bumbu
kaldu, perasa buah, perasa pedas, oktil asetat (aroma jeruk), etil butirat (aroma
buah nanas), amilasetat (aroma pisang), amil valerat (aroma apel), dan lain-lain.
Bahan penyedap yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
adalah MSG (Monosodium Glutamate). MSG atau vetsin dibuat dari air tebu yang
difermentasi dengan bakteri micrococus glutamicus. Penggunaan MSG pada
makanan dapat menciptakan rasa gurih atau sedap pada makanan. Penggunaan
bahan penyedap MSG secara berlebihan dapat menimbulkan gejala seperti
kesemutan, pusing-pusing, mual, jantung berdebar, dan sakit kepala yang luar
biasa. Gejala-gejal tersebut dikenal dengann istilah sindrom rumah makan cina
(Chinese restaurant syndrome).
c. Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif Makanan
Penggunaan zat aditif makanan yang salah dapat menyebabkan
terganggunya metabolisme tubuh. Terdapat dua kesalahan dalam penggunaan zat
aditif makanan yaitu penggunaan zat aditif makanan melebihi dosis yang
diperbolehkan dan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya yang bukan
merupakan bahan tambahan pangan sebagai bahan tambahan pada makanan
dengan alasan ekonomis. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan penyedap makanan MSG dibatasi
Gambar 4 Sejumlah contoh bahan penyedap rasa yang beredar di pasaran
lx
secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan sedangkan untuk sakarin
adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya
yang bukan termasuk zat aditif makanan antara lain formalin sebagai
pengawet dan pewarna tekstil sebagai pewarna makanan. Berikut ini uraian
singkat mengenai kesalahan penggunaan zat aditif makanan.
1) Penggunaan Pewarna Tekstil Sebagai Pewarna Makanan
Pewarna rhodamin B yang biasa dipakai untuk tekstil dan methanil yellow
juga berbahaya. Rhodamin B dapat menimbulkan kanker hati, kerusakan ginjal,
dan alergi, sedangkan methanil yellow menyebabkan kerusakan ginjal dan hati
serta diare. Kedua bahan itu sering ditemukan pada minuman. Contoh bahan
makanan yang sering menggunakan pewarna tekstil sebagai pewarnanya adalah
terasi merah, sosis, permen, dan beberapa jajanan pasar.
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm)
2) Penggunaan Formalin Sebagai bahan Pengawet Makanan
Formalin yang kebanyakan digunakan dalam pembuatan tahu adalah
pengawet mayat. Bahan itu membuat tahu lebih tahan lama dan kenyal, tetapi
dampaknya mengerikan. Selain berpotensi menimbulkan kanker, juga diare dan
muntah berdarah, serta sukar menelan. Formalin adalah nama dagang larutan
formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat
diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40,
30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing
sekitar 5 gram. Dalam jangka pendek, obat pengawet mayat ini bisa membuat
tubuh manusia mengalami iritasi saluran pernapasan, muntah-muntah, pusing, rasa
terbakar pada tenggorokan, dan gatal di dada. Sementara dalam jangka panjang
bisa memicu kerusakan hati, jantung, otak,sistem susunan saraf pusat dan ginjal.
Efek kronis berupa timbul iritasi pada saluran pernapasan, muntah-muntah dan
kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa
gatal di dada. Bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker.
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/02/nas09.htm)
3) Penggunaan Pemanis Sintetik Berlebih Pada Jajanan Anak
lxi
Sakarin atau pemanis buatan boleh dipergunakan dalam takaran kecil. Jika
melampaui ambang batas pemakaian, bisa mengundang bahaya berupa tumor
otak, gangguan saraf, dan kanker kandung kemih atau prostat. Produsen makanan
yang dijajakan di sekolah-sekolah, misal permen dan minuman-minuman buah,
sering menggunakan pemanis buatan dengan takaran berlebih dengan alasan
penekanan biaya produksi. Dengan penggunaan pemanis buatan dengan kadar
tinggi maka akan diperoleh makanan yang banyak disukai anak-anak namun
dengan biaya produksi rendah karena harga pemanis buatan sendiri jauh lebih
murah dari pada gula.
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm)
4) Penggunaan MSG Berlebihan Pada Makanan
Monosodium glutamat juga diperkenankan dipakai sebagai penyedap rasa
dalam jumlah terbatas, yakni sekitar 0,8% sajian. Namun kalau berlebihan dan
dikonsumsi dalam waktu panjang berpotensi menimbulkan tekanan darah tinggi,
kelainan hati, serta kerusakan otak. Penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan
MSG atau vetsin berlebih dikenal sebahai Chinesse Restaurant Syndrome, dengan
gejala kesemutan, pusing (mual), dan sakit kepala yang luar biasa.
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm)
B. Kerangka Pemikiran
Belajar yaitu suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut aspek kognitif dan
aspek afektif. Keberhasilan dalam belajar dapat diketahui dari suatu alat ukur
yang berupa test maupun non test, alat ukur ini mengetahui seberapa jauh siswa
mampu menguasai konsep pelajaran mengenai materi yang telah diterimanya.
Dalam pengajaran materi kimia di SMP Negeri 3 Suruh, khususnya pada pokok
bahasan zat aditif makanan yang berhubungan dengan jenis-jenis zat aditif makanan baik
alami maupun yang sintetik, nama-nama bahan kimia aditif yang tentu saja masih asing
bagi siswa SMP, sedangkan guru masih menggunakan metode konvensional dalam
menyampaikan materi, yaitu dengan metode ceramah, kurang memanfaatan media
lxii
pembelajaran yang telah tersedia disekolah tersebut, kurang lengkapnya fasilitas alat dan
bahan di Laboratorium IPA, dan kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti
pelajaran kimia, sehingga kecekatan dan keterampilannya pun tidak berkembang. Maka
perlu diupayakan adanya metode pembelajaran yang tepat dan media pembelajaran yang
mendukung peningkatan prestasi belajar.
Penentuan dalam memilih suatu metode pembelajaran akan berpengaruh
terhadap pencapaian hasil belajarnya. Metode pembelajaran kooperatif STAD (Student
Team Achievement Division) adalah metode yang berdasarkan pada pembelajaran
kooperatif, dimana siswa dibagi menjadi kelompok untuk bekerjasama dalam tim
kelompoknya dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan. Dalam metode
pembelajaran kooperatif STAD dibutuhkan hubungan kerja yang baik dan ketrampilan
siswa dalam kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Sedangkan
pendidik hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belejar mengajar.
Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya.
Menurut Robert E. Slavin (2008: 148-149) metode pembelajaran
kooperatif STAD dapat dilengkapi dengan sebuah lembar kegiatan, sebuah lembar
jawaban, dan sebuah kuis untuk setiap unit yang diajarkan. Oleh karena itu
pembelajaran dengan metode STAD dapat dilengkapi dengan media cetak berupa
modul dan lembar kerja siswa (LKS), karena kedua media tersebut memuat
lembar kegiatan dan soal-soal yang dapat dikerjakan oleh siswa baik secara
individu maupun kelompok.
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan
tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh
peserta didik, disertai pedoman penggunaannya (E. Mulyasa, 2003: 98). Pembelajaran
dengan modul akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara
lxiii
masing-masing karena setiap siswa akan menggunakan cara yang berbeda untuk
memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang dan kebiasaan masing-masing.
Dengan penggunaan media LKS maka proses belajar secara kooperatif dapat terlaksana
dengan terstuktur dan terarah. Di dalam LKS tersebut memuat tugas-tugas siswa yang
harus dikerjakan baik secara individu maupun kelompok. Sehingga dengan media
tersebut memudahkan guru dalam menumbuhkan kerjasama dalam kelompok untuk
mencapai keberhasilan dalam belajar.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah motivasi
belajar siswa. Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-
beda, maka tugas guru adalah meningkatkan motivasi belajar para siswanya. Besar
kecilnya motivasi belajar akan menentukan seberapa besar kemauan seorang siswa untuk
belajar. Motivasi belajar diharapkan dapat menentukan sikap seorang siswa dalam belajar
kimia.
Dalam proses belajar mengajar, motivasi belajar merupakan salah satu faktor
internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Selain faktor internal ada juga faktor
eksternal, misalnya adalah penggunaan metode mengajar dan media pembelajaran.
Interaksi antara metode dan media pembelajaran dengan motivasi belajar diharapkan
dapat meningkatkan prestasi belajar kimia.
Untuk menjelaskan hubungan motode dan media pembelajaran serta motivasi
belajar dengan prestasi belajar siswa ditunjukkan dengan ilustrasi kerangka pemikiran
sebagai berikut:
Prestasi Belajar: § Kognitif § Afektif
Motivasi Belajar Siswa
Metode Kooperatif STAD Dilengkapi Modul
Metode Ceramah
Tinggi
Sedang
Rendah
lxiv
Gambar 5. Bagan Kerangka Pemikiran
Keterangan : : Dikenai : Pengaruh
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar
siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
2. Ada pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah
terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
3. Ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi
modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap
prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
lxv
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Suruh yang beralamat di jalan Suruh-Gunung Tumpeng km 5, Kec. Suruh, Kab. Semarang, pada kelas VIII semester genap tahun pelajaran 2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Agustus 2009 dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi pengajuan judul, pembuatan proposal, permohonan ijin survei, dan konsultasi instrument penelitian pada pembimbing. Waktu pelaksanaan dari bulan Februari sampai April 2009.
b. Tahap penelitian
Tahap penelitian meliputi semua kegiatan yang dilaksanakan di lapangan yang meliputi uji instrument dan penelitian. Waktu pelaksanaan bulan Mei 2009.
c. Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan. Waktu pelaksanaan dari bulan Juni sampai Agustus 2009.
B. Metode Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang dipelajari, maka penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 3 x 3. Faktor pertama adalah metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan metode ceramah. Faktor kedua adalah motivasi belajar kimia, yaitu motivasi belajar kimia kategori tinggi, sedang, dan rendah. Obyek penelitian terdiri dari tiga kelas yaitu kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan kelas ceramah sebagai kelas kontrol yang dipilih secara acak dengan cluster random sampling.
1. Desain Penelitian
Adapun rancangan eksperimen dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 6. Desain Penelitian
Faktor A (Metode Pembelajaran)
Faktor B (Motivasi Belajar) Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)
STAD dilengkapi Modul (A1) A1B1 A1B2 A1B3 STAD dilengkapi LKS (A2) A2B1 A2B2 A2B3 Ceramah (A3) A3B1 A3B2 A3B3
Keterangan:
A1 = metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul (kelas eksperimen I)
A2 = metode pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS (Kelas Eksperimen II)
45
lxvi
A3 = metode pembelajaran dengan ceramah (Kelas Kontrol)
B1 = motivasi belajar kategori tinggi
B2 = motivasi belajar kategori sedang
B3 = motivasi belajar kategori rendah
2. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dengan urutan sebagai berikut :
a. Melakukan observasi pada siswa SMP Negeri 3 Suruh, yakni meliputi obyek
penelitian, proses belajar mengajar, dan fasilitas yang dimiliki.
b. Menyusun instrumen penelitian dan melakukan pengujian instrumen.
c. Memberikan angket motivasi belajar untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa
pada semua kelas eksperimen.
d. Memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengukur rata-
rata kemampuan kognitif awal sebelum obyek diberi perlakuan.
e. Memberikan perlakuan berupa penggunaan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi modul pada kelas eksperimen I, penggunaan metode pembelajaran STAD
yang dilengkapi LKS pada kelas eksperimen II, dan memberikan perlakuan berupa
metode ceramah pada kelas kontrol.
f. Memberikan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengukur rata-
rata kemampuan kognitif setelah diberi perlakuan.
g. Memberikan angket berisi penilaian kemampuan afektif kepada kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
h. Melakukan uji statistika terhadap hasil dari masing-masing test.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 3 Suruh Tahun Pelajaran 2008/2009.
