Post on 22-Jun-2021
RELIGIOSITAS DALAM NOVEL API TAUHID KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
OLEH
Umianti
105331117416
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2020
i
ABSTRAK
Umianti (105331117416). “Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya
Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi
Selatan, 2020. Dibimbing oleh Hambali dan Andi Syamsul Alam.
Penelitian ini menggunakan aspek religiositas dengan pendekatan
Sosiologi Sastra. Hal ini melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan (1) aspek iman dalam novel Api
Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy, (2) aspek Islam dalam Novel Api
Tauhid, dan (3) aspek akhlak dalam Novel Api Tauhid. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan merupakan
pendekatan sosiologi sastra. Sedangkan data berupa kalimat, paragraf, ataupun
dialog yang menunjukkan aspek religiositas. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka serta dokumen, sedangkan
teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Aspek Iman merupakan
kepercayaan seseorang diucapkan baik dengan lisan maupun tulisan, kemudian
ditasdidkan dalam hati, dan diamalkan dalam perbuatan, (2) Aspek Islam
mengandung makna yang luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek Islam
dalam arti konsep merupakan agama yang bersifat ketuhanan, yang yang
diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad Saw, (3) Aspek akhlak
dipengaruhi oleh berbagai sikap karakter dalam tokoh novel.
Kata kunci: Aspek, religiositas, iman, Islam, akhlak.
ii
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Menyia-nyiakan waktu lebih buruk dari kematian. Karena kematian
memisahkanmu dari dunia, sementara menyia-nyiakan waktu memisahkanmu dari
Allah.
(Imam bin Qayim)
Persembahan
Ketika dunia menutup pintu untuk saya, berdasarkan nama Ar-Rahim,
Allah menciptakan cerminanNya berupa orang tua yang juga dengan kasih
sayangnya sama-sama berjuang bersamaku meraih pencapaian ini.
Kupersembahkan skripsi ini kepadanya yang sebagian besar tenaganya terwujud
di sini.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillah
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy.” Skripsi
ini disusun untuk memenuhi syaratan memperoleh gelar Sarjana pada Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan.
Salah satu dari sekian banyak pertolongan-Nya yang diberikan kepada
penulis yaitu uluran tangan, bantuan, pertolongan serta dukungan dari berbagai
pihak. Karena itu merupakan suatu kewajiban penulis untuk menghatarkan dan
mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Hambali, S.Pd.,M.Hum. Pembimbing I
dan Andi Syamsul Alam, S.Pd., M.Pd. pembimbing II. Tidak lupa penulis juga
menyampaikan terima kasih yang telah memberikan bantuan baik langsung
maupun tidak langsung, baik selama penulis menempuh pendidikan ataupun
dalam proses penyelesaian. Kepada Kedua orang tua Ayahanda Majid dan Ibunda
Kasmia yang tulus ikhlas membesarkan dan memberikan kasih sayangnya disertai
doa demi kesuksesan penulis demi meraih cita-cita dan saudara-saudaraku yang
selalu saya banggakan yang telah memberikan jasa dan cinta yang tak ternilai
harganya.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas
kepada: Prof. Dr. H. Ambo Asse., M. Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah
iv
Makassar. Erwin Akib, M.Pd, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr. Munirah, M.Pd. Ketua
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
Makassar. Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing
dalam perkuliahan sebagai bekal ilmu. Dan semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Tiada kata yang
pantas untuk penulis sampaikan selain mohon maaf atas segala kesalahan dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Makassar, September 2020
Umianti
v
DAFTAR ISI
SAMPUL ..................................................................................................... i
LEMBAE PENGESAHAN ......................................................................... ii
PERSETUJIAN PEMBIMBING ............................................................... iii
KAETU KONTROL I ................................................................................ iv
KARTU KONTROL II ............................................................................... v
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Peneltian .............................................................................. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 8
A. Kajian Pustaka................................................................................... 8
1. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................... 8
2. Hakikat Sastra dan Karya Sastra.......................................................... 9
3. Pengertian Novel ............................................................................... 12
a. Unsur Intrsinsik ........................................................................... 13
b. Unsur Ekstrinsik .......................................................................... 15
vi
4. Pengertian Religiositas.......................................................................... 16
5. Religiositas dalam Sastra...................................................................... 20
6. Aspek-Aspek dalam Religiositas........................................................... 22
a) Iman................................................................................................. 22
b) Islam................................................................................................ 29
c) Akhlak............................................................................................ 31
7. Sosiologi Sastra.................................................................................... 35
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 40
A. Rancangan Penelitian ........................................................................ 40
B. Data dan Sumber Data ....................................................................... 41
C. Fokus Penelitian ................................................................................ 41
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 41
E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 43
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 43
B. Pembahasan ...................................................................................... 64
BAB V KESIMPULAN............................................................................... 71
A. Kesimpulan ....................................................................................... 71
B. Saran ................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 74
Lampiran
Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia tidak terlepas dari yang namnya sastra. Sastra
merupakan hasil karya manusia yang mengungkapkan suatu pengalaman dengan
berbagai bahasa yang mengesankan atau dengan kata lain yaitu seni. Karya sastra
juga memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan karena dengan membaca
karya sastra, pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menambah wawasan
dalam suatu karya sastra yang mencangkup dalam kehidup serta berguna dari
berbagai kalangan masyarakat.
Menurut pendapat Sugihastuti (2007: 81-82) karya sastra adalah media
yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan
pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk
menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca.
Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap
berbagai masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan
melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena
sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang
dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur,
menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara
yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga pesan
disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.
2
Jenis-jenis karya sastra salah satunya adalah novel. Novel merupakan
karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas sistematika kehidupan
seseorang atau beberapa orang tokoh (Tarigan, 2011:60). Novel adalah salah satu
karya sastra yang bebas untuk diungkapkan segala aspek kehidupan antarmanusia
yang menceritakan serta menggambarkan berbagai aturan dan norma-norma
kehidupan dalam interaksinya dalam lingkungan, hingga dalam sebuah novel
memiliki nilai-nilai kehidupan yang bisa menggugah hati serta pikiran seorang
pembacanya melalui novel, pengarang dapat menyisipkan nilai-nilai yang positif.
Dalam sebuah novel terdapat beberapa nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, nilai-nilai tersebut adalah strategi pengarang untuk menyampaikan
pesan-pesan kepada pembacanya. Dalam sebuah novel dan karya fiksi, kita tidak
hanya menemukan satu nilai saja, tetapi berbagai macam nilai yang telah
disampaikan oleh pengarangnya. Adapun nilai-nilai tersebut, seperti nilai sosial,
nilai moral, nilai estetika, nilai pendidikan, nilai politik, nilai budaya, dan nilai
religius yang biasa juga disebut religiositas.
Novel-novel religi sastra Indonesia tahun 2000-an yang banyak
mengontruksikan ajaran Islam tersebut juga menunjukkan adanya kepedulian para
pengarang sastra Indonesia terhadap berbagai problematik kehidupan masyarakat
Indonesia. Sastra senantiasa mengungkapkan kehidupan yang luas, mendalam dan
juga kehidupan manusia yang penuh tantangan serta perjuangan. Sastra juga
berisikan cerita kemanusiaan, isyarat keimanan, cinta kasih, kejujuran dan realita.
pembahasan karya sastra islami dalam sebuah novel dapat kita temui
religiositas yang bisa menguatkan dan meningkatkan keimanan kita kepada
3
Tuhan dengan harapan pesan dalam novel tersebut bisa kita jadikan pembelajaran
dan motivasi serta memberikan pengetahuan dan wawasan, serta pencerahan ke
arah hidup yang lebih baik serta taat kepada Tuhan.
Sebagian orang berpendapat bahwa novel islami hanya buku agama
yang berisi norma agama sebagai dakwah tanpa mengindahkan segi
keestetikaannya. Novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy menepis
anggapan tersebut jika ada karena novel Api Tauhid karya Habiburrahman El
Shirazy ini merupakan sebuah novel islami sekaligus novel pembangun jiwa yang
di dalamnya memiliki nilai religiositas tanpa meninggalkan segi keestetikaannya.
Novel roman dan sejarah yang mengisahkan seorang pemuda yang diajak oleh
temannya yang berasal dari Turki untuk menghibur tokoh utama yang baru saja
menikah dan mengalami masalah dalam rumah tangganya. Dari situlah mereka
mulai belajar mengenai sejarah islam di Turki yang menonjolkan tokoh Islam dari
turki yaitu Badiuzzaman Said Nursi yang dahulu memperjuangkan islam di Turki.
Sejarah Islam di Turki yang menonjolkan kisah seorang tokoh pejuang islam dari
Turki yaitu Badiuzzaman Said Nursi. Kisah antara roman dan sejarah yang
tergambarkan oleh setiap tokohnya membuat daya tarik tersendiri untuk pembaca
yang menunjukan keromantisan cinta dan sejarah. Novel ini berisi cinta yang
dibarengi dengan taat terhadap Tuhan dan juga memuat informasi sejarah islam.
Tema inti dari novel ini yakni bertemakan sejarah yang kisah cinta dari
novel tersebut tidak terlalu ditonjolkan. Bisa dilihat dari judul novel Api Tauhid
(sebuah novel pembangun keimanan) dari sebuah sejarah. Maka tema novel
4
tersebut bukan hanya bertemakan cinta antarmanusia melainkan juga cinta
manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya.
Novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy ini di dalamnya
mengandung banyak sekali religiositas yang dicerminkan oleh para tokohnya.
Dalam novel Api Tauhid ini menggambarkan terutama tentang kehidupan
tokoh utama yang sangat religius yaitu tokoh Fahmi, ia selalu taat terhadap
peraturan agama, cerdas, iman yang teguh, mengetahui aturan yang mahrom serta
yang tidak mahrom, serta sangat mencintai keluarganya.
Keunikan novel ini yaitu kemampuan Habiburrahman El Shirazy selaku
pengarangnya ia mampu meramu praktik kesalehan sosial dengan berbagai
inspirasi hinggaa menjadi layaknya kisah nyata. Novel ini terhubung dengan nilai
religius yang dapat dijadikan pembelajaran kepada pemuda-pemuda muslim
dalam beribadah dan bersosialisasi. Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2007:
327) religiositas bersifat mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari agama yang
tampak, formal ajaran-ajaran dan pertautan-pertautan. Religiositas disebut sebagai
inti kualitas hidup manusia karena ia adalah dimensi yang berada di dalam lubuk
hati sebagai riak getaran nurani pribadi dan menepas intimitas jiwa
(Mangunwijaya 1982:11).
Penelitian ini, menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Analisis
sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi sastra. Tujuan
sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya
masyarakat. Melalui kajian sosiologi sastra, peneliti dapat meneliti aspek iman,
Islam, Akhlak, dan muamalah yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan
5
tercermin dari dialog tokoh-tokoh dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman
El-Shirazi. Di dalam karya sastra juga diungkapkan nilai-nilai yang baik dan
bermanfaat. Penulis bukan hanya menulis karya sastra sebagai karya yang
dinikmati semata, namun penulis juga menyisipkan pesan terhadap pembaca salah
satunya mengenai nilai moral yang berwujud nilai-nilai religius.
Religiositas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan,
keyakinan, pelaksanaan, dan penghayatan atas agama islam. Religiositas diartikan
lebih luas daripada agama. Religiositas merupakan suatu keyakinan yang
berkaitan dengan emosi dan kepercayaan diwujudkan ke dalam berbagai macam
tindakan yang mencerminkan sikap baik dan benar dalam menjalani kehidupan
sosial. Kata religius dengan agama berkaitan erat, berdampingan, bahkan dapat
melebur dalam satu kesatuan, nama sebenarnya keduanya menyaran kepada
makna yang berbeda (Nurgiyantoro, 2010:326-327)
Dalam pembahasan novel ini banyak mengontruksikan ajaran islam
yang berkembang dalam masyarakat baik yang bersumber dari ajaran Al-Quran
ataupun Hadist. Ajaran islam tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga aspek,
yaitu: (1) ajaran islam yang berhubungan dengan Iman (2) ajaran islam yang
bersangkutan dengan Islam (3) ajaran islam yang berhubungan dengan Akhlak
(Supratno, 2016: 3).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini penulis
mengangkat sebuah judul Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya
Habiburrahman El Shirazy Penulis memilih religiositas sebagai fokus penelitian
ini dikarenakan penelitian dianggap sebagai nilai yang bisa memengaruhi
6
pembaca dalam bidang agama, membentuk karakter pribadi atau moral seseorang,
religiositas juga menjadi faktor yang dapat mengarahkan manusia ke arah jalan
yang lebih baik serta bisa menumbuhkan keimanan seseorang bahkan mampu
menambah keimanan seseorang terhadap Tuhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah religiositas dalam
novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah mendeskripsikan religiositas yang terkandung dalam novel
Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah manfaat teoritis
dan praktis.
1. Manfaat teoritis
Memperkaya referensi dalam menambah pengetahuan dan wawasan
tentang religiositas dalam suatu karya novel.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Yang merupakan calon pendidik bahasa dan sastra Indonesia,
penelitian ini dijadikan bekal dalam memberi materi pelajaran bahasa Indonesia
dibidang kesastraan.
7
b. Bagi mahasiswa
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai memotivasi ide atau gagasan untuk
lebih kreatif dalam melakukan penelitian selanjutnya demi kemajuan jurusan dan
pribadi.
c. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat membantu dalam memberikan informasi terhadap
penelitian yang sejenis oleh peneliti yang lain.
d. Bagi pendidik
Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA, Penelitian ini
diharapkan dapat menambah referensi bahan ajar untuk mengembangkan ilmu
sastra.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian yang Relevan
Keberhasilan sebuah penelitian bergantung pada teori yang
mendasarinya. Karena teori merupakan landasan suatu penelitian yang tersebar di
berbagai pustaka yang mempunyai kaitan dengan masalah yang dibahas. Untuk
itu, dalam usaha menunjang pelaksanaan dan penyelesaian analisis ini perlu
mempelajari pustaka yang berkaitan. Penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini Shinta Dewi. 2011. Analisis Struktur dan Religiusitas dalam Novel
Kubah Karya Ahmad Tohari. Skrpsi. Universitas Diponegoro Selatan. Kubah
adalah novel pertama karya Ahmad Tohari yang mengisahkan masalah kehidupan
tokoh Karman dengan latar belakang peristiwa 30 September 1965. Dalam novel
ini Ahmad Tohari melukiskan penderitaan, pengalaman lahir batin, serta
kehidupan religi tokoh Karman ketika bergabung dengan partai komunis.
Zuhrotun (2018) meneliti “ Religiusitas Tokoh Sofia dalam Novel Jean
Sofia Karya Leyla Hana: Kajian Sosiologi Sastra “. Tesis.Universitas Diponegoro
Selatan. Sofia Jean Novel Hana Leyla bekerja lebih menarik karena mengajarkan
esensi religiositas, yang merupakan tindakan yang didasarkan pada perilaku baik
yang digambarkan dalam tokoh-tokoh Sofiaseperti kesabaran, ketulusan, dan
religiusitas.
Nur Mila (2016) meneliti “Religiositas dalam Novel Hujan Bulan Juni
Karya Sapardi Djoko Damono dan Rancangan Pembelajarannya di Sekolah
9
Menengah Atas (SMA). Skripsi. Universitas Lampung. Novel Bulan Juni
merupakan hasil karya seorang penulis pria yang luar biasa bernama Sapardi
Djoko Damono. Novel ini mempersembahkan sebuah alur cerita yang menarik,
mengisahkan tentang tokoh laki-laki bernama Sarwono dan tokoh perempuan
bernam Pinkan. Tokoh Sarwono digambarkan memiliki karakter pekerja keras dan
religios, karena karakter itulah Sarwono terus bekerja keras demi menghidupi
dirinya sendiri tanpa melibatkan keluarganya. Sedangkan tokoh Pinkan
digambarkan memiliki karakter yang ambisius dan religios. Karena karakter itulah
Pinkan selalu berusaha mencapai apa yang ia inginkan selama hidupnya.
2. Hakikat Sastra dan Karya Sastra
Sastra secara etimologi berasal dari bahasa-bahasa Barat (Eropa) seperti
literature (bahasa Inggris), litterature (bahasa prancis), literatur (bahasa Jerman),
literatuur (bahasa Belanda) semuanya berasal dari kata literatura (bahasa Latin)
yang berarti tercipta dari terjemahan kata grammatika bahasa Yunani). Litteratura
dan grammatika masing-masing berdasarkan kata “littera” dan “gramma” yang
berarti huruf (tulisan atau letter). Dalam bahasa Prancis, dikenal adanya istilah
belles-lettres tersebut juga digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata serapan,
sedangkan dalam bahasa Belanda terdapat istilah belletrie untuk merujuk makna
belles-lettres. Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari
Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas, berarti mengarahkan,
mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut terdapat akhiran tra
yang biasa digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana. Sehingga, sastra
berarti sarana atau alat dalam mengajar, atau petunjuk serta pengajaran.
10
Saryono (2009 ; 18) Sastra merupakan kemampuan dalam merekam
sebuah pengalaman yang empiris-natural dan pengalaman yang nonempiris-
supernatural, dengan kata lain sastra bisa menjadi saksi dan pengomentar
kehidupan manusia.
Menurut Saryono (2009; 16-17) sastra tidak sekadar artefak (barang
mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra
berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik,
ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu
menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan
penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani
manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan
mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam
usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya (Saryono, 2009; 20).
Dunia sastra bisa mengetahui karya sastra yang berdasarkan cerita atau
kenyataan. Karya tersebut menurut Abrams ( via Nurgyantoro, 2009:4) disebut
sebagai fiksi historis (historcal fiction) jika penulisannya melalui fakta sejarah,
fiksi biografis (biografical fiction)dan berdasarkan fakta biografis, dan fiksi sains
(science fiction) juga penulisannya berdasarkan kepada ilmu pengetahuan. Ketiga
jenis ini disebut fiksi non fiksi (nonfiction fiction).
menurut pandangan Sugihastuti (2007: 81-82) karya sastra merupakan
media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan
pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk
menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca.
11
Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap
berbagai masalah yang di amati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan
melalui teks kepada pembaca merupakan gambara tentang berbagai fenomena
sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang
dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur,
menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara
yang unik, yaitu menuliskan dalam bentuk naratif. Sehingga pesan disampaikan
kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.
