Post on 25-May-2015
REFERAT
CATAMENIAL PNEUMOTHORAX
Disusun oleh :
Andreas Kurniawan S
030.08.026
Pembimbing :
dr. Dian, Sp. P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA
PERIODE 15 JANUARI 2013 – 30 MARET 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
Lembar Pengesahan
REFERAT
CATAMENIAL PNEUMOTHORAX
Telah dipresentasikan oleh
Andreas Kurniawan S
030.08.026
Tanggal : Febuari 2013
Tempat : RSAL dr. Mintohardjo Jakarta
Telah disahkan oleh :
Pembimbing Koordinator Kepaniteraan Klinik
dr. Dian, Sp. P dr. Erna Khaeriyah
BAB I
PENDAHULUAN
Paru paru merupakan organ elastik yang akan mengempis bila tidak ada yang
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru mengapung dalam rongga toraks dan
dikelilingi oleh membran yang membentuk dua lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral
diantara kedua lapisan ini membentuk rongga pleura, didalamnya terdapat cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas bagi paru-paru supaya dapat mengembang dan mengempis.
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya gas atau udara di dalam rongga pleura
sehingga menyebabkan tekanan negatif rongga pleura berkurang. tanpa adanya tekanan
negatif yang menjaga paru tetap mengembang maka paru akan kolaps oleh karena sifat
elastisitasnya. Hal ini menyebabkan volume paru berkurang dan dapat menyebabkan gagal
pernafasan. Pneumothoraks terbagi menjadi dua yaitu pneumothoraks spontan dan traumatik.
Pneumothoraks spontan dapat dibagi menjadi primer atau sekunder. Pneumothoraks tramatik
dapat dibagi menjadi iatrogenic atau non iatrogenic.
Insidensi pneumothoraks sering sulit diketahui secara pasti oleh karena banyak
episode yang muncul dan hilang tanpa diketahui. Secara epidemiologi ditemukan lebih sering
muncul pada penderita berumur lebih dari 40 tahun dengan perbandingan laki-laki :
perempuan adalah 5:1.
Dalam perkembangan ilmu kedokteran terdapat kemajuan di bidang penatalaksanan
kasus pneumothoraks. Pendekatan seperti VATS(video assisted thoracoscopy surgery)
memberi banyak keuntungan pada pasien yang mengalami pneumothoraks relaps dan dapat
mengurangi lama rawat inap.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura.2
2. ETIOLOGI
Etiologi dapat dibagi menjadi 2 yaitu spontan dan traumatik. Spontan berarti
terjadi secara non traumatik. Traumatik disebabkan olehkarena perlukaan.
Pneumothorax spontan dibagi menjadi primer dan sekunder. Pneumothorax
spontan primer terjadi secara idiopatik. Pneumothorax spontan sekunder adalah
disebabkan oleh kelanjutan dari penyakit lain seperti TBC paru, PPOK, Ca paru,
asma, dan pneumonia. Traumatik dibagi dua menjadi iatrogenik dan non
iatrogenik. Iatrogenik disebkan oleh karena tindakan medis.pneumothoraks
traumatik iatrogenic accidental dan artificial. Pneumotoraks traumatik iatrogenik
aksidental adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara
ke dalam rongga pleura.on iatrogenic disebabkan oleh karena trauma seperti
trauma tajam akibat kecelakaan lalu lintas.3
3. KLASIFIKASI
Pneumothorax diklasifikasikan menjadi berdasarkan etiologi, fistulanya, dan luas
paru yang kolaps. Secara etiologi telah dibahas diatas. Klasifikasi berdasar jenis
fistulanya dibagi menjadi tiga yaitu tertutup (simple pneumothorax), terbuka (open
pneumothorax) dan ventil (tension pneumothorax).
a. Pada pneumothorax tertutup, tidak terdapat hubungan antara dunia luar dengan
rongga pleura termasuk udara bronkus dan tekanan di rongga pleura tetap
negatif. Udara di dalam rongga pleura lama kelamaan akan diserap oleh
jaringan sekitar.
b. Pada pneumothorax terbuka terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
dunia luar sehingga tekanan di dalam rongga pleura sama dengan udara luar.
Pada saat inspirasi tekanan rongga pleura menjadi negatif dan saat ekspirasi
menjadi positif seperti keadaan normal. Namun karena ada hubungan dengan
udara luar maka udara akan keluar masuk dari rongga pleura dan bukan dari
rongga alveoli oleh karena elastisitas paru yang menyebabkan paru mengkerut.
