Post on 29-Oct-2020
REFLEKSI KASUS
AFASIA
Pembimbing:
dr. Farida Niken Astari N.H, M.Sc, Sp.S
Disusun oleh :
Orisativa Kokasih
14/363109/KU/17024
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Tanggal Lahir : 31 Desember 1953 (65th)
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Popongan, Sinduadi, Sleman
No CM : 06-**-**
Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM
B. Data Dasar
Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30 WIB di IGD RSA UGM.
Keluhan Utama:
Tidak bisa bicara
Riwayat Penyakit Sekarang:
1HSMRS keluarga mengatakan bahwa pasien mulai bicara tidak nyambung.
Pengucapan kata masih jelas namun bila ditanya X dijawab dengan kalimat yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan pertanyaan. HMRS pasien tidak bisa mengeluarkan kata-
kata sama sekali, pasien masih membuka mata namun tidka bisa diajak bicara lalu pasien
dibawa ke IGD RSA. Keluarga menyangkal keluhan pingsan, nyeri kepala, mual, muntah,
kejang, pelo, perot.
Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya : disangkal
2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
3. Riwayat vertigo : disangkal
4. Riwayat penyakit paru : disangkal
5. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Riwayat hipertensi : (+) terkontrol
7. Riwayat kejang : disangkal
8. Riwayat DM : (+) terkontrol
9. Riwayat stroke : (+) 1 tahun yang lalu (kelemahan di
tangan dan kaki kanan)
10. Riwayat rawat inap : (+) 1 tahun yang lalu
11. Riwayat alergi : disangkal
12. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan : obat rutin HT dan DM
13. Riwayat Keganasan : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
4. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat stroke : disangkal
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : tidak bisa bicara (+), riw sakit kepala (-), kelemahan anggota gerak
kanan (+), pingsan (-), pelo (-), perot (-), vertigo (-).
Sistem kardiovaskular : riwayat hipertensi (+), riwayat penyakit jantung (-)
Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)
Sistem gastroinstestinal : mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : kelemahan anggota gerak (+) bagian kanan
Sistem neurologi : kelemahan anggota gerak (+) bagian kanan, kesemutan (-), baal (-),
tidak dapat bicara (+), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga
berdenging (-)
Sistem integument : ruam (-)
Sistem urogenital : BAK (+) normal, tidak ada keluhan
C. Resume Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Ny. K, perempuan, usia 65 tahun datang ke IGD RSA
UGM karena tidak bisa berbicara. 1HSMRS pasien bicara tidak nyambung kemudian HMRS pasien tidak
bisa berbicara sama sekali. Terdapat kelemahan anggota gerak bagian kanan. Pasien memiliki riwayat
stroke 1 tahun yang lalu dan mengalami kelemahan anggota gerak kanan. Pasien memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus tipe II dalam terapi.
Siriraj Stroke Score: -3 (susp. Ischemic)
Gajahmada Stroke Algorithm: Nyeri kepala (+), muntah (-), Babinski (-) -> susp. Hemorrhagic stroke
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
a. Diagnosis klinis
Aphasia global cum hemiplegia dextra.
b. Diagnosis Topik
Susp. Lobus temporalis superior sinistra et dextra dd Lobus frontalis Inferior dd gyrus
cyngulate
c. Diagnosis Etiologi
Susp. SNH dd SH
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30 WIB
E.1 Pemeriksaan Umum
a. Kesan umum : Compos mentis, E4MxVx
b. Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 66x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Frekuensi nafas : 22x/menit, regular
Suhu tubuh : 36,6 °C
Saturasi : 98 %
E.2 Pemeriksaan Umum
a. Kepala
Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut, CA (-), SI (-), Pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC (+/+), RK (+/+)
b. Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku kuduk (-), burdzinsky I (-)
c. Wajah
Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
d. Mata
Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-)
e. Telinga
AD: Bentuk telinga normal, membran timpani tidak dinilai, nyeri tekan (-).