Dengan rinci jenis-jenis sastra menurut Sumardjo & Saini (1997: 18-19)
digambarkan kedalam diagram berikut;
12
3. Pengertian Novel
Novel merupakan karya imajinatif yang mengisahkan sisi sepenuhnya
dan sistematika kehidupan seseorang atau berbagai tokoh. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia, novel merupakan karangan prosa yang panjang, terdapat
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitar dalam
menonjolkan watak serta sifat setiap perilaku. Kata novel berasal dari kata Latin
novelis yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru
karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama,
dan lain-lain (Tarigan, 2011:167).
berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan
suatu kisah fiktif yang menggambarkan dan melukiskan kehidupan manuisa
dengan berbagai alur serta sudut pandang. Cerita fiktif bukan hanya cerita
imajinasi semata tetapi merupakan cerita yang dihasilkan oleh pengarang melalui
perenungan dan realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.
Novel adalah karya sastra yang memiliki dua unsur, yakni unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang terdapat
dalam karya tersebut. Unsur ekstrinsik adalah dunia luar yang turut melatar
belakangi dan menunjang karya sastra novel tersebut.
Dalam hal ini, unsur yang paling menonjol dalam sebuah novel adalah
jalan cerita, dimulai dengan menceritakan suatu keadaan, kemudian keadaan
tersebut mengalami perkembangan, dan akhirnya cerita ditutup dengan sebuah
penyelesaian, sedangkan plot cerita berupa alasan yang menyebabkan terjadinya
perkembangan tersebut.
13
a. Unsur Intrinsik
Nurgiyantoro (2010 : 23) yaitu, unsur intrinsik (intrinsic) adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik yaitu unsur
yang mengatur sebuah karya sastra, berdasarkan tema, penokohan, alur, gaya
bahasa, latar, sudut pandang, dan amanat. kemudian beberapa unsur intrinsik
novel, pengertiannya sebagai berikut.
1) Tema
(Hartoko & Rahmanto, 1986: 142) dalam Nurgiyantoro (2010: 68).
Tema dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan umum dalam sebuah karya
fiksi. Tema dalam sebuah karya fiksi sebelumnya telah ditentukan oleh pengarang
untuk mengembangkan ceritanya.
2) Tokoh
Menurut (Abrams, 1981) (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh
cerita adalah orang (-orang)yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
3) Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2010: 166)
4) Alur
Stanton (1965: 14) dalam Nurgiyantoro (2010 : 113) yaitu, plot adalah
cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
14
secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain.
5) Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk menjelaskan dan
menggambarkan serta menghidupkan cerita secara estetika. Jenis-jenis gaya
bahasa antara lainnya sebagai berikut:
a) Personafikasi : adalah gaya bahasa yang menggambarkan macam-macam
benda mati dengan cara memberikan berbagai macam sifat-sifat seperti
manusia.
b) Simile (Perumpamaan) : adalah suatu gaya bahasa yang menggambarkan
sesuatu dengan pengibaratan atau perumpamaan.
c) Hiperbola adalah suatu gaya bahasa yang menggambarkan sesuatu
dengan cara berlebihan dengan tujuan memberikan pengaruh yang
berlebihan.
6) Latar atau setting
Abrams (1981: 175) dalam Nurgiyantoro (12010: 214), Latar atau setting
yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.
7) Sudut Pandang
Yang dimaksud sudut pandang di sini adalah kedudukan atau posisi
pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan
15
dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu
atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Suroto, 1989: 96).
8) Amanat
Amanat merupakan ajaran atau pesanmoral yang hendak disampaikan
pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu.
b. Unsur Ekstrinsik
Nurgiyantoro (2009: 23) adalah unsur yang berada di luar karya fiksi
yang mempengaruhi lahirnya karya namun tidak menjadi bagian di dalam karya
fiksi itu sendiri. Adapun beberapa unsur ekstrinsik novel, sebagai berikut.
1) Sejarah/biografi pengarang biasanya berpengaruh pada jalan cerita di
novelnya.
2) Situasi dan kondisi secara langsung maupun tidak langsung, situasi dan
kondisi akan berpengaruh kepada hasil karya.
3) Nilai-nilai dalam cerita dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai
yang disisipkan oleh pengarang. Nilai-nilai itu antara lain:
a) Nilai Moral, yaitu nilai yang berkaitan dengan ahklak atau budi
pekerti baikdanburuk.
b) Nilai sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma-norma dalam
kehidupan masyarakat misalnya, saling memberi, menolong, dan
tenggang rasa.
c) Nilai budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan
bernilai dalam kehidupan manusia misalnya, adat istiadat,kesenian,
kepercayaan, dan upacara adat.
16
d) Nilai estetika , yaitu nilai yang berkaitan dengan seni, keindahan
dalam karya sastra tentang bahasa, alur, dan tema.
4. Pengertian Religiositas
Menurut KBBI Religiositas adalah pengabdian terhadap agama;
kesalehan:
Secara etimologi, religiositas berasal dari kata religi, religion
(Inggris), religie (Belanda), religio(Latin) dan ad-Dien (Arab). Menurut Drikarya
(dalam Widiyanta 2005: 80) kata Religi berasal dari bahasa latin religio yang akar
katanya religare yang berarti mengikat. Maksudnya adalah suatu kewajiban dan
aturan-aturan yang harus dilaksanakan, yang kesemuanya itu berfungsi untuk
mengikat dan mengukuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam
hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia, serta alam sekitarnya.
Kata religiositas merupakan bentuk yang bersifat religi, bersifat
keagamaan yang bersangkut-paut dengan religi. Sedangkan religi adalah
kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia, kepercayaan
(animisme, dinamisme, danagama), (Soeharso dan Ana Retnoningsih, 2009: 418).
Ansori (dalam Ghufron, 2010: 167) membedakan istilah religi atau
agama dengan religiositas. Jika agama menunjuk pada aspek-aspek formal yang
berkaitan dengan urutan dan kewajiban, maka religiositas menunjuk pada aspek
religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati.
Religiositas dan agama memang merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Bila dilihat dari kenampakannya, agama lebih menunjukkan
kepada suatu kelembagaan yang mengatur tata penyembahan manusia kepada
17
Tuhan, sedangkan religiositas lebih menunjuk pada aspek yang ada di lubuk hati
manusia. Religiositas lebih menunjuk pada aspek kualitas dari manusia yang
beragama. Agama dan religiositas saling mendukung dan saling melengkapi
karena keduanya merupakan konsekuensi logis dari kehidupan manusia yang
mempunyai dua kutub, yaitu kutub kehidupan pribadi dan kutub kebersamaannya
di tengah masyarakat.
(Jalaluddin 2001: 89) mendefinisikan religiositas merupakan suatu
keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah
laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Religiositas merupakan
perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash.
Religiositas pada intinya bersifat mengatasi dan lebih dalam dari agama
yang tampak, formal dan resmi, karena itu tidak bekerja dalam pengertian-
pengertian (otak), tetapi penghayatan dan pendalaman yang mendahului analisis
dan konseptualisasi. Dengan demikian, religiusitas tidak langsung tersangkut paut
dengan ketaatan ritual yang hanya sebagai huruf, tetapi dengan yang lebih
mendasar dalam diri manusia, yaitu roh, sebab huruf membunuh, sedangkan roh
menghidupkan (Mangunwijaya dalam Ratnawati,dkk. 2002: 2).
Agama memfokuskan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan
dengan hukum-hukum yang resmi. Religiositas di lain pihak melihat aspek yang
terdapat di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kepada pribadi
manusia. Seorang beriman merupakan orang yang memahami dan menghayati
hidup dan kehidupan ini bukan hanya dari lahiriah saja. Orang yang beragama
idealnya sekaligus religius, namun ada orang yang beragama tetapi tidak religius.
18
Moral religios menjunjung tinggi sifat-sifat menusiawi, hati nurani yang dalam,
harkat dan martabat serta kebebasan pribasi manusia (Nurgiyantoro, 2007: 327).
Religiositas sesungguhnya adalah sikap dan tindakan manusia yang
dilakukan secara terus-menerus dalam upaya mencari jawaban atas sejumlah
pertanyaan yang berkaitan dengan aspek eksistensialnya. Akan tetapi, jawaban
atas sejumlah pertanyaan itu tidak akan pernah diperoleh karena ia hanya bagai
bayangan yang berkelebat di dalam batin kita.
Salah satu upaya yang dapat diperbuat manusia untuk meraih
pengalaman religius adalah dengan meningkatkan kepekaannya menangkap
simbol atau lambang-lambang yang ada di sekelilingnya. Dengan menangkap
simbol atau lambang-lambang itu manusia akan memperoleh pengalaman estetik,
dan pengalaman estetik itulah yang akan mengarahkan atau membangkitkan
pengalaman religius. Di sinilah letak keeratan hubungan antara pengalaman estetis
dan pengalaman religius. Jika diibaratkan sebuah simpul, dalam pengalaman
estetis simpul baru mulai diuraikan, sedangkan dalam pengalaman religius simpul
sudah terurai (Hartoko dalam Ratnawati, dkk., 2002:2-3).
Pada dasarnya karya sastra merupakan bentuk representasi dunia dalam
bentuk lambang (kebahasaan). Oleh karena itu, sesuai dengan kenyataan tersebut,
karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi sumber pengalaman
estetis yang ada gilirannya akan mengantar seseorang untuk mencapai
pengalaman religius. Hal itu dikatakan demikian karena persona atau tokoh-tokoh
di dalam karya sastra juga memiliki keinginan dan kerinduan seperti halnya
19
manusia sehingga mereka juga berusaha mencari jawaban atas berbagai
pertanyaan eksistensial mengenai dirinya.
(Yolanda 2015) Religiositas adalah seberapa mampu individu
melaksanakan aspek keyakinan agama dalam kehidupan beribadah dan kehidupan
sosial lainnya
Religiositas diartikan dalam beberapa hal yaitu, (1) kognisi
merupakan pengetahuan agama, dan keyakinanagama, (2) pengaruh yang
dilakukan oleh emosional dengan melampirkan perasaan keagamaan, (3) perilaku
spiritual yang diwujudkan dalam kehadiran seseorang pada tempat ritual
peribadatan, membaca kitab suci, dan berdoa (Cornwall et al, 2006:1163)
Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa religiositas
merupakan keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya dengan
mengutamakan perasaan emosional dalam beragama yang diwujudkan oleh
perilaku spiritual seseorang dalam beribadah.
5. Religiositas dalam Sastra
Karya sastra dianggap religius sebab di dalamnya mengandung
pengalaman religius. Pembaca sering mengasumsikan bahwa moralitas di
dalamnya selaras dengan moralitas pengarang. Tuntutan pembaca demikian
amatlah wajar, karena sebagai pembaca yang baik tentu akan menilai
kesungguhan moralitas yang sedang ditawarkan pengarang. Perihal kesungguhan
ini memang penting, baik kesungguhan estetis maupun kesungguhan moralitas.
Kesungguhan estetis berhubungan dengan ekspresi kebahasaan sastra.
20
Kesungguhan moralitas yaitu keharmonisan antara moralitas dalam karya sastra
dengan moralitas pengarang.
Pada dasarnya karya sastra merupakan bentuk representasi dunia
dalam bentuk lambang (kebahasaan). Oleh karena itu, sesuai dengan kenyataan
tersebut, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi sumber
pengalaman estetis yang ada gilirannya akan mengantar seseorang untuk
mencapai pengalaman religius. Hal itu dikatakan demikian karena persona atau
tokoh-tokoh di dalam karya sastra juga memiliki keinginan dan kerinduan seperti
halnya manusia sehingga mereka juga berusaha mencari jawaban atas berbagai
pertanyaan eksistensial mengenai dirinya. Itulah sebabnya, langsung atau tidak,
karya sastra juga mengandung sesuatu yang oleh Darma (dalam Ratnawati, dkk.,
2002: 3) disebut amanat atau moral yang mampu membangkitkan religiositas
manusia (pembaca).
Kesusastraan menjadi religius jika di dalamnya mempersoalkan
dimensi kemanusiaan dalam kaitannya dengan dimensi transendental. Kesustraan
religius selalu membincangkan persoalan kemanusiaan yang bersifat profan dan
ditopang nilai kerohanian, yang berpuncak kepada Tuhan melalui lubuk hati
terdalam kemanusiaannya. Para penyair dan sastrawan yang mempunyai semangat
religius menyadari bahwa gejala-gejala yang tampak oleh mata dan pikiran ini (
realitas alam dan budaya) hanyalah ungkapan lahir atau simbol dari suatu
kenyataan yang lebih hakiki. Gejala lahiriah ini adalah amanat (ayat) Tuhan yang
harus dibaca dan dihayati secara mendalam, sebab tidak ada suatu realitaspun jika
ia tidak ilahiah (Wachid, 2002: 177-178).
21
Penelitian terhadap religiositas dalam karya sastra menjadi sangat
penting dan perlu dilakukan. Penelitian semacam itu dianggap penting bukan
hanya karena alasan untuk memperoleh pengetahuan tentang religiusitas dalam
sastra, melainkan juga karena secara pragmatis, sebagai suatu gerakan mencari
‘dimensi yang hilang dari religi’,religiusitas adalah sesuatu yang dapat digunakan
sebagai sarana pembinaan mental manusia (pembaca) yang saat ini dinilai
mengalami reduksi akibat merebaknya paham nasionalisme (Ratnawati, dkk.,
2002: 3).
Religius sastra merupakan seperangkat dimensi yang muncul dari sikap
ide dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam
karyanya. Agama menurut sastra religius bukan kekuasaan melainkan sebagai
pedemokrasian (Atmosuwito, 1989:126). Religius dimaksudkan sebagai pembuka
jalan agar kehidupan orang yang beragama semakin intens. Bagi orang beragama,
intensitas itu tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya untuk membuka diri
terus menerus terhadap pusat kehidupan. Pada awalnya segala sastra adalah religi,
istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama
memang erat berkaitan. berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan,
namun sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan
demikian religius bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal
dan resmi.
Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide
dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya.
Karya sastra merupakan wujud representasi dunia dalam bentuk lambang
22
(kebahasan) Oleh karena itu, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat
menjadi satu pengalaman estektik yang mengantarkan seseorang untuk mencapai
religius. Salah satu cara yang dapat dilakukan manusia untuk meraih pengalaman
estetik dan itu pula yang mengarahkan atau membangkitkan religius. Untuk
mengetahui konsep religiositas dalam karya sastra khususnya novel. Dalam
mengkajinya peneliti akan mencoba untuk memaknai simbol-simbol religi yang
terdapat dalam novel.
6. Aspek-aspek dalam Religiositas
a) Iman
Iman berasal dari bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minu-imanan.
Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam bahasa Indonesia artinya meyakini
atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya.
Iman dapat dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui, pembenaran yang bersifat
khusus. Iman adalah kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau keteguhan hati
(WJS, 2000:18)
Pengertian iman secara istilah ialah kepercayaan yang meresap dalam hati,
dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak (ragu), serta memberi pengaruh
bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jadi, iman itu
bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula
merupakan pengetahuan tentang rukun iman.
Sesungguhnya iman bukanlah semata-mata pernyataan seseorang dengan
lidahnya, bahwa dia orang beriman (mukmin), karena banyak pula orang-orang
23
munafik (beriman palsu) yang mengaku beriman dengan lidahnya, sedang hatinya
tidak percaya.
Iman membentuk jiwa dan watak manusia menjdi kuat dan positif, yang
akan diwujudkan dalam bentuk perbuatan dan tingkah laku akhlak manusia
sehari-hari adalah didasari oleh apa yang dipercayainya. Jika kepercayaannya
benar dan baik pula perbuatannya, dan begitu pula sebaliknya.
Setiap orang mukmin adalah muslim, dan setiap orang muslim adalah
mukmin (Yusuf, 1953:8). Antara percaya kepada Tuhan dan menyerahkan diri
secara ikhlas kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan, karena keduanya mempunyai
hubungan yang erat, yang satu mendasari dan yang lain melengkapi,
menyempurnakan dan memperkuatnya.
Keimanan pada keesaan Allah itu merupakan hubungan yang semulia-
mulianya antara manusia dengan penciptanya. Oleh karena itu, mendapatkan
petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman, adalah kenikmatan terbesar yang
dimiliki oleh seseorang.
Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan
lidah saja atau semacam keyakinan dalam hati saja. Tetapi keimanan yang
sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan yang
memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ timbul bekas-bekas atau kesan-
kesannya, seperti cahaya yang disorotkan oleh matahari.
Iman bukan sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya adalah seorang
mukmin. Sebab orang-orang munafik pun dengan lisannya menyatakan hal yang
sama, namun hatinya mengingkari apa yang dinyatakan itu.
24
Iman juga bukan sekedar amal perbuatan yang secara lahiriah merupakan
chiri khas perbuatan orang-orang beriman. Sebab orang-orang munafik un tak
sedikit yang secara lahiriah mengerjakan amal ibadah dan berbuat baik,
sementara hati mereka bertolak belakang dengan perbuatan lahirnya, apa yang
dikerjakan bukan didasari keikhlasan mencari Ridha Allah (Yusuf, 2005: 27-28)
1. Unsur-unsur Iman
Unsur-unsur iman atau disebut juga sebagai rukun iman. Rukun iman yaitu
ada enam, yaitu: iman kepada Allah, malaikat, kitab Allah, Rasul Allah dan hari
kiamat.
a. Iman kepada Allah
Yang dimaksud iman kepada Allah adalah membenarkan adanya Allah
swt, dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah swt wajib adanya karena
dzatnya sendiri (Wajib Al-wujud li Dzati), tunggal dan Esa, Raja yang Maha
kuasa , yang hidup dan dan berdiri sendiri , yang Qadim dan Azali untuk
selamanya. Dia Maha mengetahui dan Maha Kuasa terhadap segala sesuatu,
berbuat apa yang ia kehendaki, menentukan apa yang Ia inginkan, tiada
sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan Dia Maha mengetahui.