2. Sampel
Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling yaitu teknik memilih sampel berdasarkan kelompok/ unit-unit yang kecil atau cluster. Tiap cluster mempunyai anggota yang heterogen menyerupai
lxvii
populasi itu sendiri. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan cara undian. Undian dilaksanakan dengan tiga kali pengambilan. Nomor undian yang keluar pertama ditetapkan sebagai kelas eksperimen I, nomor undian kedua ditetapkan sebagai kelas eksperimen II, dan nomor undian berikutnya ditetapkan sebagai kelas kontrol. Sampel diambil dari populasi yang memiliki rata-rata kemampuan yang sama. Hal ini dapat dilihat dari uji keseimbangan untuk populasi pada Lampiran 28.
D. Variabel penelitian
Variabel adalah sesuatu yang menjadi dasar obyek pengamatan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Definisi Konseptual Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas utama dan variabel bebas moderator. Variabel bebas adalah kondisi yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka menerangkan hubungan dengan fenomena yang diobservasi. Variabel bebas moderator, yaitu variabel yang diukur tetapi tidak dimanipulasi secara eksperimental. Variabel ini dimasukkan dalam rancangan penelitian sehingga dapat dilihat interaksinya dengan variabel yang lain dalam mempengaruhi variabel terikat (Moh. Nazir, 1999: 150). Variabel bebas utamanya adalah metode pembelajaran, dan variabel bebas moderatornya adalah motivasi belajar kimia siswa.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah kondisi yang menunjukkan akibat atau pengaruh yang dikarenakan variabel bebas (Moh. Nazir, 1999: 150). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Prestasi belajar tersebut tersebut adalah hasil yang dicapai siswa dalam menempuh tes prestasi belajar kimia pokok bahasan zat aditif makanan yang terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif.
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas Utama
1. Definisi operasional
Metode pembelajaran adalah cara-cara yang ditempuh oleh guru untuk
menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan membuat
kemampuan intelektual berkembang, sehingga belajar dapat berjalan secara efisien
dan bermakna bagi siswa.
lxviii
a) Pembelajaran STAD yang dilengkapi modul adalah pembelajaran yang
menggunakan metode kooperatif STAD yaitu siswa dibagi menjadi
kelompok untuk bekerja sama dalam tim kelompoknya dalam
melaksanakan tugas yang akan diberikan dengan bantuan media
pembelajaran berupa modul.
b) Pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS adalah pembelajaran yang
menggunakan metode kooperatif STAD yaitu siswa dibagi menjadi
kelompok untuk bekerja sama dalam tim kelompoknya dalam
melaksanakan tugas yang akan diberikan dengan bantuan media
pembelajaran berupa lembar kerja siswa (LKS).
c) Pembelajaran dengan metode ceramah adalah penyajian materi
pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan cara memberikan
penjelasan-penjelasan secara lisan atau ceramah kepada peserta didik.
2. Indikator
Pemberian perlakuan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul untuk materi zat aditif makanan pada kelas eksperimen I, metode pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS untuk materi zat aditif makanan pada kelas eksperimen II, dan metode ceramah untuk materi zat aditif makanan pada kelas kontrol.
3. Skala pengukuran
Skala nominal, yaitu:
1) Kelas eksperimen I untuk metode pembelajaran STAD dilengkapi modul.
2) Kelas eksperimen II untuk metode pembelajaran STAD dilengkapi LKS
3) Kelas kontrol untuk metode ceramah
4. Simbol : A
b. Variabel Bebas Moderator
1. Definisi operasional
Motivasi belajar dalam bidang studi kimia adalah kemampuan atau kekuatan serta semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi kimia yang diukur dengan menggunakan angket motivasi belajar. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.
2. Indikator
lxix
Indikator dalam motivasi belajar yaitu: (1) keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, (2) keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, dan (3) rasa percaya diri dan kepuasan (Robertus Angkowo, 2007: 45).
3. Skala pengukuran
Skala interval yang kemudian diubah ke skala ordinal dengan cara mengelompokkan tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokannya dilakukan dengan menjumlahkan skor angket motivasi kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan kelas kontrol kemudian dicari rataan gabungannya. Setelah itu dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata dan standar deviasi, yaitu:
Motivasi belajar tinggi : X ≥ Rataan Gab + 1 SD
Motivasi belajar sedang : Rataan Gab – 1 SD < X < Rataan Gab + 1 SD
Motivasi belajar rendah : X ≤ Rataan Gab - 1 SD
(Suharsimi Arikunto, 2001: 264)
4. Simbol : B
c. Variabel Terikat
1. Definisi operasional
Prestasi belajar kimia adalah tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran kimia yang dibatasi pada aspek kognitif dan aspek afektif berkaitan dengan pemahaman materi zat aditif makanan yang dinyatakan dalam ukuran tertentu dan diperoleh melalui tes kognitif dan angket afektif.
2. Indikator :
Kemampuan kognitif dan afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. 3. Skala pengukuran :
Skala interval 4. Simbol : Y
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode tes dan metode angket.
1. Metode Tes
Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dan untuk mengungkap sampai sejauh mana penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dalam materi zat aditif makanan untuk mendapatkan nilai prestasi belajar. Tes yang digunakan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda. Perangkat tes yaitu tes obyektif dengan 4
lxx
alternatif jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.
2. Metode Angket
Metode angket merupakan metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan cara mengajukan sejumlah daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Metode angket digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan afektif dan motivasi belajar siswa. Data yang diperoleh berupa skor hasil pengisian angket dari responden. Pemberian skor untuk angket afektif ini digunakan skala 1 sampai 4, untuk item yang mengarah jawaban positif, pemberian skornya sebagai berikut:
1) Skor 4 untuk jawaban Selalu (SL)
2) Skor 3 untuk jawaban Sering (SR)
3) Skor 2 untuk jawaban Kadang-kadang (KK)
4) Skor 1 untuk jawaban Tidak Pernah (TP)
Sedangkan yang mengarah jawaban negatif, pemberian skornya sebagai berikut:
1) Skor 1 untuk jawaban Selalu (SL)
2) Skor 2 untuk jawaban Sering (SR)
3) Skor 3 untuk jawaban Kadang-kadang (KK)
4) Skor 4 untuk jawaban Tidak Pernah (TP)
(Depdiknas, 2003: 14)
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas tiga instrumen yaitu instrumen penilaian kognitif, afektif, dan motivasi belajar siswa.
1. Instrumen Penilaian Kognitif
Untuk penilaian kognitif menggunakan bentuk tes obyektif. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas soal. Uji coba soal ditujukan untuk mengetahui tentang taraf kesukaran, taraf pembeda item soal, validitas dan reliabilitas dari suatu soal.
a. Taraf Kesukaran Suatu Item
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Indeks Kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Untuk menentukan indeks kesukaran digunakan rumus sebagai berikut :
lxxi
JSB
P =
Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul
JS = jumlah suluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut :
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Dengan ketentuan bila jawaban betul skornya adalah 1 dan bila jawaban salah skornya adalah 0 (Suharsimi Arikunto, 2001: 207-210).
Hasil uji taraf kesukaran suatu item instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 7.
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Penilaian Kognitif
Variabel Jumlah Item Kriteria
Sukar Sedang Mudah Tes Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan 30 - 20 10
b. Taraf Pembeda Suatu Item
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D) (Suharsimi Arikunto, 2001: 211).
Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah sebagai berikut :
Keterangan :
D = indeks diskriminasi
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BAB
B
A
A PPJB
JB
D -=-=
lxxii
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar (P sebagai indeks kesukaran)
= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
(Suharsimi Arikunto, 2001: 213-214)
Klasifikasi daya pembeda soal adalah sebagai berikut :
D : 0,00 - 0,20 : jelek (poor)
D : 0,20 - 0,40 : cukup (satisfactory)
D : 0,40 - 0,70 : baik (good)
D : 0,70 - 1,00 : baik sekali (exellent)
D : negatif : tidak baik (butir soal dibuang )
(Suharsimi Arikunto, 2001: 218)
Hasil uji daya pembeda soal instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 8.
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Penilaian Kognitif
Variabel Jumlah
Item
Kriteria Tidak Baik
Jelek Cukup Baik Baik
Sekali Tes Pokok Bahasan Zat
Aditif Makanan 30 - - 24 6 -
c. Validitas Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2001: 65), sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas item atau validitas butir. Pada validitas item, sebuah item dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total (Suharsimi Arikunto, 2001: 76). Dalam penelitian ini salah satu bentuk soal yang digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Pada bentuk soal pilihan ganda ini skor terhadap jawaban setiap soal atau item hanya terdiri atas angka 1 dan angka 0. Menurut Saifuddin Azwar (2006: 19) menjelaskan bahwa, dalam kasus yang salah satu variabelnya hanya terdiri dari dua macam, yaitu 1
A
AA J
BP =
B
BB J
BP =
lxxiii
dan 0, perhitungan koefisien korelasinya dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi point biserial atau koefisien korelasi biserial.
Rumus perhitungan koefisien korelasi biserial yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
pbiγ = koefisien korelasi biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya.
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar
p = siswaseluruh jumlah
benar menjawab yang siswa banyaknya
q = proporsi siswa yang menjawab salah
q = 1 – p
(Suharsimi Arikunto, 2002: 79)
Koefisien korelasi biserial ( pbiγ ) menunjukkan validitas item dari tes bentuk pilihan
ganda yang selanjutnya disebut sebagai rhitung. Item dikatakan valid bila harga rhitung > rtab (Suharsimi Arikunto, 2006: 283).
Hasil uji validitas instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 9.
Tabel 9. Rangkuman Hasil Validitas Instrumen Penilaian Kognitif
Variabel Jumlah Item Kriteria
Valid Tidak Valid Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 30 -
d. Reliabilitas Instrumen Penelitian
qp
S
MM
t
tppbi
-=g
lxxiv
Reliabilitas adalah keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama, dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek tidak sama pada waktu yang sama.
Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes bentuk obyektif digunakan rumus KR 20 yaitu sebagai berikut :
2
11 2
S - pqnr
n-1 S
é ùæ ö= ê úç ÷è ø ê úë û
å
Keterangan :
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
n : Banyaknya item
S : Standar deviasi
p : Proporsi subyek yang menjawab item dengan benar
p = siswaseluruh jumlah
benar menjawab yang siswa banyaknya
q : Proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)
∑pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q
Tes dikatakan reliabel jika r11 > rtabel
(Suharsimi Arikunto, 2002: 100-101).
Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian kognitif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 10.