Pada saat ekspirasi mediastinum akan terdorong ke sisi yang sakit karena
tekanan pada sisi yang sakit lebih rendah (sucking wound).
c. Pada ventil pneumothorax, fistel pada pleura bersifat ventil. Pada waktu
inspirasi dapat masuk ke rongga pleura sedangkan saat ekspirasi udara di
dalam rongga pleura terperangkap. Keadaan tersebut menyebabkan tekanan di
rongga pleura semakin bertambah setiap kali inspirasi sehingga paru dan
mediastinum dapat terdesak ke sisi yang sehat. Pneumothoraks seperti ini
sangat mungkin terjadinya gagal nafas dan gangguan hemodinamik.
Pembagian jenis pneumothoraks menurut luas paru yang mengalami kolaps ada
dua:
a. Pneumothoraks parsialis, yaitu yang mnekan sebagian kecil paru (<50%
volume paru)
b. Pneumothoraks totalis, yaitu pneumothoraks yang mengenai sebagian besar
paru (>50% volume paru )
c. Cara perhitungan luas pneumothoraks
i. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume
hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan
hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah :
83 512______ = ________ = ± 50 % 103 1000
ii. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis
vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada
garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah
pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan
sepuluh (2).
d. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan
luas hemitoraks (4).
4. PATOFISIOLOGI
Paru-paru dibungkus oleh dua lapisan yang terdiri dari satu membran
yang membentuk pleura viceralis dan pleura parietalis. Diantara pleura
viceralis dan parietalis terdapat cavum pleura. Dalam cavum pleura
terdapat sekitar 1cc cairan pleura yang berguna sebagai pelumas paru
saat mengembang. Tekanan intra pleura selalu negatif dalam keadaan
normal. Tekanan
negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Secara garis
besar, semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi yang
hampir sama. Mekanisme pada saat inspirasi oleh karena tekanan negatif
(L) hemitorak – (L) kolaps paru
(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm) = __________________ x 10
3
pleura maka bila ada hubungan antara dunia luar dengan cavum pleura
maka udara akan masuk ke dalam pleura dan paru tidak akan
mengembang. Pada pneumothoraks, tekanan dalam cavum pleura
menjadi semakin positif oleh karena terdapatnya udara di dalam rongga
pleura. Pada keadaan tersebut paru akan mengganggu ekspansi paru
oleh karena tekanan di rongga pleura yang negatif diperlukan untuk
menjaga supaya paru mengikuti gerak dinding dada. Bila jumlah udara
cukup banyak maka pada saat inspirasi terjadi hiperekspansi cavum
pleura yang dapat mengakibatkan penekanan pada mediastinum yang
kemudian menekan sisi dada yang sehat. Pada saat ekspirasi,
mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal
dengan mediastinal flutter. Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu
sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih
bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Bila karena luka yang bersifat ventil, udara akan masuk ke rongga pleura
setiap kali inspirasi dan terperangkap saat ekspirasi, hiperekspansi
cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang
sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan
tension pneumotorak.
5. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi berbeda-beda berdasarkan jenis pneumothorax.
1. Pneumothoraks spontan primer, sekunder dan rekuring:
Sangat mungkin bahwa insidensi pneumothorax spontan primer
dibawah perkiraan. Lebih dari 10% pasien asimtomatik, dan yang memiliki
gejala ringan sering tidak berobat. Sering muncul pada grup usia 20-30 tahun,
dengan insidensi tertinggi pada umur 20-an awal. Jarang ditemukan pada
individu diatas umur 40 tahun. Pria memiliki insidensi 7,4-18 kasus per
100.000 orang per tahun dan pada wanita1,2-6 kasus per 100.000 orang per
tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 6,2:1.
Pada pneumothoraks spontan sekunder muncul lebih sering pada usai
60-65 tahun. Insidensi antara 6,3 kasus per 100.000 orang per tahun untuk
wanita dan 2per100.000 pada wanita. Perbandingan antara pria dan wanita
adalah 3,2:1. Penyakit paru obstruktif kronis adalah penyebab yang sering
pada pneumothoraks spontan sekunder dengan insidensi 26:100.000 kasus
per tahun.
Hal-hal yang dapat meningkatkan insidensi pneumothorax: merokok
meningkatkan resiko 20 kali lipat pada pria dan 10 kali lipat pada wanita,
meningkat setara dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Habitus
tubuh pria kurus tinggi antara umur 20-40 memiliki tingkat insidensi tertinggi.
2. Pneumothorax traumatik
Tension dan traumatik pneumothorax muncul lebih sering dari pada
pneumothorax spontan, dan meningkat oleh karena meningkatnya jumlah
fasilitas perawatan intensif yang semakin menambah jumlah penggunaan
modalitas ventilator tekanan positif dan penempatan kateter vena sentral
yang meningkatkan potensial terjadinya pneumothorax iatrogenic.
