Post on 19-Mar-2019
1
PROFIL NUTRIEN DARAH DAN KOMPOSISI TUBUH SAPI
KETURUNAN ONGOLE YANG MENDAPAT SUPLEMEN
BLOK MENGANDUNG EKSTRAK METANOL LERAK
(Sapindus rarak)
SKRIPSI
FRANSISCA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
2
RINGKASAN
FRANSISCA. D24052538. 2010. Profil Nutrien Darah dan Komposisi Tubuh
Sapi Keturunan Ongole yang Mendapat Suplemen Blok Mengandung Ekstrak
Metanol Lerak (Sapindus rarak). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS.
Pembimbing Anggota : Sri Suharti, S.Pt, M.Si.
Upaya peningkatan ternak sapi potong sebagai penghasil daging yang
kompetitif sangat ditentukan oleh efektivitas kinerja mikroba rumen, yang terdiri dari
bakteri, protozoa, dan fungi. Bakteri rumen berperan penting dalam mendegradasi
pakan serat dan mensintesis protein mikroba. Namun aktivitas bakteri terhambat
dengan adanya pemangsaan oleh protozoa. Pengendalian protozoa dapat dilakukan
dengan menggunakan senyawa sekunder tanaman yaitu saponin. Aktivitas
membranolitik saponin dapat melisiskan sterol protozoa dalam rumen dan
menghambat pembentukan agregasi misel dari komponen lemak di usus. Keadaan
tersebut dapat mempengaruhi pola fermentasi dalam rumen, penyerapan transpor
nutrien dalam darah, dan pendeposisiannya dalam jaringan tubuh.
Kandungan saponin yang tinggi yaitu 81,47% dapat diperoleh dari buah dan
biji lerak yang diekstrak metanol. Saponin memiliki rasa pahit sehingga pemberian
dalam pakan blok yang mengandung molases diharapkan dapat meredam efek
tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak
metanol lerak (EML) dalam pakan blok terhadap konsumsi ransum, profil nutrien
darah, komposisi tubuh, pertambahan bobot badan harian (PBBH), dan efisiensi
pakan. Komposisi tubuh meliputi air tubuh, lemak tubuh, dan protein tubuh.
Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi keturunan Ongole dengan bobot
badan awal 152±11,90 kg dengan umur 1,5-2 tahun selama dua bulan. Penelitian
terdiri dari tiga perlakuan dan empat ulangan. Ransum kontrol terdiri dari rumput
lapang, konsentrat, dan pakan blok dengan rasio 49:50:1. EML yang merupakan
perlakuan terkandung di dalam pakan blok. Ransum perlakuan yang diberikan adalah
P1 (ransum kontrol tanpa EML), P2 (P1 mengandung 0,033% EML), dan P3 (P1
mengandung 0,085% EML). Pada akhir penelitian, darah diambil 2 jam setelah sapi
mengkonsumsi ransum melalui vena jugularis untuk dievaluasi profil nutrien darah
dan komposisi tubuh dengan teknik ruang urea. Parameter yang diamati meliputi
konsumsi ransum, kadar trigliserida, kolesterol, protein darah, air tubuh, lemak
tubuh, protein tubuh, PBBH, dan efisiensi pakan. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan perbedaan antar rataan diuji
dengan polinomial ortogonal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi EML hingga taraf 0,085%
dari total ransum tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi konsumsi ransum, profil
nutrien darah, komposisi tubuh, PBBH, dan efisiensi pakan. Terdapat kecenderungan
penurunan kolesterol darah sebesar 17% pada sapi yang mendapat 0,033% EML
dibandingkan dengan kontrol. Komposisi tubuh sapi PO dengan teknik pengukuran
ruang urea yaitu 50%-51% air tubuh, 30%-31% lemak tubuh, dan 12%-13% protein
tubuh. Parameter bobot badan (BB) dapat digunakan sebagai penduga total lemak
3
tubuh (TLT) dan total protein tubuh (TPT) sapi PO. Hubungan linear tersebut
mengikuti persamaan: TLT = -12,20 + 0,367 BB (kg); r = 0,96; dan TPT = 2,414 +
0,118 BB (kg); r = 0,98. Pemberian EML pada taraf 0,085% dalam pakan blok
selama dua bulan belum mempengaruhi gambaran nutrien darah, komposisi tubuh,
dan perfoma sapi PO.
Kata kunci: Sapindus rarak, sapi PO, pakan blok, nutrien darah, komposisi tubuh
4
ABSTRACT
Blood Nutrient Profile and Body Composition of Ongole Filial Cattle
Supplemented Block Containing Lerak (Sapindus rarak)
Methanol Extracted
Fransisca, D.A. Astuti, and S. Suharti
Various studies indicated that saponins have the ability to breakdown the sterol of
protozoa in the rumen and inhibit micelle aggregation in the duodenum. These
membranolitic activities can influence rumen fermentation and blood nutrient, which
affect nutrient utilization and body composition of the animal. Sapindus rarak
methanol extracted contain high saponins. The experiment was aimed to investigate
the effect of S. rarak extract in block supplement on consumption, blood nutrient,
body composition, and performance of Ongole filial cattle (PO). The experiment
used twelve PO cattles of approximately 1.5-2.0 year old with an initial body weight
of 15211.90 kg and fed with mixgrass (49%), concentrate (50%), and block
supplement (1%) during two months. Treatments were S. rarak extract in the block
supplement at level of 0% (P1), 0.033% (P2), and 0.085% (P3) from total ration.
Parameters observed were consumption, plasma triglyceride, cholesterol, total
protein, body water (BW), body fat (BF), body protein (BP), average daily gain
(ADG), and feed efficiency. The experiment used Completely Randomized Design
with three treatments and four replications. The data were analyzed using Analysis of
Covariance and any significant difference was tested using Orthogonal Polynomial.
Results showed S. rarak extract in the block supplement had no significant effect on
consumption, blood nutrient, body composition, ADG, and feed efficiency of cattle.
However, S. rarak extract in block supplement at level of 0.033% showed a tendency
to decrease the cholesterol. Body composition of PO cattles using Urea Space
Method were 50%-51% BW, 30%-31% BF, and 12%-13% BP. The equations
between body weight (BW), total body fat (TBF), and total body protein (TBP) were:
TBF = -12.20 + 0.367 BW (kg); r = 0.96; and TBP = 2.414 + 0.118 BW (kg); r =
0.98. In conclusion, S. rarak extract in the block supplement reaching the level of
0.085% have not influenced the blood nutrient and performance of PO cattle.
Keywords: Sapindus rarak, block supplement, Ongole filial cattle, blood nutrient,
body composition.
5
PROFIL NUTRIEN DARAH DAN KOMPOSISI TUBUH SAPI
KETURUNAN ONGOLE YANG MENDAPAT SUPLEMEN
BLOK MENGANDUNG EKSTRAK METANOL LERAK
(Sapindus rarak)
FRANSISCA
D24052538
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
6
Judul Skripsi : Profil Nutrien Darah dan Komposisi Tubuh Sapi Keturunan Ongole
yang Mendapat Pakan Blok Mengandung Ekstrak Metanol Lerak
(Sapindus rarak)
Nama : Fransisca
NIM : D24052538
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Sri Suharti, S.Pt. MSi.
NIP. 19611005 198503 2 001 NIP. 19741012 200501 2 002
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan IPB
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr.
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 24 Mei 2010
Tanggal Lulus:
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1987 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tjhia Hie Boen
(alm.) dan Ibu Ho Kwi Tjin.
Penulis mengawali pendidikan dasar, lanjutan tingkat pertama, dan menegah
atas masing-masing pada tahun 1993, 1999, dan 2002 di Sekolah ANANDA Bogor.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006. Penulis mendapatkan
beasiswa Bantuan Masuk Universitas (BMU) tahun 2005-2006, Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) tahun 2006-2007, dan Goodwill International dengan sponsor PT.
Hutchinson tahun 2007-2009 dan Australian New Zealand Association (ANZA)
tahun 2009-2010. Penulis juga bekerja di bidang bimbingan belajar dari tahun 2001.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi Keluarga
Mahasiswa Buddhis Adhitana (KMBA) periode 2006-2007, Himpunan Mahasiswa
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2007-2008, Graziono
Symphonia periode 2006-2009, dan kepanitiaan The 2nd
International Symposium on
Food Security, Agricultural Development, and Environmental Conservation in
Southeast and East Asia pada tahun 2007. Penulis mengikuti program magang di
DagKer Farm, Laboratorium Ruminansia Besar, dan PT. Elders Indonesia pada tahun
2007. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Teknik Formulasi Ransum dan
Sistem Informasi Pakan tahun ajaran 2008/2009, Genetika Ternak tahun ajaran
2008/2009 dan 2009/2010, dan Integrasi Proses Nutrisi tahun ajaran 2009/2010.
Karya ilmiah yang dibuat Penulis diantaranya ”Pemenuhan Kebutuhan
Protein Hewani Asal Ternak di Indonesia”; ”Utilization of Sel-Plex®
to Increase
Immune Response and Performance in Chicken Broiler Diet”; dan ”Healthy Lamb
Production by Feed Nutrition Manipulation” untuk The 15th
Tri-University of
International Joint Seminar and Symposium Role of Asia in The World. Penulis
berkesempatan menjadi mahasiswa berprestasi Fakultas Peternakan tahun 2008, dan
turut mewakili IPB di kegiatan Sampoerna Best Student Visit Pandaan-Surabaya
tahun 2008. Penulis juga meraih empat penghargaan dalam kegiatan Goodwill Get
Together dan Goodwill Special Training tahun 2007-2010.
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Sanghyang Adhi Buddha Tuhan Yang Maha Esa
atas berkah yang dilimpahkan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi,
seminar, penelitian, dan penyusunan skripsi. Skripsi ini berjudul “Profil Nutrien
Darah dan Komposisi Tubuh Sapi Keturunan Ongole yang Mendapat Suplemen Blok
Mengandung Ekstrak Metanol Lerak (Sapindus rarak)”, merupakan salah satu syarat
untuk meraih gelar sarjana peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh ekstrak metanol lerak dengan kandungan saponin yang tinggi, yang
diberikan dalam suplemen blok terhadap konsumsi, profil nutrien darah, komposisi
tubuh dengan teknik ruang urea, dan performa sapi keturunan Ongole. Saponin yang
terkandung dalam buah lerak berpotensi meningkatkan kecernaan sumber pakan
tinggi serat. Aktivitas membranolitik saponin dapat mendefaunasi protozoa dalam
rumen dan menghambat agregasi misel di usus. Berbagai aktivitas saponin tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bakteri dalam mendegradasi pakan
serat, mempengaruhi penyerapan, dan penggunaan nutrien dalam tubuh ternak.
Pemanfaatan lerak sebagai sumber saponin alami dapat menjadi alternatif pengganti
bahan agen defaunasi sintetis.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
berharap semoga karya kecil ini bermanfaat umumnya dalam dunia peternakan, dan
khususnya dalam upaya peningkatan produktivitas sapi potong sebagai penghasil
daging yang kompetitif di Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang terlibat sehingga karya ini dapat diselesaikan.