AS: Bentuk telinga normal, membrane timpani tidak dinilai, nyeri tekan (-)
f. Hidung
Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya sekret. Tidak tampak
nafas cuping hidung.
g. Mulut
Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi (-), sianosis (-), Perot (-),
hipersalivasi (-).
h. Thoraks
i. Pulmo :
1. Inspeksi : bentuk dada normal, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
2. Palpasi : Taktil fremitus sama pada paru kanan dan kiri
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Kesan: Paru dalam batas normal
ii. Cor :
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Batas kanan bawah:ICS 5 mid axilaris anterior sinistra, Batas kanan atas: ICS
3 mid clavicularis sinistra, Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra, Batas kanan
atas: ICS 2 parasternal dekstra
4) Auskultasi: S1-S2 reguler, intensitas normal, murmur (-), gallop (-).
Kesan : Jantung dalam batas normal
i. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, supel.
2) Auskultasi : Bising usus (+), normal (2-6 x menit)
3) Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4) Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
(-), turgor baik
Kesan : Abdomen dalam batas normal
j. Ekstremitas
Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2detik
E3. Neurobehaviour
Status Psikiatri
a. Tingkah Laku : Normoaktif
b. Perasaan Hati : Normotimik
c. Orientasi : Sulit dinilai
d. Kecerdasan : Sulit dinilai
e. Daya Ingat : Sulit dinilai
Status Neurobehaviour
a. Sikap tubuh : Simetris
b. Gerakan Abnormal : Tidak ada
c. Cara berjalan : sulit dinilai
d. Ekstremitas : kelemahan di ekstremitas kanan
E4. Status Neurologis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kanan
N. I. Olfaktorius
Daya penghidu TDN TDN
N. II. Optikus
Daya penglihatan TDN TDN
Pengenalan warna TDN TDN
Lapang pandang TDN TDN
N. III. Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial TDN TDN
Gerakan mata ke atas TDN TDN
Gerakan mata ke bawah TDN TDN
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh TDN TDN
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit TDN TDN
Membuka mulut TDN TDN
Sensibilitas muka TDN TDN
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen
Gerakan mata ke lateral TDN TDN
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut Dbn Dbn
Mengerutkan dahi TDN TDN
Menutup mata + +
Meringis TDN TDN
Menggembungkan pipi TDN TDN
Daya kecap lidah 2/3 ant TDN TDN
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik TDN TDN
Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang TDN
Reflek Muntah TDN
Sengau TDN
Tersedak TDN
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Dalam batas normal
Reflek muntah TDN
Bersuara -
Menelan Sulit menelan
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu TDN
Trofi Otot Bahu Tidak
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah TDN
Artikulasi TDN
Tremor lidah Tidak ada tremor
Menjulurkan lidah TDN
Kekuatan lidah TDN
Trofi otot lidah Dalam batas normal
Fasikulasi lidah Dalam batas normal
E.5 Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
bebas
bebas
terbatas
terbatas
0/0/0 5/5/5
normal Tonus
normal
normal
normal
Trofi eutrofi eutrofi
Clonus -/-
Lateralisasi ke kanan
E.6 Refleks Fisiologis
Refleks Biceps +3 +2
Refleks Triceps +3 +2
Refleks Patella +3 +2
Refleks Achilles +3 +2
E.7 Refleks Patologis
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
E.8 Fungsi Sensorik
Kanan Kanan
0/0/0 5/5/5 eutrofi eutrofi
Rasa nyeri TDN TDN
Rasa raba TDN TDN
Rasa suhu TDN TDN
Propioseptif TDN TDN
E.9 Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
Brudzinski III : negatif
Brudzinski IV : negatif
E.10 Fungsi Luhur
a. Fungsi Luhur: TDN
b. Fungsi Vegetatif: BAK lancar dengan pispot, BAB belum
E.11 Temuan Lain
Bicara (-), Pemahaman (-), Kemampuan mengulangi kalimat (-)
F. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Parameter Hasil Normal Value
Leukosit 9.0 4.0-11.0
Eritrosit 4.5 3.8-5.8
Hemoglobin 12.3 11.5-16.5
Hematokrit 36.6 37.0-47.0
MCV 82.2 76.0-98.0
MCH 27.7 27.0-32.0
MCHC 33.7 30.0-35.0
Trombosit 341 150-450
GDS 199 60-199
Natrium (Na) 138 135-145
Kalium (K) 3.7 3.5-5.1
Klorida (Cl) 106 95-115
Ureum 24 10.7-42.8
Kreatinin 0.71 0.60-1.20
LDL 102 Optimal: <100
HDL 58 >=60
TGL 67 <150
Asam urat 4.0 2.4-6.0
Hasil MSCT Head
Hasil: dilakukan MSCT 128 slice, kepala tanpa kontras. Potongan axial, coronal,dan sagital.