Berdasarkan firman Allah;
سول بما أنزل إليه من ر ق ءامن ٱلر ئكتهۦ وكتبهۦ ورسلهۦ ل نفر ومل ب هۦ وٱلمؤمنون كل ءامن بٱلل
سلهۦ وقالوا سمعنا وأطعنا غفرانك ربنا وإليك ٱلمصير ن ر بين أحد م
Terjemahan: Rasul telah berfirman kepada Al-Quran yang diturunkan
kepadanya darinTuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya”, dan
mereka mengatakan: “Kami dengar dan Kami taat.”
25
(mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali.” Qs. Al-Baqarah; 285
ل على رسولهۦ وٱلكت ب ٱلذى نز ورسولهۦ وٱلكت أيها ٱلذين ءامنوا ءامنوا بٱلل ن ب ٱلذى أنزل م ي
بع لا ئكتهۦ وكتبهۦ ورسلهۦ وٱليوم ٱلءاخر فقد ضل ضل
ومل يداقبل ومن يكفر بٱلل
Terjemahan: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya. Qs. An-Nisa;136
Jadi iman kepada Allah adalah mempercayai adanya Allah swt beserta
seluruh ke Agungan Allah swt dengan bukti-bukti yang nyata kita lihat, yaitu
dengan diciptakannya dunia ini beserta isinya.
b. Iman kepada Para Malaikat
Iman kepada Malaikat merupakan meyakini adanya Malaikat, sebagai
hamba Allah yang tunduk dan beribadah (Hakami, 2001: 81)
Malaikat merupakan makhluk agung, jumlahnya banyak dan tak terbilang,
tak seorangpun yang bisa menghitungnya selain Allah semata. Allah menciptakan
mereka dari cahaya, menciptakan mereka dengan kebaikan, tidak berbuat
kejahatan, dan mereka tidak diperintahkan ataupun melaksanakan itu. Karena itu
mereka taat kepada Allah, tidak mendurhakai berbagai perintahNya, dan
melakukan perintah yang disampaikan. Mereka bertasbih memahasucikan Allah
siang dan malam tanpa kenal lelah, tidak bosan untuk beribadah kepada Allah
ataupun sombong (Hakami, 2014: 212)
Beriman kepada para malaikat adalah salah satu rukun iman. Mereka
adalah sejenis makhluk Allah yang selalu taat kepada-Nya, tidak akan menentang
26
perintahnya dan tidak makan atau minum. Mereka akan senantiasa jaga dan tidak
pernah tidur sekejappun, baik siang maupun malam.
Iman kepada para Malaikat yaitu percaya bahwa malaikat merupakan
makhluk yang diciptakan Allah yang tidak pernah membangkang perintah-Nya,
juga makhluk gaib yang menjadi perantara-perantara Allah Swt dengan para
Rasul. Kita percaya bahwa Malaikat adalah makhluk pilihan Allah, mereka tidak
berbuat dosa, tidak melawan kepada-Nya, pekerjaannya semata-mata menjunjung
tinggi tugas yang diberikan kepada mereka masing-masing
c. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Makna beriman kepada kitab-kitab ilahi yaitu adalah bagian dari akidah
mukmin yaitu membenarkan secara benar kalam khusus Allah yang Dia
Wahyukan kepada Rasul pilihan-Nya , kemudian disatukan dan disusun menjadi
lembaran-lembaran atau kitab-kitab suci.
Lembaran-lembaran dan kitab-kitab yang diketahui wajib diimani dengan
rinci, dan yang tidak diketahui wajib diimani secara garis besar. Satu-satunya
referensi yang menjadi sumber untuk mengetahui kitab-kitab ilahi secara rinci
yatu Al-Quran, karena Al-Quran merupakan kitab yang terjaga sedemikian rupa,
tidak ada penambahan ataupun pengurangan, tidak ada perubahan ataupun
penggantian sama sekali di dalamnya. Al-Quran akan terus terjaga dengan
penjagaan Allah hingga mendekati ambang batas akhir kehidupan dunia ini.
Firman Allah;
فظون كر وإنا لهۥ لح لنا ٱلذ إنا نحن نز
27
Terjemahan: sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
(Q.s Al-Hijr :9)
Beriman kepada kitab-kitab wajib secara syar’i maupun logika. Adapun ia
wajib secara syar’i karena Allah memerintahkannya secara pasti dan tidak
menunjuk apa pun selain harus taat kepada-Nya dalam hal ini, melarang durhaka
kepada-Nya, melalui firman terkait perintah untuk beriman.
Yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab Allah adalah
membenarkan bahwa kitab-kitab Allah tersebut telah diturunkan oleh Allah. Kitab
tersebut diturunkan melalui firman-firman-Nya. Ada yang disampaikan melalui
perantara malaikat, dan ada yang ditulis sendiri.
Allah berfirman;
إل وحيا أو من ورائ حجاب أو يرسل رسول فيوحى بإ ذنهۦ ما ۞ وما كان لبشر أن يكل مه ٱلل
يشاء إنهۥ على حكيم۞
Terjemahan: Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah
berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan
wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus
seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya
dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Esungguhnya
Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana
Iman kepada kitab-kitab Allah swt ialah meyakini bahwa kitab-kitab
tersebut datang dari sisi Allah swt yang diturunkan kepada sebagian Rasulnya.
Dan bahwasanya kitab- kitab itu merupakan firman Allah swt yang Qadim, dan
segala yang termuat di dalamnya merupakan kebenaran. Dan kita tahu kitab-kitab
yang diturunkan kepada Rasul itu ada empat yaitu kitab Taurat yang diturunkan
28
kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, Zabur kepada Nabi Daud dan Al-Quran
kepada Nabi Muhammad saw.
e. Iman kepada Para Rasul
Iman kepada Rasul adalah percaya dan yakin bahwa Allah swt telah
mengutus para Rasul kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada manusia,
dan Nabi yang wajib kita percaya itu ada dua puluh lima.
f. Iman kepada Hari Akhir
Hari akhir ialah Hari Kiamat, termasuk kebangkitan (alba’ts), yaitu
keluarnya manusia dari kubur mereka dalam keadaan hidup, sesudah jazad mereka
dikembalikan dengan seluruh bagiannya seperti dulu kala di dunia.
g. Iman kepada Taqdir (Qadha dan Qadhar)
Iman kepada Qadha dan Qadhar adalah percaya bahwa segala hak,
keputusan, perintah, ciptaan Allah swt yang berlaku pada makhluknya termasuk
dari kita (manusia) tidaklah terlepas (selalu berlandaskan pada) kadar, ukuran,
aturan, dan kekuasaan Allah swt.(Jujun, 2001: 4)
Sebagai manusia biasa yang lemah kita harus percaya bahwa segala
sesuatu yang terjadi pada diri kita atas izin Allah swt, jadi berserah dirilah kepada
Allah swt, dengan cara berusaha, berdoa dan berikhtiar kepada Allah. Karena
Allah swt memberi cobaan itu pasti sesuai dengan posisi kita masing-masing,
tidak ada yang kurang atau lebih, artinya manusia hanya bisa berusaha dan
sesungguhnya Aallah swt yang akan menentukan.
Jadi sebagai seorang mu’min kita wajib percaya kepada rukun-rukun iman
yang akan menjadi benteng yang kokoh dalam kehidupan kita di dunia. Dan kita
29
memang harus yakin bahwa Allah swt lah Tuhan kita, Islam sebagai agama,
Muhammad sebagai Rasul, Al-Quran sebagai kitabullah dan petunjuk, serta kita
berpegang teguh kepada agama islam, beriman kepada semua yang telah
diciptakan Allah swt.
b) Islam
Islam adalah agama universal (Abul, 1990: 17) yang meliputi semua aspek
kehidupan manusia (Halim, 1994: 27) namun sekurangnya ada tiga aspek penting
yang menjadi dasar dari semua aspek yang lain, yaitu: akidah, syari’ah, dan
akhlak. Ketiganya membentuk nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan
manusia.
Nilai di dalam agama Islam pada dasarnya merupakan kumpulan dari
prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran mengenai bagaimana semestinya manusia
menjalankan kehidupannya di dunia ini. Nilai-nilai Islam yang tegas, pasti serta
tetap tidak berubah karena situasi, tempat dan waktu, adalah nilai yang berasal
dari agama (Zakiah, 1976: 155-156)
Agama Islam memiliki kedudukan yang sangat penting pada kehidupan
manusia. Agama Islam hendaknya dipahami sekaligus dibangun di atas
pandangan komitmen kebersamaan yang menitikberatkan kepada nilai spiriual
dan aktualitas. Peran agama Islam begitu penting dilakukan berkaitan dengan
bagaimana para pemeluk agama itu bernilai dengan perkembangan kehidupan
(Ridwan, 2005: 73-74). Agama adalah pengikat kehidupan manusia yang
diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi (Ahmad, 2000: 18).
Nilai-nilai Islam adalah tingkatan integrasi kepribadian yang mencapai tingkat
30
budi yang baik. Nilai Islam bersifat mutlak kebenarannya universal dan suci.
Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio, perasaan, keinginan nafsu-nafsu
manusiawi. Nilai-nilai Islam mengontrol akhlak seseorang, karena akhlak yang
baik merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan yang baik (Ali,
2004: 81)
Misi dari agama Islam merupakan penyempurnaan akhlak seperti yang
terdapat dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. seperti dalam Al-Quran surat Al-Ahzab
ayat 21 yang berbunyi:
ل وٱليوم ٱلءاخر وذكر ٱلل أسوة حسنة ل من كان يرجوا ٱلل كثيراقد كان لكم فى رسول ٱلل
Terjemahan: sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullahsuri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah (Q.s Al-Ahzab:21)
Islam begitu memperhatikan masalah pembinaan akhlak. Hal ini dapat
dijumpai dari sunnah nabi Muhammad saw, seperti terlihat dalam ucapan dan
perbuatannya yang mengandung nilai-nilai dan prinsip-prinsip akhlak. Adapun
hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad diutus ke muka bumi ini untuk
membetulkan akhlak yang mulia. Orang yang paling berat timbangan amal
baiknya di akhirat merupakan orang yang paling mulia akhlaknya. Orang yang
paling sempurna imannya merupakan orang yang paling baik akhlaknya.
Tegasnya beliau mengatakan sebagai berikut: artinya: Aku diutus (oleh Allah)
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R Ahmad). (Abuddin, 2003: 3)
31
c) Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan
budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda
pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa Inggris. Manusia akan menjadi
segala akhlak tercela (Mansur, 2009: 221)
Secara kebahasaan akhlak bisa baik dan juga bisa buruk, tergantung tata
nilai yang dijadikan landasan atau tolok ukurnya. Di Indonesia, kata kahlak selalu
berkonotasi positif. Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak,
sementara orang yang tidak berlaku baik disebut orang yang tidak berakhlak.
Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap
dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran
Islam, dengan AL-Quran dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad
sebagai metode berpikir Islami. Pola sikap dan tindakan yang dimaksud
mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya
sendiri), dan dengan alam (Nurdin dkk, 1995: 209)
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan bisa
bernilai baik atau bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan,
ucapan ataupun perbuatan orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik
buruknya akhlak, tapi belum tentu ini didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa
bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati
munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak
lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Quran selalu
32
menandaskan, bahwa akhlak itu baik atau buruknya akan memantul pada diri
sendiri sesuai dengan pembentukan dan pembinaanya (Sukanto, 1994: 80)
Akhlak adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang
mengakar dalam jiwa, kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang
bersifat tetap, natural dan alamiah tanpa dibuat-buat, serta refleks (Anis, 2006: 14)
Akhlak terbagi beberapa yaitu:
a) Akhlak Kepada Allah
1. Mensucikan Allah dan memuji-Nya, Q.S.Al- Anfal ayat 61).
2. Bertawakkal, berserah diri, kepada Allah. dalam Al-Quran perintah tawakkal
kepada Allah terulang dalam bentuk tunggal sebanyak sembilan kali dan
bentuk jamak sebanyak dua kali. Semua didahului oleh perintah untuk
melakukan sesuatu. Dalam konteks tawakkal kepada Allah, manusia harus
mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan yang
telah direncanakan secara matang dan mantap. (Q.S.. Al-Anfal ayat 61).
3. Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada
makhluknya hanya kebaikan, Q.S. An-Nisa’:79.
4. Beribadah hanya kepada Allah, Q.S. Al-An’am:162.
5. Berdoa khusus kepada Allah, berdoa artinya meminta sesuatu kepada Sang
Pencipta, agar apa yang diupayakan atau sesuatu yang diinginkan tercapi.
Adapun diantara syarat-syaratdiijabahnya doa seseorang oleh Allah sebagai
berikut; bersungguh dalam memanjatkan doa; penih keyakinan doanya
33
diterima; berdoa khusyuk, memohon yang masuk akal, dilakukan secara
ikhlas, menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah.
6. Zikrullah, yaitu ingat kepada Allah. dalam Islam, manusia diperintahkan untuk
selalu ingat kepada Allah baik waktu lapang maupun waktu sempit, baik
waktu sendirian maupun waktu bersama-sama, baik waktu sehat maupun
waktu sakit, zikir yang disuruh dalam Islam tidak terbatas jumlahnya atau
zikir yang sebanyak-banyaknya. Menurut Ibn Atha’, zikir itu dapat dibagi
kepada tiga bagian/bentuk, yaitu zikirjail, mengingat Allah dalam bentuk
ucapan lisan yang mengandung arti pujian, syukur dan doa kepada Allah yang
lebih menampakkan suara jelas untuk menuntun gerak hati, misalnya dengan
membaca kalimat tahlil, tahmid, takbir dan tasbih. Kedua, zikir Kafi, zikir
yang dilakukan secara khusyuk, oleh ingatan hati, baik lisan maupun tidak.
Ketiga, zikir haqiqi, yaitu tingkatan zikir yang paling tinggi yang dilakukan
oleh seluruh jiwa dan raga. Lahiriah dan batiniah, kapan dan di mana saja,
dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan
Allah dan mengerjakan apa yang doperintahkan-Nya. (Dahlan, 2016)
7. Bersyukur kepada Allah, yaitu menyadari bahwa segala nikmat yang ada
merupakan karunia Allah dan anugrah dari Allah semata. Sehingga, jika
manusia mendapatkan nikmat, maka pergunakan sesuai dengan yang
diperintahkan Allah. adapun syukur itu dapat dikategorikan ke dalam tiga
bentuk. Pertama, syukur dengan hatinya, kedua, syukur dengan lisan, yaitu
dengan cara beramal shaleh, sesuai dengan Firman-Nya, Q.S. An-Nahl:53.
34
b) Akhlak Kepada Diri Sendiri
Akhlak kepada diri sendiri yaitu bagaimana seseorang bersikap dan
berbuat yang terbaik untuk dirinya terlebih dahulu, karena dari sinilah seseorang
akan menentukan sikap dan perbuatannya yang terbaik untuk orang lain,
sebagaimana sudah dipesankan Nabi, bahwa mulailah sesuatu itu dari diri sendiri
(Ibda Binafsih). Begitu juga ayat dalam Al-Quran, yang telah memerintahkan
untuk memperhatikan diri terlebih dahulu baru porang lain, “Hai orang-orang
yang berimanpeliharahlah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. Al-
Tahrim:6). Bentuk aktualisasi akhlak manusia terhadap diri sendiri berdasarkan
sumber ajaran Islam adalah menjaga harga diri, menjaga makanan dan minuman
dari hal-hal yang diharamkan dan merusak, menjaga kehormatan seksual,
mengembangkan sikap berani dalam kebenaran serta bijaksana. (Assegaf,
2005:182)
c). Akhlak Kepada Sesama
Akhlak terhadap sesama mausia harus dimulai dari akhlak terhadap
Rasulullah Saw., sebab Rasulullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya
sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan
memuliakannya (QS. At-Taubah (9): 24), taat kepadanya (QS. An-Nisa’ (4): 59),
serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya (QS. Al-Ahzab (33): 56).
Namun demikian akhlak terhadap Rasulullah Saw. Ini juga sagat terkait dengan
akhlak terhadap Allah Swt., sebab apapun yang bersumber dari Allah (Al-Quran)
dan Rasulullah (Sunnah) harus dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
35
Selanjutnya seorang Muslim harus berakhlak mulia terhadap sesama
manusia, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, dan terhadap orang
lain di tengah-tengah masyarakat. Ketiga akhlak ini sangat penting artinya bagi
kita, karena sikap dan perilaku terkait dengan hubungan antar sesama ini yang
tampak di permukaan yang sering dinilai oleh masyarakat pada umumnya.
7. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi dalam kemasyarakatan dengan menggunakan
analisis teks untuk mengetahui strukturnya yang kemudian dipergunakan
memahami secara mendalam gejala-gejala sosial yang ada di luar sastra (Damono,
1984:3). Selanjutnya Yusof (dalam Supratno, 2010:41) berpendapat bahwa
sosiologi sastra bertolak dari suatu anggapan bahwa antara sastra dan masyarakat
mempunyai hubungan yang erat. Pembahasan sastra tidak dapat terlepas dari
masyarakat, sebab pengarang sebagai pencipta karya sastra juga termasuk anggota
masyarakat dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Dari beberapa penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah suatu bidang ilmu yang
mengemukakan hubungan antara masyarakat dengan suatu karya sastra, karena
karya sastra merupakan mimetis atau tiruan dari kehidupan masyarakat.
Nilai adalah suatu hal yang bermakna yang dapat menyebabkan orang lain
mengambil sikap dalam kehidupannya (Supratno, 2010:370). Penjelasan tersebut
sejalan dengan pendapat (Setiadi 2006:31) bahwa nilai adalah sesuatu yang baik
yang selalu diinginkan, diciptakan, dan dianggap penting oleh seluruh manusia
36
sebagai anggota masyarakat, karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila
berguna dan berharga. Selanjutnya (adisusilo 2012:56) menambahkan bahwa nilai
adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang oleh seseorang dengan
tuntunan hati nuraninya. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu
disukai, dikejar, diinginkan, dihargai, berguna, dan membuat orang yang
menghayatinya menjadi menjadi bermartabat. Dari berbagai pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu sifat yang penting, baik, berguna, dan
berharga. Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan
untuk kebajikan, sesuatu yang memberikan makna pada hidup, memberikan
acuan, menunjukkan kualitas, dan berharga bagi umat manusia. Nilai terbentuk
dari hal-hal yang benar, pantas, dan luhur untuk dikerjakan dan diperhatikan.
