Post on 15-Mar-2019
PROGRAM RELOKASI KEGIATAN MASYARAKAT DARI
TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
(Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur)
DANU WILATMOKO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Program Relokasi
Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus
di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Danu Wilatmoko
NIM E14100142
2
ABSTRAK
DANU WILATMOKO. Program Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa
Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur). Dibimbing oleh HANDIAN
PURWAWANGSA.
Sarongge adalah sebuah kampung yang dahulu masyarakatnya dikenal
sebagai perambah kawasan hutan. Dewasa ini kampung Sarongge lebih dikenal
sebagai kampung wisata alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
peristiwa-peristiwa penting yang mengubah kampung ini menjadi lebih dikenal
sebagai kampung wisata alam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
sejarah untuk mengetahui kejadian penting berdasarkan periode waktu terjadinya.
Kegiatan penting yang terjadi di Kampung Sarongge erat hubungannya dengan
keberadaan Green Radio sebagai pelaksana program relokasi dan pemberdayaan
masyarakat Kampung Sarongge. Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat
Kampung Sarongge dimulai sejak tahun 2009 dan pada akhir tahun 2013 tidak ada
lagi masyarakat yang menggarap kawasan hutan wilayah blok Sarongge. Kegiatan
relokasi dan pemberdayaan masyarakat memunculkan berbagai dampak baik
positif maupun negatif. Dampak positif yang dirasakan secara langsung dapat
menghambat masyarakat untuk kembali menggarap kawasan hutan blok
Sarongge. Dampak negatif yang berupa kecemburuan sosial dari blok Pasir
Malang dan Pasir Galudra dapat menjadi pemicu masalah baru untuk masyarakat
Sarongge.
Kata kunci: Sarongge, relokasi, pemberdayaan masyarakat
ABSTRACT
DANU WILATMOKO. Relocation of Community Action Program from the
National Park of Mount Gede Pangrango (Case Studies in Kampung Sarongge,
Ciputri Village, District Pacet, Cianjur Regency). Under academic supervision of
HANDIAN PURWAWANGSA.
Sarongge is a village formerly known as community forest encroachers.
Today the village is known as the hometown Sarongge nature. The purpose of this
study was to determine the important events that changed the villages became
better known as the hometown of natural attractions. This study uses historical
approach to determine the important events based on the time period. Important
activity that occurred in the village of Sarongge closely related to the existence of
Green Radio as executive relocation program and community empowerment
Sarongge village. Relocation and community empowerment activities Kampung
Sarongge began in 2009 and by the end of 2013 there is no longer any people who
cultivate the forest areas Sarongge block area. Relocation and community
development activities led to various impacts on both the positive and negative
impacts. The positive impact is felt directly to inhibit the community to return to
work on forest areas Sarongge block. The negative impacts in the form of social
3
envy in the block Pasir Galudra and Pasir Malang can trigger new problems for
society Sarongge.
Keywords: Sarongge, relocation, society of empowerment
4
5
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
PROGRAM RELOKASI KEGIATAN MASYARAKAT DARI
TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
(Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur)
DANU WILATMOKO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
6
7
Judul Skripsi : Program Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge,
Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur)
Nama : Danu Wilatmoko
NIM : E14100142
Disetujui oleh
Handian Purwawangsa, SHut, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman MSc, FTrop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
8
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
relokasi masyarakat desa hutan, dengan judul Program Relokasi Kegiatan
Masyarakat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di
Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Handian Purwawangsa SHut
MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Tosca Santoso sebagai pemilik Green Radio, Bapak Syarif sebagai
Pembina Koperasi Sugih Makmur, pihak Resort Pengelola Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango dan semua masyarakat Kampung Sarongge yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
Danu Wilatmoko
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Jenis Penelitian 2
Teknik Pengumpulan Data 2
Metode Pengolahan dan Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5
Kondisi Umum Mata Pencaharian Masyarakat 6
Sejarah Penggarapan Lahan di Kawasan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango 7
Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional dan
Pemberdayaan Masyarakat 8
Analisis Dampak yang Muncul dari Kegiatan Relokasi dan
Pemberdayaan Masyarakat 16
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 19
LAMPIRAN 20
10
DAFTAR TABEL
1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil
dalam penelitian 3 2 Mata pencaharian masyarakat Desa Ciputri 6 3 Peristiwa yang terjadi di Kampung Sarongge berdasar periode waktu 8 4 Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat 9 5 Pola pembagian dana adopsi pohon 10 6 Aktor yang telibat langsung dalam relokasi dan pemberdayaan
masyarakat 14 7 Masyarakat penggarap di wilayah Resort PTN Sarongge 14 8 Dampak yang terjadi setelah relokasi dan pemberdayaan masyarakat 16
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir analisis data 4 2 Denah akses ke lokasi penelitian 6 3 Lahan garapan masyarakat dan pondok dalam hutan 7 4 Peta pembagian petak program adopsi pohon blok Sarongge 10 5 Lokasi Radio Komunitas Edelweiss dan kegiatan siaran di Radio
Komunitas Edelweiss 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data informan beserta pendidikan terakhir dan peranannya 20 2 Data nama penggrapa Blok Sarongge dan tanggal keluar garapan Bulan
November 2013 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni
2003 tentang Penunjukkan dan Perubahan Fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas pada Kawasan
Hutan Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat seluas ±22831.027 ha, ditetapkan
sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) (Balai Besar Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango 2009). Perluasan kawasan TNGGP memicu
konflik mengenai pemanfaatan lahan. Konflik pemanfaatan lahan timbul akibat
sumberdaya hutan yang semula dapat diakses masyarakat menjadi tertutup.
Keberadaan TNGGP bertujuan merekonstruksikan ekologi yang sudah rusak
sehingga mampu dikembalikan menjadi hutan penyangga. Perubahan pengelolaan
kawasan ini berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
sebelumnya dapat memanfaatkan sumberdaya hutan. Masyarakat tidak dapat lagi
memanfatkan lahan hutan untuk berladang, bertani, dan bermukim sesuai
peraturan perundangan taman nasional.
Sarongge Girang adalah salah satu kampung yang berbatasan langsung
dengan Gunung Gede Pangrango. Secara administratif Kampung Sarongge berada
di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Kawasan Resort Sarongge di Desa Ciputri pada awalnya merupakan kawasan
Perum Perhutani. Ketika masih merupakan kawasan hutan produksi Perum
Perhutani, warga petani sekitar dapat memanfaatkan lahan hutan untuk budidaya
pertanian. Dewasa ini Sarongge lebih dikenal sebagai kampung wisata alam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sejarah pengelolaan hutan yang
dilakukan oleh masyarakat di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
mengidentifikasi program relokasi lahan masyarakat dari kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dan pemberdayaan masyarakat, serta
menganalisis kemungkinan masyarakat untuk kembali merambah ke dalam
kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
merencanakan relokasi masyarakat dari Taman Nasional dan bermanfaat untuk
pengembangan konsep akademis dalam program relokasi masyarakat dari
kawasan konservasi.