- Retrobulbar tidak tampak kelainan
- Lesi dengan densitas lebih rendah di ganglia basalis dan frontalis kiri
- Tidak tampak lesi perdarahan dan tumor
- Gyri dan sulci berkurang di frontotemporalis kiri
- Gyri dan sulci hemisphere kanan prominen
- Ventrikel lateralis kanan lebih lebar
Kesan: Sugestive infark di ganglia basalis kiri dan frontalis kiri
G. Diagnosis Akhir
Diagnosis klinis : Aphasia Global
Diagnosis topis : Ganglia basalis sinistra et lobus frontalis sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke Non Hemmorhagic
H. Tatalaksana
H.1 Non Medikamentosa
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
Diagnosis pasien
Tatalaksana yang akan dilakukan
Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
O2 via nasal kanul 3lpm
Pasang NGT
H.2 Medikamentosa
IVFD NaCl 0.9% : titofusin (1:1) 20 tpm
Inj. Ranitidine 1A/12 jam
Miniaspi 1x80mg
CPG 1x75mg
Inj. Vit B12 1A/12 jam
I. Plan
Rawat Bangsal
J. Prognosis
1. Death : Dubia ad bonam
2. Disease : Dubia ad malam
3. Dissability : Dubia ad malam
4. Discomfort : Dubia ad malam
5. Dissatisfaction : Dubia ad malam
6. Distutition : Dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Afasia adalah gangguan bahasa akibat cedera otak (hilangnya kemampuan untuk
menghasilkan dan / atau memahami bahasa). Biasanya bermanifestasi sebagai kesulitan
berbicara atau memahami bahasa lisan, kesulitan membaca dan menulis.
Pusat bahasa diatur oleh beberapa bagian pada otak, yakni: Area Broca (area Brodmann
44) terletak di girus frontal posterior inferior yang berperan dalam pengucapan bahasa
(motorik). Area Wernicke (area Brodmann 22), yang terdiri dari dua pertiga posterior gyrus
temporal superior berfungsi menerima informasi dari korteks pendengaran dan mengakses
jaringan asosiasi kortikal untuk memberikan makna kata. Gyrus angularis pada lobus parietal
inferior berperan dalan persepsi bahasa tertulis, serta fungsi pemrosesan bahasa lainnya. Insula
berfungsi untuk mengatur artikulasi. Dan terdapat beberapa daerah lobus frontal dan temporal
yang mendukung pemrosesan tingkat kalimat serta korteks temporal, oksipital, dan parietal
yang mendukung pengetahuan kata-kata serta artinya.