Nilai-nilai kehidupan berkaitan dengan hubungan manusia dengan diri
sendiri, dengan orang lain, dengan kehidupan, dengan kematian, dan dengan
Tuhan (Aminuddin, 2011:203). Realisasi dari pendapat tersebut yang lebih mudah
dipahami yaitu nilai-nilai kehidupan antara lain nilai religius, nilai moral, nilai
sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Berdasarkan perkembangan yang terjadi
pada masyarakat, maka nilai-nilai tersebut harus ikut mengalami perkembangan.
Supratno (2010:370) menjelaskan bahwa nilai kehidupan ada bermacam-
macam. Menurutnya, terdapat sembilan nilai kehidupn, yaitu: (1) nilai pendidikan,
(2) nilai religius, (3) nilai kepemimpinan, (4) nilai kepahlawanan, (5) nilai
keberanian, (6) nilai kesederhanaan, (7) nilai gotong royong, (8) nilai moral, dan
(9) nilai berkorban. Supratno (2010:371) menjelaskan bahwa nilai pendidikan
adalah sesuatu yang baik dan benar yang dapat memberikan pendidikan kepada
37
masyarakat dan dapat dijadikan pedoman dan tuntunan bagi masyarakat. Nilai
religius adalah sesuatu yang bersifat religi, bersifat keagamaan yang ada
hubungannya dengan masalah religi (Supratno, 2010:373). Nilai kepemimpinan
adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seorang pemimpin agar
dapat memimpin secara baik, jujur, adil, arif, dan bijaksana (Supratno, 2010:376).
Nilai kepahlawanan adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh
pejuang yang gagah berani, seseorang yang menonjol karena keberanian dan
pengorbananya dalam membela kebenaran (Supratno, 2010:380). Nilai keberanian
adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang yang
mempunyai hati teguh dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya
atau kesulitan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan (Supratno, 2010:382).
Nilai kesederhanaan adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh
seseorang yang mempunyai sifat sederhana, bersahaja, dan tidak berlebih-lebihan
(Supratno, 2010: 386). Nilai gotong royong adalah sesuatu yang baik dan benar
yang dimiliki seseorang yang suka bekerja sama atau tolong menolong antara
sesamanya dalam mengerjakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas
(Supratno 2010:388). Nilai moral adalah suatu ajaran yang baik dan benar yang
dimiliki oleh seseorang mengenai masalah perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak,
budi pekerti atau susila. Nilai moral dapat mendorong seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan yang baik, sikap dan akhlak yang juga baik (Supratno, 2010:394).
Nilai berkorban adalah sesuatu yang baik dan benar yang dimiliki oleh seseorang
yang mempunyai sifat msu berkorban untuk orang lain karena rasa baktinya dan
kesetiaanya, dan demi membela kebaikan serta kebenaran (Supratno, 2010:397)
38
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan suatu bagan atau alur dalam memecahkan
suatu masalah yang akan dikaji oleh peneliti. Alur pemikiran dalam kerangka
pikir ini akan menjadi suatu pondasi untuk pemikiran selanjutnya. Kerangka pikir
juga akan membantu dalam penelitian ini untuk menggambarkan hubungan dan
keterkaitan antara variabel.
Dalam penelitian ini juga yang menjadi subjek yang akan diteliti
adalah Religiositas dalam novel Api Tauhid Karya Habiburrahman El Shirazy,
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, yakni unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah
ini:
39
Bagan Kerangka Pikir
Sastra
Novel
Novel Api Tauhid karya
Habiburrahman El- Shirazy
Sosiologi Sastra
Aspek-aspek Religiositas
1. Aspek Iman
2. Aspek islam
3. Aspek akhlak
Analisis
Temuan
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang mampu
memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya dengan
konteks keberadaannya. Dikatakan penelitian kualitatif sebab dalam menjalankan
analisis peneliti bertumpu pada kata-kata verbal dari objek yang diamati.
Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan pengetahuan
yang seluas-luasnya sesuai fokus kajian terhadap sumber penelitian yaitu novel
Api Tauhid. Metode deskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, namun tidak
semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan
penjelasan cukup (Ratna, 2013:53). Penelitian dilaksanakan dengan
mendeskripsikan fakta-fakta dan fenomena-fenomena yang secara empiris yang
terdapat dalam novel Api Tauhid secara cermat dalam rangka pengkajian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi
sastra. Penelitian sosiologi sastra merupakan penelitian yang membahas karya
sastra yang dihubungkan dengan lingkungan masyarakat. Sosiologi sastra
digunakan dalam penelitian ini meliputi sosiologi yang menghubungkan
kebiasaan masyarakat dalam menganalisis data novel Api Tauhid karya
Habiburrahman El- Shirazy dengan cara mendeskripsikan kata, frasa, kalimat,
41
paragraf serta wacana sesuai dengan rumusan masalah, dan menyimpulkan hasil
analisis data.
B. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini yaitu dialog-dialog maupun narasi-narasi dalam
novel Api Tauhid meliputi: 1) Aspek Iman, 2) Aspek Islam, 3) Aspek Akhlak,
Adapun sumber data yang penulis gunakan adalah novel Api Tauhid karya
Habiburrahman El- Shirazy sebagai berikut:
Judul : Api Tauhid
Pengarang : Habiburrahman El- Shirazy
Tahun terbit : 2013
Tebal buku : 587 halaman
Penerbit : Republika
C. Fokus penelitian
Pada penelitian ini yang diteliti adalah aspek-aspek religiositas yang
tertuang dalam novel Api Tauhid yaitu 1). Aspek Iman, 2) Aspek Islam, 3). Aspek
Akhlak.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada dua langkah yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data, meliputi:
a. Melakukan pembacaan novel Api Tauhid karya Habiburrahman El-
Shirazy dari awal hingga akhir secara berulang-ulang sehingga dapat mengetahui
mengenai peristiwa apa yang diungkap oleh pengarang dalam novel Api Tauhid
dan untuk memahami secara keseluruhan tersebut.
42
b. Memberi tanda pada halaman novel dengan cara menggunakan kertas yang
ditempel untuk mendapatkan data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian
c. Mengadakan pemilihan dan pemilahan bagian-bagian dari hasil mencatat
atau memberikan tanda sebelumnya. Tahap ini bertujuan untuk mengambil data
yang sesuai dan membuang data yang tidak sesuai dengan permasalahan peneliti.
E. Teknik Analisis Data
Berikut teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti:
a. Mendeskripsikan data sesuai dengan klasifikasi berdasarkan rumusan
masalah yang ada.
b. Menganalisis data sesuai dengan teori sosiologi sastra Ide yang sudah
dijabarkan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan tabel
klasifikasi data.
c. Melanjutkan dengan membuat simpulan sesuai dengan kajian teori sosiologi
sastra.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini disajikan hasil penelitian Religiositas dalam Novel Api
Tauhid Karya Habiburrahman El- shirazy. Hasil penelitian tersebut mencakup
empat aspek yang berisi data-data temuan pada novel. aspek tersebut yaitu: 1)
Aspek Iman, 2) Aspek Islam, 3) Aspek Akhlak, 4) Aspek Muamalah. Hasil
penelitian secara rinci dideskripsikan pada uraian berikut.
1. Aspek Iman
a. Iman kepada Allah
Dalam novel Api Tauhid telah dikotruksikan ajaran Islam yang terkait
dengan Iman. Iman yang telah diucapkan dalam lisan ditasdidkan dalam hati, dan
telah diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui sikap, perilaku, dan tutur
bahasa para tokoh seperti Fahmi. Seseorang dikatakan beriman jika ia mampu
mengingat Allah, mendekatkan segalanya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjauhi larangan Allah, bersyukur, banyak berdzikir, menjalankan puasa, zakat,
membenci dunia untuk akhirat. Namun dalam sebuah kehidupan tidak semua
orang memiliki keimanan yang kuat.
Madina tempat yang terkenal akan kesuciannya kota yang bercahaya yang
ratusan burung mengelilingi pelataran Masjid Nabawi. Ratusan ribu manusia
datang dan pergi serta rukuk dan sujud. Mereka menyembah dan mengaji hanya
benar-benar karena cintanya dan mengharapkan ridha dan mengharap petunjuk
44
dari Allah swt. Begitu kehidupan-kehidupan masyarakat Madina yang beriman
dan bertakwa kepada Allah swt.
Orang yang beriman walaupun berada di tempat manapun, pada waktu
apapun akan dengan tulus hati menghadapi segala sesuatu dan hanya bersandar
pada Allah swt. Orang yang memiliki iman yang kuat seperti tokoh Fahmi.
Terbukti dalam data sebagai berikut.
“Siang malam ia mematri diri, larut dalam munajat dan taqarrub kepada
ilahi”(Shirazy, 2013:1).
Data di atas dapat dimaknai bahwa memang tokoh Fahmi adalah anak
yang memiliki iman kepada Allah. Fahmi menghabiskan waktunya hanya untuk
bermunajat dan berdoa kepada Allah hal ini membuktikan pada kutipan di atas
bahwa”siang dan malam ia mematri diri” sepanjang waktu yang fahmi miliki
hanya untuk terus mengingat Allah.
Berdasarkan uraian di atas tokoh Fahmi memiliki aspek keimanan yang
kuat, dapat dibuktikan jika ia yakin kepada Allah bahwa hanya kepada Allah lah
tempatnya meminta dan bersembah dan selalu mengingat Allah di setiap waktu
yang ia miliki.
“Allah...Allah...!”
Muka Subki langsung cerah. Ia membangunkan Ali yang tertidur sambil
duduk
“Li..Ali...bangun, Li!”
Ali bangun tersentak kaget,”A..ada apa Sub?”
“Li, lihat itu, Fahmi mulai sadar. Lihat bibirnya bergetar mengucap
dzikir.”
Ali mengamati muka Fahmi dengan seksama.
“Allah...Allah...” lirih Fahmi (Shirazy, 2003:17)
45
Berdasarkan uraian di atas tokoh Fahmi adalah orang yang memiliki aspek
iman yang kuat terhadap Allah. Buktinya adalah walaupun Fahmi dalam keadaan
sakit dan belum sadarkan diri ia masih tetap selalu berdzikir mengingat Allah di
manapun dan bagaimanapun keadaannya. Sampai-sampai Fahmi dalam keadaan
lemah tak berdaya disertai beban fikiran yang ia rasakan tetapi ia masih tetap
selalu mengingat kepada Allah.
“angin itu bertiup dari Gunung Lamongan. Aku menghadap ke Gunung
Lamongan. Kurasakan nikmatnya angin membelai wajahku. Kutarik nafas,
kuhirup dalam-dalam sambil bertasbih, Subhanallah wa bihamdi, kutahan
dalam dada, kunikmati kesegarannya, lalu kuhembuskan sambil bertasbih,
subhanallahil azhim. Kuulangi berulang-ulang kali” (Shirazy, 2003: 29).
Data tersebut terlihat tokoh Fahmi sedang menikmati suasana di kampung
halamannya di Tegalrandu tidak jauh dari kota Lumajang. Fahmi sangat
menikmati keindahan kampung halamannya. Di manapun Fahmi berada ia tetap
tidak lupa menggerakkan bibirnya untuk kembali bertasbih mengingat Allah.
Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa tokoh Fahmi memang
memiliki aspek iman kepada Allah di dalam dirinya sehingga ia meyakini bahwa
segala keindahan yang ia rasakan emata-mata semuanya adalah ciptaan dari Allah,
seperti mata yang tercipta lewat karunia-Nya mampu menatap objek keindahan
tersebut yang juga merupakan ciptaan dari Allah swt.
“Ada dua gelas teh tubruk yang sudah berkurang isinya. Yang satu masih
utuh. Itu bagianku. Aku seruput kehangatannya. Baunya khas. Harum.
Rasanya sepet, seger, dan manis. Subhanallah. Ini juga suasana surga.
Suasana yang juga sering aku kangeni saat aku berada di Madinah.”
(Shirazy. 2013:44)
Berdasarkan urutan data di atas tokoh Fahmi sedang menikmati teh buatan
ibunya, saking nikmatnya ia berdzikir dengan mengucap Subhanallah sang
46
pemberi nikmat yang hakiki. Ia tetap mengingat keagungan Allah lewat sebuah
kenikmatan yang ia rasakan. Subhanallah yang artinya Maha Suci Allah. Karena
Allah lah yang telah menciptakan kenikmatan dan menciptakan indra yang kita
miliki untuk mengecap kenikmatan yang ia ciptakan.begitulah yang Fahmi
rasakan.
“Lalu aku putuskan bahwa aku hanya akan mengaduka kesedihanku itu
kepada Allah.” (Shirazy, 2013: 68)
Berdasarkan uraian data di atas tokoh Fahmi memiliki ke imanan yang
kuat kepada Allah. setiap masalah yang ia hadapi seberat apapun masalah yang ia
tangani ia selalu mengingat Allah dengan cara mengadukan setiap keluhan atau
permasalahan yang ia tangani.
karena setiap masalah merupakan ujian dari Allah, Allah memberikan suatu
musibah atau masalah kepada seseorang semata-mata agar lewat masalah tersebut
kita selalu mengingatnya. Fahmi yakin bahwa bahwa Alllah lah satu-satunya
tempat terbaik untuk mengadukan masalah, karena Allah Maha Mengetahui apa
yang tidak kita ketahui.
Fahmi banyak membaca Istigfar. Ia melawan kelebatan-kelebatan pikiran
yang ia tak inginkan.” (Shirazy, 2003: 107).
Berdasarkan data di atas maknanya adalah Fahmi mengalami beberapa
masalah salah satunya ia tidak bisa mengendalikan pikiran-pikiran yang
menurutnya tidak begitu baik untuk di pikirkan dan tidak ingin ia pikirkan. Maka
dari itu Fahmi senantiasa memohon ampun kepada Allah atas apa yang dia
lakukan dan senantiasa berlindung kepada Allah dari bisikan-bisikan syetan.
47
“Selesai shalat dan dzikir, Fahmi mendapati makanan dan segelas teh
hangat di meja kamarnya. Harga dirinya sempat mencegah untuk
menjamah makanan itu. Tetapi rasa lapar dan akal sehatnyaberkata lain.
Makanan di piring itu jika tidak dimakan mubadzir, dan itu juga menyia-
nyiakan kebaikan orang lain. Akhirnya Fahmi mengicipi Lahmacun itu.”
(Shirazy, 2003:112).
Berdasarkan data di atas Fahmi merasa tidak ingin memakan makanan dari
wanita yang tidak ia kenal, namun dengan keimanan yang ia miliki ia berusaha
menghilangkan sifat egonya dan tetap taat kepada Allah dan larangann Allah yang
membenci sifat boros dan membuang-buang makanan.
“ Pertama, aku sangat berterima kasih atas perhatianmu.”
“Tak perlu berterima kasih untuk sebuah kewajiban Seorang Muslim wajib
menolong saudaranya. Ah, itu hal kecil yang tiak ada artinya.”
“Bagiku sangat berarti”.
“Segala puji milik allah”. (Shirazy, 2013:430)
Berdasarkan data di atas maknanya ialah Fahmi telah menolong sebuah
gadis yang bernama Aysel, dan kemudian Aysel berterima kasih kepada Fahmi.
Sampai-sampai Aysel lupa bahwa segala nikmat dan pertolongan semuanya hanya
berasal dari Allah manusia hanyalah sebuah perantara. Fahmi berasa bahwa Aysel
telah memujinya dengan berlebihan sehingga ia mengatakan bahwa yang patut di
puji hanya Allah.
Tiba-tiba, Fahmi mengingat sepenggal bait syair Maulana Jalaluddin Ar
Rumi tentang cinta kepada Allah. (Shirazy, 2013:431)
Selain Allah tidak ada yang tersisa,
Yang lain semua binasa.
Sambutlah,
Wahai cinta agung,
48
Sang penghancur segala syirik!
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi meiliki iman kepad Allah ditandai
dengan memorinya kepada syair tentang cinta kepada Allah. maknanya ialah rasa
cinta yang abadi hanya cinta kepada Allah swt. Apa yang dicintai di dunia ini
hanya sementara karena dunia ini hanya bersifat sementara.
“bibir Fahmi tiada henti mendesiskan tasbih, tahmid, dan takbir,
menyaksikan panorama keindahan alam sepanjang jalan menuju puncak
Uludag”. (Shirazy, 2003:521)
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki iman kepada Allah
ditandai dengan sikap memandangi keindahan di sepanjang jalan tanpa henti
mengucapkan kata Allah di setiap dzikirnya. Hal itu menandakan bahwa Fahmi
sangat terkesima dengan ciptaan Allah yang sangat indah. Tidak ada yang mampu
menciptakan dunia seindah itu kecuali Allah swt.
“Usai shalat, Fahmi banyak berdzikir. Ia membaca
“Laa ilaaha illa Anta subhanaka innii kuntu minazhzaalimin.”(Shirazy,
2013:531)
Berdasarkan data di atas, tokoh Fahmi sedang dalam sebuah masalah yang
amat besar yang mengakibatkan dirinya tersiksa dan menderita kesakitan yang
amat luar biasa. Namun ia pasrah dan menyerahka semua permasalahannya hanya
kepada Allah dengan cara berdzikir kepada Allah, dengan menggunakan dzikir
yang digunakan nabi Yunus saat terkena masalah. Segala permasalahan yang di
alami, Fahmi hanya percaya bahwa Allah lah sastu-satunya penolong.
“Fahmi terus berdzikir. Ia tetap tidak mau menyerah. Ia mengerahkan
seluruh sisa tenaga dan kemampuannya untuk bertahan hidup. Fahmi
mencoba mengerahkan tenaga dalam murninya untuk menghangatkan
tubuhnya. Ia berjuang mati-matian. Kalaupun mati, ia ingin itu adalah
49
kematian yang terhormat. Kematian dan ikhtiar dan berbaik sangka hanya
kepada Allah.”(Shirazy, 2013:532)
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki iman kepada Allah yang di
tandai dengan perilakunya yang selalu mengedepankan Allah selalu mengingat
Allah dalam kondisi yang sekarat seklipun. Dan walaupun ia merasa dirinya akan
meninggal sekalipun namun ia tetap menginginkan kematian yang selalu
mengingat Allah.