2
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai November 2014 di
Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu alat tulis dan
laptop, kuisioner, panduan wawancara, kamera digital, dan data sekunder dari
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah
(Sugiono 2007). Penelitian ini berupaya untuk memahami dan memberi tafsiran
pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya.
Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan
empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, instrospeksi, riwayat hidup,
wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual yang
menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan
individual dan kolektif (Denzin and Lincoln 2009 dalam Fajrin 2011).
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer
didapatkan melalui teknik observasi yaitu data dikumpulkan dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti dan teknik wawancara
mendalam (in-dept interview) untuk mendapatkan sebuah deskripsi penelitian
yang bertemu secara langsung dengan narasumber, dengan atau tanpa
menggunakan panduan. Data para informan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Data
sekunder didapatkan dari instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Desa dan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terkait konfirmasi program yang
diteliti. Data sekunder ini berupa laporan kegiatan, catatan, foto, atau artikel.
Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil yang
diharapkan dari penelitian ini tersaji dalam Tabel 1.
3
Tabel 1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan
hasil dalam penelitian
No Tujuan Kebutuhan
Data
Variabel
yang diteliti
Cara
Pengumpulan
data
Olah
data Hasil
1 Identifikasi
sejarah
penggarapan
lahan oleh
masyarakat
di dalam
kawasan
Taman
Nasional
Gambaran
umum lokasi
penelitian
Sejarah
penggarapan
lahan
masyarakat di
dalam
kawasan
Taman
Nasional
Kondisi
umum
masyarakat
dan
lingkungan-
nya
Proses
masyarakat
memasuki
kawasan
Taman
Nasional
Studi
dokumen,
wawancara
mendalam
(daftar
pertanyaan)
Pende-
katan
sejarah
naratif
(Des-
kriptif
naratif)
Sejarah
peng-
garapan
lahan
Taman
Nasional
oleh
masaya-
rakat
2 Identifikasi
program
relokasi
masyarakat
dari kawasan
TNGGP dan
pemberdayaa
n masyarakat
Program
relokasi
masyarakat
dari kawasan
Taman
Nasional
Program
pemberdaya-
an masyarakat
Tujuan
program
relokasi
masyarakat
dari
TNGGP dan
program
pemberda-
yaan
masayarakat
Aktor dalam
program
relokasi dan
pemberda-
yaan
masyarakat
Studi
dokumen,
wawancara
mendalam
(daftar
pertanyaan)
Pen-
jelasan
des-
kriptif
Program
Relokasi
Masyara-
kat dari
TNGGP
dan
program
pember-
dayaan
masyarakat
3 Analisis dari
dampak
yang
ditimbulkan
dari program
relokasi dan
pemberdaya-
an
masyarakat
Perubahan yang
dirasakan
masyarakat
dengan adanya
program
relokasi dan
pemberdayaan
masyarakat
Dampak
positif dan
negative
dari
program
relokasi dan
pemberda-
yaan
masyarakat
Studi
dokumen,
wawancara
mendalam
(daftar
pertanyaan)
Penje-
lasan
des-
kriptif
Kemung-
kinan
masyarakat
untuk
kembali
merambah
ke dalam
kawasan
hutan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah (historical approach),
bertujuan untuk melacak kronologis kejadian penting yang dialami oleh
masyarakat berdasar urutan waktu kejadian. Proses analisis difokuskan pada tahun
1990 sampai 2014. Pendekatan sejarah lisan (oral history) dijadikan sebagai salah
satu pilihan penting dalam upaya pengumpulan data karena keterbatasan sumber-
sumber tulisan. Peneliti mendapatkan data dengan mengikuti kehidupan sosial
narasumber selama empat minggu yang diawali dengan bertemu salah satu
informan yang sudah dikenal sebelumnya. Informan pertama merupakan salah
4
Peneliti
Masyarakat Kampung
Sarongge
TNGGP dan Green Radio Pemerintah Desa Ciputri
Observasi, study dokumen dan
wawancara mendalam
Pendekatan sejarah
naratif
Penjelasan
deskriptif
Penjelasan hasil dari
kegiatan
Sejarah penggarapan
lahan
Kegiatan relokasi lahan
dan pemberdayaan
masyarakat
Dampak dari hasil
kegiatan
Analisis
Kesimpulan dan kemungkinan masyarakat untuk
kembali menggarap kawasan hutan
satu penggagas program relokasi masyarakat Kampung Sarongge dari Kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kemudian narasumber selanjutnya
ditentukan melalui metode snowball, narasumber pertama menentukan
narasumber selanjutnya. Informasi yang didapat peneliti merupakan informasi
yang dikemukakan langsung oleh para informan melalui forum diskusi kecil.
Setiap informan menerima kedatangan peneliti dengan terbuka, karena
sebelumnya peneliti sudah mendapat izin dari pihak Taman Nasional dan Green
Radio yang merupakan salah satu penggagas program relokasi tersebut.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data terdiri dari beberapa langkah. Langkah pertama, data
dikumpulkan dengan cara observasi langsung, interview, dan mengumpulkan data
dari perpustakaan, arsip, ataupun berita pers. Kedua, melakukan penilaian dan
pengamatan terhadap data primer dan sekunder yang selanjutnya disesuaikan
dengan keadaan lapangan. Ketiga, melakukan interpretasi data untuk dikaji
berdasar kerangka dasar teori. Keempat, pencapaian kesimpulan dari penelitian
(Surakhmad 1994). Bagan alir analisis data disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan alir analisis data
5
Pada teknik selanjutnya, pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan
dalam penyusunan data dengan tujuan untuk melacak kronologis kejadian penting
yang dialami oleh masyarakat berdasarkan urutan tahun kejadian yang disajikan
berdasar periode waktu (Kartodirdjo 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Letak dan Luas
Desa Ciputri adalah salah satu desa di Kecamatan Pacet yang mempunyai
luas wilayah 636 ha. Jumlah penduduk Desa Ciputri sebanyak 11 116 jiwa terdiri
dari 5633 laki-laki dan 5483 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga
sebanyak 2888 KK. Jumlah Keluarga Miskin (Gakin) sebesar 823 KK dengan
persentase 20.5% dari jumlah keluarga yang ada di Desa Ciputri. Desa Ciputri
terdiri dari 4 Dusun, 9 RW dan 35 RT.