Bogor, 24 Mei 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................... .......... i
ABSTRACT ............................................................................................. ........... iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... ........... iv
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... .......... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. ........... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ............ x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... 0xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
PENDAHULUAN .................................................................................... ........... 1
Latar Belakang ............................................................................. ........... 1
Tujuan .......................................................................................... ........... 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... ........... 4
Kondisi Sapi Potong di Indonesia ................................................ ........... 3
Sapi Keturunan Ongole ................................................................ ........... 4
Lerak (Sapindus rarak) ................................................................ ........... 5
Saponin ........................................................................................ ........... 7
Suplemen Blok ............................................................................. ........... 9
Nutrien Darah .............................................................................. ........ 11 9
Trigliserida ................................................................................... ........... 12
Kolesterol ..................................................................................... ........... 13
Total Protein Darah ...................................................................... ........... 14
Komposisi Tubuh Sapi Potong .................................................... ........... 15
Teknik Pengukuran Ruang Urea .................................................. ........... 17
Pertumbuhan Bobot Badan Harian dan Efisiensi Pakan .............. ........... 18
MATERI DAN METODE ....................................................................... ........... 20
Lokasi dan Waktu ........................................................................ ........... 20
Materi ........................................................................................... ........... 20
Ternak dan Kandang ........................................................ ........... 20
Bahan dan Peralatan ......................................................... ........... 20
Ransum ............................................................................ ........... 20
Prosedur ....................................................................................... ........... 22
Ekstraksi Lerak ................................................................ ....... 2215
Pembuatan Pakan Blok .................................................... ........... 22
Adaptasi dan Identifikasi ................................................. ........... 22
Pemeliharaan .................................................................... ........... 22
10
Penghitungan Konsumsi EML dan Saponin .................... ........... 23
Pengambilan Darah .......................................................... ........... 23
Pengukuran Profil Nutrien Darah .................................... ........... 23
Pengukuran Trigliserida ....................................... ........... 23
Pengukuran Kolesterol ......................................... ........... 24
Pengukuran Ruang Urea .................................................. ........... 24
Pengukuran PBBH dan Efisiensi Pakan .......................... ........... 26
Rancangan .................................................................................... ........... 26
Perlakuan ......................................................................... ........... 26
Model ............................................................................... ........... 26
Peubah .............................................................................. ........... 27
Analisis Data ................................................................................ ........... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... ........... 28
Kondisi Umum Penelitian ............................................................ ........... 28
Pengaruh Suplementasi EML terhadap Konsumsi Ransum ........ ........... 29
Pengaruh Suplementasi EML terhadap Profil Nutrien Darah ..... ........... 30
Pengaruh Perlakuan terhadap Trigliserida Darah ............ ........... 30
Pengaruh Perlakuan terhadap Kolesterol Darah .............. ........... 31
Pengaruh terhadap Total Protein Darah ........................... ........... 32
Pengaruh Suplementasi EML terhadap Komposisi Tubuh .......... ........... 32
Pengaruh Perlakuan terhadap Air Tubuh ......................... ........... 32
Pengaruh Perlakuan terhadap Lemak Tubuh ................... ........... 33
Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Tubuh ................... ........... 34
Pengaruh Suplementasi EML terhadap PBBH dan Efisiensi Pakan ....... 36
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... ........... 37
Kesimpulan .................................................................................. ........... 37
Saran ............................................................................................ ........... 37
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... ........... 39
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. ........... 40
LAMPIRAN ............................................................................................. ........... 43
11
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Proksimat Ransum Perlakuan ............................... ........... 21
2. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan ....................................... ........... 21
3. Konsumsi Ransum ....................................................................... ........... 29
4. Rataan Profil Nutrien Darah ........................................................ ........... 30
5. Rataan Komposisi Tubuh ............................................................. ........... 32
6. Rataan PBBH dan Efisiensi Pakan .............................................. ........... 36
12
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Sapi Keturunan Ongole ................................................................ ............ 5
2. Buah dan Biji Lerak ..................................................................... ............ 7
3. Struktur Kimia Sapogenin ........................................................... ............ 8
4. Suplemen Blok ............................................................................. ........... 10
5. Struktur Kimia Trigliserida .......................................................... ........... 12
6. Struktur Kimia Kolesterol ............................................................ ........... 13
7. Struktur Kimia Protein Primer ..................................................... ........... 15
8. Bobot Badan dan Komposisi Tubuh Sapi ..................................... ........... 16
9. Korelasi Bobot Badan dengan Lemak Tubuh .............................. ....... 3419
10. Korelasi Bobot Badan dengan Protein Tubuh ............................. ........... 35
13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar Sidik Peragam Konsumsi Rumput .................................... ........... 44
2. Daftar Sidik Peragam Konsumsi Konsentrat ............................... ........... 44
3. Daftar Sidik Peragam Konsumsi Pakan Blok .............................. ........... 44
4. Daftar Sidik Peragam Trigliserida ............................................... ........... 45
5. Daftar Sidik Peragam Kolesterol ................................................. ........... 45
6. Daftar Sidik Peragam Total Protein Darah .................................. ........... 45
7. Daftar Sidik Peragam Air Tubuh ................................................. ........... 46
8. Daftar Sidik Peragam Lemak Tubuh ........................................... ........... 46
9. Daftar Sidik Peragam Protein Tubuh ........................................... ........... 46
10. Daftar Sidik Peragam PBBH ....................................................... ....... 4719
11. Daftar Sidik Peragam Efisiensi Pakan ......................................... ........... 47
12. Daftar Sidik Ragam Bobot Badan vs. Lemak Tubuh .................. ........... 47
13. Daftar Sidik Ragam Bobot Badan vs. Protein Tubuh .................. ........... 47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha penggemukan sapi potong di Indonesia merupakan usaha yang sangat
menjanjikan. Hal tersebut didukung oleh program swasembada daging tahun 2014.
Target swasembada daging adalah dapat menekan impor hingga hanya 9,2%. Namun
saat ini produksi dalam negeri baru dapat memenuhi sekitar 60% dari kebutuhan
daging nasional (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa upaya peningkatan produktivitas sapi lokal seperti sapi
keturunan Ongole sebagai penghasil daging yang kompetitif sangat perlu dilakukan.
Produktivitas sapi potong sebagai pengahasil daging yang kompetitif sangat
dipengaruhi oleh kinerja mikroba rumen, yang terdiri dari bakteri, protozoa, dan
fungi. Kinerja mikroba tersebut menentukan efektivitas perombakan serat, kecernaan
pakan, dan pasokan protein. Pada ekosistem rumen, protozoa memangsa bakteri
untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Keadaan tersebut mengakibatkan aktivitas
bakteri dalam mendegradasi pakan serat menjadi berkurang dan menurunkan
pasokan protein bagi induk semangnya.
Populasi dan aktivitas bakteri rumen dapat dioptimalkan dengan menekan
populasi protozoa, yang dinamakan defaunasi. Defaunasi memerlukan bahan yang
tidak berbahaya, tidak menganggu pertumbuhan ternak, dan menghilangkan populasi
protozoa secara parsial. Senyawa sekunder tanaman yaitu saponin diketahui dapat
menurunkan populasi protozoa dalam rumen secara parsial.
Kandungan saponin yang tinggi terdapat pada buah lerak (Sapindus rarak)
yang diekstrak metanol. Mekanisme saponin dalam menurunkan populasi protozoa
rumen adalah dengan mengikat membran sterol protozoa sehingga sel menjadi lisis
dan mati. Penurunan populasi protozoa dapat memperlambat laju alir protein dalam
rumen, dan meningkatkan aliran N ke usus. Peningkatan aliran N ke usus
mengindikasikan bahwa semakin banyaknya komponen protein yang termanfaatkan
bagi ternak induknya. Komponen protein tersebut akan dibawa oleh darah menuju
jaringan. Selanjutnya protein jaringan menentukan kandungan protein tubuh ternak.
Mekanisme saponin dalam menurunkan kolesterol darah adalah bagian
hidrofobik saponin yaitu sapogenin berasosiasi dengan inti sterol pada proses
pembentukan misel di dalam usus. Keadaan tersebut dapat menghambat penyerapan
2
komponen lemak dalam tubuh. Aktivitas saponin yang demikian dapat
mempengaruhi profil lemak darah dan komposisi lemak tubuh pada ternak.
Informasi mengenai komposisi tubuh dapat memberikan gambaran mengenai
kualitas perdagingan yang dihasilkan dan performa ternak. Salah satu teknik penduga
komposisi tubuh yang efektif untuk sapi pada fase penggemukan adalah teknik ruang
urea. Prinsip urea sebagai perunut yaitu bersifat seperti air yang dapat bercampur
merata dengan cairan tubuh sehingga jumlah urea yang beredar dalam tubuh sama
dengan jumlah air tubuh. Keunggulan perunut urea diantaranya ekonomis, efisien,
dan minimalnya persyaratan teknik analisis. Di samping itu teknik ruang urea juga
terbukti memiliki korelasi positif yang tinggi dengan pengukuran komposisi tubuh
langsung yaitu melalui pemotongan ternak (Astuti dan Sastradipradja, 1999).
Pemberian saponin pada ternak menghadapi kendala rasa pahit sehingga perlu
dicampur dengan bahan pakan yang palatabel. Salah satu bahan pakan yang
palatabel, murah, dan mudah diperoleh adalah molases. Pemberian suplemen blok
yang mengandung molases dan mineral diharapkan dapat mengoreksi nutrien yang
defisien dan efek buruk imbangan hijauan dan konsentrat yang tidak tepat, serta
memberikan kondisi yang lebih kondusif bagi aktivitas mikroba rumen.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak metanol
lerak dalam suplemen blok terhadap konsumsi ransum, profil nutrien darah,
komposisi tubuh dengan teknik ruang urea, pertambahan bobot badan harian, dan
efisiensi pakan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Sapi Potong di Indonesia
Populasi sapi potong di Indonesia terus meningkat selama lima tahun terakhir
yaitu dari 10.504.128 ekor pada tahun 2003 menjadi 11.514.871 ekor pada tahun
2007 yang sebagian diperoleh dari impor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008).
Peningkatan populasi dalam kurun waktu tersebut terkait dengan kebijakan
pemerintah mengenai program swasembada daging sapi tahun 2014 sebagai
kelanjutan dari progam swasembada daging tahun 2005.
Kebutuhan daging sapi meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan
penduduk. Pada tahun 1995 total konsumsi daging sapi sebesar 150.000-200.000 ton.
Lima tahun berikutnya konsumsi meningkat menjadi 250.000-300.000 ton.
Kemudian tahun 2005 dan 2006 dengan total penduduk melebihi 220 juta, konsumsi
daging melampaui 300.000 ton per tahun. Peningkatan konsumsi daging tersebut
diiringi pula dengan peningkatan anjuran pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi
masyarakat Indonesia, yaitu 52 g/kapita/hari dan 62 g pada tingkat ketersediaan dari
sebelumnya 48 g (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2004). Saat ini konsumsi
daging sapi masyarakat Indonesia relatif rendah yaitu sekitar 1,75 kg/kapita/tahun.
Dalam 10 tahun mendatang rata-rata konsumsi daging sapi dapat mencapai 3
kg/kapita/tahun. Pemenuhan tersebut memerlukan 912 ribu ton ekor sapi hidup
(Departemen Pertanian, 2005).
Populasi dan produktivitas ternak lokal yang masih kurang mengakibatkan
impor sapi dan daging terus meningkat. Indonesia mengimpor rata-rata 500.000 ekor
sapi bakalan dari Selandia Baru dan Australia, serta 70.000 ton daging beku dari
Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada. Impor yang berlangsung setiap tahun
ini disebabkan oleh kemampuan produksi dalam negeri yang baru mencapai sekitar
60% dari kebutuhan daging nasional. Peningkatan populasi sapi hanya berkisar 1%-
4% selama 10 tahun terakhir, sementara laju peningkatan konsumsi daging 9,5%
selama kurun waktu tersebut. Pencapaian swasembada daging 2014 memerlukan
200.000 ekor bibit sapi per tahun untuk menekan impor hingga hanya 9,2%
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2008).
Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga, yaitu
intensif, semi intensif, dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan
4
secara intensif, sapi dikandangkan terus-menerus. Pola pemeliharaan secara intensif
banyak dilakukan peternak di Jawa, Madura, dan Bali. Pada pemeliharaan ekstensif,
ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola pertanian menetap atau di
hutan. Pola tersebut banyak dilakukan peternak di Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan, dan Sulawesi (Sarwono dan Arianto, 2006). Suryana (2009)
menambahkan bahwa pola usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha
rakyat untuk menghasilkan bibit atau penggemukan, dan pemeliharaan terintegrasi
dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Pemeliharaan sapi secara
intensif dengan perbaikan manajemen pakan, peningkatan kualitas bibit, dan kontrol
penyakit lebih dapat meningkatkan produktivitas sapi potong.
Berbagai kendala dalam pengembangan sapi potong diantaranya: 1) usaha
bakalan (cow calf) masih rendah, 2) produktivitas ternak sapi relatif rendah, 3)
pemotongan sapi produktif masih tinggi, 4) keberhasilan inseminasi buatan (IB)
belum optimal, 5) ketersediaan pejantan lokal masih kurang, 6) ketersediaan dan
kualitas pakan yang rendah, 7) pemanfaatan limbah pertanian dan pakan lokal belum
optimal, serta 8) gangguan wabah penyakit (Departemen Pertanian, 2005).
Strategi pencapaian swasembada daging sapi diimplementasikan dalam tujuh
langkah operasional diantaranya optimalisasi akseptor dan kelahiran inseminasi
buatan, penanganan gangguan reproduksi, penyediaan dan perbaikan mutu bibit
termasuk pemberian kredit bersubsidi, pengembangan rumah potong hewan dan
pengendalian pemotongan betina produktif, intensifikasi kawin alam, pengembangan
pakan lokal dan integrasi sapi dengan tanaman perkebunan, pengembangan SDM
serta kelembagaan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008).
Sapi Keturunan Ongole (PO)
Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok
ruminansia terhadap produksi daging nasional. Tipe sapi potong antara lain: 1) tubuh
dalam, besar, berbentuk persegi empat atau balok, 2) memiliki kualitas daging yang
maksimum dan mudah dipasarkan, 3) laju pertumbuhannya cepat, dan 4) efisiensi
pakannya tinggi. Sapi potong digemukkan untuk memperbaiki kualitas karkas,
karena tanpa proses penggemukan, grade karkas hanya standard sedangkan proses
penggemukan menyebabkan kualitas karkas minimal good (Parakkasi, 1999).
5
Salah satu sapi potong lokal yang ada di Indonesia adalah sapi Ongole. Sapi
Ongole merupakan keturunan sapi Bos indicus yang pertama kali didatangkan dari
India ke Pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897. Selanjutnya sapi
ini lebih dikenal dengan sapi Sumba Ongole. Persilangan antara sapi Ongole Sumba
dengan sapi Jawa yang merupakan keturunan banteng Bos sondaicus dengan sapi
zebu Bos indicus, menghasilkan anakan yang mirip sapi Ongole sehingga disebut
sapi keturunan Ongole atau sapi PO (Gambar 1). Sapi PO banyak terdapat di Jawa
Tengah dan Jawa Timur (Sarwono dan Arianto, 2006).
Gambar 1. Sapi Keturunan Ongole
Ciri khas sapi Ongole adalah berbadan dan berpunuk besar, bergelambir
longgar, serta berleher pendek. Kulit berwarna kuning dengan bulu putih atau putih
kehitaman. Kulit sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku, dan bulu cambuk pada
ujung ekor berwarna hitam. Kepala pendek dengan profil melengkung, mata besar
dengan sorot tenang, telinga panjang dan menggantung. Sapi ini masak kelamin pada
umur 24-30 bulan. Sapi Ongole dan PO akan tumbuh sangat baik di daerah bersuhu
27-34C di ketinggian tempat kurang dari 25 m di atas permukaan laut (Sarwono dan
Arianto, 2006). Rataan pertambahan bobot badan harian sapi PO umur 1,5-2 tahun
yang diberi pakan rumput raja dan konsentrat sebesar 30% dan 70% adalah 770 g/h
(Ngadiyono dan Baliarti, 2001).
Lerak (Sapidus rarak)
Lerak adalah jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat
tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan keadaan iklim, dari dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1500 m di atas permukaan laut.
