Post on 08-Jul-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya
disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau
kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional
(SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan
oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumonia
yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens
kolonisai bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
industri atau asap rokok).
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai
penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae
dan Haemophilus influenzae.
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau
bahkan anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor
imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru,
anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli
kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada pemeriksaan
histologis terdapat reaksi inflamasi dan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,
klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab bronkopneumonia.
Bronkopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing.
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.
Bronkopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang lama,
tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat .
Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
Gambar 1, jenis-jenis pneumonia
2
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat.
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional
(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia
yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens
kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
industri atau asap rokok).
2.2 ETIOLOGI
3
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus, bakteri,
jamur, parasit) dan sebagain kecil disebabkan oleh: aspirasi makanan dan asam lambung,
benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug – or radiation induced
pneumonitis. Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan
strategi pengobatan.
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus
pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses
persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat
terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes
simpleks ( TORCH ), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia
anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan
bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah
Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang
terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi
infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.
Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data
di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.
4
c Etiologi yang Sering Etiologi yang JarangLahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerobStreptococcus group B Streptococcus group DListeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniaeUreaplasma urealyticumVirusVirus SitomegaloVirus Herpes Simpleks
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussisStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe BVirus Moraxella catharalisVirus Adeno Staphylococcus aureusVirus Influenza Ureaplasma urealyticumVirus Parainflueza 1,2,3 VirusRespiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae Neisseria meningitidisVirus Staphylococcus aureusVirus Adeno VirusVirus Influenza Virus Varisela-ZosterVirus ParainfluenzaVirus RinoRespiratory Syncytial virus
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzaeMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VirusVirus AdenoVirus Epstein-BarrVirus InfluenzaVirus ParainfluenzaVirus RinoRespiratory Syncytial virusVirus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI. Jakarta:Cetakan Kedua;350-
365.
2.3 PATOGENESIS
5
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang
menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan
jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia,
melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola
mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan
perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenesis kuman akibat adanya
berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta
berbagai bakteri gram negatif.
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S.
pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini meningi
merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan
reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan
reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negatif. Sumber basil gram negatif
dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat
terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada
pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya
adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada
yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.
Usia merupakan prediktor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme
penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada
bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun,
M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M.
catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering
didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia.
Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan
imunisupresi disertai lekopeni.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasofaring dan bersifat
asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika
Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II.
Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan
6
invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus
ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan
reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium
ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
3. Stadium III (3 – 8 hari)
7
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat
sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam
keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat,
tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
8
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan
menimbulkan penyakit.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga
sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi
komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
- Gambaran infeksi umum :
Demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC
Sakit kepala
Gelisah
Malaise
Penurunan nafsu makan
Keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
Kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
- Gambaran gangguan respiratori:
Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
Sesak nafas
Retraksi dada
Takipnea
Napas cuping hidung
9
Penggunaan otat pernafasan tambahan
Air hunger
Merintih
Sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk
berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti
vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup
pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi
pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu
terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan /atau serologis
merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah
karena memerlukan laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia
pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas
cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk
Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara
berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan
berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan
menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai
dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas
(retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan
pedoman tersebut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahunPneumonia berat
10
bila ada sesak napas harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia bila tidak ada sesak napas ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahuno > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oralBukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah
terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok
usia ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.
Bayi di bawah 2 bulanPneumonia
bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat
dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat
saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
Napas cepat
11
o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
kejang, letargi, atau tidak sadar
sianosis
distress pernapasan berat
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat
hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan
bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Clamydia
pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL,
dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang – kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat.
Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema.
Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan antara infeksi
virus dan infeksi bakteri secara pasti.
C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
12
terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF. Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara
klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi
dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi
bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.
Uji Serologis
Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri atipik.1
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang
berguna. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian bakteremia
sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.
Analisa Gas Darah
Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Pemeriksaan Rontgen Thorax
Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar diagnosis
untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan,
misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan
dengan gambaran klinis. Kadang – kadang bercak – bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering
memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan
foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau
untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya disebabkan oleh
13
virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy consolidation karena
atelektasis
Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri pnuemokokus atau bakteri lain.
Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial
Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik
Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan
pneumonia pada anak terbanyak di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut
merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko
terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen
atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh
bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses – abses kecil dan
pneumoatokel dengan berbagai ukuran.
14
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa
kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain
itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, inflitrat
interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau
subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala
klinis. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan
gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh
infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground –
glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation.
2.8 KRITERIA DIAGNOSIS
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
2.9 DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi
kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak
nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak
lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus.
2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung,
retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada
auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah menggambarkan
asidosis respiratotik ataupun metabolik.
3. Aspirasi benda asing
15
Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing atau suara
pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.
4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( > 10 mm
atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3
minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun,
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan
tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan
menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.
5. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang
seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,
takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser
dan letak diafragma mungkin meninggi.
2.10 PENATALAKSANAAN 2,6
Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
Penatalaksanaan khusus
- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
- Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
16
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai
hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif)
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah
empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada
yang mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada
17
perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ).
Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,
maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.
2.12 PROGNOSIS 1,3
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi – protein dan
datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah
lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis,
maka malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.
2.14 PENCEGAHAN
Primer
Memberikan imunisasi
Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
Mengurangi kepadatan hunian rumah
Sekunder
Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam
Tersier
Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung
Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
18
Tingkatkan pemberian ASI
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya : Airlangga University Press.th ; 2008. Hal ; 193-7
2. Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi 3rd
Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8
3. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.
4. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS,
et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 2004. hal. 351 - 354.
5. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia
Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.
6. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000.
Hal. 74 – 92
7. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007
9. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta:
World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113
20