Batas wilayah Desa Ciputri secara administratif dapat dirinci sebagai
berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ciherang Kecamatan Pacet.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibeureum Kecamatan Cugenang.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Galudra Kecamatan Cugenang.
Sebelah Barat berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Ciputri Kecamatan Pacet
secara umum berupa darat dan sawah yang berada pada ketinggian antara 700
1100 m diatas permukaan laut, dengan suhu rata-rata berkisar antara 20 23 °C.
Aksesibilitas
Desa Ciputri terletak di Kecamatan Pacet. Jarak tempuh dari ibukota
kecamatan ±6 km dengan waktu tempuh ±25 menit dan dari ibukota kabupaten
±15 km dengan waktu tempuh ±40 menit. Apabila dari Kota Bogor, desa ini
berjarak ± 60 km dengan waktu tempuh ±2.5 jam melalui Jalan Raya Puncak.
Kampung Sarongge sendiri adalah salah satu kampung di Desa Ciputri yang
lokasinya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Kondisi jalan menuju Kampung Sarongge pada saat ini relatif bagus setelah
adanya kunjungan beberapa pejabat pemerintah pusat ke kampung ini. Lokasi dan
akses jalan untuk menuju Desa Ciputri ini tersaji Gambar 2.
6
Sumber : Profil Ekowisata Sarongge 2013
Gambar 2 Denah akses ke lokasi penelitian
Kondisi Umum Mata Pencaharian Masyarakat
Masyarakat Desa Ciputri pada umumnya bermata pencaharian sebagai
petani dan buruh seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Mata pencaharian masyarakat Desa Ciputr
Pekerjaan Jumlah Presentase %
Petani 1418 50.9
Buruh 638 22.9
Pedagang 172 6.2
PNS 35 1.3
TNI/POLRI 2 0.1
Karyawan swasta 452 16.2
Wirauasaha lainnya 67 2.4
Jumlah 2784 100 Sumber : Profil Desa Ciputri 2013
Masyarakat Kampung Sarongge sendiri pada umumnya bermata
pencaharian sebagai petani sayuran dan buruh di beberapa perusahaan. Hal ini
sangat didukung dengan wilayahnya yang berbatasan langsung dengan kawasan
hutan dan terdapat beberapa perusahaan yang berdiri di Kampung Sarongge.
Perusahaan yang ada di sekitar Kampung Sarongge ini antara lain perkebunan teh,
strawbery dan perkebunan bunga.
7
Sejarah Penggarapan Lahan di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango
Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. SK 174/Kpts-II/2003
tanggal 10 juni 2003 telah ditetapkan perubahan fungsi kawasan hutan Cagar
Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas pada
kelompok hutan Gunung Gede Pangrango seluas ±22 831.027 ha terletak di
Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Perubahan kawasan dari Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)
berubah alih fungsi menjadi hutan konservasi TNGGP. Ruang kawasan
konservasi dalam pengelolaannya terpraktikkan dalam kebijakan pembatasan
akses, hak dan ruang hidup dalam perubahan rezim pengelolaan TNGGP tersebut.
Kawasan TNGGP berbatasan secara langsung dengan kawasan Perum
Perhutani. Pada tahun 2003 berdasarkan SK Menhut No 174, TNGGP mengalami
perluasaan ±7655 ha yang berasal dari areal Perum Perhutani. Areal Perluasan
eks-Perum Perhutani tersebut merupakan lingkar terluar sepanjang kawasan
TNGGP sehingga saat ini menjadi batas baru bagi kawasan TNGGP. Hasil
perluasan TNGGP tersebut, wilayah Resort PTN Sarongge mengalami perluasan
wilayah yang beberapa lokasi di dalamnya telah terdapat masyarakat yang
menggarap lahan tersebut.
(3a) (3b)
Gambar 3 (3a) lahan garapan masyarakat (3b) pondok dalam hutan
Penggarapan lahan blok Sarongge oleh masyarakat dimulai sejak tahun
1990-an ketika statusnya masih dibawah pengelolaan Perum Perhutani.
Masyarakat pada umumnya menggarap lahan dengan cara membuka hutan secara
langsung ataupun membeli kepada pihak sebelumnya yang sudah terlebih dahulu
membuka lahan. Luas lahan yang digarap sebesar 38 ha oleh 155 masyarakat.
Setiap masyarakat menggarap antara 1 14 petak, yang mana setiap petaknya
mempunyai luasan 400 m2. Peristiwa penting yang terjadi di Kampung Sarongge
berdasarkan periode waktu terjadinya tersaji dalam Tabel 3.
8
Tabel 3 Peristiwa yang terjadi di Kampung Sarongge berdasar periode waktu
Waktu Peristiwa
<1990 Wilayah Hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani.
1990 Lokasi ini kurang mendapat perhatian dari Perum Perhutani
Masyarakat mulai masuk menggarap lahan dengan sistem tumpang sari
2003 Pengalihan pengelolaan wilayah dari Perum Perhutani ke TNGGP
2003-2008 Masyarakat tetap bertahan menggarap lahan TNGGP seluas 38 ha
2009 Green Radio mulai masuk dalam membantu relokasi masyarakat
Terbentuk program adopsi pohon.
Membentuk Radio komunitas
Pembentukan kelompok ternak kambing dan kelinci
2012 Masyarakat sebanyak 45 penggarap keluar secara sukarela.
Adanya kunjungan Menteri Kehutanan
Pembentukan petugas pengamanan lapang
Pembentukan Koperasi Sugih Makmur
2013 Pembentukan petugas pengamanan lapang
Adanya kunjungan presiden Republik Indonesia
Semua masyarakat penggarap keluar dari lokasi garapan yang ada di
TNGGP
Festival Sarongge I
2014 Festival Sarongge II
Berakhirnya kontrak Green Radio dengan TNGGP
Adanya adopsi pohon lanjutan di lahan desa
Masyarakat penggarap lahan di blok Sarongge mulai meninggalkan lahan
garapannya setelah terbentuk kerjasama antara TNGGP dengan Green Radio pada
tahun 2009. Tahun 2009 hingga 2012 sebanyak 45 masyarakat penggarap yang
keluar dari lahan garapannya setelah kegiatan yang dilakukan oleh Green Radio.
Pada bulan November 2013 sebanyak 110 masyarakat penggarap blok Sarongge
meninggalkan lokasi garapannya setelah kedatangan Menteri Kehutanan pada
tahun 2012.
Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional dan Pemberdayaan
Masyarakat
Pengalihan fungsi hutan produksi menjadi hutan konservasi meninggalkan
permasalahan bagi masyarakat yang masih menggarap lahan di dalamnya.