Klasifikasi botani lerak diuraikan sebagai berikut:
6
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonae
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Sapindus
Spesies : Sapindus rarak
(International Code of Botanical Nomenclature, 2006)
Menurut Heyne (1987) pohon lerak memiliki diameter 1 m dan tinggi yang
dapat mencapai hingga 42 m. Daun lerak bertangkai panjang dan merupakan daun
majemuk menyirip yang terdiri dari anak-anak daun berbentuk bundar memanjang
dengan panjang 4,5-15,5 cm dan lebar 1,5-4,0 cm. Daun muda berbulu halus dan bila
umurnya meningkat bulu ini gugur dan warna daun menjadi hijau pucat. Ibu tulang
daun sebelah bawah agak menonjol dan berwarna cokelat. Pada ujung tangkai
tanaman lerak terdapat karangan bunga berupa malai yang bergagang panjang
sebesar 15-35 cm. Bunga lerak berwarna kuning muda, berkelamin tunggal dan
berumah satu, memiliki lima helai daun kelopak dengan panjang 2-3,5 mm, 4 helai
daun mahkota berbentuk lanset memanjang dengan tepi yang berambut rapat dan
panjangnya 3,5-5 mm, dan 8 buah benang sari. Bakal buah berlekuk tiga dengan satu
bakal biji pada setiap ruang. Buah yang dihasilkan bulat mirip bola dengan diameter
2-2,5 cm, berminyak dan sedikit berkerut. Daging buah banyak mengandung air,
berasa pahit, dan beracun. Tiap buah memiliki satu biji yang berkulit keras dan
berwarna hitam mengkilat dengan diameter 1 cm (Gambar 2). Persentase buah dan
biji lerak adalah 75% dan 25%. Menurut Afriastini (1990) umumnya
perkembangbiakan lerak dilakukan dengan biji sedangkan perbanyakan dengan stek
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Buah lerak biasanya dipakai sebagai deterjen tradisional dan obat luar.
Perhiasan emas dan perak, kain berwarna, serta batik biasanya dianjurkan untuk
7
dicuci dengan lerak karena dianggap sebagai bahan pencuci yang paling sesuai untuk
menjaga kualitas. Seduhan kulit batangnya atau buahnya dapat dipakai sebagai obat
jerawat dan pembasmi serangga (Heyne, 1987). Senyawa bioaktif buah lerak yang
banyak diamati adalah saponin. Daging buah lerak mengandung 6,13% saponin.
Daging buah lerak yang diekstrak dengan heksan dan metanol mengandung 14,6%
saponin, protein, tanin, senyawa-senyawa fenol, dan karbohidrat terlarut (Thalib et
al., 1994).
Gambar 2. Buah dan Biji Lerak
Tanaman mulai berbuah pada umur 5–15 tahun, musim berbuah pada awal
musim hujan dan menghasilkan biji sebanyak 1.000-1.500 biji. Penyebaran Tanaman
lerak tersebar di berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Akan tetapi tanaman ini belum dibudidayakan secara luas dan masih terbatas
sebagai tanaman sampingan saja. Jarak tanam untuk tanaman lerak, adalah 6x6 m,
8x8 m atau 10x10 m. Benih berasal dari biji, dan dapat dipindah ke lapangan pada
umur 3 bulan dengan tinggi 30-40 cm dengan cara membuka tanaman dari polybag
dan dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan ukuran 40x40x40 cm. Pupuk
kandang yang diberikan sebanyak 5 kg/lubang tanam. Cara pemeliharaan tanaman
lerak tidak memerlukan penanganan khusus. Penyiangan dan pembumbunan
dilakukan sampai tanaman berumur 2 tahun. Tanaman lerak mulai berbuah pada
umur 5-10 tahun, musim berbuah setiap tahunnya yaitu pada setiap awal musim
hujan bulan November-Januari (Udarno, 2009).
Saponin
Saponin berasal dari bahasa Latin yaitu sapo yang berarti sabun. Saponin
adalah senyawa sekunder yang ditemukan di banyak tanaman terutama di bagian
akar, kulit, daun, biji, dan buah. Pada tanaman saponin berperan sebagai sistem
8
pertahanan. Keberadaan saponin dapat dicirikan dengan adanya rasa yang pahit,
pembentukan busa yang stabil pada larutan cair, dan mampu membentuk molekul
dengan kolesterol (Cheeke, 2000).
Saponin merupakan deterjen alami yang memiliki bahan surfaktan karena
mengandung inti lemak dan air yang mudah larut. Secara kimia, saponin termasuk
kelompok senyawa glikosida steroid (C-27) atau triterpenoid (C-30) (Gambar 3).
Komposisi kimia saponin merupakan gabungan karbohidrat dengan satu atau
beberapa molekul gula. Komposisi gula dan ikatannya diduga mempengaruhi
aktivitas saponin dalam mendefaunasi rumen (Wina et al., 2006).
Saponin mampu meningkatkan permeabilitas permukaan dengan cara
menurunkan tegangan permukaan sel tersebut. Saponin beracun bagi hewan berdarah
dingin, tidak beracun bagi hewan berdarah panas, bersifat antieksudatif dan
mempunyai aktivitas hemolisis, serta dapat merusak sel darah merah. Saponin diduga
dapat menganggu penyerapan zat-zat makanan pada unggas dan babi, tetapi tidak
dapat dibuktikan bahwa pengaruh tersebut menghambat pertumbuhan. Sementara
pada ternak ruminansia saponin tidak terlalu berpengaruh negatif, kecuali dalam
konsentrasi yang tinggi diduga dapat menyebabkan bloat (kembung) (Cheeke, 2000).
Gambar 3. Struktur Kimia Sapogenin: (a) steroid, (b) triterpenoid (Francis et al.,
2002)
Saponin dapat digunakan sebagai agen defaunasi parsial yang aman bagi
ruminansia. Defaunasi adalah upaya mengurangi sebagian atau seluruh populasi
protozoa rumen. Protozoa merupakan predator bakteri yang dapat mengurangi
produktivitas bakteri dalam mendegradasi pakan serat dan mempercepat siklus
nitrogen antar kompartemen rumen sehingga terjadi kelebihan amonia yang
diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu defaunasi dapat memperlambat laju alir
protein dalam rumen dan meningkatkan aliran N ke usus (Wina et al., 2005a).
9
Peningkatan aliran N ini dapat memperbaiki produktivitas melalui pemanfaatan
nutrien yang lebih banyak dan sintesis protein bakteri sebagai sumber utama protein
bagi ruminansia. Besar protein yang tercerna dan termanfaatkan oleh tubuh
bergantung pada aliran protein yang masuk ke dalam usus (Pond, 2005).
Berbagai hasil penelitian baik in vitro maupun in vivo telah menunjukkan
efektivitas saponin dalam mendefaunasi dan meningkatkan aliran protein ke usus.
Penambahan buah lerak yang diekstrak metanol pada taraf 0,10% (b/v) dalam media
fermentasi substrat jerami padi dan cairan rumen sapi dapat menekan sekitar 80%
populasi protozoa, meningkatkan populasi bakteri sekitar 200% dan kadar N-NH3
(Thalib et al., 1994). Hasil penelitian Sunaryadi (1999) menunjukkan bahwa
kandungan saponin total hasil campuran ekstraksi heksan dengan butanol pada
daging buah lerak yaitu 48,87% dapat meningkatkan 25% produksi VFA pada
percobaan in vitro dengan dosis 10 dan 50 ppm (b/v). Sementara hasil ekstrak
metanol lerak yang diberikan pada domba sebesar 0,72 g/BB selama 27 hari
menurunkan populasi protozoa rumen (P<0,01), meningkatkan proposi propionat
(P<0,05) dan suplai N mikroba hingga 20% daripada kontrol (Wina et al., 2006).
Pengaruh saponin terhadap performa ternak ditunjukkan dalam hasil penelitian Astuti
et al. (2007) di mana terjadi peningkatan 20% pertambahan bobot badan harian
(PBBH) yaitu 930 g/ekor/h dan penurunan 28% konversi ransum sapi PO yang diberi
konsentrat mengandung tepung lerak pada taraf 2,5%.
Aktivitas saponin dalam usus dapat meningkatkan penyerapan nutrien karena
saponin dapat memperbesar diameter membran sel usus hingga 40-50 Å. Namun
dosis saponin yang terlalu tinggi dapat memendekkan mukosa usus (Francis et al.,
2002). Saponin juga dapat menurunkan kolesterol dengan cara membentuk komplek
dengan sterol, seperti kolesterol dengan garam empedu di usus halus sehingga
mencegah penyerapannya. Bagian hidrofobik saponin yaitu sapogenin dapat
berasosiasi dengan inti sterol sehingga dapat menghambat proses agregasi misel
(Sidhu dan Oakenfull, 1986).
Suplemen Blok
Permasalahan yang sering tidak diperhatikan oleh peternak di daerah tropis
adalah ternak kekurangan mineral karena kualitas hijauan yang bervariasi. Status
mineral yang kurang atau tidak berimbang pada ternak akan berdampak tidak baik
10
bagi perkembangannya. Di samping itu mineral juga berperan dalam regulasi proses
fisika dan kimia yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan fermentasi
mikroba rumen (Suryahadi, 2003).
Salah satu alternatif perbaikan status mineral ternak adalah dengan
memberikan suplemen pakan. Penambahan mineral yang terbukti efektif adalah pada
suplemen blok. Pakan nonkonvensional ini mengandung berbagai macam bahan
pakan yang dikemas dalam bentuk blok (Gambar 4). Keunggulan suplemen blok
diantaranya memiliki palatabilitas yang tinggi, harga yang murah, dan mudah di
dalam pemberiannya (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2008).
Menurut Suryahadi (2003) beberapa manfaat pakan blok antara lain: 1)
mengkoreksi nutrien yang kurang pada pakan sapi seperti protein, garam, dan
mineral Zn; 2) meningkatkan sekresi air liur sewaktu ternak menjilatnya sehingga
dapat meredam efek buruk dari imbangan hijauan dan konsentrat yang tidak tepat; 3)
memberikan kondisi yang lebih kondusif pada rumen sehingga aktivitas mikroba
lebih optimal; 4) memanfaatkan amonia rumen dari NPN menjadi protein mikroba;
dan 5) meningkatkan pasokan mikromineral yang sangat penting dalam regulasi
metabolisme. Mineral-mineral yang penting untuk memaksimalkan aktivitas
mikroflora rumen yaitu fosfor, natrium, kalium, dan sulfur (Neumann dan Lusby,
1986).
Gambar 4. Suplemen Blok
Menurut Sarwono dan Arianto (2006) pemberian UMB (urea molases blok)
pada sapi potong dapat meningkatkan konsumsi bahan kering jerami sebesar 26%.
Hasil penelitian Mirza et al. (2002) menunjukkan bahwa suplementasi 0,05% ekstrak
Yucca schidigera dalam 5 kg UMB dalam 70 hari pada sapi Zebu dengan bobot
badan awal 111 kg yang dipelihara secara pastura selama periode musim dingin di
Pakistan, terbukti dapat meningkatkan PBBH sebesar 267 g/h dan menurunkan
konversi ransum UMB secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol.
11
Nutrien Darah
Pakan yang dikonsumsi akan dicerna dan diserap tubuh dalam bentuk nutrien
darah. Nutrien darah merupakan hasil pencernaan dalam bentuk yang sederhana.
Komponen utama nutrien darah meliputi hasil pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein. Pada ternak ruminansia, pakan yang masuk ke dalam rumen difermentasi
secara parsial. Proses fermentasi dalam rumen tersebut dibantu oleh aktivitas
mikroba, yang meliputi bakteri, protozoa, dan fungi (McDonald et al., 2002).
Perbedaan kandungan nutrien darah bergantung pada jenis, pakan, lingkungan, umur,
status fisiologis, dan tingkat produksi ternak (Pond et al., 2005).
Nutrien darah hasil pencernaan karbohidrat meliputi asam β-hidroksibutirat
(BHBA) dan glukosa. BHBA berasal dari degradasi fraksi fermentasi karbohidrat
yaitu asam butirat. Sementara glukosa berasal dari degradasi asam propionat. BHBA
dan asam asetat dibawa ke hati sebagai sumber energi dan asam lemak. Glukosa
diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati. Sebagian lainnya digunakan
untuk sintesis triasigliserol dan sisanya masuk ke dalam darah sebagai sumber energi
jaringan (McDonald et al., 2002).
Nutrien darah hasil pencernaan lemak meliputi kolesterol, trigliserida, dan
fosfolipida. Sejumlah trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak
kemudian diserap langsung ke dalam darah portal (Frandson, 1996). Sebagian
trigliserida, asam lemak, fosfolipid, dan kolesterol beragregasi sebagai misel lalu
dibawa ke hati dengan kilomikron. Proses yang terjadi dalam hati yaitu perombakan
trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol, dan asam-asam lemak menjadi energi,
badan keton, kolesterol, dan fosfolipid. Oleh karena plasma darah merupakan media
bersifat air, maka komponen lemak tidak dapat ditranspor tanpa zat perantara yaitu
dalam bentuk liporotein. Kelompok lipoprotein tersebut antara lain kilomikron,
VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein), dan HDL (high
density lipoprotein). Kilomikron berfungsi menbawa trigliserida dan sebagian
kolesterol. LDL berfungsi mentranspor kolesterol terutama kolesterol ester. HDL
berfungsi mentranspor fosfolipid dan kolesterol ester (Piliang dan Djojosoebagio,
2006). Transpor tersebut menuju jaringan dan organ untuk sintesis asam lemak dan
produksi energi. Kelebihan asam lemak akan diubah menjadi BHBA dan asetoasetat
12
lalu ditranspor ke berbagai jaringan, yang selanjutnya digunakan sebagai sumber
energi (McDonald et al., 2002).