“Sudahlah, jagalah ucapanmu Aysel. Lebih baik berdzikir kepada Allah
dari pada berkata yang sia-sia,” (Shirazy, 2013:533)
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki iman kepada Allah dengan
cara mengingatkan orang lain untuk tetap terus berdzikir mengingat Allah dalam
keadaan apapun dari pada mengucapkan sesuatu hal yang tidak bermanfaat. Hal
itu lebih mendatangkan pahala dari pada ucapan yang tidak mendatangkan
manfaat.
“Suara anjing menyalak semakin dekat. Fahmi membaca doa yang ditulis
Imam Nawawi.
“... Bika Allahumma a’udzu min syarri nafsi wa min syarri ghairi wa min
syarri ma khalaqa Rabbi wa dzara’a wa bara’a, wa bika Allahumma
ahtarizu minhum ...”.
“Fahmi memasrahkan hidupnya, sepenuhnya kepada Allah subhana
wata’ala. (Shirazy, 2013:536)
Berdasarkan data di atas keimanan kepada Allah yang ditunjukkan oleh
tokoh Fahmi yaitu ia mengingat Allah dan menyerahkan hidup dan matinya
kepada Allah. karena Allah lah yang maha Penolong dan Pelindung.
“ Fahmi terus berdzikir. Kepada Allah, Fahmi berdoa dalam hati sampai
menangis, “Ya Allah, aku menghafal kitab sucimu semata-mata demi
meraih ridha-Mu. Jangan kau izinkan daging dan darah yang digunakan
50
untuk menghafal kitab suci-Mu ini dimakan anjing, ya Allah. aku mohon
demi kehormatan kitab suci-Mu, ya Allah.” (Shirazy, 2013:537)
Berdasarkan data di atas bahaya yang telah ada di depan matanya dan
mengancam kehidupan Fahmi. Fahmi hanya terus berdzkir mengingat Allah dan
berdoa kepada-Nya. Karena tiada lagi tempat untuk ia meminta selain kepada
Allah.
b. Iman kepada Kitab Allah
Iman kepada kitab suci Islam dan merupakan mukjizat yang diberikan
Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Dalam novel ini terdapat nilai
keimanan kepada Allah swt, seperti: kita harus mengimani, mendalami, dan
mengajarkan Al-Quran.dalam novel ini terdapat ajaran Al-Quran yang melarang
seorang pria menatap yang bukan mahromnya.
Dalam novel ini terdapat aspek Iman kepada kitab. Berikut ini terdapat
kutipan dialog dari novel Api Tauhid dan analisis mengenai nilai iman kepada
kitab. Kutipan novel ini terjadi ketika Fahmi sedang terkena sebuah masalah yang
amat besar, ia lebih memilih untuk menghatamkan Al-Quran dari pada harus
memikirkan masalah yang tengah ia hadapi. Dapat dibuktikan dengan data
berikut:
“Ia duduk bersila menghadap kiblat. Matanya terpejam sementara
mulutnya terus menggumamkan ayat-ayat suci Al-Quran. Ia hanya
menghentikan bacaannya jika adzan dan iqamat dikumandangkan. Juga
ketika shalat didirikan.” (Shirazy, 2013:1).
Dari data di atas dapat dimaknai bahwa sikap iman kepada Al-Quran dapat
ditandai bahwa kecintaan Fahmi terhadap Al-Quran jauh lebih dalam
dibandingkan apapun, karena cara ia dalam menyelesaikan masalahnya dan untuk
51
melupakan permasalahan yang ia hadapi dengan cara menghatamkan Al-Quran.
Lebih mengingat kepada Allah dengan cara melantunkan kitab-kitab-Nya yang
berisi perkataan-perkataan Allah, merupakan caranya berdialog kepada Allah.
“Selesai berdoa, aku melangkah hendak keluar kamar. Nuzula juga
berdiri. Kami berdiri berhadapan. Sesaat aku pandangi dia. Kali itu dia
menatapku sesaat lalu menunduk. Hatiku berdesir hebat. Selama ini aku
selalu menjaga pandangan, berusaha mati-matian tidak memandang
perempuan kecuali ibu dan saudari kandungku.” (Shirazy, 2013:57)
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa tokoh Fahmi memiliki aspek iman
kepada kitab Allah ditandai dengan perilakunya yang menyebutkan bahwa ia tidak
pernah mencoba untuk menatap wanita yang bukan muhrimnya. Hal ini
membuktikan bahwa pengaplikasian fahmi terhadap larangan Allah yang terdapat
dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat 30-31. Ia mengimani kitab Allah dengan cara
mempelajari serta mengaplikasikan isi sebuah Al-Quran yang isinya mengenai
Firman Allah.
“Kenapa bapak mertuaku yang dipandang sebagai ulama mudah sekali
meminta cerai? Bukankah di dalam Al-Quran saja jika ada masalah di
antara suami istri harus didamaikan dulu.? Cerai adalah jalan paling
akhir.” (Shirazy, 2013:68)
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi adalah seseorang
yang tidak ingin bertindak mengambil resiko bercerai secepatnya tanpa harus
memikirkan dan menemukan solusi, dan mengingat bahwa Al-Quran bahkan
mengajarkan bahwa didamaikan dulu ketika ada permasalahan antara suami istri.
Fahmi sangat ingin mengamalkan isi Al-Quran tersebut selagi ia bisa untuk
melakukannya.
52
“Tapi aku tidak mau dibelenggu rasa benci. Tapi harus bagaimana? Apa
yang harus aku lakukan,? Akkhkirnya aku teringat kisah Nabi Ya’Qub
ketika dia berada dalam puncak kesedihannya melihat pakaian Yusuf yang
berlumuran darah palsu. Nabi Ya’Qub berkata,”...maka hanya bersabar
itulah yang terbaik (bagiku).” (Qs. Yusuf:18) (Shirazy, 2013:68).
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki iman kepada kitab Allah
ditandai dengan cara ia menghadapi masalahnya, ketika ditimpa masalah ia tidak
jauh dari Al-Quran dengan cara mengingat apa yang dikandung dalam Al-Quran
yang membuat dirinya mendapat pelajaran penting seputar sabar dalam
menghadapi permasalahan yang ia alami tersebut dengan cara mengingat kita nabi
Yusuf yang diceritakan dalam Al-Quran dan terdapat pembelajaran yang baik
untuk dipraktekkan dan diamalkan.
“Fahmi kembali ke kamarnya. Senyum Aysel masih membayang, ia
khawatir itu akan mengganggu hafalan Al-Qurannya. Ia mencoba
mengingat surah Az-zumar.” (Shirazy, 2013:113)
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa tokoh fahmi mnecoba
menghilangkan pikiran-pikiran buruk yang terlintas ke dalam pikirannya dan takut
hal itu akan mennganggu hafalannya. Aspek iman kepada kitab Allah yang
dimiliki tokoh Fahmi di tandai dengan cara ia menjaga hafalannya dan sangat
takut ketika hafalannya terganggu.
“ssst ... jangan putus asa! Jangan putus asa! Al-Quran berpesan, jangan
putus asa!(Shirazy, 2013:530)
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki iman kepada kitab Allah
yang ditandai dengan adanya kondisi dan permasalahn serta musibah yang ia
53
dapatkan ia selalu mengingat dan melaksanakan apa yang ada di dalam Al-Quran
yang merupakan firman Allah.
c. Iman kepada Rasulullah
Sebagai seorang muslim, senantiasa perilaku harus dijaga agar selalu
mencontoh dan menjadikan kehidupan nabi dan rasul sebagai panutan. Allah
mencintai umat Rasul dan keluarganya dan InsyaAllah selalu diberikan rahmat
atas umatnya yang beriman kepadanya. Novel ini mengandung aspek iman kepada
nabi dan rasul. Seperti: kita harus melaksanakan sunnah rasul yaitu bershalawat,
umat Nabi Muhammad yang suka salawat maka akan mendapat syafaat di hari
kiamat dan banyak manusia yang mengharapkan syafaat kelak.
Rasulullah betapa mulia akhlak rasul ibarat Al-Quran berjalan karena
segala tindakan Rasulullah berlandaskan Al-Quran. Beliau sangat memuliakan Al-
Quran, menyenangkan hati anak kecil, dan selalu mencoontohkan kerapian,
kebersihan, dan penampilan yang meyakinkan.
“Bukankah dalam sebuah hadis, baginda Nabi Muhammad Saw, pernah
mendorong umatnya, kalau bisa memilih tempat untuk mati maka kita
diminta memilih mati di Madinah ini?”
“Memang ada hadis seperti itu?”.
“Ada Sub.” (Shirazy, 2013:19)
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi ingin jika ia
meninggal, ia ingin meninggal di Madinah saja. Ia ingin mengikuti apa yang
rasulullah sarankan kepada umatnya seperti yang dikatakan hadis Sunan Ibnu
Majah, hadis nomor 3112 yang mengatakan bahwa “barangsiapa dari kalian ada
yang mampu untuk mati di Madinah, maka lakukanlah, sesungguhnya aku akan
bersaksi bagi orang yang mati di dalamnya.”
54
“ya pasti kepikiranlah Pak Lurah. Itu kan sunnah Nabi. Hanya belum
ketemu jodoh. Bawa istri boleh saja. Masalahnya, apa ada gadis yang mau
diajak hidup prihatin di luar negeri?” (Shirazy, 2013:33)
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki iman kepada Rasullullah
dengan ditandai dengan mengikuti sunnahnya. Dalam situasi apapun mengikuti
sunnah adalah prioritas Fahmi.
“boleh aku membaca doa untukmu, untuk kita?”
“Nuzula mengangguk. Lalu telapak tangan kananku memegang ubun-ubun
kepalanya dengan bergetar. Lalu aku berdoa, “Allahumma inni as’aluka
min khairika wa khairi ma jabaltaha wa a’udzubika min syarriha wa
syarri ma jabaltaha.” (Shirazy, 2013: 57)
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi yang baru saja
melaksanakan pernikahannya, kemudian membacakan doa untuk istrinya. Doa
tersebut merupakan doa yang yang diajarkan nabi Muhammad Saw. Untuk
pasangan yang baru akad nikah, diucapkan suami sambil memegang ubun-ubun
istri, sebagai mana ada dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Ibnu
Mjah, dan Abu Daud.
Berdasarkan uraian di atas tokoh Fahmi memiliki aspek iman kepada
Rasulullah yang ditandai dengan cara ia untuk mengikuti sunnah serta ajaran-
ajaran yang disampaikan atau dilakukan oleh nabi Muhammad Saw.
“Ia bersyukur kepada Allah yang Maha memberi rezeki. Tiba-tiba ia
seperti ditegur oleh nuraninya, ia teringat sabda Baginda Nabi, “tidak
berterimakasih kepada Allah orang yang tidak bisa berterima kasih
kepada sesama.” Apakah sedemikian kaku dan keras hatinya sampai ia
tidak berterimakasih kepada gadis itu.” (Shirazy, 2013:112)
55
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi sebagaimana pun
sikap dingin yang ia berikan kepada orang lain ia tidak lupa untuk tetap
berterimakasih. Karena ia selalu mengingat dan melaksanakan sabda Rasulullah.
“Tolong!” pinta Aysel. Hamza lalu keluar dari ruangan itu, diikuti yang
lain. Kini tinggal Fahmi dan Aysel di dalam kamar itu.”
“seperti ini namanya khalwat. Kita berdua-duaan. Ini dilarang oleh
Rasulullah Saw., sebab yang ketiga adalah setan,” kata Fahmi dengan
tenang begitu pintu kamarnya tertutup dan dia hanya berdua dengan
Aysel”. (Shirazy, 2013:550)
Berdasarkan data di atas tokoh fahmi memiliki aspek iman kepada
Rasulullah yang ditandai dengan cara ia melaksanakan larangan Rasulullah.
Ketika ia hanya berdua dengan seorang wanita di dalam ruangan ia tidak ingin
melanggar apa yang menjadi larangan yang Rasulullah katakan tentang berduaan
dengan seorang wanita
“Fahmi menyeka air matanya, ia membayangkan, oh, alangkah bahagianya
kalau saat penduduk Mdinah beramai-ramai menyambut baginda Nabi itu
ia ikut berdesakan menyabut, ia pasti akan nekat berlari memeluk Baginda
Nabi dengan penuh cinta, ia akan bersimpuh di kaki Baginda Nabi dan
menciuminya dengan penuh cinta dan rindu.” (Shirazy, 2013:97)
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa saking cintanya Fahmi
kepada Baginda Nabi ia menangis dan membayangkan dirinya untuk bertemu dan
rela berdesak-desakan kemudian berlari dan menciuminya dengan penuh cinta dan
rindu.
Berdasarkan uraian data di atas dapat tokoh Fahmi memiliki iman kepada
Rasulullah dengan cara menangisi Baginda nabi dan Fahmi sangat ingin menemui
baginda.
56
2. Aspek Islam
Novel ini mengandung nilai-nilai ibadah mengenai salat wajib seperti:
zuhur, magrib, isya, salat jumat(laki-laki) dan salat sunnah, seperti: salat Duha,
salat Tahajjud, salat Istikhoroh, dan salat Tarawih. Islam adalah agama yang
dibawa Nabi SAW yang berdasarkan wahyu Allah. dasar ajaran agama Islam
adalah Al-Quran dan hadis. Rukun islam ada lima yaitu mengakui tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat,
puasa ramadhan, dan haji bila mampu. Dalam islam ketika mendekatkan diri dan
mematuhi suami karena ridho suami maka surga baginya. Misal jika tidak mampu
berwudu, lakukanlah tayamum. Jika sedang dirundung masalah, berbanyaklah
salat dan memohon pertolongan Allah. berdoa untuk kebaikan kedua orang tua,
dan bersujud kepada Allah disertai berdoa untuk memohon rida Allah dan surga-
Nya.
“Nur Jannah. Ibu sudah mantap, dan ikhlas kalau punya mantu dia.”
“Fahmi istikharah dulu ya, bu.”
“Istikharah kan kalau pilihannya lebih dari satu. Apa mas Fahmi ada
pandangan yang lain juga?”
“Salah satu istikharah dipahami seperti itu. Bahkan misalnya kita mau beli
sebidang tanah, agar berkah, beli apa tidak tanah itu, kita boleh
istikharah.” (Shirazy, 2013:39)
Data di atas dapat dimaknai bahwa tokoh Fahmi adalah seorang muslim
yang taat kepada Allah. ketika ia dihadapkan oleh pilihan tidak lain dan tidak jauh
ia mengadukannya lebih dahulu kepada Allah melalui salat istikhoroh.
Berdasarkan uraian data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi adalah
seorang muslim yang taat. Mengenai salat sunnah ia perhatikan dengan sungguh-
57
sungguh ketika ia dihadapkan dengan sebuah pilihan. Tiada tempat jauh-jauh
untuk ia mengadu melainkan mengadu hanya kepada Allah
“Pak Kyai Arselan mengingatkan bahwa diriku dengan Nuzula belum bisa
bergaul layaknya suami istri. Aku mengangguk, lalu aku mohon izin
kepada Kyai Arselan agar diperkenankan mengucapkan doa barakah untuk
istriku dan salat dua rakaat.” (Shirazy, 2013: 56).
Data di atas dapat dimaknai bahwa tokoh Fahmi adalah muslim yang taat
kepada Allah. ketika selesai melaksanakan akad nikah kemudian ia meminta izin
kepada mertuanya untuk bisa salat dua rakaat bersama istrinya. Seperti dalam
kisah yang dituturkan oleh Abu Sa’id Maula, terdapat anjuran untuk menunaikan
ibadah salat sunnah bersama pasangan setelah menikah. Ini untuk meminta
perlindungan kepada Allah Swt agar pernikahan berlangsung dengan harmonis
dan bahagia.
Berdasarkan uraian data di atas dapat dipahami bahwa Fahmi adalah
seorang muslim yang taat karena di setiap awal kegiatan yang hendak ia lakukan
selalu mengingat Allah baik dengan berdzikir mengingat Allah maupun
beribadah.
“Fahmi turun dari tempat tidurnya mengambil wudhu. Ia lalu tenggelam
dalam shalat malam. Dalam rukuk dan sujudnya ia meminta kebaikan
dunia akhirat untuk dirinya dan untuk seluruh umat Nabi Muhammad.”
(Shirazy, 2013:276).
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa ketika Fahmi mengalami
mimpi buruk, Fahmi tidak berpikiran panjang langsung saja ia pergi untuk
menunaikan salat malam, dan berdoa kepada Allah.
58
Berdasarkan uraian data di atas dapat dipahami bahwa tokoh Fahmi
merupakan seorang muslim yang taat ditandai dengan cara ia menghadapi sesuatu
yang terjadi, ia tidak berpikiran panjang untuk memikirkan yang bukan-bukan, ia
langsung memilih jalan pintas untuk mendektakan diri dan mengadu kepada Allah
lewat ibadahnya.
“Fahmi menyempatkan shalat Tahiyatul Majid di dalam Masjid Mevlid i-
Halil, diikuti yang lain.” (Shirazy, 2013:281)
Berdaarkan data di atas dapat dimaknai bahwa ketika Fahmi melewati
sebuah mesjid di tengah perjalananya ia sempatkan dirinya untuk salat. Data
tersebut membuktikan bahwa Fahmi memiliki aspek muslim karena
menyempatkan diri untuk beribadah di rumah Allah.
“Jam berapa sekarang?”
“Tidak tahu.”
“aku tidak mau meninggalkan shalat.
‘ “Aysel lalu teriak-teriak memanggil-manggil Carlos. Si Gundul turun.
Aysel berbicara pada si Gundul dengan bahasa Turki dan bertanya sudah
jam berapa.”
“Gundul menjawab sudah jam 10 malam.”
“Sudah jam 10 malam,”
“Ayo, shalat! Jangan pernah meninggalkan shalat dalam kondisi
apapun.”(Shirazy, 2013:530)
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa ketika Fahmi dalam
keadaan terpuruk dan kondisinya tidak stabil, Fahmi masih tetap ingin
melaksanakan kewajibannya dengan mendirikan perintah Allah yaitu shalat.
Berdasarkan uraian data di atas tokoh Fahmi memiliki aspek Islam yang
begitu kuat dengan ditandai dengan kuat keinginannya untuk tetap melaksanakan
perintah dan kewajibannya sebagai umat Islam, dalam keadaan apapun ia tidak
akan pernah ingin meninggalkan kewajibannya tersebut.