Berdasarkan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Konservasi adalah
kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1999). Perubahan pengelolaan kawasan
berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang sebelumnya dapat
memanfaatkan sumberdaya hutan. Masyarakat tidak dapat lagi memanfatkan
lahan hutan untuk berladang, bertani, dan bermukim sesuai pada peraturan
perundangan taman nasional. Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat
tersaji dalam Tabel 4.
9
Tabel 4 Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat
Kegiatan Tujuan
Adopsi pohon Merelokasi masyarakat dari dalam kawasan TNGGP
Menghijaukan kembali hutan yang telah gundul
Pemberian
dana
kompensasi
Membayar lahan yang digarap masyarakat
Memenuhi kebutuhan masyarakat sementara setelah tidak menggarap lahan di
Taman Nasional
Pemberian
hewan ternak Mengalihkan mata pencaharian masyarakat yang sebelumnya bertani menjadi
berternak
Menambah kesejahteraan masyarakat
Radio
komunitas Sarana belajar dan penyaluran hobi masyarakat untuk lebih terampil berbicara
Sarana penyampaian tentang pentingnya konservasi
Koperasi Sugih
Makmur Sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari Kampung Sarongge
Melatih masyarakat untuk berorganisasi
Pengembangan
sayuran
organik
Menuju pertanian yang ramah lingkungan
Sarana kegiatan pemuda Kampung Sarongge
Menambah penghasilan pemuda Kampung Sarongge
Festifal
Sarongge Memunculkan kembali seni dan budaya masyarakat Desa Ciputri
Mempromosikan Kampung Sarongge sebagai kampung wisata
Adopsi pohon
lanjutan Memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari setelah tidak mempunyai lahan
garapan di area Taman Nasional
Ditinjau dari tujuan kegiatan yang dilaksanakan di Kampung Sarongge
dapat dibedakan menjadi dua macam kegiatan, yaitu program relokasi masyarakat
dari TNGGP dan program pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge.
Program relokasi masyarakat dari TNGGP yaitu kegiatan yang bertujuan
menghentikan aktivitas pertanian masyarakat di dalam kawasan TNGGP. Program
pemberdayaan masyarakat yaitu kegiatan yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mencegah masyarakat untuk kembali menggarap
lahan di dalam kawasan TNGGP.
Adopsi Pohon
Adopsi pohon adalah sebuah konsep pemberian insentif dari masyarakat
perkotaan (daerah hilir) kepada masyarakat sekitar desa hulu melalui bentuk
penanaman pohon. Dalam program ini masyarakat/perusahaan pemberi dana yang
kemudian disebut sebagai adopter akan mendapatkan jatah pohon yang akan
ditanam dan dikelola oleh masyarakat desa sekitar hutan. Nantinya adopter juga
dapat melihat langsung pohon dari sumbangannya, karena setiap pohon telah di
tandai dengan titik koordinat dan diberi nama pada masing-masing pohon sesuai
dengan nama adopternya. Jenis pohon yang ditanam adalah pohon endemik lokal
daerah tersebut seperti puspa, jamuju, rasamala, suren, manglid, kihujan, dan
saninten. Pembagian petak adopsi pohon ini tersaji pada Gambar 4.
10
Gambar 4 Peta pembagian petak program adopsi pohon blok Sarongge
Pada tahun 2012 terdapat 110 masyarakat yang masih bertahan menjadi
penggarap lahan di blok Sarongge Girang. Setiap kepala keluarga menggarap
lahan 1 14 patok, yang setiap patoknya mempunyai luas 400 m2. Daftar nama
penggarap tersaji dalam Lampiran 2 dan lokasi garapan dari masing-masing
penggarap seperti pada Gambar 4.
Adopter dikenakan biaya/sumbangan sebesar Rp 108 000 untuk menanam
satu pohon yang nantinya pohon tersebut akan dirawat oleh masyarakat selama 3
tahun. Pola pembagian dana tersebut tersaji dalam bentuk Tabel 5.
Tabel 5 Pola pembagian dana adopsi pohon
Kegiatan Besaran dana (Rp) Presentase Dana (%)
Penanaman 32 400 30
Pemberdayaan masyarakat 59 400 55
Menejemen dan promosi 16 200 15
Dana penanaman digunakan untuk membeli bibit dan memberi upah kepada
petani yang menanam pohon. Penanaman pohon dilakukan disela-sela tanaman
sayur milik petani yang berada di dalam kawasan TNGGP. Semakin tinggi pohon
maka akan semakin besar naungan yang ada, sehingga memaksa petani mulai
keluar dari kawasan Taman Nasional dengan sendirinya. Dari program ini
diharapkan petani akan antusias untuk menanam pohon, dikarenakan adanya
hadiah atau penghargaan kepada petani yang telah mencapai targetan tertentu.
Hadiah yang diberikan kepada petani ini diambil dari bagian dana pemberdayaan
masyarakat.
11
Pemberian Dana Kompensasi
Menteri Kehutanan dalam kunjungannya ke Kampung Sarongge
memberikan beberapa instruksi kepada pengelola TNGGP untuk segera
menyelesaikan relokasi masyarakat Sarongge dari area Taman Nasional. Salah
satu bentuk instruksi yang disampaikan ini adalah untuk memberikan dana
kompensasi ke 110 penggarap lahan. Dana kompensasi yang diberikan dari
pemerintah ini sebesar Rp 650 000. Selain itu terdapat juga dana kompensasi yang
diperoleh dari Kebun Bibit Rakyat BPDAS Citarum-Cisadane. Masing-masing
dana kompensasi ini diberikan setiap bulannya selama 8 bulan.
Pemberian Hewan Ternak
Pemberian hewan ternak merupakan salah satu permintaan masyarakat yang
mencoba beralih dari bertani menjadi beternak. Hewan ternak yang diminati
masyarakat adalah kambing dan kelinci. Berdasarkan data awal diketahui terdapat
91 masyarakat penerima bantuan kambing dan 29 masyarakat penerima bantuan
kelinci. Jumlah hewan ternak kambing yang dibagikan ke masyarakat sebanyak
1187 ekor, sedangkan jumlah hewan ternak kelinci yang dibagikan sebanyak 2000
ekor. Hewan ternak ini diperoleh dari kegiatan adopsi pohon, bantuan presiden
dan bantuan-bantuan lain dari donatur.