Nutrien darah hasil pencernaan protein meliputi asam amino, peptida, dan
amonia. Asam amino yang diabsorpsi memasuki sirkulasi darah melalui vena porta
lalu dibawa ke hati. Sebagian asam amino digunakan oleh hati untuk sintesis protein
dan sebagian melalui sirkulasi darah dibawa ke jaringan (Piliang dan Djojosoebagio,
2006). Kelebihan asam amino akan dibawa ke hati lalu didegradasi menjadi asam
keton dan amonia. Selanjutnya asam keton masuk ke dalam siklus Krebs untuk
glukoneogenesis dan lipogenesis (Frandson, 1996). Sejumlah amonia diserap dari
rumen menuju hati lalu ditransformasi menjadi urea. Selanjutnya urea tersebut
diekskresikan melalui saliva atau urin (McDonald et al., 2002).
Trigliserida
Trigliserida (Gambar 5) atau triasigliserol merupakan lemak netral yang
terdiri dari sebuah gliserol dan tiga rantai asam lemak. Tiga molekul asam lemak
yang bereaksi dengan gliserol akan membentuk satu molekul trigliserida, sedangkan
dua molekul asam lemak dan satu komponen kolinfosfat yang bereaksi dengan
gliserol akan menghasilkan fosfolipid. Satu satu asam lemak dalam ikatan dengan
gliserol maka dinamakan monogliserida (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).
Gambar 5. Struktur Kimia Trigliserida (Mayes, 1996)
Pembentukan trigliserida dibantu dengan hormon insulin, proses ini dikenal
sebagai lipogenesis yang terjadi akibat masukan energi melebihi keluaran energi.
Apabila sel membutuhkan energi atau masukan energi lebih rendah dibanding energi
yang keluar, enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi
gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah, proses ini
disebut lipolisis. Sebagian besar trigliserida diangkut oleh VLDL dan kilomikron.
Pencernaan dan penyerapan trigliserida rantai panjang merupakan proses yang sangat
13
efisien. Proses tersebut melibatkan emulsifikasi dan hidrolisis oleh enzim lipase
menjadi asam lemak dan monoasilgliserol (Champe et al., 2005).
Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida. Hampir seluruh
lemak yang terdapat dalam bahan makanan kurang lebih 90% dalam bentuk
trigliserida, sedangkan 10% sisanya terdapat dalam bentuk kolesterol dan fosfolipid.
Fungsi utama trigliserida adalah sebagai zat energi (Piliang dan Djojosoebagio,
2006). Trigliserida disimpan sebagai depot lemak dalam jaringan adiposa yang siap
dimobilisasi ketika tubuh memerlukan bahan bakar yang menghasilkan energi,
karbondioksida, dan air (Frandson, 1996).
Pada ternak trigliserida umumnya ditemukan di lemak subkutan. Kadar
trigliserida berbeda-beda untuk setiap jenis ternak. Status nutrisi ternak berperan
penting dalam pendistribusian kilomikron yang mengandung trigliserida. Ternak
yang mengalami hiperkolesterolemia mengalami peningkatan kadar trigliserida
karena kolesterol terlarut di dalamnya (Duncan, 1986). Menurut Christie (2008)
kadar trigliserida normal pada sapi adalah sekitar 17 mg/dl.
Kolesterol
Kolesterol (Gambar 6) adalah sterol utama pada jaringan hewan. Rumus
molekul kolesterol adalah C27H45OH dan dapat dinyatakan sebagai 3-hidroksi-5,6-
kolesten. Kolesterol memiliki satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap
pada C5 dan C6 serta percabangan pada C10, C13, dan C17 (Mayes, 1996).
Gambar 6. Struktur Kimia Kolesterol (Mayes, 1996)
Kolesterol disintesis dalam sitoplasma melalui empat tahap yaitu sintesis
mevalonat dari asetil Ko-A, mengubah mevalonat untuk mengaktifkan isopren,
skualen disentesis dari beberapa isopren dan terakhir melisiskan skualen menjadi
kolesterol (Champe et al., 2005). Kolesterol dalam tubuh berasal dari sintesis
kolesterol (endogen) sebanyak 2/3 dan dari makanan yang dikonsumsi (eksogen)
14
sebanyak 1/3. Kolesterol memerlukan pengangkut khusus yang dinamakan lipoprotein
untuk penyebarannya karena kolesterol tidak larut dalam air atau darah (Mayes,
1996).
Kolesterol bebas atau dalam bentuk ester memiliki fungsi fisiologis yang
penting. Fungsi utama kolesterol antara lain: 1) sebagai komponen esensial membran
sel tubuh yaitu untuk regulasi cairan tubuh, 2) unsur dari mielin dalam jaringan saraf,
3) prekursor beberapa jenis biomolekul, seperti hormon stereoid, dan vitamin D
(Champe et al., 2005) Kolesterol merupakan bahan perantara untuk pembentukan
sejumlah komponen penting seperti hormon seks yaitu estrogen dan testosteron, dan
juga asam empedu karena kolesterol membentuk asam kolat (Frandson, 1996).
Pada ternak kolesterol ditemukan dalam jumlah yang bervariasi di semua
jaringan, sel, dan organel sel. Kolesterol yang tidak terserap akan dikeluarkan
melalui feses sebagai kolestanol. Kolesterol yang terdapat dalam plasma darah
adalah dalam bentuk bebas atau ester. Rasio kedua jenis kolesterol ini ditentukan
oleh hati. Kadar kolesterol plasma bervariasi pada berbagai jenis ternak. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol plasma antara lain pakan, status
fisiologis, aktivitas hormonal, stres, dan penyakit (Duncan, 1986). Kadar kolesterol
normal pada sapi adalah 50-230 mg/dl (Pond et al., 2005).
Total Protein Darah
Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu protos, yang berarti paling utama.
Protein (Gambar 7) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi.
Protein merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang terhubung
dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, dan kadang kala sulfur serta fosfor. Semua enzim dan banyak hormon
merupakan protein atau turunannya (Champe et al., 2005).
Protein dalam darah terdiri dari fraksi albumin, globulin, dan fibrinogen.
Protein darah berperan sebagai sumber nutrien bagi jaringan, menjaga tekanan dan
pH darah. Selain itu didapatkan juga beberapa protein lain dalam darah yaitu
hormon, enzim, faktor pembeku darah, C-reaktif protein, dan lain-lain (Frandson,
1996). Pada peristiwa kehilangan protein, kadar protein plasma darah sering turun
untuk menjaga homeostasis tubuh. Penurunan 1 g protein plasma setara dengan
15
kehilangan 30 g protein jaringan. Konsentrasi protein plasma tergantung pada lama
dan sebab sakit, laju sintesis, katabolisme, serta metabolisme hati (Girindra, 1988).
Gambar 7. Struktur Kimia Protein Primer (Champe et al., 2005)
Hampir sebagian protein dalam plasma adalah albumin, walaupun kadar ini
bergantung pada kondisi individu. Albumin berfungsi sebagai sumber asam amino,
pentranspor asam, dan penjaga tekanan osmotik darah. Globulin plasma terdiri dari
alpha, beta, dan gamma. Fungsi utama alpha dan beta globulin adalah sebagai
pembawa berbagai macam komponen lemak, hormon, dan vitamin larut lemak.
Alpha globulin berperan sebagai pembawa hemoglobin untuk didistribusikan dalam
plasma. Gamma globulin atau imunoglobulin berhubungan erat dengan antibodi.
Sementara fibrinogen berperan dalam proses pembekuan darah (Ganong, 1997).
Kadar protein plasma pada ternak ditentukan oleh ransum yang dikonsumsi.
Informasi kadar protein plasma dapat mengindikasikan status umum metabolisme
protein dalam tubuh karena protein plasma menduduki posisi utama dan dominan
dalam proses tersebut. Berbagai faktor yang mempengaruhi kadar protein plasma
yaitu jenis ternak, kondisi patologi, nilai nutrisi, dan fisiologi. Kadar protein plasma
dalam sapi yang normal adalah 6-8 mg/dl (Duncan, 1986).
Komposisi Tubuh Sapi Potong
Komponen penyusun utama tubuh ternak terdiri dari air, lemak, protein, dan
mineral (abu). Rasio masing-masing komponen tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya jenis ternak, bobot badan, umur, jenis kelamin, dan status nutrisi.
Komposisi tubuh yang baik mengindikasikan ternak memiliki kemampuan yang
positif dalam merespon nutrien dan kondisi lingkungan (Pond et al., 2005).
Riset komposisi tubuh memiliki aplikasi yang luas diantaranya dalam bidang
genetik dan nutrisi seperti neraca energi, retensi, serta metabolisme ternak (Bartle et
al., 1983). Pengukuran komposisi tubuh dapat pula memberikan gambaran mengenai
kualitas produk yang dihasilkan, diantaranya kualitas perdagingan pada sapi.
16
Kualitas perdagingan tersebut dipengaruhi oleh kandungan lemak tubuh, konformasi,
dan kondisi tubuh (Natasasmita, 1980).
Komposisi tubuh ternak mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya
bobot badan dan umur, yaitu menurunnya persentase air tubuh dan tulang,
meningkatnya persentase lemak, namun persentase protein tubuh relatif konstan.
Sebaliknya penurunan bobot badan terjadi seiring dengan meningkatnya persentase
tulang, menurunnya persentase otot, sementara persentase lemak tidak mengalami
perubahan yang berarti (Parakkasi, 1999).
Persentase protein dan lemak tubuh akan berubah sepanjang periode
pertumbuhan pada sapi jantan kebiri untuk genus Bos (Gambar 8). Peningkatan
persentase komposisi tubuh yang cepat adalah lemak sehingga rasio protein dan
lemak rendah pada ternak yang dewasa. Terdapat dua variabel penentu komposisi
tubuh ternak yaitu konsentrasi air dan lemak, di mana hubungan keduanya adalah
berbanding terbalik (Pond et al., 2005).
Gambar 8. Bobot Badan dan Komposisi Tubuh Sapi (Neuman dan Lusby, 1986)
Menurut Berg dan Butterfield (1976) komposisi tubuh dari bobot kosong sapi
yaitu air 39,8%-77,6%, protein 12,4%-20,6%, lemak 1,8%-44,6%, dan abu 3,0%-
6,1%. Kisaran ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Anggorodi (1994) bahwa
Bobot Badan Sapi Kebiri (lb)
Lemak Protein
17
komposisi tubuh kosong sapi jantan yang gemuk untuk air tubuh, protein, lemak, dan
mineral berturut-turut adalah 43%, 13%, 41%, dan 3,3%. Sementara komposisi air,
protein, lemak, dan mineral untuk sapi jantan yang kurus adalah 64%, 19%, 12%,
dan 5,1%. Namun menurut Neumann dan Lusby (1986), kenaikan protein tubuh sapi
jantan terjadi seiring dengan semakin meningkatnya bobot badan. Natasasmita
(1980) menambahkan bahwa sapi Ongole dan sapi Brahman masih termasuk sapi
golongan Zebu (Bos indicus) dengan persentase daging, lemak, dan tulang berturut-
turut adalah 68,5%, 8,1%, dan 20,7%. Rasio daging dan tulang jenis sapi ini adalah
3,31%.
Teknik Pengukuran Ruang Urea
Terdapat dua teknik yang dikenal dalam mengukur komposisi tubuh yaitu
teknik pemotongan dan pendugaan. Teknik pendugaan dilakukan apabila
pemotongan ternak tidak dapat dilaksanakan. Beberapa teknik pendugaan komposisi
tubuh yang umum dilakukan adalah dengan evaluasi visual, probe lemak tubuh, dan
menginjeksikan perunut (tracer). Penggunaan perunut memberikan hasil yang lebih
akurat dalam menduga komposisi tubuh. Hal ini didasarkan oleh prinsip hubungan
yang konstan antara air dengan komponen tubuh lainnya. Perunut diekuilibrasikan
dengan air tubuh lalu konsentrasinya dihitung (Bartle et al., 1987).
Terdapat beberapa syarat perunut yaitu: 1) mudah larut dan terbawa ke
seluruh tubuh, 2) tidak bersifat racun dan tidak berpengaruh secara fisiologis, 3)
tidak disimpan, disekresi dan tidak ikut dalam metabolisme tubuh, 4) konsentrasi
dalam darah dapat diukur dengan mudah, dan 5) bukan merupakan substansi yang
asing bagi tubuh. Beberapa perunut yang sudah digunakan untuk menduga komposisi
tubuh antara lain tritium (T2O), deuterium (D2O), potasium (40
K), dan urea (Preston
dan Kock, 1973).
Bartle et al. (1987) menyatakan bahwa pendugaan komposisi tubuh yang
lebih akurat untuk ternak ruminansia pada fase pertumbuhan dan penggemukan
adalah dengan menggunakan urea. Pengukuran dapat dilakukan pada ternak dengan
bobot badan kosong atau bobot badan hidup. Prinsip urea sebagai perunut bersifat
seperti air yang dapat masuk ke seluruh sel tubuh sehingga jumlah urea yang beredar
dalam tubuh sama dengan jumlah air tubuh. Menurut Rule et al. (1986) keunggulan
18
perunut urea lainnya yaitu harga urea yang tidak mahal, waktunya yang relatif
singkat, dan minimalnya persyaratan teknik analisis plasma N urea.
Kock dan Preston (1979) melaporkan bahwa terdapat korelasi positif yang
tinggi antara karkas dengan evaluasi teknik ruang urea. Hal yang senada disampaikan
pula oleh Astuti dan Sastradipradja (1999), yaitu tidak adanya perbedaan air, lemak,
dan protein tubuh (persen dari bobot badan kosong) dari domba priangan tumbuh,
baik yang diukur secara teknik ruang urea maupun melalui pemotongan.
Menurut Bartle et al. (1983) urea yang diinjeksikan dalam teknik pengukuran
ruang urea akan menyebar ke seluruh tubuh dalam satuan waktu tertentu yang
sebanding dengan kandungan air tubuh dan dinyatakan dengan persamaan berikut:
Ruang urea (%) = 10(kg) BBurea plasma
)(mg diinjeksi yang urea N
Berdasarkan persentase ruang urea (RU) tersebut dapat diduga kandungan air tubuh
(AT) (Rule et al., 1986), protein tubuh (PT), dan lemak tubuh (LT) (Panaretto, 1963).