Tabel 10. Rangkuman Hasil Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif
Variabel Jumlah Item Reliabilitas Kriteria Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 0,799 Tinggi
2. Instrumen Penilaian Afektif dan Motivasi Belajar Siswa Instrumen penilaian afektif dan motivasi belajar siswa berupa angket. Jenis
angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban. Responden atau siswa memberikan jawaban dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan. Sebelum menyusun angket terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang mencerminkan isi kajian teori. Konsep alat ukur ini berisi kisi-kisi angket. Konsep selanjutnya dijabarkan dalam variabel dan indikator yang
lxxv
disesuaikan dengan tujuan penilaian yang hendak dicapai, selanjutnya indikator ini digunakan sebagai pedoman dalam menyusun item-item angket.
Penyusunan item-item angket berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam menjawab pertanyaan, responden atau siswa hanya dibenarkan dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan.
Untuk skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :
Tabel 11. Kriteria Skor Penilaian Aspek Afektif dan Motivasi Belajar Siswa
Skor untuk aspek yang dinilai Pernyataan
Positif Pernyataan
Negatif
Selalu (SL) Sering (SR) Kadang-kadang (KK) Tidak Pernah (TP)
4 3 2 1
1 2 3 4
(Depdiknas, 2003: 14)
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas item angket.
a. Uji Validitas Validitas dari instrumen dari angket ini adalah validitas kontruksi atau konsep.
Validitas kontruksi adalah validitas yang menunjukkan sampai dimana isi suatu tes atau alat pengukur sesuai dengan konsep yang seharusnya menjadi isi suatu tes atau alat pengukur tersebut (Suharsimi Arikunto, 2002: 67).
Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Untuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus product moment sebagai berikut:
{ }{ }å åå åå å å=
2222xyY)(- YNX)(- XN
Y)X)(( - XYN r
Keterangan :
rxy : Koefisien validitas antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dicari validitasnya
(Suharsimi Arikunto, 2002: 72)
lxxvi
Taraf signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah 5% instrumen validitas suatu tes (rxy)
Antara 0,800 sampai 1,00 : Sangat Tinggi
Antara 0,600 sampai 0,800 : Tinggi
Antara 0,400 sampai 0,600 : Cukup
Antara 0,200 sampai 0,400 : Rendah
Kurang dari 0,00 sampai 0,200 : Sangat Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2002: 75)
Hasil uji validitas instrumen penilaian afektif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 12.
Tabel 12. Rangkuman Hasil Validitas Instrumen Penilaian Afektif
Variabel Jumlah Item Kriteria
Valid Tidak Valid Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 30 -
Hasil uji validitas instrumen angket motivasi belajar yang dilakukan terangkum dalam Tabel 13.
Tabel 13. Rangkuman Hasil Validitas Instrumen Angket Motivasi Belajar
Variabel Jumlah Item Kriteria
Valid Tidak Valid Motivasi Belajar Kimia 40 40 -
b. Uji Reliabilitas
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran tersebut dapat memberikan hasil yang instrumen tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali kepada subyek yang sama. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas digunakan rumus alpha (digunakan untuk mencari reliabilitas yang skornya bukan 1 dan 0); yaitu sebagai berikut:
11G = 2
21
1i
t
nn
ss
é ùé ù -ê úê ú-ë û ê úë û
å
Keterangan :
11G : reliabilitas instrumen
lxxvii
n : banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
iså : jumlah varians skor tiap-tiap item
2
ts : varians total keseluruhan item
Hasil perhitungan uji reliabilitas ini diinterpretasikan sebagai berikut: 0,80 < r11 ≤ 1,00 : Sangat Tinggi
0,60 < r11 ≤ 0,80 : Tinggi
0,40 < r11 ≤ 0,60 : Cukup
0,20 < r11 ≤ 0,40 : Rendah
0,00 < r11 ≤ 0,20 : Sangat Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2002: 109)
Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian afektif yang dilakukan terangkum dalam Tabel 14.
Tabel 14. Rangkuman Hasil Reliabilitas Instrumen Penilaian Afektif
Variabel Jumlah Item Reliabilitas Kriteria
Tes Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan 30 0,850 Sangat Tinggi
Hasil uji reliabilitas instrumen angket motivasi belajar yang dilakukan terangkum dalam Tabel 15.
Tabel 15. Rangkuman Hasil Reliabilitas Instrumen Angket Motivasi Belajar
Variabel Jumlah Item Reliabilitas Kriteria Motivasi Belajar Kimia 40 0,869 Sangat Tinggi
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tidak sama. Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan pengujian keseimbangan terhadap nilai pretest yang bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan seimbang. Kemudian dilakukan uji prasyarat analisis dengan menggunakan uji normalitas, uji independensi, dan uji homogenitas.
lxxviii
1. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan bertujuan untuk mencari kesetaraan antar sampel dalam penelitian. Dalam penelitian ini untuk uji kesetimbangan menggunakan analisis variansi satu jalan dengan frekuensi sel sama, karena sampel yang akan diuji lebih dari dua sampel.
1) Model
Xij = m + j ija e+
Dengan:
Xij = data ke-i pada perlakuan ke-j;
m = rerata dari seluruh data (rerata besar);
ja = µj – µ = efek perlakuan ke-j pada variabel terikat;
ije = deviasi data Xij terhadap rataan populasinya (m ij) yang
berdistribusi normal dengan rataan 0
i = 1,2,3,....,nj j = 1,2,3,....,k
k = cacah populasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
2) Hipotesis
H0 : µ1= µ2= µ3…= µk, tidak ada perbedaan antara rata-rata pretest kelas STAD dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS dan kelas dengan metode ceramah
H1: µ1≠ µ2≠ µ3…≠ µk , ada perbedaan antara rata-rata pretest kelas STAD dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS dan kelas dengan metode ceramah
3) Komputasi
a) Besaran-besaran
( 1) 2G
N= ( 2 ) 2
,ij
i j
X=å ( 3) 2j
j j
T
n=å
b) Jumlah Kuadrat (JK)
lxxix
JKA = (3)-(1) JKG = (2)-(3)
JKT = (2)-(1)
c) Derajat Kebebasan (dk)
dkA = k-1
dkG = N-k
dkT = N-1
d) Rataan Kuadrat (RK)
RKA = JKA/dkA
RKG = JKG/dkG
4) Statistik Uji
Fobs = RKA/RKG
5) Daerah Kritik (DK)
DK = { F ½F > Fa; k-1; N-k}
6) Keputusan Uji
H0 ditolak jika F > Fa; k-1; N-k
7) Rangkuman Anava
Tabel 16. Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan
Sumber JK dk RK Fobs Fa
Perlakuan
Galat (G)
JKA
JKG
k-1
N-k
RKA
RKG
RKA/RKG
F*
-
Total JKT N-1 - - -
(Budiyono, 2004: 196-198)
2. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas dengan “uji Lilliefors”, yaitu :
lxxx
Lo = |F(zi) – S(zi)|
Dimana :
F(zi) : P(z<zi)
S(zi) :
Zi : skor standar
Lo : koefisien Lilliefors pengamatan
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
i. Menentukan hipotesis nol (H0)
H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 = sampel tdak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
ii. Menghitung rata-rata dan simpangan bakunya
n
i
_ å=C ( )1)-n(n
xi- xin S
222 å å=
iii. Menghitung nilai zi
S
X-xi Zi
_
÷øö
çèæ
=
iv. Mencari nilai zi pada daftar F
v. Menghitung S(zi), yaitu
vi. Menghitung selisih F(zi) – S(zi)
vii. Mencari nilai kritis yang dapat diperoleh pada kolom harga mutlak, kemudian
dibandingkan dengan tabel.
viii. Kriteria Pengujian adalah :
H0 ditolak jika Lobs ≥ Lα,v dan H0 diterima jika Lobs < Lα,v
(Sudjana, 2005: 466-469)
b. Uji Independensi.
Uji independensi digunakan untuk menguji apakah sampel penelitian berasal dari populasi–populasi yang saling independen dan masing-masing data amatan saling independen di dalam kelompoknya. Untuk mengetahui variabel
lxxxi
independen atau tidak digunakan “Uji Chi Kuadrat” dengan rumus :
Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji
Bartlett sebagai berikut :
1. Menentukan hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang saling independen.
H1: sampel tidak berasal dari populasi yang saling independen.
2. Menentukan taraf signifikansi.
3. Statistik Uji :
4. Komputasi :
Menghitung P(A) = peluang kejadian A pada baris ke-p P(B) = peluang kejadian B pada kolom ke-q Menghitung frekuensi harapan pada baris dan kolom = fh : nP(A)P(B)
5. Daerah Kritik :
DK =
Dengan v = (r-1) x (c-1) r = banyaknya baris; c = banyaknya kolom
6. Keputusan Uji
H0 ditolak jika χ2 ≥ χ2α;v
H0 diterima jika χ2 < χ2α;v
(Budiyono, 2004 : 173-174)
c. Uji Homogenitas.
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen. Untuk mengetahui homogenitas variansi digunakan “Uji Bartlett” dengan rumus :
( )2 2j j
2.203χ f log RKG - f logS
C= å
Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett sebagai berikut :
lxxxii
1. Menentukan hipotesis
2 2 2 21 2 3Ho ..... ks s s s= = = = (populasi populasi homogen)
1H = Tidak semua variansi sama (populasi populasi tidak homogen)
2. Statistik Uji :
( )2 2j j
2.203χ f log RKG - f logS
C= å
Dimana :
j
1 1 1C 1+
3(k-1) f jf
æ ö= -ç ÷ç ÷åè ø
j
j
SSRKG
f
å=
å
2
2j
( )SS - j
jj
XX
n
å= å
2iS
1j
j
SS
n=
- ; 1j jf n= -
K = banyaknya populasi
3. Daerah Kritik :
2 2, 1kac c -³
4. Keputusan Uji
H0 ditolak jika 2 2, 1kac c -³
H0 diterima jika
2 2, 1kac c -<
(Budiyono, 2004 : 176-177)
3. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Adapun modelnya sebagai berikut:
a) Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
1. Model
lxxxiii
Xijk = m + ijkijji )( e+ab+b+a
Dengan:
Xijk = data (nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j;
m = rerata dari seluruh data (rerata besar);
ia = µi – µ = efek baris ke-i pada variabel terikat;
jb = µj – µ = efek kolom ke-j pada variabel terikat;
(ab )ij = µij – (µ + αi + βj)
= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat;
ijke = deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya (m ij) yang berdistribusi normal
dengan rataan 0
i = 1,2,3;
1. Metode pembelajaran kooperatif STAD dilengkapi modul
2. Metode pembelajaran kooperatif STAD dilengkapi LKS
3. Metode pembelajaran dengan ceramah
j = 1,2,3;
1. Motivasi belajar tinggi
2. Motivasi belajar sedang
3. Motivasi belajar rendah
k =1,2,3…,n; n = banyaknya data amatan pada setiap sel
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
2. Hipotesis
H0A: ai = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3;
H1A: paling sedikit ada satu ai yang tidak nol
H0B: bj = 0 untuk setiap j = 1, 2, 3;
H1B: paling sedikit ada satu bj yang tidak nol
H0AB: (ab)ij = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3;
H1AB: paling sedikit ada satu (ab)ij yang tidak nol
lxxxiv
3. Komputasi
a) Notasi-notasi
nij = ukuran sel ij ( sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
= banyaknya data amatan pada sel i
= frekuensi sel ij
hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel
å=
ji ijn
pq
,
1
å=ji
ijnN,
= banyaknya seluruh data amatan
åå ÷
ø
öçè
æ
-=k ijk
kijk
ijkij n
X
XSS
2
2 = jumlah kuadrat deviasi dua amatan sel ij
=ijAB rataan pada sel ij
== åj
iji ABA jumlah rataan pada baris ke-i
å=i
ijj ABB = jumlah rataan pada kolom ke-j
å=ji
ijABG,
= jumlah rataan semua sel
b) Besaran-besaran
2
(1).