59
“ tidak. Saya tidak akan memotong kaki saya. Kaki yang selama ini
menemani saya ke masjid, berdiri di tengah malam, rukuk, dan sujud,
tidak akan saya buang. “ (Shirazy, 2013: 547).
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi mengalami suatu
kecelakaan yang mengharuskan kakinya untuk di amputasi, namun ia sangat tidak
ingin kakinya diamputasi karena ia merasa sangat tidak sanggup untuk membuang
kakinya yang selama ini telah sangat bermanfaat dalam hidupnya dalam hal
beribadah kepada Allah. ia berusaha mati-matian untuk tidak memotongnya
sampai harus mempertaruhkan nyawanya.
Berdasarkan uraian data di atas, tokoh Fahmi memiliki aspek Islam yang
sangat kuat ditandai dengan data bahwa Fahmi sangat mempertahankan kakinya
yang selama ini sangat membantunya dalam menunaikan ibadah kepada Allah.
“ Sesaat setelah Magrib Fahmi bangun. Ia langsung menanyakan jam
berapa? Hamza menjawan sudah Magrib. Fahmi beristigfar ia belum shalat
Zhuhur, Azhar, dan Magrib. Ia lalu tayammum dan shalat di
pembaringannya. Selesai shalat, Fahmi membaca doa-doa sore hari yang
biasa dibaca oleh Rasulullah Saw.” (Shirazy, 2013:559).
Data di atas dapat dimaknai bahwa tokoh Fahmi adalah seorang muslim
yang sangat taat ibadah. Fahmi adalah seseorang yang imannya kuat, sesaat telah
kehilangan kenikmatan ibadah akhirnya membuat ia menyesal, kemudian segera
salat
Berdasarkan data uraian di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi adalah
tokoh yang taat ibadah. Ia langsung ber istigfar dan merasa berdosa telah
kehilangan shalat Dzuhur dan Azar.
60
3. Aspek Akhlak
a. Akhlak kepada Allah Swt
Akhlak pada dasarnya adalah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir
yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Nilai agama yang meliputi
akhlak dalam Islam dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : Akhlak kepada Allah
Swt, akhlak kepada diri sendiri, dan akhlak kepada keluarga.
Dalam novel ini terkandung Akhlak kepada Allah seperti: kita harus
bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan, memohon ampun
kepada Allah, memiliki rasa malu kepada Allah, tidak berputus asa akan
datangnya rahmat Allah.
“Fahmi seperti menyaksikan langsung bagaimana Sultan Muhammad Al
Fatih sujud syukur. Seketika itu juga Fahmi menghadap kiblat dan sujud
syukur. Ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan ia karuniabisa
sampai di bumi Sultan Hamid Al Fatih, ia bersyukur mengetahui sejarah
emas kemenangan pasukan Islam menaklukkan Konstantinopel. Ia
bersyukur Allah memberinya kenikmatan yang lebih mahal dari dunia
seisinya yaitu iman dan islam.” (Shirazy, 2013: 101).
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa Fahmi sangat bersyukur
kepada Allah atas apa yang Allah karuniakan terhadapnya, ia bersyukur diberi
kesempatan untuk mempelajari sejarah-sejarah di Turki. Karena tidak semua
orang dapat mempelajarinya langsung di tempatnya maka dari itu Fahmi begitu
sangat bersyukur.
“Fahmi menjelaskan, ia tidak mau menjadi pihak yang menjatuhkan talak.
Ia tidak mau sekali pun pernah melakukan perbuatan yang tidak disukai
Allah meskipun itu halal, yaitu mengucapkan talak kepada istri.” (Shirazy,
2013:219).
61
Berdasarkan data di atas, dapat dimaknai bahwa ketika Fahmi di
perintahkan untuk menjatuhkan talak kepada istrinya, ia menentang hal tersebut
semata-mata untuk menjauhi larangan Allah, ia tidak ingin melanggar apa yang
tidak disukai oleh Allah, berdasarkan data tersebut fahmi sangat tidak ingin
melaksanakan apa yang dilarang oleh Allah.
“Ayolah dimakan, sebelum mereka berubah pikiran. Bisa jadi besok kau
tidak diberi makan lagi. Sekecil apapun kesempatan untuk
mempertahankan hidup, gunakanlah sebaik-baiknya.” (Shirazy, 2013:530).
Berdasarkan data di atas, dapat dimaknai bahwa ketika Fahmi
mengingatkan kepada Aysel untuk segera makan selagi ada kesempatan untuk
makan, karena belum tentu besok masih diberi rezeky, intinya ialah Fahmi selalu
bersyukur dalam keadaan apapun.
b. Akhlak kepada diri sendiri
Dalam novel ini terkandung akhlak kepada diri sendiri seperti: kita harus
menjadi pribadi yang tepat waktu, bertanggung jawab, jujur, menepati janji,
disiplin, optimis, ikhlas, sabar dan tegar dalam menghadapi masalah, serta
mengambil hikmah atas segala kejadian.
“Sempat terbesit dalam dalam pikiranku, alangkah bodohnya diriku setiap
hari menambah rasa cinta kepada perempuan yang jauh di sana, yang
mungkin dia sama sekali tidak mencintai diriku. Tapi pikiran itu aku tepis,
aku tidak peduli apakahdia di sana mencintaiku atau tidak, tapi
kewajibanku sebagai suami adalah memuliakan istri. Sebagai suami yang
meskipun berada di tempat yang jauh, beribu mil jaraknya, aku tetap
memuliakan istriku dengan terus mencintainya lahir dan batin.” (Shirazy,
2013: 65).
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa, ketika Fahmi merasa
bahwa ia semakin jatuh cinta kepada istrinya yang hanya sebentar ia pandang atau
62
temui. Ia sempat merasa tidak yakin dengan perasaan istrinya namun ia tetap
berpegang teguh pada tanggung jawab yang ia pegang sebagai seorang suami,
yaitu untuk selalu mencintai istrinya dan memuliakan istrinya.
Berdasarkan uraian data di atas tokoh Fahmi memiliki akhlak kepada diri
sendiri dengan cara memegang teguh tanggung jawab yang ia miliki sebagai
seorang suami.
“Tiba-tiba aku ingin membenci Bapak dan Ibu mertuaku, juga Nuzula.
Tapi aku melawannya. Terjadi pergulatan hebat dalam diriku.” (Shirazy,
2013:67).
Berdasarkan data di atas Fahmi memiliki akhlak kepada diri sendiri
dengan ditandai dengan data bahwa Fahmi menolak untuk membenci orang lain
tanpa mengetahui yang jelas alasannya. Karena sesungguhnya seorang muslim
dengan muslim lainnya adalah bersaudara, sehingga tidak sepantasnya ada
kebencian yang mengakar pada diri mereka.
“Maaf, saya juga tamu. Kalau boleh, saya minta, sebaiknya Anda tetap
duduk di sofa ini sampai yang punya vila ini datang, nanti segala
keperluan Anda bisa langsung Anda tanyakan kepadanya. Saya akan
buatkan teh panas untuk Anda.” (Shirazy, 2013:105).
Berdasarkan data di atas dapat dimaknai bahwa ketika Fahmi tidak
mengizinkan seorang wanita yang baru ia temui untuk bebas berkeliaran di vila
milik kawannya karena ia hanya sendiri di rumah dan pemilik vila tersebut tidak
sedang berada di rumah maka dari itu Fahmi tidak memiliki hak untuk seenaknya
memberikan kebebasan perempuan untuk berkeliaran guna untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan
63
‘Berdasarkan uraian data di atas tokoh Fahmi memiliki akhlak kepada diri
sendiri dengan ditandai dengan sikapnya yang bertanggung jawab untuk menjaga
sesuatu yang diamanahkan untuk dia.
c. Akhlak kepada Sesama
dalam novel ini terkandung aspek agama yang tercakup dalam akhlak
kepada sesama manusia seperti berlaku sopan dan menghormati yang lebih tua.
“aku sangat berharap Nuzula bisa mengantar kepergianku ke
Madinah untuk kembali melanjutkan kuliah, lewat SMS dia
minta maaf sebab tidak bisa mengantar sebab ada ujian di
kampusnya. Aku memakluminya.”(Shirazy, 2013:59).
Berdasarkan data di atas tokoh Fahmi memiliki akhlak kepada diri
sendiri dengan di tandai dengan data bahwa Fahmi pengertian kepada istrinya. Ia
mengerti bahwa dan memaklumi keadaan istrinya yang tidak bisa mengantarnya
pergi.
“Fahmi menuju dapur, ia menggodok (merebus) air panas dan
membuat teh. Fahmi melihat ada beberapa butie telur di kulkas
kecil. Ia ambil dan ia godok. Fahmi lalu beranjak melihat tasnya, ia
ambil obat menceret yang ia bawa dari Madinah dan jamu masuk
angin yang ia bawa dari Indonesia. Aysel masih meringis keluar
masuk kamar mandi.” (Shirazy, 2013:408)
Berdasarkan data di atas dapat kita maknai bahwa tokoh Fahmi memiliki
akhlak yang baik terhadap sesama dalam bentuk kepeduliannya terhadap sesama.
Ia membantu Aysel yang sedang ditimpa diare.
“Fahmi adalah orang yang mudah tersentuh. Seketika itu ia
melepas jam tangannya. Fahmi menjawab dengan bahasa Arab
”Allah bersamamu, jangan takut dan sedih, ini barang paling
berharga yang ada padaku, ambillah, silakan!” (Shirazy, 2013:297)
64
Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa tokoh Fahmi memiliki
aspek akhlak kepada sesama ketika seorang ibu-ibu yang sedang mengemis
kepadanya, namun Fahmi tidak memiliki uang, tanpa berbelit-belit ia langsung
membuka jam tangannya kemudian memberikannya kepada ibu itu. Hal ini
menandakan bahwa Fahmi memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama karena
rela mengorbankan sesuatu yang berharga pun.
B. Pembahasan
Berdasarkan penyajian data yang telah diuraikan tentang Religiositas
dalam novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy.
Dalam hal ini adalah aspek iman, aspek islam, dan aspek akhlak dalam
novel yang dikaji. Religiositas tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam pembahasan
berikut:
1. Aspek Iman
a. Iman kepada Allah
Iman adalah membenarkan Allah dan Rasul-Nya tanpa keraguan, berjihad
di jalan Allah dengan hartadan jiwa. Pada akhir ayat tersebut ”mereka itulah
orang-orang yang benar” merupakan indikasi bahwa pada waktu itu ada
golongan yang mengaku beriman tanpa bukti.
Pada novel Api Tauhid tokoh Fahmi dalam kaitannya iman kepada
Allah mengungkapkan bahwa Fahmi adalah orang yang taat dan selalu
mengedepankan Allah dan mengingat Allah dikala senang maupun sedih. Bahkan,
dalam yang sekarat sekalipun. Karakter dalam diri Fahmi adalah interpretasi dari
65
aspek iman kepada Allah, dia menginginkan kematian yang selalu mengingat
Allah.
Pada dasarnya aspek iman yang dituangkan dalam novel tersebut
tergambar pada sikap Fahmi dalam menghadapi cobaan hidup dan kesedihan yang
tidak berkesudahan. Beban pikiran karena masalah kehidupan pernikahannya
membuat tubuhnya tidak bisa menopang kesedihannya. Fahmi memiliki karakter
iman yang sangat kuat walaupun dia sakit dan memiliki cobaan hidup, tak ada
alasan dia meninggalkan sholat dan selalu berdzikir memohon ampun kepada
Allah untuk menguatkan imannya.
b. Iman kepada kitab Allah
Iman kepada kitab-kitab Allah swt ialah meyakini bahwa kitab-kitab
tersebut datang dari sisi Allah swt yang diturunkan kepada sebagian Rasulnya.
Dan bahwasanya kitab- kitab itu merupakan firman Allah swt yang Qadim, dan
segala yang termuat di dalamnya merupakan kebenaran.
Pada Novel Api Tauhid tokoh Fahmi yang mencerminkan adanya
keimanan kepada kitab Allah serta memiliki kepercayaan bahwa kitab-kitab Allah
yang merupakan firman Allah yaitu dengan Fahmi mengamalkan isi Al-Quran
seperti halnya mengaplikasikan apa yang ada di dalam Al-Quran seperti tidak
memandang seorang wanita yang bukan mahromnya, larangan tersebut terdapat
pada Al-Quran Surah An-Nisa ayat 30-31
Pada novel Api Tauhid tokoh Fahmi dalam kaitannya iman kepada kitab
Allah ditandai dengan sikap Fahmi yang selalu mengedepankan Al-Quran,
mengimani Al-Quran dengan cara menghafalkan, mempelajarinya serta
66
mengamalkannya. Baik dalam kondisi apapun ia menjadikan Al-Quran sebagai
pengisi kekosongannya dikala sedih maupun senang.
c. Iman kepada Rasulullah
Iman kepada Rasul adalah salah satu rukun iman yang ke empat. Oleh
karena itu sebagai orang muslim harus meyakini dengan sepenuh hati bahwasanya
Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya kepada ummat manusia pada setiap zaman
untuk mengarahkan manusia ke jalan yang benar. (Wiyadi, 2014:91)
Dengan adanya iman kepada rasul berarti kita diperintahkan Allah untuk
meyakini bahwa ia telah menciptakan seorang Rasul yang harus kita percayai.
Mencintai Rasul sama dengan mencintai Allah karena Rasul merupakan makhluk
ciptaan Allah seperti yang talah kita lihat pada hasil penelitin yaitu Fahmi
meyakini adanya Rasulullah dan mempercayainya dengan cara mempercayai kata-
katanya dan mempraktekkannya di dalam kehidupan sehari-harinya seperti ketika
ia mengingat perkataan Rasulullah yang mengatakan bahwa “barangsiapa dari
kalian ada yang mampu untuk mati di Madinah, maka lakukanlah, sesungguhnya
aku akan bersaksi bagi orang yang mati di dalamnya.” yang dikatakan hadis
Sunan Ibnu Majah, hadis nomor 3112. Fahmi mempraktekkannya ketika sakit
karena keinginannya untuk memaksakan diri mengkhatamkan Al-Quran sebanyak
empat puluh kali sampai ia jatuh sakit. Namun ia masih tetap memaksakan dirinya
untuk menyelesaikan khatamannya tersebut walaupun ia harus meninggal dan
meninggal di Madinah. Ia menginginkan mati di Madinah karena hendak
mengikuti perkataan Rasulullah.
67
2. Aspek Islam
Nilai di dalam agama Islam pada hakikatnya adalah kumpulan dari
prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia
menjalankan kehidupannya di dunia ini. Nilai-nilai Islam yang tegas, pasti dan
tetap tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu, adalah nilai yang
bersumber kepada agama (Zakiah, 1976: 155-156)
Islam merupakan sebuah agama. Agama adalah kepercayaan adanya
Tuhan adanya raja yang mengatur alam semesta beserta isinya, Tuhan yang
menggerakkan manusia dengan perlengkapan yang diberikannya seperti tubuh
beserta isinya. agama islam yaitu suatu agama yang dipilih oleh seorang muslim
dengan cara mengikuti ajaran yang ada di dalamnya serta kewajiban seperti
beribadah dan mengikuti perintah Allah. berdasarkan penelitian di atas dapat di
pahami bahwa tokoh Fahmi memiliki aspek islam yang ia cerminkan lewat
kebiasaannya seperti melakukan ibadah, baik ibadah wajib maupun sunnah. Ia
tidak terlepas dari ibadah-ibadah sunnah nya terkait dengan situasi yang ia alami
seperti halnya ketika ia dihadapkan oleh suatu pilihan, ia pun melakukan solat
istikhoroh, yang kita kenal sholat yang dilakukan ketika kita bingung hendak
memilih yang mana. Tidak hanya keistiqomahannya terhadap salat sunnah tentu
saja shalat wajib pun enggan ditinggalkannya walaupun dalam keadaan susah, dan
sulit untuk berbuat apa-apa. Hal itu menandakan bahwa tokoh Fahmi dalam novel
Api Tauhid memiliki aspek Islam yang baik.
68
3. Aspek Akhlak
a. Akhlak Kepada Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa
tiada Tuhan melainkan Allah. dia memiliki sifat-sifat terpuji. Bertasbih kepada-
Nya. Memuji kepada-Nya. Bertawakkal kepada Allah. bersyukur kepada Allah.
bersabar atas segala Ujian dan cobaan yang diberikan Allah.
Akhlak kepada Allah salah satunya yaitu juga dapat berupa Bersyukur
kepada Allah, yaitu menyadari bahwa segala nikmat yang ada merupakan karunia
Allah dan anugrah dari Allah semata. Sehingga, jika manusia mendapatkan
nikmat, maka pergunakan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. adapun syukur
itu dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk. Pertama, syukur dengan hatinya,
kedua, syukur dengan lisan, yaitu dengan cara beramal shaleh, sesuai dengan
Firman-Nya, Q.S. An-Nahl:53. Terkait dalam novel Api Tauhid tokoh Fahmi
dapat di katakan berakhlak terhadap Allah yaitu dengan cara iya bersyukur kepada
Allah, iya bersyukur dengan cara bersujud syukur karena iya diberi kesempatan
oleh Allah untuk menginjak Turki dan mempelajari sejarah-sejarah kota turki.
b. Akhak Kepada Diri Sendiri
Akhlak kepada diri yaitu salah satunya adalah sabar, sabar yaitu menahan
diri dari dorongan hawa nafsu demi menggapai keridoan Tuhannya dan
menggantinya dengan sungguh-sungguh menjalani cobaan-cobaan dari Allah
SWT. Di dalam Novel Api Tauhid dapat kita temukan aspek akhlak terhadap diri
sendiri seperti ketika Fahmi mengalami mesalah keluarga, ketika sang ayah
69
mertuanya datang menemui Fahmi dan meminta Fahmi untuk menceraikan
putrinya karena permasalahan yang bahkan belum dimengerti oleh Fahmi. Fahmi
merasa hal itu sangat tidak adil bagi dirinya. Ia merasa sangat marah dan hendak
membenci. Namun ia tetap memilih sabar dan menemukan solusinya terlebih
dahulu dengan cara memohon kepada Allah, sebeblum ia memutuskan sesuatu
tanpa harus ada kebencian.
Akhlak terhadap diri sendiri yang kedua ialah menunaikan amanah,
amanah menurut arti bahasa adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan.