Nilai masing-masing dinyatakan dengan persaman berikut:
AT (%) = 59,1 + 0,22 RU (%) – 0,04 BB (kg)
PT (%) = 0,265 AT (L) – 0,47
LT (%) = 98,0 – 1,32 AT (%)
Pertumbuhan Bobot Badan Harian dan Efisiensi Pakan
Parameter rataan pertumbuhan ternak diantaranya pertumbuhan bobot badan
harian (PBBH) dan efisiensi pakan. Pengukuran parameter ini secara mendasar
menggambarkan respon biologis dan kemampuan adaptasi ternak terhadap
lingkungan. Parameter ini juga dapat memberikan informasi mengenai biaya (Pond et
al., 2005).
Pertambahan bobot badan harian (PBBH) berhubungan erat dengan
pertumbuhan. Pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel yang mencakup
peningkatan urat daging, tulang, dan semua jaringan tubuh. Pada peningkatan
tersebut terjadi perubahan komposisi tubuh yang meliputi air, lemak, protein,
karbohidrat, dan mineral. PBBH diperoleh dari pembagian pertambahan bobot badan
dengan lama pemeliharaan. Pengukuran PBBH menggambarkan efisiensi dari
penggunaan nutrien dalam tubuh ternak (Pond et al., 2005). Pertambahan bobot
badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya jenis sapi, jenis kelamin,
19
umur, ransum, dan teknik pengelolaannya (Siregar, 2008). Menurut Ngadiyono dan
Baliarti (2001) rataan pertambahan bobot badan harian sapi PO umur 1,5-2 tahun
yang diberi pakan rumput raja dan konsentrat sebesar 30% dan 70% adalah 770 g/h.
Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk yang
dihasilkan yaitu pertambahan bobot badan dengan jumlah unit konsumsi pakan
dalam satuan waktu yang sama. Efisiensi pakan mencirikan tingkat efisiensi
pemanfaatan nutrien dalam tubuh ternak. Semakin tinggi nilai efisiensi pakan
semakin efisien ternak mengkonversi ransum menjadi bobot badan. Sapi yang
tumbuh lebih cepat akan mengkonsumsi lebih banyak per unit bobot hidupnya tidak
lebih baik dari sapi yang tumbuh lambat tetapi menggunakan makanan lebih efisien
Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan antara lain bangsa ternak, umur,
komposisi, umur, kualitas pakan, bobot badan, tingkat produksi (Pond et al., 2005).
Menurut Siregar (2001) efisiensi penggunaan pakan untuk sapi potong berkisar 7,52-
11,29%.
20
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Pembuatan suplemen blok dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi,
dan Mikrobiologi Nutrisi. Penelitian in vivo dilaksanakan di Laboratorium Lapang
Nutrisi Ternak Daging dan Kerja. Analisis profil nutrien darah dan urea dilaksanakan
di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, serta di laboratorium klinik MANDAPA
Bogor. Penelitian ini berlangsung dari Bulan April sampai September 2008.
Materi
Ternak dan Kandang
Ternak yang digunakan adalah 12 ekor sapi PO jantan dengan bobot badan
awal 15211,90 kg dengan rataan umur 1,5-2 tahun. Sapi diperoleh dari Wonosari,
Jawa Tengah. Kandang penelitian yang digunakan adalah kandang individu
beralaskan semen. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.
Bahan dan Peralatan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain buah dan biji lerak, pelarut metanol
70%, larutan urea 20%, antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid),
dan kit DiaSys (Diagnostic System International) untuk analisis trigliserida,
kolesterol, dan urea.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak metanol lerak (EML)
antara lain oven, penggiling, kertas saring, rotavapor, dan freezedryer. Alat-alat
pembuat suplemen blok antara lain mortar, timbangan digital, pengaduk, dan alat
pencetak suplemen blok. Alat-alat pengambilan plasma darah antara lain syringe
volume 10 ml, tabung vakum volume 10 ml, sentrifus, mikropipet, eppendorf volume
2 ml, dan vortex mixer. Analisis trigliserida, kolesterol, dan urea dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer. Total protein darah dianalisis dengan menggunakan
automatic analyzer COBAS MIRA PLUS.
Ransum
Ransum kontrol terdiri dari rumput lapang, konsentrat, dan suplemen blok
dengan rasio 49:50:1. Ransum yang disusun sesuai dengan NRC (1996) yaitu
21
mencapai nilai konsumsi bahan kering, TDN, dan protein ransum masing-masing
sebesar 3% dari bobot badan, 63%, dan 14%.
Komposisi konsentrat terdiri dari bungkil kedelai, bungkil kelapa, onggok,
pollard, molases, DCP, NaCl, dan kapur. Komposisi suplemen blok terdiri dari
molases, pollard, urea, kapur tohor, garam tanpa iod, mineral mix (Zn, Mg, Cr, Cu),
dan EML. Hasil analisis proksimat ransum perlakuan pada Tabel 1 dan kandungan
nutrien perlakuan pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Ransum Perlakuan
Nutrien Bahan
Rumput Lapang Konsentrat Suplemen Blok
--------------------------------- % BK ------------------------------
Abu 9,37 6,60 41,89
Protein Kasar 8,98 19,07 21,53
Lemak Kasar 1,03 3,00 0,74
Serat Kasar 37,67 12,20 4,00
Beta-N 42,95 59,13 31,84
Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2008)
Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan
Nutrien P1 P2 P3
--------------------------------- % BK ------------------------------
Abu 8,35 8,28 8,39
Protein kasar 14,17 14,17 14,13
Lemak Kasar 2,01 2,02 2,00
Serat Kasar 24,55 24,54 24,65
Beta-N 50,92 50,99 50,83
TDN 62,87 62,89 62,77
Keterangan: P1 = ransum kontrol tanpa EML, P2 = P1 mengandung 0,033% EML, P3 = P1
mengandung 0,085% EML. Hasil perhitungan berdasarkan analisis proksimat masing-
masing bahan penyusun ransum.
22
Prosedur
Ekstraksi Lerak (Wina et al., 2005b)
Buah lerak diperoleh dari Purwodadi, Jawa Tengah. Buah lerak dibersihkan,
digiling, lalu dikering-anginkan pada suhu 45C selama 30-36 jam. Buah lerak yang
sudah kering dimasukkan ke oven hingga mencapai suhu 60C. Selanjutnya digiling
hingga dihasilkan tepung lerak yang berukuran 30 mash.
Tepung lerak diekstraksi untuk mendapatkan senyawa bioaktifnya yaitu
saponin. Ekstraksi dilakukan dengan merendam tepung lerak dengan pelarut metanol
70% pada rasio 1:4 (b/v) lalu disaring. Endapan yang diperoleh direndam kembali
dengan rasio pelarut yang sama. Cairan yang diperoleh dari kedua penyaringan
tersebut dihomogenkan lalu dievaporasi dengan rotavapor pada suhu 40C.
Kemudian hasil ekstraksi dikeringbekukan dengan freezedryer. Hasil yang diperoleh
dinamakan ekstrak metanol lerak (EML).
Pembuatan Suplemen Blok
Bahan-bahan yang berjumlah sedikit seperti urea, garam tanpa iod, dan
mineral mix dicampur dahulu. Kemudian pollard, EML, dan kapur tohor dimasukkan
ke dalam campuran. Pencampuran dilakukan hingga semua bahan homogen.
Penambahan tetes dilakukan terakhir lalu bahan dicetak. Setelah pencetakan
dilakukan pengeringan. Suplemen blok dipasang di tempat yang mudah dijilat ternak.
Adaptasi dan Identifikasi
Sapi penelitian diadaptasikan dahulu selama 2 minggu dengan lingkungan,
ransum, dan pengelompokan yang baru. Identifikasi dilaksanakan setelah masa
adaptasi berakhir yaitu pemberian nomor sapi yang dipasang di depan kandang.
Pemeliharaan
Sapi dibagi menjadi tiga kelompok sesuai perlakuan, dan setiap kelompok
terdiri dari empat ekor. Penimbangan sapi dilakukan di awal dan di akhir perlakuan
yaitu saat pengukuran ruang urea.
Setiap hari sapi diberi hijauan, konsentrat, dan minum secara ad libitum.
Pemberian hijauan dan konsentrat dilakukan pada pukul 07.00-08.00 dan pukul
14.30-15.30. Setiap pagi air minum diganti dan sapi dimandikan. Penimbangan sisa
ransum dilakukan setiap hari. Total waktu pemeliharaan adalah dua bulan.
23
Penghitungan Konsumsi EML dan Saponin
Sapi mendapat suplemen blok yang mengandung EML. Kandungan EML
yang terbesar adalah saponin yaitu 81,47%. Nilai konsumsi EML sapi diperoleh dari
hasil perkalian persentase EML yang terkandung dalam suplemen blok dengan
tingkat konsumsi suplemen blok. Nilai asupan saponin diperoleh dari hasil perkalian
persentase saponin dalam EML yaitu 81,47% dengan konsumsi EML.
Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan 2 jam setelah sapi mengkonsumsi ransum.
Darah diambil dengan syringe lalu dimasukkan ke dalam tabung vakum yang telah
berisi antikoagulan EDTA. Semua sampel disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm
selama 10 menit untuk mendapatkan plasma darah. Plasma diambil dengan
mikropipet lalu dimasukkan ke dalam eppendorf. Sampel siap untuk dianalisis.
Pengukuran Profil Nutrien Darah
Trigliserida dan kolesterol dianalisis dengan metode kit DiaSys. Sementara
total protein darah dianalisis dengan automatic analyzer COBAS MIRA PLUS.
1) Pengukuran Trigliserida
Pengukuran trigliserida dilakukan dengan metode kit berdasarkan prinsip uji
enzimatis kalorimetrik glycerol-3-phosphate-oxidase (GPO). Reagen (Cat. No.
10571021) yang digunakan mengandung 50 mmol/L good’s buffer pH 7,2, 4
mmol/L 4-chlorophenol, 2 mmol/L ATP, 15 mmol/L Mg2+
, ≥0,4 kU/L
glycerokinase (GK), ≥2 kU/L peroxidase (POD), ≥2 kU/L lipoprotein lipase
(LPL), 0,5 mmol/L 4-aminoantipyrine, dan ≥0,5 kU/L GPO. Pengukuran diawali
dengan disiapkannya tabung blanko berisi 10 µL akuades dan 1000 µL reagen,
tabung standar berisi 10 µL larutan standar trigliserida (Cat. No. 10570030) dan
1000 µL reagen, serta tabung sampel berisi 10 µL plasma darah dan 1000 µL
reagen. Pengambilan cairan dilakukan dengan mikropipet. Masing-masing
campuran dihomogenkan dengan vortex mixer, kemudian diinkubasi pada suhu
20-25C selama 20 menit. Nilai absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 546 nm dalam waktu tidak lebih dari 60 menit setelah
pencampuran. Penghitungan konsentrasi trigliserida dengan rumus berikut:
Konsentrasi trigliserida (mg/dl) = standar ikonsentrasstandar absorbansi
sampel absorbansi
24
Besar konsentrasi standar trilgliserida = 200 mg/dl
2) Pengukuran Kolesterol.
Pengukuran kolesterol dilakukan dengan metode kit berdasarkan prinsip uji
enzimatis fotometerik cholesterol oxidase-P-aminophenazone (CHOD-PAP).
Reagen (Cat. No. 10130021) yang digunakan mengandung 50 mmol/l good’s
buffer pH 6,7, 5 mmol/L phenol, 0,3 mmol/L 4-aminoantipyrine, ≥200 U/L
cholesterol esterase (CHE), ≥50 U/L cholesterol oxidase (CHO), dan ≥3 kU/L
peroxidase (POD). Pengukuran diawali dengan disiapkannya tabung blanko
berisi 10 µL akuades dan 1000 µL reagen, tabung standar berisi 10 µL larutan
standar kolesterol (Cat. No. 101301030) dan 1000 µL reagen, serta tabung
sampel berisi 10 µL plasma darah dan 1000 µL reagen. Pengambilan cairan
dilakukan dengan mikropipet. Masing-masing campuran dihomogenkan dengan
vortex mixer, kemudian diinkubasi pada suhu 20-25C selama 20 menit. Nilai
absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm
dalam waktu tidak lebih dari 60 menit setelah pencampuran. Penghitungan
konsentrasi kolesterol dengan rumus berikut:
Konsentrasi kolesterol (mg/dl) = standar ikonsentrasstandar absorbansi
sampel absorbansi
Besar konsentrasi standar kolesterol = 200 mg/dl
Pengukuran Ruang Urea
Larutan urea dibuat dengan dilarutkannya urea kristal dalam larutan NaCl
fisiologis dengan rasio 1:5 (b/v). Banyaknya urea yang diinjeksikan ke dalam tubuh
sapi ditentukan oleh bobot badan metabolis sapi, yaitu 0,65 ml/kg BB0,75
.
Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada menit ke-0 (U0) saat
urea belum diinjeksikan, dan menit ke-18 (U18) yaitu 18 menit setelah urea masuk
tubuh. Darah yang diambil untuk setiap pengambilan adalah 10 mL.
Pengambilan darah U0 dilakukan dengan syringe melalui pembuluh vena
jugularis. Sampel darah yang diambil segera ditampung dalam tabung vakum yang
telah berisi EDTA. Selanjutnya urea dinjeksikan ke dalam tubuh sejumlah yang telah
ditentukan sebelumnya. Setelah 18 menit urea masuk tubuh, darah diambil kembali
dengan syringe melalui vena jugularis. Sampel darah yang diambil segera ditampung
dalam tabung vakum yang telah berisi EDTA.