Pemberdayaan Masyarakat Kampung Sarongge
Pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge ini masih dikelola secara
langsung oleh Green Radio. Dana untuk pemberdayaan ini diperoleh dari hasil
adopsi pohon, pemerintah, TNGGP, dan donator lainnya. Kegiatan pemberdayaan
masyarakat Kampung Sarongge ditampung dari keinginan dan kemauan
masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
Radio Komunitas Edelweis
Radio Komunitas Edelweiss adalah sebuah radio komunitas yang dibangun
di Kampung Sarongge pada tanggal 24 Agustus 2009 dan diresmikan pada 24
Oktober 2009. Pembentukan radio komunitas ini adalah salah satu permintaan dari
masyarakat yang mengaku kurangnya sarana hiburan saat itu. Radio komunitas ini
juga berfungsi untuk menyampaikan pesan-pesan tentang konservasi kepada para
pendengarnya. Selain itu radio ini juga digunakan sebagai sarana belajar berbicara
untuk pemuda-pemuda Kampung Sarongge.
(5a) (5b)
Gambar 5 (5a) lokasi Radio Komunitas Edelweiss, (5b) kegiatan siaran di Radio
Komunitas Edelweiss
12
Kantor radio komunitas ini adalah Resort PTN Sarongge yang sudah tidak
terpakai. Mayarakat Sarongge secara sukarela mengelola sepenuhnya radio ini.
Kebutuhan listriknya ditanggung pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
dan sarana untuk siarannya dibantu dari Green Radio.
Koperasi Sugih Makmur
Koperasi Sugih Makmur adalah sebuah badan koperasi yang berada di
Kampung Sarongge Girang, RT 001, RW 09. Awal mula berdirinya koperasi ini
karena adanya kebingungan sekelompok masyarakat peternak kelinci dalam
memasarkan hewan ternaknya. Menurut beberapa orang pengurus inti dan pendiri
awalnya, koperasi ini berdiri sejak tahun 2010. Pengurus koperasi yang secara
umum hanya mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Dasar ini mengaku
kesulitan untuk mendapatkan badan hukum yang resmi. Dengan adanya
kunjungan beberapa pejabat pemerintahan, pada 4 Desember 2012 koperasi ini
baru mendapatkan badan hukum yang resmi Nomor 1378/BH-DK/XIII.7/BID.
KOP/2012. Selain mendapatkan kepastian badan hukum, koperasi ini juga
mendapatkan banyak bantuan dari kementerian koperasi setelah adanya
kunjungan presiden ke Kampung Sarongge.
Anggota Koperasi Sugih Makmur berjumlah 162 orang yang berasal dari
Kampung Sarongge. Masyarakat yang menjadi anggota koperasi ini adalah
masyarakat yang dahulunya ikut menggarap lahan di taman asional dan sebagian
adalah masyarakat sekitar. Pengurus inti koperasi ini dari awal kepengurusan
hingga bulan Desember 2014 mayoritas adalah masyarakat penggarap lahan yang
secara sukarela mengelola koperasi. Seluruh kegiatan dalam koperasi dikelola
langsung oleh masyarakat Kampung Sarongge. Usaha yang berada dibawah
naungan koperasi ini adalah ternak kambing dan kelinci, industri rumah tangga,
UKM Mart, dan ekowisata.
Usaha ternak kambing dan kelinci ini adalah sebuah bentuk pengalihan dari
masyarakat yang sebelumnya bertani di kawasan Taman Nasional menjadi
peternak. Hewan ternak diperoleh dari bantuan. Dalam usaha ternak ini koperasi
berfungsi sebagai penyalur untuk penjualan hewan ternak kepada pengepul. Saat
ini usaha ternak kambing sudah mulai vakum dan usaha ternak kelinci masih terus
berjalan.
Industri Rumah Tangga di Kampung Sarongge ini dikelola oleh kelompok
ibu-ibu Kampung Sarongge. Kelompok ibu-ibu ini membuat kerajinan sabun sirih
wangi, kerajinan tangan dari bahan bekas dan makanan ringan dari sayur–sayuran
atau buah-buahan yang banyak didapatkan di kampung ini. Hasil kerajinan rumah
tangga ini dipasarkan di Saung Sarongge yang konsumennya adalah wisatawan
yang berkunjung ke Kampung Sarongge. Selain itu hasil kerajinan ini juga
dipasarkan di Cave Sarongge yang dibangun oleh Green Radio di Jakarta.
UKM Mart adalah sebuah tempat yang menyediakan barang-barang
kebutuhan masyarakat. UKM Mart ini dikelola oleh pengurus koperasi Sugih
Makmur secara sukarela. UKM Mart biasanya buka setiap hari pukul 14.00
sampai 21.00 WIB atau disesuaikan dengan kegiatan pengurus yang berjaga.
Petugas yang berjaga di UKM Mart ini bekerja secara sukarela dan mendapatkan
upah sebesar Rp 50 000 setiap bulannya. UKM ini bisa juga disebut sebagai toko
kecil yang dikelola oleh Koperasi Sugih Makmur. Barang-barang yang ditawarkan
disini secara umum harganya lebih murah dibandingkan toko semacamnya di
13
Kampung Sarongge. Murahnya barang yang ditawarkan disini dikarenakan
pengelolaannya dibawah koperasi yang nantinya keuntungannya untuk anggota
koperasi.
Keunikan dan keasrian Kampung Sarongge menjadikan potensi ekowisata
untuk masyarakat umum. Ekowisata Sarongge sepenuhnya dikelola oleh
masyarakat Sarongge yang berada dibawah naungan Koperasi Sugih Makmur.
Selain Ekowisata, Kampung Sarongge juga menawarkan sebuah Camping Ground
yang dibangun disamping Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Untuk
menunjang ekowisata ini, dibangun sebuah saung yang bernama Saung Sarongge.
Di dalam Saung Sarongge ini terdapat berbagai kegiatan ibu-ibu mengolah
kerajinan rumah tangga, pemuda-pemudi berkebun sayuran organik dan terdapat
beberapa kamar yang disewakan untuk wisatawan yang datang. Selain menginap
di Saung Sarongge, wisatawan juga bisa menginap di rumah-rumah masyarakat.