Gp q
= ,
(2) iji j
SS=å 2
(3) i
i
Aq
= å
2
(4) j
j
B
p=å
2(5) ij
i j
AB-
= å
c) Jumlah Kuadrat (JK)
JKA (jumlah kuadrat baris) = n h {(3)-(1)}
JKB (jumlah kuadrat kolom) = n h {(4)-(1)}
lxxxv
JKAB (jumlah kuadrat interaksi) = n h {(1)+(5)-(3)-(4)} JKG (jumlah kuadarat galat/error) = (2)
JKT (jumlah kuadrat total) = JKA + JKB + JKAB +JKG
d) Derajat Kebebasan (dk)
dkA (derajat kebebasan baris) = p-1
dkB (derajat kebebasan kolom) = q-1
dkAB (derajat kebebasan interaksi) = (p-1)(q-1)
dkG (derajat kebebasan galat/error) = N-p.q
dkT (derajat kebebasan total) = N-1
e) Rataan Kuadrat (RK)
RKA (rataan kuadrat baris) = JKA/dkA
RKB (rataan kuadrat kolom) = JKB/dkB
RKAB (rataan kuadrat interaksi) = JKAB/dkAB
RKG (rataan kebebasan galat) = JKG/dkG
3. Statistik Uji
FA (Statistik uji antar baris) = RKA/RKG
FB (Statistik uji antar kolom) = RKB/RKG
FAB (Statistik uji interaksi) = RKAB/RKG
2. Daerah Kritik (DK)
DKA = { FA ½FA ≥ Fa; p-1; N-pq}
DKB = { FB ½FB ≥ Fa; q-1; N-pq}
DKAB = { FAB ½FAB ≥ Fa; (p-1)(q-1); N-pq}
3. Keputusan Uji
H0A ditolak jika FA ≥ Fa; p-1; N-pq
H0B ditolak jika FB ≥ Fa; q-1; N-pq
H0AB ditolak jika FAB ≥ Fa;(p-i)( q-1); N-p
lxxxvi
4. Rangkuman Anava
Tabel 17. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs Fa
Baris (A)
Kolom (B)
Interaksi (AB)
Galat (G)
JKA
JKB
JKAB
JKG
p-1
q-1
(p-1) (q-1)
N-pq
RKA
RKB
RKAB
RKG
Fa
Fb
Fab
-
F*
F*
F*
-
Total JKT N-1 - - -
(Budiyono, 2004: 228-233)
b) Uji Lanjut Anava (uji Scheffe)
Sebagai tindak lanjut dari analisis variansi dua jalan adalah menggunakan uji Scheffe untuk uji rerata. Tujuan dari uji Scheffe adalah untuk melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata setiap pasang kolom, baris, dan setiap pasang sel. Rumus metode Scheffe memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rataan yang ada. Jika terdapat k
perlakuan, maka ada ( 1)
2k k -
pasangan rataan. Merumuskan hipotesis yang
bersesuaian dengan komparasi tersebut.
2) Menentukan tingkat signifikansi α (pada umumnya α yang dipilih sama dengan uji
analisis variansinya).
3) Mencari statistik uji F dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:
a) Komparasi Rataan Antar Baris
( )2
. .
. .
. .
1 1i j
i j
Xi X jF
RKGn n
-
-=
æ ö+ç ÷ç ÷
è ø Dengan :
. .i jF - = nilai Fobs pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j
lxxxvii
.X i = rataan pada baris ke-i
.X j = rataan pada baris ke-j
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
.in = ukuran sampel baris ke-i
. jn = ukuran sampel baris ke-j
Daerah kritik untuk uji itu adalah:
DK = { F ½F > (p-1) Fa; p-1; N-pq}
b) Komparasi Rataan Antar Kolom
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
ji
ji
nnRKG
jXiXF
..
2
..11
..
Dengan daerah kritik:
DK = { F ½F > (q-1) Fa; q-1; N-pq}
c) Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama
( )2
1 1ij kj
ij kj
Xij XkjF
RKGn n
-
-=
æ ö+ç ÷ç ÷
è ø
Dengan :
ij kjF - = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
Xij = rataan pada sel ij
Xkj = rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
ijn = ukuran sel ij
kjn = ukuran sel kj
Daerah kritik untuk uji itu adalah:
DK = { F ½F > (pq-1) Fa; pq-1; N-pq}
d) Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama
lxxxviii
( )2
1 1ij ik
ij ik
Xij XikF
RKGn n
-
-=
æ ö+ç ÷ç ÷
è ø
Dengan daerah kritik:
DK = { F ½F > (pq-1) Fa; pq-1; N-pq}
4) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda,
5) Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang ada.
(Budiyono, 2004: 213-215)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini meliputi data skor kemampuan kognitif dan
afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan serta motivasi belajar kimia
siswa dari masing-masing kelompok sampel penelitian. Data diperoleh dari 123
siswa dari kelas 8A, 8B, dan 8C SMP Negeri 3 Suruh Tahun Pelajaran 2008/2009,
dengan perincian 41 siswa kelas 8C sebagai kelompok kelas STAD dilengkapi
modul, 41 siswa kelas 8B sebagai kelompok kelas STAD dilengkapi LKS dan 41
siswa kelas 8A sebagai kelompok kelas metode ceramah (kelas kontrol). Untuk
lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian dari masing-masing
variabel.
1. Data Skor Motivasi Belajar siswa
Data skor motivasi belajar kimia siswa diperoleh dari metode angket.
Kemudian dari data tersebut dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu skor
yang lebih besar dari skor batas atas termasuk dalam kategori motivasi belajar
tinggi, skor diantara batas atas dan batas bawah ternasuk dalam kategori motivasi
lxxxix
belajar sedang dan skor yang lebih kecil dari skor batas bawah termasuk dalam
kategori motivasi belajar rendah. Pengelompokan ini didasarkan pada skor batas
atas dan batas bawah hasil angket motivasi belajar kimia siswa untuk ketiga kelas
tersebut. Dengan menggunakan kriteria tersebut dari 123 siswa yang terdiri dari
41 siswa kelas metode ceramah, 41 siswa kelas STAD yang dilengkapi modul,
dan 41 siswa kelas STAD yang dilengkapi LKS terdapat 22 siswa mempunyai
motivasi belajar tinggi, 81 siswa mempunyai motivasi belajar sedang, dan 20
siswa mempunyai motivasi belajar rendah. Secara rinci disajikan dalam Tabel 18
berikut:
Tabel 18. Jumlah Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi, Sedang, dan
Rendah
Motivasi Belajar
Kelas Eksperimen
Jumlah Kelas STAD
Modul
Kelas STAD
LKS
Kelas
Ceramah
Tinggi 7 7 8 22
Sedang 27 29 25 81
Rendah 7 5 8 20
Jumlah 41 41 41 123
Selanjutnya dari data skor motivasi belajar kimia siswa tersebut dapat
dibuat tabel distribusi frekuensi yang dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD dilengkapi
Modul, Kelas STAD dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah
No Kelas Interval Nilai Tengah STAD Modul STAD LKS Ceramah
1
2
3
95 - 100
101 - 105
106 - 110
97
103
108
3
4
10
2
3
5
3
5
6
70
xc
4
5
6
7
8
111 - 115
116 - 120
121 - 125
126 - 130
131 - 135
113
118
123
128
133
8
6
4
4
2
11
8
5
5
2
8
7
6
3
3
Jumlah 41 41 41
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai data motivasi
belajar siswa kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan
kelas ceramah, maka dibuat histogram motivasi belajar siswa yang dapat dilihat
pada Gambar 6.
Gambar 6. Histogram Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas STAD Dilengkapi
Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah
Dari data motivasi belajar siswa diketahui bahwa skor terendah pada kelas
STAD dilengkapi modul adalah 96 dan skor tertinggi adalah 133, untuk kelas
STAD dilengkapi LKS skor terendah adalah 95 dan skor tertinggi adalah 134,
xci
sedangkan untuk kelas ceramah skor terendah adalah 96 dan skor tertinggi adalah
135.
Dari histogram pada Gambar 6 terlihat bahwa pada kelas STAD
dilengkapi modul, frekuensi tertinggi adalah 10 pada rentang 106-110 yang
termasuk dalam kategori motivasi belajar sedang. Pada kelas STAD dilengkapi
LKS, frekuensi tertinggi adalah 11 pada rentang 111-115 yang termasuk dalam
kategori motivasi belajar sedang. Sedangkan pada kelas ceramah, frekuensi
tertinggi adalah 8 pada rentang 111-115 yang termasuk dalam kategori motivasi
belajar sedang.
2. Data Skor Tes Kemampuan Kognitif
Data mengenai skor tes kemampuan kognitif tercantum dalam Lampiran
24. Data kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan yang
dianalisis adalah data selisih nilai pretest dan postest. Untuk lebih memperjelas
gambaran dari masing-masing data, maka akan disajikan gambaran mengenai nilai
kognitif siswa sebagai berikut:
a. Rerata Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
Tabel 20. Rerata Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan
Kelompok Siswa Rerata Selisih
Faktor Kategori
Metode Pembelajaran
STAD dilengkapi Modul 28,17
STAD dilengkapi LKS 21,76
Ceramah 17,24
Motivasi Belajar Siswa
Tinggi 26,41
Sedang 22,14
Rendah 18,50
xcii
b. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan
1. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan Menurut Metode Pembelajaran
Data siswa yang diajar menggunakan metode STAD yang dilengkapi
modul pada pokok bahasan zat aditif makanan diperoleh selisih nilai
kognitif tertinggi mencapai 40 sedangkan selisih nilai kognitif terendah
adalah 14. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel
21.
Tabel 21. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
14 - 18
19 - 23
24 - 28
29 - 33
34 - 38
39 - 43
16
21
26
31
36
41
2
7
12
14
5
1
Jumlah 41
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih
nilai kognitif siswa pada kelas dengan metode STAD yang dilengkapi
modul dapat dilihat dengan histogram pada Gambar 7.
xciii
Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD Dilengkapi
Modul
Selanjutnya untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan
menggunakan metode STAD yang dilengkapi LKS diperoleh selisih nilai
kognitif tertinggi mencapai 36 sedangkan selisih nilai kognitif terendah
adalah 10. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi data tersebut dapat
dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi LKS
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35- 39
12
17
22
27
32
37
7
8
12
7
6
1
Jumlah 41
xciv
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
prestasi belajar kognitif siswa pada kelas dengan metode STAD yang
dilengkapi LKS dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD Dilengkapi
LKS
Kemudian untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan
menggunakan metode ceramah diperoleh selisih nilai kognitif tertinggi
mencapai 34, sedangkan selisih nilai kognitif terendah adalah 3. Untuk lebih
jelasnya distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan
Zat Aditif Makanan Kelas Ceramah
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
3 - 8
9 - 14
15 - 20
21 - 26
27 - 32
33 - 38
5,5
11,5
17,5
23,5
29,5
53,5
5
13
12
5
4
2
Jumlah 41
xcv
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
prestasi belajar kognitif siswa pada kelas dengan metode ceramah dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Ceramah
Untuk dapat membandingkan selisih nilai prestasi belajar kognitif
pada pokok bahasan zat aditif makanan yang diperoleh siswa pada kelas
yang diajar dengan metode STAD dilengkapi Modul, STAD dilengkapi
LKS, dan kelas ceramah, maka ketiga data tersebut dapat dibuat sebuah
tabel distribusi frekuensi seperti pada Tabel 24.