25
Semua sampel darah yang diperoleh disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm
selama 10 menit untuk mendapatkan plasma darah. Plasma diambil dengan
mikropipet lalu dimasukkan ke dalam eppendorf.
Pengukuran urea dilakukan dengan menggunakan metode Berthelot
berdasarkan prinsip uji enzimatis kalorimetrik. Reagen yang digunakan antara lain
R1 (Cat. No. 110493), R2 (Cat. No. 110494), dan R3 (Cat. No. 110493). R1
mengandung 120 mmol/L phosphate buffer pH 7, 60 mmol/L sodium salicylate, 5
mmol/L sodium nitroprusside, dan 1 mmol/L EDTA. R2 mengandung 120 mmol/L
phophate buffer pH 13,0 dan 10 mmol/L sodium hypochlorite. R3 mengandung >500
kU/L urease.
Pengukuran diawali dengan dengan dipersiapkannya reagen 1a (R1a) terlebih
dahulu. Pembuatan R1a yaitu dicampurkannya R3 dengan R1 dengan rasio 1:100
(v/v). Pengambilan cairan dilakukan dengan mikropipet. Larutan yang terbentuk
dihomogenkan dengan vortex mixer.
Selanjutnya disiapkan tabung blanko berisi 10 µL akuades dan 1000 µL R1a,
tabung standar berisi larutan urea standar (Cat. No. 110493) dan 1000 µL R1a, serta
tabung sampel berisi 10 µL plasma darah dan 1000 µL R1a. Masing-masing
campuran dihomogenkan dengan vortex mixer, kemudian diinkubasi pada suhu 20-
25C selama 20 menit.
Setelah larutan diinkubasi, masing-masing tabung ditambahkan dengan 1000
µL R2. Larutan pun dihomogenkan kembali dengan vortex mixer, kemudian
diinkubasi pada suhu 20-25C selama 10 menit. Nilai absorbansi dibaca dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm dalam waktu tidak lebih dari 60
menit setelah pencampuran. Penghitungan konsentrasi urea dengan rumus berikut:
Konsentrasi urea (mg/dl) = standar ikonsentrasstandar absorbansi Δ
sampel absorbansi Δ
Besar konsentrasi standar urea = 80 mg/dl
Perubahan konsentrasi urea digunakan sebagai perubahan plasma urea.
Perhitungan ruang urea (RU) (Bartle et al., 1983), air tubuh (AT) (Rule et al., 1986),
protein tubuh (PT), dan lemak tubuh (LT) (Panaretto, 1963) dengan rumus berikut:
RU (%) = 10(kg) BBurea plasma
)(mg diinjeksi yang urea N
26
AT (%) = 59,1 + 0,22 RU (%) – 0,04 BB (kg)
PT (%) = 0,265 AT (L) – 0,47
LT (%) = 98,0 – 1,32 AT (%)
Penghitungan total komposisi tubuh yang meliputi total air tubuh (TAT), total
lemak tubuh (TLT), dan total protein tubuh (TPT) dengan rumus berikut:
TAT (kg) = AT (%) BB akhir (kg)
TLT (kg) = LT (%) BB akhir (kg)
TPT (kg) = PT (%) BB akhir (kg)
Pengukuran PBBH dan Efisiensi pakan
Pengukuran PBBH dan efisiensi pakan dapat menilai penggunaan nutrien
dalam tubuh ternak. Penghitungan PBBH dan efisiensi pakan dengan rumus berikut:
PBBH (g/h) = (h)an pemelihara waktu lama
(g) awalbadan bobot - (g)akhir badan bobot
Efisiensi pakan = (g) konsumsi total
(g) PBB
Rancangan
Perlakuan
Ransum kontrol terdiri dari rumput lapang, konsentrat, dan suplemen blok
dengan rasio 49:50:1. Ekstrak metanol lerak (EML) yang merupakan perlakuan
terkandung dalam suplemen blok. Ransum perlakuan adalah sebagai berikut:
P1 : ransum kontrol tanpa EML
P2 : P1 mengandung 0,033% EML
P3 : P1 mengandung 0,085% EML
Model
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) peragam
(Analysis of Covariance/ANCOVA) dengan tiga perlakuan dan empat ulangan.
Berdasarkan Steel dan Torrie (1993) model matematika rancangan tersebut adalah
sebagai berikut:
Yij = µ + τj + β Xij + ij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
27
Xij = nilai covariate pada observasi yang bersesuaian dengan Yij
µ = rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3)
β = koefisien regresi Y terhadap X
ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Hubungan komposisi tubuh yaitu lemak dan protein tubuh dengan bobot
badan dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi linear. Berdasarkan Steel dan
Torrie (1993) model matematika persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
Y = a + bx
Keterangan:
Y = Peubah tak bebas (lemak, protein tubuh )
X = Hubungan fungsional penentu Y (bobot badan)
a = Populasi intersep
b = Kemiringan garis yang melalui nilai tengah populasi Y
Peubah
Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, profil nutrien darah
(trigliserida, kolesterol, dan total protein), komposisi tubuh (total air, total lemak, dan
total protein tubuh), pertumbuhan bobot badan harian (PBBH), dan efisiensi pakan.
Analisis Data
Data konsumsi, profil nutrien darah, komposisi tubuh, PBBH, dan konversi
ransum dianalisis dengan sidik peragam (ANCOVA). Hasil yang nyata dilanjutkan
dengan uji polinomial ortogonal. Data hubungan komposisi tubuh dan bobot badan
dianalisis dengan sidik ragam regresi (Analysis of Variance/ANOVA) (Steel dan
Torrie, 1993). Analisis data dengan menggunakan Statistical Package for the Social
Science (SPSS) versi 15,0 (2006).
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Ransum yang diberikan dalam penelitian didasarkan pada budidaya ternak
sapi potong berskala kecil, dengan imbangan rumput dan konsentrat hampir sama.
Sapi penelitian diberikan rumput lapang, konsentrat, dan suplemen blok dengan rasio
49:50:1. Suplemen blok mengandung ekstrak metanol lerak (EML) dengan kadar
saponin 81,47%. Pemberian EML dalam suplemen blok ditujukan meredam rasa
pahit saponin.
Prinsip pemberian suplemen blok adalah ternak dapat mengatur sendiri
kebutuhannya dalam mengkonsumsi untuk mendapatkan kondisi pH dalam rumen
yang stabil. Suplemen blok dipasang dengan cara digantung di tempat yang mudah
dijangkau sapi dan dikonsumsi dengan cara dijilat. Keefektifan pemberian
suplemenen blok tergantung pada beberapa faktor diantaranya status mineral ternak,
kemampuan ternak beradaptasi dengan pakan jilat, dan derajat kesukaan
(palatabilitas) pakan. Faktor-faktor tersebut menentukan konsistensi ternak dalam
mengkonsumsi suplemen blok. Menurut Pond et al. (2005) palatabilitas ditentukan
oleh kenampakan, bau, rasa, tekstur, temperatur, dan properti sensori lainnya dari
pakan. Properti ini bergantung kepada sifat fisik dan kimia pakan.
Respon fisiologis ternak terhadap kebutuhan mineral berbeda antar individu.
Ternak dengan kecukupan status mineral tidak mengkonsumsi suplemen blok dengan
frekuensi yang sama seperti ternak yang kekurangan mineral. Kekhususan yang sama
juga terjadi dengan kemampuan adaptasi ternak dalam menjilat suplemen blok.
Ternak yang mampu beradaptasi dengan bentuk fisik suplemen blok akan mudah
mengkonsumsinya. Umumnya sapi-sapi penelitian kurang dapat beradaptasi dengan
baik terhadap kemasan pakan seperti ini.
Selama penelitian, suplemen blok dipasang sebanyak dua kali. Lama sapi
mengkonsumsi suplemen blok bervariasi dari 37 hingga 58 hari dalam dua kali
periode pemasangan tersebut. Variasi lama waktu konsumsi menunjukkan
ketidakkonsistenan ternak dalam mengkonsumsi suplemen blok. Tingkat dan
konsistensi konsumsi suplemen blok ini akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi
EML dan asupan saponin.
29
Pengaruh Suplementasi EML terhadap Konsumsi Ransum
Ransum yang diberikan terdiri dari rumput, konsentrat, dan suplemen blok.
Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa penambahan EML hingga taraf 0,085%
dari total ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat konsumsi
ransum penelitian dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3).
Tabel 3. Konsumsi Ransum
Konsumsi P1 P2 P3
-------------------------- g BK/h-----------------------------
Rumput 2340,69±160,21 2239,40±214,05 2303,09±160,48
Konsentrat 2401,32±204,47 2309,91±192,27 2317,37±186,73
Suplemen blok 61,56±12,07 54,81±26,77 70,10±19,98
EML* 0 1,96±0,96
5,08±1,45
Saponin* 0 1,60±0,78
4,14±1,18
Keterangan: P1 = ransum kontrol tanpa EML, P2 = P1 mengandung 0,033% EML, P3 = P1
mengandung 0,085% EML. * Tidak diuji statistik.
Hasil yang tidak nyata antar perlakuan untuk konsumsi suplemen blok
mengindikasikan bahwa suplemen blok terbukti dapat meredam rasa pahit saponin
sehingga cukup palatabel diberikan pada ternak. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Mirza et al. (2002), yaitu suplementasi 0,05% ekstrak Yucca schidigera
dalam 5 kg UMB (urea molases blok) selama 70 hari pada sapi Zebu terbukti tidak
mempengaruhi konsumsi ransum (P>0,05) tetapi menurunkan konversi ransum UMB
(P<0,05) daripada kontrol. Jumlah pemberian suplemen blok pada sapi potong
ditargetkan per hari adalah 350-500 g/ekor (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2008).
Tingkat konsumsi suplemen blok yang mengandung mineral dipengaruhi oleh
faktor ternak terutama status fisiologis yaitu kebutuhan ternak akan mineral. Prinsip
pemberian suplemen blok adalah ternak mendapat kebebasan dalam mengkonsumsi
sesuai dengan tingkat kebutuhan tubuhnya terhadap mineral. Pemberian suplemen
blok dapat meningkatkan pasokan mikromineral yang sangat penting untuk regulasi
metabolisme sapi (Suryahadi, 2003). Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi
adalah sifat fisik pakan (Pond et al., 2005). Keoptimalan sapi dalam mengkonsumsi
suplemen blok sangat dipengaruhi oleh kemampuan adaptasinya dalam menjilat.
Keadaan tersebut menentukan tingkat konsumsi EML dan asupan saponin.
30
Pengaruh Suplementasi EML terhadap Profil Nutrien Darah
Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa penambahan EML hingga taraf
0,085% dari total ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap profil nutrien
darah sapi penelitian dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4). Profil nutrien darah
meliputi kolesterol, trigliserida, dan total protein darah.
Tabel 4. Rataan Profil Nutrien Darah
Konsentrasi P1 P2 P3
------------------------------ mg/dl--------------------------------
Trigliserida 19,25±7,41
15,50±4,80
11,50±4,65
Kolesterol 193,25±44,99
159,75±21,87
174,00±51,74
Total protein 6,38±0,90
6,69±0,69
6,61±0,21
Keterangan: P1 = ransum kontrol tanpa EML, P2 = P1 mengandung 0,033% EML, P3 = P1
mengandung 0,085% EML.
Pengaruh Perlakuan terhadap Trigliserida Darah
Kadar trigliserida sapi penelitian yang tidak berbeda antar perlakuan (P>0,05)
berada di kisaran normal (Tabel 6). Menurut Christie (2008) kadar trigliserida sapi
berkisar 17 mg/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EML pada taraf
0,033% dan 0,085% dari total ransum dapat menurunkan kadar trigliserida sebesar
19,48% dan 40,26% dibandingkan dengan kontrol. Penurunan ini terjadi karena
pengaruh saponin terhadap pencernaan lemak di dalam usus yaitu menghambat
pembentukan misel.
Menurut Cheeke (2000) saponin memiliki kapasitas yang tinggi dalam
melarutkan monogliserida pada saat pembentukan misel berlangsung. Bagian
saponin yang bersifat hidrofobik yaitu sapogenin dapat membentuk ikatan dengan
garam empedu sehingga kerja garam empedu dalam mengemulsi dan membentuk
misel dengan monogliserida serta asam lemak menjadi terhambat (Sidhu dan
Oakenfull, 1986). Keadaan ini dapat menurunkan pasokan asam lemak dari usus
yang berakibat pada terhambatnya kerja enzim lipase pankreas dalam memecah
lemak, sehingga lemak yang terbentuk dan yang dideposit di dalam tubuh menjadi
berkurang (Mayes, 1996).
31
Pengaruh Perlakuan terhadap Kolesterol Darah
Kadar kolesterol sapi penelitian yang tidak berbeda antar perlakuan (P>0,05)
berada di kisaran normal (Tabel 4). Menurut Pond et al. (2005) kadar kolesterol pada
sapi adalah 50-230 mg/dl. Hasil yang tidak nyata ini berbeda dengan hasil penelitian
Astuti et al. (2007), yaitu terjadi penurunan kadar kolesterol sapi seiring dengan
peningkatan konsentrasi lerak dalam ransum. Pada penelitian tersebut sapi yang
mendapat 5% tepung lerak dalam konsentrat memiliki kadar kolesterol sebesar
100,50±37,31 mg/dl yang secara nyata (P<0,05) lebih rendah daripada kontrol yaitu
126,50±22,40 mg/dl. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh cara pemberian lerak yang
berbeda. Pemberian EML dalam suplemen blok menghadapi kendala selektivitas
ternak dalam menjilat sehingga mempengaruhi asupan saponin ke dalam tubuh.