Budidaya Sayuran Organik
Setelah melalui proses PRA (Partisipatory Rural Appraisal) dan Pelatihan
Pertanian Organik, sebanyak 15 orang pemuda dan pemudi Sarongge kini
tergabung dalam Organisasi Pemuda Putra Giri Kencana. Organisasi ini mencoba
untuk mengembangkan berbagai jenis sayur organik seperti wortel, kol, pakcoy,
daun bawang, tomat, dan lain-lain. Lokasi kebun sayuran organik Kampung
Sarongngge dan kegiatan pengepakan sayuran organik tersaji dalam Gambar 6
(6a) (6b)
Gambar 6 (6a) Lokasi kebun budidaya sayuran organik, (6b) kegiatan pengepakan
sayuran organik
Festival Sarongge
Festival Sarongge adalah sebuah acara seni budaya yang bertujuan untuk
mengenalkan Kampung Sarongge sebagai kampung wisata. Dalam acara ini
ditampilkan berbagai kebudayaan lokal masyarakat Sarongge. Selain itu disini
diadakan tradisi masyarakat Sarongge berupa “Ngaruat Cai”. “Ngaruat Cai”
adalah sebuah tradisi masyarakat untuk menjaga air. Sampai saat ini Festival
Sarongge sudah berlangsung dua kali yaitu pada bulan Juni 2013 dan bulan
September 2014. Dalam Festival Sarongge yang pertama dihadiri dan dibuka
langsung oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Rencana Adopsi Pohon Lanjutan
Berdasarkan data bulan November 2013 telah ditanam sebanyak 24 337
pohon selama tahun 2009 hingga tahun 2013. Jumlah itu terdiri dari 19 227 pohon
14
adopsi lama, 3000 pohon adopsi baru, dan 2150 pohon penyulaman. Pada bulan
ini juga sudah tidak ada petani penggarap di dalam kawasan taman nasional
dengan disepakatinya perjanjian antara taman nasional dengan petani penggarap.
Pada bulan November 2014 kontrak perjanjian Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango dengan Green Radio telah berakhir. Green Radio menganggap
masyarakat Sarongge masih perlu didampingi karena dari beberapa hewan ternak
yang diberikan banyak yang gagal dan terdapat beberapa masyarakat yang
menjadi pengangguran. Dengan melihat kondisi itu Green Radio mencoba
melanjutkan program adopsi pohon yang akan dilaksanakan di lahan-lahan desa
yang terlantar. Program Adopsi Pohon yang diberikan akan menampung petani-
petani yang dahulunya menggarap lahan di taman nasional.
Aktor Relokasi Masyarakat Dari Kawasan TNGGP
Aktor yang terlibat langsung dalam kegiatan relokasi dan pemberdayaan
masyarakat di Kampung Sarongge ini terdiri dari Resort Pengelola Taman
Nasional (RPTN) Sarongge, Green Radio, dan Petugas Pengaman Lapang. Setiap
aktor dalam kegiatan ini mempunyai peran dan tugas masing-masing seperti yang
tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Aktor yang telibat langsung dalam relokasi dan pemberdayaan
masyarakat
Aktor Peran
Resort PTN Sarongge Sebagai pengelola area yang menjadi lahan garapan masyarakat
Mengawasi kegiatan yang dilakukan dalam area Taman Nasional
Mengawasi kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar Taman
Nasional
Memberi arahan langsung ke petugas pengaman lapang
Green Radio Pelaksana utama adopsi pohon
Pelaksana dan pembimbing untuk pemberdayaan masyarakat
Petugas Pengaman
Lapang Melakukan pendekatan ke masyarakat penggarap
Membantu polisi hutan dalam mengamankan Area Taman
Nasional
Memberikan pengetahuan konservasi kepada masyarakat
Menjalankan instruksi dari TNGGP
Resort PTN Sarongge
Resort Sarongge TNGGP yang memiliki luas wilayah 534 ha termasuk
perluasan kawasan berdasarkan SK Menhut No. 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni
2003. Resort Sarongge terbagi dari tiga lokasi, yaitu Pasir Sarongge, Pasir
Malang, dan Pasir Galudra. Perluasan kawasan TNGGP meninggalkan beberapa
masyarakat yang masih menggarap lahan di dalam kawasan TNGGP, seperti yang
tersaji dalam Tabel 7.
Tabel 7 Masyarakat penggarap di wilayah Resort PTN Sarongge
Lokasi Luas (ha) Jumlah Penggarap (KK)
Ps.Sarongge 38 155
Ps.Malang 28 43
Ps.Galudra 159 116
15
Lokasi Pasir Sarongge atau yang disebut juga Blok Sarongge Girang
merupakan fokus utama dari pihak pengelola TNGGP untuk merelokasi
masyarakat yang masih ada di dalamnya. Pada tahun 2008 terdapat 155 Kepala
Keluarga (KK) yang ikut menggarap di wilayah blok Sarongge dengan luasan 38
ha.
Green Radio
Green Radio merupakan salah satu media massa yang bergerak dibidang
lingkungan. Green Radio merasa tergerak untuk membantu penghijauan di daerah
hulu agar banjir di DKI Jakarta bisa berkurang dengan bantuan dan dorongan dari
para pendengarnya. Green Radio mencoba masuk dan membantu permasalahan
yang di hadapi masyarakat Kampung Sarongge sesuai dengan Perjanjian
kerjasama BBTNGGP dan GR No.1378/11-TU/2/2009-No.010/Mou/Green Radio/
08/2009 tanggal 2 September 2009 tentang Kerjasama Program Pemberdayaan
Masyarakat, Adopsi Pohon dan Ekowisata di Resort Sarongge dan sekitarnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan adopsi pohon ini awal mulanya pihak Green
Radio melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan pola pendekatan
komunitas, yaitu pendekatan yang mencoba memahami sebuah komunitas dengan
cara langsung ke seluruh komunitas, sehingga didapatkan permasalahan
sebenarnya tentang kondisi sebuah wilayah (Baehaqie et al. 2004). Tim dari
Green Radio ini ikut tinggal di Kampung Sarongge selama enam bulan. Green
Radio rutin mengadakan diskusi dengan masyarakat setiap seminggu sekali dari
tahun 2009 hingga tahun 2012.
Petugas Pengaman Lapang
Petugas Pengaman Lapang adalah sebuah tim yang dibentuk berdasarkan
instruksi bapak Menteri pada kunjungan ke Kampung Sarongge. Anggota tim ini
adalah masyarakat lokal yang mau bekerja sama dengan pihak pengelola TNGGP.
Masyarakat yang tergabung disini adalah masyarakat yang dianggap mempunyai
pengaruh kepada petani penggarap di wilayah blok Sarongge. Petugas
mendapatkan honor langsung dari pihak pengelola TNGGP sebesar Rp 1 000 000
setiap orangnya setiap bulan selama masa kontrak.
Petugas Pengaman Lapang bekerja sama dengan Green Radio dalam
pekerjaannya. Anggota tim ini adalah sebagian masyarakat yang sebelumnya
sudah menjadi mitra Green Radio untuk merelokasi petani penggarap dari
kawasan TNGGP. Tim ini terdiri dari 7 orang yang masing-masing orang menjadi
ketua kelompok dari 13 21 petani berdasarkan petak garapannya.
Analisis Dampak yang Muncul dari kegiatan Relokasi dan
Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat di Kampung Sarongge
menimbulkan beberapa dampak, baik dampak yang positif maupun dampak
negatif seperti pada Tabel 8.