Tabel 24. Perbandingan Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Zat Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul,
Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah
No Kelas Interval Nilai Tengah STAD Modul STAD LKS Ceramah
1
2
3
4
5
6
3 - 7
8 - 12
13 - 17
18 - 22
23 - 27
28 - 32
5
10
15
20
25
30
0
0
2
4
16
10
0
3
12
6
12
3
5
5
14
6
6
3
xcvi
7
8
33 - 37
38 - 42
35
40
9
1
5
0
2
0
Jumlah 41 41 41
Gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan selisih nilai
kognitif siswa antara kelas dengan metode STAD dilengkapi modul, STAD
dilengkapi LKS, dan kelas ceramah dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Histogram Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas STAD
Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas
Ceramah
2. Distribusi Frekuensi Nilai Kognitif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan Menurut Motivasi Belajar Siswa
Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa dilihat dari motivasi
belajar siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok siswa dengan
motivasi belajar tinggi, kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang,
dan kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah. Pada kelompok siswa
dengan motivasi belajar tinggi, rentang selisih nilai kognitifnya 17 sampai
34. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 25.
xcvii
Tabel 25. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Tinggi Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
17 - 20
21 - 24
25 - 28
29 - 32
33 - 36
18,5
22,5
26,5
30,5
34,5
6
3
3
6
4
Jumlah 22
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih
nilai kognitif siswa pada kelompok motivasi belajar tinggi dapat dilihat pada
Gambar 11.
Gambar 11. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Tinggi.
Selanjutnya untuk kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang
selisih nilai kognitifnya memiliki rentang antara 3 sampai 37. Distribusi
frekuensi data selisih nilai kognitif siswa pada motivasi belajar sedang dapat
dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Sedang Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
xcviii
1
2
3
4
5
6
7
3 - 7
8 - 12
13 - 17
18 - 22
23 - 27
28 - 32
33 – 37
5
10
15
20
25
30
35
4
5
21
6
25
11
9
Jumlah 81
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih
nilai kognitif siswa pada kelompok motivasi belajar sedang dapat dilihat
pada Gambar 12.
Gambar 12. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Sedang.
Kemudian pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah
selisih nilai kognitifnya memiliki rentang antara 6 sampai 40. Distribusi
frekuensi data selisih nilai kognitif siswa pada motivasi belajar sedang dapat
dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Rendah Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
xcix
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6 - 12
13 - 19
20 - 26
27 - 33
34 - 40
9
16
23
30
37
5
5
7
2
1
Jumlah 20
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data selisih
nilai kognitif siswa pada kelompok motivasi belajar rendah dapat dilihat
pada Gambar 13.
Gambar 13. Histogram Data Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelompok
Motivasi Belajar Rendah.
Agar dapat membandingkan selisih nilai kognitif siswa pada
kelompok motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah maka ketiga data
tersebut dapat dijadikan satu seperti dalam Tabel 28.
Tabel 28. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa
Jika Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa
No Kelas Interval Nilai Tengah Tinggi Sedang Rendah
c
1
2
3
4
5
6
7
8
3 - 7
8 - 12
13- 17
18 - 22
23 - 27
28 - 32
33 - 37
38 - 42
5
10
15
20
25
30
35
40
0
0
1
0
6
6
4
0
4
5
21
6
25
11
9
0
2
3
5
5
2
1
1
1
Jumlah 22 81 20
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan
selisih nilai kognitif siswa dilihat dari motivasi belajarnya dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Siswa Dilihat
dari Motivasi Belajar.
3. Data Skor Kemampuan Afektif
Data mengenai skor tes kemampuan afektif tercantum dalam Lampiran 24.
Data kemampuan afektif siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan diperoleh
dari skor angket afektif. Untuk lebih memperjelas gambaran dari masing-masing
data, maka akan disajikan gambaran mengenai nilai afektif siswa sebagai berikut:
ci
a. Rerata Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
Tabel 29. Rerata Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
Kelompok Siswa Rerata
Faktor Kategori
Metode Pembelajaran
STAD dilengkapi Modul 87,54
STAD dilengkapi LKS 87,68
Ceramah 86,37
Motivasi Belajar Siswa
Tinggi 93,36
Sedang 88,16
Rendah 77,00
b. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
1. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan Menurut Metode Pembelajaran
Data siswa yang diajar menggunakan metode STAD yang dilengkapi
modul pada pokok bahasan zat aditif makanan diperoleh nilai afektif
tertinggi mencapai 102 sedangkan nilai afektif terendah adalah 73. Untuk
lebih jelasnya distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat
Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
73 - 77
78 - 82
75
80
2
6
cii
3
4
5
6
83 - 87
88 - 92
93 - 97
98 - 102
85
90
95
100
18
6
5
4
Jumlah 41
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
afektif siswa pada kelas dengan metode STAD yang dilengkapi modul dapat
dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi Modul.
Selanjutnya untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan
menggunakan metode STAD yang dilengkapi LKS diperoleh nilai afektif
tertinggi mencapai 106 sedangkan nilai afektif terendah adalah 64. Untuk
lebih jelasnya distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat
Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi LKS
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
64 - 71
72 - 79
67,5
75,5
3
3
ciii
3
4
5
6
80 - 87
88 - 95
96 - 103
104 - 111
83,5
91,5
99,5
107,5
15
12
6
2
Jumlah 41
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
afektif siswa pada kelas dengan metode STAD yang dilengkapi LKS dapat
dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas STAD Dilengkapi LKS.
Kemudian untuk siswa yang dikenai pembelajaran dengan
menggunakan metode ceramah diperoleh nilai afektif tertinggi mencapai 99,
sedangkan nilai afektif terendah adalah 67. Untuk lebih jelasnya distribusi
frekuensi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat
Aditif Makanan Kelas Ceramah
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
67 - 72
73 - 78
69,5
75,5
4
4
civ
3
4
5
6
79 - 84
85 - 90
91 - 96
97 - 102
81,5
87,5
93,5
99,5
4
17
7
5
Jumlah 41
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
afektif siswa pada kelas yang diajar dengan metode ceramah dapat dilihat
pada Gambar 17.
Gambar 17. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelas Ceramah
Untuk dapat lebih membandingkan nilai prestasi belajar afektif pada
pokok bahasan zat aditif makanan yang diperoleh siswa pada kelas yang
diajar dengan metode STAD dilengkapi Modul, STAD dilengkapi LKS, dan
kelas ceramah, maka ketiga data tersebut dapat dijadikan satu dalam sebuah
data distribusi frekuensi seperti pada Tabel 33.
Tabel 33. Perbandingan Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat
Aditif Makanan Kelas STAD Dilengkapi Modul, Kelas STAD
Dilengkapi LKS, dan Kelas Ceramah
No Kelas Interval Nilai Tengah STAD Modul STAD LKS Ceramah
cv
1
2
3
4
5
6
7
8
64 - 69
70 - 75
76 - 81
82 - 87
88 - 93
94 - 99
100 - 105
106 - 111
66,5
72,5
79,5
85,5
90,5
96,5
102,5
108,5
0
2
6
17
7
6
3
0
2
1
4
14
9
7
3
1
2
4
4
9
14
8
0
0
Jumlah 41 41 41
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan
nilai afektif siswa antara kelas dengan metode STAD dilengkapi modul,
STAD dilengkapi LKS, dan kelas ceramah dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Kelas STAD
Dilengkapi Modul, Kelas STAD Dilengkapi LKS, dan Kelas
Ceramah
2. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Pokok Bahasan Zat Aditif
Makanan Menurut Motivasi Belajar Siswa
cvi
Distribusi frekuensi nilai afektif siswa dilihat dari motivasi belajar
siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok siswa dengan motivasi
belajar tinggi, sedang, dan rendah. Pada kelompok siswa dengan motivasi
belajar tinggi, rentang nilai afektifnya 86 sampai 102. Untuk lebih jelasnya
distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi
Belajar Tinggi Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
86 – 88
89 – 91
92 – 94
95 – 97
98 – 100
101 – 103
87
90
93
96
99
102
4
6
3
2
5
2
Jumlah 22
Gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai afektif siswa pada
kelompok motivasi belajar tinggi dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar
Tinggi.
cvii
Selanjutnya untuk kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang
nilai afektifnya memiliki rentang antara 70 sampai 106. Distribusi frekuensi
data nilai afektif siswa pada motivasi belajar sedang dapat dilihat pada
Tabel 35.
Tabel 35. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi
Belajar Sedang Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
7
8
70 – 74
75 – 79
80 – 84
85 – 89
90 – 94
95 – 99
100 – 104
105 – 109
72
77
82
87
92
97
102
107
2
4
19
28
13
11
2
2
Jumlah 81
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
afektif siswa pada kelompok motivasi belajar sedang dapat dilihat pada
Gambar 20.
cviii
Gambar 20. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar
Sedang
Kemudian pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah nilai
afektifnya memiliki rentang antara 64 sampai 91. Distribusi frekuensi data
nilai afektif siswa pada motivasi belajar sedang dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi
Belajar Rendah Pokok Bahasan Zat Aditif Makanan
No Kelas Interval Nilai Tengah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
64 – 68
69 – 73
74 – 78
79 – 83
84 – 88
89 – 93
66
71
76
81
86
91
3
4
6
4
2
2
Jumlah 20
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data nilai
afektif siswa pada kelompok motivasi belajar rendah dapat dilihat pada
Gambar 21.
cix
Gambar 21. Histogram Nilai Afektif Siswa Kelompok Motivasi Belajar
Rendah
Agar dapat membandingkan nilai afektif siswa pada kelompok
motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah maka ketiga data tersebut dapat
dibuat tabel perbandingan seperti dalam Tabel 37.
Tabel 37. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Jika
Dilihat dari Motivasi Belajar Siswa
No Kelas Interval Nilai Tengah Tinggi Sedang Rendah
1
2
3
4
5
6
7
8
64 – 69
70 – 75
76 – 81
82 – 87
88 – 93
94 – 99
100 – 105
106 – 111
66,5
72,5
78,5
84,5
90,5
96,5
102,5
108,5
0
0
0
2
11
6
3
0
0
2
9
30
22
14
3
1
4
5
5
4
2
0
0
0
Jumlah 22 81 20
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbandingan
nilai afektif siswa jika dilihat dari motivasi belajarnya dapat dilihat pada
Gambar 22.
cx
Gambar 22. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Dilihat dari
Motivasi Belajar
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Teknik uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama dengan desain faktorial 3 x 3.