Terjadi kecenderungan penurunan kolesterol sapi penelitian sebesar 17% dan
10% dibandingkan dengan kontrol untuk masing-masing pemberian EML pada taraf
0,033% dan 0,085%. Penurunan ini dapat disebabkan oleh interaksi bagian
hidrofobik saponin yaitu sapogenin dengan kolesterol di dalam usus, yaitu sapogenin
membentuk komplek dengan sterol sehingga mencegah penyerapannya. Sapogenin
berasosiasi dengan inti sterol yang hidrofobik pula sehingga dapat menghambat
proses agregasi misel (Sidhu dan Oakenfull, 1986). Menurut Muchtadi (1991)
sapogenin dapat meningkatkan pengikatan kolesterol eksogen oleh serat sehingga
tidak dapat diserap oleh usus. Milgate dan Roberts (1995) menambahkan bahwa
aktivitas membranolitik sapogenin dapat meningkatkan laju pergantian sel mukosa
usus sehingga penyerapan kolesterol terhambat.
Penurunan kolesterol terbesar adalah pada sapi yang mendapat 0,033% EML.
Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan saponin yang semakin meningkat sehingga
semakin besar aktivitasnya dalam menghambat penyerapan kolesterol. Penyerapan
kolesterol yang terhambat dapat mengganggu biosintesis asam empedu di dalam hati
karena prekursor asam empedu adalah kolesterol. Menurut Piliang dan
Djojosoebagio (2006) kolesterol dalam serum akan meningkat karena terganggunya
mekanisme pengubahan kolesterol menjadi asam empedu. Intensitas penurunan
kolesterol dalam darah sangat ditentukan oleh kuantitas saponin, kandungan
kolesterol pakan, dan tingkat kolesterol dalam tubuh (Francis et al., 2002).
32
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah
Kadar total protein darah sapi penelitian yang tidak berbeda antar perlakuan
(P>0,05) berada di kisaran normal (Tabel 4). Menurut Duncan (1986) kadar protein
darah ditentukan oleh ransum yang dikonsumsi dan total protein plasma sapi adalah
6-8 mg/dl. Hasil yang tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian EML hingga taraf
0,085% tidak mempengaruhi status umum metabolisme protein sehingga pool
protein dalam tubuh sapi relatif sama. Kadar total protein darah dipengaruhi oleh
banyaknya N atau asam amino yang diserap, baik melalui dinding rumen maupun
dinding usus, dan tingkat mobilisasi pemakaian dari komponen protein tersebut. Pada
penelitian ini secara fisiologis menunjukkan bahwa sapi mendapat kecukupan protein
ransum untuk semua perlakuan.
Pengaruh Suplementasi EML terhadap Komposisi Tubuh
Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa penambahan EML hingga taraf
0,085% dari total ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap komposisi
tubuh sapi penelitian dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan Komposisi Tubuh
Parameter P1 P2 P3
Bobot badan akhir (kg) 211,50±9,57 198,00±6,73 205,00±16,21
Air tubuh (%) 50,73±0,09
51,17±0,44
50,81±0,85
Lemak tubuh (%) 31,04±0,12
30,45±0,58
30,93±1,12
Protein tubuh (%) 12,97±0,03
13,09±0,12
13,00±0,23
Total air tubuh (L) 107,28±4,66 101,30±2,77 104,13±7,87
Total lemak tubuh (kg) 65,65±3,22 60,32±3,08 63,44±6,12
Total protein tubuh (kg) 27,43±1,19 25,91±0,71 26,63±2,02
Keterangan: P1 = ransum kontrol tanpa EML, P2 = P1 mengandung 0,033% EML, P3 = P1
mengandung 0,085% EML.
Pengaruh Perlakuan terhadap Air Tubuh
Kadar air tubuh sapi penelitian yang tidak berbeda antar perlakuan (P>0,05)
(Tabel 5) berada di kisaran normal. Menurut Anggorodi (1994) ternak yang gemuk
memiliki kandungan air tubuh yang lebih rendah daripada ternak yang kurus, dan
kisaran nilai ini adalah 43%-64%. Menurut Berg dan Butterfield (1976) air tubuh
sapi potong yaitu 39,8%-77,6%. Kisaran nilai yang sama juga diperoleh dari hasil
33
penelitian Rule et al. (1986) dengan teknik ruang urea dari bobot badan kosong sapi
jantan kebiri berumur 6, 12, dan 18 bulan dengan rataan bobot badan masing-masing
umur yaitu 189,6±5,88 kg, 377,6±15,22 kg, dan 558,5±16,09 kg adalah 40%-80%.
Semakin muda umur dan semakin kecil bobot badan sapi, semakin besar kandungan
air tubuhnya.
Rincian kandungan air tubuh adalah sebanyak 62,5% air terletak pada
kompartemen intraseluler dan 37,5% pada kompartemen ektraseluler. Total air yang
terkandung di dalam cairan ektraseluler berasal dari cairan kompartemen vaskular
yaitu plasma darah, cairan interstisial, cairan di jaringan konektif yaitu yang terdapat
pada ligamen, tendon, kulit, dan tulang, serta cairan transelular yaitu keringat, urin,
cairan sinovial, dan sekresi saluran pencernaan (Burke, 1980).
Pengaruh Perlakuan terhadap Lemak Tubuh
Pengaruh perlakuan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap lemak tubuh sapi
penelitian (Tabel 5) berada di kisaran normal. Menurut Berg dan Butterfield (1976)
kandungan lemak tubuh sapi potong yaitu 1,8%-44,6%. Hasil penelitian Preston dan
Kock (1976) menunjukkan bahwa kandungan lemak tubuh sapi jantan yang memiliki
rataan bobot badan 340 kg dengan teknik ruang urea yaitu 23%. Kisaran lemak tubuh
dipengaruhi oleh umur dan bobot badan ternak (Anggorodi, 1994).
Sapi penelitian dengan kisaran air tubuh 50%-51% dan lemak tubuh 30%-
31% ini, mengindikasikan sapi mengalami perlemakan tubuh. Menurut Pond et al.
(2005) terdapat dua variabel utama penentu komposisi tubuh ternak yaitu konsentrasi
air dan lemak, di mana hubungan keduanya adalah berbanding terbalik. Piliang dan
Djojosoebagio (2006) menambahkan bahwa mekanisme penurunan lemak dan
peningkatan air tubuh berlangsung dari peredaran darah diserap oleh tenunan lemak
yang mengakibatkan berkurangnya volume sitoplasma. Sebagian tempatnya yang
diisi komponen lemak sedikit demi sedikit dan terkumpul di dalam sel.
Kenaikan total lemak tubuh sangat nyata berpola linear sejalan dengan
peningkatan bobot badan sapi (P<0,01; r = 0,96), dengan persamaan y = -12,20 +
0,367x (Gambar 9). Hasil tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Parakkasi
(1999), yaitu komposisi tubuh ternak mengalami perubahan seiring dengan
meningkatnya bobot badan di mana terjadi pula peningkatan persentase lemak tubuh.
34
Berdasarkan keeratan hubungan ini maka bobot badan dapat dijadikan sebagai
penduga lemak tubuh pada sapi PO.
Gambar 9. Korelasi Bobot Badan dengan Lemak Tubuh
Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Tubuh
Pengaruh perlakuan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap protein tubuh sapi
penelitian (Tabel 5) sesuai dengan total protein darah yang tidak berpengaruh nyata
pula. Menurut Duncan (1986) protein plasma berkaitan dengan protein jaringan yang
menggambarkan status umum metabolisme protein dalam tubuh.
Kadar protein tubuh sapi penelitian berada di kisaran normal. Sapi-sapi
penelitian kisaran protein tubuh 12%-13% ini, mengindikasikan sapi mengalami
perlemakan tubuh. Menurut Berg dan Butterfield (1976) total protein tubuh sapi
potong adalah 12,4%-20,6%. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa total protein
tubuh sapi jantan yang gemuk berkisar 13%. Rincian protein tubuh adalah 20% pada
tulang, 50% pada otot, 5% dalam darah, dan sisanya terdapat pada kulit, organ, dan
jaringan lemak (Burke, 1980).
Kenaikan total protein tubuh sangat nyata berpola linear sejalan dengan
pneingkatan bobot badan sapi (P<0,01; r = 0,98), dengan persamaan y = 2,414 +
0,118x (Gambar 10). Hasil tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Neumann
35
dan Lusby (1976), yaitu terjadinya peningkatan kandungan protein tubuh dengan
semakin gemuknya sapi jantan. Berdasarkan keeratan hubungan ini maka bobot
badan dapat dijadikan penduga protein tubuh sapi PO.
Gambar 10. Korelasi Bobot Badan dengan Protein Tubuh
Berdasarkan kemiringan garis dari persamaan lemak dan protein tubuh
dengan bobot badan, tampak bahwa pertumbuhan lemak tubuh sapi penelitian lebih
cepat tiga kali daripada protein tubuh. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa
selama dua bulan pengamatan, sapi mengalami perlemakan tubuh. Hasil ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Parakkasi (1999), bahwa komposisi tubuh ternak
mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya bobot badan dan umur, yaitu
meningkatnya persentase lemak namun persentase protein tubuh relatif konstan.
Pond et al. (2005) menambahkan bahwa peningkatan persentase komposisi tubuh
yang cepat adalah lemak sehingga rasio protein dan lemak rendah pada ternak yang
dewasa. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi keadaan ini adalah genetik,
umur ternak, bobot badan, status fisiologis, dan kualitas pakan yang diberikan.
36
Pengaruh Suplementasi EML terhadap PBBH dan Efisiensi Pakan
Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa penambahan EML hingga taraf
0,085% dari total ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap PBBH dan
efisiensi pakan sapi PO dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6).
Tabel 6. Rataan PBBH dan Efisiensi Pakan
Parameter P1 P2 P3
PBBH (g/h) 867,97±85,41 742,19±53,37 859,38±65,05
Efisiensi pakan 0,18±0,03 0,16±0,02 0,18±0,01
Keterangan: P1 = ransum kontrol tanpa EML, P2 = P1 mengandung 0,033% EML, P3 = P1
mengandung 0,085% EML.
Hasil yang tidak nyata tersebut sesuai dengan komposisi tubuh sapi PO yang
tidak berbeda antar perlakuan. Menurut Pond et al. (2005) PBBH dan efisiensi pakan
merupakan parameter pertumbuhan, yang mengambarkan efisien pemanfaatan
nutrien dalam tubuh ternak. Pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel yang
mencakup peningkatan urat daging, tulang, dan semua jaringan tubuh. Pada
peningkatan tersebut terjadi perubahan komposisi tubuh yang meliputi air, lemak,
protein, karbohidrat, dan mineral.
Rataan PBBH sapi penelitian berkisar antara 742-867 g/h. Menurut
Ngadiyono dan Baliarti (2001) rataan pertambahan bobot badan harian sapi PO umur
1,5-2 tahun yang diberi pakan rumput raja dan konsentrat sebesar 30% dan 70%
adalah 770 g/h. Hasil penelitian Astuti et al. (2007) menunjukkan hasil PBBH 20%
lebih tinggi dibandingkan kontrol pada sapi PO yang mendapat tepung lerak 2,5%
dalam konsentrat. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh bentuk pemberian
saponin yang berbeda. Pemberian saponin dalam bentuk suplemen blok dihadapkan
pada kendala kemampuan ternak dalam mengkonsumsi suplemen blok. Menurut
Anggorodi (1994) beberapa faktor yang mempengaruhi PBBH antara lain jenis
ternak, genetik, umur, pakan, aktivitas hormonal, dan penyakit.
Nilai efisiensi pakan yang tidak berbeda antar perlakuan mengindikasikan
bahwa sapi yang mendapat EML hingga taraf 0,085% memiliki efisiensi
pemanfaatan nutrien yang sama dengan kontrol. Kisaran efisiensi pakan sapi
penelitian sebesar 0,16-0,18 atau 16%-18% ini, menunjukkan bahwa sapi sudah
cukup efisien mengkonversi ransum yang diberikan menjadi bobot badan. Menurut
37
Siregar (2001) efisiensi penggunaan pakan untuk sapi potong berkisar 7,52%-
11,29%. Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan antara lain umur,
kualitas pakan, dan bobot badan. Semakin baik kualitas pakan semakin baik pula
efisiensi pembentukan energi dan produksi (Pond et al., 2005).
38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian ekstrak metanol lerak dalam suplemen blok hingga 0,085% dari
total ransum selama dua bulan tidak mempengaruhi konsumsi ransum, gambaran
nutrien darah, komposisi tubuh, dan performa sapi keturunan Ongole (PO).
Komposisi tubuh sapi PO yang diberi suplemen blok mengandung ekstrak metanol
lerak dengan teknik ruang urea yaitu 50%-51% air tubuh, 30%-31% lemak tubuh,
dan 12%-13 % protein tubuh. Bobot badan dapat digunakan sebagai penduga total
lemak tubuh dan total protein tubuh sapi PO selama dua bulan pengamatan, dengan
mengikuti persamaan TLT = -12,20 + 0,367 BB (kg); dan TPT = 2,414 + 0,118 BB
(kg).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis yang tepat dari ekstrak
metanol lerak yang dicampur dalam bentuk konsentrat pada ransum sapi potong.
39
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Sanghyang Adi Buddha Tuhan
Yang Maha Esa atas berkah dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS dan
Sri Suharti, S.Pt, M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, kesabaran,
perhatian, bantuan, dan nasehat selama penyusunan proposal, penelitian, hingga
tahap akhir penulisan skripsi. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Kukuh
Budi Satoto, MS selaku dosen penguji seminar, Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc dan Dr.
Jakaria, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji sidang, atas saran dan kritiknya demi
penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ir.
Widya Hermana, M.Si, sebagai pembimbing akademik yang banyak membimbing
dan mendukung Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan.
Rasa terima kasih selalu Penulis sampaikan kepada Mama dan Koko tercinta
atas motivasi, kesabaran, dan kasih sayang yang senantiasa tercurah pada Penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang dalam kepada pihak-pihak yang telah
memberikan kesempatan kepada Penulis sehingga dapat mengenyam pendidikan
tinggi, yaitu Keluarga Susanto dan lembaga beasiswa yaitu Panitia Penerimaan
Mahasiswa Baru (PANTAB), Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI), dan Yayasan
Goodwill International atas sponsor PT. Hutchinson dan Australian New Zealand
Association (ANZA).