Amanah adalah suatu sifat dab sikap pribadi yang setia, tulus hati, dan jujur dalam
melaksanakan sesuatu yang dipercayakan padanya, yang berupa harta benda,
rahasia, ataupun tugas kewajiban pelaksanaan amanat dengan baik. Dalam novel
Api Tauhid sikap tersebut telah ditunjukkan oleh Tokoh Fahmi ketika ia di
amanahkan oleh kawannya Hamza untuk menjaga vila sangat ia tengah sendiri di
vila tesebut, namun tiba-tiba seorang wanita bernama Aysel datang dan berlaku
tidak sesuai dengan tamu biasanya, tentu saja Fahmi yang juga belum mengenal
Aysel melarangnya untuk berkeliaran dan menyuruhnya untuk tetap duduk di
sofa, dan menunggu pemiliknya datang. Karena Fahmi sangat bertanggung jawab
dalam melaksanakan amanah yang diberikan kepada dirinya.
c. Akhlak Kepada Sesama
Menurut Asmaran (2002) Islam memerintahkan pemeluknya untuk menunaikan
hak-hak pribadinya dan berlaku adil terhadap dirinya. Islam dalam pemenuhan
hak-hak pribadinya tidak boleh merugikan hak-hak orang lain. Islam
mengimbangi hak-hak pribadi, hak-hak orang lain dan hak masyarakat sehingga
70
tidak timbul pertentangan. Semuanya harus bekerja sama dalam mengembangkan
hukum-hukum Allah. akhlak kepada sesama manusia merupakan sikap seseorang
terhadap orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian di atas adapun pembahasan novel Api Tauhid yang
ditujukan kepada tokoh Fahmi memiliki akhlak terhadap sesama yang kita jumpai
pada hasil penelitian yaitu ketika Fahmi harus mengorbankan jam tangan mewah
yang ia miliki untuk membantu seorang ibu yang membutuhkan uang. Saat itu ia
tidak memiliki uang akan tetapi hal itu tidak menghentikan niatnya untuk bisa
membantu orang lain walaupun dengan cara mengorbankan barang yang berharga
yang dia miliki.
71
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa Religiositas yang
dimaknai sebagai dimensi yang dikenal dengan keyakinan dan diprattikkan
dengan ritual dan bertendensi pada sikap baik atau juga bisa disebut akhlak.
Religiositas berasal dari kata religosity yang berarti kesadaran dan pemahaman
seseorang akan adanya rasa cinta kasih kepada sesama manusia yang diwujudkan
dalam bentuk ketaatan jiwa dan raga seseorang, mampu melakukan kegiatan yang
bermanfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Aspek religiositas
mampu memberikan pengaruh terhadap karya sastra tersebut, karena dalam aspek
ini mengandung pesan-pesan religi yang dibutuhkan oleh para pembaca untuk
meningkatkan hubungan dengan manusia lainnya. Dalam hal ini unsur-unsur
kepercayaan telah digambarkan dalam sebuah karya sastra. Digambarkan dalam
iman, Islam, dan akhlak.
Hal ini bahwa iman sebenarnya mempunyai satu tuntunan, yaitu berupa
amal soleh. Satu tuntunan ini mutlak harus ada dalam hal yang bernama “Iman”.
Sebab selain sebagai reaksi dari rasa iman, amal salih juga bisa dijadikan
barometer dari kadar keimanan itu sendiri. Secara bahasa iman berarti percaya.
Percaya yang dimaksud dalam masalah ini adalah kepercayaan yang dibangun
atas dasar keyakinan penuh. Jadi, iman bukan hanya sekadar percaya, namun lebih
dari itu iman adalah percaya yang disertai dengan keyakinan yang mendalam.
Pokok dari bangunan Iman adalah meyakini sepenuhnya keberadaan wujud Allah
72
sebagai Tuhan semesta alam. Beriman kepada Allah berarti mengakui sekaligus
meyakini bahwa Allah benar-benar ada meskipun wujud-Nya tidak dapat dilihat
oleh indera. Tidak hanya itu, beriman kepada Allah berarti seorang hamba
menetapkan diri sebagai hamba-Nya. Sikap ini nanti yang akan melahirkan sikap
penghambaan seseorang kepada Allah. seseorang yang beriman adalah mereka
yang hanya menyembah Allah, bukan yang lain. Ia menjadikan Allah sebagai
Tuhan, sebagai Dzat yang harus disembah, sebagai tempat bergantung, sebagai
tempat pertolongan, dan tempat kembalinya semua yang ada di dunia ini.
Islam adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah. dan ketundukan ini,
untuk sementara waktu bisa tanpa mempertimbangkan aspek keikhlasan dan
kesukarelaan sebab kedua aspek ini bisa ditumbuhkan melalui penambahan
pengetahuan, latihan, dan kebiasaan. Bisa saja terjadi bahkan banyak terjadi
seorang muslim lentaran tingkat keilmuannya dan kesadarannya yang cukup
tinggi, ketundukan dan kepatuhannya justru tumbuh semakin tinggi pula. Namun
begitu yang menjadi puncak dalam Islam adalah tunduk patuh yang dibarengi atau
dilandasi perasaan sukarela.
Akhlak merupakan pondasi utama dalam pembentukan karakter pribadi
manusia, untuk merealisasikan akhlak dalam kehidupan, perlu pembinaan yang
istiqomah. Akhlak merupakan azas bagi suatu bangunan, karena bangunan tidak
dapat ditegakkan dengan baik dan kuat tanpa azas yang kukuh. Yang dinilai di
sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni
dalam bermuamalah atau dalam hubungan sosial antar manusia, dalam
berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan,
73
serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga
merupakan mahluk Tuhan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian “Religiositas dalam Novel Api Tauhid Karya
Habiburrahman El Shirazy” terdapat beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi pembaca sebaiknya memahami teori religiositas untuk
diterapkan dalam ilmu sosiologi sastra.
2. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya memahami dan memilih
obyek yang tepat untuk dikaji menggunakan pendekatan sosiologi
sastra.
3. Bagi peminat sastra, kajian religiositas dapat dijadikan rujukan
untuk penelitian yang berbasis keagamaan sehingga menunjukkan
aspek religiositas.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart,
and Winston.
Adisusilo, Sutarjo. 2012.Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan
VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Al Mawdudi, Abul A’la. 1990. Towards Understanding Islam. Kuala Lumpur:
A.S. Noorden
Al-Quran Terjemahan. 2015.Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus
Sunnah.
Aminuddin. (2011).Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo
Ancok, Suroso. 2001. Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Angkowo, Kosasih. 2011. Optimalisasi Media Pembelajaran.Jakarta : PT.
Grasindo.
Arif, Iman Setiadi. (2016). Psikologi Positif: Pendekatan saintifik menuju
kebahagiaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Assegaf, Abburrahman. Studi IslamKonteks Tual. EloborasiParadigma Baru
Muslim, Kaffah. Yogyakarta: Gema Media, 2005.
Atmosuwito, Subiantoro. 1989. Perihal Sastra dan Religiusitas Dan Sastra.
Bandung : Sinar Baru.
Cornett et al, 2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True
Financial Performance. http://papers.ssrn.com/.
Dahlan, Abdul Aziz, dkk (eds), Ensiklopedi Hukum Islam. Vol. 6. (Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve, 1997), h. 2016.
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
75
Dewi, Shinta. 2011. Analisis Struktur dan Religiusitas dalam Novel Kubah
Karya Ahmad Tohari. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Diponegoro
Selatan.
Duradjat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
Ghufron. (2010). Teori-teori Perkembangan. Bandung: Refika Aditama
Hakami, Syaikh Hafidz. 2001. 222Kunci Aqidah Lurus, Jakarta Selatan:
Mustaqim
Hartoko dan Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta.
Kanisius.
Jabir al-Jazairi, Syakh abu Bakar. 2014. Aqidatu Mu’min kupas tuntas aqidah
seorang mu’min. Solo. Daar An-Naba
Jalaluddin Rakhmat. 2001. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).[Online] Available at:
http://kbbi.web.id/pusat,[Diakses 2o Januari 2019].
Lubis, M. Ridwan. 2005. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Beragama
Mahmud, Abd Halim. 1994. Fahm Usul al-Islam. Kairo. Dar al-taba’ah wa al-
Nasr al-Islamiyah
__________________. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta:Gema Insani
Mangunwijaya, Y.B. 1982. Sastra dan Religioitas. Jakarta: Sinar Harapan.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Matta, Anis.2006.membentuk Karakter Cara Islam. Jakarta: Al-I’tishom
Mila, Nur. 2016. Religiositas dalam Novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi
Djoko Damono dan Rancangan Pembelajarannya di Sekolah Menengah
76
Atas (SMA). Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Lampung.
Nasution. 2013. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada
Nurdin dkk. 1995. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV Alfabeta
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada
, B. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE
Permata, Ahmad Norman. 2000. Metodologi Studi Agama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ratnawati, V. Risti, dkk. 2002. Religiusitas dalam Sastra Jawa Modern.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Saryono. (2009). Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Setiadi, Elly M. 2006. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Stanton, Robert. 1965. An Introduction To Fiction. Amerika: University Of
Washington.
Sugihastuti. 2007. Teori Apresiasi Sastra. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Duta Wacana
University press.
Suharso, dan Ana Retnoningsih. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Semarang: CV. Widya.
Sukanto. 1994. Paket Moral Islam Menahan Nafsu dan Hawa. Solo: Maulana
Offset
77
Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama
Supratno, Haris. 2016. Sosiologi Novel Religi Sastra Indonesia. Surabaya:
UNESA UNIVERSITAS PRESS
Suriasumarti, Jujun S. 2001. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Suroto, 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU.
Jakarta: Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. “Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”.
Bandung : Angkasa.
Wachid B.S., Abdul. 2009. Analisis Struktural Semiotik Puisi Surealistis
Religius D. Zawawi Imron. Yogyakarta: Cinta Buku.
Widiyanta, A (2005). Sikap Terhadap Lingkungan Dan Religiusitas. Psikologia
• Volume I • No. 2 : 1-10
Wiyadi, 2014. “Membina Akidah dan Akhlak, Untuk Kelas 1V Madrasah
Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Yolanda, Hani Putriani. 2015. Pola Perilaku Konsumsi Islami Mahasiswa
Muslim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Ditinjau
Dari Aspek Religiusitas. Jurnal. Universitas Airlangga.
Yusuf Qardhawi. 2005. Merasakan Kehadiran Tuhan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset
Zuhrotun. 2018. Religiusitas Tokoh Sofia dalam Novel Jean Sofia Karya Leyla
Hana: Kajian Sosiologi Sastra. Tesis. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Diponegoro Selatan.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran I
Korpus Data
1. Api Tauhid, 2013:1 :“Siang malam ia mematri diri, larut dalam
munajat dan taqarrub kepada ilahi”
2. Api Tauhid, 2013:17 : “Allah...Allah...!”
Muka Subki langsung cerah. Ia
membangunkan Ali yang tertidur sambil
duduk
“Li..Ali...bangun, Li!”
Ali bangun tersentak kaget,”A..ada apa
Sub?”
“Li, lihat itu, Fahmi mulai sadar. Lihat
bibirnya bergetar mengucap dzikir.”
Ali mengamati muka Fahmi dengan
seksama.
“Allah...Allah...” lirih Fahmi
3. Api Tauhid, 2013:29 : “angin itu bertiup dari Gunung Lamongan.
Aku menghadap ke Gunung Lamongan.
Kurasakan nikmatnya angin membelai
wajahku. Kutarik nafas,
kuhirup dalam-dalam sambil bertasbih,
Subhanallah wa
bihamdi, kutahan dalam dada,
kunikmati
kesegarannya, lalu kuhembuskan sambil
bertasbih,
No ASPEK KUTIPAN
1. Aspek Iman
a. Iman kepada Allah
b. Iman kepada Kitab Allah
c. Iman kepada Rasulullah
14 kutipan
6 kutipan
6 kutipan
2. Aspek Islam 7 kutipan
3. Aspek Ahlak
a. Akhlak kepada Allah SWT
b. Akhlak kepada diri sendiri
c. Akhlak kepada sesama
3 kutipan
3 kutipan
3 kutipan
Total 42
subhanallahil azhim. Kuulangi berulang-
ulang kali”
4. Api Tauhid, 2013:44 : “Ada dua gelas teh tubruk yang sudah
berkurang isinya. Yang satu masih utuh. Itu
bagianku. Aku seruput kehangatannya.
Baunya khas. Harum. Rasanya sepet, seger,
dan manis. Subhanallah. Ini juga suasana
surga. Suasana yang juga sering aku
kangeni saat aku berada di Madinah.”
5. Api Tauhid, 2013:68 : “Lalu aku putuskan bahwa aku hanya akan
mengaduka kesedihanku itu kepada Allah.”
6. Api Tauhid, 2013:107 : Fahmi banyak membaca Istigfar. Ia
melawan kelebatan-kelebatan pikiran yang
ia tak inginkan.”
7. Api Tauhid, 2013:112 : “Selesai shalat dan dzikir, Fahmi
mendapati makanan dan segelas teh
hangat di meja kamarnya. Harga dirinya
sempat mencegah untuk menjamah makanan
itu. Tetapi rasa lapar dan akal
sehatnyaberkata lain. Makanan di piring itu
jika tidak dimakan mubadzir, dan itu juga
menyia-nyiakan kebaikan orang lain.
Akhirnya Fahmi mengicipi Lahmacun itu.”
8. Api Tauhid, 2013:430 : “ Pertama, aku sangat berterima kasih atas
perhatianmu.”
“Tak perlu berterima kasih untuk sebuah
kewajiban Seorang Muslim wajib menolong
saudaranya. Ah, itu hal kecil yang tiak ada
artinya.”
“Bagiku sangat berarti”.
“Segala puji milik allah”.
9. Api Tauhid, 2013:431 : Tiba-tiba, Fahmi mengingat sepenggal bait
syair Maulana Jalaluddin Ar Rumi tentang
cinta kepada Allah.
10. Api Tauhid, 2013:521 : “bibir Fahmi tiada henti mendesiskan
tasbih, tahmid, dan takbir, menyaksikan
panorama keindahan alam sepanjang jalan
menuju puncak Uludag”.
11. Api Tauhid, 2013:531 : “Usai shalat, Fahmi banyak berdzikir. Ia
membaca
“Laa ilaaha illa Anta subhanaka innii kuntu
minazhzaalimin.”
12. Api Tauhid, 2013:532 : “Fahmi terus berdzikir. Ia tetap tidak mau
menyerah. Ia mengerahkan seluruh sisa
tenaga dan kemampuannya untuk bertahan
hidup. Fahmi mencoba mengerahkan tenaga
dalam murninya untuk menghangatkan
tubuhnya. Ia berjuang mati-matian.
Kalaupun mati, ia ingin itu adalah
kematian yang terhormat. Kematian dan
ikhtiar dan berbaik sangka hanya kepada
Allah.”
13. Api Tauhid, 2013:533 : “Sudahlah, jagalah ucapanmu Aysel. Lebih
baik berdzikir kepada Allah daripada berkata
yang sia-sia,”
14. Api Tauhid, 2013:536 : “Suara anjing menyalak semakin dekat.
Fahmi membaca doa yang ditulis Imam
Nawawi.
“... Bika Allahumma a’udzu min syarri nafsi
wa min syarri ghairi wa min syarri ma
khalaqa Rabbi wa dzara’a wa bara’a, wa
bika Allahumma ahtarizu minhum ...”.
“Fahmi memasrahkan hidupnya, sepenuhnya
kepada Allah subhana wata’ala.
15. Api Tauhid, 2013:537 : “ Fahmi terus berdzikir. Kepada Allah,
Fahmi berdoa dalam hati sampai
menangis, “Ya Allah, aku menghafal kitab
sucimu semata-mata demi meraih ridha-Mu.
Jangan kau izinkan daging dan darah yang
digunakan untuk menghafal kitab suci-Mu
ini dimakan anjing, ya Allah. aku mohon
demi kehormatan kitab suci-Mu, ya Allah.”
16. Api Tauhid, 2013:1 : “Ia duduk bersila menghadap kiblat.
Matanya terpejam sementara mulutnya terus
menggumamkan ayat-ayat suci Al-Quran. Ia
hanya menghentikan bacaannya jika adzan
dan iqamat dikumandangkan. Juga ketika
shalat didirikan.”
17. Api Tauhid, 2013:57 : “Selesai berdoa, aku melangkah hendak
keluar kamar. Nuzula juga berdiri. Kami
berdiri berhadapan. Sesaat aku pandangi dia.
Kali itu dia menatapku sesaat lalu
menunduk. Hatiku berdesir hebat. Selama
ini aku selalu menjaga pandangan, berusaha
mati-matian tidak memandang perempuan
kecuali ibu dan saudari kandungku.”
18. Api Tauhid, 2013:68 : “Kenapa bapak mertuaku yang dipandang
sebagai ulama mudah sekali meminta cerai?
Bukankah di dalam Al-Quran saja jika ada
masalah di antara suami istri harus
didamaikan dulu.? Cerai adalah jalan paling
akhir.”
19. Api Tauhid, 2013:68 : “Tapi aku tidak mau dibelenggu rasa benci.
Tapi harus bagaimana? Apa yang harus aku
lakukan,? Akkhkirnya aku teringat kisah
Nabi Ya’Qub ketika dia berada dalam
puncak kesedihannya melihat pakaian Yusuf
yang berlumuran darah palsu. Nabi Ya’Qub
berkata,”...maka hanya bersabar itulah
yang terbaik (bagiku).”
20. Api Tauhid, 2013:113 : “Fahmi kembali ke kamarnya. Senyum
Aysel masih membayang, ia khawatir itu
akan mengganggu hafalan Al-Qurannya. Ia
mencoba mengingat surah Az-zumar.”
21. Api Tauhid, 2013:530 : “ssst ... jangan putus asa! Jangan putus asa!
Al-Quran berpesan, jangan putus asa!
22. Api Tauhid, 2013:19 : “Bukankah dalam sebuah hadis, baginda
Nabi Muhammad Saw, pernah
mendorong umatnya, kalau bisa memilih
tempat untuk mati maka kita diminta
memilih mati di Madinah ini?”
“Memang ada hadis seperti itu?”.
“Ada Sub.”