ETIOLOGI
Kerusakan atau disfungsi jaringan bahasa dapat menyebabkan afasia. Etiologi yang
paling umum adalah stroke iskemik. Penyebab struktural lainnya termasuk stroke hemoragik,
neoplasma, cedera otak traumatis, multiple sclerosis, ensefalomielitis akut, abses serebral,
ensefalitis, atau infeksi sistem saraf pusat lainnya. Kerusakan struktural menyebabkan afasia
yang akut dan menetap. Namun, ada beberapa kondisi dimana afasia bersifat sementara seperti
pada transient cerebral ischemia (TIA), migrain, dan kejang. Sementara afasia progresif dapat
menjadi manifestasi penyakit neurodegeneratif seperti degenerasi frontotemporal, Alzeimer,
penyakit Creutzfeldt-Jakob, atau bentuk lain dari demensia neurodegeneratif.
PEMERIKSAAN
Pasien yang mengalami afasia dapat memiliki gangguan kefasihan, konten, repetition,
naming, comprehension, membaca, dan menulis. Kefasihan dapat dilihat output yang jarang
(jumlah kata yang berkurang per menit), frasa singkat (biasanya lima kata atau kurang),
agrammatisme, jeda pencarian kata, gagal praksis. Gangguan konten dapat dilihat dari
paraphasic dan neologisme (paraphasic: substitusi seluruh kata (misalnya, "kursi" menjadi
"meja") atau substitusi fonemis (misalnya, "becek" menjadi "bebek”). Gangguan pengulangan
diuji dengan meminta pasien untuk mengulangi frase yang kompleksitasnya meningkat (seperti
"satu, dua, tiga" atau "A, B, C" atau ular melingkar di pagar). Gangguan penamaan diuji
dengan pasien diminta memberikan nama benda nyata yang tersedia untuk pemeriksa, seperti
"kunci," "lubang kancing," "alis". Selain penamaan konfrontatif, penamaan dapat diuji dengan
meminta pasien untuk "menyebutkan dengan definisi," yaitu, pemeriksa memberikan definisi
dari suatu objek atau tindakan, dan pasien memberikan nama yang sesuai. Gangguan
pemahaman dievaluasi dengan memberikan urutan perintah yang tidak melewati sumbu tenga
tubuh, dimulai dengan satu langkah, ("Tutup mata Anda", “julurkan lidah”), dan lanjut ke
perintah multistep dan yang melibatkan ekstremitas ("angkat dua jari", “tunjuk jendela lalu
tutup mata”, “Berdiri, berputar, tepuk tangan dua kali, lalu duduk"). Dilanjtkan dengan perintah
yang melewati sumbu tengah tubuh (mis., "Sentuh telinga kanan Anda dengan ibu jari kiri").
Perintah yang melibatkan struktur tata bahasa yang semakin kompleks juga dapat digunakan
(misalnya, "Sentuh koin dengan pensil"; "Dengan sisir, sentuh koin"). Pertanyaan yang lebih
kompleks (misalnya, "Apakah sebuah batu tenggelam dalam air?") dilanjutkan dengen
menggunakan struktur tata bahasa yang rumit seperti("Apakah paman bibiku pria atau
wanita?”, "Jika seekor singa dibunuh oleh harimau, yang mana yang masih hidup?"). gangguan
membaca dapat diuji dengan meminta pasien membaca keras-keras dari surat kabar atau dari
daftar kata tunggal. Pemahaman membaca dapat diuji dengan perintah tertulis (misalnya,
"Lipat kertas ini menjadi dua dan letakkan di atas meja"). Gengguan menulis dites dengan
meminta pasien untuk menulis kalimat secara spontan.
KLASIFIKASI
Afasia Broca - lesi di lobus frontal. Afasia Broca ditandai ketidakfasihan bicara (output
jarang dan agrammatisme), gangguan pengulangan, gangguan pemahaman relatif khususnya
untuk tata bahasa yang kompleks. Seringkali terjadi pada pasien dengan hemiparesis kanan dan
apraxia oral yang mencerminkan cedera pada struktur yang berdekatan pada area motorik.