Terima kasih disampaikan kepada teman sepenelitian yaitu Aldilla Salimah
dan Arisma Kurniawati atas kebaikan dan kerjasamanya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada praktisi kandang yaitu Pak Hardjadinata, Mang
Edi, dan Mang Asep, serta kepada laboran yaitu Ibu Yani dan Mbak Laela yang telah
membantu Penulis selama penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman INTP dan IPTP angkatan 40-45, minor
Agribisnis angkatan 42, Goodwillers UI dan IPB angkatan 2006-2009, dan teman-
teman KMBA angkatan 39-44 atas persahabatannya. Terakhir Penulis mengucapkan
terima kasih kepada segenap civitas akademika Fakultas Peternakan IPB.
Bogor, 24 Mei 2010
Penulis
40
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J. J. 1990. Daftar Nama Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Edisi ke-5. PT. Gramedia,
Jakarta.
Astuti, D. A. & D. Sastradipradja. 1999. Evaluasi komposisi tubuh dengan
menggunakan teknik ruang urea dan pemotongan pada domba priangan
tumbuh. Med. Pet. 6: 5-9.
Astuti, D. A., E. Wina, B. Haryanto, & S. Suharti. 2007. Peningkatan produksi dan
respon kebal sapi potong melalui pakan aditif lerak (Sapindus rarak De
Candole) pada pemberian ransum berbasis jerami padi. Laporan Kerjasama
Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Institut
Pertanian Bogor bekerja sama dengan BPPT Ciawi, Bogor.
Bartle, S. J., J. R. Males, & R. L. Preston. 1983. Evaluation of urea dilution as an
estimator of body composition in mature cows. J. Anim Sci. 56: 410-417.
Bartle, S. J., S. W. Kock, R. L. Preston, T. L. Wheeler, & G. W. Davis. 1987.
Validation of urea dilution to estimate in vivo body composition in cattle. J.
Anim. Sci. 64: 1024-1030.
Berg, R. T. & R. M. Butterfield. 1976. New Concept of Cattle Growth. Sydney
University, Sydney.
Burke, S. R. 1980. The Composition and Fuction of Body Fluids. 3rd
Revised
Edition. C.V. Mosby Company, London.
Champe, P. C., R. A. Harvey, & D. R. Ferrier. 2005. Biochemistry. 3rd
Revised
Edition. Lippincott WilliamsdanWalkins, Philadelphia.
Cheeke, P. R. 2000. Actual and potential application of Yucca schidigera and
Quillaja saponaria saponin in human and animal nutrition. J. Anim. Sci. 77:
1-10.
Christie, W. W. 2008. Triacyglycerols. http://www.lipidlibrary.co.uk (1 Juni 2009).
Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005-
2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Duncan, J. R. 1986. Clinical Patology. 2nd
Revised Edition. Ohio University Press,
Iowa.
Francis, G., Z. Kerem, H. P. S. Makkar, & K. Becker. 2002. The biological action of
saponins in animal system: a review. British J. Nutr. 88:587-605.
Frandson, R. D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Ganong, W. F. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-17. Terjemahan: M.
Jauhari. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Girindra, A. 1988. Biokimia Patologi Hewan. Pusat Antar Universitas Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
41
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. III. Terjemahan: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Sarana Jaya, Jakarta.
International Code of Botanical Nomenclature. 2006. Botanica Sistematica: Sapindus
rarak. http://www.botany.si.edu. [20 Agustus 2009].
Kock, S. W. & R. L. Preston. 1979. Estimation of bovine carcass composition by the
urea dilution technique. J. Anim. Sci. 48: 319-327.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan: Maggy Thenawijaya.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Widyakarya Pangan dan Gizi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Mader, S. S. 2001. Biology. McGraw-Hill Companies, California.
Mayes, P. A. 1996. Lipid Transport and Storage. In: R. K. Murry, D. K. Granner, P.
A. Mayes, and V. W. Rodwels (Editors). Prentice Hall International, Inc.,
London.
McDonald P., Edwards R. A., Greenhalgh, J. F. D. & Morgan C. A. 2002 Animal
Nutrition, 6th
Revised Edition. Prentice Hall International, Inc., London.
Milgate, J. & D. C. K. Roberts. 1995. The nutritional and biological significance of
saponins. J. Nutr. Res. 15:1223-1249.
Mirza, I. H., A. G. Khan, A. Azim, & M. A. Mirza. 2002. Effect of supplementing
grazing cattle calves with urea-molasses block, with and without Yucca
schidigera extract, on performance and carcass traits. J. Asian-Aust Anim.
Sci. 9: 1300-1306.
Muchtadi, D. 1991. Info Teknologi Pangan: Dedak padi mencegah jantung koroner.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Insititut Pertanian Bogor, Bogor.
Natasasmita, A. 1980. Beternak Sapi Daging. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
National Research Council. 1996. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 7th
Revised
Edition. National Academy Press, Washington D.C.
Neuman, A. L. & K. S. Lusby. 1986. Beef Cattle. 8th
Revised Edition. Malloy
Lithographing, Inc., New York.
Ngadiyono, N. & E. Baliarti. 2001. Laju pertumbuhan dan produksi karkas sapi
peranakan ongole jantan dengan penambahan probiotik strabio pada
pakannya. Med. Pet. 24: 63-67.
Panaretto, B. A. 1963. Body composition in vivo (III). Aust. J. Agric. Res. 14: 944-
952.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. 2008. Urea mollases multinutrient block (UMMB).
http://www.batan.go.id. [5 Oktober 2008].
Piliang, W. G. & S. Djojosoebagio Al Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Pusat
Studi Bioteknologi dan Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
42
Pond, W. G., D. C. Church, K. R. Pond, & P. A. Schoknecht. 2005. Basic Animal
Nutrition and Feeding. 5th
Revised Edition. John WileydanSons, Inc., New
York.
Preston, R. L. & S. W. Kock. 1973. Prediction of body composition in cattle from
urea space measurement. Journal Article No. 50-73. Ohio Agricultural
Research and Development Centre.
Rule, D. C., R. N. Arnold, E. J. Hentges, & D. C. Betiz. 1986. Evaluation of urea
dilution as a technique for estimating body composition of beef steers in vivo:
validation of published equations and comparison with chemical composition.
J. Anim Sci. 63: 1935-1948.
Sarwono, B. & B. Arianto. 2006. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sidhu, G. S. & D. G. Oakenfull. 1986. A mechanism for the hypocholesterolaemic
activity of saponins. British J. Nutr. 55: 643-649.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: B.
Sumatri. PT. Gramedia, Jakarta.
Sunaryadi. 1999. Ekstraksi dan isolasi saponin buah lerak (Sapindus rarak) serta
pengujian daya defaunasinya. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Suryahadi. 2003. Kajian teknik suplementasi terpadu untuk meningkatkan produksi
dan kualitas susu sapi perah di DKI Jakarta. Dalam: Kumpulan Ringkasan
Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis
dengan pola kemitraan. J. Litbang Pertanian. 28: 29-37.
Thalib, A., M. Winugroho, M. Sabrani, Y. Widiawati, & D. Suherman. 1994.
Penggunaan ekstrak metanol buah lerak (Sapindus rarak DC.) untuk
merekam pertumbuhan protozoa dalam rumen. Majalah Ilmu dan Peternakan.
Vol. VII (2). Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Udarno, L. 2009. Lerak (Sapindus rarak) tanaman industri pengganti sabun. Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Vol. XV (2). Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.
Wina, E., S. Muetzel, & K. Becker. 2005a. The impact of saponins or saponin-
containing plant materials on ruminant production: review. J. Agric. Food
Chem. 53: 8093-8105.
Wina, E., S. Muetzel, E. M. Hoffman, H. P. S Makkar, & K. Becker. 2005b. Saponin
containing methanol extract of sapindus rarak affect microbial fermentation,
microbial activity, and microbial community structure in vitro. J. Anim Feed
Science and Technology. 121: 159-174.
Wina, E., S. Muetzel, & K. Becker. 2006. Effects of daily and interval feeding of
Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and
digestibility in sheep. J. Asian-Aust Anim. Sci. 19: 1580-1587.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Daftar Sidik Peragam Konsumsi Rumput
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 0,241 0,080 9,412
4,066 0,005
Intersep 1 0,012 0,012 1,408 0,269
Perlakuan 2 0,010 0,005 0,593tn
0,575
Bobot badan awal 1 0,219 0,219 25,709 0,001
Galat 8 0,068 0,009
Total 12 63,421
Total terkoreksi 11 0,309
Keterangan: tn = nyata
Lampiran 2. Daftar Sidik Peragam Konsumsi Konsentrat
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 0,275 0,092 7,790
4,066 0,009
Intersep 1 0,007 0,007 0,601 0,461
Perlakuan 2 0,001 0,000 0,030tn
0,970
Bobot badan awal 1 0,256 0,255 21,675 0,002
Galat 8 0,094 0,012
Total 12 66,077
Total terkoreksi 11 0,369
Keterangan: tn = nyata
Lampiran 3. Daftar Sidik Peragam Konsumsi Suplemen Blok
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 0,001 0,000 0,465
4,066 0,714
Intersep 1 0,000 0,000 0,720 0,421
Perlakuan 2 0,001 0,000 0,695tn
0,527
Bobot badan awal 1 7,36E-006 7,36E-0,06 0,016 0,904
Galat 8 0,004 0,000
Total 12 0,051
Total terkoreksi 11 0,004
Keterangan: tn = tidak nyata
45
Lampiran 4. Daftar Sidik Peragam Trigliserida
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 154,115 51,372 1,552
4,066 0,275
Intersep 1 93,801 93,801 2,834 0,131
Perlakuan 2 142,930 71,465 2,159tn
0,178
Bobot badan awal 1 33,949 33,949 1,026 0,341
Galat 8 264,801 33,100
Total 12 3271,000
Total terkoreksi 11 418,917
Keterangan: tn = tidak nyata
Lampiran 5. Daftar Sidik Peragam Kolesterol
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 4838,745 1612,915 0,995
4,066 0,443
Intersep 1 38,444 38,444 0,024 0,881
Perlakuan 2 1373,877 686,939 0,424tn
0,669
Bobot badan awal 1 2545,578 2545,578 1,570 0,246
Galat 8 12974,172 1624,771
Total 12 387767,000
Total terkoreksi 11 17812,917
Keterangan: tn = tidak nyata
Lampiran 6. Daftar Sidik Peragam Total Protein Darah
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 0,288 0,096 0,194
4,066 0,898
Intersep 1 1,905 1,905 3,854 0,085
Perlakuan 2 0,263 0,132 0,266tn
0,773
Bobot badan awal 1 0,72 0,072 0,146 0,712
Galat 8 3,955 0,494
Total 12 520,515
Total terkoreksi 11 4,243
Keterangan: tn = tidak nyata
46
Lampiran 7. Daftar Sidik Peragam Air Tubuh
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 305,346 101,782 20,014
4,066 0,000
Intersep 1 119,808 119,08 23,559 0,001
Perlakuan 2 31,788 15,894 3,125tn
0,099
Bobot badan awal 1 233,702 233,702 45,955 0,000
Galat 8 40,684 5,086
Total 12 130731,507
Total terkoreksi 11 346,030
Keterangan: tn = tidak nyata
Lampiran 8. Daftar Sidik Peragam Lemak Tubuh
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 193,102 64,367 14,250
4,066 0,001
Intersep 1 18,045 18,045 3,995 0,081
Perlakuan 2 32,025 16,013 3,545tn
0,769
Bobot badan awal 1 135,675 135,675 30,037 0,001
Galat 8 36,135 4,517
Total 12 48065,465
Total terkoreksi 11 229,237
Keterangan: tn =tidak nyata
Lampiran 9. Daftar Sidik Peragam Protein Tubuh
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 19,869 6,623 19,375
4,066 0,001
Intersep 1 7,889 7,889 23,079 0,001
Perlakuan 2 2,067 1,033 3,023tn
0,105
Bobot badan awal 1 15,214 15,214 44,507 0,000
Galat 8 2,735 0,342
Total 12 8551,71
Total terkoreksi 11 22,604
Keterangan: tn =tidak nyata
47
Lampiran 10. Daftar Sidik Peragam PBBH
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 2 39504,029 19752,014 4,122
4,256 0,054
Intersep 1 8131454,358 8131454,358 1697,116 0,000
Perlakuan 2 39504,029 019752,014 4,122tn
0,054
Galat 9 43122,035 4791,337
Total 12 8214080,422
Total terkoreksi 11 82626,064
Keterangan: tn = tidak nyata
Lampiran 11. Daftar Sidik Peragam Efisiensi Pakan
Sumber db JK KT F F0,05 Sig.
Model terkoreksi 3 0,005 0,002 7,413
4,066 0,011
Intersep 1 0,011 0,011 50,314 0,000
Perlakuan 2 0,002 0,001 4,047tn
0,061
Bobot badan awal 1 0,004 0,004 16,551 0,004
Galat 8 0,002 0,000
Total 12 0,381
Total terkoreksi 11 0,006
Keterangan: tn = tidak nyata
Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Bobot Badan vs. Lemak Tubuh
Sumber db JK KT F F0,05 F0,01
Regresi 1 211,519 211,519 119,706n
4,96 10,04
Galat 10 17,670 1,767
Total 11 229,189
Keterangan: n = nyata
Lampiran 13. Daftar Sidik Ragam Bobot Badan vs. Protein Tubuh
Sumber db JK KT F F0,05 F0,01
Regresi 1 21,892 21,892 307,559n
4,96 10,04
Galat 10 0,712 0,071
Total 11 22,604
Keterangan: n = nyata