Insidensi pneumothorax iatrogenic adalah antara 5-7:10.000 pasien
rawat inap, dengan pasien bedah thorax dieksklusikan karena merupakan
outcome yang sering terjadi.
Pneumothorax muncul pada 1-2% dari semua neonatus, dengan
insidensi lebih tinggi pada bayi dengan neonatal respiratory distres syndrome.
Terdapat penelitian yang melaporkan insidensi setinggi 19%.
3. Pneumothoraks ventil
Pneumothorax ventil adalah komplikasi pada 1-2% pasien
pneumothorax spontan. Sampai akhir abad ke-19 tuberkulosis merupakan
etiologi terbanyak dari pneumothorax spontan, 1,4% penderita tuberkulosis
mengalami pneumothorax.
Insidensi pneumothoraks venitl sulit ditentukan, 10-30% pasien trauma
di US menerima thorachostomi, namun tidak semua benar-benar memiliki
pneumothoraks ventil. Angka tersebut tinggi oleh karena resiko misdiagnosa
dapat mengakibatkan kematian.
4. Katamenial pneumothorax
Insidensi catamenial pneumothorax sangat jarang yang muncul pada
wanita umur 30-50 tahun. Secara tipikal muncul 1-3 hari setelah onset
menstruasi.
6. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah (2), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan dapat bertambah makin berat.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung dan frekuensi nafas meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut, (2):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain
serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain (6):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai
dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panah merupakan bagian paru yang kolaps
1. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura
dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum
dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem
penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea
mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat
pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi
ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di
bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan
mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan
agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan
cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan
dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum
bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel
6. Non medikamentosa
a. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator (4).
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).
c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema (3).
7. Rehabilitasi(4)
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
d. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
BAB III
CATAMENIAL PNEUMOTHORAX
1. DEFINISI
Catamenial pneumothorax didefinisikan sebagai pneumothoraks
spontan dan recurent yang muncul dalam 72 jam setelah onset
menstruasi.7
2. ETIOLOGI
Penyebab catamenial pneumothorax masih kurang dimengerti namun
diduga oleh karena defek pada diafragma dan implant jaringan
endometrium. Penemuan paling sering pada video-assisted thoracic
surgery, defek diafragma dan nodul-nodul pada pleura viceralis. Pada
pemeriksaan patologi menunjukkan jaringan endometriosis. Temuan-
temuan pada bedah eksplorasi mendukung teori udara yang masuk
melalui transabdomen-transdiafragma sebagai patogenesis catamenial
pneumothorax. 7
3. EPIDEMIOLOGI
Catamenial pneumothorax terdapat pada wanita dengan grup usia
paling sering antara umur 20-40 tahun. Dan muncul hanya pada
hemithorax kanan oleh karena penyebab yang tidak diketahui. Insidensi
pastinya tidak diketahui.
4. PATOFISIOLOGI
Pada catamenial pneumothorax, terdapat jaringan endometrium di
pleura dan diafragma. Jaringan tersebut secara hormonal birsifat
fungsional dalam arti akan mengalami siklus penebalan dan meluruh yang
sama selayaknya jaringan endometrium sesuai dengan stimulus hormon
gonad. Pada pasien dengan catamenial pneumothorax yang memiliki
endometriosis, pneumothoraks terjadi karena proses meluruhnya jaringan
endometriosis dalam pleura. Terdapat 3 teori mengenai bagaimana
jaringan endometriosis dapat masuk ke dalam rongga pleura dan
diafragma. Yaitu teori coelomic metaplasia, embolisme jaringan
endometrium melalui saluran limfa dan pembuluh darah, dan migrasi
jaringan endometrium transabdominal-transdiafragma. Teori pertama
berhipotesa bahwa jaringan pleura dan uterus serta peritoneum berasal
dari jaringan mesoepitelium yang sama dalam embrio sehingga bila
terdapat stimuli patologis maka akan terjadi metaplasia menjadi jaringan
endometrium. Namun teori tersebut tidak menjelaskan mengapa
catamenial pneumothoraks terdapat pada hemithorax kanan dan mengapa
dapat terjadi endometriosis di jaringan tubuh lainnya seperti di otak. Teori
kedua membahas mengenai sel-sel endometrium yang mengalami
embolisasi karena trauma atau peluruhan masuk ke dalam limfe atau
pembuluh darah dan bersirkulasi sampai dia berimplan di suatu jaringan
dalam tubuh. Teori ini memiliki cukup banyak pendukung namun tidak
menjelaskan mengapa catamenial pneumothoraks hanya terjadi id bagian
hemithorax kanan. Pada teori ketiga mengenai migrasi transabdominal-
transdafragma menjelaskan bagaimana di rongga peritonium terdapat
suatu aliran yang ada secara fisiologis dari uterus ke diafragma bagian
kanan yang membawa debris, pus, sel, dan udara dari rongga pelvis ke
diafragma bagian kanan. Dimana pada diafragma, dalam penelitian lain,
sering memiliki defek congenital ke dalam rongga pleura. Teori ini
menjelaskan mengapa selalu terjadi pneumothoraks kanan. Namun
sampai sekarang bagaimana pastinya terjadinya catamenial
pneumothorax seperti mengapa proses peluruhan jaringan endometrium
dapat menyebabkan masuknya udara ke dalam rongga pleura masih
belum diketahui
5. MANIFESTASI KLINIS
Pada anamnesis, pasien wanita berumur antara 20-40 tahun datang
dengan keluhan yang muncul dalam 72 jam setelah mulainya menstruasi,
pneumothorax kanan dan rekuren dapat menambahkan kecurigaan ke
arah catamenial pneumothorax. Pada sebagian besar kasus pasien
memiliki riwayat endometriosis.