Prasyarat yang harus dipenuhi untuk menggunakan anava tersebut adalah populasi
harus seimbang, normal, independen, dan homogen yang dapat diketahui dengan
melakukan uji prasyarat yang terdiri dari uji keseimbangan yang menggunakan
analisis variansi satu jalan dengan frekuensi sel sama, uji normalitas dengan
menggunakan uji Lilliefors, uji independen menggunakan uji Chi Kuadrat, dan uji
homogenitas dengan teknik uji Bartlett. Hasil uji prasyarat ini adalah:
1. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yang
sama antara kelas STAD yang dilengkapi modul, kelas STAD yang dilengkapi
LKS, dan kelas ceramah. Dengan menggunakan analisis variansi satu jalan
terhadap nilai pretest pada materi zat aditif makanan. Adapun hasil komputasinya
dapat dilihat pada Lampiran 25.
Tabel 38. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Satu Jalan Nilai Pretest Sumber JK Dk RK Fobs Fa Kesimpulan
cxi
Metode Mengajar (A) 141,512 2 70,756 1,326 3,07 H0A Diterima
Galat (G) 6403,805 120 53,365 - - -
Total 6545,317 122 - - - -
Dari perhitungan didapatkan harga Fobs = 1,326, sedangkan Ftabel = 3,07
berarti Fobs = 1,326ÏDK atau berada diluar daerah kritik sehingga H0 diterima.
Kesimpulannya adalah nilai rata-rata pretest kelas STAD dilengkapi modul, kelas
STAD dilengkapi LKS, dan kelas ceramah adalah sama. Dengan mengasumsikan
nilai pretest materi zat aditif makanan sebagai kemampuan awal, maka ketiga
kelas mempunyai kemampuan awal yang sama.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
melakukan analisis variansi adalah distribusi populasinya harus normal. Uji
normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors.
Hasil uji normalitas dengan tingkat signifikansi 0,05 terangkum dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 39. Rangkuman Uji Normalitas Sampel dengan Uji Lilliefors
Kelompok L0 Ltabel Kesimpulan
STAD dilengkapi Modul
Pretest 0,0869 0,1384 Normal
Postest 0,1139 0,1384 Normal
Kognitif 0,1306 0,1384 Normal
Afektif 0,1301 0,1384 Normal
Motivasi 0,1019 0,1384 Normal
STAD dilengkapi LKS
Pretest 0,1241 0,1384 Normal
Postest 0,1239 0,1384 Normal
Kognitif 0,1145 0,1384 Normal
cxii
Afektif 0,0819 0,1384 Normal
Motivasi 0,0705 0,1384 Normal
Metode Ceramah
Pretest 0,1166 0,1384 Normal
Postest 0,1026 0,1384 Normal
Kognitif 0,1234 0,1384 Normal
Afektif 0,1363 0,1384 Normal
Motivasi 0,0572 0,1384 Normal
Prestasi Kognitif
Motivasi Tinggi 0,1652 0,1840 Normal
Motivasi Sedang 0,0961 0,0984 Normal
Motivasi Rendah 0,1786 0,1900 Normal
Prestasi Afektif
Motivasi Tinggi 0,1389 0,1840 Normal
Motivasi Sedang 0,0882 0,0984 Normal
Motivasi Rendah 0,0983 0,1900 Normal
Dari tabel diatas tampak bahwa harga L0<Ltabel, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Data selengkapnya mengenai uji normalitas dapat dilihat
pada Lampiran 26.
3. Uji Independensi
Uji independensi bertujuan agar perlakuan yang diberikan kepada
masing-masing sampel independen antara satu dengan yang lainnya dan masing-
masing data amatan harus saling independen di dalam kelompoknya.
Independensi suatu populasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk melakukan analisis variansi.
Hasil uji independensi untuk prestasi belajar kognitif diperoleh:
χ2obs = 2,781 dengan χ2
0,05;4 = 9,488
Karena harga χ2obs < χ2
0,05;4 atau berada di luar daerah kritik, maka H0
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok data prestasi belajar
kognitif kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan kelas
ceramah saling independen.
cxiii
Hasil uji independensi untuk prestasi belajar afektif diperoleh:
χ2obs = 0,526 dengan χ2
0,05;4 = 9,488
Karena harga χ2obs < χ2
0,05;4 atau berada di luar daerah kritik, maka H0
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok data prestasi belajar
afektif kelas STAD dilengkapi modul, kelas STAD dilengkapi LKS, dan kelas
ceramah saling independen. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27.
4. Uji Homogenitas
Syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis variansi adalah
varians populasi harus homogen. Untuk menguji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan metode Bartlett. Hasil uji homogenitas terangkum dalam Tabel 38.
Tabel 40. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas
No Sumber χ2obs χ2
tabel Kesimpulan
1 Pretest 5,3295 5,991 Homogen 2 Postest 3,5265 5,991 Homogen 3 Prestasi Kognitif 3,8588 5,991 Homogen 4 Prestasi Afektif 2,1153 5,991 Homogen 5 Motivasi Belajar 0,1630 5,991 Homogen 6 Kognitif Berdasarkan Motivasi Belajar 5,2321 5,991 Homogen 7 Afektif Berdasarkan Motivasi Belajar 3,4189 5,991 Homogen
Tampak bahwa nilai statistik uji χ2obs tidak melampaui harga kritiknya
χ2tabel yaitu 5,991. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel pada
penelitian ini berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 29.
C. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi Sel Tak Sama
Setelah prasyarat analisis dipenuhi, maka diteruskan dengan pengujian
hipotesis penelitian. Penyajian hipotesis dilakukan dengan analisis variansi dua
cxiv
jalan dengan frekuensi sel tak sama. Perhitungan secara lengkap disajikan pada
Lampiran 30.
a. Hasil Analisis Variansi Selisih Nilai Prestasi Kognitif
Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terhadap selisih nilai
prestasi belajar kognitif materi zat aditif makanan ditinjau dari variabel-variabel
metode pengajaran dan motivasi belajar kimia siswa dirangkum dalam Tabel 41
dan Tabel 42.
Tabel 41. Rataan dan Jumlah Rataan Selisih Nilai Prestasi Kognitif.
Motivasi Tinggi Sedang Rendah Total
STAD Modul 29,0000 28,0000 26,5714 83,5714 (A1)
STAD LKS 24,2857 21,8966 17,4000 63,5823 (A2)
Ceramah 26,0000 16,0800 12,1250 54,2050 (A3)
Total 79,2857 (B1) 65,9766 (B2) 56,0964 (B3) 201,3587 (G)
Tabel 42. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Selisih Nilai Prestasi Kognitif.
Sumber JK dk RK Fobs Fα Keputusan
Metode (A) 1363,3965 2 681,6982 15,1555 3,08 H0A Ditolak
Motivasi (B) 820,6250 2 410,3125 9,1221 3,08 H0B Ditolak
Interaksi (AB) 357,5784 4 89,3946 1,9874 2,47 H0AB Diterima
Galat 5127,7475 114 44,9802
Total 7669,3474 122
b. Hasil Analisis Variansi Nilai Prestasi Afektif
Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terhadap prestasi
belajar afektif materi zat aditif makanan ditinjau dari variabel-variabel metode
pengajaran dan motivasi belajar kimia siswa dirangkum dalam Tabel 43 dan Tabel
44.
Tabel 43. Rataan dan Jumlah Rataan Nilai Prestasi Afektif.
Motivasi Tinggi Sedang Rendah Total
STAD Modul 95,2857 87,1481 81,2857 263,7196 (A1)
STAD LKS 93,2857 89,1379 71,4000 253,8236 (A2)
cxv
Ceramah 91,7500 87,8800 76,7500 256,3800 (A3)
Total 280,3214 (B1) 264,1661 (B2) 229,4357 (B3) 773,9232 (G)
Tabel 44. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Nilai
Afektif.
Sumber JK dk RK Fobs Fα Keputusan
Metode (A) 159,9184 2 79,9592 1,8180 3,08 H0A Diterima
Motivasi (B) 4097,1472 2 2048,5736 46,5772 3,08 H0B Ditolak
Interaksi (AB) 360,8199 4 90,2050 2,0509 2,47 H0AB Diterima
Galat 5013,9814 114 43,9823
Total 9631,8669 122
2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
terhadap prestasi belajar siswa pada materi zat aditif makanan dan diperoleh hasil
seperti yang tercantum diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
a. Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyatakan bahwa ada perbedaan pengaruh
penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang
dilengkapi LKS, dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
zat aditif makanan. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fobs = 15,1555 untuk
selisih nilai prestasi belajar kognitif dan Fobs = 1,8180 untuk nilai prestasi belajar
afektif. Harga Ftabel = 3,07 dengan N = 123 pada taraf signifikasi 5%, karena Fobs >
Ftabel, maka untuk prestasi kognitif H0A ditolak dan H1A diterima, sedangkan untuk
prestasi afektif H0A diterima dan H1A ditolak, karena Fobs < Ftabel. Hal ini berarti
ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD dilengkapi
modul, STAD dilengkapi LKS, dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan zat aditif makanan untuk prestasi belajar kognitif. Sedangkan
untuk prestasi belajar afektif tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan metode
cxvi
pembelajaran STAD dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS, dan ceramah
terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
b. Pengujian Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua menyatakan bahwa ada pengaruh motivasi belajar
siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan zat aditif makanan. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis
variansi dua jalan dengan sel tak sama. Dari hasil analisis data diperoleh harga
Fobs = 9,1221 untuk selisih nilai prestasi belajar kognitif dan Fobs = 46,5772 untuk
nilai prestasi belajar afektif. Harga Ftabel = 3,07 dengan N = 123 pada taraf
signifikasi 5%, karena Fobs > Ftabel, maka baik untuk prestasi belajar kognitif
maupun prestasi belajar afektif H0A ditolak dan H1A diterima. Hal ini berarti ada
pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap
prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
c. Pengujian Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga menyatakan ada interaksi antara penggunaan metode
pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan
ceramah dengan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar pada pokok
bahasan zat aditif makanan. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fobs = 1,9874
untuk prestasi belajar kognitif dan Fobs = 2,0509 untuk prestasi belajar afektif.
Nilainya di bawah harga Ftabel = 2,45 dengan N = 123 pada taraf signifikasi 5%,
dengan demikian Fobs < Ftabel sehingga baik untuk prestasi belajar kognitif maupun
prestasi belajar afektif H0AB diterima dan H1AB ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS, dan ceramah dengan motivasi
belajar siswa terhadap prestasi belajar pada pokok bahasan zat aditif makanan.
3. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi
Analisis variansi mempunyai kelemahan yaitu apabila H0 ditolak, peneliti
hanya mengetahui bahwa perlakuan-perlakuan yang diteliti memberikan pengaruh
cxvii
yang berbeda. Namun, peneliti belum bisa mengetahui manakah perlakuan-
perlakukan itu secara signifikan berbeda dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
untuk mengetahui perlakuan manakah yang memiliki perbedaan yang signifikan,
perlu dilakukan uji lanjut pasca anava yaitu dengan menggunakan Uji Scheffe.
a. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Selisih Nilai Prestasi Kognitif
Berdasarkan hasil analisis variansi untuk prestasi belajar kognitif dapat
diketahui bahwa H0A ditolak, H0B ditolak dan H0AB diterima yang berarti tidak ada
interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar siswa. Oleh karena
itu Uji Scheffe hanya dilakukan untuk Komparasi Ganda Antar Baris dan
Komparasi Ganda Antar Kolom. Perhitungan Uji Scheffe selengkapnya terdapat
dalam Lampiran 31.