16
Tabel 8 Dampak yang terjadi setelah relokasi dan pemberdayaan masyarakat
Kegiatan Dampak Positif Dampak Negatif
Adopsi pohon Area hutan yang gundul menjadi
tertutup naungan kembali
Berkurangnya banjir (limpasan)
yang terjadi saat hujan
Kurang transparansinya dana
Pemberian dana
kompensasi
Masyarakat Penggarap Blok
Sarongge meninggalkan semua
lahan garapan dari TNGGP
Masyarakat bergantung pada
bantuan dari pihak lain
Terjadi kecemburuan sosial dari
masyarakat penggarap blok Pasir
Galudra dan blok Pasir Malang
Pemberian
hewan ternak Ada pengalihan mata pencaharian
dari bertani menjadi berternak
Masyarakat mendapat penghasilan
tambahan
Masyarakat bergantung pada
bantuan dari pihak lain
Terjadi kecemburuan sosial dari
masyarakat penggarap blok Pasir
Galudra dan blok Pasir Malang
Radio komunitas Ada penyaluran hobi masyarakat
Sarongge
Beberapa Masyarakat Sarongge
menjadi terampil dalam berbicara
di depan umum
Adanya hiburan untuk
masyarakat
Masyarakat lebih sadar akan
pentingnya konservasi
Kurang adanya insentif/honor untuk
pengelola
Koperasi Sugih
Makmur Kemudahan mendapatkan barang
kebutuhan pokok untuk
masyarakat kampung Sarongge
Ada penghasilan tambahan untuk
masyarakat Sarongge
Melatih keterampilan masyarakat
untuk berorganisasi
Terbantunya masyarakat untuk
memasarkan hasil ternak dan
kerajinan rumah tangganya
Terjadi kecemburuan sosial dari
masyarakat penggarap blok Pasir
Galudra dan blok Pasir Malang
Terjadi kecemburuan sosial dari
masyarakat penggarap blok Pasir
Galudra dan blok Pasir Malang
Pengembangan
sayuran organik Menambah keterampilan
masyarakat Kampung Sarongge
untuk bertani pertanian organik
Berkembangnya pertanian yang
ramah lingkungan
Minimnya lahan
Masyarakat masih bergantung pada
Green Radio untuk pemasarannya
Festifal
Sarongge Terbantunya masyarakat untuk
mengenalkan Sarongge sebagai
Kampung Wisata
Berkembangnya budaya dan
kesenian masyarakat
Masyarakat tergantung dengan
Green Radio untuk publikasi
Terpeliharanya kearifan lokal
masyarakat
Pembentukan
petugas
pengaman
lapang
TNGGP terbantu untuk merelokasi
masyarakat dari taman nasional
TNGGP terbantu untuk
menyampaikan konservasi kepada
Masyarakat
Anggota petugas pengaman lapang
bergantung dari honor yang
diberikan dari TNGGP
Terjadi kecemburuan sosial dari
masyarakat
17
Tabel 8 menunjukan adanya beberapa dampak positif yang mempengaruhi
masyarakat Kampung Sarongge untuk tidak kembali menggarap lahan taman
nasional antara lain:
1. Area bekas garapan masyarakat yang dahulunya gundul kini sudah dipenuhi
oleh pohon-pohon seperti area taman nasional yang lain.
2. Banjir (limpasan) yang terjadi saat hujan di Kampung Sarongge lebih kecil jika
dibanding sebelum adanya program Adopsi Pohon.
3. Petani penggarap lahan dari taman nasional mendapatkan mata pencaharian
baru yaitu menjadi peternak. Selain itu masyarakat juga mendapatkan
penghasilan tambahan dari koperasi, sayuran organik dan ekowisata Kampung
Sarongge.
4. Masyarakat lebih mengerti pentingnya konservasi dari radio komunitas dan
kearifan lokal yang dimunculkan dari Festifal Sarongge.
Program-program pemberdayaan masyarakat di Kampung Sarongge ini
berjalan dengan lancar. Kelancaran ini dikarenakan sebagian besar program
pemberdayaan masyarakat di Kampung Sarongge adalah permintaan dari
masyarakat sendiri. Akan tetapi dari semua kegiatan yang telah berjalan masih
menimbulkan beberapa dampak negatif. Dampak negatif ini berpeluang untuk
menimbulkan masalah baru dalam masyarakat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan:
1. Masyarakat Kampung Sarongge menggarap area hutan sejak tahun 1990
ketika kawasan hutan tersebut berada dibawah pengelolaan Perum Perhutani.
2. Terdapat 3 program yang mendorong masyarakat untuk meninggalkan lokasi
garapannya di blok Sarongge. Tiga program tersebut yaitu adopsi pohon,
pemberian dana kompensasi, dan pemberian hewan ternak untuk masyarakat.
3. Kecil kemungkinan masyarakat untuk kembali menggarap hutan blok
Sarongge karena banyaknya dampak positif yang dirasakan masyarakat
secara langsung dari kegiatan yang sudah berjalan.
Saran
Perlunya penanganan dari dampak negatif yang belum terselesaikan dari
program relokasi dan program pemberdayaan masyarakat untuk mencegah
timbulnya masalah baru dalam masyarakat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Baehaqie A, Indriyo D, Ahmad W, Novriyanto, Bernaputra R. 2004. Mencari
jalan. Jakarta [ID]: Yayasan Bina Usaha Lingkungan.
Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2009. Revisi zonasi
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cipanas-Cianjur [ID]:
Departemen Kehutanan.
[Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang
nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Jakarta [ID]: Departeman
Kehutanan dan Perkebunan.
Fajrin M. 2011. Dinamika gerakan petani : kemunculan dan kelangsungannya
(Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) [skripsi].
Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Kartodirdjo S. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian Sosial Ekonomi.
Yogyakarta: Aditya Media.
Pemerintah Desa Ciputri. 2013. Profil Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten
Cianjur.
Sugiono. 2007. Memahami penelitian kualitatif. Bandung [ID]: Alfabeta.
Surakhmad W. 1994. Pengantar penelitian ilmiah dan dasar. Jakarta [ID]: Pustaka
Sinar Harapan.