Pada pemeriksaan fisik, tidak dapat dibedakan dari pneumothorax
spontan primer.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-ray thorax : ditemukan pneumothorax kanan
b. Video-asisted thoracoscopy : ditemukan lesi endometrium berbentuk
bulat oval tidak menonjol dengan diameter 2-10mm berwarna coklat
sampai ungu(violet) pada pleura viceral, parietal, diafragma atau
apikal. Dapat juga ditemukan defec pada diafragma yang berukuran
hanya beberapa milimeter, paling sering pada pars tendinosus.
c. Video-asisted laparascopy : dapat ditemukan endometriosis pada
diafragma
d. Broncoscopy : jarang menemukan adanya lesi. Dapat ditemukan lesi
berupa perdarahan lokal dengan produksi lendir yang menonjol atau
bisa juga berupa hanya lesi kemerahan. Namun biopsi PA dengan
bronkoskopi jarang menunjukan hasil positif sedangkan dengan
menggunakan brush swab jelas positif sitologi.
e. Patologi anatomi: ditemukan jaringan endometrium yang tampak
secara makroskopis pada pleura atau diafragma atau pada bagian
tubuh lain. Temuan histologi berupa kelenjar dan stroma endometrium
dan epitel kubus berlapis semu sampai batang serta makrofag dengan
hemosiderin.
7. TERAPI
a. Terapi medikamentosa untuk catamenial pneumothorax berorientasi
dalam terapi endometriosis dengan menekan endometrium ektopik. Ini
dapat dicapai dengan memberikan gonadotropin-releasing hormone
antagonists seperti Luprin (189). Terapi hormon tidak selalu dapat
mencegah catamenial pneumothorax dan rekurensi lebih dari 50%
b. Terapi pembedahan berupa thoracoscopy dengan penutupan pada
defec diafragma, reseksi bleb di pleura dan paru.
c. Video-asisted thoracic surgery
i. Definisi : merupakan sejenis bedah thorax dengan
menggunakan bantuan video kamera kecil untuk melihat ke
dalam rongga thorax sehingga dapat melakukan pembedahan
dengan hanya menggunaka insisi yang kecil.
ii. Pada catamenial pneumothorax, bila ditemukan lesi
endometriosis pada saat eksplorasi pleura maka akan segera
dilakukan intervensi dengan reseksi lesi dan untuk kepentingan
diagnostik dilakukan pemeriksaan patologi anatominya.
d. Diaphragma resection
e. Hanya menutup defek pada diafragma dengan menggunakan
penjahitan sederhana menunjukkan angka rekurensi yang tinggi dan
tidak memberikan bahan pemeriksaan patologi anatomi. Selain itu lesi
endometriosis yang ditinggal dapat menyebabkan terjadinya
pembentukan defek baru pada diafragma serta kemungkinan
penyebaran lesi endometriosis. Disarankan dilakukan reseksi
diafragma dan penutupan dengan endoscopic stapler untuk lesi kurang
dari 3cm dan mini video-assisted toracic surgery dan penutupan
dengan penjahitan berbentuk x untuk lesi yang lebih besar.
BAB IV
KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh
udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang
menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat
proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak
napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat
terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil
foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler
pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas
paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses
yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung
dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan
pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat
dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi
disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu
diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:
2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
Lung). Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press; 2007. p. 56
7. A Bobbio, R trisolini, D Damotte, M Alifano. Thoracic Endometriosis and
Catamenial Pneumothorax. Chapter 15. European Respiratory Monograph
54: Orphan Lung Diseases. European Respiratory Surgery; 2011. P.
265-273.