Afasia Wernicke - lesi di gyrus temporal superior posterior (area Wernicke). Afasia
Wernicke ditandai dengan kefasihan yang baik, namun terdapat gangguan pemahaman. Pasien
dapat berkata-kata dengan baik namun tidak berarti, biasanya paraphasic dan terdapat
neologisme. Pasien tampak tidak menyadari gangguan yang ada.
Aphasia konduksi - lesi pada gyrus supramarginal atau white matter parietal. Aphasia
konduksi menyebabkan gangguan kefasihan, pengulangan, kesalahan paraphasic (biasanya
fonemik), tetapi pemahaman masih baik. Pasien sering mencoba berulang kali untuk
memperbaiki kesalahan mereka. Bahasa tertulis mungkin juga terpengaruh. Kondisi ini dapat
terjadi selama pemulihan dari afasia Wernicke.
Afasia global - cedera perisylvian yang luas yang mempengaruhi daerah Broca dan
Wernicke . Afasia global termasuk defisit dalam semua fungsi bahasa. Pasien sering bisu atau
hanya menghasilkan ucapan tanpa kata. Pasien tidak dapat mengikuti perintah.
Aphasia motor transkortikal - Ditandai dengan keluaran bicara, pemahaman dan
pengulangan yang baik. Pasien dengan jenis aphasia ini mengalami kesulitan memulai bicara,
serta menyelesaikan pemikiran. Kondisi ini dapat terjadi selama pemulihan dari afasia Broca.
Afasia sensorik transkortikal – lesi yang berdekatan dengan daerah Wernicke di
daerah temporal-oksipital atau parietal-oksipital (misalnya, gyrus angularis). Ditandai dengan
kefasihan yang baik, namun kesalahan paraphasic yang sering dan gangguan pemahaman yang
nampak mirip dengan afasia Wernicke. Salah satu perbedaannya adalah pengulangan utuh yang
bisa berbentuk echolalia. Pasien sering dapat membaca dengan keras (kadang-kadang dengan
kesalahan), tetapi tanpa pemahaman.
Afasia campuran transkortikal - Pasien dengan afasia campuran transkortikal
memiliki semua fitur afasia global kecuali pengulangan yang masih baik. pasien tidak dapat
mengucapkan kata verbal secara spontan, tetapi dapat mengulangi apa yang baru saja
dikatakan. Pemahaman bahasa tulisan dan lisan sangat terganggu.
Afasia anomik- lesi terkait di lobus temporal basal, lobus temporal inferior anterior, temporo-
parieto-oksipital junction, dan lobus parietal inferior .Pasien dengan afasia anomik tidak dapat
memberi nama (atau menulis) kata untuk item tertentu. Seringkali, mereka dapat menyatakan
arti dan mengambil kata-kata yang berkaitan dengan yang mereka cari. Pasien dapat mengucap
kata secara spontan namun berjeda, circumlocution (substitusi kata-kata atau frasa terkait), dan
kesalahan paraphasic sesekali, tetapi sebaliknya fasih dengan pengulangan dan pemahaman
kalimat yang utuh.
DIAGNOSIS BANDING
Ensefalopati metabolik atau delirium dapat bermanifestasi sebagai kesulitan
penamaan dan gagal mengikuti perintah, dan kesalahan paraphasic. Kondisi ini dapat dikenali
dengan perhatian dan tingkat kesadaran yang berfluktuasi, adanya agitasi, halusinasi, dan/atau
asteriks.
Mutisme akinetik dapat terjadi akibat lesi pada daerah frontal mesial. Pasien
menunjukkan kurangnya keluaran bicara dan respons yang buruk terhadap perintah. Hipofonia
sering terjadi pada mutisme akinetik, tetapi tidak pada afasia. Pasien dapat menunjukkan tanda
katatonia (fleksibilitas berlilin).
Depresi -Pasien yang mengalami depresi mungkin enggan untuk berbicara dan
diperiksa, dan karena itu tampaknya memiliki kesulitan dalam memahami atau memberi nama.