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 13 Maret 1992 dari ayah Sri
Hartono (Alm) dan ibu Sri Purnaningsih. Penulis adalah putra ke-empat dari
empat bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 2004 di SDN 3
Mrentul Bonorowo, dan lulus SMP Negeri 1 Prembun Kebumen tahun 2007. Pada
tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purworejo dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi internal
dan eksternal kampus yakni, Wakil ketua divisi Pengembangan Sumber Daya
Mahasiswa Forest Managemen Sudents Club (FMSC) 20112012, Anggota
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan Divisi Kajian dan Strategi
20112012, Anggota OMDA Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB
(GAMAPURI) 20102015, Anggota Forest Managemen Sudent Club (FMSC)
Divisi Keprofesian 20122013. Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitian
kegiatan mahasiswa diantaranya: panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) 2012
sebagai anggota divisi logistik dan transportasi. Kegiatan Ecological Social
Mapping FMSC 2012 dan 2013 sebagai wakil ketua dan ketua pelaksana.
Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Indramayu dan Ciremai pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) tahun
2013 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Cianjur dan
Bandung. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT Inhutani 1 Unit
Manajemen Hutan Meraang Berau pada bulan Februari s.d April tahun 2014 dan
melaksanakan Kegiatan Penelitian pada bulan SeptemberDesember 2014 di
Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur dibawah
bimbingan Handian Purwawangsa, Shut MSi.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data informan beserta pendidikan terakhir dan peranannya
No Nama responden Pendidikan Peran
1 Tosca Santoso Sarjana Pemilik Green Radio, Pembina Program
Relokasi dan pemberdayaan masyarakat
2 Syarif Sarjana
Ketua BPD Desa Ciputri, Pembina
Koperasi Sugih Makmur, Pembina Radio
Komunitas Edelwise dan Anggota Green
Inisiatif
3 Wawan SD
Petugas Pengaman Lapang, Ketua RT 09,
Ketua Ekowisata Kampung Sarongge, dan
mantan penggarap blok Sarongge
4 Dadan Karyo SD
Petani, Petugas Pengaman Lapang, Ketua
Radio Komunitas Edelwise, dan mantan
penggarap blok Sarongge
5 Dani Wardia SD
Buruh perusahaan, Ketua Koperasi Sugih
Makmur, anggota kelompok ternak
kelinci, dan mantan penggarap blok
Sarongge
6 Eten SD
Bendahara koperasi Sugih Makmur, ustad
Kampung Sarongge, anggota ternak
kelinci, dan mantan penggarap blok
Sarongge
7 Deni Diploma Kepala Resort PTN Sarongge
8 Deni SMK Petugas Pengaman Lapang, penyiar Radio
Komunitas
9 Atep SMK Polisi Hutan Resort PTN Sarongge
10 Boy SD Petani dan penyiar Radio Komunitas
Edelwise
21
Lampiran 2 Data nama penggrapa Blok Sarongge dan tanggal keluar garapan Bulan
November 2013
NO NAMA
KELUAR
GARAPAN NO NAMA
KELUAR
GARAPAN NO NAMA
KELUAR
GARAPAN
Tgl/Bln/Thn Tgl/Bln/Thn Tgl/Bln/Thn
1 DEDI S 25/04/13 38 MAMAN 23/06/13 75 SUPARTO 06/09/13
2 ANENG 02/05/13 39 GUGUN S 28/07/13 76 APIH AMIN 27/06/13
3 SUPATMA 30/04/13 40 KAYAT 30/09/13 77 ECEP S 31/08/13
4 EENG 30/04/13 42 ENTIS 31/08/13 78 MUSLIH 07/02/13
5 ADE 24/03/13 42 ASEP OHAN 30/04/13 79 UJANG 14/07/13
6 AOS 09/06/13 43 CEPI HOLID 25/04/13 80 AYI KARYO 08/04/13
7 HERMAN 02/05/13 44 EMI 19/06/13 81 AYI GANYOL 07/01/13
8 DOMAN 03/04/13 45 JAENUDIN 28/07/13 82 RAHMAN 29/08/13
9 AHYAN 10/05/13 46 ECE 28/07/13 83 ENGKUS 15/08/13
10 IDAY 14/05/13 47 ADE 01/08/13 84 ABAS 07/07/13
11 BASUNI 30/05/13 48 IDIN TARSIAH 30/09/13 85 MAULANA B 30/06/13
12 NURANI P 04/06/13 49 DEDE KUBIL 15/08/13 86 AJUH 20/09/13
13 ASEP DIDIN 10/02/13 50 MAHMUD 24/08/13 87 J WAWAN 01/03/13
14 JAJANG E 23/05/13 51 JUHANI 28/07/13 88 AYI CUI 20/09/13
15 OO 08/06/13 52 DEDI KUSNADI 02/05/13 89 OJAK 20/09/13
16 ASEP P 16/06/13 53 WARDI 30/04/13 90 AMAY 08/05/13
17 APENDI 24/06/13 54 DANI W 10/09/13 91 DIDIN D 23/09/13
18 MUHIDIN 03/07/13 55 IBAS 24/05/13 92 NUNUH 31/10/13
19 UDIN T 25/03/13 56 UDAN 24/05/13 93 DENI M 06/10/13
20 CECEP S 27/08//13 57 DADANG 11/09/13 94 SAMAN 21/09/13
21 SAEP 13/07/13 58 OCIN 05/04/13 95 ODIN 20/09/13
22 PENDI 18/08/13 59 MAWI 25/04/13 96 SANDI 01/11/13
23 ABUN 24/07/13 60 MAMAT 26/09/13 97 HERI 20/09/13
24 DADUN 30/09/13 61 UJUM 19/06/13 98 UJANG S 18/09/13
25 SAHUDIN 25/08/13 62 DILI 01/08/13 99 BABAN
26 AMIN 05/06/13 63 TAJUDIN 26/09/13 100 SOLIHIN 01/07/13
27 WAWAN K 11/10/13 64 HAMZAH 28/07/13 101 HERMAN 20/07/13
28 EDIH 19/06/13 65 IDANG 26/09/13 102 RO'I FERI 30/09/13
29 HAER 28/07/13 66 YADIN 28/03/13 103 RUSMANA/ 23/08/13
30 UDIN ENAH 15/08/13 67 ROHMAT 14/08/13 104 MIPTAHUDIN 28/10/13
31 JAJANG 28/07/13 68 ENDI BASIR 05/09/13 105 KARIM 30/09/13
32 KOMAR 25/04/13 69 APID 20/06/13 106 JAJANG PSL 06/05/13
33 UDIN K 28/07/13 70 ETEN 03/08/13 107 DODO 16/09/13
34 HOBIR 23/06/13 71 EDIN 29/07/13 108 DADANG J 19/09/13
35 UPAH 26/09/13 72 CECENG 08/08/13 109 ALIYUDIN 12/10/13
10 SOLEHUDIN 05/09/13 73
NASIR
ABDULLAH 13/05/13 110 EMUH 30/12/12
37 ENGKOS 20/06/13 74 HALIMAH 23/05/13
22