23. Api Tauhid, 2013:33 : “ya pasti kepikiranlah Pak Lurah. Itu kan
sunnah Nabi. Hanya belum ketemu jodoh.
Bawa istri boleh saja. Masalahnya, apa ada
gadis yang mau diajak hidup prihatin
di luar negeri?”
24 Api Tauhid, 2013:57 : “boleh aku membaca doa untukmu, untuk
kita?”
“Nuzula mengangguk. Lalu telapak tangan
kananku memegang ubun-ubun
kepalanya dengan bergetar. Lalu aku berdoa,
“Allahumma inni as’aluka min khairika
wa khairi ma jabaltaha wa a’udzubika min
syarriha wa syarri ma jabaltaha.”
25. Api Tauhid, 2013:112 : “Ia bersyukur kepada Allah yang Maha
memberi rezeki. Tiba-tiba ia seperti ditegur
oleh nuraninya, ia teringat sabda Baginda
Nabi, “tidak berterimakasih kepada Allah
orang yang tidak bisa berterima kasih
kepada sesama.” Apakah sedemikian kaku
dan keras hatinya sampai ia tidak
berterimakasih kepada gadis itu.
26. Api Tauhid, 2013:550 : “Tolong!” pinta Aysel. Hamza lalu
keluar dari ruangan itu, diikuti yang lain.
Kini tinggal Fahmi dan Aysel di dalam
kamar itu.”
“seperti ini namanya khalwat. Kita berdua-
duaan. Ini dilarang oleh Rasulullah
Saw., sebab yang ketiga adalah setan,” kata
Fahmi dengan tenang begitu pintu kamarnya
tertutup dan dia hanya berdua dengan
Aysel”.
27. Api Tauhid, 2013:97 : “Fahmi menyeka air matanya, ia
membayangkan, oh, alangkah bahagianya
kalau saat penduduk Mdinah beramai-ramai
menyambut baginda Nabi itu ia ikut
berdesakan menyabut, ia pasti akan nekat
berlari memeluk Baginda Nabi dengan
penuh cinta, ia akan bersimpuh di kaki
Baginda Nabi danmenciuminya dengan
penuh cinta dan rindu.”
27 Api Tauhid, 2013:39 : “Nur Jannah. Ibu sudah mantap, dan ikhlas
kalau punya mantu dia.”
“Fahmi istikharah dulu ya, bu.”
“Istikharah kan kalau pilihannya lebih dari
satu. Apa mas Fahmi ada pandangan
yang lain juga?”
“Salah satu istikharah dipahami seperti itu.
Bahkan misalnya kita mau beli
sebidang tanah, agar berkah, beli apa tidak
tanah itu, kita boleh istikharah.”
28. Api Tauhid, 2013:56 : “Pak Kyai Arselan mengingatkan bahwa
diriku dengan Nuzula belum bisa bergaul
layaknya suami istri. Aku mengangguk, lalu
aku mohon izin kepada Kyai Arselan
agar diperkenankan mengucapkan doa
barakah untuk istriku dan salat dua rakaat.”
29. Api Tauhid, 2013:276 : “Fahmi turun dari tempat tidurnya
mengambil wudhu. Ia lalu tenggelam
dalam shalat malam. Dalam rukuk dan
sujudnya ia meminta kebaikan dunia
akhirat untuk dirinya dan untuk seluruh umat
Nabi Muhammad.”
30. Api Tauhid, 2013:281 : “Fahmi menyempatkan shalat Tahiyatul
Majid di dalam Masjid Mevlid i-Halil,
diikuti yang lain.”
31. Api Tauhid, 2013:530 : “Jam berapa sekarang?”
“Tidak tahu.”
“aku tidak mau meninggalkan shalat.
‘ “Aysel lalu teriak-teriak memanggil-manggil
Carlos. Si Gundul turun.Aysel berbicara
pada si Gundul dengan bahasa Turki dan
bertanya sudah jam berapa.”
“Gundul menjawab sudah jam 10 malam.”
“Sudah jam 10 malam,”
“Ayo, shalat! Jangan pernah meninggalkan
shalat dalam kondisi apapun.”
32. Api Tauhid, 2013:547 : “ tidak. Saya tidak akan memotong kaki
saya. Kaki yang selama ini menemani saya
ke masjid, berdiri di tengah malam, rukuk,
dan sujud, tidak akan saya buang. “
33. Api Tauhid, 2013:559 : “ Sesaat setelah Magrib Fahmi bangun. Ia
langsung menanyakan jam berapa?
Hamza menjawan sudah Magrib. Fahmi
beristigfar ia belum shalat Zhuhur,
Azhar, dan Magrib. Ia lalu tayammum dan
shalat di pembaringannya. Selesai
shalat, Fahmi membaca doa-doa sore hari
yang biasa dibaca oleh Rasulullah Saw.”
34. Api Tauhid, 2013:101 : “Fahmi seperti menyaksikan langsung
bagaimana Sultan Muhammad Al Fatih
sujud syukur. Seketika itu juga Fahmi
menghadap kiblat dan sujud syukur. Ia
bersyukur kepada Allah yang telah
memberikan ia karuniabisa sampai di
bumi Sultan Hamid Al Fatih, ia bersyukur
mengetahui sejarah emas kemenangan
pasukan Islam menaklukkan Konstantinopel.
Ia bersyukur Allah memberinya
kenikmatan yang lebih mahal dari dunia
seisinya yaitu iman dan islam.”
35. Api Tauhid, 2013:219 : “Fahmi menjelaskan, ia tidak mau menjadi
pihak yang menjatuhkan talak. Ia tidak
mau sekali pun pernah melakukan perbuatan
yang tidak disukai Allah meskipun itu
halal, yaitu mengucapkan talak kepada istri.”
36. Api Tauhid, 2013:530 : “Ayolah dimakan, sebelum mereka
berubah pikiran. Bisa jadi besok kau tidak
diberi makan lagi. Sekecil apapun
kesempatan untuk mempertahankan
hidup, gunakanlah sebaik-baiknya.”
37. Api Tauhid, 2013:65 : “Sempat terbesit dalam dalam pikiranku,
alangkah bodohnya diriku setiap hari
menambah rasa cinta kepada perempuan
yang jauh di sana, yang mungkin dia
sama sekali tidak mencintai diriku. Tapi
pikiran itu aku tepis, aku tidak peduli
apakahdia di sana mencintaiku atau tidak,
tapi kewajibanku sebagai suami adalah
memuliakan istri. Sebagai suami yang
meskipun berada di tempat yang jauh, beribu
mil jaraknya, aku tetap memuliakan
istriku dengan terus mencintainya lahir dan
batin.”
38. Api Tauhid, 2013:67 : “Tiba-tiba aku ingin membenci Bapak dan
Ibu mertuaku, juga Nuzula. Tapi aku
melawannya. Terjadi pergulatan hebat dalam
diriku.”
39. Api Tauhid, 2013:105 : “Maaf, saya juga tamu. Kalau boleh, saya
minta, sebaiknya Anda tetap duduk di sofa
ini sampai yang punya vila ini datang, nanti
segala keperluan Anda bisa langsung Anda
tanyakan kepadanya. Saya akan
buatkan teh panas untuk Anda.”
40. Api Tauhid, 2013:59 : “aku sangat berharap Nuzula bisa
mengantar kepergianku ke
Madinah untuk kembali melanjutkan kuliah,
lewat SMS dia minta
maaf sebab tidak bisa mengantar sebab ada
ujian di kampusnya. Aku memakluminya.”
41. Api Tauhid, 2013:408 : “Fahmi menuju dapur, ia menggodok
(merebus) air panas dan membuat teh.
Fahmi melihat ada beberapa butie telur di
kulkas kecil. Ia ambil dan ia godok. Fahmi
lalu beranjak melihat tasnya, ia ambil obat
menceret yang ia bawa dari Madinah dan
jamu masuk angin yang ia bawa dari
Indonesia. Aysel masih meringis keluar
masuk kamar mandi.”
42. Api Tauhid, 2013:297 : “Fahmi adalah orang yang mudah
tersentuh. Seketika itu ia
melepas jam tangannya. Fahmi menjawab
dengan bahasa Arab”Allah bersamamu,
jangan takut dan sedih, ini barang paling
berharga yang ada padaku, ambillah,
silakan!”
Lampiran II :
Biografi Penulis
H. Habiburrahman El Shirazy, Lc. Pg.D., lahir di Semarang, Jawa
Tengah, 30 September 1976; umur 43 tahun, adalah novelis Indonesia. Selain
novelis, sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini juga dikenal sebagai
sutradara, dai, penyair, sastrawan, pimpinan pesantren, dan penceramah. Karya-
karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara
seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan, Australia, dan
komunitas Muslim di Amerika Serikat. Karya-karya fiksinya dinilai dapat
membangun jiwa dan menumbuhkan semangat prestasi pembaca. Di antara karya-
karyanya yang telah beredar di pasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (Telah dibuat versi
filmnya, 2004), Di Atas Sajadah Cinta (Telah disinetronkan Trans TV, 2004),
Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika
Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Desember2007), Dalam
Mihrab Cinta (2007), Bumi Cinta (2010), dan The Romace. Kini sedang
merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening,
Bulan Madu di Yerussalem, Bumi Cinta, Api Tauhid, dan Ayat-Ayat Cinta 2 yang
sedang dimuat bersambung di Harian Republika.
Lampiran III
Sinopsis
Api Tauhid
Habiburrahman El Shirazy
Novel ini berjudul Api Tauhid. Karya dari seorang novelis ternama
Habiburrahman El Shirazy. Novel ini diterbitkan oleh Pt Republika dengan
ketebalan buku 587 halaman. Novel ini dicetak pada tahun 2016.
Diceritakan seorang pemuda asal Lumajang, Jawa Timur yang tengah menimba
ilmu dalam studi strata 2 di sebuah universitas di Mesir – Universitas Islam
Madinah – bernama Fahmi. Bersama sahabatnya dari Indonesia yaitu Ali dan
Subki serta satu sahabat dekat dari Turki yaitu Hamza, Fahmi melewatkan hari-
harinya untuk belajar.
Pengisahan dimulai ketika Fahmi dengan khusunya melakukan itikaf di
Masjid Nabawi Madinah. Kekhusuan itu semata untuk menghilangkan dan
melupakan semua beban hidup yang menimpa dirinya. Kusutnya benang rumah
tangga yang ia jalani secara siri untuk menjaga hubungan dengan seorang gadis
Indonesia – Nuzula – yang merupakan puteri dari Kiai Arselan – gurunya di
Indonesia, harus berujung gugat cerai. Tanpa Ia pahami dan ketahui sebabnya
kabar dari Kiai yang meminta Fahmi untuk menjatuhkan talak, padahal
pernikahan itu melalui proses yang rumit dan dihadapi kebimbangan batin setelah
menolak lamaran yang lain. Permasalahan tersebut tak sedikitpun ia curhatkan
pada teman-temannya, ia pendam sendiri dan memilih melampiaskannya dengan
tekad menghatamkan hapalan Al-Qurannya dalam itikap tersebut sebanyak 40
kali. Hal itu menyebabkan Fahmi harus masuk rumah sakit karena pingsan
kelelahan pada hari ke-12.
Melihat keadaan Fahmi, sahabatnya Hamzah mengajaknya untuk
berlibur ke Turki dengan harapan agar Fahmi bisa melupakan masalahnya dan
kembali ceria, ia pun menyetujuinya. Mereka berangkat bertiga bersama Subki,
sedangkan Ali tidak ikut.
Perjalanan pun dimulai. Tiba di Turki ereka langsung menempati Vila
milik seorang perempuan yang bernama Aysel yang tidak lain adalah saudara
sesusunya Hamzah. Di Turki mereka (Fahmi, Hamzah, Subki, ditambah Bilal,
Aysel, dan Emel) melakukan perjalanan wisata religi ke berbagai tempat
bersejarah sambil belajar dan mengenang sejarah Badiuzzaman Said Nursi
sebagai ulama besar dengan kisah perjuangannya menegakan Islam di tanah
Turki.
Said Nursi menjadi tokoh utama yang diceritakan dalam penceritaan
oleh tokoh Hamzah. Said Nursi kecil hidup di tengah keluarga yang sangat lekat
dengan agama dan didikan yang baik padanya dan saudara kandungnya. Said
sangat cerdas, pada usianya yang masih kecil ia bisa menghapal ilmu yang
diberikan dari orang tua dan kakaknya dalam satu kali dengar. Pada usia 15 tahun,
Said remaja telah menghapal dan paham isi puluhan kitab rujukan utama. Tidak
hanya itu, kecerdasannya terbukti dengan menghafal Al-Quran dalam waktu dua
hari saja. Karena kekaguman pada sosoknya, sang guru Muhammed Emin Effendi
memberinya julukan ‘Badiuzzaman’ yang berarti keajaiban zaman.
Keistimewaannya itu membuat iri teman-temannya yang lebih tua yang membuat
ia dimusuhi. Namun, Said Nursi pantang menyerah. Ia berpindah-pindah
Madrasah yang siap menampung dan memberikan ilmu lebih padanya, ia seperti
sangat haus akan ilmu. Tidak sedikit ulama yang tidak percaya hingga ia diuji
dengan berbagai pertanyaan menguji namun semua itu bisa dijawab dan setiap
yang ragu akan kecerdasan dan ilmunya akhirnya mengakui. Ulama-ulama besar
pun merasa tersaingi karena umat mereka berpaling mengidolakan sosok Said
Nursi.
Orang-orang yang tak suka dengan keberadaannya karena merasa
tersaingi membuat makar untuk mengalahkan dan mengusir Said Nursi. Bakan
ada yang sampai mengatakannya tidak waras sampai harus dibawa ke rumah sakit
jiwa dan dibuktikan dengan pemeriksaan dokter. Namun, semua itu tidak terbukti,
sebaliknya dokter tersebut takjub akan kemampuannya. Banyak yang tak setuju
dengan kebijakan Said Nursi dalam pendidikan. Tak kurang akal, pejabat
pemerintah pun diam-diam berusaha menyingkirkannya, baik dengan cara
mengusirnya ke daerah terpencil, maupun memenjarakannya. Ia pun harus
berhadapan dengan Sultan Hamid II hingga Mustafa Kemal Attaturk yang
terkenal kejamnya terhadap Islam dan berusaha keras menghapuskan Islam di
Turki secara merata, juga menghapuskan sistem kekholifahan . Kisah juga sampai
pada perang dunia antara kubu Sekutu, Jerman, Rusia dan Amerika serta negara
lainnya.
Selama dua puluh lima tahun berada di penjara dan pengasingan, Said
Nursi bukannya bersedih, ia malah bangga. Karena disitulah, ia menemukan
cahaya abadi ilahi. Ia menemukan Api Tauhid. Dan melalui pengajian-pengajian
yang diajarkannya, baik di masjid maupun di pengasingan, murid-muridnya selalu
menyebarluaskannya kepada khalayak. Baik dengan cara menulis ulang pesan-
pesan Said Nursi, maupun memperbanyak risalah dakwahnya. Murid-muridnya
berhasil merangkum pesan dakwah Said Nursi itu dengan judul Risalah Nur.
Murid-muridnya tidak ingin api tauhid yang dikobarkan Said Nursi berakhir.
Kebersamaan mereka semakin terasa dan akra. Berbagai tempat seperti
Keyseri, Istanbul, Konya dan kota lainnya, mesjid-mesjid bersejarah, hotel-hotel
serta restoran dengan berbagai makanan khas turki mereka cicipi kenikmatannya.
Seiring perjalanan itu, sementara Fahmi bisa melupakan sejenak pikirannya
tentang Nuzula - istrinya.
Percintaan Fahmi malah bertambah rumit dengan adanya pengutaraan
cinta dari Aysel. Aysel sebagai wanita modern London berubah shalehah setelah
bersama rombongan. Kehidupan Aysel yang bermasalah dengan pernikahan
dengan mantan suaminya yang menganiaya dan akan menjualnya turut mewarnai
kisah. Pengejaran Carlos (mantan suami Aysel) sampai di Turki dan mengikuti
jejak rombongan, hal itu membuat perjalanan mereka sedikit terganggu. Sampai
pada akhirnya Aysel tertangkap beserta Fahmi dan mereka mengalami penyiksaan
yang begitu mengenaskan sampai Fahmi hampir sekarat dan harus menjalani
beberapa operasi di rumah sakit.
Bantuan teman-temannya dalam menyelamatkan Fahmi sangat berarti,
dari mulai mencarikan dokter terbaik, pengobatan, sampai operasi mereka
usahakan. Kakinya harus diamputasi, namun Fahmi menolaknya kekeh, sampai
Emel pun mem bujuknya dan menawarkan diri dengan penuh rasa cinta untuk
mengurusnya dan dinikahi menjadi istrinya dengan mahar potong kaki kanannya,
namun Fahmi menolaknya.
Kabar duka Fahmi ini sampai pada telinga Ali yang kemudian datang
ke Turki bersama rombongan umroh Indonesia beserta Nuzula – istri yang sempat
akan ia talak dulu. Nuzula meminta maaf dan menjelaskan yang sebenarnya
terjadi, dengan keikhlasan Fahmi pun memaafkannya dan merajut kembali tali
cinta yang sempat akan terputus. Dengan penuh cinta, Nuzula merawat Fahmi
sampai pada akhirnya ia sembuh dari kelumpuhan dan sehat seperti semula.
Mereka pun melangsungkan pernikahan resminya di Turki.
RIWAYAT HIDUP
Umianti, dilahirkan di Kabupaten Pangkep pada tanggal 04
Februari 1998. Anak pertama dari dua bersaudara,
pasangan dari Bapak H. Majid dengan Hj. Ibu Kasmia.
Adik bernama Pikri. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SDN 8 Timporongan lulus pada tahun 2010, SMPN 1
Segeri lulus pada tahun 2013, SMAN 1 Segeri lulus pada tahun 2016. Tahun 2016
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis melakukan Pemantapan Profesi Keguruan (P2K), di SMAN 1 Pangsid
Kabupaten Sidrap. Dengan ketekunan motivasi tinggi untuk terus belajar dan
berusaha, penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini.
Semoga dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi
positif bagi dunia pendidikan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
diselesaikannya skripsi yang berjudul “ Religiositas dalam Novel Api Tauhid
Karya Habiburrahman El Shirazy.”