Rangkuman hasil uji lanjut pasca analisis variansi prestasi belajar
kognitif dengan Uji Scheffe disajikan dalam Tabel 45 dan Tabel 46.
Tabel 45. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris Selisih Nilai Prestasi Kognitif.
Komparasi (Xi-Xj)2 1/ni + 1/nj RKG F Kritik Keputusan
m1 vs m2 399,5641 0,0488 44,9802 182,1038 6,16 Ditolak
m1 vs m3 862,3854 0,0488 44,9802 393,0374 6,16 Ditolak
m2 vs m3 87,9338 0,0488 44,9802 40,0763 6,16 Ditolak
Keterangan :
m1 = Kelas STAD dilengkapi Modul
m2 = Kelas STAD dilengkapi LKS
m3 = Kelas Ceramah
Dari Tabel dapat disimpulkan :
1. Prestasi belajar siswa kelas STAD yang dilengkapi modul dan kelas STAD
yang dilengkapi LKS menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
2. Prestasi belajar siswa kelas STAD yang dilengkapi modul dan kelas
ceramah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
cxviii
3. Prestasi belajar siswa kelas STAD yang dilengkapi LKS dan kelas
ceramah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
Tabel 46. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Selisih Nilai Prestasi Kognitif.
Komparasi (Xi-Xj)2 1/ni + 1/nj RKG F Kritik Keputusan
m1 vs m2 177,1321 0,0578 44,9802 68,1313 6,16 Ditolak
m1 vs m3 537,7436 0,0955 44,9802 125,2441 6,16 Ditolak
m2 vs m3 97,6184 0,0623 44,9802 34,8100 6,16 Ditolak
Keterangan :
m1 = Motivasi Belajar Tinggi
m2 = Motivasi Belajar Sedang
m3 = Motivasi Belajar rendah
Dari Tabel dapat disimpulkan :
1. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok
motivasi belajar sedang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
2. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok
motivasi rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
3. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar sedang dan kelompok
motivasi belajar rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
b. Hasil Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Prestasi Afektif
Berdasarkan hasil analisis variansi untuk prestasi belajar afektif dapat
diketahui bahwa H0A diterima, H0B ditolak dan H0AB diterima yang berarti tidak
ada interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar siswa. Oleh
karena itu Uji Scheffe hanya dilakukan untuk Komparasi Ganda Antar Kolom
saja. Rangkuman hasil uji lanjut pasca analisis variansi prestasi belajar afektif
dengan Uji Scheffe disajikan dalam Tabel 47.
Tabel 47. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom Nilai Prestasi Afektif.
Komparasi (Xi-Xj)2 1/ni + 1/nj RKG F Kritik Keputusan
cxix
m1 vs m2 260,9969 0,0578 43,9823 102,6663 6,16 Ditolak
m1 vs m3 2589,3545 0,0955 43,9823 616,7611 6,16 Ditolak
m2 vs m3 1206,1937 0,0623 43,9823 439,8785 6,16 Ditolak
Keterangan :
m1 = Motivasi Belajar Tinggi
m2 = Motivasi Belajar Sedang
m3 = Motivasi Belajar rendah
Dari Tabel dapat disimpulkan :
1. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok
motivasi belajar sedang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
2. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar tinggi dan kelompok
motivasi rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
3. Prestasi belajar siswa kelompok motivasi belajar sedang dan kelompok
motivasi belajar rendah menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
Berdasarkan hasil analisis variansi dan uji lanjut setelah analisis variansi,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Nilai rataan marginal yang diperoleh menunjukkan bahwa rataan untuk kelas
STAD yang dilengkapi modul lebih tinggi dibandingkan kelas STAD yang
dilengkapi LKS maupun kelas ceramah dan rataan untuk kelas STAD yang
dilengkapi LKS lebih tinggi dari kelas ceramah. Sehingga dapat dikatakan
bahwa prestasi belajar kognitif kelas STAD yang dilengkapi modul lebih baik
dibandingkan prestasi belajar kognitif kelas STAD yang dilengkapi LKS
maupun kelas ceramah dan prestasi belajar kognitif kelas STAD yang
dilengkapi LKS lebih baik daripada prestasi belajar kognitif kelas ceramah
baik secara umum maupun jika ditinjau dari motivasi belajar siswa.
2. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar
kognitif dan afektif yang secara signifikan lebih baik daripada siswa yang
memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah. Siswa yang memiliki
motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar kognitif dan afektif yang
lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah baik secara
umum maupun jika ditinjau dari metode pembelajarannya.
cxx
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh
penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan STAD yang
dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar siswa. (2) Pengaruh motivasi belajar
kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. (3) Interaksi
antara penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul dan
STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar
siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas 8C sebagai
kelas dengan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, kelas 8B
sebagai kelas dengan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi LKS, dan
kelas 8A sebagai kelas dengan metode ceramah (kelas kontrol).
1. Hipotesis Pertama
Pada hipotesis pertama, didapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan
pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD
yang dilengkapi LKS, dan ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada pokok
bahasan zat aditif makanan untuk prestasi belajar kognitif. Sedangkan untuk
prestasi belajar afektif tidak ada.
Dari hasil uji lanjut Anava untuk prestasi belajar kognitif pada uji
komparasi ganda dengan metode Scheffe dapat disimpulkan bahwa pengaruh
metode pembelajaran memberikan perbedaan yang signifikan terhadap prestasi
belajar siswa. Berdasarkan diskripsi data dapat diketahui :
a) Rerata prestasi belajar kognitif untuk siswa yang diajar dengan metode STAD
dilengkapi modul, STAD dilengkapi LKS, dan metode ceramah berturut-turut
sebesar 28,17; 21,76; dan 17,24.
b) Selisih rerata prestasi belajar kognitif antara siswa yang diajar dengan metode
STAD dilengkapi modul dan metode ceramah sebesar 10,93.
c) Selisih rerata prestasi belajar kognitif antara siswa yang diajar dengan metode
STAD dilengkapi LKS dan metode ceramah sebesar 4,52.
cxxi
Hal ini menunjukkan bahwa pada pokok bahasan zat aditif makanan
siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul prestasi belajar
kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode
STAD yang dilengkapi LKS maupun dengan metode ceramah. Sedangkan siswa
yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi LKS prestasi belajar
kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode
ceramah.
Sedangkan dengan melihat diskripsi data untuk prestasi belajar afektif,
nilai rerata untuk pembelajaran dengan metode STAD yang dilengkapi modul,
STAD yang dilengkapi LKS, dan metode ceramah berturut turut sebesar 87,54;
87,68; dan 86,37. Hal ini menunjukkan bahwa pada pokok bahasan zat aditif
makanan siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul, STAD
yang dilengkapi LKS maupun dengan metode ceramah memberikan efek yang
sama terhadap prestasi belajar afektifnya.
Siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul prestasi
belajar kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan
metode STAD yang dilengkapi LKS maupun dengan metode ceramah. Hal ini
karena pembelajaran dengan metode STAD dilengkapi modul akan memberikan
kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara masing-masing karena setiap
siswa akan menggunakan cara yang berbeda untuk memecahkan masalah tertentu
berdasarkan latar belakang dan kebiasaan masing-masing. Dengan sistem modul,
siswa yang mengikuti pembelajaran kimia lebih banyak mendapat kesempatan
untuk belajar kimia secara mandiri maupun diskusi dalam kelompok, membaca
uraian, dan petunjuk dari lembar kegiatan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, serta
melaksanakan tugas-tugas yang harus diselesaikan.
Sedangkan pembelajaran menggunakan metode STAD dilengkapi LKS,
siswa dituntut untuk berperan aktif dalam mengerjakan soal-soal dan latihan yang
terdapat dalam lembar kerja secara berkesinambungan baik individu maupun
dalam kelompok sehingga diharapkan pemahaman pelajaran kimia pada pokok
bahasan zat aditif makananan dapat menjadi lebih meningkat, tetapi kelemahan
penggunaan LKS dalam kelompok adalah hanya beberapa siswa yang aktif
cxxii
mengerjakan soal-soal dan latihan dalam LKS sedangkan siswa yang lain
cenderung hanya menyalin jawaban, sehingga akan berpengaruh pada pancapaian
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tersebut. Hal ini menyebabkan
metode STAD yang dilengkapi LKS menghasilkan rerata prestasi belajar kognitif
yang lebih rendah dibandingkan dengan metode STAD yang dilengkapi dengan
modul.
Selain keunggulan metode STAD dilengkapi modul terhadap metode
STAD dilengkapi LKS, kedua metode pembelajaran tersebut juga menghasilkan
prestasi belajar kognitif yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode
ceramah. Dalam pembelajaran menggunakan metode ceramah, proses mental
yang terjadi adalah siswa hanya menganalisis data yang diberikan oleh guru,
proses pembelajarannya lebih bersifat teacher centered. Keterbatasan lainnya
adalah dalam ceramah guru sering melantur keluar pokok bahasan, sehingga
menyebabkan materi tidak terfokus. Ketidakfokusan terhadap materi juga
diakibatkan oleh rasa bosan siswa dalam mendengarkan ceramah guru, sehingga
siswa menjadi melamun dan tidak konsentrasi terhadap pelajaran.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diyakini bahwa pembelajaran
kimia pokok bahasan zat aditif makanan menggunakan metode STAD yang
dilengkapi modul dapat menghasilkan prestasi belajar kognitif yang lebih baik
dibandingkan metode STAD yang dilengkapi LKS maupun metode ceramah,
namun memiliki pengaruh yang sama pada prestasi belajar afektifnya.
2. Hipotesis Kedua
Pada hipotesis kedua, didapatkan kesimpulan bahwa ada pengaruh
motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi
belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan baik untuk prestasi belajar
kognitif maupun afektif.
Dari hasil uji lanjut Anava untuk prestasi belajar kognitif dan afektif
pada uji komparasi ganda dengan metode Scheffe dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi belajar siswa.
cxxiii
Melihat deskripsi data, siswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki
rerata prestasi belajar kognitif sebesar 26,41 dan prestasi belajar afektif sebesar
93,36. Siswa dengan motivasi belajar sedang memiliki rerata prestasi belajar
kognitif sebesar 22,14 dan prestasi belajar afektif sebesar 88,16. Sedangkan siswa
dengan motivasi belajar rendah memiliki rerata prestasi belajar kognitif sebesar
18,50 dan prestasi belajar afektif sebesar 77,00.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pokok bahasan zat aditif
makanan, siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi
belajar kognitif dan afektif yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang
memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai
motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar kognitif dan afektif yang
lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah,
baik bagi siswa yang diajar dengan metode STAD yang dilengkapi modul, STAD
yang dilengkapi LKS maupun siswa yang diajar dengan metode ceramah.
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah
atau semangat belajar, sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
mempunyai energi lebih banyak untuk belajar dibandingkan dengan siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah. Menurut Hamzah B. Uno (2008: 28) seorang
anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya
dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil baik. Sebaliknya,
apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia
tidak tahan lama belajar.