Skizofrenia -Pasien dengan skizofrenia mungkin memiliki konten bicara abnormal
yang dapat mencakup neologisme
Disartria
Apraxia of speech adalah gangguan bicara motorik yang ditandai dengan kemampuan
bicara yang lambat dan keras yang memiliki irama yang tidak normal dan kesalahan artikulasi.
Alexia tanpa agraphia - Pasien dengan sindrom ini dapat menulis, tetapi tidak
membaca. Kemampuan mereka untuk memahami dan menghasilkan ucapan lisan tetap utuh.
Aphemia, defisit dalam produksi perkataan lisan dengan retensi pemahaman
pendengaran serta kemampuan untuk menulis. Disartria dan paresis wajah biasanya menyertai
sindrom ini.
DIAGNOSA
Semua pasien dengan afasia harus diminta untuk pemindaian otak struktural, yaitu
dengan magnetic resonance imaging (MRI). Pada transient aphasia harus segera diperiksa
kemungkinan kejang atau transient cerebral ischemia (TIA). Elektroensefalografi (EEG) untuk
mendeteksi aktivitas kejang aktif pada beberapa pasien dengan status epileptikus afasia .
Afasia dengan progresi, terutama pada orang dewasa paruh baya atau lebih tua,
menunjukkan penyakit neurodegeneratif (yaitu, afasia primer progresif) namun harus
mengekslusi apakah ada massa yang tumbuh secara progresif.
MANAGEMEN
Penyebab mendasar dari aphasia harus ditangani secara spesifik, apakah itu bersifat
degeneratif, vaskular, inflamasi, neoplastik, atau epilepsi. Afasia yang karena massa/hematoma
intraparenchymal, massa ekstra-aksial atau pengumpulan cairan, dapat membaik dengan
pengangkatan massa atau dengan steroid (untuk mengurangi edema). Episode aphasia akibat
kejang epilepsi dapat ditangani dengan terapi antikonvulsan yang adekuat.
Afasia dapat sembuh secara spontan, terutama ketika itu disebabkan oleh lesi iskemik
kecil dengan terapi wicara dan bahasa. Teknik terapi bahasa yang lebih baru yang sedang
dikembangkan yakni dengan penggunaan teknik yang dibantu komputer, yang disebut
Constraint-Induced Aphasia Therapy (CIAT; terapi intensitas tinggi yang membatasi
penggunaan komunikasi nonverbal). Terdapat terapi lain seperti Transcranial Magnetic
Stimulation (TMS) yang diyakini dapat menghambat tonik dari belahan otak yang terkena.
Terapi farmakologis aphasia melibatkan penggantian neurotransmitter, meningkatkan
neuroplastisitas, dan meningkatkan aliran darah otak. Tidak ada intervensi farmakologis yang
telah terbukti menghasilkan manfaat jangka panjang. Terapi farmakologis yang dapat diberikan
antara lain: Bromocriptine, Amphetamine, Piracetam, Donepezil, Galantamine, dan
Memantine.
REFERENSI
Blank SC, Scott SK, Murphy K, et al. Speech production: Wernicke, Broca and beyond.
Brain 2002; 125:1829.
Dronkers NF, Wilkins DP, Van Valin RD Jr, et al. Lesion analysis of the brain areas
involved in language comprehension. Cognition 2004; 92:145.
Dick, A.S. and Tremblay, P., 2012. Beyond the arcuate fasciculus: consensus and
controversy in the connectional anatomy of language. Brain, 135(12), pp.3529-3550
Fridriksson J, den Ouden DB, Hillis AE, et al. Anatomy of aphasia revisited. Brain
2018; 141:848.
Heilman, K.M., 2006. Aphasia and the diagram makers revisited: an update of information
processing models. Journal of Clinical Neurology, 2(3), pp.149-162.