Seseorang yang mempunyai motivasi belajar tinggi memiliki rasa ingin
tahu yang besar, dapat berpikir kreatif, ingin selalu berperan, tidak mudah putus
asa, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan mempunyai keinginan untuk
memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi. Selain itu mereka juga akan
bertanya jika yang disampaikan guru kurang jelas atau mereka akan membaca
sendiri pada buku referensi yang ada dan pada akhirnya mereka akan lebih paham
mengenai materi maupun konsep-konsep yang disampaikan guru.
Sedangkan siswa yang motivasi belajarnya rendah maka akan kurang
bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar, bersikap masa bodoh, merasa
cxxiv
bosan dengan materi pelajaran dan soal-soal yang diberikan, serta cenderung tidak
mempunyai keinginan untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Sehingga siswa yang
mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang maupun rendah.
3. Hipotesis Ketiga
Pada hipotesis ketiga, didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada interaksi
antara metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul, STAD yang
dilengkapi LKS dan ceramah dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar
siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan, baik prestasi belajar kognitif
maupun afektif.
Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh perbedaan metode pembelajaran dengan tingkat motivasi belajar
terhadap prestasi belajar siswa. Metode pembelajaran yang digunakan, baik STAD
yang dilengkapi modul, STAD yang dilengkapi LKS maupun ceramah, siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang
maupun rendah.
Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi
belajar rendah kurang memberikan pengaruh yang besar terhadap prestasi
belajarnya, prestasi belajar mereka tidak menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Penggunaan metode pembelajaran juga tidak menunjukkan kepedulian
dengan motivasi belajar dalam pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.
Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi
belajar dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
a) Keterbatasan kontrol terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan hasil belajar yang berasal dari diri siswa selain motivasi. Hal ini karena
masih banyak faktor-faktor yang lain seperti bakat, minat, kecerdasan,
kebiasaan, kemampuan kognitif, dan sebagainya yang semuanya juga
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sesuai yang dikemukakan oleh
cxxv
Ngalim Purwanto (1990: 107), bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa adalah faktor yang berasal dari
dalam dan faktor yang berasal dari luar.
§ Faktor yang berasal dari dalam berupa karakteristik yang dimiliki oleh
siswa, baik fisiologis maupun psikologis. Karakteristik fisiologis meliputi
kondisi fisik dan panca inderanya, sedangkan yang menyangkut psikologis
adalah minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif,
dan sebagainya.
§ Faktor yang berasal dari luar berupa lingkungan dan instrumental. Faktor
lingkungan meliputi alam dan sosial, sedangkan faktor instrumental atau
faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi adalah kurikulum atau
bahan pelajaran, metode pembelajaran, guru yang memberikan pengajaran,
sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang
bersangkutan.
Berbagai faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam
menghasilkan keluaran tertentu dalam hal ini adalah prestasi belajar siswa.
Namun karena penelitian ini hanya bersifat semi eksperimen sehingga
pembahasan mengenai hal tersebut juga hanya terbatas pada motivasi saja.
b) Motivasi bersifat fluktuatif dan lebih dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu
faktor yang berasal dari diri siswa dan faktor ekstrinsik, yang berasal dari
luar. Sehingga motivasi cenderung berubah-ubah sesuai dengan faktor yang
mempengaruhinya, dari mana dan untuk apa motivasi itu diberikan. Hamzah
B. Uno (2008: 10) mengemukakan bahwa, “Motivasi adalah dorongan
internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, yang dipengaruhi oleh: (1) adanya hasrat dan dorongan untuk
melakukan kegiatan, (2) adanya harapan dan cita-cita, (3) penghargaan dan
penghormatan, (4) adanya lingkungan yang baik, dan (5) adanya kegiatan
yang menarik”. Oleh karena itu, siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar
yang berubah-ubah tidak akan terpengaruh dengan penggunaan metode
pembelajaran yang diterapkan.
Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi
cxxvi
belajar juga ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Dwi Puji Rahayu (2009: 55)
yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa
pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Selanjutnya, Seran
Daton Gregorius (2009: 99) dalam tesisnya juga menyatakan bahwa tidak ada
interaksi antara motivasi belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
Jigsaw II terhadap prestasi belajar fisika siswa pada pokok bahasan listrik statis.
Berbagai uraian di atas memperkuat hasil penelitian ini bahwa memang
tidak ada interaksi antara metode pembelajaran STAD dilengkapi modul, STAD
dilengkapi LKS dan ceramah dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar
siswa. Disamping itu dalam menentukan hipotesis ketiga peneliti hanya
berdasarkan asumsi dan referensi-referensi yang ada tentang interaksi tersebut
masih sangat terbatas, sehingga hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis yang
diajukan.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu
pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS terhadap prestasi belajar
siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan untuk prestasi belajar kognitif.
Penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul lebih baik
daripada metode STAD yang dilengkapi LKS, dengan Fobs > Ftabel = 15,1555
> 3,08. Sedangkan untuk prestasi belajar afektif tidak ada perbedaan pengaruh
penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa dengan Fobs
< Ftabel = 1,8180 < 3,08.
cxxvii
2. Ada pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah
terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan zat aditif makanan. Siswa
yang mempunyai motivasi belajar tinggi memperoleh prestasi belajar kognitif
dan afektif yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar
sedang maupun rendah, dengan Fobs > Ftabel = 9,1221 > 3,08 untuk aspek
kognitif dan Fobs > Ftabel = 46,5772 > 3,08 untuk aspek afektif.
3. Tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran STAD
yang dilengkapi modul dan STAD yang dilengkapi LKS dengan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada pokok bahasan
zat aditif makanan, dengan Fobs < Ftabel = 1,9874 < 2,47 untuk aspek kognitif
dan Fobs < Ftabel = 2,0509 < 2,47 untuk aspek afektif.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, implikasi yang disampaikan oleh peneliti
adalah :
1. Penggunaan metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul berpengaruh
terhadap prestasi belajar, sehingga bagi guru untuk menggunakan metode
pembelajaran yang sesuai agar pencapaian belajar dapat maksimal. Materi zat
aditif makanan yang terdapat dalam modul sudah lengkap dan terdapat
rangkuman serta tugas-tugas, sehingga siswa lebih berkonsentrasi dalam
mempelajari, memahami, dan berusaha menguasai konsep secara lebih terarah
dan bermakna.
2. Motivasi belajar juga berpengaruh terhadap prestasi belajar. Siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi akan memiliki keinginan yang kuat dan tidak
mudah menyerah. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
guru untuk lebih meningkatkan motivasi belajar siswa agar dapat tercapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
107
cxxviii
C. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan dan implikasi hasil penelitian maka peneliti
dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pada pembelajaran untuk materi zat aditif makanan, sebaiknya menggunakan
metode pembelajaran STAD yang dilengkapi modul. Agar pelaksanaan
metode pembelajaran dapat berjalan dengan baik, maka sekolah perlu
mengusahakan tersedianya kelengkapan lain yang mendukung proses
pembelajaran seperti laboratorium lengkap dengan peralatannya dan bila
memungkinkan komputer multimedia dan internet.
2. Guru perlu memperhatikan motivasi belajar siswa karena motivasi belajar
berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Guru dapat
melakukan pengukuran motivasi belajar siswa sehingga dapat diketahui tinggi
rendahnya motivasi belajar dan guru dapat membangkitkan motivasi belajar
siswanya. Guru dapat mengusahakan agar penyajian pembelajaran kimia yang
menarik, menumbuhkan hasrat siswa untuk belajar, memberikan pujian bagi
siswa yang melaksanakan tugas dengan baik, dan lain-lain.
3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan metode
pembelajaran yang lebih pada setiap materi yang diajarkan kepada siswa
dalam kaitannya untuk meningkatkan prestasi belajar bagi siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah.
DAFTAR PUSTAKA
cxxix
A. Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Arends, Richard. 1997. Classroom Instructions and Management. Boston: Massachusetts Burr Ridge.
Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Djago Tarigan. 1990. Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung : Angkasa.
Dwi Puji Rahayu. 2009. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun 2007/2008. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
E. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
_________. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
F. G. Winarno. 2002. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Rineka cipta.
Gazi, Zehra A. 2009. Implementing Constructivist Approach Into Online Course Designs in Distance Education Institute at Eastern Mediterranean University, The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET April 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 2 Article 7.
Hamzah B. Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.
http://organisasi.org/teknik_dan_teknologi_pengawetan_pada_makanan_pendinginan_pengasapan_pengalengan_pengeringan_pemanisan_dan_pengasinan diakses 20 Februari2009
http://teknofood.blogspot.com/2007/04/pewarna_makanan.html diakses 20 Februari2009
http://www.suramerdeka.com/harian/0512/19/opi02.htm. diakses 20 Februari2009
http://www.suramerdeka.com/harian/0601/02/nas09.htm. diakses 20 Februari2009
Koo Ah Choo, Ahmad Rafi Mohamed Eshaq, Khairul Anuar Samsudin, dan Balachandher Krishnan Guru. 2009. An Evaluation of A Constructivist Online Collaborative Learning Activity: A Case Study on Geometry. The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET January 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 1 Article 2.
I. Wayan Santyasa. 2009. Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan Modul. Klungkung : Universitas Pendidikan Ganesa.
110
cxxx
Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.
Michael Purba. 2006. IPA Kimia untuk Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Moh. Uzer Usman. 1993. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moh. Nazir. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.
Mulyati Arifin. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Bandung: Erlangga.
Mulyati Arifin dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar: Salah Satu Pelaksanaan Belajar Mengajar: Teknik Penyajian. Jakarta: Rineka Cipta.
Nana Sudjana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ngalim Purwanto.1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
_____________ . 2002. Psikologi Pendidikan: Cetakan Kelima. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Poerwodarminto, W. J. S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Puslata. 2007. Pengembangan Bahan Ajar, Modul 3 : Pengembangan dan Pemanfaatan Media Cetak: Modul, Handout dan LKS dalam Pembelajaran. Tangerang: Digital Library PUSLATA Universitas Terbuka.http://pustaka.ut.ac.id/learning.php?m=learning2&id=31.
Robertus Angkowo & A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta : Grasindo.
Roestiyah. N. K. 2001. Didaktik Metodik. Jakarta : Bumi Aksara.
Saifuddin Azwar. 2006. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sardiman. 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sari Damayanti. 2008. Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Ikatan Kimia Melalui Collaborative Learning Dilengkapi Media LKS pada Siswa Kelas X SMA Al-Muayyad Surakarta. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Seran Daton Gregorius. 2009. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw II Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Sikap Sosial Siswa (Stusi Kasus Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Listrik Statis
cxxxi
pada Siswa Kelas XII-1A Semester 1 Tahun Ajaran 2008/2009 SMA Taruna Nusantara Magelang. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Second Edition. United States of America : Johns Hopkins University.
_____________ . 1997. Educational Psychology Theory and Practice. Fifth Edition. United States of America : Johns Hopkins University.
_____________ . 2008. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Asiman and Schuster Co.
Sosialisasi KTSP. 2007. Pengembangan Bahan Ajar. http://203.130.201.221 /materi_rembuknas2007/Komisi%201/Subkom-3-KTSP/SD/powerpoint/ 11_pengembangan_bahan_ajar.ppt. .
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Penerbit Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
_____________. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
_____________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Syaifudin Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Winkel W. S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
_________ . 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Wisnu Cahyadi. 2007. Analisis Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Zainal Arifin. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.